final kompilasi bab ii tinjauan kota bogor dalam konteks regional dan lokal

79
2.1 RENCANA TATA RUANG KAWASAN JABODETABEK-PUNJUR Kota Bogor merupakan salah satu kota yang bersama dengan kota- kota di sekitarnya dimasukkan di dalam Kawasan Jabodetabek- Punjur. PP No. 47/1997 tentang RTRWN telah menetapkan Kawasan Jabodetabek-Punjur sebagai Kawasan tertentu yang antara lain memiliki ciri-ciri : 1. Concern nasional yang penataan ruangnya diprioritaskan; 2. Melibatkan lintas sektor dan lintas wilayah (contoh : penanganan banjir); 3. Satu kesatuan ekosistem; 4. Mempunyai pengaruh yang besar terhadap upaya pengembangan tata ruang di wilayah sekitarnya. Jabodetabek Punjur merupakan satu kesatuan ekosistem wilayah dari hulu sampai dengan hilir. Untuk itu, perlu upaya penataan II - 1 Tinjauan Kota Bogor Dalam Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional dan Lokal Konteks Regional dan Lokal

Upload: manajemen-agribisnis

Post on 23-Jun-2015

857 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

2.1 RENCANA TATA RUANG KAWASAN JABODETABEK-PUNJUR

Kota Bogor merupakan salah satu kota yang bersama dengan kota-kota di

sekitarnya dimasukkan di dalam Kawasan Jabodetabek-Punjur. PP No. 47/1997

tentang RTRWN telah menetapkan Kawasan Jabodetabek-Punjur sebagai Kawasan

tertentu yang antara lain memiliki ciri-ciri :

1. Concern nasional yang penataan ruangnya diprioritaskan;

2. Melibatkan lintas sektor dan lintas wilayah (contoh : penanganan banjir);

3. Satu kesatuan ekosistem;

4. Mempunyai pengaruh yang besar terhadap upaya pengembangan tata ruang

di wilayah sekitarnya.

Jabodetabek Punjur merupakan satu kesatuan ekosistem wilayah dari hulu sampai

dengan hilir. Untuk itu, perlu upaya penataan ruang yang terintegrasi bagi Kawasan

Bopunjur (sesuai Keppres 114/1999) dan Kawasan Jabodetabek (Rakeppres).

Berdasarkan hal tersebut, Kawasan Jabodetabek-Punjur mempunyai peran sebagai

pusat pengembangan kegiatan perekonomian wilayah dan nasional sekaligus

sebagai kawasan konservasi air dan tanah serta keanekaragaman hayati. Untuk

mewujudkan keseimbangan dari aspek ekonomi dan lingkungan, maka penataan

ruang Kawasan Jabodetabek-Punjur perlu dilakukan agar tujuan pembangunan

dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan tetap mempertahankan

kelestarian lingkungan hidup, melalui prinsip-prinsip penataan ruang yaitu

II - 1

Tinjauan Kota Bogor DalamTinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional dan LokalKonteks Regional dan Lokal

Page 2: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

harmonisasi fungsi ruang untuk kawasan lindung dan budidaya sebagai satu

kesatuan ekosistem.

Berdasarkan Rakeppres Penataan Ruang Kawasan Jabodetabek-Punjur,

metropolitan Jabodetabek-Punjur sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN) meliputi :

1. Seluruh wilayah DKI Jakarta;

2. Sebagian wilayah Propinsi Jawa Barat, mencakup seluruh wilayah Kabupaten

Bekasi, seluruh wilayah Kota Bekasi, seluruh wilayah Kota Depok, seluruh

wilayah Kabupaten Bogor, seluruh wilayah Kota Bogor, dan sebagian wilayah

Kabupaten Cianjur, yang meliputi Kecamatan Cugenang, Kecamatan Pacet, dan

Kecamatan Sukaresmi.

3. Sebagian wilayah Provinsi Banten, yang mencakup seluruh wilayah Kabupaten

Tangerang dan seluruh wilayah Kota Tangerang.

Pola pengelolaan Kawasan Jabodetabek-Punjur sebagai PKN tersebut adalah

sebagai berikut:

1. Menyusun Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan;

2. Mengembangkan dan meningkatkan kapasitas serta kualitas sistem transportasi

kota yang efisien;

3. Dipertahankan untuk berfungsi sebagai Pusat Pertumbuhan Nasional dengan

meningkatkan spesialisasi pada fungsi jasa keuangan, teknologi sistem

informasi, pendidikan, perangkutan, dan kebudayaan;

4. Meningkatkan kapasitas pengendalian banjir, kapasitas dan kualitas pelayanan

utilitas kota serta pemerintahan, dan kualitas lingkungan hidup;

5. Mencegah pertumbuhan kawasan terbangun terutama pada bagian selatan

Jakarta dan kawasan berfungsi lindung;

6. Meningkatkan kemampuan kerjasama pembangunan antarkota.

Tujuan penataan ruang Kawasan Jabodetabek-Punjur adalah untuk :

1) Keterpaduan penyelenggaraan penataan ruang antardaerah kabupaten, dan

kota sebagai satu kesatuan wilayah perencanaan;

II - 2

Page 3: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

2) Mewujudkan daya dukung lingkungan yang berkelanjutan dalam pengelolaan

kawasan, menjamin tersedianya air tanah dan air permukaan serta

penanggulangan banjir;

3) Mengembangkan perekonomian wilayah yang produktif, efektif, dan efisien

berdasarkan karakteristik wilayah, bagi terciptanya kesejahteraan masyarakat

yang berkeadilan dan pembangunan yang berkelanjutan.

Gambar 2.1

Keterkaitan Antarkota PKN Metropolitan Jabodetabek-Punjur (Eksisting)

II - 3

JAKARTA

Tangerang

Depok

Bogor

Bekasi

Keluar Antarprovinsi

14,1 Jt.

6,6 Jt.

n.a

9,1 Jt.

106,4 Jt.

25 Jt.

5,1 Jt.

22,9 Jt.

Serang

Karawang

Purwakarta

Cianjur

2,5 jt

Sukabumi

2,3 jt

Bandung

0,9 jt

Indramayu0,7 jt

1.9 Jt.

0,8 Jt.

Tasikmalaya

0,6 Jt. Subang

Kuningan

1,2 Jt.

0,9 Jt.

0,5 jt0,1 jt

0,1 Jt.

1,1 Jt.

0,3 jt0,1 jt

1 jt

1.5 Jt.

0,6 Jt.

Lebak

0,15 Jt.

0,12 Jt.

1.6 Jt.

Page 4: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Gambar 2.2

Keterkaitan Antarkota PKN Metropolitan Jabodetabek-Punjur (Plan)

Adapun sasaran penyelenggaraan penataan ruang Kawasan Jabodetabek-Punjur

adalah :

1) Terwujudnya kerjasama penataan ruang antar Pemerintah Kabupaten, dan Kota

dalam Kawasan Bopunjur, yaitu :

a. Sinkronisasi pemanfaatan kawasan lindung dan budidaya untuk

meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup penduduk;

b. Sinkronisasi pengembangan prasarana dan sarana wilayah secara terpadu;

c. Kesepakatan antar daerah untuk mengembangkan sektor-sektor prioritas dan

kawasan-kawasan prioritas menurut tingkat kepentingan bersama.

2) Terwujudnya peningkatan fungsi lindung terhadap tanah, air, udara, flora, dan

fauna dengan ketentuan :

a. Tingkat erosi yang tidak mengganggu;

b. Tingkat peresapan air hujan dan air permukaan yang menjamin tercegahnya

bencana banjir dan ketersediaan air sepanjang tahun;

II - 4

JAKARTA

Tangerang

Depok

Bogor

Bekasi

Serang(PKW)

Purwakarta(PKW)

Sukabumi (PKW)

Subang(PKW)

Lebak (PKW)

PKN METROPOLITAN JABODETABEK

Keluar/Masuk

Page 5: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

c. Kualitas air yang menjamin kesehatan lingkungan;

d. Situ yang berfungsi sebagai daerah tangkapan air, sumber air baku, dan

sistem irigasi;

e. Pelestarian flora dan fauna yang menjamin pengawetan keanekaragaman

jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya;

f. Tingkat perubahan suhu dan kualitas udara tetap menjamin kenyamanan

kehidupan lingkungan hidup.

3) Terciptanya optimalisasi fungsi budidaya, dengan ketentuan :

a. Kegiatan budidaya yang tidak melampaui daya dukung dan ketersediaan

sumber daya alam dan energi;

b. Kegiatan usaha pertanian yang memperhatikan konservasi air dan tanah;

c. Daya tampung bagi penduduk yang selaras dengan kemampuan penyediaan

prasarana dan sarana lingkungan yang bersih dan sehat serta dapat

mewujudkan jasa pelayanan yang optimal;

d. Pengembangan kegiatan industri yang menunjang pengembangan kegiatan

ekonomi lainnya;

e. Kegiatan pariwisata yang tetap menjamin kenyamanan dan keamanan

masyarakat, serasi dengan lingkungan, serta dapat meningkatkan

kesejahteraan penduduk;

f. Tingkat gangguan pencemaran lingkungan yang serendah-rendahnya dari

kegiatan transportasi, industri dan permukiman melalui penerapan baku mutu

lingkungan hidup.

4) Tercapainya keseimbangan antara fungsi lindung dan budidaya.

Sesuai Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 tentang RTRWN, Kawasan

Jabodetabek-Punjur ditetapkan sebagai Kawasan Tertentu yang penyusunan

rencana tata ruangnya dikoordinasikan oleh Pusat dan ditetapkan dalam Peraturan

Presiden.

Struktur dan pola pemanfaatan ruang Kawasan Jabodetabek Punjur diarahkan

II - 5

Page 6: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

sebagai berikut :

1. Struktur Pusat-Pusat Pelayanan di Kawasan Jabodetabek-Punjur

Diarahkan pada pengembangan sistem pusat permukiman untuk mendorong

pengembangan Pusat Kegiatan Nasional kawasan perkotaan Jakarta, dengan

kota inti adalah Jakarta dan kota satelit adalah Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi

dan kota lainnya, seperti Bumi Serpong Damai.

2. Arahan Pengembangan Kawasan Jabodetabek-Punjur

(1) Di hulu : diarahkan sebagai kawasan lindung, antara lain sebagai kawasan

resapan air, kawasan dengan kemiringan di atas 40%, sempadan sungai,

kawasan sekitar waduk/danau/situ, kawasan sekitar mata air, rawa, kawasan

rawan bencana alam geologi, kawasan suaka alam, taman nasional, taman

hutan raya, taman wisata alam, kawasan cagar budaya, serta perumahan

hunian sedang/rendah secara terbatas.

(2) Di tengah: diarahkan sebagai perumahan hunian sedang/rendah,

perdagangan dan jasa, industri ringan non-polutan berorientasi tenaga kerja

dan berorientasi pasar, perumahan hunian rendah dengan menggunakan

rekayasa teknis, pertanian/ ladang, pertanian lahan basah/ kering (dengan

teknologi tepat guna), perkebunan, perikanan, peternakan agroindustri, hutan

produksi.

(3) Di hilir: diarahkan sebagai kawasan budidaya, antara lain sebagai

perumahan hunian padat, perdagangan dan jasa, industri ringan non-polutan

dan berorientasi pasar, dan terutama di bagian barat dan timur untuk industri

padat tenaga kerja, pertanian lahan basah/kering, perkebunan, perikanan,

peternakan, agro industri, hutan produksi, pertanian lahan basah beririgasi

teknis, serta khusus di bagian pantai Muara Kapuk diarahkan untuk

permukiman hunian rendah dengan menggunakan rekayasa teknis dengan

KDB maksimum 50%, dan perumahan dengan menggunakan rekayasa

teknis dengan KDB maksimum 40%.

II - 6

Page 7: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

II - 7

Page 8: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

II - 8

Page 9: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

II - 9

Page 10: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

3. Arahan Pemanfaatan Ruang Sesuai Struktur Kota

(1) Kota Inti:

Pemanfaatan ruang Kota Jakarta sebagai kota inti diarahkan untuk

perumahan hunian dengan kepadatan tinggi, perdagangan dan jasa dengan

skala nasional dan internasional, industri ringan non polutan dan berorientasi

pasar, dan khusus di Pantura Jakarta sebagian untuk perumahan hunian

rendah, perumahan hunian rendah dengan KDB maksimum 40% dan 50%.

