filsafat barat era aufklarung
TRANSCRIPT
FILSAFAT BARAT ERA AUFKLARUNG Add Comment EDUCATION FOR ALL Rabu, 05 Juni 2013
Filsafat Barat Era Aufklarung - Pada abad pertengahan terjadi
perdebatan sengit antara akal dan iman atau antara gereja dan
kalangan proletar Eropa. Hal itu terjadi selama kurang lebih 8 abad lamanya.
Mereka dipaksa mengikuti doktrin yang telah dikeluarkan oleh pihak gereja
dalam dogma-dogma gerejanya. Mereka juga dipaksa untuk melupakan akan
kebudayaan mereka dulu, yaitu kebudayaan Romawi dan Yunani. Namun,
semakin lama mereka pun semakin merasakan akan kejanggalaan tentang
doktrin yang mereka terima itu. Terasa berada di luar akal rasional
(irasional).
Hegemoni antara akal dan iman benar-benar tidak seimbang pada zaman
itu. Pada abad itu akal kalah total dan iman menang mutlak. Abad ini telah
mempertontonkan kelambanan kemajuan manusia dalam bidang pemikiran,
padahal manusia itu sudah membuktikan bahwa ia sanggup maju dengan
cepat. Abad ini juga telah dipenuhi lembaran hitam berupa pemusnahan
orang-orang yang berfikir kreatif diluar dogma gereja, karena pemikirannya
berlawanan atau berbeda dengan pikiran tokoh gereja pada saat itu. Abad ini
tidak saja lamban, lebih dari itu, filsafat mundur pada abad ini jangankan
menambah, menjaga warisan sebelumnya pun abad ini tidak mampu.
Banyak orang yang jengkel melihat dominasi Gereja atas orang Eropa.
Mereka ingin segera mengakhiri dominasi itu. Akan tetapi, mereka khawatir
mengalami nasib yang sama dengan kawan-kawan mereka yang telah
dikirim ke akhirat lewat penyiksaan Gereja. Seperti tokoh
Saint Coppernicus yang berbeda pendapat dengan gereja tentang pusat
tata surya. Menurutnya pusat tata surya adalah matahari (heliosentris).
Sedangkan menurut gereja, bumilah sebagai pusat dari tata surya
(geosentris). Sekalipun demikian adanya, ada juga pemberani yang sanggup
melawan arus deras itu. Orang itu salah satunya adalah Rene Descartes
yang terkenal dengan Filsafat Rasionalisme nya.
Melihat keadaan yang begitu parah pada zaman pertengahan di Eropa, maka
beberapa diantaranya melakukan suatu gerakan pembaharuan untuk lahir
kembali dalam artian lahir sebagai manusia yang tebebas dari kungkungan
gereja (dogma) atau dalam bahasa lain sebagai abad pencerahan.
A. Filsafat Era Aufklarung
Abad Pencerahan (Age of Enlightenment dalam literatur berbahasa Inggris)
adalah suatu masa di sekitar abad ke-18 di Eropa yang diketahui memiliki
semangat revisi atas kepercayaan-kepercayaan lama. Bertolak dari
pemikirian ini, masyarakat mulai menyadari pentingnya diskusi-diskusi dan
pemikiran ilmiah.
Aufklarung memberi kedudukan dan kepercayaan luar biasa kepada akal
budi manusia. Tokoh-tokoh yang mempelopori periode ini menanamkan
kepada pengikutnya dan manusia pada waktu itu bahwa akal manusia harus
digunakan untuk menjawab masalah hidup dan kehidupannya.
Immanuel Kant pernah membuat sebuah tulisan yang berjudul “Apa Itu
Pencerahan?” (What is aufklarung?). Menurut Kant, pencerahan adalah
bebasnya manusia dari rasa ketidakmatangan. Sedangkan ketidakmatangan
sendiri adalah ketidakmampuan menggunakan penalaran pribadi dan
keinginan untuk selalu merujuk dan menggunakan pendapat orang lain, atau
dengan kata lain selalu setuju dengan yang dikatakan orang. Manusia
menjadi tidak matang bukan karena dia tidak mau berpikir, tetapi karena dia
takut menggunakan pemahamannya sendiri. Selama masih bergantung
kepada pemahaman orang lain, selama itu pula seseorang tidak akan pernah
matang. Dan karenanya, tidak akan bisa tercerahkan atau maju. Semboyan
pencerahan yang sangat terkenal adalah Sapere Aude! yang berarti
“beranilah menggunakan pemahaman Anda sendiri!”[1].
Sebagai latar belakangnya, manusia melihat adanya kemajuan ilmu
pengetahuan (ilmu pasti, biologi, filsafat dan sejarah) telah mencapai hasil
yang menggembirakan. Disisi lain jalannya filsafat tersendat-sendat. Untuk
itu diperlukan upaya agar filsafat dapat berkembang sejajar dengan ilmu
pengetahuan alam. Isaac Newton ( 1642-1727) memberikan dasar-dasar
berpikir dengan induksi, yaitu pemikiran yang bertitik tolak pada gejala-
gejala dan mengembalikan kepada dasar-dasar yang sifatnya umum. Untuk
itu dibutuhkan analisis[2]. Dengan demikian zaman pencerahan merupakan
tahap baru dalam proses emansipasi manusia Barat yang sudah dimulai
sejak Renaissance dan Reformasi.
Para tokoh era Aufklarung ini juga merancang program-program khusus
diantaranya adalah berjuang menentang dogma gereja populer. Senjatanya
adalah fakta-fakta ilmu dan metode-metode rasional[3]
B. Masa Pencerahan Di Jerman, Inggris Dan Prancis
1. Pencerahan Di Jerman
Pada umumnya Pencerahan di Jerman tidak begitu bermusuhan sikapnya
terhadap agama Kristen seperti yang terjadi di Perancis. Memang orang juga
berusaha menyerang dasar-dasar iman kepercayaan yang berdasarkan
wahyu, serta menggantinya dengan agama yang berdasarkan perasaan
yang bersifat pantheistic, akan tetapi semuanya itu berjalan tanpa “perang’
terbuka.
