fasilitas wisata kuliner pada kawasan revitalisasi...
TRANSCRIPT
FASILITAS WISATA KULINER
PADA KAWASAN REVITALISASI PELABUHAN PERIKANAN
MUARA ANGKE JAKARTA
ARTIKEL ILMIAH
Diajukan untuk memenuhi persyaratan
Memperoleh gelar Sarjana Teknik
Disusun Oleh :
PUTRI PARAMITHA
NIM. 0610650062-65
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS TEKNIK
JURUSAN ARSITEKTUR
MALANG
2013
FASILITAS WISATA KULINER
PADA KAWASAN REVITALISASI PELABUHAN PERIKANAN MUARA ANGKE
JAKARTA
Putri Paramitha, Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Arsitektur Brawijaya
Jalan MT. Haryono 167, Malang 65141, Indonesia
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Pelabuhan Perikanan Muara Angke merupakan potensi wisata Jakarta Utara yang
yang mengusung keunikan kuliner hasil perikanan laut. Pelabuhan Perikanan Muara Angke
terletak di Jakarta Utara, kawasan pesisir yang merupakan satu-satunya kota di DKI Jakarta
yang memiliki garis pantai sepanjang 32 kilometer yang memiliki karakter kebudayaan
Betawi pesisir. Berdasarkan potensi tersebut maka Pelabuhan Perikanan Muara Angke dapat
dikembangkan menjadi kawasan wisata berkonsep alam dan budaya setempat, yaitu alam
pesisir dengan kebudayaan Betawi pesisir. Hal ini searah dengan program pemerintah
setempat mengenai rencana pengembangan Kawasan Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan
Pendaratan Ikan Muara Angke, berdasarkan Panduan Rancang Kota Kawasan Pembangunan
Terpadu Muara Angke. Perancangan fasilitas wisata kuliner ini menekankan rancangan tata
massa dan lansekap, dan tetap menjaga nilai budaya lokal maupun pelestarian lingkungan
dengan tetap mengacu pada rencana pengembangan Kawasan Pelabuhan Perikanan dan
Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke.
Kata kunci: Wisata pesisir, wisata kuliner, arsitektur tradisional Betawi
ABSTRACT
Fishery port of Muara Angke is potential for tourism in North Jakarta that carries
uniqueness culinary marine fisheries. Fishery port of Muara Angke located in North Jakarta,
coastal area which is the only city in Jakarta that has a coastline of 32 kilometers which has
the character of coastal Betawi culture. Based on the potential so fishery port of Muara
Angke can be developed into a tourism area with nature and local culture concept, the
natural coast to coast Betawi culture. This is in line with the program of the local
government about fishing port development plans and Fish Landing Base Muara Angke,
based on City Design Guide Regions Integrated Development Muara Angke. This culinary
tourism facility design emphasizes the design layout and landscape masses, and keep the
value of the local cultural and environmental preservation with reference to the development
plan of the Port Zone Fisheries and Fish Landing Base Muara Angke.
Keywords: Coastal tourism, culinary tourism, traditional Betawi architecture
PENDAHULUAN
Pesisir utara wilayah Jakarta Utara
digiatkan oleh pemerintah kota setempat
sebagai potensi pariwisata. Pada
pembangunan Jalur Wisata Pesisir yang
merupakan Program Pemerintah Kota
Jakarta Utara untuk tahun 2010, sedikitnya
terdapat 12 tujuan wisata yang terbentang
di pesisir Jakarta. Seluruhnya akan
dirangkai menjadi satu kesatuan Jalur
Wisata Pesisir Jakarta Utara. Selain
bertujuan menghidupkan keduabelas objek
wisata di pesisir, diharapkan 12 tujuan
wisata pesisir ini dapat menjadi tujuan
utama wisatawan serta menjadi ciri khas
dari kawasan di Jakarta Utara kedepannya.
Namun, dari 12 lokasi wisata itu, masih
ada kawasan wisata yang belum tertata
rapi dan butuh perawatan yang saat ini
mulai dilakukan penataan dan
pembangunan. Salah satunya adalah
Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan
Pendaratan Ikan Muara Angke. Pelabuhan
Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan
Muara Angke, sebagai salah satu tujuan
wisata dalam Jalur Wisata Pesisir Jakarta
Utara, yang meski banyak dikenal sebagai
tempat pelelangan dan pelabuhan ikan
serta kampung nelayan, sesungguhnya
menyimpan potensi wisata. Kondisi Muara
Angke yang saat ini lebih menekankan
pada komersialitas perdagangan perikanan,
membuat kawasan Muara Angke menjadi
kurang menarik, sehingga perlu
konsentrasi pengembangan pariwisata
lebih lanjut.