(2) Kota Satelit:

a. Pemanfaatan ruang Kota Tangerang maupun Kota Bekasi sebagai

kota satelit diarahkan terutama untuk perumahan hunian dengan

kepadatan tinggi dan sebagian rendah, perdagangan dan jasa dengan

skala nasional, industri ringan nonpolutan yang berorientasi pasar dan

tenaga kerja, sebagian kecil pertanian / ladang, perikanan, peternakan,

agroindustri.

b. Pemanfaatan ruang Kota Bogor maupun Kota Depok sebagai kota

satelit diarahkan untuk perumahan hunian kepadatan tinggi dan

sebagian rendah, pusat perdagangan dan jasa dengan skala nasional,

industri ringan nonpolutan dan berorientasi pasar, pertanian/ladang,

serta perkebunan terbatas, perikanan, peternakan, dan agroindustri,

serta Taman Nasional (Bogor).

(3) Kabupaten Sebagai Daerah Semiperkotaan dan Pinggiran Perkotaan :

a. Pemanfaatan ruang Kabupaten Tangerang maupun Kabupaten

Bekasi sebagai kawasan perkotaan dan perdesaan diarahkan terutama

untuk perumahan hunian padat dan rendah, perdagangan dan jasa skala

setempat, industri berorientasi tenaga kerja, pertanian/ladang, pertanian

lahan basah (irigasi teknis) dan pertanian lahan kering dengan teknologi

tepat guna, perkebunan, perikanan, peternakan, agroindustri, hutan

produksi, kawasan lindung dan suaka alam.

II - 10

Page 11: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

b. Pemanfaatan ruang Kabupaten Bogor maupun Kabupaten Cianjur

sebagai kawasan perkotaan dan perdesaan diarahkan untuk perumahan

hunian sedang/rendah, perdagangan dan jasa skala setempat,

pertanian/ladang, pertanian lahan basah/kering dengan teknologi tepat

guna, perkebunan, perikanan, peternakan, agroindustri, hutan produksi,

kawasan lindung dan cagar alam.

4. Sistem Infrastruktur Pelayanan Lintas Kabupaten / Kota / Provinsi di

Jabodetabek-Punjur

Sistem transportasi darat terdiri atas :

(1) Jaringan transportasi jalan

a. Pengembangan jalan yang menghubungkan antarwilayah dan

antarpusat permukiman, industri, pertanian, perdagangan, jasa dan

simpul-simpul transportasi serta pengembangan jalan penghubung

antara jalan non-tol dan jalan tol;

b. Pembangunan jalan setingkat jalan arteri primer atau kolektor primer

yang menghubungkan Cikarang di Kabupaten Bekasi ke pelabuhan

Tanjung Priok di Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan Citayam di Kota

Depok ke jalan lingkar luar di Daerah Khusus Ibukota Jakarta.

(2) Jaringan jalur kereta api

a. Peningkatan pemanfaatan jaringan jalur kereta api pada ruas-ruas

tertentu sebagai prasarana pergerakan komuter dari wilayah Bogor,

Tangerang, Bekasi, dan Depok ke Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan

sebaliknya;

b. Pemisahan penggunaan prasarana antara jaringan jalur kereta api yang

bersifat komuter dengan jaringan jalur kereta api yang bersifat regional

dan jarak jauh;

c. Pembangunan jalan rel yang menghubungkan Cikarang di Kabupaten

Bekasi ke pelabuhan Tanjung Priok di DKI Jakarta.

II - 11

Page 12: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Sistem transportasi laut

Diarahkan untuk mendukung kelancaran keluar masuk arus barang dan

penumpang dari dan keluar kawasan Jabodetabek-Punjur, dengan prioritas

pengembangan kawasan pelabuhan laut.

Sistem transportasi udara

Diarahkan untuk mendukung kelancaran keluar masuk arus barang dan

penumpang dari dan keluar kawasan Jabodetabek-Punjur, dengan prioritas

pengembangan kawasan Bandara Soekarno-Hatta.

Sistem penyediaan air baku

Dilakukan dengan pembangunan dan pengelolaan waduk multiguna, saluran

pembawa, pengelolaan situ, dan pemeliharaan sungai.

Sistem pengelolaan air limbah

Diarahkan untuk pengurangan, pemanfaatan kembali, dan penyediaan

prasarana dan sarana pengelolaan air limbah bagi kegiatan permukiman dan

industri dengan memperhatikan baku mutu limbah cair.

Sistem pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun

Diarahkan untuk meminimalkan pencemaran udara, tanah dan sumber daya

air serta meningkatkan kualitas lingkungan.

Sistem pengendalian banjir

Arahan pengembangan prasarana pengendali banjir di Kawasan

Jabodetabek-Punjur meliputi :

(1) reboisasi hutan dan penghijauan kawasan tangkapan air;

(2) penataan kawasan sungai dan anak-anak sungainya;

(3) normalisasi sungai-sungai dan anak-anak sungainya;

(4) pengembangan waduk-waduk pengendali banjir dan pelestarian situ-situ

serta daerah retensi air;

(5) pembangunan prasarana dan pengendali banjir;

II - 12

Page 13: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

(6) pembangunan prasarana drainase.

Sistem pengelolaan persampahan

Arahan pengelolaan persampahan terpadu pada Kawasan Jabodetabek-

Punjur harus memperhatikan penentuan lokasi incinerator dan/atau tempat

pembuangan akhir yang tidak mencemari lingkungan.

Sistem jaringan transmisi tenaga listrik

Sistem jaringan transmisi tenaga listrik diarahkan untuk:

(1) meningkatkan pelayanan jaringan tenaga listrik dalam pengembangan

Kawasan Jabodetabek-Punjur;

(2) mendukung pengembangan jaringan tenaga listrik terinterkoneksi;

(3) meningkatkan pelayanan jaringan tenaga listrik terisolasi di Kepulauan

Seribu.

Sistem jaringan telekomunikasi

Sistem jaringan telekomunikasi diarahkan untuk:

(1) mendukung pengembangan sistem jaringan telekomunikasi nasional;

(2) meningkatkan penyediaan informasi yang andal dan cepat di seluruh

kawasan Jabodetabek-Punjur dalam perwujudan struktur ruang kawasan

Jabodetabek-Punjur;

(3) meningkatkan penyediaan dan akses informasi dari dan ke seluruh

pelosok Kawasan Jabodetabek-Punjur;

(4) meningkatkan penyediaan dan akses informasi dari dan ke Kawasan

Jabodetabek-Punjur.

2.2 KEBIJAKAN PENGENDALIAN BANJIR JABODETABEK-PUNJUR

1) Menurut Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/

BAPPENAS (Februari 2007)

a. Rencana Tindak Jangka Menengah

Dalam rangka mendukung program pembangunan yang berkelanjutan di wilayah

Jabodetabek dan Punjur, maka diperlukan :

II - 13

Page 14: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

1. Revisi Rencana Induk Pengendalian Banjir di wilayah Jabodetabek

2. Rencana pemanfaatan sumber daya air terpadu termasuk penyelamatan

sumber air baku bagi penyediaan air bersih di Jabodetabek

3. Rencana Tindak Pengelolaan DAS Ciliwung dan DAS Cisadane

4. Strategi dan mekanisme penyertaan peran swasta dan masyarakat dalam

pencegahan bencana, pengendalian banjir dan pemanfaatan sumber daya

air

5. Regulasi, mekanisme pengawasan dan pengendalian pemanfaatan ruang

dan pemanfaatan sumber daya air yang harmonis di wilayah Jabodetabek-

Punjur

6. Manajemen kelembagaan di tingkat pusat, provinsi dan kabupaten/kota

terkait dengan pengendalian pemanfaatan ruang dan pemanfaatan sumber

daya air di wilayah Jabodetabek-Punjur

7. Rencana mobilisasi pendanaan untuk pencegahan dan penanggulangan

bencana.

b. Rencana Tindak Jangka Panjang : Penataan Ruang Wilayah

Jabodetabek- Punjur

Beberapa rencana kerja mendesak dan berjangka menengah sampai panjang

yang perlu dilakukan, perlu mempertimbangkan beberapa hal sebagai berikut:

1. DKI Jakarta meliputi areal seluas 650 km2 dengan

elevasi berkisar + 0,8 m s.d. + 25 m, dimana 40% wilayahnya merupakan

daerah rendah yang rawan banjir. Jakarta mempunyai 13 sungai besar dan

kecil yang sering menimbulkan bencana banjir di musim hujan. Terjadinya

banjir di Jakarta, pada dasarnya disebabkan oleh :

luapan air sungai karena aliran banjir melebihi kapasitas alirannya

sebagai akibat dari tingginya curah hujan dan relatif landainya kemiringan

sungai;

genangan air akibat tidak memadainya prasarana drainase serta makin

luasnya areal yang tidak dapat menyerap air;

II - 14

Page 15: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

masih dimanfaatkannya bantaran sungai sebagai tempat permukiman

oleh sebagian masyarakat;

kerusakan lingkungan daerah tangkapan air di bagian hulu sungai akibat

pemanfaatan yang kurang terkendali;

pembuangan sampah ke sungai/prasarana drainase.

2. Prinsip penanggulangan banjir

Jabodetabek secara teknis adalah :

memotong aliran sungai sebelum memasuki kota Jakarta dan

mengalirkannya ke laut melalui Banjir Kanal;

menyediakan prasarana drainase perkotaan dengan memanfaatkan

aliran sungai sebagai drainase utama; dan

mengembangkan sistem polder pada daerah berelevasi rendah yang

dilengkapi dengan waduk penampungan serta pompa penguras.

3. Permasalahan yang menonjol dalam pembangunan prasarna pengendali

banjir di Jabodetabek adalah pembebasan tanah dan pemukiman kembali

penduduk. Dari total kebutuhan dana sebesar Rp 16,5 triliun untuk

penanggulangan banjir Jabodetabek dan sekitarnya sesuai master plan

Tahun 1997, Rp 4,70 triliun di antaranya digunakan untuk pembebasan

tanah. Kegiatan utama yang direncanakan pada master plan tersebut antara

lain mencakup :

Peningkatan kapasitas Banjir Kanal Barat dan Ciliwung Hilir

Pembangunan Banjir Kanal Timur

Pembangunan waduk di wilayah hulu (Waduk Ciawi, Waduk Parung

Badak, dan Waduk Genteng).

4. Kejadian banjir saat ini tidak hanya disebabkan oleh curah hujan yang tinggi,

namun juga akibat perubahan tata guna lahan yang sangat cepat serta

terhambatnya kegiatan penanganan banjir sesuai master plan yang telah

direncanakan. Untuk itu, dibutuhkan upaya penanganan mendesak yang

II - 15

Page 16: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

perlu dilakukan Pemerintah dan Pemerintah Daerah dengan dukungan dari

seluruh masyarakat.

5. Pembangunan Banjir Kanal Timur berjalan sangat lambat terkait dengan

hambatan pembebasan lahan oleh Pemerintah Daerah. Pembebasan tanah

yang dimulai sejak Tahun 2002, sampai dengan awal Tahun 2007 baru

terlaksana sepanjang 7 km dari rencana kebutuhan sepanjang 23,5 km

sehingga Banjir Kanal Timur belum dapat berfungsi untuk beberapa tahun

mendatang.

6. Upaya-upaya yang masih perlu dilakukan dalam rangka penanggulangan

banjir di Jabodetabek dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu :

(a) upaya struktural, dan

(b) upaya non-struktural.

7. Upaya Struktural meliputi :

Pemulihan kapasitas sungai/saluran melalui normalisasi sungai dan

pengerukan muara, penataan daerah bantaran sungai agar kapasitas

pengalirannya tidak berkurang, peningkatan kapasitas pengaliran banjir

kanal barat, dan melanjutkan pembangunan Banjir Kanal Timur;

Konservasi sumber daya air di daerah tangkapan air baik melalui

revegetasi maupun pembangunan check dam, situ, waduk retensi, dan

sumur resapan.

Perencanaan upaya terobosan melalui pembangunan tunnel drainase

bawah tanah

8. Upaya Non-Struktural meliputi :

Pembenahan dan penataan daerah tangkapan air di hulu Kali

Ciliwung, serta ke-12 sungai lainnya. Pembenahan dan penataan

tersebut antara lain akan dilaksanakan melalui pengaturan kembali tata

ruang wilayah Bogor-Puncak-Cianjur (Bopunjur);

II - 16

Page 17: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Penyempurnaan rencana tata ruang Jakarta yang lebih

memperhatikan aspek kelestarian dan daya dukung lingkungan sumber

daya air;

Inventarisasi dan persiapan pembangunan waduk-waduk pengendali

banjir yang diperlukan;

Penyempurnaan sistem penanganan sampah untuk mengurangi

volume sampah yang dibuang ke sungai maupun saluran drainase;

Penegakan hukum dengan mengenakan sanksi yang tegas terhadap

para pelanggar peraturan perundangan yang terkait dengan

penanggulangan banjir.