Yang menjadi pusat perhatian di Jerman adalah etika. Orang bercita-cita
untuk mengubah ajaran kesusilaan yang berdasarkan wahyu menjadi suatu
kesusilaan yang berdasarkan kebaikan umum, yang dengan jelas
menampakkan perhatian kepada perasaan. Sejak semula pemikiran filsafat
dipengaruhi oleh gerakan rohani di Inggris dan di Perancis. Hal itu
mengakibatkan bahwa filsafat Jerman tidak berdiri sendiri. Para perintisnya
di antaranya adalah Samuel Pufendorff (1632-1694), Christian Thomasius
(1655-1728). Akan tetapi pemimpin yang sebenarnya di bidang filsafat
adalah Christian Wolff (1679- 1754)[4].
la mengusahakan agar filsafat menjadi suatu ilmu pengetahuan yang pasti
dan berguna, dengan mengusahakan adanya pengertian-pengertian yang
jelas dengan bukti-bukti yang kuat. Penting sekali baginya adalah susunan
sistim filsafat yang bersifat didaktis, gagasan-gagasan yang jelas dan
penguraian yang tegas. Dialah yang menciptakan pengistilahan-
pengistilahan filsafat dalam bahasa Jerman dan menjadikan bahasa itu
menjadi serasi bagi pemikiran ilmiah. Karena pekerjaannya itu filsafat
menarik perhatian umum[5].
Pada dasarnya filsafatnya adalah suatu usaha mensistimatisir pemikiran
Leibniz dan menerapkan pemikiran itu pada segala bidang ilmu
pengetahuan. Dalam bagian-bagian yang kecil memang terdapat
penyimpangan-penyimpangan dari Leibniz. Hingga munculnya Kant yang
filsafatnya merajai universitas-universitas di Jerman.
2. Pencerahan Di Inggris
Di Inggris filsafat Pencerahan dikemukakan oleh ahli-ahli pikir yang
bermacam-macam keyakinannya. Kebanyakan ahli pikir yang satu lepas
daripada yang lain, kecuali tentunya beberapa aliran pokok.
Salah satu gejala Pencerahan di Inggris ialah yang disebut Deisme, suatu
aliran dalam filsafat Inggris pada abad ke-18, yang menggabungkan diri
dengan gagasan Eduard Herbert yang dapat disebut pemberi alas ajaran
agama alamiah.
Menurut Herbert, akal mempunyai otonomi mutlak di bidang agama. Juga
agama Kristen ditaklukkan kepada akal. Atas dasar pendapat ini ia
menentang segala kepercayaan yang berdasarkan wahyu. Terhadap segala
skeptisisme di bidang agama ia bermaksud sekuat mungkin meneguhkan
kebenaran-kebenaran dasar alamiah dari agama[6].
Dasar pengetahuan di bidang agama adalah beberapa pengertian umum
yang pasti bagi semua orang dan secara langsung tampak jelas karena
naluri alamiah, yang mendahului segala pengalaman dalam pemikiran akal.
Ukuran kebenaran dan kepastiannya adalah persetujuan umum segala
manusia, karena kesamaan akalnya. Isi pengetahuan itu mengenai soal
agama dan kesusilaan.
Inilah asas-asas pertama yang harus dijabarkan oleh akal manusia sehingga
tersusunlah agama alamiah, yang berisi: bahwa ada Tokoh yang Tertinggi; bahwa manusia harus berbakti kepada Tokoh yang Tertinggi itu; bahwa bagian pokok kebaktian ini adalah kebajikan dan kesalehan; bahwa manusia karena tabiatnya benci terhadap dosa dan yakin
bahwa tiap pelanggaran kesusilaan harus disesali; bahwa kebaikan dan keadilan Allah memberikan pahala dan hukuman
kepada manusia di dalam hidup ini dan di akhirat. Menurut Herbert, di
dalam segala agama yang positif terdapat kebenaran-kebenaran pokok dari agama alamiah[7].
Pada akhir abad ke-17 dan awal abad ke-18 pandangan Herbert ini
dikembangkan lebih lanjut, baik yang mengenai unsur-unsurnya yang negatif
maupun unsur-unsurnya yang positif.
3. Pencerahan Di Prancis
Pada abad ke-18 filsafat di Perancis menimba gagasannya dari Inggris. Para
pelopor filsafat di Perancis sendiri (Descartes, dll) telah dilupakan dan tidak
dihargai lagi. Sekarang yang menjadi guru mereka adalah Locke dan
Newton.
Perbedaan antara filsafat Perancis dan Inggris pada masa tersebut adalah
jika di Inggris para filsuf kurang berusaha untuk menjadikan hasil pemikiran
mereka dikenal oleh umum, akan tetapi di Perancis keyakinan baru ini sejak
semula diberikan dalam bentuk populer. Akibatnya filsafat di Perancis dapat
ditangkap oleh golongan yang lebih luas, yang tidak begitu terpelajar seperti
para filsuf. Hal ini menjadikan keyakinan baru itu memasuki pandaangan
umum[8].
Demikianlah di Perancis filsafat lebih erat dihubungkan dengan hidup politik,
sosial dan kebudayaan pada waktu itu. Karena sifatnya yang populer itu
maka filsafat di Perancis pada waktu itu tidak begitu mendalam. Agama
Kristen diserang secara keras sekali dengan memakai senjata yang
diberikan oleh Deisme[9].
Sama halnya dengan di Inggris demikian juga di Perancis terdapat
bermacam-macam aliran, ada golongan Ensiklopedi, yang menyusun ilmu
pengetahuan dalam bentuk Ensiklopedi, dan ada golongan materialis, yang
meneruskan asas mekanisme menjadi materialisme semata-mata.
C. Tokoh-Tokoh Filsafat Pada Masa Aufklarung Dan Pemikirannya
1. Immanuel Kant
Orang yang seolah-olah dengan tiba-tiba menyempurnakan Pencerahan
adalah Immanuel Kant (1724-1804). Seorang Filsuf yang pengaruhnya
terhadap filsafat pada dua ratus tahun terakhir ini,baik di Barat maupun di
Timur, hampir secara universal diakui sebagai filsuf terbesar sejak masa
Aristoteles. Ada yang berpendapat bahwa filsafat pada dua ratus tahun
terakhir ini bagaikan catatan kaki terhadap tulisan-tulisannya. Ada juga yang
berpendapat sistem filsafatnya bagi dunia modern ini laksana Aristoteles
bagi dunia skolastik[10].
