fenomena pengemis di kota tanjungpinang...

31
FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG NASKAH PUBLIKASI Skripsi Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoeh Gelar Serjana Bidang Sosiologi Oleh: RAJA NILA KURNIA SURYANINGSIH MARISA ELSERA PROGRAM STUDI SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016

Upload: duongnhan

Post on 31-Jan-2018

234 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG

NASKAH PUBLIKASI

Skripsi Diajukan Sebagai Syarat Untuk

Memperoeh Gelar Serjana Bidang Sosiologi

Oleh:

RAJA NILA KURNIA

SURYANINGSIH

MARISA ELSERA

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI

TANJUNGPINANG

2016

Page 2: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG

Raja Nila Kurnia

Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Maritim Raja Ali Haji

2016

ABSTRAK

Skripsi ini membahas fenomena pengemis di kota Tanjungpinang, yang mana rumusan

masalahnya adalah keberadaan pengemis kota Tanjungpinang dilihat dari dimensi kultural, structural,

dan jaringan sosial.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana keberadaan pengemis di kota

Tanjungpinang dilihat dari dimensi kutural, sturuktural, dan jaringan sosial. Dimana, masalah

gelandangan dan pengemis merupakan suatu permasalahan yang dihadapi oleh kota Tanjungpinang.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan Perda Nomor 8 Tahun 2005 tentang Ketertiban,

Kebersihan dan Keindahan Lingkungan yang mana menyatakan bahwa dilarang mengemis di muka

umum. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif yaitu untuk mengetahui

keberadaan pengemis kota Tanjungpinang dilihat dari dimensi kultural, structural, dan jaringan sosial,

dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi documenter

yang selanjutnya dianalisa secara kualitatif.

Adapun hasil penelitian di lapangan ditemukan bahwa tidak semua pengemis di kota

tanjungpinang yang mengalami kondisi fisik yang cacat. Banyak dijumpai pengemis yang kondisi

fisiknya masih kuat untuk mencari pekerjaan yang lain. Selain itu ditemukan juga bahwa ada beberapa

pengemis yang sudah mendapatkan bantuan dari pemerintah berupa modal usaha (UEP)

Kata Kunci : Fenomena Pengemis Di Kota Tanjungpinang

Page 3: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG

Raja Nila Kurnia

Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Maritim Raja Ali Haji

2016

ABSTRACT

This thesis discusses the phenomenon of beggars in the city of Tanjungpinang, with the

formulation of the problem is the presence of beggars Tanjungpinang city views from the cultural

dimension, structural, and social networks.

This study was conducted to determine how the presence of beggars in the city of

Tanjungpinang seen from the dimensions kutural, sturuktural, and social networks. Where, bums and

beggars problem is a problem faced by the city of Tanjungpinang.

This research was conducted by law No. 8 of 2005 concerning Orderliness, Cleanliness

and Beauty Environment stating that it is forbidden to beg in public. The type of research used in this

research is descriptive research is to determine the presence of beggars Tanjungpinang city views

from the cultural dimension, structural, and social networks, using techniques of collecting data

through observation, interviews, and documentary studies were then analyzed qualitatively.

Based on the results of research in the field found that not all beggars in the city of

Tanjungpinang experiencing physical condition defects. Found many beggars are still strong physical

condition for finding another job. In addition it also found that there are some beggars who have

received assistance from the government in the form of venture capital (UEP).

Keywords: Beggars phenomenon in Tanjungpinang

Page 4: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

A. Pendahuluan

Latar Belakang

Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini di

Indonesia, sehingga menjadi suatu fokus perhatian bagi pemerintah Indonesia.

Masalah kemiskinan ini sangatlah kompleks dan bersifat multidimensional, dimana

berkaitan dengan aspek sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan

terus menjadi masalah fenomenal di belahan dunia, khususnya Indonesia yang

merupakan negara berkembang.

Indonesia merupakan salah satu negara berkembang, dimana negara

berkembang 'identik dengan 'kemiskinan'. Menurut Parsudi Suparlan kemiskinan

adalah sebagai suatu standar tingkat hidup yang rendah; yaitu adanya suatu tingkat

kekurangan materi pada sejumlah atau segolongan orang dibandingkan dengan

standar kehidupan yang umum berlaku dalam masyarakat yang bersangkutan.

Standar kehidupan yang rendah ini secara langsung nampak pengaruhnya terhadap

tingkat keadaan kesehatan, kehidupan moral dan harga diri dari mereka yang

tergolong sebagai orang miskin. (Hartomo, 2008:315).

Semakin sempitnya lapangan pekerjaan maka semakin sulit seseorang

mendapatkan pekerjaan sehingga membuat semakin mundurnya kualitas sumber daya

manusia di Indonesia. Sulitnya mendapatkan pekerjaan merupakan salah satu alasan

seseorang menjadi pengemis. Pendapat Soerdjono Soekanto tentang pengemis adalah

seseorang yang meminta uang atau barang lain kepada orang lain yang tidak

mempunyai kewajiban sosial untuk menanggung hidupnya (1985: 51). Fenomena

munculnya pengemis diindikasikan karena himpitan ekonomi yang disebabkan

Page 5: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

sempitnya lapangan kerja, sumber daya alam yang kurang menguntungkan dan

lemahnya sumber daya manusia (SDM).

Berdasarkan Permensos No.08 Tahun 2012 tentang Pedoman Pendataan dan

Pengelolaan Data Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial dan Potensi dan

Sumber Kesejahteraan Sosial yang dimaksud denganpengemisadalah orang-orang

yang mendapatkan penghasilan dengan meminta-minta di muka umum dengan

berbagai cara dan alasan untuk mengharapkan belas kasihan dari orang lain.

(http://www.academia.edu/8020154/Makalah_tentang_Pengemis)

Penyebaran pengemis di Indonesia sudah sangat luas jangkauannya.Saat ini

pengemis tidak hanya terdapat di kota-kota besar tetapi juga banyak terdapat di kota-

kota kecil. Daya tarik yang terdapat di kota-kota besar tidak menyurutkan niat

pengemis untuk merantau ke kota-kota kecil demi mencari peruntungan sebagai

pengemis. Jarak yang jauh dari kota asal mereka rela ditempuh demi mendapatkan

pekerjaan yang mudah dengan pendapatan yang lebih baik sebagai pengemis seperti

yang terjadi di kota Tanjungpinang.

