feritin dan hepcidin

7
HEPCIDIN Pada sebagian besar kasus anemia penyakit kronis terjadi karena adanya penekanan eritropoeisis oleh mediator inflamasi. Sitokin inflamasi seperti tumor necrosis faktor (TNF-α), Interleukin-1 (IL-1), dan Interferon gamma (IFN-γ) terlibat dalam terjadinya anemia penyakit kronik karena mengganggu proses eritropoeisis, serta TNF- α dan IFN-γ menimbulkan hypoferremia dan meningkatkan produksi feritin. Namun pada pasien dengan gangguan fungsi hati, beberapa studi terbaru mendapatkan adanya peran suatu hormon peptida yang kecil bernama hepsidin pada patogenesis anemia pada penyakit kronik. Hepsidin adalah suatu peptida asam amino 20-, 22- atau 25- hasil pemecahan asam amino yang lebih besar dan merupakan suatu acute phase protein, Hepsidin dihasilkan oleh hepatosit dan dapat dideteksi pada urine dan serum, ekpresinya meningkat jika terjadi inflamasi. Walaupun studi mengenai hepsidin masih terbatas jumlahnya, namun beberapa studi menyimpulkan bahwa hepsidin merupakan mediator langsung pada patogenesis anemia pada penyakit kronik yang beraksi sebagai negatif regulator penyerapan besi pada usus dan pelepasan oleh makrofag sehingga pemenuhan kebutuhan besi untuk eritropoesis menjadi tidak adekuat. 23 Anemia penyakit kronis pada umumnya normositik normokromik, tetapi ada juga penderita yang menunjukkan sel mikrositik atau hipokromik. Studi lain mengatakan sel monosit manusia yang

Upload: riko-jumattullah

Post on 18-Dec-2015

13 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

ferittin

TRANSCRIPT

HEPCIDIN

Pada sebagian besar kasus anemia penyakit kronis terjadi karena adanya penekanan eritropoeisis oleh mediator inflamasi. Sitokin inflamasi seperti tumor necrosis faktor (TNF-), Interleukin-1 (IL-1), dan Interferon gamma (IFN-) terlibat dalam terjadinya anemia penyakit kronik karena mengganggu proses eritropoeisis, serta TNF- dan IFN- menimbulkan hypoferremia dan meningkatkan produksi feritin. Namun pada pasien dengan gangguan fungsi hati, beberapa studi terbaru mendapatkan adanya peran suatu hormon peptida yang kecil bernama hepsidin pada patogenesis anemia pada penyakit kronik. Hepsidin adalah suatu peptida asam amino 20-, 22- atau 25- hasil pemecahan asam amino yang lebih besar dan merupakan suatu acute phase protein, Hepsidin dihasilkan oleh hepatosit dan dapat dideteksi pada urine dan serum, ekpresinya meningkat jika terjadi inflamasi. Walaupun studi mengenai hepsidin masih terbatas jumlahnya, namun beberapa studi menyimpulkan bahwa hepsidin merupakan mediator langsung pada patogenesis anemia pada penyakit kronik yang beraksi sebagai negatif regulator penyerapan besi pada usus dan pelepasan oleh makrofag sehingga pemenuhan kebutuhan besi untuk eritropoesis menjadi tidak adekuat.23Anemia penyakit kronis pada umumnya normositik normokromik, tetapi ada juga penderita yang menunjukkan sel mikrositik atau hipokromik. Studi lain mengatakan sel monosit manusia yang distimulasi oleh sitokin proinflamasi menyebabkan turunnya kadar besi serum karena terjadi peningkatan uptake dan terjadi retensi besi dalam sel monosit dalam bentuk ferritin. Ferritin merupakan tempat penyimpanan zat besi terbesar dalam tubuh. Pada keadaan infeksi, inflamasi dan keganasan terjadi gangguan pelepasan zat besi dari sel retikuloendotelial yang mekanismenya belum jelas, akibatnya kadar ferritin intrasel dan serum meningkat. Ferritin disintesis dalam sel retikuloendotelial dan disekresikan ke dalam plasma. Sintesis ferritin dipengaruhi oleh konsentrasi cadangan besi intrasel dan berkaitan pula dengan cadangan zat besi intrasel (hemosiderin).20,21

Pada pasien ini terdapat peninggian kadar ferritin yaitu > 1200 ng/dl, jika terlalu banyak kadar ferritin didalam tubuh, tubuh tidak bisa mengatasi kelebihan zat besi yang ada, akibatnya terjadi kerusakan yang permanen pada organ seperti jantung, hati, dan limpa yang akhirnya dapat mengakibatkan kegagalan fungsi organ tersebut bahkan dapat menyebabkan kematian. Untuk penatalaksaan peningkatan kadar ferritin yang berlebihan pada pasien ini diberikan terapi kelasi besi, yang pada pasien ini diberikan (Exjade 1x 500 mg) selama 1 minggu dan atasi penyakit dasar, kemudian untuk pemantauan feritin pada pasien ini dilakukan pemeriksaan feritin setelah 1 minggu.