Berdasarkan Surat Keputusan
Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor
1263 tahun 2006 tentang Panduan
Rancang Kota Kawasan Pembangunan
Terpadu Muara Angke Kelurahan Pluit,
Kecamatan Penjaringan, Kota Jakarta
Utara, Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan
Pendaratan Ikan Muara Angke kawasan
Muara Angke akan ditata sedemikian rupa
sehingga tampil lebih representatif dan
menjadi barometer perikanan di Indonesia.
Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan
Pendaratan Ikan Muara Angke kedepan
akan terbagi menjadi empat zona yaitu
Zona Permukiman Nelayan, Zona Eco-
marine, Zona Pelabuhan, Zona Industri
Kelautan dan Perikanan. Rencana
pengembangan kawasan ini diarahkan
dalam rangka mewujudkan visi masyarakat
sejahtera melalui pengelolaan sumberdaya
perikanan dan kelautan yang berwawasan
lingkungan secara berkelanjutan. Upaya
revitalisasi sebuah kawasan yang selain
mencakup perbaikan aspek fisik, juga
mencakup aspek ekonomi dan aspek
sosial. Pengembangan kawasan pelabuhan
perikanan dan pangkalan pendaratan ikan
Muara Angke ini diharapkan dapat
meningkatkan kesejahteraan kepada
nelayan sebagai masyarakat lokal.
Yang merupakan fasilitas wisata
kuliner di pelabuhan perikanan dan
pangkalan pendaratan ikan Muara Angke
adalah Zona Eco-marine. Pada zona Eco-
marine yang direncanakan seluas 7Ha ini
akan dibangun sebuah zona untuk
beraktivitas di pesisir laut berdampingan
dengan kerimbunan hutan bakau
(mangrove). Di lokasi ini akan dibangun
rumah makan hasil perikanan laut (sea
food) yang merupakan relokasi Pusat Jajan
Serba Ikan yang saat ini berada di
lingkungan pelabuhan perikanan.
Pengkhususan dan pemisahan lokasi
zonasi diharapkan dapat meningkatkan
daya tarik Pelabuhan Perikanan dan
Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke,
sebagai salah satu tujuan wisata dalam
Jalur Wisata Pesisir Jakarta Utara
khususnya sebagai tempat tujuan wisata
kuliner makanan laut (sea food). Area
yang disediakan oleh pemerintah tersebut
mempunyai potensi cukup besar,
mengingat lokasi rumah makan makanan
laut ini nantinya direncanakan akan
mengarah ke utara menghadap laut lepas
dan sebelah barat menghadap sungai dan
hutan lindung mangrove.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan pada
proses perancangan Fasilitas Wisata
Kuliner Kawasan Pelabuhan Perikanan
Muara Angke ini adalah pendekatan
deskriptif analitis yang digunakan untuk
mengkaji kondisi eksisting, baik melalui
data primer maupun sekunder. Deskriptif,
karena sangat diharapkan untuk
memperoleh gambaran secara menyeluruh
dan sistematis mengenai kajian-kajian
fenomena yang didapat dari kondisi
eksisting. Analitis, karena dari fenomena
yang didapat kemudian akan dilakukan
analisis keterhubungan antara penyediaan
dan kebutuhan atraksi wisata di lokasi
objek.
1. Metode pengumpulan data
Pengumpulan data primer dilakukan
dengan observasi langsung ke lapangan,
pendokumentasian, dan wawancara.
Observasi langsung ke lapangan untuk
mendapatkan data-data tentang data fisik
kawasan studi, kondisi tapak dan segala
potensi tapak yang ada, aktivitas pelaku
didalam dan sekitar tapak, serta kebutuhan
utama yang diharapkan terpenuhi dengan
adanya fasilitas wisata kuliner Kawasan
Pelabuhan Perikanan Muara Angke.
Survey deskriptif dengan penggambaran
kondisi lapangan apa adanya. Untuk itu
pendokumentasian sangat penting dalam
kegiatan prarancang ini dikarenakan
pendekatan deskriptif yang juga menuntud
kevalidan informasi. Wawancara
digunakan untuk mendapatkan informasi
dari narasumber-narasumber yang terlibat
atau yang berperan dalam kawasan studi
untuk mendapatkan data yang lebih
spesifik dan detail.
