fikih
DESCRIPTION
MakalahTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ibadah haji dan umrah merupakan penyempurna ibadah dalam agama Islam. Setiap
muslim yang mampu wajib untuk melaksanakannnya. Orang-orang muslim berbondong-
bondong menunaikan ibadah haji dan umrah setiap tahunnya.. Haji merupakan rangkaian
ibadah yang sangat kompleks dan pelaksanaanya banyak menghabiskan waktu dan energi.
Oleh karena itu setiap muslim harus mengetahui tentang tata cara pelaksanaan ibadah haji
yang baik dan benar. Hal ini bertujuan untuk memudahkan muslim dalam melaksanakan
ibadah ini kelak.
Pada makalah ini, penulis menyajikan materi-materi yang berkaitan dengan ibadah
haji dan umrah. Yang meliputi definisi, hukum dan dasar pensyari’atan, syarat dan rukun,
tata cara pelaksanaan, dan masih banyak yang lainnya. Selain itu, penulis juga akan sedikit
membahas tentang berziarah ke makam Nabi SAW, yang banyak menimbulkan pro dan
kontra. Penulis membahas tentang hukum dan dasar pensyari’atan, dan adab ketika
berziarah ke makam Nabi SAW.
1.2 Rumusan Masalah
1) Bagaimana definisi haji dan umrah?
2) Apa dasar pensyari’atan haji dan umrah?
3) Bagaimana tata cara pelaksanaan haji dan umrah?
4) Bagaimana korelasi haji dan umrah dengan ekonomi dan psikologi?
5) Bagaimana dasar hukum pensyari’atan ziarah ke makam Nabi SAW?
1.3 Tujuan
1) Memahami definisi haji dan umrah.
2) Mengetahui dasar pensyari’atan haji dan umrah.
3) Memahami tata cara pelaksanaan haji dan umrah.
4) Mengetahui korelasi haji dan umrah dengan ekonomi dan psikologi.
5) Mengetahui dasar hukum pensyari’atan ziarah ke makam Nabi SAW.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Haji
2.1.1 Definisi Haji
Secara arti kata, lafadz haji yang berasal dari bahasa Arab berarti حج
“bersengaja”. Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat
tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud
dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain Ka'bah dan Mas'a (tempat
sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah
bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan
Zulhijah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mabit di Muzdalifah,
melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain.1
2.1.2 Hukum dan Dasar Pensyari’atan Haji
Hukum haji itu adalah wajib. Dasar wajibnya adalah beberapa firman Allah
yang menuntut untuk melaksanakan ibadah haji itu. Setidaknya ada dua indikasi yang
memberi petunjuk adanya suruhan melakukan haji itu:
Dengan menggunakan lafadz suruhan sebagaimana terdapat dalam surah Al-
Baqarah ayat 196:
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah.”
Menggunakan lafadz “” yang mengandung arti kewajiban untuk berbuat. Perintah haji dengan menggunakan lafadz ini terdapat dalam surah Ali Imran ayat 97:
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, Yaitu (bagi) orang
yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.”
1 Syarifuddin, Amir, Garis-garis Besar Fiqh, 2003, Kencana, hlm. 57.1
Pada umumnya melakukan amal ibadah adalah kewajiban tetap dan
berketerusan sepanjang umur. Namun khusus untuk ibadah haji, kewajibannya hanya
sekali untuk seumur hidup. Pembatasan sekali ini dijelaskan oleh Nabi dengan
haditsnya yang berasal dari Ibnu Abbas menurut riwayat lima perawi hadits
ucapannya:
Rasulallah mengajak kami berbicara dan ia bersabda: “Sesungguhnya Allah telah
mewajibkan haji atasmu”. Maka Aqra’ bis Habis berdiri dan bertanya: “Apakah
setiap tahun ya Rasulallah?”. Nabi menjawab: “Kalau saya jawab begitu tentu akan
diwajibkan. Haji hanya satu kali dan lebih dari itu adalah perbuatan sunat”.2
2.1.3 Syarat dan Rukun Haji
Sesorang dapat melaksanakan haji dengan syarat
1) Islam, orang yang tidak beragama selain islam tidak wajib dan tidak sah
menjalankan haji.
2) Baligh, anak yang belum baligh tidak wajib naik haji, akan tetapi jikalau ia
melakukan maka hajinya dianggap sah. Tetapi dikategorikan sebagai haji sunah.