Hormon Leptin: Mekanisme danPengaruhnya

POSTED ON22 JUNE 2013BYFATIMAH210992Sebagian besar manusia dapat mempertahankan berat tubuhnya dalam kurun waktu tertentu. Ada mekanisme keseimbangan energi dalam mempertahankan berat tubuh konstan tersebut, energi yang masuk harus setara dengan energi yang dikeluarkan. Ketika kesimbangan energi ini terganggu maka dapat menyebabkan berbagai masalah terkait berat seperti obesitas. Berat tubuh seseorang diatur oleh suatu sistem yang kompleks yang mencakup faktor utama maupun fakto r periferalnya. Ada dua hormon yang memiliki peranan penting dalam regulasi asupan makanan yaitu leptin dan grelin. Kedua hormon ini memiliki jalur berbeda untuk menuju otak khususnya hipotalamus (Kloket al.2006). Salah satu hormon yang berperan dalam regulasi penurunan berat badan adalah hormon leptin. Hormon tersebut diatur secara alami dalam mengontrol berat normal tubuh (Galland 2011). Hormon leptin merupakan hormon yang disekresikan jaringan adiposa (Galland 2011). Selain di jaringan adiposa, leptin juga diproduksi di perut,mammary epithelium, plasenta dan jantung (Kloket al.2006). Hormon ini dapat menjadikan otak menangkap sinyal betapa banyak jumlah lemak di dalam tubuh. Hormon leptin diregulasikan dalam metabolisme pemecahan lemak. Peningkatan hormon leptin akan meningkatkan laju metabolisme ini dan laju metabolisme ini akan menurun jika jumlah leptin berkurang (Galland 2011). Leptin membutuhkan reseptor leptin agar dapat bereaksi, LEPR. Gen LEPR berlokasi di kromosom 1 dengan 18 ekson dan 17 intron. Reseptor yang paling utama dan digunakan secara terus menerus adalah reseptor LEP-Rb. Reseptor tersebut diekspresikan di hipotalamus dan serebelum. Selain disitu, LEP-Rb juga diekspresikan di vaskulatur manusia, perut dan plasenta. Leptin dikeluarkan ke dalam sitem sirkulasi oleh jaringan adiposa. Serum dan plasma leptin tertinggi terdapat pada orang yang memiliki BMI (Body mass index)tertinggi dan total persen lemak tubuh yang dimiliki. Leptin juga dapat menyebrangiBlood brain barrier(BBB) dan cairancerebral spinal(CSF) yang juga dipengaruhi dari tingkat BMI. Setelah dikeluarkan oleh jaringan adiposa, leptin akan memberi sinyal ke otak dan memberikan informasi terkait status persediaan energi di dalam tubuh. Informasi ini yang dapat menyebabkan penurunan nafsu makan dan peningkatan pengeluaran energi dari lemak yang tersedia. Kadar leptin di dalam tubuh dipengaruhi berbagai faktor. Faktor-faktor tersebut yaitu sediaan energi, asupan makanan, gender, umur, olahraga, serapan glukosa. Semakin besar energi yang disimpan semakin besar jumlah leptin yang dikeluarkan. Jumlah leptin pada wanita lebih tinggi dibandingkan pada pria. Pengaruh leptin juga semakin menurun ketika usia menua. Studi regulasi leptin yang dilakukan pada tikus dan mencit menyebutkan setelah leptin dikeluarkan oleh jaringan adiposa ke aliran darah, leptin kemudian menyebrangi penghalang darah-otak (BBB) dan berikatan dengan reseptor leptin hipotalamik. Leptin yang terikat pada reseptor tersebut mempengaruhi aktivitas neuron hipotalamus dan ekspresi neuropeptida oreksigenik dan anoreksigenik. Peptida oreksigenik dalam beberapa tingkat dipengaruhi grelin, termasuk neuropeptida Y (NPY), hormon konsentrasi melanin, AgRP, galanin, GALP. Hormon grelin di hipotalamus dapat menghambat kerja leptin. Peptida anoreksigenik, ekspresinya dikendalikan oleh leptin. Selain leptin, ada POMC, CART, neurotensin, CRH dan BDNF. Perlakuan (treatment) leptin menghasilkan dalam jangka waktu panjang dapat menurunkan nafsu makan, berat badan berkurang, aktivitas fisik meningkat, terjadi perubahan fungsi dan metabolisme endokrin .Pada jangka waktu pendek, leptin yang dihasilkan dari perut dapat mengontrol jumlah asupan makanan yang bisa diterima. Peranan leptin jangka pendek tersebut ditunjukkan oleh peptida usus yang menginduksi pelepasan gastric leptin. Sekresi gastrik leptin ini distimulus oleh insulin (Kloket al.2006). Fungsi hormon leptin yang dapat membantu menurunkan nafsu makan dan berat badan dimanfaatkan perusahaan obat dan kosmetik untuk melangsingkan tubuh. Sayangnya, fungsi hormon leptin dapat terganggu. Meskipun secara normal tubuh memproduksi leptin dan meregulasikannya untuk mempertahankan berat tubuh, terkadang, tubuh juga tidak dapat merespon perintah atau sinyal dari hormon ini (Galland 2011). Jika kondisinya seperti itu, maka tidak lain tubuh sudah resistan terhadap leptin (leptin resistance). Resisten leptin ini dapat menyebabkan terjadinya obesitas. Pengamatan pada penderita obesitas menunjukkan bahwa serum dan plasma leptin lebih rendah dibandingkan bukan penderita obesitas (Kloket al.2006). Resisten leptin ini terjadi disebabkan oleh pola hidup di zaman modern ini. Konsumsijunkfood, tidak pernah atau hanya sesekali olahraga, terlalu stres dan kurang tidur dapat menyebabkan tubuh resisten terhadap leptin. Sejumlah penelitian mengemukakan tidur malam sekitar 7-8 jam rata-rata dapat menaikkan leptin namun jika kurang tidur, aktivitas leptin melambat sehingga tubuh mengalami peningkatan berat badan (Galland 2011). Pada tikus DIO, resisten leptin ini terjadi karena adanya aktivasi sinyal STAT3 oleh leptin periferal. Selain itu, situs resisten spesifik berkorelasi terhadap peningkatan SOCS3 di ARC ke inti hipotalamik. Ekspresi SOCS3 ini di ARC menyebabkan resisten leptin (Mnzberget al.2005)

