fisip - jim.unsyiah.ac.id
TRANSCRIPT
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 6, Nomor 2, Mei 2021
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP
h
PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAH SYAR’IYAH
( Analisis terhadap Keterlibatan Perempuan) Maulisman1 Faradilla Fadlia2 ([email protected],
[email protected]) Program Studi Ilmu Politik,
FISIP, Universitas Syiah Kuala
ABSTRAK Pada tahun 2001 Provinsi Aceh mendapatkan Otonomi Khusus melalui Undang-
Undang Nomor 18 Tahun 2001, melalui otonomi khusus, Provinsi Aceh
mendapatkan kewenangan untuk menyelenggarakan kehidupan yang
berlandaskan syariat islam. Pemerintah Aceh pada tanggal 25 januari 2002
membentuk Dinas Syariat Islam. Salah satu kewenangannya adalah menyiapkan
Naskah Akademik Rancangan Qanun yang berkaitan dengan pelaksanaan syariat
islam. Berdasarkan Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 Pasal 32 yaitu tentang
penyelenggaraan kepemimpinan dan politik di Aceh dijalankan atas prinsip
Siyasah Syar’iyah, pada tahun 2019 Dinas Syariat Islam telah merumuskan
Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah. Pada BAB IV dan BAB V tentang Al-Amirah
(eksekutif) dan Ahlul Halli Wa Al-Aqdha (legislatif) pada pasal 5 Huruf B
disebutkan bahwa untuk dapat dipilih dan diangkat pada kedua jabatan tersebut
diutamakan laki-laki. Tujuan penelitian adalah menjelaskan keterlibatan
perempuan dalam perumusan Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah. Metode
penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa perempuan tidak diibatkan pada saat perumusan Rancangan
Qanun Siyasah Syar’iyah. Adapun kesimpualan penelitian adalah: Pertama,
Perumusan Rancangan Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah sangat bias gender
karena tidak melibatkan perempuan. Kedua, budaya partiarki yang
mengkultuskan dominasi laki-laki terhadap perempuan masih terjadi dalam proses
pembuatan kebijakan di Aceh. Ketiga, laki-laki dan perempuan memiliki hak yang
sama dalam hal akses, peluang, keuntungan dan kendali terhadap sumber daya
dan berbagai aspek kehidupan.
Kata kunci: Syariat Islam, Siyasah Syar’iyah, Partisipasi Perempuan
1 Mahasiswa Prodi Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Syiah Kuala 2 Dosen Pembimbing
Corresponding Author: [email protected], [email protected] JIM FISIP Unsyiah: AGB, Vol 6, No. 2, Mei 2021
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 6, Nomor 2, Mei 2021
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP
PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)
h
ABSTRACT
Aceh is one of the provinces in Indonesia that enforces Sharia or Islamic law. In
2001, Aceh was granted a special autonomy as regulated in Law No. 18 of 2001.
Aceh’s status as a special region gives the province the authority to formally
implement sharia law. On January 25, 2002, the government of Aceh established a
government agency called Sharia Law Agency (Dinas Syariat Islam). This
institution was established to support the enforcement of sharia law. One of its
roles is to prepare the drafts of Qanun (Islamic Law). Qanun No. 8 of 2014 Article
32 states that leadership and politics in Aceh are based on the principles of Siyasah
Syari’ah. In 2019, the Sharia Law Agency of Aceh finalized the draft of Qanun
Siyasah Syari’yah. Chapter IV and Chapter V of the draft state that for the positions
in executive (Al-Amirah) and legislative (Ahlul Halli Wa Al-Alqdha) men are
prioritized over women. The aim of this study was to examine the roles of women
in the formulation process of Qanun Siyasah Syar’iyah. This study was based on
the concepts of gender equality in Islam. This study used the descriptive qualitative
method. The findings of this study revealed that: Firstly, the formulation of Qanun
Siyasah Syari’iyah was biased based on gender due to the absence of women,
Secondly, there was a sign of patriarchy, a system in which men hold primary
power in the decision making in Aceh, Thirdly, men and women have the same
rights in terms of access, opportunities, luck, and control over their resources and
different aspects of lives. This study suggests that the provisions of Al-Imarah and
Ahliul Halli Wa Al-Aqdha that gives men priority over women in both executive
and legislative positions be reviewed because it violates Law No. 8 of 2012. This
study also urges the government to involve women in formulating new regulations
started from the steps of planning, drafting, implementation, supervision as well as
evaluation and to ensure that women can gain the same benefits of the outcomes of
the formulated regulations as regulated in Law No. 7 of 1984 and Presidential
Instruction No. 9 of 2000.
