filkom amul

21
Muhammad Aditya Mulyawan 210110120541 Filsafat Komunikasi D 1. What Is Real? What Is Reality? Apakah Real dan Realitas Sama? Kata ‘real’(nyata) berasal dari bahasa latin ‘res’ yang artinya pengertian terhadap sesuatu yang kongkrit dan (sekaligus) abstrak. Dalam bahasa inggris, ‘real’ artinya nyata, maksudnya segala sesuatu yang nyata ada. Jadi, definisi dari real adalah segala sesuatu yang nyata ada yang bersifat konkrit dan bisa dirasakan oleh panca indera manusia. Sedangkan ‘reality’ (realitas/kenyataan) berarti segala hal tentang sesuatu yang nyata, yang real, dan ‘realisme’ adalah doktrin filosofi tentang realitas dan aspek-aspeknya. Sedangkan realitas memiliki arti kata yaitu kenyataan, maksudnya segala sesuatu yang ada baik bersifat konkrit dan abstrak. Realitas tidak hanya terbatas pada hal yang bisa diinderai oleh panca indera manusia. Namun, realitas juga mencakup hal-hal yang bersifat abstrak yang tidak bisa ditangkap oleh indera manusia. 1 Berikut adalah beberapa perspektif mengenai realitas 2 : Realitas dalam Perspektif Materialisme 1 http://filsafat.kompasiana.com/2012/11/19/konsep-ilmu- realitas-1-504432.html 2 http://reformasihukum.org/ID/file/anggota/REALITAS%20dalam%20perspektif %20Filsafat%20Ilmu.pdf

Upload: kenan

Post on 30-Sep-2015

230 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Muhammad Aditya Mulyawan210110120541Filsafat Komunikasi D

1. What Is Real? What Is Reality? Apakah Real dan Realitas Sama?Kata real(nyata) berasal dari bahasa latin res yang artinya pengertian terhadap sesuatu yang kongkrit dan (sekaligus) abstrak. Dalam bahasa inggris, real artinya nyata, maksudnya segala sesuatu yang nyata ada. Jadi, definisi dari real adalah segala sesuatu yang nyata ada yang bersifat konkrit dan bisa dirasakan oleh panca indera manusia. Sedangkan reality (realitas/kenyataan) berarti segala hal tentang sesuatu yang nyata, yang real, dan realisme adalah doktrin filosofi tentang realitas dan aspek-aspeknya. Sedangkan realitas memiliki arti kata yaitu kenyataan, maksudnya segala sesuatu yang ada baik bersifat konkrit dan abstrak. Realitas tidak hanya terbatas pada hal yang bisa diinderai oleh panca indera manusia. Namun, realitas juga mencakup hal-hal yang bersifat abstrak yang tidak bisa ditangkap oleh indera manusia.[footnoteRef:1] [1: http://filsafat.kompasiana.com/2012/11/19/konsep-ilmu-realitas-1-504432.html]

Berikut adalah beberapa perspektif mengenai realitas[footnoteRef:2] : [2: http://reformasihukum.org/ID/file/anggota/REALITAS%20dalam%20perspektif%20Filsafat%20Ilmu.pdf]

Realitas dalam Perspektif Materialisme Materialisme adalah paham dalam filsafat yang menyatakan bahwa hal yang dapat dikatakan benar-benar ada adalah materi. Pada dasarnya semua hal terdiri atas materi dan semua fenomena adalah hasil interaksi material. Materi adalah satu-satunya substansi. Dalam memberikan penjelasan tunggal tentang realitas, materialisme berseberangan dengan idealisme.

Aliran materialisme tidak mengakui entitas-entitas nonmaterial seperti: roh, hantu, setan dan malaikat. Pelaku-pelaku immaterial tidak ada. Tidak ada Tuhan atau dunia adikodrati/supranatural. Realitas satu-satunya adalah materi dan segala sesuatu merupakan manifestasi dari aktivitas materi. Materi dan aktivitasnya bersifat abadi. Tidak ada penggerak pertama atau sebab pertama. Tidak ada kehidupan, tidak ada pikiran yang kekal. Semua gejala berubah, akhirnya melampaui eksistensi, yang kembali lagi ke dasar material primordial, abadi, dalam suatu peralihan wujud yang abadi dari materi.

