fermentasi kinetika kloter d m.yanesie.w 11.70.0062
DESCRIPTION
Pada tanggal 9 Juni 2014 hingga tanggal 13 Juni 2014 dilaksanakan praktikum dengan materi Kinetika Fermentasi dalam Produksi Minuman Vinegar di laboratorium Mikrobiologi Pangan. Bahan yang digunakan pada praktikum yaitu sari apel yang ditambahkan dengan yeast yang telah tersedia. Berikut adalah tabel hasil pengamatan kinetika fermentasi sari apel yang ditambahkan dengan yeast Saccharomyces cerevisiae.TRANSCRIPT
Acara 1
KINETIKA FERMENTASI DALAM PRODUKSI MINUMAN VINEGAR
LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI
Disusun oleh :
Nama: M. Yanesie W.
NIM: 11.70.0062
Kelompok: D5
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2014
1. HASIL PENGAMATAN
Pada tanggal 9 Juni 2014 hingga tanggal 13 Juni 2014 dilaksanakan praktikum dengan materi Kinetika Fermentasi dalam Produksi
Minuman Vinegar di laboratorium Mikrobiologi Pangan. Bahan yang digunakan pada praktikum yaitu sari apel yang ditambahkan dengan
yeast yang telah tersedia. Berikut adalah tabel hasil pengamatan kinetika fermentasi sari apel yang ditambahkan dengan yeast
Saccharomyces cerevisiae.
Tabel 1. Pengamatan Kinetika Fermentasi Sari Apel + Yeast Saccharomyces cerevisiae
Kel Perlakuan Waktu∑ MO tiap petak
Rata-rata /∑ MO tiap petak
Rata-rata /∑ tiap cc
OD (nm) pHTotal Asam
Volume NaOH (ml)1 2 3 4
D1Sari apel + Saccharomyces cereviceae
N0 19 26 20 16 20,25 8,08 x 107 0,0928 3,34 11,52 6
N24 79 67 110 137 98,25 3,39 x 108 0,6167 3,33 11,52 6
N48 160 128 171 179 157,50 6,38 x 108 1,040 3,45 14,44 7,5
N72 72 212 180 77 135,75 5,41 x 108 1,6038 3,46 10,368 7,5
N96 141 130 122 142 135,75 5,35 x 108 1,1195 3,45 11,520 6
D2Sari apel + Saccharomyces cereviceae
N0 25 35 32 69 25 1 x 108 0,0273 3,38 10,944 5,7
N24 48 53 60 57 44 4,32 x 108 0,6882 3,35 11,94 6,2
N48 82 115 114 121 108 1,76 x 108 0,9875 3,45 14,44 7,5
N72 122 117 125 125 122,25 4,89 x 108 0,9958 3,46 10,56 5,5
N96 147 146 151 140 146 5,84 x 108 1,5034 3,54 11,136 5,8
D3Sari apel + Saccharomyces cereviceae
N0 7 16 18 6 11,75 4,7 x 107 0,0558 3,35 11,52 6
N24 62 58 79 75 68,5 2,74 x 108 0,5095 3,28 12,48 6,5
N48 112 97 133 141 120,75 4,83 x 108 1,0695 3,42 14,40 7,5
N72 104 109 116 120 112,25 4,49 x 108 1,0033 3,41 14,40 7,5
N96 182 193 189 203 191,75 7,67 x 108 1,3080 3,45 10,56 5,5
D4Sari apel + Saccharomyces cereviceae
N0 6 5 7 9 6,75 2,7 x 107 0,0135 3,32 11,52 6
N24 97 90 86 92 91,25 4,76 x 108 0,6189 3,31 13,056 6,8
N48 150 100 136 90 119 3,65 x 108 0,9435 3,39 13,248 6,9
N72 161 159 155 160 158,75 6,35 x 108 0,9108 3,42 13,440 7
N96 99 60 47 67 68,25 2,73 x 108 1,1990 3,45 12,288 6,4
D5Sari apel + Saccharomyces cereviceae
N0 39 32 42 21 33,5 1,34 x 108 0,0087 3,33 12,67 6,6
N24 115 185 174 210 171 7,16 x 108 1,0027 3,32 16,896 8,8
N48 215 256 217 188 219 8,76 x 108 1,3256 3,43 9,792 5,1
N72 271 240 231 181 230,75 9,23 x 108 1,3124 3,45 10,56 5,5
N96 220 204 255 207 221,5 8,86 x 108 1,0482 3,49 11,904 6,2
Keterangan :
OD = optical density ∑ = jumlah MO = mikroorganisme
Dari tabel pengamatan di atas dapat dilihat bahwa sari apel yang ditambahkan dengan
yeast S. cerevisiae kelompok D1 hingga D5 diberi perlakuan shaker. Kemudian
dilakukan pengamatan pada jam ke-0 (N0), jam ke-24 (N24), jam ke-48 (N48), jam ke-72
(N72) dan jam ke-96 (N96). Pada saat pengamatan dilakukan pengukuran jumlah mo tiap
petak dan OD. Setelah diketahui jumlah mo tiap petak, setelah itu dicari rata-rata per
jumlah tiap petak dan rata-rata per jumlah tiap cc. Pada N0 hingga N48 rata-rata per
jumlah tiap petak terjadi peningkatan. Kemudian pada N72 rata-rata per jumlah tiap
petak akan mengalami peningkatan kecuali D1 dan D3 yang mengalami penurunan.