Keyword: Sharia Law, Siyasah Syar’iyah, Women’s Participation.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 6, Nomor 2, Mei 2021
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP
PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)
h
PENDAHULUAN
Aceh adalah salah satu Provinsi di Indonesia yang ingin menerapkan Syariat
islam. Pada tahun 2001 Pemerintah Republik Indonesia memberikan Otonomi
Khusus kepada Provinsi Aceh dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001
Tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi
Nanggroe Aceh Darussalam. Melalui otonomi khusus yang diberikan, Provinsi
Aceh mendapatkan kewenangan untuk menyelenggarakan kehidupan yang
berlandaskan syariat islam.
Untuk mencapai tujuan pelaksanaan syariat islam, Pemerintah Aceh pada
tanggal 25 januari 2002 membentuk sebuah perangkat daerah sebagai unsur
pelaksana Pemerintah Aceh dibidang pelaksanaan syariat islam yaitu Dinas Syariat
Islam, Dinas Syariat Islam memiliki kewenangan dalam mengembangkan dan
membimbing pelaksanaan syariat islam yang meliputi bidang aqidah, ibadah,
mu’amalat, akhlak, pendidikan, dan dakwah islam, pembelaan islam, qadha,
jinayat, munakahat dan mawaris. Dinas Syariat Islam Memiliki tiga bidang kerja
yaitu Bidang Bina Hukum Syariat Islam dan Hak Azazi Manusia, Bidang
Penyuluhan Agama Islam dan Tenaga Da’i, Bidang Peribadatan, Syiar Islam dan
Pengembangan Sarana Keagamaan. Melalui Bidang Bina Hukum Syariat Islam dan
Hak Azazi Manusia Seksi Perundang-undangan Syariat Islam, Dinas Syariat Islam
mempunyai tugas untuk menyiapkan Naskah Akademik Rancangan Qanun dan
menyusun regulasi yang kaitan pelaksanaan syariat islam (Peraturan Gubernur
Aceh Nomor 131 Tahun2016).
Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Pokok-Pokok Syariat Islam
adalah sebagai legalitas hukum yang memuat tentang pokok-pokok penerapan
syariat islam, pada Pasal 32 Qanun tersebut menjelaskan bahwa penyelenggaraan
kepemimpinan dan politik di Aceh dijalankan atas prinsip Siyasah Syar’iyah yang
diatur dalam Qanun Aceh. Untuk mencapai tujuan tersebut, Pemerintah Aceh terus
berupaya menuju arah yang lebih baik dalam merumuskan aturan-aturan yang
sesuai dengan ketentuan islam yang berpijak kepada Al-Quran dan Hadis. Dinas
Syariat Islam pada tahun 2019 telah menyelesaikan Naskah Akademik Rancangan
Qanun Siayah Syar’iyah sebagai dasar dalam pembuatan aturan mengenai politik
islam bagi Pemerintah Aceh.
Pada Naskah Akademik Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah yang
diusulkan oleh Dinas Syariat Islam kepada pemerintah Aceh pada BAB IV dan BAB
V masing-masing pada Pasal 5 Huruf d dan tentang persyaratan untuk dapat
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 6, Nomor 2, Mei 2021
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP
PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)
h
dipilih dan diangkat pada jabatan Al-Imarah dan Ahlul Halli Wa Al-Aqdi yaitu
diutamakan Laki-laki. Persyaratan ini adalah bentuk diskriminasi terhadap
kedudukan dan partisipasi perempuan dalam perpolitikan karena menyalahi
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, dalam Undang-Undang ini dijelaskan jika
perempuan berhak untuk berpolitik dengan menyuarakan pendapatnya,
perempuan juga berhak untuk memilih dan dipilih untuk menjadi anggota dewan.
Selain bertentangan dengan Undang-Undang, hal tersebut juga menyalahi
dengan ajaran islam yang dimana islam sangat memuliakan perempuan, Al-Quran
dan Hadis memberikan perhatian yang sangat besar dan terhormat terhadap
kedudukan perempuan, begitu pentingnya hal tersebut terdapat satu surat dalam
Al-Quran yaitu Surat An-Nisa yang sebagian besar ayat dalam surat ini
membicarakan tentang kedudukan, peranan, serta perlindungan hukum terhadap
hak-hak perempuan (Anwar, 2017, hal. 55).