Realitas dalam perspektif Idealisme

Idealime adalah sebuah istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz. Pada awal abad 18. ia menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, sekaligus melawankannya dengan materialisme.

Paham Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang yang mental dan ideasional sebagai kunci ke hakikat Realitas. Idealisme berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia di dalam jiwa (Plato), jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan merendahkan hal-hal yang materi dan fisik. Realitas sendiri dijelaskan dengan gejala-gejala psikis, roh, pikiran, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi.

Realitas dalam Perspektif Pragmatisme

Pragmatisme adalah aliran filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar adalah segala sesuatu yang membuktikan dirinya sebagai benar dengan melihat kepada akibat-akibat atau hasilnya yang bermanfaat secara praktis. Dengan demikian, bukan kebenaran objektif dari pengetahuan yang penting melainkan bagaimana kegunaan praktis dari pengetahuan kepada individu-individu.

Dasar dari pragmatisme adalah logika pengamatan, di mana apa yang ditampilkan pada manusia dalam dunia nyata merupakan fakta-fakta individual, konkret, dan terpisah satu sama lain. Dunia ditampilkan apa adanya dan perbedaan diterima begitu saja. Representasi realitas yang muncul di pikiran manusia selalu bersifat pribadi dan bukan merupakan fakta-fakta umum. Ide menjadi benar ketika memiliki fungsi pelayanan dan kegunaan. Dengan demikian, filsafat pragmatisme tidak mau direpotkan dengan pertanyaan-pertanyaan seputar kebenaran, terlebih yang bersifat metafisik.

Simpulannya adalah real dean realitas itu tidaklah sama. Real merupakan segala sesuatu yang nyata adanya sedangkan realitas merupakan segala sesuatu yang bersifat konkrit dan abstrak. Contoh lainnya yaitu manusia adalah real, nyata ada karena bisa di tangkap oleh panca indera manusia. Sedangkan kemanusiaan bersifat abstrak yang hanya bisa dinilai dari akal dan hati manusia lain yang melihatnya.

2. What Is Truth? Bagaimana Relasi Antara Kebenaran dan Kepercayaan

Kebenaran adalah suatu nilai utama di dalam kehidupan manusia, sebagai nilai-nilai yang menjadi fungsi rohani manusia, artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan selalu berusaha memeluk suatu kebenaran (Syam dalam Sofyan, 2010: 425). Sedangkan menurut Russel (dalam Sofyan, 2010: 425) mengatakn bahwa kebenaran adalah suatu sifat kepercayaan dan diturunkan dari kalimat yang menyatakan kepercayaan tersebut. Kebenaran merupakan suatu hubungan antara suatu kepercayaan dan fakta. Menurut Djaelani (dalam Sofyan, 2010: 425) kebenaran adalah persesuaian antara pernyataan dengan fakta-fakta itu sendiri atau pertimbangan (judgment)dan situasi yang dipertimbangkan itu berusaha melukiskannya.Kebenaran adalah soal hubungan antara pengetahuan dan apa yang dijadikan objeknya, yaitu apabila terdapat persesuaian dalam hubungan antara objek dan pengetahuan kita tentang objek itu (Gazalba dalam Sofyan, 2010: 426). Menurut adalah kesesuaian dengan fakta. Kebenaran adalah perwujudan dari pemahaman subjek tentang sesuatu, terutama yang bersumber dari sesuatu yang di luar subjek, yaitu fakta, peristiwa, nilai-nilai (norma hukum) yang bersifat umum. Kebenaran menurut Plato dan Aritoteles adalah pernyataan yang dianggapbenar itu bersifat koheren atau konsisten dengan pernyataan sebelumnya (Jalaludin dalamSofyan, 2010: 426). Kebenaran itu tampaknya bersifat relatif sebab apa yang dianggap benar oleh suatu masyarakat atau bangsa, belum tentu akan dinilai sebagai suatu kebenaran oleh masyarakat atau bangsa lain. Dari beberapa pengertian di atas, penulis memahami bahwa kebenaran adalah sesuatu yang nyata dan sesuai dengan fakta dan bersifat relatif. Artinya apa yang dianggap seseorang benar, belum tentu orang lain menganggap benar.[footnoteRef:3] [3: http://meldadedee.blogspot.com/2013/06/kebenaran-fakta-dan-kepercayaan.html]

