firda inayati harista (skripsi)repository.ub.ac.id/331/1/firda inayat harista.pdf · lembar...
TRANSCRIPT
SEBARAN STATUS BAHAN ORGANIK SEBAGAI DASAR KEGIATAN PENGELOLAAN KESUBURAN TANAH PADA PERKEBUNAN TEBU
(Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING BERPASIR DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X DJENGKOL, KEDIRI
Oleh FIRDA INAYATI HARISTA
135040207111015
JURUSAN TANAH MINAT MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
SEBARAN STATUS BAHAN ORGANIK SEBAGAI DASAR KEGIATAN PENGELOLAAN KESUBURAN TANAH PADA PERKEBUNAN TEBU
(Saccharum officinarum L.) LAHAN KERING BERPASIR DI PT. PERKEBUNAN NUSANTARA X DJENGKOL, KEDIRI
Oleh FIRDA INAYATI HARISTA
135040207111015
SKRIPSI
Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh
Gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S-1)
JURUSAN TANAH MINAT MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2017
PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan hasil
penelitian saya sendiri, dengan bimbingan komisi pembimbing. Skripsi ini tidak
pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi manapun dan
sepanjang pengetahuan saya juga terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis
atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya
dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, 29 Mei 2017
Firda Inayati Harista
LEMBAR PERSETUJUAN
Judul Penelitian : Sebaran Status Bahan Organik sebagai Dasar Kegiatan
Pengelolaan Kesuburan Tanah pada Perkebunan Tebu
(Saccharum officinarum L.) Lahan Kering Berpasir di PT.
Perkebunan Nusantara X Djengkol, Kediri
Nama Mahasiswa : Firda Inayati Harista
NIM : 135040207111015
Jurusan : Tanah
Program Studi : Agroekoteknologi
Laboratorium : PSISDL
Menyetujui : Dosen Pembimbing
Disetujui
Pembimbing Utama,
Prof. Dr. Ir. Soemarno, MS. NIP. 19550817 198003 1 003
Diketahui,
Ketua Jurusan Tanah
Prof. Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU. NIP. 19540501 198103 1 006
Tanggal Persetujuan :
LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan
MAJELIS PENGUJI
Penguji I
Prof. Dr. Ir. Sugeng Prijono, SU NIP. 19580214 198503 2 001
Penguji II
Prof. Dr. Ir. Soemarno, MS NIP. 19550817 198003 1 003
Penguji III
Danny Dwi Saputra, SP.,MSi NIK. 201106 860317 1 001
Penguji IV
Aditya Nugraha Putra, SP.,MP NIK. 201609 891227 1 001
Tanggal Lulus :
LEMBAR PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk kedua orang tua saya
Bapak Djohar Tantowi Suhadak dan Ibu Nur Isnaini
dengan penuh rasa hormat, sayang dan cinta
RINGKASAN
Firda Inayati Harista. 135040207111015. Sebaran Status Bahan Organik sebagai Dasar Kegiatan Pengelolaan Kesuburan Tanah pada Perkebunan Tebu (Saccharum officinarum L.) Lahan Kering Berpasir di PT. Perkebunan Nusantara X Djengkol, Kediri. Di bawah bimbingan Soemarno
Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas utama dan penting sebagai penyedia bahan baku industri gula di Indonesia. Di wilayah Indonesia tanaman tebu dapat ditanam baik di lahan basah (sawah) maupun di lahan kering (tegalan). Produktivitas tanaman tebu khususnya di wilayah penelitian terjadi secara fluktuatif. Hal ini disebabkan penurunan tingkat kesuburan tanah yang juga terus menurun dan telah mencapai pada titik kritis. Penurunan tingkat kesuburan tanah dapat disebabkan penanaman tanaman tebu secara terus menerus tanpa adanya pengelolaan yang berlanjut.
Kesuburan tanah menunjukkan ketersediaan unsur hara baik secara alami maupun potensial oleh tanah dalam memberikan daya dukung pertumbuhan tanaman yang dapat dilihat dari aspek fisika, kimia maupun biologi tanah. Pengelolaan kesuburan tanah menjadi sangat penting disebabkan hasil produksi dari tanaman bergantung dari kondisi tanah yang ada. Salah satu kegiatan pengelolaan kesuburan tanah dapat dilakukan melalui upaya peningkatan kadar bahan organik. Salah satu hal yang dapat memudahkan dalam mengetahui sebaran status bahan organik sebagai upaya pengelolaan kesuburan tanah adalah dengan melakukan analisis laboratorium dan dikembangkan dalam bentuk peta. Dengan adanya peta status bahan organik dapat memudahkan dalam perbaikan kesuburan tanah sehingga dapat memperbaiki fungsi tanah terhadap daya dukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam hal ini adalah tanaman tebu serta tindakan pengelolaan yang tepat untuk memperbaiki kondisi yang ada.
Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai Maret 2017. Tempat penelitian terdapat pada kebun PT. Perkebunan Nusantara X wilayah Plosoklaten, Kediri pada 3 wilayah kerja HGU (Hak Guna Usaha). Kegiatan pembuatan peta survei dilakukan di Laboratorium SIG Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya. Kegiatan analisis bahan organik dilakukan di Laboratorium Tanah dan Pupuk Pusat Penelitian Gula PT. Perkebunan Nusantara X Djengkol.
Hasil analisis kadar bahan organik di kebun berkisar antara 0,9% sampai dengan 3,5% dengan sebaran status rendah sampai sedang. Sebaran bahan organik dengan status rendah tersebar di wilayah kerja HGU 1 dan sebagian dari HGU 2 serta 3. Sedangkan bahan organik dengan status sedang tersebar di sebagian wilayah kerja HGU 2 dan sebagian besar HGU 3. Bahan organik dan N terdapat hubungan korelasi yang kuat yaitu 0,64 dengan tingkat keeratan sangat erat yaitu 0,96. Selain itu, bahan organik dan C/N ratio memiliki hubungan korelasi yang lemah yaitu 0,39 dengan tingkat keeratan sangat erat yaitu 0,94. Dan bahan organik tidak ada pengaruh positif dari peningkatan atau penurunan kadar bahan organik terhadap kondisi pH tanah yang dihasilkan.
SUMMARY
Firda Inayati Harista. 135040207111015. Distribution Status of Organic Materials as the Basic Activity of Soil Fertility Management Program at the Sugarcane Plantation (Saccharum officinarum L.) Sandy Dryland in PT. Perkebunan Nusantara X Djengkol, Kediri. Under the guidance of Soemarno as supervisor
Sugarcane (Saccharum officinarum L.) is one of the main and important commodities as a provider of raw materials for the sugar industry in Indonesia. In Indonesia, sugarcane crops can be planted both in wetland (wetland) and in dry land (moor). The productivity of sugarcane especially in the research area is fluctuating. This is due to the decrease in soil fertility which also continues to decline and has reached a critical point. Decreased soil fertility can be caused by continuous planting of sugar cane without continuous management.
Soil fertility indicates the availability of nutrients both naturally and potentially by the soil in providing plant growth supportability that can be seen from the physics, chemical and biological aspects of the soil. Soil fertility management becomes very important because the production of the plant depends on the condition of the soil. One of the activities of soil fertility management can be done through efforts to increase levels of organic matter. One of the things that can facilitate in knowing the distribution of criteria of organic materials as an effort to manage soil fertility is to conduct laboratory analysis and developed in the form of maps. With the map criteria of organic materials can facilitate the improvement of soil fertility so as to improve the function of soil to the carrying capacity of growth and development of plants in this case is sugarcane crops and appropriate management measures to improve the existing conditions.
The research was do from December 2016 to March 2017. Survey map making activities were conducted at GIS Laboratory of Soil Department, Faculty of Agriculture, Universitas Brawijaya. Organic matter analysis activities conducted in Soil Laboratory and Fertilizer Research Center of Sugar PT. Perkebunan Nusantara X Djengkol. The place of study is in the garden of PT. Perkebunan Nusantara X of Plosoklaten, Kediri.
Levels of organic matter in the garden ranged from 0.9% to 3.5% with the distribution of low to moderate criteria. Distribution of organic materials with low criteria spread in the working area of HGU 1 and part of HGU 2 and 3. While organic materials with criteria are being spread in some working areas of HGU 2 and most of HGU 3. Organic materials and N have a strong correlation relationship that is 0.64 with a very close closeness of 0.96. In addition, organic matter and C / N ratio has a weak correlation relationship that is 0.39 with a very close closeness of 0.94. And organic matter there is no positive effect of increasing or decreasing the level of organic material to the condition of soil pH produced.
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas limpahan Rahmat serta
Hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan akhir penelitian berjudul
Sebaran Status Bahan Organik sebagai Dasar Kegiatan Pengelolaan Kesuburan
Tanah pada Perkebunan Tebu (Saccharum officinarum L.) Lahan Kering Berpasir
di PT. Perkebunan Nusantara X Djengkol, Kediri Laporan akhir penelitian ini
diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan studi serta dalam
rangka memperoleh gelar Sarjana Pertanian Strata-1 pada Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya. Sholawat serta
salam semoga senantiasa tercurahkan kepada junjungan besar Nabi Muhammad
SAW, yang telah membimbing kita semua.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang membantu dalam terselesaikannya kegiatan penelitian ini antara lain:
1. Prof. Dr. Ir. Zaenal Kusuma, SU selaku Ketua Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya.
2. Prof. Dr. Ir. Soemarno, MS selaku dosen pembimbing untuk semua nasehat
serta bimbingan kepada penulis.
3. Majelis Penguji (Prof. Dr. Ir. Sugeng Prijono, SU; Danny Dwy Saputra,
SP.,M.Si; dan Aditya Nugraha Putra, SP.MP) yang telah memberikan
bimbingan dan perbaikan penulisan laporan akhir penelitian kepada penulis.
4. Orang tua (Bapak Djohar Tantowi Suhadak dan Ibu Nur Isnaini) yang selalu
memberikan doa dan dukungan baik material maupun non-material.
5. Pimpinan dan segenap karyawan serta karyawati Pusat Penelitian Gula PT.
Perkebunan Nusantara X Djengkol yang memberikan izin dan kesempatan
untuk kegiatan penelitian.
6. Segenap dosen dan karyawan serta karyawati Jurusan Tanah Fakultas
Pertanian Universitas Brawijaya.
7. Sahabat penelitian (Rula Etika Sari) yang selalu berkerjasama dan membantu
selama proses penelitian.
8. Tim Hore (Uti Indah, Uti Rula, Uti Mita, Uti Suntyas) yang selalu
memberikan bantuan, dukungan, semangat dan kebersamaan sampai saat ini.
ii
9. Kelompok belajar (Anita, Irma, Putri, Saras, Chintya, Sitha, Bunga, Fauzan,
Abi, Febrian, Ezar, Eki, dan Dedi) yang selalu memberikan semangat dan
motivasi selama proses penyusunan proposal sampai laporan akhir penelitian.
10. Teman-teman soi13r
bantuan, dukungan serta kebersamaan hingga saat ini.
11. Semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan selama
kegiatan penelitian sampai terselesaikannya penulisan ini.
Penulis menyadari bahwa hasil penelitian ini belum sempurna dan masih
perlu dikembangkan lebih lanjut lagi. Oleh karena itu, saran dan kritik dari
pembaca penulis harapkan untuk perbaikan penulisan selanjutnya. Semoga
laporan akhir penelitian ini dapat memberikan tambahan ilmu dan wawasan bagi
pembaca dan khususnya bagi penulis juga.
Malang, 29 Mei 2017
Penulis
Firda Inayati Harista
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kediri pada tanggal 13 September 1994 dan merupakan
anak tunggal dari pasangan Bapak Djohar Tantowi Suhadak dan Ibu Nur Isnaini.
Penulis mengikuti jenjang TK di TK Aisyiyah Bustanul Athfal Ngadiluwih,
Kediri pada tahun 1999-2001. Tahun 2001, penulis melanjutkan ke jenjang SD di
SD Muhammadiyah 1 Ngadiluwih, Kediri sampai tahun 2007. Penulis
melanjutkan sekolah jenjang SMP di MTsN. Kediri 2 sampai tahun 2010. Tahun
2010, penulis melanjutkan ke jenjang SMA di MAN 3 Kota Kediri sampai tahun
2013. Tahun 2013 penulis lulus seleksi masuk Universitas Brawijaya melalui jalur
SPMK di Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian dan memasuki
semester 5 masa perkuliahan penulis mengambil fokus di laboratorium Pedologi
dan Sistem Informasi Sumberdaya Lahan Jurusan Tanah Fakultas Pertanian.
