fikosianin_elsa olivia_13.70.0088_kloter a_unika soegijapranata
DESCRIPTION
Praktikum teknologi hasil laut kloter A dengan tema Isolasi dan Pembuatan Powder Fikosianin : Pewarna Alami dari “Blue Green Microalga” Spirulina dilaksanakan pada hari Rabu, 16 September 2015 di Laboratorium Rekayasa Pangan yang dimulai dengan perlakuan pendahuluan pada pukul 14.00 WIB. Asisten dosen yang bertanggung jawab pada praktikum ini yaitu Deanna Suntoro dan Ferdyanto Juwono. Pengamatan praktikum bab fikosianin ini dilakukan pada hari Kamis, 17 September 2015. Analisa warna secara sensori diamati, kemudian konsentrasi dan kadar fikosianin yang didapat dihitung menggunakan rumus.TRANSCRIPT
FIKOSIANINPERWARNA ALAMI DARI “ BLUE GREEN
MICROALGA” SPIRULINA
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT
Disusun oleh:Nama : Elsa OliviaNIM : 13.70.0088
Kelompok A5
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG
2015
0
1. MATERI METODE
1.1. Alat & Bahan
Alat- alat yang digunakan dalam praktikum Fikosianin ini adalah sentifuge,
pengaduk / stirrer, alat pengering (oven), dan plate stirrer. Selain itu, dalam
praktikum fikosianin ini, bahan yang digunakan antara lain biomasa spirulina,
akuades, dan dekstrin.
1.2. Metode
Dalam pengisolasian pigmen fikosianin dan pembuatan pewarna bubuk, metode
yang dilakukan adalah sebagai berikut.
1
Biomassa Spirulina dimasukkan dalam erlenmeyer
Dilarutkan dalam aqua destilata (1 : 10)
Diaduk dengan stirrer ± 2 jam
2
Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga didapat endapan
Supernatan diukur kadar fikosianin pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm
Ditambah dekstrin dengan supernatan : dekstrin = 1 : 1
3
Dicampur merata dan dituang ke wadah
Dioven pada suhu 45°C hingga kadar air ± 7%
Didapat adonan kering yang gempal
Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder
4
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan fikosianin dari mikroalga dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Hasil Pengamatan Fikosianin dari Mikroalga
Kel Berat Jumlah Aquades Total FiltratOD 615
OD 652
KF Yield WarnaBioMassa Kering(g)
yang ditambahkan(ml)
yang diperoleh
(mg/ml) (mg/g) Sebelum diOven Sesudah diOven
A1 8 80 58 0,0544 0,0225 0,819 5,938 ++ ++A2 8 80 58 0,0569 0,0223 0,868 6,293 ++ ++A3 8 80 58 0,0568 0,0227 0,862 6,250 ++ ++A4 8 80 58 0,0569 0,0226 0,865 6,271 ++ +A5 8 80 58 0,0574 0,0226 0,874 6,337 ++ ++
Keterangan Warna :+ = biru muda++ = biru +++ = biru tua
Berdasarkan Tabel 1. Dapat dilihat bahwa warna fikosianin dari 8 gr berat biomasa spirulina yang dicampur dengan 80 ml aquades
memiliki warna biru sebelum dan sesudah dioven, namun pada kelompok A4 setelah dioven memiliki warna biru lebih muda. Dari data
diatas dapat diketahui pula bahwa nilai OD615 terkecil dari kelompok A1 yaitu sebesar 0,0544 dan nilai OD615 terbesar dari kelompok A5
yaitu sebesar 0,0574. Pada nilai OD652 yang terbesar yaitu 0,0227 pada kelompok A3 dan yang terkecil yaitu pada kelompok A2 yaitu
sebesar 0,0223. Nilai KF terbesar yaitu 0,874 mg/ml pada kelompok A5 sehingga yield yang dihasilkan juga paling besar yaitu 6,337 mg/g,
sedangkan nilai KF paling rendah yaitu 0,819 mg/ml pada kelompok A1 sehingga yield yang dihasilkan juga paling kecil yaitu 5,938 mg/g.