Kant lahir di Konigserg, Prusia Timur, Jerman. Pikiran-pikiran dan tulisan-
tulisannya membawa revolusi yang jauh jangkauannya dalam filsafat
modern.ia hidup di zaman Scepticism. Sebagian besar hidupnya telah ia
pergunakan untuk mempelajari logical process of thought (proses penalaran
logis), the external world (dunia eksternal) dan reality of things (realitas
segala yang wujud[11].
Kehidupannya dalam dunia filsuf dibagi dalam dua periode, zaman pra-kritis
dan zaman kritis. Pada zaman pra-kritis ia menganut pendirian rasionalis
yang dilancarkan oleh Wolff dkk. Tetapi karena terpengaruh oleh David
Hume (1711-1776), berangsur-angsur Kant meninggalkan rasionalisme. Ia
sendiri mengatakan bahwa Hume itulah yang membangunkannya dari tidur
dogmatisnya. Pada zaman kritisnya, Kant merubah wajah filsafatnya secara
radikal[12].
Dilingkungan masyarakatnya, Kant sering menjadi subjek karikatur secara
tidak wajar, semisal bahwa rutinitas hariannya amat kaku sampai-sampai
para tetangganya menyetel arloji mereka menurut kedatangan dan
kepergiannya setiap hari,namun cerita semacam ini mungkin justru
mencerminkan integritas kehidupannya yang bersesuaian dengan ide-idenya
sendiri jika kita ingin menilainya secara positif. Ketika meninggal, epitaf di
batu nisannya hanya bertuliskan “Sang Filsuf“ sebuah sebutan yang
dianggap tepat, dengan mempertimbangkan bahwa periode filsafat yang
bermula dengan tampilnya Sokrates menjadi lengkap dalam banyak hal
dengan hadirnya Kant[13].
Dengan munculnya Kant dimulailah zaman baru, sebab filsafatnya
mengantarkan suatu gagasan baru yang memberi arah kepada segala
pemikiran filsafat la sendiri memang merasa, bahwa is meneruskan
Pencerahan.
Karyanya yang terkenal dengan menampakkan kritisismenya adalah Critique
of Pure Reason (kritik atas rasio murni) yang membicarakan tentang reason
dan knowing process yang ditulisnya selama lima belas tahun.Bukunya yang
kedua adalah Critique of Practical Reason atau kritik atas rasio praktis yang
menjelaskan filsafat moralnya dan bukunya yang ketiga adalah Critique of
judgment atau kritik atas daya pertimbangan[14].
Kant yang juga dikenal sebagai raksasa pemikir Barat mengatakan bahwa
Filsafat merupakan ilmu pokok dari segala pengetahuan yang meliputi
empat persolan yaitu apa yang dapat kita ketahui?, apa yang boleh kita
lakukan?, sampai dimanakah pengharapan kita? dan Apakah manusia itu?
[15].
2. Voltaire
Diantara tokoh yang menjadi sentral pembicaraan saat membicarakan
Aufklarung adalah Voltaire (1694-1778). Pada tahun 1726 ia mengungsi ke
Inggris. Di situ ia berkenalan dengan teori-teori Locke dan Newton. Apa yang
telah diterimanya dari kedua tokoh ini ialah: Sampai di mana jangkauan akal manusia Di mana letak batas-batas akal manusia.
Berdasarkan kedua hal itu ia membicarakan soal-soal agama alamiah dan
etika. Maksud tujuannya tidak lain ialah mengusahakan agar hidup
kemasyarakatan zamannya itu sesuai dengan tuntutan akal.
Mengenai jiwa dikatakan, bahwa kita tidak mempunyai gagasan tentang jiwa
(pengaruh Locke). Yang kita amati hanyalah gejala-gejala psikis.
Pengetahuan kita tidak sampai kepada adanya suatu substansi jiwa yang
berdiri sendiri. Oleh karena agama dipandang sebagai terbatas kepada
beberapa perintah kesusilaan, maka ia menentang segala dogma dan
menentang agama[16].
3. J. J. Rousseau
Di Perancis pada era pencerahan ini juga ada Jean Jacques Rousseau (1712-
1778), yang telah memberikan penutupan yang sistematis bagi cita-cita
pencerahan di Perancis. Sebenarnya ia menentang Pencerahan, yang
menurut dia menyebarkan kesenian dan ilmu pengetahuan yang umum,
tanpa disertai penilaian yang baik, dengan terlalu percaya kepada
pembaharuan umat manusia melalui pengetahuan dan keadaban.
Sebenarnya Rousseau adalah seorang filsuf yang bukan menekankan kepada
akal, melainkan kepada perasaan dan subjektivitas. Akan tetapi di dalam
menghambakan diri kepada perasaan itu akalnya yang tajam
dipergunakan. Terkait kebudayaan menurut Rousseau, kebudayaan
bertentangan dengan alam, sebab kebudayaan merusak manusia. Yang
dimaksud ialah kebudayaan yang berlebih-lebihan tanpa terkendalikan dan
yang serba semu, seperti yang tampak di Perancis pada abad ke-18 itu[17].
Mengenai agama Rousseau berpendapat bahwa agama adalah urusan
pribadi. Agama tidak boleh mengasingkan orang dari hidup bermasyarakat.
Kesalahan agama Kristen ialah bahwa agama ini mematahkan kesatuan
masyarakat. Akan tetapi agama memang diperlukan oleh masyarakat. Akibat
keadaan ini ialah bahwa masyarakat membebankan kebenaran-kebenaran
keagamaan, yang pengakuannva secara lahir perlu bagi hidup
kemasyarakatan kepada para anggotanya sebagai suatu undang-undang,
yaitu tentang adanya Allah serta penyelenggaraannya terhadap dunia,
tentang penghukuman di akhirat dan sebagainya. Pengakuan secara lahiriah
terhadap agama memang perlu bagi masyarakat, tetapi pengakuan batiniah
tidak boleh dituntut oleh negara[18].