Semasa kuliah, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Dasar
Perlindungan Tanaman, Hama Penting Penyakit Tanaman, Survei Tanah dan
Evaluasi Lahan, dan Analisis Landskap Terpadu. Penulis pernah aktif dalam
kepanitiaan Program Orientasi Terpadu (POSTER), Pemilihan Wakil Mahasiswa
(PEMILWA) FP UB, Pemilihan Raya (PEMIRA) UB, Studi Lapang CADS,
Pengabdian Masyarakat CADS, Soil Launch Anniversary of HMIT (SLASH), dan
Galang Mitra dan Kenal Profesi (GATRAKSI) MSDL. Selain itu, penulis juga
menjadi anggota muda dan pengurus harian CADS (Center for Agriculture
Development Studies) dan HMI (Himpunan Mahasiswa Islam).
iv
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL PERNYATAAN LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PERSEMBAHANii RINGKASAN SUMMARY KATA PENGANTAR ........................................................................................... i DAFTAR RIWAYAT HIDUP ............................................................................. iii DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv DAFTAR TABEL ................................................................................................ vi DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix I. PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang ........................................................................................ 1 1.2. Tujuan ..................................................................................................... 3 1.3. Manfaat ................................................................................................... 3 1.4. Hipotesis ................................................................................................. 4 1.5. Alur Pikir ................................................................................................ 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 5 2.1 Klasifikasi Tanaman Tebu ...................................................................... 5 2.2 Morfologi dan Biologi Tanaman Tebu ................................................... 5 2.3 Syarat Penanaman Tebu .......................................................................... 6 2.4 Karakteristik Tanah Berpasir .................................................................. 7 2.5 Kesuburan Tanah .................................................................................... 8 2.6 Bahan Organik ...................................................................................... 10 2.7 Sistem Informasi Geografis .................................................................. 11 2.8 Metode Interpolasi Inverse Distance Weighted (IDW) ........................ 12
III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 13 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 13 3.2 Alat dan Bahan Penelitian ..................................................................... 13 3.3 Pelaksanaan Penelitian .......................................................................... 14 3.4 Tahapan Penelitian ................................................................................ 16
IV. KONDISI UMUM WILAYAH ................................................................... 22 4.1 Administratif ......................................................................................... 22 4.2 Jenis Tanah............................................................................................ 22 4.3 Kelerengan ............................................................................................ 23 4.4 Geologi .................................................................................................. 24
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 27
v
5.1. Pengelolaan Kebun ............................................................................... 27 5.2. Sebaran Status Bahan Organik.............................................................. 31 5.3. Sebaran Status C/N Tanah .................................................................... 33 5.4. Validasi Sebaran Status Bahan Organik dan C/N Ratio ....................... 34 5.5. Pengaruh Bahan Organik terhadap Unsur Kesuburan Tanah ............... 35
VI. PENUTUP .................................................................................................... 45 6.1. Kesimpulan ........................................................................................... 45 6.2. Saran ..................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 46 LAMPIRAN ........................................................................................................ 50
vi
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman Teks 1. Keterangan Satuan Peta Lahan .................................................................... 17 2. Parameter dan Metode Analisis Sampel Tanah ........................................... 18 3. Status Bahan Organik .................................................................................. 19 4. Status N Tanah ............................................................................................. 19 5. Status C/N Tanah ......................................................................................... 19 6. Status pH Tanah ........................................................................................... 20 7. Kelerengan Kebun HGU .............................................................................. 24 8. Gelologi Kebun HGU .................................................................................. 26 9. Luas dan Sebaran Bahan Organik ................................................................ 32 10. Luas dan Sebaran C/N Tanah ...................................................................... 34 11. Hasil Analisis Sampel Tanah ....................................................................... 54 12. Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov ......................................................... 59 13. Uji t-berpasangan ......................................................................................... 59
vii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman Teks 1. Alur Pikir Penelitian ...................................................................................... 4 2. Peta Kebun PT. Perkebunan Nusantara X wilayah Djengkol, Kediri .......... 13 3. Alur Pelaksanaan Penelitian......................................................................... 15 4. Satuan Peta Lahan Kebun PTPN X ............................................................. 17 5. Peta Titik Pengamatan Kebun PTPN X ....................................................... 18 6. Peta Titik Validasi Kebun PTPN X ............................................................. 21 7. Peta Administrasi Kebun PTPN X ............................................................... 22 8. Peta Jenis Tanah Kebun PTPN X ................................................................ 23 9. Peta Kelerengan Kebun PTPN X ................................................................. 24 10. Peta Geologi Kebun PTPN X....................................................................... 25 11. Pengelolaan Tanah dengan Pembajakan ...................................................... 27 12. Penyiraman Tanaman (bibit budchip) di Kebun .......................................... 28 13. Penyediaan Bibit .......................................................................................... 29 14. Pemupukan di Kebun ................................................................................... 29 15. Aplikasi Kompos di Kebun secara Manual.................................................. 30 16. Aplikasi Pupuk Organik Cair di Kebun ....................................................... 30 17. Aplikasi Trash Management atau Klentek ................................................... 31 18. Peta Sebaran Status Bahan Organik Kebun PTPN X .................................. 32 19. Peta Sebaran C/N ratio Kebun PTPN X....................................................... 33 20. Hasil Analisis BO, N, pH dan C/N ratio pada SPL 1................................... 37 21. Hasil Analisis BO, N, pH dan C/N ratio pada SPL 2................................... 38 22. Hasil Analisis BO, N, pH dan C/N ratio pada SPL 3................................... 40 23. Hasil Analisis BO, N, pH dan C/N ratio pada SPL 4................................... 42 24. Hasil Analisis BO, N, pH dan C/N ratio pada SPL 5................................... 43 25. Cara Kerja Pembuatan Standar Analisis Bahan Organik ............................. 50 26. Cara Kerja Analisis Sampel Bahan Organik ................................................ 51 27. Cara Kerja Analisis Kadar Air ..................................................................... 52 28. Cara Kerja Analisis pH tanah ...................................................................... 52 29. Cara Kerja Analisis N Tanah ....................................................................... 53 30. Pengambilan Sampel Tanah di Lapang ........................................................ 60 31. Pengeringan Sampel Tanah di Ruang Pengeringan (Kering Angin) ........... 60 32. Pengayakan Sampel Tanah .......................................................................... 60 33. Penimbangan Sampel Tanah ........................................................................ 60 34. Pembuatan larutan standar analisis (glukosa 5000 ppm) ............................. 60 35. Penambahan K2Cr2O7 .................................................................................. 60 36. Penambahan H2SO4 pekat ............................................................................ 61 37. Penambahan Aquades .................................................................................. 61 38. Penghomogenan Larutan Standar dan Sampel ............................................ 61
viii
39. Analisis dalam Spektrofotometer ................................................................. 61 40. Penambahan Aquades untuk Analisis pH .................................................... 61 41. Pengocokan dengan shaker .......................................................................... 61 42. Analisis pH dengan pH meter ...................................................................... 62 43. Pengovenan Sampel untuk Analisis Kadar Air ............................................ 62
ix
DAFTAR LAMPIRAN Nomor Halaman Teks 1. Cara Kerja Analisis Laboratorium ............................................................... 50 2. Hasil Analisis Bahan Organik ...................................................................... 54 3. Uji Normalitas .............................................................................................. 59 4. Uji t-berpasangan ......................................................................................... 59 5. Dokumentasi ................................................................................................ 60
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tebu (Saccharum officinarum L.) merupakan salah satu komoditas utama dan
penting sebagai penyedia bahan baku industri gula di Indonesia. Di wilayah
Indonesia tanaman tebu dapat ditanam baik di lahan basah (sawah) maupun di lahan
kering (tegalan). Salah satu hal yang penting dalam pengelolaan dan budidaya
tanaman tebu adalah hasil rendemen tebu yang dapat dicerminkan melalui
produktivitas tanaman tebu yang optimal. Pengembangan tanaman tidak bisa jauh
dari syarat tumbuh tanaman, sehingga informasi terkait kesuburan tanah dapat
membantu memudahkan pengambilan keputusan pada masa pra tanam sampai
panen tanaman untuk perbaikan tanah sekaligus peningkatan produksi tanaman di
lahan.
Salah satu upaya yang dapat membantu meningkatkan produktivitas tanaman
tebu adalah dengan mengetahui status kesuburan tanah di wilayah penanaman atau
pengembangan tanaman. Kesuburan tanah menunjukkan ketersediaan unsur hara
baik secara alami maupun potensial oleh tanah dalam memberikan daya dukung
pertumbuhan tanaman yang dapat dilihat dari aspek fisika, kimia maupun biologi
tanah. Dengan demikian pengelolaan kesuburan tanah pada masing-masing wilayah
akan membutuhkan metode yang berbeda dalam mengatasi dan meningkatkan
status kesuburan tanah. Status kesuburan tanah menunjukkan ketersediaan unsur
hara baik makro maupun mikro dan merupakan suatu perihal yang sangat penting
dalam membantu meningkatkan potensi produksi dan keberlanjutan dalam
budidaya tanaman.
Pengelolaan kesuburan tanah menjadi sangat penting disebabkan hasil
produksi dari tanaman bergantung dari kondisi tanah yang ada. Salah satu kegiatan
pengelolaan kesuburan tanah dapat dilakukan melalui upaya peningkatan kadar
bahan organik. Menurut Dariah (2007), bahan organik merupakan salah satu bahan
pembenah tanah yang mampu memperbaiki baik dari aspek fisik, kimia, maupun
biologi tanah. Kondisi bahan organik inilah yang dijadikan dasar tindakan
pengelolaan di kebun pertanaman. Menurut Hardjowigeno (2007), pengelolaan
bahan organik dalam tanah dapat memperbaiki porositas dalam tanah yang secara
berkesinambungan dapat memudahkan akar dalam menembus tanah untuk
2
menyerap unsur hara yang ada dan disediakan oleh tanah. Informasi dari status
bahan organik sebagai upaya pengelolaan kesuburan tanah dapat diketahui dengan
melakukan analisis laboratorium dan survei di lapangan secara langsung.
Kediri merupakan salah satu wilayah pengembangan tanaman tebu dan industri
gula. Terdapat beberapa wilayah perkebunan dan kebun percobaan perusahaan
pengembangan tebu yang tersebar di wilayah Kediri, namun pengembangan
tanaman tebu di wilayah Kediri selama ini belum berlangsung secara maksimal dan
berlanjut. Hal tersebut dapat dilihat dari sebagian besar petani di wilayah Kediri
masih membakar lahan bekas tanaman tebu. Pembakaran lahan ini akan
mempengaruhi keberlanjutan kondisi kesuburan tanah, karena tidak tersedianya
bahan makan jasad renik dan ketidakefisienan pengelolaan sisa tanaman tebu.
Kondisi tanah di wilayah Kediri didominasi oleh tanah-tanah yang mempunyai
tekstur berpasir. Kondisi ini dipengaruhi oleh aktivitas Gunung Kelud. Aktivitas
Gunung Kelud sampai saat ini masih sangat aktif dan masih berpotensi tinggi
meletus sewaktu-waktu. Aktivitas gunung berapi sangat mempengaruhi kondisi
tanah sebab saat meletus akan mengeluarkan material-material dari dalam perut
bumi salah satunya pasir dalam jumlah yang cukup tinggi. Kondisi tanah yang
didominasi pasir dan berasal dari aktivitas gunung berapi pada dasarnya
memberikan efek positif untuk kesuburan tanah, namun harus dikelola dan
dipertahankan dengan baik dan beanr sesuai kondisi yang ada di lapangan. Kondisi
tanah berpasir perlu dikelola sebab memiliki beberapa permasalahan seperti
struktur yang jelek, berbutir tunggal lepas, kemampuan menyerap dan menyimpan
air yang rendah dan peka terhadap pencucian unsur hara (Hardjowigeno, 2007).
Kondisi tanah selama ini selalu berbanding lurus dengan kesuburan tanah sehingga
keduanya saling mendukung dan mempengaruhi dalam proses perbaikan tanah.
Penelitian ini dilaksanakan di kebun percobaan Pusat Penelitian Gula PT.
Perkebunan Nusantara X Djengkol, Plosokidul, Kediri yang merupakan sentra
penanaman tebu di wilayah Kediri. Penanaman tanaman tebu ini membutuhkan
unsur bahan organik yang cukup tinggi untuk mendukung produksinya. Penanaman
tebu yang dilakukan secara terus menerus menyebabkan penurunan kadar bahan
organik dalam tanah. Penurunan kadar bahan organik tersebut menyebabkan
produksi tanaman terjadi secara fluktuatif dari tahun ke tahun yang secara langsung
3
dan tidak langsung akan berpengaruh terhadap perekonomian khususnya dari sektor
perkebunan.
Salah satu hal yang dapat memudahkan dalam mengetahui sebaran status bahan
organik sebagai upaya pengelolaan kesuburan tanah adalah dengan melakukan
analisis laboratorium dan dikembangkan dalam bentuk peta. Pemetaan digital kadar
bahan organik dan kesuburan tanah ini merupakan penciptaan dan pengisian sistem
informasi tanah dengan menggunakan metode observasi lapangan dan laboratorium
yang digabungkan dengan pengelolaan data secara spasial dan non-spasial
(Ardianto, 2011). Dengan adanya peta status bahan organik dapat memudahkan
dalam perbaikan kesuburan tanah sehingga dapat memperbaiki fungsi tanah
terhadap daya dukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman dalam hal ini
adalah tanaman tebu serta tindakan pengelolaan yang tepat untuk memperbaiki
kondisi yang ada. Dengan adanya ketersediaan peta kesuburan tanah secara digital
dapat diketahui kondisi unsur hara tanah secara akurat, sehingga rekomendasi
terhadap pemupukan dapat dilakukan secara lebih efektif dan efisien.
1.2. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Status bahan organik di kebun PT. Perkebunan Nusantara X wilayah Djengkol,
Kediri.
2. Sebaran status bahan organik di kebun PT. Perkebunan Nusantara X wilayah
Djengkol, Kediri.
3. Pengaruh status bahan organik terhadap ketersediaan N. pH dan C/N ratio
dalam pengelolaan kesuburan tanah di kebun PT. Perkebunan Nusantara X
wilayah Djengkol, Kediri.
1.3. Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi estimasi status
dan sebaran bahan organik melalui peta digital sehingga dapat memudahkan
pengambilan keputusan dalam pengelolaan kesuburan tanah di kebun PT.
Perkebunan Nusantara X wilayah Djengkol, Kediri.
4
1.4. Hipotesis
1. Status bahan organik tanah di kebun PT. Perkebunan Nusantara berada pada
tingkat rendah sampai sedang .
2. Sebaran status bahan organik tanah di kebun PT. Perkebunan Nusantara pada
kondisi beragam .
3. Bahan organik tanah berhubungan erat dengan ketersediaan unsur hara lain
dalam kegiatan pengelolaan kesuburan tanah di kebun PT. Perkebunan
Nusantara X.
1.5. Alur Pikir
Gambar 1. Alur Pikir Penelitian
Tebu adalah salah satu komoditas utama perkebunan
Budidaya tebu berlangsung intensif dan berlanjut tidak sebanding dengan pengelolaan kesuburan tanah yang dilakukan
Tanah berpasir cepat meloloskan unsur hara menyebabkan penurunan kadar hara
Penurunan status kesuburan tanah semakin meningkat perbaikan dengan bahan organik
Kurangnya informasi terkait sebaran dan status kesuburan tanah sehingga diperlukan informasi digital berupa peta sebaran kriteria bahan organik sebagai
upaya pengelolaan kesuburan di kebun percobaan
Pengumpulan data-data terkait pengelolaan kesuburan tanah dan analisis laboratorium
Pembuatan peta sebaran status kesuburan tanah dan rekomendasi kegiatan pengelolaan kesuburan tanah
Batasan Penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Klasifikasi Tanaman Tebu
Tanaman tebu (Saccharum officinarum L.) telah dikenal sejak abad yang lalu
oleh beberapa bangsa-bangsa seperti Persia, Cina, India dan kemudian menyusul
bangsa Eropa. Pada tahun 400-an tanaman tebu mulai ditemukan dan tumbuh di
Pulau Jawa dan Sumatera yang dibudidayakan secara komersial oleh imigran asal
Cina. Tebu merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis sampai dengan
sub-tropis. Di Indonesia, sentra perkebunan tebu tersebar di daerah Jawa Timur,
Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sumatera Selatan, Sumatera Utara,
Lampung, Sulawesi Selatan dan Gorontalo (Dirjenbun, 2009).