Berdasarkan scope potensi subjek, susunan tingkatan kebenaran itu menjadi sebagai berikut:1. Tingkatan Kebenaran InderaTingkatan yang paling sederhana dan pertama yang dialami manusia

1. Tingkatan IlmiahPengalaman-pengalaman yang didasarkan disamping melalui indera, diolah pula dengan rasio.

1. Tingkat FilosofisRasio dan pikir murni, renungan yang mendalam mengolah kebenaran itu semakin tinggi nilainya

1. Tingkatan Religius Kebenaran mutlak yang bersumber dari Tuhan yang Maha Esa dan dihayati oleh kepribadian dengan integritas dengan iman dan kepercayaan.

Jenis Kebenaran

1. Kebenaran EpistemologiKebenaran ini sering disebut dengan kebenaran logis yang berkaitan dengan pengetahuan. Yang dipersoalkan adalah apa pengetahuan yang benar dan kapan pengetahuan dapat dikatakan benar.

1. Kebenaran OntologisKebenaran berkaitan dengan sifat dasar atau kodrat dari sebuah objek. Misalnya, kita mengatakan bahwa batu adalah benda padat yang keras. Ini sebuah kebenaran ontologis sebab batu pada umumnya merupakan benda padat yang keras.

1. Kebenaran SemantikKebenaran berkaitan dengan pemakaian bahasa. Bahasa merupakan ungkapan dari kebenaran.Teori-Teori Kebenaran 1. Teori Korespondensi Teori ini menerangkan bahwa kebenaran atau sesuatu kedaan benar itu terbukti benar bila ada kesesuaian antara arti yang dimaksud suatu pernyataan atau pendapat dengan objek yang dituju/ dimaksud oleh pernyataan atau pendapat tersebut.

1. Teori KonsistensiTeori ini merupakan suatu usaha pengujian (test) atas arti kebenaran. Hasil test dan eksperimen dianggap relible jika hasil penyelidikan satu bersifat konsisten dengan hasil eksperimen yang dilakukan penyelidik lain dalam waktu dan tempat yang lain.

1. Teori PragmatismeTeori ini menerangkan bahwa sesuatu itu benar, jika mengembalikan pribadi manusia di dalam keseimbangan, dalam keadaan tanpa persoalan dan kesulitan. Sebab tujuan utama pragmatisme ialah supaya manusia selalu ada di dalam keseimbangan.

1. Kebenaran ReligiusMenurut teori ini, kebenaran bersifat objective dan universal. Kebenaran berlaku bagi seluruh umat manusia, karena kebenaran ini bersumber dari Tuhan yang disampaikan melalui wahyu.