Sedangkan pengumpulan data sekunder
diperoleh dari studi literatur dan studi
komparasi. Data studi literatur diperoleh
dari peraturan dan kebijakan pemerintah,
serta data statistik sebagai masukan untuk
memperdalam analisa yang ada. Studi
Komparasi dilakukan dengan cara
membandingkan dengan faktor
pembanding dapat berupa konsep
perancangan yang diaplikasikan, aktivitas
pelaku, karakteristik bangunan dan
fasilitas yang tersedia, serta kelebihan
maupun kekurangan objek komparasi.
Objek yang dijadikan komparasi adalah
perkampungan Budaya Betawi Setu
Babakan, kawasan perkampungan yang
ditetapkan Pemerintah Jakarta sebagai
tempat pelestarian dan pengembangan
warisan budaya asli Betawi. Komparasi ini
bertujuan untuk mengetahui untuk
mengetahui karakteristik arsitektur Betawi
dan fasilitas-fasilitas yang ada sebagai
pendukung fungsi wisata.
2. Metode pengolahan data
Data yang diperoleh selanjutnya dianalisa
melalui pendekatan konsep perencanaan
dan perancangan, yaitu dengan
menggunakan teori-teori perancangan
arsitektur, studi terdahulu, dan studi objek
komparasi yang berkaitan dengan
perancangan fasilitas wisata di Kawasan
Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan
Pendaratan Ikan Muara Angke.
a. Analisa
Proses analisa meliputi analisa ruang
(analisa fungsi, pelaku, aktivitas,
kebutuhan ruang, hubungan ruang,
organisasi ruang); analisa tapak
terhadap potensi positif dan negatif
tapak dan lingkungan sekitarnya serta
aspek-aspek lain yang ada di
dalamnya; dan analisa bangunan
(bentuk dan tampilan bangunan,
material dan struktur bangunan)
b. Sintesa
Tahapan sintesa merupakan
kesimpulan dari analisa yang
menghasilkan alternatif-alternatif dan
konsep yang dijadikan acuan pada
proses perancangan dalam upaya
penyelasaian masalah yang timbul
pada tahap sebelumnya.
3. Metode Perancangan
Dalam proses perancangan, dilakukan dua
metode yaitu metode pragmatik dan
metode tipologi bangunan tradisional
Betawi. Metode pragmatik digunkan untuk
memecahkan masalah tata massa dan
ruang luar terhadap tapak yang mengacu
pada teori-teori dan disesuaikan dengan
kondisi lingkunghan sekitar. Sedangkan
metode tipologi bangunan tradisonal
Betawi, diterapkan pada fasilitas yang
terbangun. Perancangan bangunan yang
dihasilkan berasal dari tipe-tipe bentuk dan
tampilan rumah tradisional Betawi yang
dijadikan sebagai landasan dalam
melakukan proses perancangan untuk
menghasilkan suatu desain.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kawasan Muara Angke terletak di
delta Muara Angke, Kelurahan Kapuk
Muara, Kecamatan Penjaringan, Kota
Jakarta Utara. Tapak fasilitas wisata
kuliner dari Pelabuhan Perikanan Muara
Angke ini terletak di dalam kawasan
pelabuhan. Berdasarkan Panduan Rancang
Kota Kawasan Pembangunan Terpadu
Muara Angke yang digunakan sebagai
pedoman dalam revitalisasi kawasan
Pelabuhan Perikanan dan Pangkalan
Pendaratan Ikan Muara Angke, tapak
berada di sisi barat kawasan pelabuhan
Muara Angke dengan luas lahan yaitu
sebesar 71.216 m² untuk fungsi fasilitas
wisata kuliner zona eco marine (Blok E).
Kondisi eksisting tapak yang memiliki
lahan relatif datar berada pada ketinggian 1
m di atas permukaan air laut pada waktu
pasang tertinggi. Tapak dikondisikan telah
kosong dari bangunan-bangunan.
Batas-batas tapak fasilitas wisata antara
lain adalah :
a. Sebelah Utara : Laut Jawa
b. Sebelah Timur : Pelabuhan
Penyeberangan Penumpang
c. Sebelah Selatan : Kawasan
Permukiman Nelayan PPI Muara Angke
d. Sebelah Barat : Sungai
Angke dan hutan Lindung Mangrove
Terdapat perubahan bentuk daratan
antara kondisi eksisting dengan peta
rencana dalam Panduan Rancang Kota
Kawasan Pembangunan Terpadu Muara
Angke yang digunakan sebagai pedoman
dalam revitalisasi kawasan Pelabuhan
Perikanan dan Pangkalan Pendaratan Ikan
Muara Angke. Pada kondisi eksisting, di
sebelah barat laut tapak terdapat daratan
yang dalam rencana revitalisasi nantinya
akan dikeruk. Ada pula bagian tapak yang
merupakan perairan pada kondisi
eksisting, direklamasi menjadi daratan.