Klasifikasi tanaman tebu antara lain:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledone
Ordo : Glumiflora
Famili : Graminae
Genus : Saccharum
Spesies : Saccharum officinarum L. (Indrawanto dkk, 2010).
2.2. Morfologi dan Biologi Tanaman Tebu
Menurut Indrawanto dkk (2010), secara morfologi dan biologi, tanaman tebu
dapat dibagi atas beberapa bagian, antara lain:
a. Batang
Batang tebu terdiri lurus dan beruas-ruas yang dibatasi dengan buku-buku dan
pada setiap buku terdapat mata tunas. Diameter batang tanaman antara 3-5 cm
dengan tinggi batang antara 2-5 m serta tidak memiliki cabang.
b. Akar
Akar tanaman tebu termasuk akar serabut, tidak panjang dan tumbuh dari
cincin tunas anakan.
6 c. Daun
Daun tebu terbentuk busur panah seperti pita, berseling kanan dan kiri,
berpelepah seperti daun jagung dan tidak bertangkai. Tulang daun tanaman tebu
sejajar dengan lekuk dibagian tengah. Tepi daun kadang-kadang bergelombang
serta berbulu.
d. Bunga
Bunga tanaman tebu berupa malai dengan panjang 50-80 cm. Cabang bungan
pada tahap pertama berupa karangan bunga dan pada tahap selanjutnya berupa
tandan dengan 2 bulir yang memiliki panjang 3-4 mm. Terdapat pula benangsari
puti dengan 2 kepala putik dan bakal biji.
e. Buah
Buah dari tanaman tebu seperti padi, memiliki satu biji dengan besar lembaga
1/3 panjang biji. Biji tanaman tebu dapat ditanam di kebun percobaan untuk
mendapatkan jenis baru hasil persilangan yang lebih unggul.
2.3. Syarat Penanaman Tebu
Syarat tumbuh tebu yang perlu diperhatikan terbagi atas dua hal, antara lain:
a. Iklim Syarat penanaman lain menurut Indrawanto dkk (2010), tanaman tebu dapat
tumbuh dengan baik pada daerah dengan curah hujan 1000-1300 mm/tahun
dengan sekurang-kurangnya 3 bulan kering. Pertumbuhan tanaman tebu tidak
lepas dengan kecepatan angin, yang mana kecepatan angin kurang dari 10
km/jam pada siang hari akan berdampak positif untuk pertumbuhan sedangkan
kecepatan yang melebihi 10 km/jam akan mengganggu pertumbuhan tanaman
bahkan tanaman dapat patah dan roboh. Tanaman tebu membutuhkan
penyinaran 12-14 jam setiap harinya. Proses asimilasi akan terjadi secara
optimal, apabila daun tanaman memperoleh radiasi penyinaran matahari secara
penuh sehingga cuaca yang berawan pada siang hari akan mempengaruhi
intensitas penyinaran dan berakibat pada menurunnya proses fotosintesa
sehingga pertumbuhan terhambat (Irvine, 1975; Inman-Bamber, 1994; Muchow
et al., 1994; Sinclair and Muchow, 1999; van Heerden et al., 2010).
7 b. Tanah
Tanaman tebu dapat tumbuh pada berbagai macam tanah. Tanaman tebu akan
tumbuh baik pada tanah bertekstur lempung berliat, lempung berpasir dan
lempung berdebu, dengan kedalaman solum yang cukup dalam (0,5 1,0 m) dan
drainase baik. Kondisi lain yang dapat mendukung pertumbuhan tanaman tebu
dengan baik yaitu pH tanah yang sesuai untuk pertanaman tebu yaitu berkisar
5,5-7,0 yang mana pada pH tersebut akar tanaman dapat tumbuh dan menyebar
dengan cukup baik dan kebutuhan unsur hara tanaman oleh tanah dapat tercukupi
dan terpenuhi cukup baik (Sutardjo, 2002; Blum et al., 2012). Jenis tanah,
tanaman tebu dapat tumbuh baik pada berbagai jenis tanah seperti tanah alluvial,
grumosol, latosol, dan regosol dengan ketinggian antara 0-1400 m diatas
permukaan laut dengan kondisi lahan yang paling sesuai kurang dari 500 m
diatas permukaan laut. Kemiringan lahan sebaiknya kurang dari 8-15%
(Indrawanto dkk, 2010).
2.4. Karakteristik Tanah Berpasir
Tanah berpasir merupakan media tanam yang memiliki kemampuan mengikat
air sangat rendah karena tersusun dari 70% partikel tanah berukuran besar yaitu
0,02-2 mm. Tanah berpasir memiliki tekstur kasar, dicirikan dengan adanya ruang
pori besar diantara butir-butir penyusunnya, kondisi tersebut menyebabkan tanah
berpasir memiliki struktur yang lepas dan cenderung gembur (Sinulingga dan
Darmanti, 2000). Menurut Izzati (2015) tanah pasir merupakan jenis tanah yang
memiliki kandungan bahan organik yang rendah dan perlu dioptimalkan
penggunaannya untuk memperbaiki kesuburan. Tanah berpasir merupakan salah
satu jenis tanah yang tidak subur, memiliki kandungan unsur hara yang rendah serta
tidak produktif untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan tanaman
budidaya diatasnya (Hanafiah, 2005). Tanah dengan butir-butir yang terlalu kasar
(pasir) tidak dapat menahan air dan unsur hara, sehingga tanaman yang tumbuh
pada tanah jenis ini mudah sekali mengalami kekeringan dan kekurangan unsur hara
(Ruijter dan Agus, 2004). Sifat tanah pasir yang memiliki kecenderungan daya
dukung budidaya pertanian yang sangat rendah tersebut harus dilakukan upaya
perbaikan. Mengelola tanah bertekstur kasar (partikel pasir lebih dominan) agak
8 sulit dikarenakan tekstur dan struktur tanahnya lebih sulit diubah. Tanah jenis ini
tidak terlalu subur dan mudah kering. Tanah berpasir memerlukan proses granulasi,
sehingga hanya ada satu cara yang praktis untuk mengatasinya yaitu dengan
penambahan bahan organik seperti kompos dan pupuk kandang dalam jumlah
banyak (Novizan, 2002). Menurut Blanco dan Lal (2008), kandungan bahan
organik tanah sangat dipengaruhi oleh intensitas dan tipe pengolahan lahan.
Pengelolaan tanah untuk kegiatan budidaya tebu pada tanah-tanah berpasir harus
dilakukan dengan benar dan tepat, sebab pengelolaan yang kurang tepat dapat
mengakibatkan erosi dan limpasan permukaan, penurunan C-Organik dan
penurunan stabilitas agregat (Syukur, 2002; Cherubin, et al., 2015; Cherubin et al.,
2016; Mthimkhulu et al., 2016; Cherubin et al., 2016).
2.5. Kesuburan Tanah
Menurut Sutanto (2002), kesuburan tanah adalah kemampuan tanah untuk
memasok hara pada tanaman dalam jumlah yang seimbang. beberapa faktor yang
memperngaruhi kesuburan tanah adalah cadangan hara, ketersediaan hara, dan
besarnya pasokan hara. Sedangkan menurut Notohadiprawiro dkk (2006),
kesuburan tanah adalah mutu tanah untuk bercocok tanam yang ditentukan oleh
interaksi sejumlah sifat fisik, kimia maupun biologi bagian tubuh tanah yang
menjadi habitat akar-akar tanaman.
Tanah yang subur adalah tanah yang mempunyai profil yang dalam (kedalaman
yang sangat dalam melebihi 150 cm); strukturnya gembur; pH 6,0-7,5; kandungan
unsur haranya yang tersedia bagi tanaman adalah cukup; dan tidak terdapat faktor
pembatas dalam tanah untuk pertumbuhan tanaman (Sutedjo, 2002; Souza et al.,
2012).
Menurut Handayanto (2014), faktor-faktor yang mempengaruhi kesuburan
tanah terdiri atas dua faktor yaitu secara alam dan buatan. Faktor alam terdiri dari:
a. Bahan Induk
Pengaruh terhadap kesuburan tanah terkait dengan komposisi kimia dari bahan
induk penyusun, baik bahan induk setempat maupun bahan yang berasal dari
tempat lain.
9 b. Topografi
Topografi berpengaruh terhadap kesuburan tanah melalui pengaruhnya terhadap
drainase, limpasan permukaan, dan iklim mikro. Wilayah dengan topografi yang
lebih tinggi dan curam memiliki kesuburan yang lebih rendah dibandingkan
dengan wilayah yang relatif datar dan landai.
c. Umur Tanah
Umur tanah mencerminkan pengaruh kombinasi dari proses-proses
pembentukan tanah. Tanah yang berusia tua akan memiliki tingkat kesuburan
tanah yang rendah karena pengaruh pertanian intensif. Untuk tanah yang terlalu
muda juga kurang subur karena proses pembentukan tanah masih berlangsung,
dan tanah dewasa merupakan tanah yang relatif subur.
d. Iklim
Iklim pada pengelolaan kesuburan tanah berhubungan erat dengan proses
dekomposisi bahan organik. Tanah pada daerah tropis dan subtropis relatif subur
dengan tingkat dekomposisi relatif cepat.
e. Kondisi Fisik Tanah
Tanah dengan kondisi fisik yang baik akan memiliki kemampuan menahan air
yang tinggi.
Sedangkan faktor-faktor buatan terdiri dari:
a. Genangan Air
Tanah dengan kondisi air dan oksigen yang normal akan membantu
mikroorganisme untuk tumbuh dan berkembang dengan baik, sehingga proses
dekomposisi dapat berjalan dengan baik.
b. Reaksi Tanah
Tanah yang subur merupakan tanah yang memiliki kandungan pH tanah yang
normal yaitu berkisar 6,0 7,5.
c. Status Bahan Organik dalam Tanah
Bahan organik merupakan sumber energi dan nutrisi untuk mikroorganisme
dalam tanah yang berperan dalam proses dekomposisi. Dalam budidaya tanaman
tebu, pengembalian seresah sisa panen daun tebu ke lahan merupakan sumber
bahan organik tanah (Rachid et al., 2016; Salim et al., 2016).
10
2.6. Bahan Organik
Bahan organik adalah bagian dari tanah yang merupakan suatu sistem
kompleks dan dinamis, yang bersumber dari sisa tanaman dan atau binatang yang
terdapat di dalam tanah yang terus menerus mengalami perubahan bentuk karena
dipengaruhi oleh faktor biologi, fisika dan kimia. Bahan organik umumnya
ditemukan dipermukaan tanah yang jumlahnya 3-5% tetapi pengaruhnya sangat
besar terhadap sifat-sifat tanah (Hardjowigeno, 2007). Sedangkan menurut Hairiah
dan Ashari (2013), bahan organik merupakan sisa tanaman berupa daun, ranting
ataupun bagian tanaman lain yang gugur dari pohon serta sisa-sisa hewan yang telah
mati. Bahan organik dapat meningkatkan kesuburan tanah, biomassa serta produksi
tanaman. Oleh sebab itu, bahan organik menjadi salah satu indikator kualitas dan
kesuburan tanah.
Bahan organik memberikan kontribusi yang nyata terhadap KTK tanah sebesar
20-70%. Pengaruh bahan organik terhadap sifat biologi yaitu penambahan bahan
organik dapat meningkatkan aktivitas dan populasi mikrobiologi dalam tanah
terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi bahan organik (Suntoro,
2003). Bahan organik tanah terbentuk dari jasad hidup tanah yang terdiri atas flora
dan fauna, perakaran tanaman yang hidup dan mati, yang terdekomposisi dan
mengalami modifikasi serta hasil sintesis baru yang berasal dari tanaman dan
hewan. Dalam pengelolaan bahan organik, sumbernya juga berasal dari pemberian
pupuk organik berupa pupuk kandang, pupuk hijau, kompos, serta pupuk hayati
(Hanafiah, 2005).
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dekomposisi bahan organik berupa
faktor lingkungan seperti pH iklim, komposisi kimia dari seresah dan
mikroorganisme dalam tanah. Pada kondisi pH netral proses dekomposisi
berlangsung lebih cepat dibanding pada pH rendah maupun tinggi. Selain itu, pada
daerah dengan jumlah mikroorganisme yang melimpah proses dekomposisi akan
terjadi lebih cepat. Laju dekomposisi bahan organik lebih tinggi pada daerah
dengan kecukupan unsur hara yang baik, sebab pada daerah tersebut rangkaian
siklus hara dan siklus dekomposisi terpenuhi secara maksimal (Sulistiyanto dan
Limin, 2005).
11
Bahan organik memiliki peranan yang sangat penting dalam ketersediaan unsur
hara lain seperti N, P, dan S dalam tanah, selain itu ketersediaan bahan organik
dapat meningkatkan aktivitas organisme mikroflora maupun makrofauna serta
peranan fisik dalam memperbaiki struktur tanah (Clivot et al., 2017). Besar
kecilnya peranan bahan organik dalam suatu lahan tergantung pada perubahan
kondisi lingkungan yang ada di lahan tersebut (Delgado dan Follet, 2002; Thorburn
et al., 2012; Salim et al., 2016). Peranan bahan organik dalam mendukung
kesuburan tanah antara lain sebagai penyedia unsur hara (melalui dekomposisi dan
mineralisasi); pemacu aktivitas mikroorganisme tanah dan fauna tanah, sehingga
memperbaiki agregasi tanah dan mengurangi resiko erosi (Johannes et al., 2017);
pengikat unsur-unsur beracun pada tanah masam; meningktkan kapasitas
penyangga tanah, terkait dengan efisiensi aplikasi tambahan unsur hara termasuk
pupuk (Handayanto, 2014; Dietrich, et al., 2017).
2.7. Sistem Informasi Geografis
Sistem Informasi Geografis merupakan sebuah sistem yang terdiri dari
software dan hardware, data dan pengguna serta institusi untuk menyimpan data
yang berhubungan dengan semua fenomena yang ada di muka bumi. Data-data
yang berupa detail fakta, kondisi dan informasi disimpan dalam suatu basis data
dan akan digunakan untuk berbagai macam keperluan seperti analisis, manipulasi,
penyajian dan sebagainya (Prahasta, 2000). Sedangkan menurut Indarto (2013),
Sistem Informasi Geografis adalah sebuah sistem komputer yang menyediakan
empat kemampuan utama untuk menangani data yang telah tergeoreferensi
meliputi: proses pemasukan data, manajemen data (menyimpan dan memanggil
data), manipulasi dan analisis data serta proses penampilan data.