Pandangan Rousseau mengenai pendidikan berhubungan erat dengan
ajarannya tentang negara dan masyarakat. Menurut dia, pendidikan
bertugas untuk membebaskan anak dari pengaruh kebudayaan dan untuk
memberi kesempatan kepada anak mengembangkan kebaikannya sendiri
yang alamiah[19]. Segala sesuatu yang dapat merugikan perkembangan
anak yang alamiah harus dijauhkan dari anak. Di dalam pendidikan tidak
boleh ada pengertian “kekuasaan” yang memberi perintah dan yang harus
ditaati. Anak harus diserahkan kepada dirinya sendiri. Hanya dengan cara
demikian ada jaminan bagi pembentukan yang diinginkan. Juga pendidikan
agama yang secara positif tidak boleh diadakan. Anak harus memilih Sendiri
keyakinan apa yang akan diikutinya. Bagi seorang muslim, paham seperti ini
tentu sangat menyesatkan.
D. Aliran-Aliran Filsafat Era Aufklarung
1. Kritisme
Aliran ini dimulai di Inggris, kemudian Prancis dan selanjutnya menyebar
keseluruh Eropa, terutama di Jerman. Di Jerman pertentangan antara
rasionalisme dan empirisme terus berlanjut. Masing-masing berebut
otonomi. Kemudian timbul masalah, siapa sebenarnya yang dikatakan
sumber pengetahuan?, apakah pengetahuan yang benar itu lewat rasio atau
empirik?. Kant mencoba menyelesaikan persoalan diatas. Pada awalnya Kant
mengikuti rasionalisme, tetapi kemudian terpengaruh oleh empirisme
(Hume). Walaupun demikian, Kant tidak begitu mudah menerimanya, karena
ia mengetahui bahwa dalam empirisme terkandung skeptisme. Untuk itu
tetap mengakui kebenaran ilmu dan dengan akal manusia akan dapat
mencapai kebenaran empirsme[20].
Filsafat ini memulai pelajarannya dengan menyelidiki batas-batas
kemampuan rasio sebagai sumber pengetahuan manusia. Pertentangan
antara rasionalisme dan empirisme dicoba untuk diselesaikan oleh Kant
dengan kritisismenya[21].
Adapun ciri-ciri kritisisme diantaranya adalah sebagai berikut: Menganggap bahwa objek pengenalan itu berpusat pada subjek dan
bukan pada objek. Menegaskan keterbatasan kemampuan rasio manusia untuk
mengetahui realitas atau hakikat sesuatu; rasio hanyalah mampu menjangkau gejalanya atau fenomenya saja[22].
2. Deisme
Deisme adalah suatu aliran yang mengakui adanya yang menciptakan alam
semesta ini. Akan tetapi setelah dunia diciptakan, Allah menyerahkan dunia
kepada nasibnya sendiri. Sebab Ia telah memasukkan hukum-hukum dunia
itu ke dalamnya. Segala sesuatu berjalan sesuai dengan hukum-hukumnya.
Manusia dapat menunaikan tugasnya dalam berbakti kepada Allah dengan
hidup sesuai dengan hukum-hukum akalnya[23].
Maksud aliran ini adalah menaklukkan wahyu Ilahi beserta dengan
kesaksian-kesaksiannya, yaitu buku-buku Alkitab, kepada kritik akal serta
menjabarkan agama dari pengetahuan yang alamiah, bebas dari segala
ajaran Gereja. Yang dipandang sebagai satu-satunya sumber dan patokan
kebenaran adalah akal.
Tokoh-tokoh yang mewakili aliran ini di antaranya adalah John Toland (1670-
1722), yang menulis Christianity not mysterious (1696), dan Matteh Tindal
(1656-1733), yang menulis Christianity as Old as Creation (1730)[24].
Deisme adalah kepercayaan bahwa dengan pengetahuan, akal dan pikiran,
seseorang bisa menentukan bahwa Tuhan adalah nyata. Beberapa deist
menanggap bahwa Tuhan tidak mencampuri urusan manusia dan mengubah
hukum-hukum alam semesta. Dengan demikian, deisme menolak
kepercayaan terhadap mukjizat atau segala bentuk kegaiban
lainnya. Pandangan tersebut merupakan pandangan khas tentang Tuhan
pada masa Pencerahan, terutama di dalam filsafat Pencerahan
Inggris.Penganut deisme percaya dengan keberadaan Tuhan, tanpa bantuan
Agama, Otoritas Religius, atau Kitab Suci.
Deist biasanya menolak kejadian gaib (kenabian, mukjizat) dan cenderung
menegaskan bahwa Tuhan (atau "Arsitek Yang Maha Esa") memiliki rencana
untuk semesta yang tidak terubahkan, baik oleh campur dalam urusan
kehidupan manusia atau menangguhkan hukum alam dari semesta. Apa
yang agama terorganisir lihat sebagai wahyu ilahi dan buku-buku suci, deists
melihat sebagai interpretasi yang dibuat oleh manusia lain, bukan berasal
dari Tuhan[25].
Deisme menonjol selama abad ke-17 dan 18 pada Masa Pencerahan,
terutama di Inggris, Perancis dan Amerika, kebanyakan di antara mereka
yang dibesarkan sebagai Kristen yang mendapati bahwa diri mereka
meragukan mukjizat, kebenaran dan keakuratan kitab suci, tetapi percaya
pada Tuhan[26].
KesimpulanPeriode aufklarung telah banyak membawa perubahan pola pikir manusia.
Manusia mulai menggunakan akalnya untuk meneliti secara kritis segala
yang ada dalam kehidupannya termasuk dalam kehidupan bernegara
dengan segala aspek yang ada di dalamnya. Masa inilah yang kemudian
membuat para tokoh yang kemudian terkenal sebagai pelopor sebuah aliran
untuk mulai menyuarakan pendapatnya. Pendapat ini dapat berupa celaan
dan kritikan tajam terhadap kinerja pemerintah yang otoriter dan ditator
terhadap rakyatnya.