Lokasi tapak fasilitas wisata
kuliner zona eco marine berada pada sisi
paling barat laut kawasan pelabuhan
perikanan Muara Angke. Area tapak
tersebut membentang mengarah ke utara
menghadap laut lepas dan di sebelah barat
tapak terdapat sungai yang memisahkan
antara area tapak dengan kawasan hutan
bakau Suaka Margasatwa Muara Angke.
Di sebelah timur tapak telah terbangun
Pelabuhan penyeberangan wisata dari dan
menuju ke Kepulauan Seribu. Di sekeliling
tapak telah terbangun jalan yang terhubung
dengan jalan di dalam kawasan pelabuhan
perikanan Muara Angke. Untuk menuju
area tapak bisa melalui area sektor industri
perikanan atau permukiman
Laut yang berbatasan langsung
dengan tapak merupakan potensi alam
pesisir yang dapat dimanfaatkan dalam
proses perancangan fasilitas wisata
kuliner. Pemanfaatan laut sebagai potensi
alam pesisir dapat dimaksimalkan sebagai
potensi view utama dari dalam tapak, serta
sebagai orientasi fungsi bangunan. View
ke luar tapak arah utara yaitu view ke arah
Laut ini merupakan view positif yang
menarik. Pelabuhan penyeberangan
penumpang yang berada di sisi timur tapak
fasilitas wisata kuliner (zona eco marine)
merupakan fasilitas pelabuhan
penyeberangan wisata untuk penumpang
yang akan menuju Kepulauan Seribu.
Pelabuhan ini mulai dibangun sejak tahun
2006 dan diresmikan pada awal 2012.
Mengingat fungsi pelabuhan ini sebagai
fasilitas penyeberangan bagi wisatawan
yang akan menyeberang ke Kepulauan
Seribu, yang berarti juga mendukung
2
3
0
25
8,
4
3
2
7
2
5
2
Gambar 1. Tapak Fasilitas wisata kuliner
Gambar 2. Potensi lingkungan tapak fasilitas wisata
kuliner
fungsi fasilitas wisata di Pelabuhan Muara
Angke. Keberadaan pelabuhan penumpang
ini dapat menjadi pertimbangan yang dapat
mendukung keberadaan fasilitas wisata
kuliner zona eco-marine yang akan
dibangun nantinya, ataupun sebaliknya,
perancangan fasilitas wisata kuliner dapat
mendukung dan berintegrasi dengan
keberadaan pelabuhan penumpang yang
berdampingan letaknya. Suaka
Margasatwa Muara Angke yang
merupakan kawasan hutan bakau ini
terletak berdampingan berdampingan
dengan tapak perancangan fasilitas wisata
kuliner Pelabuhan Perikanan Muara
Angke, dengan dibatasi oleh Sungai
Angke. Keberadaan hutan Bakau Suaka
Margasatwa Muara Angke ini merupakan
potensi lingkungan tapak yang dapat
dimaksimalkan sebagai potensi view
positif dari dalam tapak, serta sebagai
orientasi fungsi bangunan.
Konsep Ruang
Kefungsian utama fasilitas wisata
kuliner di kawasan Pelabuhan Perikanan
dan Pangkalan Pendaratan Ikan Muara
Angke dibedakan ke dalam tiga macam
fungsi, yaitu:
1. Fungsi primer
a. Wisata kuliner
b. Wisata pesisir
2. Fungsi sekunder
a. Fungsi pertunjukan
b. Fungsi jual-beli
3. Fungsi tersier
a. Pengelolaan
b. Pemenuhan kebutuhan bagi
pengunjung
c. Service dan maintenance
Organisasi ruang didasarkan atas
hubungan ruang dan alur sirkulasi yang
terjadi antar ruang baik secara makro
maupun mikro, yang dijabarkan dalam
bentuk diagram.