Menurut Indarto (2013), Sistem Informasi Geografis (SIG) dapat digunakan
untuk menyelesaikan permasalahan atau pertanyaan yang berkaitan dengan lokasi,
kondisi, kecenderungan, pola, pemodelan dan prediksi fenomena. SIG menjadi
salah satu alat yang sangat penting dalam proses pengambilan keputusan untuk
mendukung pembangunan berkelanjutan. SIG mampu menyediakan alat bagi
pembuat keputusan dengan informasi yang sangat berguna, analisis dan penilaian
spasial database yang relatif akurat. Sumberdata untuk SIG tersedia dalam berbagai
12 format seperti peta, foto udara, citra satelit. Data tersebut juga dapat diperoleh
dengan berbagai cara seperti membeli data dari supplier, digitalisasi data, survei
untuk mendapatkan data geografis dan interpolasi dari data titik ke data luasan.
2.8.Metode Interpolasi Inverse Distance Weighted (IDW)
Metode interpolasi merupakan suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui daerah sebaran dari data yang sudah ada. Menurut Hadi (2013),
interpolasi dalam konteks pemetaan merupakan proses estimasi nilai pada wilayah-
wilayah yang tidak disampel untuk keperluan penyusunan peta ataupun sebaran dari
suatu wilayah yang akan dipetakan. Definisi lain dikemukakan oleh Respatti,
Goejantoro dan Wahyuningsih (2014) bahwasanya metode atau teknik interpolasi
merupakan teknik menghitung perkiraan bobot pada beberapa lokasi yang ada
dengan menggunakan rata-rata bobot dari lokasi terdekat.
Metode interpolasi yang cukup banyak digunakan yaitu Inverse Distance
Weighted (IDW). Menurut Respatti, Goejantoro dan Wahyuningsih (2014) bahwa
metode interpolasi IDW merupaka metode interpolasi dengan menggunakan data
yang berada disekitarnya atau data terdekat untuk mempredikasi data yang akan
yang akan dicari. Data yang sudah ada akan memberikan pengaruh terhadap hasil
prediksi sesuai dengan bobot masing-masing data yang dimiliki dan dipengaruhi
oleh jarak terhadap lokasi data yang dicari. Menurut Pramono (dalam Pasaribu dan
Haryani, 2012) metode interpolasi IDW ini memiliki kelebihan yaitu karakteristik
interpolasi dapat dikontrol dengan membatasi titik-titik masukan yang akan
digunakan dalam proses interpolasi, sedangkan kelemahan dalam metode
interpolasi IDW ini yaitu tidak dapat memprediksi nilai diatas nilai maksimum dan
dibawah nilai minimum dari titik-titik sampel yang digunakan. Efek yang terjadi
jika metode interpolasi IDW pada elevasi permukaan adalah terjadinya perataan
puncak dan lembah kecuali titik tertinggi dan terendah dari suatu lokasi pengamatan
merupakan bagian dari titik sampel yang digunakan (Pasaribu dan Haryani, 2012).
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Kegiatan penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2016 sampai dengan
Maret 2017, sesuai rincian kegiatan pada Lampiran 6. Tempat penelitian terdapat
pada kebun PT. Perkebunan Nusantara X wilayah Plosoklaten, Kediri. Kegiatan
pembuatan peta survei dilakukan di Laboratorium SIG Jurusan Tanah, Fakultas
Pertanian, Universitas Brawijaya. Kegiatan analisis bahan organik dilakukan di
Laboratorium Tanah dan Pupuk Pusat Penelitian Gula PT. Perkebunan Nusantara
X Djengkol.
Gambar 2. Peta Kebun PT. Perkebunan Nusantara X wilayah Djengkol, Kediri
3.2. Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan untuk menentukan titik pengamatan dan pengambilan
sampel adalah GPS (Global Positioning System). Alat yang digunakan untuk
pengambilan sampel tanah antara lain bor tanah, ember, plastik 1 kg dan kertas
label. Kegiatan analisis sampel tanah menggunakan timbangan digital, labu ukur
100 ml, pipet 5 ml, Spectrophotometer, Cuvet, oven, labu Kjedahl, destruktor,
destilator, tabung erlemenyer. Alat untuk dokumentasi selama kegiatan penelitian
14
yaitu kamera. Alat untuk pengolahan data dan pembuatan laporan yaitu laptop. Alat
untuk mengolah data spasial dan citra menggunakan software ArcGIS 9.3.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: Glukosa 5000
ppm sebagai indikator warna untuk pengujian bahan organik; K2Cr2O7 untuk
analisis bahan organik sebagai perekduksi Cr6+ berwarna jingga menjadi Cr3+
berwarna hijau; H2SO4 pekat untuk analisis bahan organik dan nitrogen sebagai
pengekstrak sampel; Aquades untuk analisis bahan organik dan nitrogen sebagai
pelarut larutan standart dan sampel tanah; Katalis untuk analisis nitrogen sebagai
pemercepat rekasi; NaOH untuk analisis nitrogen dan berfungsi membebaskan atau
mengekstrak amonium sulfat dari hasil destruksi menjadi gas amonium saat
destilasi; Tanah sebagai bahan untuk analisis bahan organik dan kadar air yang
diambil dari titik pengamatan pada kedalaman 0-30 cm; Peta Rupa Bumi Digital
Indonesia tahun 2000 dari Sentra Peta Bakosurtanal yang digunakan untuk
pembuatan peta administrasi kebun PT. Perkebunan Nusantara X di daerah tersebut.
Peta RBI yang digunakan dalam penelitian ini yaitu peta RBI skala 1:25.000 lembar
1608 Plosoklaten; Digital Elevation Model (DEM) SRTM koordinat Latitude -
7,8749/070 0 untuk penyusunan peta;
Peta Geologi untuk mengetahui batuan induk penyusun tanah di wilayah penelitian.
Peta Geologi yang digunakan yaitu Peta Geologi lembar1508-3 Kediri; dan Data
Spasial seperti peta kebun, peta administrasi, peta jenis tanah dan peta lereng yang
selanjutnya digunakan dalam penyusunan Satuan Peta Lahan (SPL).
3.3. Pelaksanaan Penelitian
Pelaksanaan penelitian secara umum terbagi atas tiga kegiatan yaitu:
1. Kegiatan Pra-Survei
Kegiatan pra-survei yang dilakukan yaitu mengurus dan melakukan perijinan
pada pihak-pihak terkait dengan titik pengamatan dan pengambilan sampel
pada saat survei, studi pustaka terkait dengan kajian utama dalam penelitian,
mengumpulkan data sekunder untuk menunjang dan melengkapi data
penelitian, menyiapkan peta dasar sebagai acuan penentuan titik pengamatan
dan pengambilan sampel, dan menyiapkan peralatan untuk kegiatan survei
selama penelitian.
15
2. Kegiatan Survei
Pelaksanaan kegiatan survei dilakukan dengan metode grid bebas dengan
tingkat survei semi-detail pada skala 1:25.000. Metode grid bebas ini
diterapkan pada tingkat survei detail sampai semi detail pada tempat atau lokasi
yang memiliki orientasi lapang yang cukup sulit terutama dari aspek fisiografi.
3. Kegiatan Pasca Survei
Kegiatan pasca survei yaitu kegiatan pengolahan data yang didapatkan selama
survei (data primer dan data sekunder). Kegiatan pasca survei meliputi kegiatan
analisis laboratorium, analisis data sampai proses penyajian hasil dari topik
penelitian yang dilakukan. Cara kerja dalam analisis laboratorium sesuai
Lampiran 1.
Gambar 3. Alur Pelaksanaan Penelitian
Persiapan Penelitian
Mengurus perijinan penelitian; Studi pustaka; Mengumpulkan data sekunder; Menyiapkan peta dasar; Menentukan titik pengamatan dan pengambilan
sampel; Menyiapkan peralatan
Tahapan Pra-Survei
Peta Rupa Bumi Indonesia; DEM; Data Geologi; Data Jenis Tanah
Digitasi ArcGIS 9.3
Peta Administrasi; Peta Penggunaan Lahan; Peta Kelerengan; Peta Geologi; Peta Jenis Tanah
Overlay SPL
Tahap Survei Utama
Analisis Kimia Sampel Tanah
Status Bahan Organik
Interpolasi Data
Analisis Data Statistik
Peta Sebaran Status Bahan Organik
16
3.4. Tahapan Penelitian
Menurut Rayes (2007), beberapa tahapan yang perlu dilakukan dalam
pelaksanaan survei agar berjalan lancar, sistematis dan efektif antara lain:
1. Tahapan Persiapan Penelitian
a. Mengurus perijinan penelitian
Sebelum melakukan survei dan pengambilan sampel contoh di tempat
penelitian, penyurvei harus mengurus surat-surat perijinan terkait lokasi
maupun permintaan data sekunder terhadap semua pihak-pihak yang terkait
dalam kegiatan survei.
b. Melakukan Studi Pustaka
Studi pustaka dilakukan terkait tanaman tebu, kesuburan tanah, peranan
bahan organik, tanah berpasir, pemetaan, serta hal-hal yang terkait dengan
penelitian yang akan dilaksanakan.
c. Mengumpulkan Data-data Sekunder
Data-data sekunder yang diperlukan dalam menunjang kegiatan penelitian ini
meliputi data lereng, penggunaan lahan, geologi, jenis tanah. Data-data
tersebut didapatkan dari peta-peta yang sudah ada, laporan, dan dari instansi
(Pusat Penelitian Gula).
d. Mempersiapkan Peta Dasar
Peta dasar yang digunakan dibuat berdasarkan Peta Rupa Bumi Digital
Indonesia tahun 2000, Skala 1:25.000 lembar 1608 Kediri.
e. Menyusun Jadwal Pelaksanaan
Jadwal pelaksanaan kegiatan disusun secara rinci dan detail dan telah
diperhitungkan konsekuensi dari masing-masing kegiatan yang akan
dilaksanakan.
f. Menyiapkan Peralatan Survei
Peralatan survei yang digunakan dipastikan sudah tersedia, lengkap dan dapat
digunakan sehingga memudahkan kegiatan survei.
2. Tahapan Survei Lapangan
Tahap survei lapangan (utama) dilakukan pengambilan sampel tanah dengan
bor tanah dengan panjang matan bor 20 cm pada kedalaman 0-30 cm.
Pengeboran dilakukan sebanyak 2x, yang mana pada pengeboran pertama pada
17
kedalaman 0-20 cm dan pengeboran kedua pada kedalaman 10-30 cm. Sampel
tanah yang diambil sebanyak ± 1 kg dan dimasukkan dalam kantong plastik dan
diberi label untuk memudahkan dalam kegiatan analisis selanjutnya di
laboratorium. Kegiatan survei lapangan dan pengambilan sampel dilakukan
berdasarkan SPL yang telah dibuat sebelumnya sesuai Gambar 3 berikut:
Gambar 4. Satuan Peta Lahan Kebun PTPN X
Pembagian SPL ditunjukkan pada Tabel berikut:
Tabel 1. Keterangan Satuan Peta Lahan SPL Geologi Kelerengan Jenis Tanah Luas (ha)
1 Qvk 3-8% Inceptisol 28,24 2 Qvk 8-15% Inceptisol 1036,26 3 Qvk 15-25% Inceptisol 870,67 4 Qvlh 8-15% Inceptisol 130,50 5 Qvlh 15-25% Inceptisol 34,33
Total 2100 Sumber: Attribute Satuan Peta Lahan Kebun PT. Perkebunan Nusantara X wilayah Djengkol Skala 1:25.000 (2017)
Sampel tanah yang diambil merupakan sampel tanah komposit dari kebun-
kebun pewakil masing-masing SPL dan diambil koordinat pada salah satu titik
pengambilan sampel dari masing-masing kebun. Total titik pengambilan sampel
tanah yaitu sejumlah 87 titik pengamatan utama dan 4 titik pengamatan
18
sekunder. Titik-titik pengambilan sampel ditunjukkan pada Gambar 4 berikut
ini:
Gambar 5. Peta Titik Pengamatan Kebun PTPN X
3. Tahapan Analisis Sampel Tanah
Sampel tanah yang sudah diambil berdasarkan titik pengamatan selanjutnya
dilakukan analisis kimia tanah di laboratorium. Parameter dan metode analisis
yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2. Parameter dan Metode Analisis Sampel Tanah No Parameter Satuan Metode Analisis 1 Bahan Organik % Walkey & Black 2 Kadar Air % Gravimetri 3 pH - pH H2O 4 N % Kjedahl 5 C/N - -
Hasil dari kegiatan analisis sampel tanah akan dilakukan klasifikasi
berdasarkan status dari parameter yang diamati. Cara kerja dari masing-masing
parameter ditunjukkan pada Lampiran 1.
4. Tahapan Penentuan Status Bahan Organik dan C/N
Sampel tanah yang telah diambil dan dikeringanginkan selanjutnya dilakukan
analisis di laboratorium sesuai parameter pengamatan yang telah dijelaskan
19
sebelumnya. Penentuan status bahan organik didasarkan pada status Balai
Penelitian Tanah (2009). Status bahan organik dibagi atas 5 kelas yaitu:
Tabel 3. Status Bahan Organik No Status BO (%) 1 Sangat Rendah <1 2 Rendah 1 2 3 Sedang 2 3 4 Tinggi 3 5 5 Sangat Tinggi >5
Sumber: Balai Penelitian Tanah (2009) Parameter yang digunakan sebagai dasar pengelolaan tanah yaitu Nitrogen,
C/N ratio dan pH tanah. Penentuan kadar Nitrogen dalam tanah sebagai dasar
kegiatan pengelolaan kesuburan tanah dan unsur yang paling banyan dibutuhkan
tanaman didasarkan pada status Balai Penelitian Tanah (2009). Status N tanah
dibagi atas 4 kelas, yaitu:
Tabel 4. Status N Tanah No Status N (%) 1 Sangat Rendah <0,07 2 Rendah 0,08 0,10 3 Sedang 0,11 0,13 4 Tinggi 0,14 0,15 5 Sangat Tinggi > 0,15
Sumber: Balai Penelitian Tanah (2009) Penentuan C/N ratio sebagai dasar kegiatan pengelolaan kesuburan tanah
didasarkan pada status Balai Penelitian Tanah (2009). Status C/N ratio dibagi
atas 5 kelas, yaitu:
Tabel 5. Status C/N Tanah No Status C/N 1 Sangat Rendah <5 2 Rendah 5 10 3 Sedang 11 15 4 Tinggi 16 25 5 Sangat Tinggi > 25
Sumber: Balai Penelitian Tanah (2009) Penentuan nilai pH sebagai indikator asam basa suatu tanah dan sebagai dasar
kegiatan pengelolaan kesuburan tanah didasarkan pada status Balai Penelitian
Tanah (2009). Status pH dibagi atas 6 kelas seperti Tabel 6 berikut:
20
Tabel 6. Status pH Tanah No Status pH 1 Sangat Masam < 4,5 2 Masam 4,5 5,5 3 Agak Masam 5,6 6,5 4 Netral 6,6 7,5 5 Agak Alkalis 7,6 8,5 6 Alkalis >8,5
Sumber: Balai Penelitian Tanah (2009)
5. Tahapan Pembuatan Peta dan Penyajian Hasil
Informasi terkait status bahan organik dari hasil analisis dimasukkan dalam
attribute peta dari titik-titik pengamatan yang mewakili masing-masing SPL
yang telah dibuat. Pada tahap ini akan didapatkan peta sebaran bahan organik
sementara dari hasil analisis sampel di laboratorium.