PENDAHULUAN

Anemia adalah suatu keadaan tubuh dimana terjadi defisiensi pada ukuran

dan jumlah eritrosit atau pada kadar hemoglobin sehingga fungsi pertukaran O2

dan CO2 di antara jaringan dan darah terganggu1 Anemia dapat disebabkan oleh

defisiensi besi dan defisiensi zat gizi lain seperti vitamin B12 dan asam folat.

Defisiensi besi menjadi penyebab terbanyak dari anemia2

.

Anemia dapat diukur dengan berbagai indikator. Salah satu pemeriksaan

untuk menentukan keadaan anemia adalah dengan mengukur kadar hemoglobin

(Hb) dan serum ferritin untuk membedakan apakah suatu anemia termasuk anemia

defisiensi besi atau bukan3

.

Selama periode remaja, kebutuhan besi meningkat akibat peningkatan

jumlah total volume darah, kenaikan lean body mass dan onset menstruasi pada

remaja putri4

. Peningkatan kebutuhan ini seringkali tidak diikuti dengan konsumsi

zat besi yang adekuat, apalagi saat menginjak usia remaja perempuan cenderung

ingin memiliki tubuh yang lebih langsing, sehingga sering melakukan berbagai

usaha, diantaranya adalah melakukan diet ketat5

.

Asupan gizi akan mempengaruhi status gizi seseorang. Penelitian di Israel

antara tahun 1999-2001 menemukan bahwa kelompok anak dan remaja yang

obesitas penurunan kadar besi dalam serum lebih besar (58,5%) daripada

kelompok anak dan remaja yang overweight (35 %) dan normal (6,7%)6

. Studi

lain di Bangladesh menemukan bahkan LLA merupakan salah satu prediktor

kadar Hb yang signifikan7

.

Banyak studi yang mempelajari tentang hubungan asupan gizi dan status

antropometri dengan anemia pada remaja putri, Namun, penelitian semacam ini

belum banyak dilakukan pada remaja putri yang tinggal di pondok pesantren.

Selain itu, penelitian mengenai hubungan LLA dengan kadar Hb dan serum

ferritin masih belum banyak dilakukan.