5
3. PEMBAHASAN
Mikroalga adalah penghasil energi alami yang berasal dari perairan. Pertumbuhan dan
akumulasi biopigmen mikroalga dipengaruhi oleh pH, suhu, salinitas, cahaya,
karbondioksida, oksigen, serta ketersediaan nutrisi. Pemanfaatan mikroalga mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu yaitu sebagai makanan alami yang sehat, penghasil
komponen bioaktif untuk farmasi, kedokteran, industri pangan dan sebagainya (Metting
& Pyne, 1986). Phycobiliprotein pada mikroalga memiliki kromofor yang memberikan
warna yang berbeda-beda, yaitu phycocyanin (biru cerah), phycoerythrin (merah) dan
allophycocyanin (hijau - biru). Oleh karena itu, phycobiliprotein sering diaplikasikan
sebagai pewarna alami (Santiago-Santos et al, 2004). Kebanyakan mikroalga yang
ditemukan di laut adalah alga hijau (green algae) maupun alga biru-hijau (blue-green
algae) (Yong Chang Seo et al. 2013).
Fikosianin memiliki berat molekul 140-210 kDa dan dua sub unit α dan β yang akan
membentuk heterodimer. Pada pH netral, pada umumnya fikosianin berbentuk
hexameric (Duangsee et al, 2009). Struktur fikosianin yaitu kristal tiga dimensi yang
sangat mirip. Fikosianin mengandung rantai tetraphyrroles terbuka untuk menangkap
radikal oksigen sehingga mampu menangkap radiasi sinar matahari paling efisien
dibandingkan klorofil maupun karotenoid (Romay et al, 1998). Fikosianin merupakan
pigmen biru alami yang umumnya digunakan untuk industri makanan permen karet,
dairy product, dan jelly. Fikosianin juga memiliki fungsi antioksidan yang 20 kali lebih
besar dibandingkan asam askorbat, selain itu dapatdigunakan sebagai anti - inflamasi
dan hepatoprotektif. Pada umumnya, fikosianin dapat diperoleh dari Spirulina platensis,
Aphanothece halophytica, dan Synechococcus sp . IO9201, dan Nostoc sp (Santiago-
Santos et al, 2004). Struktur fikosianin dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Struktur fikosianin
(O Carra & O Heocha, 1976)
6
7
Menurut Giulia Martellia et al., (2013), dalam jurnal yang berjudul “Thermal Stability
Improvement of Blue Colorant C-Phycocyanin from Spirulina Platensis for Food
Industry Applications”, fikosianin-c (C-PC) adalah pigmen biru yang terdapat dalam
cyanobacteria, rhodophytes dan cryptophytes yang dapat digunakan sebagai pewarna
makanan. Cyanobacteria Arthrospira (Spirulina) platensis diketahui sebagai sumber
pigmen warna biru muda dari fikosianin. Fikosianin ini memiliki yield protein yang
tinggi dan relatif mudah didapat serta diekstraksi, dimana fikosianin merupakan protein
billin sekitar 20 kDa. Protein billin dari Spirulina terdiri dari Allophycocyanin (A-PC)
dan C-Phycocyanin (C-PC). Fikosianin-c adalah protein billin paling banyak dalam
Spirulina karena mencapai 20% dari berat kering alga. Meskipun banyak digunakan
dalam produk makanan dan minuman sebagai pewarna biru, fikosianin ini sangat tidak
stabil terhadap suhu (panas), dimana kebanyakan proses pengolahan pangan rata-rata
menggunakan suhu tinggi, seperti pemasakan ataupun sterilisasi. Selain suhu,
fikosianin-c juga sensitif terhadap cahaya, pH, dan oksigen yang dapat mengarah pada
kehilangan warna biru hingga 90%.
