fg-3
TRANSCRIPT
PERSPEKTIF TRANSKULTURAL DALAM KEPERAWATAN
DAN APLIKASI TRANSKULTURAL
PADA BEBERAPA MASALAH KESEHATAN
Kelas B
Focus Group 3
Esra Devi Tarida L, 1106053092
Ihda Fakhriyana Istikarini, 1106053413
Mersiliya Sauliyusta, 1106000792
Rizki Annisa Rahardhiani, 1106014122
Rosanita Intan Pratiwi, 1106089092
Umi Barokah, 1106053350
FAKULTAS ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS INDONESIA
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan
karunia-Nya, kelompok Focus Group 3 dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul dengan baik dan tepat pada waktu yang ditentukan. Terima kasih penulis
ucapkan kepada Ibu Enie Noviestari S.Kp., MSN yang telah membimbing dan
memotivasi kelompok ini dalam menyelesaikan makalah ini. Kelompok juga
berterima kasih kepada rekan mahasiswa FIK UI yang telah memberikan kritik
dan saran untuk menulis makalah ini sesuai dengan yang diharapkan.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas dalam pembelajaran konsep
dasar keperawatan yang membahas tentang berpikir kritis dalam pengambilan
keputusan dan pengkajian keperawatan. Semoga makalah ini memenuhi kriteria
penilaian dan bermanfaat bagi pembaca.
Depok, November 2011
Penyusun
(Kelompok Focus Group 3)
i
DAFTAR ISI
Kata Pengantar............................................................................................... i
Daftar Isi....................................................................................................... ii
Abstrak......................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar belakang.......................................................................................... 1
B. Tujuan....................................................................................................... 1
BAB 2 PEMBAHASAN
A. Perspektif Transkultural dalam Keperawatan
1. Keperawatan Transkultural dan globalisasi dalam pelayanan kesehatan.. 2
2. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural............... 3
3. Pengkajian dan Instrumennya dalam Asuhan keperawatan Budaya......... 8
B. Aplikasi transkultural pada beberapa masalah kesehatan
1. Aplikasi transkultural pada masalah penyakit kronik................................12
2. Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri.............................................. 14
3. Aplikasi transkultural pada gangguan kesehatan mental........................... 16
C. Kasus Transkultural terhadap Diabetes
1. Tinjauan Kasus.......................................................................................... 18
BAB 3 PENUTUP
A. Kesimpulan............................................................................................... 20
Daftar Pustaka............................................................................................... iv
ii
ABSTRAK
Keperawatan transkultural didefinisikan oleh Leininger (2002) sebagai penelitian
perbandingan budaya untuk memahami persamaan (budaya universal) dan perbedaan
(budaya tertentu) di antara kelompok manusia. Tujuan keperawatan transkultural adalah
bentuk pelayanan yang sama secara budaya atau pelayanan yang sesuai pada nilai
kehidupan individu dan arti yang sebenarnya. kemampuan perawat menghilangkan
perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya yang berbeda, serta membuat
klien dan keluarganya mencapai pelayan yang penuh arti dan suportif. Konsep dalam
transkultural keperawatan terdiri dari subkultur, enkultural, keanekaragaman, akulturasi,
dan asimilasi yang dipengaruhi oleh beberapa toleransi terhadap prasangka, ras,
stereotipe, diskriminasi, dan culture shock. Faktor kultular dan proses Keperawatan
terdiri dari pengkajian komunitas, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan
evaluasi. Pengkajian komunitas dimana perawat harus memberikan perawatan yang
sensitif dan kompeten secara kultular di komunitas. Pengelompokkan data yang relevan
dan mengembangkan diagnosa keperawatan aktual dan potensial yang berhubungan
dengan kebutuhan kultular dan etnik klien. Perawat sekali lagi mempertimbangkan
variable kultular yang berkaitan klien yang melibatkan keluarga besar dalam proses
perawatan. Perawat mengetahui perawatan seperti apa yang dianggap klien sesuai dengan
mereka dan melibatkan keluarga tentang harapan mereka. Mengevaluasi hasil asuhan
keperawatan dengan menentukan sejauh mana tujuan dan hasil yang diharapkan dari
perawatan telah terpenuhi. Transkultural keperawatan ini diaplikasikan dalam berbagai
masalah kesehatan pada masyarakat diantaranya, pada masalah penyakit kronik, ganguan
nyeri dan ganguan mental.
Kata Kunci : Transkultural keperawatan, Prinsip Transkultural, Instrumen, Aplikasi.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap manusia memiliki kebudayaannya masing-masing yang saling
berbeda. Kebudayaan ini sangat berpengaruh dalam tindakan keperawatan
yang dibahas dalam transkultural keperwatan. Keperawatan transkultural
didefinisikan oleh Leininger (2002) sebagai penelitian perbandingan budaya
untuk memahami persamaan (budaya universal) dan perbedaan (budaya
tertentu) di antara kelompok manusia.
Perawat dalam memberikan tindakan keperawatan diharapkan
menggunakan transkultural keperawatan untuk mengatasi perbedaan budaya
antara klien maupun menyesuaikan pola aktivitas sehari-hari klien yang
dipengaruhi budayanya dengan tindakan keperawatan.
B. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah :
1. Menjelaskan konsep transkultural keperawatan
2. Menjelaskan unsur-unsur yang berkaitan dengan transkultural.
3. Mengetahui dan memahami aplikasi transkultural dalam masalah penyakit
kronik, nyeri dan mental.
iii
1
BAB II
ISI
A. Perspektif Transkultural dalam Keperawatan
1. Keperawatan Transkultural dan globalisasi dalam pelayanan
kesehatan
Office of Minority Health (OMH) (n.d) menggambarkan budaya
sebagai ide-ide, komunikasi, tindakan, kebiasaan, kepercayaan, nilai-nilai,
adat istiadat dari kelompok ras, etnik, agama, atau sosial. Budaya meliputi
segala aspek kehidupan di dalam manusia. Budaya menunjukkan cara
pandang seseorang dalam mengambil keputusan.