Cendikiaawan muslim memiliki penafsiran yang berbeda mengenai
kererlibatan perempuan dalam kepemimpinan politik, ada yang mengharamkan da
nada yang membolehkan, Al-Ghazali misalnya, dia berpendapat bahwa
perempuan tidak boleh dijadikan sebagai pemimpin dalam pandangan islam yaitu
adanya ayat atau hadis tentang penciptaan perempuan, laki-laki sebagai
pemimpin, lemahnya akal dan agama perempuan, kewaspadaan terhadap
perempuan, dan larangan perempuan berpergian tanpa mahram (jamal, 2018, hal.
71-80).
Adapun cendikiawan muslim yang membolehkan kepemimpinan
perempuan dengan tetap berpijak pada ayat Al-Quran dan Hadist Nabi,
diantaranya adalah, Yusuf Qardhawi salah seorang ulama besar bermazhab Syafi’I
dari Mesir. Dia berpendapat bahwa agama islam adalah sebuah pandangan hidup
pertama yang membebaskan kaum perempuan dari perbudakan masa lalu: sebuah
agama pertama yang bersikap objektif terhadap kaum perempuan dan
memuliakan mereka, baik dalam kapasitas mereka sebagai seorang manusia,
seorang perempuan, seorang putri, juga sebagai seorang istri dan anggota
masyarakat. Menurut Yusuf Qardhawi Kehidupan seorang muslim (laki-
laki/perempuan) tidak bisa dipisahkan dari perpolitikan karena politik merupakan
sarana paling efektif dalam menerapkan kesempurnaan agama yang berupa amar
makruf dan nahi munkar. Allah SWT menyamakan kedudukan laki-laki dan
perempuan dalam ranah sosial-politik (Qardhawi, 2008: 220-221).
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 6, Nomor 2, Mei 2021
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP
PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)
METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif desktiptif. Sumber data
berasal dari data primer yang diperoleh melalui wawancara dan data
sekunder yang diperoleh dari surat kabar, jurnal dan sumber lainnya yang
berkaitan dengan masalah penelitian ini.
Informan yang dilibatkan pada penelitian ini yakni :
1. Abdul Razak, S. Ag., M.A : Fasilidasi Bantuan Hukum Dinas
Syariat Islam
2. Dr. Hasanuddin Yusuf Adan, M.A : Tim Penyusun
3. Dr. Ajidar Matsyah, M.A : Tim Penyusun
4. Muhammad Thalal, Lc., M.Si., M.Ed : Tim Penyusun
5. Dr. Ernita dewi, S. Ag., M.Hum : Akademisi
6. Dr. Nashriyah, M.A : Pusat Studi Gender dan Anak
HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Perumusan Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah
Dinas Syariat Islam Aceh Sebagai institusi yang bertanggung jawab
dalam pembuatan kebijakan mengenai Naskah Akademik Rancangan
Qanun Siyasah Syar’iyah dalam Surat Keputusan Kepala Dinas Syariat Islam
Aceh Nomor: 451.6/0099/2019 Tentang Penetapan Tim Penyusun/Penulis
Draft Naskah Akademik dan Draft Awal Rancangan Qanun tentang Siyasah
Syar’iyah tahun 2019 menetapkan 4 Orang laki-laki sebagai anggota tim
penyusun dan tidak melibatkan perempuan.
Tidak dilibatkan perempuan sebagai anggota tim penyusun merupakan
bentuk diskriminasi terhadap perempuan karena menyalahi dengan Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesalahan Konvensi Mengenai
Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On
The Elimination Of All Forms Discrimination Against Women) dan menyalahi
Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender
dalam Pembangunan (PUG). Tujuan dari kedua peraturan tersebut yaitu agar
pembangunan nasional akan mengikutsertakan perspektif gender sejak proses
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi dan
pemanfaatan hasil-hasilnya.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 6, Nomor 2, Mei 2021
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP
PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)
Abdul Razak bagian Fasilitasi Bantuan Hukum Pada Biro Hukum Dinas
Syariat Islam Aceh mengatakan bahwa penunjukan tim penyusun tyang
terdiri dari 4 orang laki-laki tersebut dengan alas an bahwa keempatnya
adalah pakar dalam bidang politik islam dan tidak adanya perempuan yang
ahli dalam bidang tersebut.