Spirulina termasuk kelompok alga hijau biru yang berbentuk multiseluler. Tubuh
Spirulina berupa filament berbentuk silinder dan tidak bercabang dengan ukuran 100
kali lebih besar dari sel darah manusia. Habitat dari Spirulina yaitu di perairan danau
yang bersifat alkali dengan suhu hangat atau kolam dangkal di wilayah tropis.
Kandungan protein Spirulina mencapai 50-70% dari berat keringnya. Pemanfaatan
Spirulina yang sering dijumpai pada beberapa waktu ini karena Spirulina mudah
dicerna karena mempunyai membran sel yang tipis dan lembut serta tidak
membutuhkan proses pengolahan khusus. Spirulina juga rendah kolesterol, kalori,
lemak, sodium, mengandung sembilan vitamin penting dan empat belas mineral yang
terikat dengan asam amino. Lemak yang terkandung pada Spirulina yaitu sekitar 4-7%
dan sebagian besar dalam bentuk asam lemak esensial (Candra, 2011).
Menurut Francine S. Antelo et al. (2010), dalam jurnalnya yang berjudul “Extraction
and Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional and
Integrated Aqueous Two-Phase Systems”, cyanobacterium Spirulina platensis telah
menjadi fokus penelitian bioteknologi karena memiliki nilai tambah. Mikroalga ini
8
memiliki potensi besar dalam produksi makanan seperti bahan nutrisi atau vitamin, γ-
asam linoleat, enzim, dan juga sebagai zat pewarna alami dalam makanan seperti
permen karet, confectionary & dairy product, ice cream, dan jelly. Protein yang ada
dalam Spirulina platensis adalah phycobiliproteins, hidrofilik, berwarna cerah dan
stabil. Protein pigmen fluorescent digolongkan menjadi tiga kelompok utama, yaitu:
phycocyanin (C-PC), phycoerythrin (C-PE) dan allophycocyanin (C-APC) yang
tergantung pada warna dan absorbansinya.
Menurut M. Muthulakshmi et al., (2012), Spirulina memiliki ciri-ciri antara lain seperti
memperoleh makanan dengan fotosintesis, berserabut, berbentuk spiral, dan
multiseluler. Mikroalga ini memiliki pigmen karotenoid, klorofil, dan phycocyanin
sebagai pigmen utama. Spirulina menghasilkan pigmen fikosianin yang berwarna biru,
dimana pigmen ini larut dalam pelarut polar, seperti air, sehingga dapat berpotensi
sebagai pewarna alami. Fikosianin termasuk kelompok pigmen yang terikat pada
protein. Fikosianin dapat mengalami kerusakan pada suhu tinggi dan selama
penyimpanan 5 hari akan mengalami pemudaran warna hingga 30% setelah 15 hari pada
suhu 35oC akan menjadi bening (Candra, 2011). Menurut Colla (2005) mengatakan
bahwa Spirulina adalah sumber protein sel tunggal (SPC). Spirulina juga mengandung
senyawa antioksidan fenolat. Banyaknya peranan Spirulina, pertumbuhan Spirulina
banyak diteliti untuk mengoptimalkan produksi dan nutrisi yang diinginkan seperti asam
gamma-linolenat dan fikosianin.
Gauray Sharma et al., (2014), dalam jurnal yang berjudul “Effect of Carbon Content,
Salinity and pH on Spirulina platensis for Phycocyanin, Allophycocyanin and
Phycoerythrin Accumulation”, mengatakan bahwa biopigmen Spirulina platensis
merupakan sumber zat bioaktif seperti fungsi sterol sebagai antimikroba,
phycobillyprotein dan karatenoid sebagai antioksidan, dll. Phycbillyprotein larut dalam
air, sangat stabil pada pH netral (sekitar pH 7). Fikosianin adalah pigmen biru cerah
yang tidak beracun dan tidak karsinogen. Semakin tinggi pH (7-9) dapat menaikkan
jumlah phycobiliproteins secara signifikan dalam Nostoc sp, selain itu dengan
menambah jumlah atau kadar garam (salinitas) dalam nutrisi dapat menambah pula
jumlah fikosianin serta protein larut lain dalam Spirulina maxima secara signifikan.