Keperawatan transkultural didefinisikan oleh Leininger (2002)
sebagai penelitian perbandingan budaya untuk memahami persamaan
(budaya universal) dan perbedaan (budaya tertentu) di antara kelompok
manusia. Tujuan keperawatan transkultural adalah bentuk pelayanan yang
sama secara budaya atau pelayanan yang sesuai pada nilai kehidupan
individu dan arti yang sebenarnya. Mengetahui nilai-nilai pelayanan
budaya klien, arti, kepercayaan, dan praktiknya sebagai hubungan antara
perawat dan pelayanan kesehatan mewajibkan perawat untuk menerima
aturan pelajar atau teman sekerja dengan klien dan keluarganya dalam
bentuk karakteristik arti dan keuntungan dalam pelayanan (Leininger,
2002).
Pelayanan kompeten secara budaya adalah kemampuan perawat
menghilangkan perbedaan dalam pelayanan, bekerja sama dengan budaya
yang berbeda, serta membuat klien dan keluarganya mencapai pelayan
yang penuh arti dan suportif. Contohnya, perawat yang mengetahui
tentang kebudayaan kliennya, maka perawat memerlukan dukungan dalam
2
menyesuaikan keadaan klien. Klien juga membutuhkan informasi,
perundingan, dan permintaan.
Kompetensi budaya adalah proses perkembangan kesadaran budaya,
pengetahuan, keterampilan, pertemuan, dan keinginan. Perawat harus bisa
mengintrospeksi tentang latar belakang dirinya. Perawat juga harus
memiliki pengetahuan yang merupakan perbandingan antar kelompok.
Keterampilan budaya termasuk pengkajian social maupun budaya yang
mempengaruhi pengobatan dan perawatan klien. Pertemuan sebagai
mediapembelajaran. Keinginan sebagai motivasi dan komitmen pelayanan.
Konflik budaya juga dapat muncul dalam proses keperawatan.
Konflik budaya yang muncul dapat berupa etnosentrisme, pemikiran
bahwa cara hidup yang dianut lebih baik dibandingkan dengan budaya
lain. Hal ini menyebabkan adanya pilihan untuk mengabaikan budaya dan
menggunakkan nili-nili dan gaya hidup mereka sebagai petunjuk dalam
berhubungan dengan klien dan menafsirkan tingkah laku mereka.
Globalisasi menyebabkan tuntutan asuhan keperawatan semakin
besar. Perpindahan penduduk dan pergeseran tuntutan keperawatan dapat
terjadi. Perawat yang tidak mampu menyesuaikan asuhan keperawatan
terhadap kondisi yang ada akan menyebabkan penurunan kualitas pada
pelayanan keperawatan. Oleh karena itu, hal ini menyebabkan
dibutuhkannnya peningkatan terhadap profesi keperawatan. Peningkatan
pengetahuan, koordinasi antar profesi atau tenaga kerja kesehatan lain
sangat diperlukan. Perawat harus lebih aktif dalam menghadapi globalisasi
terutama dalam pelayanan kesehatan.
2. Konsep dan Prinsip dalam Asuhan Keperawatan Transkultural
Jika pemahaman mengenai latar belakang etnik, budaya, dan agama
yang berbeda antar klien baik, maka akan dapat meningkatkan pemberian
asuhan keeperawatan secara efektif. Kozier (2004) menjelaskan beberapa
konsep yang berhubungan dengan asuhan keperawatan transkultural ini.
Diantaranya:
1. Subkultur
3
Sebuah subkultur biasanya terdiri dari orang-orang yang
mempunyai suatu identitas yang berbeda. Namun masih dihubungkan
dengan suatu kelompok yang lebih besar.
2. Enkultural
Enkultural digunakan untuk mendeskripsikan orang yang
menggabungkan (persilangan) dua budaya, gaya hidup, dan nilai-nilai
(Giger & Davidhizar, 1999).
3. Keanekaragaman
Keanekaragaman menunjuk pada fakta atau status yang
menjadikan perbedaan. Diantaranya, ras, jenis kelamin, orientasi
seksual, etnik kebudayaan, status ekonomi-sosial, tingkat pendidikan,
dan lain-lain.
4. Akulturasi
Proses akulturasi terjadi saat seseorang beradaptasi dengan ciri
budaya lain. Anggota dari sebuah kelompok budaya yang tidak
dominan seringnya terpaksa belajar kebudayaan baru untuk bertahan.
Hal ini juga dapat didefinisikan sebagai perubahan pola kebudayaan
terhadap masyarakat dominannya (Spector, 2000).
5. Asimilasi
Asimilasi merupakan proses seorang individu berkembang
identitas kebudayaannya. Asimilasi berarti menjadi seperti anggota
dari kebudayaan yang dominan. Beberapa aspeknya, seperti tingkah
laku, kewarganegaraan, ciri perkawinan, dan sebagainya. Di sini,
seseorang atau kelompok kehilangan beberapa kebudayaan aslinya
untuk kemudian membentuk kebudayaan baru bersama dengan yang
lain. Hal ini ditujukan untuk membentuk interaksi yang baik.
Ada beberapa faktor kebudayaan yang menjadi pertimbangan
toleransi, diantaranya:
1. Ras
4
Ras merupakan klasifikasi orang-orang yang dibagi berdasarkan
karakteristik biologis, tanda keturunan (genetik) dan corak. Orang
dengan ras yang sama, umumnya mempunyai banyak persamaan
karakter. Namun, penting untuk diketahui bahwa tidak semua orang
dengan ras yang sama memiliki kebudayaan yang sama pula.