Selanjutnya, dalam kaitannya dengan pendayagunaan tata ruang wilayah

Jabodetabek Punjur, terdapat beberapa hal yang direkomendasikan sebagai

berikut:

1. Sesuai dengan amanat PP 47 tahun 1997 ataupun juga di dalam RPP

revisinya, status hukum penataan ruang kawasan tertentu adalah

Keputusan Persiden. Demikian juga dengan wilayah Jabodetabek-Punjur

ini. Dewasa ini, status hukum penataan ruang Jabodetabek–Punjur

sedang disiapkan menjadi peraturan presiden (Perpres). Prosesnya

sampai saat ini memang belum selesai (masih berstatus Rancangan

Perpres).

2. Materi penataan ruang dalam Raperpres Jabodetabek-Punjur ini

sesungguhnya merupakan tindak lanjut dari pemikiran penataan ruang

yang tertuang sudah cukup lama, yaitu dari Keppres 114 Tahun 1999

tentang Penataan Ruang Kawasan Bogor-Puncak-Cianjur (Kawasan

Bopunjur).

3. Oleh karena disadari bahwa Kawasan Bopunjur pada hakikatnya

merupakan satu kesatuan ekosistem dengan Jabodetabek, maka dalam

Raperpres yang bersangkutan, dua wilayah tersebut disatukan.

4. Di samping adanya kepentingan untuk memadukan perencanaan tata

ruang bagi suatu wilayah yang sangat strategis secara nasional ini,

II - 17

Page 18: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

langkah ini kami pandang sangat penting dan mendesak karena kondisi

daya dukung lingkungan wilayah ini sudah sangat kritis dewasa ini.

Masalah banjir periodik di wilayah Jakarta, termasuk yang sangat luar

biasa di awal bulan Februari 2007 ini, menjadi bukti yang tidak bisa

dielakkan lagi.

5. Sesuai dengan rumusan Raperpres Jabodetabek-Punjur, tujuan utama

penataan wilayah ini adalah mengembalikan fungsi lingkungan hidup

terutama di kawasan-kawasan hulu (Bopunjur) untuk menjaga

keseimbangan tata air seluruh wilayah, khususnya wilayah tengah dan

hilir (Jabodetabek).

6. Proses penetapan Raperpres ini memang cukup lama karena harus

menampung berbagai kepentingan dari tingkat pemerintahan tingkat

kabupaten/kota yang terlibat di dalamnya.

7. Diharapkan dengan adanya permasalahan banjir yang dialami pada

bulan Februari 2007, percepatan dari proses penetapan Raperpres ini

dapat segera dilakukan. Karena, dengan adanya penataan ruang yang

status hukumnya cukup kuat ini dan sudah disepakati oleh pihak-pihak

terkait, berbagai hal yang lebih teknis dapat dilakukan lebih tertata dan

terencana. Kerjasama antarwilayah terkait di dalam pengendalian banjir

sebagaimana telah dimulai dengan disusunnya nota kesepakatan

pengendalian banjir Jakarta dan sekitarnya sejak 2002 lalu, akan dapat

dilaksanakan secara lebih efektif.

Demikian pula dengan berbagai bentuk kerjasama dalam bidang-bidang lain

seperti pelayanan angkutan umum, sampah, dan lain sebagainya.

2) Menurut Direktorat Jenderal Penataan Ruang

a. Rencana Tata Ruang Jabodetabek-Punjur (2010)

Berdasarkan PP No. 47 Tahun 1997, Kawasan Jabodetabek dan Bopunjur telah

ditetapkan sebagai Kawasan Tertentu dan Kawasan Andalan. Fungsi ruang

Kawasan Jabodetabek dan Bopunjur dalam Tata Ruang Wilayah Nasional

adalah:

II - 18

Page 19: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Sebagai pusat kegiatan nasional dan wilayah pelayanan untuk mendukung

fungsi pemerintahan dan ekonomi nasional;

Dikembangkan sebagai Kawasan Tertentu dengan fungsi-fungsi di atas;

Sebagai satu kesatuan ekologis DAS yang mencakup ekologi pegunungan

sampai pada ekologi pantai/pesisir.

b. Kawasan Jabodetabek

Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah DKI Jakarta Tahun 2010 (Perda DKI

Jakarta No. 6 / 1999 tentang RTRW DKI Jakarta) disebutkan bahwa

pembangunan Kota Jakarta diarahkan dengan visi mewujudkan Jakarta sebagai

Ibukota Negara Republik Indonesia yang sejajar dengan kota-kota besar negara

maju, dihuni oleh masyarakat yang sejahtera dan berbudaya dalam lingkungan

kehidupan yang berkelanjutan.

Untuk mewujudkan visi tersebut di atas, maka arahan penataan ruang wilayah

akan ditujukan untuk melaksanakan 3 (tiga) misi utama:

membangun Jakarta yang berbasis pada masyarakat;

mengembangkan lingkungan kehidupan perkotaan yang berkelanjutan;

mengembangkan Jakarta sebagai kota jasa skala nasional dan internasional.

Kebijakan pengembangan tata ruang Kota Jakarta adalah :

memantapkan fungsi Kota Jakarta sebagai kota jasa skala nasional dan

internasional;

memproritaskan arah pengembangan kota ke arah koridor timur, barat, utara

dan membatasi pengembangan ke arah selatan agar tercapai keseimbangan

ekosistem;

melestarikan fungsi dan keserasian lingkungan hidup di dalam penataan

ruang dengan mengoptimalkan daya dukung dan daya tampung lingkungan

hidup;

mengembangkan sistem prasarana dan sarana kota yang berintegrasi

dengan sistem regional, nasional dan internasional.

II - 19

Page 20: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Sementara itu, berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Jawa Barat Tahun

2010, Bodebek diarahkan menjadi kawasan unggulan industri manufaktur,

pariwisata dan jasa yang mempunyai keterkaitan dengan sumber daya lokal,

berdaya saing, berorientasi ekspor dan ramah lingkungan, dengan tujuan :

meningkatkan daya saing kegiatan industri dan peluang pasar global;

mempertahankan kawasan lindung serta situ-situ yang berfungsi sebagai

resapan air (tengah dan selatan);

mengendalikan dan mengefektifkan pembangunan Bodebek sebagai

kawasan perkotaan dan industri yang ramah lingkungan;

menata kembali penyediaan infrastruktur wilayah dalam satu kesatuan

sistem.

c. Kawasan Bopunjur

Bopunjur dalam RTRW Jawa Barat 2010 diarahkan menjadi kawasan unggulan

agrobisnis dan agrowisata dengan memberdayakan masyarakat setempat dan

tetap mempertahankan fungsi konservasi, dengan tujuan :

Meningkatkan potensi agribisnis sebagai komoditas andalan;

Meningkatkan potensi agrowisata sebagai komoditas andalan;

Memberdayakan masyarakat setempat untuk menunjang kegiatan agribisnis

dan agrowisata;

Mempertahankan kawasan Bopunjur sebagai kawasan konservasi, melalui

reboisasi, rehabilitasi lahan kering dan konservasi sumber daya alam.

Konsep penataan ruang Bopunjur diarahkan untuk menjamin berlangsungnya

konservasi air dan tanah di kawasan Bopunjur dan menjamin tersedianya air

tanah, air permukaan dan penanggulangan banjir bagi kawasan Bopunjur dan

daerah hilirnya. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka Rencana Tata Ruang

Kawasan Bopunjur berdasarkan Keppres No. 114/1999 (sampai dengan Tahun

2014) mengarahkan sebagian besar kawasannya untuk berfungsi sebagai

daerah resapan yaitu seluas 83,88%, sedangkan kawasan yang berfungsi

sebagai kawasan perkotaan seluas 16,12% (lihat Tabel 2.1).

II - 20

Page 21: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Tabel 2.1 Rencana Pemanfaatan Lahan di Kawasan Bopunjur

Pemanfaatan ruang dalam kawasan Bopunjur, menunjukkan adanya konversi

lahan yang cukup signifikan, dimana pemanfaatan lahan tidak bisa secara utuh

memenuhi rencana tata ruang yang tercantum dalam perencanaan ruang yang

tercantum dalam Keppres No. 114/1999 di Kawasan Bopunjur.

d. Permasalahan di Kawasan Jabodetabek-Punjur

Salah satu permasalahan yang menjadi pemicu terjadinya peningkatan masalah

banjir di kawasan ini adalah adanya pemanfaatan ruang yang didominasi oleh

bangunan dengan merambah pada ruang terbuka hijau. Hasil penelitian Zain

(2002) dengan menggunakan data Citra Landsat tahun 1972, 1983, 1991 dan

1997 menunjukkan bahwa tingginya urbanisasi di Jabodetabek menyebabkan

pertumbuhan bangunan yang pesat (Gbr. 2.3), yang diikuti dengan penurunan

ruang terbuka hijau di kawasan ini (Gbr. 2.4).

II - 21

Page 22: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Tabel 2.2

Penggunaan Lahan Tahun 1993, 1997 dan Akhir Tahun

Perencanaan Keppres no. 114/1999 di Kawasan Bopunjur

II - 22

Page 23: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Tabel 2.3 Perubahan Lahan Jabodetabek 1992 ─ 2001 – Rakeppres

II - 23

Page 24: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Gambar 2.3 Pertumbuhan Rasio Penutupan Lahan oleh Bangunan di Jabodetabek berdasarkan Analisis Citra Landsat 1972, 1983, 1991 dan

1997

Gambar 2.4 Penurunan Rasio Penutupan Lahan oleh Ruang Terbuka Hijau di Jabodetabek berdasarkan Analisis Citra Landsat 1972, 1983, 1991 dan

1997

II - 24

Page 25: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

e. Kondisi Sarana dan Prasarana

Di kawasan Jabodetabek-Punjur, kondisi sarana prasarana yang

berpengaruh langsung pada pemanfaatan ruang di kawasan bencana banjir,

adalah sebagai berikut :

Sistem drainase di seluruh kawasan Jabodetabek-Punjur belum terpadu;

Masterplan drainase belum dimiliki oleh seluruh wilayah di kawasan

Jabodetabek-Punjur;

Pembangunan drainase dilakukan secara terpisah dan tidak mengacu

pada masterplan yang ada;

Kondisi drainase yang ada belum memadai;

Kapasitas banjir kanal barat menurun;

Banjir kanal timur belum terbangun;

Pintu air yang ada tidak seluruhnya berfungsi dengan baik;

Pembangunan perumahan skala besar tidak dilengkapi dengan sarana

dan prasarana yang ramah lingkungan;

Jaringan irigasi yang tidak berfungsi menyebabkan terjadinya alih fungsi

lahan;

Kurangnya drainase dengan sistem polder di lokasi yang memerlukan;

Sarana jalan di perkotaan tidak dilengkapi dengan drainase;

Kurangnya injection well dan sumur resapan sehingga run off menjadi

lebih tinggi.

f. Kondisi Daerah Aliran Sungai (DAS)

Wilayah DKI Jakarta dilewati 13 sungai besar dan kecil yang keseluruhannya

bermuara di Teluk Jakarta dan sebagian di antaranya mempunyai hulu di

daerah perbukitan di kawasan Jabodetabek-Punjur. Kondisi DAS saat ini

adalah sebagai berikut :

Master Plan pengendalian banjir DKI Jakarta Tahun 1997 belum

diimplementasikan;

Permukiman sepanjang sungai di kawasan perkotaan terganggu dengan

adanya pembangunan perumahan secara ilegal;

II - 25

Page 26: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Penggundulan hutan dan pembangunan daerah hulu yang tidak

terkendali;

Kurang terpeliharanya tempat parkir air alami seperti danau dan situ

sehingga daya tampung air menjadi berkurang.

Gambar 2.5

Informasi Ketinggian Lahan yang digunakan dalam Overlay dengan menggunakan Teknik GIS untuk Pembagian Kawasan dalam Pedoman Pengendalian Pemanfaatan

Ruang

II - 26

Page 27: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Gambar 2.6

Informasi Geologi yang digunakan dalam Overlay dengan menggunakan

Teknik GIS untuk Pembagian Kawasan dalam Pedoman Pengendalian

Pemanfaatan Ruang

II - 27

Page 28: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

II - 28

Gam

bar

2.7

P

ola

Pem

an

faata

n d

an

Str

uktu

r R

uan

g J

AB

OD

ETA

BEK

PU

NJU

R

Page 29: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

II - 29

Gam

bar

2.8

A

rah

an

Sis

tem

Air

Baku

dan

Pen

gen

dalian

Ban

jir

JAB

OD

ETA

BEK

PU

NJU

R

Page 30: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

2.3 KEBIJAKAN TATA RUANG PROVINSI JAWA BARAT

Peraturan Daerah Propinsi Jawa Barat Nomor 2 Tahun 2003 tentang Rencana

Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Barat, menyebutkan terutama mengenai

Rencana Pengembangan Sistem Kota-kota pada pasal 21:

(1) Rencana pengembangan sistem kota-kota di Jawa Barat adalah :

a. menata dan mengarahkan perkembangan pusat-pusat kegiatan di bagian

utara dan tengah;

b. mengembangkan secara terbatas pusat-pusat kegiatan di bagian selatan;

c. menata distribusi PKN dan PKW yang mendukung keserasian

perkembangan kegiatan pembangunan antarwilayah.