Pada N96, rata-rata per jumlah tiap petak kembali meningkat, kecuali kelompok D2 dan
D3 yang mengalami penurunan dan D1 yang jumlah rata- ratanya tetap. Rata-rata per
jumlah tiap cc cenderung sebanding dengan rata-rata per jumlah tiap petak. Sedangkan
untuk OD, pH , total asam dan volume NaOH memiliki nilai yang sangat beragam.
Berikut ini adalah grafik yang menunjukkan hubungan antara OD dengan waktu, rata-
rata jumlah mikroba/cc dengan waktu, rata-rata jumlah mikroba/cc dengan pH, rata-rata
jumlah mikroba/cc dengan OD serta rata-rata jumlah mikroba/cc dengan total asam.
N0 N24 N48 N72 N96 -
0.5000
1.0000
1.5000
2.0000
Grafik Hubungan OD dengan Waktu
D1D2D3D4D5
Waktu
OD
Grafik 1. Grafik Hubungan Antara OD dengan Waktu
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa hubungan antara OD dengan waktu yaitu
semakin lamanya waktu, maka OD akan semakin meningkat walaupun ada beberapa
kelompok pada N48 samapai N96 yang mengalami penurunan. OD mengalami
peningkatan yang tajam dari N0 hingga N48. Akan tetapi OD akan mengalami
penurunan setelah melewati waktu 48 jam (N48) sampai pada waktu ke 72 jam (N72).
Setelah N72, OD kembali meningkat, kecuali kelompok D1 dan D5.
3.25 3.30 3.35 3.40 3.45 3.50 3.55 3.600
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan pH
D1D2D3D4D5
pH
Jum
lah
Sel
Grafik 2. Grafik Hubungan Antara Rata-rata Jumlah Mikroba/cc dengan pH
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa hubungan antara rata-rata jumlah mikroba/cc
dengan pH yaitu terjadi ketidak teraturan karena data yang didapat sangat bervariasi.
Kisaran pH yaitu antara 3,31 sampai 3,54.
- 0.5000 1.0000 1.5000 2.0000 0
200000000
400000000
600000000
800000000
1000000000
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan OD
D1D2D3D4D5
OD
Jum
lah
Sel
Grafik 3. Grafik Hubungan Antara Rata-rata Jumlah Mikroba/cc dengan OD
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa hubungan antara rata-rata jumlah mikroba/cc
dengan OD yaitu jumlah mikroba/cc semakin meningkat seiring dengan meningkatnya
OD. Akan tetapi jumlah mikroba/cc akan kembali menurun setelah OD 1.
9 10 11 12 13 14 15 16 17 180
100000000200000000300000000400000000500000000600000000700000000800000000900000000
1000000000
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Total Asam
D1D2D3D4D5
Total Asam
Jum
lah
Sel
Grafik 4. Grafik Hubungan Antara Rata-rata Jumlah Mikroba/cc dengan total asam
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa hubungan antara rata-rata jumlah mikroba/cc
dengan total asam yaitu jumlah mikroba/cc semakin meningkat namun dalam total asam
dengan kisaran nilai 10,368 sampai 16,896.
N0 N24 N48 N72 N960
400000000
800000000
Grafik Hubungan Jumlah Sel dengan Waktu
D1D2D3D4D5
Waktu
Jum
lah
Sel
Grafik 5. Grafik Hubungan Antara Rata-rata Jumlah Mikroba/cc dengan Waktu
Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa hubungan antara Rata-rata Jumlah Mikroba/cc
dengan waktu yaitu semakin lamanya waktu, maka Rata-rata Jumlah Mikroba/cc akan
semakin meningkat walaupun ada beberapa kelompok pada N48 samapai N96 yang
mengalami penurunan. Rata-rata Jumlah Mikroba/cc mulai mengalami peningkatan dari
N0 hingga N24. Namun untuk waktu yang semakin lama, jumlah sel mengalami ketidak
teraturan, karena ada yang meningkat dan menurun secara tidak seragam.