2. Prasangka
Prasangka merupakan sebuah kepercayaan negatif atau
kecenderungan yang menyamaratakan pada satu kelompok dan hal
tersebut akan menuntut pada dakwaan. Hal ini terjadi karena orang
yang berprasangka tidak mengetahui penuh budaya orang yang
diprasangkai atau orang tersebut membuat penyamarataan pandangan
berdasarkan pengalamannya dengan seorang individu dari kelompok
tersebut terhadap semua anggota kelompok itu.
3. Stereotipe
Stereotipe adalah menyamakan seluruh anggota dari sebuah
kebudayaan atau kelompok etnik bahwa mereka semua mirip/ sama.
Stereotipe mungkin berdasarkan penyamaan yang ditemukan pada
penelitian atau mungkin tidak berhubungan dengan kenyataan. Di sini,
perawat harus tahu bahwa tidak semua orang dari kelompok tertentu
memiliki kepercayaan kesehatan yang sama, praktik dan nilai yang
sama pula.
4. Diskriminasi
Diskriminasi merupakan pembedaan perlakuan individu atau
kelompok berdasarkan kategori, seperti ras, etnik, jenis kelamin, dan
kelas sosial. Terjadi jika seseorang bertindak merugikan atau
menyangkal hak pokok individu lain atau lebih.
5. Culture Shock
Culture shock adalah suatu guncangan atau ketidaknyamanan yang
terjadi sebagai respons atas pergantian/ perpindahan dari satu
kebudayaan ke kebudayaan lain. Ini terjadi jika seseorang pindah dari
satu lokasi geografi ke lokasi lain atau berimigrasi ke negara baru.
5
Salah satu cara untuk menganalisis keyakinan adalah dengan
menggunakan heritage consistensy. Heritage consistensy dikembangkan
oleh Estes dan Zitzaw (1980). Teori ini menggambarkan tingkat gaya
hidup yang mencerminkan konteks kultural (Potter & Perry, 2009). Hal ini
memungkinkan kita mengkaji keyakinan tentang kesehatan dengan
menentukan ikatannya dengan keyakinan tradisionalnya.
A. Budaya
Budaya menggambarkan sifat nonfisik, seperti keyakinan, sikap
atau adat-istiadat suatu masyarakat yang diturunkan dari generasi ke
generasi selanjutnya. Budaya merupakan kumpulan keyakinan,
kebiasaan, praktik, kesukaan, norma, adat-istiadat, ketidaksukaan dan
ritual yang dipelajari dari keluarga selama sosialiasasi bertahun-tahun
(Potter & Perry, 2009). Di dalam budaya tidak hanya terbatas pada
komunikasi lisan, tetapi juga yang lain. Contoh, cara membuat kontak
mata, menyentuh tubuh, dan memegang tangan.
B. Etnisitas
Etnisitas adalah rasa identitas diri yang berkaitan dengan kelompok
kultur sosial umum dan warisan budaya (Potter & Perry, 2009).
Karakteristik dari suatu etnik mencakup bahasa dan dialek, status
perpindahan, suku bangsa, dan kepercayaan serta praktek religius.
Sehingga, etnisitas sangat kompleks, sukar dipahami dan didefinisikan
dengan kurang jelas.
C. Religi
Religi adalah keyakinan dalam suatu kekuatan sifat ketuhanan atau
di luar kekuatan manusia yang harus dipatuhi dan diibadatkan sebagai
pencipta dan pengatur alam semesta ((Abramsom, 1980) dalam
Fundamental Keperawatan). Nilai religi berfungsi untuk
mengklarifikasi etnisitas lebih jauh.
Klien berasal dari budaya yang berbeda. Di dalamnya mencakup
latar belakang etnis, keagamaan, dan budaya. Konsistensi warisan budaya
ini membantu cara pemahaman terhadap klien bagaimana mereka
6
menginterpretasikan kesehatan atau penyakit dengan cara modern atau
tradisional.
Selain heritage consistensy, ada 6 fenomena kultural yang
diidentifikasi oleh Giger & Davidhizar (1995). Keenam fenomena ini
terdiri dari:
1. Kontrol Lingkungan
Mengacu pada kemampuan dari anggota kelompok kultural
tertentu untuk merencanakan aktivitas yang mengontrol sifat dan
faktor keturunan langsung (Giger & Davidhizar, 1995). Di dalamnya
mencakup keyakinan tradisional tentang kesehatan dan penyakit,
pengobatan tradisional dan penggunaan penyembuh tradisional.
Sehingga, fenomena ini berperan penting dalam cara klien berespons
terhadap pengalaman yang berhubungan dengan kesehatan.
2. Variasi Biologis
Seseorang dari satu kelompok kultural pasti mempunyai variasi
biologis berbeda dengan kelompok kultural lainnya. Beberapa contoh
signifikan yang dapat dijadikan pertimbangan, yaitu:
- Struktur dan bentuk tubuh
- Warna kulit
- Variasi enzimatik dan genetik
- Kerentanan terhadap penyakit
- Variasi nutrisi
3. Organisasi Sosial
Lingkungan sosial tempat seseorang dibesarkan dan bertempat
tinggal berperan penting dalam perkembangan dan identitas kultural
mereka. Proses sosialisasi ini menjadi suatu bagian warisan yang
diturunkan dan mengacu pada unit keluarga dan organisasi kelompok
sosial yang dapat diidentifikasi oleh klien.
4. Komunikasi
7
Perbedaan bahasa antara perawat dengan klien menjadi hal
terpenting dalam memberikan asuhan keperawatan. Perbedaan ini akan
berpengaruh pada setiap aspek dan tahapan asuhan keperawatan.
