film dokumenter uji antibakteri ekstrak batang pat 2
DESCRIPTION
desain penelitian ppbTRANSCRIPT
A. JUDUL
FILM DOKUMENTER UJI ANTIBAKTERI EKSTRAK PATIKAN
KERBAU (Euphorbia hirta L.) TERHADAP Staphylococcus aureus
SECARA IN VITRO
B. LATAR BELAKANG
Pendidikan adalah usaha yang dilakukan dengan rasa sadar dan
perencanaan dalam mencapai tujuan untuk meningkatkan potensi diri peserta
didik. Lewat pendidikan, diharapkan manusia mampu menghadapi era globalisasi.
Oleh sebab itu, kualitas pendidikan harus ditingkatkan baik dalam masalah
kurikulum, sarana dan prasarana, maupun kompetensi guru.
Salah satu masalah dalam proses pembelajaran adalah interaksi timbal
balik yang kurang antara guru dan murid. Hal tersebut juga tentu sering
ditemui pada pembelajaran sains, seperti pada pembelajaran biologi.
Pembelajaran biologi memberikan pengalaman kepada siswa dalam
mengembangkan kemampuan berpikir, merencanakan dan melakukan kerja
ilmiah untuk membentuk sikap ilmiah, sehingga siswa dituntut lebih aktif
dalam pembelajaran untuk mendapatkan pengalaman belajar secara langsung
(Nurjanah, 2012: 7).
Jika siswa kurang aktif dalam pembelajaran yang mana ditunjukkan
oleh interaksi antara guru dan siswa yang kurang, maka sudah pasti hal tersebut
terjadi oleh karena suatu sebab. Salah satu penyebab permasalahan tersebut
adalah proses pembelajaran yang kurang menarik, yang bisa dipengaruhi oleh
keterbatasan media pembelajaran sebagai pemacu semangat belajar siswa.
Salah satu media yang masih jarang digunakan dalam pembelajaran
biologi adalah media film dokumenter. Istilah “dokumenter” dapat diartikan
sebagai sebuah film atau pembicaraan yang menggambarkan perjalanan di
suatu negeri tertentu. Film dokumenter tidak pernah lepas dari tujuan
penyebaran informasi, pendidikan dan propaganda bagi orang atau kelompok
tertentu. Film dokumenter sangat berkaitan erat dengan fakta.
1
Menurut hasil penelitian Hutagalung (2013: 9), dinyatakan bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan antara hasil pembelajaran sebelum
menggunakan media film dokumenter dan setelah menggunakan media film
dokumenter. Dengan komposisi fakta dari suatu kajian ilmu, ditambah gambar
visual bergerak disertai animasi yang ditimbulkan, maka sangat masuk akal
jika film dokumenter dikatakan sebagai media pembelajaran yang ampuh untuk
mengefektifkan proses pembelajaran biologi.
Salah satu pembelajaran Biologi di SMA adalah terkait dengan materi
bakteri. Bakteri merupakan organisme yang paling sederhana dan merupakan
bentuk kehidupan yang paling banyak di bumi. Organisasi ini dianggap sebagai
makhluk hidup tertua yang ditemukan di bumi. Bakteri merupakan organisme
yang inti selnya bersifat prokariotik, artinya organisme tersebut belum
memiliki membran inti (kariotika). Inti sel organisme ini hanya berupa satu
molekul ADN. Kebanyakan anggota kelompok monera ini bersifat uniseluler
dan mikroskopis.
Bakteri ditemukan di mana-mana, yaitu di laut terdalam, dalam tanah,
makanan, wajah, usus, bahkan di lembaran buku. Bakteri dapat menyebabkan
beberapa penyakit yang membahayakan manusia. Namun, sebagian besar
bakteri ada yang bermanfaat, dan hanya sedikit yang merugikan kita.
Di antara beberapa contoh kerugian akibat bakteri yang seringkali kita
temukan setiap hari adalah gangguan pada mata. Secara umum penyebab
tersering gangguan bakterial pada mata adalah mikroorganisme gram positif
yaitu Staphylococcus aureus. Usaha penyembuhan gangguan mata juga
bervariasi, mulai dari pemberian antibiotik hingga operasi. Namun tidak jarang
pula masyarakat tertarik untuk melakukan pengobatan herbal dikarenakan
bahan alami lebih aman daripada harus dioperasi dengan adanya tambahan
resiko lain.
Indonesia dikenal dunia akan kekayaan keanekaragaman hayati baik itu
berupa tumbuhan tropis ataupun biota laut. 7.000 di antara 30.000 jenis
tumbuhan diduga bermanfaat sebagai tumbuhan obat. 90% tumbuhan obat di
kawasan Asia dapat ditemukan di Indonesia. (Sampurno dalam Taufiq,
2
Wahyuningtyas, dan Wahyuni, 2008: 1).
Bahan alami semakin banyak digunakan untuk produksi obat
dikarenakan keamanan dan efisiensi bahan tersebut yang tidak menimbulkan
efek samping. Hal tersebut jelas berbeda dengan obat yang terbuat dari bahan
kimia, karena dapat mengakibatkan efek samping jika dikonsumsi secara
berkelanjutan dan dalam dosis yang banyak (Hambali,dkk dalam Harlis, 2011:
1).
Salah satu tumbuhan obat yang cukup tersebar luas di Indonesia adalah
patikan kerbau (Euphorbia hirta L.). Tumbuhan tersebut merupakan jenis
tumbuhan herba tahunan, dengan ciri-ciri utama antara lain yakni memiliki
batang yang tegak dan berambut pada bagian ujung, memiliki daun berbaris 2,
memanjang dengan pangkal yang miring, serta terdapat cyathia dalam payung
tambahan berbentuk setengah bola yang terkumpul menjadi karangan bunga
(Steenis, 2006: 251). Tumbuhan ini termasuk tumbuhan liar yang biasanya
tumbuh pada permukaan tanah yang tidak terlalu lembab. Tumbuhan ini
ditemukan secara terpencar antara satu dan yang lain.