“karena mereka berempat adalah akademisi yang memiliki pengetahuan
tentang siyasah syar’iyah atau politik islam dan tidak ada perempuan yang
ahli dalam bidang tersebut” (wawancara 15 Desember 2020).
Alasan bahwa keempatnya adalah pakar dalam bidang politik islam dan
tidak adanya perempuan yang ahli dalam bidang tersebut merupakan alas an
yang tidak mendasar karena tidak semua anggota tim penyusun yang telah
ditetapkan oleh Dinas Syariat Islam Aceh merupakan Ahli dalam bidang
politik islam karena terdapat anggota tim penyusun yang tidak memiliki latar
pendidikan pada bidang politik islam.
Keempat anggota tim penyusun yang ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Dinas Syariat Islam Aceh Nomor: 451.6/0099/2019 adalah:
1. Dr. Hasanuddin Yusuf adan, M.A merupakan seorang Lektor
bidang Fiqh Siyasah (Politik Islam) dan Dosen Hukum Tata Negara
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Ar-raniry yang berpemikiran islam
konservatif.
2. Dr. Ajidar matsyah, Lc., M.A Merupakan Doktor Ilmu Politik
Islam yang juga berpemikiran islam konservatif.
3. Dr. yanis Rinaldi, S.H., M.Hum Merupakan Doktor Hukum
Administrasi Negara dan Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Syiah
Kuala yang tidak memiliki latar pendidikan tentang politik islam.
4. Muhammad Thalal, Lc., M. Si., M.Ed Merupakan Lektor bidag
Bibliografi Islam pada FAkultas Adab dan Humaniora UIN Ar-raniry
yang tidak memiliki ladar pendidikan politik Islam dan memilik
pemikiran yang moderat.
Berdasarkan deskripsi tentang tim penyusun di atas dapat dilihat bahwa
tim penyusun terdiri dari 3 orang yang berperan dalam bidang substansi dan
1 rang perperan tentang mekanisme penyusunan Rancangan Qanun dan tim
penyusun didominasi oang-orang yang berpemikiran konservatif.
Alasan bahwa tidak ada perempuan yang mampu atau ahli dalam hal ini
di Aceh merupakan anggapan yang tidak benar, karena banyak cendikiawan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 6, Nomor 2, Mei 2021
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP
PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)
perempuan di Aceh yang menguasai bidang politik dan syariah. Ketua Pusat
Studi Gender dan Anak UIN Ar-Raniry menyebutkan:
“Sebenarnya kalau mereka mau mengakui banyak perempuan yang hebat
dan mampu, seperti Dr. Nurjannah Ismail, Dr. Eka Srimulyani, bu
Mustabsyirah, bahkan kalau saya melihat ibu-ibu ini lebih hebat
dibandingkan salah satu tim penyusun yang bahkan belum S3” (wawancara
dengan Ibu Nashriyah, 23 Desember 2020).
Salah satu tugas tim penyusun berdasarkan Surat Keputusan Kepala
Dinas Syariat Islam Aceh Nomor: 451.6/0099/2019 adalah: menghimpun data
dilapangan. Ketika menghimpun data dilapangan seharusnya timpenyusun
melibatkan perempuan atas dasar Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984
tentang Pengesalahan Konvensi Mengenai Penghapusan segala Bentuk
Diskriminasi Terhadap Wanita (Convention On The Elimination Of All Forms
Discrimination Against Women) dan menyalahi Instruksi Presiden Nomor 9
Tahun 2000 supaya kepentingan perempuan tersampaikan. Akan tetapi, tim
penyusun hanya melibatkan laki-laki dalam menentukan syarat-syarat Al-
Imarah dan Ahlul halli Wa Al-Aqdha. Hal tersebut sebgaimana disampaikan
oleh bapak Muhammad Thalal yaitu salah satu anggota tim Penyusun.
“ketika menulis rancangan ini, tim ini turun kelapangan dibagi menjai
dua tim yaitu satu tim ke wilayah Barat-selatan dan satu tim ke wilayah
Utara-tengah. Jadi di lapangan itu yang kami temui ketua MPU, Ulama-
Ulama Pesantren seperti Abu Paloh Gadeng” (wawancara 21 Desember 2020).
