fasciolosis

6
7 GAMBARAN KASUS FASCIOLOSIS PADA SAPI PERAH DI BPPV REGIONAL III Siswanto, A.J 1) , Srihanto, E.A 2) , Sulinawati 3) 1) Laboratorium Patologi BPPV Regional III 2) Laboratorium Bioteknologi BPPV Regional III 3) Laboratorium Parasitologi BPPV Regional III ABSTRAK Telah dilakukan nekropsi pada satu ekor bangkai sapi perah jenis FH betina berumur 5 tahun dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi terhadap organ yang mengalami perubahan patologi. Perubahan patologi- anatomi yang tampak berupa pembesaran hati dengan ditandai adanya noduli. Pada duktus biliverus ditemukan adanya cacing hati (Fasciola). Perubahan sel yang terlihat ditandai dengan adanya pembentukan lobus palsu (pseudo lobuli), radang saluran hati (duktus biliverus) dan radang hati (cholangiohepatitis) dan aktifitas pembentukan jaringan ikat di parenkim hati (cirrhosis). Kata kunci : cacing hati, cirrhosis, cholangiohepatitis ABSTRACT Necroption has been conducted in a5 years old dairy cattle. It has been continued to histopathology test towards organs which were had pathology changes. Anatomi-pathology changes were liver inflation with existence of noduli. At biliverus ductus were found liver worm called Fasciola. Cell changes could be identified with forms of pseudo lobuli, cholangiohepatitis and chirrhosis. Key Word : Fasciola, cirrhosis, cholangiohepatitis. I. PENDAHULUAN Kasus fasciolosis pada sapi merupakan salah satu penyakit parasiter yang penting pada hewan ternak di Indonesia. Angka infeksi parasit ini mencapai 30% pada sapi di Indonesia. Prosentase kejadian ini berbeda dan tergantung pada kondisi daerah. Pada umumnya prevalensi kejadian pada daerah berawa/basah lebih tinggi dibandingkan dengan daerah kering. Infeksi parasit ini sangat merugikan walaupun angka kematiannya sangat rendah. Tetapi dari segi ekonomi bagi peternak, infeksi parasit ini menimbulkan angka kesakitan yang tinggi dan nilai jual ternak menjadi rendah. Dari tahun 2009-2011 kejadian kasus infeksi cacing hati di wilayah kerja BPPV Regional III dilaporkan sebanyak 6 kasus (Rejang Lebong 1 kasus, Lampung Tengah 2 kasus dan Lampung Selatan 3 kasus). Dengan melihat laporan kasus tersebut dapat menggambarkan bahwa cacing hati (Fasciola) merupakan ancaman serius bagi

Upload: firman-hasan

Post on 06-Dec-2015

255 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Pada ternak

TRANSCRIPT

Page 1: FascioLosIs

7

GAMBARAN KASUS FASCIOLOSIS PADA SAPI PERAH DI BPPV REGIONAL III

Siswanto, A.J1), Srihanto, E.A2), Sulinawati3)

1) Laboratorium Patologi BPPV Regional III

2) Laboratorium Bioteknologi BPPV Regional III 3) Laboratorium Parasitologi BPPV Regional III

ABSTRAK

Telah dilakukan nekropsi pada satu ekor bangkai sapi perah jenis FH betina berumur 5 tahun dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi terhadap organ yang mengalami perubahan patologi. Perubahan patologi-anatomi yang tampak berupa pembesaran hati dengan ditandai adanya noduli. Pada duktus biliverus ditemukan adanya cacing hati (Fasciola). Perubahan sel yang terlihat ditandai dengan adanya pembentukan lobus palsu (pseudo lobuli), radang saluran hati (duktus biliverus) dan radang hati (cholangiohepatitis) dan aktifitas pembentukan jaringan ikat di parenkim hati (cirrhosis). Kata kunci : cacing hati, cirrhosis, cholangiohepatitis

ABSTRACT

Necroption has been conducted in a5 years old dairy cattle. It has been continued to histopathology test towards organs which were had pathology changes. Anatomi-pathology changes were liver inflation with existence of noduli. At biliverus ductus were found liver worm called Fasciola. Cell changes could be identified with forms of pseudo lobuli, cholangiohepatitis and chirrhosis.

Key Word : Fasciola, cirrhosis, cholangiohepatitis.

I. PENDAHULUAN Kasus fasciolosis pada sapi merupakan

salah satu penyakit parasiter yang penting

pada hewan ternak di Indonesia. Angka

infeksi parasit ini mencapai 30% pada sapi

di Indonesia. Prosentase kejadian ini

berbeda dan tergantung pada kondisi

daerah. Pada umumnya prevalensi

kejadian pada daerah berawa/basah lebih

tinggi dibandingkan dengan daerah kering.