Ketidakberhasilan berkomunikasi secara efektif akan membuat
penundaan dalam diagnosis dan tindakan terhadap klien. Bahkan bisa
lebih dari itu. Perawat tidak seharusnya menganggap klien dapat
memahami apa yang sudah diucapkannya. Istilah-istilah medis harus
dijelaskan dengan jelas dan terang terutama klien yang mempunyai
keterbatasan ketrampilan dalam bahasa perawat.
5. Ruang
Ruang personal di sini mencakup perilaku individu dan sikap yang
ditujukan pada ruang di sekitar mereka. Teritorialitas merupakan suatu
sikap yang ditujukan pada area seseorang yang diklaim dan
dipertahankan atau reaksi emosional ketika orang-orang lain memasuki
area tersebut. Keduanya ini dipengaruhi oleh budaya. Perawat harus
berusaha menghargai teritorial klien. Ruang personal ini banyak
berhubungan dengan aktivitas keperawatan dan perawat harus sensitif
terhadap respons klien berkenaan dengan ruang personal ini. Misalnya,
saat memberikan asuhan keperawatan yang mengharuskan perawat
menyentuh tubuh klien.
6. Orientasi Waktu
Orientasi waktu berbeda antara kelompok satu dengan yang lain.
Perawat yang mempunyai sikap yang berhubungan dengan waktu
mungkin menemukan kesulitan untuk memahami dan merencanakan
asuhan keperawatan terhadap klien yang mempunyai orientasi waktu
yang berbeda. Perbadaan orientasi waktu dapat menjadi hal penting
dalam perawatan kesehatan, seperti perencanaan jangka panjang dan
penjelasan tentang jadwal medikasi. Misalnya, penjelasan pentingnya
keteraturan minum obat pada penderita tekanan darah tinggi.
Dari banyak penjelasan di atas, asuhan keperawatan transkultural
memang sangatlah kompleks. Sebelum kita membuat perencanaan dan
tindakan perawatan, kita perlu mengetahui konsep, prinsip, fenomena, dan
8
faktor-faktor lain yang dapat dijadikan pertimbangan yang berhubungan
dengan budaya ini. Diharapkan, setelah kita mengetahuinya, kelak asuhan
keperawatan yang kita berikan terhadap klien akan efektif dan berlangsung
dengan lancar.
3. Pengkajian dan Instrumennya dalam Asuhan keperawatan Budaya
Penting bagi perawat untuk memahami bahwa klien mempunyai
wawasan pandangan dan interprestasi mengenai penyakit dan kesehatan
yang berbeda, berdasarkan keyakinan sosial-budaya dan agama klien
sehingga terjalin hubungan baik. Hubungan ini akan meningkatkan
pemberian asuhan keperawatan yang aman dan efektif secara budaya.
Karena terdapat rentang yang luas tentang keyakinan dan praktik
kesehatan yang berlatar belakang etnik, budaya, sosial dan agama dari
individu, keluarga atau komunitas. Klien dapat mengantisipasi saat
mengalami suatu penyakit dengan pendekatan modern ataupun pendekatan
tradisional, dapat juga menggunakan kedua pendekatan tersebut.
Hubungan dan komunikasi transkultular terjadi ketika setiap individu
berusaha untuk memahami sudut pandang orang lain melalui budayanya.
Setelah mencapai kultular, perawat harus mempertimbangkan faktor-
faktor budaya klien sepanjang proses keperawatan.
Heritage Consistency adalah melihat akulturasi sebagai suatu
kontinum. Dengan menggunakan teori ini, dikaji tingkat diamana
masyarakat menjadi bagian dari kultur dominan dan tradisional.
- Budaya, menggambarkan sifat non-fisik, seperti nilai, keyakinan, sikap
atau adat istiadat yang disepakati oleh kelompok masyarakat dan
diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
- Etnisitas, rasa identitas diri yang berkaitan dengan kelompok sosial dan
warisan budaya.
- Religi, keyakinan dalam suatu kekuatan sifat ketuhanan atau diluar
kekuatan manusia yang harus dipatuhi dan diibadatkan sebagai pencipta
dan pengatur alam semesta (Abramsom, 1980).
Keyakinan Tradisional Tentang Kesehatan Penyakit
9
Keyakinan kesehatan tradisional tentang penyebab dari suatu
penyakit dapat sangat berbeda dengan model epidemiologi orang barat
sehingga penting untuk memahami epidemiologi tradisional, atau
penyebab penyakit di dalam sistem keyakinan. Dalam model epidemiologi
orang barat, penyebab suatu penyakit mungkin stress dan maladaptasi,
virus, bakteri atau karsinogen. Pada model epidemiologi tradisional,
terdapat perbedaan yang sangat menonjol tentang agens penyebab,
termasuk kekosongan jiwa, mantra, mata setan dan guna-guna yang dapat
disebabkan oleh orang-orang yang memiliki kemampuan untuk membuat
orang lain sakit. Orang yang percaya dengan kekuatan ini harus dihindari,
termasuk iri, benci atau cemburu.
Praktik Tradisional
Pengobatan rakyat terus ada, sejalan dengan tekanan yang harus
meningkat dari pengobatan modern yang telah diturunkan dari sekolah
kedokteran dan generasi sebelumnya. Praktik rakyat dahulu hanya
memiliki bagian yang telah diabaikan oleh sistem keyakinan perawatan
kesehatan modern.
Berikut ini adalah keragaman dari pengobatan rakyat tradisional
(Yoder, 1972).
1. Pengobatan Rakyat Alamiah
Pengobatan rakyat alamiah adalah salah satu penggunaan lingkungan
alamiah dan menggunakan herbal, tumbuhan, mineral dan substansi hewan
untuk mencegah dan mengatasi penyakit. Umumnya pengobatan ini
ditemukan pada ramuan tradisional tradisional dan obat-obatan rumah
tangga. Aspek umum dari penggunaan herbal adalah pengetahan bahwa
segala yang terdapat di alam merupakan sumber terapi. Secara umum,
tradisi pengobatan rakyat yang menggambarkan tahun dimana herbal itu
dipetik; cara herbal itu dikeringkan; dan metode; jumlah; dan frekuensi
penggunaan.