2. PEMBAHASAN
Pada pembahasan kali ini praktikan akan membahas mengenai kinetika fermentasi
dalam produksi minuman beralkohol yaitu sari buah apel yang ditambah dengan yeast
Saccharomyces cerevisiae atau yang biasa disebut dengan cider. Menurut Ranganna
(1978), cider merupakan minuman dengan kadar alkohol rendah yang didapat dari
fermentasi sari buah mengandung pati dengan atau tanpa penambahan gula oleh sel
khamir. Sebenarnya, hampir semua jenis buah dapat dibuat cider asal jumlah gulanya
mencukupi (Realita & Debby, 2010). Menurut jurnal yang ditulis oleh Ferreira et al
(2006) pada hal 1, buah-buahan seperti apel mengandung gula dalam jumlah tertentu
yang dapat digunakan oleh yeast selama proses fermentasi berlangsung. Konsentrasi
gula, suhu temperatur, konsentrasi SO2, dan jenis yeast yang digunakan merupakan
beberapa faktor kunci yang menentukan keberhasilan proses fermentasi.
Menurut Rehm & Reed (1983) Baker’s yeast merupakan yeast yang diproduksi secara
industri, yaitu jenis Saccharomyces yang tergolong yeast fermentasi permukaan. Matz
(1992) menerangkan bahwa baker’s yeast ini bersel tunggal dan memiliki lebar rata-rata
4-6 mikron dan panjang 5-7 mikron. Sedangkan yeast itu sendiri dijelaskan oleh Cooney
et al. (1981) yaitu merupakan organisme eukariotik yang termasuk kelompok fungi
yang tidak membentuk spora aseksual dan yang bersifat sel tunggal selama siklus
pertumbuhan vegetatif.
Pada praktikum ini, kultur yang digunakan adalah Saccharomyces cerevisiae.
Saccharomyces cereviseae merupakan salah satu yeast yang dapat menfermentasi
glukosa dalam buah dan hasil pemecahan pati akan menghasilkan alkohol dan CO2.
Dalam proses fermentasi alkohol terjadi perubahan-perubahan pada bahan berkadar pati
tinggi seperti sakarifikasi pati oleh enzim amilase dalam tauge yang diproduksi oleh
kapang dilanjutkan dengan fermentasi alkohol oleh khamir (Rahman,1992).
Saccharomyces cerevisiae akan memfermentasi beberapa karbohidrat menghasilkan
alkohol dan CO2. Reaksi fermentasi yang terjadi adalah sebagai berikut :
C6H12O6 2 C2H5OH + 2 CO2
Karbohidrat yeast alkohol gas
2.1. Pengukuran Biomassa dengan Haemacytometer (Jumlah
Mikroorganisme/cc)
Hal pertama yang dilakukan adalah proses sterilisasi sari buah apel yang akan
digunakan sebagai media pertumbuhan. Kemudian diambil 30 ml biakan yeast yang
telah tersedia dan kemudian dimasukan ke dalam media pertumbuhan secara aseptis.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Hadioetomo (1993) yang
mengatakan bahwa pemindahan kultur dengan cara aseptis sangat penting dilakukan
agar dapat mempertahankan kemurnian kultur selama pemindahan yang dilakukan
berkali-kali. Pemindahan kultur dengan cara aseptis ini bertujuan untuk memindahkan
kultur tanpa terjadi pencemaran dari mikroorganisme yang ada di lingkungan sekitar,
sebab mikroorganisme yang ada di lingkungan dapat masuk melalui kontak langsung
dengan permukaan atau tangan praktikan atau penggunaan perlengkapan yang belum
steril. Tahap selanjutnya, sari buah apel diinkubasi pada suhu ruang dengan perlakuan
shaker. Perlakuan ini dilakukan selama 5 hari dan setiap 24 jam dilakukan pengambilan
sampel sebanyak 10 ml secara aseptis. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat
pertumbuahan sel yeast. Menurut Said (1987), shaker merupakan metode pengadukan
yang bertujuan untuk mensuplai oksigen pada media dan dalam penggunaannya dengan
sumber karbon untuk membantu pertumbuhan mikrobia secara aerobik. Tujuan utama
dari aerasi adalah untuk menyediakan oksigen yang cukup dalam kebutuhan
metabolisme mikroorganisme dalam kultur terendam, di mana agitasi harus dapat
menjamin homogenitas suspensi sel-sel mikrobia dalam medium nutrient.
Gambar 1. Pasteurisasi dalam waterbath Gambar 2. Proses pendinginan
Gambar 3. Penambahan inokulum secara aseptis Gambar 4. Proses shaker
Campelo & Isabel (2004) mengatakan bahwa pengadukan ini dilakukan untuk
meningkatkan laju alir udara sehingga yeast tidak kekurangan O2 sehingga densitas
kultur dapat meningkat. Selain itu, terdapat beberapa faktor lingkungan yang telah
diidentifikasi sebagai determinan kapasitas fermentasi, antara lain tekanan osmotik,
kekurangan karbon dan nitrogen. Inkubasi yang dilakukan pada tekanan udara yang
tinggi dapat menstimuliasi pertumbuhan sel. Sehingga, peningkatan aktivitas respirasi
pada sel akan meningkatkan pertumbuhan dibanding pada tekanan udara yang rendah.
