fg 4-askep pada setting bencana banjir.doc

49
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pada bab I pasal 1 dijelaskan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Salah satu jenis bencana adalah banjir. Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat (www.bnpb.go.id). Banjir di Ibukota Jakarta merupakan suatu fenomena tersendiri sebab setiap tahun, setiap musim hujan banjir Jakarta selalu terjadi dan karena terus terjadinya banjir di jakarta terkadang hal tersebut sudah menjadi kebiasaan. Jakarta memiliki tipografi yang merupakan faktor yang menyebabkan banjir, antara lain: bahwa 75% merupakan daerah resapan, 40 % wilayah berada di 1

Upload: mira-andriyani

Post on 21-Nov-2015

143 views

Category:

Documents


12 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, pada bab I pasal 1 dijelaskan bahwa bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Salah satu jenis bencana adalah banjir. Banjir adalah peristiwa atau keadaan dimana terendamnya suatu daerah atau daratan karena volume air yang meningkat (www.bnpb.go.id). Banjir di Ibukota Jakarta merupakan suatu fenomena tersendiri sebab setiap tahun, setiap musim hujan banjir Jakarta selalu terjadi dan karena terus terjadinya banjir di jakarta terkadang hal tersebut sudah menjadi kebiasaan. Jakarta memiliki tipografi yang merupakan faktor yang menyebabkan banjir, antara lain: bahwa 75% merupakan daerah resapan, 40 % wilayah berada di bawah permukaan air, dilintasi 13 anak sungai, dan merupakan daerah pertemuan angin dan wind sear.

Seorang perawat, khususnya perawat komunitas memiliki tanggung jawab peran dalam membantu mengatasi ancaman bencana banjir baik selama fase preparedness, response, serta recovery. Tujuan utama dari tindakan keperawatan bencana ini adalah untuk mencapai kemungkinan tingkat kesehatan terbaik masyarakat yang terkena bencana tersebut. 1.2 Tujuan Penulisan1.2.1 Untuk mengetahui fenomena banjir di Jakarta.1.2.2 Untuk mengetahui faktor-faktor risiko dari banjir.

1.2.3 Untuk mengetahui masalah kesehatan yang dapat timbul dari bencana banjir.

1.2.4 Untuk mengetahui peran perawat komunitas dalam setiap fase bencana banjir.1.2.5 Untuk mengetahui pengkajian yang dilakukan perawat komunitas dalam bencana banjir.1.2.6 Untuk mengetahui asuhan keperawatan yang diberikan perawat komunitas terhadap korban bencana banjir.

1.3 Rumusan Masalah1.3.1 Bagaimana fenomena banjir di Jakarta?1.3.2 Apa saja faktor-faktor risiko dari banjir? 1.3.3 Apa saja masalah kesehatan yang dapat timbul dari bencana banjir?1.3.4 Apa saja peran perawat komunitas dalam setiap fase bencana banjir?1.3.5 Apa saja pengkajian yang dilakukan perawat komunitas dalam bencana banjir?1.3.6 Bagaimana asuhan keperawatan yang diberikan perawat komunitas terhadap korban bencana banjir? 1.4 Metode Penulisan Penulisan dan penyusunan makalah ini menggunakan metode studi literatur dari berbagai sumber buku terkait, penelusuran pustaka yang terpecaya dari internet, serta diskusi PBL (Problem Based Learning) sesuai dengan kasus pemicu yang didapat yakni mengenai bencana banjir di Jakarta.1.5 Sistematika Penulisan Sistematika penulisan dari makalah ini yaitu terdiri atas empat bab, yang terdiri dari bab 1 atau pendahuluan yang berisi latar belakang, tujuan penulisan makalah, rumusan masalah, metode penulisan dan sistematika penulisan. Kemudian bab 2 atau tinjauan pustaka yang berisi fenomena banjir Jakarta, faktor risiko dari banjir, masalah kesehatan yang dapat timbul dari bencana banjir, peran perawat komunitas dalam bencana banjir, pengkajian yang dilakukan perawat komunitas dalam bencana banjir, serta asuhan keperawatan yang diberikan perawat komunitas terhadap korban bencana banjir. Pada bab 3 atau analisa kasus berisi materi bahasan seperti pembahasan kasus pemicu, dan asuhan keperawatan yang diberikan pada klien komunitas dalam kasus. Terakhir, pada bab 4 atau penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Bencana BanjirBanjir merupakan limpahan air yang terjadi pada daerah yang biasanya tidak terendam oleh air (Koenig, 2010). Banjir yang sering terjadi di masyarakat dapat bersifat tenang yang meluap secara perlahan dan dapat juga bersifat deras yang sering disebut banjir bandang. Banjir bandang ini dapat terjadi hanya dalam beberapa menit tanpa tanda-tanda hujan. Banjir bandang ini dapat terjadi karena curah hujan tinggi yang berlebihan, jebolnya tanggul atau bendungan, atau mencairnya es dari salju. Banjir bandang ini terkesan sangat berbahaya karena aliran air yang deras, membawa kerikil dan bebatuan serta terkadang juga bercampur degan lumpur. Selain itu banjir overland yang sering terkesan banjir yang tenang dapat disebabkan oleh sungai yang meluap ke daratan pinggir sungai,

Menurut Koenig (2010), banjir yang sering dijumpai dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu:

1. Proses alami yang ada di daerah daratan dan peisir. Pada daerah daratan, banjir dapat terjadi karena adanya curah hujan yang tinggi sehingga menimbulkan genangan air yang disebut banjir. Pada daerah pesisir pantai, banjir dapat disebabkan badai laut, genangan air di pesisir atau juga tsunami. 2. Perubahan tatanan lingkungan oleh manusia. Modifikasi lingkungan dengan sedikitnya tempat penyerapan air sangatlah berdampak adanya banjir. Kegagalan pembuatan tanggul dan modifikasi lingkungan oleh manusia yang mempengaruhi perubahan iklim global juga dapat berpengaruh terhadap datangnya bencana banjir. Pembuatan pemukiman di daerah yang rawan terhadap banjir juga dapat meningkatkan kerentanan masyarakat dalam bencana banjir.