Keberadaan patikan kerbau di alam terkesan masih kurang mendapat
perhatian dari masyarakat. Walaupun hidup secara liar, tumbuhan ini
berpotensi untuk dijadikan tumbuhan obat. Masyarakat daerah pedesaan di
Surabaya telah terbiasa menggunakan getah tumbuhan patikan kerbau sebagai
obat bagi penyakit bengkak pada kelopak mata (Citriani, 2007).
Hasil penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Ogbulie et al. (2007: 3)
menunjukkan bahwa ekstrak daun patikan kerbau dapat menghambat
pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus pada konsentrasi 50, 100, 150,
200, dan 250 mg/ml.
Dari hasil penelitian Nafisah et al. (2014: 285) menunjukkan bahwa
patikan kerbau mengandung senyawa-senyawa yang bermanfaat antara lain
senyawa steroid, fenolik, flavonoid, tanin dan alkaloid. Senyawa flavonoid dan
tanin diketahui bermanfaat sebagai senyawa antibakteri.
Berdasarkan pertimbangan di atas maka peneliti tertarik untuk
mengangkat judul “Film Dokumenter Uji Antibakteri Ekstrak Patikan
3
Kerbau (Euphorbia hirta L.) terhadap Staphylococcus aureus secara In
Vitro”. Hasil dari pengujian ekstrak tumbuhan patikan kerbau sebagai
antibakteri terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro ini akan
diimplementasikan sebagai film dokumenter yang akan bermanfaat dalam
pembelajaran mengenai Bakteri pada kelas X SMA.
C. RUMUSAN MASALAH
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah ekstrak tumbuhan patikan kerbau memiliki potensi sebagai
antibakteri Staphylococcus aureus secara in vitro?
2. Berapa konsentrasi minimum ekstrak tumbuhan patikan kerbau yang
berpotensi menghambat Staphylococcus aureus secara in vitro?
3. Apakah media film dokumenter sebagai implementasi dari hasil penelitian
uji antibakteri ekstrak tumbuhan patikan kerbau terhadap Staphylococcus
aureus secara in vitro layak digunakan untuk pembelajaran materi Bakteri di
kelas X SMA?
D. TUJUAN PENELITIAN
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
1. Mengetahui potensi ekstrak tumbuhan patikan kerbau sebagai antibakteri
Staphylococcus aureus secara in vitro.
2. Mengetahui konsentrasi minimum ekstrak tumbuhan patikan kerbau yang
berpotensi menghambat Staphylococcus aureus secara in vitro.
3. Mengetahui kelayakan media film dokumenter sebagai implementasi dari
hasil penelitian uji antibakteri ekstrak tumbuhan patikan kerbau terhadap
Staphylococcus aureus secara in vitro untuk pembelajaran materi Bakteri di
kelas X SMA.
E. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak
sebagai berikut:
4
1. Bagi siswa, yaitu memberikan pengetahuan lewat media film dokumenter
tentang jenis mikroorganisme yang paling sering menjadi penyebab
gangguan pada mata dan pengatasan gangguan penyakit mata secara
tradisional. Selain itu dengan penggunaan media film dokumenter juga
dapat membantu meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih baik.
2. Bagi guru, yaitu memberikan pengetahuan tambahan lewat media film
dokumenter tentang jenis mikroorganisme yang paling sering menjadi
penyebab gangguan pada mata dan pengatasan gangguan penyakit mata
secara tradisional. Selain itu dengan penggunaan media film dokumenter
juga dapat membantu meningkatkan kualitas pembelajaran yang lebih baik.
3. Bagi sekolah, yaitu dapat memberikan kontribusi dalam peningkatan
kualitas pembelajaran di sekolah.
4. Bagi peneliti, yaitu dapat meningkatkan kemampuan peneliti melakukan
penelitian ilmiah untuk mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama
perkuliahan.
F. RUANG LINGKUP PENELITIAN
1. Variabel Penelitian
Menurut Sugiyono (2013: 60-61) variabel dapat didefinisikan
sebagai segala sesuatu yang berbentuk apa saja semisal, atribut atau sifat
atau nilai dari orang, obyek atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu
yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulan. Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini adalah:
a. Variabel Bebas
Sugiyono (2013: 61) menyatakan, “Variabel bebas adalah
merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahannya atau timbulnya variabel dependen (terikat)”. Variabel
bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak tumbuhan patikan kerbau
(Euphorbia hirta L.).
b. Variabel Terikat
Sugiyono (2013: 61) menyatakan, “Variabel terikat merupakan
5
variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat, karena adanya
variabel bebas”. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah
Staphylococcus aureus.
c. Variabel Kontrol
Sugiyono (2013: 64) menyatakan, “Variabel kontrol adalah
variabel yang dikendalikan atau dibuat konstan sehingga hubungan
variabel independen terhadap dependen tidak dipengaruhi faktor luar
yang tidak diteliti”. Variabel kontrol pada penelitian ini adalah kultur
murni bakteri Staphylococcus aureus yang diuji tanpa pemberian ekstrak
tumbuhan patikan kerbau (Euphorbia hirta L.).
2. Definisi Operasional
a. Film Dokumenter
Film dokumenter adalah film yang mendokumentasikan
kenyataan. Kunci utama dari dokumenter adalah penyajian fakta. Film
dokumenter berhubungan dengan orang-orang, tokoh, peristiwa, dan
lokasi yang nyata. Film dokumenter ini tidak menciptakan suatu
peristiwa atau kejadian, namun merekam peristiwa yang sungguh-sunguh
terjadi. Dalam penelitian ini, film dokumenter dimaksudkan sebagai film
yang mengandung fakta dari hasil penelitian uji antibakteri tumbuhan
patikan kerbau terhadap Staphylococcus aureus secara in vitro.
b. Uji Antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri adalah teknik untuk mengukur
berapa besar potensi atau konsentrasi suatu senyawa dapat memberikan
efek bagi mikroorganisme. Dalam penelitian ini, pengujian antibakteri
dimaksudkan untuk mengetahui berapa kadar aktivitas bakteri
Staphylococcus aureus yang terhambat oleh pengaruh ekstrak tumbuhan
patikan kerbau.
c. Ekstrak
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan
mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani
6
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian hingga memenuhi baku yang ditetapkan. Dalam penelitian
ini, ekstrak yang dimaksud adalah ekstrak yang dibuat dari kandungan
batang dan daun tumbuhan patikan kerbau.
d. Tanaman Patikan Kerbau (Euphorbia hirta L.)