(2) PKN yang dimaksud di sini adalah Metropolitan Bogor, Depok, Bekasi,

Metropolitan Bandung, dan Metropolitan Cirebon.

Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Jawa Barat Tahun

2010, terdapat beberapa kebijakan ruang yaitu berkenaan dengan struktur ruang

yang bertujuan untuk mewujudkan pemerataan pertumbuhan wilayah dengan

mempertahankan keseimbangan lingkungan dan ketersediaan sumberdaya alam

yaitu diarahkan pada :

a. Pengaturan sistem kota-kota

di wilayah utara dan tengah serta mengembangkan secara terbatas sistem

kota-kota di bagian selatan.

b. Pengaturan sistem kota-kota

sebagai perwujudan dan struktur tata ruang di wilayah Jawa Barat dibagi

menjadi tiga pusat pertumbuhan utama yang jangkauan pelayanannya

mencakup skala pelayanan nasional, yaitu Metropolitan Bodebek, Bandung

dan Cirebon.

c. Pengembangan infrastruktur

wilayah difokuskan pada wilayah-wilayah yang didorong perkembangannya,

yaitu pada wilayah bagian utara dan tengah.

d. Pengembangan kawasan

andalan dilakukan melalui pengembangan 6 kegiatan utama yaitu

agribisnis, industri, pariwisata, jasa, bisnis kelautan, dan sumber daya

alam di 8 (delapan) kawasan andalan.

II - 30

Page 31: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

e. Pengembangan kawasan

pertahanan keamanan

f. Kebijakan Pola Tata Ruang

Jawa Barat :

1) Kebijakan pola tata ruang kawasan lindung yaitu meningkatkan

luas kawasan yang berfungsi lindung dan menjaga kualitas kawasan

lindung.

2) Kebijakan pola tata ruang kawasan budidaya adalah

mempertahankan lahan sawah.

3) Kebijakan daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup yaitu

meningkatkan daya dukung lingkungan alamiah dan buatan serta

menjaga proses pembangunan pembangunan berkelanjutan.

Kebijakan pengendalian pemanfaatan ruang Jawa Barat adalah untuk

mengendalikan pemanfaatan ruang melalui pengawasan dann penertiban yang

didasarkan pada RTRW

Gambar 2.9

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Propinsi Jawa Barat tahun 2010

Sumber : RTRW Propinsi Jawa Barat

II - 31

Page 32: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

2.4 KEBIJAKAN TATA RUANG KABUPATEN BOGOR

Sebagai bagian yang integral dalam sistem pengembangan Kabupaten Bogor,

Kota Bogor ditetapkan sebagai Pusat Pengembangan Wilayah Pembangunan VII

yang meliputi Kecamatan Semplak, Kedung Halang, Ciomas, Dramaga, Cijeruk,

Caringin, Ciawi, Cisarua, Megamendung dan Kemantren Babakan Madang

(bagian dari Kecamatan Citeureup).

Dalam hal ini, Kota Bogor difungsikan sebagai pusat perdagangan barang dan

jasa dengan skala pelayanan regional guna melayani penduduk di wilayah

sekitarnya dan Pusat kolektor dan distribusi produksi pertanian guna

menampung dan memasarkan hasil pertanian dari wilayah sekitarnya.

Berdasarkan sistem perwilayahan Kabupaten Bogor diketahui bahwa posisi Kota

Bogor merupakan wilayah yang ditempatkan di tengah sebagai pusat, sehingga

membawa implikasi Kota Bogor merupakan kota yang melayani Kabupaten

Bogor; terutama sebagai pusat pelayanan jasa (Gambar 2.10). Menurut peta

rencana pemanfaatan ruang juga berindikasikan Kota Bogor diarahkan untuk

kawasan pengembangan perkotaan yaitu untuk permukiman pedesaan dan

perkotaan (Gambar 2.11). Sedangkan, dalam sistem transportasi, Kota Bogor

diharapkan dapat memberikan pelayanan distribusi orang dan barang dengan

direncanakannya lokasi terminal Tipe B (Gambar 2.12).

Gambar 2.10

Kebijakan Perwilayahan Kabupaten Bogor

II - 32

Page 33: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Gambar 2.11

Rencana Pemanfaatan Ruang Kabupaten Bogor

II - 33

Penggunaan Lahan : 1. Kawasan Hutan Lindung = 42.175 Ha (13,30

%) 2. Kawasan Lahan Basah = 56.888 Ha

(17,94 %) 3. Kawasan Lahan Kering = 47.756 Ha

(15,06 %) 4. Kawasan Tanaman Tahunan = 24.797 Ha

(7,82 %) 5. Kawasan Hutan Produksi = 51.529 Ha

(16,25 %) 6. Kawasan Pariwisata = 1.681 Ha

(0,53 %) 7. Kawasan Permukiman Perdesaan = 20.326 Ha

( 6,41 %) 8. Kawasan Permukiman Perkotaan = 52.036 Ha

(16,41 %) 9. Kawasan Pengembangan Perkotaan = 14.527 Ha

(4,60 %) 10. Kawasan Peruntukan Industri = 5.327 Ha

(1,68 %)

Page 34: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Gambar 2.12

Rencana Struktur Ruang Kabupaten Bogor

2.5 RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) KOTA BOGOR 2004 ─ 2009

2.5.1 Isu Strategis

A. Masalah Transportasi

Penanganan yang menjadi prioritas pertama yang segera dtanggulangi adalah

permasalahan transportasi khususnya di dalam kemacetan lalu lintas. Kemacetan lalu

lintas di Kota Bogor terjadi ke dalam beberapa permasalahan antara lain :

II - 34

Sumber : Revisi RTRW

Page 35: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

1) Tingginya jumlah angkutan kota sebanyak 3.506 unit ditambah angkutan kota dari

Kabupaten sebanyak 6.895 unit dan angkutan antarkota / antarpropinsi sebanyak

900 unit;

2) Terkonsentrasinya kegiatan jasa, perdagangan, terminal, obyek wisata dan lain-

lain di pusat kota;

3) Terdapatnya sepuluh pintu masuk yang menuju ke jantung kota;

4) Pola jaringan yang bersifat radial;

5) Pola jaringan trayek yang tumpang tindih antara angkutan kota dan lintasan trayek

yang cukup pendek;

6) Keberadaan PKL yang memanfaatkan badan jalan;

7) Kurang tegasnya penegakan hukum oleh aparatur, sehingga menyebabkan

kurangnya disiplin pengemudi dan pengguna jalan;

8) Adanya ruas-ruas jalan yang bottle neck dan ruas-ruas jalan yang sulit dilebarkan;

9) Beroperasinya rel ganda kereta api yang mengakibatkan tingginya (rata-rata 8

menit) frekuensi kereta api, sehingga diperlukan jembatan layang;

9) Terbatasnya sarana dan prasarana transportasi,

10) Aturan, mekanisme, dan prosedur pemberian ijin trayek tidak sesuai dengan

kebutuhan.

11) Belum adanya keterpaduan sistem manajemen transportasi regional (Bubulak,

Laladon, Darmaga, Jalan Sholeh Iskandar dan Simpang Pomad). Kesemua

permasalahan tersebut mengakibatkan kemacetan lalu lintas yang tersebar di 31

titik kemacetan di Kota Bogor dengan titik kemacetan yang terparah di sekitar

keliling luar Kebun Raya (Pertigaan eks Pasar Ramayana, Pasar Bogor, Tugu

Kujang, Depan Istana Bogor- semuanya pertigaan), sekitar Terminal

Baranangsiang, Pasar Gembrong (Sukasari), Kawasan Jembatan Merah, Pasar

Mawar dan Pasar Anyar, Merdeka-Salmun dan Jalan Sholeh Iskandar. Penyebab

kemacetan pada titik-titik terparah tersebut umumnya karena pelanggaran aturan

berlalu lintas oleh angkot dan PKL yang menggunakan badan jalan.

B. Masalah Pedagang Kaki Lima (PKL)

Penanganan prioritas yang kedua adalah permasalahan Pedagang Kaki Lima (PKL).

Seperti di kota lainnya pertumbuhan sektor ini di kota Bogor semakin mendapati

II - 35

Page 36: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

momennya setelah terjadinya krisis ekonomi mulai pertengahan Tahun 1997. Hasil

pendataan oleh Pemerintah Derah, pada Tahun 1996 tercatat pedagang kaki lima di

titik-titik pusat keramaian berjumlah 2.140 pedagang, kemudian pada akhir tahun 1999

berdasarkan hasil survei pusat Inkubasi Bisnis Usaha Kecil (Pinbuk), Kota Bogor

jumlahnya hampir tiga kali lipat menjadi 6.340 pedagang. Pada akhir Tahun 2002

berdasarkan hasil pendataan Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Bogor jumlah

PKL meningkat lagi menjadi 10.350 pedagang, yang tersebar di 51 titik PKL, dimana

82% dari para pedagang tersebut berasal dari luar Kota Bogor. Tahun 2004 terdapat 50

lokasi PKL dengan jumlah pedagang sekitar 12.000 PKL.

PKL pada satu sisi sebagai sektor informal harus diberi hak yang sama dengan pelaku

ekonomi lainnya, namun di sisi lain keberadaan PKL yang tersebar di pusat kota

menjadi gangguan kepada kegiatan lainnya dikarenakan pada umumnya menggunakan

ruang publik (fasilitas umum/hak publik seperti trotoar dan badan jalan). Di samping itu

juga disebabkan belum adanya ketentuan yang mengatur PKL, belum ada konsistensi

dan ketegasan dalam penertiban PKL oleh petugas, belum ada kajian tentang PKL,

belum adanya persepsi bahwa PKL merupakan masyarakat kecil Bogor, yang secara

ekonomis potensial belum ada ruang untuk pedagang kecil dan PKL, belum ada

keterpaduan antara pedagang besar dengan pedagang kecil atau PKL.

Di sisi lain perkembangannya sulit dikendalikan sesuai dengan perencanaan dan

penataan kota. Kota terkesan menjadi semrawut dan kumuh serta keberadaan mereka

mengganggu kenyamanan masyarakat lainnya. Beragamnya latar belakang pendidikan,

kultur sosial dan budaya mereka serta ketidakpeduliannya terhadap aturan dan pada

saat petugas tata tertib (tatib) beroperasi PKL menghilang, dan pada saat petugas tata

tertib pergi PKL pun datang dan marak lagi.

PKL yang ada di Kota Bogor secara umum digolongkan menjadi 3 (tiga) jenis, yaitu

PKL yang bersifat musiman, PKL perpanjangan tangan bandar atau tergantung

kiriman barang (order) dan PKL lama. PKL di sekitar pasar, khususnya Pasar Anyar

dan Pasar Bogor merupakan PKL “pasar tumpah“.

Model penanganan dengan penertiban PKL ini bagi pemerintah sendiri sebenarnya

sangat mahal harganya. Tetapi, posisi Pemerintah Daerah memang sangat dilematis. Di

satu sisi Pemerintah Kota adalah regulator yang berfungsi menegakkan peraturan

daerah yang dibuat bersama DPRD (rakyat). Di dalam kasus ini, sesuai Perda No. 1

Tahun 1990 tentang Kebersihan, Keindahan dan Ketertiban (K3), keberadaan PKL

ternyata melanggar aturan itu, tetapi di sisi lain dalam penegakan peraturan daerah

II - 36

Page 37: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

secara normatif, pemerintah tidak dapat mengesampingkan faktor sosiologi, seperti

perilaku masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Artinya, penegakan hukum

yang dilaksanakan harus memperhatikan segi sosiologis.

Secara umum, aktivitas PKL ini memiliki sisi positif dan negatif. Sebagai wadah kegiatan

ekonomi yang digeluti oleh banyak orang, kegiatan pedagang kaki lima merupakan

salah satu potensi ekonomi rakyat yang memiliki fungsi positif seperti sumbangan

terhadap penyerapan tenaga kerja, memberi kontribusi pendapatan bagi masyarakat

yang pada akhirnya dapat memberikan kesejahteraan dan ikut berkontribusi dalam

mendorong pemerataan ekonomi lokal. Sisi positif lainnya adalah memberikan harga

lebih rendah kepada masyarakat kelas menengah ke bawah dalam hal pengadaan

barang dan jasa yang tidak terjangkau atau terlayani oleh sektor ekonomi formal. Untuk

itu, diperlukan adanya peraturan daerah tentang Pengaturan Pedagang Kaki Lima

(PKL), dan perlu ada revisi perda lain yang berkaitan dengan PKL.

