febria suryani
TRANSCRIPT
Skripsi
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS
KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING
PT. COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011
OLEH :
Febria Suryani
NIM : 107101000572
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
TAHUN 2011
i
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai
dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, November 2011
Febria Suryani
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, November 2011
Febria Suryani, NIM : 107101000572
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING PT.COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011
(xvi+ 115 halaman, 11 tabel, 12 gambar, 6 lampiran)
ABSTRAK
Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat nonalergi atau iritan. Salah satu penyebab dari dermatitis kontak yaitu bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan kosmetik. Bahan kimia tersebut memiliki posibilitas untuk mengiritasi dan mensesitisasi kulit pekerja. Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di perusahaan kosmetik PT.Cosmar Indonesia, didapatkan bahwa 60% dari 15 orang pekerja mengalami dermatitis kontak. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, yang dilakukan pada bulan juli-oktober 2011 di bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia. Tujuannya untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar Indonesia. Sampel penelitian merupakan seluruh total populasi pekerja di bagian processing dan filling sebanyak 50 orang pekerja. Variabel independen dalam penelitian ini meliputi lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD. Penentuan penyakit dermatitis kontak dan riwayat penyakit kulit didapatkan dari hasil diagnosa dokter, variabel personal hygiene dan penggunaan APD didapatkan dengan observasi langsung dan variabel lainnya didapatkan dengan menyebarkan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chi square dan t independent. Hasil penelitian menunjukan bahwa 48% pekerja mengalami dermatitis kontak, dengan 33,3% dermatitis kontak alergi dan 66,7% dermatitis kontak iritan. Faktor-faktor yang berhubungan dengan dermatitis kontak dalam penelitian ini yaitu lama kontak (Pvalue 0.020), masa kerja (Pvalue 0.012), usia (Pvalue 0,006) dan personal hygiene (Pvalue 0,028). Untuk mereduksi resiko dermatitis kontak disarankan agar pekerja menggunakan APD dengan lengkap dan memperhatikan kebersihan diri selama bekerja, melakukan penyuluhan kepada pekerja untuk mengenal gejala dermatitis kontak serta pengawasan mengenai penggunaan APD dan personal hygiene. Daftar bacaan : 43 (1980 – 2010)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
DEPARTMENT OF PUBLIC HEALTH MAJOR OF OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH
Paper, November 2011
Febria Suryani, NIM : 107101000572
FACTORS ASSOCIATED WITH CONTACT DERMATITIS AT PROCESSING AND FILLING SECTIONS IN PT.COSMAR INDONESIA SOUTH TANGERANG YEAR 2011
xvi+ 115 pages, 11 tables, 12 pictures, 6 attachments
Contact dermatitis prevalence among occupational disease is 50%, which irritant contact dermatitis is more often occurs than the allergic. One of the dermatitis contact agent is chemical which are often used in cosmetic production process. These chemical has possibility to irritate and sensitize the workers. Based on preeliminary study at PT.Cosmar Indonesia as one of cosmetic industries in Indonesia, showed that 60% of 15 workers suffer contact dermatitis. This research is a quantitative study used a cross sectional method, and held in Juli-October 2011 at processing and filling sections in PT.Cosmar Indonesia. The purpose of this study was to analyze factors associated with contact dermatitis in PT Cosmar Indonesia. Fifty workers was taken as total sampling at processing and filling sections. The independent variables are duration contact, years of employment, age, sex, skin diseases history, personal hygiene and used of PPE (Personal Protective Equipment). For contact dermatitis and skin diseases history obtained by diagnose doctor, for personal hygiene and used of PPE was collected by direct observation, and the other variables was collected by questionaire. Afterwards, tests, such as chi square and t independent, are used to analyze the data. Results showed that 48% workers suffered contact dermatitis, which 33,3% alergic type and 66,7% irritant type. Factors associated with contact dermatitis are duration contact (Pvalue: 0.020), years of employment (Pvalue: 0.012), age (Pvalue 0.006) and personal hygiene (Pvalue: 0,028).
To reduce contact dermatitis risk, workers should use completed PPE during work, and awareness of their personal hygiene, early recognizing of contact dermatitis symptoms and improve supervised the used of PPE and personal hygiene.
References : 43 (1980 – 2010)
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN
Skripsi Dengan Judul
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN DERMATITIS KONTAK PADA PEKERJA BAGIAN PROCESSING DAN FILLING PT. COSMAR INDONESIA TANGERANG SELATAN TAHUN 2011
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jakarta, 14 November 2011
Mengetahui,
Iting Shofwati, ST, MKKK M. Farid Hamzens, Msi Pembimbing I Pembimbing II
v
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Jakarta, 14 November 2011
Penguji I,
Iting Shofwati, ST, MKKK
Penguji II,
M. Farid Hamzens, Msi
Penguji III,
dr. Rahmania Diandini, MKK
vi
DATA RIWAYAT HIDUP
Data Pribadi
Nama : Febria Suryani
Tempat Tanggal Lahir : Jakarta, 27 Februari 1990
Jenis Kelamin : Perempuan
Nomor Telepon : 08567156252
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. H. Sarmili RT.003 RW.02 No.17.A Pd.Aren Jurang
Mangu Timur Tangerang, 15222
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan
Tahun Riwayat Pendidikan 2007-Sekarang S1-Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3)
Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan (FKIK) UIN Jakarta 2004-2007 SMA Negeri 47 Jakarta Selatan 2001-2004 SMP Negeri 177 Jakarta Selatan 1995-2001 SD Negeri Cipulir 04 Jakarta Selatan
Pengalaman Organisasi
Tahun Jabatan 2010-2011 Anggota BEMJ Kesehatan Masyarakat Divisi Dana dan
Usaha UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Selatan 2004-2006 Anggota MPK Komisi II SMA Negeri 47 Jakarta Selatan 2001-2003 Anggota OSIS SMP Negeri 177 Jakarta Selatan
vii
KATA PENGANTAR
��� ا ا ���� ا �� ���
ا ��� م ����� ور�� ا و �� �� �
Puji syukur ke hadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberikan
limpahan rahmat dan nikmat-Nya yang tak terbatas bagi penulis, sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan skripsi ini. Shalawat serta salam teruntuk Nabi Muhammad SAW
semoga kelak kita mendapat syafa’at nya.
Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis
Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang
Selatan Tahun 2011” ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini
banyak kesulitan yang dihadapi, tapi dengan bantuan dari berbagai pihak, penulisan
laporan skripsi ini dapat terselesaikan. Maka dari itu pada kesempatan ini, penulis ingin
mengucapkan banyak terima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M. K. Tadjudin, Sp. And. ; selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS ; selaku ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK; selaku dosen pembimbing pertama, terima kasih
ibu atas bimbingan, nasihat, ilmu, motivasi, saran-saran, dan doa yang sangat
berarti sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Farid Hamzens, Msi; selaku dosen pembimbing kedua, terima kasih bapak
atas bimbingan, saran-saran, arahan, motivasi, dan doa yang selalu ada selama
penyusunan skripsi.
5. dr. Rahmania Diandini, MKK; selaku penguji sidang skripsi, terima kasih ibu atas
bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama
penyusunan skripsi.
viii
6. Ibu Febrianti, Msi; selaku dosen penasehat akademik, terima kasih ibu atas
bimbingan, arahan serta kesediaan untuk memberikan waktu konsultasi selama
penyusunan skripsi.
7. dr. Asmanudin, terima kasih atas saran, bimbingan, waktu serta bantuannya selama
proses pengumpulan data, semoga kebaikan dokter dibalas Allah SWT, amin.
8. Ibu Leni Arsita Jadi, MM; selaku pihak personalia, yang telah memberikan izin,
sehingga penulis dapat melaksanakan penelitian di PT. Cosmar Indonesia.
9. Ibu Krisna dan Pak Sapto; selaku supervisior bagian produksi PT.Cosmar
Indonesia, terimakasih atas kebaikan dan kesediaan waktunya untuk mendampingi,
membimbing dan membantu jalannya proses pengumpulan data di perusahaan.
10. Para pekerja PT.Cosmar Indonesia, khususnya bagian processing dan filling,
terimakasih atas kerjasamanya dalam proses pengumpulan data di perusahaan.
Selain itu dengan segala kerendahan hati penulis juga bermaksud mengucapkan
Special Thanks To :
1. Keluargaku Tercinta; Alm. Ayah dan Mama, Kakak-kakaku (Teh Elin, Teh Yeni,
A Asep) serta keponakan-keponakanku (Ryan, Athar, Amel, Noya) tersayang.
Terimakasih banyak atas segala dukungan baik moril maupun materil, kasih
sayang yang berlimpah serta doa yang tulus sehingga de’ bisa menyelesaikan
kuliah dan menuju masa depan yang lebih cerah, amiin.. LUV U ALL!!
2. Sahabat-sahabatku tersayang; Shani, Menk, Ayu, Anita, Wita, makasii kalian
selalu menjadikan hari-hari ebby lebih indah dan penuh warna. That’s
Unforgetable Moment” Friends Forever Guys ☺!!!. Especially to deas, makasii
yah atas semua bantuan, saran dan bimbingan yang kamu berikan dari mulai awal
skripsi sampai selesai, semoga kamu cepet jadi dokter, amiin ☺.
3. Sahabat-sahabat K3 (farhan, firman, arif, hasyim, kemol, fadli, hara, dilla, yuni,
vita, agung, danis, said) makasii atas segala bantuan dan kebaikan kalian selama
kuliah, makasi juga telah membuat hari-hari ebby lebih indah ☺. Especially to
profesor ami (Nur Najmi Laila), thank’s banget mii atas segala bantuan ami dari
ix
mulai magang sampe skripsi, semoga semua kebaikan ami dibalas Allah SWT,
amiin ☺.
4. Sahabat-sahabat Kesmas angkatan 2007 (OPUS) FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, tetap semangat untuk masa depan yang lebih baik!!
5. Dan seluruh pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapat balasan yang setimpal
dari Allah Subhanahu Wata’ala. Penulis dengan penuh kesadaran menyadari bahwa
laporan ini masih cacat dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan oleh penulis. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
و ا ��� م ����� ور�� ا و �� �� �
Jakarta, November 2011
Penulis
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................................. i ABSTRAK ............................................................................................................................ ii PERNYATAAN PERSETUJUAN ....................................................................................... iv LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................................. v DATA RIWAYAT HIDUP .................................................................................................. vi KATA PENGANTAR .......................................................................................................... vii DAFTAR ISI ......................................................................................................................... x DAFTAR TABEL ................................................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................ xiv DAFTAR BAGAN ............................................................................................................... xv DAFTAR LAMPIRAN ......................................................................................................... xvi BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ................................................................................................................ 1 1.2.Rumusan Masalah.... ....................................................................................................... 5 1.3.Pertanyaan Penelitian ...................................................................................................... 7 1.4.Tujuan Penelitian ............................................................................................................ 8
1.4.1. Tujuan Umum .................................................................................................... 8 1.4.2. Tujuan Khusus.................................................................................................... 8
1.5.Manfaat Penelitian .......................................................................................................... 9 1.5.1. Bagi Perusahaan ................................................................................................. 9 1.5.2. Bagi Peneliti ....................................................................................................... 9 1.5.3. Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan ................................................. 9
1.6.Ruang Lingkup ................................................................................................................ 9 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anatomi kulit Manusia ................................................................................................... 11 2.2. Dermatitis Kontak .......................................................................................................... 13
2.2.1. Definisi Dermatitis Kontak .................................................................................. 13 2.2.2. Jenis Dermatitis Kontak ....................................................................................... 14 2.2.3. Patogenesis Dermatitis Kontak ............................................................................ 16 2.2.4. Gambaran Klinis Dermatitis Kontak ................................................................... 18 2.2.5. Diagnosis Klinis Dermatitis Kontak .................................................................... 22
2.3. Kosmetik ........................................................................................................................ 23 2.3.1. Bahan Kimia Dalam Kosmetik Penyebab Dermatitis Kontak ............................. 24
2.4. Pengendalian Resiko Paparan Bahan Kimia .................................................................. 31 2.5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Dermatitis Kontak .............................. 32 2.6. Faktor Langsung ............................................................................................................ 33
2.6.1. Bahan Kimia ........................................................................................................ 33
xi
2.6.2. Lama Kontak ........................................................................................................ 36 2.7. Faktor Tidak Langsung .................................................................................................. 37
2.7.1. Suhu dan Kelembaban ......................................................................................... 37 2.7.2. Masa Kerja ........................................................................................................... 38
2.7.3. Usia ...................................................................................................................... 39 2.7.4. Jenis Kelamin ....................................................................................................... 42 2.7.5. Ras ........................................................................................................................ 43 2.7.6. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya ................................................................... 44 2.7.7. Personal Hygiene ................................................................................................. 45 2.7.8. Penggunaan Alat Pelindung Diri ......................................................................... 47 2.8. Kerangka Teori............................................................................................................... 51 BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1.Kerangka Konsep ............................................................................................................ 52 3.2.Definisi Operasional........................................................................................................ 56 3.3.Hipotesis .......................................................................................................................... 58 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1.Desain Penelitian ............................................................................................................. 59 4.2.Lokasi dan Waktu ........................................................................................................... 59 4.3.Populasi dan Sample ....................................................................................................... 59 4.4.Instrumen Penelitian........................................................................................................ 60 4.5.Jenis Data ........................................................................................................................ 61 4.6.Pengumpulan Data .......................................................................................................... 61 4.7.Pengolahan Data.............................................................................................................. 63 4.8.Analisis Data ................................................................................................................... 64 BAB V HASIL 5.1. Gambaran Umum Perusahaan ........................................................................................ 65 5.1.1. Latar Belakang dan Sejarah PT.Cosmar Indonesia .............................................. 65 5.1.2. Visi dan Misi PT.Cosmar Indonesia .................................................................... 66 5.1.3. Sumber Daya Manusia (SDM) ............................................................................. 66 5.1.4. Bahan Kimia yang Digunakan PT.Cosmar Indonesia ......................................... 67 5.1.5. Proses Kerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia .................... 72 5.2. Analisis Univariat .......................................................................................................... 79 5.2.1. Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak ............................................................... 79 5.5.2. Gambaran Faktor Langsung ................................................................................. 79 a. Lama Kontak ..................................................................................................... 80 5.2.3. Gambaran Faktor Tidak Langsung ...................................................................... 80 a. Masa Kerja ........................................................................................................ 81 b. Usia Pekerja ...................................................................................................... 81 c. Jenis Kelamin .................................................................................................... 82 d. Riwayat Penyakit Kulit ..................................................................................... 82 e. Personal Hygiene .............................................................................................. 82 f. Penggunaan APD ............................................................................................... 82
xii
5.3. Analisis Bivariat ............................................................................................................. 83 5.3.1. Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak ........... 83 a. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak .......................................... 83 5.3.2. Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak . 84 a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak .............................................. 85 b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak ......................................................... 85 c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak ......................................... 86 d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak .......................... 86 e. Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak ................................... 86 BAB VI PEMBAHASAN 6.1. Keterbatasan Penelitian .................................................................................................. 88 6.2. Kejadian Dermatitis Kontak ........................................................................................... 89 6.3. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak ....................................... 92 6.3.1. Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak ............ 92 a. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak .......................................... 92 6.3.2 Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak .. 97 a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak .............................................. 97 b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak ......................................................... 99 c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak ......................................... 102 d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak .......................... 104 e. Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak ................................... 106 f. Penggunaan APD dengan Kejadian Dermatitis Kontak .................................... 108 BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan .................................................................................................................... 113 7.2. Saran ............................................................................................................................... 114
xiii
DAFTAR TABEL
No.Tabel Halaman
2.1. Iritan Primer ................................................................................................................. 34 3.1. Definisi Operasional .................................................................................................... 56 5.1. Distribusi SDM PT.Cosmar Indonesia ........................................................................ 67 5.2. List Bahan Kimia yang Digunakan PT.Cosmar Indonesia ......................................... 67 5.3. Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak ....................................................................... 79 5.4. Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) ................................................................ 80 5.5. Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja, Usia) ............................................... 81 5.6. Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit,
Personal Hygiene, Penggunaan APD) ......................................................................... 81 5.7. Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) dengan Kejadian Dermatitis Kontak ..... 83 5.8. Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja, Usia) dengan Kejadian Dermatitis
Kontak.......................................................................................................................... 84 5.9. Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit,
Personal Hygiene, Penggunaan APD) dengan Kejadian Dermatitis Kontak .............. 85
xiv
DAFTAR GAMBAR
No.Gambar Halaman
2.1. Anatomi Kulit Manusia ............................................................................................... 11 2.2. Dermatitis pada Tangan ............................................................................................... 20 2.3. Dermatitis pada Wajah ................................................................................................ 20 2.4. Dermatitis pada Lengan ............................................................................................... 21 2.5. Dermatitis pada Kaki ................................................................................................... 21 2.6. Dermatitis pada Badan ................................................................................................. 22 2.7. Dermatitis pada Leher.................................................................................................. 22 2.8. Cara Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air ............................................................. 46 2.9. Alat Pelindung Pernapasan .......................................................................................... 48 2.10. Alat pelindung Tangan ................................................................................................ 48 2.11. Alat Pelindung Kaki .................................................................................................... 49 2.12. Pakaian Pelindung ....................................................................................................... 49
xv
DAFTAR BAGAN
No.Bagan Halaman
2.1. Kerangka Teori ............................................................................................................ 51 3.1. Kerangka Konsep......................................................................................................... 53 5.1. Alur Proses Pembuatan Kosmetik ............................................................................... 72 5.2. Alur Proses Kerja Pembuatan Dry ............................................................................... 74 5.3. Alur Proses Kerja Pembuatan Lipstik.......................................................................... 75 5.4. Alur Proses Kerja Pembuatan Liquid .......................................................................... 76 5.5. Alur Proses Kerja Filling Dry ..................................................................................... 77 5.6. Alur Proses Kerja Filling Lipstik ................................................................................ 78 5.7. Alur Proses Kerja Filling Liquid ................................................................................. 78
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Pengantar Izin Penelitian
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 Kuesioner penelitian
Lampiran 4 Hasil Analisis Univariat
Lampiran 5 Hasil Analisis Bivariat
Lampiran 6 Foto
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit kulit akibat kerja (occupational dermatoses) merupakan suatu
peradangan kulit yang diakibatkan oleh suatu pekerjaan seseorang. Dermatitis kontak
merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak yang bersifat nonalergi
atau iritan (Kosasih, 2004). Dermatitis kontak adalah dermatitis yang disebabkan oleh
bahan atau substansi yang menempel pada kulit. Dikenal dua jenis dermatitis kontak,
yaitu dermatitis kontak iritan yang merupakan respon nonimunologi dan dermatitis
kontak alergik yang diakibatkan oleh mekanisme imunologik spesifik. Keduanya dapat
bersifat akut maupun kronis (Djuanda, 2007 ). Penyakit ini ditandai dengan peradangan
kulit polimorfik yang mempunyai ciri – ciri yang luas, meliputi : rasa gatal, eritema
(kemerahan), endema (bengkak), papul (tonjolan padat diameter kurang dari 55mm),
vesikel (tonjolan berisi cairan diameter lebih dari 55mm), crust dan skuama (Freedberg,
2003).
Penelitian survailance di Amerika menyebutkan bahwa 80% penyakit kulit
akibat kerja adalah dermatitis kontak. Di antara dermatitis kontak, dermatitis kontak
iritan menduduki urutan pertama dengan 80% dan dermatitis kontak alergi menduduki
urutan kedua dengan 14%-20% (Taylor et al, 2008). Data dari United Stases Bureau of
Labor Statistict Annual Survey of Occupational Injuries and Illnesses pada tahun 1988,
didapatkan 24 % kasus penyakit akibat kerja adalah kelainan atau penyakit kulit. Data di
2
Inggris menunjukan bahwa dari 1,29 kasus/1000 pekerja merupakan dermatitis akibat
kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95 %
merupakan dermatitis kontak (Djunaedi dan Lokananta, 2003).
Di Indonesia prevalensi dermatitis kontak sangat bervariasi. Menurut Perdoski
(2009) Sekitar 90% penyakit kulit akibat kerja merupakan dermatitis kontak, baik iritan
maupun alergik. Penyakit kulit akibat kerja yang merupakan dermatitis kontak sebesar
92,5%, sekitar 5,4% karena infeksi kulit dan 2,1% penyakit kulit karena sebab lain. Pada
studi epidemiologi, Indonesia memperlihatkan bahwa 97% dari 389 kasus adalah
dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis kontak iritan dan 33,7%
adalah dermatitis kontak alergi (Hudyono, 2002).
Pada sub bagian alergi imunologi Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
RSUPN Dr.Cipto Mangunkusumo Jakarta, insiden dermatitis kontak akibat kerja sebesar
50 kasus per tahun atau 11,9% dari seluruh dermatitis kontak. Di Jawa Tengah,
Prevalensi dermatitis kontak akibat kerja (DKAK) pada pekerja mebel sebesar 4,62%
dengan proporsi DKI akibat kerja sebesar 23,53% (Perdoski, 2009). Diagnosis dermatitis
kontak ditegakkan melalui anamnesis, pemeriksaan klinis, dan tes kulit berupa patch test
(Orton dan Wilkinson, 2004).
Beberapa penelitian menunjukan bahwa penyakit dermatitis kontak merupakan
penyakit yang lazim terjadi pada pekerja-pekerja yang berhubungan dengan bahan kimia
dan panas, serta faktor mekanik sebagai gesekan, tekanan dan trauma. Beberapa jenis
dermatitis kontak seperti dermatitis kontak iritan disebabkan oleh bahan iritan absolut
seperti asam basa, basa kuat, logam berat dan konsentrasi kuat dan bahan relatif iritan,
misalnya sabun, deterjen dan pelarut organik, sedangkan jenis dermatitis lain adalah
3
dermatitis kontak alergi biasanya disebabkan oleh paparan bahan-bahan kimia atau
lainnya yang meninggalkan sensitifitas kulit (Erliana, 2008).
Bila dihubungkan dengan jenis pekerjaan, dermatitis kontak dapat terjadi pada
hampir semua pekerjaan. Biasanya penyakit ini menyerang pada orang-orang yang
sering berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik, misalnya
ibu rumah tangga, petani dan pekerja yang berhubungan dengan bahan-bahan kimia dan
lain-lain (Orton dan Wilkinson, 2004). Bahan-bahan yang bersifat toksik maupun alergik
yang merupakan penyebab dari dermatitis kontak diantaranya senyawa kimia, tanaman,
obat-obatan yang terkandung dalam krim kulit, zat kimia yang digunakan dalam
pengolahan pakaian dan kosmetik (Putra, 2008). Pekerja pembuat kosmetik juga
beresiko besar menderita penyakit dermatitis kontak, karena dalam proses
pembuatannya berhubungan dengan bahan-bahan kimia.
Berdasarkan data penelitian di Indonesia pada tahun 1985 yang dilakukan di 14
Balai Hiperkes dilaporkan 90% penyakit kulit akibat kerja di Indonesia adalah dermatitis
kontak akibat bahan kimia (Cahyono, 2004). Salah satu penyebab dematitis kontak
adalah bahan kimia yang sering digunakan dalam industri, seperti salah satu perusahaan
industri pembuatan kosmetik yang banyak mengunakan bahan-bahan kimia. Bahan-
bahan tersebut dapat mengakibatkan kelainan kulit pada pekerja yang berkontak
langsung dalam proses pembuatannya.
Bahan kimia dalam kosmetik yang berpotensi menimbulkan gangguan pada kulit
pekerja diantaranya metilparaben, propilparaben, butilparaben, imidazolidinyl urea,
DMDM hydantoin (dimethyloldimethyl hydantoin), etilparaben, diazolidinylurea, 5-
chloro-2methyl-4-isothiazolin-3-one (methylchloroisothiazolinone), N-isopropyl-N-
4
pheniyl para phenylenediamine, quarternium-15, iodopropynyl butylcarbamate dan
methyldibromoglutaronitrile. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Sotya Prasari
dkk di Klinik Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito Yogyakarta tahun 2005 - 2006, tiga
alergen kosmetik standart yang paling sering menimbulkan hasil patch test positif adalah
fragrance mix (13,7 %), N-isopropyl-N-pheniyl para phenylenediamine 0,1 % (10,7 %)
dan paraben mix 1 % (8,3 %). Alergen kosmetik yang paling sering menimbulkan hasil
pact test positif adalah facial cream (18,2 %), sabun (12,9 %) dan sampo (11,6 %).
PT.Cosmar Indonesia adalah sebuah perusahaan kosmetik yang menerima
pembuatan kosmetik berdasarkan pesanan (makloon). Perusahaan ini terletak di Taman
Tekno Blok A1 No. 11-15 Bumi Serpong Damai Sektor XI Serpong, Banten Indonesia
15314. Produk yang dihasilkan dari perusahaan ini meliputi decorative cosmetics
(lipsticks, lip gloss,lip liner, liquid makeup, blushes, concealers, eye shadow, mascaras,
eye liner, powders), perawatan kulit (cleansing foam, body lotion, skin care regimens,
blemish balm ,lotions and creams, gels, sunscreens, acne control and treatment),
perawatan rambut (shampoo, conditioner, hair mask, hair reconstructor serum, hair spa
straightening products, gels ,waxes) dan perawatan personal (shower gel, facial soap,
feminine wash, fragrances).
Alur pembuatan kosmetik di PT. Cosmar Indonesia dimulai dari purchasing,
ware house in, quality control, processing, filling, packaging dan ware house out.
Pekerjaan di bagian processing pekerja melakukan pengolahan bahan-bahan kimia untuk
menghasilkan suatu produk yang dipesan, kemudian pada bagian filling bahan-bahan
kimia yang telah diolah tersebut dimasukan ke dalam wadah yang telah ditentukan. Pada
processing dan filling tersebut pekerja berkontak dengan bahan kimia. Sedangkan
5
terdapat ribuan macam bahan kimia yang digunakan dalam proses pembuatan kosmetik
di PT.Cosmar Indonesia, diantara bahan-bahan kimia tersebut ada yang bersifat toksik
maupun alergik, sehingga kemungkinan terjadinya dermatitis kontak pada pekerja sangat
besar.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja PT. Cosmar
Indonesia didapatkan 9 orang pekerja mengalami dermatitis kontak dan 6 orang pekerja
tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut subyektif dan telah diperkuat dengan
pemeriksaan dokter. Kesembilan pekerja yang menderita dermatitis kontak kebanyakan
mengeluh kelainan kulit setelah berkontak dengan zat kimia. Berdasarkan teori dari para
ahli diperkirakan faktor pencetus terjadinya dermatitis kontak dapat berasal dari faktor
langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) dan lama kontak)
dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras,
riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD).
