fisika klasik sejarah
DESCRIPTION
fisika kuantumTRANSCRIPT
1. Pengantar
Dimulai dari tahun 1800an sampai 1890an. Pada periode ini
diformulasikan konsep-konsep fisika yang mendasar yang sekarang kita kenal
dengan sebutan Fisika Klasik. Dalam periode ini Fisika berkembang dengan
pesat terutama dalam mendapatkan formulasi-formulasi umum dalam Mekanika,
Fisika Panas, Listrik-Magnet dan Gelombang, yang masih terpakai sampai saat
ini. Dalam Mekanika diformulasikan Persamaan Hamiltonian (yang kemudian
dipakai dalam Fisika Kuantum), Persamaan gerak benda tegar, teori elastisitas,
hidrodinamika. Dalam Fisika Panas diformulasikan Hukum-hukum
termodinamika, teori kinetik gas, penjalaran panas dan lain-lain. Pada 1847
James Joule menyatakan hukum konservasi energi, dalam bentuk panas dan juga
dalam energi mekanika. Dalam Listrik-Magnet diformulasikan Hukum Ohm,
Hukum Faraday, Teori Maxwell dan lain-lain. Sifat listrik dan magnetisme
dipelajari oleh Michael Faraday, George Ohm, dan lainnya. Pada 1855,
James Clerk Maxwell menyatukan kedua fenomena menjadi satu teori
elektromagnetisme, dijelaskan oleh persamaan Maxwell. Perkiraan dari teori
ini adalah cahaya adalah gelombang elektromagnetik. Dalam Gelombang
diformulasikan teori gelombang cahaya, prinsip interferensi, difraksi dan lain-
lain.
Dimulai dari tahun 1890an sampai sekarang. Pada akhir abad ke 19
ditemukan beberapa fenomena yang tidak bisa dijelaskan melalui fisika klasik.
Hal ini menuntut pengembangan konsep fisika yang lebih mendasar lagi yang
sekarang disebut Fisika Modern. Dalam periode ini dikembangkan teori-teori
yang lebih umum yang dapat mencakup masalah yang berkaitan dengan
kecepatan yang sangat tinggi (relativitas) atau dan yang berkaitan dengan
partikel yang sangat kecil (teori kuantum). Teori Relativitas yang dipelopori
oleh Einstein menghasilkan beberapa hal diantaranya adalah kesetaraan massa
dan energi E=mc2 yang dipakai sebagai salah satu prinsip dasar dalam
transformasi partikel. Teori Kuantum, yang diawali oleh karya Planck dan Bohr
dan kemudian dikembangkan oleh Schrodinger, Pauli, Heisenberg dan lain-lain,
melahirkan teori-teori tentang atom, inti, partikel sub atomik, molekul, zat
padat yang sangat besar perannya dalam pengembangan ilmu dan teknologi.
Istilah fisika modern diperkenalkan karena banyaknya fenomena-
fenomena mikroskopis dan hukum-hukum baru yang ditemukan sejak tahun 1890.
Meskipun mekanika klasik hampir cocok dengan teori klasik lainnya seperti
elektrodinamika dan termodinamika klasik, ada beberapa ketidaksamaan
ditemukan di akhir abad 19 yang hanya bisa diselesaikan dengan fisika modern.
Teori kuantum muncul karena teori fisika klasik tidak mampu memecahkan
permasalahan pada saat itu dalam membahas benda-benda berukuran mikro,
interaksi materi dan energi, kapasitas panas zat padat dan lain-lain.
Khususnya elektrodinamika klasik tanpa relativitas memperkirakan
bahwa kecepatan cahaya adalah relatif konstan dengan Luminiferous aether,
perkiraan yang sulit diselesaikan dengan mekanik klasik dan yang menuju
kepada pengembangan relativitas khusus. Ketika digabungkan dengan
termodinamika klasik, mekanika klasik menuju ke paradoks Gibbs yang
menjelaskan entropi bukan kuantitas yang jelas dan ke penghancuran
ultraviolet yang memperkirakan benda hitam mengeluarkan energi yang
sangat besar. Usaha untuk menyelesaikan permasalahan ini menuju ke
pengembangan mekanika kuantum.