2. Pengobatan Rakyat Magisoreligius
10
Salah satu contoh dari pengobatan ini adalah bentuk penyembuhan
keagamaan tidak resmi. Dalam praktik ini lues, jimat, air suci dan
manipulasi fisik digunakan dalam upaya penyembuhan penyakit.
Penggunaan Benda Pelindung
Jimat adalah benda dengan kekuatan magis. Jimat dikenal dengan
perlindungan yang dikenal oleh semua masyarakat di seluruh dunia dan
berkaitan dengan perlindungan terhadap masalah (Budge, 1978).
Seseorang juga ada yang menggunakan talisman atau benda keagamaan
lainnya yang telah disucikan. Tulisman diyakini memiliki kekuatan yang
luar biasa dan dapat dipakai dengan tali mengelilingi pinggang atau
dibawa di dalam saku baju atau tas. Orang yang mengenakan jimat atau
tulisman harus diperbolehkan untuk melakukannya di lembaga perawatan
tempat ia dirawat.
Penggunaan Makanan
Banyak orang percaya bahwa sistem tubuh terjaga keseimbangannya
dengan memakan tipe makanan tertentu, sehingga terdapat banyak
makanan dan kombinasi makanan yang dianggap tabu. Seperti contoh,
dipercaya bahwa beberapa bahan makanan dapat dimakan untuk mencegah
penyakit. Orang dari banyak latar belakang etnik memakan bawang putih
atau memakainya ditubuh mereka atau menggantungkannya di rumah
untuk tujuan ini.
Praktik Religius
Pendekatan tradisional lain terhadap pencegahan penyakit berpusat
pada sekitar agama termasuk praktik nseperti membakar lilin, ritual
penebusan dan sembahyang. Banyak orang percaya bahwa penyakit dapat
dicegah dengan mengikuti secara ketat aturan, moral dan praktik serta
memandang penyakit sebagai hukuman terhadap pelecehan religius.
Ramuan Tradisional
Ketika seseorang menggunakan obat-obatan yang berasal dari
warisan budaya etnokultular mereka,maka penggunaan obat-obatan ini
disebut pengobatan alternatif. Sifat farmasitis dari vegetasi tumbuhan,
11
akar0akaran, batang, bunga, biji dan herbal telah banyak diteliti, dicoba,
dibuatkan katalog dan digunakan di banyak Negara.
Penyembuh (Dukun)
Dalam komunitas tertentu, orang tertentu dikenal mempunyai
kekuatan untuk menyembuhkan. Dukun dianggap mendapat anugerah dari
Tuhan. Banyak contoh seseorang dengan warisan budaya konsisten
terlebih dahulu berkinsultasi dengan dukun sebelum ia berhubungan
dengan pemberi perawatan kesehatan modern. Terdapat banyak perbedaan
antara dokter Barat dengan dukun tradisional (Kaptchuk & Croucher,
1987) Hubungan antara seseorang dengan dukun sering lebih dekat
dibandingkan dengan tenaga perawatan kesehatan professional. Orang
vmenganggap dukun sebagai seseorang yang mampu memahami masalah
dalam konteks kultural, berbicara dengan bahasa yang sama, dan memiliki
pandangan yang sama tentang dunia.
Faktor Kultular dan Proses Keperawatan
1. Pengkajian Komunitas
Perawat harus memberikan perawatan yang sensitif dan kompeten
secara kultular di komunitas.
2. Diagnosa Keperawatan
Mengelompokkan data yang relevan dan mengembangkan diagnose
keperawatan aktual dan potensial yang berhubungan dengan kebutuhan
kultular dan etnik klien.
3. Perencanaan
Perawat sekali lagi mempertimbangkan variable kultular yang
berkaitan klien yang melibatkan keluarga besar dalam proses
perawatan.
4. Implementasi
Perawat mengetahui perawatan seperti apa yang dianggap klien sesuai
dengan mereka dan melibatkan keluarga tentang harapan mereka.
5. Evaluasi
Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan dengan menentukan sejauh
mana tujuan dan hasil yang diharapkan dari perawatan telah terpenuhi.
12
B. Aplikasi transkultural pada beberapa masalah kesehatan
1. Aplikasi transkultural pada masalah penyakit kronik
Penyakit kronik adalah penyakit yang timbul bukan secara tiba-tiba,
melainkan akumulasi dari sesuatu penyakit hingga akhirnya menyebabkan
penyakit itu sendiri. (Kalbe medical portal) Penyakit kronik ditandai banyak
penyebab. Contoh penyakit kronis adalah diabetes, penyakit jantung, asma,
hipertensi dan masih banyak lainnya. Ada hubungan antara penyakit kronis
dengan depresi. Depresi adalah kondisi kronis yang mempengaruhi pikiran
seseorang, perasaan dan perilaku sehingga sulit untuk mengatasi peristiwa
kehidupan sehari-hari. (Andres Otero-Forero, Queensland Transcultural Mental Health Centre).
Seseorang yang menderita depresi memiliki kemungkinan lebih tinggi
menderita penyakit kronis seperti diabetes, penyakit jantung atau asma.
Penyebab depresi itu sendiri kompleks, terkait dengan lingkungan interaksi
seseorang maupun kepribadiaannya sendiri. Beberapa faktor penyebab umum
adalah:
Berbagai jenis depresi memerlukan cara yang berbeda dalam jenis
pengobatannya. Untuk depresi ringan, dapat dianjurkan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu. Dalam kasus depresi parah, dianjurkan untuk
mengkonsumsi obat dan psikoterapi. Salah satu pendekatan yang muncul
menjadi lebih umum untuk segala bentuk depresi adalah manajemen diri.