Oleh karena itu peneliti ingin mengetahui faktor-faktor yang berhubungan
dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling di PT.Cosmar
Indonesia. Sehingga diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat dilakukan tindakan
preventif seperti pelatihan atau penyuluhan pada pekerja untuk mencegah terjadinya
penyakit akibat kerja di PT.Cosmar Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Dermatitis kontak merupakan 50% dari semua Penyakit Akibat Kerja terbanyak
yang bersifat nonalergi atau iritan (Kosasih, 2004). Biasanya penyakit ini menyerang
pada orang-orang yang sering berkontak dengan bahan-bahan yang bersifat toksik
6
maupun alergik (Orton dan Wilkinson, 2004). Salah satu penyebab dari dermatitis
kontak yaitu bahan kimia yang digunakan dalam pembuatan kosmetik. Sebagian besar
bahan yang terdapat di dalam kosmetik adalah bahan sintetik alami dengan kandungan
zat yang bersifat toksik dan alergik sehingga dapat menimbulkan dermatitis kontak.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja di perusahaan
kosmetik PT.Cosmar Indonesia didapatkan 9 orang pekerja mengalami dermatitis kontak
dan 6 orang pekerja tidak mengalami dermatitis kontak. Hasil tersebut subyektif dan
telah diperkuat dengan pemeriksaan dokter. Pada saat proses pembuatan kosmetik di
PT.Cosmar Indonesia, pekerja pada bagian processing dan filling banyak berkontak
dengan bahan kimia, sehingga kemungkinan terjadinya dermatitis kontak lebih besar
dibandingkan dengan bagian lain. Pada bagian processing pekerja melakukan
pengolahan bahan-bahan kimia untuk menghasilkan suatu produk yang dipesan,
kemudian pada bagian filling bahan-bahan kimia yang telah diolah tersebut dimasukan
ke dalam wadah yang telah ditentukan. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan pada
bagian processing dan filling.
Penyakit dermatitis kontak pada pekerja dapat mengurangi produktifitas kerja,
karena gejalanya dapat mengakibatkan rasa gatal, panas, kemerahan, bengkak serta
tonjolan padat maupun cairan, sehingga dapat menggangu pekerjaan. Berdasarkan teori
dari para ahli diperkirakan faktor pencetus terjadinya dermatitis kontak dapat berasal
dari faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) dan lama
kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin,
ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD).
Dengan demikian diperlukan suatu penelitian yang membuktikan adanya faktor-faktor
7
yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling
di PT.Cosmar Indonesia.
1.3 Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran proses kerja pada bagian processing dan filling di PT.Cosmar
Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
2. Bagaimana gambaran kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing
dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
3. Bagaimana gambaran faktor langsung (lama kontak) pada pekerja bagian processing
dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
4. Bagaimana gambaran faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat
penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) pada pekerja
bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
5. Apakah ada hubungan antara faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian
dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia
Tangerang Selatan tahun 2011.
6. Apakah ada hubungan antara faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin,
riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) dengan
kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar
Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
8
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak
pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan
tahun 2011.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Diketahuinya gambaran kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing
dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
2. Diketahuinya gambaran faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian dermatitis
kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang
Selatan tahun 2011.
3. Diketahuinya gambaran faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat
penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) dengan
kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar
Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
4. Diketahuinya hubungan antara faktor langsung (lama kontak) dengan kejadian
dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia
Tangerang Selatan tahun 2011.
5. Diketahuinya hubungan antara faktor confounding (masa kerja, usia, jenis kelamin,
riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD) dengan
kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar
Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
9
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Perusahaan
Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi dan pemahaman bagi
perusahaan mengenai bahaya serta faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
dermatitis kontak pada pekerja. Sehingga perusahaan dapat melakukan upaya-upaya
perlindungan terhadap kesehatan kerja dan terhindar dari penyakit akibat kerja.
1.5.2 Bagi Peneliti
Sebagai bahan referensi yang dapat dijadikan bahan bacaan oleh peneliti serta
sebagai sarana dalam mengaplikasikan teori yang telah dipelajari semasa kuliah
khususnya mengenai dermatitis kontak.
1.5.3 Bagi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
1. Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa dan dosen
mengenai dermatitis kontak.
2. Terbentuknya kerjasama antara perusahaan dangan fakultas dalam mengembangkan
ilmu pengetahuan.
1.6 Ruang Lingkup
Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa kesehatan masyarakat Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada bulan Juli sampai Oktober 2011 di perusahaan
kosmetik PT.Cosmar Indonesia. Adapun tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui
faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian
processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun 2011. Hal tersebut dilakukan karena
10
kemungkinan terjadinya dermatitis di perusahaan kosmetik sangat besar, mengingat
pekerja sering berkontak langsung dengan bahan-bahan kimia yang sebagian besar
bersifat toksik dan alergik. Berdasarkan hasil studi pendahuluan pada 15 orang pekerja
didapatkan 9 orang pekerja menderita dermatitis kontak (subjektif dan diperkuat dengan
pemeriksaan dokter).
Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain studi cross sectional (potong
lintang). Populasi penelitian berjumlah 50 orang pekerja di bagian processing dan filling ,
dengan jumlah sampel seluruh populasi. Data-data yang diperoleh berasal dari data
primer dan sekunder. Data primer didapatkan dari hasil pemeriksaan klinis, kuesioner
dan observasi, sedangkan data sekunder didapatkan dari penelusuran dokumen, catatan,
dan laporan dari perusahaan. Data tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi,
kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chisquare dan T-independen untuk
melihat hubungan antara variabel.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Kulit
Kulit merupakan pembungkus elastis yang dapat melindungi tubuh dari
pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas
ukurannya, yaitu 1,5% dari berat tubuh dan luasnya 1,5-1,75 m2, rata-rata tebal kulit
1-2 mm. Paling tebal (16 mm) terdapat ditelapak tangan dan kaki, sedangkan paling
tipis (1,5 mm) terdapat di penis (Harahap, 2000).
Berikut akan dijelaskan pembagian kulit secara histopatologik (Djuanda,
2007) :
Gambar 2.1
Anatomi Kulit Manusia
12
1. Epidermis (lapisan tanduk), terdiri dari 5 lapis :
a. Stratum korneum, merupakan lapisan paling luar yang terdiri dari kumpulan
sel-sel yang telah mati dan terus menerus diganti oleh sel yang baru.
Lapisan ini menebal di telapak tangan dan kaki sedangkan menipis di
kelopak mata.
b. Stratum lusidum, terdapat dibawah lapisan stratum korneum yang terdiri
dari protein dan lemak, berwarna transparan dan tampak jelas di telapak
kaki dan tangan.
c. Stratum granulosum, terdiri dari sel-sel yang memipih dengan sitoplasma
berwarna gelap karena keratohialin.adanya granula ini menunjukan bahwa
sel-sel mulai mati.
d. Stratum spinosum, terdiri dari sel-sel polygonal yang makin ke atas makin
pipih. Diantara stratum spinosum terdapat jembatan antar sel dan sel
Langerhans.
e. Stratum basal, terdiri dari satu lapis sel silindris dengan sumbu panjang
tegak lurus dan selalu membelah diri. Lapisan ini merupakan impermeable
membrane terhadap bahan kumia yang larut dalam air. Lapisan ini
mengandung sel-sel malanosit. Pada orang normal, perjalanan sel dari
stratum basal sampai ke stratum korneum lamanya 40–56 hari.
2. Dermis
Lapisan dermis terdapat dibawah epidermis, yang membuat kulit lebih tebal
dan elastis karena terdiri dari kumpulan jaringan fibrosa dan elastis. Lapisan ini
terdiri dari 2 lapis, yaitu :
13
a. Stratum papilare yang menonjol masuk ke dalam lapisan bawah epidermis,
mangandung kapiler dan ujung-ujung syaraf sensori.
b. Stratum retilukare yang berhubungan dengan subkutis, mengandung
kelenjar keringat dan sebasea. Kelenjar sebasea seluruhnya bermuara di
folikel rambut.
3. Subkutis
Terdiri dari jaringan longgar dan mengandung banyak kelenjar keringat dan
sel-sel lemak.
2.2. Dermatitis Kontak
2.2.1 Definisi Dermatitis Kontak
Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja.
Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di
tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor. Selain
itu menurut American Medical Association, dermatitis seringkali cukup digambarkan
sebagai peradangan kulit, timbul sebagai turunan untuk eksim, kontak (infeksi dan
alergi) (HSE UK, 2004).
Menurut Djuanda dermatitis kontak ialah dermatitis yang disebabkan oleh
bahan atau substansi yang menempel pada kulit (Djuanda, 2007). Menurut Firdaus
dermatitis kontak adalah respon dari kulit dalam bentuk peradangan yang dapat
bersifat akut maupun kronik, karena paparan dari bahan iritan eksternal yang
mengenai kulit (Firdaus, 2002).
Menurut Michael dermatitis kontak merupakan suatu respon inflamasi dari
kulit terhadap antigen atau iritan yang bisa menyebabkan ketidaknyamanan dan rasa
malu dan merupakan kelainan kulit yang paling sering pada para pekerja (Michael,
14
2005). Menurut Hayakawa dermatitis kontak merupakan inflamasi non-alergi pada
kulit yang diakibatkan senyawa yang kontak dengan kulit tersebut (Hayakawa, 2000)
dan menurut Hudyono dermatitis kontak adalah kelainan kulit yang disebabkan oleh
bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik (melalui reaksi
alergi), maupun non-imunologik (dermatitis kontak iritan) (Hudyono, 2002).
Salah satu penyebab dari dermatitis kontak akibat kerja yaitu bahan kimia
yang kontak dengan kulit saat melakukan pekerjaan. Bahan kimia (kontaktan) untuk
dapat menyebabkan dermatitis kontak akibat kerja, pertama harus mengenai kulit
kemudian melewati lapisan permukaan kulit dan kemudian menimbulkan reaksi yang
memudahkan lapisan bawahnya terkena. Lapisan permukaan kulit ini ketebalannya
menyerupai kertas tissue, mempunyai ketahanan luar biasa untuk dapat ditembus
sehingga disebut lapisan barrier. Lapisan barrier menahan air dan mengandung air
kurang dari 10 % untuk dapat berfungsi secara baik. Celah diantara lapisan barrier
ada kelenjar minyak dan akar rambut yang terbuka dan merupakan tempat yang
mudah ditembus (HSE UK, 2004).
2.2.2 Jenis Dermatitis Kontak
Terdapat dua jenis dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan
dermatitis kontak alergik. Perbedaan prinsip antar keduanya adalah dermatitis kontak
iritan terjadi karena adanya penurunan kemampuan kulit dalam melakukan
regenerasi sehingga mudah teriritasi oleh bahan-bahan tertentu. Penurunan
kemampuan ini dipengaruhi oleh selaput tanduk dan kandungan air pada sel tanduk
tersebut. Sementara pada dermatitis kontak alergi, paparan bahan kimia
menimbulkan rangsangan tertentu pada imunitas tubuh. Rangsangan ini akan
menyebabkan reaksi hipersensitivitas dan peradangan kulit disini hanya terjadi pada
15
seseorang yang mempunyai sifat hipersensitif (mudah terkena alergi). Kedua bentuk
dermatitis ini sulit dibedakan satu sama lain, sehingga memerlukan pemeriksaan
medis yang spesifik untuk membedakan keduanya.
1. Dermatitis Kontak Iritan
Dermatitis kontak iritan merupakan reaksi inflamasi lokal pada kulit yang
bersifat non imunologik, ditandai dengan adanya eritema (kemeraham), edema
(bengkak) ringan dan pecah-pecah setelah terjadi pajanan bahan kontaktan dari
luar. Bahan kontaktan ini dapat berupa bahan fisika atau kimia yang dapat
menimbulkan reaksi secara langsung pada kulit (Firdaus, 2002). Dermatitis
kontak iritan merupakan respon non spesifik kulit terhadap kerusakan kimia
langsung yang melepaskan mediator-mediator inflamasi yang sebagian besar
berasal dari sel epidermis (Michael, 2005).
Penyebab munculnya Dermatitis kontak iritan adalah bahan yang bersifat
iritan, misalnya bahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam alkali, serbuk
kayu, bahan abrasif, enzim, minyak, larutan garam konsentrat, plastik berat
molekul rendah atau bahan kimia higroskopik. Kelainan kulit yang terjadi selain
ditentukan oleh molekul, daya larut dan konsentrasi bahan tersebut, dan lama
kontak. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan (Djuanda, 2007).
Faktor individu juga ikut berpengaruh pada dermatitis kontak iritan,
misalnya usia (anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras
(kulit hitam lebih tahan daripada kulit putih), jenis kelamin (insidensi dermatitis
kontak iritan lebih banyak pada wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami
(ambang rangsang terhadap bahan iritan menutun) misalnya dermatitis atopik
(Djuanda, 2007).
16
2. Dermatitis Kontak Alergi
Dermatitis Kontak Alergi merupakan salah satu tipe penyakit kulit akibat
sensitivitas yang tinggi terhadap suatu zat kimia. Zat kimia dalam kadar rendah
yang biasanya tidak menyebabkan iritasi kulit, akan menimbulkan kerusakan
pada kulit akibat sensitivitas. Gejala dari dermatitis kontak alergi antara lain
ruam kulit, bengkak, gatal-gatal dan melepuh. Gejala tersebut biasanya akan
lenyap begitu kontak dengan zat kimia penyebab dihentikan, tetapi akan muncul
lagi ketika kulit kembali terpapar (Widyastuti, 2006)
Penyebab terjadinya Dermatitis Kontak Alergika diantaranya kosmetik (cat
kuku, penghapus cat kuku, deodoran, pelembab, losyen sehabis bercukur,
parfum, tabir surya, senyawa kimia (nikel), tanaman (racun ivy (tanaman
merambat), racun pohon, sejenis rumput liar, primros), obat-obat yang
terkandung dalam krim kulit dan zat kimia yang digunakan dalam pengolahan
pakaian.
2.2.3 Patogenesis Dermatitis Kontak
Mekanisme terjadinya dermatitis kontak pada kulit akan dibahas dibawah ini
(Djuanda, 2007) :
1. Dermatitis Kontak Iritan
Pada dermatitis kontak iritan, kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel
melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak lapisan tanduk, denaturasi
keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan mengubah daya ikat air kulit.
Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak (lipid membrane) keratinosit,
tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan merusak lisosom, mitokondria
atau komponen inti. Ketika terjadi kerusakan sel maka akan timbul gejala
17
peradangan klasik di tempat terjadinya kontak berupa eritema, endema, panas,
nyeri bila iritan kuat. Bila iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah
berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena
delipidasi yang menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya,
sehingga mempermudah kerusakan sel dibawahnya oleh iritan.
2. Dermatitis Kontak Alergi
Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi
mengikuti respon imun yang diperantai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV.
Reaksi ini timbul melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi.
Fase sensitisasi terhadap sistem kekebalan tubuh berlangsung selama 2-3
minggu. Pada fase ini, hapten (zat kimia atau antigen yang belum di proses)
masuk ke dalam epidermis melalui stratum korneum dan ditangkap oleh sel
langerhans yang kemudian akan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom
atau sitosol serta di konjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen
lengkap. Sel langerhans melewati membran basal bermigrasi ke kelenjar getah
bening setempat melalui kelenjar limfe. Di dalam kelenjar tersebut sel
langerhans mempresentasikan kompleks HLA-DR-antigen kepada sel T spesifik
untuk di proses (di kenali). Setelah di proses, turunan sel ini yaitu sel-T memori
akan meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada
saat tersebut individu menjadi tersensitisasi.
Jika individu sudah tersensitisasi, maka saat kontak dengan zat yang sama
dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak bahan kimia dengan dosis
sangat rendah, proses ini disebut fase elisitasi. Fase elisitasi umumnya
berlangsung antara 24-48 jam.
18
2.2.4 Gambaran Klinis Dermatitis Kontak
Penderita umumnya mengeluh gatal, kelainan bergantung pada keparahan
dermatitis. Dermatitis kontak alergi umumnya mempunyai gambaran klinis
dermatitis, yaitu terdapat efloresensi kulit yang bersifat polimorf dan berbatas tegas.
Dermatitis kontak iritan umumnya mempunyai ruam kulit yang lebih bersifat
monomorf dan berbatas lebih tegas dibandingkan dermatitis kontak alergi.
1. Fase Akut
Pada dermatitis kontak iritan akut, satu kali kontak yang pendek dengan
suatu bahan kimiawi kadang-kadang sudah cukup untuk mencetuskan reaksi
iritan. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh zat alkali atau asam ataupun oleh
detergen. Jika lemah maka reaksinya akan menghilang secara spontan dalam
waktu singkat. Luka bakar kimia merupakan reaksi iritan yang terutama terjadi
ketika bekerja dengan zat-zat kimia yang bersifat iritan dalam konsentrasi yang
cukup tinggi.
Pada dermatitis kontak alergi akut, kelainan kulit umumnya muncul 24-48
jam setelah melalui proses sensitisasi. Derajat kelainan kulit yang timbul
bervariasi ada yang ringan ada pula yang berat. Pada yang ringan mungkin
hanya berupa eritema (kemerahan) dan edema (bengkak), sedangkan pada yang
berat selain eritema (kemeraham) dan edema (bengkak) yang lebih hebat disertai
pula vesikel atau bula (tonjolan berisi cairan) yang bila pecah akan terjadi erosi
dan eksudasi (cairan). Lesi cederung menyebar dan batasnya kurang jelas.
Dalam fase ini keluhan subyektif berupa gatal (Djuanda, 2007).
19
2. Fase Kronis
Pada dermatitis kontak iritan kronis disebabkan oleh kontak dengan iritan
lemah yang berulang-ulang, dan mungkin bisa terjadi oleh karena kerjasama
berbagai macam faktor. Bisa jadi suatu bahan secara sendiri tidak cukup kuat
menyebabkan dermatitis kontak iritan, tetapi bila bergabung dengan faktor lain
baru mampu untuk menyebabkan menyebabkan dermatitis kontak iritan.
Kelainan baru nyata setelah berhari-hari, berminggu-minggu atau bulan, bahkan
bisa bertahun-tahun kemudian. Sehingga waktu dan rentetan kontak merupakan
faktor paling penting.
Pada dermatitis kontak alergi kronik merupakan kelanjutan dari fase akut
yang akan hilang timbul karena kontak yang berulang-ulang. Lesi cenderung
simetris, batasnya kabur, kelainan kulit berupa likenifikasi, papula, skuama,
terlihat pula bekas garukan berupa erosi atau ekskoriasi, krusta serta eritema
ringan. Walaupan bahan yang dicurigai telah dapat dihindari, bentuk kronis ini
sulit sembuh spontan oleh karena umumnya terjadi kontak dengan bahan lain
yang tidak dikenal (Djuanda, 2007).
Selain berdasarkan fase respon peradangannya, gambaran klinis dermatitis
kontak dapat juga dilihat menurut prediksi regionalnya. Hal ini akan memudahkan
untuk mencari bahan penyebabnya (Trihapsoro, 2003).
1. Dermatitis pada tangan
Kejadian dermatitis kontak baik iritan maupun alergik paling sering terdapat
pada bagian tangan. Demikian pula dermatitis kontak akibat kerja paling banyak
ditemukan di tangan. Hal tersebut dikarenakan tangan merupakan bagian tubuh
yang paling sering digunakan untuk melakukan kegiatan, sehingga sering
berkontak langsung dengan bahan kimia.
2. Dermatitis pada wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat
topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata).
sekitarnya mungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah
Dermatitis di kelopak mata da
mata dan obat mata.
3. Dermatitis pada lengan
Lengan juga merupakan tempat yang cukup sering dijumpai terkena
dermatitis karena barang
debu semen, dan tanaman tertentu secara langsung mengenai lengan. Selain itu
di ketiak juga bisa terkena karena pen
yang paling sering digunakan untuk melakukan kegiatan, sehingga sering
berkontak langsung dengan bahan kimia.
Gambar 2.2 Dermatitis pada tangan
Dermatitis pada wajah
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat
topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata).
sekitarnya mungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah
Dermatitis di kelopak mata dapat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona
mata dan obat mata.
Gambar 2.3 Dermatitis pada wajah
Dermatitis pada lengan
Lengan juga merupakan tempat yang cukup sering dijumpai terkena
dermatitis karena barang–barang seperti jam tangan (mengandung bahan nikel),
debu semen, dan tanaman tertentu secara langsung mengenai lengan. Selain itu
di ketiak juga bisa terkena karena penggunaan deodoran. Pada pekerja,
20
yang paling sering digunakan untuk melakukan kegiatan, sehingga sering
Dermatitis kontak pada wajah dapat disebabkan bahan kosmetik, obat
topikal, alergen yang ada di udara, nikel (tangkai kaca mata). Bila di bibir atau
sekitarnya mungkun disebabkan oleh lipstik, pasta gigi dan getah buah-buahan.
pat disebabkan oleh cat kuku, cat rambut, perona
Lengan juga merupakan tempat yang cukup sering dijumpai terkena
barang seperti jam tangan (mengandung bahan nikel),
debu semen, dan tanaman tertentu secara langsung mengenai lengan. Selain itu
ggunaan deodoran. Pada pekerja,
walaupun lengan bukan bagian tubuh yang sering berkontak dengan bahan
kimia, tetapi tidak menut
melakukan pekerjaan.
4. Dermatitis pada kaki
Dermatitis pada kaki biasanya terjadi pada paha dan tungkai bawah.
Dermatitis pada bagian ini disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di
saku, kaos kaki nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin),
semen,sandal dan sepatu.
kaki akibat tumpahan ataupun
5. Dermatitis pada badan
Terjadi karena tekstil, zat warna, kancing logam, detergen, bahan pelembut
dan pewangi pakaian.
walaupun lengan bukan bagian tubuh yang sering berkontak dengan bahan
kimia, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk terciprat
melakukan pekerjaan.
Gambar 2.4 Dermatitis pada lengan
Dermatitis pada kaki
Dermatitis pada kaki biasanya terjadi pada paha dan tungkai bawah.
Dermatitis pada bagian ini disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di
saku, kaos kaki nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin),
semen,sandal dan sepatu. Pada pekerja kemungkinan terjadinya dermatitis pa
kaki akibat tumpahan ataupun cipratan bahan kimia saat melakukan pekerjaan.
Gambar 2.5 Dermatitis pada kaki
Dermatitis pada badan
Terjadi karena tekstil, zat warna, kancing logam, detergen, bahan pelembut
pewangi pakaian.
21
walaupun lengan bukan bagian tubuh yang sering berkontak dengan bahan
bahan kimia saat
Dermatitis pada kaki biasanya terjadi pada paha dan tungkai bawah.
Dermatitis pada bagian ini disebabkan oleh pakaian, dompet, kunci (nikel) di
saku, kaos kaki nilon, obat topikal (anestesi lokal, neomisin, etilendiamin),
rja kemungkinan terjadinya dermatitis pada
cipratan bahan kimia saat melakukan pekerjaan.
Terjadi karena tekstil, zat warna, kancing logam, detergen, bahan pelembut
6. Dermatitis pada leher
Sering disebabkan kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, dan zat
pewarna pakaian.
2.2.5 Diagnosis Klinis Dermatitis
Diagnosis dapat ditentukan berdasarkan wawancara yang jelas, cermat dan
teliti, dan bentuk gejala klinis yang terjadi.
diagnosa yang dilakukan dalam mengidentifikasi jenis dermatitis kontak. Metode
metode tersebut yaitu dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis dan juga
pemeriksaan penunjang (Firdaus, 2002).
Pada anamesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit,
pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh
dokter maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang
Gambar 2.6
Dermatitis pada badan
Dermatitis pada leher
Sering disebabkan kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, dan zat
pewarna pakaian.
Gambar 2.7 Dermatitis pada leher
Diagnosis Klinis Dermatitis Kontak
Diagnosis dapat ditentukan berdasarkan wawancara yang jelas, cermat dan
teliti, dan bentuk gejala klinis yang terjadi. Secara garis besar terdapat tiga metode
diagnosa yang dilakukan dalam mengidentifikasi jenis dermatitis kontak. Metode
yaitu dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis dan juga
pemeriksaan penunjang (Firdaus, 2002).
Pada anamesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit,
pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh
maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang
22
Sering disebabkan kalung dari nikel, parfum, alergen di udara, dan zat
Diagnosis dapat ditentukan berdasarkan wawancara yang jelas, cermat dan
Secara garis besar terdapat tiga metode
diagnosa yang dilakukan dalam mengidentifikasi jenis dermatitis kontak. Metode-
yaitu dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan klinis dan juga
Pada anamesis perlu juga ditanyakan riwayat atopi, perjalanan penyakit,
pekerjaan, hobi, riwayat kontaktan dan pengobatan yang pernah diberikan oleh
maupun dilakukan sendiri, obyek personal meliputi pertanyaan tentang
23
pakaian baru, sepatu lama, kosmetika, kaca mata dan jam tangan serta kondisi lain
yaitu riwayat medis umum dan mungkin riwayat psikologik.
Pemeriksaan fisik didapatkan adanya eritema, endema dan papula disusul
dengan pembentukan vesikel yang jika pecah akan membentuk dermatitis yang
membasah. Lesi pada umumnya timbul pada tempat kontak, tidak berbatas tegas dan
dapat meluas ke daerah sekitarnya.
Pemeriksaan penunjang dilakukan dengan uji tempel biasa dan uji tempel
dengan pra-perlakuan (pre-treatment). Uji tempel biasa digunakan untuk alergen
dengan BM rendah yang dapat menembus stratum korneum yang utuh, sedangkan uji
tempel pra-perlakuan digunakan untuk alergen dengan BM yang besar seperti protein
dan gluprotein yang dapat menembus stratum korneum kulit jika barier kulit tidak
utuh lagi.
2.3 Kosmetik
Kosmetik adalah bahan yang diaplikasikan secara topikal dengan tujuan untuk
memperbaiki penampilan. Komponen kosmetik secara umum mengandung bahan aktif,
pewangi, pengawet, stabilizer, lipid, air, alkohol dan bahan pelarut lain serta zat warna.
Kandungan bahan-bahan ini di samping memberi efek seperti yang diinginkan, juga tidak
terlepas dari efek samping yang mungkin terjadi akibat bahan kima yang terkandung
seperti, dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergi, kontak urtikaria, fotosensitivitas
dan lain sebagainya. Pengawet merupakan penyebab terbanyak dermatitis kontak alergi
karena kosmetik setelah pewangi.
Pengawet adalah bahan kimia biosidal yang ditambahkan dalam kosmetik, obat
topikal, makanan dan produk industri lainnya supaya terjaga dari kemungkinan
kontaminasi mikroorganisme seperti bakteri, jamur, kapang dan alga yang berimplikasi
24
pada percepatan proses pembusukan. Pengawet yang ideal di samping efektif mencegah
kontaminasi berbagai mikroorganisme, juga stabil, cocok dengan bahan lain dalam suatu
produk, non-toksik dan tidak menimbulkan iritasi maupun sensitisasi.
Kosmetik berdasarkan tempat aplikasi dibagi menjadi 4 golongan, yaitu kosmetik
rambut, wajah, mata, dan kuku, sedangkan menurut fungsinya dikenal kosmetik
perawatan dan kosmetik rias (dekoratif). Di dalam kosmetik rambut dan kuku paling
banyak menggunakan pengawet formaldehid sedangkan pengawet tersering untuk krim
wajah dan mata adalah paraben (Putra, 2008).
