(fix) skenario b blok 10
DESCRIPTION
aTRANSCRIPT
I. SKENARIO B
Ny. Yani, 40 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan demam, sesak napas dan berat
badan (BB) turun sejak 6 minggu yang lalu. Keluhan disertai menggigil, berkeringat dan
anorexia yang terus memburuk. Ia juga merasa nyeri punggung yang menetap sejak 4 minggu
sebelum masuk rumah sakit. Selama ini ia sudah sering mengeluh sesak napas jika berjalan
cukup jauh, tetapi sesak semakin lama semakin berat. Saat masuk rumah sakit BB telah turun
5 kg.
Sewaktu kecil ia menderita rheumatic fever dengan gejala pembengkakan sendi dan
demam sehingga harus dirawat di rumah selama 3 bulan.
Dokter yang memeriksa mengatakan bahwa Ny. Yani menderita endokarditis.
Pemeriksaan Fisik:
Vital sign: compos mentis, Nadi: 90x/m, RR: 28x/m, TD: 130/80 MMhG, Suhu: 39 C
Pemeriksaan Spesifik:
Kepala dan leher : normal
Thorax : Perkusi: ukuran jantung normal
Auskultasi: murmur diastolic dengan nada rendah, pada dada kiri
terdapat suara pembukaan katup mitral yang keras (loud opening
snap)
Pemeriksaan Penunjang:
Kultur darah : Streptococcus beta hemolyticus group A
Echocardiography: stenosis mitral (pada apex jantung)
II. KLARIFIKASI ISTILAH
1. Demam : Peningkatan temperature tubuh di atas 37 C
2. Sesak napas : Pernafasan yang sukar atau sesak
3. Menggigil : Tubuh bergetar secara involunter
4. Anorexia : Menurun/menghilangnya napsu makan
5. Rheumatic fever : Penyakit demam yang merupakan lanjutan dari infeksi
streptococcus hemolitik grup A
6. Endokarditis : Perubahan peradangan proliferatif dan eksudatif pada
endokardium biasanya ditandai dengan adanya vegetasi di
permukaan endokardium
7. Compos mentis : Sadar sepenuhnya
8. Murmur diastolic : Murmur jantung yang terdengar selama diastolic biasanya
1
akibat regurgitasi katup semilunaris/ perubahan katup
aliran darah ke atrioventrikular
9. Loud opening snap : Suara yang berfrekuensi tinggi akibat pengerasan katup
mitral
10. Streptococcus beta
hemolyticus group A:
Setiap streptococcus yang menyebabkan hemolisis eritrosis
yang ditandai dengan terbentuknya zona hemolisis yang
jernih di sekeliling koloninya pada agar darah
11. Echocardiography : Perekaman posisi dan gerakan dinding jantung atau
struktur internal jantung melalui gema yang diperoleh dari
pancaran gelombang ultrasonic yang diarahkan lewat
dinding thorax
12. Stenosis mitral : Suatu penyempitan pada katup mitral
III. IDENTIFIKASI MASALAH
1. Ny. Yani, 40 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan demam, sesak napas dan berat
badan (BB) turun sejak 6 minggu yang lalu. Keluhan disertai menggigil, berkeringat
dan anorexia yang terus memburuk. Saat masuk rumah sakit BB telah turun 5 kg.
(main problem)
2. Ia juga merasa nyeri punggung yang menetap sejak 4 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Selama ini ia sudah sering mengeluh sesak napas jika berjalan cukup jauh,
tetapi sesak semakin lama semakin berat.
3. Sewaktu kecil ia menderita rheumatic fever dengan gejala pembengkakan sendi dan
demam sehingga harus dirawat di rumah selama 3 bulan
4. Dokter yang memeriksa mengatakan bahwa Ny. Yani menderita endokarditis. (chief
complain)
5. Pemeriksaan Fisik:
Vital sign: compos mentis, Nadi: 90x/m, RR: 28x/m, TD: 130/80 MMhG, Suhu: 39ºC
6. Pemeriksaan Spesifik:
Kepala dan leher : normal
Thorax : Perkusi: ukuran jantung normal
Auskultasi: murmur diastolic dengan nada rendah, pada dada kiri terdapat suara
pembukaan katup mitral yang keras (loud opening snap)
7. Pemeriksaan Penunjang:
2
Kultur darah : Streptococcus beta hemolyticus group A
Echocardiography: stenosis mitral (pada apex jantung)
IV. ANALISIS MASALAH
1. Ny. Yani, 40 tahun, masuk rumah sakit dengan keluhan demam, sesak napas dan berat
badan (BB) turun sejak 6 minggu yang lalu. Keluhan disertai menggigil, berkeringat
dan anorexia yang terus memburuk. Saat masuk rumah sakit BB telah turun 5 kg.
a. Bagaimana patofisiologi demam, sesak napas, menggigil, berkeringat,
anorexia, berkaitan dengan endokarditis yang dialami?
Patofisiologi Demam
Demam endokarditis ini dapat berlangsung terus-menerus retermiten /
intermiten atau tidak teratur sama sekali. Suhu 38 - 40 C terjadi pada sore
dan malam hari, kadang disertai menggigil dan keringat banyak.
Infeksi bakteri yang terjadi Reaksi imun (antigen-antibodi)
Pirogen eksogen Merangsang pirogen endogen (leukosit)
Produksi sitokin (IL 1, IL-6,TNF) Memacu pelepasan asam
arakidonat ↑↑ sintesis prostaglandin E2 Mencapai hipotamalus
↑↑ set point pada termostat hipotalamus Penyimpanan panas
tubuh dan ↑↑ pembentukan panas Suhu meningkat Demam
Patofisiologi Sesak Napas
Stenosis mitralis menghalangi aliran darah dari atrium ke ventrikel kiri
selama fase diastolik ventrikel. Sehingga, untuk mempertahankan curah
jantung, atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk
mendorong darah melampaui katup yang menyempit, dan terjadi
perbedaan tekanan. Dilatasi atrium terjadi karena volume atrium kiri
meningkat akibat ketidakmampuan atrium untuk mengosongkan diri
secara normal.
Pada stenosis mitralis, lubang katub menjadi sempit (normal 4-5cm2
menjadi kurang dari 2,5 cm2 ) sehingga tekanan atrium kiri akan naik
untuk mempertahankan pengisian ventrikel dan curah jantung; akibatnya
tekanan vena pulmonalis akan meningkat sehingga menimbulkan sesak
(dispnea)
3
Aliran darah mengalami hambatan (karena peningkatan tekanan atrium
kiri) sehingga darah di atrium sinistra berbalik kembali ke paru-paru,
sehingga darah terkumpul di paru-paru. Ini menyebabkan pelebaran
pembuluh darah di paru-paru (vasodilatasi) karena darah yang banyak
tadi. Peristiwa terakumulasinya darah ini disebut kongesti, karena
terjadinya di paru-paru maka disebut kongesti paru-paru. Vasodilatasi ini
tidak bertahan lama. Akibatnya, darah perlahan-lahan merembes keluar
dari pembuluh darah dan masuk ke ruang antara kapiler dan alveolus.
Peristiwa ini disebut ekstravasasi. Akibat dari masuknya darah di ruang
tersebut, membuat ruang antara alveolus dan kapiler ada yang mengisi
yaitu cairan berupa darah. Ini akan mengganggu proses pertukaran O2 dan
CO2 (difusi), sehingga terjadilah sesak nafas.
Patofisiologi Menggigil
Jika terjadi perubahan set-point pusat pengatur suhu hipotalamus yang
tiba-tiba dari nilai normal menjadi lebih tinggi dari normal ( akibat
penghancuran jaringan, zat pirogen, atau dehidrasi ), biasanya dibutuhkan
waktu beberapa jam agar suhu tubuh dapat mencapai set-point suhu yang
baru. Pada saat ini suhu darah masih jauh lebih rendah dari Set-point
pengatur suhu hipotalamus. Oleh karena itu, akan terjadi reaksi umum
yang menyebabkan kenaikan suhu tubuh. Selama periode ini, orang
tersebut akan mengigil dan merasa sangat kedinginan, walaupun suhu
tubuhnya mungkin telah diatas normal. Mengigil dapat berlanjut sampai
akhirnya suhu tubuh mncapai set-point hipotalamus.
Pengeluaran panas lebih besar daripada pemasukan termostat
menyeimbangkan suhu tersebut dengan cara memerintahkan otot-otot
rangka untuk berkontraksi (bergerak) guna menghasilkan panas tubuh
menggigil
Patofisiologi Berkeringat
Ketika faktor-faktor yang menyebabkan suhu tubuh meninggi (demam)
yang diakibatkan infeksi bakteri berhasil dihilangkan, set point
hipotalamus akan langsung menurunkan levelnya sehingga suhu di
hipotalamus lebih rendah dari suhu tubuh. Saat itu terjadi, tubuh akan
terasa panas, sehingga bagian hipotalamus yang aktif pada suhu panas
4
yaitu hipotalamus anterior akan mengurangi produksi panas dengan
menurunkan aktivitas otot rangka dan mendorong pengeluaran panas
dengan menumbulkan vasodilatasi kulit. Vasodilatasi terjadi membuat
tubuh akan memerah, sehingga fase ini disebut fase “merah merona”.
Apabila vasodilatasi kulit sudah maksimum tetapi gagal untuk
mengurangi kelebihan panas tubuh, maka kelenjar keringat akan aktif
sehingga mekanisme berkeringat terjadi. Hal ini membuat panas tubuh
keluar dengan cara evaporasi.
Patofisiologi Anorexia
Pada endokarditis terdapat lesi yang khas berupa vegetasi yaitu massa
yang berupa platelet, mikroorganisme, sel-sel inflamasi. Vegetasi ini
semakin lama akan melepas bakteri secara terus menerus kedalam
sirkulasi (bakteremia kontinus). Bakteri yang semakin banyak dalam
sirkulasi menyebabkan keluarnya sitokin pro inflamasi yang
mengakibatkan gejala konstitusional seperti demam dan anorexia sehingga
semakin lama anorexia semakin memburuk
b. Berapa kilo penurunan berat badan yang normal dalam 6 minggu?
Penurunan berat badan normal adalah 500gr sampai 1 kg per minggu, maka
dalam 6 minggu maksimal turun berat badan adalah 6 kg.
2. Ia juga merasa nyeri punggung yang menetap sejak 4 minggu sebelum masuk rumah
sakit. Selama ini ia sudah sering mengeluh sesak napas jika berjalan cukup jauh,
tetapi sesak semakin lama semakin berat.
a. Bagaimana patofisiologi nyeri punggung yang menetap berkaitan dengan
kasus?
Nyeri punggung yang dialami oleh Ny. Yani diduga diakibatkan
adanya kelainan pada jantung, yaitu stenosis mitral / insufisiensi katup mitral
(sehingga atrium kiri harus menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk
mendorong darah melampaui katup yang menyempit) yang mengakibatkan
timbulnya nyeri yang menyebar ke dada lateral di bawah aksila. Selain itu
nyeri punggung juga bisa diakibatkan oleh nyeri alih dari jantung yang
dirasakan di bagian punggung. Nyeri alih terjadi karena memiliki dermatom
yang sama dengan struktur yang mengalami iritasi.
5
b. Mengapa nyeri punggung baru muncul setelah 2 minggu dari keluhan
sebelumnya?
Infeksi endokarditis mempunyai beberapa manifestasi klinik salah satu
diantaranya yaitu bakteriemia yang menyebabkan gejala-gejala seperti nyeri
punggung, artralgia dll. Manifestasi klinik ini akan tampak pada 2 minggu
setelah terjadi faktor presipitasi,kemungkinan nyeri punggung baru dirasakan
sejak 4 minggu karena tergantung faktor presipitasi tersebut
c. Mengapa sesak napas semakin berat saat berjalan jauh?
Ny. Yani mengalami sesak ketika berjalan jauh karena saat aktivitas,
tekanan di atrium sinistra akan meningkat sehingga yang seterusnya juga
begitu. Jadi aktivitas fisik akan memperberat kongesti paru-paru.
Sesak menjadi semakin berat karena keberlanjutan dari infeksi
(penyakit yang diderita) seperti halnya gejala pernafasan. Sesak juga bsa
semakin berat karena keparahan dari stenosi mitralis ( jika diameter < 1 cm2 )
maka akan terjadi limitasi aktivitas.