6. Pembuatan Interpolasi Data Analisis
Pembuatan interpolasi data analisis dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor
yang mempengaruhi sebaran bahan organik di kebun melalui kegiatan overlay
beberapa peta dasar yang digunakan. Setiap SPL akan memiliki status bahan
organik masing-masing sesuai dengan titik pewakil yang diamati, kemudian dari
status yang didapat akan membentuk suatu pola sebaran status bahan organik.
Pola yang terbentuk dari sebaran status bahan organik akan dianalisis dengan
metode matriks untuk mendapatkan kombinasi yang paling mendekati dengan
hasil status bahan organik dari sampel yang diamati.
7. Validasi Pemetaan
Model peta yang telah didapatkan kemudian perlu dilakukan uji validasi yang
bertujuan untuk mengetahui kesesuaian informasi antara status bahan organik
pada peta yang dihasilkan dan di lapangan. Kegiatan uji validasi dilakukan
dengan mengambil sampel tanah secara acak pada titik-titik pengamatan yang
mewakili jenjang bahan organik masing-masing SPL. Hasil status bahan organik
pada tanah dari titik validasi akan dibandingkan dengan model peta sebaran
status bahan organik dengan menggunakan uji-t berpasangan. Peta pengambilan
sampel tanah sebagai titik validasi ditunjukkan pada Gambar 6 berikut:
21
Gambar 6. Peta Titik Validasi Kebun PTPN X
8. Tahapan Analisis Statistik
Analisis statistik digunakan untuk memudahkan interpretasi dari hasil analisis
laboratorium yang dilakukan. Analisis statistik yang dilakukan yaitu uji-t
berpasangan. Kegiatan analisis dengan uji-t berpasangan dilakukan untuk
mendapatkan hasil perbandingan antara nilai atau status bahan organik dari hasil
analisis dengan model peta sebaran bahan organik melalui titik validasi. Apabila
dari pemodelan peta tidak didapatkan perbedaan maka peta yang telah dibuat
dapat digunakan sebagai bahan informasi. Kegiatan analisis statistik dilakukan
dengan menggunakan Ms. Excel 2013.
IV. KONDISI UMUM WILAYAH
4.1. Administratif
Kegiatan penelitian ini dilakukan di kebun Hak Guna Usaha milik PT.
Perkebunan Nusantara X yang berada di wilayah Kediri. Secara administrasi kebun,
HGU ini masuk dalam 3 wilayah kerja PT. Perkebunan Nusantara X area Kediri
yaitu wilayah 1, 2, dan 3. Sedangkan secara administrasi daerah, kebun-kebun HGU
ini masuk dalam 3 kecamatan (Plosoklaten, Wates, dan Ngancar) dan 6 desa (Jarak,
Ploso Lor, Ploso Kidul, Wonorejo Trisula, Tempurejo, dan Babadan) dengan
sebaran sesuai Gambar 6. Data Pusat Penelitian Gula PT. Pekebunan Nusantara X
Jengkol pada tahun 2015 hingga 2016 menunjukkan total luas kebun HGU yaitu ±
2100 ha.
Gambar 7. Peta Administrasi Kebun PTPN X
4.2. Jenis Tanah
Dari data hasil pengamatan Pusat Penelitian Gula PT. Perkebunan Nusantara
X Jengkol pada awal tahun 2016 dapat diketahui bahwa jenis tanah di kebun HGU
termasuk dalam tanah Inceptisol. Inceptisol merupakan jenis tanah yang sudah
mulai mengalami perkembangan. Menurut Arviandi, Rauf dan Sitanggang (2015),
Inceptisol merupakan tanah yang baru mengalami perkembangan dan biasanya
23
memiliki jenis tekstur yang beragam mulai kasar sampai halus tergantung pada
tingkat pelapukan dari bahan induknya. Tanah Inceptisol memiliki nilai pH agak
masam dan diikuti dengan nilai C yang rendah (Nursyamsi dan Suprihati, 2005).
Menurut Nurdin (2012), tanah Inceptisol memiliki tingkat kesuburan tanah yang
rendah, dan kadar bahan organik yang rendah. Pendapat tersebut juga dikemukakan
oleh Muyassir, Sufardi dan Saputra (2012), bahwa permasalahan utama dari tanah
Inceptisol adalah rendahnya tingkat kesuburan tanah, oleh karena itu salah satu
strategi yang dapat dikembangkan yaitu pemberian bahan organik.
Gambar 8. Peta Jenis Tanah Kebun PTPN X
Dari gambar tersebut dapat diketahui luasan wilayah sesuai jenis tanah yaitu
2100 ha. Luasan tersebut didapatkan dari attribute peta jenis tanah kebun PT.
Perkebunan Nusantara X wilayah Djengkol skala 1:25.000 (2017)
4.3. Kelerengan
Wilayah kebun HGU ini berada pada wilayah datar sampai bergelombang, hal
tersebut dikarenakan wilayah kebun HGU berada di daerah dataran sampai lereng
bawah Gunung Kelud bagian barat. Kelas kelerengan dari kebun HGU terbagi atas
3 yaitu 3-8%, 8-15%, dan 15-25%. Untuk kebun-kebun yang berada di wilayah
24
Wates termasuk dalam kelerengan 3-8%, di wilayah Plosoklaten termasuk dalam
kelerengan 3-8% dan 8-15%, di wilayah Ngancar didominasi pada kelerengan 15-
25%.
Gambar 9. Peta Kelerengan Kebun PTPN X
Dari gambar tersebut dapat diketahui luasan wilayah sesuai tingkat
kelerangan yang ada sesuai Tabel 7 berikut:
Tabel 7. Kelerengan Kebun HGU Kelerengan Luas (ha)
3-8% 10,24 8-15% 1184,74 15-25% 905,02
Total 2100 Sumber: Attribute Peta Kelerengan Kebun PT. Perkebunan Nusantara X wilayah Djengkol Skala 1:25.000 (2017)
4.4. Geologi
Wilayah kebun HGU tersusun atas 2 satuan geologi yaitu formasi geologi Qvk
dan Qvlh. Formasi geologi Qvk adalah Batuan Gunung Api Kelud Muda berupa
lava, breksi tuf, aglomerat, tuf dan lahar. Lava andesit berwarna kelabu berbintik
hitam atau noktah putih. Breksi tuf berwarna coklat-putih-kelabu, berbutir pasir
kasar. Aglomerat berbentuk lensa, kurang kompak, membundar tanggung dan
25
sebagai sisipan tipis dalam breksi. Tuf kelabu-kemerahan berbutir pasir halus
sampai lapili kerakal. Lahan terdiri dari lahar dingin, lahar longsoran dan lahar
panas berwarna kelabu-coklat-putih-merah jambu, berbutir lumpur sampai kerakal.
Batuan Gunung Api kelud Muda ini diduga berumur Plistosen Akhir-Holosen-
Resen dan masih giat sampai sekarang. Sedangkan formasi geologi Qvlh adalah
Endapan Lahar berupa breksi kerakal sampai pasir gunung api, tuf, lempung, sisa
tumbuhan sisa, dan sisa peradaban. Endapan Lahar ini sebagian besar berasal dari
Gunung Kelud dan sebagian kecil dari Gunung Anjasmara dan Gunung Kawi-
Butak. Breksi kerakal sampai pasir gunung api berwarna kelabu-coklat-kuning-
kemerahan, berbutir pasir. Tuf berwarna kuning-coklat, berbutir debu sampai pasir
dan berkomponen batu apung. Lempung berwarna kelabu-kuning-kehitaman, lunak
dan getas. Sisa tumbuhan tersebar tak merata di dalam lahar berupa kayu, daun,
dahan, ranting dan arang kayu. Sisa peradaban manusia zaman dahulu. Endapan
lahar ini diduga berumur Plistosen Akhir-Holosen-Resen dan masih terjadi sampai
sekarang (Santosa dan Atmawinata, 1992).
Gambar 10. Peta Geologi Kebun PTPN X
Dari gambar tersebut dapat diketahui luasan wilayah sesuai jenis tanah yang
ada sesuai Tabel 8 berikut:
26
Tabel 8. Gelologi Kebun HGU Kode Jenis Bahan Batuan Penyusun Umur Batuan Luas (ha)
Qvk Batuan
Gunung Api Kelud Muda
Lava, Breksi tuf, Aglomerat, Tuf,
Lahar
Plistosen Akhir Holosen Resen dan
masih giat sampai sekarang
1947,66
Qvlh Endapan Lahar
Breksi kerakal sampai pasir
gunung api, Tuf, Lempung, Sisa tumbuhan sisa, Sisa peradaban
Plistosen Akhir Holosen Resen dan masih terjadi sampai
sekarang
152,34
Total 2100 Sumber: Attribute Peta Geologi Kebun PT. Perkebunan Nusantara X wilayah Djengkol Skala 1:25.000 (2017)
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pengelolaan Kebun
Kegiatan pengelolaan kebun yang dilakukan meliputi pengelolaan tanah,
pengelolaan air, pengelolaan tanaman, pengelolaan pemupukan dan pengelolaan
bahan organik. Kegiatan-kegiatan pengelolaan tersebut dilakukan karena memiliki
pengaruh baik secara langsung ataupun tidak langsung terhadap kondisi kesuburan
tanah. Kegiatan pengelolaan ini dilakukan pada masing-masing kebun dari setiap
Satuan Peta Lahan yang ada, sehingga tidak ada perlakuan pengelolaan khusus dari
wilayah penelitian atau kebun pengambilan sampel pewakil.
Pengelolaan tanah dilakukan sebelum masa tanam dimulai. Kegiatan
pengelolaan tanah ini meliputi kegiatan pembajakan dan pembuatan bedengan.
Setelah kegiatan panen dilakukan, kebun akan diistirahatkan selama 1 musim
tanam. Kebun yang akan dilakukan penanaman di musim tanam selanjutnya diolah
dengan dilakukan pembajakan. Setelah dilakukan pembajakan dilakukan
pembuatan bedengan untuk penanaman bibit tanaman tebu. Selain pengolahan
tanah sebelum penanaman, pengolahan tanah juga dilakukan saat tanaman berumur
3-4 minggu setelah tanam bibit berupa pengolahan tanah atas. Pengolahan tanah
baik pengolahan sebelum tanam maupun setelah tanam dilakukan dengan
menggunakan traktor dan telah didesain dengan jarak antar roda sesuai dengan jarak
antar tanaman dalam 1 bedeng penanaman, sehingga pengolahan tanah tidak akan
merusak tanaman tebu. Salah satu kegiatan pengelolaan tanah dengan pembajakan
dapat dilihat pada gembar berikut
Gambar 11. Pengelolaan Tanah dengan Pembajakan
Pengelolaan air dilakukan dengan penerapan sistem irigasi tadah hujan.
Penerapan sistem ini dilakukan dengan pembuatan bak penampung berukuran ±100
m2. Secara administratif kebun, letak bak penampung ini masuk dalam wilayah
28
kerja 2 HGU. Bak penampung ini akan digunakan untuk semua kebun di wilayah
Djengkol. Air dalam bak penampung ini kemudian dimasukkan dalam truk tangki
air untuk didistribusikan ke kebun-kebun di semua wilayah kerja. Air yang berada
dalam truk tangki kemudian sedikit demi sedikit dikeluarkan ke wadah atau bak
penampung sementara dan kemudian dimasukkan dalam gembor yang telah
dimodifikasi berukuran ±10 liter untuk diaplikasikan pada masing-masing bedeng
tanaman. Pemberian air irigasi di kebun dilakukan 1 sampai 2 hari setelah masa
tanam bibit di kebun, hal ini dilakukan untuk memenuhi kebutuhan air tanaman.
Pemberian air irigasi ini hanya dilakukan di awal musim tanam saja, untuk waktu
selanjutnya kebutuhan air tanaman hanya dengan mengandalkan air hujan.