Selain itu, menurut Ghosh (1997), penyebab dari banjir kurang lebih sama, diantaranya:

1. Jebolnya bendungan pada area yang rawan banjir.

2. Erosi pada tepi sungai

3. Naiknya dasar sungai yang dikarenakan adanya endapan lumpur di dasar sungai.

4. Perubahan aliran sungai dari waktu ke waktu

Karena banyaknya penyebab-penyebab yang dapat menimbulkan banjir di suatu daerah, perlu diperhatikan daerah dimana seseorang tinggal. Daerah-daerah dataran rendah, dekat dengan sumber perairan, daerah yang dekat dengan tanggul air, dan hilir bendungan sangat rentan terhadap terjadinya bahaya banjir. Oleh sebab itu, perlu adanya persiapan dan modal penanggulangan bencana pada masyarakat tersebut dalam mengatasi banjir agar mereka dapat menyelamatkan diri sewaktu banjir melanda.

Apabila disuatu daerah terdapat bencana banjir, maka terdapat hal-hal yang perlu diperhatikan bagi masyarakat untuk menjaga keselamatannya. Hal-hal yang perlu dilakukan menurut FEMA, seperti:

1. Mewaspadai adanya banjir bandang dengan tanda-tanda yang ada. Jika memang ada kemungkinan banjir bandang, segera pindah ke daerah yang lebih tinggi untuk mencegah adanya kecelakaan akibat banjir bandang.

2. Memantau terus informasi baik melalui televise, radio ataupun alat komunikasi yang lain mengenai banjir yang dialami untuk mengetahui intruksi-intruksi yang diarahkan.

3. Janganlah berjalan pada air yang mengalir. Hal tersebut dapat membuat seseorang jatuh dan kemudian terbawa arus. Pada kondisi banjir, alangkah lebih baik jika berjalan pada air yang tenang dan tidak mengalir. Pada saat berjalan menyusuri jalan pada saat banjir juga dapat digunakan bantuan tongkat untuk menyusuri jalan.

4. Janganlah berkendara pada saat banjir. Hal tersebut dikarenakan banjir dapat mengapungkan dan menyeret kendaraan.

Indonesia merupakan Negara maritim dimana sebagian besar wilayah Indonesia terdiri dari lautan. Dari hal tersebut dapat terlihat bahwa Indonesia mempunyai persediaan air yang banyak. Hal tersebut juga yang menjadikan Indonesia menjadi Negara langganan banjir. Salah satu wilayah yang sering mengalami banjir adalah ibukota dari Negara Indonesia itu sendiri, yaitu Jakarta. Di Jakarta terdapat lokasi-lokasi yang rawan terhadap adanya banjir. Berikut adalah peta daerah Jakarta yang rawan banjir menurut Badan Informasi Geospasial.

Menurut Ilmu Sipil (2014), ada beberapa penyebab mengapa Jakarta mempunyai tingkat kejadian banjir yang cukup tinggi, diantaranya adalah:

1. Sungai atau saluran irigasi tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Hal ini dapat disebabkan karena tumpukan sampah di sungai dan/ penggunaan sebagian ruas sungai sebagai area hunian.

2. Pendangkalan atau pengecilan ukuran sungai.

3. Pintu air yang tidak berfungsi dengan baik.

4. Pembagian area banjir untuk mengantasipasi wilayah ring 1 agar tidak kebanjiran. Misalnya istana negara atau area perkantoran pemerintah lainya yang dilindungi dari banjir. Hal tersebut tentunya menyebabkan sebagian debit banjir harus dipindahkan dan ditanggung daerah lain.

5. Budaya masyarakat atau pengusaha yang kurang peduli atau tidak cinta lingkungan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan rusaknya beberapa air sungai di jakarta, saluran yang sebelumnya terisi air hijau menyegarkan kini berubah menjadi air hitam pekat penuh sampah/limbah dan bau.

6. Banyaknya pembangunan gedung, jalan, rumah dan bangunan lainya. Hal tersebut membuat tertutupnya sebagian permukaan bumi khususnya kota jakarta sehingga air hujan yang seharusnya menyerap kedalam perut bumi harus mengalir langsung di permukaan yang pada akhirnya dapat mengakibatkan banjir.

7. Penebangan pohon atau berkurangnya area tanaman hijau sehingga keseimbangan alam menjadi terganggu.

8. Banyaknya pemukiman yang dibiarkan tumbuh berkembang di area-area bantaran sungai, bantaran waduk, maupun kawasan lahan basah di seluruh area Jabodetabek yang semakin mengurangi kapasitas tampungan dan resapan air ketika musim penghujan tiba.

Pada awal tahun 2013, di wilayah Jakarta terjadi banjir yang cukup besar. Banjir tersebut setinggi 20 meter lebih dengan curah hujan yang tinggi yaitu 320 mm. Namun, dengan curah hujan yang setinggi itu seharusnya tidak menyebabkan banjir jika area penyerapan dan tata lokasi lingkungan baik. Menurut Maharani (2013), ada beberapa hal yang menyebabkan banjir Jakarta pada awal tahun 2013. Yang pertama adalah berubahnya ruang terbuka hijau di Jakarta menjadi kawasan pembangunan, seperti pemukiman, gedung, dan jalan sehingga resapan air hujan pun menjadi berkurang. Kedua, sistem drainase yang buruk di Jakarta. Seharusnya, saluran air berujung pada daerah resapan, bukan ke sungai ataupun laut. Ketiga, tidak optimalnya fungsi waduk dan situ. Banyak waduk di Jakarta yang akhirnya dijadikan sebagai hunian sehingga mengurangi tempat-tempat penampungan air. Keempat, belum dilakukannya normalisasi sungai-sungai di Jakarta. Masih banyak pemukiman-pemukiman di sekitar sungai yang seharusnya dipindah ke temapat yang layak huni.

Permasalahan banjir yang ada di Jakarta sudah sangatlah kompleks dikarenakan banyaknya sebab dari banjir yang terus melanda setiap tahunnya. Upaya pemerintah pun menjadi sangat rumit apabila harus mengatasi masalah-masalah dari sebab banjir di Jakarta dalam waktu yang singkat. Menurut Siregar (2014), pemerintah dapat membagi perannya seperti menjaga tata bangunan dan lingkungan di kawasan resapan air di hulu (inspeksi ruang hijau), menjaga waduk-waduk dan sungai (waterway inspection), mencegah penyerobotan (squatter control) dan mengorganisir penduduk untuk relokasi (resettlement organization), membuat sistem penyerapan tapak(site based infiltration system) skala mikro yang memadai di daerah hilir, mencegah pengurugan di lahan basah melaluikonsep permukiman berbasis konservasi lahan basah, mengelola mesin pompa air, dan sebagainya, sesuai kapasitas di tingkat daerah.2.2 Risiko Bencana Banjir dan Upaya Penurunan Risiko