2. Radiasi Termal dan Postulat Planck
Benda-hitam: penyerap semua radiasi elektromagnet yang mengenainya,
atau pengemisi semua radiasi elektromagnet yang dimiliknya. Berdasarkan
termodinamika, distribusi panjang gelombang spektrumnya hanya bergantung
pada temperatur tidak pada jenis bahan benda-hitam.
Stefan (1879):total energi yang dipancarkan adalah:
E = (4σ /c¿T4
σ adalah konstanta dan c=3x108 m/s adalah kecepatan cahaya dalam ruang
hampa.
Wien (1893) : panjang gelombang di mana rapat energi radiasi maksimum
berbanding lurus dengan1/T.
λ maxT = konstan; disebut hukum pergeseran Wien
Menurut teori medan listrik-magnet, gelombang elektromagnet diemisikan oleh
osilator muatan-muatan listrik. Bilamana osilator-osilator dalam kesetimbangan
dengan radiasi dalam benda-hitam, maka rapat energi radiasi per satuan
volumadalah:
E(v) = 8π v2 u(v) / c3
u(ν)=energi rata-rata osilator dengan frekuensiν.
Hukum energi ekipartisi: energi rata-rata itu adalah u(ν)=kBT di mana kB = 1,3806
x 10-23 J/K adalah konstanta Boltzmann.
Dengan c=λ ν,
E(λ) = 8πT kb / λ 4
Inilah rumusan Raleigh-Jeans, yang ternyata hanya berlaku pada panjang
gelombang yang besar.
Max Planck (1900):
Suatu benda-hitam adalah kumpulan osilator dalam kesetimbangan dengan medan
radiasi. Suatu osilator dengan frekuensiνhanya bisa memiliki energi:
Εn = nhv ; n = 0,1,2,....
dengan h=6,624 x 10-34 Js disebut konstanta Planck, dan hν disebut kuantum
energi.
Energi rata-rata per osilator dengan frekuensi ν adalah:
U(v) = ∑n=0
❑
En exp(−En /¿ ¿k BT ) /∑n=0
❑
En exp(−En /¿¿k BT )¿¿¿¿
U(v) = hv / exp ( hv / kBT ) - 1
Akhirnya diperoleh: E(v) =[ 8π v2 u(v) / c3 ] x [hv / ehv / kBT – 1]
Inilah rumusan Planck yang sesuai kurvaradiasi benda hitam secara lengkap.
Untuk panjang gelombang yang besar berlaku pendekatan
exp(hυ/kBT) = exp [ hc/( λkBT)] = 1+ hc/kBT
E(v) = [ 8π v2 / c3 ] x [hv / ehv / kBT – 1]= 8π v2 kBT / c3 (persamaan dari Raleigh-
Jeans).
Persamaan dapat diungkapkan dalam λ sebagai berikut:
E(λ ) = ¿ λ5 ] [1/ ehv / kBT – 1]
Misalkan x = hc / λkBT, maka
E(λ ) = ¿k5BT5/ c4h4][x5/ex - 1]
Untuk memperoleh E(λ) maksimum, harus dipenuhi dE/dx = 0; jadi,
E –x + 1/5 x-1 = 0 =4,9651
λT=hc/(4,9651 kB)=2,8978x10-3mK. (hukum pergeseran Wien)
Teori kuantum radiasi Planck
Untuk mengatasi masalah yang timbul pada hukum Rayleigh-Jeans, Max Planck
mempostulatkan bahwa energi osilator adalah sebanding dengan frekuensi
gelombang, n = nhf (n bilangan bulat positif dan h konstanta Planck). Penerapan
postulat ini ke persamaan untuk energi rata-rata menurut statistik Maxwell-
Boltzman memberikan:
Dengan mengingat rumus jumlah pada deret geometri,
maka penyebut persamaan energi rata-rata tersebut dapat dituliskan sebagai:
Misalkan α = hf / kBT , maka :
Jadi, diperoleh energi rata-rata:
Selanjutnya, diperoleh rapat energi radiasi:
Terlihat bahwa postulat Planck mampu mengatasi masalah yang muncul pada
hukum Rayleigh-Jeans. Bahkan, hasil ini sesuai dengan data eksperimen. Postulat
Planck juga mampu menjelaskan hukum Stefan-Boltzman. Substitusi persamaan
rapat energi radiasi ke persamaan untuk radiasi total, menghasilkan:
Gambar kurva intensitas radiasi termal menurut hukum Raleygh – Jeans dan Teori
Kuantum Planck
merupakan konstanta Stefan-Boltzmann.