Pengemis di kota Tanjungpinang yang kebanyakan pengemis merupakan

pengemis pendatang dari pulau Sumatra dan Jawa serta pengemis yang sudah

dipulangkan ke daerah asalnya masing-masing akan terus kembali ke kota

Tanjungpinang dan sudah ada perda yang mendukung pelarangan mengemis di

tempat umum tetapi masih dijumpai pengemis yang mengemis di tempat umum

adalah hal yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti tentang pengemis di kota

Tanjungpinang.

Page 6: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas, yang jadi permasalahan

yang ada dalam penelitian ini adalah bagaimana keberadaan pengemis di kota

Tanjungpinang di lihat dari aspek kultural, struktural dan jaringan sosial.

C. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan penelitian

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk

mengetahui bagaimana keberadaan pengemis di kota Tanjungpinang di lihat dari

aspek kultural, struktural dan jaringan sosial.

2. Kegunaan penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan agar dapat menjadi acuan informasi dalam

penelitian mendatang, untuk menambah wawasan kajian ilmiah bagi mahasiswa,

dan dapat memberikan sumbangsih serta kontribusi bagi pengembangan

sosiologi sebagai bidang ilmu kemasyarakatan

D. Konsep Operasional

Menindaklanjuti bagaimana keberadaan pengemis di kota Tanjungpinang di

lihat dari aspek kultural, struktural dan jaringan sosial, maka konsep-konsep yang

dioperasionalkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Pengemis

Pengemis adalah seorang yang tidak mempunyai penghasilan tetap, dan

pada umumnya hidup dengan cara mengandalkan belas kasian dari orang lain.

Pengemis yang berada di kota Tanjungpinang biasanya beroperasi di sekitar

pasar, lampu-lampu merah, dan dirumah-rumah makan, Pengemis yang

Page 7: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

ketidakberdayaan mengubah nasib karena struktur sosial yang tidak mendukung

sehingga mereka tidak dapat menggunakan sumber-sumber pendapatan yang

sebenarnya tersedia bagi mereka. Keberadaan pengemis dilihat dari:

a. Dimensi kultural

Dimensi kultural yaitu kemiskinan yang muncul karna tututan tradisi/adat

yang membebani ekonomi masyarakat sehinga untuk mempunyai pendapatan

yang praktis demi menutup beban ekonominya mereka memilih jalan pintas

untuk mendapatkan uang.

b. Dimensi struktural

Dimensi struktural yaitu kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan

masyarakat karna struktur sosial sehinga mereka tidak dapat menggunakan

sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya, sehingga masyarakat yang tidak

mempunya skil dalam bekerja ataupun pengetahun mereka lebih memilih jalan

pintas untuk mendapatkan uang dengan cara mengimis dan minta belas kasihan

dari orang lain ditambah lagi mereka mengandalkan ketidak kesempurnaan fisik

yang ada pada mereka.

c. Jaringan sosial

Jaringan sosial merupakan hubungan – hubungan yang tercipta antar banyak

individu dalam suatu kelompok ataupun antar suatu kelompok dengan kelompok

lainya.

E. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini bersifat kualitatif dengan tipe penelitian deskriptif , yang

bertujuan membuat gambaran dan lukisan secara sistematis, faktual dan akurat

Page 8: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

mengenai fakta dan sifat serta hubungan antara fenomena objek yang diselidiki.

Sebagaimana dikemukakan oleh Moleong (2000:3) mengatakan “metode

kualitatif sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa

kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati

secara holistic (menyeluruh).

2. Lokasi Penelitian

Adapun lokasi yang akan menjadi lokasi penelitian ditetapkan di Kota

Tanjungpinang Kepulauan Riau. Alasan memilih lokasi ini adalah bahwa

Tanjungpinang merupakan salah satu tujuan wisata yang ada di Kepulauan Riau

yang seharusnya terbebas dari pengemis. Seperti yang telah disebutkan pada latar

belakang diatas, pengemis yang ada di Tanjungpinang kebanyakan merupakan

pendatang dari pulau Sumatra dan pulau Jawa dan sudah ada perda yang

mendukung tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan Lingkungan yang

menyatakan bahwa dilarang menggelandang/mengemis dimuka umum tetapi

masih banyak dijumpai pengemis yang mengemis di tempat umum di kota

Tanjungpinang.

3. Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini adalah:

a. Data Primer, yaitu data yang di dapatkan langsung dari informan melalui

wawancara bebas dan wawancara secara mendalam dari informan.

b. Data Sekunder, yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung dari obyek

penelitianseperti studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari bahan-bahan tertulis,

mengumpulkan data dan mengambil informasi dari buku-buku referensi, dokumen,

Page 9: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

foto, majalah, jurnal, artikel, dan internet serta literatur-literatur yang dianggap

relevan dengan penelitian ini.

4. Populasi dan Sampel

Sesuai dengan jenis penelitian yang telah dipaparkan sebelumnya, bahwa

penelitian deskriptif kualitatif tidak menggunakan populasi dan sampel, tetapi

digunakan dengan pendekatan secara intensif kepada responden yang dijadikan

sebagai informan dalam penelitian ( Sugiyono 2006 )

Adapun informan dalam penelitian ini adalah pengemis.Penentuan informan

dilakukan secara purposive sampling yaitu informan dipilih dengan

pertimbangan dan tujuan tertentu. Informan yang dipilih sebagai sumber data

dalam penelitian ini merupakan orang-orang yang dianggap telah mampu

memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti yaitu pengemis dengan kriteria

pengemis yang cacat dan tidak cacat, pengemis yang ada pada usia 30-65 tahun,

pengemis yang asli orang Tanjungpinang dan pengemis pendatang, pengemis

yang bersekolah dan tidak bersekolah dan pengemis yang menerima bantuan

modal usaha dan tidak menerima bantuan modal usaha dari pemerintah.

5. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data

hal ini beberapa sumber data atau teknik pengumpulan data yang biasa

digunakan dalam penelitian kualitatif adalah wawancara yang mendalam, observasi,

dan dokumentasi.

1. Observasi

Pengamatan dalam istilah sederhana adalah proses peneliti dalam melihat

situasi penelitian. Dalam penelitian ini yang diamati tentunya adalah pengemis dan

Page 10: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

kesehariannya, seperti bagaimana mereka berinteraksi, bekerja, bagaimana

lingkungan tempat tinggalnya, bagaimana penampilan mereka sehari-hari.