3) Merdeka, yang dimaksud disini adalah bukan budak belianatau hamba sahaya
yang terikat dengan dengan tugas kewajiban yang di emban dari tuannya,
sedangkan ibadah haji memerlukan waktu yang cukup lama.
4) Berakal, seseorang yang di anggap sah ibadah hajinya adalah mereka yang
berakal sehat, dengan dinyatakan oleh dokter. Seseorang yang meskipun sudah
baligh (dewasa). Namun akal dikiranya tidak sehat seperti terkena penyakit gila,
ayan (stres) hingga hilang akalnya. Orang-orang tersebut tidak diwajibkan naik
haji.
5) Kuasa atau mampu (istiqa’ah) maksudnya kondisinya memungkinkan untuk pergi
haji diantaranya adalah :
a. Sehat jasmani dan rohani.
b. Mempunyai bekal yang cukup untuk pergi dan pulang serta cukup bekal bagi
keluarga yang di tinggal.
c. Ada kendaraan.
d. Aman dalam perjalanan.
e. Ada mahram (muhrim) bagi wanita.3
2 Syarifuddin, Amir, Garis-garis Besar Fiqh, 2003, Kencana, hlm. 57-58.3 Lamadhoh, ‘Athif, Fikih Sunnah, Cendekia, 2007, hlm.118
2
Hal-hal yang menjadi rukun (wajib dilakukan) dalam pelaksanaan ibadah adalah:
1) Ihram, Yaitu mengenakan pakaian ihram dengan niat untuk haji atau umrah di
Miqat Makani.
2) Wukuf di Arafah, yaitu berdiam diri, zikir dan berdo'a di Arafah pada tanggal 9
Zulhijah.
3) Tawaf Ifadah, Yaitu mengelilingi Ka'bah sebanyak 7 kali, dilakukan sesudah
melontar jumrah Aqabah pada tanggal 10 Zulhijah.
4) Sa'i, yaitu berjalan atau berlari-lari kecil antara Shafa dan Marwah sebanyak 7
Kali, dilakukan sesudah Tawaf Ifadah.
5) Tahallul, yaitu bercukur atau menggunting rambut sesudah selesai melaksanakan
Sa'i.
6) Tertib, yaitu mengerjakannya sesuai dengan urutannya serta tidak ada yang
tertinggal.
Bila salah satu diantara rukun haji ini ditinggalkan, maka ibadah haji menjadi tidak
sah.
Wajib Haji adalah Rangkaian kegiatan yang harus dilakukan dalam ibadah haji
sebagai pelengkap Rukun Haji, yang jika tidak dikerjakan harus membayar dam
(denda). Wajib haji tersebut adalah:
1) Niat Ihram, untuk haji atau umrah dari Miqat Makani, dilakukan setelah
berpakaian ihram.
2) Mabit (bermalam) di Muzdalifah pada tanggal 9 Zulhijah (dalam perjalanan dari
Arafah ke Mina).
3) Melontar Jumrah Aqabah tanggal 10 Zulhijah.
4) Mabit di Mina pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan 13 Zulhijah).
5) Melontar Jumrah Ula, Wustha dan Aqabah pada hari Tasyrik (tanggal 11, 12 dan
13 Zulhijah).
6) Tawaf Wada', Yaitu melakukan tawaf perpisahan sebelum meninggalkan kota
Mekah.
7) Meninggalkan perbuatan yang dilarang waktu ihram.
2.1.4 Macam-Macam Haji
1) Haji ifrad yaitu melaksanakan haji terlebih baru melaksanakan umrah.
2) Haji tamattu yaitu mmelaksanakan umrah terlebih dahulu pada bulan-bulan haji
baru melaksanakan haji. Orang yang melaksanakann haji dengan cara tamattu aka
3
dikenai denda(dam) yaitu menyembelih seekor kambing atau berpuasa sepuluh
hari (tiga hari di tanah suci dan tujuh harilagi di tanah air).
3) Haji qiran yaitu melaksanakan ibadah haji dan umrah bersamaan dan haji ini juga
mendapat denda(dam) berupa menyembelih seekor kambing.4
2.1.5 Sunnah Haji
1) Mendahulukan haji daripada umrah.
2) Mandi ketika hendak ihram atau sebelum memakai baju ihram
3) Shalat sunah ihram dua rakaat.