3. Efek Fotolistrik
Hasil-hasil eksperimen menunjukkan, bahwa suatu jenis logam tertentu
bila disinari (dikenai radiasi) dengan frekuensi yang lebih besar dari harga tertentu
akan melepaskan elektron, walaupun intensitas radiasinya sangat kecil.
Sebaliknya, berapapun besar intensitas radiasi yang dikenakan pada suatu
jenis logam, jika frekuensinya lebih kecil dari harga tertentu maka tidak
akan dapat melepaskan elektron dari logam tersebut. Peristiwa pelepasan
elektron dari logam oleh radiasi tersebut disebut efek fotolistrik, diamati pertama
kali oleh Heinrich Hertz (1887). Elektron yang terlepas dari logam disebut foto-
elektron.
Jika intensitas radiasi yang menimbulkan efek fotolistrik dinaikkan, maka
akan memperbanyak foto-elektron yang dihasilkan, ditandai oleh
bertambahnya arusfoto-elektron Ife. Perangkat untuk mengamati terjadinya
efek fotolistrik seperti ditunjukkan pada Gambar . Arus foto-elektron dapat
ditiadakan dengan cara memberi tegangan pada kolektor negatif terhadap emiter.
Beda tegangan emiter – kolektor pada saat arus foto-elektron tepat mencapai
nol, disebut tegangan penghenti (stopping voltage), Vs . Efek fotolistrik tidak
dapat dipahami dengan fisika klasik, yang mana intensitas radiasi sebanding
dengan enegi gelombang (kuadrat amplitudo). Pada tahun 1905, Einstein
menerangkan efek fotolistrik dengan teori kuantum cahaya:
1. Cahaya / radiasi terdiri dari atas kuantum / paket-paket energi sebesar
Er = h υ yang bergerak dengan kelajuan cahaya c.
2. Intensitas cahaya ditentukan oleh cacah kuantum tenaga per satuan
waktu per satuan luas penampang berkas cahaya tersebut.
Dengan adanya teori kuantum cahaya Einstein, berarticahaya
memperlihatkan sifat dualisme, yaitu sebagai gelombang dan sebagai partikel.
Partikel cahaya atau radiasi disebut foton. Dengan teori kuantum cahaya, Einstein
menerangkan efek fotolistrik sebagai berikut:
Elektron-elektron bebas dalam logam terikat oleh logam untuk
meninggalkannya. Untuk melepaskan elektron dari logam diperlukan tenaga
dalam jumlah tertentu. Besarnya tenaga untuk melepaskan elektron dari logam,
yang sama dengan tenaa ikat logam pada elektron-elektronnya, disebut fungsi
kerja (work function) logam yang bersangkutan (φ). Setiap jenis logam
mempunyai fungsi kerja tertentu, yang merupakan karakter masing-masing jenis
logam.
Tenaga foton sebesar h υ yang datang pada permukaan logam
diserahkan seluruhnya kepada satu elektron dalam logam. Jika φ υ > h , maka
elektron yang menerima tenaga tersebut dapat lepas dari logam, dengan sisa
tenaga yang diterimanya digunakan untuk bergerak, memenuhi persamaan
dengan Kfe adalah tenaga kinetik foto-elektron. Dari persamaan (I-13),
mudahdimengerti adanya frekuensi ambang suatu logam, yaitu sebesar
Jadi, jika suatu radiasi yang dikenakan pada suatu logam frekuensinya υ > υ0 baru
bisa menimbulkan efek fotolistrik, dan jika intensitas radiasi naik, maka cacah
foto-elektron bertambah karena cacah foton bertambah.