2. Wawancara

Wawancara merupakan suatu cara mengumpulkan data atau informasi

dengan cara langsung bertatap muka dengan informan, dengan maksud mendapatkan

gambaran lengkap tentang topik yang diteliti. Wawancara mendalam dilakukan

secara langsung dan berulang-ulang. Wawancara langsung dan mendalam

menggunakan instrument penelitian berupa interview guide. Interview guide

berisikan daftar pertanyaan yang sifatnya terbuka yang digunakan untuk menjadikan

wawancara yang dilakukan agar lebih terarah bertujuan menggali informasi yang

akurat dari informan. Yang akan diwawancarai adalah mengapa banyak dijumpai

pengemis di Tanjungpinang.

3. Dokumentasi

Dokumentasi digunakan sebagai penunjang penelitian penulis, dimana dalam

dokumentasi ini dapat melihat, mengabadikan gambar dilokasi penelitian. Selain itu

dokumentasi juga digunakan untuk mengumpulkan data-data yang berbentuk

catatan berupa hasil-hasil wawancara, serta dokumen-dokumen yang berkaitan

dengan penelitian, seperti dokumen profil kota Tanjungpinang, jumlah pengemis di

kota Tanjungpinang

F. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam penyusunan skripsi, maka penulis menyusun sistemtika

penulisan terdiri dari 5 bab sebagai berikut :

Page 11: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

BAB I PENDAHULUAN

Pada BAB pertama ini berisikan latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan

penulisan, manfaat penulisan, kerangka teori, konsep operasional, metode penelitian.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Pada BAB kedua ini berisikan tinjauan pustaka yang mana literatur berkaitan dengan

judul yang akan diteliti, dan kerangka teori yang akan digunakan penulis.

BAB III GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Pada BAB ketiga ini berisikan tentang gambaran umum tentang lokasi penelitian

serta fenomena pengemis di Kota Tanjungpinang.

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada BAB keempat ini berisikan hasil penelitian dan pembahasan berupa hasil dari

penelitian dan analisis dengan kesesuaian terhadap teori. Bab ini berisikan tentang

uraian hasil penelitian dan pembahasan mengenai fenomena pengemis di Kota

Tanjungpinang.

BAB V PENUTUP

Pada BAB lima berisi kesimpulan dari keseluruhan objek peneitian yang diteliti serta

saran dari hasil penelitian. Peneliti menguraikan mengenai kesimpulan dan saran

yang diperoleh dari keseluruhan hasil penelitian yang telah dilakukan.

G. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengemis

Masalah sosial gelandangan dan pengemis merupakan fenomena sosial yang

tidak bisa dihindari keberadaannya dalam kehidupan masyarakat. Terutama yang

berada di daerah kota Tanjungpinang. Akhir-akhir ini, publik kembali dibuat gelisah

Page 12: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

akibat kehadiran anak jalanan (anjal), gelandangan dan pengemis (gepeng),

pengamen dan pedagang asongan di sejumlah tempat di kota Tanjungpinang.

Terutama, di Lampu Merah, Pasar, Rumah Makan, dan bahkan di Tempat

Ibadah (Masjid). Kehadiran anak jalanan dan pengamen serta gelandangan pengemis

seringkali membuat pengunjung tidak nyaman, dan mereka kerap menggunakan kata-

kata kasar bahkan memaksa masyarakat untuk memberi sedekah atau membayar

mereka mengamen. Kehadiran mereka, baik di jalanan maupun di tempat-tempat

vital lainnya membuat publik terusik dengan beragam aksi yang dilakukannya.

Hal inilah yang membuat pemerintah melalui Satpol PP harus seseringkali

mengadakan penertiban di sejumlah tempat/lampu merah. Meskipun Pemko

Tanjungpinang sudah mengeluarkan dan menerapkan Peraturan Daerah

Tanjungpinang Nomor 8 Tahun 2005 Tentang Ketertiban, Kebersihan dan Keindahan

Lingkungan, namun anak jalanan dan gelandangan pengemis masih saja berkeliaran

di kota Tanjungpinang. Dalam hal ini, Pemerintah Dinas Sosial kota Tanjungpinang

selalu mengimbau kepada masyarakat untuk tidak memberi uang kepada anak

jalanan. Imbauan tersebut sangat beralasan karena dengan memberikan uang kepada

anjal atau gepeng (gelandangan dan pengemis), akan mematikan kreativitas mereka

sebagai generasi muda. Di kemudian hari, mereka akan mewarisi predikat

kemiskinan serta menjadi sumber keresahan dan penyakit sosial di masyarakat.

Pengemis adalah orang-orang yang diberikan uang melalui minta-minta

terhadap orang lain. Pekerjaan ini bersifat rutin dan dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan sendiri atau keluarga.

Page 13: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

Pendapat Soerdjono Soekanto tentang pengemis adalah seseorang yang

meminta uang atau barang lain kepada orang lain yang tidak mempunyai kewajiban

sosial untuk menanggung hidupnya

(https://sudarianto.wordpress.com/2008/02/08/apa-itu-pengemis/ )

B. Kemiskinan

Kemiskinan menjadi momok dalam masyarakat. Berbagai upaya dilakukan

untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi angka kemiskinan tidak turun secara

signifikan. Jumlah penduduk miskin pada tahun 2015 diprediksi mencapai 30,25 juta

orang atau sekitar 12,25 persen dari jumlah penduduk Indonesia. Kenaikan jumlah

penduduk miskin ini disebabkan beberapa faktor, termasuk kenaikan harga BBM,

inflasi, dan pelemahan dolar. Jika berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin

pada tahun 2014, presentase penduduk miskin di Indonesia mencapai 11,25 persen

atau 28,28 juta jiwa, maka pada 2015 ada tambahan penduduk miskin sekitar 1,9 juta

jiwa.(http://www.republika.co.id/berita/koran/pareto/15/01/02/nhjny6-tantangan-

kemiskinan-pada-2015)

Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk

memenuhi kehidupan yang pokok. Dikatakan berada dibawah kemiskinan apabila

pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti

pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain.

Pendekatan kemiskinan dikelompokkan menjadi tiga macam pendekatan

yaitu:

Page 14: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

1. Kemiskinan Kultural.

Kemiskinan kultural yaitu kemiskinan yang muncul karena tuntutan

tradisi/adat yang membebani ekonomi masyarakat, seperti sikap mentalitas

penduduk yang lamban, malas, konsumtif serta kurang orientasi ke depan.