4) Memperbanyak membaca taibiyah, zikir, dan berdo’a setelah berihram sampai
tahallul. Bagi pria ketika membaca taibiyah hendaklah bersuara keras, sedangkan
bagikan cukup dengan suara pelan.
5) Melakukan tawaf qudum ketika baru masuk ke Masjidil Haram.
6) Menunaikan shalat dua rakaat setelah tawaf qudum.
7) Masuk ke dalam Ka’bah(Baitullah).
8) Minum air zam-zam ketika selesai tawaf.
2.1.6 Larangan Ketika Melaksanakan Haji serta Damnya
1) Larangan bagi jama’ah pria:
a. Memakai pakaian yang berjahit selama ihram.
b. Memakai tutup kepala sewaktu ihram.
c. Memakai yang menutupi mata kaki sewaktu ihram.
2) Larangan bagi jama’ah wanita:
a. Memakai tutup muka
b. Memmakai sarung tangan
3) Larangan bagi jama’ah pria dan wanita:
a. Memotong dan mrencabut kuku
b. Memotong atau mencabut bulu kepala
c. Mencabut bulu badan lainnya
d. Menyisir rambut kepala dan lain-lain
e. Memakai harum-haruman pada badan, pakaian maupun rambut, kecuali yang
di pakai sebelum ihram.
4 Rangkuti, Freddy, Siti Haniah, Perjalanan Menuju Haji Mabrur dengan Manajemen Waktu, 2005, PT. Gramedia Pustaka Utama, 96.
4
f. Memburu atau membunuh binatang darat dengan cara apapun ketika dalam
ihram.
g. Mengadakan perkawinan, mengawinkan orang lain atau menjadi wali dalam
akad nikah atau melamar .
h. Bercumburayu sahwat atau bersenggama.
i. Mencacimaki, mengupat, bertengkar.
j. Mengucapkan kata-kata kotor, dan lain-lain.
k. Memotong atau menebang pohon atau menabur segala macam yang tumbuh
di tanah suci.
Berikut adalah jenis larangan dan damnya:
1) Orang yang meninggalkan wajib haji:
a. Tidak ihram dan miqat
b. Tidak bermalam di Mudzalifah
c. Tidak bermalam di Mina
d. Tidak melempar jumrah
e. Tidak wakkaf wada’
f. Terlambat hadir pada padang Arafah
g. Melaksanakan haji dan umrah secara tamattu dan qiran
Dam yang harus di bayar:
Menyembelih kambing jika tidak dapat diperbolehkan puasa 10 hari, tiga hari di
tanah suci dan tujuh hari lagi di tanah air.
2) Orang yang melanggar salah satu larangan ihram:
a. Memakai pakaian yang berjahit
b. Memaki tutup muka atau memakai sarung tangan bagi wanita
c. Mencukur rambut
d. Memotong kuku
e. Memakai harum-haruman
Dam yang harus di bayar:
5
Menyembelih kambing jika tidak dapat diperbolehkan puasa 10 hari, atau
memberi sedekah tiga sha’ atau tiga gharan atau 9,3 litter beras kepada emam
orang fakir miskin selama tiga hari berturut-turut.
3) Orang yang memburu binatang yang ada di tanah suci
Dam yang harus di bayar :
Menyembelih binatang yang semisal atau bersedekah kepada fakir miskin seharga
binatanng yang di bunuhatau berpuasa dengan menghargakan dengan beberapa
gathan kurma (1/4 gathan sehari)
4) Orang yang memotong pepohonan
Dam yang harus di bayar :
Menyembelih satu ekor unta atau sapi jika yang di potong besar dan satu ekor
kambing jika di potong kecil.
5) Orang yang bersenggama(bersetubuh) suami istri
a. Jika dilakukan sebelum tahallul awal maka hajinya batal
b. Jika dilakukan setelah tahallul awal maka harus membayanr dam
Dam yang harus dibayar :
Menyembelih seekor unta atau sapi atau tujuh ekor kambing atau bersedekah
seharga satu ekor sapi atau unta atau tujuh ekor kambing.
6) Orang yang sedang haji tetapi hajinya terhalang oleh sesuatu yang menyebabkan
hajinya tidak dapat disempurnakan olehnya.
Dam yang harus di bayar:
Menyembelih hewan qurban.
2.1.7 Tata Cara Pelaksanaan Haji
Tata urutan pelaksanaan ibadah haji adalah sebagai berikut:
1) Ihram
Pelaksanaan ihram paling lambat tanggal 9 Dzulhijjah pada miqat yang telah di
tentukan. Hal yang dianjurkan yang termasuk sunah haji sebelum berihram
6
adalah mandi, berwudu, memakai pakaian ihram, dan memakai wangi-wangian
terlebih dahulu.