View Tapak
Sebagai penyelesaian yang
berkaitan dengan view dan orientasi
bangunan terhadap bentuk tapak, maka
orientasi dan view maksimal ke arah Laut
Jawa dan hutan mangrove, maka orientasi
bangunan rumah makan di dalam zona
wisata ini nantinya akan lebih dipertegas
ke arah arah Laut Jawa dan hutan
mangrove. Sedangkan untuk view ke
dalam tapak, diarahkan kepada plasa
berupa taman terbuka sebagai point of
interest pada kawasan wisata selain taman
mangrove terbuka.
Tanggapan Iklim
Bentuk tapak menjadikan tapak
memiliki potensi terhadap orientasi
bangunan yang sama baik arah hadap
utara-selatan maupun timur-barat.
Orientasi bangunan yang terbaik terhadap
arah datang sinar yaitu orientasi tegak
lurus dari arah utara-selatan karena
menerima radiasi yang lebih sedikit
dibandingkan barat-timur. Selain itu juga
melalui rasio bentuk bangunan yang
Gambar 3. Organisasi ruang makro
fasilitas wisata kuliner kuliner
ramping memanjang sehingga radiasi dan
sinar yang berlebih dapat direduksi oleh
sisi pendek bangunan.
Lokasi tapak yang berada di tepi laut
berpengaruh pada faktor kelembaban udara
yang cukup tinggi. Barier-barier alami
untuk angin tidak hanya diperlukan pada
sisi tapak yang berbatasan dangan laut,
tetapi juga pada sisi tapak yang berbatasan
dengan jalan raya, untuk mengurangi debu
yang berasal dari jalan, sehingga angin
yang diterima bangunan pada tapak
merupakan udara sejuk tanpa mengandung
konsentrasi debu yang tinggi. Kenyamanan
area atau zona pada tapak dipengaruhi oleh
kondisi angin. Area atau zona yang
terletak dekat dengan laut memiliki
kecepatan angin cukup tinggi dan angin
yang berhembus dari luar membawa
kandungan air yang tinggi ke dalam tapak.
Sirkulasi
Penyelesaiaan untuk pencapaian
dan sirkulasi diantaranya adalah adanya
beberapa alternatif pencapaian ke dalam
tapak, dan membuat jalur kendaraan
bermotor di sekitar tapak bersifat satu arah
sehingga meminimalkan terjadinya
crossing antar kendaraan. Jalur kendaraan
yang dibuat searah adalah jalan yang
berada di sisi timur, barat, utara dan jalan
di antara tapak zona eco marine dan tapak
pelabuhan penyeberangan. Bukan
hanya sirkulasi kendaraan, sirkulasi
manusia juga harus diperhatikan agar tidak
terjadi saling silang, dan menciptakan bagi
pengunjung pejalan kaki. Beberapa
alternatif pencapaian ke dalam tapak
diantaranya adalah pencapaian langsung,
pencapaian tersamar dan pencapaian
memutar. Pencapaian digunakan sebagai
akses utama, sehingga jarak pencapaian
yang ditempuh relatif dekat. Pencapaian
tersamar digunakan sebagai akses kedua
untuk kendaraan bermotor, dan lebih
diutamakan pejalan kaki untuk
menciptakan integrasi sirkulasi antara
tapak wisata yang akan dirancang dengan
tapak pelabuhan penyeberangan.
Pencapaian memutar diterapkan pada
tapak dekat pantai. Alternatif pencapaian
memutar ini dimanfaatkan bagi
pengunjung yang ingin menikmati
keindahan panorama pantai muara angke.
Keberadaan pelabuhan penyeberangan di
sisi timur tapak fasilitas wisata menjadi
pertimbangan aksesibilitas diantara kedua
fungsi tersebut guna menciptakan integrasi
sirkulasi antara tapak wisata yang akan
dirancang dengan tapak pelabuhan
penyeberangan. Untuk itu dirancang akses
dan sirkulasi bagi pejalan kaki yang mudah
dicapai dengan berjalan kaki bagi
pengunjung pelabuhan yang ingin menuju
fasilitas wisata kuliner, atau sebaliknya
Zoning
Pada tapak fasilitas wisata kuliner,
zona publik diletakkan mengeliling pada
sisi luar utara, sisi luar barat, sisi luar
timur dan sisi luar selatan tapak . Zona
semi publik menyebar pada bagian tengah
tapak fasilitas wisata kuliner. Zona servis
di antara zona publik dan semi publik, atau
menyebar di beberapa titik lokasi dalam
tapak.