Budaya partiarki yang mengkultuskan dominasi laki-laki terhadap
perempuan dan tidak ramah terhadap kesetaraan gender masih terjadi pada
saat proses pembuatan kebijakan ini yaitu dengan tidak dilibatkan
perempuan sebagai anggota tim penyusun. Kondisi yang menghilangkan
hambatan-hambatan berperan baik untuk perempuan maupun laki-laki
melalui budaya dan kebijakan merupakan kondisi yang adil dan sangat
penting. Seharusnya Dinas Syariat Islam ikut melibatkan perempuan sebagai
anggota tim penyusun rancangan qanun karena berdasarkan Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1984 dan Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 6, Nomor 2, Mei 2021
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP
PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)
2. Syarat Diutamakan Laki-Laki
Tim penyusun yang didominasi oleh orang-orang yang berpemikiran
konservatif dalam merumuskan rancangan qanun, tim penyusun merujuk
kepada kitab-kitab (buku) karya cerdikiawan muslim seperti Al Ahkam
Sultaniyyah karya Al Mawardi, Siyasah Islamiyah karya Ibnu Taimiyah,
karya Al Ghazali. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh salah satu anggota
tim penyusun yaitu Bapak Ajidar Matsyah yang mengatakan:
“Yang menjadi rujukannya sebelum merumuskan rancangan qanun ini
adalah Al Ahkam Sultaniyyah karya Mawardi, Siyasah Islamiyah karya Ibnu
Taimiyah, karya Al Ghazali”. (wawancara 25 Desember 2020).
Pendapat ulama konservatif seperti Al-Ghazali telah memberikan
pengaruh terhadap cara berpikir tim penyusun mengenai haramnya
kepemimpinan perempuan. Hal ini terbukti dengan adanya syarat
diutamakan laki-laki untuk dapat dicalonkan pada jabatan Al-Imarah
(eksekutif) dan Ahlul Halli Wa Al-Aqdha (legislatif) dalam Rancangan Qanun
Siyasah.
Persyaratan diutamakan laki-laki adalah bentuk diskriminasi terhadap
kedudukan dan partisipasi perempuan dalam perpolitikan karena menyalahi
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012, dalam Undang-Undang ini dijelaskan
jika perempuan berhak untuk berpolitik dengan menyuarakan pendapatnya,
perempuan juga berhak untuk memilih dan dipilih untuk menjadi anggota
dewan
Adanya Syarat Diutamakan laki-laki yang bertentangan dengan Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 2012 Menunjukkan bahwa dalam proses perumusan
Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah tim penyusun Mengenyampingkan asas
Lex superior Derogate Legi Inferior. Asas ini bermakna undang-undang yang
lebih tinggi meniadakan keberlakuan undang-undang yang lebih rendah.
Dalam system hokum Indonesia, jenis dan peraturan perundang-undangan
diatur dalam ketentuan Pasal 7 dan pasal 8 Undang-undang Nomor 12 Tahun
2011 tentang Pembentukan Perundang-undangan. Dalam hal ini
dijelaskanbahwa kedudukan Peraturan Daerah (perda) lebih rendah dari
Undang-Undang.
Selain bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012.
Syarat diutamakan laki-laki juga tidak sesuai dengan Keputusan Majelis
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 6, Nomor 2, Mei 2021
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP
PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)
Permusyawaratan Ulama Aceh dalam keputusan Nomor 02 Tahun 2014 yang
ditetapkan di Banda Aceh pada tanggal 30 Januari 2014 tentang kriteria
pemimpin menurut syariat islam disebutkan 12 kriteria yang harus dimiliki
oleh seorang pemimpin, yaitu sebagai berikut:
1. Harus siap menempatkan diri sebagai khadimul ummat (pelayan
masyarakat).
2. Harus memiliki sifat; shiddiq, amanah, tabliq, fatanah.
3. Memiliki kepercayaan untuk memimpin.
4. Memiliki kemampuan intelektual.
5. Memiliki Sifat kepemimpinan.
6. Memiliki kesehatan jasmani dan rohani.
7. Memiliki kebebasan bertindak.
8. Memiliki otoritas untuk memimpin.
9. Memiliki pemikiran dan pandangan yang jauh kedepan.
10. Menjadi teladan semua golongan (Uswatun Hasanah).
11. Melakukan kontrak sosial antara pemimpin dengan masayarakat dan
ikatan perjanjian antara pemimpin dengan Allah SWT (al-Baqarah: 124).
12. Melaksanakan keadilan, mengurus dan melayani semua lapisan
masyarakat tanpa memandang etnis, budaya dan latar belakang.