2) Wukuf di Arafah
Berkumpul di Padang Arafah beberapa saat yang di nilai dari tergelincirnya
matahari pada tanggal 9 Dzulhijjah hingga menjelang fajar tanggal 10 Dzulhijjah.
Wukuf dapat di lakukan dimana saja asal masihdi sekitar Arafah.
3) Mabit di Mudzalifah
Selesai melaksanakan wukuf, lalu berangkat menuju mudzalifah untuk mabit atau
menginap di sana walaupun sebentar, waktunya di mulai dari tergelincirnya
matahari pada 9 Dzulhijjah hingga terbitnya fajar pada tanggal 10 Dzulhijjah.
Sambil menunggu waktu tengah malam tiba dan bagi yang belum shalat magrib
dan isya dapat menggantinya dengan shalat qhasar takhir yaitu magrib tiga rakaat
dan isya dua rakaat. Di mudzalifah jamaah haji juga mengambil batu kerikil
empat puluh sembilan butir atau tujuh puluh butir untuk melempar jumrah di
Mina nantinya. Selesai mengambil batu jamaah tidur sampai waktu subuh dan
shalat subuh di tempat ini juga. Kemudia menuju mina sambil membaca taibiyah
lalu berhenti sejenak di Masy’aril Haram (monumen suci) untuk berdzikir kepada
Allah SWT.
4) Melontar jumrah aqabah
Setibanya di Mina (waktu duha tanggal 10 Dzulhijjah) lalu melontar jumrah
aqabah (tempat untuk melontar batu yang terletak di Bukit Aqabah) dengan tujuh
batu kerikil. Setelah selesai kemudian dilanjutkan dengan menyembelih hewan
qurban (yang penyelenggaraannya diserahkan kepada bank Al-Rajhi).
5) Tahallul awal
Setelah melontar jumrah aqabah, kemudian dilanjutkan dengan tahallul (bebas
dari kewajiban ihram haji sesudah selesai mengerjakan amalan-amalan haji) awal
dengan cara mencukur atau menggunting rambut sekurang-kurangnya tiga helai.
Dengan dilakukannya tahallul awal ini berarti kita boleh memakai pakaian biasa
dan melakukan semua perbuatan yang di larang selama ihram, kecuali bersetubuh
atau jimak (melakukan hubungan suami istri).
6) Tawaf ifadah
Bagi jama’ah haji yang akan melakukan tawaf ifadah pada hari itu juga (10
Dzulhijjah) dapat langsung pergi ke Mekah untuk melakukan tawaf, yaitu
mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali di mulai dari arah yang sejajar dengan
Hajar Aswad dan berakhir di sana pula. 7
Selama melakukan tawaf, kita harus selalu suci dari hadas kecil, hadas besar dan
najis atau dalam keadaan berwudhu, selesai tawaf disunahkan mencium Hajar
Aswad (batu hitam) lalu shalat sunnah. Dua rakaat di dekan makam Nabi Ibrahim
jika tidak memungkinkan dapat dilakukan di mana saja- asal masih di sekitar
ka’bah atau di dalam masjidil haram. Kemudian berdo’a di Multazan dan
meminum air zam-zam.
7) Sa’i
Setelah melakukan tawaf ifadah, dilanjutkan melakukan sa’i yaitu berjalan dari
bukit safa ke bukit marwah dan kembali lagi kebukit safa sebanyak tujuh kali.
8) Tahallul kedua
Setelah melakukan sa’i, lalu dilanjutkan dengan tahallul kedua (akhir) dengan
tahallul ini, berarti sesseorang telah melakukan tiga perbuatan yakni melontar
jumrah aqabah, tawaf ifadah dan sa’i. Dan dengan demikian bagi suami istri
terbebas dari larangan untuk bersetubuh.
9) Mabit di Mina
Setelah tiba di Mina, jama’ah haji bermalam di sana selama tiga malam. Yaitu
malam 11, 12 dan 13 Dzulhijjah atau yang di sebbut hari tasyrik. Pada siang
harinya tanggal 11 Dzulhijjah setelah waktu dzuhur barulah melontar tiga jumrah,
yaitu ula, wusta dan aqabah masing-masing tujuh kali dengan menggunakan batu
kerikil, hal yang sama dilakukan pada tanggal 12 dan 13 Dzulhijjah. Waktu dan
sarana yang sama juga.