Selanjutnya, pertumbuhan jumlah sel yeast yang terdapat pada sari buah apel tersebut
diamati pada hari ke-0 sampai hari ke-4 dengan menggunakan haemocytometer. Jumlah
sel yang diukur dengan haemocytometer merupakan penentuan jumlah sel secara
langsung, sedangkan untuk pengukuran absorbansi merupakan penentuan jumlah sel
secara tidak langsung. Konsentrasi sel yang dapat diukur dengan menggunakan
haemocytometer adalah konsentrasi sel yang rendah (Chen, 2011).
Said (1987) mendefinisikan haemacytometer yaitu alat yang digunakan untuk
menghitung jumlah sel, namun alat ini juga dapat digunakan untuk menghitungan
densitas sel dari alga yang tergolong kecil. Kemampuan haemacytometer ini dapat
digunakan untuk menghitung sel dengan densitas > 104 sel/ml. Haemacytometer
memiliki jumlah ruang yang berbeda namun pada umumnya haemacytometer ini
memiliki bagian berukuran 1x1 mm2 yang kemudian terbagi menjadi sembilan bentuk
persegi. Pada penggunaannya, keakuratan alat tergantung pada keakuratan pencampuran
sampel (tanpa gelembung), jumlah ruang yang dihitung, dan jumlah sel yang dihitung
(biasanya 200 – 500 per 0.1 mm3) (Said, 1987).
Gambar 5. alat haemacytometer
Kadar gula sari buah merupakan faktor yang penting dalam proses fermentasi, karena
gula mempunyai peranan sebagai sumber karbon dalam metabolisme yeast. Aktivitas
yeast berhubungan dengan konsentrasi gula yang ditambahkan. Karena itu konsentrasi
gula pada sari buah harus dipertahankan dalam keadaan optimum yaitu 15 %. Jika
konsentrasi gula terlalu rendah atau terlalu tinggi, yeast tidak mempunyai aktivitas
dalam cairan buah. Konsentrasi gula yang optimum akan menyebabkan aktivitas yeast
penuh, sehingga yeast dapat mengubah semua zat-zat dalam sari buah secara penuh,
sehingga tidak sempat menggumpal yang dapat membuat cairan keruh. Sari buah yang
benar-benar terbebas dari ampasnya, begitu juga sari air kecambahnya akan
menyebabkan semakin sedikitnya ampas yang ikut terlarut dalam cairan akan
menyebabkan tingkat kekeruhan yang rendah. Dalam fermentasi biasanya digunakan
gula sederhana yang berupa glukosa atau fruktosa yang dihasilkan dari pemecahan
substrat karbohidrat kompeks oleh adanya enzim (Matz, 1992).
Sesuai dengan jenis produksi yang dilakukan, fermentasi yang terjadi adalah fermentasi
batch. Kultur yang diinokulasi akan melalui beberapa fase yaitu fase adaptasi, fase log,
fase dekelerasi dan fase stasioner. Mula-mula yeast akan mengalami fase adaptasi untuk
menyesuaikan dengan substrat dan kondisi lingkungan di sekitarnya. Pada fase ini
belum terjadi pembelahan sel karena beberapa enzim mungkin belum disintesis. Selain
itu, kecepatan fase lag ini juga ditunjang oleh jumlah inokulum, di mana jumlah awal
sel yang semakin banyak akan mempercepat fase adaptasi (Fardiaz, 1992).
2.2. Penentuan total asam selama fermentasi
Untuk menentukan total asam selama fermentasi, hal pertama yang dilakukan yaitu
sampel sebanyak 10 ml dititrasi dengan NaOH 0,1 N. titrasi ini dilakukan dengan
penambahan indikator PP, dan segera dihentikan jika larutan sampel berubah menjadi
warna merah muda. Metode ini telah sesuai dengan teori yang diungkapkan
Kwartiningsih & Nuning (2005) bahwa uji kuantitatif asam asetat dapat dilakukan
dengan cara melakukan titrasi menggunakan larutan NaOH 0,1 N dengan menggunakan
indikator PP. Penentuan kadar total titrasi dapat digunakan rumus berikut:
Total asam (mg/ml): ml NaOH X Normalitas NaOH X 192
10 ml sampel
2.3. Pengukuran pH Minuman Vinegar
Selanjutnya dilakukan pula pengukuran pH yaitu pertama-tama larutan sampel diambil
sebanyak 10 ml. Kemudian diukur pHnya dengan menggunakan pH meter. Setelah itu
dilakukan pencatatan pH sampel yang terukur.
2.4. Penentuan Hubungan Absorbansi Dengan Kepadatan Sel
Setelah itu untuk menentukan hubungan absorbsi dengan kepadatan sel, pertama-tama
dilakukan pengambilan 30 ml kultur yeast yang telah dibiakan. Kemudian dilakukan
penetuan OD dengan menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 660 nm.