Manajemen diri mengacu pada strategi orang menggunakan untuk berurusan
dengan kondisi mereka. Dimana seseorang melibatkan tindakan, sikap atau
tujuan dalam mengambil atau membuat keputusan untuk mempertahankan
dan meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan.
Pengobatan terhadap penyakit kronik yang telah dilakukan di
masyarakat saat ini amat beragam. Tidak dapat dipungkiri bahwa sistem
pengobatan tradisional juga merupakan sub unsur kebudayaan masyarakat
• Faktor herediter • Trauma
• Isolasi atau kesepian • Pengangguran
• konflik Keluarga • Kesulitan penyelesaian
• Stres • Nyeri
13
sederhana yang telah dijadikan sebagai salah satu cara pengobatan.
Pengobatan inilah yang juga menjadi aplikasi dari transkultural dalam
mengobati suatu penyakit kronik. Pengobatan tradisional ini dilakukan
berdasarkan budaya yang telah diwariskan turun-temurun. Beberapa
contohnya adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat negeri Pangean lebih memilih menggunakan ramuan
dukun untuk menyembuhkan penyakit TBC, yaitu daun waru yang
diremas dan airnya dimasak sebanyak setengah gelas.
2. Masyarakat di Papua percaya bahwa penyakit malaria dapat
disembuhkan dengan cara minta ampun kepada penguasa hutan lalu
memetik daun untuk dibuat ramuan untuk diminum dan dioleskan ke
seluruh tubuh.
3. Masyarakat Jawa memakan pisang emas bersamaan dengan kutu
kepala (Jawa: tuma) tiga kali sehari untuk pengobatan penyakit
kuning.
Pengobatan tradisional yang sering dipakai berupa pemanfaatan bahan-
bahan herbal. Herba sambiloto menjadi sebuah contoh yang khasiatnya
dipercaya oleh masyarakat dapat mengobati penyakit-penyakit kronik, seperti
hepatitis, radang paru (pneumonia), radang saluran nafas (bronchitis), radang
ginjal (pielonefritis), radang telinga tengah (OMA), radang usus buntu,
kencing nanah (gonore), kencing manis (diabetes melitus). Daun lidah budaya
dan tanaman pare juga dijadikan sebagai pengobatan herbal. Tumbuhan
tersebut berkhasiat menyebuhkan diabetes melitus.
Tidak hanya di Indonesia, di luar negeri pun masih ada negara yang
meyakini bahwa pengobatan medis bukan satu-satunya cara mengobati
penyakit kronik. Misalnya, di Afrika, penduduk Afrika masih memiliki
keyakinan tradisional tentang kesehatan dan penyakit. Mereka menganggap
bahwa obat-obatan tradisional sudah cukup untuk mengganti produk yag akan
dibeli, bahkan mereka menggunakan dukun sebagai penyembuh tradisional.
Hal seperti ini juga terjadi di Amerika, Eropa, dan Asia.
2. Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri
14
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang actual atau potensial. Nyeri
adalah alasan utama seseorang untuk mencari bantuan perawatan kesehatan.
Selanjutnya, definisi nyeri menurut keperawatan adalah apapun yang menyakitkan
tubuh yang dikatakan individu yang mengalaminya, yang ada kapanpun individu
mengatakannya. Peraturan utama dalam merawat pasien nyeri adalah bahwa
semua nyeri adalah nyata, meskipun penyebabnya belum diketahui. Keberadaan
nyeri adalah berdasarkan hanya pada laporan pasien bahwa nyeri itu ada.
Aplikasi transkultural pada gangguan nyeri baik yang dilakukan oleh
pasien berdasarkan apa yang dipercaya olehnya atau yang dilakukan oleh perawat
setelah melakukan pengkajian tentang latar belakang budaya pasien adalah
sebagai berikut:
1. Dengan membatasi gerak dan istirahat. Seorang pasien yang mengalami
nyeri diharuskan untuk tidak banyak bergerak karena jika banyak bergerak
dapat memperparah dan menyebabkan nyeri berlangsung lama. Menurut
pandangan umat Islam, seseorang yang menderita nyeri untuk mengurangi
tau meredakannya dengan posisi istirahat atau tidur yang benar yaitu
badan lurus dan dimiringkan ke sebelah kanan. Hal ini menurut sunah
rasul. Dengan posisi tersebut diharapkan dapat meredakan nyeri karena
peredaran darah yang lancer akibat jantung yang tidak tertindih badan
sehingga dapat bekerja maksimal.
2. Mengkonsumsi obat-obatan tradisional. Beberapa orang mempercayai
bahwa ada beberapa obat tradisional yang dapat meredakan nyeri bahkan
lebih manjur dari obat yang diberikan oleh dokter. Misalnya, obat urut dan
tulang ‘Dapol Siburuk’ dari burung siburuk yang digunakan oleh
masyarakat Batak.
3. Dengan dipijat atau semacamnya. Kebanyakan orang mempercayai dengan
dipijat atau semacamnya dapat meredakan nyeri dengan waktu yang
singkat. Namun, harus diperhatikan bahwa apabila salah memijat akan
menyebabkan bertambah nyeri atau hal-hal lain yang merugikan penderita.
Dalam budaya Jawa ada yang disebut dukun pijat yang sering didatangi
orang banyak apabila mengalami keluhan nyeri misalnya kaki terkilir.
15
Dalam menerapkan transkultural pada gangguan nyeri harus tetap
mempertahankan baik buruknya bagi si pasien. Semua aplikasi transkultural
sebaiknya dikonsultasikan kepada pihak medis agar tidak menimbulkan hal yang
tidak diinginkan.