Tata Massa dan Ruang Luar
Pola tata massa yang diterapkan
pada fasilitas wisata Pelabuhan Perikanan
Muara Angke ini adalah berbentuk linier-
radial. Pola radial diterapkan pada masing-
masing fasilitas wisata sehingga
memudahkan pencapaian serta
menghindari kebosanan, sedangkan pola
linier merupakan tanggapan dari analisa
potensi bentuk tapak dan mendekati
potensi alam view laut. Pola linier
Gambar 4. Zoning tapak fasilitas wisata kuliner
Gambar 6. Ruang luar fasilitas wisata kuliner
Penyebaran massa-massa yang mendekati
potensi alam merupakan salah satu bentuk
penerapan konsep bangunan menyesuaikan
dengan lingkungan, yaitu mendekati
potensi view utama ke arah laut dan hutan
bakau. Pola tata massa linier juga seperti
pola tata massa khas bangunan pesisir
betawi.
Area parkir yang dirancang pada tapak
dibedakan menjadi tempat parkir mobil,
parkir bus, dan parkir sepeda motor. Area
parkir diposisikan di sisi selatan, utara dan
barat tapak zona eco marine. Tempat
parkir di sisi selatan menggunakan jenis
pola tegak lurus, sedangkan untuk tempat
parkir di sisi utara dan barat menggunakan
pola menyudut yang efektif untuk
diterapkan pada tempat parkir di tepi jalan.
Pada area parkir menggunakan vegetasi
sebagai peneduh dari panas sinar matahari.
Pola penataan dan penyebaran vegetasi
pada tapak vasilitas wisata kuliner
didasarkan pada pertimbangan matahari,
arah angin, dan fungsi estetika. Pola
penyebaran vegetasi pada ruang terbuka
mengadaptasi penempatan vegetasi pada
permukiman betawi umumnya yang
cenderung acak.
Konsep Bangunan
Penerapan konsep bangunan
tradisional Betawi pada bangunan dalam
tapak fasilitas wisata kawasan pelabuhan
perikanan Muara Angke dilakukan pada
bentuk dan tampilan bangunan dalam
upaya mempertahankan lokalitas budaya
setempat, juga yang telah beradaptasi
dengan iklim pesisir pantai. Bentuk dan
tampilan bangunan betawi pesisir ini
diaplikasikan pada struktur panggung,
pengolahan bentuk atap, serambi depan
dan balaksuji, elemen arsitektural dan
ornamen pada bangunan yang menjadi
karakteristik yang mempunyai kemampuan
mengatasi iklim daerah pesisir yang
mempunyai sinar matahari yang terik,
aliran udara yang besar dan curah hujan
yang tinggi. Sebagai elemen arsitektural
khas Betawi, pada bangunan tapak fasilitas
wisata diaplikasikan dengan jendela dan
pintu krapyak, ornamen khas betawi pada
atap, bentuk lisplang gigi balang, dan
ornamen langkan.
Gambar 5. Tata massa fasilitas wisata kuliner
Gambar 7. Penyebaran vegetasi fasilitas wisata kuliner
HASIL DESAIN
Pola tata massa yang diterapkan
pada fasilitas wisata kuliner Pelabuhan
Perikanan Muara Angke ini adalah
berbentuk linier-radial. Pola radial
diterapkan guna memudahkan pencapaian
serta menghindari kebosanan, sedangkan
pola linier merupakan tanggapan dari
analisa potensi bentuk tapak dan
mendekati potensi alam view laut.
Penyebaran massa-massa yang mendekati
potensi alam merupakan salah satu bentuk
penerapan konsep bangunan menyesuaikan
dengan lingkungan, yaitu mendekati
potensi view utama. Pola tata massa linier
dengan bangunan berjejer di sepanjang
tepian air juga merupakan penerapan pola
tata massa bangunan Betawi pesisir
umumnya.
Pencapaian ke dalam tapak dapat
melalui pencapaian langsung, pencapaian
tersamar dan pencapaian memutar.
Pencapaian langsung dari jalan raya di sisi
selatan tapak sebagi entrance bagi pejalan
kaki. Pencapaian tersamar ke tapak zona
eco-marine melalu jalan di sisi timur tapak
yang memisahkan dengn pelabuhan
penyeberangan penumpang Kepulauan
Seribu sebagai entrance kendaraan
bermotor. Pencapaian dari sisi ini dapat
menciptakan integrasi sirkulasi antara
tapak zona eco marine dengan tapak
pelabuhan penyeberangan. Untuk
pencapaian memutar diperuntukkan bagi
kendaraan bermotor.