2.3.1 Bahan Kimia Dalam Kosmetik Penyebab Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak karena bahan kimia yang terkandung dalam kosmetik dapat
ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang dilengkapi dengan uji
tempel. Menurut North American Contact Dermatitis (NACD), fragrance dan preservatif
(pengawet kosmetik) merupakan bahan kosmetik yang paling banyak menyebabkan
dermatitis kontak (Mehta and Reddy, 2003). Food and Drug Administration (FDA) pada
tahun 2001, melaporkan sebelas pengawet terbanyak yang dipakai dalam kosmetik, yaitu:
metilparaben, propilparaben, butilparaben, imidazolidinyl urea, DMDM hydantoin
(dimethyloldimethyl hydantoin), etilparaben, diazolidinylurea, 5-chloro-2methyl-4-
isothiazolin-3-one (methyl chloroisothiazolinone), quarternium-15, iodopropynyl
butylcarbamate, methyl dibromoglutaronitrile (Putra, 2008). Berikut ini akan diuraikan
beberapa pengawet kosmetik yang sering menimbulkan reaksi sensitisasi dan iritasi pada
kulit, yaitu :
1. Paraben
Paraben atau ester alkyl parahydroxy benzoic acid adalah pengawet yang tidak
berwarna, tidak berbau, dan nonvolatil yang diinaktifkan oleh surfaktan non-ionik
25
terdiri dari metil-, etil-, propil- dan butilparaben. Aktivitas paraben sebagai bahan
pengawet ditingkatkan oleh propilen glikol. Pada tahun 1930, paraben ini
diperkenalkan sebagai pengawet kosmetik, makanan dan obat topikal.
Golongan yang tersering dipakai adalah metil dan etilparaben. Paraben efektif
terhadap jamur dan bakteri Gram positif tetapi kurang efektif terhadap Gram negatif
termasuk Pseudomonas aeruginosa, sehingga sering dikombinasi dengan pengawet
lain seperti isothiazolines atau phenoxyethanol yang bersifat formaldehyde releaser.
Konsentrasi yang dipakai pada kosmetik 0,1-0,8%. Walaupun paraben termasuk
pangawet yang cukup ideal tetapi pada tahun 1940 telah dilaporkan dermatitis kontak
alergi yang disebabkan karena paraben.
Penelitian sensitisasi paraben pada populasi umum yang dilakukan di Eropa dan
Amerika Utara pada periode tahun 1985-2000 dilaporkan berkisar 0,5-1%. Sensitisasi
dapat terjadi setelah pemakaian obat topikal, termasuk steroid topikal yang memakai
bahan pengawet paraben. Sensitisasi paraben pada sediaan kosmetik jarang terjadi
walaupun jumlah pemakai kosmetik lebih luas dari pemakai sediaan topikal. Hal ini
disebabkan karena adanya fenomena paraben paradox. Fenomena ini terjadi karena
paraben mampu mensensitisasi kulit yang abnormal (trauma, eksim) tetapi tidak
mensensitisasi kulit normal.
2. Formaldehid dan Pengawet Pelepas Formaldehid
Formaldehid aqua (formalin, formol, morbicid, veracur) terdiri dari gas
formaldehid 37-40% yang berbau menyengat dan ditambahkan 10-15% metanol.
Secara alami formaldehid dapat dihasilkan dari hasil pembakaran kayu, tembakau,
batubara dan bensin, sedangkan síntesis formaldehid dibuat pada tahun 1889 dan
26
dipergunakan secara luas dalam berbagai industri, pembuatan kain, kertas, lem,
kosmetik, pengawet kosmetik, obat-obatan, makanan, lateks dan lain sebagainya.
Formaldehid dalam kosmetik telah dilaporkan sebagai iritan, sensitizer dan
karsinogen sehingga penggunaannya telah banyak dikurangi, bahkan di Swedia dan
Jepang formaldehid telah dilarang sebagai pengawet kosmetik. Di Amerika
formaldehid 0,2% dalam kosmetik masih diperbolehkan dan di Eropa penggunaan
formaldehid lebih dari 0,05% harus dicantumkan dalam label. Pada uji tempel
konsentrasi yang digunakan adalah 1% dalam aqua.
Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan oleh North America
Contact Dermatitis Group (NACDG) tahun 1998-2000, dilaporkan sebesar 9,2%.
Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan pada periode sebelumnya
dijumpai peningkatan persentase sensitisasi. Pada tahun 1970-1976 sebesar 3,4%,
pada tahun 1985-1990 sebesar 5,3% dan pada tahun 1992-1994 sebesar 6,8 %.
Produk kosmetik yang mengandung formaldehid masih mungkin ditemukan
dalam sampo, produk perawatan rambut dan pengeras kuku. Formaldehid saat ini
telah digantikan oleh pengawet yang melepas formaldehid dalam air (formaldehyde
releaser) seperti quarternium-15, diazodidinyl urea, imidazoldinyl urea, DMDM
hydantoin, dan bronopol. Reaksi silang antara formaldehid dan pengawet pelepas
formaldehid dapat terjadi, tetapi bila hasil uji tempel terhadap salah satu dari pelepas
formaldehid menunjukkan hasil positif tidak perlu menghindari semua pengawet
penghasil formaldehid.
3. Quarternium
Pengawet ini didapatkan dalam sampo, kondisioner, kosmetik mata, losyen,
krim, sabun cair dan lain-lain. Nama dagang quarternium adalah Dowicil 75, 100,
27
200, dan sering dalam label disebut sebagai N-(3chlorally)-hexanium chloride dan
chlorallyl methanamine chloride. Sifat kelarutan yang baik dalam air, tidak berbau,
tidak berwarna dan aktivitas antimikrobialnya tidak tergantung dari pH membuat
pengawet ini dipakai secara luas. Quarternium efektif terhadap jamur, bakteri
termasuk Pseudomonas aeruginosa. Frekuensi sensitisasi pada populasi umum
didapatkan 1-9%. Quarternium-15 dalam konsentrasi 0,1% dapat melepas
formaldehid 100 ppm (parts per million). Konsentrasi dalam kosmetik 0,02-0,3%.
Kosmetik yang banyak menggunakan quarternium adalah kosmetik yang berbasis air
(water-based) seperti dalam sampo, conditioner, make-up mata, body lotion, dan
sabun cair. Konsentrasi quarternium-15 dalam uji tempel standar adalah 2% dalam
petrolatum
4. Imidazolidinyl Urea
Bahan ini diperkenalkan sebagai pengawet pada tahun 1970. Nama dagang
imidazolidinyl urea adalah Germall 115 dan efektif terhadap bakteri. Germaben
adalah kombinasi Germall 115 dengan paraben yang menjadi efektif terhadap bakteri
dan jamur. Konsentrasi imidazolidinyl urea dalam kosmetik 0,03-0,2%, sedangkan
konsentrasi uji tempel standar untuk imidazol urea adalah 2% dalam aqua. Pengawet
ini bisa menimbulkan sensitisasi untuk penderita yang sensitif terhadap formaldehid.
5. Diazolidilnyl Urea
Diperkenalkan pada tahun 1982 dengan nama dagang Germal II. Diazolidinyl
urea sangat larut dalam air dan efektif terhadap bakteri Gram positif dan negatif.
Konsentrasi dalam kosmetik 0,1-0,5% dan banyak digunakan pada sedíaan sabun
cair, make-up wajah, make-up mata, produk perawatan kulit, dan perawatan rambut.
Konsentrasi yang dipakai pada uji tempel standar 1% dalam aqua.
28
6. Bronopol
Pengawet dengan nama 2-bromo-2-nitropropane-diol (BNPD) atau Myacide BT
diperkenalkan sebagai pengawet kosmetik terutama sabun pada tahun 1970. Bahan
ini mempunyai aktivitas antimikroorganisme yang luas dan larut dalam air.
Konsentrasi aman dalam produk kosmetik 0,01-1%. Bila konsentrasinya melebihi 1%
dapat menimbulkan iritasi. Apabila produk yang diawetkan dengan bronopol
disimpan lebih lama, akan melepaskan formaldehid lebih banyak sehingga
penggunaannya dewasa ini makin dikurangi. Bronopol dapat juga berinteraksi dengan
amine atau amides menghasilkan nitrosamines atau nitrosamides yang dicurigai
sebagai bahan karsinogen. Konsentrasi bronopol untuk uji tempel standar adalah
0,5% dalam petrolatum.
7. Dimethyloldimethyl Hydantoin (DMDM Hydantoin)
Dipasarkan dengan nama dagang Glydant dan mempunyai spektrum antimikroba
yang luas dan sangat larut dalam air sehingga dipakai sebagai pengawet sampo.
DMDM hydantoin melepaskan formaldehid 0,5-2% dan konsentrasi aman DMDM
hydantoin dalam kosmetik 0,1-1%. Konsentrasi bahan ini dalam uji tempel standar
sebesar 1% dalam aqua.
8. Methylchloroisothiazolinone/Methylisothiazolinone (MCI/MI)
Pengawet ini dikenal dengan nama Kathon CG (CG=Cosmetic Grade), pertama
kali dipakai di Eropa pada tahun 1970 dan di Amerika tahun 1980. Bahan pengawet
ini merupakan campuran dari MCI dan MI dengan perbandingan 3:1. Formulasi
lainnya dipasarkan dengan nama Kathon 886 MW, Kathon WT, Kathon LX, dan
Euxyl K100 yang dipakai pada industri logam, produk pembersih, cat, lateks, lem,
29
dan lain sebagainya. Sedangkan Kathon 893 dan Proxel dipakai dalam pewarna,
cairan fotografi, emulsi, plastik, dan penyegar udara.
MCI/MI bersifat sensitizer poten, tetapi dalam konsentrasi di atas 200 ppm
bersifat iritan. Penelitian prevalensi sensitisasi pada periode tahun 1985-2000 yang
dilakukan di Inggris sebesar 0,4%, di Itali 11,5% dan di Amerika antara 1,8-3%.
Untuk kepentingan uji tempel dipakai konsentrasi 100 ppm kandungan aktif dalam
air. Reaksi silang dapat terjadi dengan golongan isothiazolinone lainnya. Konsentrasi
MCI/MI yang masih diperbolehkan untuk produk kosmetik di Eropa 15 ppm,
sedangkan di Amerika 7,5 ppm dalam produk leave-on dan 15 ppm dalam produk
rinse-off.
Kosmetik dengan kandungan MCI/MI yang paling banyak menyebabkan
dermatitis kontak alergi adalah yang dipakai sebagai produk leave-on misalnya krim
moisturizer, lotion, dan gel rambut. Penderita dengan hasil tes positif alergi terhadap
MCI/MI terkadang masih toleran terhadap produk yang rinseoff, misalnya pada
kondisioner, sampo, dan bubble bath. Sumber dermatitis kontak alergi lain dari bahan
ini adalah kertas toilet, sampo karpet, dan pelembut pakaian.
9. Methyldibromoglutaronitrile/Phenoxyethanol
Bahan ini diperkenalkan di Eropa pada tahun 1985 dan di Amerika Utara pada
tahun 1990. Di pasaran dikenal dengan nama Euxyl K 400. Euxyl K 400 terdiri dari
2-phenoxyethanol dan methyldibromoglutaronitrile (MDBGN) dengan perbandingan
4:1. Bahan ini juga dikenal dengan nama 1,2-dibromo-2,4-dicyabobutane (Tektamer
38). Konsentrasi yang dibolehkan dalam kosmetik antara 0,0075% sampai 0,06%.
Euxyl K 400 dipakai sebagai pengganti MCI/MI karena penelitian pada binatang
tidak bersifat sensitizer, sehingga saat ini di Jerman bahan ini merupakan pengawet
30
kosmetik terlaris. Tetapi pada penelitian observasi yang dilakukan di Eropa tahun
2000 dijumpai prevalensi sensitisasi sebesar 3,5% sedangkan di Amerika pada
periode tahun 1994-1996 sebesar 1,5%, pada periode tahun 1996-1998 sebesar 2,7%
dan pada periode tahun 1998-2000 sebesar 3,5%.
Konsentrasi Euxyl K 400 untuk uji tempel sebesar 2,5% dalam petrolatum.
Konsentrasi Euxyl K 400 2,5% mengandung MDBGN 0,5%. Lesi dermatitis kontak
alergi yang ditimbulkan umumnya eksematous dan sebagian besar disebabkan oleh
produk kosmetik yang leave-on seperti lotions, moist toilet paper, gel rambut, gel
mata, hair mousse, conditioner rambut, krim tabir surya dan sebagainya. Bagian yang
menimbulkan alergi adalah MDBGN sedangkan phenoxyethanol jarang sebagai
sensitizer.
10. Iodopropylnyl Buthylcarbamate (IPBC)
Iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC) sangat efektif sebagai antifungi,
antibakteri dan antiparasit. Pada tahun 1990 bahan ini dipakai sebagai pengawet
kosmetik dengan konsentrasi maksimal 0,1%. Pengawet ini didapatkan pada make-
up, krim, losion pelembab, sampo, produk bayi, pembersih kontak lens dan kertas
toilet.
Selain pengawet kosmetik diatas, terdapat bahan-bahan kimia lain dalam kosmetik
yang dapat menyebabkan reaksi sensitisasi maupun iritasi pada kulit, diantaranya :
1. Berdasarkan Indonesian science forum, paraben yang terdapat di kosmetik, deodoran
dan beberapa produk perawatan kulit dapat memberikan efek kemerahan dan reaksi
alergi pada kulit. Propylene glycol yang terdapat pada produk kecantikan, kosmetik
dan pembersih wajah dapat memberikan efek kemerahan pada kulit dan dermatitis
kontak dan Isopropyl alcohol yang terdapat pada produk perawatan kulit dapat
31
memberikan efek iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga bakteri dapat
tumbuh dengan subur.
2. Berdasarkan penelitian Prasari Sotya di Poliklinik Kulit dan Kelamin RS Dr Sardjito
Yogyakarta Tahun 2005-2006, tiga alergen standar yang paling sering memberikan
hasil pact test positif adalah fragrance mix, N-isopropyl-N-phenyl para
phenylenediamine dan paraben mix.
2.4 Pengendalian Resiko Paparan Bahan Kimia
Program perduli kesehatan kulit sebagai upaya pengendalian resiko paparan bahan
kimia. Paparan bahan kimia dapat terjadi akut maupun kronik, efek akut pada kesehatan
terjadi karena kontak dengan kulit berupa luka bakar, kemerahan, ekskoriasi sampai
rusaknya jaringan lunak. Bila penyakit dermatitis kontak pada pekerja terjadi, umumnya
tidak ada pengobatan yang spesifik untuk menyembuhkannya. Penyakit akan berulang
karena pekerja berkontak dengan zat yang menimbulkan dermatitis semakin lama semakin
sering, sehingga penyakit tersebut semakit berat. Terjadinya dermatitis kontak alergi
memerlukan waktu yang lama sesuai proses sensitisasi bahan alergen (SHARP, 1999).
Usaha pencegahan merupakan tindakan yang paling efektif dalam
menganggulangi penyakit dermatitis kontak. Pihak managemen harus mengidentifikasi
potensial bahaya, termasuk masalah bahan kimia yang digunakan dan pengaruhnya
terhadap pekerja untuk mengurangi pekerja untuk mengurangi resiko yang mungkin
timbul dikemudian hari (SHARP, 1999).
Usaha pencegahan dilaksanankan dengan cara pengendalian teknis, administratif
maupun perubahan perilaku pekerja melalui program perduli kulit (skin care program),
yaitu dengan cara sebagai berikut (SHARP, 1999) :
32
1. Membuat lingkungan mempunyai suhu, kelembaban yang sesuai melalui penerapan
ventilasi udara yang memenuhi standar.
2. Memperbaiki teknik proses analisis sesuai prosedur yang lebih efisien dan efektif,
misalnya substitusi bahan kimia.
3. Menerapkan alat exhaust atau inhaust udara di beberapa titik lokasi kerja.
4. Memonitor secara berkala suhu, kelembaban dan sirkulasi udara di dalam lingkungan
kerja.
5. Memakai alat pelindung diri berupa sarung tangan, pakaian laboratoruim yang
tertutup atau berlengan panjang, sepatu boots dan masker.
6. Rekrutmen pekerja secara selektif untuk mengetahui riwayat atopi pekerja atau
keluarga pekerja.
7. Penyuluhan kesehatan bagi pekerja sehingga mampu menjaga kebersihan pribadi dan
melakukan upaya pencegahan pribadi.
2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Dermatitis Kontak
Menurut Djuanda (2007) faktor-faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
dermatitis diantaranya molekul, daya larut dan konsentrasi bahan dan faktor lain
yaitu lama kontak. Suhu dan kelembaban lingkungan juga ikut berperan. Faktor
individu juga ikut berpengaruh pada Dermatitis Kontak, misalnya usia (anak dibawah
8 tahun dan usia lanjut lebih mudah teriritasi), ras (kulit hitam lebih tahan daripada
kulit putih), jenis kelamin (insidensi Dermatitis Kontak Iritan lebih banyak pada
wanita), penyakit kulit yang sedang atau dialami (ambang rangsang terhadap bahan
iritan menurun) misalnya Dermatitis Atopik.
Menurut Gilles L, Evan R, Farmer dan Atoniette F (1990) faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap timbulnya penyakit kulit akibat kerja atara lain ras, keringat,
33
terdapat penyakit kulit lain, personal hygiene dan tindakan mengunakan APD.
Menurut Rietschel (1985), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya dermatitis,
terdiri dari Direct Influence dan Indirect Influenece. Faktor Direct Influence, yaitu
berupa toxic agent. Sedangkan yang termasuk Indirect Influenece adalah usia dan
gender, kebiasaan (hobby), kebersihan dan riwayat penyakit.
Menurut Cohen E David (1999), faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
dermatitis adalah Direct Causes, yaitu berupa bahan kimia dan Indirect Causes yang
meliputi penyakit yang telah ada sebelumnya, usia, lingkungan, dan personal
hygiene. Menurut Freedberg, dkk (2003) kelainan kulit akibat dermatitis ditentukan
oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, serta suhu bahan iritan tersebut, selain
itu juga dipengaruhi oleh faktor lain yaitu lama kontak, kekerapan (terus-menerus
atau berselang), suhu dan kelembaban lingkungan.
Berdasarkan beberapa sumber yang menjelaskan tentang faktor penyebab
dermatitis diatas, maka dapat disimpulkan faktor-faktor yang dominan menyebabkan
terjadinya dermatitis, yaitu faktor langsung (bahan kimia (ukuran molekul, daya
larut, konsentrasi) dan lama kontak) dan faktor tidak langsung (suhu, kelembaban,
masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal
hygiene dan penggunaan APD).
2.6 Faktor Langsung
2.6.1 Bahan Kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi)
Bahan kimia merupakan penyebab utama dari penyakit kulit dan gangguan
pekerjaan. Kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab terbesar dermatitis
kontak akibat kerja (Cohen, 1999). Bahan kimia untuk dapat menyebabkan kelainan
pada kulit ditentukan dari ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi. Melalui
34
kontak yang cukup lama dan konsentrasi yang memadai, bahan kimia dapat
menyebabkan kelainan kulit berupa dermatitis kontak iritan atau dermatitis kontak
alergi.
Seorang pekerja dapat terkena bahan kimia berbahaya melalui kontak
langsung dengan permukaan yang terkontaminasi, pengendapan aerosol, dan
perendaman, atau percikan. Besarnya bahaya tergantung oleh besaran kontak bahan
kimia yang terjadi, sehingga mengakibatkan tingginya resiko yang menentukan
besarnya pengaruh pada kesehatan manusia. Hal inilah yang disebut exposure-
respons relationship. Paparan ditentukan oleh banyak faktor termasuk lama kontak
(durasi), frekuensi kontak, konsentrasi bahan dan lain-lain (Agius R, 2006). Agen
kimia dibagi menjadi dua jenis, yaitu primer dan sensitizers iritasi.
1. Iritan Primer
Kebanyakan dermatitis kerja disebabkan oleh kontak dengan iritan primer.
Iritan primer ini mengubah kimia kulit dan menghancurkan perlindungan kulit
sehingga kulit menjadi rusak, dan dermatitis kontak iritan primer dapat terjadi.
Iritasi primer menyebabkan reaksi kulit langsung pada kulit saat pemaparan
pertama.
Tabel 2.1 Iritan Primer
Agen Produk Efek Paraben kosmetik, deodoran,
dan beberapa produk perawatan kulit
kemerahan dan reaksi alergi pada kulit
Propylene Glycol produk kecantikan, kosmetik dan pembersih wajah
kemerahan pada kulit dan dermatitis kontak
Isopropyl Alcohol produk perawatan kulit
iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga bakteri dapat tumbuh dengan subur. Disamping itu, alkohol juga dapat menyebabkan penuaan dini.
(Sumber : Indonesian science forum )
35
2. Sensitizers
Sensitizers tidak dapat menyebabkan reaksi kulit langsung, tetapi
pemaparan berulang bisa menyebabkan reaksi alergi. Bahan kimia yang
menyebabkan sensitisasi kulit jauh lebih sedikit dari pada yang menyebabkan
iritasi primer. Contohnya logan dan garam-garamnya (kromium,kobalt dan lain-
lain), bahan-bahan kimia karet, obat-obatan dan antibiotik, kosmetik dan lain-
lain.
Bahaya bahan kimia adalah korosif (iritan) dan racun. Bahan kimia dapat
menyebabkan langsung jaringan kulit iritasi sampai cedera atau korosi pada
permukaan logam, namun yang sering terjadi adalah cedera korosi yang merusak
jaringan lunak baik kulit maupun mata. Iritasi kulit merupakan derajat cedera korosif
dengan derajat ringan.
Bahan kimia korosif cairan basa dapat merusak jaringan lunak lebih kuat
daripada asam anorganik. Bahan ini merusak lebih dalam pada jaringan lunak kulit
dengan menimbulkan proses perlemakan dalam hitungan minggu, rasa nyeri yang
hebat dan melemahkan lapisan endermis sehingga kulit menjadi lebih rentan
terhadap bahan kimia lain. Namun pada saat permulaan terpapar justru tidak timbul
rasa sakit.
Bahan cair asam berbeda cara kerjanya dengan basa, yang mana asam
menimbulkan luka bakar luas dengan efek panas dan proses perusakan jaringan
lunak. Asam bereaksi sangat cepat dengan lapisan pelindung. Cairan korosif
memerlukan pH yang sangat rendah atau sangat tinggi untuk menyebabkan cedera
korosi. Sedangkan pelarut organik dapat menyebabkan iritasi berat pada kulit dan
36
membran mukosa dengan merusak jaringan lunak yang menyebabkan jalan masuk
untuk terjadinya infeksi sekunder.
Selain menyebabkan iritasi, kontak dengan bahan kimia dapat menyebabkan
reaksi alergi pada kulit yang merugikan dengan sensitisasi sistem kekebalan tubuh
yang dihasilkan dari kontak bahan kimia atau struktur bahan kimia yang serupa
sebelumnya. Satu kejadian sensitisasi dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun
kontak bahan kimia dengan dosis sangat rendah. Reaksi alergi dapat terjadi tipe
lambat maupun sedang. Contoh bahan yang dapat menyebabkan reaksi alergi yaitu
fromaldehid, kromium, nikel, fenoliat.
Bahan kimia dalam kosmetik yang dapat menyebabkan dermatitis kontak
diantaranya paraben, formaldehid, quarternium, imidazodinyl urea, diazolidilnyl
urea, bronopol, dimethyloldimethyl hydantion, methylisothiazolinone (MCI/MI),
iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC), methyldibromoglutaronitrile/
phenoxyethanol, p-phenylenediamine (PPD), p-toluenediamine, petrolatum, paraffin,
cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl alcohol, sodium hydroxine dan sodium
lauryl ether sulfate.
2.6.2 Lama Kontak
Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan
kimia dalam hitungan jam/hari. Lama kontak antar pekerja berbeda-beda, sesuai
dengan proses pekerjaannya. Lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis
kontak akibat kerja. Lama kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan terjadinya
dermatitis kontak akibat kerja. Semakin lama kontak dengan bahan kimia, maka
peradangan atau iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit
(Fatma, 2007). Menurut Hudyono (2002), kontak kulit dengan bahan kimia yang
37
bersifat iritan atau alergen secara terus menerus dengan durasi yang lama, akan
menyebabkan kerentanan pada pekerja mulai dari tahap ringan sampai tahap berat.
Pekerja yang berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel
kulit lapisan luar, semakin lama berkontak maka semakin merusak sel kulit lapisan
yang lebih dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis.
Pengendalian risiko, yaitu dengan cara membatasi jumlah dan lama kontak yang
terjadi perlu dilakukan. Misalnya seperti upaya pengendalian lama kontak dengan
bahan kimia dengan menggunakan terminologi yang bervariasi seperti Occupational
Exposure Limits (OELs) atau Threshold Limit Values (TLVs) yang dapat diterapkan
bagi pekerja yang melakukan kontak dengan bahan kimia selama rata-rata 8 jam per
hari (Agius R, 2006).
Berdasarkan penelitian Lestari, Fatma (2007) pada pekerja PT. Inti Pantja
Press Industri, didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermaka antara lama
kontak dengan kejadian dermatitis kontak dengan P Value sebesar 0,003.
Berdasarkan penelitian tersebut kejadian dermatitis paling sering terjadi pada
responden dengan lama kontak 8 jam dengan 13 responden (92,8%) untuk dermatitis
kontak akut, 20 responden (95,2%) sub akut, dan 5 responden (100%) kronis.
2.7 Faktor Tidak Langsung
2.7.1 Suhu dan Kelembaban
Bila bahaya di lingkungan kerja tidak di antisipasi dengan baik akan terjadi
beban tambahan bagi pekerja. Lingkungan kerja terdapat beberapa potensial bahaya
yang perlu diperhatikan seperti kelembaban udara dan suhu udara. Kelembaban
udara dan suhu udara yang tidak stabil dapat mempengaruhi terjadinya dermatitis
kontak. Kelembaban rendah menyebabkan pengeringan pada epidermis.
38
Semua bahan penyebab dermatitis kontak iritan seperti basa kuat dan asam
kuat, sabun, detergen dan bahan kimia organik lainnya jika diperberat dengan
turunnya kelembaban dan naiknya suhu lingkungan kerja dapat mempermudah
terjadinya dermatitis kontak iritan bila berkontak dengan kulit. Bila kelembaban
udara turun dan suhu lingkungan naik dapat menyebabkan kekeringan pada kulit
sehingga memudahkan bahan kimia untuk mengiritasi kulit dan kulit menjadi lebih
mudah terkena dermatitis.
Berdasarkan pada rekomendasi NIOSH (1999) tentang kriteria untuk nyaman,
suhu udara di dalam ruangan yang dapat diterima adalah berkisar antara 20-24 oC
untuk musim dingin dan 23-28 oC untuk musim panas dengan kelembaban 35-65 oC.
Sebagai bahan pertimbangan, dimana Indonesia merupakan daerah tropis yang
mempunyai suhu yang lebih panas dan kelembaban yang lebih tinggi rekomendasi
NIOSH (1999) perlu dikoreksi apabila diterapkan di daerah tropis. Maka berdasarkan
penelitian untuk ruangan ber-AC dianjurkan suhu antara 24-26 oC atau perbedaan
antara suhu di dalam dan diluar ruangan tidak lebih dari 5 oC (NIOSH, 1999).
2.7.2 Masa Kerja
Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah terpajan
dengan bahan kimia. Masa kerja merupakan jangka waktu pekerja mulai terpajan
dengan bahan kimia sampai waktu penelitian. Menurut Handoko (1992) lama bekerja
adalah suatu kurun waktu atau lamanya tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat,
sedangkan menurut Tim penyusun KBBI (1992) lama bekerja adalah lama waktu
untuk melakukan suatu kegiatan atau lama waktu seseorang sudah bekerja.
Masa kerja mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Semakin
lama masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan berkontak dengan
39
bahan kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan
terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Suma’mur (1996) menyatakan bahwa
semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar
bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Pekerja yang lebih lama
terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit bagian
luar, semakin lama terpajan maka semakin merusak sel kulit hingga bagian dalam
dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis (Fatma, 2007).