Kepercayaan merupakan sikap manusia yang menganggap bahwa sesuatu itu benar. Sedangkan kebenaran adalah sesuatu itu benar. Jadi, kebenaran dan kepercayaan memiliki korelasi yang berkesinambungan. Contoh, apabila manusia tinggal di suatu tempat baru dan di tempat barunya itu terdapat norma dan aturan. Norma dan aturan didaerah tersebut merupakan sesuatu yang benar dan baik untuk dijalankan karena jika tidak dijalankan maka akan terjadi kekacauan. Seseorang tersebut akan memiliki kepercayaan dan akan berpegang teguh terhadap norma dan aturan tersebut dalam berperilaku karena ia menganggap bahwa itu adalah hal yang benar. [footnoteRef:4] [4: https://van88.wordpress.com/teori-teori-kebenaran-filsafat/]

5. What Is Good? Bagaimana Kita Tahu Bahwa Sesuatu Itu Baik dan Yang Lain Tidak?

Berikut adalah cara penilaian baik dan buruk menurut aliran filsafat [footnoteRef:5] [5: http://yogiyogatwiners.blogspot.com/2012/06/cara-penilaian-baik-dan-buruk-menurut.html]

Aliran Eudaemonisme

Eudaemonisme yakni aliran filsafat etika yg menafsirkan tujuan manusia sehingga tercapainya kebahagiaan yang paripurna akibat mekarnya segala potensi manusia. Aristoteles (384-322), dalam bukunya yang berjudul Nicomachean Ethics, mencetuskan apa yang disebut sebagai etika eudaemonisme rasional (dari Yunani eudaemon yang berarti bahagia). Aristoteles mengatakan bahwa segala aktivitas hidup manusia terarah kepada kebaikan. Kebaikan yang dikejar itulah yang disebut kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan cetusan yang paling sempurna, ideal dan rasional dari aktivitas tindakan manusia. Namun, apa yang disebut sebagai kebahagiaan menurut Aristoteles, bukanlah sesuatu yang sudah selesai, rampung dan tuntas. Kebahagiaan harus disamakan dengan aktivitas, yaitu aktivitas mencari kebahagiaan. Dengan demikian, etika eudaemonisme Aristotelian adalah etika yang berhubungan dengan rasionalitas manusia.

Gagasan eudaimonia dalam pemahaman Epicuros, terwujud dalam kenikmatan (pleasure), yaitu kenikmatan yang mengalir dari aktivitas makan dan minum (the roots of all good is the pleasure that comes from the eating and drinking). Sedangkan menurut kaum Epicurian, kebahagiaan terletak pada aktivitas dan kepuasan diri yang rendah. Tesis kaum Epicurian, kemudian dilanjutkan oleh Jeremy Bentham (1748-1832). Bentham mengatakan, bahwa kehidupan manusia ditentukan oleh dua unsur, yaitu perasaan sakit dan kenikmatan (pain and pleasure). Pengertian ini mengandaikan sebuah karakter untuk menghindari penderitaan dan mengejar kenikmatan, yaitu kenikmatan yang terbatas pada aktivitas makan dan minum.

Berbeda dengan Epicuros, Jeremy Bentham dan kaum Epicurian, Aristoteles tidak meletakkan eudaimonia pada rasa, cita rasa dan kenikmatan. Etika eudaimonia Aristoteles lebih mengarah kepada karakter rasional. Bagi Aristoteles, manusia dengan rasionya (akal budinya), dapat meraih kebahagiaan bagi hidupnya. Namun, menurut Aristoteles, manusia harus menjalankan aktivitasnya (akal budinya) menurut keutamaan (virtue) untuk mencapai kebahagiaan, karena aktivitas yang disertai keutamaan (virtue) dapat membuat manusia bahagia. Kebahagiaan menurut Aristoteles tidak terletak pada pengertian menikmati hasil atau prestasi, tetapi pada karakter kontemplasi rasional sebagai suatu aktivitas manusia untuk mengalami pencerahan.

Kebaikan yang dikejar itulah yang disebut kebahagiaan. Dengan kata lain, manusia selalu menginginkan kebahagiaan dalam hidupnya. Kendatipun ada manusia yang menginginkan penderitaan dalam hidupnya, hal itu disebabkan oleh karena situasi hidup yang dia hadapi. Artinya, manusia ingin menghindari penderitaan itu sendiri. Realitas inilah yang terjadi pada bangsa kita sekarang ini, bahwa rakyat hidup dalam realitas ketidakbahagiaan akibat kelaparan, kemiskinan, kekurangan perhatian pemerintah atas penderitaan rakyat. Maka dapat disimpulkan bahwa aliran eudaemonisme ini yaitu lebih mengedepankan kepentingan Individual (pribadi), kelompok tertentu, daripada kepentingan Bersama".