Gambar 8. Konsep tampilan bangunan
fasilitas wisata kuliner
Gambar 9. Site plan kawasan fasilitas wisata kuliner
Gambar 10. Tata massa dan ruang luar
fasilitas wisata kuliner
Gambar 11. Pencapaian menuju tapak
fasilitas wisata kuliner
Konsep bangunan pada fasilitas
wisata pelabuhan Muara Angke
mengangkat budaya arsitektur lokal
bangunan tradisional rumah Betawi.
Konsep bangunan tradisional Betawi
diterapkan melalui bentuk dan tampilan
fasilitas terbangun. Dari analisa rumah
tradisional Betawi didapatkan tipe yang
menjadi ciri dasar bangunan tersebut.
Tipologi bentuk dan tampilan rumah
Betawi yang dijadikan sebagai konsep
dasar pada bentuk dan tampilan fasilitas
terbangun pada kawasan fasilitas wisata ini
menggunakan bentuk dasar atap rumah
Betawi berupa atap joglo, kebaya, dan
gudang. Selain bentuk atap rumah,
terdapat pula karakter khusus pada rumah
tradisional betawi yaitu struktur panggung
dan balaksuji. Selain itu konsep tampilan
bangunan diperoleh dari bentuk ornamen
ynag menjadi ciri khas elemen arsitektural
bangunan Betawi. Elemen khas arsitektur
tradisional Betawi yang diterapkan pada
bangunan dalam fasilitas wisata antara lain
Jendela, pintu, dan ventilasi rumah khas
tradisional betawi memiliki bukaan yang
lebar, Jendela pada rumah Betawi
umumnya berupa jendela krapyak dan
jendela bujang, dengan ukiran pada lubang
angin di atas jendela dan pintu utama.
Ornamen-ornamen khas rumah tradisional
Betawi lainnya adalah pada bentuk
lisplang gigi baling, dan ornament bentuk
langkan.
Untuk material, bangunan di dalam
tapak fasilitas wisata kawasan pelabuhan
perikanan Muara Angke, secara umum
menggunakan material batu bata sebagai
dinding karena mempertimbangkan fungsi
yang diwadahi didalamya. Namun ada
beberapa bangunan fungsi tertentu yang
dapat menggunakan kombinasi material
dinding bata dan papan kayu seperti kios
ikan pada zona eco marine.
Gambar 12. Bangunan pada fasilitas wisata kuliner
Bangunan rumah makan
Bangunan penerima
Bangunan pendopo
Bangunan Toko souvenir
Bangunan kios ikan
Bangunan mushola
KESIMPULAN
Pelabuhan Perikanan dan
Pangkalan Pendaratan Ikan Muara Angke,
sebagai salah satu tujuan wisata dalam
Jalur Wisata Pesisir Jakarta Utara, yang
meski banyak dikenal sebagai tempat
pelelangan dan pelabuhan ikan serta
kampung nelayan, sesungguhnya
menyimpan potensi wisata sebagai tempat
tujuan wisata kuliner khas pesisir. Rencana
pemerintah dalam rangka pengembangan
jalur wisata pesisir merupakan alasan
utama pengambilan kajian sekaligus
perancangan Fasilitas wisata pada kawasan
revitalisasi pelabuhan perikanan dan
pendaratan ikan Muara Angke ini.
Perancangan Fasilitas wisata
pelabuhan perikanan Muara Angke
memanfaatkan potensi alam dan budaya
betawi pesisir. Dengan mengangkat
budaya arsitektur lokal serta
memperhatikan keadaan lingkungan
kawasan sekitar tapak merupakan bentuk
upaya perancangan yang berbasis pada
potensi wisata alam pesisir.
Penerapan konsep perancangan
yang berbasis pada potensi wisata alam
pesisir Fasilitas wisata pelabuhan
perikanan Muara Angke ini terdapat
beberapa poin yaitu :
1. Mengambil konsep arsitektur
bangunan Betawi dalam perancangan
bangunan sebagai tanggapan terhadap
konsep fasilitas wisata yang berbasis
pada potensi lingkungan setempat.
2. Menyesuaikan antara teori tata massa
terhadap kawasan melalui berbagai
analisa tapak. Sehingga potensi view,
sirkulasi, vegetasi, iklim dan topografi
yang terdapat di area tapak serta
sekitar tapak menjadi pertimbangan
dasar dalam perancangan tata massa.