Berdasarkan surat keputusan tersebut Permusyawaratan Ulama Aceh
tidak menyebutkan tentang gender tertentu dalam kriteria pemimpin
menurut syariat islam. Hal tersebut memiliki pengertian bahwa baik laki-laki
maupun perempuan bisa menjadi pemimpin selama memenuhi kriteria yang
disebutkan diatas.
Cendikiawan muslim memiliki pandangan yang berbeda tentang
kepemimpinan perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada Nash
(teks) yang pasti baik dalam Al-quran maupun Hadist tentang haramnya
perempuan sebgai pemimpin.
Muhammad Al-Ghazali (11M) salah satu ulama yang berpendapat bahwa
perempuan tidak boleh dijadikan sebagai pemimpin dalam pandangan islam
yaitu adanya ayat atau hadis tentang penciptaan perempuan, laki-laki sebagai
pemimpin, lemahnya akal dan agama perempuan, kewaspadaan terhadap
perempuan, dan larangan perempuan berpergian tanpa mahram (jamal, 2018,
hal. 71-80).
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 6, Nomor 2, Mei 2021
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP
PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)
Sedangkan salah satu ulama yang membolehkan perempuan menjadi
pemimpin dengan tetap berpijak pada Al-Quran dan Hadist adalah Yusuf
Qardhawi (21M). Qardhawi berpendapat bahwa agama islam adalah sebuah
pandangan hidup pertama yang membebaskan kaum perempuan dari
perbudakan masa lalu: sebuah agama pertama yang bersikap objektif
terhadap kaum perempuan dan memuliakan mereka, baik dalam kapasitas
mereka sebagai seorang manusia, seorang perempuan, seorang putri, juga
sebagai seorang istri dan anggota masyarakat. Menurut Yusuf Qardhawi
Kehidupan seorang muslim (laki-laki/perempuan) tidak bisa dipisahkan dari
perpolitikan karena politik merupakan sarana paling efektif dalam
menerapkan kesempurnaan agama yang berupa amar makruf dan nahi munkar.
Allah SWT menyamakan kedudukan laki-laki dan perempuan dalam ranah
sosial-politik (Qardhawi, 2008: 220-221).
Berdasarkan beberapa hal tersebut diatas menunjukkanbahwa Proses
Perumusan Naskah Akademik Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah
merupakan bukti masih ada kebijakan yang dibuat yang mendiskriminasi
perempuan. Budaya partiarki yang mengkultuskan dominasi laki-laki
terhadap perempuan dan tidak ramah terhadap kesetaraan gender masih
terjadi pada saat proses pembuatan kebijakan ini yaitu dengan adanya syarat
diutamakan laki-laki. Laki-laki sering menggunakan politik perbedaan
sebagai sebuah alat kekuasaan untuk menghasilkan sebuah norma, nilai,
penghargaan, pelarangan, disiplin dan hukuman yang membentuk
pemisahan moralitas laki-laki dan perempuan.
Kondisi yang menghilangkan hambatan-hambatan berperan baik untuk
perempuan maupun laki-laki melalui budaya dan kebijakan merupakan
kondisi yang adil dan sangat penting. perempuan dan laki-laki diharapkan
dapat mendapatkan hak asasinya dalam hal akses, peluang, keuntungan, dan
kendali terhadap sumber daya dan berbagai aspek kehidupan.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 6, Nomor 2, Mei 2021
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP
PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)
h
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 6, Nomor 2, Mei 2021
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP
PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)
h
3. Pandangan Tim Penyusun Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah Terhadap
Kepemimpinan Perempuan
Mengenai kepemimpinan perempuan, Masih terdapat perbedaan
pendapat ulama sebagaimana keteranagn diatas. Anggota tim penyusun juga
memiliki perbedaan pandangan dalam melihat kepemimpinan perempuan
ada yang mengharamkan da nada yang membolehkan.
Hasanuddin Yusuf Adan dan Ajidar Matsyah memiliki pandangan bahwa
perempuan haram untuk ditunjuk dan dijadiakn pemimpin denagan alas an
ayat Al-Quran dan Hadist, lemahnya akal perempuan dan perempuan
memiliki kekurangan fisik.