2. Kemiskinan Struktural

Kemiskinan yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur

sosial sehingga mereka tidak dapat menggunakan sumber-sumber

pendapatan yang sebenarnya tersedia bagi mereka. Kemiskinan struktural ini

terjadi karena kelembagaan yang ada membuat anggota atau kelompok

masyarakat tidak menguasai sarana ekonomi dan fasilitas-fasilitas secara

merata.

3. Kemiskinan Alamiah

kemiskinan yang timbul sebagai akibat sumber daya yang langka jumlahnya,

atau karena tingkat perkembangan teknologi yang sangat rendah. Termasuk

didalamnya adalah kemiskinan akibat jumlah penduduk yang melaju dengan

pesat ditengah-tengah sumber daya alam yang tetap. ( Pheni Chalid, 2006:

6.3 )

C. Jaringan Sosial

Di dunia ini bisa dikatakan bahwa tidak ada manusia yang tidak

menjadi bagian dalam jaringan-jaringan hubungan sosial dengan manusia lainnya

didalam masyarakatnya. Dengan kata lain, manusia di bumi ini selalu membina

hubungan sosial dengan siapa pun, manusia lain dimana dia tinggal dan hidup

sebab manusia pada dasarnya tidak dapat/sanggup hidup sendiri. Berdasarkan hal

Page 15: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

ini maka sebuah masyarakat bisa dipandang sebagai jaringan hubungan sosial

antar individu yang sangat kompleks.

Bila ditinjau dari tujuan hubungan sosial yang membentuk jaringan-

jaringan sosial yang ada dalam masyarakat , dapat dibedakan menjadi tiga jenis

jaringan sosial, yaitu:

1. Jaringan Interest (jaringan kepentingan), dimana hubungan-hubungan sosial

yang membentuknya adalah hubungan-hubungan sosial yang bermuatan

kepentingan. Jaringan kepentingan terbentuk atas dasar hubungan-hubungan

sosial yang bermakna pada „tujuan-tujuan‟ tertentu atau khusus yang ingin

dicapai oleh pelaku. Bila tujuan-tujuan tersebut sifatnya spesifik dan konkret

seperti memperoleh barang, pelayanan, pekerjaan dan sejenisnya setelah

tujuan-tujuan tersebut tercapai biasanya hubungan-hubungan tersebut tidak

berkelanjutan.

2. Jaringan Sentiment (jaringan emosi) yang terbentuk atas dasar hubungan-

hubungan sosial yang bermuatan emosi, jaringan emosi terbentuk atas

hubungan-hubungan sosial, dimana hubungan social itu sendiri menjadi

tujuan tindakan sosial misalnya dalam pertemanan percintaan, atau hubungan

kerabat, dan sejenisnya. Struktur sosial yang dibentuk oleh hubungan-

hubungan emosi ini cenderung lebih mantap atau permanen.

3. Jaringan Power, dimana hubungan-hubungan sosial yang membentuknya

adalah hubungan-hubungan social yang bermuatan power. Pada jaringan

power, konfigurasi-konfigurasi saling keterhubungan antarpelaku di

dalamnya disengaja atau di atur. Tipe jaringan sosial ini muncul bila

Page 16: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

pencapaian tujuan-tujuan yang telah di targetkan membutuhkan tindakan

kolektif, dan konfigurasi saling keterhubungan antarpelaku biasanya dibuat

permanen. Hubungan-hubungan power ini biasanya ditujukan pada

penciptaan kondisi-kondisi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan

yang telah ditetapkan.

H. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Gambaran Umum Kota Tanjungpinang

Kota Tanjungpinang awal mulanya merupakan pusat pemerintahan

Kabupaten Bintan, yang dahulunya bernama Kabupaten Kepulauan Riau. Laju

pertumbuhan diberbagai sektor kehidupan masyarakat dan laju gerak pembangunan

serta yang berdekatan dengan negara Singapura dan Malaysia menjadikan kota

Tanjungpinang tidak lagi mencerminkan sebagai Ibukota Kecamatan. Hal tersebut

mendorong pemerintah Kabupaten Riau untuk meningkatkan status Tanjungpinang

sebagai sebuah Kota Administratif.

Pada tanggal 18 Oktober 1983, kota administratif Tanjungpinang diresmikan

dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 31 Tahun 1983 Tentang

Pembentukan Kota Administratif Tanjungpinang. Kemudian berdasarkan Undang-

undang Nomor 5 Tahun 2001 Tanjungpinang dinaikkan statusnya menjadi Daerah

Otonom kota Tanjungpinang. Perubahan status diikuti dengan pemekaran kecamatan

yang semula terdiri dari 2 kecamatan berubah menjadi 4 kecamatan, dengan 18

kelurahan.

Page 17: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

1. Keadaan Geografis

Secara geografis wilayah kota Tanjungpinang terletak di Pulau Bintan

dengan posisi berada

2. Keadaan Demografi

Kota Tanjungpinang berada di salah satu tanjung dan teluk pulau Bintan

yang merupakan bagian dari Kepulauan Riau, yang berdekatan dengan pulau

batam sebagai pusat petumbuhan baru Indonesia bagian barat dan Kepulauan

Riau serta berdekatan dengan negara tetangga Singapura.

Penduduk kota Tanjungpinang cenderung mengalami peningkatan yang

cukup signifikan dari setiap tahunnya. Salah satu dari penyebab terjadinya

peningkatan penduduk tersebut adalah adanya urbanisasi yaitu perpindahan

penduduk dari desa ke kota.

I. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Informan

Informan dalam penelitian kualitatif sengaja dipilih oleh peneliti, karena

dianggap mampu memberikan informasi seputar masalah yang sedang diteliti. Dalam

penelitian ini, informan yang dipilih adalah pengemis yang memang beroprasi di kota

Tanjungpinang, Informan mengetahui secara jelas bagaimana kondisi pekerjaan

mengemis, karakteristik informan juga ditentukan berdasarkan umur, jenis kelamin,

daerah asal dan status perkawinan.

1. Berdasarkan Umur

kebanyakan informan adalah berumur dengan rentang usia antara 30 sampai

40 tahun yaitu sebanyak 6 orang. Penentuan informan terbanyak dalam rentang usia

Page 18: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

ini, sengaja dilakukan peneliti, mengingat bahwa pengemis dalam usia ini karena

banyak dijumpai di kota Tanjungpinang dan pada umumnya masih kuat untuk

bekerja. Sedangkan informan dengan rentang usia 41 sampai 48 berjumlah 3 orang

sementara informan dengan rentang usia 48 sampai 65 berjumlah 1 orang.