3. Selain sebagai wahana rekreasi,
adanya Fasilitas wisata pelabuhan
perikanan Muara Angke ini secara
langsung juga berperan bagi
kelestarian lingkungan. Fungsi penting
Fasilitas wisata pelabuhan perikanan
Muara Angke tersebut adalah dalam
hal memperluas area terbuka hijau,
mengurangi polusi udara, menjaga
kualitas air tanah, dan mengurangi
pemanasan global. Fasilitas wisata
dapat menjadi jawaban permasalahan
tingkat polutan dan suhu udara yang
tinggi.
4. Fasilitas wisata kuliner pelabuhan
perikanan Muara akan dimanfaatkan
kebutuhan publik terhadap waterfront
management dengan membangun
konsep kolam retensi dan
maksimalisasi ruang terbuka hijau.
Pembangunan kolam retensi dan ruang
terbuka hijau tersebut selain akan
meningkatkan kemampuan water
management sebagai drainase untuk
mengantisipasi air pasang, gelombang
laut dan curah hujan yang tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Ashihara, Yosinobu. 1983. Merancang
Ruang Luar. Surabaya: Institut
Teknologi Sepuluh November
Black. 1999. Australian departement of
tourism. Press. http//www.
Edukasi. Net. (diakses 16 Mei
2011)
Cahyani, Nurul. 2007. Pengembangan
Kawasan Wisata Tanjung Papuma.
Skripsi tidak dipublikasikan.
Malang : Universitas Brawijaya
Ching,. Francis DK. 2000. Arsitektur
Bentuk, Ruang dan Tatanan.
Jakarta: Erlangga
Dahlan, E.N. 2005. Membangun Kota
Kebun (Garden City) Bernuansa
Hutan Kota. IPB Press. Bogor.
Direktorat Jendral Pengembangan
Destinasi Pariwisata. 2009. Prinsip
Dan Kriteria Ekowisata Berbasis
Masyarakat. Jakarta: Departemen
Kebudayaan Dan Pariwisata.
Fandeli, Chafid. 2000. Pengertian Dan
Konsep Dasar Ekowisata.
Yogyakarta: Universitas Gajah
Mada.
Fitriyati, N. 1998. Studi Peranan Tanaman
sebagai Pereduksi kebisingan.
Fakultas Pertanian. Institut
Pertanian Bogor . Bogor. (tidak
dipublikasikan).
Hakim, Rustam dan Utomo, Hardi. 2002.
Komponen Perancangan
Arsitektur Lansekap. Jakarta:
Bina Askara.
Harun, Ismet B., Kartakusumah, Dan
Hisman., Ruchiat, Rachmat &
Soediarso Umar. 1991. Rumah
Tradisional Betawi. Jakarta:
Dinas Kebudayaan DKI Jakarta
Ingels. 1980. Komponen Perancangan
Lansekap.
Press. http//www. Edukasi. Net.
(diakses 16 Mei 2011)
Keputusan Menteri Kimpraswil. 2002.
Pedoman Penyusunan Rencana
Tata Ruang Kawasan Perkotaan.
Jakarta: Departemen Permukiman
dan Prasarana Wilayah.
Lawson, Fred & Manuel Baud, Bovy.
1977. Tourism And Recreation
Development, Boston: The
Architectural Press Ltd, London
Publishing Company Inc.
Laurie. 2002. Lansekap Tropis.
Press. http//www. Edukasi. Net.
(diakses 3 Mei 2011).
Munasef, Bambang. 1995. Pedoman
Perencanaan Pariwisata.
Surabaya : Institut Teknologi
Sepuluh November.
Neufert, Ernst. 1992. Data Arsitek Edisi
Kedua. Jakarta : Erlangga
Prasita, V.DJ. 1996. Konservasi Sumbar
Daya Tanah dan Air. Jakarta: Kalam
Mulia
Rohcman. 2002. Lansekap Tropis.
http//www. Edukasi. Net.
(Diakses 3 Mei 2010).
Saidi, R. 1994. Orang Betawi dan
Modernisasi Jakarta. Jakarta:
LSIP.
Sastrawati, Isfa. 2003. Prinsip
Perancangan Kawasan Tepi Air,
Jurnal Perencanaan Wilayah dan
Kota PWK ITB. Bandung: Institut
Teknologi Bandung
Siswantari. 2000. Kedudukan dan Peran
Belakang Betawi dalam
Pemerintahan serta Masyarakat
Jakarta. Tesis. Depok: Program
Studi Ilmu Sejarah Bidang Ilmu.