Selain itu, hal ini juga mungkin dikarenakan oleh tidak diberikannya
tata laksana untuk meringankan sesak nafas selama hampir 6 minggu tersebut.
Jadi semakin lama kongesti paru-paru semakin berat walau dalam keadaan
istirahat, karena darah di ruang kapiler-alveolus semakin lama semakin
bertambah. Itulah mengapa semakin lama sesak nafas terasa semakin berat.
d. Bagaimana perbedaan sesak pada posisi-posisi tubuh tertentu?
– Posisi telentang ketika tidur
Posisi ini meningkatkan volume darah intratorakal dan jantung yang
lemah akibat penyakit misalnya gagal jantung, tidak dapat mengatasi
peninggian beban ini. Kerja pernapasan meningkat akibat kongesti
vaskular paru oleh edema di alveoli yang mengurangi kelenturan paru.
Waktu timbulnya lebih lambat dibandingkan dengan ortopnea (kesulitan
bernapas ketika berbaring lurus) karena mobilisasi cairan edema perifer
dan peninggian volume intravaskuler pusat.
– Posisi duduk
Pada posisi ini, gaya gravitasi menyebabkan cairan terkumpul di dasar
paru-paru dan membuat sesak berkurang.
6
3. Sewaktu kecil ia menderita rheumatic fever dengan gejala pembengkakan sendi dan
demam sehingga harus dirawat di rumah selama 3 bulan
a. Bagaimana patofisiologi rheumatic fever?
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium:
Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman beta-
Streptococcushemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam,
batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan
pada anak kecil dapat terjadi diare.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi
Streptococcus dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya
periode ini berlangsung 1-3 minggu.
Stadium III
Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai
manifestasi klinik demam reumatik/penyakit jantung reumatik.
Manifestasi klinik tersebut dapat digolongkan dalam gejala peradangan
umum (gejala minor) dan manifestasi spesifik (gejala mayor)
demamreumatik/penyakit jantung reumatik.
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik
tanpa kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa
gejala sisa katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita
penyakit jantung reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung,
gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta beratnya kelainan.
b. Apa saja manifestasi klinis dari rheumatic fever?
Demam
Sakit Persendian
Karditis
Eritema Marginatum
Nodul Subkutan
Chorea Sydenham ( St. Vitus dance )
Nyeri abdomen
Mual, muntah dan anoreksia
7
Efusi pleura
c. Apa kaitan antara rheumatic fever dengan endokarditis?
Endokarditis terjadi karena menempelnya mikroorganisme dari sirkulasi
darah pada permukaan endokardial, yang kemudian akan mengadakan
multiplikasi, terutama pada katup-katup yang telah cacat. Penempelan bakteri-
bakteri tersebut akan membentuk koloni, dengan menggunakan nutrisi yang
diambil dari darah. Adanya koloni bakteri tersebut memudahkan terjadinya
thrombosis dan dipermudah oleh thromboplastin yang ditimbulkan oleh lekosit
yang bereaksi dengan fibrin. Jaringan fibrin yang baru akan menyelimuti
koloni-koloni bakteri dan menyebabkan vegetasi bertambah. Daerah
endokardium yang sering terkena adalah katup mitral dan katup aorta.
Vegetasi juga terjadi pada tempat-tempat yang mengalami jet lessions,
sehingga endothel menajdi kasar dan terjadi fibrosis, selain itu terjadi juga
turbulensi
Bentuk vegetasi dapat kecil sampai besar, berwarna putih sampai coklat,
koloni dari mikroorganisme tercampur dengan platelet fibrin dimana
disekelilingnya akan terjadi reaksi radang. Bila keadaan berlanjut akan
terjadi abses yang akan mengenai otot jantung yang berdekatan, dan secara
hematogen akan menyebar ke seluruh otot jantung. Bila abses mengenai sistim
konduksi akan menyebabkan arithmia dengan segala manifestasi kliniknya.
Jaringan yang rusak tersebut akan membentuk luka dan histiocyt akan
terkumpul pada dasar vegetasi. Sementara itu endothelium mulai menutupi
permukaan dari sisi perifer, proses ini akan berhasil bila mendapat terapi
secara baik. Makrofage akan memakan bakteri, kemudian fibroblast akan
terbentuk diikuti pembentukan jaringan ikat kolagen.
Pada jaringan baru akan terbentuk jaringan parut atau kadang-kadang
terjadi ruptur dari chordae tendinen, otot papillaris, septum ventrikel. Sehingga
pada katup menimbulkan bentuk katup yang abnormal, dan berpengaruh
terahdap fungsinya. Permukaan maupun bentuk katup yang abnormal ini akan
memudahkan terjadinya infeksi ulang. Vegetasi tersebut dapat terlepas dan
menimbulkan emboli diberbagai organ. Pasien dengan endokarditis biasanya
mempunyai titer antibodi terhadapmikroorganisme penyebab, hal tersebut
akan membentuk immune complex, yang menyebabkan gromerulonephritis,
8
arthritis, dan berbagai macam manifestasi kelainan mucocutaneus, juga
vasculitis.
Bila seorang pasien DR akut telah sembuh, maka masalah utama adalah
pencegahan sekunder. Kita tidak mempersoalkan bagaimanapun ringan atau
beratnya serangan pertama, namun kerentanan penyakit ini sangat tinggi
sehingga serangan berulang- ulang dapat timbul kembali.
Semua pasien yang sembuh dari DR akut diberikan suatu pencegahan
sekunder dengan atau tanpa karditis. Sehingga serangan dapat dicegah.
Tentang lamanya pencegahan belum ada sepakat sampai saat ini. Ternyata
kekerapan serangan – serangan berulang pada usia dewasa, tetapi serangan
akut ini masih ditemukan pada usia 20 dan 30 tahunan.
d. Kenapa dirawat selama 3 bulan?
Tatalaksana komprehensif pada pasien dengan demam rematik meliputi:
Pengobatan manifestasi akut, pencegahan kekambuhan dan pencegahan
endokarditis pada pasien dengan kelainan katup.
Pemeriksaan ASTO, CRP, LED, tenggorok dan darah tepi lengkap.
Ekokardiografi untuk evaluasi jantung.
Antibiotik: penisilin, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari
bagi pasien dengan alergi penisilin.
Tirah baring bervariasi tergantung berat ringannya penyakit.
Anti inflamasi: dimulai setelah diagnosis ditegakkan:
– Bila hanya ditemukan artritis diberikan asetosal 100 mg/kgBB/hari
sampai 2 minggu, kemudian diturunkan selama 2-3 minggu
berikutnya.
– Pada karditis ringan-sedang diberikan asetosal 90-100 mg/kgBB/hari
terbagi dalam 4-6 dosis selama 4-8 minggu bergantung pada respons
klinis. Bila ada perbaikan, dosis diturunkan bertahap selama 4-6
minggu berikutnya.
– Pada karditis berat dengan gagal jantung ditambahkan prednison 2
mg/kgBB/hari diberikan selama 2-6 minggu.
9
4. Dokter yang memeriksa mengatakan bahwa Ny. Yani menderita endokarditis.
a. Bagaimana patofisiologi endokarditis?
Efek destruksi lokal akibat infeksi intrakardiak mengakibatkan kerusakan
dan kebocoran katup, terbentuk abses atau perluasan vegetasi ke
perivalvular.
Vegetasi fragmen septic yang terlepas mengakibatkan tromboemboli
(pada sisi kanan atau kiri), mulai dari emboli paru sampai emboli otak.
Vegetasi melepas bakteri terus menerus kedalam sirkulasi, mengakibatkan
gejala konstitusional seperti demam, malaise, tidak nafsu makan,
penurunan berat badan dan sebagainya.
Respon antibodi humoral dan seluler terhadap infeksi dengan kerusakan
jaringan akibat kompleks imun atau interaksi komplemen-antibodi dengan
antigen yang menetap dalam jaringan.
b. Bagaimana manifestasi klinis endokarditis?
Gejala umum
Demam dapat berlangsung terus-menerus retermiten / intermiten
atau tidak teratur sama sekali. Suhu 38 - 40 C terjadi pada sore dan malam
hari, kadang disertai menggigil dan keringat banyak. Anemia ditemukan
10
bila infeksi telah berlangsung lama. pada sebagian penderita ditemukan
pembesaran hati dan limpa.
Gejala Emboli dan Vaskuler
Ptekia timbul pada mukosa tenggorok, muka dan kulit (bagian
dada). umumya sukar dibedakan dengan angioma. Ptekia di kulit akan
berubah menjadi kecoklatan dan kemudian hilang, ada juga yang berlanjut
sampai pada masa penyembuhan. Emboli yang timbul di bawah kuku jari
tangan (splinter hemorrhagic).
Gejala Jantung
Tanda-tanda kelainan jantung penting sekali untuk menentukan
adanya kelainan katub atau kelainan bawaan seperti stenosis mitral,
insufficiency aorta, patent ductus arteriosus (PDA), ventricular septal
defect (VCD), sub-aortic stenosis, prolap katub mitral. Sebagian besar
endocarditis didahului oleh penyakit jantung, tanda-tanda yang ditemukan
ialah sesak napas, takikardi, palpasi, sianosis, atau jari tabuh (clubbing of
the finger). Perubahan murmur menolong sekali untuk menegakkan
diagnosis, penyakit yang sudah berjalan menahun, perubahan murmur
dapat disebabkan karena anemia . Gagal jantung terjadi pada stadium
akhir endokarditis infeksi, dan lebih sering terjadi pada insufisiensi aorta
dan insufisiensi mitral, jarang pada kelainan katub pulmonal dan trikuspid
serta penyakit jantung bawaan non valvular .
Endokarditis infeksi akut
Infeksi akut lebih sering timbul pada jantung yang normal, berbeda
dengan infeksi sub akut, penyakitnya timbul mendadak, tanda-tanda
infeksi lebih menonjol, panas tinggi dan menggigil, jarang ditemukan
pembesaran limfa, jari tabuh, anemia dan ptekia . Emboli biasanya sering
terjadi pada arteri yang besar sehingga menimbulkan infark atau abses
pada organ bersangkutan. Timbulnya murmur menunjukkan kerusakan
katub yang sering terkena adalah katub trikuspid berupa kebocoran,
tampak jelas pada saat inspirasi yang menunjukkan gagal jantung kanan,
vena jugularis meningkat, hati membesar, nyeri tekan, dan berpulsasi serta
udema. Bila infeksi mengenai aorta akan terdengar murmur diastolik yang
panjang dan lemah. Infeksi pada aorta dapat menjalar ke septum inter
ventricular dan menimbulkan abses. Abses pada septum dapat pecah dan
11
menimbulkan blok AV . Oleh karena itu bila terjadi blok AV penderita
panas tinggi, kemungkinan ruptur katub aorta merupakan komplikasi yang
serius yang menyebabkan gagal jantung progresif. Infeksi katub mitral
dapat menjalar ke otot papilaris dan menyebabkan ruptur hingga terjadi
flail katub mitral
c. Bagaimana penegakan diagnosis endokarditis?
Investigasi diagnosis harus dilakukan jika pasien demam disertai satu
atau lebih gejala kardinal; ada predisposisi lesi jantung atau pola lingkungan,
bakteremia, fenomena emboli dan bukti proses endokard aktif, serta pasien
dengan katup prostetik (Alwi, 2007). Diagnosis ditegakkan dari riwayat
penyakit adanya panas pada penderita dengan lesi jantung, ditunjang
pemeriksaan fisik dan laboratorium yang mendukung, dan diperkuat dengan
terlihatnya vegetasi pada pemeriksaan ekokardiografi.
Pada anamnesis, keluhan tersering yang muncul adalah demam,
kemudian keluhan lainnya yang muncul seperti menggigil, sesak napas, batuk,
nyeri dada, mual, muntah, penurunan berat badan dan nyeri otot atau sendi.
Pada pemeriksaan fisik yang cukup penting adalah ditemukannya
murmur pada katup yang terlibat. Murmur yang khas adalah blowing
holosistolik pada garis sternal kiri bawah dan terdengar lebih jelas saat
inspirasi. Tanda EI pada pemeriksaan fisik yang lain adalah tanda-tanda
kelainan pada kulit yang telah disebutkan diatas.
Pada pemeriksaan laboratorium sering didapatkan hemoglobin rendah,
lekositosis, laju endap darah (LED) meningkat, analisis urin menunjukkan
hematuria dengan proteinuria. Pemeriksaan kultur darah untuk kuman baik
aerob maupun anaerob.
d. Bagaimana tata laksana endokarditis?