Hubungan dermatitis kontak dengan masa kerja terlihat dalam beberapa
penelitian terdahulu, yaitu:
1. Trihapsoro (2008) telah melakukan penelitian pada pekerja industri batik di
Surakarta, pekerja dengan masa kerja ≥1 tahun lebih banyak menderita
dermatosis daripada yang masa kerjanya <1.
3. Penelitian Erliana (2008) pada pekerja CV. F Loksumawe didapatkan hasil
bahwa adanya hubungan yang bermaka antara masa kerja dengan kejadian
dermatitis kontak dengan P Value sebesar 0,018. Pada penelitian ini diketahui
pekerja yang memiliki masa kerja ≥ 5 tahun sebanyak 61,5% yang menderita
dermatitis, sedangkan pekerja dengan masa kerja < 5 tahun yaitu hanya 18,8 %.
4. Penelitian Suryani (2008) pada pekerja pencuci botol, didapatkan hasil bahwa
pada pekerja yang masa kerjanya ≤ 1 tahun terdapat 12 orang yang mengalami
dermatitis dan pekerja yang masa kerjanya ≥ 2 tahun sebanyak 15 orang yang
mengalami dermatitis.
2.7.3 Usia
Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu.
Selain itu usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya
40
dermatitis kontak. Pada beberapa literatur menyatakan bahwa kulit manusia
mengalami degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan
lemak diatasnya dan menjadi lebih kering. Kekeringan pada kulit ini memudahkan
bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih mudah terkena
dermatitis (Cohen, 1999). Kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia
40 tahun. Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya karena
menipisnya lapisan basal. Produksi sebum menurun tajam, hingga banyak sel mati
yang menumpuk karena pergantian sel menurun (HSE, 2000).
Pada dunia industri usia pekerja yang lebih tua menjadi lebih rentan terhadap
bahan iritan. Seringkali pada usia lanjut terjadi kegagalan dalam pengobatan
dermatitis kontak, sehingga timbul dermatitis kronik (Cronin, 1980). Dapat dikatakan
bahwa dermatitis kontak akan lebih mudah menyerang pada pekerja dengan usia
yang lebih tua. Menurut Djuanda (2007) anak dibawah 8 tahun dan usia lanjut lebih
mudah teriritasi. Namun pada beberapa penelitian terdahulu pekerja dengan usia
yang lebih muda justru lebih banyak yang terkena dermatitis kontak.
Pekerja yang lebih muda biasanya ditempatkan pada area yang langsung
berhubungan dengan bahan kimia dibandingkan pekerja yang tua. Pekerja muda juga
memiliki kecenderungan untuk tidak menghargai keselamatan dan kebersihan,
sehingga berpotensi terkena kontak dengan bahan kimia. Selain itu pekerja yang
lebih tua biasanya lebih banyak memilki pengalaman. Hal ini berbanding terbalik
dengan kondisi kulit mereka (HSE, 2000).
Menurut NIOSH (2006) dari sisi usia, umur 15-24 tahun merupakan usia
dengan insiden penyakit kulit akibat kerja tertinggi. Hal tersebut disebabkan
pengalaman yang masih sedikit dan kurangnya pemahaman mengenai kegunaan alat
41
pelindung diri. Sedangkan menurut Erliana (2008) dalam konteks determinan
kejadian dermatitis kontak berdasarkan usia dapat menyerang semua kelompok usia,
artinya usia bukan merupakan faktor resiko utama terhadap paparan bahan-bahan
penyebab dermatitis kontak, sedangkan dari perbandingan penelitian cenderung
didominasi oleh usia pekerja dalam suatu perusahaan bukan dari aspek makin lama
usia hidupnya menyebabkan resiko terhadap terjadinya dermatitis kontak.
Hubungan antara kejadian dermatitis dengan umur, dapat terlihat dari
beberapa penelitian terdahulu, yaitu:
1. Pada penelitian Dinny Suryani di LPA Benowo Surabaya terdapat hubungan
yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis.
2. Trihapsoro (2003) pada pasien rawat jalan RSUP H. Adam Malik Medan dengan
diagnosis dermatitis kontak alergik, berdasarkan penelitian tersebut diperoleh
hasil kelompok usia tertinggi pada perempuan adalah 31-40 tahun (17,5%) dan
pada laki-laki adalah 61-70 tahun (12,5%). Kelompok usia terendah pada
perempuan adalah 10-20 tahun dan 41-50 tahun (masing-masing 12,5%) dan
pada laki-laki 21-30 tahun dan 41-50 tahun (masing-masing 5,0%).
3. Lestari, Fatma (2007) pada pekerja PT. Inti Pantja Press Industri, berdasarkan
hasil analisis hubungan antara usia pekerja dengan kejadian dermatitis diperoleh
sebanyak 26 pekerja yang berusia ≤ 30 tahun terkena dermatitis kontak dan
untuk pekerja yang berusia > 30 tahun yang terkena dermatitis kontak sekitar 13
orang. Hal ini dapat disimpulkan bahwa pekerja muda lebih beresiko terkena
dermatitis kontak.
42
4. Penelitian Anissa (2010) pada pekerja pengolahan sampah juga didapatkan hasil
bahwa pekerja berusia ≤ 31 tahun lebih banyak mengalami dermatitis kontak
dibanding pekerja berusia > 31 tahun.
2.7.4 Jenis Kelamin
Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan
dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Webster’s New World Dictionary). Dalam hal
penyakit kulit perempuan dikatakan lebih berisiko mendapat penyakit kulit
dibandingkan dengan pria. Berdasarkan Aesthetic Surgery Journal terdapat
perbedaan antara kulit pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah
folikel rambut, kelenjar sebaceous atau kelenjar keringat dan hormon. Kulit pria
mempunyai hormon yang dominan yaitu androgen yang dapat menyebabkan kulit
pria lebih banyak berkeringat dan ditumbuhi lebih banyak bulu, sedangkan kulit
wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit.
Kulit pria juga memiliki kelenjar aprokin yang tugasnya meminyaki bulu tubuh dan
rambut, kelenjar ini bekerja aktif saat remaja, sedangkan pada wanita seiring
bertambahnya usia, kulit akan semakin kering.
Dibandingkan dengan pria, kulit wanita memproduksi lebih sedikit minyak
untuk melindungi dan menjaga kelembapan kulit, selain itu juga kulit wanita lebih
tipis daripada kulit pria sehingga lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis,
terlihat dari beberapa penelitian, yaitu :
1. Trihapsoro, Iwan (2003) pada pasien rawat jalan RSUP Haji Adam Malik
Medan, berdasarkan jenis kelamin yang menderita dermatitis kontak terbanyak
adalah perempuan yaitu 72,5% sedangkan laki-laki hanya 27,5%.
43
2. Mahadi (1991-1992) melaporkan penderita dermatitis kontak alergik pada
praktek klinik swasta di Medan 72,73% adalah perempuan dan 27,27% laki-laki.
3. Nasution dkk di RS Dr Pirngadi Medan tahun 1992 perempuan 63,79% dan laki-
laki 36,21%. Tahun 1993 perempuan 67,19% dan laki-laki 32,18%. Tahun 1993
perempuan 67,19% dan laki-laki 32,81%. Tahun 1994 perempuan 71,43% dan
laki-laki 28,57%. Terlihat adanya peningkatan persentase penderita perempuan
dari tahun 1992, 1993, 1994.
4. Villafuerte dan Palmero (2001) dari Filipina melaporkan dari tahun 1996- 2001
pada 267 pasien yang dilakukan uji tempel 71,4% adalah perempuan dan 28,6%
laki-laki.
2.7.5 Ras
Faktor individu yang meliputi jenis kelamin, ras dan keturunan merupakan
pendukung terjadinya dermatitis kerja (HSE, 2000). Ras Manusia adalah
karakteristik luar yang diturunkan secara genetik dan membedakan satu kelompok
dari kelompok lainnya. Bila dikaitkan dengan penyakit dermatitis, ras merupakan
salah satu faktor yang ikut berperan untuk terjadinya dermatitis (Djuanda, 2007).
Ras dalam hubungannya dengan dermatitis terlihat dari warna kulit. Setiap
individu mempunyai warna kulit yang berbeda berdasarkan ras-nya masing-masing.
Menurut Djuanda kulit putih lebih rentan terkena dermatitis dibandingkan dengan
kulit hitam. Orang berkulit hitam lebih tahan terhadap lingkungan industri karena
kulitnya kaya akan melanin. Melanin merupakan pigmen kulit yang berfungsi
sebagai proteksi atau perlindungan kulit (Djuanda, 2007).
Sel pembentukan pigmen (melanosit), terletak di lapisan basal dan sel ini
berasal dari rigi saraf. Perbandingan jumlah sel basal dengan melanosit adalah 10 : 1.
44
Jumlah melanosit dan jumlah serta besarnya butiran pigmen (melanosomes)
menentukan warna kulit ras maupun individu. Melanosit turut berperan dalam
melindungi kulit dari pengaruh sinar matahari maupun gangguan fisis, mekanis dan
kimiawi seperti zat kimia (Djuanda, 2007).
2.7.6 Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya
Dalam melakukan diagnosis dermatitis kontak dapat dilakukan dengan
berbagai cara diantaranya adalah dengan melihat sejarah dermatologi termasuk
riwayat keluarga, aspek pekerjaan atau tempat kerja, sejarah alergi (misalnya alergi
terhadap obat-obatan tertentu), dan riwayat penyakit sebelumnya (Putra, 2008).
Pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita penyakit kulit akibat kerja lebih
mudah mendapat dermatitis akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari kulit sudah
berkurang akibat dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya. Fungsi perlindungan
yang dapat menurun antara lain hilangnya lapisan-lapisan kulit, rusaknya saluran
kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan pH kulit (Djuanda, 2007).
Umumnya pekerja di Indonesia telah bekerja pada lebih dari satu tempat
kerja. Hal ini memungkinkan ada pekerja yang telah menderita penyakit dermatitis
pada pekerjaan sebelumnya dan terbawa ke tempat kerja yang baru. Para pekerja
yang pernah menderita dermatitis merupakan kandidat utama terkena dermatitis. Hal
ini karena kulit pekerja tersebut sensitif terhadap bahan kimia. Jika terjadi inflamasi
terhadap bahan kimia, maka kulit akan lebih mudah teriritasi sehingga akan lebih
mudah terkena dermatitis (Cohen, 1999).
Berdasarkan penelitian Lestari, Fatma (2007) pada pekerja di PT Inti Pantja
Press Industri, diketahui kejadian dermatitis kontak pada responden yang tidak
mempunyai riwayat penyakit kulit sebelumnya sebesar 44,4%, sedangkan responden
45
yang mempunyai penyakit kulit sebelumnya sebesar 57,7%. Hal tersebut
menunjukan bahwa riwayat penyakit kulit sebelumnya berhubungan dengan
timbulnya penyakit dermatitis kontak.
2.7.7 Personel Hygiene
Kebersihan Perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan
perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan selamat
ditempat kerja. Kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah penyebaran kuman
dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan
melakukan pencegahan alergi kulit, kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan
kimia. Kebersihan perorangan yang dapat mencegah terjadinya dermatitis kontak
antara lain:
1. Mencuci tangan
Personal hygiene dapat digambarkan melalui kebiasaan mencuci tangan,
karena tangan adalah anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan
kimia. Kebiasaan mencuci tangan yang buruk justru dapat memperparah kondisi
kulit yang rusak. Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha pencegahan
dari penyakit kulit tapi hal ini juga tergantung fasilitas kebersihan yang
memadai, kualitas dari pembersih tangan dan kesadaran dari pekerja untuk
memanfaatkan segala fasilitas yang ada (Cohen, 1999).
Mencuci tangan bukan hanya sekedar megunakan sabun dan membilasnya
dengan air, tetapi mencuci tangan memiliki prosedur juga agar tangan kita
benar-benar dikatakan bersih. Kesalahan dalam mencuci tangan ternyata dapat
menjadi salah satu penyebab dermatitis, misalnya kurang bersih dalam mencuci
tangan dan kesalahan dalam pemilihan jenis sabun yang dapat menyebabkan
46
masih terdapatnya sisa-sisa bahan kimia yang menempel pada permukaan kulit,
dan kebiasaan tidak mengeringkan tangan setelah selesai mencuci tangan yang
dapat menyebabkan tangan menjadi lembab. Oleh karena itu World Health
Organization (2005) merekomendasikan cara mencuci tangan yang baik, yaitu
minimal menggunakan air dan sabun. Cara mencuci tangan yang baik dapat
terlihat dalam gambar berikut ini.
Gambar 2.8
Cara Mencuci Tangan dengan Sabun dan Air
Mencuci tangan yang baik dan benar dapat mencegah terjadinya dermatitis
kontak karena dapat menghilangkan zat-zat kimia yang menempel pada kulit
ketika selesai melakukan pekerjaan yang berkontak dengan zat.
2. Mencuci Pakaian
Kebersihan pakaian kerja juga perlu diperhatikan. Sisa bahan kimia yang
menempel di baju dapat menginfeksi tubuh bila dilakukan pemakaian berulang
kali. Baju kerja yang telah terkena bahan kimia akan menjadi masalah baru bila
dicuci di rumah. Karena apabila pencucian baju dicampur dengan baju anggota
keluarga lainnya maka keluarga pekerja juga akan terkena dermatitis. Sebaiknya
47
baju pekerja dicuci setelah satu kali pakai atau minimal dicuci sebelum dipakai
kembali (Hipp, 1985).
Personal Hygiene merupakan salah satu faktor penyebab dermatitis, hal ini
dapat terlihat dalam penelitian sebelumnya, yaitu:
1. Berdasarkan penelitian Metty Carina pada pekerja pengangkut sampah kota
Palembang tahun 2008, menunjukkan bahwa ada hubungan hygiene pribadi
dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah.
2. Penelitian Lestari, Fatma pada pekerja di PT IPPI terdapat 29 orang yang
memiliki personal hygiene kurang mengalami dermatitis, dan 10 orang yang
mengalami dermatitis kontak walaupun memiliki personal hygiene yang baik.
2.7.8 Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
Alat Pelindung Diri (APD) adalah peralatan keselamatan yang harus
digunakan oleh pekerja apabila berada pada suatu tempat kerja yang berbahaya.
Semua tempat yang dipergunakan untuk menyimpan, memproses dan membuang
bahan kimia dapat dikategorikan sebagai tempat kerja yang berbahaya. Perusahaan
wajib menyediakan APD sesuai dengan potensi bahaya yang ada (Cahyono AB,
2004).
Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya dermatitis
kontak, karena dengan mengunakan APD dapat terhindar dari cipratan bahan kimia
dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia. Berikut merupakan jenis alat
pelindung diri yang perlu digunakan pada pekerjaan yang berhubungan dengan
bahan kimia, yaitu:
48
1. Alat Pelindung Pernafasan
Merupakan alat yang berfungsi untuk melindungi pernafasan terhadap gas,
uap, debu, atau udara yang terkontaminasi di tempat kerja yang bersifat racun,
korosi maupun rangsangan. Alat pelindung pernafasan dapat berupa masker
yang berguna mengurangi debu atau partikel-partikel yang lebih besar yang
masuk kedalam pernafasan.
Gambar 2.9
Alat Pelindung Pernapasan
2. Alat Pelindung Tangan
Alat ini berguna untuk melindungi tangan dari bahan-bahan kimia, benda-benda
tajam, benda panas atau dingin dan kontak arus listrik. Alat pelindung ini dapat
terbuat dari karet, kulit, dan kain katun. Sarung tangan untuk kontak dengan
bahan kimia terbuat dari vinyl dan neoprene dan bentuknya menutupi lengan.
Gambar 2.10
Alat Pelindung Tangan
49
6. Alat Pelindung Kaki
Alat ini berguna untuk melindungi kaki dari benda-benda tajam, larutan kimia,
benda panas dan kontak listrik.
Gambar 2.11
Alat Pelindung Kaki
7. Pakaian Pelindung
Alat ini berguna untuk melindungi seluruh atau sebagian tubuh dari percikan api,
panas, dingin, cairan kimia dan oli, Bahan dapat terbuat dari kain drill, kulit,
plastik, asbes atau kain yang dilapisi aluminium.
Gambar 2.12
Pakaian Pelindung
Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) sangat penting untuk melindungi
tubuh dari bahaya pekerjaan yang dapat mengakibatkan penyakit atau kecelakaan
50
kerja. Agar terhindar dari cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung
dengan bahan kimia perlu menggunakan APD seperti pakaian pelindung, sarung
tangan, masker dan safety shoes. Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah
terjadinya dermatitis kontak, seperti pada beberapa penelitian dibawah ini :
1. Erliana (2008) pada pekerja percetakan paving blok, menunjukan bahwa pekerja
yang tidak menggunakan APD 87,5% menderita dermatitis kontak dibandingkan
dengan pekerja yang menggunakan APD hanya 19%.
2. Suryani (2008), didapatkan hasil sebanyak 23 orang yang mengalami dermatitis
kontak dari 30 orang yang tidak menggunakan APD yang lengkap. Sedangkan
pekerja yang menggunakan APD lengkap yang mengalami dermatitis kontak
hanya sebanyak 4 orang dari 16 orang.
51
2.8 Kerangka Teori
Berdasarkan Teori Gilles L, Evan R, Farmer dan Atoniette F (1990), Djuanda
(2007), Rietschel (1985), Cohen E David (1999) dan Fredberg I.M, et all (2003)
mengenai faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya dermatitis kontak, maka
didapatkan kerangka teori sebagai berikut :
Bagan 2.1
Kerangka Teori
Kejadian Dermatitis Kontak
Faktor Langsung - Bahan kimia (ukuran molekul,
daya larut dan konsentrasi) - Lama kontak
Faktor Tidak Langsung - Suhu - Kelembaban - Masa kerja - Usia
- Jenis kelamin - Ras - Riwayat penyakit kulit
sebelumnya - Personal hygiene - Penggunaan APD
52
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Kerangka konsep ini mengacu kepada teori-teori dari para ahli (Gilles L,
Evan R, Farmer dan Atoniette F (1990), Djuanda (2007), Rietschel (1985), Cohen E
David (1999) dan Fredberg I.M, et all (2003)). Berdasarkan teori yang ada, faktor-
faktor yang menyebabkan terjadinya dermatitis yaitu faktor langsung (bahan kimia
(ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) dan lama kontak) dan faktor tidak
langsung (suhu, kelembaban, masa kerja, usia, jenis kelamin, ras, riwayat penyakit
kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD). Namum pada penelitian
ini terdapat beberapa variabel yang tidak diteliti, antara lain :
1. Variabel bahan kimia (ukuran molekul, daya larut dan konsentrasi) tidak diteliti
karena homogen. Setiap pekerja terpapar dengan bahan kimia yang sama saat
proses pembuatan kosmetik, sehingga variabel tersebut tidak diteliti.
2. Variabel suhu dan kelembaban tidak diteliti karena homogen. Semua responden
bekerja pada lingkungan dengan suhu dan kelembaban yang sama, sehingga
variabel tersebut tidak diteliti.
3. Variabel ras tidak diteliti karena homogen. Semua responden mempunyai ras
dengan warna kulit yang sama.
Kerangka konsep terdiri dari variabel terikat (dependen) dan variabel bebas
(independen). Pada penelitian ini yang menjadi variabel independen adalah lama
kontak, sedangkan variabel dependen adalah kejadian dermatitis kontak dengan
53
melibatkan faktor confounding yaitu masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat
penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene, dan penggunaan APD,
Variabel Independen Variabel Dependen
Faktor Confounding
Bagan 3.1
Kerangka Konsep
Variabel yang diteliti :
1. Lama kontak
Lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Lama
kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dalam
hitungan jam/hari. Pekerja yang lebih lama berkontak dengan bahan kimia
menyebabkan kerusakan sel kulit lapisan luar, semakin sering berkontak maka
semakin merusak sel kulit lapisan yang lebih dalam dan memudahkan untuk
terjadinya penyakit dermatitis.
Kejadian
Dermatitis Kontak
Faktor Langsung :
- Lama kontak
Faktor Tidak Langsung :
- Masa kerja - Usia - Jenis kelamin - Riwayat penyakit kulit
sebelumnya - Personal hygiene - Penggunaan APD
54
2. Masa kerja
Masa kerja mempengaruhi kejadian dermatitis kontak akibat kerja. Semakin
lama masa kerja seseorang, semakin sering pekerja terpajan dan berkontak
dengan bahan kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia akan
meningkatkan terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Pekerja yang lebih lama
terpajan dan berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit
bagian luar, semakin lama terpajan maka semakin merusak sel kulit hingga
bagian dalam dan memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis.
3. Usia
Usia merupakan salah satu faktor resiko yang dapat memperparah terjadinya
dermatitis kontak, karena kulit manusia mengalami degenerasi seiring
bertambahnya usia, terutama dari sisi ketebalan lapisan kulit, fungsi kelenjar
ekrin dan holokrin. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak diatasnya dan
menjadi lebih kering. Kekeringan dan menipisnya lapisan kulit ini memudahkan
proses bahan kimia untuk mengiritasi dan atau proses sensitisasi kulit. Sehingga
pada kulit usia lanjut lebih mudah terkena dermatitis.
4. Jenis kelamin
Jenis kelamin merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan terjadinya
dermatitis kontak. Berdasarkan Aesthetic Surgery Journal terdapat perbedaan
antara kulit pria dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel
rambut, kelenjar keringat dan hormon. Kulit wanita memproduksi lebih sedikit
minyak untuk melindungi dan menjaga kelembapan kulit sehingga lebih kering
daripada pria, selain itu juga kulit wanita lebih tipis daripada kulit pria sehingga
lebih rentan untuk menderita penyakit dermatitis.
55
5. Riwayat penyakit kulit sebelumnya
Pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita non dermatitis akibat kerja
lebih mudah mendapat dermatitis akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari
kulit sudah berkurang akibat dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya.
Fungsi perlindungan yang dapat menurun antara lain hilangnya lapisan-lapisan
kulit, rusaknya saluran kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan
pH kulit.
6. Personal hygiene
Kebersihan perorangan seperti mencuci tangan yang baik dan benar dapat
mencegah terjadinya dermatitis kontak karena dapat menghilangkan dan
menetralkan pH dari zat-zat kimia yang menempel pada kulit ketika selesai
melakukan pekerjaan yang berkontak dengan zat. Perusahaan sudah membuat
peraturan untuk menjaga kebersihan diri selama bekerja, terdapat pula aturan
untuk mencuci tangan sebelum dan sesudah memasuki ruangan produksi, akan
tetapi semua tergantung dari perilaku pekerjanya masing-masing.
7. Penggunaan APD
Penggunaan APD salah satu cara untuk mencegah terjadinya dermatitis kontak,
karena dengan mengunakan APD dapat menghindari pajanan langsung dari
bahan kimia. Perusahaan telah menyediakan APD sesuai dengan jenis dan
karakteristik potensi bahaya di tempat kerja, akan tetapi semua tergantung dari
perilaku pekerjanya. Pekerja yang menggunakan APD lengkap dan sesuai saat
melakukan pekerjaan akan mengurangi resiko menderita dermatitis kontak
dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengunakan APD.
56
3.2. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi operasional
No Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Kriteria Skala 1.
Kejadian Dermatitis Kontak
Peradangan kulit yang disebabkan oleh bahan atau substansi yang menempel pada kulit pekerja dengan gejala kemerahan, bengkak, pembentukan lepuh kecil pada kulit, kering, mengelupas dan bersisik.
Pemeriksaan dokter
Diagnosa dokter 0. Dermatitis kontak (hasil diagnosa dokter dermatitis kontak)
1. Tidak dermatitis kontak (hasil diagnosa dokter tidak dermatitis kontak)
Ordinal
2. Lama Kontak Jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia dalam hitungan jam/hari.
Kuesioner
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
Jam/hari Rasio
3. Masa Kerja
Jangka waktu pekerja mulai bekerja sampai waktu penelitian.
Kuesioner
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
Bulan Rasio
4. Usia Lama waktu hidup pekerja (dalam tahun) dari sejak lahir sampai penelitian berlangsung.
Kuesioner
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
Tahun Rasio
5. Jenis Kelamin Perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan.
Kuesioner
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
0. Perempuan 1. Laki-laki
Ordinal
57
6. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya
Pekerja yang sebelumnya atau sedang menderita penyakit kulit akibat kerja pada bagian tangan.
Kuesioner
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
0. Memiliki riwayat 1. Tidak memiliki
riwayat
Ordinal
7. Personal Hygiene
Kebiasaan pekerja untuk menjaga kebersihan diri sebelum dan setelah bekerja.
Observasi Pengamatan langsung mengunakan lembar ceklist
0. Tidak baik, jika ada 1 atau lebih hasil pengamatan tidak sesuai
1. Baik, jika semua hasil pengamatan sesuai
Ordinal
8. Penggunaan APD
Kelengkapan pekerja untuk menggunakan Alat Pelindung Diri guna melindungi bagian tubuh dari kontak langsung dengan bahan kimia selama melakukan pekerjaan.
Observasi Pengamatan langsung mengunakan lembar ceklist
0. Tidak lengkap, jika ada 1 atau lebih hasil pengamatan tidak sesuai
1. Lengkap, jika semua hasil pengamatan sesuai
Ordinal
58
3.3 Hipotesis
1. Ada hubungan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan
tahun 2011.
2. Ada hubungan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja
bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun
2011.
3. Ada hubungan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja
bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan tahun
2011.
4. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan
tahun 2011.
5. Ada hubungan antara riwayat penyakit kulit sebelumnya dengan kejadian
dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar
Indonesia Tangerang Selatan tahun 2011.
6. Ada hubungan antara personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan
tahun 2011.
7. Ada hubungan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia Tangerang Selatan
tahun 2011.
59
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain studi cross
sectional (potong lintang), dimana variabel independen dan dependen diamati pada
waktu (periode) yang sama, sehingga dapat menghemat waktu dan biaya.
4.2 Lokasi dan Waktu
Penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-Oktober 2011 di bagian processing dan
filling PT.Cosmar Indonesia yang berlokasi di Taman Tekno Blok A1 No. 11-15 Bumi
Serpong Damai Sektor XI Serpong, Banten Indonesia 15314. Alasan memilih lokasi
karena pada bagian processing dan filling pekerja berkontak dengan bahan kimia.
4.3 Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah pekerja yang bekerja pada bagian processing dan
filling PT. Cosmar Indonesia, yaitu sebanyak 50 orang. Sedangkan untuk sampel dalam
penelitian ini adalah seluruh populasi pekerja pada bagian processing dan filling.
Perhitungan sampel dilakukan dengan mengunakan uji hipotesis dua proporsi dengan
rumus sebagai berikut :
{z1-α 2P̅(1- P̅) + z1-ß α P1 (1- P1)+ P2(1- P2) }2
n = (P1- P2)
2
60
Keterangan :
n : Besar sampel
P1 : Proporsi pekerja yang masa kerja > 1 tahun dengan kejadian dermatitis
sebanyak 67% = 0,67 (Mausulli, 2010)
P2 : Proporsi pekerja yang masa kerja 1 tahun dengan kejadian dermatitis
sebanyak 31% = 0,31 (Mausulli, 2010)
P : Rata-rata proporsi (P1 + P2 /2) 0,67 + 0,31 = 0,49 2 Z1-α : Derajat kemaknaan α pada uji 1sisi α = 5% = 1,96
Z1-β : Kekuatan uji 80 % = 0,84
{1,96 2 x 0,49 (1-0,49) + 0,84 0,61 (1-0,61) + 0,31 (1-0,31) }2
n = (0,31- 0,67)2 n = 30 x 2 = 60
Berdasarkan rumus diatas, jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini
adalah 60 pekerja, namun karena pekerja pada bagian processing dan filling hanya
sebanyak 50 orang, maka peneliti mengambil semua pekerja di bagian processing dan
filling untuk dijadikan sampel.
