fauzi - ihwal kenaikan bbm.pdf
TRANSCRIPT
-
Subsidi energi, jangan sampai membuat kita lupa diri
Ihwal subsisi energi memang menjadi hal yang perlu untuk dipahami secara luas oleh
masyarakat. Alokasi subsidi energi dalam APBN ditujukan untuk membiayai subsidi energi
listrik dan juga membiayai BBM bersubsidi. Jumlah alokasi subsidi energi tidak pernah
menurun. Di APBN Tahun 2006 Pemerintah mengalokasikan 94,6 triliun untuk subsidi energi,
hingga tahun 2013 lalu mengalami lonjakan yang signifikan mencapai 310 triliun. Artinya tren
subsidi energi dalam 7 tahun ini terus mengalami kenaikan. Subsidi energi kerap menjadi
kontroversi mengingat nominal yang akan dibebankan di APBN begitu besar. Bukan menjadi
tidak mungkin, sektor pendidikan, kesehatan, infrastruktur dan sektor yang lainnya akan
terganggu sebagai dampak dari melonjaknya subsidi energi. Bahkan Hatta Rajasa selagi
menjabat sebagai menko perekonomian menerangkan bahwa jumlah alokasi untuk subsidi
energi itu setara dengan pemberian gratis negara kepada pemilik kendaraan pribadi sebesar Rp.
120.000 setiap harinya
Arus perekonomian dan tingginya mobilitas penduduk membuat 33 persen dari
penghasilan orang Indonesia digunakan untuk membeli bensin. Tak heran kebutuhan bahan
bakar minyak di Indonesia diperkirakan sekitar 1,5 juta barel setiap hari. Sedangkan
kemampuan Indonesia dalam memproduksi minyak mentah hanya 850 juta barel tiap hari nya.
Ini berbanding terbalik dengan kondisi Indonesia pada tahun 1962 yang bisa memproduksi
minyak mentah hingga 1,6 juta barel setiap hari nya dan konsumsi kurang dari 1 juta barel.
Artinya Indonesia sekarang ini memiliki tingkat konsumtifitas lebih tinggi dibandingkan
kemampuan produktifitas minyak mentah. Inilah yang membuat Indonesia sejak tahun 2003
menjadi negara net importer, dibuktikan juga dengan keluarnya Indonesia dari Organisasi
Negara Pengekspor Minyak pada tahun 2008.
Merubah harga BBM memang seperti menggerakkan bola panas yang dapat
mengakibatkan semua pihak terkena dampaknya, bukan hanya rakyat miskin tetapi juga para
elite politik yang kini sedang berebut kursi. Keberanian dalam menggerakkan bola panas
itu menjadi langkah strategis untuk Indonesia kedepan, jika tidak maka bersiaplah APBN yang
akan menjadi bom waktu nya. Berikut beberapa fakta yang terjadi mungkin tanpa kita sadari :
1. Tingginya alokasi BBM bersubsidi tidak diikuti dengan pertumbuhan
ekonomi nasional yang signifikan. Justru subsidi yang tinggi membuat inefisiensi
terhadap penggunaan bbm bersubsidi. Data dari ESDM tahun 2010 menerangkan
-
bahwa 25 persen dari kelompok rumah tangga berpenghasilan terendah hanya
menikmati subsidi 15 persen, sedangkan 25 persen dari kelompok rumah tangga
berpenghasilan tertinggi menikmati kucuran subsidi mencapai 77 persen. Ini tentu
menjadi ironis, bahwa disaat situasi ekonomi Indonesia terancam, justru
penggunaan bbm bersubsidi mengalami ketimpangan.
2. Alokasi Subsidi energi melebihi untuk anggaran infrastruktur yang hanya Rp.
203 Triliun pada tahun lalu. Word Economic Forum 2012 lalu menobatkan
Indonesia sebagai negara dengan infrastruktur terburuk nomor dua di Asia tenggara.
Kondisi ini pula yang menyebabkan distribusi barang barang menjadi terhambat
dan sulit sehingga membuat harga barang menjadi lebih mahal dan tidak
menasional.
3. Cadangan minyak mentah di Indonesia semakin terbatas. Menurut Rudi
Rubiandini sebagai guru besar perminyakan ITB, cadangan minyak mentah yang
dimiliki Indonesia saat ini sekitar 3,7 miliar barel dan diperkirakan hanya cukup
untuk konsumsi 11 tahun mendatang.
4. Di Asean, hanya Indonesia dan Malaysia yang masih memberikan subsidi
BBM.
5. Indonesia dengan kualitas terburuk Asean. Indonesia menjual bensin dengan
kandungan oktan 88 (RON 88). Sedangkan di Malaysia meskipun masih
memberikan subsidi BBM, tetapi mereka telah mampu mendistribusikan bensin
dengan kandungan oktan 95 (RON 95) atau kita kenal dengan Pertamax Plus. Ron
95 itu di khususkan untuk masyarakat miskin Malaysia yang diberikan subsidi.
6. Dari total konsumsi BBM nasional, hanya sekitar 2,5 sampai 3,5 persen saja
yang mengkonsumsi BBM non subsidi. Artinya ini menunjukkan bahwa subsidi
bbm kita benar benar tidak tetap sasaran.
Dari berbagai realitas diatas, ihwal harga bbm ini sepatutnya menjadi tanggung jawab bersama.
Pemerintah baru Jokowi-JK harus berani mengambil langkah strategis dengan menggerakkan
bola panas tersebut tentunya dengan konmpensasi yang sepadan kepada rakyat. Pemerintah
sebagai pemegang kebijakan harus bisa mengupayakan dan memastikan relokasi anggaran di
APBN selebihnya diprioritaskan pada aspek aspek kebutuhan mendesak oleh rakyat seperti
pembangunan infrastruktur, alokasi anggaran kesehatan dan pendidikan serta aspek sosial
lainnya. Rakyat pun harus lebih berfikir inovatif dalam memikirkan diversifikasi energi, seperti
energi surya, biofuel dan biodiesel. Rakyat harus betul betul menyadari bahwa energi fosil kian
-
mahal dan terbatas untuk kita peroleh. Kira nya mahasiswa pun memiliki peran yang begitu
penting dalam menyikapi situasi ini. Mahasiswa harus mampu membantu pemerintah dalam
menggerakan bola panas agar rakyat merasa tidak dirugikan. Dan mahasiswa pun harus
bersama sama dengan rakyat mengawal segala bentuk kompensasi dari pemerintah sebagai
akibat digerakkan nya bola panas tersebut.
Hidup Mahasiswa!!
Referensi
1. http://habibiecenter.or.id/detilurl/en/181/news/Subsidi.BBM.dan.Uji.Nyali.Pemerintah
2. https://kreditgogo.com/artikel/Ekonomi/Kegunaan-Lain-dari-Nominal-Subsidi-
Energi.html
3. http://www.tekmira.esdm.go.id/currentissues/?p=475
4. Majalah hilir migas, edisi ke dua belas.