2. Berdasarkan Jenis Kelamin

jumlah informan laki-laki sebanyak 3 orang dan jumlah informan perempuan

sebanyak 7 orang jika di totalkan jumlah informan seluruhnya 10 orang. Selama

peneliti dilapangan lebih banyak peneliti temukan pengemis perempuan yang

berada di kotaTanjungpinang dan informan hanya sebagai sample penelitian.

3. Berdasarkan Daerah Asal

yang berasal dari daerah jawa yaitu berjumlah 4 orang, dan yang berasal dari

kota padang yaitu berjumlah 4 orang, dan pengemis yang peneliti temukan yang

berasal dari kota Tanjungpinang berjumlah 2 orang jadi total keseluruhannya

berjumlah 10 orang. Dengan melihat tabel diatas dapat dikemukakan bahwa

daerah asal informan dapat dikatakan dominan berasal dari daerah Pulau Jawa

dan Padang.

4. Pengemis Berdasarkan Status Perkawinan

informan yang sudah menikah berjumlah 5 orang, informan yang belum menikah

yaitu berjumlah 2 orang, dan informan yang duda berjumlah 2 orang, sedangkan

informan yang sudah janda berjumlah 1 orang. Dengan melihat table di atas

dapat disimpulkan bahwa berdasarkan informan yang sudah menikah sangat

dominan dibandingkan dengan yang lainnya, hal ini sangat berpengaruh untuk

mereka tetap beraktivitas mengemis supaya bisa memenuhi kehidupan sehari-

Page 19: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

hari dikeluarganya dengan cara meminta-minta tanpa harus bekerja keras, seperti

masyarakat lainnya yang bekerja mengunakan tenaga dan pikiran agar bisa

memenuhi kehidupan sehari-hari mereka.

B. Fenomena Pengemis di Kota Tanjungpinang

Pada kehidupan gepeng mereka sebagian besar merupakan prang-orang yang

masih mempunyai tenaga kerja yang cukup kuat untuk bekerja dan memperoleh

uang dengan hasil keringat sendiri tanpa harus mengulurkan tangan kepada orang

lain untuk meminta-minta. Didalam kehidupannya gepeng adalah orang-orang

yang berasal dari luar daerah yang melakukan kegiatan / aktivitas meminta-minta

dengan tujuan bisa memperoleh penghasilan. Setelah diamati tempat tinggal

gepeng sangat tidak layak untuk dihuni dikarenakan tempat tinggal mereka

sangat kumuh dan tidak layak untuk ditempati. Mereka tinggal di kota

Tanjungpinang dengan menempati kos-kosan yang seharga Rp. 150.000

perbulan. Tempat tinggal mereka terdapat di Jalan Yusudarso di Gang Tantib

Kelurahan Tanjungpinang Kota yang terdiri dari 9 kamar yang dihuni oleh

gepeng.

Dapat dilihat bahwa gepeng merupakan orang-orang yang berasal dari luar

daerah seperti dari Padang, Medan dan Jawa. Mereka melakukan kegiatan

mengemis atau meminta-minta pada pagi hari sampai sore hari jam 5, dan

mereka berkumpul ditempat kos-kosannya tapi setelah menjelang magrib mereka

kembali lagi melakukan aktifitas meminta-minta. Dari masing-masing gepeng

yang melakukan aktifitasnya tidak melakukan pada tempat yang sama setiap

harinya, karena seorang pengemis yang melakukan kegiatan tersebut dalam 1

Page 20: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

hari bisa melakkan aktifitasnya diberbagai tempat seperti pada pagi hari berada

berada dipasar dan disinag harinya berada di Jalan Raya atau di Persimpangan

Lampu Merah. Mereka biasanya menyebar didaerah Pamedan, Pasar Sayur

KUD, di Simpang Lampu Merah di depan Museum dan di Pinang Lestari batu 9

Kota Tanjugpinang. Pada setiap hari jumat jam 11.00 mereka biasanya

berkumpul di depan Mesjid Raya Kota Tanjungpinang untuk meminta-minta.

Penghasilan yang didapat dari seorang pengemis bisa mencapai Rp

10.000.000 / bulan. Ini juga turut meningkatkan jumlah pengemis di kota

tanjungpinang. Tentu anda bertanya-tanya bagaimana bisa seorang pengemis

memiliki pendapatan mencapai Rp 10.000.000 / bulan, hal ini dapat diperjelas

oleh Kasi Pelayanan dan Rehabilitas Sosial Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota

Tanjungpinang menjelaskan cara menghitung pendapatan seorang pengemis /

bulan.

Menurut perhtungan rata-rata yang ditentukan dari pusat, dalam satu jam ada

60 menit dimana setiap lampu merah berhenti selama dua menit. Dalam waktu

dua menit tersebut, seorang pengemis bisa meminta-minta ketiga hingga lima

mobil dan didapat hasil rata-rata Rp 3.000 dan didapat hasil Rp 90.000.

sementara itu jam kerja pengemis dimulai dari jam 08.00-16.00, itu berarti setiap

harinya mereka mengemis selama enam jam.

Untuk menghitung pendapatan perhari mereka, angka Rp 90.000 tersebut

dikalikan selama enam jam didapat hasil Rp 540.000. Pendapatan yang cukup

besar bagi mereka tentunya. Kemudian untuk menghitung pendapatan mereka

per bulan dengan cara satu bulan ada 30 hari, dipotong dengan hari tidak

Page 21: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

produktif mereka selama 10 hari. Jadi hari produktif selama 20 hari tersebut

dikalikan Rp 540.000 menghasilkan angka nominal mencapai Rp 10.800.000.

Inilah hasil pendapatan pengemis setiap bulannya.

Dengan demikian dari pihak Instansi yang terkait seperti Dinsosnaker Kota

Tanjungpinang menghimbau kepada seluruh masyarakat Tanjungpinang agar

tidak memberikan uang kepada para pengemis yang meminta-minta. Bukan

berarti menghilangkan rasa sosial antar sesama, namun dengan cara memberikan

uang justru menjadikan mereka untuk malas bekerja dan meningkatkan angka

pengemis dijalanan.