Selain itu, perjumpaan akal budi dengan pengalaman manusia (empirik)
kemudian menghasilkan science yang maju. Menurut pandangan Aufklarung
dengan penyebarluasan ilmu pengetahuan maka harkat dan martabat
manusia akan semakin meningkat. Bagi mereka science merupakan sumber
kebahagiaan pula. Lahirlah scientisme, yakni sebuah paham yang
memandang science sebagai satu hal yang segalanya dalam mencapai
kebenaran, kebaikan, dan keindahan.
Menurut Immanuel Kant, di zaman ini manusia terlepas dari keadaan tidak
balik yang disebabkan oleh kesalahan manusia itu sendiri yang tidak
memanfaatkan akalnya. Voltaire menyebut zaman pencerahan sebagai
“zaman akal” dimana manusia merasa bebas, zaman perwalian pemikiran
manusia dianggap sudah berakhir,mereka merdeka dari segala kuasa dari
luar dirinya. Para tokoh era Aufklarung ini juga merancang program-
program khusus diantaranya adalah berjuang menentang dogma gereja dan
takhayul populer. Senjatanya adalah fakta-fakta ilmu dan metode-metode
rasional.
Di Jerman hadir sosok Immanuel Kant yang dalam filsafat kritiknya ia
bermaksud memugar sifat objektivitas dunia ilmu pengetahuan. Agar
maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan diri dari sifat sepihak
rasionalisme dan sifat sepihak empirisme. Rasionalisme mengira telah
menemukan kunci bagi pembukaan realitas pada diri subjeknya, lepas dari
pengalaman. Adapun empirisme mengira telah memperoleh pengetahuan
dari pengalaman saja. Kritisisme Kant adalah suatu usaha besar untuk
mendamaikan rasionalisme dengan empirisme. Menurut Kant baik
rasionalisme maupun empirisme dua-duanya berat sebelah. Ia berusaha
menjelaskan bahwa pengalaman manusia merupakan perpaduan antara
sintesa unsur-unsur apriori dengan unsur-unsur aposteriori.
Di Inggris muncul paham deisme sebagai salah satu gejala Pencerahan yang
juga disebut pemberi alas ajaran agama alamiah. Munculnya paham deisme
ini sebagai bentuk penggabungan terhadap gagasan Eduard Herbert.
Menurut Herbert, akal mempunyai otonomi mutlak di bidang agama. Juga
agama Kristen ditaklukkan kepada akal. Atas dasar pendapat ini ia
menentang segala kepercayaan yang berdasarkan wahyu.
[1] Juhaya S. Praja, Aliran-aliran filsafat dan Etika (Cet II: Jakarta: Prenada Media 2005). hal.113[2] Saeful, Filsafat Umum, (Online: http://www.tokoblog.net/2010/07/filsafat-umum-aliran-pemikiran.html)[3] Jerome R. Ravertz,The Philosophy of Science,diterjemahkan oleh Saut Pasaribu, (Cet I: Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2004), hal.53[4] Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2 (Cet IX: Yogyakarta: Kanisius 1993), hal. 63[5] Syekhudin, Filsafat Abad Ke 18 Era Aufklarung, (Online: http://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/22/ filsafat-abad-ke-18-era-aufklarung/)[6] Syekhudin, ibid.[7] Harun Hadiwijono, op.cit., hal. 49[8] Ghulam Afrizal, Tokoh Filsafat Perancis (Denis Diderot), (Online: http://ghulamarifrizal.wordpress.com/ 2013/04/27/ tokoh-filsafat-perancis-denis-diderot/)[9] Ibid., hal. 57[10] Syekhudin, op. cit.[11] Juhaya S. Praja, op. cit., hal. 115[12] Nila Kantra, BIografi Immanuel Kant, (Online: http://gciput.blogspot.com/2012/07/kant-immanuael.html)[13] Stephen Palimous, The Tree of Philosophy, diterjemahkan oleh Muhammad Shodiq, (Cet I:Yogyakarta: Pustaka Pelajar 2002), hal.85.[14] Nila Kantra, op. cit.[15] Juhaya S. Praja, op. cit., hal. 114[16] Nara Wirabumi, Pendidikan Zaman Pencerahan, (Online: http://narawirabumi.blogspot.com/p/ pendidikan-zaman-pencerahan.html)[17] Harun Hadiwijono, op. cit., hal. 59
[18] Harun Hadiwijono, ibid., hal. 62[19] Syekhudin, op.cit.[20] Asmoro Achmadi, Filsafat Umum, (Cet V: Jakarta: RajaGrafindo Persada 2003), hal. 115[21] Surajiyo, Ilmu Filsafat, (Cet I: Jakarta: Bumi Aksara 2005), Hal. 66-67[22] Juhaya S. Praja, op. cit., hal. 114[23] Harun Hadiwijono, op. cit., hal. 49[24] Syekhudin, op. cit.[25] ___________, Deisme, (Online: http://id.wikipedia.org/wiki/Deisme)[26] Ibid
Pencerahan, Enlightenment, Lumières, Aufklärung Pencerahan adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan aliran utama
pemikiran yang berkembang di Eropa dan Amerika pada abad ke-18. Perkembangan di bidang
ilmu pengetahuan dan intelektual pada abad ke-17, seperti ; penemuan-penemuan Isaac
Newton, munculnya aliran pemikiran Rasionalisme oleh Rene Descartes, atau pemikiran
Skeptismenya Pierre Bayle, Panteismenya Benedict de Spinoza, dan Filsafat Empirisme dari
Francis Bacon dan John Locke, sangat menunjang berkembangnya kepercayaan terhadap
hukum alam dan prinsip universal. Perkembangan ini juga menumbuhkan rasa kepercayaan
akan kemampuan akal manusia, dan hal ini tersebar hingga mempengaruhi pola pikir seluruh
masyarakat Eropa dan Amerika pada abad ke-18. Arus-arus pemikiran pada masa itu cukup
banyak dan bervariasi, akan tetapi beberapa ide dapat digolongkan sebagai ide hasil serapan
dan ide dasar. Pada masa Pencerahan, pendekatan berdasarkan rasio dan ilmu pengetahuan
terhadap persoalan agama, sosial, dan ekonomi menjadi tren di masyarakat, sehingga hal ini
menghasilkan sebuah pandangan yang bersifat duniawi atau sekuler dan juga membangun
opini umum tentang kemajuan dan kesempurnaan di berbagai bidang.