C. Masalah Kebersihan

Penanganan prioritas yang ketiga adalah permasalahan kebersihan yang

mengakibatkan terganggunya kebersihan dan keindahan kota. Permasalahan sampah

yang terjadi adalah akibat dari timbulan sampah yang belum sepenuhnya dapat

terangkut/ dimusnahkan di TPA (baru terangkut sekitar 68% dari jumlah produksi

sampah/hari atau sebanyak 1.457 m3/hari dari 2.124 m3 timbulan sampah perharinya ).

Hal ini disebabkan :

1) Ketersediaan armada angkutan baik dilihat dari kuantitas (52 dump truck, 17 amroll)

dengan kondisi yang masih baik 52% , 46% kurang baik dan 2% rusak berat), serta

keterbatasan kemampuan alat berat di TPA yang hanya didukung oleh 2 unit

buldozer (1 unit dalam kondisi baik, dan 1 unit rusak), 1 unit truck loader (kurang

baik), 1 unit wheel loader (baik) dan 1 unit excavator (baik), padahal untuk

mengelola sampah sebanyak 1.457 m3/hari idealnya 5 unit alat berat tersebut

mempunyai kemampuan yang sama baiknya.

2) Keterbatasan tenaga operasional petugas kebersihan (pengumpul, penyapu,

petugas angkut dan TPA) hanya ada 578 orang bila dibandingkan dengan

kebutuhan 2 orang/penduduk.

3) Tidak adanya kesadaran masyarakat untuk membuang sampah pada tempatnya

dan membayar retribusi.

II - 37

Page 38: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

4) Keterbatasan dalam penyediaan sarana pewadahan (tong/bak sampah ) dan

pengumpulan (gerobak) ke seluruh wilayah.

5) Belum memasyarakatnya budaya pengurangan sampah sejak dari sumbernya dan

pengelompokkan sampah organik dan anorganik.

6) Keberadaan TPA Galuga yang statusnya sangat tergantung kepada

Pemerintah Kabupaten Bogor setelah tahun 2005 nanti.

D. Masalah Kemiskinan

Penanganan prioritas yang keempat adalah permasalahan kemiskinan. Jumlah

keluarga miskin di Kota Bogor tahun 2004 sebanyak 17.947 KK atau 9,50 % yang

harus segera ditanggulangi yaitu di Kelurahan Rancamaya Kecamatan Bogor Selatan.

Daerah ini merupakan daerah yang mempunyai kerawanan sosial yang sangat tinggi.

Kriteria miskin berdasarkan BKKBN meliputi 1) Tidak bisa makan 2 kali sehari atau

tidak mampu makan protein hewani satu kali dalam seminggu; 2) Tidak mempunyai

penghasilan tetap minimal sebesar Rp. 150.000,00/kapita/bulan; 3) Tidak mampu

menyekolahkan anak usia 7─15 tahun; 4) Tidak mampu berobat dan KB ke

Puskesmas; dan 5) Kondisi rumah berlantai tanah 75 % dari luas rumah.

Kemiskinan struktural yang terjadi di Kota Bogor pada umumnya disebabkan orang

miskin tidak mampu menjangkau pasar kerja, alokasi APBD untuk penanganan tenaga

kerja orang miskin belum optimal, iklim usaha saat ini belum mampu menunjang

terhadap penyerapan tenaga kerja masyarakat miskin, kurangnya pengembangan

SDM masyarakat miskin, alokasi dana-dana di luar pemerintah belum mampu dijangkau

masyarakat miskin, belum efektifnya pengelolaan ZIS, dan krisis ekonomi yang belum

sepenuhnya pulih. Untuk itu perlu ada peningkatan belanja penanganan masyarakat

miskin.

E. Penanganan Masalah Mendasar

Selain isu-isu tersebut diatas yang menjadi prioritas pembangunan, juga terdapat

permasalahan yang perlu penanganan berkaitan dengan kewenanganan wajib yang

dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Kota Bogor, antara lain sebagai berikut :

1) Belum meratanya informasi rencana tata ruang bagi masyarakat dalam melakukan

investasi dan pembangunan, sehingga tidak terkendalinya perkembangan fisik

baik dari segi tata ruang dan tata bangunan.

II - 38

Page 39: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

2) Cukup besarnya proporsi tanah yang belum memiliki sertifikat dikarenakan biaya

administrasi sertifikat tanah masih memberatkan sebagian besar penduduk, juga

prosedur persertifikatan masih menyulitkan masyarakat.

3) Masih rendahnya tekanan publik terhadap pemanfaatan sumber daya alam sungai

yang disebabkan tidak tegasnya penegakan hukum dan rendahnya kesadaran

masyarakat.

4) Rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pengelolaan sumberdaya alam dan

lingkungan hidup, yang mengakibatkan kerusakan sumber daya alam serta beban

pencemaran akibat limbah cair dan sampah rumah tangga.

5) Walaupun masyarakat telah menyelenggarakan sebagian jasa prasarana

lingkungan seperti pembangunan jalan, jembatan dan lainnya, namun masih

diperlukan peran pemerintah daerah dalam menyediakan prasarana khususnya

yang bersifat keperintisan guna mendorong berkembangnya perekonomian dan

membuka keterisolasian wilayah yang bersangkutan.

6) Permasalahan dibidang pendidikan masih banyak anak usia sekolah dasar yang

rawan putus sekolah dan belum tertanganinya anak putus sekolah. Pada

kelompok usia pendidikan SMP dan SMA faktor ekonomi keluarga merupakan

penyebab yang paling menonjol sehingga banyak diantaranya yang memilih

bekerja dibanding melanjutkan sekolah ke yang lebih tinggi. Sedangkan dalam

upaya meningkatkan kualitas pendidikan, guru memegang peranan yang sangat

menentukan. Oleh karena itu untuk meningkatkan akademik dan profesionalisme

guru perlu ditingkatkan.

7) Dibandingkan dengan sekolah umum, madrasah relatif tertinggal baik dari segi

mutu, manajemen maupun kelembagaan. Rendahnya kualitas pendidikan di

madrasah umumnya disebabkan oleh kurangnya sarana prasarana dan

minimnya fasilitas pendukung serta mutu tenaga kependidikan.

8) Di bidang kesehatan, persebaran sarana kesehatan khususnya puskesmas

sebagai pelayanan kesehatan dasar secara fisik telah dikatakan merata, namun

peningkatan mutu pelayanan dan keterjangkauan oleh seluruh lapisan masyarakat

belum sepenuhnya. Sedangkan, dalam upaya kesehatan masih kurang

mengutamakan pendekatan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta

pencegahan penyakit.

II - 39

Page 40: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

9) Di bidang kependudukan, yaitu kondisi kependudukan belum optimal antara lain

besarnya jumlah penduduk secara absolut dan tingkat kesejahteraan keluarga

relatif rendahnya produktivitasnya, sehingga keluarga sebagai wahana pertama

untuk meningkatkan kualitas penduduk akan berpengaruh pada peningkatan

kualitas penduduk.

10) Keinginan untuk menunda memiliki anak dan menjarangkan kelahiran anak cukup

tinggi di kalangan masyarakat, namun hanya berkisar pada penggunaan alat dan

obat kontrasepsi, belum kepada peningkatan kualitas kesehatan reproduksi.

11) Jumlah angkatan kerja yang sangat besar belum diimbangi dengan peningkatan

pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki. Di sisi lain, terdapat

ketidakseimbangan antara angkatan kerja dengan pasar kerja, sehingga jumlah

pengangguran cukup tinggi. Di samping itu, masih terdapatnya hubungan antara

pekerja dan pengusaha yang belum harmonis sehingga dapat menimbulkan

gejolak ketenagakerjaan.

12) Kurang tersedianya wacana-wacana baru yang dapat mengembangkan bakat,

minat dan inovasi pemuda dalam berkreasi dan berprestasi dalam berbagai

bidang pembangunan.

13) Kemampuan pembina, pelatih dan penggerak olahraga perlu ditingkatkan,

terutama lemahnya kepedulian masyarakat dan dunia usaha untuk mendukung

pendanaan olahraga.

14) Permasalahan sosial dan penyakit masyarakat secara tajam berdampak kepada

menurunnya rasa aman dalam kehidupan bermasyarakat dan penurunan

kemampuan penyediaan sumber dari pemerintah dan masyarakat untuk

menangani permasalahan sosial dan penyakit masyarakat.

15) Rendahnya pendidikan perempuan dan ketidaksetaraan jender ditunjukan oleh

rendahnya akses mereka terhadap sumberdaya pembangunan.

16) Pemahaman dan penerapan budaya daerah melalui jalur pendidikan, keluarga

dan masyarakat belum berjalan secara optimal. Disisi lain globalisasi yang

seharusnya menjadi peluang untuk memperkaya budaya dapat pula melunturkan

budaya daerah. Sedangkan banyaknya peninggalan sejarah, purbakala dan

kesenian yang sangat berharga yang dapat dimanfaatkan sebagai aset ekonomi

maupun menjadi wahana pendidikan belum dimanfaatkan secara optimal.

II - 40

Page 41: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

17) Permasalahan usaha industri rumah tangga, kecil dan menengah yaitu kapasitas

produksi masih jauh dari optimal akibat sulitnya akses ke modal kerja serta

menurunnya daya beli masyarakat akibat belum membaiknya ekonomi secara

nasional. Dalam upaya pengembangan koperasi dan UKM belum berkembangnya

institusi pendukung yaitu penyediaan jasa teknologi, jaringan pemasaran dan

penjaminan permodalan.

18) Rendahnya tingkat kesejahteraan petani akibat tidak meningkatnya produksi dan

daya saing komoditas pertanian di pasaran.

19) Lemahnya penerapan nilai-nilai budaya hukum dan kurangnya sosialisasi

peraturan perundang-undangan mengakibatkan masih rendahnya kepatuhan

masyarakat terhadap hukum. Disamping itu, rendahnya profesionalitas dan

integritas moral penegak hukum juga mempengaruhi jalannya budaya hukum dan

penegak hukum.

20) Belum optimalnya pemantapan otonomi daerah baik dalam manajerial maupun

teknis dalam waktu cepat, antara lain belum optimalnya mekanisme partisipasi

masyarakat serta rendahnya kepastian keuangan daerah dibandingkan dengan

tanggung jawab yang semakin besar.

21) Banyaknya penyakit masyarakat yang lain seperti PSK, pengemis dan

gelandangan, perjudian, togel, dan narkoba. Namun, untuk masalah perjudian

karena ini merupakan tindakan kejahatan maka Pemerintah Daerah Kota Bogor

tidak mempunyai kewenangan dalam penindakan, ini sudah menjadi kewenangan

pihak yang berwajib atau polisi.

2.5.2 Visi dan Misi

A. Pernyataan Visi

Visi adalah cara pandang jauh ke depan atau suatu gambaran yang menantang

tentang keadaan masa depan yang diinginkan. Dengan demikian, visi merupakan

gambaran yang ingin dicapai, menjadi perekat dan menyatukan berbagai gagasan

strategis, memiliki orientasi masa depan, menumbuhkan komitmen bersama seluruh

masyarakat, dan menjamin kesinambungan kepemimpinan organisasi dalam rangka

memberi keyakinan bahwa suatu perkembangan akan terjadi.

II - 41

Page 42: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Berdasarkan hasil penjaringan aspirasi dari stakeholders Kota Bogor diperoleh

kesimpulan harapan masyarakat Kota Bogor ke depan, yaitu :

1. Harapan terhadap kondisi kota kedepan secara kuantitatif masyarakat

menginginkan menjadi Kota Jasa/Bisnis, Kota Hunian/Permukiman, Kota

Internasional/ Metropolitan, Kota Pendidikan, Kota Konferensi, Kota Wisata, Kota

Taman. Harapan kondisi Kota Bogor secara kualitatif ingin Bersih, Indah, Aman Dan

Nyaman (Beriman).

2. Harapan terhadap kondisi masyarakat Kota Bogor kedepan pada umumnya

masyarakat menginginkan mendapatkan pendidikan, bermatapencaharian, dan

bermoral tinggi (madani).

3. Harapan terhadap kondisi pemerintahan kedepan pada umumnya masyarakat

menginginkan pemerintahan yang bersih, jujur, bertanggungjawab, tertib hukum,

disiplin, agamis, kreatif dan inovatif (amanah).