9
Menurut Yong Chang Seo et al., (2013), dalam jurnal yang berjudul “Stable Isolation of
Phycocyanin from Spirulina platensis Associated with High-Pressure Extraction
Process”, bahwa dalam mengisolasi pigmen fikosianin memiliki beberapa kelemahan
seperti denaturasi fikosianin, waktu isolasi yang lama, biaya yang tinggi. Dari penelitian
yang dilakukan, didapatkan bahwa fikosianin dapat yang diekstrak dalam kondisi yang
menggunakan suhu rendah dan tekanan yang tinggi dengan heksana lebih stabil dan
tingkat kemurnian tinggi, karena kondisi ini dapat merusak membrane sel dari Spirulina
tanpa mendenaturasi atau merusak fikosianin. Selain itu, dengan proses ini, proses
ekstraksi pigmen dan waktu proses yang dilakukan juga lebih singkat dan efisien.
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengisolasi pigmen fikosianin dan membuat
pewarna bubuk dari fikosianin yang berasal dari mikroalga. Dimana pada praktikum ini,
bahan yang praktikan gunakan adalah biomasa Spirulina basah. Spirulina plantesis
merupakan alga biru-hijau yang mengandung komponen makro dan mikronutrien
dengan protein tinggi, fikosianin, besi, asam lemak linoleat-gamma, karotenoid, dan
vitamin (Kumar et al, 2010). Menurut Colla (2005), spirulina platensis biasanya
membentuk populasi besar dalam air yang kaya akan karbonat dan pH basa hingga 11.
S.Sivasankari et al., (2014), dalam jurnal yang berjudul “Comparison of Different
Extraction methods for Phycocyanin Extraction and Yield from Spirulina platensis”,
menambahkan bahwa biomasa basah sangat cocok digunakan untuk ekstraksi
fikosianin. Spirulina adalah ganggang biru-hijau karena adanya klorofil (berwarna
hijau) dan fikosianin (berwarna biru).
Pertama-tama, pengisolasian pigmen fikosianin pada praktikum ini dilakukan dengan
cara pelarutan biomasa Spirulina dalam aquades dengan perbandingan 1 : 10 dimana
biomasa Spirulina yang digunakan yaitu sebanyak 8 gram dan akuades sebanyak 80 ml.
Penggunaan aquades untuk melarutkan biomasa Spirulina dengan alasan karena
aquades bersifat netral. Setelah dilarutkan, dilakukan pengadukan dengan stirrer selama
2 jam. Pengadukan dengan stirrer ini berfungsi untuk memudahkan pemisahan pigmen
fikosianin dari Spirulina (Andarwulan & Koswara, 1992). Pengadukan sangat penting
untuk mencegah dari pengendapan sel (Taw, 1990).
10
Setelah itu, larutan yang terbentuk disentrifugasi dengan kecepatan 5000 rpm selama 10
menit hingga terbentuk endapan dan supernatant. Supernatant yang terbentuk
merupakan fikosianin. Sentrifugasi bertujuan untuk memisahkan fikosianin dari
Spirulina dengan sempurna. Untuk pengukuran dengan spektrofotometer, supernatant
yang terbentuk diukur kadar fikosianinnya dengan OD 615 nm dan OD 652 nm.
Menurut S.Sivasankari et al., (2014), dalam jurnal yang berjudul “Comparison of
Different Extraction methods for Phycocyanin Extraction and Yield from Spirulina
platensis”, juga mengatakan bahwa sampel disentrifugasi pada 5000 rpm selama 15
menit dan supernatant diuji pada spektrofotometer UV-VIS untuk mendapatkan
ekstraksi yield fikosianin, dimana pada penelitian ini spektofotometer yang digunakan
yaitu dengan panjang gelombang 615 dan 652 nm. Francine S. Antelo et al. (2010)
menambahkan bahwa selama proses pemisahan pigmen fikosianin, terdapat
pembebasan produk oleh pemecahan kimia maupun mekanis, yang diikuti dengan
penghilangan debris sel dan beberapa kontaminan karena proses sentrifugasi maupun
filtrasi membran. Pengukuran fikosianin dengan spektrofotometer digunakan untuk
mengetahui kemurnian dari fikosianin dengan rasio absorbansi (Prabuthas et al, 2011).
Spektrofotometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kemampuan suatu
larutan dalam menyerap radiasi gelombang elektromagnetik (Ewing, 1982). Hadi (1986)
menyatakan beberapa warna komplementer beserta panjang gelombang dapat dilihat
pada Tabel 2., dimana untuk mengukur warna komplementer biru hijau digunakan
panjang gelombang 610 nm - 750 nm.
Tabel 2. Warna Komplementer dan Panjang Gelombangnya
Panjang gelombang (nm) Warna Warna komplementer400 – 435435 – 480480 – 490490 – 500500 – 560560 – 580580 – 595595 – 610610 – 750
LembayungBiruHijau-biruBiru-hijauHijauKuning-hijauKuningJinggaMerah
Kuning-hijauKuningJinggaMerahUnguLembayungBiruHijau-biruBiru-hijau
Giulia Martellia et al. (2013), dalam jurnal yang berjudul “Thermal Stability
Improvement of Blue Colorant C-Phycocyanin from Spirulina Platensis for Food
11
Industry Applications”, menambahkan bahwa fikosianin-a memiliki serapan maksimun
pada 650-655 nm, sedangkan fikosianin-c memiliki serapan maksimum pada 610-620
nm. Oleh karena itu, panjang gelombang yang praktikan gunakan pada praktikum ini
sudah sesuai dengan teori.
Berdasarkan hasil pengamatan yang praktikan lakukan dengan spektrofotometer, dapat
diketahui nilai absorbansi masing-masing larutan. Absorbansi merupakan nilai konstan
dari penyerapan intensitas yang dipengaruhi oleh tebal intensitas suatu sinar dan
konsentrasi larutan. Nilai absorbansi akan meningkat apabila konsentrasi larutan
meningkat (Wilford, 1987). Optical density atau disebut dengan OD merupakan ukuran
yang sesuai untuk mengetahui pertumbuhan dari S. platensis dengan teknik turbiditas
dari suspensi sel (Gauray Sharma et al. 2014). Pada panjang gelombang OD 615. Dari
pengamatan dapat diketahui bahwa nilai OD615 terkecil dari kelompok A1 yaitu sebesar
0,0544 dan nilai OD615 terbesar dari kelompok A5 yaitu sebesar 0,0574. Pada nilai
OD652 yang terbesar yaitu 0,0227 pada kelompok A3 dan yang terkecil yaitu pada
kelompok A2 yaitu sebesar 0,0223. Dari hasil dapat dikatakan bahwa nilai absorbansi
yang diperoleh kelompok A1 hingga A5 tidak berbeda jauh. Hal ini menunjukkan
bahwa prakikum yang praktikan lakukan sudah akurat, selain itu dengan rentang nilai
absorbansi tersebut, warna biru dari fikosianin-c lah yang terdeteksi oleh
spektrofotometer. Hal ini sesuai dengan teori Prabuthas et al (2011) yang mengatakan
bahwa fikosianin-c adalah jenis fikosianin yang banyak terdapat pada Spirulina.
Konsentrasi Fikosianin (KF) didapatkan dari rumus, dimana PC adalah konsentrasi
fikosianin (mg/mL), OD615 yaitu optical density dari sampel pada absorbansi 615 dan
OD652 yaitu optical density dari sampel pada absorbansi 652 (Francine S. Antelo et al.,
2010). Konsentrasi fikosianin yang diperoleh pada kelompok A5 paling tinggi yaitu
sebesar 0,874 mg/ml dengan yield sebesar 6,337 mg/g, sedangkan nilai KF terendah
diperoleh pada kelompok A1 yaitu sebesar 0,819 mg/ml dengan yield sebesar 5,938
mg/g, dimana yield merupakan jumlah fikosianin yang dapat diekstrak. Hasil
konsentrasi dan jumlah fikosianin yang didapat antar kelompok berbeda-beda. Menurut
Prabuthas et al., (2011), ekstraksi fikosianin dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
antara lain yaitu gangguan seluler, metode ekstraksi yang dilakukan, jenis pelarut yang
12
digunakan dan waktu berlangsungnya proses ekstraksi. Duangsee et al. (2009),
menambahkan bahwa ekstraksi fikosianin juga sangat dipengaruhi oleh suhu dan pH.