Prinsip dasar dalam pengobatan endokarditis membasmi kuman
penyebab secepat mungkin, tindakan operasi pada saat yang tepat bila
diperlukan. Mengobati kompliikasi yang terjadi.
Sasaran pengobatan adalah eradikasi total organisme penyerang
melalui dosis adekuat agen antimicrobial yang sesuai.
1. Isolisasikan organisme penyebab melalui seri kultur darah. Kultur darah
dilakukan untuk membantu perjalanan terapi.
12
2. Setelah pemulihan dari proses infeksi, kerusakan katub serius mungkin
membutuhkan pengganti katub.
3. Suhu tubuh pasien dipantau untuk keefektifan pengobatan.
Penatalaksanaan medis umum:
1. Tirah baring
2. Farmakoterapi: antibiotic (vancomycyn, khususnya untuk streptokokus
viridians).
3. Penderita dirawat di rumah sakit dan mendapatkan antibiotic intravena
dosis tinggi selama minimal 2 minggu. Pemberian antibiotik saja tidak
cukup pada infeksi katub buatan. Mungkin perlu dilakukan pembedahan
jantung untuk memperbaiki atau mengganti katub yang rusak dan
membuang vegetasi. Sebagai tindakan pencegahan, kepada penderita
kelainan katub jantung, setiap akan menjalani tindakan gigi maupun
pembedahan sebaiknya diberikan antibiotik.
e. Bagaimana pemeriksaan tambahan endokarditis?
Kultur darah
Kultur darah adalah uji laboratorium untuk memeriksa bakteri
dalam sampel darah. Bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri yang
menyebabkan infeksi.
Tujuan kultur darah adalah untuk mengungkapkan sejumlah infeksi
atau adanya masalah, seperti endokarditis, masalah berat berpotensi
mengancam nyawa yang terjadi ketika bakteri dalam aliran darah ke katup
jantung.
Streptococcus beta hemolyticus group A merupakan salah satu
bakteri yang memiliki potensi menyebabkan endokarditis, terutama pada
individu dengan kerusakan katup jantung.
Echocardiography
Echocardiography, juga disebut suatu test gema, adalah suatu alat
yang mengambil gambar dari hati atau jantung dengan menggunakan
gelombang suara. Echocardiography ( ultrasound pengujian untuk hati
atau jantung) mengijinkan suatu ahli jantung untuk menguji struktur ,
fungsi, dan aliran darah dari hati atau jantung tanpa penggunaan dari
sinar-x. Echocardiography dilakukan dengan penggunaan suatu tongkat
plastik yang lembut (suatu echo-transducer) untuk memancarkan
13
gelombang suara ke dada atau abdomen. Gelombang suara lewat dengan
aman sampai badan dan gema yang dihasilkan akan ditafsirkan oleh suatu
sistem yang terkomputerisasi.
Echocardiography dapat digunakan untuk mendeteksi cacat hati atau
jantung dan untuk melihat seberapa baik fungsi hati atau jantung. Test ini
akan membantu dokter dalam menemukan masalah jika anda mempunyai
permasalahan dengan hati atau jantung. Test ini diperlukan jika anda
merasakan serangan denyut jantung yang berlebihan, anda mendapatkan
serangan jantung secara tiba-tiba, anda merasakan nyeri pada dada atau
hati, anda merasakan demam tinggi yang disertai dengan rasa pegal
(rematik) pada jantung, anda memiliki suatu cacat pada hati atau jantung
sejak lahir.
f. Apa tindakan preventif untuk endokarditis?
Pemberian profilaksin antibiotika diberikan secara empiric pada
pencabutan gigi atau pembedahan, untuk mencegah bakteremia pada pasien
dengan lesi jantung, disesuaikan dengan kondisi pasien
g. Apa kompetensi dokter umum terhadap endokarditis?
Terhadap kasus endokarditis, dokter umum harus memiliki tingkat
kemampuan 2, yaitu mampu mendiagnosis dan merujuk. Lulusan dokter
mampu membuat diagnosis klinik terhadap penyakit dan menentukan rujukan
yang paling tepat bagi penanganan pasien selanjutnya.
5. Pemeriksaan Fisik:
Vital sign: compos mentis, Nadi: 90x/m, RR: 28x/m, TD: 130/80 MMhG, Suhu: 39ºC
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan fisik?
Compos mentis : menandakan bahwa tidak ada gangguan pada
kesadaran yang di miliki oleh Ny. Yani (kesadarannya penuh)
Nadi 90x / menit : menunjukan bahwa tidak ada kelainan denyut nadi
yang dialami oleh Ny. Yani (normal 60-100x/menit)
RR 28x/menit : pada respiration rate Ny. Yani termasuk cepat (normal
RR adalah 16-24x/menit), hal ini disebabkan konpensasi yang disebabkan
oleh sesak nafas yang dialami oleh Ny. Yani sehingga disebut takipneu
TD 130/80 mmHg:
– Optimal : 120/80 mmHg
– Normal <130 / <85 mmHg
14
– Hipertensi
Ringan 140-159 / 90-99 mmHg
Sedang 160-180 / 100-110 mmHg
Berat ≥ 180 ≥ 110
Dilihat dari klasifikasi JNC 7, Ny. Yani berada pada keadaan pre-
hipertensi. dengan nilai diatas dapat diketahui bahwa Tekanan Darah Ny.
Yani masih termasuk ambang batas normal dan hipertensi.
Suhu 39°C : Suhu tubuh sangat tinggi (normal 36° - 37° C), hal ini
disebakan oleh demam yang diderita Ny. Yani
6. Pemeriksaan Spesifik:
Kepala dan leher : normal
Thorax : Perkusi: ukuran jantung normal
Auskultasi: murmur diastolic dengan nada rendah, pada dada kiri terdapat suara
pembukaan katup mitral yang keras (loud opening snap)
a. Bagaimana interpretasi dari pemeriksaan spesifik?
Kepala & Leher : normal
Mengidentifikasikan tidak terjadinya manifestasi penyakit atau kerusakan
terkait pada kepala & leher
Thorax : Perkusi : ukuran jantung normal
Auskultasi
Murmus diastolic rendah
Merupakan akibat dari adanya energi turbulen didalam dinding
jantung dan pembuluh darah. Sumbatan terhadap aliran akan
menyebabkan turbulensi yang akan mengakibatkan adanya arus
berlawanan yang memukul dinding dan menimbulkan getaran yang di
dengar pemeriksa sebagai bunyi bising. Murmur diastolik terdengar
dalam fase diastolic sesudah BJ1 (bunyi sistolik; saat katup mitral dan
tricuspid tertutup secara serentak, pada saat bersamaan katup aorta
dan pulmonal terbuka). Cara membedakan murmur sistolik dan
murmur diastolik adalah dengan mendengar denyut nadi jika murmur
terdengar saat nadi berdenyut maka murmur tersebut adalah murmur
sistolik, dan bila mumur tersebut terdengar saat nadi tidak berdenyut
maka murmur tersebut adalah murmur diastolik. Bunyi murmur
15
jantung "biasanya" dikaitkan dengan penyakit jantung. Murmur yang
tidak bersifat patologis disebut juga murmur fungsional biasanya
terjadi pada pasien berusia muda.
Derajat intensitas murmur ( bising jantung ) :
Derajat 1 : bising yang sangat lemah
Derajat 2 : bising yang lemah tetapi mudah terdengar
Derajat 3 : bising agak keras tetapi tidak disertai getaran bising
Derajat 4 : bising cukup keras dan disertai getaran bising
Derajat 5: bising sangat keras yang tetap terdengar bila stetoskop
ditempelkan sebagian saja pada dinding dada
Derajat 6: bising paling keras dan tetap terdengar meskipun stetoskop
diangkat dari dinding dada
Bunyi murmur jantung dengan nada rendah dapat terjadi jika
katup mitral-trikuspid tidak menutup secara sempurna (stenosis
mitral). Stenosis mitral menghalangi aliran darah dari atrium kiri ke
ventrikel kiri selama fase diastolik ventrikel. Untuk mengisi ventrikel
dengan adekuat dan mempertahankan curah jantung, atrium kiri harus
menghasilkan tekanan yang lebih besar untuk mendorong darah
melampaui katup yang menyempit.
Loud Opening Snap
Pembukaan katup atrioventrikular biasanya tidak menimbulkan
bunyi dan terjadi kira-kira 100mdetik setelah BJ II. Opening snap
adalah suatu kejadian diastolic yaitu bunyi terbukanya katup
atrioventrikular yang mengalami deformasi secara patologis. Opening
snap katup mitral disebabkan terbukanya valvula mitral yang
mengalami stenosis saat pengisian ventrikel kiri di awal diastol.
7. Pemeriksaan Penunjang:
Kultur darah : Streptococcus beta hemolyticus group A
Echocardiography: stenosis mitral (pada apex jantung)
a. Apa itu Streptococcus beta hemolyticus group A?
1. Morfologi
Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang,
tersusun berderet seperti rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar
16
ditentukan oleh faktor lingkungan. Rantai akan lebih panjang pada media cair
dibanding pada media padat. Pada pertumbuhan tua atau kuman yang mati
sifat gram positifnya akan hilang dan menjadi gram negatif. Streptococcus
terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1 μm. Dalam bentuk rantai yang
khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai. Streptococcus patogen
jika ditanam dalam perbenihan cair atau padat yang cocok sering membentuk
rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih. Streptococcus yang
menimbulkan infeksi pada manusia adalah positif gram, tetapi varietas
tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang
negatif gram. Pada perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila
perbenihan telah berumur beberapa hari dapat berubah menjadi negatif gram.
Tidak membentuk spora, kecuali beberapa strain yang hidupnya saprofitik.
Geraknya negatif. Strain yang virulen membuat selubung yang mengandung
hyaluronic acid dan M type specific protein.
2. Sifat Pertumbuhan
Umumnya streptococcus bersifat anaerob fakultatif, hanya beberapa
jenis yang bersifat anaerob obligat. Pada umumnya tekanan O2 harus
dikurangi, kecuali untuk enterokokus. Pada perbenihan biasa,
pertumbuhannya kurang subur jika ke dalamnya tidak ditambahkan darah
atau serum. Kuman ini tumbuh baik pada pH 7,4-7,6, suhu optimum untuk
pertumbuhan 37oC, pertumbuhannya cepat berkurang pada 40oC.
Bacterial structure=
Fimbrae : attachment &adherence
M protein : major virulence factor
Hyaluronic acid capsule :prevents
phagocytosis
Lipotechoic acid : bind epitel cell
Streptococcus membentuk 2
macam koloni, mucoid dan glossy.
Yang dahulu disebut matt, sebenarnya bentuk mucoid yang telah mengalami
dehidrasi. Koloni berbentuk mucoid dibentuk oleh kuman yang berselubung
asam hialuronat. Tes katalasa negatif untuk streptococcus, ini dapat
membedakan dengan stafilokokus di mana tes katalase positif. Juga
streptococcus hemolyticus grup A sensitif pada cakram basitrasin 0,2 μg,
17
sifat ini digunakan untuk membedakan dengan grup lainnya yang resisten
terhadap basitrasin. Hanya jenis dari lancefield grup B dan D yang koloninya
membentuk pigmen berwarna merah bata atau kuning.
Berdasarkan sifat hemolitiknya pada lempeng agar darah, kuman ini dibagi
dalam:
a. hemolisis tipe alfa, membentuk warna kehijau-hijauan dan hemolisis
sebagian di sekeliling koloninya, bila disimpan dalam peti es zona yang
paling luar akan berubah menjadi tidak berwarna.
b. Hemolisis tipe beta, membentuk zona bening di sekeliling koloninya, tak
ada sel darah merah yang masih utuh, zona tidak bertambah lebar setelah
disimpan dalam peti es.
c. Hemolisis tipe gamma, tidak menyebabkan hemolisis.
Untuk membedakan hemolisis yang jelas sehingga mudah dibeda-
bedakan maka dipergunakan darah kuda atau kelinci dan media tidak boleh
mengandung glukosa. Streptococcus yang memberikan hemolisis tipe alfa
juga disebut streptoccocus viridans. Yang memberikan hemolisis tipe beta
disebut streptococcus hemolyticus dan tipe gamma sering disebut sebagai
streptoccocus anhemolyticus.