Aliran Positivisme

Pandangan dunia empiris mengalami puncaknya pada aliran filsafat yang dikenal dengan nama positivisme. August Comte (1798-1857) adalah filsuf mempelopori aliran filsafat ini. Comte juga yang menciptakan sosiologi. Positivisme mendominasi ilmu pengetahuan pada abad 20 dan menetapkan kriteria yang harus dipenuhi oleh ilmu-ilmu manusia maupun alam untuk dapat disebut ilmu pengetahuan yang benar.

a. Kriteria untuk dapat terpenuhinya sebagai ilmu: Objektif. Teori-teori tentang semesta harus bebas nilai. Fenomenalisme. Ilmu pengetahuan hanya membicarakan tentang semesta yang diamati. Reduksionisme. Semesta direduksi menjadi fakta-fakta keras yang dapat diamati.b. Naturalisme. Alam semesta adalah objek-objek bergerak secara mekanis seperti bekerjanya jam.

Klaim yang dikenakan oleh positivisme: Klaim kesatuan ilmu, ilmu-ilmu manusia dan ilmu-ilmu alam berada dibawah satu paradigma ilmu yang sama, yaitu paradigma positivistik. Klaim kesatuan bahasa. Bahasa perlu dimurnikan dari konsep-konsep metafisis dengan mengajukan parameter verifikasi. Klaim metode verifikasi. Metode verifikasi bersifat universal, berlaku baik ilmu-ilmu alam maupun ilmu-ilmu manusia.

Aliran Naturalisme

Tokoh aliran filsafat ini adalah Jean Jacques Rousseau (1712-1778). Dia dilahirkan di Switzerland, tetapi sebagian besar hidupnya dihabiskan di Perancis dimana dia menjadi filsuf terpimpin pada masanya. Rousseau diakui sebagai bapak romantisisme, yaitu suatu gerakan di mana para seniman dan para penulis menekankan tema-tema yang sentimentil, kealamiahan/kewajaran, dan kemurnian. Gagasan ini mempengaruhi konsepsi Rousseau tentang anak. Naturalisme mempunyai pandangan bahwa setiap anak yang lahir di dunia mempunyai pembawaan baik, namun pembawaan tersebut akan menjadi rusak karena pengaruh lingkungan, sehingga aliran Naturalisme sering disebut Negativisme.

Pandangan Rousseau tentang perkembangan anak disajikan dalam novelnya Emile (1762). Emile adalah teori pendidikan yang ditujukan kepada bangsawan kaya pada zamannya yang biasanya hidup artifisial dipenuhi dengan segala macam tata cara hidup ningrat. Dalam karyanya yang tersohor ini, Rousseau menggambarkan perawatan dan pemantauan seorang anak laki-laki bernama Emile dari masa bayi hingga dewasa muda.