Kegiatan pengelolaan air pada saat awal musim tanam dapat dilihat pada Gambar
12 berikut
Gambar 12. Penyiraman Tanaman (bibit budchip) di Kebun
Pengelolaan tanaman yang dilakukan yaitu dengan penyediaan bibit tanaman
tebu baik berupa bibit bagal maupun bibit bud chip. Penyediaan bibit tanaman tebu
dilakukan melalui beberapa tahap seleksi seperti kondisi fisik batang tebu calon
bibit, jumlah mata produktif dalam satu batang, toleransi calon bibit terhadap
penyakit dan hama. Varietas-varietas yang ditanam di wilayah Djengkol ini antara
lain Bululawang, PSDK 923 dan PS 864, hal ini didasarkan pada toleransi dari
ketiga varietas tersebut terhadap hama, penyakit dan lingkungan di wilayah
Djengkol. Dari jumlah total 171 kebun di wilayah Djengkol 25% kebun
menggunakan bibit bud chip dan 75% sisanya menggunakan bibit bagal. Kondisi
tersebut didasarkan pada ketersediaan dan distribusi bibit bud chip untuk beberapa
kebun yang masih mengalami kesulitan baik dari segi jumlah maupun mobilisasi
distribusi bibit. Bibit bud chip merupakan bibit yang didapatkan dari teknik
percepatan pembibitan tebu menggunakan satu mata, sedangkan bibit bagal
merupakan bibit yang berasal dari lonjoran batang tebu yang kemudian dipotong
29
menyerong dengan jumlah mata 2 sampai 3. Calon bibit yang akan ditanam di
kebun berasal dari batang terpilih pada musim panen sebelumnya dan hasil kultur
jaringan. Untuk bibit hasil kultur jaringan hanya digunakan pada beberapa kebun
percobaan Pusat Penelitian Gula sebagai upaya penyediaan bibit unggul baru yang
tahan untuk ditanam di kebun PTPN X wilayah Djengkol tersebut. Penyediaan bibit
berupa bud chip maupun bagal dapat dilihat pada Gambar 13 berikut
(a)
(b)
Gambar 13. Penyediaan Bibit (a) Bud chip; (b) Bagal
Pengelolaan pemupukan dilakukan dengan aplikasi pupuk anorganik berupa
Urea, SP36 dan KCl dengan komposisi 4:2:2. Jumlah rata-rata pupuk yang
digunakan yaitu Urea 120 kg/ha, SP36 90 kg/ha, dan KCl 135 kg/ha dan akan
berubah sesuai jumlah rekomendasi hasil analisis laboratorium sampel tanah dari
kebun yang akan diaplikasikan pupuk. Pemberian pupuk dilakukan 2x pada satu
musim tanam dan saat tanaman berumur 2 bulan. Pemberian pupuk yang dilakukan
saat tanam yaitu pupuk urea 50% dan SP36 100%, sedangkan pemberian pupuk yang
dilakukan saat tanaman berumur dua bulan yaitu urea 50% dan KCl 100%. Kegiatan
pemupukan dilakukan baik secara manual dengan tenaga manusia maupun dengan
alat mekanisasi seperti pada Gambar 14 berikut
(a)
(b)
Gambar 14. Pemupukan di Kebun (a) Pemupukan Manual; (b) Alat Mekanisasi Pemupukan
30
Pengelolaan bahan organik di kebun dilakukan untuk menjaga, mendukung dan
meningkatkan daya dukung kebun dalam perbaikan kesuburan tanah dan produksi
tanaman. Pengelolaan bahan organik di perkebunan tebu dalam wilayah penelitian
ada 3, yaitu aplikasi kompos blotong, pupuk organik cair, dan trash management.
Ketiga pengelolaan tersebut dilakukan dengan tujuan utama untuk meningkatkan
unsur hara bermanfaat khususnya bahan organik dalam tanah dalam menunjang
pertumbuhan dan perkembangan dari tanaman tebu. Waktu aplikasi dari ketiga
pengelolaan yang telah disebutkan sebelumnya dilakukan secara berkala. Waktu
aplikasi dari ketiga pengelolaan tersebut antara lain:
a. Aplikasi kompos blotong pada saat pengolahan tanah sebelum tanam dilakukan,
hal ini dilakukan untuk membantu penyediaan unsur hara di awal masa tanam.
Gambar 15. Aplikasi Kompos di Kebun secara Manual
b. Pupuk organik cair diaplikasikan pada saat umur tanaman 3-4 bulan, hal ini
dilakukan untuk penyediaan unsur hara pada umur tanaman vegetatif akhir.
Gambar 16. Aplikasi Pupuk Organik Cair di Kebun
c. Aplikasi trash management pada saat umur tanaman 7-8 bulan atau bersamaan
dengan masa klentek tanaman tebu. Aplikasi dari ketiga pengelolaan tersebut
31
dilakukan setiap musim tanam, hal tersebut dilakukan agar perbaikan tanah
akibat penanaman tanaman tebu secara terus menerus dapat berlangsung secara
berlanjut.
Gambar 17. Aplikasi Trash Management atau Klentek
5.2. Sebaran Status Bahan Organik
Pengambilan sampel tanah dilakukan pada saat tanaman tebu berumur 3-4
bulan dan/atau 7-8 bulan. Pemilihan umur tanaman tersebut didasarkan pada umur
vegetatif dan generatif tanaman tebu, sehingga dari hasil analisis dapat diketahui
kecukupan dan ketersediaan bahan organik pada masing-masing fase tersebut.
Pengambilan sampel dilakukan pada 87 titik dengan kondisi fisiografi yang
beragam dan kondisi kebun yang telah dijelaskan sebelumnya. Hasil analisis
menunjukkan bahwa jenjang bahan organik di kebun PT. Perkebunan Nusantara X
ini berada pada tingkat sangat rendah sampai sedang.
Peta sebaran status bahan organik merupakan peta yang dibuat dari hasil
analisis yang telah dilakukan di laboratorium dan telah dilakukan pengolahan lebih
lanjut. Hasil pengolahan data ke dalam peta secara lebih lanjut memperhatikan
syarat minimum luas wilayah yaitu 0,4 ha, sehingga hanya didapatkan dua tingkat
yaitu sangat rendah sampai sedang. Hasil pengolahan peta sebaran status bahan
organik disajikan pada Gambar 10, dari peta tersebut diketahui status dan
sebarannya.
32
Gambar 18. Peta Sebaran Status Bahan Organik Kebun PTPN X
Dari peta sebaran status bahan organik tersebut dapat diketahui luas masing-
masing status dan sebaran bahan organik pada masing-masing SPL seperti pada
Tabel 9 berikut ini:
Tabel 9. Luas dan Sebaran Bahan Organik SPL Status
BO Luas (ha)
Luas (%)
Kebun
1 R 28,24 1,34 G23, G25, G27 2 SR 258,05 12,28 A1, A2, A3, A4, A5, A7, B2, B3, B2, B3, C2, C21, G1, G2
R 440, 70 20,98 A2, A3, A4, A5, A6, A7, A8, A9, A10, A11, A12, A13, A14, A15, A16, B1, B2, B3, B4, B5, B6, B7, B8, B9, B10, B11, B12, B13, B14, B15, B16, B17, B18, C1, C6, C7, C10, C11, C12, C13, C14, C15, C16, C16, C17, C18, C19, C20, D0, D1, D E19, E20, G1, G2, G11,
S 337,51 16,10 A15, A16, B7, B8, B9, B10, B11, C1, C2, C3, C4, C5, C6, C7, C8, C9, C10 3 SR 359,15 17,10 E11, E12, E13, E15, E16, E17, F4, F5, F6, F7, F16, G3, G4, G5, G6, G7, G8,
G9, G10, G11, G12, G13,G14, G15, G16, G17, G18, G19, G20, G21, G22, G23, G24, G25, G26, G27, G28, G29
R 401,82 19, 13 D10, D11, E4, E5, E6, E7, E8, E9, E10, E11, E12, E13, E14, E24, F4, F5, F6, F7, F8, F9, F10, F11, F12, F13, F14, F15, F16, F17, F18, F19, F20, F21, F22, G2, G3, G4, G5, G6, G7, G8, G9, G10, G11, G12, G13, G14, G15, G16, G17, G18, G19, G20, G21, G22, G25, G26, G27, G28, G29, G30, G33, G31, G32, G33, G34, G35, G36
S 109,70 5, 25 E8, E9, E15, F18, F19, F20, G30, G31, G32. G35, G36 4 SR 36,70 1,75 D2, D3, D4, D5, D6, D7, D8, D9, D11, D12, D13, D14, D15, D16, D17, D18,
R 58,72 2,79 B17, B18, D2, D3, D4, D5, D6, D7, D8, D9, D10, D11, D12, D13, D14, D15, D16, D17, D18, D19, D20, D21, D22, D23, D24, D25, D26, D27, D28, D29, D30, D31, D32, D33, D34, E1, E2, E3, E19, E20, E21, E22
S 35,08 1,69 D7, D9, D10 5 R 31,33 1,49 E4, E5, E6, E7, E10 Total 2100 100
Sumber: Attribute Peta Sebaran Bahan Organik Kebun PT. Perkebunan Nusantara X wilayah Djengkol Skala 1:25.000 (2017)
33
Hasil dari analisis menunjukkan terdapat 2 status bahan organik yaitu sangat
rendah sebesar 31,13%, rendah sebesar 45,74% dan sedang sebesar 23,13% dari
total keselurahan kebun PT. Perkebunan Nusantara X wilayah Djengkol, Kediri.
5.3. Sebaran Status C/N Tanah
Hasil analisis laboratorium yang telah dilakukan untuk mengetahui kadar dan
status bahan organik kemudian dilakukan perhitungan lebih lebih lanjut yaitu
perhitungan nilai C/N ratio. Nilai C/N ratio ini digunakan untuk mengetahui tingkat
dekomposisi dari bahan organik yang ada. Hasil perhitungan C/N ratio selanjutnya
diolah lebih lanjut melalui software ArcGIS untuk diketahui sebarannya dan dengan
memperhatikan syarat minimum luas wilayah dalam suatu peta yaitu 0,4 ha,
sehingga dari hasil perhitungan dan pengolahan peta didapatkan dua status C/N
ratio yaitu rendah sampai sedang.
Gambar 19. Peta Sebaran C/N ratio Kebun PTPN X
Dari peta sebaran status bahan organik tersebut dapat diketahui luas masing-
masing status dan sebaran bahan organik pada masing-masing SPL seperti pada
Tabel berikut ini:
34
Tabel 10. Luas dan Sebaran C/N Tanah SPL Status
C/N Luas (ha) Luas (%) Kebun
1 S 28,24 1,34 G23, G25, G26, G27 2 S 977,54 46,57 A1, A2, A3, A4, A5, A6, A7, A8, A9, A10, A11, A12, A13, A14,
A15, A16, B1, B2, B3, B4, B5, B6, B7, B8, B9, B10, B11, B12, B13, B14, B15, B16, B17, B18, D18, E8, E9, C1, C2, C3, C4, C5, C6, C8, C9, C10, C11, C12, C13, C14, C15, C16, C16, C17, C18, C19, C20, C21, D2, D3, D4, D7, D8, D9, D10, D11, D12, D13, D14, D15, D16, D17, D18,D21, D22, D23, D24, D25, D26, D27, D28, D29, E4, E12, E16, E17, E18, E19, E20, E21, E22, G1, G2, G11
R 58,72 2,80 B8, B9, B10, B11, C8, C13, D8, D9, D10, D11, D12, D13, D14, 3 S 849,51 40,47 D10, D11, E4, E5, E6, E7, E8, E9, E10, E11, E12, E13, E14, E24,
F4, F5, F6, F7, F8, F9, F10, F11, F12, F13, F14, F15, F16, F17, F18, F19, F20, F21, F22, G2, G3, G4, G5, G6, G7, G8, G9, G10, G11, G12, G13, G14, G15, G16, G17, G18, G19, G20, G21, G22, G25, G26, G27, G28, G29, G30, G33, G31, G32, G33, G34, G35, G36
R 21,16 1,01 E4, E6, F18, F19, G32 4 S 86,74 4,14 B17, B18, D2, D3, D4, D5, D6, D7, D8, D9, D10, D11, D12, D13,
D14, D15, D16, D17, D18, D24, D25, D30, D31, D32, D33, E19, E20, E21, E22
R 43,76 2,09 D10, D12, D13, D14, D15, D16, D17, D18, 5 S 31,33 1,49 E4, E5, E6, E10, E11 Total 2100 100
Sumber: Attribute Peta Sebaran C/N Tanah Kebun PT. Perkebunan Nusantara X wilayah Djengkol Skala 1:25.000 (2017)
Hasil dari perhitungan C/N ratio menunjukkan terdapat dua status yaitu sedang
sebesar 94,01% dan rendah sebesar 5,99% dari total keselurahan kebun PT.
Perkebunan Nusantara X wilayah Djengkol, Kediri.
5.4. Validasi Sebaran Status Bahan Organik dan C/N Ratio
Kegiatan validasi peta sebaran ini terdiri dari beberapa tahapan, antara lain:
1. Validasi Pemetaan Kegiatan validasi pemetaan dilakukan dengan mengambil beberapa sampel
tanah secara acak pada masing-masing Satuan Peta Lahan (SPL) di kebun PT.
Perkebunan Nusantara X wilayah Djengkol, Kediri. Pengambilan sampel tanah
untuk validasi ini berjumlah 10 titik dan dianalisis kadar bahan organik dan nilai
C/N ratio kemudian dilakukan klasifikasi jenjang hara sesuai status Balai
Penelitian tanah (2009). Titik-titik validasai sampel tanah ditunjukkan pada
Gambar 5. Hasil analisis bahan organik dan perhitungan C/N ratio dari titik-titik
validasi didapatkan hasil dengan sebaran sangat rendah sampai sedang untuk
bahan organik dan didapatkan hasil sebaran rendah sampai sedang untuk C/N
ratio.
2. Uji Normalitas Data Kegiatan uji normalitas data dilakukan untuk mengetahui data dari titik-titik
pengamatan terdistribusi normal atau tidak. Uji normalitas yang digunakan yaitu
Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov. Hasil uji normalitas menunjukkan nilai
35
L0 yaitu 0,243 dan nilai Lt sebesar 0,258 (0,05;10), sehingga dari uji normalitas
dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan terdistribusi secara normal,
sehingga tidak perlu dilakukan transformasi data. Tabel uji normalitas
ditunjukkan pada Tabel 13 Lampiran 3.
3. Uji t-berpasangan Kegiatan validasi pemetaan dilakukan untuk membandingkan nilai model
status sebaran bahan organik dan C/N ratio pada peta dengan data nilai titik
validasi yang sebelumnya telah dilakukan uji normalitas data. Hasil uji t-
berpasangan diperoleh nilai t sebesar 4,4971 dan nilai signifikansi Sig. (two tail)
sebesar 2,2622. Data hasil uji t-berpasangan tersebut menunjukkan bahwa nilai
signifikansi lebih kecil dibandingkan nilai t, maka sesuai dengan dasar
pengambilan keputusan dalam uji t-berpasangan dapat disimpulkan bahwa H0
diterima dan H1 ditolak. Kesimpulan tersebut dapat diartikan bahwa tidak
terdapat terdapat perbedaan antara rata-rata nilai model status sebaran dan nilai
data pada titik validasi. Data hasil uji t-berpasangan dan data model status
sebaran ditunjukkan pada Tabel 14 Lampiran 4.
Hasil dari uji t-berpasangan menunjukkan bahwa data nilai model status
sebaran dan nilai data pada titik validasi tidak berbeda nyata, sehingga model
peta sebaran bahan organik dan C/N ratio tanah dapat digunakan sebagai
referensi status bahan organik dan C/N ratio di kebun PT. Perkebunan Nusantara
X wilayah Djengkol, Kediri.