Berdasarkan harapan-harapan yang dijaring

melalui dialog publik tersebut diperoleh kata-

kata kunci gambaran yang diinginkan dalam

meningkatkan kesejahteraan masyarakat Kota

Bogor yaitu Kota Jasa, Nyaman, Masyarakat

Madani, dan Pemerintahan Amanah, sehingga

dirumuskan Visi Kota Bogor sebagai berikut :

KOTA JASA YANG NYAMAN DENGAN

MASYARAKAT MADANI DAN PEMERINTAHAN AMANAH

Visi tersebut mengandung makna bahwa :

1. Kota Bogor akan diarahkan untuk menjadi suatu kota yang aktivitas

masyarakatnya terutama bergerak di sektor jasa. Aktivitas-aktivitas lainnya yang

II - 42

Page 43: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

ada di masyarakat, baik aktivitas budaya, ekonomi, penataan fisik kota, maupun

penanganan masalah kota, harus merupakan pendukung bagi berkembangnya

sektor jasa. Sektor jasa yang perlu diprioritaskan untuk mendorong pertumbuhan

perekonomian Kota Bogor kedepan terutama sektor tersier pada jasa

perdagangan, hotel dan restoran; jasa angkutan dan komunikasi; jasa keuangan,

persewaan dan jasa perusahaan, jasa pendidikan serta Jasa-jasa lainnya. Hal ini

sesuai dengan peranan sektor tersebut kepada PDRB Kota Bogor yang sangat

dominan pada tahun 2003 yaitu atas dasar harga berlaku sebesar 61,75 %,

dibandingkan sektor primer sebesar 0,40%, sektor sekunder 37,85%. Sedangkan

kontribusi sektor tersier atas dasar harga konstan sebesar 60,85 %, dibandingkan

sektor primer sebesar 0,39%, sektor sekunder 38,76%. Terwujudnya kota jasa

ditandai dengan tingginya Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota

Bogor pada sektor jasa serta tingginya jumlah penduduk yang bekerja pada

sektor ini. Sebagai kota jasa, Kota Bogor harus menjadi suatu kota yang nyaman

yang berarti bersih, indah, tertib, dan aman, serta berwawasan lingkungan sehingga

di setiap sudut manapun di Kota Bogor setiap orang dapat merasakan kenyamanan

sesuai yang diharapkan. Kondisi ini ditandai oleh tingkat kebersihan kota yang tinggi

yang diukur dengan tingkat cakupan pelayanan kebersihan dan tingkat pencemaran

lingkungan yang rendah terutama pencemaran air dan udara/kebisingan, serta

tingkat pelanggaran terhadap peraturan daerah yang rendah.

2. Masyarakat madani berarti bahwa masyarakat Kota Bogor harus memiliki

derajat kualitas kehidupan yang tinggi baik dari segi keimanan, pendidikan dan

keterampilan, kesehatan, dan daya beli masyarakat, yang tercermin dari tingginya

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) terutama dari Angka Harapan Hidup (AHH),

Angka Melek Huruf (AMH), dan Daya Beli Masyarakat

3. Diperlukan pemerintahan yang amanah yaitu kepemerintahan yang baik

yang senantiasa mengacu kepada kepentingan masyarakat. Untuk dapat

mewujudkan kondisi ini harus ada dukungan dari pemerintahan, selaku regulator,

yang amanah dan memegang teguh komitmen yang ditandai dengan terwujudnya

pelayanan publik yang prima di segala bidang dengan indikator menurunnya

pengaduan atas pelayanan.

B. Pernyataan Misi

Misi adalah sesuatu yang harus dilaksanakan sesuai visi yang ditetapkan agar tujuan

organisasi dapat tercapai dan berhasil dengan baik

II - 43

Page 44: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

. Perumusan misi ini diharapkan agar seluruh anggota dan pihak-pihak yang

berkepentingan (stakeholders) dapat berpartisipasi dan dapat mengenal peran

organisasi lebih baik serta mendorong keberhasilannya.

Sebagai penjabaran dari Visi tersebut di atas, dirumuskan misi-misi Kota Bogor sebagai

berikut :

Misi Pertama : Mengembangkan perekonomian masyarakat dengan titk berat

pada jasa yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya

yang ada.

Misi ini mengandung makna bahwa pembangunan diarahkan kepada peningkatan

kemampuan ekonomi rakyat yang memprioritaskan pembangunan ekonomi dalam

rangka penanggulangan kemiskinan. Selain itu juga, diarahkan untuk pengembangan

sektor jasa agar lebih efisien, produktif dan berdaya saing. Sektor jasa yang perlu

diprioritaskan untuk mendorong pertumbuhan perekonomian Kota Bogor kedepan

terutama sektor tersier pada jasa perdagangan, hotel dan restoran; jasa angkutan dan

komunikasi; jasa keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, serta Jasa-jasa lainnya.

Misi Kedua : Mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib, dan aman dengan

sarana dan prasarana perkotaan yang memadai dan

berwawasan lingkungan.

Misi ini mengandung makna bahwa Kota Bogor akan diarahkan kepada penampilan

kota yang bersih, indah, tertib, dan aman, dengan memprioritaskan kepada

penanganan masalah transportasi, sampah, dan Pedagang Kaki Lima (PKL). Kualitas

dan kuantitas sarana dan prasarana perkotaan juga akan terus ditingkatkan untuk dapat

mengarah kepada pemenuhan kebutuhan masyarakat dengan tetap memperhatikan

konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan sehingga masyarakat kota dapat

merasa kenyamanan kotanya.

Misi Ketiga : Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman

dan berketerampilan.

Misi ini mengandung makna bahwa pembangunan akan diarahkan kepada peningkatan

kualitas sumber daya manusia sehingga masyarakat Kota Bogor memiliki tingkat

pendidikan dan derajat kesehatan yang tinggi dengan tetap memiliki kadar keimanan

disertai keterampilan yang memadai agar mampu menjadi masyarakat yang mandiri.

II - 44

Page 45: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Misi Keempat : Mewujudkan pemerintahan kota yang efektif dan efisien serta

menjunjung tinggi supremasi hukum

Misi ini mengandung makna bahwa penyelenggaraan pemerintahan diarahkan kepada

pelaksanaan otonomi daerah yang nyata dan bertanggungjawab dengan menerapkan

prinsip-prinsip good governance dan clean goverment, sehingga mampu memberikan

pelayanan yang maksimal kepada masyarakat dengan disertai penegakkan supremasi

hukum.

2.5.3 Tujuan – Sasaran – Kebijakan – Program Prioritas – Program Dasar

Visi Kota Bogor dituangkan melalui 4 misi, 40 tujuan, 60 sasaran, dengan strategi 42

kebijakan 6 program prioritas dan 53 program dasar seperti yang diperlihatkan pada

Tabel 2.4.

II - 45

Page 46: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Tabel 2.4 Tujuan, Sasaran, Kebijakan dan Program

Misi Tujuan Sasaran Kebijakan Program

1. Mengembangkan perekonomian masyarakat dengan titik berat pada jasa yang mengoptimalkan pemanfaatan sumberdaya yang ada

1. Mengembangkan industri rumah tangga, kecil, dan menengah yang tangguh dan mandiri.

2. Meningkatkan perdagangan dan distribusi barang/jasa.

3. Meningkatkan peran koperasi dan UKM

4. Meningkatkan peran ekonomi masyarakat miskin

5. Meningkatkan penanaman modal

6. Meningkatkan ketahanan pangan dan pengembangan sektor pertanian berbasis agribisnis

7. Mengembangkan pariwisata daerah.

1. Meningkatnya daya saing dan produk industri rumah tangga, kecil dan menengah.

2. Meningkatnya kelancaran distribusi barang dan jasa serta adanya persaingan yang sehat.

3. Meningkatnya nilai produk ekspor 4. Meningkatnya ketangguhan dan

kemandirian Koperasi dan UKM5. Penanggulangan masyarakat miskin.6. Tertata dan terbinanya Pedagang Kaki

Lima7. Meningkatnya jumlah dan nilai investasi8. Meningkatnya ketahanan pangan9. Berkembangnya usaha agribisnis10. Meningkatnya kunjungan wisatawan

1.penguatan usaha industri rumah tangga kecil dan menengah

2.menjamin lancarnya distribusi barang dan jasa serta meningkatkan usaha ekspor daerah

3.daerah

4.koperasi dan UKM

5.usaha masyarakat miskin

6.kondusif

7.pangan serta mengembangkan agrobisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, dan berkelanjutan

8.yang berbasis potensi daerah

Program Prioritas : Penanggulangan Kemiskinan

Program Dasar : 1. Pengembangan Industri Rumah

Tangga, Kecil, dan Menengah.1. Pengembangan Perdagangan

dan Sistem Distribusi2. Pengembangan Ekspor3. Pengembangan Koperasi dan

UKM4. Penataan Pedagang Kaki Lima5. Pengembangan Penanaman

Modal6. Peningkatan Ketahanan Pangan7. Pengembangan Sistem dan

Usaha Agribisnis8. Pengembangan Pariwisata

Daerah

2. Mewujudkan kota yang bersih, indah, tertib, dan aman dengan sarana dan prasarana perkotaan

1. Meningkatkan penataan ruang dan pertanahan

2. Meningkatkan kuantitas dan kualitas sarana/prasarana transportasi

1. Terciptanya tata ruang yang sesuai dengan peruntukannya dan meningkatnya kepastian hukum atas kepemilikan tanah masyarakat .

2. Tersedianya jaringan jalan kota yang

1. Menerapkan rencana tata ruang secara utuh

2. Meningkatkan pembangunan dan pemeliharaan sarana/prasarana transportasi.

Program Prioritas : 1. Pengembangan Sarana dan

Prasarana Transportasi2. Penataan Lalu Lintas dan

Angkutan Jalan

II - 46

Page 47: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Misi Tujuan Sasaran Kebijakan Program

yang memadai dan berwawasan lingkungan.

3. Meningkatkan pengendalian pemanfaatan sumber daya air

4. Meningkatkan ketertiban, kelancaran dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan

5. Meningkatkan kualitas lingkungan dan keindahan kota

6. Meningkatkan kualitas sarana/prasarana lingkungan permukiman

7. Meningkatkan perlindungan masyarakat dari bencana

8. Meningkatkan ketentraman dan ketertiban kota.

memadai3. Meningkatnya pengendalian sumber daya

air dan irigasi4. Menurunnya pelanggaran, kemacetan dan

kecelakaan lalu lintas dan angkutan jalan.5. Tercegahnya perusakan sumberdaya

alam dan lingkungan hidup.6. Tertatanya taman dan kawasan hijau

terbuka7. Tercipta dan terpeliharanya kebersihan

kota8. Meningkatnya penerangan kota9. Meningkatnya kualitas lingkungan

permukiman10. Tercegah dan tertanggulanginya bencana11. Menurunnya jumlah pelanggaran terhadap

Peraturan Daerah. 12. Tertatanya Pedagang Kaki Lima (PKL)

3. Memberdayakan sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

4. Meningkatkan kinerja pelayanan lalu lintas dan angkutan jalan.

5. Menjaga kelestarian serta meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan keindahan kota .

6. Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman yang memenuhi syarat kesehatan.

7. Meningkatkan pemulihan masyarakat yang terkena bencana

8. Menciptakan rasa tertib, aman (nyaman) di masyarakat.

3. Peningkatan Kebersihan4. Penataan Pedagang Kaki Lima5. Peningkatan Sarana dan

Prasarana Lingkungan Permukiman

Program Dasar : 1. Penataan Ruang dan Pertanahan2. Pengelolaan

Sumber Daya Air dan irigasi3. Pengelolaan dan

Pengendalian Pencemaran Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup

4. Penataan Taman dan Penghijauan Kota

5. Peningkatan Penerangan Kota

6. Penanggulangan Bencana

7. Pengembangan dan Pemeliharaan Keamanan dan Ketertiban

3. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman dan berketerampilan.

1. Meningkatkan tingkat pendidikan dan keterampilan masyarakat.

2. Mengembangkan budaya baca di masyarakat.

3. Meningkatkan derajat kesehatan masyarakat

1. Meningkatnya kualitas pendidikan pra sekolah

2. Meningkatnya kualitas pendidikan dasar3. Meningkatnya kualitas pendidikan

menengah umum4. Meningkatnya kualitas pendidikan

1. Memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada masyarakat untuk memperoleh pendidikan dan keterampilan yang berkualitas.