3. Pembuatan Toxin
Streptococcus mengeluarkan exotoxin, yang dapat diasingkan dari
perbenihan cair. Toxin-toxin yang dikeluarkan, ialah : haemolysin,
leucocidin, erythrogenic (scarlatical toxin), fibrinolysin. Fibrinolysin ini
dapat menghancurkan fibrin manusia in vitro. Erythogenic toxin ini
18
digunakan sebagai diagnosticum, apakah seseorang sudah immun atau
belum, terhadap penyakit scarlatina (scarlet fever). Percobaan ini dikenal
dengan “DICK TEST”.
4. Klasifikasi
a. Menurut Schotmuller
Pembagian ini berdasarkan pada agar-darah, apakah
dapat/tidak merusak darah. Pada umumnya klasifikasi menurut
Schotmuller ini dipergunakan, terutama dalam memberikan diagnosa
streptococcus. Atas dasar pada agar darah, streptococcus dapat dibagi
atas 3 golongan:
1) Alpha streptococcus (hemodigesti)
Adalah streptococcus yang mencernakan eritrosit menjadi met-
Hb (Hb diubah menjadi met-Hb). Sekeliling koloni terbentuk
gelanggang hijau, peristiwa ini disebut juga alpha hemolyse.
Golongan ini sangat toxis, contohnya streptococcus viridans
(=hijau).
2) Beta streptococcus (hemolyse)
Adalah golongan streptococcus yang menghemolysakan darah,
sehingga Hb keluar dari eritrosit. Sekeliling koloni terdapat
gelanggang jernih. Golongan beta streptooccus inipun pathogen.
Contohnya streptococcus pyogenik.
3) Gamma streptococcus (anhemolyse)
Adalah golongan streptococcus yang tidak merusak atau
menghemolysakan darah pada agar darah. Golongan ini tidak
pathogen. Contohnya : Enterococcus
b. Menurut Dubois
Streptococcus dibagi atas 4 golongan, yaitu :
1) Gol. Streptococcus viridans, yang menyebabkan hemodigesti
pada agar darah.
2) Gol. Streptococcus hemolyse, menghemolysakan darah.
3) Gol. Streptococcus usus (enterococcus), adalah streptococcus
yang terdapat dalam usus, misalnya : Streptococcus fecalis.
19
4) Gol. Streptococcus susu, adalah streptococcus yang terdapat
dalam susu, menyebabkan susu menjadi asam (Streptococcus
lactis).
c. Menurut Lancefield
Pembagian menurut Lancefields berdasarkan atas presipitasi dan
antisera. Dengan mempergunakan antisera, terdapat beberapa golongan
streptococcus.
1) Gol. A : Adalah golongan strep. yang menyebabkan beta hemolysis
pada agar darah. Type-type ini berasal atau terdapat pada manusia,
yang sering menyebabkan infeksi. Ditinjau dari sudut kedokteran
golongan ini yang terpenting. Gol. A sama dengan gol.
Streptococcus pyogenes.
2) Gol. B : Adalaah golongan streptococcus yang beta dan gamma
hemolytik. Beta hemolytik megeluarkan S hemolysin, tetapi
hemolysin yang dikeluarkannya kurang daripada streptococcus gol.
A. banyak terdapat pada susu lembu, yang menyebabkan mastitis.
Beberapa jenis terdapat pada vagina dan kerongkongan manusia dan
dapat menyebabkan infeksi puerperalis. Gol. B = Strep.agalactiae
yang menyebabkan mastitis pada lembu.
3) Gol. C : Golongan ini terutama terdapat pada hewan-hewan, tetapi
dapat juga menyebabkan sepsis-peuralis pada manusia. Dalam agar
darah termasuk beta hemolyse, mengeluarkan S hemolysin.
4) Gol. D : Terdapat pada feces dan vagina manusia dan juga pada
keju. Pada agar darah beta hemolytik dan mengeluarkan S
hemolysin. Golongan ini = gol.enterococcus pada klasifikasi
Dubois.
5) Gol. F : Pada agar darah beta hemolytik, mengeluarkan S
hemolysin. Dijumpai pada infeksi-infeksi kerongkongan dan saluran
pernapasan sebelah atas.
6) Gol. G : Mengeluarkan O dan S hemolysin. Sebagian besar
rombongan ini hidupnya komensal pada tubuh manusia (apathogen).
Beberapa diantaranya dapat juga menyebabkan infeksi.
7) Gol. E, H dan K : Pada umumnya komensal, tetapi sekali-sekali
dapat menyebabkan infeksi sekunder.
20
d. Menurut Griffith
Pembagian streptococcus menurut Griffith, berdasarkan
agglutinasi dan aglutinasi-absorbsi. Griffith membagi streptococcus kira-
kira 30 type. Perbedaan ini berdasarkan adanya ”nucle-protein antigen”
pada streptococcus. Atas dasar penetapan type streptococcus menurut
Griffith ini, dapat ditentukan sumber-sumber penyakit scarlet fever atau
menyelidiki orang-orang carier (pembawa kuman).
5. Patogenitas
Penyakit-penyakit yang dapat ditimbulkan oleh streptococcus, antara lain :
Luka-luka infeksi dan abses lokal.
Erypsepelas (api luka, yaitu penyakit kulit yang akut, disertai demam
dan menular. Biasanya datangnya dari luka yang disebabkan oleh
streptococcus Fehleinsen).
Lymphangitis (radang pembuluh getah bening).
Lymphadenitis (radang kelenjar lympha).
Septicaema (misalnya : puerperal septicaemia sesudah masa nifas).
Pyaemia.
Infeksi-infeksi sekunder, seperti :
– tonsillitis (radang amandel).
– otitis (radang telinga).
– Broncho-pneumoniae, laryngitis, meningitis.
Endocarditis lenta (kerusakan klep jantung).
b. Bagaimana cara pemeriksaan penunjang kultur darah?
Darah biasanya diambil dari vena, biasanya dari bagian dalam siku atau
bagian belakang tangan. Situs ini dibersihkan dengn antiseptik. Petugas
laboratorium memasang pengikat/torniquet di lengan atas untuk membendung
aliran darah ke daerah tersebut sehingga pembuluh darah dapat teraba jelas.
Selanjutnya, petuvas laboratorium memasukkan jarum ke pembuluh darah,
masukkan darah dalam spuit ke dalam botol atau tabung kedap udara.
Lalu lepas torniquet dari lengan. Setelah darah terkumpul, jarum
ditarik, dan bekas tusukan ditutup untuk menghentikan pendarahan. Sangat
penting bahwa sampel darah tidak terkontaminasi. Sampel tersebut dikirim ke
laboratorium, di masukkan ke dalam tabung/botol yang mengandung media
21
pertumbuhan untuk melihat apakah mikroorganisme tumbuh. Hal ini disebut
kultur. Jika bakteri tumbuh, tes lebih lanjut dilakukan untuk mengidentifikasi
jenis tertentu, contohnya pewarnaan gram.
Perlu diketahui bakteri penginfeksi darah kadang-kadang datang dan
pergi, sehingga serangkaian (tiga kali) kultur darah dapat dilakukan untuk
mengkonfirmasi hasil.
Dianjurkan pengambilan darah kultur 3 kali, sekurang-kurangnya dengan
interval 1 jam, dan tidak melalui jalur infus.
Darah yang dicurigai Endocarditis harus dikultur dalam tiga set (masing-
masing set terdiri atas satu botol untuk kuman aerob dan satu botol untuk
kuman anaerob) dan diencerkan sekurang-kurangnya 1:5 dalam both media.
Kultur darah positif merupakan kriteria diagnostik utama Endocarditis
dan merupakan kunci dalam menentukan etiologi serta sensitivitas
antimikroba. Sebagian besar kultur menunjukkan hasil positif. Kultur darah
negatif ditemukan pada <5% pasien. Hal ini mungkin disebabkan teknik
mikrobiologi tidak adekuat, infeksi oleh bakteri yang sangat fastidious atau
mikroorganisme non bakteri dan penyebab terpenting adalah pemberian
antimikroba sebelum kultur darah diambil.
Jika hasil kultur darah awal negatif, terapi antibiotik dapat ditunda 2-4
hari jika kondisi pasien tidak akut. Kultur darah negatif bukan merupakan
indikator yang tepat dalam infeksi endokardial.
c. Bagaimana hasil echocardiography dari stenosis mitral?
StenosisMitral adalah gangguan katup jantung yang melibatkan
penyempitan atau penyumbatan dari pembukaan katup mitral menyebabkan
volume dan tekanan darah di atrium kiri meningkat.
Stenosis katup mitral terjadi terutama pada orang dewasa yang semasa
kecilnya pernah menderita reumatic fever tetapi tidak mendapatkan
pengobatan dengan antibiotik.
22
Gambar struktur katup mitral pada stenosis mitral dengan transtorakal
ekokardiografi
d. Bagaimana prinsip kerja echocardiography?
Echocardiography, juga disebut suatu test gema, adalah suatu alat yang
mengambil gambar dari hati atau jantung dengan menggunakan gelombang
suara. Echocardiography ( ultrasound pengujian untuk hati atau jantung).
Penggunaan Echocardiography lebih bagus dibanding dengan sistem
diagnosa angiograph dan juga penggunaan alat ini tidak menggunakan sinar x
dalam proses pengambilan gambar (image).
Echocardiography digunakan secara luas untuk menampilkan bagian
dalam dari tubuh manusia berupa cardiac serta beberapa penyakitnya seperti
hati ataupun jantung, dengan menggunakan alat ini memungkinkan untuk
mendeteksi struktur bagian dalam dari hati atau jantung. Pergerakan dari
struktur tersebut juga dapat direkam dengan resolusi yang bagus disbanding
dengan teknik diagnosa menggunakan x-ray ataupun angiographic, dalam alat
ini menghadirkan perbandingan antara waktu dengan informasi umum berupa
gerakan ataupun image tentang struktur dari hati maupun jantung dalam
kecepatan normal rendah dengan menggunakan perekam elektrokardiogram.
23
Infeksi Streptococcus beta hemolyticuss group A
Endokarditis
Demam Sesak Napas BB turun Menggigil
Berkeringat Anorexia Nyeri punggung menetap
Ny. Yani, 40 tahun
Rheumatic Fever
Untuk alat Echocardiography digunakan transducer yang berfungsi
untuk mengubah suatu besaran dalam bentuk lain menjadi besaran lainnya,
dalam hal ini berupa pancaran sinyal ultra high frequency menjadi besaran
suara dalam bentuk pergerakan yang kemudian ditampilkan dalam bentuk
gambar.
V. KETERKAITAN ANTAR MASALAH
VI. LEARNING ISSUE
1. Rheumatic fever
2. Endocarditis
3. Pemeriksaan Fisik
4. Pemeriksaan Spesifik
5. Pemeriksaan Penunjang
6. Streptococcus beta hemolyticus group A
24
Terbentuk jaringa fibrous di katup mitral
(stenosis mitral)
Endokarditis
Echocardio + Regurgitasi katup
Pengerasan katup mitral
Mur-mur jantung
Ny. Yani, 40 tahun, terinfeksi streptococcus
Set point ↑
Prostaglandin keluar
Demam
Respon tubuh: Menggigil
Set point ↓
Respon tubuh: Berkeringat
Inflamasi sistemikProstaglandin keluar
Anorexia
BB ↓
M-Protein menyerang sel katup jantung
Mimikri Cross reinfection
Riwayat Rheumatic Fever dengan tidak ada pencegahan sekunder
VII. KERANGKA KONSEP
25
VIII. SINTESIS MASALAH
A. Rheumatic Fever
Beberapa pendapat mengenai definisi demam rematik yang pada dasarnya
memiliki arti yang sama:
Demam rematik adalah suatu penyakit radang yang terutama menyerang sendi dan
jantung dan jarang menyerang susunan saraf pusat, kulit dan jaringan subkutis. Penyakit
cenderung kambuh, serangan awal maupun serangan kambuhan merupakan komplikasi
nonsupuratif akibat infeksi streptokokus grup A pada saluran pernafasan bagian atas
( Ilmu Kesehatan Anak, h. 930 ).
Demam rematik merupakan penyakit peradangan akut yang dapat menyertai
faringitis yang disebabkan oleh Streptokokus beta-hemolytikus grup A. Demam rematik
yang menimbulkan gejala sisa pada katub jantung disebut sebagai penyakit jantung
rematik ( Kapita Selekta, h. 454 ).