Tumbuhan ini merupakan jenis tumbuhan herba tahunan, dengan
ciri-ciri utama antara lain yakni memiliki batang yang tegak dan
berambut pada bagian ujung, memiliki daun berbaris 2, memanjang
dengan pangkal yang miring, serta terdapat cyathia dalam payung
tambahan berbentuk setengah bola yang terkumpul menjadi karangan
bunga. Dapat ditemukan di daerah yang berumput, halaman, tepi jalan,
tanggul, tegalan, maupun kebun.
e. Staphylococcus aureus
Merupakan bakteri yang sering ditemukan sebagai flora normal
pada kulit dan selaput lendir manusia. S. aureus merupakan salah satu
bakteri gram positif berbentuk bulat. S. aureus hidup di dalam saluran
pengeluaran lendir dari tubuh manusia dan hewan seperti hidung, mulut
dan tenggorokan dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. S.
aureus memiliki kemampuan untuk mensintesis lipase yang dapat
mengubah sebum trigliserid menjadi asam lemak bebas yang dapat
merangsang inflamasi.
f. In Vitro
Kultur jaringan (Tissue Culture) atau Kultur In Vitro adalah suatu
teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan
menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat
pengatur tumbuh suatu tumbuhan pada kondisi aseptik, sehingga bagian-
bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi
tumbuhan sempurna kembali.
7
G. TINJAUAN PUSTAKA
1. Media Pembelajaran
Dalam metodologi pengajaran ada dua aspek yang paling menonjol
yakni metode mengajar dan media pengajaran sebagai alat bantu mengajar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kedudukan media pengajaran
sebagai alat bantu mengajar ada dalam komponen metodologi, sebagai salah
satu lingkungan belajar yang diatur oleh guru.
Media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar siswa dalam
pengajaran yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil
belajar yang dicapainya. Ada beberapa alasan, mengapa media pengajaran
dapat mempertinggi proses belajar siswa. Alasan berkenaan dengan manfaat
media pengajaran dalam proses belajar siswa antara lain:
a. Pengajaran akan lebih menarik perhatian siswa sehingga dapat
menumbuhkan motivasi belajar.
b. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya sehingga dapat lebih
dipahami oleh siswa, dan memungkinkan siswa menguasai tujuan
pengajaran lebih baik.
c. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata komunikasi
verbal melalui peraturan kata-kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan
dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap
jam pelajaran.
d. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya
mendengarkan uraian guru, tetapi juga aktivitas lain seperti mengamati,
melakukan, mendemonstrasikan dan lain-lain.
(Sudjana dan Rivai, 2010: 1-2)
2. Media Film Dokumenter
Dengan menganalisis media melalui bentuk penyajian dan cara
penyajiannya, kita mendapatkan suatu format klasifikasi yang meliputi tujuh
kelompok media penyaji, yaitu (a) kelompok kesatu; grafis, bahan cetak,
dan gambar diam, (b) kelompok kedua; media proyeksi diam, (c) kelompok
ketiga; media audio, (d) kelompok keempat; media audio visual diam, (e)
8
kelompok kelima; media gambar hidup/film, (f) kelompok keenam, media
televisi, dan (g) kelompok ketujuh; multi media.
a. Film (Motion Pictures)
Film disebut juga gambar hidup (motion pictures), yaitu
serangkaian gambar diam (still pictures) yang meluncur secara cepat dan
diproyeksikan sehingga menimbulkan kesan hidup dan bergerak. Film
merupakan media yang menyajikan pesan audiovisual dan gerak. Oleh
karenanya, film memberikan kesan yang impresif bagi pemirsanya.
Ada beberapa jenis film, diantaranya film bisu, film bersuara, dan
film gelang yang ujungnya saling bersambungan dan proyeksinya tak
memerlukan penggelapan ruangan (Susilana dan Riyana, 2009: 14 dan
20).
b. Dokumenter
Istilah “Dokumenter” atau documentary (bahasa Inggris) adalah
turunan dari kata Prancis, documentaire yang berarti sebuah film atau
pembicaraan yang menggambarkan perjalanan di suatu negeri tertentu.
Film dokumenter tak pernah lepas dari tujuan penyebaran informasi,
pendidikan dan propaganda bagi orang atau kelompok tertentu. Intinya,
Film Dokumenter tetap berpijak pada hal-hal senyata mungkin.
Kini dokumenter menjadi sebuah tren tersendiri dalam perfilman
dunia. Bahkan sekarang cukup banyak stasiun televisi yang
menayangkan film-film dokumenter seperti National Geographic,
Discovery Channel dan Animal Planet. Selain untuk konsumsi televisi,
film dokumenter juga lazim diikutsertakan dalam berbagai festival film
di dalam dan luar negeri, seperti Eagle Awards di Metro TV (Hutagalung,
2013: 4-5).
3. Uji Antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri adalah teknik untuk mengukur berapa
besar potensi atau konsentrasi suatu senyawa dapat memberikan efek bagi
mikroorganisme. Uji kepekaan antibakteri salah satunya dipengaruhi oleh
media, media dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya:
9
a) Keasaman, keasaman media agar berkisar anatara 7,2-7,4 pada temperatur
ruangan. Keasaman ini penting diperhatikan karena akan mempengaruhi
hasil tes kepekaan antibakteri terhadap bakteri.
b) Efek dari timidin atau timin, media yang mengandung banyak timidin
atau timin dapat mengurangi zona hambat, media Muller Hinton
mempunyai kadar timidin yang rendah sehingga dapat digunakan sebagai
media yang baik untuk uji kepekaan antibiotik.