Banjir memiliki risiko yang mempengaruhi masalah kesehatan. Bencana banjir yang terjadi dikontribusi oleh peningkatan curah hujan, perilaku masyarakat yang membuang sampah ke sungai, Daerah aliran sungai yang tidak memadai, dan system saluran pembuangan air yang buruh. Bencana banjir ini memiliki berbagai risiko yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Risiko tersebut meliputi:

1. Masalah kesehatan

Bencana banjir menimbulkan pengembangan vektor penyakit (penyakit tular air dan makanan). Penigkatan jumlah vector seperti nyamuk Aedes yang sudah terinfeksi oleh virus dengue (penyebab demam Dengue) dan Anopheles yang sudah terinfeksi Plasmodium (penyebab malaria) menyebabkan peningkatan frekuensi keterpaparan terhadap host. Penyakit tersebut meliputi penyakit kulit, demam berdarah, malaria, leptospitrosis, influenza dan gangguan pencernaan. Banjir meningkatkan risiko terjadinya Leptospirosis yang disebabkan oleh keterpaparan dengan air yang tercemar oleh urin tikus yang sudah terinfeksi bakteri Leptospira. Banjir juga mengakibatkan penyediaan air bersih kurang memadai sehingga dapat meimbulkan masalah kulit dan gangguan pencernaan (diare) (Menteri Kesehatan RI, 2012).2. Persediaan air bersih minim

Air yang tersedia sudah terkontaminasi oleh bahan dan zat yang mengandung berbagai jenis bakteri, virus dan parasit, sehingga air bersih yang mencukupi kebutuhan komunitas (Menteri Kesehatan RI, 2012).3. Masalah gizi

Banjir dapat menyebabkan kerugian pada sektor pertanian meliputi gagal panen dan rusakan cadangan panak di gudang. Hal ini dapat memicu munculnya masalah gizi.4. Masalah psikologis

Bencana banjir menimbulkan trauma pada korban bencana. Perubahan psikologis yang terjadi dapat berupa depresi, perubahan perilaku, stress akut, stress pasca-trauma, kehilangan percaya diri, muncul kekhawatiran dan ketakutan yang berlebihan. Masalah psikologis ini muncul sebagai akibat kehilangan keluarga, pekerjaan, rumah, dan barang berharga lainnya, serta kurangnya akses terhadap dukungan social (Menteri Kesehatan RI, 2012).5. Kerusakan sarana-sarana umumRisiko banjir tersebut dapat diminimalisir dengan melakukan mitigasi, persiapan dan pemberdayaan masyarakat.

1. Mitigasi

Mitigasi meliputi seluruh tindakan atau upaya untuk mengurangi dampak suatu bencana.

a. Mitigasi struktural: perbaikan dan peningkatan sistem drainase; peningkatan fusngsi sungai; relokasi pemukiman di sekitar sungai; pengembangan bangunan pengontrol tinggi muka air/hidrograf banjir (tanggul, waduk); perbaikan kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS); pembuatan sumur resapan.

b. Mitigasi non-struktural: pengembangan zona pemetaan banjir; mengembangkan sistem peringatan dini banjir; peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai banjir dan pelatihan-pelatihan dalam menghadapi bencana banjir (Rahayu, 2009).2. Persiapan yang dilakukan meliputi penyediaan peralatan, penyediaan air bersih, penyediaan makanan, dan penyediaan kebutuhan pokok lainnya, serta rencana evakuasi (Rahayu, 2009).3. Pemberdayaan masyarakat

Partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam mengurangi risiko dan penanggulangan bencana banjir. Hal tersebut karena masyarakat yang mampu mengidentifikasi kebutuhan, mengetahu masalah penyebab banjir dan melaakukan tindakan responsif untuk mencegah terjadinya banjir dan menanggulangi banjir.

Pemberdayaan masyarakat ini dapat diawali dengan pengumpulan bahan makanan yang disimpan dalam lumbung makanan,, perubahan perilaku tidak membuang sampah ke sungai dan peningkatan pengetahuan masyarakat mengenai banjir serta pelatihan-pelatihan dari institusi pemerintahan. Peningkatan kesadaran dan pengertian masyarakat tentang penyebam banjir dan dampaknya. Hal tersebut bertujuan supaya masyarakat mengetahui harus berbuat apa sebelu., ketika dan setelah banjir atau mampu menghadapi banjir secara efektif (UNESCO, 2008).

2.3 Masalah Kesehatan Akibat Bencana Banjir

Bencana banjir mengakibatkan berbagai permasalahan yang menyebabkan lingkungan yang tidak sehat, seperti berikut ini:

Penyediaan air bersih seringkali terganggu, demikian pula masyarakat akan kesulitan mencari sarana kamar mandi dan WC. Buang air besar dan air kecil yang sembarangan dapat mempermudah penularan penyakit. Bila hal ini terjadi maka kebutuhan untuk pola hidup bersih jauh dari sempurna.

Keadaan lingkungan akan semakin buruk bila terjadi pada daerah pengungsian. Jumlah manusia yang sangat banyak dan berjejal dalam satu ruangan memudahkan penyebaran penyakit baik lewat penularan melalui udara atau kontak langsung.

Bencana banjir dalam kondisi tertentu akan mengakibatkan harta benda dan nyawa bisa terancam. Kondisi ini akan mengganggu ekonomi dan psikologis masyarakat. Bila ekonomi terganggu maka penyediaan kebutuhan hidup khususnya makan dan minum yang berakibat kondisi tubuh tidak optimal.

Anak balita merupakan korban yang paling menderita. Daya tahan tubuh mereka sangat rentan, ditambah faktor gizi yang pasti berkurang akibat keterbatasan suplai makanan. Bila psikologis terguncang maka berimbas pada daya tahan tubuh menurun dan mempermudah masuknya berbagai penyakit ke dalam tubuh.

Gangguan alam ini bukan hanya mengganggu manusia, binatang juga tak luput dari ancaman. Berbagai binatang seperti tikus, kucing dan anjing dapat mati karena bencana ini. Bangkai binatang ini juga dapat menimbulkan masalah kesehatan lainnya.Lingkungan tersebut berpotensi menimbulkan berbagai masalah kesehatan, yakni:

1. Penyakit infeksi (water-borne disease)

Penyakit infeksi saluran cerna, dengan gejala demam, diare dan muntah sering ditularkan melalui air. Penyakit tersebut meliputi gastroenteritis karena virus rota, disentri, kolera, tifus, hepatitis A, giardiasis, cryptosporidiosis, E coli, giardia, norovirus, salmonelosis atau sigelosis.

Penyakit infeksi mata, dapat ditularkan melalui air adalah moluskum kontagiosum dan konjungtivitis (adenovirus). Otitis eksterna adalah infeksi telinga yang disebabkan karena Pseudomonas aeruginosa juga ditularkan lewat air.