4. Efek Compton dan Difraksi Sinar – X
a. Efek Compton
Pada tahun 1923, Compton mengamati hamburan sinar-X oleh suatu
sasaran dari bahan grafit, ketika ia menembakkan sinar-X monokromatik
pada grafit tersebut. Ditemukannya bahwa sinar-X yang terhambur
mempunyai panjang gelombang lebih besar dari sinar-X aslinya. Compton
menyimpulkan bahwa efek ini dapat dipahami sebagai benturan / tumbukan
antara foton-foton dengan elektron-elektron, dan foton berperilaku
seperti partikel.
Gambar memperlihatkan sebuah tumbukan antara foton dan sebuah elektron,
di mana elektron tersebut mula-mula dianggap diam dan yang pada pokoknya
dapat dianggap bebas, yakni tidak terikat kepada atom-atom penghambur. Dari
pembahasan tentang gelombang dan juga dari asas relativitas, hubungan antara
energi dan momentum cahaya adalah sebagai berikut :
dengan : C = λ . v
E = v h.
dan C = kecepatan cahaya
E = energi foton
p = momentum foton
v = frekuensi foton
λ = panjang gelombang foton
h = konstanta Planck
Pada peristiwa tumbukan di atas berlaku kekekalan momentum dan kekekalan
energi. Pada gambar di atas menampilkan proses tumbukan dari kerangka S
dengan sumbu x+ searah dengan momentum foton yang datang (p)
menumbuk elektron yang rehat (diam). Sesudah tumbukan momentum foton
berubah menjadi p’ yang membentuk sudut hamburan( θ ) dengan sumbu x,
sedangkan elektron terpelanting dengan momentum pe ke arah yang
membentuk sudut φ dengan sumbu x.
Kekekalan momentum pada arah sumbu x :
................1)
Kekekalan momentum pada arah sumbu y :
2)
Dari persamaan 1):
Kemudian persamaan di atas masing-masing sukunya dikuadratkan akan
diperoleh :
Kemudian persamaan di atas masing-masing sukunya dikuadratkan akan
diperoleh :
Dari persamaan 2), kemudian masing-masing sukunya dikuadratkan akan
diperoleh :
Persamaan 3) dan 4) kemudian dijumlahkan akan diperoleh :
Kekekalan energi memberikan :
Karena : E = pC , maka :
E – E’ = pC – p’C = Ke’
Atau : C ( p – p’ ) = Ke’ .........................................................................................6)
Dari persamaan energi relativistik diperoleh :
Dari persamaan 6) dan 7) diperoleh :
Persamaan 5) digabungkan dengan persamaan 8) :
Apabila persamaan di atas dibagi dengan mCpp’ akan diperoleh :
Karena :
Maka :
Sehingga diperoleh :
dengan : λ = panjang gelombang foton sebelum tumbukan
λ’ = panjang gelombang foton setelah terhambur
Panjang gelombang Compton :
Mungkin timbul suatu pertanyaan bahwa dari pengalaman sehari-hari
jika kita mengarahkan cahaya warna tertentu ( misalnya merah ) ke suatu
benda, maka cahaya terhamburnya tetap berwarna merah. Apakah ini berarti efek
Compton tidak berlaku di sini ? Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
perubahan panjang gelombang paling besar terjadi pada sudut hambur θ = 180o,
yang besarnya sama dengan panjang gelombang Compton = 0,02426 Ao .
Perubahan ini tidak teramati jika dibandingkan dengan panjang
gelombang cahaya tampak yang berkisar dari 4000 Ao sampai 8000 Ao.
Energi kinetik elektron terhambur Ke’ dapat dicari :
Karena: :
Sehingga :
b. Diffraksi Sinar – X
Difraksi sinar-x oleh sebuah materi terjadi akibat dua fenomena: (1)
hamburan oleh tiap atom dan (2) interferensi gelombang-gelombang yang
dihamburkan oleh atom-atom tersebut. Interferensi ini terjadi karena gelombang-
gelombang yang dihamburkan oleh atom-atom memiliki koherensi dengan
gelombang datang dan, demikian pula, dengan mereka sendiri.
Bila E0 cos2 πνt adalah amplitudo komponen medan listrik pada O,
amplitudo pada sebuah titik berjarak rdari O adalah
dengan f disebut faktor hamburan, yaitu rasio antara amplitudo terhambur dan
amplitudo datang. Secara umum, ftergantung pada sudut 2θantara kedua radiasi.