(Hastari, 2012: 25)
4. Ekstraksi
Ekstraksi adalah istilah dalam bidang farmasi yang artinya
pemisahan bahan aktif baik pada tanaman maupun hewan dengan
menggunakan pelarut selektif sesuai standart prosedur ekstraksi.
Standarisasi proses ekstraksi bertujuan untuk memurnikan zat aktif dari zat
lain dengan menggunakan pelarut tertentu, proses standarisasi juga sangat
berpengaruh pada kualitas obat herbal.
Alkohol (methanol,ethanol), aseton, dietil eter dan etil asetat adalah
zat yang sering digunakan sebagai pelarut dalam proses ekstraksi, sebagai
contoh ekstraksi asam fenolik yang sangat polar (benzoik, asam sinamik)
disarankan mencampur pelarut dengan air, untuk zat yang kurang polar
seperti minyak, asam lemak dan klorofil yang sering digunakan adalah
diklorometan, kloroform, hexan atau benzen.
Ada beberapa metode yang sering digunakan dalam ekstraksi
diantaranya: Maserasi, infusa, digesti, dekoksi, perkolasi, soxhlet, ekstraksi
aqueous alkoholik yang difermentasi, ekstraksi Counter-current, sonikasi
(ekstraksi ultrasound), supercritical fluid extraction, dan lain sebagainya.
Beberapa zat dapat dijadikan pelarut suatu ekstrak dengan tujuan
agar ekstrak tersebut dapat digunakan. Adapun beberapa pelarut yang sering
digunakan diantaranya adalah dimethyl-sulfoxide (DMSO), dimethyl
formamide (DMF), methanol, acetone dan lain sebagainya.
Pelarut tersebut digunakan untuk melarutkan senyawa yang tidak
larut air seperti ekstrak tanaman, minyak esensial dan beberapa obat yang
10
akan digunakan dalam uji antibakteri dengan metode difusi maupun dilusi
Dimethyl-sulfoxide merupakan salah satu pelarut dalam uji antibakteri
maupun uji antifungal suatu ekstrak ataupun obat baru (Hastari, 2012: 23-
25).
5. In vitro
Kultur jaringan (Tissue Culture) atau Kultur In Vitro adalah suatu
teknik untuk mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan
menumbuhkan bagian tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur
tumbuh tanaman pada kondisi aseptik,sehingga bagian-bagian tersebut dapat
memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman sempurna kembali.
6. Euphorbia hirta L.
Herba 1 tahun, dengan batang tegak atau naik demi sedikit, tinggi
0,1-0,6 m. Batang terutama berambut pada ujungnya. Daun berbaris 2,
memanjang, dengan pangkal miring, setidaknya pada ujung bergerigi-gerigi,
sisi bawah berambut jarang, 0,5-5 cm panjangnya; tangkai 2-4 mm. Cyathia
dalam payung tambahan yang berbentuk (setengah) bola, yang sendiri-
sendiri atau dua-dua terkumpul menjadi karangan bunga yang bertangkai
pendek, duduk di ketiak daun; piala panjang 1 mm, berambut menempel.
Buah tinggi 1,5 mm (Steenis, 2006: 251).
a. Klasifikasi
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Sub Kelas : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Euphorbia
Spesies : Euphorbia hirta L.
b. Nama Daerah
Kukon-kukon (Jawa), Patian (Jawa), Patikan Kebo (Jawa),
Patikan Jawa (Jawa), Gelang Susu (Sumatera), Nanangkahan (Sunda),
11
Kak Sekakan (Madura) (Steenis, 2006:251).
c. Kandungan Kimia
Kemampuan tanaman patikan kebo dalam mengobati berbagai
macam penyakit ini melibatkan senyawasenyawa kimia di dalamnya
yang dapat bersifat antiseptik, anti-inflamasi, antifungal, dan
antibakterial, seperti kandungan tanin, flavonoid (terutama quercitrin dan
myricitrin), dan triterpenoid (terutama taraxerone dan 11α, 12 α –
oxidotaraxterol) (Ekpo & Pretorius, dalam Hamdiyati, Kusnadi, dan
Rahadian, 2008: 2-3).
d. Efek Farmakologis
Tanaman ini juga telah banyak digunakan sebagai obat
tradisional di negara-negara yang terletak di kawasan tropis, seperti
Afrika, Asia, Amerika, dan Australia. Tanaman tersebut telah dipercaya
dapat mengobati berbagai penyakit, seperti disentri amuba, diare, borok,
asma, bronkhitis, demam, penyakit pada alat genital (misalnya
gonorrhoea) (Hamdiyati, Kusnadi, dan Rahadian, 2008: 2).
e. Persebaran
Persebaran tumbuhan ini berasal dari Amerika daerah tropis; di
Jawa umumnya liar. Dapat dengan mudah ditemukan di daerah yang
berumput, halaman, tepi jalan, tanggul, tegalan dan kebun (Steenis, 2006:
251).
7. Staphylococcus aureus
Merupakan bakteri yang sering ditemukan sebagai flora normal pada
kulit dan selaput lendir manusia. S. aureus merupakan salah satu bakteri
Gram positif berbentuk bulat. S. aureus hidup di dalam saluran pengeluaran
lendir dari tubuh manusia dan hewan seperti hidung, mulut dan tenggorokan
dan dapat dikeluarkan pada waktu batuk atau bersin. S. aureus memiliki
kemampuan untuk mensintesis lipase yang dapat mengubah sebum
trigliserid menjadi asam lemak bebas yang dapat merangsang inflamasi
(Sukatta et al., dalam Aziz, 2010: 25-26).
Bakteri ini dapat menyebabkan bermacam-macam infeksi seperti
12
pneumonia, meningitis, empiema, endokarditis, jerawat, pioderma atau
impetigo (Brooks et al., dalam Aziz, 2010: 26). Menurut Mertaniasih (dalam
Aziz, 2010: 26) bakteri ini merupakan mikroba patogen yang mneyebabkan
pus (nanah).