Namun ada juga para jama’ah yang melontar ketiga jumrah hanya sampai pada
tanggal 12 Dzulhijjah sore harinya dan kemudian mereka meninggalkan Mina
menuju menuju Mekkah. Hal ini diperbolehkan, dan mereka itu di sebut nafar
awal. Sedangkan para jama’ah yang melakukan pelontaran jumrah sampai tanggal
13 Dzulhijjah sore harinya, mereka di sebut nafar sani.
Dengan selesainya kegiatan pelontaran di atas, bagi mereka yang mengerjakan
haji tamattu dan haji qiran selesailah seluruh rangkaian kegiatan ibadah haji dan
kembali ke Mekkah. Akan tetapi, bagi mereka yang mengerjakan haji ifrad masih
di haruskan mengerjakan umrah, yaitu dimulai dengan ihram untuk umrah lalu
tawaf, sa’i dan di akhiri dengan tahallul, setelah selesai umrah berarti selesailah
seluruh rangkaian kegiatan ibadah hajinya (haji ifrad).
Bagi mereka yang ingin meninggalkan tanah suci mekah dan kembali ke tanah
airnya harus melahsanakan tawaf wada atau tawaf perpisahan. Caranya sama saja 8
dengan tawaf ifadah, tetapi pada tawaf wada tidak di sertai dengan sa’i dan dalam
berpakaian biasa.5
2.2 Umrah
2.2.1 Definisi Umrah
Menurut bahasa umrah berarti ziarah ataun berkunjung, sedangkan menurut
istilah syara’, umrah adalah menziarahi ka’bah di Mekah dengan niat beribadah
kepada Allah di sertai syarat-syarat tertentu.
2.2.2 Hukum dan Dasar Pensyari’atan Umrah
Hukum umrah adalah wajib sebagaimana juga hukum haji, karena perintah untuk
melakukan umrah itu selalu dirangkaikan Allah dengan perintah melaksanakan haji,
seperti pada Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 196:
“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah.”
Dan pada surat Al-Baqarah ayat 158:
“Sesungguhnya Shafaa dan Marwa adalah sebahagian dari syi'ar Allah. Maka
Barangsiapa yang beribadah haji ke Baitullah atau ber-'umrah, Maka tidak ada
dosa baginya mengerjakan sa'i antara keduanya. dan Barangsiapa yang
mengerjakan suatu kebajikan dengan kerelaan hati, Maka Sesungguhnya Allah
Maha Mensyukuri kebaikan lagi Maha mengetahui.”6
2.2.3 Syarat dan Rukun Umrah
Syarat-syarat umrah itu ada lima, yaitu :
1) Islam
2) Baligh
5 Rangkuti, Freddy, Siti Haniah, Perjalanan Menuju Haji Mabrur dengan Manajemen Waktu, 2005, PT.
Gramedia Pustaka Utama, 95.
6 Syarifuddin, Amir, Garis-garis Besar Fiqh, 2003, Kencana, hlm. 70-71.9
3) Berakal sehat
4) Merdeka
5) Kuasa atau mampu mengerjakannya
Rukun umrah itu ada lima, yaitu :
1) Ihram, yaitu niat memulai mengerjakan ibadah umrah.
2) Tawaf, yaitu mengelilingi ka’bah sebanyak tujuh kali
3) Sa’i
4) Tahalul (mencukur atau menggunting rambut paling sedikit tiga helai rambut)
5) Tertib (dilakukan secara berurutan)
Wajib umrah ada dua macam, yaitu sebagai berikut :
1) Niat ihram dari miqat
2) Meninggalkan dari segala larangan umrah, sebagaimana halnya larangan dalam
mengerjakan haji.
2.2.4 Tata Cara Pelaksanaan Umrah
1) Melakukan ihram dengan niat umrah dari miqat makani yang telah di tentukan,
sebelum berihram ada beberapa hal yang perlu dilakukan:
a. Memotong kuku, mencukur kumis, mencabut bulu ketiak, mandi, menyisir
rambut dan merapikan jenggot.
b. Memakai mwangi-wangian.
c. Mengganti pakaian biasa dengan pakaian ihram.
d. Mengerjakan shalat sunah dua rakaat.