Setelah diadakan Tanya jawab kepada gepeng ada sebagian dari mereka

mendapatkan uang bantuan dari pemerintah ada juga yang belum pernah

merasakannya.Hal ini dapat dikatakan bahwa penertiban yang dilakukan Dinas

Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang terhadap gepeng belum cukup

baik.

a. Dimensi Kultural

Kemiskinan kultural merupakan kemiskinan yang diakibatkan oleh gaya

hidup, perilaku, atau budaya individu/kelompok yang mendorong terjadinya

kemiskinan. Kemiskinan kultural terindikasi dalam perilaku hidup boros,

ketidakcakapan bekerja, dan tingkat tabungan rendah, serta adanya sikap pasrah

terhadap lingkungan kemiskinan. Kemiskinan model ini memiliki korelasi

dengan budaya masyarakat yang “menerima” kemiskinan yang terjadi pada

dirinya apa adanya, bahkan tidak merespons usaha-usaha pihak lain yang

membantunya keluar dari kemiskinan tersebut.

Page 22: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

Pengemis di Tanjungpinang sebetulnya masih mempunyai kemampuan

secara fisik untuk melakukan pekerjaan lain selain menjadi pengemis. Tetapi

mereka lebih memilih menjadi pengemis dengan alasan tidak ada pekerjaan lain

yang bisa mereka lakukan. Selain itu alasan menjadi pengemis adalah karena

pekerjaan yang mudah dan penghasilan yang lumayan besar membuat mereka

malas untuk bekerja keras.

Didalam penelitian dilapangan berkaitan dengan keberadaan pengemis

dilihat dari dimensi kultural, terdapat alasan menjadi pengemis yang terindikasi

termasuk dalam dimensi kultural yaitu sebagai berikut:

1. Malas

Rasa malas sejatinya merupakan sejenis penyakit mental. Siapa pun yang

dihinggapi rasa malas akan kacau kinerjanya dan ini jelas-jelas sangat

merugikan. Sukses dalam karir, bisnis, dan kehidupan umumnya tidak pernah

datang pada orang yang malas. Rasa malas juga menggambarkan hilangnya

motivasi seseorang untuk melakukan pekerjaan atau apa yang sesungguhnya dia

inginkan.

Rasa malas didalam penelitian ini adalah rasa malas mencari pekerjaan lain

selain mengemis karena mengemis adalah pekerjaan yang paling mudah dan

menghasilkan uang yang lumayan banyak. Kebiasaan mengemis membuat

pengemis betah menjadi pengemis karena dianggap mudah dan banyak orang

yang memberikan uang karena rasa kasihan mereka tehadap pengemis.

Dari hasil wawancara dari salah satu key informan mengatakan bahwasanya

masyarakat dan Pemerintah Kota Tanjungpinang juga ikut terlibat dalam

Page 23: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

meningkatnya jumlah pengemis karena masyarakat dan pejabat daerah juga ikut

memberikan uang kepada pengemis sehingga pengemis masih tetap bekerja

menjadi pengemis karena uang yang didapat lumayan banyak. Sikap mental

masyarakat kota Tanjungpinang yang sudah diajarkan dari kecil untuk

memberikan sedekah kepada pengemis menjadi salah satu faktor penyeab

pengemis masih ada di kota tanjungpinang karena semakin banyak yang

memberi maka semakin banyak uang yang diperoleh dari hasil mengemis.

Dari hasil observasi di lapangan ditemukan bahwa banyak pengemis yang

kondisi fisiknya tidak cacat atau masih muda dan masih mampu bekerja lebih

keras selain menjadi pengemis.

2. Tidak Merespon Bantuan Modal Usaha Dari Pemerintah

Sehubungan dengan Bantuan Modal Usaha ini dapat diketahui bahwa

bantuan usaha ini disebut dengan Usaha Ekonomi Produktif ( UEP ) yang mana

merupakan bantuan yang diperuntukkan untuk Penambahan Modal Usaha yang

telah dimiliki klien.

Berdasarkan SK nomor: 572/DS/PRS/2011 tentang bantuan UEP (Usaha

Ekonomi Produktif) maka akan dilaksanakan kegiatan bantuan Usaha Ekonomi

Produktif ( UEP ) untuk Para Bekas Binaan Permasyarakatan (BPWP) dan

Gelandangan Dan Pengemis dari dana Dekonsentrasi (APBN) Tahun anggaran

2011, untuk bantuan UEP BWPN sebanyak 10 orang, besar bantuannya adalah

Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah) dan bantuan untuk Gelandangan dan Pengemis

sebanyak 11 orang, besar bantuannya Rp. 2.000.000 (dua juta rupiah) perorang,

lokasi di Kota Tanjungpinang.

Page 24: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

Para BWBP dan Gepeng yang akan mendapat bantuan terlebih dahulu

diseleksi sesuai dengan kereteria yang sudah ditetapkan yaitu:

a. Memiliki minat untuk mengembangkan usaha dan meninggalkan profesi yang

lama sebagai pengemis

b. Tempat tinggal tidak berpindah-pindah

c. Memiliki latar kehidupan/keluarga yang jelas alamatnya.

d. Berjanji setelah menerima bantuan tidak kembali lagi menjadi gepeng

3. Pasrah Terhadap Kondisi Fisik

Setiap manusia dilahirkan dengan berbagai kelebihan dan kekurangan. Tidak

sedikit manusia terlahir dengan kurangnya anggota badan atau cacat. Hal ini

membuat kesempatan bersekolah dan kerja menjadi terbatas karena lapangan

pekerjaan yang mempekerjakan orang-orang yang kekurangan fisik sangatlah langka.

Sehingga akhirnya orang-orang penyandang cacat banyak yang tidak tau harus

bekerja apa untuk mempertahankan hidupnya sehingga mereka memilih menjadi

pengemis.

Selain cacat fisik faktor umur dan kesehatan juga mendorong seseorang

untuk menjadi pengemis karena beralasan bahwa tidak ada orang yang akan

mempekerjakan orang yang sudah tua dan sakit-sakitan sementara untuk berobat

tidak ada biaya jadi akhirnya menjadi pengemis untuk menutupi biaya hidup dan

untuk berobat.