8. Materi Bakteri
Bakteri merupakan organisme yang inti selnya bersifat prokariotik,
artinya organisme tersebut belum memiliki membran inti (kariotika). Inti sel
organisme ini hanya berupa satu molekul ADN. Kebanyakan anggota
kelompok monera ini bersifat uniseluler dan mikroskopis.
A. Klasifikasi Prokariotik
Berdasarkan klasifikasi yang dibuat oleh Carl Woese yang
mengacu pada analisis variasi RNAr organisme prokariotik ini secara
fundamental dipisahkan menjadi dua kelompok yang berbeda, yaitu
Archaebacteria dan Eubacteria.
1. Archaebacteria
Karakteristik yang dimilik oleh Archaebacteria antara lain:
a. sel penyusun tubuhnya bertipe prokariotik;
b. memiliki simpleRNA polymerase;
c. dinding sel bukan dari peptidoglikan;
d. tidak memiliki membran nukleus dan tidak memiliki organel sel;
e. ARNt nya berupa metionin;
f. sensitive terhadap toksin dipteri.
Berdasarkan habitatnya Archaaebacteria dikelompokkan
menjadi 3, yaitu kelompok methanogen, halofit ekstrim(suka garam)
dan termo asidofil (suka panas dan asam).
a. Methanogen
Methanogen ini hidupnya bersifat anaerob atau tidak
memerlukan oksigen dan heterotrof, dapat menghasilkan methan
(CH4), tempat hidupnya di lumpur, rawa-rawa, saluran pencernaan
anai-anai (rayap), saluran pencernaan sapi, saluran pencernaan
manusia dan lain-lain. Contoh:
13
–Lachnospira multiparus, organisme ini mampu menyederhanakan
pektin.
–Ruminococcus albus, organisme ini mampu menghidrolisis
selulosa.
-Succumonas amylotica, memiliki kemampuanmenguraikan
amilum.
–Methanococcus janashii, penghasil gas methane.
b. Halofit ekstrim
Sebagian besar mikroorganisme ini bersifat aerob heterotrof
meskipun ada yang bersifat anaerob dan fotosintetik dengan
pigmen yang dimilikinya berupa bakteriorodopsin. Habitat pada
lingkungan berkadar garam tinggi, seperti di danau Great Salt
(danau garam), Laut Mati, atau di dalam makanan yang bergaram.
c. Thermo asidofil
Archaebacteria merupakan organisme uniseluler, tak
berklorofil prokariot, hidup pada lingkungan yang ekstrim
Thermoasidofil merupakan mikroorganisme kemoautotrof yang
dapat memanfaatkan H2S sebagai sumber energi. Hidup di
lingkungan panas dan pH 2 – 4, habitat di sumber air panas seperti
Sulfolobus di taman nasional Yellow stone atau kawah gunung
berapi di dasar laut.
2. Eubacteria
Eubakteria disebut juga bakteri sejati, sama dengan
archaebacteria yang bersifat prokariotik. Ciri-ciri yang dimiliki oleh
bakteri ini antara lain:
a. memiliki dinding sel yang mengandung peptidoglikan
b. telah mempunyai organel sel berupa ribosom yang mengandung
satu jenis ARN polymerase
c. membran plasmanya mengandung lipid dan ikatan ester
d. sel bakteri memiliki kemampuan untuk mensekresikan lendir ke
permukaan dinding selnya, lendir ini jika terakumulasi akan dapat
14
membentuk kapsul dan kapsul inilah sebagai pelindung untuk
mempertahankan diri jika kondisi lingkungan tidak menguntungkan
baginya. Bakteri yang berkapsul biasanya lebih patogen dari pada
yang tidak memiliki kapsul
e. Sitoplasma bakteri terdiri dari protein, karbohidrat, lemak, ion
organik, kromatofora, juga terdapat organel sel kecil-kecil yang
disebut ribosom dan asam nukleat sebagai penyusun ADN dan
ARN
Bakteri dibagi menjadi beberapa kelompok antara lain:
a. Berdasarkan cara memperoleh makanan, yaitu autotrof dan juga yang
heterotrof.
b. Berdasarkan kebutuhan oksigennya dibedakan menjadi bakteri aerob
dan anaerob.
c. Berdasarkan alat geraknya ada yang memiliki alat gerak berupa flagel
ada juga yang tidak berflagel.
d. Pengelompokan berdasarkan bentuknya ada yang berbentuk batang,
bola, dan spiral.
Pengelompokan bakteri berdasarkan cara memperoleh makanan:
a. Bakteri autotrof
Bakteri jenis ini dapat menyusun makanan untuk kebutuhannya
sendiri dengan cara mensintesis zat-zat anorga nik menjadi zat organik.
Jika energi untuk penyusunan tersebut bersumber dari cahaya matahari
maka bakteri tersebut dikenal dengan sebutan fotoautotrof dan apabila
energi untuk penyusunan zat organik berasal dari hasil reaksi kimia
disebut kemoautotrof.
Contoh bakteri fotoautotrof:
– Bakteri hijau, bakteri ini memiliki pigmen hijau yang dinamakan
bakterioviridin atau bakterioklorofil.
– Bakteri ungu, memiliki pigmen ungu, merah atau kuning disebut
bakteriopurpurin
15
Contoh bakteri kemoautotrof:
– Bakteri nitrifikasi, yang terdiri Nitrosomonas, Nitrosococcus,
Nitrobacter, Nitrospira, Nitrosocystis.
b. Bakteri heterotrof
Bakteri tipe ini tidak dapat mengubah zat anorganik menjadi zat
organik, sehingga untuk keperluan makannya bergantung pada zat
organik yang ada di sekitarnya. Bakteri heterotrof dapat dibedakan
menjadi 2 macam, yaitu:
– Parasit, bakteri yang kebutuhan zat makanan tergantung pada
organisme lain. Contoh: Treponema hidup pada manusia, Borrelia
hidup pada hewan dan manusia.
– Saprofit, bakteri yang memperoleh makanan dari sisa-sisa zat organik.