2) Masuk ke Masjidil Haram untuk melakukan tawaf sebanyak tujuh kali sekali
putaran, yang di mulai dari sudut hajar aswad dan berakhir di sana pula.
3) Selesai tawaf, dilanjutkan dengan sa’i antara bukit Safa dan Marwah, perjalanan
dari bukit safa dan marwah di hitung satu kali, sa’i dilakukan sebanyak tujuh
kali dan berakhir di bukit marwah. Setiap sampai di dua bukit tersebut, kita
berhenti sejenak untuk memanjatkan do’a sambil menghadap ke ka’bah.
4) Selesai sa’i dilanjutkan tahallul. Dengan demikian bebaslah kita dari segala
larangan ihram. Tahallul juga menandai selesainya pelaksanaan umrah.
2.3 Korelasi Haji dan Umrah dengan Ekonomi dan Psikologi
10
Rangkaian ibadah haji dan umrah adalah salah satu bentuk ibadah yang memiliki
makna multi aspek yakni: ritual, individual, politik ekonomi, psikologis, dan sosial. Dari
aspek psikologis, ibadah haji berarti tiap-tiap jamaah harus memiliki kesiapan mental yang
tangguh dalam menghadapi perbedaan iklim dan budaya daerah yang sangat berbeda
dengan situasi bangsanya. Haji dapat melatih jiwa. Haji menjadi ibadah yang
mensyaratkan penghambaan kepada Allah dalam bentuknya yang paling utama. Haji
adalah bentuk kerendahan hati di hadapan Allah Yang Maha Kuasa. Haji merupakan
bentuk penelusuran dan ekspresi terhadap tanda-tanda Allah dalam bentuknya yang paling
dalam. Haji adalah ibadah yang beragam manusia dari jenis yang berbeda datang bersama-
sama untuk menyatakan pengabdian, penghambaan dan kerendahan hati dihadapan Allah.
Dari segi ekonomi, Imam Ash-Shadiq secara tegas dan jelas, ia menangkap sebuah
isyarat bahwa salah satu dari tujuan haji adalah untuk memperkuat perdagangan muslimin
dan mempermudah hubungan perekonomian di antara mereka. Dalam sebuah hadis,
ketika menafsirkan ayat, “Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia dari Tuhanmu”
(QS. Al-Baqarah [2]: 198), Imam Ash-Shadiq berkata, “Maksud dari ayat tersebut adalah
usaha untuk mencari rezeki. Ketika manusia telah keluar dari keadaan ihramnya dan
menyelesaikan pelaksanaan manasiknya, pada musim itu juga mereka melakukan transaksi
jual beli. Dan melakukan hal ini bukan saja tidak berdosa, bahkan malah memiliki pahala.”
Pendek kata, apabila ibadah yang agung ini dimanfaatkan secara benar dan
sempurna, dan para peziarah Baitullah dalam melakukan aktifitasnya di bumi suci ini
mempunyai kesiapan kalbu untuk memanfaatkan kesempatan besar ini dalam
menyelesaikan berbagai problem yang ada dalam masyarakat Islam dengan membentuk
berbagai kongres politik, budaya, dan perekonomian, maka ibadah ini dari setiap
segmennya akan mampu menjadi sebuah penuntas masalah.7
2.4 Ziarah ke Makam Nabi SAW
Ziarah makam Nabi SAW adalah salah satu bentuk ekspresi rasa mahabbah kepada
beliau, dengan mengunjungi makam dan mendo’akan beliau.
2.4.1 Hukum dan Dasar Pensyari’atan Berziarah ke Makam Nabi SAW
7 [Anonim], Dimensi Ekonomi Haji, http://tvshia.com.11
Pada masa awal Islam, ziarah kubur sempat di larang oleh Rasulullah SAW.
Hal itu di maksudkan untuk menjaga akidah mereka yang belum kuat, agar tidak
menjadi musyrik dan penyembah kuburan. Namun setelah Islam kuat dan akidah
mereka juga kuat, Rasulullah justru menyuruh kaum muslimin untuk melakukannya.
Seperti sabda Rasulullah pada haditsnya :
( السنن ( واصحاب ومسلم احمد رواه األخرة �ركم تذك فإنها فزوروها القبر زيارة عن نهيتكم كنت
“Dahulu saya melarang menziarahi kubur, adapun sekarang berziarahlah kesana,
karena demikian itu akan mengingatkanmu akan hari akhirat.”(HR. Imam Ahmad,
Muslim, dan Ashabus Sunan).