Pengamatan dilakukan selama 5 hari. Nilai OD yang dihasilkan kemudian dicatat dan
dibandingkan dengan hasil pengamatan kepadatan sel. Nilai absorbansi dari
spektrofotometer menjelaskan konsentrasi dari suatu senyawa berdasarkan kemampuan
senyawa tersebut dalam menyerap berkas sinar yang akan meneruskan sinar dari
spektrum dengan panjang gelombang tertentu. Nilai absorbansi dari suatu larutan dapat
dipengaruhi oleh konsentrasi dan kejernihan larutan itu sendiri (Fox, 1991)
2.5. Pembahasan hasil
Dari hasil pengamatan dapat dilihat bahwa sari apel yang sudah ditambahkan dengan
yeast S. cerevisiae milik kelompok D1 hingga D5 diberi perlakuan shaker. Kemudian
dilakukan pengamatan pada jam ke-0 (N0), jam ke-24 (N24), jam ke-48 (N48), jam ke-72
(N72) dan jam ke-96 (N96). Pada saat pengamatan dilakukan pengukuran jumlah mo tiap
petak dan OD. Setelah jumlah mo tiap petak diketahui, lalu dicari rata-rata per jumlah
tiap petak dan rata-rata per jumlah tiap cc. Pada hari ke-0 hingga hari ke-2 rata-rata per
jumlah tiap petak akan mengalami peningkatan. Kemudian pada N72 rata-rata per jumlah
tiap petak akan mengalami peningkatan kecuali D1 dan D3 yang mengalami penurunan.
Pada N96, rata-rata per jumlah tiap petak kembali meningkat, kecuali kelompok D2 dan
D3 yang mengalami penurunan dan D1 yang jumlah rata- ratanya tetap. Rata-rata per
jumlah tiap cc cenderung sebanding dengan rata-rata per jumlah tiap petak.
Saccharomyces cerevisiae akan tumbuh baik pada keadaan aerob tetapi akan melakukan
fermentasi gula jauh lebih cepat pada keadaan anaerob (Winarno et al., 1980). Hal ini
sudah sesuai dengan praktikum, di mana pada perlakuan shaker kelompok semua
kelompok memiliki rata-rata jumlah sel yeast yang makin meningkat mulai jam ke-0
hingga jam ke-48. Namun mulai jam ke-72 hingga jam ke-96 terdapat ketidk seragaman
dari setiap kelompok. Hal ini kemungkinan terjadi karena biomassa mulai mengalami
fase dekelerasi (pertumbuhan lambat). Pada fase ini pertumbuhan mulai menurun
dikarenakan ketersediaan nutrien yang diperlukan mulai habis sehingga tidak terjadi
pembelahan oleh mikroorganisme dan terjadi penumpukan racun. Selama fase ini,
pertumbuhan terjadi pada waktu yang sangat singkat dan akhir fase ini terjadi fase
stasioner dimana pertumbuhan mikroorganisme sama dengan kematian (Shuler,1989).
Pertumbuhan mikroba hanya dimungkinkan apabila kondisi fisik dan kimiawi
lingkungannya sesuai. Kondisi fisik misalnya adalah suhu dan struktur bahan.
Sedangkan kondisi kimiawi untuk pertumbuhan ditentukan oleh komponen yang
menyusun media pertumbuhan seperti air, sumber karbon, sumber energi, sumber
nitrogen, mineral, faktor pertumbuhan, maupun konsentrasi ion hidrogen (pH)
(Hadioetomo, 1993).
N0 N24 N48 N72 N96
Gambar 6. Pengukuran biomassa dengan haemocytometer pada kelompok D5
2.5.1. Hubungan antara Optical Density (OD) dengan Waktu Inkubasi
Dari grafik Hubungan antara Optical Density (OD) dengan Waktu Inkubasi dapat dilihat
bahwa hubungan antara OD dengan waktu yaitu semakin lamanya waktu, maka OD
akan semakin meningkat walaupun ada beberapa kelompok pada N48 samapai N96
yang mengalami penurunan. OD mengalami peningkatan yang tajam dari N0 hingga
N48. Akan tetapi OD akan mengalami penurunan setelah melewati waktu 48 jam (N48)
sampai pada waktu ke 72 jam (N72). Setelah N72, OD kembali meningkat, kecuali
kelompok D1 dan D5.