Bakteri jenis ini memiliki kemampuan untuk merombak zat organik
menjadi zat anorganik. Contoh: Bakteri Escherichia coli yang hidup
pada colon (usus besar) manusia. Dalam keadaan tertentu dapat
mengubah asam semut menjadi CO2 dan H2O. Thiobacillus
denitrificans dapat menguraikan senyawa nitrat menjadi nitrit.
B. Reproduksi Bakteri
Bakteri berkembangbiak dengan cara membelah diri secara
biner. Pada kondisi yang menguntungkan bakteri membelah dengan
sangat cepat, yaitu antara 15 – 20 menit. Sehingga dalam waktu satu hari
jumlahnya menjadi jutaan. Selain dengan pembelahan biner juga dapat
berkembangbiak secara seksual yang berbeda dengan perkembangbiakan
organisme eukariota. Ada yang menyebutnya paraseksual, yaitu bukan
merupakan peleburan gamet jantan dan gamet betina, tetapi berupa
pertukaran materi genetik yang disebut dengan rekombinasi genetik.
ADN yang terbentuk hasil rekombinasi kedua gen tersebut dinamakan
gen rekombinan. Rekombinasi genetik ini dibedakan menjadi tiga cara,
yaitu: transformasi, transduksi, dan konjugasi.
(Subardi, Nuryani, dan Pramono. 2009: 37-44).
16
H. METODE PENELITIAN
1. Bentuk dan Rancangan Penelitian
Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode
penelitian eksperimen. Metode penelitian eksperimen dapat diartikan
sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mencari pengaruh
perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendali
(Sugiyono, 2013: 107).
Desain yang digunakan adalah true experimental, yakni eksperimen
yang betul-betul, di mana peneliti dapat mengontrol semua variabel luar
yang mempengaruhi prosedur eksperimen. Ciri utama dari true experimental
design adalah terdapat kelompok kontrol dan sampel dipilih secara random
(Sugiyono, 2013: 112). Oleh sebab itu, rancangan yang digunakan dalam
penelitian ini adalah dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL)
dengan enam perlakuan konsentrasi ekstrak batang patikan kerbau yakni;
P0= kontrol (tanpa diberi ekstrak), P1= 50 mg/ml, P2= 100 mg/ml, P3= 150
mg/ml, P4= 200 mg/ml, dan P5= 250 mg/ml. Masing-masing perlakuan
diulang sebanyak 5 kali, sehingga terdapat 30 unit satuan percobaan.
Penelitian ini dibagi menjadi dua tahapan, yakni uji antibakteri
ekstrak batang patikan kerbau terhadap Staphylococcus aureus dan
pembuatan media film dokumenter pada materi Bakteri kelas X SMA.
2. Prosedur Penelitian
a. Uji Antibakteri Ekstrak Tumbuhan Patikan Kerbau Terhadap
Staphylococcus aureus secara In Vitro.
1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pendidikan Biologi
dan Laboratorium Pendidikan Kimia FKIP Universitas Tanjungpura
Pontianak, dan dilakukan dari minggu ketiga bulan Agustus sampai
akhir Oktober 2015.
TABEL 1.1: Kegiatan Penelitian Uji Antibakteri Ekstrak Tumbuhan
Patikan Kerbau terhadap Staphylococcus aureus secara In
17
Vitro
No Kegiatan
Bulan
Agustus
2015
Bulan
September
2015
Bulan Oktober
2015
Minggu ke - Minggu ke - Minggu ke -
3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan alat dan bahan
2 Pelaksanaan penelitian
3 Analisis data
2. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rotary
evaporator, Tabung Erlenmeyer, Pengaduk, Timbangan, Pisau,
Autoclave, Tabung reaksi steril, Pipet ukur 50 cc, Micro pipet, Cawan
petri, Lampu bunsen dan korek api, Inkubator dengan suhu 37ᵒC dan
Osse. Sedangkan bahan yang digunakan adalah batang dan daun
tumbuhan patikan kerbau (Euphorbia hirta L.), Ethanol 96%, Ekstrak
tumbuhan patikan kerbau (Euphorbia hirta L.), Suspensi bakteri
Staphylococcus aureus sesuai standart Mc Farland 0,5, Kertas
Cakram, Kertas saring Whatman 0,2, Media Nutrient agar, Dimethyl
Sulfoxide (DMSO), NaCl.
3. Pelaksanaan Penelitian
1) Sterilisasi Alat
Alat yang digunakan pada penelitian seperti erlenmeyer, cawan
petri, tabung reaksi, pipet Pasteur, pipet tetes, pipet ukur dan
pengaduk disterilisasi menggunakan autoclave dengan tekanan
udara 1 atm pada suhu 121ºC selama 15 menit, sedangkan alat-alat
18
seperti gelas obyek, gelas cover, ose dan pinset disterilkan dengan
alkohol 70 %. Namun untuk ose dan pinset setelah disterilkan
dengan alkohol 70% dibakar sebentar pada pembakar api bunsen.
2) Pembuatan Media Agar
Disiapkan 1 liter akuades dimasukkan 3 gram beef ekstrak, 5 g
pepton, 1 g ekstrak ragi, 20 g bactoagar diaduk campuran tersebut
hingga homogen kemudian disterilkan dalam autoklaf suhu 121o C
dengan 15 lbs selama 15 menit. Kemudian larutan dituang dalam
cawan petri steril dan dibiarkan membeku.
3) Ekstraksi Tumbuhan Patikan Kerbau (Euphorbia hirta L.)
Tanaman daun patikan kebo dikumpulkan dari daerah sekitar
pekarangan rumah. Batang dan daun patikan kebo yang sudah
dikumpulkan terlebih dahulu ditimbang beratnya. Pada penelitian
ini digunakan batang dan daun patikan kebo yang utuh dengan
berat 500 gr. Batang dan daun patikan kebo yang sudah
dikumpulkan terlebih dahulu dicuci sampai bersih. Batang dan
daun patikan kebo dipotong kecil-kecil kira-kira lebarnya 1 cm dan
diiris setipis mungkin, hal ini dimaksudkan untuk mempercepat
proses pengeringan batang dan daun patikan kebo. Proses
pengolahan bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat dengan
melalui cara pengeringan disebut simplisia.