Besaran φadalah pergeseran fase hamburan. Bila digunakan notasi kompleks,
dinamakan faktor hamburan kompleks.
Bila pusat hamburan adalah sebuah elektron bebas, maka φ= 90°. Keadaan yang
sama, secara umum, ditemukan pada hamburan dengan atom sebagai pusatnya.
Gelombang terhambur memiliki fase yang berlawanan dengan gelombang datang.
Kembali ke Gambar, sekarang akan dibahas radiasi resultan yang terhambur oleh
dua sumber hamburan O dan M. Diasumsikan bahwa pergeseran fase φoleh kedua
atom sama. Bila kedua atom identik, memang demikian keadaannya, namun hal
yang sama juga terjadi pada kebanyakan kasus di mana kedua atom berbeda.
Beda faseantara kedua gelombang terpancar tergantung pada posisi O dan M.
Muka-muka gelombang datang dan terhambur yang melewati O adalah (π0) dan
(π). Panjang lintasan sinar yang melewati M lebih besar sebanyak nM + mM = ∆ ,
dengan m dan n adalah proyeksi O pada sinar datang dan terhambur yang melalui
M. Arah sinar datang dan terhambur akan didefinisikan menggunakan vektor-
vektor satuan S dan S0. Panjang mM dan nM adalah
Didefinisikan vektor s = (S-S0) / λ yang memiliki peran besar dalam teori
hamburan.Vektor s ini akan dibahas lebih mendalam pada bagian berikut ini.
Perhatikan Gambar dibawah.Vektor s memiliki arah sama dengan ON yang
memotong sudut yang dibentuk oleh S dan -S0. Panjangnya adalah
Bila sudut hamburan (S,S0) sama dengan 2θ, maka s = 2sinθ / λ
Karena beda fase hanya tergantung pada vektor s, perhitungan interferensi
tidak tergantung secara eksplisit pada S, S0 dan λ, melainkan pada kombinasi
s = (S-S0) / λ. Pentingnya smenjadikan lebih nyamannya membuat sebuah ruang
baru yang dinamakan ruang resiprokal (reciprocal space) yang setiap titiknya
berhubungan dengan sebuah vektor syang merupakan vektor posisi titiktersebut.
Intensitas terhambur pun sekarang dapat dinyatakan sebagai I(s).
Representasi matematis syarat terjadinyadifraksi diberikan oleh Hukum Bragg
dengan dhkl adalah jarak antar-bidang (interplanar spacing) (hkl) untuk sebuah
kristal, θB adalah sudut Bragg dan λ adalah panjang gelombang radiasi. Hukum
Bragg dapat dikatakan sebagai representasi non-vektorial dua dimensi sebagai
syarat terjadinya difraksi. Di samping representasi dalam bentuk Hukum Bragg,
terjadinya difraksi harus memenuhi 3 persamaan Laue yang dinyatakan dengan
Tiga persamaan Laue bukan ‘sesuatu yang lain’ dalam konteks syarat
terjadinya difraksi dipandang dari bahasan Hukum Bragg. Ketiga persamaan
tersebut hanyalah representasi vektorial tiga dimensi dari syarat difraksi.
5. Dualisme Partikel Gelombang dan Prinsip Ketidakpastian
Heisenberg
a. Rumusan Umum Ketidakpastian Heisenberg
Kenyataan bahwa sebuah partikel bergerak harus dipandang sebagai
group gelombang de Broglie dalam kedaan tertentu alih – alih sebagai suatu
kuantitas yang terlokalisasi menimbulakan batas dasar pada ketetapan
pengukuran sifat partikel yang dapat diukur misalnya kedudukan momentum.
Partikel yang bersesuaian dengan grup gelombang ini dapat diperoleh
dalam selang grup tersebut pada waktu tertentu. Tentu saja kerapatan peluang
|ψ∨¿2 maksimum pada tengah – tengah grup, sehingga patikel tersebut
mempunyai peluang terbesar untuk didapatkan di daerah tersebut. Namun,
kita tetap mempunyai kemungkinan untuk mendapatkan partikel pada suatu
tempat jika |ψ∨¿2 tidak nol.