2. Pengembangan budaya baca guna meningkatkan

Program Dasar : 1. Pendidikan Dasar dan Pra

Sekolah2. Pendidikan Menengah Umum3. Pendidikan Menengah Kejuruan4. Pendidikan Luar Sekolah

II - 47

Page 48: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Misi Tujuan Sasaran Kebijakan Program

4. Meningkatkan pelayanan kependudukan

5. Meningkatkan pengendalian laju pertumbuhan penduduk

6. Meningkatkan kualitas keluarga

7. Meningkatkan kualitas angkatan kerja

8. Meningkatkan kualitas olahraga masyarakat

9. Meningkatkan kualitas kepemudaan

10. Meningkatkan kualitas kehidupan beragama

11. Meningkatkan keberdayaan penyandang masalah sosial

12. Meningkatkan peran serta masyarakat dalam pembangunan

13. Meningkatkan kedudukan dan peran perempuan

14. Melestarikan dan mengembangkan seni dan budaya daerah.

kejuruan5. Meningkatnya kesempatan memperoleh

pendidikan melalui jalur luar sekolah6. Meningkatnya budaya baca masyarakat7. Meningkatnya perilaku hidup bersih dan

sehat8. Meningkatnya kualitas lingkungan yang

memenuhi syarat kesehatan9. Meningkatnya kualitas kesehatan

masyarakat meliputi kesehatan dasar, status gizi masyarakat dan penyakit menular

10. Meningkatnya sarana dan prasarana serta perbekalan kesehatan

11. Tersedianya data kependudukan yang akurat dan meningkatnya pelayanan pendaftaran penduduk

12. Meningkatnya cakupan KB dan meningkatnya pengetahuan dan sikap remaja dan sikap keluarga terhadap kesehatan reproduksi

13. Tersalurkannya calon transmigrasi 14. Meningkatnya kualitas keluarga Pra KS

dan KS 115. Meningkatkan pengetahuan dan

keterampilan tenaga kerja 16. Meningkatnya jumlah lapangan usaha

baru yang menyerap tenaga kerja dalam rangka menangani pengangguran

17. Terpenuhi hak-hak dan perlindungan

masyarakat belajar dan berpengetahuan.

3. Mendorong tercapainya Bogor Sehat

4. Meningkatkan kualitas pelayanan kependudukan dan transmigrasi

5. Mengendalikan pertumbuhan penduduk alami

6. Meningkatkan pemberdayaan keluarga

7. Meningkatkan profesionalisme tenaga kerja, perluasan lapangan kerja dan perlindungan tenaga kerja.

8. Meningkatkan kegiatan olahraga dan kesegaran jasmani serta mendorong atlit berprestasi

9. Meningkatkan partisipasi pemuda di berbagai kegiatan pembangunan

10. Memberikan kemudahan bagi umat beragama dalam menjalankan ibadahnya

11. Meningkatkan fungsi dan peran lembaga pendidikan agama

12. Meningkatkan jangkauan dan kualitas pelayanan sosial

5. Pengembangan Budaya Baca dan Pembinaan Perpustakaan

6. Perilaku Sehat dan Pemberdayaan Masyarakat

7. Kesehatan Lingkungan8. Upaya Kesehatan9. Sumber Daya Kesehatan10. Pelayanan Kependudukan11. Pembinaan Keluarga

Berencana12. Pembinaan Calon Transmigrasi13. Pembinaan Keluarga Sejahtera14. Peningkatan Kualitas dan

Produktivitas Tenaga Kerja15. Penempatan dan Perluasan

Kesempatan Kerja16. Pembinaan Hubungan Industrial

dan Perlindungan Tenaga Kerja17. Pembinaan Keolahragaan18. Pembinaan Kepemudaan19. Pelayanan Kehidupan

Beragama20. Pembinaan Lembaga

Pendidikan Keagamaan21. Pelayanan Kesejahteraan

Sosial22. Pemberdayaan Masyarakat23. Peningkatan Kesetaraan dan

Keadilan Gender

II - 48

Page 49: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Misi Tujuan Sasaran Kebijakan Program

tenaga kerja 18. Memasyarakatnya olahraga dan

meningkatnya prestasi olahraga 19. Meningkatnya partisipasi pemuda di

berbagai kegiatan20. Meningkatnya pelayanan dan kemudahan

bagi umat beragama dalam melaksanakan ibadahnya

21. Meningkatnya kualitas lembaga-lembaga pendidikan keagamaan

22. Meningkatnya kualitas hidup dan kesejahteraan penyandang masalah sosial

23. Meningkatnya kemandirian lembaga masyarakat

24. Meningkatnya kedudukan dan peran perempuan dalam kehidupan berkeluarga dan bermasyarakat, serta terlindungi kaum perempuan dan anak dari segala bentuk kekerasan.

25. Hidup dan berkembangnya kegiatan kesenian dan kebudayaan daerah di masyarakat.

13. Mendorong peran serta masyarakat dalam pembangunan

14. Meningkatkan pemberdayaan perempuan

15. Melestarikan nilai-nilai budaya dan kesenian daerah

24. Pengembangan dan Pelestarian Kesenian dan Kebudayaan

4. Mewujudkan pemerintahan kota yang efektif dan efisien serta menjunjung tinggi supremasi hukum.

1. Mewujudkan supremasi hukum.

2. Mewujudkan kehidupan politik yang demokratis

3. Mewujudkan organisasi perangkat daerah yang efektif dan efisien

4. Meningkatkan kualitas

1. Tersedianya produk hukum daerah dan produk hukum lain yang diterbitkan sesuai kebutuhan

2. Meningkatnya kesadaran hukum dan pelayanan hukum

3. Meningkatnya iklim politik yang demokratis dan terpenuhinya hak dan kewajiban politik masyarakat

1. Meningkatkan kesadaran dan kepatuhan terhadap hukum

2. Meningkatkan kesadaran kehidupan politik yang demokratis

3. Meningkatkan kapasitas kelembagaan daerah

4. Meningkatkan kualitas

Program Dasar : 1. Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan Daerah 2. Penerapan dan Penegakan

Hukum3. Pengembangan Budaya Politik4. Penataan Kelembagaan dan

Ketatalaksanaan

II - 49

Page 50: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Misi Tujuan Sasaran Kebijakan Program

pelayanan umum5. Meningkatkan pemenuhan

kebutuhan sarana/prasarana aparatur

6. Meningkatkan profesionalisme aparatur

7. Meningkatkan kemampuan daerah dalam membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan

8. Mewujudkan perencanaan pembangunan yang efektif dan partisipatif

9. Meningkatkan kinerja perangkat daerah.

10. Meningkatkan transparansi secara partisipatif dan akuntabel dalam pelaksanaan pemerintahan

11. Meningkatkan penataan kearsipan

4. Terciptanya pelayanan prima kepada masyarakat

5. Terpenuhinya kebutuhan sarana/prasarana kerja secara memadai

6. Meningkatnya kualitas dan kompetensi aparatur dalam memberikan pelayanan dan terpenuhinya hak-hak aparatur

7. Terpenuhinya pelayanan tata usaha kepegawaian yang baik

8. Tercapainya pendapatan daerah secara maksimal dan meningkatnya efisiensi dan efektifitas pelaksanaan pembangunan

9. Terwujudnya dokumen perencanaan pembangunan yang menjadi pedoman unit kerja

10. Meningkatnya kualitas akuntabilitas kinerja aparatur Pemerintahan

11. Meningkatnya kinerja aparatur pemerintah dan berkurangnya kasus penyimpangan

12. Meningkatnya kemudahan masyarakat memperoleh informasi pelaksanaan pemerintahan

13. Tertatanya arsip pada unit kerja

pelayanan di berbagai bidang5. Meningkatkan kuantitas dan

kualitas sarana dan prasarana pemerintah

6. Meningkatkan kompetensi aparatur guna peningkatan pelayanan unit kerja

7. Meningkatkan pendapatan daerah dan pengelolaannya

8. Meningkatkan efektifitas perencanaan pembangunan

9. Meningkatkan kinerja aparatur pemerintah melalui pengawasan dan akuntabilitas

10. Meningkatkan kualitas pelayanan informasi dan komunikasi

11. Meningkatkan penataan kearsipan

5. Pembinaan dan Penataan Perangkat Bawahan

6. Peningkatan Sarana dan Prasarana Aparatur

7. Peningkatan Sumber Daya Aparatur

8. Pengelolaan Keuangan Daerah9. Perencanaan Daerah10. Peningkatan Akuntabilitas

Kinerja11. Pengawasan Aparatur

Pemerintah Daerah12. Peningkatan Pelayanan

Informasi, Komunikasi dan Media Massa

13. Penataan Arsip Daerah

II - 50

Page 51: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

2.6 RENCANA PEMBANGUNAN JANGKA PANJANG (RPJP) KOTA

BOGOR (DRAFT PERDA)

Tujuan pembangunan jangka panjang tahun 2005-2025 adalah mewujudkan

Kota Jasa Yang Nyaman Dengan Masyarakat Madani dan Pemerintahan

Amanah. Sebagai ukuran tercapainya Kota Bogor sebagai Kota jasa yang

nyaman dengan masyarakat madani dan pemerintahan amanah dalam 20 tahun

mendatang diarahkan pada pencapaian sasaran-sasaran pokok sebagai berikut :

A. Meningkatnya perekonomian masyarakat dengan titik berat pada

jasa yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada

ditandai oleh hal-hal sebagai berikut :

1. Sektor jasa menjadi basis aktivitas ekonomi yang perannya

meningkat dengan kualitas pelayanan lebih bermutu dan berdaya

saing serta berkelanjutan.

2. Tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas dan

berkesinambungan sehingga mencapai tingkat kesejahteraan pada

tahun 2025.

3. Peningkatan nilai tambah ( added value) dan daya saing pada

seluruh sektor ekonomi.

B. Terwujudnya kota yang bersih, indah, tertib dan aman degan sarana

dan prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan

lingkungan ditandai oleh hal-hal sebagai berikut :

1. Terbangunnya konsep pembangunan yang berwawasan lingkungan,

meningkatnya penataan ruang dan pertanahan, meningkatnya

kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana perkotaan termasuk

kepada perlindungan masyarakat dari bencana dan meningkatnya

ketentraman dan ketertiban kota.

C. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang beriman dan

berketerampilan, sehat, cerdas dan sejahtera ditandai oleh hal-hal

sebagai berikut :

1. Terwujudnya watak dan perilaku manusia yang beriman dan bertaqwa

kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki budi luhur, toleran, gotong

royong, dinamis dan berorientasi iptek.

II - 51

Page 52: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

2. Meningkatnya kualitas sumber daya manusia, antara lain ditandai

dengan meningkatnya indeks pembangunan manusia ( IPM ).

D. Terwujudnya pemerintahan kota yang efektif dan effisien serta

menjunjung tinggi supremasi hukum ditandai oleh hal-hal sebagai

berikut:

1. Terciptanya supremasi hukum serta tertatanya sistem hukum daerah

yang mencerminkan kebenaran, keadilan, akomodatif dan aspiratif.

2. Terciptanya konsolidasi demokrasi pada berbagai aspek kehidupan

politik yang dapat diukur dengan adanya pemerintahan yang

berdasarkan hukum, birokrasi yang profesional dan netral,

masyarakat sipil dan masyarakat politik.

3. Terwujudnya kehidupan politik yang demokratis serta meningkatkan

kinerja perangkat daerah dengan meningkatkan profesionalisme

aparatur dan transparansi secara partisipatif, akuntabel di dalam

pelaksanaan pemerintahan

E. TAHAPAN DAN SKALA PRIORITAS

Setiap sasaran pokok dalam empat (4) misi pembangunan jangka panjang dapat

ditetapkan prioritasnya dalam masing-masing tahapan. Prioritas masing-masing

misi dapat diperas kembali menjadi prioritas utama. Prioritas utama

menggambarkan makna strategis dan urgensi permasalahan. Atas dasar

tersebut tahapan dan skala prioritas utama dapat disusun sebagai berikut :

RPJM ke-1 ( 2005 ─ 2009)

Tahapan pembangunan tahap pertama di Kota Bogor secara kebijakan

perencanaan masih berlaku Renstra Kota Bogor (2005─2009) yang ditetapkan

melalui Perda No 17 Tahun 2004. Pelaksanaan pembangunan tahap pertama

lebih diarahkan kepada penataan transportasi, kebersihan, penanggulangan

masalah kemiskinan dan penataan Pedagang Kaki Lima (PKL). Selain itu,

pelaksanaan pembangunan pada Tahap I (2005─2009) diarahkan juga kepada

pemenuhan dasar seperti peningkatan pendidikan, kesehatan dan daya beli

serta peningkatan supremasi hukum aparatur pemerintahan.

II - 52

Page 53: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

RPJM ke-2 (2010 ─ 2014)

Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian dan sebagai keberkelanjutan RPJM ke -

1, RPJM ke-2 diarahkan untuk lebih memantapkan penataan kembali Kota Bogor

di segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya

manusia termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta

penguatan daya saing perekonomian terutama di sektorr tersier.

Kesejahteraan masyarakat terus meningkat dengan ditunjukkan oleh

membaiknya berbagai indikator pembangunan sumber daya manusia antara lain

meningkatnya pendapatan per kapita, menurunnya angka kemiskinan dan tingkat

pengangguran, meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat, meningkatnya

derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, meningkatnya kesetaraan gender,

serta terkendalinya laju pertumbuhan penduduk.

Pembangunan infrastruktur dengan lebih meningkatkan kerjasama antara

pemerintah dan dunia usaha dalam rangka peningkatan kualitas perekonomian.

Kondisi ini didukung pula oleh pengembangan jaringan insfrastruktur

transportasi.