(www.ora_et_labora/enlight/prephil.htm)
Kant dalam essainya What’s Enlightenment seperti dikutip peneliti dari situs
http//www.karang_karang.com , menyatakan bahwa :
‘Enlightenment is man's emergence from his self-imposed immaturity. Immaturity is the inability to use one's understanding without guidance from another. This immaturity is self-imposed when its cause lies not in lack of understanding, but in lack of resolve and courage to use it without guidance from another. Sapere Aude! [dare to know] "Have courage to use your own understanding!"--that is the motto of enlightenment.’
Pencerahan mengusung ide pengakuan terhadap rasionalitas, kebebasan, kreativitas,
keanekaragaman, kesadaran, serta tanggung jawab pribadi. Doktrin-doktrin yang membimbing
dan menyemangati abad Pencerahan dapat disimpulkan sebagai berikut : 1) bagi umat
manusia, rasio atau akal budi merupakan kapasitas utama yang bersifat positif, 2) dengan rasio
manusia dapat membebaskan diri dari pemikiran primitif, dogmatif dan kepercayaan terhadap
takhyul yang merupakan suatu ikatan dari ketidak-rasionalan atau pengabaian akal budi, 3)
rasio adalah kemampuan utama manusia dan itu memberikannya tidak hanya kemampuan
berpikir akan tetapi juga memberi kemampuan bertindak dengan benar, 4) melalui kemajuan di
bidang filsafat dan ilmu pengetahuan, rasio dapat menuntun umat manusia secara keseluruhan
ke arah suatu keadaan dunia yang sempurna, 5) dengan rasio semua manusia menjadi
sederajat, oleh karena itu manusia berhak mendapatkan kebebasannya secara individu dan
juga persamaan perlakuan di depan hukum, 6) kepercayaan diterima hanyalah berdasarkan
pada rasio dan bukan otoritas dari para pendeta atau tokoh agama ataupun tradisi, 7) semua
manusia harus berusaha mencoba untuk memberikan dan mengembangkan pengetahuan,
tidak berdasarkan prasangka atau sifat bawaan (http:// www . wikileaks.com ).
Menurut Y. A. Piliang (1999 : 16) bahwa apa yang disebut Pencerahan dalam diskursus
filsafat adalah sebuah proses ‘penyempurnaan’ secara kumulatif kualitas subjektivitas dengan
segala kemampuan objektif akal budinya dalam mencapai satu tingkatan sosial yang disebut
dengan ‘kemajuan’. Keterputusan dari nilai-nilai mitos, spirit ketuhanan, telah memungkinkan
manusia untuk ‘mengukir sejarahnya sendiri’ di dunia–sebagai suatu proses self-determination,
dengan manusia menciptakan kriteria-kriteria dan nilai-nilai untuk perkembangan diri mereka
sendiri sebagai subjek yang merdeka.
Para filsuf memegang peranan yang sangat penting bagi perkembangan konsep-konsep
Pencerahan. Mereka mempopulerkan dan mengajarkan ide-ide baru kepada publik pembaca.
Para pendukung Pencerahan menunjukan beberapa sikap-sikap dasariah yang seragam.
Dengan kepercayaan yang tinggi terhadap rasionalitas, mereka mencoba untuk menemukan
dan bertindak berdasarkan prinsip-prinsip yang diakui keabsahannya secara universal yang
mana prinsip-prinsip ini mengatur manusia, alam dan masyarakat. Mereka sering kali
mengkritisi bahkan terkesan menyerang ranah rohani dan ilmu pengetahuan, doktrin, sikap-
sikap yang tidak bertoleransi, penyensoran, dan juga pengekangan di bidang ekonomi dan
sosial. Mereka beranggapan bahwa kebenaran dan rasionalitas adalah penunjang dalam
kemajuan. Gerakan ini berakar dari semangat Renaissance yang mengusung ide humanisme
dan mengalami masa keemasannya di sepanjang abad ke-18 (www.
.com).
Di Inggris Pencerahan dikenal dengan istilah Enlightenment, sedangkan di Perancis
dengan istilah Lumières dan di Jerman dengan die Aufklärung. Ide Pencerahan kemudian
tersebar ke seluruh Eropa, dan bahkan hingga ke daerah-daerah koloni di Amerika.
Penyebarannya adalah melalui buku-buku karya filsuf Pencerahan, atau lewat diskusi-diskusi
yang menjadi kebiasaan masyarakat pada masa itu, selain itu ada juga penyebaran melalui
surat-surat kabar dan pamflet-pamflet yang mempropagandakan ide Pencerahan.
Gerakan ini muncul sebagai suatu bentuk penolakan terhadap situasi di mana jati diri
manusia adalah jati diri yang terkungkung dan tertindas oleh aturan-aturan baku yang dianggap
irasional yang diberlakukan oleh pihak gereja sejak Abad Pertengahan (tahun 400-an Masehi
hingga tahun 1500-an). Gerakan ini juga merupakan reaksi terhadap situasi politik di mana
pihak-pihak monarki di Eropa menerapkan politik absolut yang juga sudah berlaku sejak abad
pertengahan yang memposisikan raja atau ratu sebagai pemegang kekuasaan tertinggi dalam
pemerintahan dan hal ini dianggap kerap kali merugikan pihak rakyat.
Pada abad sebelumnya, yakni abad pertengahan manusia memandang dirinya bukan
sebagai makhluk yang bebas. Ia bukan pula makhluk yang diajarkan bagaimana menjawab
persoalan-persoalan hidupnya secara nyata. Ia adalah makhluk yang harus hidup dalam satu
cara berpikir dan hanya boleh memikirkan satu hal, yakni bagaimana hidup menurut ajaran atau
dogma yang di ajarkan oleh gereja. Pandangan ini masih cukup berpengaruh di Eropa hingga
awal abad ke-18. Pada intinya gerakan Pencerahan dengan kritis mempertanyakan dan
berusaha merombak pandangan umum terhadap kepercayaan-kepercayaan tradisional, adat-
istiadat, dan sistem-sistem moral yang merupakan warisan dari abad pertengahan.