4. Pasrah Terhadap Kondisi Ekonomi

Kemiskinan merupakan salah satu factor seseorang menjadi pengemis. Pada

umumnya seseorang menjadi pengemis karena kebanyakan alasannya adalah faktor

Page 25: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

ekonomi. Mereka mengemis demi untuk bertahan hidup dan untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari mereka. Ada beberapa pengemis yang mengatakan bahwa

mereka di kampung halamannya berkerja sebagai pengemen dan datang ke

Tanjungpinang karena dijanjikan akan bekerja sebagai pelayan restoran tetapi

sesampai di Tanjungpinang mereka malah ditipu dan dijual ke batu 15 kemudian

mereka berhasil kabur dari batu 15 dan terpaksa menjadi pengemis untuk

menyambung hidup di Tanjungpinang

b. Dimensi Strutural

Kemiskinan struktural merupakan kemiskinan yang timbul karena adanya

hegemoni dan kebijakan negara serta pemerintah atau orang-orang yang berkuasa,

dan pembangunan yang tidak merata. Bantuan dari pemerintah sangat penting dalam

mengentaskan kemiskinan. Kebijakan pemerintah yang tidak merata akanmelahirkan

kesenjangan sosial sehingga masyarakat miskin yang tidak merasakan dampak dari

bantuan pemerintah atau sulit mendapatkan akses pendidikan, kesehatan, serta

mendapatkan pekerjaan yang layak.

Masyarakat miskin yang sulit mendapatkan akses tersebut harus melakukan

apa saja demi mempertahankan hidupnya dan untuk memenuhi kebutuhan sehari-

hari. Salah satu yang dilakukan oleh masyarakat miskin yang menjadi dampak dari

tidak merasakan kebijakan pemerintah adalah dengan menjadi pengemis. Salah satu

alasan pengemis di Tanjungpinang mengemis ialah dengan sedikitnya bantuan dari

pemerintah yang mereka rasakan. Karena kemiskinan yang terlalu lama membuat

mereka harus melakukan seseuatu demi kelangsungan hidup mereka.

Page 26: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

1. Akses Pendidikan Yang Sulit

Pendidikan sangat penting dimiliki oleh seseorang apalagi di era globalisasi

ini. Dengan pendidikan seseorang dapat bersaing untuk mendapatkan pekerjaan

yang diinginkan. Tetapi untuk mendapatkan pendidikan diperlukan biaya yang tidak

sedikit. Bagi masyarakat miskin sangat sulit mendapatkan akses pendidikan karena

tidak memiliki biaya dan dulu belum ada kebijakan pemerintah berupa beasiswa

atau keringanan biaya sekolah bagi siswa yang tidak mampu.

2. Akses pekerjaan yang sulit

Saat ini persaingan didalam dunia kerja sanggat ketat. Semua orang

berlomba-lomba untuk mendapatkan ekerjaan yang terbaik untuk masa depan

kehidupannya. Jika seseorang memiliki pendidikan yang tinggi, mempunyai

keterampilan yang bagus dan mempunyai relasi maka orang tersebut akan dengan

mudah mendaptkan pekerjaan yang diinginkannya.

Tetapi tidak semua orang bisa memiliki kriteria yang memungkinkan ia

untuk mendapatkan pekerjaan seseaui keinginannya contohnya maysrakat miskin

yang tidak memiliki pendidikan, keterampilan, dan relasi kerja. Mereka akan

terasingan atau tersingkirkan dari persaingan dunia kerja. Apalagi seseorang yang

memiliki keterbatasan fisik atau cacat. Saat ini sangat jarang lapangan ekerjaan yang

membuka kesempatan untuk menerima seseorang yang kekurangan fisik atau cacat

sehingga mereka yang tersingkirkan didalam dunia kerja ni memilih kerja apa saja

demi mempertahankan hidupnya salah satunya menjadi pengemis.

3. Tidak punya akses untuk terlibat dengan kegiatan pelatihan keterampilan

Page 27: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

Mempunyai keterampilan akan sangat membantu seseorang untuk

mendapatkan pekerjaan. Keterampilan bisa didapat apabila seseorang beperndidikan

tinggi atau berlatih di tempat pelatihan keterampilan contohnya berlatih ditempat

kursus menjahit, kursus membuat makanan, kursus komputer dan sebagainya.

Tetapi hal ini tidak bisa dilakukan oleh pengemis karena keterbatasan ekonomi dan

fisik. Dalam hal ini pemeintah berperan penting dalam menyediakan pelatihan

keterampilan khusus untuk pengemis dan gelandangan tetapi pada kenyataannya di

Tanjungpinang belum ada sekolah pelatihan keterampilan khusus untuk pengemis

dan gelandangan.

c. Jaringan Sosial

Tidak ada manusia yang tidak menjadi bagian dalam jaringan-jaringan

hubungan sosial dengan manusia lainnya didalam masyarakatnya. Dengan kata lain,

manusia di bumi ini selalu membina hubungan sosial dengan siapa pun, manusia

lain dimana dia tinggal dan hidup sebab manusia pada dasarnya tidak dapat/sanggup

hidup sendiri. Berdasarkan hal ini maka sebuah masyarakat bisa dipandang sebagai

jaringan hubungan sosial antar individu yang sangat kompleks. Jaringan sosial yang

tecermin dari pengemis di kota Tanjungpinang adalah mereka saling berbagi tempat

untuk mengemis dan saling memberi hasil mengemis kepada teman sesame

pengemis yang hasil mengemisnya terbilang sedikit. Mereka juga saling

memberikan informasi disaat ada razia dari dinsos atau satpol PP. Hal ini seperti

yang diungkapkan oleh Ruddy Agusyanto yaitu suatu jaringan tipe khusus, dimana

ikatan yang menghubungkan satu titik ke titik lain dalam jaringan adalah hubungan

sosial. Berpijak pada jenis ikatan ini, maka secara langsung atau tidak langsung

Page 28: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

yang menjadi anggota suatu jaringan sosial adalah manusia.( Jaringan Sosial Dalam

Organisasi, Ruddy Agusyanto, 2007:13 )

J. PENUTUP

1. Kesimpulan

Kemiskinan lazimnya dilukiskan sebagai kurangnya pendapatan untuk

memenuhi kehidupan yang pokok. Dikatakan berada dibawah kemiskinan apabila

pendapatan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup yang paling pokok seperti

pangan, pakaian, tempat berteduh, dan lain-lain. Saat ini sudah banyak kebijakan-

kebijakan pemerintah yang dibuat untuk mengentaskan kemiskinan, akan tetapi

kebijakan yang dibuat oleh pemerintah tidak dilaksanakan secara merata sehingga

sebagian masyarakat ada yang belum merasakan dampak positif dari kebijakan

pemerintah tersebut. Masyarakat yang belum bisa merasakan dampak dari kebijakan

pemerintah akhirnya melakukan segala cara demi mempertahankan hidupnya

contohnya pengemis. Pengemis di kelompokan menjadi dua yaitu pengemis kultral

dan pengemis sturktural.