Infeksi parasit ini sangat merugikan

walaupun angka kematiannya sangat

rendah. Tetapi dari segi ekonomi bagi

peternak, infeksi parasit ini menimbulkan

angka kesakitan yang tinggi dan nilai jual

ternak menjadi rendah.

Dari tahun 2009-2011 kejadian kasus

infeksi cacing hati di wilayah kerja BPPV

Regional III dilaporkan sebanyak 6 kasus

(Rejang Lebong 1 kasus, Lampung Tengah

2 kasus dan Lampung Selatan 3 kasus).

Dengan melihat laporan kasus tersebut

dapat menggambarkan bahwa cacing hati

(Fasciola) merupakan ancaman serius bagi

Page 2: FascioLosIs

8

ternak rakyat, sehingga penanganan dan

deteksi dini sangat diperlukan dalam

pengendalian kejadian kasus.

II. TINJAUAN PUSTAKA

Fascioliasis adalah penyakit parasiter

akibat adanya infeksi cacing Fasciola.

Cacing ini termasuk golongan trematoda.

Bentuk cacing seperti daun dengan

panjang 20 mm – 30 mm dan lebar 13

mm. Warna cacing hati dewasa merah

kecoklatan. Cacing ini banyak menyerang

sapi dan domba dengan predileksi di

ductus biliverus (Levine, 1990). Terdapat

2 jenis cacing Fasciola yang terpenting

yaitu Fasciola hepatica dan Fasciola

gigantica. Bentuk kedua jenis cacing ini

hampir sama, tetapi Fasciola gigantica

mempunyai bentuk yang sedikit lebih

besar baik ukuran cacing dewasa dan

telurnya (Soulsby, 1977).

Taksonomi dari Fasciola

Kingdom : Animalia

Phylum : Platyhelminthes

Class : Trematoda

Subclass : Digenea

Ordo : Echinostomiformes

Famili : Fasciolidae

Genus : Fasciola

Spesies : hepatica/gigantica

Cacing dewasa hidup dan bertelur didalam

hospes definitipnya. Telur yang sudah

masak keluar bersama feses. Telur yang

bebas tersebut mengandung mirasidium

yang akan berkembang menjadi serkaria.

Suhu yang diperlukan mirasidium untuk

dapat hidup adalah di atas 5-6°C dengan

suhu optimal 15-24 °C. Mirasidium

harus masuk ke dalam tubuh siput

(Lymnea) dalam waktu 24-30 jam, bila

tidak maka akan mati. Kemudian telur

akan menetas dalam waktu 17 hari.

Perkembangan larva dalam tubuh siput

selama 75-175 hari, hal ini tergantung

pada suhu lingkungan sekitar cacing

tersebut. Di dalam siput Lymnea, serkaria

berkembang menjadi sporokista yang

melanjut menjadi redia. Setelah itu

berkembang menjadi metaserkaria yang

apabila termakan oleh sapi atau domba

akan berkembang menjadi cacing dewasa.

Cacing ini selanjutnya akan melakukan

penetrasi dengan menembus dinding usus

untuk mencapai duktus beliverus hati

(Suolsby,1977).

Page 3: FascioLosIs

9

Gambar 1. Gambar makroskopik cacing Fasciola

Gambar 2. Diagram daur hidup cacing Fasciola

III. MATERI DAN METODE

A. MATERI Materi berupa satu ekor bangkai sapi

perah jenis FH betina umur 5 tahun.

Selanjutnya dilakukan nekropsi untuk

melihat perubahan patologi anatomi.

Organ yang dikoleksi untuk dilakukan

pemeriksaan histopatologi adalah hati dan

dilakukan koleksi cacing untuk

identifikasi.

B. METODE Metode pemeriksaan yang dilakukan

secara Patologi Anatomi untuk melihat

perubahan pada organ. Metode

pemeriksaan Histopatologi untuk melihat

perubahan / abnormalitas secara

mikroskopik pada organ dan morfologi

sel. Identifikasi cacing dilakukan di

laboratorium Parasitologi.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN Dari hasil pemeriksaan patologi anatomi

ditemukan multifokal noduli dengan

konsistensi yang keras pada lobus hati.

Palpasi hati terasa keras dan disertai

dengan pembengkakan hati. Pada bidang

sayatan ditemukan cacing Fasciola di

ductus biliverus.