Infeksi kulit yang penularannya dapat melalui air adalah "Hot Tub Rash". Penyebabnya adalah bakteri Pseudomonas. Penyakit kulit lainnya adalah Cercarial Dermatitis. Gejalanya berupa kulit yang terasa panas terbakar, gatal, pada kulit tampak bintil seperti jerawat kecil kemerah-merahan kadang disertai melepuh.

Penyakit yang disebabkan karena paparan dengan parasit yang terdapat pada burung dan hewan mamalia lainnya. Parasit tersebut mengkontaminasi manusia melalui perantara binatang keong yang terdapat dalam genangan air. Parasit ini terpapar pada kulit manusia yang mengalami rash atau kulit terkelupas karena sensitif atau alergi. Dalam keadaan luka terbuka pada kulit infeksi yang bisa terjadi adalah terkena kuman Vibrio parahemolitikus atau Vibrio vulnifikus.

Infeksi pernapasan, bisa ditularkan melalui air adalah faringokonjungtiva (infeksi tenggorok dan mata belek yang disebabkan adenovirus), legionellosis (demam pontiak dan penyakit Legionnaires) dan mikobakterium avium kompleks. Gejala infeksi saluran napas tersebut pada umumnya adalah demam, batuk atau pilek. Pada keadaan imun lemah dapat berpotensi menjadi pneumonia. Dalam lingkungan penampungan pengungsi penyakit yang mudah menular adalah diare, infeksi saluran napas akut, campak, cacar air atau infeksi mata.

Infeksi otak. Meskipun jarang terjadi, ini dapat terjadi dari penularan penyakit lewat air. Infeksi susunan saraf pusat yang dapat terjadi ialah meningitis aseptik yang disebabkan enterovirus dan infeksi neigleria. Gejala yang dapat terjadi adalah demam tinggi, muntah, kejang, dan kesadaran menurun.

Infeksi lainnya yang dapat terjadi adalah Hepatitis A. Gejala yang timbul adalah kulit dan mata tampak kuning, mual, muntah, demam dan badan lemas. Leptospirosis adalah infeksi yang disebabkan karena kuman leptospira juga dapat ditularkan lewat air.

2. Vector-borne disease

Mungkin dalam minggu awal saat hujan lebat dan aliran air banjir masih deras dapat menghilangkan jentik dan nyamuk penyebab demam berdarah. Tetapi setelah bulan pertama banjir, kasus penyakit demam berdarah, malaria, dan West Nile fever cenderung bertambah, karena banyak terjadi genangan air dimana-mana yang menjadi tempat berkembang biak nyamuk.

3. Cedera fisik

Luka atau memar yang disebabkan barang tajam atau lubang di bawah air

Setruman listrik

Tenggelam

Gigitan atau sengatan hewan seperti tikus atau serangga

Gigitan dari binatang peliharaan yang terkena stres

4. Gangguan kesehatan jiwa

Banjir menggenangi pemukiman, kompleks industri, dan ruang/fasilitas publik, sehingga mengganggu keberlangsungan kehidupan manusia, bahkan tidak jarang juga menimbulkan kerusakan pasca bencana. Aktivitas tidak bisa dilaksanakan secara normal, keseharian berubah tidak seperti biasanya, dan butuh waktu yang tidak sebentar untuk mengembalikan keadaan ke kondisi semula seperti sedia kala sebelum bencana. Hal ini dapat memicu terjadinya guncangan psikis pada korban banjir, terlebih mereka yang cenderung lebih rentan/sensitif terhadap tekanan/stress, misalnya wanita, ibu hamil, dan remaja.

2.4 Peran perawat dan komunitas (Anderson & Mcfarlane, 2011)

2.4.1 Tahap 1- Pencegahan

Aktivitas komunitas: melakukan perencanaan dan persiapan sebelum bencana, dengan tujuan untuk mencegah terjadinya bencana; menganalisis kerentanan dan peralatan yang diperlukan untuk mencegah bencana; mengidentifikasi sumber komunitas. Aktivitas perawat: mengorganisasi dan berpastisipasi dalam aktivitas komunitas; berpastisipasi dalam pengkajian kerentanan komunitas dan strategi untuk mengurangi kerentanan tersebut; melaksanakan strategi pencegahan.

2.4.2 Tahap 2: persiapan

Aktivitas komunitas: mengimplementasi edukasi bencanan komunitasl mengevaluasi dan memperbaharui aturan dan prosedur; merencanakan pelatihan. Aktivitas perawat: bergabung dalam tim emergensi; berespon pada rencana emergensi komunitas mengembangkan rencana atau protokol emergensi komunitas.

2.4.3 Tahap 3- respons

Aktivitas komunitas: berespin terhadap bencana; mengkaji kebutuhan dan masalah pada komunitas; mitigasi ancaman potensial. Aktivitas perawat: membantu rencana emergensi; membantu mobilisasi sumber; membantu edukasi publik; memberikan perawatan seperti pertolongan pertama, triase, munisasi, profilaksis); mengkaji kebutuhaan kesehatan komunitas.Bencana banjir memberikan berbagai risiko seperti masalah kesehatan, pnyediaan air bersih, ketersediaan bahan pangan, masalah psikologis dan kerusakan sarana umum. Untuk mengurangi risiko tersebut perlu dilakukan mitigasi, persiapan dan pemberdayaan masyarakat. Penanggulangan bencana banjir memerlukan kerjasama yang baik antara pemerintah, LSM, pemeberi layanan kesehatan dan komunitas.

Perawat darurat memainkan peran penting dalam "semua bahaya" pendekatan untuk perencanaan bencana rumah sakit. Idealnya, perawat darurat bertindak secara administratif dengan dokter untuk mengkoordinasikan, mengembangkan, dan protokol dukungan untuk pasien dan gawat darurat manajemen. Perawat darurat secara aktif terlibat dalam pengambilan keputusan dengan semua aspek perencanaan dan pelaksanaan bencana. Selain itu, mereka terus memperbaiki dan meningkatkan perencanaan bencana berdasarkan latihan kinerja dan aktual bencana. Mereka mengubah kebijakan dan prosedur yang diperlukan untuk menjamin keamanan dan standar kepedulian (Gad-el-Hak, M., 2008).