4.4 Instrumen Penelitian
Instrumen merupakan suatu alat ukur pengumpulan data agar memperkuat hasil
penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner yang
berisikan pertanyaan yang harus dijawab oleh responden dan lembar ceklist hasil
pengamatan yang akan diisi oleh peneliti. Kuesioner dalam penelitian ini mencakup
pertanyaan mengenai lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit
61
kulit sebelumnya, sedangkan lembar ceklist mengenai personal hygiene dan penggunaan
APD.
4.5 Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.
1. Data primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari pekerja mengenai
faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian dermatitis kontak, meliputi
kejadian dermatitis kontak, lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat
penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD.
2. Data sekunder yaitu data yang diperoleh dari penelusuran dokumen, catatan, dan
laporan dari perusahaan, meliputi profil perusahaan, proses produksi dan list bahan
kimia yang digunakan.
4.6 Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi kejadian dermatitis kontak, lama kontak, usia,
jenis kelamin, riwayat penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene, penggunaan APD
dan masa kerja yang dikumpulkan dengan cara sebagai berikut :
1. Kejadian Dermatitis Kontak
Pengumpulan data dilakukan dengan cara mendiagnosa secara klinis gejala-gejala
dermatitis yang terdapat pada pekerja dengan bantuan dokter.
2. Lama Kontak
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan jangka waktu pekerja
berkontak dengan bahan kimia dalam hitungan jam/hari melalui kuesioner.
62
3. Masa Kerja
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan jangka waktu pertama kali
responden bekerja pada bagian processing dan filling sampai waktu penelitian
melalui kuesioner.
4. Usia
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan tanggal lahir (tanggal, bulan,
tahun) responden melalui kuisioner.
5. Jenis Kelamin
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan jenis kelamin melalui
kuesioner.
6. Riwayat Penyakit Kulit Sebelumnya
Pengumpulan data dilakukan dengan cara menanyakan riwayat penyakit kulit
pekerja melalui kuesioner dan diperkuat dengan anamnesis dokter.
7. Personal Hygiene
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung oleh peneliti
dengan panduan lembar cheklist mengenai kebiasaan pekerja untuk menjaga
kebersihan diri. Penilaian dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu tidak baik jika ada 1
atau lebih hasil pengamatan tidak sesuai dan baik jika semua hasil pengamatan
sesuai.
8. Penggunaan APD
Pengumpulan data dilakukan dengan cara pengamatan langsung oleh peneliti
dengan panduan lembar cheklist mengenai kelengkapan menggunakan APD.
63
Penilaian dikategorikan menjadi 2 (dua) yaitu tidak lengkap jika ada 1 atau lebih
hasil pengamatan tidak sesuai dan lengkap jika semua hasil pengamatan sesuai.
4.7 Pengolahan Data
Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan diolah
melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Mengkode data (data coding)
Sebelum dimasukkan ke komputer, setiap variabel yang telah diteliti diberi kode
untuk memudahkan dalam pengolahan selanjutnya.
2. Menyunting data (data editing)
Data yang telah dikumpulkan diperiksa kelengkapannya terlebih dahulu, yaitu
kelengkapan jawaban kuesioner, konsistensi atas jawaban dan kesalahan jawaban
pada kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk penelitian ini.
3. Memasukkan data (data entry)
Setelah dilakukan penyuntingan data, kemudian memasukkan data dari hasil
kuesioner yang sudah di berikan kode pada masing-masing variabel. Setelah itu
dilakukan analisis data dengan memasukan data-data tersebut dengan software
statistik untuk dilakukan analisis univariat (untuk mengetahui gambaran secara
umum) dan bivariat (untuk mengetahui variabel yang berhubungan).
4. Membersihkan data (data cleaning)
Tahap terakhir yaitu pengecekkan kembali data yang telah dimasukkan untuk
memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data
tersebut telah siap untuk dianalis.
64
4.8 Analisa Data
1. Analisis Univariat
Analisis yang dilakukan untuk melihat distribusi frekuensi dan persentase dari
setiap variabel dependen, independen dan confounding. Variabel tersebut adalah
kejadian dermatitis kontak, lama kontak, masa kerja, usia, jenis kelamin, riwayat
penyakit kulit sebelumnya, personal hygiene dan penggunaan APD.
2. Analisa Bivariat
Analisa yang digunakan untuk mencari hubungan variabel bebas (independen) dan
variabel terikat (dependen) dengan uji statistik yang sesuai dengan skala data yang
ada. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square untuk menghubungkan
variabel kategorik dengan kategorik dan uji T-independent untuk menghubungkan
variabel numerik dengan kategorik apabila variabel numerik berdistribusi normal.
Uji chi-Square dan uji T-independent menggunakan derajat kepercayaan 95%. Jika
P Value ≤ 0,05, maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa adanya
hubungan bermakna antara variabel independen dengan dependen. Jika P Value >
0,05, maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa tidak adanya hubungan
bermakna antara variabel independen dengan dependen.
65
BAB V
HASIL
5.1 Gambaran Umum Perusahaan
5.1.1 Latar Belakang dan Sejarah PT.Cosmar Indonesia
PT.Cosmar Indonesia adalah perusahaan milik keluarga yang merupakan
produsen pembuatan bahan-bahan kosmetik di Indonesia. PT.Cosmar sangat
menghargai dan menjalin hubungan baik dengan pelanggan sehingga menghasilkan
hubungan kerja dalam jangka panjang. Untuk memastikan kepercayaan diri,
PT.Cosmar tidak memiliki merk dagang sendiri dan hanya berkonsentrasi dalam
memproduksi bahan kosmetik dan R&D.
PT.Cosmar Indonesia didirikan pada tanggal 11 April 2003 di Jl. Pulobuaran
II blok R2 BPSP, Pulogadung Industrial Estate, Jakarta 13920 Indonesia, dengan
Direktur Ibu.Juanita Aditiawan. Pada tahun 2005 PT.Cosmar sudah tersertifikasi ISO
9001-2000 dan cGMP. Tahun 2007 PT.Cosmar melaksanakan joint venture di
Etiopia dengan Perusahaan Afrika Selatan yang dinamakan Cosmar East Africa.
Tahun 2008 PT.Cosmar menjadi perusahaan dengan fasilitas penuh dan berpindah ke
Taman Tekno Blok A1/Nr.11-15 Bumi Serpong Damai Sektor XI Serpong 15314,
Indonesia. Pada tahun 2009 PT.Cosmar melaksanakan ekspor pertama ke Asia Timur
dan Asia Selatan.
Fasilitas produksi PT.Cosmar memenuhi syarat GMP dan meliputi peralatan
proses dan filling untuk memproduksi produk bubuk (powder products), produk cair
(liquid products) dan produk panas (hot poor products). PT Cosmar juga memiliki
66
fasilitas uji mikrobial. Bertahun-tahun PT Cosmar telah membantu berbagai
pelanggan untuk mengelola konsep dan jalur produksi seperti akses produksi ke
jejaring suplaier material. Pelanggan PT.Cosmar termasuk perusahaan lokal dan
multinasional, perusahaan yang baru didirikan, organisasi jual langsung (direct
selling) dan organisasi retail dengan label pribadi (private labels for retailing
organisations). Pelayanan di PT.Cosmar termasuk formulasi sesuai pesanan,
pengisian dan pengepakan, efikasi dan uji keamanan.
Produk yang dihasilkan oleh PT. Cosmar diantaranya :
1. Decorative Cosmetics : lipstik, lip gloss, lip liner, cairan makeup, blush,
concealers, eye shadow, mascaras, eye liner, bedak.
2. Perawatan kulit : cleansing foam, body lotion, skin care regimens, blemish balm
(BB cream), lotions and creams, gels, sunscreens, acne control and treatment.
3. Perawatan rambut : sampo, kondisioner, hair mask, hair reconstructor serum,
hair spa, produk pelurus rambut, pewarna rambur, gel , minyak rambut.
4. Perawatan diri : sabun cair, sabun wajah, pembersih daerah kewanitaan,
wewangian.
5.1.2 Visi dan Misi PT Cosmar Indonesia
1. Menguasai kontrak produksi kosmetik di Indonesia.
2. Menjual kosmetik berkualitas dengan harga yang terjangkau.
3. Memastikan pelanggan mendapatkan produk dan pelayanan yang diharapkan.
5.1.3 Sumber Daya Manusia (SDM)
PT Cosmar Indonesia mempekerjakan 120 pekerja yang dipimpin oleh Ibu
Juanita Aditiawan. Pekerja di PT.Cosmar sudah terlatih dengan pelatihan GMP, ISO,
TPM and HACCP. Tim PT.Cosmar berusaha untuk memberikan kualitas dan
67
pelayanan terbaik dengan tanggung jawab dalam produksi, sehingga pelanggan dapat
meningkatkan bursa mereka. Adapun distribusi sumber daya manusia yang terdapat
di PT.Cosmar dapat dilihat pada tabel 5.1 berikut.
Tabel 5.1
Distribusi SDM PT.Cosmar Indonesia Berdasarkan Divisi Kerja Tahun 2011
Divisi Kerja Jumlah Staff 20
Processing 12 Filling 38
Packaging 50 Total 120
Berdasarkan tabel diatas jumlah pekerja terbanyak di PT.Cosmar indonesia
terdapat di bagian packaging dengan jumlah 50 orang. Kemudian pada bagian filling
jumlah pekerja 38 orang, staff jumlah pekerja 20 orang dan bagian processing
jumlah pekerja 12 orang.
5.1.4 Bahan Kimia yang Digunakan PT.Cosmar Indonesia
Dalam proses pembuatan kosmetik, PT.Cosmar Indonesia menggunakan
ribuan macam bahan kimia. Pada proses pengambilan data, peneliti hanya diizinkan
untuk mengetahui beberapa macam bahan kimia yang digunakan, diantaranya :
Tabel 5.2
List Bahan Kimia yang Digunakan dalam Pembuatan Kosmetik di
PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011
No Bahan Kimia No Bahan Kimia 1 Paraben 22 Anthemis nobilis flower oil 2 Formaldehid dan cetyl alcohol 23 Polyethylene scrub 20 3 Quarternium-15 24 Sodium ascorbyl phosphate 4 Imidazolidinyl urea 25 Ceramide 3 5 Diazolidinylurea 26 P-toluenediamine 6 Bronopol 27 Isostearyl neopentanoate 7 Dimethyloldimethyl hydantoin 28 Sodium lauryl ether sulfate 8 Methylisothiazolinone (MCI/MI) 29 Ferric ammonium ferrocyanide 9 Methyldibromoglutaronitrile/ 30 N-isopropyl-N-pheniyl para
68
No Bahan Kimia No Bahan Kimia Phenoxyethanol phenylenediamine
10 Iodopropylnyl buthylcarbamate 31 Butylene slycol cocoate 11 P-phenylenediamine (PPD) 32 Tocopheryl acetate 12 Sodium lauryl ether sulfate 33 Caprylic/capric triglyceride 13 Diazodidinyl urea 34 Pentaerythrityl tetraisostearate 14 Paraffin dan petrolatum 35 Calcium patothenate 15 Propylene glycol 36 Maltodextrin 16 Isopropyl alcohol 37 Octyldodecyl neopentanoate 17 Sodium hydroxine 38 Niacinamide 18 Glycerol esters 39 Octylacrylamide copolymer 19 Acrylates/Steareth-20 Methacrylate 40 Synthetic wax 20 Acrylates copolymer 41 Butyl stearete 21 Candelilla (Euphorbia Cerifera) wax
42 Aminopropyl
phenyltrimerthicone
Berdasarkan Food and Drug Administration (FDA), diantara bahan kimia
diatas terdapat beberapa bahan kimia yang berpotensi untuk menimbulkan penyakit
kulit pada bekerja seperti dermatitis kontak. Bahan-bahan kimia tersebut merupakan
pengawet kosmetik yang biasa digunakan dalam setiap pembuatan produk kosmetik
di PT.Cosmar Indonesia, diantaranya :
1. Paraben
Konsentrasi paraben yang dipakai pada kosmetik sebesar 0,1-0,8%.
Walaupun paraben termasuk pangawet yang cukup ideal tetapi pada tahun 1940
telah dilaporkan dermatitis kontak alergi yang disebabkan karena paraben.
Penelitian sensitisasi paraben pada populasi umum yang dilakukan di Eropa dan
Amerika Utara pada periode tahun 1985-2000 dilaporkan berkisar 0,5-1%.
Sensitisasi dapat terjadi setelah pemakaian obat topikal, termasuk steroid topikal
yang memakai bahan pengawet paraben. Sensitisasi paraben pada sediaan
kosmetik jarang terjadi walaupun jumlah pemakai kosmetik lebih luas dari
pemakai sediaan topikal. Hal ini disebabkan karena adanya fenomena paraben
69
paradox. Fenomena ini terjadi karena paraben mampu mensensitisasi kulit yang
abnormal (trauma, eksim) tetapi tidak mensensitisasi kulit normal.
2. Formaldehid
Formaldehid aqua (formalin, formol, morbicid, veracur) terdiri dari gas
formaldehid 37-40% yang berbau menyengat dan ditambahkan 10-15% metanol.
Formaldehid dalam kosmetik telah dilaporkan sebagai iritan, sensitizer dan
karsinogen sehingga penggunaannya telah banyak dikurangi, bahkan di Swedia
dan Jepang formaldehid telah dilarang sebagai pengawet kosmetik. Di Amerika
formaldehid 0,2% dalam kosmetik masih diperbolehkan dan di Eropa
penggunaan formaldehid lebih dari 0,05% harus dicantumkan dalam label. Pada
uji tempel konsentrasi yang digunakan adalah 1% dalam aqua.
Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan oleh North
America Contact Dermatitis Group (NACDG) tahun 1998-2000, dilaporkan
sebesar 9,2%. Penelitian sensitisasi terhadap formaldehid yang dilakukan pada
periode sebelumnya dijumpai peningkatan persentase sensitisasi. Pada tahun
1970-1976 sebesar 3,4%, pada tahun 1985-1990 sebesar 5,3% dan pada tahun
1992-1994 sebesar 6,8 %.
3. Quarternium
Konsentrasi Quarternium dalam kosmetik sebesar 0,02-0,3%. Kosmetik yang
banyak menggunakan quarternium adalah kosmetik yang berbasis air (water-
based) seperti dalam sampo, conditioner, make-up mata, body lotion, dan sabun
cair. Quarternium efektif terhadap jamur, bakteri termasuk Pseudomonas
aeruginosa. Frekuensi sensitisasi pada populasi umum didapatkan 1-9%.
Quarternium-15 dalam konsentrasi 0,1% dapat melepas formaldehid 100 ppm
70
(parts per million). Konsentrasi quarternium-15 dalam uji tempel standar adalah
2% dalam petrolatum.
4. Imidazolidinyl Urea
Konsentrasi imidazolidinyl urea dalam kosmetik sebesar 0,03-0,2%,
sedangkan konsentrasi uji tempel standar untuk imidazol urea adalah 2% dalam
aqua. Pengawet ini bisa menimbulkan sensitisasi untuk penderita yang sensitif
terhadap formaldehid.
5. Diazolidilnyl Urea
Konsentrasi diazolidilnyl urea dalam kosmetik 0,1-0,5% dan banyak
digunakan pada sedíaan sabun cair, make-up wajah, make-up mata, produk
perawatan kulit, dan perawatan rambut. Konsentrasi yang dipakai pada uji
tempel standar 1% dalam aqua.
6. Bronopol
Konsentrasi aman dalam produk kosmetik 0,01-1%. Bila konsentrasinya
melebihi 1% dapat menimbulkan iritasi. Apabila produk yang diawetkan dengan
bronopol disimpan lebih lama, akan melepaskan formaldehid lebih banyak
sehingga penggunaannya dewasa ini makin dikurangi. Bronopol dapat juga
berinteraksi dengan amine atau amides menghasilkan nitrosamines atau
nitrosamides yang dicurigai sebagai bahan karsinogen. Konsentrasi bronopol
untuk uji tempel standar adalah 0,5% dalam petrolatum.
7. Dimethyloldimethyl Hydantoin
DMDM hydantoin melepaskan formaldehid 0,5-2% dan konsentrasi aman
DMDM hydantoin dalam kosmetik 0,1-1%. Konsentrasi bahan ini dalam uji
tempel standar sebesar 1% dalam aqua. Dimethyloldimethyl Hydantoin
71
mempunyai spektrum antimikroba yang luas dan sangat larut dalam air sehingga
dipakai sebagai pengawet sampo.
8. Methylisothiazolinone (MCI/MI)
Bahan pengawet ini merupakan campuran dari MCI dan MI dengan
perbandingan 3:1. MCI/MI bersifat sensitizer poten, tetapi dalam konsentrasi di
atas 200 ppm bersifat iritan. Penelitian prevalensi sensitisasi pada periode tahun
1985-2000 yang dilakukan di Inggris sebesar 0,4%, di Itali 11,5% dan di
Amerika antara 1,8-3%. Untuk kepentingan uji tempel dipakai konsentrasi 100
ppm kandungan aktif dalam air. Reaksi silang dapat terjadi dengan golongan
isothiazolinone lainnya. Konsentrasi MCI/MI yang masih diperbolehkan untuk
produk kosmetik di Eropa 15 ppm, sedangkan di Amerika 7,5 ppm dalam
produk leave-on dan 15 ppm dalam produk rinse-off. Kosmetik dengan
kandungan MCI/MI yang paling banyak menyebabkan dermatitis kontak alergi
adalah yang dipakai sebagai produk leave-on misalnya krim moisturizer, lotion,
dan gel rambut.
9. Methyldibromoglutaronitrile/Phenoxyethanol
Konsentrasi yang dibolehkan dalam kosmetik antara 0,0075% sampai 0,06%.
Phenoxyethanol dipakai sebagai pengganti MCI/MI karena penelitian pada
binatang tidak bersifat sensitizer, sehingga saat ini di Jerman bahan ini
merupakan pengawet kosmetik terlaris. Tetapi pada penelitian observasi yang
dilakukan di Eropa tahun 2000 dijumpai prevalensi sensitisasi sebesar 3,5%
sedangkan di Amerika pada periode tahun 1994-1996 sebesar 1,5%, pada
periode tahun 1996-1998 sebesar 2,7% dan pada periode tahun 1998-2000
sebesar 3,5%.
72
Konsentrasi Phenoxyethanol untuk uji tempel sebesar 2,5% dalam
petrolatum. Lesi dermatitis kontak alergi yang ditimbulkan umumnya
eksematous dan sebagian besar disebabkan oleh produk kosmetik yang leave-on
seperti lotion, moist toilet paper, gel rambut, gel mata, hair mousse, conditioner
rambut, krim tabir surya dan sebagainya.
10. Iodopropylnyl Buthylcarbamate (IPBC)
Pada tahun 1990 bahan ini dipakai sebagai pengawet kosmetik dengan
konsentrasi maksimal 0,1%. Pengawet ini didapatkan pada make-up, krim,
losion pelembab, sampo, produk bayi, pembersih kontak lens dan kertas toilet.
Selain pengawet kosmetik di atas, terdapat pula bahan-bahan kimia lain yang
digunakan PT.Cosmar Indonesia dan berpotensi untuk menyebabkan dermatitis
kontak pada pekerja, diantaranya p-phenylenediamine (PPD) dan p-toluenediamine
pada pembuatan pewarna rambut, petrolatum, paraffin, cetyl alcohol, propylene
glycol, isopropyl alcohol pada pembuatan krim wajah, sodium hydroxine pada
pembuatan sabun dan sodium lauryl ether sulfate pada pembuatan sampo (Prasari
Sotya, 2009).
5.1.5 Proses Kerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia
Proses kerja pembuatan kosmetik di PT.Cosmar indonesia melalui beberapa
tahap. Tahap-tahap tersebut dapat dilihat pada bagan berikut ini :
Bagan 5.1
Alur Proses Pembuatan Kosmetik PT.Cosmar Indonesia
Purchasing Ware house in
Processing
Quality control
PPIC dan R&D
Ware house out
Packaging Filling
73
Berdasarkan bagan 5.1, tahap pertama yang dilakukan dalam proses
pembuatan cosmetik di PT.Cosmar Indonesia yaitu membeli bahan-bahan yang
dibutuhkan untuk pembuatan produk (purchasing), selanjutnya bahan-bahan tersebut
dimasukan ke dalam gudang (ware house in), kemudian PPIC akan mengeluarkan
izin untuk pembuatan kosmetik disertai formula (build of materials) yang dibutuhkan
dan R&D akan mengecek formula tersebut untuk memastikan tidak ada kesalahan
dalam formula yang akan digunakan. Setelah izin dan formula dikeluarkan
selanjutnya bahan-bahan yang digunakan akan ditimbang sesuai lembar petunjuk
proses (quality control), kemudian bahan-bahan tersebut diproses (processing) sesuai
dengan petunjuk sehingga menghasilkan bulk (adonan). Selanjutnya masuk ke proses
pengisian (filling ) dan pengepakan (packaging), terakhir kosmetik yang telah di
packing dimasukan ke dalam gudang akhir (ware house out) yang selanjutnya akan
diambil oleh costomer.
Pada penelitian ini, peneliti mengambil tempat di bagian processing dan
filling dengan pertimbangan pada kedua bagian tersebut pekerja banyak berkontak
dengan bahan kimia dibandingkan dengan bagian lain. Berikut akan dijelaskan
proses kerja pada bagian processing dan filling di PT.Cosmar Indonesia.
1. Proses Kerja Bagian Processing
Pekerjaan di bagian processing, pekerja melakukan pengolahan bahan-bahan
kimia untuk menghasilkan suatu produk yang dipesan. Produk yang dihasilkan terdiri
dari tiga jenis yaitu dry atau powder, lipstik dan liquid dimana proses kerjanya akan
dijelaskan berikut ini.
74
a. Processing Dry atau Powder
Bagan 5.2. Alur Proses Kerja Pembuatan Dry
Tidak
Ya
Diayak sampai partikel benar-benar
halus
Campurkan seluruh bahan ke mesin
loudige
Masukan bahan ke dalam mesin nermix
Filling
Cek apakah warna bedak
sudah sesuai ?
75
b. Processing Lipstik
Bagan 5.3. Alur Proses Kerja Pembuatan Lipstik
Tidak
Ya
Masukan pasta (pewarna) lipstik,
aduk hingga homogen
Masukan bahan ke mesin pemanas
Cairkan based (bahan berbentuk lilin)
Tambahkan vit.E dan parfum
Bulk (adonan) siap untuk di filling
Cek apakah warna sudah homogen ?
76
c. Processing Liquid
Bagan 5.4. Arus Proses Kerja Pembuatan Liquid
Pada bagian processing pekerja berkontak dengan bahan kimia saat
melakukan proses kerja, seperti memasukan bahan-bahan ke dalam mesin, mengaduk
bahan (proses lipstik), serta memasukan bulk (adonan) yang sudah jadi ke dalam
tabung besar untuk dilanjutkan ke proses filling. Selain itu setelah proses pembuatan
kosmetik selesai, tugas pekerja selanjutnya yaitu membersihkan mesin yang selesai
digunakan untuk proses pembuatan kosmetik.
Masukan bahan ke mesin loudige
Bulk (adonan) siap untuk di filling
Panaskan pada suhu 70OC-80OC hingga
homogen
Ambil sampel sedikit, periksa
sesuai spesifikasi yang ditentukan
77
2. Proses Kerja Bagian Filling
Pekerjaan di bagian filling, pekerja memasukan bulk (adonan) yang telah
diolah ke dalam wadah yang ditentukan. Berikut akan dijelaskan proses filling dry,
lipstik dan liquid.
a. Filling Dry atau powder
Bagan 5.5. Alur Proses Kerja Filling Dry
Ya
Tidak
Masukan bedak ke dalam cetakan
Tempatkan ke dalam wadah yang telah ditentukan
Test kehalusan
Kembali ke Processing
Dry
Drop test (mengukur
apakah bedak mudah pecah atau
tidak) ?
78
b. Filling Lipstik
Bagan 5.6. Alur Proses Kerja Filling Lipstik
c. Filling Liquid
Bagan 5.7. Alur Proses Kerja Filling Liquid
Pada bagian filling pekerja berkontak dengan bahan kimia saat memasukan
bulk (adonan) ke dalam cetakan atau wadah. Selain itu pada saat melalukan proses
filling liquid apabila terdapat bulk (adonan) yang tercecer di pinggir wadah, tugas
pekerja membersihkan ceceran di sekitar wadah hingga bersih. Kemudian apabila
ada produk reject seperti krim padat yang tidak halus (terdapat gelembung udara),
tugas pekerja meratakan gelembung tersebut dengan jari hingga krim halus dan
padat.
Dinginkan ke dalam mesin pendingin hingga bulk (adonan) mengeras
Masukan bulk (adonan) ke dalam cetakan (khusus lipstik)
Masukan lipstik yang telah dicetak ke dalam wadah yang telah ditentukan
Khusus cream padat dinginkan ke dalam mesin pendingin
Masukan bulk (adonan) ke dalam cup/botol/pot
Masukan ke dalam kemasan
79
5.2 Analisis Univariat
5.2.1 Gambaran Kejadian Dermatitis Kontak
Hasil penelitian mengenai kejadian dermatitis kontak diperoleh dari diagnosa
dokter. Variabel kejadian dermatitis dikategorikan menjadi dua yaitu dermatitis dan
tidak dermatitis. Adapun hasil yang diperoleh mengenai kejadian dermatitis kontak
pada pekerja bagian processing dan filling dapat dilihat pada tabel 5.3 berikut.
Tabel 5.3
Distribusi Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan
Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011
Kejadian Dermatitis Frekuensi Persentase (%) Dermatitis 24 48
Tidak Dermatitis 26 52
Jumlah 50 100 Dermatitis Kontak Alergi 8 33,3 Dermatitis Kontak Iritan 16 66,7
Jumlah 24 100
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa dari 50 pekerja, 24 pekerja
(48%) mengalami dermatitis kontak dan 26 pekerja (52%) tidak mengalami
dermatitis kontak. Dari 24 (48%) pekerja yang menderita dermatitis kontak, 8
pekerja (33,3%) mengalami dermatitis kontak alergi, dan 16 pekerja (66,7%)
mengalami dermatitis kontak iritan.
5.2.2 Gambaran Faktor Langsung
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya dermatitis kontak dibedakan
menjadi faktor langsung dan faktor tidak langsung. Dibawah ini akan dijelaskan
gambaran distribusi faktor langsung terjadinya dermatitis kontak pada pekerja bagian
processing dan filling PT.Cosmar Indonesia.
80
a. Lama Kontak
Dalam penelitian ini, lama kontak merupakan faktor langsung terjadinya
dermatitis kontak. Hasil mengenai lama kontak diperoleh dengan menyebarkan
kuesioner kepada responden. Distribusi faktor langsung (lama kontak) pada pekerja
bagian processing dan filling dapat dilihat pada tabel 5.4 berikut.