5.5. Pengaruh Bahan Organik terhadap Unsur Kesuburan Tanah
Produktivitas tanaman tebu di kebun PT. Perkebunan Nusantara X khususnya
wilayah Djengkol, Kediri terjadi secara fluktuatif dari waktu ke waktu. Kondisi
tersebut disebabkan adanya penurunan tingkat kesuburan tanah dan mendekati titik
kritis pada beberapa kondisi kebun. Penurunan kesuburan ini disebabkan karena
penanaman tanaman tebu secara terus menerus tanpa adanya kegiatan pengelolaan
yang berlanjut. Kondisi penurunan tingkat kesuburan tanah apabila tidak segera
diperbaiki sedikit demi sedikit dapat mengakibatkan penurunan produksi tanaman
secara signifikan. Salah satu kegiatan pengelolaan yang dilakukan untuk
memperbaiki tingkat kesuburan tanah yaitu pengelolaan kebun dengan aplikasi
bahan organik. Bahan organik merupakan salah satu unsur yang dapat digunakan
36
untuk mengetahui sejauh mana kualitas kesuburan tanah di suatu wilayah (Khalif,
Utami, dan Kusuma, 2014).
Bahan organik merupakan salah satu unsur penyusun tanah sebesar 5 % dan
merupakan unsur penyusun terkecil dibandingkan dengan unsur lain seperti mineral
(45%), air (25%), dan udara (25%). Sebagai unsur penyusun paling kecil, namun
bahan organik memiliki peranan penting dalam tanah dan menjaga kesuburan tanah.
Kondisi tersebut sesuai dengan yang dikemukakan oleh Suriadikarta dkk (2002),
bahwa kontribusi unsur hara dari bahan organik relatif rendah, namun bahan
organik memiliki peranan yang penting dalam ketersediaan unsur kimia (N, P, K,
Ca, Mg , C, Cu, Zn, Mo, Si). Selain mendukung ketersediaan unsur kimia, menurut
Juarsah (2000), bahan organik mampu memperbaiki sifat biologi dan fisika tanah.
Hasil analisis data bahan organik yang sudah didapatkan kemudian
dihubungkan dengan ketersediaan unsur hara lain seperti N, C/N, dan pH pada titik-
titik pengamatan pewakil dari masing-masing Satuan Peta Lahan sesuai Tabel 11,
sebagai berikut:
a. SPL 1
Pada SPL 1 terdiri dari 4 titik pengamatan yang keseluruhan berada pada wilayah
kerja HGU 3. Hasil dari analisis menunjukkan keempat titik pengamatan
tersebut memilik Hasil kegiatan analisis N
menunjukkan pada status
bahwa ketersediaan N dalam tanah untuk menyediakan unsur hara yang
dibutuhkan tanaman cukup baik. Nilai C-Organik dari hasil analisis sebelumnya
dan nilai Nitrogen yang didapat selanjutnya dilakukan perhitungan lebih lanjut
untuk mengetahui tingkat dekompsisi dari bahan organik yang diaplikasikan di
kebun. Nilai C/N ratio dari titik pengamatan di SPL ini berada pada status
Selain niliai N dan C/N, kegiatan analisis juga dilakukan untuk
mengetahui nilai kemasaman atau kebasaan tanah. Dari hasil analisis
menunjukkan nilai pH tanah dari titik pengamatan di SPL 1 berada pada status
.
37
Gambar 20. Hasil Analisis BO, N, pH dan C/N ratio pada SPL 1
Pengambilan sampel pada SPL 1 ini didasarkan pada perbedaan pengelolaan
yaitu pengelolaan sisa panen atau klentek dan umur tanaman. Dimana pada umur
tanaman yang sama terdapat perbedaan pengeloaan berupa aplikasi daun tua atau
klentek. Dari 3 kebun, 1 kebun yaitu G27 sudah teraplikasi klentek dan 2 kebun
yaitu G23 dan G25 belum teraplikasi klentek. Perbedaan tersebut yang
merupakan salah satu penyebab nilai bahan organik kebun G27 lebih tinggi
dibandingkan dengan 2 kebun yang lain. Dari grafik diatas dapat dilihat
pengaruh bahan organik berbanding lurus terhadap ketersediaan unsur hara lain.
b. SPL 2
Pada SPL 2 terdiri dari 40 titik pengamatan yang tersebar pada wilayah kerja
HGU 1 , 2 dan 3. Hasil analisis bahan organik pada SPL ini berada pada status
status
inklusi, sehingga hanya terdapat 2 status dari SPL ini. Status
28 titik pengamatan dan 14 titik pengamatan berada pada status Hasil
analisis N pada SPL 2 ini terdiri dari 4 status
uk status termasuk dalam daerah
inklusi. Dari total titik pengamatan di SPL ini 11 kebun memiliki status
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
1 2 3B
O (%
)
Sampel Tanah0,000,020,040,060,080,100,120,140,16
1 2 3
N (%
)
Sampel Tanah
5,4
5,5
5,6
5,7
5,8
5,9
1 2 3
pH
Sampel Tanah
0,001,002,003,004,005,006,007,008,009,00
1 2 3C
/N ra
tioSampel Tanah
38
16 kebun memiliki status status Hasil
perhitungan C/N ratio terdiri dari status Status
terdiri dari 40 kebun dan status Sebaran nilai pH
tanah pada SPL ini terdiri dari 2 status Status
status
40 kebun.
Gambar 21. Hasil Analisis BO, N, pH dan C/N ratio pada SPL 2
Pengambilan sampel tanah di SPL 2 ini didasarkan pada perbedaan tinggi,
pengelolaan kebun, umur tanaman, luas wilayah, dan kondisi fisiografi lain
dalam SPL ini. Status-status tersebut didapatkan penampakan visual dan
informasi pegawai di kebun. Daftar kebun sampel tersebut antara lain:
a. Perbedaan Tinggi
Kebun yang secara visual terlihat lebih rendah dibandingkan dengan kebun
lain antara lain A4, B3 dan C2. Sedangkan kebun yang secara visual terlihat
lebih tinggi antara lain A15, B17, C14, D29 dan E20.
b. Umur Tanaman dan Pengelolaan Kebun
Pengambilan sampel dilakukan pada umur tanaman 2-3 dan 7-8 sesuai dengan
perbedaan pengelolaan kebun. Kebun dengan umur tanaman 2-3 yang telah
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37
BO
(%)
Sampel Tanah
0,00
0,05
0,10
0,15
0,20
0,25
1 4 7 10131619222528313437
N (%
)
Sampel Tanah
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37 40
pH
Sampel Tanah
0,002,004,006,008,00
10,0012,0014,0016,00
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37
C/N
rat
io
Sampel Tanah
39
teraplikasi POC antara lain A5, A6, A8, A11, B5, B8, B11, C3, C7, C8 dan
C17. Sedangkan kebun dengan umur tanaman yang sama dan belum
teraplikasi POC antara lain A7, A8, A10, B12, B15, C9, dan C10. Selanjutnya
kebun-kebun dengan umur tanaman 7-8 bulan yang telah teraplikasi klentek
antara lain A9, B4, B6, B7, B13, B14, C4, dan C5.
c. Luas Wilayah
kebun-kebun di SPL 2 yang diambil berdasarkan luasan terbesar pada
masing-masing jenis pengelolaan ada 3 kebun yaitu A12 (umur tanaman 3
bulan sudah teraplikasi POC), A13 (umur tanaman 2 bulan belum teraplikasi
POC), dan B9 (umur tanaman 7 bulan sudah teraplikasi klentek).
d. Kondisi Fisiografi Lain
Kondisi fisiografi yang digunakan dasar penentuan kebun adalah kebun yang
berdekatan dengan jalan besar dan/ atau pemukiman, dekat dengan
penggunaan lahan lain (kebun PTPN XII), dan jauh dari jalan besar dan/ atau
pemukiman). Kebun-kebun yang termasuk dalam kategori ini antara lain
A14, B16, dan E19.
c. SPL 3
Pada SPL 3 ini terdiri dari 37 titik pengamatan yang tersebara pada wilayah kerja
HGU 1, 2, dan 3. Hasil analisis bahan organik dari titik-titik pengamatan
menunjukkan kandungan baha organik berada pada status
. Kebun dengan status
kebun, status 11 kebun dan status
kebun. Hasil analisis N pada SPL 3 ini terdiri dari 4 status
status
termasuk dalam daerah inklusi. Kebun yang memiliki status
5 kebun, status status sejumlah 5 kebun.
Hasil perhitungan C/N ratio menunjukkan status
dan status Hasil analisis pH menunjukkan status pH
status status
40
Gambar 22. Hasil Analisis BO, N, pH dan C/N ratio pada SPL 3
Pengambilan sampel tanah di SPL 3 ini tidak berbeda jauh dengan pengambilan
sampel pada SPL 2 yaitu didasarkan pada perbedaan tinggi, pengelolaan kebun,
umur tanaman, luas wilayah, dan kondisi fisiografi lain dalam SPL ini. Status-
status tersebut didapatkan penampakan visual dan informasi pegawai di kebun.
Daftar kebun sampel tersebut antara lain:
a. Perbedaan Tinggi
Kebun yang secara visual terlihat lebih rendah dibandingkan dengan kebun
lain antara lain G4, E8 dan F4. Sedangkan kebun yang secara visual terlihat
lebih tinggi antara lain G31, E16 dan F22.
b. Umur Tanaman dan Pengelolaan Kebun
Pengambilan sampel dilakukan pada umur tanaman 2-3 dan 7-8 sesuai dengan
perbedaan pengelolaan kebun. Kebun dengan umur tanaman 2-3 yang telah
teraplikasi POC antara lain G6, G7, E9, E13, E14, F7, F12, F15, F18 dan F20.
Sedangkan kebun dengan umur tanaman yang sama dan belum teraplikasi
POC antara lain G11, F11, F12, dan E12. Selanjutnya kebun-kebun dengan
umur tanaman 7-8 bulan yang telah teraplikasi klentek antara lain E15, E24,
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
3,00
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37
BO
(%)
Sampel Tanah
0,000,020,040,060,080,100,120,140,160,180,20
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37
N (%
)
Sampel Tanah
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37
pH
Sampel Tanah
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
14,00
1 4 7 10 13 16 19 22 25 28 31 34 37C
/N r
atio
Sampel Tanah
41
F16, F18, F21 dan G5. Sedangkan untuk kebun yang belum teraplikasi klentek
antara lain G8, F5, F6, F14, F17, dan F21.
c. Luas Wilayah
kebun-kebun di SPL 2 yang diambil berdasarkan luasan terbesar pada
masing-masing jenis pengelolaan ada 4 kebun yaitu G30 (umur tanaman 3
bulan sudah teraplikasi POC), G32 (umur tanaman 2 bulan belum teraplikasi
POC), G36 (umur tanaman 7 bulan sudah teraplikasi klentek) dan G33 (umur
tanaman & bulan belum teraplikasi klentek).
d. Kondisi Fisiografi Lain
Kondisi fisiografi yang digunakan dasar penentuan kebun adalah kebun yang
berdekatan dengan jalan besar dan/ atau pemukiman, dekat dengan
penggunaan lahan lain (kebun PTPN XII), dan jauh dari jalan besar dan/ atau
pemukiman). Kebun-kebun yang termasuk dalam kategori ini antara lain G28
dan G29 .
d. SPL 4
Pada SPL 4 ini terdiri dari 9 titik pengamatan yang tersebar di wilayah kerja
HGU 1 dan 2. Hasil analisis bahan organik pada SPL ini tersebar dengan 2 status
yaitu status
dan status Hasil analisis N pada sampel tanah dari
SPL ini tersebar pada 3 status . Kebun
dengan status status status
rhitungan C/N ratio pada SPL ini
menunjukkan terdiri dari 1 status
Hasil analisis pH untuk titik-titik pengamatan
di SPL 4 ini terdiri dari 2 status yaitu status -
kebun yang termasuk dalam status status
masam
42
Gambar 23. Hasil Analisis BO, N, pH dan C/N ratio pada SPL 4
Pengambilan sampel pada SPL 4 ini didasarkan pada perbedaan pengelolaan
yaitu pengelolaan sisa panen atau klentek dan umur tanaman. Dari 9 kebun
pengamatan, 4 kebun yaitu B18, D10, D12, dan D30 dengan umur tanaman 7-8
bulan sudah teraplikasi klentek, 2 kebun yaitu D6 dan D9 dengan umur tanaman
7-8 bulan belum terapliaksi klentek dan 3 kebun yaitu D2, D3, dan D5 umur
tanaman 2-3 bulan sudah teraplikasi POC.
e. SPL 5
Pada SPL 5 ini terdiri dari 4 titik pengamatan yang tersebar dalam 1 wilayah
kerja HGU 1. Hasil analisis bahan organik menunjukkan hanya terdiri dari 1
status Hasil analisis N pada titik pengamatan di SPL ini
menunjukkan berada pada status status
status
ratio tanah menunjukkan terdapat 1 status Hasil analisis pH
menunjukkan titik-titik pengamatan pada SPL ini berada pada 1 status yaitu
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
1 2 3 4 5 6 7 8 9
BO
(%)
Sampel Tanah
0,000,020,040,060,080,100,120,140,16
1 2 3 4 5 6 7 8 9
N (%
)
Sampel Tanah
4,44,64,85,05,25,45,65,8
1 2 3 4 5 6 7 8 9
pH
Sampel Tanah0,002,004,006,008,00
10,0012,0014,0016,00
1 2 3 4 5 6 7 8 9C
/N ra
tioSampel Tanah
43
Gambar 24. Hasil Analisis BO, N, pH dan C/N ratio pada SPL 5
Pengambilan sampel pada SPL ini didasarkan pada perbedaan pengelolaan yaitu
pengelolaan sisa panen atau klentek dan umur tanaman. Pada SPL ini 1 kebun
dengan umur tanaman 2-3 bulan sudah teraplikasi POC, 3 kebun yaitu E5, E6,
dan E10 dengan umur tanaman 7-8 teraplikasi klentek dan 1 yaitu E4 kebun
dengan umur yang sama belum teraplikasi klentek.