Suhu dan pH berperan penting dalam metabolisme mikroalga karena dapat
mempengaruhi produksi biomasa. Fikosianin dapat mempertahankan struktur aslinya
pada pH > 5,0 dan pada pH < 5,0 akan membentuk protein parsial. Jika fikosianin
memiliki pH > 5,0 dan pH < 3,0 akan mempengaruhi warna fikosianin yang dihasilkan.
Pewarna bubuk dari fikosianin dapat dibuat dengan pencampuran 8 ml supernatant
fikosianin dengan 8 gram dekstrin. Dekstrin adalah karbohidrat yang memiliki berat
molekul tinggi yang merupakan modifikasi dari pati dan asam yang bersifat larut air,
cepat terdispersi, tidak kental dan relatif stabil apabila dibandingkan dengan pati. Oleh
karena sifat dekstrin, dekstrin sering digunakan sebagai pembawa bahan pangan yang
aktif, misalnya bahan flavor dan pewarna, serta sebagai bahan pengisi karena dapat
meningkatkan berat produk yang berbentuk bubuk. Penambahan dektrin pada praktikum
ini bertujuan untuk meningkatkan rendemen fikosianin (Ribut & Kumalaningsih, 2004).
Setelah ditambahkan dekstrin, campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam oven
dengan suhu 45oC dan dihancurkan dengan alat penumbuk (alu atau mortar).
Pengeringan di oven bertujuan untuk mengurangi kadar air hingga konsentrasi tertentu
sehingga kandungan air bebas pada fikosianin akan berkurang dan menghambat
pertumbuhan bakteri perusak pigmen fikosianin (Candra, 2011). Hasil dari praktikum
ini yaitu diperoleh fikosianin yang berwarna biru pada semua kelompok. Hal ini sesuai
dengan teori Candra (2011) yang mengatakan bahwa Spirulina dapat menghasilkan
pigmen fikosianin yang memiliki warna biru dengan sifat larut dalam pelarut polar dan
dapat digunakan sebagai pewarna alami. Selain itu, warna biru ini juga sesuai dengan
hasil absorbansi spektrofotometer yang telah dilakukan dengan OD 615 nm dan OD 652
nm. Namun pada kelompok A4, warna yang dihasilkan sesudah dioven yaitu biru muda.
Hal ini dapat disebabkan karena analisa terhadap warna dilakukan secara organoleptik,
sehingga penerimaan tingkat kecerahan warna tiap individu berbeda. Penilaian warna
dengan cara kualitatif ini bersifat subyektif, sehingga perlu dilakukan analisa secara
kuantitatif terhadap warna yaitu dengan menggunakan alat yaitu chromameter, sehingga
dapat diketahui nilai L (lightness), a, dan nilai b nya (Hadi, 1986).
4. KESIMPULAN
Fikosianin sering diaplikasikan sebagai pewarna alami bagi industri pangan.
Spirulina sp dapat menghasilkan pigmen fikosianin berwarna biru (polar).
Spirulina sp termasuk kelompok alga hijau biru multiseluler.
Penurunan mutu fikosianin disebabkan suhu tinggi dan penyimpanan terlalu lama.
Penggunaan aquades yaitu untuk melarutkan biomasa Spirulina karena aquades
bersifat netral.
Tujuan pengadukan stirrer yaitu memudahkan pemisahan fikosianin dari Spirulina.