3. Aplikasi transkultural pada gangguan kesehatan mental
Berbagai tingkahlaku luar biasa yang dianggap oleh psikiater barat
sebagai penyakit jiwa ditemukan secara luas pada berbagai masyarakat non-
barat. Adanya variasi yang luas dari kelompok sindroma dan nama-nama untuk
menyebutkannya dalam berbagai masyarakat dunia, Barat maupun non-Barat,
telah mendorong para ilmuwan mengenai tingkahlaku untuk menyatakan bahwa
penyakit jiwa adalah suatu ‘mitos’, suatu fenomena sosiologis, suatu hasil dari
angota-anggota masyarakat yang ‘beres’ yang merasa bahwa mereka
membutuhkan sarana untuk menjelaskan, memberi sanksi dan mengendalikan
tingkahlaku sesama mereka yang menyimpang atau yang berbahaya,
tingkahlaku yang kadang-kadang hanya berbeda dengan tingkahlaku mereka
sendiri. Penyakit jiwa tidak hanya merupakan ‘mitos’, juga bukan semata-
semata suatu masalah sosial belaka. Memang benar-benar ada gangguan dalam
pikiran, erasaan dan tingkahlaku yang membutuhkan pengaturan pengobatan.
(Edgerton 1969 : 70). Nampaknya, sejumlah besar penyakit jiwa non-barat lebih
dijelaskan secara personalistik daripada naturalistik.
Sebagaimana halnya dengan generalisasi, selalu ada hal-hal yang
tidak dapat dimasukkan secara tepat ke dalam skema besar tersebut.
Kepercayaan yang tersebar luas bahwa pengalaman-pengalaman emosional
yang kuat seperti iri, takut, sedih, malu, dapat mengakibatkan penyakit, tidaklah
tepat untuk diletakkan di dalam salah satu dari dua kategori besar tersebut.
Mungkin dapat dikatakan bahwa tergantung situasi dan kondisi, kepercayaan-
kepercayaan tersebut boleh dikatakan cocok untuk dikelompokkan ke dalam
salah satu kategori. Misalnya, susto, penyakit yang disebabkan oleh ketakutan,
tersebar luas di Amerika Latin dan merupakan angan-angan. Seseorang
mungkin menjadi takut karena bertemu dengan hantu, roh, setan, atau karena
hal-hal yang sepele, seperti jatuh di air sehingga takut akan mati tenggelam.
16
Apabila agen-nya berniat jahat, etiologinya sudah tentu bersifat personalistik.
Namun, kejadian-kejadian tersebut sering merupakan suatu kebetulan atau
kecelakaan belaka bukan karena tindakan yang disengaja. Dalam ketakutan akan
kematian karena tenggelam, tidak terdapat agen-agen apa pun.
Kepercayaan-kepercayaan yang sudah dijelaskan di atas menimbulkan
pemikiran-pemikiran untuk melakukan berbagai pengobatan jika sudah terkena
agen. Kebanyakan pengobatan yang dilakukan yaitu mendatangi dukun-dukun
atau tabib-tabib yang sudah dipercaya penuh. Terlebih lagi untuk pengobatan
gangguan mental, hampir seluruh masyarakat desa mendatangi dukun-dukun
karena mereka percaya bahwa masalah gangguan jiwa/mental disebabkan oleh
gangguan ruh jahat. Dukun-dukun biasanya melakukan pengobatan dengan cara
mengambil dedaunan yang dianggap sakral, lalu menyapukannya ke seluruh
tubuh pasien. Ada juga yang melakukan pengobatan dengan cara menyuruh
pihak keluarga pasien untuk membawa sesajen seperti, berbagai macam bunga
atau binatang ternak.
Para ahli antropologi menaruh perhatian pada ciri-ciri psikologis shaman.
Shaman adalah seorang yang tidak stabil dan sering mengalami delusi, dan
mungkin ia adalah seorang wadam atau homoseksual.namun apabila
ketidakstabilan jiwanya secara budaya diarahkan pada bentuk-bentuk
konstruktif, maka individu tersebut dibedakan dari orang-orang lain yang
mungkin menunjukkan tingkahlaku serupa, namun digolongkan sebagai
abnormal oleh para warga masyarakatnya dan merupakan subyek dari upacara-
upacara penyembuhan. Dalam pengobatan, shaman biasanya berada dalam
keadaan kesurupan (tidak sadar), dimana mereka berhubungan dengan roh
pembinanya untuk mendiagnosis penyakit. para penganut paham kebudayaan
relativisme yang ekstrim menggunakan contoh shamanisme sebagai hambatan
utama dalam arguentasi mereka bahwa apa yang disebut penyakit jiwa adalah
sesuatu yang bersifat kebudayaan.
Dalam banyak masyarakat non-Barat, orang yang menunjukkan
tingkahlaku abnormal tetapi tidak bersifat galak maka sering diberi kebebasan
gerak dalam masyarakat mereka, kebutuhan mereka dipenuhi oleh anggota
keluarga mereka. Namun, jika mereka mengganggu, mereka akan dibawa ke sutu
17
temapt di semak-semak untuk ikuci di kamrnya. Sebuah pintu khusus (2 x 2 kaki)
dibuat dalam rumah, cukup untuk meyodorkan makanan saja bagi mereka dan
sebuah pintu keluar untuk keluar masuk komunitinya.
Usaha-usaha untuk membandingkan tipe-tipe gangguan jiwa secara lintas-
budaya umumnya tidak berhasil, sebagian disebabkan oleh kesulitan-kesulitan
pada tahapan penelitian untuk membongkar apa yang diperkirakan sebagai gejala
primer dari gejala sekunder. Misalnya, gejala-gejala primer yaitu yang menjadi
dasar bagi depresi. Muncul lebih dulu dan merupakan inti dari gangguan. Gejala-
gejala sekunder dilihat sebagai reaksi individu terhadap penyakitya ; gejala-gejala
tersebut berkembang karena ia berusaha untuk menyesuaikan diri dengan
tingkahlakunya yang berubah (Murphy, Wittkower, dan Chance 1970 : 476).