Rahman (1992) mengatakan bahwa, aktivitas Saccharomyces cerevisiae berfungsi untuk
mengubah gula menjadi alkohol dan hasil metabolit lain yang menyebabkan warna
substrat menjadi semakin keruh. Semakin keruhnya suatu suspensi maka membuat
semakin kecilnya % transmitansi (%T), yaitu rasio intensitas yang diteeruskan (I)
dengan intensitas cahaya mula-mula (I0) (Fardiaz, 1992). Menurut hukum Lambert-
Beer, A (absorbansi) = – log(I0/It) = – log (%T) = ebc, dimana I0/I = %T sehingga jika
%T semakin kecil maka absorbansi (A) atau OD semakin kecil. Jika nilai OD semakin
kecil maka cahaya yang diteruskan juga akan semakin kecil sedangkan yang
dihamburkan semakin banyak. Data hasil pengamatan juga telah sesuai dengan teori
Jomdecha & Prateepasen (2006), yang mengatakan bahwa semakin lamanya waktu
inkubasi, maka akan semakin meningkatkan sel yeast yang bertunas atau membelah diri
sehingga jumlah sel dalam kultur semakin meningkat. Semakin banyak jumlah sel,
maka akan semakin bertambah tinggi juga nilai ODnya
2.5.2. Hubungan antara Jumlah Sel dengan Waktu Inkubasi
Dari grafik hasil pengamatan dapat dilihat bahwa hubungan antara Rata-rata Jumlah
Mikroba/cc dengan waktu yaitu semakin lamanya waktu, maka Rata-rata Jumlah
Mikroba/cc akan semakin meningkat walaupun ada beberapa kelompok pada N48
sampai N96 yang mengalami penurunan. Rata-rata Jumlah Mikroba/cc mulai
mengalami peningkatan dari N0 hingga N24. Namun untuk waktu yang semakin lama,
jumlah sel mengalami ketidak teraturan, karena ada yang meningkat dan menurun
secara tidak seragam. Hasil yang didapat sudah hampir sesuai dengan pernyataan Clark
(2007) bahwa jumlah sel akan meningkat dengan seiringkan lama waktu fermentasi.
2.5.3. Hubungan antara Jumlah Sel dengan pH
Dari grafik hasil pengamatan dapat dilihat bahwa hubungan antara rata-rata jumlah
mikroba/cc dengan pH yaitu terjadi ketidak teraturan karena data yang didapat sangat
bervariasi. Kisaran pH yaitu antara 3,31 sampai 3,54. Hasil yang didapat kurang sesuai
dengan Roukas (1994) yang mengatakan bahwa pH optimum untuk pertumbuhan
Saccharomyces cereviceae yaitu 3,5-6,5. Semakin banyaknya jumlah sel
mikroorganisme maka pH larutan akan semakin rendah. Hal ini disebabkan karena
selama fermentasi akan menghasilkan alkohol. Semakin banyaknya alkohol maka pH
yang dihasilkan akan semakin rendah. Semakin banyak jumlah sel Saccharomyces
cereviceae, maka akan menghasilkan alkohol yang banyak pula.
Selain itu hasil yang didapat masih belum sesuai dengan teori yang ada. Seharusnya
menurut Triwahyuni et al. (2012) selama fermentasi berlangsung, yeast akan
mengalami percepatan pertumbuhan pada jam ke-24 dan jam ke-48. Hal ini juga akan
meningkatkan pH karena semakin banyak senyawa alkohol yang dihasilkan. Namun ,
pada jam ke- 96, jumlah sel yeast akan berkurang karena substrat yang digunakan oleh
yeast semakin sedikit seiring dengan semakin meningkatnya produksi alkohol.
5.2.4. Hubungan antara Jumlah Sel dengan Optical Density (OD)
Dari grafik hasil pengamatan dapat diketahui bahwa hubungan rata-rata jumlah
mikroba/cc dengan nilai OD yaitu jumlah mikroba/cc akan semakin meningkat seiring
dengan meningkatnya nilai OD. Akan tetapi jumlah mikroba/cc akan kembali menurun
setelah OD 1. Hal ini belum sesuai dengan Pelezar dan Chan (1976) yang mengatakan
bahwa nilai OD akan meningkat seiring dengan meningatnya jumlah sel
mikroorganisme. Selain itu jumlah sel yang meningkat akan membuat sinar yang
dihambukan dalam suspensi akan semakin banyak yang akan meningkatkan
kekeruhannya.
5.2.5. Hubungan antara Jumlah Sel dengan Total Asam
Dari grafik hasil pengamatan dapat dilihat bahwa hubungan antara rata-rata jumlah
mikroba/cc dengan total yaitu jumlah mikroba/cc semakin meningkat namun dalam total
asam dengan kisaran nilai 10,368 sampai 16,896. Hal ini belum sesuai dengan teori
Galaction et al (2010), yang mengatakan bahwa seharusnya saat proses fermentasi akan
menghasilkan pH yang semakin meningkat karena adanya kandungan alkohol. pH yang
meningkat akan menghasilkan total asam semakin menurun. Namun bila total asam
yang dihasilkan terlalu rendah makan dapat terjadi penurunan jumlah sel. Hal ini
disebabkan karena substrat yang digunakan oleh yeast semakin sedikit namun semakin
meningkatnya produksi alkohol.
Gambar 7. pengujian total asam dengan metode titrasi
5.3. Hal terkait
Menurut Nogueira et al. (2008) dalam jurnal Slow Fermentation in French Cider
Processing due to Partial Biomass Reduction, untuk menjadikan proses fermentasi cider
lebih terkontrol dapat dilakukan dengan memperlambat proses fermentasi. Cara yang
dilakukan yaitu dengan mengurangi biomassa dengan melewatkannya pada suatu filter.