Manajemen bencana memiliki permasalahan yang sangat kompleks karena bervariasinya jenis ancaman yang terjadi, kondisi geografis daerah bencana, keragaman kondisi sosial budaya daerah setempat dan kepadatan populasi terkait dengan distribusinya yang menyebar tidak merata di setiap daerah. Karena kompleksnya, maka hal pertama yang harus dilakukan dalam penanggulangan bencana adalah identifikasi dan analisis permasalahan sehingga dapat dengan tepat ditangani oleh perawat.

Seorang perawat, khususnya perawat komunitas memiliki tanggung jawab peran dalam membantu mengatasi ancaman bencana baik selama fase preparedness, response, serta recovery. Tujuan utama dari tindakan keperawatan bencana ini adalah untuk mencapai kemungkinan tingkat kesehatan terbaik masyarakat yang terkena bencana tersebut. Jika seorang perawat berada di pusat area bencana, ia akan dibutuhkan untuk ikut mengevakuasi dan memberi pertolongan pertama pada korban. Sedangkan di lokasi-lokasi penampungan seorang perawat bertanggung jawab pada evaluasi kondisi korban, melakukan tindakan keperawatan berkelanjutan, dan mengkondisikan lingkungan terhadap perawatan korban-korban dengan penyakit menular.

Fase I: Preparedness

Langkah pertama yang bijaksana dalam perencanaan bencana adalah penilaian risiko dalam kaitannya dengan materi dan sumber daya personil; perencanaan yang efisien; taktik respon medis; dan pelatihan terus-menerus dari staf, termasuk jumlah yang cukup latihan lapangan yang melibatkan berbagai tim penyelamat. Penilaian risiko diperlukan untuk mengidentifikasi berbagai jenis kecelakaan yang mungkin terjadi dalam daerah di mana pelayanan medis disediakan. Harus ada prioritas untuk fokus pada risiko terbesar dan manfaat terbesar dengan alokasi sumber daya berdasarkan kemungkinan dari ancaman diimbangi dengan potensi kerugian. Prioritas pertama dalam setiap bencana adalah keselamatan manusia (Gad-el-Hak, M., 2008). Ada 2 hal yang dapat dilakukan perawat dalam masa pra bencana ini, antara lain:

a) Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam penanggulangan ancaman bencana untuk tiap fase. Para perawat ini, khususnya perawat komunitas mendapat pelatihan tentang berbagai tindakan dalam penanggulan ancaman dan dampak bencana. Misalnya mengenali instruksi ancaman bahaya; mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan saat fase respons (makanan,air, obat-obatan, pakaian dan selimut, serta tenda); dan mengikuti pelatihan penanganan pertama korban bencana.

b) Perawat ikut terlibat bersama berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan,palang merah nasional maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana kepada masyarakat.

Program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat dalam menghadapai bencana seharusnya merupakan bagian dari perencanaan perawat komunitas. Penyuluhan atau usaha edukasi publik harus meliputi: usaha pertolongan diri sendiri (pada masyarakat tersebut); keluarga; pelatihan pertolongan pertama dalam keluarga seperti menolong anggota keluarga; pembekalan informasi tentang bagaimana menyimpan dan membawa persediaan makanan, penggunaan air yang aman; perawat juga dapat memberikan beberapa alamat dan nomor telepon darurat seperti dinas kebakaran, RS dan ambulans; memberikan informasi tentang perlengkapan yang dapat dibawa (misal pakaian seperlunya, portable radio, senter, baterai); memberikan informasi tempat-tempat alternatif penampungan atau posko-posko bencana. Fase II: Response

1. Triase

Perawat harus melakukan pengkajian secara cepat untuk memutuskan tindakan pertolongan pertama. Ada saat dimana seleksi pasien untuk penanganan segera akan lebih efektif. Seleksi ini sering dikenal dengan nama triase. Triase adalah respon pertama pada saat management disaster. Korban diklasifikasikan menurut keparahan luka agar pengecekan efektif. Dengan memberi tanda di dahi (Coppola, D.P., 2007). Terdapat dua cara triase, yaitu (Coppola, D.P., 2007):

a) START (Simple Triage and Rapid Transport)

Untuk yang tenaga kesehatan tidak ada atau sedikit di lokasi.

D - deceased

I - immediate (victim need advanced medical care kurang dari satuhari)

DEL - delayed (need medical care, can wait after I)

M - minor (victim can wait)

b) ADVANCED (Untuk medical care unsite) Black: expectant ( so severe, expected to die)

Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal.

Red: immediate (survive only with surgery)

Ini adalah korban bencana yang tidak dapat selamat dari bencana, ditemukan sudah dalam keadaan meninggal.

Yellow: observation (injured need emergency, stable, need monitor)Prioritas kedua meliputi injury dengan efek sistemik namun belum jatuh ke keadaan syok karena dalam keadaan ini sebenarnya pasien masih dapat bertahan selama 30-60 menit. Injury tersebut antara lain fraktur tulang multipel, fraktur terbuka, cedera medulla spinalis, laserasi, luka bakar derajat II

Green: wait (will not die can wait)Yang termasuk kategori ini adalah fraktur tertutup, luka bakar minor, minor laserasi, kontusio, abrasio, dan dislokasi.

White: dismissKorban memerlukan sedikit pertolongan pertama atau pertolongan pertama tidak dilakukan oleh dokter.2. Hospital Response

Respon rumah sakit harus menyediakan personil (medis dan nonmedis) juga diperlukan peralatan medis, perlengkapan, dan obat-obatan; membangun kesepakatan saling membantu dengan rumah sakit lain; sekali disiagakan/diaktifkan, cepat menata sumber daya untuk mengubah bencana. Tentukan kembali untuk memenuhi kebutuhan khusus pasien bencana (internal dan rencana bencana eksternal); dan mengkoordinasikan dan memelihara saluran komunikasi yang terbukadengan sistem pra-rumah sakit EMS, rumah sakit, otoritas kesehatan lokal dan negara, keluarga korban, dan media. Juga menyediakan rencana untuk transfer pasien rawat inap yang stabil dengan yang lain institusi perawatan kesehatan dan menetapkan area perawatan dalam rumah sakit dengan prioritas perawatan. Respon rumah sakit juga mencakup evaluasi kinerja setelah acara dan revisi rencana bencana, dan menyediakan pelatihan berdasarkan pengetahuan yang diperoleh melalui pengalaman, setelah laporan tindakan dan evaluasi(Gad-el-Hak, M., 2008).3. Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan sehari-hari. Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian. Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan penanganan kesehatan di RS. Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian. Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus bayi, peralatan kesehatan. Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit menular maupun kondisi kejiwaan labil hingga membahayakan diri dan lingkungannya berkoordinasi dengan perawat jiwa. Mengidentifikasi reaksi psikologis yang muncul pada korban (ansietas, depresi yang ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri) maupun reaksi psikosomatik (hilang nafsu makan, insomnia, fatigue, mual muntah, dan kelemahan otot). Membantu terapi kejiwaan korban khususnya anak-anak, dapat dilakukan dengan memodifikasi lingkungan misal dengan terapi bermain. Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog dan psikiater. Konsultasikan bersama supervisi setempat mengenai pemeriksaan kesehatan dan kebutuhan masyarakat yang tidak mengungsi. Fase III: Recovery