Ajaran filsafat naturalisme romantik Rousseau dalam Emile antara lain berisi gagasan sebagai berikut: Segala sesuatu yang berasal dari Sang Pencipta adalah baik, tetapi segala sesuatu menjadi rusak karena tangan manusia. Pendidikan Emile adalah pendidikan naturalistik atau alami dalam arti: (1) pendidikan yang mengembangkankemampuan-kemampuan alami atau bakat/pembawaan anak, (2) pendidikan yang berlangsung dalam alam, dan (3) pendidikan negatif. Dengan menggunakan sarana berupa sastra, Rousseau mampu menggambarkan pandangan teoritisnya tentang perkembangan anak dan memberikan saran-saran mengenai metode yang paling tepat tentang cara merawat dan mendidik anak. Yang mendasar bagi teori Rousseau adalah kembalinya kepada pandangan Descartes bahwa anak-anak dilahirkan dengan membawa pengetahuan dan ide, yang berkembang secara alamiah dengan usianya. Perkembangan dalam pandangan ini, dihasilkan melalui suatu rangkaian tahapan yang dibimbing oleh suatu proses sejak dilahirkan. Pengetahuan itu diperoleh secara bertahap melalui interaksi denganlingkungannya yang diarahkan oleh minat dan perkembangannya sendiri. Pengetahuanbawaan anak meliputi hal-hal seperti prinsip-prinsip keadilan dan kejujuran, dan yangberada di atas semuanya yaitu rasa kesadaran. Rouseau juga memandang bahwa anakpada dasarnya adalah baik karena Tuhan membuat segala sesuatu baik(Krogh,1994:15). Sesuai dengan pandangan di atas, maka pendekatan untuk mendidik anak bukanlahdengan mengajar anak secara formal atau melalui pengajaran langsung, akan tetapidengan memberi kesempatan kepada mereka belajar melalui proses eksplorasi dandiskoveri. Anak harus diberi kesempatan untuk memperoleh pengalaman-pengalamanpositif, diberi kebebasan dan mengikuti minat-minat spontannya. (Krogh, 1994:15).Rousseau mengkritik pendidikan yang sifatnya artifisial atau dibuat-buat, dan diamenganjurkan pendidikan itu harus natural.

Dalam biografinya Emile, Rousseau menyarankan bahwa untuk mendidik Emilepaling sedikit harus mengandung tiga gagasan yang saat ini didukung oleh beberapaahli pendidikan. Pertama, anak-anak dapat didorong untuk mempelajari disiplin ilmu(body of knowledge) hanya apabila mereka telah memiliki kesiapan kognitif untukmempelajarinya. Kedua, anak-anak belajar sebaik mungkin apabila mereka didorongsecara mudah kepada informasi atau gagasan dan dilibatkan untuk memperoleh suatupemahaman tentang dirinya melalui proses penemuan oleh dirinya sendiri. Ketiga,perawatan dan pendidikan anak harus membantu perkembangan secara permisif dari padamenggunakan jenis interaksi yang mengandung disiplin kaku, karena disiplin kaku tidaksesuai dengan pandangan yang lebih romantis tentang anak. Sesuai denganpandangannya bahwa anak dilahirkan membawa bakat yang baik, maka pendidikanadalah pengembangan bakat anak secara maksimal melalui pembiasaan, latihan,interaksi dengan alam, permainan, partisipasi dalam kehidupan, serta penyediaankesempatan belajar dan belajar selaras dengan tahap-tahap perkembangan anak.

Naturalisme memiliki tiga prinsip tentang proses pembelajaran (M. Arifin danAminuddin R., 1992: 9), yaitu:a. Anak didik belajar melalui pengalamannya sendiri. Kemudian terjadi interaksi antarapengalaman dengan kemampuan pertumbuhan dan perkembangan di dalam dirinyasecara alami.b. Pendidik hanya menyediakan lingkungan belajar yang menyenangkan. Pendidikberperan sebagai fasilitator atau narasumber yang menyediakan lingkungan yang mampumendorong keberanian anak didik ke arah pandangan yang positif dan tanggap terhadapkebutuhan untuk memperoleh bimbingan dan sugesti dari pendidik. Tanggung jawabbelajar terletak pada diri anak didik sendiri.c. Program pendidikan di sekolah harus disesuaikan dengan minat dan bakat denganmenyediakan lingkungan belajar yang berorientasi kepada pola belajar anak didik. Anak didik secara bebas diberi kesempatan untuk menciptakan lingkungan belajarnya sendiri sesuai dengan minat dan perhatiannya.

Dengan demikian, aliran Naturalisme menitikberatkan pada strategi pembelajaran yang bersifat paedosentris; artinya, faktor kemampuan individu anak didik menjadi pusatkegiatan proses belajar-mengajar.