Demam rematik adalah suatu penyakit sistemik akut atau kronik, dapat sembuh
sendiri oleh sebab yang belum jelas atau menimbulkan cacat pada katub jantung secara
lambat. Demam rematik dianggap sebagai suatu sindroma klinis dengan etiologi tunggal
yaitu infeksi pada tenggorok oleh kelompok streptokokus beta hemolitikus grup A.
( Ilmu Penyakit Dalam, h. 1026 ).
Dengan demikian, demam rematik merupakan kelanjutan faringitis yang
disebabkan streptokokus beta hemolytikus grup A.
a. Etiologi
Serangan awal dan kekambuhan demam rematik dikarenakan infeksi yang
disebabkan oleh Streptokokus beta hemolytikus grup A, yang menyerang saluran
nafas bagian atas ( tonsillitis, nasofaringitis, faringitis, otitis media ). Beberapa tipe
streptokokus grup A yang sering menimbulkan demam rematik yaitu tipe M 1, 3, 5,
6, 14, 18, 19, 24, 27 dan 29.
b. Faktor P redisposisi
a. Faktor sosial ekonomi
Insiden secara menyolok lebih tinggi pada golongan sosial ekonomi rendah.
b. Sistem kekebalan tubuh
Reaksi autoimun memegang peranan penting terhadap timbulnya demam rematik.
c. Patogenesis
Demam rematik akut biasanya muncul pada anak-anak antara usia 5 dan 15,
dengan hanya 20% dari serangan pertama kali terjadi pada orang dewasa. Taranta
26
dan Markowitz ( 1981 ) melaporkan demam rematik merupakan penyebab utama
kelainan jantung pada umur 5 – 30 th. Demam rematik dan penyakit jantung rematik
merupakan penyebab kematian utama kelainan jantung pada umur kurang dari 45
tahun, dan dari semua penyakit jantung pada semua umur, 25 – 40 % nya adalah
penyakit jantung rematik.
Patogenesis demam rematik secara pasti tidak diketahui, akan tetapi ada 2
mekanisme dugaan yang telah diajukan, yaitu :
a. Respon hiperimun baik yang bersifat autoimun atau alergik
Penjelasan dari sudut imunologi ini dianggap sebagai penjelasan yang
paling dapat diterima. Reaksi autoimun terhadap infeksi streptokokus secara
hipotesis akan menyebabkan kerusakan jaringan atau manifestasi demam
rematik, dimana pada saat infeksi faring, antigen streptokokus akan
menyebabkan pembentukan antibodi pada individu yang hiperimun. Antibodi
akan bereaksi dengan antigen streptokokus, dan dengan jaringan tubuh yang
secara antigenik sama seperti streptokokus. Ddengan kata lain antibodi tidak
dapat membedakan antara antigen streptokokus dengan antigen jaringan jantung
ataupun jaringan tubuh yang lain. Auto antibodi tersebut bereaksi dengan
jaringan tubuh sehingga mengakibatkan kerusakan jaringan.
b. Efek langsung streptococcus atau toksinnya
Streptokokus mengeluarkan banyak toksin dan enzym (produk ekstrasel),
yang akan berdifusi dari tempat infeksi, dan beberapa toksin seperti streptolisin
merupakan kardiotoksik pada binatang. Akan tetapi tidak satupun dari toksin –
toksin ini mempunyai kerja toksik langsung pada manusia. Oleh karena banyak
bahan ekstrasel bersifat antigenik dan merangsang timbulnya respon antibodi,
maka satu keberatan terhadap teori toksin adalah kemungkinan pengaruh
merugikan yang ditimbulkan oleh bahan-bahan ini akan dinetralisir oleh
antibodi yang beredar. Akan tetapi, terdapat hipotesa bahwa satu dari produk
ekstrasel tersebut, yaitu streptolisin O, dapat membentuk kompleks antigen-
antibodi yang selanjutnya terurai, sehingga memungkinkan streptolisin O
mewujudkan pengaruh toksiknya.
27
d. Patofisiologi
Perjalanan klinis penyakit demam reumatik dapat dibagi dalam 4 stadium:
Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran napas bagian atas oleh kuman beta-
Streptococcushemolyticus grup A. Keluhan biasanya berupa demam, batuk, rasa
sakit waktu menelan, tidak jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil
dapat terjadi diare.
Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, ialah masa antara infeksi Streptococcus
dengan permulaan gejala demam reumatik, biasanya periode ini berlangsung 1-3
minggu.
Stadium III
Merupakan fase akut demam reumatik, saat timbulnya berbagai manifestasi
klinik demam reumatik/penyakit jantung reumatik. Manifestasi klinik tersebut
dapat digolongkan dalam gejala peradangan umum (gejala minor) dan
manifestasi spesifik (gejala mayor) demamreumatik/penyakit jantung reumatik.
Stadium IV
Disebut juga stadium inaktif. Pada stadium ini penderita demam reumatik tanpa
kelainan jantung atau penderita penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa
katup tidak menunjukkan gejala apa-apa. Pada penderita penyakit jantung
reumatik dengan gejala sisa kelainan katup jantung, gejala yang timbul sesuai
dengan jenis serta beratnya kelainan.
e. Diagnosis dan Manifestasi Klinis
Diagnosis kemungkinan besar demam reumatik memakai kriteria Jones
sebagai pedoman, yaitu:
– Dua manifestasi mayor, atau
– Satu manifestasi mayor + dua manifestasi minor, ditambah adanya gejala infeksi
streptokokus beta hemolitikus golongan A sebelumnya.
28
Demam
Demam tidak khas, bisa berlangsung sampai berkali-kali dengan tanda-tanda
berupa malaise, astenia, penurunan BB. Demam biasanya terdapat pada saat
permulaan terjadinya poliarthritis, tipe demam adalah remittent, tetapi umumnya
tidak sering melampaui 390 C dan akan kembali normal dalam 2 – 3 minggu,
walaupun bila tidak diobati.
Sakit Persendian
Bisa berupa artralgia, yaitu nyeri persendian dengan tanda-tanda obyektif
radang. Arthritis ialah radang persendian dengan tanda – tanda panas, merah,
bengkak atau nyeri tekan dan keterbatasan gerak persendian.
Athritis terjadi pada 70 % pasien dengan demam rematik dan mengenai
beberapa persendian secara bergantian selama beberapa hari dalam seminggu
( poliarthritis migrans ). Arthritis sering dimulai pada kaki dan menjalar ke
lengan. Tanpa pengobatan, poliarthritis biasanya menghilang dalam 3 minggu
tanpa meninggalkan bekas.
Karditis
Pankarditis berupa endokarditis, miokarditis dan perikarditis. Karditis terjadi
pada 50 % demam rematik pertama. Gejala awal adalah rasa lelah, pucat dan
anoreksia. Tanda klinis karditis meliputi takikardi, disritmia, bising jantung
29
Manifestasi Mayor Manifestasi Minor
. Karditis Klinis :
. Poliartritis . Demam
. Khorea . Arthralgia
. Eritema marginatum . Riwayat demam reumatik atau penyakit jantung reumatik
. Nodul subkutan Laboratorium :
. Reaksi fase akut :
LED
lekositosis
CRP +
Interval P-R memanjang
Ditambah bukti adanya bukti infeksi streptokokus yang mendahului: titer ASO atau titer
antibodi terhadap streptokokus lainnya yang meningkat, kultur hapusan tenggorokan positif
streptokokus grup A, atau demam skarlatina.
patologis, kardiomegali yang secara radiologi makin lama makin membesar,
adanya gagal jantung, dan tanda perikarditis ( nyeri sekitar umbilikus karena
pembengkakan hati dan terdengar friction rub ). Jika aktivitas rematik sudah
menurun, yang sering menetap adalah tanda -tanda kerusakan katub.
Eritema Marginatum
Eritema marginatum biasanya timbul pada awal penyakit, dapat hilang-timbul
tak menentu. Ditemukan pada kurang lebih 5 % pasien, dan biasanya timbul
hanya pada pasien dengan karditis. Eritema ini tidak gatal, dengan tepi eritema
menjalar mengelilingi kulit yang tampak normal dengan sentrumnya berwarna
pucat. Tersering pada batang tubuh dan tungkai proksimal, serta tidak
melibatkan wajah.
Nodul Subkutan
Ditemukan pada sekitar 5 – 10 % pasien, biasanya timbul dalam minggu-
minggu pertama dan hanya pada pasien dengan karditis. Nodul berukurang
antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri dan dapat bebas digerakkan, serta kulit yang
menutupinya tidak menunjukkan tanda radang. Umumnya terdapat pada
permukaan ekstensor sendi, terutama siku, ruas jari, lutut, dan persendian kaki.
Chorea Sydenham ( St. Vitus dance )
Chorea mengenai 15 % pasien demam rematik, dan dianggap sebagai bentuk
neurologis demam rematik. Chorea berupa gerakan yang tidak disengaja dan
tidak bertujuan atau inkoordinasi muskular, biasanya pada otot wajah dan
ekstremitas, serta emosi yang labil. Gerakan yang timbul adalah sekonyong-
konyong dan tidak dapat diulang lagi, tonus otot menghilang. Gerakan chorea
menghilang pada waktu tidur.
Manifestasi klinis lain :
a) Nyeri abdomen
b) Mual, muntah dan anoreksia
c) Efusi pleura
f. Tatalaksana
Tatalaksana komprehensif pada pasien dengan demam rematik meliputi:
Pengobatan manifestasi akut, pencegahan kekambuhan dan pencegahan
endokarditis pada pasien dengan kelainan katup.
Pemeriksaan ASTO, CRP, LED, tenggorok dan darah tepi lengkap.
Ekokardiografi untuk evaluasi jantung.
30
Antibiotik: penisilin, atau eritromisin 40 mg/kgBB/hari selama 10 hari bagi
pasien dengan alergi penisilin.
Tirah baring bervariasi tergantung berat ringannya penyakit. Pasien DR Akut
seharusnya tirah baring di rumah sakit, sebab pasien harus diperiksa tiap hari
untuk pengobatan bila terdapat gagal jantung. Karditis hampir selalu terjadi
dalam 2-3 minggu sejak awal serangan, sehingga pengamatan yang ketat harus
dilakukan selama masa tersebut.
Anti inflamasi: dimulai setelah diagnosis ditegakkan:
o Bila hanya ditemukan artritis diberikan asetosal 100 mg/kgBB/hari sampai
2 minggu, kemudian diturunkan selama 2-3 minggu berikutnya.
o Pada karditis ringan-sedang diberikan asetosal 90-100 mg/kgBB/hari
terbagi dalam 4-6 dosis selama 4-8 minggu bergantung pada respons klinis.
Bila ada perbaikan, dosis diturunkan bertahap selama 4-6 minggu
berikutnya.
Pada karditis berat dengan gagal jantung ditambahkan prednison 2 mg/kgBB/hari
diberikan selama 2-6 minggu
B. Endocarditis
Endokarditis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme pada
endokard atau katub jantung. Infeksi endokarditis biasanya terjadi pada jantung yang
31
telah mengalami kerusakan. Penyakit ini biasanya diderita oleh orang yang pernah
terkena penyakit, biasanya berupa penyakit jantung bawaan, maupun penyakit jantung
yang didapat. Dahulu Infeksi pada endokard banyak disebabkan oleh bakteri sehingga
disebut endokarditis bakterial. Sekarang infeksi bukan disebabkan oleh bakteri saja,
tetapi bisa disebabkan oleh mikroorganisme lain, seperti jamur, virus, dan lain-lain.
Maka, sebutan yang cocok untuk endokarditis adalah endokarditis infeksi.
Endokarditis tidak hanya terjadi pada endokard dan katub yang telah mengalami
kerusakan, tetapi juga pada endokard dan katub yang sehat, misalnya penyalahgunaan
narkotik perintravena atau penyakit kronik. Perjalanan penyakit ini bisa akut, sub akut,
dan kronik, tergantung pada virulensi mikroorganisme dan daya tahan penderita. Infeksi
subakut hampir selalu berakibat fatal, sedangkan hiperakut/akut secara klinis tidak
pernah ada, karena penderita meninggal terlebih dahulu yang disebabkan karena sepsis.
Endokarditis kronik hampir tidak dapat dibuat diagnosanya, karena gejalanya tidak khas.