Panjang gelombang pada paket yang sempit tidak terdefinisikan dengan
baik ; tidak cukup banyak gelombang untuk menetapkan λ dengan tepat. Ini
berarti bahwa karena λ=h/mv , maka momentum mv bukan merupakan kuantitas
yang dapat diukur secara tepat. Jika melakukan sederetan pengukuran
momentum, akan diperoleh momentum dengan kisaran yang cukup lebar.
Sebaliknya, grup gelombang yang lebar memiliki panjang gelombang
yang terdefinisikan dengan baik. Momentum yang bersesuaian dengan
panjang gelombang ini menjadi kuantitas yang dapat ditentukan dengan teliti,
dan sederetan pengukuran momentum akan menghasil-kan kisaran yang
sempit.
Jadi kita sampai pada prinsip ketidakpastian : Tidak mungkin kita
mengetahui keduanya yaitu kedudukan dan momentum suatu benda secara
seksama pada saat yang bersamaan. Prinsip ini dikemukakan oleh Werner
Heisenberg pada tahun 1927, dan merupakan salah satu hukum fisis yang
memegang peranan penting.
Persoalan berikutnya adalah mencari suatu besaran yang mampu
menampung dan mempresentasikan sifat – sifat partikel sekaligus sifat – sifat
gelombang. Dengan demikian kuantitas tersebut harus bersifat sebagai
gelombang tetapi tidak menyebar melainkan terkurung di dalam ruang. Hal ini
dipenuhi oleh paket gelombang yang merupakan kumpulan gelombang dan
terkurung dalam ruang tertentu. Analisis yang formal mendukung kesimpulan
tersebut dan membuat kita mampu untuk menyatakannya secara kuantitatif.
Contoh yang paling sederhana dari pembentukan grup gelombang, perhatikan
kombinasi dari dua gelombang bidang berikut :
Pinsip superposisi memberikan
Dengan amplitudo AR
Dalam bentuk grafik,
Bila gelombang tunggalnya diperbanyak,
Gambar Kemungkinan posisi partikel di daerah ∆ x
Setelah mendapatkan barang yang dapat menyatakan partikel sekaligus
gelombang berikutnya harus dicari perumusan matematisnya. Formalisme
matematis untuk paket gelombang yang terlokalisasi tersebut tidak lain adalah
transformasi Fourier.
Sebagai contoh, jika distribusi gelombang dengan vektor gelombang k, g(k),
diberikan seperti gambar
Gambar Distribusi g(k)
Maka distribusi gelombang di dalam ruang koordinat f(x),
Dari uraian contoh dan gambar transformasi Fourier di atas, diperoleh hubungan
antara ∆x dan ∆k (atau ∆p). Hubungan antara ∆x dan ∆k bergantung pada
bentuk paket gelombang dan bergantung pada ∆k, ∆x didefinisikan. Perkalian
(∆x) (∆k) akan minimum jika paket gelombang berbentuk fungsi Gaussian,
dalam hal ini ternyata transformasi Fouriernya juga merupakan fungsi
Gaussian juga. Jika ∆x dan ∆k diambil deviasi standar dari fungsi ψ (x) dan
g(k), maka harga minimum ∆x ∆k = ½. Karena pada umumnya paket
gelombang tidak memiliki bentuk Gaussian (bentuk lonceng), maka lebih
realistis jika hubungan antara ∆x dan ∆k dinyatakan sebagai berikut:
Panjang gelombang de Broglie untuk sebuah partikel bermomentum p adalah :
Bilangan gelombang yang bersesuaian dengannya adalah :
Oleh karena itu, suatu ketidakpastian ∆k dalam jumlah gelombang pada
gelombang de Broglie berhubugan dengan hasil – hasil partikel dalam suatu
ketidakpastian ∆p dalam momentum partikel menurut Persamaan
Persamaan ini menyatakan bahwa hasil kali ketidakpastian kedudukan
benda ∆x pada suatu saat dan ketidakpastian komponen momentum dalam arah
x yaitu ∆p pada saat yang sama lebih besar atau sama dengan h / 4π. Kita
tidak mungkin menentukan secara serentak kedudukan dan momentum suatu
benda. Jika diatur supaya ∆x kecil yang bersesuaian dengan paket gelombang
yang sempit, maka ∆p akan menjadi besar. Sebaliknya, ∆p direduksi dengan suatu
cara tertentu, maka paket gelombangnya akan melebar dan ∆x menjadi besar.