Batang dan daun patikan kebo yang sudah terpotong-potong
kemudian dikeringkan dengan cara diangin-anginkan. Proses
selanjutnya adalah ekstraksi batang dan daun kering patikan kebo
dilakukan dengan cara maserasi dengan etanol 96% selama 72 jam
dan dilanjutkan dengan tahap destilasi menggunakan rotary vacum
evaporator.
4) Pembuatan Pelarut Ekstrak Tumbuhan Patikan Kerbau
Ekstrak batang dan daun patikan kebo diencerkan dengan
dimethylsulfoxide (DMSO) dan akuades. Untuk mendapatkan
konsentrasi DMSO 10% maka dibutuhkan DMSO sebesar 10 ml
19
dan ditambah akuades sebesar 90 ml. DMSO merupakan suatu
bahan yang digunakan sebagai pelarut bahan organik maupun
anorganik dan biasa digunakan pada industri obat. Pelarut DMSO
10% merupakan pelarut organik dan tidak bersifat bakterisidal.
Selain itu, pelarut yang dapat melarutkan hampir semua senyawa
polar maupun non polar adalah dimethylsulfoxide (DMSO). DMSO
dapat digunakan sebagai pengencer ekstrak untuk memperoleh
ekstrak dengan kadar konsentrasi tertentu.
5) Penyiapan Suspensi Staphylococcus aureus
Pembuatan suspensi bakteri Staphylococcus aureus dengan
kepadatan bakteri 3 x 106 CFU/ml adalah mengambil 4 -10 koloni
bakteri yang berumur satu hari lalu dimasukkan ke dalam tabung
volume 10 ml yang berisi NaCl fisiologis kemudian
dihomogenkan. Selanjutnya perbenihan tersebut distandarisasi
dengan menggunakan metode Mc. Farland yaitu dengan cara
menyetarakan kekeruhannya dengan larutan standar Mc. Farland
no. 1 yang setara dengan kepadatan bakteri 3 x 108 CFU/ml (Jang
et al., 1978 dalam Kusumawardhani, 2007). Setelah menyetarakan
suspensi bakteri A. Hydrophila yang dibuat dengan standar Mc.
Farland no. 1 dilakukan pengenceran secara berseri untuk
mendapatkan kepadatan 3 x 106 CFU/ml.
6) Uji Ekstrak Tumbuhan Patikan Kerbau terhadap Aktivitas
Staphylococcus aureus
Cawan petri yang berisi media NA sebanyak 20 ml diberi 1 ml
suspensi bakteri dan diratakan dengan spreader. Kertas cakram
yang telah dicelupkan ke dalam berbagai konsentrasi ekstrak
patikan kerbau diletakkan diatas permukaan agar secara higienis di
dalam laminair airflow kemudian ditutup dengan menggunakan
aluminium foil. Inkubasi dilakukan pada suhu 37oC selama 24 jam
kemudian diukur zona hambat dengan menggunakan kertas
millimeter.
20
7) Pengamatan
Pengamatan didasarkan atas diameter zona hambat “zona hallow”
yang terbentuk pada 24 jam pertama diukur dengan menggunakan
kertas millimeter.
8) Analisis Data
Pengaruh masing-masing perlakuan diameter zona hambat terhadap
pertumbuhan S.aureus dengan menganalisis secara statistik
menggunakan sidik ragam anova.
b. Implementasi Media Film Dokumenter dari Hasil Penelitian Uji
Antibakteri Ekstrak Tumbuhan Patikan Kerbau Terhadap
Staphylococcus aureus secara In Vitro.
a. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama 6 minggu yaitu dari bulan
Agustus 2015 sampai minggu ke-2 bulan November 2015.
TABEL 1.2: Kegiatan Pembuatan dan Validasi Media Film Dokumenter
No. Kegiatan
Agustus
2015
September
2015
Oktober
2015
November
2015
Minggu
ke-Minggu ke- Minggu ke-
Minggu
ke-
1 2 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2
1 Pembuatan Media Film
Dokumenter
2 Validasi Media Film
Dokumenter
3 Analisis Data
21
b. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah laptop dan
kamera DSLR. Sedangkan bahan yang digunakan adalah proses dan
hasil penelitian.
c. Pelaksanaan Penelitian
1) Pembuatan Media Film Dokumenter
a) Menentukan tujuan pembelajaran
Dalam pembuatan media secara umum langkah pertama
yang dilakukan adalah menentukan tujuan pembelajaran.
Tujuan perlu dirumuskan lebih khusus untuk menentukan
tujuan yang bersifat penguasaan kognitif, penguasaan
ketrampilan, atau penguasaan sikap berdasarkan indikator.
b) Membuat bentuk Film Dokumenter
Film Dokumenter dalam penelitian ini dirancang seperti
film dokumenter yang umumnya dibuat untuk acara National
Geographic.
c) Membuat ringkasan materi
Materi yang disajikan berbentuk uraian, namun yang
diambil hanya materi pokok saja. Materi dan gambar diambil
dari hasil penelitian dan ditambah dari berbagai sumber lain.
d) Merancang draf kasar (sketsa)
Draf kasar yang dimaksud disini adalah rancangan
susunan film agar hasilnya terstruktur.
e) Memilih teknik film yang sesuai
Agar film dokumenter yang dibuat lebih menarik, maka
digunakan teknik recording video yang sesuai untuk
mendukung proses pembelajaran.
f) Menentukan ukuran dan bentuk huruf yang sesuai
Ukuran huruf disesuaikan dengan seberapa banyak
22
tulisan, jika tulisan sedikit berarti ada cukup ruang untuk
membuat huruf menjadi lebih besar. Selain ukuran huruf,
bentuk huruf juga disesuaikan agar mudah dibaca (Susilana &
Cepi, 2007).