C. Kasus Transkultural terhadap Diabetes
1. Tinjauan Kasus
Nilai Gula Darah Normal
Kebanyakan manusia bervariasi sekitar 82-110 mg/dl pada keadaan
sebelum makan. Setelah makan akan naik sekitar 140 mg/dl. The
American Diabetes Association merekomendasikan kadar glukosa pasca-
makan <180 mg/dl dan pra-makan pada kadar 90-130 mg/ dl. Pada laki-
laki dewasa sehat denagn berat 75 kg dan volume 5 liter darah, glukosa
levelnya 110 mg/dl.
Pada penderita diabetes, kadar glukosa saat puasa >126 mg/ dl dan saat
normal >200 mg/ dl.
a. Masalah yang ditemukan pada kasus tersebut, diantaranya :
Laki-laki usia 50 tahun,
Pingsan saat rapat di kantornya,
Kadar gula darahnya mencapai 450mg/dl,
Dua tahun didiagnosis menderita Diabetes Mellitus tipe II,
Kegemukan, dan
Kesulitan mengatur makanannya karena kebiasaan budaya
Jawanya makan makanan yang manis.
b. Analisis kasus
18
Ditinjau dari keadaan fisik :
- Kegemukan
- Kadar gula darah di atas normal
Ditinjau dari pola hidup :
- Kurang aktivitas fisik
- Banyak mengkonsumsi makanan mengandung gula
c. Peran perawat
o Memberi interferensi berupa konsultasi, penyuluhan komunitas dan
pasien,bantuan dalam menjaga pola makan dan melakukan
implementasi independent dari dokter berupa pemberian obat dan
aturan pemakaian.
o Memberikan pelayanan kesehatan selama medikasi di rumah sakit
dan menjaga kondisi kesehatan pasien agar tidak menurun bahkan
meningkatkan kondisi kesehatannya.
d. Peran dari segi transkultural
o Memberi pendidikan kesehatan komunitas menyangkut deskripsi DM,
diet dan bahayanya
o Mengkaji jenis makanan yang biasa dikonsumsi komunitas tersebut
o Menghimbau pola makan yang sesuai untuk diet DM dan juga dapat
diterima pada budaya pasien→dapat berupa mengganti gula yang
ditolerir oleh penderita DM atau mengurangi konsumsi gula yang biasa
digunakan.
19
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan :
1. Keperawatan transkultural didefinisikan oleh Leininger (2002) sebagai
penelitian perbandingan budaya untuk memahami persamaan (budaya
universal) dan perbedaan (budaya tertentu) di antara kelompok manusia.
2. Tujuan keperawatan transkultural adalah bentuk pelayanan yang sama
secara budaya atau pelayanan yang sesuai pada nilai kehidupan individu
dan arti yang sebenarnya.
3. Konsep dan prinsip dalam asuhan keperawatan transkultural didasari pada
ilatar belakang etnik, budaya, dan agama yang berbeda dengan kliennya
yag dijadikan sebagai pertimbangan dalam meningkatkan pemberian
asuhan keperawatan secara efektif.
4. Pengkajian dan instrumennya dalam asuhan keperawatan budaya
memepelajari budaya klien beserta hubungan dan komunikasi transkultular
untuk mempertimbangkan faktor-faktor budaya klien sepanjang proses
keperawatan.
5. Aplikasi Transkultural dalam masalah penyakit kronik, ganguan nyeri dan
ganguan mental dalam masyarakat adalah pengobatan tradisional yang
diajarkan secara turun temurun yang dipercaya oleh masing-masing
20
penganut dan tidak ada juga yang menggunakan tanaman sebagai obat
herbal.
6. Kasus diabetes dapat ditinjau dari transkultural keperawatan bahwa
budaya seseorang terkhususnya dalam makanan memepengaruhi resiko
terkena diabetes dan menjadi faktor pertimbangan dalam memberikan
asuhan keperawatan agar berjalan efektif.
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, Efy. Ringkasan Materi : Unit 2 Keragaman budaya dan perspektif
transkultural dalam keperawatan. Diambil dari http:// repository...
Forero, Andres Otero. (2008). Pendekatan Transcultural Menghormati Pikiran &
Tubuh. http://www...
Foster, G.M. & Anderson, B.G (2006). Antropologi Kesehatan. Terjemahan
Priyanti PS & Meutia F.H.S.Jakarta:UI Press.
Harrison. (1999). Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Volume I. Terjemahan.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Gejala dan Ciri Diabetes. Diambil dari http://www...
Giger, J. N. & Davidhizar. (1995). Transcultural Nursing: Assessment and
Intervention. St. Louis: Mosby.
Informasi Diabetes. Diambil dari http://www...
Kadar Gula Darah Normal. Diambil dari http://www...
Kalbe Medical Portal : Details of Disease. Diambil dari http://www...
Kebiasaan Penyebab Diabetes. Diambil dari http://www...
Kozier, B., Erb, G., Berman, A. J., & Snyder. (2004). Fundamentals of Nursing:
Concepts, Process, and Practice. 7th Ed. New Jersey: Pearson Education,
Inc.
Novieastari, Enie. Culture and Health Problems. Diambil dari http://www...
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2009). Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Buku I
hal.175-199. Terjemahan Penerbit Salemba Medika.
RN, Redinger. (2007). The Pathophysiology of Obesity and Its Clinical
Manifestations. Gastroenterology & Hepatology.11 (3): 856-863.
Suparjo. Definisi Nyeri. Diambil dari http://www...
iv