Tujuan sentrifugasi yaitu memisahkan fikosianin dari Spirulina dengan sempurna
dan untuk mendapatkan ekstraksi yield fikosianin.
Pengukuran fikosianin dengan spektrofotometer digunakan untuk mengetahui
kemurnian dari fikosianin dengan rasio absorbansi.
Pengukuran warna biru hijau digunakan panjang gelombang 610 nm - 750 nm.
Fikosianin-a memiliki serapan maksimun pada 650-655 nm, sedangkan fikosianin-c
memiliki serapan maksimum pada 610-620 nm.
Fikosianin-c adalah jenis fikosianin yang banyak terdapat pada Spirulina.
Ekstraksi fikosianin dipengaruhi oleh gangguan seluler, metode ekstraksi, jenis
pelarut, suhu, pH, dan waktu ekstraksi.
Dekstrin adalah karbohidrat yang memiliki berat molekul tinggi.
Penambahan dektrin bertujuan untuk meningkatkan rendemen fikosianin.
Pengeringan bertujuan mengurangi kadar air hingga konsentrasi tertentu.
Spirulina sp merupakan salah satu sumber protein.
Semarang, 20 September 2015 Asisten Dosen,
- Deanna Suntoro
- Ferdyanto Juwono
Elsa Olivia
13.70.0088
13
5. DAFTAR PUSTAKA
Andarwulan, N & S. Koswara. (1992). Kimia Vitamin. CV Rajawali. Jakarta.
Candra B.A. (2011). Karakteristik Pigmen Fikosianin dari Spirulina fusiformis yang Dikeringkan dan Diamobilisasi. Insitut Pertanian Bogor. http://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/47184/C11bac.pdf?sequence=1. Diakses tanggal tanggal 21 September 2014.
Colla, L. M et al. (2005). Production of Biomass and Nutraceutical Compounds by Spirulina platensis under Different Temperature and Nitrogen Regimes. Journal of Bioresource Technology. Elsevier. Brazil.
Duangsee, Rachen; Natapas Phoopat; dan Suwayd Ningsanond. (2009). Phycocyanin extraction from Spirulina platensis and extract stability under various pH and temperature. Asian Journal of Food and Agro-Industry. 2009, 2(04), 819-826.
Ewing, G. W. (1982). Instrumental Methods of Chemical Analysis. Mc Grow Hill Book Company. USA.
Francine S. Antelo,. (2010) dalam jurnalnya yang berjudul Extraction and Purification of C-phycocyanin from Spirulina platensis in Conventional and Integrated Aqueous Two-Phase Systems. J. Braz. Chem. Soc., Vol. 21, No. 5, 921-926, 2010. Printed in Brazil - ©2010 Sociedade Brasileira de Química 0103 - 5053 $6.00+0.00.
Gauray Sharma, Manoj Kumar, Mohammad Irfan Ali, Nakuleshwar Dut Jasuja (2014), dengan jurnal yang berjudul Effect of Carbon Content, Salinity and pH on Spirulina platensis for Phycocyanin, Allophycocyanin and Phycoerythrin Accumulation. J Microb Biochem Technol 6: 202-206. doi:10.4172/1948-5948.1000144.
Giulia Martellia, Claudia Folli b, Livia Visai c,d, Maria Dagliae, Davide Ferrari, (2014), dengan jurnalnya yang berjudul Thermal Stability Improvement of Blue Colorant C-Phycocyanin from Spirulina Platensis for Food Industry Applications. Journal of Process Biochemistry 49 (2014) 154–159.
Hadi, S. (1986). Analisa Kuantitatif. Gramedia. Jakarta.
Kumar, Narendra; Pawan Kumar’ Surendra Singh. (2010). Immunomodulatory effect of dietary Spirulina platensis in type II collagen induced arthritis in rats. Research Journal of Pharmaceutical, Biological and Chemical Sciences RJPBCS 1(4) page 877-885.
14
15
Metting B dan Pyne JW. (1986). Biologically active compounds from microalgal. Journal of Enzyme Microb. Tech. Vol. 8. Butterworth and Co Publish.