Selain menjadi lebih terkontrol, cara ini akan mengurangi kematian yeast yang berguna
dalam fermentasi. Dari grafik hubungan antara jumlah sel dengan waktu dapat dilihat
bahwa bentuk dari setiap grafik berbeda-beda. Hal ini karena adanya aktivitas
mikroorganisme yang berbeda pula. Komposisi substrat dan mikroorganisme yang
mengkontaminasi juga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan mikroorganisme.
6. KESIMPULAN
Fermentasi merupakan oksidasi anaerobik suatu komponen oleh enzim
mikroorganisme untuk menghasilkan energi.
pH optimum untuk pertumbuhan baker’s yeast ialah pada kisaran pH 4 – 4,5.
Saccharomyces dapat digunakan dalam proses fermentasi alkohol karena mampu
memecah bahan pangan berkarbohidrat tinggi menjadi alkohol dan CO2.
Cider merupakan minuman dengan kadar alkohol rendah.
Media yang tepat ialah yang mengandung gula sederhana yang berupa glukosa atau
fruktosa.
Tujuan dari perlakuan shaker adalah agar mikroorganisme tersuplai oksigen dan
agar sel-sel yeast tersebar merata pada seluruh media.
Semakin tinggi nilai absorbansi yang didapat semkin besar pula jumlah sel yang
terdapat dalam media
Semakin lama waktu fermentasi, makan nilai OD dan jumlah sel juga akan
meningkat
Semakin tinggi jumlah sel mikroorganisme dan semakin lama waktu fermentasi
maka pH larutan akan semakin rendah karena ada pembentukan alkohol.
Semarang, 30 Juni 2014 Asisten dosen:
- Stella Mariss
- Meilisa Lelyana
- Katharina Nerissa
Merliem Yanesie W. - Chrysentia Archinitta
11.70.0062 - Andriani Cintya
7. DAFTAR PUSTAKA
Campelo, A.F & Isabel, B.(2004). Fermentative capacity of baker’s yeast exposed to hyperbaric stress. http://www.springerlink.com/content/q4l5653458141315/
Chen, Yu-wei. (2011). Automatic Cell Counting for Haemocytometers Through Image Processing. Taiwan: National Chung – Cheng University.
Clark, Jim. (2007). Hukum Beer-Lambert. http://www.chem-is-try.org/materi_kimia/instrumen_analisis/spektrum_serapan_ultraviolet-tampak__uv-vis_/hukum_beer_lambert/
Cooney, C. L.; Rehm, H. J. & G. Reed. (1981). Biotechnology volume 1. VCH. Weinheim.
Fardiaz, S. (1992). Mikroorganisme Pangan 1. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Ferreira et al. (2006). The Effect of Copper and High Sugar Concentration on Growth Fermentation Efficiency and Volatile Acidity Production of Different Commercial Wine Yeast Strains. Australian Journal of Grape and Wine Research. South Africa.
Fox, P. F. (1991). Food Enzymologi Vol 1. Elsevier Applied Sciences. London.
Galaction, Anca-Irina; Anca-Marcela Lupastzeanu and Dan Cascaval. (2010). Kinetic Studies on Alcoholic Fermentation Under Substzrate Inhibition Conditions Using a Bioreactor with Stired Bed of Immobilized Yeast Cells. The open Systems Biology Journal,3,9-20.
Hadioetomo, R. S. (1993). Mikobiologi Dasar dalam Praktek, Teknik dan Prosedur Dasar Laboratorium. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Jomdecha, C. and Prateepasen, A. (2006). The Research of Low-Ultrasonic Energy Affects to Yeast Growth in Fermentation Process. Asia-Pacific Conference on NDT, th – 10th Nov 2006, Auckland, New Zealand.
Kwartiningsih, E dan Ln. Nuning S.M. (2005). Fermentasi Sari Buah Nanas Menjadi Vinegar. Ekuilibrium 4(1) : 8-12.
Matz, S. A. (1992). Bakery Technology and Engineering, 3 th edition. Van Nostrand Reinhold. New York.
Nogueira, A; J.M.Le Quere; P.Gestin; A.Michel; G.Wosiacki and J.F.Drilleau. (2008). Slow Fermentation in French Cider Processing due to Partial Biomass Reduction. J.Inst.Brew.114(2),102-110.
Pelezar, M. J. & Chan. E. C. S. (1976). Turbidimetric Measurement of Plant Cell Culture Growth. Massachussets : MIT
Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.
Ranganna. (1978). Analysis of Fruit and Vegetable Product. The AVI Publ. Co. Inc.
Realita, Tita dan M. Sumanti, Debby. 2010. Teknologi Fermentasi. Penerbit : Widya Padjajaran. Bandung.