Dalam kerangka pencapaian pembangunan yang berkelanjutan perlu adanya

peningkatan kualitas perencanaan tata ruang dan konsistensi pemanfaatan

ruang dengan mengintegrasikannya ke dalam dokumen perencanaan

pembangunan dan penegakan peraturan dalam rangka pengendalian

pemanfaatan ruang.

RPJM ke-3 (2015 ─ 2019)

Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian dan sebagai keberkelanjutan RPJM ke -

2, RPJM ke-3 diarahkan untuk lebih memantapkan pembangunan secara

menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing

perekonomian berlandaskan keunggulan sumber daya manusia yang berkualitas

serta kemampuan ilmu dan teknologi yang terus meningkat.

Kesejahteraan masyarakat terus membaik, meningkat dan merata yang didorong

oleh meningkatnya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas. Kualitas sumber

daya manusia terus membaik ditandai oleh meningkatnya kualitas dan relevansi

pendidikan, yang didukung oleh manajemen pelayanan pendidikan yang efisien

dan efektif, meningkatnya derajat kesehatan dan status gizi masyarakat,

meningktanya kesetaraan gender, serta kesejahteraan dan perlindungan anak.

II - 53

Page 54: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Daya saing perekonomian semakin kuat dan kompetitif terutama pada sektor

jasa. Makin selarasnya pembangunan pendidikan, ilmu pengetahuan dan

teknologi serta terlaksananya kelembagan ekonomi untuk mendorong

peningkatan efisiensi, produktivitas, penguasaan dan penerapan teknologi oleh

masayarakat.

Ketersediaan infrastruktur yang sesuai dengan rencana tata ruang ditandai oleh

berkembangnya jaringan infrastruktur transportasi, terpenuhinya kebutuhan

dasar air, listrik, saluran telekomunikasi dan gas.

Kebutuhan hunian yang dilengkapi dengan sarana prasarana pendukungnya

terus meningkat karena didukung oleh sistem pembiayaan perumahan jangka

panjang dan berekelanjutan, efisien dan akuntabel. Kondisi ini semakin

mendorong terwujudnya kota tampa permukiman kumuh.

RPJM ke-4 (2020 ─ 2024)

Berlandaskan pelaksanaan, pencapaian dan sebagai keberkelanjutan RPJM ke -

3, RPJM ke-4 diarahkan untuk mewujudkan Kota Bogor sebagai kota jasa yang

nyaman dengan masyarakat madani dan pemerintahan amanah melalui

percepatan pembangunan di berbagai bidang dengan menekankan

terbangunnya struktur perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan

kompetitif yang didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas dan

berdaya saing.

Kelembagaan politik dan hukum telah tercipta yang ditandai dengan terwujudnya

konsolidasi demokrasi yang kokoh di berbagai aspek kehidupan politik serta

supremasi hukum, terwujudnya rasa aman dan damai bagi seluruh masyarakat.

Terwujudnya sinergi antara aparat hukum dan masyarakat dalam bidang

keamanan, terwujudnya tata kepemerintahan yang baik, bersih dan berwibawa

yang berdasarkan hukum, serta birokrasi yang profesional dan netral,

terwujudnya masyarakat sipil, masyarakat politik dan masyarakat ekonomi yang

mandiri.

Kesejahteraan masyarakat yang terus meningkat ditunjukkan oleh makin tinggi

dan meratanya tingkat pendapatan masyarakat, mantapnya sumber daya

manusia yang berkualitas dan berdaya saing, antara lain ditandai oleh meningkat

dan meratanya akses, tingkat kualitas dan relevansi pendidikan seiring dengan

makin efisien dan efektifnya manajemen pelayanan pendidikan, meningkatnya

II - 54

Page 55: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

derajat kesehatan dan status gizi masyarakat, meningktanya kesetaraan gender,

serta kesejahteraan dan perlindungan anak. Sumber daya manusia Kota Bogor

diharapkan berkarakter cerdas, tangguh, kompetitif, berakhlak mulia, bermoral

yang dicirikan dengan watak dan perilaku masyarakat yang beragama, beriman

dan bertaqwa kepada tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, toleran terhadap

keberagamaan, bergotong royong, dinamis dan berorientasi iptek.

Struktur perekonomian makin maju dan kokoh dengan daya saing perekonomian

yang kompetitif dan berkembangnya keterpaduan antar sektor.Lembaga

perekonomian sudah tersusun, tertata serta berfungsi dengan baik. Pertumbuhan

ekonomi yang semakin berkualitas dan berkesinambungan dapat dicapai

sehingga pendapatan perkapita pada tahun 2025 mencapai kesejahteraan,

tingkat pengangguran dan penduduk miskin semakin rendah.

2.7 KEBIJAKAN TATA RUANG KOTA BOGOR 1999─2009

Kota Bogor diarahkan menjadi Kota Jasa yang akan diwujudkan melalui :

a. Mengembangkan Perekonomian masyarakat dengan titik berat pada jasa

yang mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya yang ada.

b. Mewujudkan Kota Yang Bersih, Indah, Tertib dan Aman dengan sarana

prasarana perkotaan yang memadai dan berwawasan lingkungan.

c. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang beriman dan

berketerampilan.

d. Mewujudkan pemerintahan kota yang efektif dan efisien serta menjunjung

tinggi supremasi hukum.

e. Pengembangan kota sampai Tahun 2015 diarahkan kepada :

1) Mengerahkan Pembangunan kota yang lebih tegas dalam rangka

upaya pengendalian dan pengawasan

2) perencanaan pembangunan fisik kota baik kualitas maupun

kuantitasnya sehingga dapat memberikan kepastian hukum dalam

pemanfaatan ruang kota.

3) Menciptakan kelestarian lingkungan permukiman dan kegiatan

kota yang merupakan usaha menciptakan hubungan yang serasi antar

II - 55

Page 56: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

manusia dan lingkungannya, yang tercermin dari pola intensitas

penggunaan lahan perkotaan.

Berdasarkan prospek perkembangan yang terjadi, maka arahan pengembangan

tata ruang makro Kota Bogor didasari pada konsep membuka dan meningkatkan

fungsi simpul-simpul pertumbuhan pada seluruh lingkup wilayah pengembangan

(Kecamatan Bogor Barat, Tanah Sareal, Bogor Tengah, Bogor Utara, Bogor

Timur dan Bogor Selatan) dan akan berfungsi sebagai outlet kegiatan

perekonomian (pintu keluar masuk atau gate) dalam konteks pengembangan

Jabodetabek. Pengembangan Wilayah Kota Bogor dibagi menjadi tiga wilayah

Pengembangan ini secara makro bertujuan untuk:

a. Membentuk keterkaitan

(linkages) yang jelas antar pusat-pusat pertumbuhan yang membentuk

satu sistem wilayah yang terintegrasi.

b. Mengarahkan orientasi alur

pergerakan perekonomian baik untuk orientasi pemasaran maupun untuk

memenuhi kebutuhan pertumbuhan

c. Memberikan acuan pada

penyebaran pelayanan yang proporsional dan terstruktur berdasarkan

tingkat dan skala pelayanan.

Berdasarkan karakteristik, kondisi, dan potensi serta arah pengembangan, maka

masing-masing Wilayah Pengembangan akan terdiri atas Wilayah Utama dan

Wilayah Penunjang :

a. Wilayah Utama adalah

wilayah dengan aglomerasi kegiatan ekonomi utama di bagian utara Kota

Bogor, ( Pengembangan Tol R2 – Darmaga) yang kecenderungan

pengembangannya akan membentuk koridor yang terbentang dari Barat ke

Timur. Fungsi wilayah ini adalah sebagai motor penggerak utama

perekonomian Kota Bogor. Fungsi lainnya adalah sebagai pemacu dan pusat

pertumbuhan wilayah belakangnya (hinterland). Kegiatan ekonomi utama di

wilayah ini memiliki keterkaitan yang kuat dengan sistem perekonomian

interregional, yaitu kegiatan ekonomi industri, perdagangan dan jasa,

permukiman.

II - 56

Page 57: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

b. Wilayah Penunjang adalah

wilayah dengan fungsi pendukung dan penopang pertumbuhan ekonomi di

wilayah pengembangan utama (Utara). Wilayah ini terakumulasi di bagian

Barat dan Selatan Kota Bogor (Bogor Barat dan Bogor Timur). Kegiatan basis

di wilayah ini adalah pusat-pusat produksi pertanian lahan kering,

permukiman, dan kegiatan pariwisata.

2.8 HASIL EVALUASI RTRW KOTA BOGOR 1999 ─ 2009

Penyempurnaan RTRW Kota Bogor ini merupakan kegiatan lanjutan dari

kegiatan evaluasi yang telah dilakukan pada tahun sebelumnya (2006) yang

berfungsi sebagai verifikasi berbagai potensi dan permasalahan yang berkaitan

dengan kondisi dan potensi serta pengembangan pembangunan Kota Bogor

untuk diakomodasikan dalam tatanan ruang dalam perspektif 20 (dua puluh)

tahun mendatang.

Isyu utama yang perlu dipertimbangkan dalam Penyempurnaan Rencana Tata

Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bogor yang merupakan fenomena lokal (internal)

antara lain adalah sebagai berikut :

Berdasarkan hasil penilaian pada kegiatan Evaluasi RTRW Kota Bogor 1999-

2009 yang telah dilakukan pada tahun 2006, Rencana Tata Ruang Kota

Bogor berdasarkan dokumen petunjuk teknis penyusunan dan pengkajian

ulang RTRW dalam Kepmen Kimpraswil No. 327/KPTS/M/2002 termasuk

kedalam kategori TIPOLOGI III yang berarti RTRW Kota Bogor selama

periode 1999-2006 mempunyai simpangan internal dan eksternal yang besar,

sehingga direkomendasikan dilakukan peninjauan kembali.

Terus bertambahnya kebutuhan lahan baru untuk permukiman untuk

menampung pertumbuhan penduduk yang cepat (in-migrasi dan natalitas)

yang berimplikasi pada peningkatan kebutuhan lahan permukiman dan

peningkatan kepadatan penduduk di Kota Bogor yang masih cenderung

memusat.

Tingginya pertambahan jumlah penduduk, membutuhkan tambahan sarana

dan prasarana perkotaan serta lapangan kerja.

Besarnya potensi alih fungsi lahan, akibat tuntutan permukiman, kegiatan

perdagangan dan jasa yang membutuhkan ruang.

II - 57

Page 58: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

Kemacetan lalu lintas telah menjadi pemandangan rutin, dan semakin merata

di beberapa tempat karena kurangnya dukungan sistem jaringan jalan serta

sistem perangkutan, serta bercampurnya arus lalu lintas regional dan lokal.

Makin mendominasinya kawasan perdagangan dan jasa pada ruas jalan-

jalan utama yang belum terantisipasi dalam Rencana Pemanfaatan Ruang

1999─2009.

Adanya pelanggaran-pelanggaran terhadap kawasan-kawasan perlindungan

setempat seperti Kawasan Sempadan Sungai, Ruang Terbuka Hijau (RTH),

Sempadan Jalan, dan Sempadan Rel Kereta Api.

Sebagian wilayah Kota Bogor berada pada kawasan potensi bencana

genangan banjir dan longsor sehingga memerlukan konsep-konsep mitigasi

bencana pada pengembangan rencana struktur tata ruang dan arahan pola

pemanfaatan ruangnya.

Ketidak-seimbangan pertumbuhan (imbalance growth) antar wilayah di Kota

Bogor. Ketidak seimbangan pertumbuhan akan mempertajam kesenjangan

kesejahteraan dan sosial-ekonomi yang dapat mengganggu ketertiban

proses pembangunan. Asas demokratisasi ruang dan sinergi wilayah perlu

melandasi RTRW Kota Bogor dalam mengatasi kesenjangan antar wilayah

tersebut.

Pelestarian lingkungan hidup merupakan isyu yang perlu dipertimbangkan

dalam RTRW Kota Bogor, terutama menyangkut okupasi kawasan lindung.

Atas dasar itulah, kegiatan Penyempurnaan RTRW (lanjutan) ini merupakan

kegiatan lanjutan dari evaluasi yang telah dilaksanakan pada Tahun 2006. Fokus

pembahasan adalah pada pengumpulan data primer yang lengkap, detail dan

dapat dipertanggungjawabkan serta analisis atas aspek yang dibutuhkan dalam

perencanaan wilayah (fisik lingkungan, transportasi, sarana dan prasarana kota,

permukiman, ekonomi wilayah, sosial budaya). Hasil dari analisis tersebut

diwujudkan sampai pada kedalaman materi draft awal rencana struktur ruang

wilayah Kota Bogor.

II - 58

Page 59: FINAL KOMPILASI BAB II Tinjauan Kota Bogor Dalam Konteks Regional Dan Lokal

II - 59