“Haram hukumnya perempuan sebagai pemimpin dalam islam, landasan
yang kita pakai adalah Alquran dan Hadist, seperti inni ja’ilun fil ardhi khalifah
(aku menjadian manusia sebagai pemimpin di muka bumi), kullukum ra’in
wakullukum masulun ‘an ri’ayatihi (semua kalian (laki-laki) adalah pemimpin,
dan akan diminta pertanggung jawaban terhadap apa yang kalian pimpin),
Arrijalu qawwamuna alan nisa’ (laki-laki adalah pemimpin bagi perempuan),
kemudian Hadist Nabi menyebutkan “jika perempuan telah diangkat menjadi
pemimpin maka tunggulah kehancuran” kemudian Hadist menyebutkan
“tidak akan beruntung suatu kaum yang menyerahkan urusannya kepada
seorang wanita’’, kemudian amalan Nabi bahwa Nabi tidak pernah
mengangkat perempuan jadi pemimpin.” (wawancara dengan Hasanuddin
Yusuf Adan, 22 Desember 2020).
Perbedaan tentang superioritas laki-laki dari pada perempuan dalam
konteks umat islam bersumber pada perbedaan cara ulama dalam
menafsirkan sejumlah ayat al-Qur’an dan Hadist Nabi, terutama Surat an-
Nisa (4): 34, an-Nisa (4): 176, dan al-Baqarah (2): 282 sebagaimana yang telah
disebukan oleh narasumber di atas.
Islam sangat menekankan pada keadilan di berbagai aspek kehidupan.
Keadilan tersebut tidak akan berhasil tanpa membebaskan golongan
masyarakat yang lemah dan terpinggirkan dari penderitaan, islam hadir
untuk menyamakan kedudukan perempuan dan laki-laki. Ketua Pusat Studi
Gender dan Anak UIN Ar-Raniry Dr. Nashriyah menyebutkan bahwa
kesetaraan gender merupakan prinsip dalam islam,
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 6, Nomor 2, Mei 2021
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP
PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)
“Kesetaraan gender itu sebenarnya juga prinsip dalam islam, Rasulullah
itu hadir untuk mengangkat dan memuliakan perempuan, dulu di masa
jahiliyyah perempuan itu dianggap sebuah aib. Sangat banyak Ayat Alquran
membicarakan hak perempuan seperti dalam surah An-Nisa, begitu juga
Hadist mengenai keutamaan perempuan. Kenapa hal ini tidak dilihat sebagai
sebuah jalan bahwa perempuan itu bisa mendapatkan peran yang sama
seperti laki-laki” (wawancara 23 Desember 2020).
Muhammad Thalal anggota tim penyusun yang berpemikiran moderat
berpendapat bahwa perempuan boleh dijadikan pemimpin dalam islam.
Akan tetapi karena alas an senioritas terhadap Hasanuddin yusuf Adan dan
Ajidar Matsyah sehingga melahirkan syarat diutamakan laki-laki untuk dapat
dicalonkan dan dipilih pada jabatn Al-Imarah dan Ahlul Halli wa Al-Aqdha
dalam Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah.
“Dalam Surat Keputusan Membuat Rancangan Ini saya Yang paling
Junior disini. Kemudian yang menjadi juru tulis bapak yanis, kalau substansi
tentang syarat-syarat didominasi oleh bapak Hasanuddin Yusuf Adan dan
Bapak Ajidar Matsyah karena mereka sudah senior. Jadi tentu dalam hal
kontenbanyak sekali masukan dari kedua bapak ini. (wawancara dengan
bapak Muhammad Thalal, 21 Desember 2020).
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 6, Nomor 2, Mei 2021
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP
PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)
h
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Perumusan Rancangan Qanun Siyasah Syar’iyah sangat bias gender
karena tidak melibatkan perempuan, seharusnyan perempuan ikut dilibatkan
dalam setiap pembuatan kebijakan sejak proses perencanaan, penyusunan,
pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi dan pemanfaatan hasil-hasilnya
berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 dan Instruksi Presiden
Nomor 9 Tahun 2000.Budaya partiarki yang mengkultuskan dominasi laki-
laki terhadap perempuan masih terjadi dalam proses pembuatan kebijakan di
Aceh.Laki-laki dan perempuan memiliki hak yang sama dalam hal akses,
peluang, keuntungan dan kendali terhadap sumberdaya dan berbagai aspek
kehidupan.
Syarat diutamakan laki-laki untuk dapat dipilih dan diangkat pada
jabatan Al-Imarah dan Ahlul Halli Wa Al-Aqdha perlu dikaji kembali karena
menyalahi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012. Perempuan harus dilibatkan dalam setiap pembuatan kebujakan sejak proses
perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi dan
pemanfaatan hasil-hasilnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 dan
Intruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 6, Nomor 2, Mei 2021
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP
PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)
h
Rekomendasi
Berdasarkan hasil penelitian ini maka penulis berharap tulisan ini bisa
menjadi bahan masukan bagi Dinas Syariat Islam Aceh untuk selalu
mengevaluasi kebijakannya khususnya kebijakan pelaksanaan syariat Islam.