Tabel 5.4
Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) pada Pekerja Bagian Processing
dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011
Variabel Mean SD Min-Max
Lama Kontak 5.2 jam/hari 2.119 2 jam/hari - 8 jam/hari
Lama kontak dilihat dari lamanya responden berkontak dengan bahan kimia
selama proses pekerjaan dalam hitungan jam/hari. Berdasarkan tabel 5.4 dapat
diketahui bahwa rata-rata lama kontak pekerja bagian processing dan filling adalah
5.2 jam/hari dengan standar deviasi 2.119. Lama kontak terendah adalah 2 jam/hari
pada bagian filling , sedangkan lama kontak tertinggi adalah 8 jam/hari pada semua
pekerja bagian processing.
5.2.3 Gambaran Faktor Tidak Langsung
Faktor tidak langsung dalam penelitian ini meliputi masa kerja, usia, jenis
kelamin, riwayat penyakit kulit, personal hygiene, dan penggunaan APD. Hasil
penelitian mengenai masa kerja, usia, jenis kelamin dan riwayat penyakit kulit
pekerja diperoleh dengan menyebarkan kuesioner, sedangkan personal hygiene dan
penggunaan APD diperoleh dari hasil observasi. Distribusi faktor tidak langsung
pada pekerja bagian processing dan filling dapat terlihat pada tabel 5.5 dan tabel 5.6
berikut ini.
81
Tabel 5.5
Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja, Usia) pada Pekerja Bagian
Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011
No Variabel Mean SD Min-Max 1. Masa Kerja 18 bulan 16.732 1 bulan – 84 bulan 2. Usia 22 tahun 3.738 17 tahun – 32 tahun
Tabel 5.6
Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit,
Personal Hygiene, Penggunaan APD) pada Pekerja Bagian Processing dan
Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011
No Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%) 1. Jenis Kelamin Perempuan 30 60 Laki-laki 20 40
2. Riwayat Penyakit Kulit
Memiliki Riwayat Tidak Memiliki Riwayat
18 32
36 64
3. Personal Hygiene Tidak baik 11 22 Baik 39 78
4. Penggunaan APD Tidak lengkap 50 100 Lengkap 0 0 Jumlah 50 100
a. Masa Kerja
Masa kerja dalam penelitian ini dilihat dari lamanya responden bekerja pada
bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia. Berdasarkan tabel 5.5
didapatkan distribusi rata-rata masa kerja pekerja bagian processing dan filling
adalah 18 bulan dengan standar deviasi 16.732. Masa kerja terendah adalah 1 bulan
sedangkan masa kerja tertinggi adalah 84 bulan.
b. Usia
Variabel usia dinyatakan dalam tahun, yaitu lama hidup responden dari mulai
lahir hingga waktu penelitian. Berdasarkan tabel 5.5 didapatkan distribusi rata-rata
82
usia pekerja bagian processing dan filling adalah 22 tahun dengan standar deviasi
3.738. Usia termuda adalah 17 tahun sedangkan usia tertua adalah 32 tahun.
c. Jenis Kelamin
Jenis kelamin merupakan perbedaan yang tampak antara laki-laki dan
perempuan. Distribusi frekuensi jenis kelamin pekerja bagian processing dan filling
dapat dilihat dari tabel 5.6. Dalam tabel tersebut diketahui bahwa dari 50 pekerja, 30
pekerja (60%) berjenis kelamin perempuan dan 20 pekerja (40%) berjenis kelamin
laki-laki.
d. Riwayat Penyakit Kulit
Riwayat penyakit kulit merupakan pekerja yang sebelumnya atau sedang
menderita penyakit kulit pada bagian tangan. Berdasarkan tabel 5.6 dapat diketahui
bahwa dari 50 pekerja, 18 pekerja (36%) memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya
dan 32 pekerja (64%) tidak memiliki riwayat penyakit kulit sebelumnya.
e. Personal Hygiene
Personal Hygiene dalam penelitian ini merupakan kebiasaan pekerja untuk
menjaga kebersihan diri sebelum dan setelah bekerja. Berdasarkan tabel 5.6 dapat
diketahui bahwa dari 50 pekerja, 11 pekerja (22%) memiliki personal hygiene yang
tidak baik dan 39 pekerja (78%) memiliki personal hygiene yang baik.
f. Gambaran Penggunaan APD
Penggunaan APD dalam penelitian ini merupakan kelengkapan pekerja untuk
menggunakan alat pelindung diri guna melindungi bagian tubuh dari kontak
langsung dengan bahan kimia selama melakukan pekerjaan. Berdasarkan tabel 5.6
83
dapat diketahui bahwa seluruh pekerja bagian processing dan filling tidak lengkap
dalam menggunakan APD. Sehingga dalam penelitian ini variabel pengunaan APD
tidak bisa dilakukan analisis lebih lanjut, dikarenakan datanya homogen.
5.3 Analisis Bivariat
5.3.1 Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Analisis bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat yang
bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independen dengan variabel
dependen. Uji yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara faktor langsung
(lama kontak) dengan kejadian dermatitis kontak menggunakan uji t-independen
yang hasilnya akan dijelaskan dibawah ini.
a. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Hasil penelitian mengenai hubungan antara faktor langsung (lama kontak)
dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling
PT.Cosmar Indonesia dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 5.7
Distribusi Faktor Langsung (Lama Kontak) dengan Kejadian Dermatitis
Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia
Tahun 2011
Kejadian Dermatitis Kontak
N Mean
(jam/hari) SD P value
Dermatitis 24 5.92 2.083 0.020
Tidak dermatitis 26 4.54 1.964
Berdasarkan tabel 5.7 diatas, diketahui bahwa rata-rata lama kontak pada
pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah 6 jam/hari dengan standar deviasi
sebesar 2.083, sedangkan rata-rata lama kontak pada pekerja yang tidak mengalami
84
dermatitis kontak adalah 4.54 jam/hari dengan standar deviasi sebesar 1.964.
Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.020, yang artinya
pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara lama kontak dengan kejadian
dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia
tahun 2011.
5.3.2 Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis
Kontak
Uji yang digunakan untuk menganalisis hubungan antara faktor tidak
langsung dengan kejadian dermatitis kontak pada penelitian ini, menggunakan uji t-
independen dan chi square. Uji t-independen digunakan untuk variabel masa kerja
dan usia, sedangkan uji chi square digunakan untuk variabel jenis kelamin, riwayat
penyakit kulit dan personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak. Hasil
penelitian mengenai hubungan antara faktor tidak langsung (masa kerja, usia, jenis
kelamin, riwayat penyakit kulit dan personal hygiene) dengan kejadian dermatitis
kontak pada pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia dapat dilihat
pada tabel berikut.
Tabel 5.8 Distribusi Faktor Tidak Langsung (Masa Kerja dan Usia) dengan Kejadian
Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.Cosmar
Indonesia Tahun 2011
No Variabel Kejadian
Dermatitis Kontak
N Mean SD P value
1. Masa Kerja Dermatitis 24 23.92 bulan 19.744 0.012
Tidak dermatitis 26 12.27 bulan 11.062 2. Usia Dermatitis 24 23.25 tahun 4.162 0.008 Tidak dermatitis 26 20.42 tahun 2.730
85
Tabel 5.9
Distribusi Faktor Tidak Langsung (Jenis Kelamin, Riwayat Penyakit Kulit,
Personal Hygiene) dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Bagian
Processing dan Filling PT.Cosmar Indonesia Tahun 2011
a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa rata-rata masa kerja pada pekerja yang
mengalami dermatitis kontak adalah 24 bulan dengan standar deviasi sebesar 19.744,
sedangkan rata-rata masa kerja pada pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak
adalah 12.27 bulan dengan standar deviasi sebesar 11.062. Berdasarkan hasil uji
statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.012, yang artinya pada α 5% ada
hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun 2011.
b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Berdasarkan tabel 5.8 diketahui bahwa rata-rata usia pada pekerja yang
mengalami dermatitis kontak adalah 23.25 tahun dengan standar deviasi sebesar
4.162, sedangkan rata-rata usia pada pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak
No. Variabel Kategori
Kejadian Dermatitis Total
Pvalue Dermatitis Tidak
Dermatitis n % n % n %
1. Jenis Kelamin Perempuan 11 36,7
19
63,3
30
100
0.094
Laki-laki 13 65,0 7 35,0 20 100
2. Riwayat Penyakit Kulit
Memiliki Riwayat
7 38,9
11
61.1
18
100
0.501
≠ Memiliki Riwayat
17 53,1 15 46.9 32 100
3. Personal hygiene
Tidak Baik 9 81,8
2
18.2
11
100
0.028
Baik 15 38,5 24 61.5 39 100
86
adalah 20.42 tahun dengan standar deviasi sebesar 2.730. Berdasarkan hasil uji
statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.008, yang artinya pada α 5% ada
hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis kontak pada
pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun 2011.
c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Berdasarkan tabel 5.9 pekerja yang berjenis kelamin perempuan dan
menderita dermatitis kontak sebesar 36,7% (11 dari 30 pekerja) sedangkan pekerja
yang berjenis kelamin laki-laki dan menderita dermatitis kontak sebesar 65% (13 dari
20 pekerja). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.094,
yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin
dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling
PT.Cosmar Indonesia tahun 2011.
d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Berdasarkan tabel 5.9 pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit dan
menderita dermatitis kontak sebesar 38,9% (7 dari 18 pekerja) sedangkan pekerja
yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar
53.1 % (17 dari 32 pekerja). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue
sebesar 0.501, yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara
riwayat penyakit kulit dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian
processing dan filling PT.Cosmar Indonesia tahun 2011.
e. Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Berdasarkan tabel 5.9 pekerja dengan personal hygiene yang tidak baik dan
menderita dermatitis kontak sebesar 81.8% (9 dari 11 pekerja) sedangkan pekerja
87
dengan personal hygiene baik dan menderita dermatitis kontak sebesar 38.5% (15
dari 39 pekerja). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0.028,
yang artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara personal hygiene
dengan kejadian dermatitis kontak pada pekerja bagian processing dan filling
PT.Cosmar Indonesia tahun 2011.
88
BAB VI
PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian
Dalam pelaksanaan penelitian ini terdapat beberapa keterbatasan penelitian
yaitu :
1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Desain ini tidak dapat
menjelaskan hubungan sebab akibat, hanya menjelaskan hubungan keterkaitan.
Meskipun demikian, desain ini dipilih karena paling sesuai dengan tujuan
penelitian, serta efektif dari segi waktu.
2. Pemeriksaan kejadian dermatitis kontak hanya dilihat secara umum dari gejala-
gejala dan pemeriksaan fisik dengan bantuan dokter, tanpa mengunakan uji
tempel untuk memperkuat hasil. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan biaya
dan waktu penelitian.
3. Tidak ada data sekunder mengenai kondisi kesehatan pekerja. Hal ini
menyebabkan peneliti sulit menilai pencegahan kesehatan dan keselamatan kerja
yang sudah dilaksanakan secara baik dan efektif untuk mencegah terjadinya
dermatitis kontak di perusahaan.
4. Peneliti tidak diizinkan untuk mengetahui berapa konsentrasi setiap bahan kimia
yang digunakan, sehingga peneliti hanya melakukan analisis berdasarkan jenis
bahan kimia yang digunakan.
5. Peneliti hanya menganalisis beberapa bahan-bahan kimia umum yang pasti
digunakan dalam setiap proses pembuatan kosmetik di perusahaan. Hal tersebut
89
dikarenakan keterbatasan peneliti untuk mendapatkan data keseluruhan bahan
kimia yang digunakan serta dari segi waktu dan biaya untuk meneliti
keseluruhan bahan kimia yang digunakan di perusahaan.
6. Hasil penelitian sangat dipengaruhi oleh kejujuran responden dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan setiap variabel.
6.2 Kejadian Dermatitis Kontak
Dermatitis yang terjadi pada pekerja adalah dermatitis kontak akibat kerja.
Dermatitis kontak akibat kerja didefinisikan sebagai penyakit kulit dimana pajanan di
tempat kerja merupakan faktor penyebab yang utama serta faktor kontributor
(HSE,2000). Menurut Hudyono dermatitis kontak adalah kelainan kulit yang
disebabkan oleh bahan yang mengenai kulit, baik melalui mekanisme imunologik
(melalui reaksi alergi) maupun non-imunologik (dermatitis kontak iritan).
Hasil penelitian menunjukan bahwa 48% dari 50 orang pekerja di PT.Cosmar
Indonesia menderita dermatitis kontak. Berdasarkan diagnosa dokter, dari 48%
pekerja yang menderita dermatitis kontak, 33,3% pekerja mengalami dermatitis
kontak alergi dan 66,7% pekerja mengalami dermatitis kontak iritan. Hal tersebut
sejalan dengan studi epidemiologi di Indonesia yang memperlihatkan bahwa 97%
dari 389 kasus adalah dermatitis kontak, dimana 66,3% diantaranya adalah dermatitis
kontak iritan dan 33,7% adalah dermatitis kontak alergi (Hudyono, 2002).
Menurut Cohen (1999), kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab
terbesar dermatitis kontak akibat kerja. Pekerja di PT.Cosmar Indonesia berkontak
dengan bahan kimia saat melakukan proses pekerjaan. Diantara ribuan macam bahan
kimia yang digunakan, terdapat beberapa bahan kimia umum yang biasa digunakan
dalam setiap pembuatan produk kosmetik di PT.Cosmar Indonesia. Bahan-bahan
90
kimia tersebut berpotensi untuk menimbulkan dermatitis kontak, diantaranya
pengawet kosmetik yaitu paraben, formaldehid, quarternium, imidazodinyl urea,
diazolidilnyl urea, bronopol, dimethyloldimethyl hydantion, methylisothiazolinone
(MCI/MI), iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC), methyldibromoglutaronitrile/
phenoxyethanol dan bahan kimia lain seperti p-phenylenediamine (PPD), p-
toluenediamine, petrolatum, paraffin, cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl
alcohol, sodium hydroxine dan sodium lauryl ether sulfate.
Bahan kimia yang digunakan PT.Cosmar Indonesia diatas umumnya bersifat
iritan lemah dan sensitizer, sehingga dapat menyebabkan dermatitis kontak. Terlihat
dari 66,7 % pekerja yang menderita dermatitis kontak iritan timbul kelainan kulit
setelah berulang kali kontak dengan zat kimia, dengan kelainan kulit berupa plak
hiperpigmentasi (kulit yang menghitam dan terlihat lebih tebal), likenifikasi
(penebalan kulit), visura (retakan) serta timbul gejala seperti nyeri, panas, kulit
kering bahkan tanpa gejala.
Pada 33,3 % pekerja yang menderita dermatitis kontak alergi timbul kelainan
kulit setelah berkontak dengan zat kimia melalui proses sensitisasi sebelumnya.
Proses sensitisasi pada setiap individu bervariasi, bisa terjadi pada kontak pertama
kali atau kontak kesekian kali dengan bahan kimia. Kelainan kulit pada pekerja yang
menderita dermatitis kontak alergi berupa bercak kemerahan, papula (tonjolan
padat), vesikel (tonjolan berisi cairan), endema (bengkak) dan gejala gatal yang tidak
tertahankan.
Lokasi terjadinya dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar Indonesia di
bagian tangan meliputi punggung tangan, volar tangan, lengan bawah sisi depan dan
lengan bawah sisi belakang. Trihapsoro (2003) juga menyatakan bahwa dermatitis
91
kontak akibat kerja paling banyak ditemukan di tangan. Hal tersebut terjadi karena
dalam melakukan proses pekerjaan yang berkontak secara langsung dengan bahan
kimia adalah tangan pekerja, sehingga memungkinkan untuk terciptrat atau
tertumpah bahan kimia saat melakukan pekerjaan apabila tidak menggunakan APD
dengan lengkap. Umumnya pekerja yang mengalami dermatitis ringan hanya
menunjukan gejala gatal-gatal, nyeri, kulit kering dan retak-retak, sedangkan pekerja
yang mengalami dermatitis berat merasakan nyeri, panas, serta kulit bengkak.
Namun mereka tidak menyadari bahwa gangguan kulit tersebut merupakan gejala
dermatitis kontak.
Dari penjelasan di atas, dapat diketahui bahwa faktor penyebab utama
terjadinya dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar Indonesia yaitu kontak dengan
zat kimia melalui proses kerja. Berdasarkan pengamatan peneliti, dermatitis kontak
yang terjadi pada pekerja timbul akibat kecelakaan atau akibat kebiasaan kerja yang
buruk, seperti tidak memakai sarung tangan dan baju kerja yang menutupi seluruh
bagian tubuh saat melakukan proses pekerjaan serta kurang berhati-hati dalam
melakukan proses pekerjaan. Selain itu berdasarkan hasil pengamatan, pekerja yang
terkena bahan kimia saat melakukan proses pekerjaan tidak langsung membilasnya
dengan air, melainkan terus melanjutkan pekerjaannya. Hal tersebut memperbesar
peluang untuk terjadinya dermatitis kontak pada pekerja.
Faktor-faktor lain yang diteliti dalam penelitian ini juga sebagian besar
berpengaruh terhadap kejadian dermatitis kontak pada pekerja, seperti 100% pekerja
di PT.Cosmar Indonesia tidak lengkap dalam menggunakan APD, frekuensi lama
kontak pekerja dengan bahan kimia rata-rata 5.2 jam/hari, rata-rata masa kerja
pekerja pada bagian yang berkontak dengan bahan kimia 1,5 tahun yang artinya
92
selama 1,5 tahun pekerja terpapar dan kontak dengan bahan kimia, selain itu
walaupun pada saat dilakukan observasi didapatkan distribusi pekerja dengan
personal hygiene buruk lebih sedikit, hal tersebut tidak menutup kemungkinan pada
hari sebelum atau sesudah dilakukan observasi perilaku personal hygiene pekerja
lebih banyak yang tidak baik, karena observasi yang dilakukan hanya berdasarkan
satu waktu tertentu.
Maka dapat disimpulkan bahwa kejadian dermatitis kontak pada pekerja
PT.Cosmar Indonesia, terjadi akibat proses kerja yang mengharuskan para pekerja
berkontak dengan bahan kimia, kelalaian pekerja serta faktor-faktor lain yang
mendukung untuk terjadinya dermatitis kontak pada pekerja. Dibawah ini akan
dijelaskan lebih lanjut hasil penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan
dengan dermatitis kontak pada pekerja bagian procesing dan filling PT.Cosmar
Indonesia.
6.3 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Dermatitis Kontak
6.3.1 Hubungan antara Faktor Langsung dengan Kejadian Dermatitis Kontak
a. Lama Kontak dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Lama kontak merupakan jangka waktu pekerja berkontak dengan bahan kimia
dalam hitungan jam/hari. Lama kontak setiap pekerja berbeda-beda, sesuai dengan
proses pekerjaannya. Berdasarkan data pada tabel 5.4 diketahui frekuensi rata-rata
lama kontak pekerja bagian processing dan filling adalah 5,2 jam/hari. Bila
dihubungkan dengan kejadian dermatitis kontak, pada penelitian ini diketahui bahwa
rata-rata lama kontak pada pekerja yang mengalami dermatitis kontak adalah 6
jam/hari, sedangkan rata-rata lama kontak pada pekerja yang tidak mengalami
dermatitis kontak adalah 4,5 jam/hari.
93
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa adanya hubungan yang
signifikan antara lama kontak dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue
sebesar 0,020. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fatma Lestari
(2007) pada pekerja PT. Inti Pantja Press Industri, dimana pada penelitian tersebut
didapatkan hasil bahwa adanya hubungan yang bermaka antara lama kontak dengan
kejadian dermatitis kontak dengan Pvalue sebesar 0,003.
Kontak dengan bahan kimia merupakan penyebab terbesar dermatitis kontak
akibat kerja (Cohen, 1999). Besarnya bahaya pada pekerja tergantung oleh besaran
kontak yang terjadi, sehingga mengakibatkan tingginya resiko yang menentukan
pengaruh pada kesehatan kulit pekerja. Menurut Hudyono (2002), kontak kulit
dengan bahan kimia yang bersifat iritan atau alergen secara terus menerus dengan
durasi yang lama, akan menyebabkan kerentanan pada pekerja mulai dari tahap
ringan sampai tahap berat.
Pekerja di PT.Cosmar Indonesia berkontak dengan bahan kimia saat
melakukan proses pekerjaannya. Diantara ribuan macam bahan kimia yang
digunakan, terdapat beberapa bahan kimia umum yang biasa digunakan dalam setiap
pembuatan produk kosmetik di PT.Cosmar Indonesia. Bahan-bahan kimia tersebut
berpotensi untuk menimbulkan dermatitis kontak, diantaranya paraben, formaldehid,
quarternium, imidazodinyl urea, diazolidilnyl urea, bronopol, dimethyloldimethyl
hydantion, methylisothiazolinone (MCI/MI), iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC),
methyldibromoglutaronitrile/ phenoxyethanol, p-phenylenediamine (PPD), p-
toluenediamine, petrolatum, paraffin, cetyl alcohol, propylene glycol, isopropyl
alcohol, sodium hydroxine dan sodium lauryl ether sulfate
94
Berdasarkan Food and Drug Administration (FDA), pengawet kosmetik
seperti paraben, formaldehid, quarternium, imidazodinyl urea, diazolidilnyl urea,
bronopol, dimethyloldimethyl hydantion, methylisothiazolinone (MCI/MI),
iodopropylnyl buthylcarbamate (IPBC), methyldibromoglutaronitrile yang terdapat
di hampir setiap produk kosmetik merupakan bahan kimia bersifat iritan maupun
sensitizer yang dapat menyebabkan kelainan kulit seperti dermatitis kontak. Menurut
North American Contact Dermatitis (NACD), fragrance dan preservatif (pengawet
kosmetik) merupakan bahan kosmetik yang paling banyak menyebabkan dermatitis
kontak (Mehta and Reddy, 2003).
Berdasarkan Indonesian science forum, paraben yang terdapat di kosmetik,
deodoran dan beberapa produk perawatan kulit dapat memberikan efek kemerahan
dan reaksi alergi pada kulit. Propylene glycol yang terdapat pada produk kecantikan,
kosmetik dan pembersih wajah dapat memberikan efek kemerahan pada kulit dan
dermatitis kontak dan Isopropyl alcohol yang terdapat pada produk perawatan kulit
dapat memberikan efek iritasi kulit dan merusak lapisan asam kulit sehingga bakteri
dapat tumbuh dengan subur. Berdasarkan penelitian Prasari Sotya di Poliklinik Kulit
dan Kelamin RS Dr Sardjito Yogyakarta Tahun 2005-2006, tiga alergen standar yang
paling sering memberikan hasil pact test positif adalah fragrance mix, N-isopropyl-
N-phenyl para phenylenediamine dan paraben mix.
Berdasarkan penelitian-penelitian diatas, dapat diketahui bahwa beberapa
bahan kimia umum yang digunakan dalam proses pembuatan kosmetik di PT.Cosmar
Indonesia, berpotensi untuk menyebabkan dermatitis kontak. Bahan-bahan kimia
tersebut umumnya bersifat iritan dan sensitizer. Pada bahan iritan, kelainan kulit
timbul akibat kerusakan sel melalui kerja kimiawi atau fisis. Bahan iritan merusak
95
lapisan tanduk, denaturasi keratin, menyingkirkan lemak lapisan tanduk dan
mengubah daya ikat air kulit. Kebanyakan bahan iritan merusak membran lemak
(lipid membrane) keratinosit, tetapi sebagian dapat menembus membran sel dan
merusak lisosom, mitokondria atau komponen inti. Ketika terjadi kerusakan sel maka
akan timbul peradangan pada kulit. Akibat peradangan tersebut akan menimbulkan
kelainan kulit disertai gejala dermatitis kontak.
Bahan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah berulang kali
kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang
menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah
kerusakan sel dibawahnya oleh iritan. Sedangkan pada bahan iritan kuat akan terjadi
kematian sel secara spontan (saat kontak pertama kali dalam hitungan menit-jam),
tergantung luas paparan pada kulit (Djuanda, 2007).
Selain bersifat iritan, bahan kimia yang digunakan di PT.Cosmar juga ada
yang bersifat sensitizer. Kontak dengan bahan kimia yang bersifat sensitizer
menyebabkan reaksi alergi pada kulit. Mekanisme terjadinya kelainan kulit akibat
bahan kimia yang bersifat sensitizer mengikuti respon imun yang diperantai oleh sel
atau reaksi imunologik tipe IV. Reaksi ini timbul melalui dua fase, yaitu fase
sensitisasi dan fase elisitasi.
Fase sensitisasi terhadap sistem kekebalan tubuh berlangsung selama 2-3
minggu. Pada fase ini, hapten (zat kimia atau antigen yang belum di proses) masuk
ke dalam epidermis melalui stratum korneum dan ditangkap oleh sel langerhans yang
kemudian akan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol serta di
konjugasikan pada molekul HLA-DR menjadi antigen lengkap. Sel langerhans
melewati membran basal bermigrasi ke kelenjar getah bening setempat melalui
96
kelenjar limfe. Di dalam kelenjar tersebut sel langerhans mempresentasikan
kompleks HLA-DR-antigen kepada sel T spesifik untuk di proses (di kenali). Setelah
di proses, turunan sel ini yaitu sel-T memori akan meninggalkan kelenjar getah
bening dan beredar ke seluruh tubuh. Pada saat tersebut individu menjadi
tersensitisasi. Jika individu sudah tersensitisasi, maka saat kontak dangan zat yang
sama dapat menyebabkan reaksi alergi walaupun kontak bahan kimia dengan dosis
sangat rendah, proses ini disebut fase elisitasi. Fase elisitasi umumnya berlangsung
antara 24-48 jam (Djuanda, 2007).
Bila dikaitkan dengan lama kontak, rentetan peristiwa terjadinya dermatitis
kontak akibat bahan kimia diatas dapat terjadi pada pekerja saat pertama kali kontak
maupun pada kontak kesekian kali dengan bahan kimia. Bahan kimia yang
digunakan di PT.Cosmar Indonesia bersifat iritan lemah dan sensitizer. Pada iritan
lemah kelainan kulit timbul setelah berulang kali kontak atau dalam durasi yang
lebih lama, begitu juga dengan bahan kimia sensitizer.
Pada penelitian ini menunjukan bahwa pekerja yang mempunyai rata-rata
lama kontak dengan bahan kimia lebih lama cenderung lebih banyak menderita
dermatitis kontak, dibandingkan dengan pekerja yang mempunyai rata-rata lama
kontak lebih singkat. Terbukti bahwa lama kontak mempengaruhi kejadian dermatitis
kontak akibat kerja. Hal tersebut bisa terjadi karena semakin lama pekerja berkontak
dengan bahan kimia yang bersifat iritan maupun sensitizer, maka peradangan atau
iritasi kulit dapat terjadi sehingga menimbulkan kelainan kulit.
Oleh karena itu resiko kontak bahan kimia perlu dikendalikan dan dikontrol.
Cara mengontrolnya dengan melaksanakan standar dan prosedur kerja dengan baik,
misalnya memakai sarung tangan dan baju kerja yang tepat saat melakukan pekerjaan
97
yang berkontak dengan bahan kimia. Pengendalian kontak dapat dilakukan dengan
cara langsung membilas bahan kimia saat pertama kali mengenai kulit. Selain itu
konsentrasi bahan iritan atau alergen yang berada di lingkungan kerja perlu dikontrol
dan dikendalikan.