Tahap pemulihan adalah berkepanjangan penyesuaian atau pengembalian untuk kesetimbangan bahwa masyarakat adalah sebagai individu dan harus melaluinya. Ini dimulai sebagai penyelamatan dan individu dan masyarakat menghadapi tugas membawa kehidupan mereka dan kegiatan kembali normal. Banyak akan tergantung pada sejauh mana kerusakan dan kehancuran yang telah terjadi serta luka dan nyawa. Prioritas selama fase ini adalah keselamatan dan kesejahteraan karyawan dan orang-orang lain yang terlibat, minimalisasi darurat itu sendiri, dan penghapusan ancaman cedera lebih lanjut (Gad-el-Hak, M., 2008).

Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, sosial, dan psikologis korban. Selama masa perbaikan perawat membantu masyarakat untuk kembali pada kehidupan normal. Beberapa penyakit dan kondisi fisik mungkin memerlukan jangka waktu yang lama untuk normal kembali bahkan terdapat keadaan dimana kecacatan terjadi. Kebutuhan psikologis bisa menjadi masalah utama dalam fase ini. Stres psikologis yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadiPost Traumatic Stres Disorder (PTSD). Dalam hal ini perawat, psikiater, maupun psikolog harus menyadari tanda dan gejala dari sindrom PTSD ini karena sindrom ini bisa saja terjadi berselang waktu yang lama dari kejadian bencana tersebut.

Alternatif pelayanan yang dapat diberikan pada pasien dengan stres kejiwaan ini adalah: penyediaan tempat oleh pemerintah maupun lembaga untuk pelayanan emergensi pada kondisi tersebut, informasi alamat dan kontak dengan rumah sakit, yang dapat diinformasikan pada keluarga dan penyediaan layanan home visit.BAB IIIPEMBAHASAN3.1. KasusMasalah banjir belum juga terselesaikan di Ibu Kota. Jakarta terendam banjir pada babak awal memasuki tahun 2013. Banjir cukup merata di seluruh wilayah Jakarta. Sejumlah akses jalan terputus. Air setinggi 20 hingga beberapa meter menggenangi jalanan Ibu Kota. Banjir pun tak pilih-pilih lokasi, mulai dari perkampungan hingga Kompleks Istana Kepresidenan kebanjiran. Curah hujan yang tinggi dalam beberapa hari terakhir membuat volume air bertambah. Sungai dan waduk meluap. Tanggul pun jebol karena tak mampu menahan banyaknya air. Namun, banjir seharusnya tak terjadi hanya karena intensitas hujan yang tinggi itu.

Sebelumnya, Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, pasang air laut dalam beberapa hari ke depan diprediksi tinggi. Pada Senin (21/1/2013), pasang akan memuncak hingga ketinggian 0,95 meter. Pada Sabtu (26/1/2013), pasang bisa mencapai 1 meter. Sementara pada Minggu depan, pasang bisa mencapai 0,95 meter. Untuk diketahui, pada 2007, curah hujan yang mengguyur Jakarta mencapai 320 milimeter. Curah hujan di Jakarta belakangan ini sekitar 95 milimeter dan di wilayah hulu (Puncak, Bogor) sekitar 75 milimeter. Intensitas hujan di Jakarta saat ini sedang menurun. Namun, pada akhir Januari atau awal Februari, diprediksi curah hujan menjadi dua kali lipat (kompas.com ).3.2. Analisa Kasus

Jakarta merupakan daerah yang sangat sering menjadi langganan banjir setiap tahunnya. Menurut Ilmu Sipil (2014), ada beberapa penyebab mengapa Jakarta mempunyai tingkat kejadian banjir yang cukup tinggi, diantaranya adalah:

9. Sungai atau saluran irigasi tidak berfungsi sebagai mana mestinya. Hal ini dapat disebabkan karena tumpukan sampah di sungai dan/ penggunaan sebagian ruas sungai sebagai area hunian.

10. Pendangkalan atau pengecilan ukuran sungai. 11. Pintu air yang tidak berfungsi dengan baik. 12. Pembagian area banjir untuk mengantasipasi wilayah ring 1 agar tidak kebanjiran. Misalnya istana negara atau area perkantoran pemerintah lainya yang dilindungi dari banjir. Hal tersebut tentunya menyebabkan sebagian debit banjir harus dipindahkan dan ditanggung daerah lain.

13. Budaya masyarakat atau pengusaha yang kurang peduli atau tidak cinta lingkungan. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan rusaknya beberapa air sungai di jakarta, saluran yang sebelumnya terisi air hijau menyegarkan kini berubah menjadi air hitam pekat penuh sampah/limbah dan bau.

14. Banyaknya pembangunan gedung, jalan, rumah dan bangunan lainya. Hal tersebut membuat tertutupnya sebagian permukaan bumi khususnya kota jakarta sehingga air hujan yang seharusnya menyerap kedalam perut bumi harus mengalir langsung di permukaan yang pada akhirnya dapat mengakibatkan banjir.

15. Penebangan pohon atau berkurangnya area tanaman hijau sehingga keseimbangan alam menjadi terganggu.16. Banyaknya pemukiman yang dibiarkan tumbuh berkembang di area-area bantaran sungai, bantaran waduk, maupun kawasan lahan basah di seluruh area Jabodetabek yang semakin mengurangi kapasitas tampungan dan resapan air ketika musim penghujan tiba.Pada awal tahun 2013, di wilayah Jakarta terjadi banjir yang cukup besar. Banjir tersebut setinggi 20 meter lebih dengan curah hujan yang tinggi yaitu 320 mm. Namun, dengan curah hujan yang setinggi itu seharusnya tidak menyebabkan banjir jika area penyerapan dan tata lokasi lingkungan baik. Menurut Maharani (2013), ada beberapa hal yang menyebabkan banjir Jakarta pada awal tahun 2013. Yang pertama adalah berubahnya ruang terbuka hijau di Jakarta menjadi kawasan pembangunan, seperti pemukiman, gedung, dan jalan sehingga resapan air hujan pun menjadi berkurang. Kedua, sistem drainase yang buruk di Jakarta. Seharusnya, saluran air berujung pada daerah resapan, bukan ke sungai ataupun laut. Ketiga, tidak optimalnya fungsi waduk dan situ. Banyak waduk di Jakarta yang akhirnya dijadikan sebagai hunian sehingga mengurangi tempat-tempat penampungan air. Keempat, belum dilakukannya normalisasi sungai-sungai di Jakarta. Masih banyak pemukiman-pemukiman di sekitar sungai yang seharusnya dipindah ke temapat yang layak huni.