1. Definisi
Endokarditis merupakan peradangan pada katup dan permukaan endotel
jantung. Endokarditis bisa bersifat endokarditis rematik dan endokarditis infeksi.
Terjadinya endokarditis rematik disebabkan langsung oleh demam rematik yang
merupakan penyakit sistemik karena infeksi streptokokus. Endokarditis infeksi
(endokarditis bakterial) adalah infeksi yang disebabkan oleh invasi langsung oleh
bakteri atau organisme lain, sehingga menyebabkan deformitas bilah katup.
Mikroorganisme penyebabnya mencakup: streptokokus, enterokokus, pneumokokus,
stapilokokus, fungi/jamur, riketsia, dan streptokokus viridans. Dalam kasus ini bakteri
streptococcus beta hemolytic grup A.
Endokarditis infeksi yang sering terjadi pada orang yang sudah cukup tua
mungkin terjadi akibat menurunnya respons imunologi terhadap infeksi, perubahan
metabolisme akibat penuaan, dan meningkatnya prosedur diagnostik invasif,
khususnya pada penyakit genitourinaria. Terjadi insiden yang tinggi pada
endokarditis stapilokokus diantara pemakai obat intravena, penyakit yang terjadi
paling sering pada orang-orang yang secara umum sehat. Endokarditis yang didapat
di rumah sakit terjadi paling sering pada klien dengan penyakit yang melemahkan,
yang menggunakan kateter indweler, dan yang menggunakan terapi intravena atau
antibiotik jangka panjang. Klien yang diberi pengobatan imunosupresif atau steroid
dapat mengalami endokarditis fungi.
32
2. Klasifikasi
– Endokarditis infektif
Penyakit yang disebabkan oleh infeksi bakteri pada endokardium jantung atau
pada pembuluh darah besar. Penyakit ini ditandai oleh adanya vegetasi.
Berdasarkan gambaran klinisnya, endokarditis infektif dibedakan menjadi dua:
1) Endokarditis bakterial subakut, timbul dalam beberapa minggu atau bulan
dan disebabkan oleh bakteri yang kurang ganas, seperti streptokokus viridans.
2) Endokarditis bakterial akut, timbul dalam beberapa hari sampai beberapa
minggu, dengan tanda-tanda klinik yang lebih berat. Sering disebabkan oleh
bakteri yang ganas seperti stafilokokus aureus.
– Endokarditis non infektif
Penyakit yang disebabkan oleh laktor trombosis yang disertai dengan vegetasi,
Penyakit ini sering didapatkan pada penderita stadium akhir dari proses
keganasan. Berdasarkan jenis katup jantung yang terkena infeksi, endokarditis
dibedakan juga menjadi dua yaitu:
1) Native valve endocarditis, yaitu infeksi pada katup jantung alami.
2) Prosthetic Valve endocarditis, yaitu infeksi pada katup jantung buatan.
Berdasarkan gambaran klinisnya, dibedakan menjadi 2 yaitu (Hersunarti, 2003):
a. Endokarditis bacterial subakut, timbul dalam beberapa minggu atau bulan,
disebabkan oleh bakteri yang kurang ganas seperti Streptococcus viridians.
Endokarditis Sub Akut bisa menimbulkan gejala beberapa bulan sebelum katup
jantung rusak atau sebelum terbentuknya emboli. Gejalanya berupa kelelahan,
demam ringan 37,2-39,2 Celsius, penurunan berat badan, berkeringat dan
anemia. Diduga suatu endokarditis jika seseorang mengalami demam tanpa
sumber infeksi yang jelas, jika ditemukan murmur jantung yang baru atau jika
murmur yang lama telah mengalami perubahan. Limpa bisa membesar, Pada
kulit timbul binti-bintik yang sangat kecil, juga di bagian putih mata atau
dibawah kuku jari tangan. Bintik-bintik ini merupakan perdarahan yang sangat
kecil yang disebabkan oleh emboli kecil yang lepas dari katup jantung. Emboli
yang lebih besar dapat menyebabkan nyeri perut, penyumbatan mendadak pada
arteri lengan atau tungkai, serangan jantung atau (stroke).
33
b. Endokarditis bacterial akut, timbul dalam beberapa hari sampai minggu, tanda
klinis lebih berat. Sering disebabkan oleh bakteri yang ganas seperti
Staphylococcus aureus. Endokarditis Akut biasanya dimulai secara tiba-tiba
dengan demam tinggi 38,9-40,9 Celsius, denyut jantung yang cepat, kelelahan
dan kerusakan katup jantung yang cepat dan luas. Vegetasi endokardial (emboli)
yang terlepas bisa berpindah dan menyebabkan infeksi tambahan di tempat lain
Penimbunan nanah (abses) dapat terjadi di dasar katup jantung yang terinfeksi
atau di tempat tersangkutnya emboli yang terinfeksi. Katup jantung bisa
mengalami perforasi (perlubangan) dan dalam waktu beberapa hari bisa terjadi
kebocoran besar. Beberapa penderita mengalami syok; ginjal dan organ lainnya
berhenti berfungsi (sindroma sepsis). Infeksi arteri dapat memperlemah dinding
pembuluh darah dan meyebabkan robeknya pembuluh darah. Robekan ini dapat
berakibat fatal, terutama bila terjadi di otak atau dekat dengan jantung
Berdasarkan jenis katup dan patogenesis terjadinya infeksi, endokarditis juga
dibedakan menjadi tiga yaitu (Hersunarti, 2003):
a. Native valve endocarditis, pada katup jantung alami.
b. Prosthetic valve endocarditis, pada katup jantung buatan.
c. Endokarditis pada penyalahguna narkoba intravena (intravenous drug abuse)
3. Etiologi
Walaupun banyak spesies bakteri dan fungi kadang dapat menyebabkan
endokarditis, hanya sedikit spesies bakteri yang menjadi penyebab dari sebagian
besar kasus endokarditis. Berbagai jenis bakteri yang berbeda menimbulkan gejala
klinis yang sedikit bervariasi pada endokarditis. Hal ini dikarenakan jalur masuk
masing-masing bakteri juga berbeda. Rongga mulut, kulit, dan saluran pernapasan
atas adalah jalur masuk primer bagi Streptococcus viridans, Staphylococcus, dan
organisme HACEK (Haemophyllus, Actinobacillus, Cardiobacterium, Eikenella,
dan Kingella) yang menyebabkan native valve endocarditis yang didapatkan dari
lingkungan. Streptococcus bovis berasal dari saluran cerna, dan entreroccus
memasuki aliran darah lewat traktus urogenital. Native valve endocarditis
nosokomial merupakan akibat bakteremia dari infeksi kateter intravascular, luka
nosokomial dan infeksi traktus urinarius, serta prosedur invasif kronis seperti
hemodialisis. Pada bakteremia Staphylococcus aureus akibat kateter, 6-25%
mengalami komplikasi menjadi endokarditis (Fauci et al., 2008).
34
Endokarditis katup buatan yang muncul dalam 2 bulan setelah pembedahan
katup umumnya merupakan akibat dari kontaminasi intraoperatif dari katup
buatannya atau komplikasi bakteremia postoperatif. Infeksi nosokomial terlihat dari
bakteri primer yang menjadi penyebabnya: Staphylococcus koagulase-negatif
(CoNS), Staphylococcus aureus, basil gram negative fakultatif, diphteroid, dan
fungi. Jika lebih dari 12 bulan setelah pembedahan muncul endokarditis, maka jalur
masuk dan mikroba penyebabnya sama dengan endokarditis katup asli yang
infeksinya didapat dari lingkungan. Jika timbul antara 2-12 bulan, sering disebabkan
karena infeksi nosokomial yang onsetnya lambat. Kurang lebih sebanyak 85% dari
strain CoNS yang menyebabkan endokarditis katup buatan dalam 12 bulan setelah
pembedahan resisten terhadap methicillin; angka resistensi methicilline turun
menjadi 25% diantara strain CoNS yang timbul lebih dari satu tahun setelah
pembedahan katup (Fauci et al., 2008).
Endokarditis yang terjadi pada pemakai narkoba intravena, khususnya pada
infeksi katup tricuspid, umumnya disebabkan oleh S. aureus, yang banyak
diantaranya resisten terhadap methicillin. Infeksi jantung sebelah kiri pada pecandu
narkoba disebabkan oleh etiologi yang lebih bervariasi dan melibatkan katup yang
abnormal, yang seringkali telah rusak akibat endokarditis yang telah terjadi
sebelumnya. Sebagian kasus tersebut disebabkan oleh Pseudomonas aeruginosa dan
Candida, dan jarang disebabkan oleh Bacillus, Lactobacillus, dan Corynebacterium.
Endokarditis akibat berbagai macam mikroba lebih umum terjadi pada pecandu
narkoba intravena daripada pasien yang yang tidak menyalahgunakan obat intravena
(Fauci et al., 2008).
Sebanyak 5% hingga 15% pasien endokarditis mempunyai kultur darah
negatif; pada sepertiga hingga setengah kasus, kultur negatif karena telah diberikan
antibiotik. Sisanya, pasien terinfeksi oleh organisme selektif, seperti Granulocatella,
Abiotrophia, organisme HACEK, dan Bartonella. Beberapa organisme selektif
tersebut juga menyebabkan hal serupa pada epidemiologi khusus (misalnya Coxiella
burnetti di Eropa, Brucella di Timur Tengah). Tropheryma whipplei menyebabkan
kultur negatif, dan bentuk endokarditis yang lambat serta tidak umum (Fauci et al.,
2008).
4. Epidemiologi dan Faktor Predisposisi
EI lebih sering terjadi pada pria. Sekitar 36-75% pasien EI katup asli
mempunyai faktor predisposisi: penyakit jantung reumatik, penyakit jantung
35
congenital, prolaps katup mitral, katup yang floppy pada sindroma Marfan, tindakan
bedah gigi atau orofaring yang baru, tindakan atau pembedahan pada traktus
urogenital atau saluran pernapasan, luka bakar, hemodialisis, penggunaan kateter
vena sentral, pemberian nutrisi parenteral yang lama, penyakit jantung degeneratif,
hipertrofi septal asimetrik, atau penyalahguna narkoba intravena (PNIV). Sekitar 7-
25% kasus melibatkan katup prostetik. Faktor predisposisi tidak teridentifikasi pada
sekitar 25-47% pasien (Alwi, 2007; Hersunarti, 2003).
5. Patogenesis
Mikrotrombi steril menempel pada endokardium yang rusak, diduga menjadi
nodus primer untuk adhesi bakteri. Faktor hemodinamik (stress mekanik) dan proses
imunologis berperan penting dalam kerusakan endokard. Selanjutnya, kerusakan
endotel menyebabkan deposisi fibrin dan agregasi trombosit, sehingga terbentuk lesi
nonbacterial thrombotic endocardial (NBTE). Jika terjadi infeksi mikrorganisme
yang masuk sirkulasi, maka endokarditis nonbakterial akan menjadi EI. Setelah
bakteri melekat pada plak thrombus-trombosit, bakteri kemudian berproliferasi lokal
dengan penyebaran hematogen (Alwi, 2007).
6. Patologi
Patologi katup asli dapat lokal (kardiak) mencakup valvular dan perivalvular
atau distal (non kardiak) karena perlekatan vegetasi septic dengan emboli, infeksi
metastatic dan septicemia. Vegetasi biasanya melekat pada aspek atrial katup
atrioventrikular dan sisi ventricular katup semilunar, predominan pada garis
penutupan katup (Alwi, 2007). Pada katup prostetik, lokasi infeksi adalah
perivalvular dan komplikasi yang biasa adalah periprosthetic leaks dan dehiscence,
abses cincin dan fistula, disrupsi system konduksi dan perikarditis purulenta. Pada
katup bioprotese, elemen yang bergerak berasal dari jaringan, mungkin menjadi
lokasi infeksi dan perforasi katup serta vegetasi (Alwi, 2007).
7. Patofisiologi
Efek destruksi lokal akibat infeksi intrakardiak mengakibatkan kerusakan dan
kebocoran katup, terbentuk abses atau perluasan vegetasi ke perivalvular.
Vegetasi fragmen septic yang terlepas mengakibatkan tromboemboli (pada sisi
kanan atau kiri), mulai dari emboli paru sampai emboli otak.
Vegetasi melepas bakteri terus menerus kedalam sirkulasi, mengakibatkan
gejala konstitusional seperti demam, malaise, tidak nafsu makan, penurunan
berat badan dan sebagainya.