2) Validasi Media Film Dokumenter
Pada penelitian ini uji keabsahan dilakukan dengan uji
validitas. Menurut Sugiyono (2013) validitas merupakan derajat
ketepatan antara data yang terjadi pada obyek penelitian dengan
data yang dilaporkan oleh peneliti. Validasi dilakukan untuk
mengetahui kelayakan atau kevalidan media film dokumenter
terhadap pembelajaran. Validasi dilakukan dengan 6 orang
validator yaitu 2 orang dosen Pendidikan Biologi FKIP UNTAN
dan 3 orang guru Biologi dari SMA/MANegeri dan 1 orang ahli
perfilman di Kalimantan Barat.
Pemilihan sampel sekolah menggunakan teknik Purposive
Sampling atau teknik Sampel Purposif. Teknik ini digunakan
apabila peneliti memiliki alasan-alasan khusus atau pertimbangan
tertentu berkenaan dengan sampel yang akan diambil, dalam hal ini
pertimbangan yang dimaksud adalah pemilihan sampel sekolah
berdasarkan jarak yang paling dekat dengan tempat penelitian.
3) Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian tahap kedua ini
adalah lembar validasi media yang terdiri dari 3 aspek yaitu format,
isi, dan bahasa. Pada lembar validasi media Film Dokumenter
terdiri dari 4 kriteria penilaian berdasarkan skala likert yaitu Sangat
Baik(SB) bernilai 4,Baik (B) bernilai 3,Cukup Baik(CB) bernilai
2,dan Kurang Baik(KB) bernilai 1.
4) Analisis Data
23
Langkah-langkah dalam menganalisis data, yaitu:
a) Memasukkan data ke dalam tabel berikut ini:
TABEL 1.3: Analisis Validasi Media Film Dokumenter
Aspek KriteriaValidator Rata-rata tiap
kriteria (Ki)
Rata-rata tiap
aspek (Ai)
Saran/
Komentar1 2 3 4 5
Format
Isi
Bahasa
Rata-rata total (RTV)
b) Mencari rata-rata per kriteria dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
Ki =rata-rata kriteria ke-i
c) Mencari rata-rata tiap aspek dengan menggunakan rumus:
Ai =
Keterangan:
Ai = rata-rata aspek ke-i
24
Ki =
d) Mencari rata-rata total validitas ketiga aspek dengan
menggunakan rumus:
RTV =
Keterangan:
RTV = rata-rata total validitas
e) Menentukan kategori kevalidan dengan mencocokan rata-rata
total dengan kriteria kevalidan, yaitu:
3 ≤ RTV ≤ 4 valid (layak)
2 ≤ RTV < 3 kurang valid
1 ≤ RTV < 2 tidak valid
25
DAFTAR PUSTAKA
Aziz, Syaikhul. (2010). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanol Daun dan
Umbi BakungPutih (Crinum asiaticum L.) terhadap Bakteri
Penyebab Jerawat. (Skripsi). (Online) (diakses 1 April 2015)
Citriani, Mirna Yunik. (2007). Kearifan Tradisional Masyarakat Selamatkan
Tumbuhan Obat. (Online). (http://racik.wordpress.com/category
/tumbuhan-obat/, diakses tanggal 1 April 2015).
Hamdiyati, Y., Kusnadi, dan Irman, R. (2008). Aktivitas Antibakteri Ekstrak Daun
Patikan Kebo (Euphorbia hirta) Terhadap Pertumbuhan Bakteri
Staphylococcus Epidermidis. Jurnal Pengajaran MIPA Vol. 12 No. 2,
ISSN : 1412-0917. (Online). (diakses 12 Maret 2015).
Harlis. (2011). Uji Aktivitas Anti Bakteri Ekstrak Patikan Kerbau (Euphorbia
hirta L.) Terhadap Pertumbuhan E.Coli. Jurnal Penelitian Universitas
Jambi Seri Sains, Vol. 13, No. 1, Hal. 43-48. (Online). (diakses 1 Maret
2015).
Hastari, Rizka. (2012). Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Pelepah dan Batang
Tanaman Pisang Ambon (Musa paradisiaca var. sapientum) terhadap
Staphylococcus aureus. (Laporan Hasil Karya Tulis Ilmiah). (Online).
(diakses 30 Maret 2015).
Hutagalung, Irnawati. (2013). Pengaruh Media Film Dokumenter Terhadap
Kemampuan Menulis Kreatif Puisi Oleh Siswa Kelas VII SMP Negeri
1 Kisaran Tahun Ajaran 2012/ 2013. (Online). (diakses 12 Maret 2015).
Nurjanah, Siti. (2012). Peningkatan Keaktifan Sosial Dalam Pembelajaran
26
Biologi Di Sma Negeri Karangpandan Melalui Strategi Team Quiz
Disertai Modul. (Skripsi). (Online). (diakses 30 Maret 2015)
Ogbulie, J. N., et al. (2007). Antibacterial Activities and Toxicological Potentials
of Crude Ethanolic Extracts of Euphorbia hirta. African Journal of
Biotechnology, Vol. 6 (13), pp. 1544-1548. (Online). (http://www.ajol.
info/index.php/ajb/article/download/57667/46049, diakses 30 Maret 2015).
Steenis, et al. (2006). Flora (Untuk Sekolah di Indonesia). Jakarta: Pradnya
Paramita.
Subardi, Nuryani, dan Shidiq Pramono. (2009). Buku Sekolah Elektronik
Biologi (Kelas X Untuk SMA dan MA). Jakarta: Departemen
Pendidikan.
Sudjana, N., dan Ahmad, R. (2010). Media Pengajaran. Bandung: Sinar Baru
Algesindo.
Sugiyono. (2013). Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R&D). Bandung: Alfabeta.
Susilana, R. dan Cepi, R. (2009). Media Pembelajaran (Hakikat,
Pengembangan, Pemanfaatan, dan Penilaian). Bandung: Wacana Prima.
Taufiq. L., Nurcahyanti. W., dan Arifah. S. W. (2008). Efek Antiinflamasi Ekstrak
Patikan Kebo (Euphorbia hirta L) Pada Tikus Putih Jantan. Pharmacon,
Vol. 9, No. 1, Hal: 1–5. (Online). (diakses 1 Maret 2015).
27