Permasalahan banjir yang ada di Jakarta sudah sangatlah kompleks dikarenakan banyaknya sebab dari banjir yang terus melanda setiap tahunnya. Upaya pemerintah pun menjadi sangat rumit apabila harus mengatasi masalah-masalah dari sebab banjir di Jakarta dalam waktu yang singkat. Menurut Siregar (2014), pemerintah dapat membagi perannya seperti menjaga tata bangunan dan lingkungan di kawasan resapan air di hulu (inspeksi ruang hijau), menjaga waduk-waduk dan sungai (waterway inspection), mencegah penyerobotan (squatter control) dan mengorganisir penduduk untuk relokasi (resettlement organization), membuat sistem penyerapan tapak(site based infiltration system) skala mikro yang memadai di daerah hilir, mencegah pengurugan di lahan basah melalui konsep permukiman berbasis konservasi lahan basah, mengelola mesin pompa air, dan sebagainya, sesuai kapasitas di tingkat daerah.

3.3. Asuhan KeperawatanPengkajianDiagnosisIntervensiEvaluasi

DO:

Timbulnya penyakit kulit, diare, ISPA, leptosirosis akibat peningkatan pajanan lingkungan dari patogen yang berasal dari genangan air banjirRisiko infeksi

Bekerja bersama komunitas untuk menurunkan dan mengelola insiden dan prevalensi penyakit menular pada populasi khusus: mengajarkan teknik mencuci tangan yang benar dan menerapkan kewaspadaan universal (menggunakan sepatu boot atau jas hujan)

Mendeteksi risiko atau masalah kesehatan dengan memanfaatkan riwayat kesehatan, pemeriksaan kesehatan, dan prosedur lainnya

Meminimalkan penyebaran dan penularan agens infeksius : membersihkan lingkungan dengan benar setelah dipergunakan masing-masing individu (misalnya dalam tenda pengungsian)

Mencegah dan mendeteksi dini infeksi pada pasien yang beresiko

Perawatan di rumah (untuk yang tidak mengungsi saat banjir atau berlaku untuk di tenda pengungsian):

Mengajarkan metode mengolah, menyiapkan, dan menyimpan makanan yang aman (mempertahankan kebersihan)

Mengajarkan komunitas untuk membuang balutan luka yang kotor atau sampah biologis lainnya (misalnya dimasukan ke dalam kantong plastik)

Rujuk pasien dan keluarga ke lembaga sosial atau sumber di komunitas untuk membantu mengelola kebersihan rumah dan nutrisi

Pengendalian infeksi: mengajarkan pasien dan keluarga mengenai tanda dan gejala infeksi

Untuk bayi dan anak-anak:

Ajarkan orang tua jadwal imunisasi yang dianjurkan untuk polio, campak, dll

Rujuk ke lembaga sosial untuk memperoleh bantuan finansial membayar biaya imunisasi (misalnya jaminan asuransi)

Untuk lansia

Rekomendasikan untuk mendapat imunisasi influenza dan pneumonia; rekomendasikan pembatasan kontak dengan orang lain selama puncak musim influenza (musim banjir) Faktor resiko infeksi akan hilang, dibuktikan oleh pengendalian risiko komunitas seperti penyakit menular, sistem imun, dan keparahan infeksi

Memperlihatkan higiene personal yang adekuat

Mengindikasikan status gastrointestinal, pernapasan, dan imun dalam batas normal

DS: kecemasan, ketakutan, pikiran yang mengganggu, tidak berdaya

DO: sikap hati-hati yang berlebihan, kesulitan konsentrasi, serangan panikRisiko Sindrom Pasca Trauma

Mengkaji respon psikologis terhadap trauma

Meningkatkan perasaan aman klien

Melakukan konseling terhadap korban banjir sebagai sarana untuk mengungkapkan kecemasan klien.

Membantu klien dalam meningkatkan koping yang efektif untuk menghadapi kerugian yang disebabkan bencana banjir yang dialami

Peningkatan sistem pendukung klien (seperti mencari dukungan dari keluarga, teman, dan komunitas).

Memberikan informasi atau rujukan kepada sumber-sumber di komunitas seperti konselor, pemuka agama, atau lembaga sosial untuk membantu mengurangi trauma. Menunjukan status peningkatan pengendalian diri terhadap depresi

Klien akan menunjukkan interaksi sosial yang adekuat

Mengidentifikasi penggunaan strategi koping yang efektif.

90% komunitas yang mengalami trauma akibat bencana akan menunjukkan pemulihan dari perasaan trauma.

DO:Terdapat kerugian ekonomis(peningkatan potensi pemajanan ganda, kurang akses ke pelayanan kesehatan, diet buruk) dan pemajanan bencana (ulah manusia)Resiko kontaminasi Identifikasi kontaminan lingkungan yang ada di komunitas

Mempersiapkan respon yang efektif untuk menghadapi bencana: segera mengungsi dan menyelamatkan harta benda saat musim penghujan tiba

Mencegah dan mendeteksi penyakit dan cedera pada populasi yang beresiko terhadap bahaya lingkungan

Mengembangkan dan memberikan instruksi dan pengalaman belajar untuk memfasilitasi adaptasi secara volunter perilaku yang kondusif untuk kesehatan individu, keluarga, kelompok, atau komunitas

Mengidentifikasi kontaminan lingkungan yang ada di komunitas (misalnya area limbah atau pembuangan sampah)

Memberikan informasi mengenai penggunaan pakaian pelindung, misalnya sepatu boot atau mantel saat musim penghujan atau banjirMenunjukan keamanan lingkungan rumah, yang dibuktikan oleh indikator (menyebutkan 1-5; tidak adekuat, kurang adekuat, cukup adekuat, adekuat, atau sangat adekuat):

Penyimpanan dan pembuangan bahan berbahaya yang aman

Koreksi resiko bahaya timbel

Eliminasi tingkat bahaya kebisingan

Pemeliharaan detektor karbon monoksida

Penempatan label peringatan tanda bahaya yang sesuai(misalnya mengetahui info akan adanya banjir melalui stasiun televisi dll)

Komunitas akan memperlihatkan bukti tindakan perlindungan kesehatan seperti sistem sanitasi yang baik (menggunakan air yang bersih untuk makan, minum, dan mandi)

DO:

Banyak warga yang cedera tidak mendapatkan pertolongan dengan segera karena warga tidak memiliki kemampuan untuk melakukan pertolongan ketika terjadi cedera saat bencana banjir.Ketidak mampuan anggota komunitas menolong diri sendiri dan anggota bila ada yang cedera akibat bencana banjir

Identifikasi anggota komunitas yang tidak mampu menolong dirinya sendiri bila terjadi bencana banjir (lansia dan balita).