Aliran Idealisme

Filsafat idealisme memandang bahwa realitas akhir adalah roh, bukan materi, bukan fisik. Pengetahuan yang diperoleh melaui panca indera adalah tidak pasti dan tidak lengkap. Aliran ini memandang nilai adalah tetap dan tidak berubah, seperti apa yang dikatakan baik, benar, cantik, buruk secara fundamental tidak berubah dari generasi ke generasi. Tokoh-tokoh dalam aliran ini adalah: Plato, Elea dan Hegel, Emanuael Kant, David Hume, Al Ghazali. Idealisme adalah aliran filsafat yang berpandangan bahwa alam semesta ini adalah perwujudan intelegensi dan kemauan, hal zat atau substansi yang kekal dan abadi dalam dunia ini bersifat keijiwaan, spiritual atau rohaniah. Dan hal-hal yang bersifat materil bersumber kepada hal-hal yang bersifat kejiwaan. Tokoh aliran ini antara lain Plato, David Hume, dan Hegel.

Idealisme, sebagai filsafat hidup, memulai tinjauannya mengenai pribadi individu dengan menitikberatkan pada aku. Menurut idealisme, pada tarap permulaan seseorang belajar memahami akunya sendiri, kemudian ke luar untuk memahami dunia objektif. Darimikrokosmos menuju ke makrokosmos. Menurut Immanuel Kant, segala pengetahuan yang dicapai manusia melalui indera memerlukan unsure apriori, yang tidak didahului oleh pengalaman lebih dahulu. Bila orang berhadapan dengan benda-benda, bukan berarti semua itu sudah mempunayi bentuk, ruang, dan ikatan waktu. Bentuk, ruang , dan waktusudah ada pada budi manusia sebelum ada pengalaman atu pengamatan. Jadi, apriori yang terarah bukanlah budi pada benda, tetapi benda-benda itu yang terarah pada budi. Budi membentuk dan mengatur dalam ruang dan waktu.

Pandangannya tentang hakikat pengetahuan menyatakan bahwa pengetahuan yang benar diperoleh melalui intuisi dan pengingatan kembali. Pengetahuan yang diperoleh melalui indera tidak pasti, tidak lengkap, karena dunia materi hanyalah tipuan belaka, sifatnya maya, dan menyimpang dari keadaan lingkungan yang lebih sempurna. Kebenaran hanya mungkin dapat dicapai oleh beberapa orang yang mempunyai akal pikiran cemerlang, dan sebagian besar manusia hanya sampai pada tingkat pendapat.

Sehubungan dengan teori pengetahuannya, intelek dan akal memegang peranan yang sangat penting atau menentukan proses belajar mengajar, karena menurut aliran ini manusia akan dapat memperoleh pengetahuan dan kebenaran sejati. Dengan demikian pengetahuan yang diajarkan di sekolah harus bersifat intelektual. Hakikat nilai menurut pandangan idealisme bersifat absolut. Standar tingkah laku manusia diatur oleh kewajiban moral yang diturunkan dari kenyataan sebenarnya atau metafisik. Hanya satu kebenaran, yaitu kebenaran yang berasal dari Sang Pencipta.

Pendidikan menurut idealisme diartikan sebagai upaya terencana untuk mewujudkanmanusia ideal yaitu manusia yang dapat mencapai keselarasan individual yang terpadudalam keselarasan alam semesta. Upaya pendidikan harus ditujukan pada pembentukankarakter, watak, menusia yang berbudi luhur, pengembangan bakat insani dan kebajikan social. Menurut idealisme, nilai akan menjadi kenyataan (ada) atau disadari oleh setiap orang apabila orang yang bersangkutan berusaha untuk mengetahui atau menyesuaikan diri dengan sesuatu yang menunjukkan nilai kepadanya dan orang itu mempunyai pengalaman emosional yang berupa pemahaman dan perasaan senang tak senang mengenai nilai tersebut.