Pada umumnya pemikiran masyarakat Eropa dan para penetap di daerah koloni
Amerika pada abad abad ke-18 tidak lagi dilandaskan pada doktrin agama yang hanya
berorientasi pada pengaturan kesusilaan, melainkan bertitik pijak pada nilai-nilai humanisme
serta berorientasi pada pengembangan kehidupan manusia secara nyata. Pengakuan atas
nilai-nilai humanisme itu menempatkan manusia menjadi subjek dalam dirinya. Dalam
pengakuan ini, sikap-sikap yang didengungkan bukan ketaatan buta, melainkan kesadaran
pribadi untuk bertanggung jawab atas seluruh tindakannya. Jadi, manusia Pencerahan
bukanlah manusia yang bisa dikendalikan oleh dogma-dogma yang bersumber dari otoritas
religius, melainkan manusia yang bebas dan otonom. Ia adalah makhluk yang mampu
memberikan makna bagi sejarah kehidupan. Selain itu ia adalah makhluk yang memberikan
ruang bagi perkembangannya sendiri dalam hal karsa, cipta, dan rasa. Ia diajarkan pula
bagaimana harus hidup dan bagaimana harus mengembangkan dunianya. Lebih dari itu,
manusia Pencerahan bertujuan memberikan ruang gerak yang luas bagi kekayaan budaya
yang melekat dalam setiap masyarakat (http://www.twitter.com).
Dalam perkembangannya, masa Pencerahan ditandai dengan perubahan iklim di bidang
politik, seperti ; terbentuknya pemerintahan parlementer, konsolidasi pemerintahan,
pembentukan negara, terciptanya undang-undang hak rakyat dan juga kemunduran pengaruh
pihak monarki dan pihak gereja dalam sistem pemerintahan.
Berikut ini ulasan singkat tentang perkembangan serta tokoh-tokoh yang berpengaruh
dalam menghadirkan dan mengusahakan gerakan Pencerahan di Inggris, Perancis dan Jerman
(yang merupakan tiga wilayah penting perkembangan gerakan Pencerahan).
Gerakan Pencerahan di Inggris
Keyakinan gerakan Pencerahan akan masa depan yang cerah mendapat dukungan kuat
dari ilmu pengetahuan yang berkembang pesat masa sebelumnya. Misalnya dengan munculnya
Isaac Newton (1643-1727) dengan hukum gravitasinya yang tidak mengijinkan segala macam
spekulasi atau hipotesis atas fenomena dunia, melainkan menjamin kepastian. Kemudian di
bidang politik ada John Locke (1632-1704) seorang filsuf Inggris yang sangat terkenal dalam
filsafat politik sebagai filsuf negara liberal. Locke juga orang penting dalam filsafat pengetahuan.
Dua hal filsafat John Locke yang dianggap mempunyai implikasi bagi perkembangan
kebudayaan modern : (1) Anggapan bahwa pengetahuan itu berasal dari pengalaman, (2)
Bahwa apa yang kita ketahui melalui pengalaman itu bukanlah objek atau benda yang mau kita
ketahui itu sendiri, melainkan hanya kesan-kesannya pada panca indera kita. Di bidang
pemerintahan, John Locke mendesak agar perlu ada pembagian kekuasaan dan pemberian
jaminan atas hak kelompok minoritas untuk mengadakan oposisi.
Pencerahan dalam wilayah sosial-politik di Inggris dipicu juga oleh naskah-naskah
penting yang menjamin kebebasan warga, misalnya Habeas Corpus (1679) yang menetapkan
bahwa seorang tahanan harus dihadapkan kepada seorang hakim dalam waktu tiga hari dan
diberi tahu atas tuduhan apa ia ditahan. Hal ini menjadi dasar prinsip hukum bahwa seseorang
hanya boleh ditahan atas perintah hakim (bukan atas perintah pihak monarki atau gereja).
Dalam ranah lainnya, Undang-undang Pers tahun 1693 menjamin kebebasan
berpendapat bagi setiap warga. Ini berarti bahwa setiap orang memiliki hak untuk mengajukan
kritik terhadap otoritas gereja atau negara tanpa perlu merasa takut.
Salah seorang filsuf Pencerahan Inggris adalah David Hume (1711-1776). Sebagai tokoh
empirisme, Hume mempunyai peranan penting pula dengan pemikirannya tentang agama. Ia
melangkah lebih jauh lagi daripada “the deists” dalam mengkritik agama Kristen. Dalam suatu
karya yang telah diterbitkan secara anumerta, Dialogues Concerning Natural Religion, ia
menyangkal kemungkinan untuk mendasarkan adanya Allah secara rasional, karena prinsip itu
tidak dapat dibenarkan. Dan bukunya yang berjudul Natural History Of Religion (1755)
menyelidiki asal-usul serta perkembangan agama sepanjang sejarah umat manusia. Ia
berpendapat bahwa agama lahir dari “hopes and fears” manusia. Bentuk agama yang asli ialah
politeisme yang berangsur-angsur berkembang menjadi monotheisme.
Gerakan Pencerahan di Perancis
Abad ke-17 dapat dianggap zaman keemasan bagi filsafat Perancis, karena filsafat
Descartes dengan slogan yang terkenalnya “Aku berpikir maka aku ada” dan pengikut-
pengikutnya menyerbu semua lingkungan intelektual di Eropa. Tetapi pada abad 18 pikiran-
pikiran filosofis di Perancis di impor dari Inggris (Newton, Locke dan “the deists”).
Gerakan pencerahan di Perancis memusatkan perhatiannya pada 7 hal : (1)
rasionalisme, (2) gerakan pencerahan, (3) optimisme kebudayaan, (4) kembali ke alam, (5)
agama alamiah, (6) hak asasi manusia, (7) tantangan terhadap kekuasaan.