36
Respon antibody humoral dan seluler terhadap infeksi dengan kerusakan
jaringan akibat kompleks imun atau interaksi komplemen-antibodi dengan
antigen yang menetap dalam jaringan.
8. Gejala Klinis
a. Endokarditis subakut
Setelah 2 minggu inkubasi, keluhan seperti infeksi umum (panas tidak
terlalu tinggi, sakit kepala, nafsu makan kurang, lemas, berat badan turun).
Timbulnya gejala komplikasi seperti gagal jantung, gejala emboli pada organ,
misalnya gejala neurologis, sakit dada, sakit perut kiri atas, hematuria, tanda
iskemia di ekstremitas, dan sebagainya (Hersunarti, 2003).
b. Endokarditis akut
Gejala timbul lebih berat dalam waktu singkat. Pasien kelihatan sakit,
biasanya anemis, kurus dan pucat. Panas tidak spesifik merupakan gejala paling
umum. Ditemukan bising jantung, tetapi jika tidak ada bising belum tentu
endokarditis negatif. Tanda karena kelainan vaskuler seperti petekie, splinter
haemorrhage (bercak kemerahan dibawah kulit), osler node (nodulus
kemerahan, menonjol dan sakit pada kulit tangan atau kaki terutama pada ujung
jari) dan janeway lesions (bercak kemerahan pada tangan atau kaki). Tanda pada
mata berupa petekie konjungtiva, perdarahan retina, kebutaan, tanda
endoftalmitis, panoftalmitis. Jari tabuh, splenomegali. Semua tanda yang
disebutkan diatas tidak selalu ada pada penderita endokarditis (Hersunarti,
2003).
Elektrokardiogram dan gambaran radiologis tergantung kelainan dasar
jantung. Gangguan konduksi menunjukkan kemungkinan terjadinya abses atau
endokarditis. Bila ada gagal jantung akan ditemukan pembesaran jantung dan
tanda terdengar di paru (Hersunarti, 2003).
8. Diagnosis
Investigasi diagnosis harus dilakukan jika pasien demam disertai satu atau
lebih gejala kardinal; ada predisposisi lesi jantung atau pola lingkungan, bakteremia,
fenomena emboli dan bukti proses endokard aktif, serta pasien dengan katup
prostetik (Alwi, 2007). Diagnosis ditegakkan dari riwayat penyakit adanya panas
pada penderita dengan lesi jantung, ditunjang pemeriksaan fisik dan laboratorium
yang mendukung, dan diperkuat dengan terlihatnya vegetasi pada pemeriksaan
ekokardiografi (Hersunarti, 2003).
37
Pada anamnesis, keluhan tersering yang muncul adalah demam, kemudian
keluhan lainnya yang muncul seperti menggigil, sesak napas, batuk, nyeri dada,
mual, muntah, penurunan berat badan dan nyeri otot atau sendi (Alwi, 2007).
Pada pemeriksaan fisik yang cukup penting adalah ditemukannya murmur
pada katup yang terlibat. Murmur yang khas adalah blowing holosistolik pada garis
sternal kiri bawah dan terdengar lebih jelas saat inspirasi. Tanda EI pada
pemeriksaan fisik yang lain adalah tanda-tanda kelainan pada kulit yang telah
disebutkan diatas (Alwi, 2007).
9. Pemeriksaan Diagnostik
a. Laboratorium
Leukosit dengan jenis netrofil, anemia normokrom normositer, LED meningkat,
immunoglobulin serum meningkat, uji fiksasi anti gama globulin positf, total
hemolitik komplemen dan komplemen C3 dalam serum menurun, kadar bilirubin
sedikit meningkat.
Pemeriksaan umum urine ditemukan maka proteinuria dan hematuria secara
mikroskopik. Yang penting adalah biakan mikro organisme dari darah . Biakan
harus diperhatikan darah diambil tiap hari berturut-turut dua / lima hari diambil
sebanyak 10 ml dibiakkan dalam waktu agak lama (1 - 3 minggu) untuk mencari
mikroorganisme yang mungkin berkembang agak lambat. biakkan bakteri harus
dalam media yang sesuai. NB: darah diambil sebelum diberi antibiotik . Biakan
yang positif uji resistansi terhadap antibiotik.
b. Echocardiografi
Diperlukan untuk:
– Melihat vegetasi pada katub aorta terutama vegetasi yang besar ( > 5 mm).
– Melihat dilatasi atau hipertrofi atrium atau ventrikel yang progresif.
– Mencari penyakit yang menjadi predisposisi endokarditis ( prolap mitral,
fibrosis, dan calcifikasi katub mitral ).
– Penutupan katub mitral yang lebih dini menunjukkan adanya destrruktif
katub aorta dan merupakan indikasi untuk melakukan penggantian katub.
c. Pemeriksaan rontgen, untuk melihat adanya klasifikasi pada katub.
d. Sinar X dada, dapat menunjukkan pembesaran jantung, infiltrasi pulmonal.
e. Kultur darah, dilakukan untuk mengisolasi bakteri, virus dan jamur penyebab.
10. Komplikasi
38
Komplikasi dapat berupa gagal jantung (tersering, 55%), emboli, gejala-gejala
neurologis (dapat berupa stroke, kejang-kejang, gejala-gejala psikiatri, dan
sebagainya) dan aneurisma mikotik (bila ada kerusakan dinding pembuluh darah
karena proses peradangan). Aneurisma mikotik paling sering terjadi pada aorta,
pembuluh darah daerah abdomen, pembuluh darah daerah ekstremitas dan pembuluh
darah pada otak (Hersunarti, 2003).
11. Penatalaksanaan
Prinsip dasarnya adalah membasmi kuman penyebab secepat mungkin,
tindakan operasi pada saat yang tepat bila diperlukan, dan mengobati komplikasi
yang terjadi (Hersunarti, 2003).
Pada endokarditis bacterial subakut kondisi stabil, pemberian antibiotika
sebaiknya menunggu hasil kultur tes resistensi. Bila kondisinya tidak stabil, atau
pada endokarditis akut, perlu pemberian antibiotika secepat mungkin sesuai dengan
standar antibiotika secara empiris, sesuai dengan gambaran klinisnya (Hersunarti,
2003).
Cara kontrol yang terpenting ialah :
– Pada penderita dengan infeksi Streptokokus grup A pada trektus respiratorius
ataupun kulitnya harus diberikan pengobatan antibiotika secara intensif.
– Pada penderita yang pernah mendapat serangan demam rheuma harus diberikan
antibiotika dalam dosis profilaksis. Pada penderita glomerulonefritis tidak
diberikan profilaksis, karena jumlah kuman Streptokokus tipe nefritogenik tidak
banyak.
– Eradikasi Streptokokus grup A dari carrier.
– Untuk mencegah penyebaran kuman Streptokokus, dapat dilakukan dengan cara
mencegah pengotoran oleh debu, ventilasi yang baik, saringan udara, sinar
ultraviolet, dan pemakaian aerosol. Susu sapi harus selalu dipasteurisasikan.
12. Pencegahan
Pemberian profilaksin antibiotika diberikan secara empiric pada pencabutan
gigi atau pembedahan, untuk mencegah bakteremia pada pasien dengan lesi jantung,
disesuaikan dengan kondisi pasien (Hersunarti, 2003).
C. Pemeriksaan Fisik
1. Kesadaran
39
Kesadaran pasien dapat diperiksa secara inspeksi dengan melihat reaksi pasien
yang wajar terhadap stimulus visual, auditor maupun taktil. Seorang yang sadar dapat
tertidur, tapi segera terbangun bila dirangsang. Bila perlu, tingkat kesadaran dapat
diperiksa dengan memberikan rangsang nyeri.
Tingkat kesadaran:
Kompos mentis, yaitu sadar sepenuhnya, baik terhadap dirinya maupun terhadap
lingkungannya. pasien dapat menjawab pertanyaan pemeriksa dengan baik.
Apatis, yaitu keadaan di mana pasien tampak segan dan acuk tak acuh terhadap
lingkungannya.
Delirium, yaitu penurunan kesadaan disertai kekacauan motorik dan siklus tidur
bangun yang terganggu. Pasien tampak gaduh gelisah, kacau, disorientasi dan
meronta-ronta.
Somnolen (letergia, obtundasi, hipersomnia), yaitu keadaan mengantuk yang
masih dapat pulih bila dirangsang, tetapi bila rangsang berhenti, pasien akan
tertidur kembali.
Sopor (stupor), yaitu keadaan mengantuk yang dalam, Pasien masih dapat
dibangunkan dengan rangsang yang kuat, misalnya rangsang nyeri, tetapi pasien
tidak terbangun sempurna dan tidak dapat memberikan jawaban verbal yang baik.
Semi-koma (koma ringan), yaitu penurunan kesadaran yang tidak memberikan
respons terhadap rangsang verbal, dan tidak dapat dibangunkan sama sekali,
tetapi refleks (kornea, pupil) masih baik. Respons terhadap rangsang nyeri tidak
adekuat.
Koma, yaitu penurunan kesadaran yang sangat dalam, tidak ada gerakan spontan
dan tidak ada respons terhadap rangsang nyeri.
2. Frekuensi Pernapasan
Dalam keadaan normal, frekuensi pernapasan adalah 16-24 kali permenit. Bila
frekuensi kurang dari 16 kali per menit disebut bradipneu, sedangkan bila lebih dari
24 kali per menit disebut takipneu. Pernapasan yang dalam disebut hiperpneu,
sedangkan pernapasan yang dangkal disebut hipopneu. Kesulitan bernapas atau sesak
napas disebut dispneu. Sifat pernapasan pada perempuan biasanya abdomino torakal,
yaitu pernapasan torakal lebih dominan, sedangkan pada pria torako abdominal, yaitu
pernapasan abdominal lebih dominan.
3. Tekanan Darah
40
Tekanan darah merujuk kepada tekanan yang dialami darah pada pembuluh
arteri darah ketika darah di pompa oleh jantung ke seluruh anggota tubuh manusia.
Tekanan darah dibuat dengan mengambil dua ukuran dan biasanya diukur seperti
berikut - 120 /80 mmHg. Nomor atas (120) menunjukkan tekanan ke atas pembuluh
arteri akibat denyutan jantung, dan disebut tekanan sistole. Nomor bawah (80)
menunjukkan tekanan saat jantung beristirahat di antara pemompaan, dan disebut
tekanan diastole. Saat yang paling baik untuk mengukur tekanan darah adalah saat
Anda istirahat dan dalam keadaan duduk atau berbaring.
Tekanan darah dalam kehidupan seseorang bervariasi secara alami. Bayi dan
anak-anak secara normal memiliki tekanan darah yang jauh lebih rendah daripada
dewasa. Tekanan darah juga dipengaruhi oleh aktivitas fisik, dimana akan lebih tinggi
pada saat melakukan aktivitas dan lebih rendah ketika beristirahat. Tekanan darah
dalam satu hari juga berbeda; paling tinggi di waktu pagi hari dan paling rendah pada
saat tidur malam hari.
Bila tekanan darah diketahui lebih tinggi dari biasanya secara berkelanjutan,
orang itu dikatakan mengalami masalah darah tinggi. Penderita darah tinggi mesti
sekurang-kurangnya mempunyai tiga bacaan tekanan darah yang melebihi
140/90 mmHg saat istirahat.
Hipertensi adalah suatu kondisi medis yang kronis di mana tekanan darah
meningkat di atas tekanan darah yang disepakati normal (kabo,2010). Tekanan darah
yang disepakati menurut JNC VII tahun 2003 dapat dilihat pada table di bawah ini :
Klasifikasi Tekanan
Darah
Sistol (mmHg) Diastole (mmHg)
Normal <120 <80
Pre-hipertensi 120-139 80-89
Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99
Hipertensi tingkat 2 160 atau >160 100 atau >100
4. Suhu
Suhu tubuh yang normal adalah 36 oC - 37 oC. pada pagi hari mendekati 36 oC
dan pada sore hari mendekati 37 oC. Pengukuran suhu di rectum juga akan lebih tinggi
0,5-1 oC, dibandingkan dengan suhu mulut dan suhu mulut 0,5 oC lebih tinggi
dibandingkan suhu aksila. Pada keadaan demam suhu akan meningkat, sehingga suhu
41
dapat dianggap sebagai thermostat keadaan pasien. Suhu merupakan indicator
penyakit, oleh sebab itu pengobatan demam tidak cukup hanya diberikan antipiretika,
tetapi harus dicari apa etiologinya dan bagaimana menghilangkan etiologi tersebut.