Keterangan diatas jelas menunjukkan bahwa Rasulullah sendiri telah
memerintahkan kepada kita semua sebagai ummat muslim untuk berziarah kubur,
juga di lihat dari segi manfaat yang sangat besar, tidak hanya untuk mendoakan dan
menghadiahkan pahala kepada ahli kubur, tetapi juga sebagai mediator kita untuk
ingat akan hari akhirat, terutama kematian.
Terkait dengan ziarah ke Makam Rasul sendiri, dimana ibadah ini sempat
akan dilarang oleh Raja Abdul Aziz Bin Saud yang beraliran Wahabi, bahkan
berencana akan menggusur makam Nabi, dengan dalih hal ini adalah sebuah ibadah
yang bid’ah. Keterangan yang di sebutkan didalam kitab Al-Adzkar karangan Imam
al-Hafidz Muhyiddin Abi Zakariyya Yahya Bin Syarif Nawawi atau yang lebih di
kenal dengan Imam Nawawi mengatakan bahwa “selayaknya bagi ummat Muslim,
disetiap mereka menunaikan Haji hendaklah menuju dan berziarah ke makam
Rasulullah Muhammad SAW, entah itu merupakan jalannya sendiri atau tidak,
karena ziarah ke makam Rasul merupakan paling pentingnya beberapa Ibadah yang
telah di perintahkan dan merupakan doa khusus yang paling utama.” Jadi terang,
bahwa mengunjungi dan berziarah ke makam Rasulullah termasuk sebuah salah satu
ibadah yang diutamakan, dan dengan berziarah kesana, hal itu sudah menjadi sebuah
doa. Dengan mengunjungi makam orang-orang saleh, di harapkan menjadi sebuah
perantara penguat – bertawasshul – terkirimnya doa kepada Allah SWT, apalagi
mengunjungi dan berziarah ke makam Rasulullah yang sudah pasti kesalehan dan
kedekatannya dengan Allah SWT, adalah sebuah keniscayaan bagi ummat muslim
untuk melakukan ziarah dan bertawasshul kepada Rasulullah. Sebagaimana yang
12
pernah dilakukan oleh sahabat Umar bin Khaththab ra yang juga pernah
bertawasshul, Umar berkata :
استسقى قحطوا إذا كان عنه الله رضي الخطاب بن عمر أن ماك ابن انس عن
اليك وإنانتوسل فتسقينا بنبينا اليك نتوسل كنا إنا اللهم فقال، عبدالمطلب بالعبباسبن
( البخارى ( رواه فيسقون قال فاسقنا نبينا بعم
“Dari Annas bin Malik ra, beliau berkata, “Apabila terjadi kemarau, sahabat Umar
ibn Khaththab bertawasshul kepada Abbas ibn Abdilmuththalib, kemudian berdoa,
“Yaa Allah, kami pernah berdoa dan bertawasshul kepadaMu dengan Nabi SAW,
maka Engkau turunkan hujan. Dan sekarang kami bertawasshul dengan paman
Nabi kami, maka turunkanlah hujan.” Anas berkata,” Maka turunlah hujan kepada
kami ”. (HR. Bukhari)
Keterangan di atas menunjukkan bahwa kebolehan bertawasshul dan
memohon kepada Allah Swt dengan menjadikan sesuatu sebagai perantara demi
tercapainya suatu keinginan, telah dilakukan oleh para sahabat.