Pengemis kultural ialah pengemis yang mempunyai sifat malas, pasrah

terhadap kemiskinan, tidak respon tehadap bantuan dari pihak-pihak yang berusaha

mengeluarkannya dari kemiskinan, pola pikir seperti inilah yang membuat pengemis

tidak bisa keluar dari kemiskinan. Sebetulnya banyak pengemis di kota

Tanjungpinang yang masih memiliki kondisi fisik yang segar dan mampu untuk

memiliki pekerjaan lain selain menjadi pengemis, tetapi karena pola fikir mereka

yang kultural maka terlalu sulit untuk mereka berenti dari pekerjaan mereka

mengemis. Pola ikir seperti ini didukung pula oleh masyarakat Tanjungpinang

Page 29: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

dengan cara memberi pengemis uang atas dasar rasa kasihan dan untuk bersedekah

karena akan mendapat pahala.

Tentu saja pengemis kultural tidak akan ada jika kemiskinan struktural tidak

ada. Peran pemerintah juga sangat penting guna meminimalisir munculnya pengemis

di kota Tanjungpinang ini. Kemudahan akses pendidikan dan pekerjaan sangat

diharapkan oleh masyarakat miskin.Bantuan dari pemerintah untuk pengemis juga

dinilai terlalu sedikit dengan hanya memberikan modal usaha senilai 2 juta rupiah

dan bantuan itu tidak diberikan secara terus menerus melainkan hanya sekali.Tidak

adanya program pelatihan keterampilan juga perlu diperhatikan mengingat

persaingan didalam dunia pekerjaan yang mengandalkan keterampilan sudah sangat

banyak. Pengemis di kota Tanjungpinang harus diberi pelatihan keterampilan agar

bisa bekerja atau membuat usaha lain.

Berdasarkan penelitian di lapangan juga ditemukan terdapat jaringan sosial

antar pengemis. Jaringan sosial ini berjenis jaringan sentiment (jaringan emosi)

dimana jaringan ini terbentuk atas dasar hubungan-hubungan sosial, dimana

hubungan sosial itu sendiri menjadi tujuan tindakan sosial misalnya dalam

pertemanan, kekerabatan, saling membantu dan memberi informasi apabila ada razia.

2. Saran

1. Diharapkan kepada masyarakat tanjungpinang, agar lebih memberikan peran

untuk dapat membantu dalam pelaksanaan program-program yang telah

dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Karena setiap program

pemerintah adalah program untuk mensejahterakan rakyatnya.

Page 30: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

2. Diharapkan kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk lebih

memperhatikan pengemis yang ada di kota Tanjungpinang agar dapat kiranya

memberikan pengetahuan berupa pembelajaran untuk mengolah dana bantuan

yang telah diberikan dengan membuka usaha kecil seperti adanya pembelajaran

membuat kue, anyaman, menjahit, dan lain-lain, maka dengan demikian bantuan

yang diberikan kepada pengemis dapat berjalan sesuai yang diharapkan.

3. Diharapkan kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk memberikan

motivasi kepada gepeng untuk menggunakan bantuan modal tersebut sehingga

tidak menimbulkan kejenuhan pada mereka untuk mengelola modal yang

diberikan, supaya mereka meninggalkan pekerjaan yang pernah mereka lakukan

dahulunya yaitu meminta-minta ditempat keramaian.

4. Diharapkan kepada Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau untuk membuat

peraturan larangan kepada msyarakat kota tanjungpinang untuk tidak

memberikan uang kepada pengemis.

5. Diharapkan kepada masyarakat Tanjungpinang, agar lebih memberikan peran

untuk dapat membantu dalam pelaksanaan program-program yang telah

dilaksanakan oleh Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau. Karena setiap program

pemerintah adalah program untuk mensejahterakan rakyatnya

Page 31: FENOMENA PENGEMIS DI KOTA TANJUNGPINANG …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec61c9cb232a... · dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data melalui observasi,

DAFTAR PUSTAKA Abdulsyani, sosiologi skematika, teori, dan terapan : Jakarta jl. Sawo raya no 8, PT

Bumi Aksara, 2000

Bungin, Burhan, Penelitian Kualitatif : Jakarta, 2007, Kencana

Chalid pheni, Teori dan Isu Pembangunan. Jakarta: 2006, Penerbit Universitas

Terbuka

Dieter evers, hans, Sosiologi Perkotaan. Jakarta: 1982, PT. Pustaka LP3ES Indonesia

Dr. M. Munandar Soelaeman, Ilmu Sosial Dasar, bandung: 1986, Refika Aditama

James M. Henslin, Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi, Jakarta: 2007, Erlangga

Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, bandung : 2000, Remaja

Rosdakarya

Narwoko j. dwi, Suyanto Bagong, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta :

kencana 2010, Prenada Media Group

Paul, L. Hunt Chester, sosiologi, Jakarta : 1984, Erlangga

Prof. Dr. R. Nasrullah Nazsir, Drs., M.S, Sosiologi Kajian Lengkap Konsep dan Teori

Sosiologi Sebagai Ilmu Sosial, Bandung: 2008, Widya Padjadjaran

Rustiadi, Ernan dkk, Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta :2009,

Crestpent Press

Soekanto soerjono, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: 2007, PT RajaGrafindo

Persada

Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, bandung: 2010, alfabeta Sunarto kamanto, Pengantar Sosiologi, Jakarta : 2004, Fakultas Ekonomi Universitas

Indonesia

Syahrial syarbaini rusdiyanta, Dasar-Dasar Sosiologi, Yogyakarta : 2009, Graha Ilmu

SUMBER INTERNET

https://sudarianto.wordpress.com/2008/02/08/apa-itu-pengemis/

http://fokedki.blogspot.com/2012/08/kriteria-kemiskinan-di-indonesia.html

http://ahok.org/berita/news/larangan-memberi-pengemis-ada-di-perda-no-8-

2007/

xa.yimg.com/.../Gepeng+dan+Wajah+Pekanbaru.doc

JURNAL

Skripsi Suryaningsing Pengemis Suku Minangkabau di Tanjungpinang 1994