6.3.2 Hubungan antara Faktor Tidak Langsung dengan Kejadian Dermatitis
Kontak
a. Masa Kerja dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Menurut Handoko (1992) masa kerja adalah suatu kurun waktu atau lamanya
tenaga kerja itu bekerja di suatu tempat. Masa kerja dalam penelitian ini merupakan
jangka waktu pekerja mulai bekerja di bagian processing dan filling sampai waktu
penelitian. Masa kerja penting diketahui untuk melihat lamanya seseorang telah
terpajan dengan bahan kimia. Berdasarkan data pada tabel 5.5 diketahui bahwa
distribusi pekerja menurut masa kerja cukup bervariasi, dengan rata-rata masa kerja
pekerja bagian processing dan filling adalah 1,5 tahun.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pekerja yang mengalami
dermatitis kontak adalah pekerja yang memiliki rata-rata masa kerja selama 2 tahun,
sedangkan pekerja yang tidak mengalami dermatitis kontak memiliki rata-rata masa
kerja selama 1 tahun. Dari hasil analisis bivariat, menunjukkan bahwa adanya
hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak,
dengan Pvalue sebesar 0,012. Hal ini sejalan dengan penelitian Fatma Lestari (2007)
di PT.Inti Pantja Press Industri yang menunjukkan bahwa ada hubungan yang
signifikan antara masa kerja dengan kejadian dermatitis kontak. Sejalan pula dengan
penelitian Erliana (2008) pada pekerja percetakan paving blok yang mengatakan
98
bahwa semakin lama pekerja di perusahaan percetakan, semakin beresiko terhadap
terjadinya dermatitis kontak.
Penelitian ini menunjukan bahwa pekerja dengan rata-rata masa kerja lebih
lama cenderung lebih banyak menderita dermatitis kontak, dibanding pekerja dengan
rata-rata masa kerja lebih singkat. Hasil ini sebanding dengan hasil penelitian
Trihapsoro (2008) pada pekerja industri batik di Surakarta, pekerja dengan masa
kerja ≥1 tahun lebih banyak menderita dermatosis daripada dengan masa kerja
<1tahun.
Suma’mur (1996) menyatakan bahwa semakin lama seseorang dalam bekerja
maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan
kerja tersebut. Berkaitan dengan penelitian ini, semakin lama masa kerja pekerja di
bagian processing dan filling , semakin sering terpajan dan berkontak dengan bahan
kimia. Lamanya pajanan dan kontak dengan bahan kimia akan meningkatkan
terjadinya dermatitis kontak akibat kerja. Pekerja yang lebih lama terpajan dan
berkontak dengan bahan kimia menyebabkan kerusakan sel kulit bagian luar,
semakin lama terpajan maka semakin merusak sel kulit hingga bagian dalam dan
memudahkan untuk terjadinya penyakit dermatitis.
Masa kerja berkaitan dengan lama kontak pekerja di PT.Cosmar Indonesia.
Semakin lama pekerja yang berkontak dengan bahan kimia setiap harinya, ditambah
masa kerja yang lama akan memperberat kejadian dermatitis kontak pada pekerja.
Seperti halnya rata-rata lama kontak pada pekerja yang mengalami dermatitis kontak
yaitu 6 jam/hari dan pekerja tersebut memiliki rata-rata masa kerja selama 2 tahun,
artinya dalam durasi 6 jam/hari selama 2 tahun pekerja terpapar dengan zat kimia.
Zat kimia tersebut akan menimbulkan kelainan kulit pada pekerja setelah berulang
99
kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena delipidasi yang
menyebabkan kulit kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan
sel dibawahnya. Semakin lama berkontak maka semakin memperberat keadaan kulit
pekerja dan timbullah dermatitis kontak.
Oleh karena itu, baik pekerja baru maupun pekerja lama sebaiknya diberi
pelatihan terlebih dahulu mengenai hal-hal yang dapat menggangu keselamatan dan
kesehatan pekerja tersebut selama bekerja, yaitu melalui training mengenai proses
kerja aman, baik pada awal penerimaan bekerja maupun safety briefing terkait
melaksanakan standar dan prosedur kerja aman setiap hari sebelum mulai bekerja.
Selain itu juga perlu disediakan alat pelindung diri yang lengkap dan mencukupi
seluruh jumlah pekerja, sehingga dapat terhindar dari bahaya-bahaya bahan kimia.
Rotasi kerja ke bagian yang tidak mempunyai resiko kontak langsung dengan bahan
kimia juga pelu dilakukan.
b. Usia dengan Kejadian Dermatitis Kontak 2011
Usia merupakan salah satu unsur yang tidak dapat dipisahkan dari individu.
Selain itu usia juga merupakan salah satu faktor yang dapat memperparah terjadinya
dermatitis kontak. Berdasarkan tabel 5.6 rata-rata usia pekerja bagian processing dan
filling PT.Cosmar Indonesia yaitu 22 tahun. Bila dihubungkan dengan kejadian
dermatitis kontak, hasil penelitian ini menunjukan bahwa rata-rata usia pekerja yang
mengalami dermatitis kontak yaitu 23 tahun, sedangkan rata-rata usia pekerja yang
tidak mengalami dermatitis kontak yaitu 20 tahun. Hasil analisis bivariat
menunjukkan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian
dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0,008. Hal tersebut sejalan dengan
100
penelitian Dinny Suryani di LPA Benowo Surabaya yang menunjukan bahwa
terdapat hubungan yang signifikan antara usia dengan kejadian dermatitis.
Pada beberapa literatur menyatakan bahwa kulit manusia mengalami
degenerasi seiring bertambahnya usia. Sehingga kulit kehilangan lapisan lemak
diatasnya dan menjadi lebih sensitif dan kering. Kekeringan pada kulit ini
memudahkan bahan kimia untuk menginfeksi kulit, sehingga kulit menjadi lebih
mudah terkena dermatitis (Cohen,1999). Cronin (1980) juga berpendapat bahwa pada
dunia industri usia pekerja yang lebih tua menjadi lebih rentan terhadap bahan iritan.
Seringkali pada usia lanjut terjadi kegagalan dalam pengobatan dermatitis kontak,
sehingga timbul dermatitis kronik.
Walaupun dalam penelitian ini terdapat hubungan yang signifikan antara usia
dengan kejadian dermatitis kontak, akan tetapi sebagian besar usia pekerja bagian
processing dan filling PT.Cosmar Indonesia relatif muda dengan rata-rata usia 22
tahun. Menurut HSE (2000) kondisi kulit mengalami proses penuaan mulai dari usia
40 tahun. Pada usia tersebut, sel kulit lebih sulit menjaga kelembapannya karena
menipisnya lapisan basal. Selain itu produksi sebum juga menurun tajam, sehingga
banyak sel mati yang menumpuk karena pergantian sel menurun. Jika rata-rata usia
pekerja di PT.Cosmar Indonesia 22 tahun, maka dapat dikatakan masuk dalam
ketegori usia muda.
Beberapa penelitian menunjukan bahwa pekerja dengan usia muda juga
berpotensi mengalami dermatitis kontak. Seperti penelitian Fatma Lestari (2007)
pada pekerja PT.Inti Pantja Press Industri, didapatkan hasil 26 pekerja yang berusia
≤30 tahun terkena dermatitis kontak dan 13 pekerja yang berusia >30 tahun yang
terkena dermatitis kontak. Penelitian Anissa (2010) pada pekerja pengolahan sampah
101
juga didapatkan hasil bahwa pekerja berusia ≤ 31 tahun lebih banyak mengalami
dermatitis kontak dibanding pekerja berusia > 31 tahun.
Menurut NIOSH (2006) dari sisi usia, umur 15-24 tahun merupakan usia
dengan insiden penyakit kulit akibat kerja tertinggi. Hal tersebut disebabkan
pengalaman yang masih sedikit dan kurangnya pemahaman mengenai kegunaan alat
pelindung diri. Menurut HSE (2000), pekerja muda memiliki kecenderungan untuk
tidak menghargai keselamatan dan kebersihan seperti kurang hati-hati dalam
pekerjaan dan kerapkali tidak mau memakai alat pelindung diri yang telah
ditentukan, sehingga berpotensi terkena kontak dengan bahan kimia.
Menurut Erliana (2008) dalam konteks determinan kejadian dermatitis kontak
berdasarkan umur dapat menyerang semua kelompok umur, artinya umur bukan
merupakan faktor resiko utama terhadap paparan bahan-bahan penyebab dermatitis
kontak, sedangkan dari perbandingan penelitian cenderung didominasi oleh usia
pekerja dalam suatu perusahaan bukan dari aspek makin lama usia hidupnya
menyebabkan resiko terhadap terjadinya dermatitis kontak.
Maka dalam penelitian ini, peneliti menarik kesimpulan bahwa walaupun
sebagian besar usia pekerja bagian processing dan filling PT.Cosmar Indonesia
relatif muda, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk mengalami dermatitis kontak.
Pekerja muda mempunyai fungsi proteksi kulit yang lebih baik dibanding pekerja
tua, akan tetapi apabila dalam melaksanakan prosedur kerjanya tidak memperhatikan
aspek keselamatan dan kesehatan kerja, maka akan berpotensi untuk mengalami
dermatitis kontak. Oleh karena itu, untuk mencegah pekerja terkena dermatitis
kontak ataupun memperparah keadaan kulit pekerja, perlu dilakukan program
pemeriksaan kesehatan pada pekerja. Pemeriksaan tersebut meliputi pemeriksaan
102
sebelum bekerja dan pemeriksaan secara berkala. Diajurkan juga untuk seluruh
pekerja menggunakan APD dan memperhatikan kebersihan diri masing-masing
pekerja.
c. Jenis Kelamin dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Jenis kelamin adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan
dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Webster’s New World Dictionary).
Berdasarkan hasil penelitian ini, menunjukan bahwa pekerja pada bagian processing
dan filling yang banyak mengalami dermatitis kontak ádalah pekerja dengan jenis
kelamin laki-laki, yaitu sebanyak 13 pekerja (65%). Sedangkan pekerja dengan jenis
kelamin perempuan dan menderita dermatitis kontak hanya sebanyak 11 pekerja
(36,7%).
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara jenis kelamin dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue
sebesar 0,094. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Anissa (2010) di TPA
Cipayung yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan kejadian dermatitis kontak iritan, dengan Pvalue sebesar 1,000.
Penelitian Goh (1984-1985) di singapura juga melaporkan prevalensi dermatitis
kontak alergik pada 2471 pasien yang positif terhadap uji kulit terdiri dari 49,2%
perempuan dan 49,8% laki-laki.
Berbeda halnya dengan penelitian Trihapsoro (2003) yang menyatakan bahwa
perempuan memiliki prevalensi dua kali lipat terkena dermatitis kontak dibandingkan
laki-laki. Berdasarkan Aesthetic Surgery Journal terdapat perbedaan antara kulit pria
dengan wanita, perbedaan tersebut terlihat dari jumlah folikel rambut, kelenjar
sebaceous atau kelenjar keringat dan hormon. Kulit pria mempunyai hormon yang
103
dominan yaitu androgen yang dapat menyebabkan kulit pria lebih banyak berkeringat
dan ditumbuhi lebih banyak bulu, sedangkan kulit wanita lebih tipis daripada kulit
pria sehingga lebih rentan terhadap kerusakan kulit. Kulit pria juga memiliki kelenjar
aprokin yang tugasnya meminyaki bulu tubuh dan rambut, kelenjar ini bekerja aktif
saat remaja, sedangkan pada wanita seiring bertambahnya usia, kulit akan semakin
kering. Maka berdasarkan pernyataan tersebut, dalam hal penyakit kulit perempuan
dikatakan lebih berisiko mendapat penyakit kulit dibandingkan dengan pria.
Akan tetapi pada penelitian ini tidak terdapat hubungan antara jenis kelamin
dengan kejadian dermatitis kontak, hal tersebut dapat terjadi karena dalam penelitian
ini pekerja laki-laki lebih banyak di tempatkan di bagian yang sering berhubungan
langsung dengan bahan kimia, dengan durasi kontak lebih lama dibandingkan
pekerja berjenis kelamin perempuan. Terlihat pada bagian processing dimana pekerja
melakukan proses pengolahan bahan-bahan kimia menjadi sebuah produk, lebih di
dominasi oleh pekerja laki-laki, dan bagian filling pekerja laki-lakilah yang
mempunyai tugas memasukan bulk (adonan) ke mesin yang selanjutnya di masukan
ke wadah sesuai takaran. Selain itu pekerja laki-laki juga mempunyai tugas untuk
membersihkan mesin-mesin setelah pengolahan bahan-bahan kimia. Sehingga pada
penelitian ini, didapatkan hasil tidak adanya hubungan yang signifikan antara jenis
kelamin dengan kejadian dermatitis kontak.
Walau demikian masih terdapat 35% pekerja laki-laki yang tidak menderita
dermatitis kontak, yang artinya tidak semua pekerja laki-laki pada penelitian ini
mengalami dermatitis kontak. Hal tersebut dapat terjadi karena dari 35% pekerja
tersebut memiliki lama kontak dan masa kerja yang lebih singkat dibandingkan
dengan pekerja laki-laki lainnya, serta perilaku personal hygiene mereka yang baik.
104
d. Riwayat Penyakit Kulit dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Riwayat penyakit kulit dalam penelitian ini merupakan pekerja yang
sebelumnya atau sedang menderita penyakit kulit akibat kerja. Perlu dipertegas
bahwa riwayat penyakit kulit yang dialami pekerja pada penelitian ini terdapat di
bagian tangan, karena dalam proses kegiatan produksi yang berkontak dengan zat
kimia adalah tangan pekerja, sehingga apabila ada pekerja yang memiliki riwayat
penyakit kulit selain ditangan, masuk dalam kategori tidak memiliki riwayat.
Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan bahwa distribusi pekerja yang memiliki
riwayat penyakit kulit (36%) lebih sedikit, dibandingkan dengan pekerja yang tidak
memiliki riwayat penyakit kulit (64%). Bila dihubungkan dengan kejadian dermatitis
kontak, hasil penelitian menunjukan bahwa pekerja yang memiliki riwayat penyakit
kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar 38,9%, sedangkan pekerja yang tidak
memiliki riwayat penyakit kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar 53.1 %.
Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara riwayat penyakit kulit dengan kejadian dermatitis kontak, dengan
Pvalue sebesar 0,501. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Anissa (2010) di TPA
Cipayung yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara
riwayat penyakit dengan kejadian dermatitis kontak iritan. Akan tetapi berbeda
halnya dengan penelitian Fatma Lestari (2007) pada pekerja di PT.Inti Pantja Press
Industri yang menunjukan bahwa riwayat penyakit kulit sebelumnya berhubungan
dengan timbulnya penyakit dermatitis kontak, responden yang tidak mempunyai
riwayat penyakit kulit dan menderita dermatitis kontak sebesar 44,4%, sedangkan
responden yang mempunyai penyakit kulit sebelumnya dan menderita dermatitis
kontak sebesar 57,7%.
105
Fatma lestari (2007) menjelaskan bahwa riwayat penyakit kulit akibat
pekerjaan sebelumnya dapat menjadi salah satu faktor yang menyebabkan pekerja
terkena dermatitis kontak kembali. Menurut Djuanda (2007), pekerja yang
sebelumnya atau sedang menderita non dermatitis akibat kerja lebih mudah
mendapat dermatitis akibat kerja, karena fungsi perlindungan dari kulit sudah
berkurang akibat dari penyakit kulit yang diderita sebelumnya. Fungsi perlindungan
yang berkurang tersebut antara lain hilangnya lapisan-lapisan kulit, rusaknya saluran
kelenjar keringat dan kelenjar minyak serta perubahan pH kulit.
Umumnya pekerja di Indonesia telah bekerja pada lebih dari satu tempat
kerja. Hal ini memungkinkan ada pekerja yang telah menderita penyakit dermatitis
pada pekerjaan sebelumnya dan terbawa ke tempat kerja yang baru. Para pekerja
yang pernah menderita dermatitis merupakan kandidat utama terkena dermatitis. Hal
ini karena kulit pekerja tersebut sensitif terhadap bahan kimia. Jika terjadi inflamasi
terhadap bahan kimia, maka kulit akan lebih mudah teriritasi sehingga akan lebih
mudah terkena dermatitis (Cohen, 1999).
Namun berdasarkan hasil penelitian, menunjukan bahwa pekerja yang
memiliki riwayat penyakit kulit lebih sedikit mengalami dermatitis kontak. Hal
tersebut bisa terjadi karena pada penelitian ini distribusi pekerja yang memiliki
riwayat penyakit kulit pada bagian tangan lebih sedikit dibandingkan dengan pekerja
yang tidak memiliki riwayat penyakit kulit. Pada saat bekerja pada bagian processing
dan filling pekerja yang memiliki riwayat penyakit kulit sebagian besar sudah benar-
benar sembuh dari penyakitnya, sehingga sudah terbentuk kembali fungsi
perlindungan kulitnya. Selain itu semua pekerja, baik yang memiliki atau tidak
memiliki riwayat penyakit kulit, berpotensi untuk menderita dermatitis kontak karena
106
semua pekerja terpapar dan berkontak dengan zat kimia yang sama saat bekerja.
Dapat disimpulkan bahwa pada penelitian ini tidak ada hubungan yang signifikan
antara riwayat penyakit kulit dengan kejadian dermatitis kontak.
e. Hubungan antara Personal Hygiene dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Kebersihan Perorangan adalah konsep dasar dari pembersihan, kerapihan dan
perawatan badan kita. Sangatlah penting untuk pekerja menjadi sehat dan selamat
ditempat kerja. Kebersihan perorangan pekerja dapat mencegah penyebaran kuman
dan penyakit, mengurangi paparan pada bahan kimia dan kontaminasi, dan
melakukan pencegahan alergi kulit, kondisi kulit dan sensitifitas terhadap bahan
kimia. Berdasarkan tabel 5.9, menunjukan bahwa sebagian besar pekerja pada bagian
processing dan filling PT.Cosmar Indonesia mempunyai personal hygiene baik
sebanyak 78%, dan hanya 22% pekerja yang mempunyai personal hygiene buruk.
Hasil tersebut didapat dari observasi peneliti pada satu waktu tertentu.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukan bahwa 81.8% pekerja dengan
personal hygiene tidak baik menderita dermatitis kontak, sedangkan hanya 38.5%
pekerja dengan personal hygiene baik yang menderita dermatitis kontak. Hasil
analisis bivariat menunjukan bahwa adanya hubungan yang signifikan antara
personal hygiene dengan kejadian dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0,028.
Hal tersebut sejalan dengan penelitian Metty Carina (2008) pada pekerja pengangkut
sampah kota Palembang, yang menunjukkan bahwa ada hubungan hygiene pribadi
dengan kejadian dermatitis pada pekerja pengangkut sampah. Penelitian Fatma
Lestari (2007) pada pekerja di PT.Inti Pantja Press Industri juga menunjukan bahwa
29 pekerja dengan personal hygiene yang kurang mengalami dermatitis kontak dan
hanya 10 pekerja dengan personal hygiene baik yang mengalami dermatitis kontak.
107
Kebersihan pribadi merupakan salah satu usaha pencegahan terhadap
penyakit kulit. Salah satu tindakan personal hygiene untuk mencegah penyakit
dermatitis kontak yaitu dengan cara mencuci tangan yang baik dan benar. Karena
tangan merupakan anggota tubuh yang paling sering kontak dengan bahan kimia.
Dengan mencuci tangan sebelum melakukan proses pekerjaan dapat menghilangkan
kuman-kuman yang menempel sehingga tidak terbawa ke ruang produksi dan
mencuci tangan sesudah melakukan proses pekerjaan dapat menghilangkan dan
menetralkan pH dari zat-zat kimia yang menempel pada kulit ketika selesai
melakukan pekerjaan yang berkontak dengan zat kimia (Cohen, 1999).
Perusahaan sudah membuat peraturan untuk menjaga kebersihan diri selama
bekerja seperti peraturan untuk mencuci tangan. Sebelum memasuki ruang produksi
seluruh pekerja diwajibkan untuk mencuci tangan. Disediakan pula fasilitas lengkap
untuk membersihkan tangan seperti wastafel, sabun pencuci tangan dan pengering
tangan di lengkapi dengan panduan cara mencuci tangan yang baik dan benar
sebelum memasuki ruangan produksi. Hal tersebut sudah menjadi peraturan
perusahaan untuk menjamin kebersihan dan kualitas dari produk yang dihasilkan,
dan ternyata dapat pula memberikan efek positif untuk menghindari terjadinya
penyakit kulit diakibatkan bahan kimia yang menempel pada kulit. Terbukti pada
penelitian ini pekerja dengan personal hygiene baik lebih sedikit mengalami
dermatitis kontak dibanding pekerja dengan personal hygiene tidak baik.
Walau demikian masih terdapat beberapa pekerja yang tidak mematuhi aturan
untuk menjaga kebersihan diri selama di tempat kerja. Dari hasil observasi, selain
masih terdapat pekerja yang tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
proses kerja, terlihat pula beberapa pekerja tidak langsung membilas ceceran bahan
108
kimia yang menempel di kulit mereka saat melakukan proses pekerjaan. Pekerja
dengan personal hygiene buruk tersebut banyak yang mengalami dermatitis kontak.
Mereka tidak menyadari bahwa kontak dengan bahan kimia selama proses kerja,
apabila tidak langsung dibilas dengan air bisa menyebabkan penyakit kulit seperti
dermatitis.
Dari hal tersebut terlihat masih kurangnya kesadaran pekerja di PT.Cosmar
Indonesia akan pentingnya menjaga kebersihan diri mereka. Maka dari itu, perlu
adanya penyuluhan mengenai pentingnya perilaku hidup bersih dan sehat kepada
semua pekerja, serta diimbangi dengan pengawasan yang dilakukan oleh pihak
manajemen. Selain itu agar terhindar dari penyakit kulit akibat kerja, seluruh pekerja
sebaiknya memperhatikan kebersihan diri selama berada di lingkungan kerja, seperti
mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan proses kerja, langsung membilas
bagian tubuh saat terkena bahan kimia serta menggunakan pakaian yang bersih (tidak
ada tetesan bahan kimia) selama melakukan proses pekerjaan.
f. Hubungan antara Penggunaan APD dengan Kejadian Dermatitis Kontak
Penggunaan APD merupakan salah satu cara untuk mencegah terjadinya
dermatitis kontak akibat kerja, karena dengan mengunakan APD dapat terhindar dari
cipratan bahan kimia dan menghindari kontak langsung dengan bahan kimia.
Berdasarkan penelitian terdahulu menunjukan bahwa adanya hubungan yang
signifikan antara penggunaan APD dengan kejadian dermatitis kontak. Diantaranya
penelitian yang dilakukan oleh Erliana (2008) pada pekerja percetakan paving blok,
menunjukan bahwa pekerja yang tidak menggunakan APD 87,5% menderita
dermatitis kontak dibandingkan dengan pekerja yang menggunakan APD hanya
19%.
109
Penelitian Suryani (2008) pada pekerja pencuci botol juga menunjukan
adanya hubungan yang signifikan antara penggunaan APD dengan kejadian
dermatitis kontak, dengan Pvalue sebesar 0.001. Hal tersebut menunjukan bahwa
penggunaan APD merupakan faktor yang sangat penting terhadap terjadinya
dermatitis kontak. Akan tetapi berdasarkan hasil penelitian ini, diketahui bahwa
seluruh pekerja tidak mengunakan APD dengan lengkap saat melakukan proses
kerja. Sehingga tidak dapat dilakukan analisis lebih lanjut, karena data yang ada
bersifat homogen.
Berdasarkan pengamatan peneliti, tidak ada satupun pekerja yang
menggunakan APD dengan lengkap saat melakukan proses pekerjaannya. Padahal
pihak manajemen di PT.Cosmar Indonesia telah mengupayakan berbagai cara untuk
menjaga keselamatan dan kesehatan kerja seperti menyediakan APD yang sesuai
dengan kondisi pekerjaan. Alat pelindung diri yang tersedia diantaranya sarung
tangan karet, baju pelindung, masker dan penutup kepala. Namun jumlah yang
disediakan belum sesuai dengan jumlah pekerja pada masing-masing bagian,
terutama jumlah baju pelindung. Perusahaan hanya menyediakan baju pelindung bagi
pekerja lama dan sebagian besar baju pelindung yang di sediakan tersebut di bawa
pulang oleh masing-masing pekerja. Sehingga ketika ada pekerja baru yang bekerja,
tidak disediakan kembali baju pelindung guna melindungi bagian tubuh mereka dari
cipratan bahan kimia. Berikut hasil penuturan salah seorang supervisior bagian
produksi, saat di wawancarai mengenai ketidaksedianya baju pelindung yang
mencukupi :
“Dulu disediakan jas laboratorium, tapi pada di bawa pulang sama
pekerjanya, terus ga’ di balikin lagi, jadi jumlah jas laboratorium sekarang kurang.
110
Sekarang pekerja disuruh pakai baju kaos hijau dan putih aja yang bisa nyerap
keringat saat bekerja. Kaos hijau di bagian proses, kaos putih di bagian pengisian
dan pengemasan”.
Dari hasil penuturan diatas terlihat minimnya pengetahuan pihak manajemen
akan pentingnya menyediakan APD yang mencukupi bagi seluruh pekerja. Hasil
pengamatan peneliti terlihat pada bagian processing pekerja hanya menggunakan
kaos berwarna hijau dengan lengan panjang, walaupun berlengan panjang akan tetapi
sebagian lengannya di gulung sehingga memungkinkan zat kimia untuk mengenai
kulit mereka. Sedangkan pada bagian filling pekerja menggunakan kaos berwarna
putih dan sebagian besar berlengan pendek, hal tersebut semakin memperbesar
kemungkinan untuk tercipratnya bahan kimia saat melakukan proses kerja. Mereka
tidak menggunakan baju pelindung yang sebagaimana di wajibkan untuk pekerjaan
yang berhubungan dengan bahan kimia. Hal tersebut semata-mata dikarenakan
ketidaksedianya baju pelindung yang mencukupi bagi seluruh pekerja. Selain itu
pihak manajemen hanya memberikan alternatif untuk menggunakan kaos yang
menyerap keringat saat melakukan pekerjaan, bukan menyediakan kembali APD
yang mencukupi bagi seluruh pekerja. Maka dari itu perlu dilakukan intervensi
kepada pihak manajemen mengenai pentingnya APD guna mencegah terjadinya
kecelakaan ataupun penyakit akibat kerja, khususnya penyakit dermatitis kontak.
Selain itu juga perlu di cek kelengkapan, jumlah dan fungsi APD secara berkala oleh
pihak manajemen. Serta diberlakukannya peraturan untuk meletakkan APD
(khususnya baju pelindung) pada tempatnya setelah selesai melakukan pekerjaan.
Selain baju pelindung, sarung tangan juga merupakan alat pelindung diri yang
tidak kalah pentingnya digunakan pada pekerjaan yang berhubungan dengan bahan
111
kimia. Sarung tangan merupakan alat pelindung diri yang wajib digunakan pekerja
guna meminimalisir kontak langsung antara kulit dengan zat kimia. Berdasarkan
hasil pengamatan peneliti, pekerja bagian processing dan filling banyak yang tidak
menggunakan sarung tangan saat melakukan proses pekerjaannya. Hanya sedikit
pekerja yang menggunakan sarung tangan di tempat produksi. Padahal pihak
manajemen telah menyediakan sarung tangan yang mencukupi seluruh jumlah
pekerja. Berikut penuturan salah seorang pekerja saat diwawancarai mengenai
ketidakpatuhan mereka terkait penggunaan APD :
“Kalau pakai sarung tangan nanti kerjaannya jadi lama mbak, jadi
mengganggu pekerjaan. Terus juga cepet keringetan tangannya, jadi gak’ enak”.