Setiap kebijakan yang akan diterapkan hendaknya melibakan semua pihak.
Syarat diutamakan laki-laki untuk dapat dipilih dan diangkat pada jabatan
Al-Imarah dan Ahlul Halli Wa Al-Aqdha perlu dikaji kembali karena
menyalahi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012.
perempuan hars dilibatkan dalam setiap pembuatan kebujakan sejak
proses perencanaan, penyusunan, pelaksanaan, pemantauan, hingga evaluasi
dan pemanfaatan hasil-hasilnya berdasarkan Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1984 dan Intruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000.
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 6, Nomor 2, Mei 2021
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP
PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)
h h
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku
Anwar, Etin. 2017. Jati Diri Perempuan Dalam Islam. Bandung: Penerbit
Mizan
Bungin, Burhan. 2011. Penelitian Kualitatif. Jakarta: Kencana Predana
Group.
Fakih, Mansour. 2008. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta:
INSISTPress
Jamal, Dkk. 2018. Perempuan dan Hak Asasi Manusia Narasi Agama dalam
Imajinasi Negara Bangsa di Aceh, Malang: PUSAM UMM.
Qardhawi, Yusuf. 2008. Meluruskan Dikotomi Agama dan Politik. Jakarta:
Pustaka Al-kausar.
Syaltut, Mahmuh. 1996. Islam Aqidah wa Syariah. Jakarta: Pustaka Amani
Jakarta.
Umar, Nasaruddin. 2001. Argumentasi Kesetaraan Gender Perspektif Al-Quran.
Jakarta:Paramadina
B. Jurnal
Hasanah, Ulfatun dan Najahan Musyafak. 2017. Gender and Politics:
Keterlibatan Perempuan dalam Pembangunan Politik. Jurnal Gender dan
Politik.
Suhendra, Ahmad. 2012. Rekonstruksi Peran dan Hak Perempuan dalam
Organisasi Masyarakat Islam. Studi Gender dan Islam.
C. Skripsi
Agustiawan. 2017. Partisipasi Perempuan dalam Pembentukan Peraturan
Daerah di DPRD Kota Makassar. Skripsi. Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri Alaudin Makassar.
Fikria, Munawwarah. 2018. Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus Pada
Pedagang Perempuan di Kota Jantho Studi Tingkat Partisipasi Perempuan
Jurnal Ilmiah Mahasiswa FISIP Unsyiah
Volume 6, Nomor 2, Mei 2021
www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP
FISIP
PERUMUSAN RANCANGAN QANUN SIYASAHSYARIYAH (Analisis Terhadap Keterlibatan Perempuan)
dalam Meningkatkan Perekonomian Keluarga Menurut). Skripsi.
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Ar-
raniry.
K, Oriza Syahraz. 2017. Keterwakilan Anggota Legislatif Perempuan Dalam
Perumusan Qanun Jinayat Provinsi Aceh (suatu kajian terhadap peran
anggota legislatif perempuan di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh). Skipsi.
FisipUniversitas Syiah Kuala.
D. Dokumen
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang Pengesalahan Konvensi
Mengenai Penghapusan segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Wanita (Convention On The Elimination Of All Forms
Discrimination Against Women).
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2001 Tentang Otonomi Khusus Bagi
Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh
Darussalam.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2012 Tentang Pemilihan Umum Anggota
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dewan
perwakilan Rakyat Daerah.
Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2000 Tentang Pengarusutamaan Gender
dalam Pembangunan (PUG).
Peraturan Daerah Provinsi Daerah Istimewa Aceh Nomor 5 Tahun 2000
Tentang Pelaksanaan Syariat Islam
Qanun Aceh Nomor 8 Tahun 2014 Tentang Pokok-Pokok Syariat Islam.
Peraturan Gubernur Aceh Nomor 131 Tahun 2016 Tentang Kedudukan,
Susunan Organisasi, Tugas, Fungsi,dan Tata Kerja Dinas Syariat
Islam.
Keputusan Majelis Permusyawaratan Ulama Aceh Nomor 02 Tahun 2014
Tentang Kriteria Pemimpin Menurut Syariat Islam.