أعربي� : " فجاء ، وسل�م عليه الله صل�ى �بي الن قبر عند جالسا كنت قال العتبي� وعن
إذّظ�لمواأنفسهم : : ( �هم ولوأن يقول تعالى الله سمعت الله، يارسول عليك الم الس� فقال
: ] ( النساء رحيما تو�ابا لوجدواالله سول الر� واستغفرلهم فاستغفرواالله وقد] 64جاؤوك
ربي الى بك مستشفعا ذنبي، من مستغفرا "... جئتك
“Diceritakan dari Al-‘Itabiy, ia berkata “ketika aku sedang duduk di sisi
kubur/makam nabi Muhammad SAW, datanglah A’robi yang kemudian ia
mengucapkan الله يارسول عليك kemudian aku mendengar firman Allah ,” السالم
SWT – yang berarti – “sesungguhnya jikalau mereka ketika menganiaya dirinya
sendiri (berhakim kepada selain Nabi Muhammad SAW) datang kepadamu, lalu
memohon ampun kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampun untuk mereka,
tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima Taubat lagi Maha Penyayang”
(an-nisa’ : 64), dan sungguh aku datang kepadamu dengan memohon ampun dari
dosaku, serta Syafa’at kepada Tuhanku.... ”
Penjelasan penggalan cerita diatas memberikan isyarat kepada kita bahwa
mereka yang datang ke Kubur Rasulullah, kemudian memohon ampun dan
mengharap diberinya syafa’at kepada Allah, seperti yang telah dilakukan oleh A’robi
(Orang badui Arab), dapat dilakukan, bahkan setelah itu sahabat ‘Itabiy pun melihat 13
Rasulullah dalam mimpinya, kemudaian beliau berkata bahwa yang dilakukan oleh
A’robi adalah benar ( kemudian memberikan kabar gembira bahwa Allah Swt (حّق�
telah memberikan ampunan kepadanya. Dari cerita diatas dapat disimpulkan bahwa
menziarahi makam Rasul dan berdoa kepada Allah dengan duduk berada disisi
makam Rasul dengan maksud menjadikannya adalah sebuah perantara adalah boleh.8
2.4.2 Adab Ziarah ke Makam Rasul
Peziarah disunnahkan pergi ke makam Nabi SAW dengan menghadap
kepadanya dan membelakangi kiblat untuk mengucapkan salam kepada Rasulullah
SAW, kemudian bergerak mundur sekitar satu hasta ke arah kanan untuk
mengucapkan salam kepada Abu Bakar Ash-Shiddiq ra, lalu bergerak mundur lagi
sekitar satu hasta ke arah kanan untuk mengucapkan salam kepada Umar bin Khattab
ra, lantas menghadap kiblat dan berdoa untuk dirinya, orang-orang yang dicintainya,
sadara-saudaranya dan seluruh umat Islam, lalu langsung pulang ke kampung
halamannya. Seorang peziarah hanya boleh mengeraskan suaranya hingga terdengar
bagi dirinya saja. Dia juga harus menjauhi perbuatan mengusap-ngusap dan
mencium makam Nabi SAW, karena itu termasuk perkara yang dilarang oleh
beliau.9
8 [Anonim], Ziarah Kubur Rasul Muhammad SAW, sites.google.com.9 Rangkuti, Freddy, Siti Haniah, Perjalanan Menuju Haji Mabrur dengan Manajemen Waktu, 2005, PT. Gramedia Pustaka Utama, 211.
14
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Simpulan dari makalah ini adalah sebagai berikut:
Haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan
amalan-amalan ibadah tertentu pula. Sedangkan umrah adalah menziarahi ka’bah di Mekah
dengan niat beribadah kepada Allah di sertai syarat-syarat tertentu. Hukum haji dan umrah
itu adalah wajib. Dasar wajibnya adalah beberapa firman Allah yang menuntut untuk
melaksanakan ibadah tersebut.Salah satunya terdapat pada QS. Al-Baqarah ayat 196.
Tata cara pelaksanaan haji dimulai dari ihram, wukuf di Arofah, mabit di
Muzdalifah, melontar jumrah aqabah, tahallul, tawaf ifadah, sa’i, tahallul kedua, mabit di
Mina kemudia tawaf wada’. Berbeda dengan pelaksanaan haji, pelaksanaan umrah lebih
ringkas. Hal ini karena dalam pelaksanaan umrah tidak terdapat wukuf. Tata cara
pelaksanaan haji dimulai dari ihram, tawaf, sa’i, dan tahallul.
Korelasi aspek psikologis dari ibadah haji dan umrah adalah tiap-tiap jamaah harus
memiliki kesiapan mental yang tangguh dalam menghadapi perbedaan iklim dan budaya
daerah yang sangat berbeda dengan situasi bangsanya. Sedangkan korelasinya dari segi
ekonomi adalah untuk memperkuat perdagangan muslim dan mempermudah hubungan
perekonomian di antara mereka.
Terkait dengan ziarah ke makam Nabi SAW, dasar hukumnya adalah hadis Nabi SAW
sendiri yang artinya “Dahulu saya melarang menziarahi kubur, adapun sekarang
berziarahlah kesana, karena demikian itu akan mengingatkanmu akan hari akhirat.”(HR.
Imam Ahmad, Muslim, dan Ashabus Sunan). Hal ini berarti Rasulullah membolehkan
untuk berziarah ke makam.
15