Page 4: FascioLosIs

10

Gambar 3. Kondisi sapi perah yang terserang cacing Fasciola

Gambar 4. Nodul pada permukaan lobus lobus hati dengan konsistensi keras

Gambar 5. Terlihat cacing Fasciola di dalam duktus biliverus

Gambar 6. Terlihat cacing Fasciola di dalam duktus biliverus

Pada pemeriksaan histopatologi terlihat

adanya potongan cacing pada duktus

biliverus. Menurut Jubb and Kennedy

(1970), adanya infeksi cacing hati dewasa

yang berat akan mengakibatkan gejala

cirrhosis hepatis yang ditandai dengan

adanya lobus palsu (pseudo lobuli),

cholangiohepatitis (radang saluran

empedu dan hati) dan aktivitas

pembentukan jaringan ikat.

Gambar 7. Potongan cacing hati di dalam duktus biliverus

Gambar 8. Pembentukan lobus palsu (pseudo lobuli)

Page 5: FascioLosIs

11

Diagnosa cacing hati dapat dilakukan

secara mikroskopis dengan

menemukan telur cacing Fasciola di

dalam feses. Sedangkan secara

makroskopik dengan ditemukannya

cacing Fasciola pada saat dilakukan

bedah bangkai. Biasanya cacing hati

berlokasi pada duktus biliverus.

Gambar 10. Aktifitas pembentukan jaringan ikat di parenkim hati

Gambar11. Telur cacing Fasciola (dengan pemeriksaan natif) (10 x)

Gambar 12. Cacing Fasciola

Biasanya infestasi cacing Fasciola dapat

menimbulkan gejala klinis seperti

kelemahan, anemia, emasiasi, iktherus, diare

dan kadang ditemukan adanya gejala

konstipasi (Smith, et.al, 1972). Kebanyakan

kasus Fasciolosis terjadi di daerah yang

berawa-rawa atau daerah basah dengan

curah hujan yang tinggi. Kasus pada hewan

yang dewasa gejala klinis yang timbul tidak

selamanya jelas bila dibandingkan dengan

hewan muda. Akan tetapi gejala infeksi

penyakit parasiter ini hampir sama dengan

infeksi cacing lainnya. Kebanyakan

kasus pada hewan dewasa terdeteksi

apabila kejadian penyakit sudah

berlangsung lama (kronis), sehingga

penanganan dan pengobatan yang

dilakukan sulit untuk mengembalikan

kondisi tubuh hewan (Anonimous,

2007).

Pengobatan yang dilakukan biasanya

kurang efektif apabila kasus infeksi

sudah bersifat kronis. Kejadian penyakit

Page 6: FascioLosIs

12

yang bersifat kronis ditandai dengan kondisi

badan yang kurus dan adanya gejala

cirrhosis. Obat yang diberikan hanya dapat

membunuh cacing hati tetapi tidak mampu

membantu terjadinya regenerasi sel-sel hati,

sehingga fungsi hati terganggu.

Beberapa tehnik sederhana dalam

melakukan kontrol terhadap infestasi cacing

pada ternak sapi dapat dilakukan dengan

cara mengatur pemberian pakan dan

mengatur waktu pemotongan rumput, suatu

hal yang tentunya tidak dapat dilakukan bila

sapi dibiarkan mencari pakan sendiri di

padang rumput. Apabila rumput dalam

kondisi basah perlu diangin-anginkan

sebelum diberikan dengan tujuan membunuh

metaserkaria (Anonimous, 2007).

Tetapi yang terpenting dalam pengendalian

infeksi parasit ini adalah dengan

menerapkan budaya hidup bersih dengan

cara membersihkan lingkungan sekitar

kandang, menghindari genangan air dengan

cara membuat saluran air, membuang atau

mengumpulkan kotoran sapi dan kotoran

jenis ternak lainnya pada satu tempat,

sehingga pada akhirnya, peternak meraup

keuntungan bukan saja dari ternak yang

dipelihara, namun keuntungan lain juga

datang dari limbah ikutan seperti pupuk

kandang (Anonimous, 2007).

V. KESIMPULAN

Berdasarkan hasil pemeriksaan patologi

anatomi, histopatologi dan identifikasi

parasit sapi perah tersebut terdiagnosa

terinfeksi cacing hati (Fasciola).

VI. DAFTAR PUSTAKA

Anonimous, 2007. Waspada Penyakit

Cacing. http://Infovet.blogspot.com/2007/10/. ketika-ternak-jangan-diserang-cacing.html

Jubb, K.V.F and Kennedy, P.C., 1970,

Pathology of Domestic Animal Animal, volume 2, 2nd edition, Academic Press, New York, 241-243

Levine, 1990, Parasitologi Veteriner,

Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 116-117,

(terjemahan) Smith, H.A, Jones, T.C, Hunt, R.D,

1972, Veterinary Pathology, 4th edition, Lea & Febriger, Philadelphia, 792, 1209

Soulsby, E.J.L, 1977, Helminths,

Arthropods and Protozoa of Domesticated Animal, Lea & Febriger, Philadelphia, 22-23