Berdasarkan penuturan salah seorang pekerja tersebut, terlihat minimnya
pengetahuan pekerja terhadap pentingnya penggunaan APD. Sebagian besar pekerja
merasa risih dan berpendapat bahwa dengan mengunakan APD akan memperlambat
pekerjaan mereka. Mereka tidak mengetahui kontak langsung dengan bahan kimia
selama melakukan proses pekerjaan dapat mengakibatkan penyakit kulit akibat kerja.
Oleh karena itu, pihak manajemen perlu memberikan penyuluhan kepada pekerja
terkait pentingnya penggunaan APD untuk mencegah terjadinya kecelakaan ataupun
penyakit akibat kerja, khususnya penyakit dermatitis kontak. Penyuluhan mengenai
ciri-ciri, gejala serta penyebab penyakit dermatitis kontak juga perlu dilakukan,
sehingga pekerja dapat menghindari dan mencegah bahaya tersebut.
Ketidakpatuhan terkait penggunaan APD di atas, akan terus berlangsung jika
tidak ada pemantauan dan sanksi yang keras bagi pekerja yang melanggar peraturan.
Di PT.Cosmar Indonesia peraturan yang mewajibkan setiap pekerja untuk
mengunakan APD saat melakukan proses kerja juga telah tertera, akan tetapi
112
peraturan tersebut tidak berlaku apabila tidak diimbangi dengan pemantauan dari
pihak manajemen. Kepatuhan terkait penggunaan APD dapat berjalan dengan baik,
apabila pihak manajemen membentuk tim pengawas yang bukan hanya mengawasi
proses kerja tetapi juga mengawasi penggunaan APD. Pihak manajemen juga perlu
memberikan peringatan ataupun sangsi yang keras bagi pekerja yang tidak patuh
dalam menggunakan APD, seperti berupa pemotongan gaji. Dengan adanya
kerjasama dari pihak manajemen dan pekerja mengenai tindakan pencegahan bahaya
di lingkungan kerja, diharapkan dapat menghindari dan meminimalisir resiko
terjadinya dermatitis kontak di perusahaan tersebut.
113
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada bagian processing dan
filling PT.Cosmar Indonesia, diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Gambaran pekerja yang mengalami dermatitis kontak sebesar 48% dan pekerja
yang tidak mengalami dermatitis kontak sebesar 52%. Dari 48% pekerja yang
menderita dermatitis kontak, 33,3% pekerja mengalami dermatitis kontak alergi
dan 66,7% pekerja mengalami dermatitis kontak iritan.
2. Hasil yang secara statitik menunjukan hubungan dengan kejadian dermatitis
kontak adalah lama kontak (Pvalue 0,020), masa kerja (Pvalue 0,012), usia
(Pvalue 0,008) dan personal hygiene (Pvalue 0,028).
3. Sedangkan hasil yang secara statistik tidak menunjukan hubungan dengan
kejadian dermatitis kontak adalah jenis kelamin (Pvalue 1,000) dan riwayat
penyakit kulit (Pvalue 0,501).
4. Untuk variabel penggunaan APD didapatkan presentase sebesar 100% pekerja
tidak lengkap dalam penggunaan APD, sehingga tidak dapat dilakukan analisis
lebih lanjut karena data yang ada bersifat homogen.
114
7.2 Saran
Untuk mereduksi resiko dermatitis kontak pada pekerja PT.Cosmar
Indonesia, disarankan :
1. Bagi Pekerja
a. Pekerja seharusnya menggunakan alat pelindung diri dengan lengkap
selama melaksanankan proses kerja, terutama sarung tangan, baju kerja dan
sepatu kerja, sehingga dapat mencegah terjadinya kontak langsung dengan
bahan kimia.
b. Pekerja seharusnya memperhatikan kebersihan diri selama berada di
lingkungan kerja, seperti mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan
proses kerja, langsung membilas bagian tubuh saat terkena bahan kimia dan
menggunakan pakaian yang bersih (tidak ada tetesan bahan kimia) selama
melakukan proses pekerjaan.
2. Saran Bagi Pihak Manajemen PT.Cosmar Indonesia
a. Menyediakan alat pelindung diri yang lengkap seperti sarung tangan, baju
kerja dan sepatu kerja, serta mencukupi jumlah APD bagi seluruh pekerja.
b. Pekerja baru maupun pekerja lama seharusnya diberi pelatihan dan
penyuluhan mengenai proses kerja yang aman, pentingnya penggunaan
APD dan perilaku hidup bersih dan sehat selama bekerja.
c. Perlu dilakukan rotasi kerja pada pekerja bagian processing dan filling ke
bagian yang tidak mempunyai resiko terhadap terjadinya dermatitis kontak,
seperti bagian gudang atau pengepakan, dengan tetap mempertimbangkan
skill dari masing-masing pekerja.
115
d. Perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala baik pada pekerja
muda maupun pada pekerja usia lanjut, agar dapat terdeteksi secara dini
gejala-gejala dermatitis kontak sehingga dapat dilakukan tindakan
pengendalian dengan cepat.
f. Meningkatkan pengawasan yang bukan hanya mengawasi proses kerja
tetapi juga mengawasi personal hygiene dan penggunaan APD pekerja.
g. Memberikan peringatan atau pun sangsi tegas bagi pekerja yang tidak patuh
terhadap peraturan untuk menjaga kebersihan diri dan penggunaan APD.
3. Saran Bagi Peneliti Selanjutnya
a. Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat melakukan uji tempel untuk
memperkuat hasil diagnosa mengenai kejadian dermatitis kontak.
b. Diagnosa kejadian dermatitis kontak sebaiknya dilakukan oleh dokter
spesialis kulit.
c. Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat meneliti ukuran molekul, daya larut
serta konsentrasi dari bahan kimia yang kontak dengan kulit.
d. Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat meneliti variabel suhu dan
kelembaban, jika dilakukan pada kondisi lingkungan kerja yang berbeda-
beda.
e. Penelitian mengenai dermatitis kontak sebaiknya lebih difokuskan pada satu
jenis dermatitis kontak saja.
f. Perlu diadakan penelitian kualitatif untuk menggali lebih dalam pekerja
yang tidak lengkap dalam penggunaan APD dengan kejadian dermatitis
kontak.
DAFTAR PUSTAKA
Agius R. 2006. Occupational Exposure and its Limit, Practical Occupational Medicine.
www.agius.com. Diakses 21 Agustus 2011.
Cahyono A. 2004. Keselamatan Kerja Bahan Kimia di Industri, Gadjah Mada
University Press, Yogyakarta.
Cohen. DE. 1999. Occupational Dermatosis, Handbook of Occupational Safety and
Health, second edition, Canada.
Cronin E. 1980. Contact Dermatitis. Ediburgh London dan New York: Churchill
Livingstone.
Daili, Emmy, dkk. 2005. Penyakit Kulit Yang Umum di Indonesia. PT Medical
Multimedia Indonesia.
Djuanda Adhi. 2007. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Edisi 5 Bagian Ilmu Penyakit
Kulit dan Kelamin. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
Djunaedi H, Lokananta MD. 2003. Dermatitis Kontak Akibat Kerja, Majalah Kesehatan
Masyarakat Indonesia Nomor 3 volume 31.
Erliana. 2008. Hubungan Karakteristik Individu dan Penggunaan Alat Pelindung Diri
dengan Kejadian Dermatitis Kontak pada Pekerja Paving Block CV. F.
Lhoksumawe. Skripsi Universitas Sumatera Utara.
Firdaus U. 2003. Dermatitis Kontak Akibat Kerja: Penyakit Kulit Akibat Kerja
Terbanyak di Indonesia. Majalah Kesehatan Masyarakat, Vol. II no.5.
Florence, Suryani. 2008. Analisa Dermatitis Kontak pada Pekerja Pencuci Botol di PT X
Medan Tahun 2008. Skripsi Universitas Sumatera Utara.
Fredberg I.M, et all. 2003. Fitzpatrick’s Dermatology In General Medicine. 6th Ed,
McGraw-Hill Professional, New York.
Gilles L, Evan R, Farmer and Antoinette F H. 1990. The Pathophysiology of Irritant
Contact Dermatitis. In : Jacksin EM, Goldner R, editors Irritant Contact
Dermatitis, Clinical Dermatology, New York : Marcel Dekker.
Harahap. 1998. Ilmu Penyakit Kulit. Hipokrates, jakarta.
Hudyono J. 2002. Dermatosis akibat kerja. Majalah Kedokteran Indonesia, November
2002.
HSE. 2000. The Prevalence of Occupational Dermatitis among Work in The Printing
Industry and Your Skin dalam hsebooks.co.uk.
HSE UK. 2004. Medical Aspect Of Occupational Skin Disease. Guidance Note MS 24,
Second Edition. Norwich, England.
Hayakawa, R. 2000. Contact Dermatitis. Med.Sci. Nagoya.
Hipp, LL. 1985. Industrial Dermatoses. Chicago, USA: National Safety Council.
Indonesian Science Forum, Dermatitis Kontak Iritan, www.indonesiaindonesia.com,
Diakses tanggal 22 Juli 2011.
International Journal Of Cosmetic Surgery, Aesthetic Surgery Journal,
www.surgery.org, Diakses tanggal 25 Juli 2011.
Kosasih A. 2004. Dermatitis Akibat Kerja. Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin,
Fakultas Kedokteran, Universitas Indonesia. Jakarta.
Lestari, Fatma. 2007. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak
Pada Pekerja di PT Inti Pantja Press Industri. Skripsi Universitas Indonesia.
Mahadi IDR. 1993. Allergic contact dermatitis at private clinic in Medan (Indonesia)
during 1991-1992. Majalah Nusantara Vol XXIII No 3 Sept 1993, Medan: FK
USU.
Mausulli Anissa. 2010. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak
Iritan Pada Pekerja Pengolahan Sampah di TPA Cipayung Kota Depok Tahun
2010. Skripsi Universitas Islam Negeri Jakarta.
Metha S.S, Reddy B.S.N. 2003. Cosmetic Dermatitis – Current Perspectives.
International Journal of Dermatology.
Metty Carina. 2008. Hubungan Antara Higiene Pribadi Dengan Kejadian Dermatitis
pada Pekerja Pengangkut Sampah Kota Palembang Tahun 2008. Skripsi
Universitas Sriwijaya.
Michael, J. A. 2005. Dermatitis, Contact, Emedicine; www.emedicine.com, Diakses
tanggal 16 Juli 2011.
Nasution D, Manik M, Lubis E. 1995. Insidensi dermatitis kontak di RS Pirngadi Medan
Sumatera Utara 1992-1994.IN Kumpulan makalah Kongres Nasional VIII
Perdoski. Yogyakarta: Perdoski Yogyakarta.
NIOSH. 2006. Occupational and Environment Exposureof Skin to Chemic, dala,
http://www.mines.edu/outreach/oeesc.
NN, Kebersihan Perorangan, www.Hiperkes.com, Diakses tanggal 22 Juli 2011
Orton D.I, Wilkinson J.D. 2004. Cosmetic Allergy : Incidence, Diagnosis and
Managemen. Am J Clin Dermatol.
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia (PERDOSKI), 2009,
Kategori Galeri Kesehatan; Dermatitis Kontak, www.perdoski.org, Diakses 21
Agustus 2011
Putra, B. I. 2008. Penyakit Kulit Akibat Kerja Karena Kosmetik. Universitas Sumatera
Utara.
Prasari Sotya, dkk. 2009. Profil Dermatitis Kontak Kosmetik di Poliklinik Kulit dan
Kelamin RS Dr Sardjito Yogyakarta Tahun 2005 - 2006, Vol.XI.
Rietschel RL. 1985. Industrial Toxicology: Safety and Health Applications in The
Workplace. New York: Van Nostrand Rienhold.
SHARP. 1999. Preventing Occupational Dermatitsis. Washington State Departement of
Labour and Industries.
Suma’mur PK. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT Gunung
Agung
Suryani, Dinny. Dermatitis Akibat Kerja dan Upaya Pencegahan pada Pemulung
Sampah di LPA Benowo Surabaya. Skripsi FKM Universitas Airlangga.
Taylor S, Sood A. 2003. Occupational Skin Diseases. In : Fritzpatricks et al, editors
Dermatology in General Medicine 6 th ed. New York : Mc Graw Hill Book co.
Trihapsoro, Iwan. 2003. Dermatitis Kontak Alergik pada Pasien Rawat Jalan di RSUP
Haji Adam Malik,Medan. Skripsi Universitas Sumatera Utara.
Villafuerte LL, Palmero MLH. 2001. Prevalence and revalence pf patch test reactions at
the JRRMMC dermatology departement. The 6th Asian Dermatological Congress;
2001 Nov. 11-13; Bangkok.
Widyastuti, P. 2006. Dermatitis Akibat Kerja . Bumi Aksara. Jakarta.
World Health Organization (WHO). 2005. WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health
Care (Advance Draft): A Summary. Switzerland: WHO Press.
KUESIONER PENELITIAN
Assalamualaikum wr.wb
Bersama ini saya Mahasiswa Kesehatan Masyarakat, Peminatan Kesehatan dan
Keselamatan Kerja (K3), Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, ingin
menyampaikan bahwa akan melaksanakan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Dermatitis Kontak Pada Pekerja Bagian Processing dan Filling PT.
Cosmar Indonesia Tahun 2011”, yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat. Untuk itu saya memohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjawab
pertanyaan di bawah ini dengan jujur, semua jawaban Bapak/Ibu akan dijamin kerahasiaannya.
Atas perhatian dan kerjasama Bapak/Ibu, saya mengucapkan terima kasih
Peneliti
Febria Suryani
Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Isilah kuesioner penelitian ini sesuai dengan kondisi anda.
2. Pada pilihan ganda, beri tanda silang (X) pada jawaban yang paling sesuai dengan kondisi
anda.
3. Kode diisi oleh peneliti.
4. Kejujuran anda dalam menjawab kuesioner ini, sangat saya harapkan.
LAMPIRAN 3
Diisi oleh peneliti
Hasil Diagnosis Dokter :
0. Dermatits kontak
1. Tidak dermatitis kontak
A1 ( )
Diisi oleh responden/pekerja
1. Nama :
2. Alamat :
3. No. Telp/HP :
4. Sub Bagian Kerja:
No Pertanyaan Kode
Lama Kontak
1. Pernahkan anda kontak/bersentuhan dengan bahan kimia selama proses
pekerjaan anda?
a. Ya
b. Tidak
Jika “ya” lanjut ke pertanyaan no.2, jika “tidak” langsung ke no. 4
B1 ( )
2. Berapa lama anda bersentuhan dengan bahan kimia setiap harinya?
.......................................jam/hari
B2 ( )
3. Apakah kontak/sentuhan dengan bahan kimia tersebut karena proses kerja
atau karena kecelakaan (cipratan/tumpahan bahan kimia)?
a. Proses kerja
b. Kecelakaan
c. Proses kerja dan kecelakaan
B3 ( )
Masa kerja
4. Kapan anda mulai bekerja pada bagian processing/filling di PT. Cosmar
Indonesia ?
bulan.....................tahun......................
C1 ( )
No. Responden :
5. Apakah sebelumnya anda pernah bekerja dengan berkontak zat kimia pada
tempat kerja lain?
a. Ya
b. Tidak
Jika “ya” lanjut ke pertanyaan no.3, jika “tidak” langsung ke no.7
C2 ( )
6. Sejak kapan anda bekerja di tempat sebelumnya?
tahun......................................
C3 ( )
7. Jika tidak, anda dulu bekerja sebagai apa?
-..................................................
-..................................................
-..................................................
C4 ( )
Usia
8. Pada tanggal, bulan dan tahun berapa anda lahir ?
Tgl................bulan...............tahun.............
D1 ( )
Jenis Kelamin
9. Apa jenis kelamin anda ?
0. Perempuan
1. Laki-laki
E1 ( )
Riwayat Penyakit Kulit
10. Apakah sebelum bekerja pada bagian processing/filling di PT.Cosmar
Indonesia anda pernah menderita penyakit/kelainan kulit?
0. Tidak
1. Ya
Jika “ya” lanjut ke pertanyaan no.7, jika “tidak” selesai
F1 ( )
11. Bagaimana bentuk kelainan kulit yang anda derita? *jawaban boleh lebih dari 1
a. gatal e. tonjolan berisi air
b. kemerahan f. bengkak
c. beruntusan kecil g. luka robek/bekas jahitan
d. koreng h. lainya.............................................
F2 ( )
12 Pada bagian tubuh mana posisi kelainan kulit yang anda derita ?
-................................................
F3 ( )
-..................................................
-..................................................
13. Apakah anda telah melakukan pengobatan terhadap kelainan kulit yang
pernah anda derita?
a. Ya, hingga sembuh
b. Ya, tidak sembuh
c. Tidak melakukan pengobatan
F4 ( )
LEMBAR OBSERVASI
Personal Hygiene
No Kriteria Cheklist
1. Mencuci tangan dengan air dan sabun sebelum melakukan proses pekerjaan.
2. Mencuci tangan dengan air dan sabun setelah melakukan proses pekerjaan.
3. Melakukan tahapan-tahapan cara mencuci tangan yang benar.
4. Tangan dibilas dengan air yang cukup hingga tidak tersisa sabun pencuci tangan
5. Mengeringkan tangan setelah mencuci tangan.
6. Pakaian yang digunakan pekerja bersih tanpa ada tetesan bahan kimia
Penggunaan APD
No Kriteria Cheklist
1. Menggunakan sarung tangan yang terbuat dari terbuat dari vinyl atau neoprane
2. Sarung tangan yang digunakan menutupi seluruh bagian lengan
3. Mengunakan baju pelindung yang sesuai
4. Baju pelindung yang digunakan menutupi seluruh bagian tubuh sampai kebawah
5. Mengunakan sepatu yang menutupi seluruh bagian kaki
UNIVARIAT
1. KEJADIAN DERMATITIS KONTAK
dermatitis kontak
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid DERMATITIS 24 48.0 48.0 48.0
TIDAK DERMATITIS 26 52.0 52.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
2. LAMA KONTAK
Uji normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
lama kontak
N 50
Normal Parametersa Mean 5.20
Std. Deviation 2.119
Most Extreme
Differences
Absolute .174
Positive .174
Negative -.147
Kolmogorov-Smirnov Z 1.233
Asymp. Sig. (2-tailed) .095
a. Test distribution is Normal.
Statistics
lama kontak
N Valid 50
Missing 0
Mean 5.20
Median 5.00
Mode 8
Std. Deviation 2.119
Minimum 2
Maximum 8
lama kontak
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 2 4 8.0 8.0 8.0
3 11 22.0 22.0 30.0
4 8 16.0 16.0 46.0
5 4 8.0 8.0 54.0
6 6 12.0 12.0 66.0
7 5 10.0 10.0 76.0
8 12 24.0 24.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
3. MASA KERJA
Uji normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
masa kerja
N 50
Normal Parametersa Mean 17.86
Std. Deviation 16.732
Most Extreme
Differences
Absolute .157
Positive .142
Negative -.157
Kolmogorov-Smirnov Z 1.109
Asymp. Sig. (2-tailed) .171
a. Test distribution is Normal.
Statistics
masa kerja
N Valid 50
Missing 0
Mean 17.86
Median 12.50
Mode 7
Std. Deviation 16.732
Minimum 1
Maximum 84
masa kerja
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 1 4 8.0 8.0 8.0
2 2 4.0 4.0 12.0
4 4 8.0 8.0 20.0
5 1 2.0 2.0 22.0
6 3 6.0 6.0 28.0
7 6 12.0 12.0 40.0
8 1 2.0 2.0 42.0
9 1 2.0 2.0 44.0
12 3 6.0 6.0 50.0
13 1 2.0 2.0 52.0
14 1 2.0 2.0 54.0
15 1 2.0 2.0 56.0
17 3 6.0 6.0 62.0
21 1 2.0 2.0 64.0
23 1 2.0 2.0 66.0
24 2 4.0 4.0 70.0
25 1 2.0 2.0 72.0
27 3 6.0 6.0 78.0
28 1 2.0 2.0 80.0
29 1 2.0 2.0 82.0
30 2 4.0 4.0 86.0
33 1 2.0 2.0 88.0
34 1 2.0 2.0 90.0
41 1 2.0 2.0 92.0
42 1 2.0 2.0 94.0
48 1 2.0 2.0 96.0
61 1 2.0 2.0 98.0
84 1 2.0 2.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
4. UMUR
Uji normalitas
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
umur pekerja
N 50
Normal Parametersa Mean 21.78
Std. Deviation 3.738
Most Extreme
Differences
Absolute .143
Positive .143
Negative -.136
Kolmogorov-Smirnov Z 1.011
Asymp. Sig. (2-tailed) .258
a. Test distribution is Normal.
umur pekerja
N Valid 50
Missing 0
Mean 21.78
Median 21.00
Mode 19
Std. Deviation 3.738
Minimum 17
Maximum 32
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 17 1 2.0 2.0 2.0
18 8 16.0 16.0 18.0
19 9 18.0 18.0 36.0
20 5 10.0 10.0 46.0
21 5 10.0 10.0 56.0
22 4 8.0 8.0 64.0
23 6 12.0 12.0 76.0
24 3 6.0 6.0 82.0
25 2 4.0 4.0 86.0
26 1 2.0 2.0 88.0
27 2 4.0 4.0 92.0
30 1 2.0 2.0 94.0
31 2 4.0 4.0 98.0
32 1 2.0 2.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
5. JENIS KELAMIN
jenis kelamin pekerja
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid PEREMPUAN 30 60.0 60.0 60.0
LAKI-LAKI 20 40.0 40.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
6. RIWAYAT PENYAKIT KULIT SEBELUMNYA
Riwayat Penyakit Kulit
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid MEMILIKI RIWAYAT 18 36.0 36.0 36.0
TIDAK MEMILIKI RIWAYAT 32 64.0 64.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
7. PERSONAL HYGIENE
Personal Hygiene
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid TIDAK BAIK 11 22.0 22.0 22.0
BAIK 39 78.0 78.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
8. PENGGUNAAN APD
Alat Pelindung Diri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid TIDAK LENGKAP 50 100.0 100.0 100.0
BIVARIAT
1. LAMA KONTAK DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK
Group Statistics
dermatitis kontak N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
lama kontak DERMATITIS 24 5.92 2.083 .425
TIDAK DERMATITIS 26 4.54 1.964 .385
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval
of the Difference
Lower Upper
lama kontak Equal variances assumed .069 .795 2.408 48 .020 1.378 .572 .227 2.529
Equal variances not assumed 2.402 47.073 .020 1.378 .574 .224 2.533
2. MASA KERJA DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK
Group Statistics
dermatitis kontak N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
masa kerja DERMATITIS 24 23.92 19.744 4.030
TIDAK DERMATITIS 26 12.27 11.062 2.169
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
masa kerja Equal variances assumed 3.191 .080 2.600 48 .012 11.647 4.480 2.639 20.656
Equal variances not assumed 2.545 35.516 .015 11.647 4.577 2.360 20.934
3. UMUR DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK
Group Statistics
dermatitis kontak N Mean Std. Deviation
Std. Error
Mean
umur pekerja DERMATITIS 24 23.25 4.162 .850
TIDAK DERMATITIS 26 20.42 2.730 .535
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df Sig. (2-tailed) Mean Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence Interval of
the Difference
Lower Upper
umur pekerja Equal variances assumed 4.910 .031 2.861 48 .006 2.827 .988 .840 4.814
Equal variances not assumed 2.815 39.206 .008 2.827 1.004 .796 4.858
4. JENIS KELAMIN DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Jenis Kelamin * dermatitis
kontak 50 100.0% 0 .0% 50 100.0%
Jenis Kelamin * dermatitis kontak Crosstabulation
dermatitis kontak
Total
DERMATITIS
TIDAK
DERMATITIS
Jenis Kelamin PEREMPUAN Count 11 19 30
% within Jenis Kelamin 36.7% 63.3% 100.0%
LAKI-LAKI Count 13 7 20
% within Jenis Kelamin 65.0% 35.0% 100.0%
Total Count 24 26 50
% within Jenis Kelamin 48.0% 52.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 3.860a 1 .049
Continuity Correctionb 2.808 1 .094
Likelihood Ratio 3.907 1 .048
Fisher's Exact Test .082 .046
Linear-by-Linear
Association 3.782 1 .052
N of Valid Casesb 50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 9,60.
b. Computed only for a 2x2 table
5. RIWAYAT PENYAKIT DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Riwayat Penyakit Kulit *
dermatitis kontak 50 100.0% 0 .0% 50 100.0%
Riwayat Penyakit Kulit * dermatitis kontak Crosstabulation
dermatitis kontak
Total
DERMATITIS
TIDAK
DERMATITIS
Riwayat Penyakit Kulit MEMILIKI
RIWAYAT
Count 7 11 18
% within Riwayat Penyakit
Kulit 38.9% 61.1% 100.0%
TIDAK MEMILIKI
RIWAYAT
Count 17 15 32
% within Riwayat Penyakit
Kulit 53.1% 46.9% 100.0%
Total Count 24 26 50
% within Riwayat Penyakit
Kulit 48.0% 52.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square .935a 1 .333
Continuity Correctionb .452 1 .501
Likelihood Ratio .941 1 .332
Fisher's Exact Test .388 .251
Linear-by-Linear
Association .917 1 .338
N of Valid Casesb 50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8,64.
b. Computed only for a 2x2 table
6. PERSONAL HYGIENE DENGAN KEJADIAN DERMATITS KONTAK
Case Processing Summary
Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
Personal Hygiene *
dermatitis kontak 50 100.0% 0 .0% 50 100.0%
Personal Hygiene * dermatitis kontak Crosstabulation
dermatitis kontak
Total
DERMATITIS
TIDAK
DERMATITIS
Personal Hygiene TIDAK BAIK Count 9 2 11
% within Personal
Hygiene 81.8% 18.2% 100.0%
BAIK Count 15 24 39
% within Personal
Hygiene 38.5% 61.5% 100.0%
Total Count 24 26 50
% within Personal
Hygiene 48.0% 52.0% 100.0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square 6.462a 1 .011
Continuity Correctionb 4.841 1 .028
Likelihood Ratio 6.834 1 .009
Fisher's Exact Test .016 .013
Linear-by-Linear
Association 6.333 1 .012
N of Valid Casesb 50
a. 0 cells (,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 5,28.
b. Computed only for a 2x2 table
LAMPIRAN
FOTO 1. Gedung Cosmar
FOTO 2. Bahan kimia yang di olah
LAMPIRAN 6
FOTO 3. Bulk (Adonan) yang siap di filling
FOTO 4. Pekerja bagian processing
FOTO 5. Pekerja bagian filling
FOTO 6. Ketidakpatuhan penggunaan APD
FOTO 7. Pekerja dengan personal hygiene buruk
ceceran bahan kimia
FOTO 8. Ketersediaan sarana kebersihan diri
FOTO 9. Peraturan untuk menjaga kebersihan diri
FOTO 10. Peraturan terkait penggunaan APD