M. Muthulakshmi et al., (2012) dengan jurnalnya yang berjudul Extraction, Partial Purification, and Antibacterial Activity of Phycocyanin from Spirulina Isolated from Fresh Water Body Against Various Human Pathogens. Journal of Alga Biomass Ultilization. J. Algal Biomass Utln. 2012, 3 (3): 7– 11.
Ó Carra P, Ó hEocha C. (1976). Algal Biliproteins and Phycobilins. Goodwin TW, editor. 1976. Chemistry and Biochemistry of Plant Pigments. London: Academic press inc.
Prabuthas, P et al. (2011). Standardization of Rapid and Economical Method for Neutraceuticals Extraction from Algae. Journal of Stored Products and Postharvest Research. India.
Ribut, S. & S. Kumalaningsih. (2004). Pembuatan Bubuk Sari Buah Sirsak dari Bahan Baku Pasta dengan Metode Foam-mat Drying. Kajian Suhu Pengeringan, Konsentrasi Dekstrin dan Lama Penyimpanan Bahan Baku Pasta. http://www.pustaka-deptan.go.id. Diakses tanggal 21 September 2014.
Romay C, Armesto J, Remirez D, González R, Ledón N, García I. (1998). Antioxidant and anti-inflammatory properties of c-phycocyanin from blue-green algae. Inflammation Research.
Santiago-Santos, Ma. Carmen; Teresa Ponce-Noyola; Roxana Olvera-Ram’irez; Jaime Ortega-Lopez; Rosa Oivia Canizares-Villanueva. (2004). Extraction and purification of phycocyanin from Calothrix sp. Process Biochemistry 39 (2004) 2047–2052.
S.Sivasankari, Naganandhini and David Ravindran (2014) dengan jurnal yang berjudul Comparison of Different Extraction methods for Phycocyanin Extraction and Yield from Spirulina platensis. International Jornal of Current Microbiology and Applied Sciences. ISSN: 2319-7706 Volume 3 Number 8 (2014) pp. 904-909.
Wilford, D. (1987). Microbiology System in Chemistry. Co Allys and Benton. USA.
Yong Chang Seo, Woo Seok Choi, Jong Ho Park, Jin Oh Park, Kyung-Hwan Jung and Hyeon Yong Lee (2013) dengan jurnal yang berjudul Stable Isolation of Phycocyanin from Spirulina platensis Associated with High-Pressure Extraction Process International Journal Molecular Sciences. 2013, 14, 1778-1787; . ISSN 1422-0067.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus:
Konsentrasi fikosianin ( KF )(mgml )=OD615 – 0,474(OD652)
5,34
yield (mgg )=KF × vol(total filtrat )
g(berat biomassa )
Kelompok A1
KF(mg/ml) = 0,0544 – 0,474(0,0225)
5,34×
110−2
= 0,819mg/ml
Yield (mg/g) = 0,819 ×58
8
= 5,938 mg/g
Kelompok A2
KF(mg/ml) = 0,0569 – 0,474 (0,0223)
5,34×
110−2
= 0,868mg/ml
Yield (mg/g) = 0,868 ×58
8
= 6,293 mg/g
Kelompok A3
KF(mg/ml) = 0,0568 – 0,474 (0,0227)
5,34×
110−2
16
17
= 0,862mg/ml
Yield (mg/g) = 0,862× 58
8
= 6,250 mg/g
Kelompok A4
KF(mg/ml) = 0,0569 – 0,474 (0,0226)
5,34×
110−2
= 0,865mg/ml
Yield (mg/g) = 0,865 ×58
8
= 6,271 mg/g
Kelompok A5
KF(mg/ml) = 0,0574 – 0,474(0,0226)
5,34×
110−2
= 0,874mg/ml
Yield (mg/g) = 0,874 ×58
8
= 6,337 mg/g
6.2. Laporan Sementara 6.3. Diagram alir6.4. Abstrak Jurnal 6.5. Viper