Ketidakpastian ini bukan ditimbulkan oleh alat yang kurang baik
tetapi ditimbulkan oleh sifat ketidakpastian alamiah dari kuantitas yang
terkait. Setiap ketidakpastian instrumental atau statistik hanya akan menambah
besar hasil kali hasil kali ∆x ∆p. Karena kita tidak mengetahui secara tepat apa
partikel itu atau bagaimana momentumnya, kita tidak dapat menyatakan
apapun dengan pasti – bagaimana kedudukan partikel itu kelak dan seberapa
cepat partikel tadi bergerak. Jadi, “ kita tidak dapat mengetahui masa depan
karena kita tidak mengetahui masa kini. ”
Kuantitas h/2π sering muncul dalam fisika modern, karena ternyata
kuantitas itu merupakan satuan dasar dari momentum sudut. Kuantitas ini sering
disingkat dengan “ ħ (baca ; h bar)” :
Selanjutnya, dalam buku ini kita akan memakai ħ sebagai pengganti
h/2π. Dinyatakan dalam ħ, prinsip ketidakpastian menjadi:
b. Dualisme Partikel Gelombang
Hasil-hasil eksperimen interferensi dan difraksi membuktikan bahwa teori
tentang cahaya sebagai gelombang telah mantap pada penghujung abad 19,
terlebih lagi karena keberhasilan teori elektromagnetik Maxwell. Einstein (1905)
menolak teori tersebut berdasarkan fenomena efek foto-listrik dimana permukaan
logam melepaskan elektron jika disinari dengan cahaya berfrekuensi v ≥ W/h. W
adalah fungsi kerja logam (=energi ikat elektron dipermukaan logam).
Menurut Einstein, dalam fenomenatersebut cahaya harus dipandang
sebagai kuanta yang disebut foton, yakni partikel cahaya dengan energi kuantum
E=hν. Dalam teori relativitas khususnya (1905), hubungan energi dan momentum
suatu partikel diungkapkan sebagai berikut:
ρadalah momentum partikel, danmoadalah massa diam partikel bersangkutan
Untuk foton, karena tidak mempunyai massa diam, sedangkan energinya E=hυ,
maka momentum foton adalah:
Adanya momentum inilah yang mencirikan sifat partikel dari cahaya.
Arthur H. Compton (1924)
Mengamati perubahan panjang gelombang sinar-X setelah dihamburkan oleh
elektron bebas.
Jika λ dan λ’ adalah panjang gelombang sinar-X sebelum dan setelah terhambur,
dan me adalah massa diam elektron, maka diperoleh hubungan:
Dapat dibuktikan dengan hukum kekekalan momentum dan energi.
h/mec=0,00243 nm, disebut panjang gelombang Compton. λ’>λ = energi foton
terhambur (E’) lebih kecil daripada energi foton datang (E).
Louis de Broglie:
Mengemukakan bahwa tidak hanya cahaya yang memiliki sifat “mendua”, tetapi
juga partikel. Suatu partikel dapat juga memiliki sifat gelombang. Menurut de
Broglie suatu partikel yang memiliki momentum p jika dipandang sebagai
gelombang, mempunyai panjang gelombang: λ = h / p Panjang gelombang ini
disebut panjang gelombang de Broglie.
Clinton Davisson dan Lester Germer (1927):
Memperlihatkan efek difraksi dari berkas elektron ketika melalui celah sempit
sebagaimana cahaya. Andaikan a adalah lebar celah dan posisi sudut untuk
‘gelap’ pertama adalah θ, maka berlaku asin θ = λ.
Momentum p = mv dan energi E = p2/2m = ½mv2
Kecepatan fasa :
Vf = λυ = (h/p)(E/h) = E/p = p/2m = ½v.
Aneh tapi tidak penting karena tak punya arti fisis. Yang penting adalah kecepatan
grup, yakni vg = dω/dk, di mana ω = 2πυ dan k = 2π/λ.
Dengan E = p2/2m,
vg = dω/dk = dE/dp = p/m = v.
Kecepatan grup dari gelombang partikel sama dengan kecepatan partikel itu
sendiri.