Dalam perkembangannya, Pencerahan di Perancis berlangsung secara liberal dan
radikal – dengan sentimen anti-Gereja. Voltaire (1694-1778) menyerukan pemusnahan gereja
“Ecrasez l’infâme!” (Luluh-lantakkan yang buruk!). Contoh lainnya, adalah pendirian patung
Dewi Rasio di dalam katedral Notre Dame, tahun 1793. Puncaknya adalah pada saat terjadi
Revolusi Perancis yang diawali dengan penyerbuan penjara Bastille –– tempat para tahanan
politik dikurung –– pada tanggal 14 Juli 1789 oleh rakyat yang gerah dengan pemerintahan
monarki Perancis yang dinilai dengan sewenang-wenang mengabaikan hak rakyat.
Berikut ini adalah para penggagas pencerahan di Perancis :
1. Pierre Bayle (1647-1706)
Ia memelopori Pencerahan di Perancis. Beyle adalah seorang pemikir yang sangat
kritis. Karyanya yang tekenal ialah Dictionnaire Historique At Critique. Buku ini merupakan
semacam ensiklopedi yang membicarakan tentang seluruh ilmu pengetahuan pada waktu itu.
2. Julien De La Mettrie (1709-1751)
Seorang doktor Perancis yang belajar di Laiden dan juga setelah tamat studinya
menetap di Belanda. Bukunya l’Homme Machine (Mesin manusia : 1748) merupakan uraian
mekanis tentang manusia. Karena pikiran-pikirannya dianggap terlalu ekstrim, ia harus
meninggalkan negeri Belanda dan pergi ke Raja Frederik di Prusia.
3. Paul-Henri D’holbach (1723-1789)
Menganut pendirian materialisme yang ekstrim. Dalam bukunya Sisteme de la Nature
(Sistem Alam : 1770), ia mencoba menguraikan materialisme sebagai sistem yang menyeluruh.
4. Claude Adrien Helvetius (1715-1771)
Dalam bukunya de l’Esprit (Perihal Roh : 1758) ia mereduksikan segala aktifitas psikis
menjadi penginderaan-penginderaan (sensations) saja. Juga dibidang politik dan religius ia
mengemukakan pendapat-pendapat yang ekstrim.
5. Voltaire (1694-1778)
Nama aslinya adalah Francois Marie Arouet. Voltaire adalah salah seorang filsuf yang
mewujudkan Pencerahan di Perancis. Wataknya militan dan tulisan-tulisannya sangat kritis. Ia
melancarkan serangan-serangan hebat menentang tata negara politik di bawah pimpinan Raja
Louis XV dan gereja Katolik Perancis yang sifatnya klerikal.
6. Charles De Montesquieu (1689-1755)
Seakan-akan melambangkan tentang kebebasan hidup dalam jaman ini. Ia menjadi
terkenal karena bukunya del’Esprit des Lois (1748). Montesquieu berpendapat bahwa
seharusnya undang-undang dibuat bukan berdasarkan inisiatif seseorang penguasa negara
tertentu, akan tetapi berdasarkan sifat-sifat bangsa terebut.
6. Jean-Jacques Rousseau (1712-1778)
Beliau dianggap sebagai salah satu filsuf yang terbesar pada zaman itu. Aliran
filsafatnya mempunyai kedudukan tersendiri. Ia tidak menganut optimisme pada rasio seperti
yang terdapat pada filosof Pencerahan lainnya. Tetapi ia menganut optimisme lain yaitu kodrat
manusia : “dalam keadaan yang asali, manusia adalah baik. Tetapi kultur dan ilmu pengetahuan
telah membusukkan keadaan asal itu. Oleh karenanya semboyan Rousseau menjadi :
Retournons a la nature (kembali ke alam). Bertentangan dengan Hobes yang melukiskan
keadaan asali manusia berlandaskan egoisme, maka Rousseau menganggap keadaan asali itu
berupa firdaus. Namun dengan timbulnya kultur situasi menjadi berubah sama sekali dan
penyebabnya adalah keserakahan manusia. Rousseau menentang kemewahan serta
kompleksitas yang terdapat dalam masyarakat waktu itu dan menekankan bahwa kebahagiaan
manusia akan diperoleh dengan kembali kepada kedaan asal yang bersahaja itu.
Gerakan Pencerahan di Jerman
Jika dibandingkan dengan di Perancis, maka di Jerman gerakan Pencerahan
berlangsung dengan lebih tenang. Pada waktu itu rasionalisme Kristian Wolff dan murid-
muridnya merajalela di semua Universitas di Jerman dan dapat dianggap sebagai gejala
tepenting dari masa Pencerahan di sana.
Seorang yang sangat mengagumi serta memajukan pemikiran pencerahan Jerman
adalah Frederick Agung atau Frederick II (1712-1786).
Pencerahan di Jerman lebih fokus pada persoalan moral dan upaya untuk menemukan
hubungan antara rasio dan agama. Gotthold Ephrain Lessing (1729-1781) dalam bukunya
“Pendidikan Bangsa Manusia” melihat bahwa dengan dorongan semangat Pencerahan kelak
akan tiba suatu jaman ketika kebenaran-kebenaran wahyu Allah dalam kitab suci akan
digantikan dengan kebenaran-kebenaran berdasarkan akal budi, suatu jaman ketika orang
melakukan yang baik, karena hal itu adalah sesuatu yang baik, bukan karena adanya semacam
ganjaran yang datang dari padanya.
Suatu ‘otonomi manusia’ menjadi proyek besar di sini. Suatu otonomi dalam berpikir dan
menentukan tindakannya sesuai dengan prinsip-prinsip yang ia yakini sebagai sesuatu yang
baik, benar, dan tahan uji. Hal ini pulalah yang kita dapati dalam filsafatnya Kant. Bagi Kant,
sudah tiba saatnya untuk menyatakan bahwa akal budi manusia adalah ukuran dan prinsip
untuk segala-galanya ; untuk apa saja yang ia ketahui (segi epistemologi), untuk apa saja yang
ia perbuat (segi moral), dan untuk apa saja yang ia harapkan (segi teleologis).
Pandangan Kant di atas, mengarah pada ‘subjektivitas’ manusia. Berkat rasionya, sang
‘Aku’ menjadi pusat pemikiran, pusat pengetahuan, pusat perasaan, pusat kehendak, dan pusat
tindakan sehingga manusia bukan lagi sebagai viator mundi (peziarah di dunia), melainkan
sebagai faber mundi (pembuat dunia).