Dari analisis pada masing-masing SPL selanjutnya dilakukan analisis secara
umum baik dari segi pengelolaan kebun maupun pengaruh dan sebab dari hubungan
yang terjadi bahan organik dan unsur hara lain seperti N, C/N dan pH. Kondisi
rendahnya status bahan organik ini dapat disebabkan karena kanjurang
maksimalnya dalam proses pengelolaan yang dilakukan. Hal ini dapat ditelusuri
melalui kegiatan pengelolaan yang sudah dijelaskan sebelumnya. Dari aplikasi
kompos, kompos yang digunakan harus sudah benar-benar siap dan telah
mengalami proses dekomposisi, apabila kompos kurang terdekomposisi ataupun
masih dalam kondisi panas dan diaplikasikan haler tersebut cenderung akan
merusak tanaman. Aplikasi POC, jumlah pupuk cair yang diberikan harus
disesuaikan dengan kondisi dan luasan kebun yang diaplikasikan agar hasil yang
didapatkan sesuai dengan kebutuhan dari kebun tersebut. Aplikasi sisa tanaman
0,00
0,50
1,00
1,50
2,00
2,50
1 2 3 4
BO
(%)
Sampel Tanah
0,00
0,02
0,04
0,06
0,08
0,10
0,12
0,14
1 2 3 4
N (%
)
Sampel Tanah
4,7
4,7
4,8
4,8
4,9
4,9
1 2 3 4
pH
Sampel Tanah
7,50
8,00
8,50
9,00
9,50
10,00
10,50
1 2 3 4C
/N ra
tio
Sampel Tanah
44
klentek, pemberian sisa tanaman ini pada dasarnya tidak ada ketentuan khusus cara
aplikasinya, namun melihat cukup lamanya proses dekomposisi dari daun tebu ini
maka perlu dilakukan perlakuan pencacahan sebelum diaplikasikan ke lahan, hal
ini dilakukan dengan tujuan mempercepat proses dekomposisi dan pemenuhan
bahan organik di kebun.
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diberikan dari hasil penelitian dan pengolahan data
adalah:
1. Kandungan bahan organik di kebun berkisar antara 0,9% sampai dengan 3,5%
dan nilai tersebut tersebar mulai pada status sangat rendah sampai sedang.
2. Sebaran bahan organik dengan status rendah tersebar di wilayah kerja HGU 1
dan sebagian dari HGU 2 serta 3. Sedangkan bahan organik dengan status sedang
tersebar di sebagian wilayah kerja HGU 2 dan sebagian besar HGU 3.
3. Perbedaan pengelolaan kebun menyebabkan perbedaan kandungan bahan
organik dan perbedaan kandungan bahan organik mempengaruhi ketersediaan
unsur hara lain (N, pH dan C/N ratio) dalam pengelolaan kesuburan tanah di
kebun PT. Perkebunan Nusantara X.
6.2. Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil analisis terhadap bahan organik dan
pengaruhnya terhadap kesuburan tanah ini adalah dilakukan pengelolaan yang lebih
berlanjut, efisien dan efektif, antara lain:
1. s pencacahan pada bagian yang akan diaplikasin, hal tersebut bertujuan untuk
mempermudah dan mempercepat proses dekomposisi.
46
DAFTAR PUSTAKA
Ansori. 2000. Pengaruh Bahan Organik terhadap Sifat Biologi Tanah. Ilmu Tanah. Universitas Gadjah Mada.
Ardianto, Erfan Taufik. 2011. Pemetaan Kesuburan Tanah pada Lahan Tebu untuk Meningkatkan Produktivitas Tanaman Tebu dan Profit Perusahaan; Peta Objek Geografi. Banten.
Arviandi, Ryan., Rauf, Abdul., Sitanggang, Gantar. 2015. Evaluasi Sifat Kimia Tanah Inceptisol pada Kebun Inti Tanaman Gambir (Uncaria gambir Roxb.) di Kecamatan Salak Kabupaten Pakpak Bharat. Jurnal Online Agroekoteknologi, 2(4):1330.
Balai Penelitian tanah. 2009. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor: Balai Penelitian Tanah.
Blanco, H dan Lal, C. R. 2008. No-tillage and Soil Profile Carbon Sequestration: An on Farm Assessment. Soil Sci. Soc. Am. J. 27.
Blum,J., U.Herpin, A.J.Melfi, C.R.Montes. 2012. Soil properties in a sugarcane plantation after the application of treated sewage effluent and phosphogypsum in Brazil. Agricultural Water Management, 115: 203-216.
Cherubin,M.R., A.L.C.Franco, C.E.P.Cerri, D.M.da Silva Oliveira, C.A.Davies, C.C.Cerri. 2015. Sugarcane expansion in Brazilian tropical soils Effects of land use change on soil chemical attributes. Agriculture, Ecosystems & Environment, 211: 173-184.
Cherubin,M.R., D.L.Karlen, A.L.C.Franco, C.A.Tormena, C.E.P.Cerri, C.A.Davies, C.C.Cerri. 2016. Soil physical quality response to sugarcane expansion in Brazil. Geoderma, 267: 156-168.
Clivot,H., B.Mary, M.Valé, J.-P.Cohan, L.Champolivier, F.Piraux, F.Laurent, E.Justes. 2017. Quantifying in situ and modeling net nitrogen mineralization from soil organic matter in arable cropping systems. Soil Biology and Biochemistry, 111: 44-59.
Dariah, A. 2007. Bahan Pembenah Tanah: Prospek dan Kendala Pemanfaatannya. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian. Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada.
Delgado, J.A. dan Follet, F.F. 2002. Carbon and Nutrient Cycles. J. Soil and Water Conserv. 57(6):455-564.
Dietrich,G., M. Sauvadet, S. Recous, M. Redin, I.C. Pfeifer, C.M. Garlet, H. Bazzo, S.J. Giacomini. 2017. Sugarcane mulch C and N dynamics during decomposition under different rates of trash removal. Agriculture, Ecosystems & Environment, 243: 123-131.
Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009. Pedoman Teknologi Budidaya Tebu Lahan Kering. Jakarta.
47
Hadi, Bambang Syaeful. 2013. Metode Interpolasi dalam Studi Geografis (Ulasan Singkat dan Contoh Aplikasinya). Geomedia 11:236.
Hairiah, K dan Ashari, S. 2013. Pertanian Masa Depan: Agroforestri, Manfaat, dan Layanan Lingkungan. Prosising Seminar Nasional Agroforestri. FP UB.
Hanafiah, Kemas Ali. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Rajawali Press. pp.60-75
Handayanto, E. 2014. Pengelolaan Kesuburan Tanah. Malang: Brawijaya University Press.
Hardjowigeno. 2007. Ilmu Tanah. Jakarta: Penerbit Pustaka Utama.
Indarto. 2013. Sistem Informasi Geografis. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Indrawanto, C., Purwono, Siswanto, Syakir, Rumini, W. 2010. Budidaya dan Pasca Panen Tebu. Jakarta: ESKA Media.
Inman-Bamber, N.G. 1994. Temperature and seasonal effects on canopy development and light interception of sugarcane. Field Crops Research, 36: 41 51.
Irvine J.E. 1975. Relations of photosynthetic rates and leaf canopy characters to sugarcane yield. Crop Science, 15: 671 676.
Izzati, Munifatul. 2015. Perbedaan Kandungan Bahan Organik pada Tanah Pasir dan Tanah Liat setelah Penambahan Pembenah Tanah dari Bahan Dasar Tumbuhan Akuatik. Buletin Anatomi dan Fisiologi XXIII(2):1-6.arn
Johannes,A., A.Matter, R.Schulin, P.Weisskopf, P.C.Baveye, P.Boivin. 2017. Optimal organic carbon values for soil structure quality of arable soils. Does clay content matter?. Geoderma, 302: 14-21.
Juarsah, I. 2000. Manfaat dan Alternatif Penggunaan Pupuk Organik pada Lahan Kering melalui Penanaman Luguminosa. Prosiding Kongres Nasional VII HITI. Bandung.
Khalif, U., Utami, S. Rahayu, Kusuma Zaenal. 2014. Pengaruh Penanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) Terhadap Kandungan C dan N Tanah di Desa Slamparejo, Jabung, Malang. Jurnal Tanah dan Sumberdaya Lahan 1(1):12-13.
Mthimkhulu,S., P.Podwojewski, J.Hughes, L.Titshall, R.Van Antwerpen. 2016. The effect of 72 years of sugarcane residues and fertilizer management on soil physico-chemical properties. Agriculture, Ecosystems & Environment, 225: 54-61.
Muchow R.C., M.F.Spillman, A.W.Wood , M.R.Thomas. 1994. Radiation interception and biomass accumulation in a sugarcane crop grown under irrigated tropical conditions. Australian Journal of Agricultural Research, 45: 37 49.
Muyassir, Sufardi, Saputra. 2012. Perubahan Sifat Fisika Inceptisol akibat Perbedaan Jenis dan Dosis Pupuk Organik. Lentera 12(1):1-2.
48
Notohadiprawiro, T., Soekodarmodjo, S., Sukana, E. 2006. Pengelolaan Kesuburan Tanah dan Peningkatan Efisiensi Pemupukan.
Novizan. 2002. Petunjuk Pemupukan yang Efektif. Jakarta: Agromedia Pustaka.
Nurdin. 2012. Morfologi, Sifat Fisik dan Kimia Tanah Tanah Inceptisol dari Bahan Lakustrin Peguyuman-Gorontalo Kaitannya dengan Pengelolaan Tanah. JATT 1(1):14.
Nursyamsi, Dedi., Suprihati. 2005. Sifat-Sifat Kimia dan Mineralogi Tanah serta Kaitannya dengan kebutuhan Pupuk untuk Padi (Oryza sativa), Jagung (Zea mays), dan Kedelai (Glycine max). Bul. Agron. 33(3):43-45.
Prahasta, E. 2000. Konsep-konsep Dasar Sistem Informasi Geografis. Bandung: Penerbit Informatika.
Rachid,C.T.C.C., C.A.Pires, D.C.A. Leite, H.L.C. Coutinho, R.S. Peixoto, A.S. Rosado, J. Salton, J.A. Zanatta, F.M. Mercante, G.A.R. Angelini, F.de Carvalho Balieiro. 2016. Sugarcane trash levels in soil affects the fungi but not bacteria in a short-term field experiment. Brazilian Journal of Microbiology, 47(2): 322-326.
Rahmi, Abdul dan Biantary, Maya Preva. 2014. Karakteristik Sifat Kimia Tanah dan Status Kesuburan Tanah Lahan Pekarangan dan Lahan Usaha Tani beberapa Kampung di Kabupaten Kutai Barat -34
Rayes, M. Luthfi. 2007. Metode Inventarisasi Sumber Daya Lahan. Yogyakarta: Penerbit ANDI.
Respatti, Erizal., Goejantoro, Rito., Wahyunigsih, Sri. 2014. Perbandingan Metode Ordinary Kriging dan Inverse Distance Weighted untuk Estimasi Elevasi pada Data Topografi (Studi Kasus: Topografi Wilayah FMIPA Universitas Mulawarman). Jurnal Eksponensial 5(2):163-170.
Ruijter, J. Dan Agus F. Pengenalan Tanah. World Agroforestry Centre.
Santosa, S., Atmawinata, S. 1992. Geologi Lembar Kediri, Jawa. Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung, Indonesia. pp.12-15.
Selim,H.M., A.Newman, L.Zhang, A.Arceneaux, B.Tubaña, L.A. Gaston. 2016. Distributions of organic carbon and related parameters in a Louisiana sugarcane soil. Soil and Tillage Research, 155: 401-411.
Selim,H.M., A.Newman, L.Zhang, A.Arceneaux, B.Tubaña, L.A. Gaston. 2016. Distributions of organic carbon and related parameters in a Louisiana sugarcane soil. Soil and Tillage Research, 155: 401-411.
Sinclair, T.R. and R.C.Muchow. 1999. Radiation use efficiency. Advances in Agronomy, 65:215 265. \
Sinulingga, M dan Darmanti, S. 2000. Kemampuan Mengikat Air oleh Tanah Berpasir yang diperlukan dengan Tepung Rumput Laut Gracilaria verrucosa. pp. 32-38
49
Souza,R.A., T.S.Telles, W.Machado, M.Hungria, J.T.Filho, M. de Fátima Guimarães. 2012. Effects of sugarcane harvesting with burning on the chemical and microbiological properties of the soil. Agriculture, Ecosystems & Environment, 155: 1-6.
Sugiyanto dan Baon, J.B. 2008. Ketersediaan Fosfor Asal Tanah dan Fosfat Alam akibat Sumber Bahan Organik yang Berbeda. Pelita Perkebunan 24:114-127.
Sulistiyanto, Rieley, J. O., Limin, S. H. 2005. Laju Dekomposisi dan Pelepasan Hara dari Seresah pada Dua Sub-Tipe Hutan Rawa Gambut di Kalimantan Tengah. Jurnal Manajemen Hutan Tropika XI(2): 1-14.
Suntoro. 2003. Peranan Bahan Organik terhadap Kesuburan Tanah dan Upaya Pengelolaannya. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Suriadikarta, D.A., Prihatini, T., Setyorini, D. Dan Hartatiek W. 2002. Teknologi Pengelolaan Bahan Organik Tanah: Dalam Teknologi Pengelolaan Lahan Kering menuju Pertanian Produktif dan Ramah Lingkungan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. pp. 339-358.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.
Sutardjo, E. R. M. 2002. Budidaya Tanaman Tebu. Jakarta: Bumi Aksara.
Sutedjo. 2002. Pengantar Ilmu Tanah. Jakarta: Rineka Cipta.rtatiek, W. 2002. Teknologi Pengelolaan Bahan Organi:Teknologi Pengelolaan Lahan Kering menuju Pertanian Produktif dan Rama Lingkungan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat. Bogor. pp. 183-238
Syukur. 2002. Pengaruh Pemberian Bahan Organik terhadap Sifat-sifat Tanah dan Pertambahan Cassim di tanah Pasir Pantai. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan vol. 5.
Thorburn,P.J., E.A. Meier, K. Collins, F.A. Robertson. 2012. Changes in soil carbon sequestration, fractionation and soil fertility in response to sugarcane residue retention are site-specific. Soil and Tillage Research, 120: 99-111.
van Heerden,P.D.R., R.A. Donaldson, D.A.Watt and A.Singels. 2010. Biomass accumulation in sugarcane: unravelling the factors underpinning reduced growth phenomena. Journal of Experimental Botany, 61(11): 2877 2887.
Yanis, Muhammad Nazarul., Guchi, Hardy., dan Sembiring, Mariani. 2014. Evaluasi Kesesuaian Lahan Kabupaten Dairi untuk Tanaman Kopi Robusta (Coffea robusta Lindl.). Jurnal Online Agroekoteknologi 2(4):1466.