Memberikan tanda khusus terhadap tempat tinggal anggota komunitas yang berisiko (lansia dan balita) dan mensosialisasikannya kepada semua anggota masyarakat

Pelatihan cara penanganan cedera sederhana seperti bidai sederhana, perlakuan terhadap korban cedera untuk meminimalisasi cedera, dan cara menghentikan perdarahan. Anggota komunitas mampu melakukan pertolongan/ penanganan sederhana terhadap korban yang mengalami cedera

Pada saat simulasi, 90% anggota komunitas mengenali jenis cedera dan dapat melakukan penanggulangan sederhana ketika terjadi kegawatdaruratan.

DO:

Banjir timbul akibat aliran sungai yang terhambat oleh sampah, tidak adanya kegiatan kerja bakti untuk membersihkan lingkunganKurangnya kepedulian anggota komunitas terhadap lingkungan yang dapat menyebabkan banjir Penyuluhan tentang pentingnya menjaga lingkungan yang dapat mencegah terjadinya bencana banjir (tidak membuang sampah sembarangan).

Pendidikan kesehatan di sekolah, kantor swasta, dan pemerintah mengenai kepedulian lingkungan sekitar.

Penyebaran pamflet untuk mengingatkan anggota komunitas untuk menjaga lingkungan.

Kerjasama lintas sektoral untuk Pengerukan sungai/kali dan saluran air yang ada, membuat sumur resapan air dan lubang biopori disekitar rumah kita serta memperlebar dan merehabilitasi kali/sungai, untuk menambah kapasitas sungai dalam menampung debit air Anggota komunitas dapat melakukan kegiatan rutin dalam membersihkan lingkungan yang dapat mencegah terjadinya bencana banjir.

Anggota komunitas peduli terhadap pencegahan terjadinya banjir

Sebesar 90 % Masyarakat memiliki kesadaran untuk tidak membuang sampah ke saluran air/sungai dan menjaga kebersihan lingkungannya.

DO:

Warga tidak mengetahui prosedur ketika evakuasi sebelum terjadi banjir, kurangnya persiapan warga untuk mengungsi sebelum banjir datangKurang pengetahuan mengenai tanda bencana banjir

Penyuluhan tentang tanda-tanda banjir.

Sosialisasi jalur evakuasi menuju tempat penampungan.

Menyiapkan/ membentuk tim yang bertindak sebagai koordinator evakuasi bila banjir tiba-tiba datang.

Simulasi dengan setting bencana banjir bekerjasama dengan tim SAR.

Kerjasama lintas sektoral dengan BMKG untuk deteksi dini adanya tanda banjir.

Kerjasama dengan pihak pemerintah setempat menyediakan area yang khusus tempat pengungsian bila terjadi banjir. Komunitas mengenal tanda banjir

Bila mendengar sirine, anggota komunitas dengan sigap berkumpul di tempat evakuasi yang sudah disiapkan sebelumnya

Bila ada simulasi 90% anggota kelompok komunitas dapat merespon dan menyiapkan diri menghadapi banjir.

BAB IV

PENUTUP4.1 Kesimpulan

Banjir merupakan bencana musiman yang sering dialami oleh warga jakarta. Peristiwa ini terjadi hampir setiap tahun saat musim penghujan tiba. Warga jakarta yang mengalami musibah ini kebanyakn terdiri dari masyarakat yang tempat tinggalnya teretak di bantaran sungai. Salah satu penyebab musibah banjir ini disebabkan oleh kebiasaaan masyarakat yang sering membuang sampah sembarangan sehingga aliran sungai menjadi tehambat sehingga air yang datang saat musim penghujan meluap hingga memasuki rumah-rumah warga. Banjir menimbulkan banyak kerugian bagi warga, diantaranya dapat menyebabkan kerusakan harta benda, kehilangan harta benda atau keluarga, dan menimbulkan masalah kesehatan, diantaranya diare, infeksi, dan gatal-gatal serta trauma atau gangguan psikologis.Peran perawat dalam menghadapi encana ini, antara lain dapat memberikan asuhan keperawatan dengan menempatkan masyarakat di wilayah rawan banjir sebagai partner untuk bersama-sama melakukan pengkajian terkait hal apa saja yang dapat menimbulkan banjir di jakarta, sehingga perawat dapat memberikan edukasi dalam masyarakat, misalnya untuk membiasakan diri membuang sampah pada tempatnya dan menjaga sanitasi yang baik. Selain itu jika bencana banjir sedang terjadi, perawat dapat memberikan asuhan untuk penggunaan APD, seperti jas hujan atau sepatu boot. Perawat dapat berperan juga untuk memberikan edukasi terkait pentingnya penggunaan sanitasi yang baik dan bagaimana cara penyajian, penyimpanan, serta mengkonsumsi makanan dan minuman yang sehat saat banjir. Jika banjir sudah terjadi, perawat bisa mengunjungi korban-korban banjir, baik yang berada di tenda pengungsian atau di rumah, dalam rangka pemulihan akibat trauma yang mungkin akan dirasakan oleh masyarakat.4.2 Saran

Musibah banjir yang terjadi di jakarta hampir terjadi setiap tahun dan terjadi di musim penghujan. Peristiwa ini menjadi tanggung jawab pemerintah dan masyarakat. Perawat termasuk dalam komponen masyarakat. Pihak yang bertanggung jawab terhadap adanya bencana ini sebaiknya dapat mempersiapkan saat musim penghujan tiba atau terkait pemeliharaan tanggul. Pemerintah dan perawat dapat bekerja sama dengan masyarakat rawan banjir untuk menggalakan kegiatan-kegiatan sosial untuk pencerdasan bagi masyarakat, misalnya edukasi terkait pentingnya membuang sampah pada tempatnya, membagikan tempat samapah kepada warga, perbaikan tanggul-tanggul, serta penanaman seribu pohon. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut diharapkan banjir yang terjadi setiap tahun di kota jakarta dapat diminimalisir.31