Rehm, H. J. & G. Reed. (1983). Biotechnology Volume 9. VCH Verlagsge Sellschaft. New York.
Roukas, T. (1994). Continous ethanol productions from carob pod extract by immobilized Saccharomyces cereviseae in a packed bed reactor. Journal Chemical Technology Biotech. 59: 387-393.
Said, E. G. (1987). Bioindustri: Penerapan Teknologi Fermentasi. PT. Mediyatama Sarana Perkasa. Jakarta.
Shuler, L.M. (1989). Bioprocess Engineering Basic Concepts. Prentice Hall international Incorporation. London.
Triwahyuni, E.; N. Ariani; H. Hendarsyah; T. Idiyanti. (2012). The Effect Of Dry Yeast Saccharomyces cereviceae Concentration On Fermentation Process For Bioethanol Production From Palm Oil Empty Fruit Bunches. Proceeding of ICSEEA 31 – 34
Winarno, F. G. ; S. Fardiaz & D. Fardiaz. (1980). Pengantar Teknologi Pertanian. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
8. LAMPIRAN
8.1. Perhitungan
pH blanko : 3,33
OD blanko : 0,000
Rumus :
Jumlah selcc
=1volume petak
x rata-rata jumlah mo tiap petak
Volume petak = 0,05 mm x 0,05 mm x 0,1 mm
= 0,00025 mm
= 0,00000025 cc
= 2,5x10 -7 cc
Kelompok D1
No Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 20,25
= 8,08 x 107
N24 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 98,25
= 3,39 x 108
N48 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 157,50
= 6,38 x 108
N72 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 135,75
= 5,41 x 108
N96 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 135,75
= 5,35 x 108
Kelompok D2
No Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 25
= 1 x 108
N24 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 44
= 4,32 x 108
N48 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 108
= 1,76 x 108
N72 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 122,25
= 4,89 x 108
N96 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 146
= 5,84 x 108
Kelompok D3
No Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 11,75
= 4,7 x 107
N24 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 68,5
= 2,74 x 108
N48 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 120,75
= 4,83 x 108
N72 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 112,25
= 4,49 x 108
N96 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 191,75
= 7,67 x 108
Kelompok D4
No Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 6,75
= 2,7 x 107
N24 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 91,25
= 47,6 x 107
N48 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 119
= 36,5 x 107
N72 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 158,75
= 63,5 x 107
N96 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 68,25
= 27,3 x 107
Kelompok D5
No Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 33,5
= 13,4 x 107
N24 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 171
= 71,6 x 107
N48 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 219
= 87,6 x 107
N72 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 230,75
= 92,3 x 107
N96 Jumlah sel / cc = 1
2,5 x 10-7 x 221,5
= 88,6 x 107
Total asam : ml NaOH X Normalitas NaOH X 192
10 ml sampel
Kelompok D1
No Total asam = 6 X 0 ,1 X 192
10
= 11,52
N24 Total asam = 6 X 0 ,1 X 192
10
= 11,52
N48 Total asam = 7,5 X 0 ,1 X 192
1 0
= 14,44
N72 Total asam = 7,5 X 0 ,1 X 192
10
= 10,368
N96 Total asam = 6 X 0 ,1 X 192
10
= 11,520
Kelompok D2
No Total asam = 5,7 X 0 ,1 X 192
10
= 10,944
N24 Total asam = 6,2 X 0 ,1 X 192
10
= 11,94
N48 Total asam = 7,5 X 0 ,1 X 192
10
= 14,44
N72 Total asam = 5,5 X 0 ,1 X 192
10
= 10,56
N96 Total asam = 5,8 X 0 ,1 X 192
10
= 11,136
Kelompok D3
No Total asam = 6 X 0 ,1 X 192
10
= 11,52
N24 Total asam = 6,5 X 0 ,1 X 192
10
= 12,48
N48 Total asam = 7,5 X 0 ,1 X 192
10
= 14,40
N72 Total asam = 7,5 X 0 ,1 X 192
10
= 14,40
N96 Total asam = 5,5 X 0 ,1 X 192
10
= 10,56
Kelompok D4
No Total asam = 6 X 0 ,1 X 192
10
= 11,52
N24 Total asam = 6,8 X 0 ,1 X 192
10
= 13,056
N48 Total asam = 6,9 X 0 ,1 X 192
10
= 13,248
N72 Total asam = 7 X 0 ,1 X 192
10
= 13,440
N96 Total asam = 6,4 X 0 , 1 X 192
10
= 12,288
Kelompok D5
No Total asam = 6,6 X 0 , 1 X 192
10
= 12,67
N24 Total asam = 8,8 X 0 ,1 X 192
10
= 16,896
N48 Total asam = 5,1 X 0 ,1 X 192
10
= 9,792
N72 Total asam = 5,5 X 0 ,1 X 192
10
= 10,56
N96 Total asam = 6,2 X 0 ,1 X 192
10
= 11,904
8.2. Laporan Sementara
8.3. Jurnal