D. Pemeriksaan Spesifik
1. PEMERIKSAAN KEPALA DAN LEHER
Pemeriksaan kepala dan leher, kontur dan teksturnya, seringkali memberi
kesan pertama tentang sifat penyakit. Umumnya pemeriksaan kepala adalah dengan
inspeksi dan palpasi.
– Ekspresi wajah : menunjukkan watak dan emosi, keadaan kesakitan.
– Simetri muka : asimetri biasanya tampak pada pasien dengan paralisis N.VII
– Warna kulit
a. Kepala
Cara Kerja
1. Atur posisi pasien duduk, atau berdiri
2. Bila pakai kaca mata dilepas
3. Lakukan inpeksi rambut dan rasakan keadaan rambut, serta kulit dan tulang
kepala
4. Inspeksi keadaan muka pasien secara sistematis.
b. Mata
Bola mata
Cara Kerja :
1. Inspeksi keadaan bola mata, catat adanya kelainan : endo/eksoptalmus,
strabismus.
2. Anjurkan pasien memandang lurus kedepan, catat adanya kelainan
nistagmus.
3. Bedakan antara bola mata kanan dan kiri
4. Luruskan jari dan dekatkan dengan jarak 15-30 cm
5. Beritahu pasien untuk mengikuti gerakan jari, dan gerakan jari pada 8 arah
untuk mengetahui fungsi otot gerak mata.
Kelopak Mata
1. Amati kelopak mata, catat adanya kelainan : ptosis, entro/ekstropion,
alismata rontok, lesi, xantelasma.
42
2. Dengan palpasi, catat adanya nyeri tekan dan keadaan benjolan kelopak
mata
Konjungtiva, sclera dan kornea
1. Beritahu pasien melihat lurus ke depan
2. Tekan di bawah kelopak mata ke bawah, amati konjungtiva dan catat
adanya kelainan : anemia / pucat. ( normal : tidak anemis )
3. Kemudian amati sclera, catat adanya kelainan : icterus, vaskularisasi, lesi /
benjolan ( norma : putih )
4. Kemudian amati sklera, catat adanya kelainan : kekeruhan ( normal : hitam
transparan dan jernih )
Pemeriksaan pupil
1. Beritahu pasien pandangan lurus ke depan
2. Dengan menggunakan pen light, senter mata dari arah lateral ke medial
3. Catat dan amati perubahan pupil : lebar pupil, reflek pupil menurun,
bandingkan kanan dan kiri
Normal : reflek pupil baik, isokor, diameter 3 mm
Abnormal : reflek pupil menurun/-, Anisokor, medriasis/meiosis
Pemeriksaan tekanan bola mata
Tampa alat :
Beritahu pasien untuk memejamkan mata, dengan 2 jari tekan bola mata, catat
adanya ketegangan dan bandingkan kanan dan kiri.
Dengan alat :
Dengan alat Tonometri ( perlu ketrampilan khusus )
Pemeriksaan tajam penglihatan
1. Siapkan alat : snelen cart dan letakkan dengan jarak 6 meter dari pasien.
2. Atur posisi pasien duduk/atau berdiri, berutahu pasien untuk menebak
hurup yang ditunjuk perawat.
3. Perawat berdiri di sebelah kanan alat, pasien diminta menutup salah satu
mata ( atau dengan alat penutup ).
4. Kemudian minta pasien untuk menebak hurup mulai dari atas sampai
bawah.
5. tentukan tajam penglihatan pasien
Pemeriksaan lapang pandang
1. perawat berdiri di depan pasien
43
2. bagian yang tidak diperiksa ditutup
3. Beritahu pasien untuk melihat lurus kedepan ( melihat jari )
4. Gerakkan jari kesamping kiri dan kanan
5. jelaskan kepada pasien, agar memberi tahu saat tidak melihat jari
c. Telinga
Pemeriksaan daun telinga, lubang telinga dan membrane tympani
1. Atur posisi pasien duduk
2. Perawat berdiri di sebelah sisi pasien, amati daun telinga dan catat : bentuk,
adanya lesi atau bejolan.
3. tarik daun telinga ke belakang atas, amati lubang telinga luar , catat adanya:
lesi, cerumen, dan cairan yang keluar.
4. Gerakkan daun telinga, tekan tragus dan catat adanya nyeri telinga.catat
adanya nyeri telinga.
5. Masukkan spikulum telinga, dengan lampu kepala / othoskop amati lubang
telinga dan catat adanya : cerumen atau cairan, adanya benjolan dan tanda
radang.
6. Kemudian perhatikan membrane tympani, catat : warna, bentuk, dan
keutuhannya. ( normal : warna putih mengkilat/transparan kebiruan, datar
dan utuh )
7. Lakukan prosedur 1-6 pada sisi telinga yang lain.
Pemeriksaan fungsi pendengaran
Tujuan :
menentukan adanya penurunan pendengaran dan menentukan jenis tuli
persepsi atau konduksi.
Tehnik pemeriksaan :
1. Voice Test ( tes bisik )
Cara Kerja :
Dengan suara bilangan
1. perawat di belakang pasien dengan jarak 4-6 meter
2. bagian telinga yang tidak diperiksa ditutup
3. bisikkan suatu bilangan ( tujuh enan )
4. beritahu pasien untuk mengulangi bilangan tersebut
5. bandingkan dengan telinga kiri dan kanan
Dengan suara detik arloji
44
1. pegang arloji disamping telinga pasien
2. beritahu pasien menyatakan apakah mendengar arloji atau tidak
3. Kemudian jauhkan, sampai pasien tidak mendengar ( normal : masih
terdengar pada jarak 30 cm )
4. lakukan pada kedua sisi telinga dan bandingkan
a. Test garputala
Rinne test
1. Perawat duduk di sebelah sisi pasien
2. Getarkan garputala, dengan menekan jari garputala dengan dua jari
tangan
3. letakkan pangkal garputala pada tulang mastoid, dan jelaskan pasien
agar memberitahu bila tidak merasakan getaran.
4. Bila pasien tidak merasakan getaran, dekatkan ujung jari garputala
pada lubang telinga, dan anjurkan penderita agar memberutahu
mendengar suara getaran atau tidah. Normalnya : pasien masih
mendengar saat ujung garputala didekatkan pada lubang telinga.
Weber test
1. getarkan garputala
2. Letakkan pangkal garputala di tengah-tengah dahi pasien
3. Tanya kepada pasien, sebelah mana teinga mendengar lebih keras
( lateralisasi kana/kiri). Normalnya getaran didengar sama antara kanan
dan kiri.
Scwabach Test
1. Getarkan garputala
2. letakkan ujung jari garputala pada lugang telinga pasien
3. kemudian sampai pasien tidak mendengar, lalu bandingkan dengan
pemeriksa.
b. Test Audiometri
Pemeriksaan Fungsi Keseimbangan
1. Test Romberg
2. Test Fistula
3. Test Kalori
d. Hidung dan Sinus
Inspeksi dan palpasi hidung bagian luar dan sinus-sinus
45
1. Pemeriksa duduk di hadapan pasien
2. Amati bentuk dan kulit hidung, catat : kesimetrisan, adanya benjolan, tanda
radang, dan bentuk khusus hidung.
3. Palpasi hidung, catat : kelenturan dan adanya nyeri
4. Palpasi 4 sinus hidung ( frontalis, etmoidalis, spenoidalis, maksilaris ) catat:
adanya nyeri tekan
Inspeksi hidung bagian dalam
1. Pemeriksa duduk dihadapan pasien
2. Pakai lampu kepala dan elevasikan ujung hidung dengan jari
3. Amati lubang hidung luar, catat : benjolan, tanda radang pada batas lubang
hidung, keadaan septum nasi.
4. masukkan spikulum hidung, amati lubang hidung bagian dalam, catat :
benjolan, tanda radang pada batas lubang hidung, keadaan septum nasi.
Pemeriksaan potensi hidung
1. Duduklah dihadapan pasien
2. Tekan salah satu lubang hidung, beritahu pasien untuk menghembuskan
napas lewat hidung.
3. Lakukan bergantian, suruh pasien merasakan apakah ada hambatan, dan
bandingkan kanan dan kiri.
Pemeriksaan fungsi penghidu
1. Mata pasien dipejamkan
2. Salah satu lubang hidung ditekan
3. Gunakan bahan yang mudah dikenali, dekatkan ke lubang hidung dan minta
pasien untuk menebaknya
4. Lakukan pada ke dua sisi.
1. Mulut dan Tonsil
1. Pasien duduk berhadapan dengan pemeriksa
2. Amati bibir, catat : merah, cyanosis, lesi, kering, massa/benjolan, sumbing
3. Buka mulut pasien, catat : kebersihan dan bau mulut, lesi mukosa
4. Amati gigi, catat : kebersihan gisi, karies gigi, gigi berlubang, gigi palsu.
5. Minta pasien menjuliurkan lidah, catat : kesimetrisan, warna, lesi.
6. Tekan lidah dengan sudip lidah, minta pasien membunyikan huruh “ A “,
amati uvula, catat : kesimetrisan dan tanda radang.
46
7. Amati tonsil tampa dan dengan alat cermin, catat : pembesaran dan tanda
radang tonsil.
2. LEHER
a. Kelenjar Tyroid
Inspeksi :
Pasien tengadah sedikit, telan ludah, catat : bentuk dan kesimetrisan
Palpasi :
Terdapat 2 cara palpasi kelenjar tiroid yaitu cara anterior dan posterior.
Cara anterior dilakukan dengan pasien dan pemeriksa duduk berhadapan.
Dengan memfleksi leher pasien, pemeriksa dapat merelaksasi m.
sternokleidomastoideus pada sisi itu, sehingga memudahkan pemeriksaan.
Tangan kanan pemeriksa menggeser laring ke kanan dan selama menelan,
lobus tiroid kanan yang tergeser dipalpasi dengan ibu jari dan jari telunjuk
tangan kiri. Setelah memeriksa lobus kanan, laring digeser ke kiri dan lobus
kiri dievaluasi melalui cara serupa dengan tangan sebelah.
Pada cara posterior, pemeriksa meletakkan kedua tangannya pada leher
pasien, yang posisi lehernya sedikit ekstensi. Pemeriksan memakai tangan
kirinya mendorong trakea ke kanan. Pasien diminta menelan sementara tangan
kanan pemeriksa meraba tulang rawan tiroid. Saat pasien menelan, tangan
kanan pemeriksa meraba kelenjar tiroid berlatar belakang m.
sternokledoimastoideus.
Auskultasi :
Tempatkan sisi bell pada kelenjar tyroid, catat : adanya bising
( normal: tidak terdapat )
b. Trakhea
Inspeksi :
Pemeriksa disamping kanan pasien, tempelkan jari tengah pada bagian
bawah trachea, raba ke atas dan ke samping, catat : letak trachea, kesimetrisan,
tanda oliver ( pada saat denyut jantung, trachea tertarik ke bawah ),
Normalnya: simetris ditengah.
c. JVP ( tekanan vena jugularis )
47
Posisi penderita berbaring setengah duduk, tentukan batas atas denyut
vena jugularis, beritahu pasien merubah posisi ke duduk dan amati pulsasi
denyut vena.
Normalnya : saat duduk setinggi manubrium sternum. Atau, posisi
penderita berbaring setengah duduk, tentukan titik nol (titik setinggi
manubrium s.) dan letakkan penggaris diatasnya, tentukan batas atas denyut
vena, ukur tinggi denyut vena dengan penggaris. Normalnya : tidak lebih dari
4 cm.
d. Bising Arteri Karotis
Tentukan letak denyut nadi karotis ( dari tengah leher geser ke
samping ), Letakkan sisi bell stetoskop di daerah arteri karotis, catat adanya
bising. Normalnya : tidak ada bising.
3. PEMERIKSAAN FISIK JANTUNG
Sebelum memulai melakukan pemeriksaan fisis jantung, terlebih dahulu
pemeriksa sudah dapat memperkirakan/membayangkan proyeksi posisi jantung
ke dinding thoraks depan. Sebagian besar jantung (± 2/3 bagian) terletak pada
sebelah kiri sternum dan sebagian lagi disebelah kanan sternum. Sebagian besar
permukaan depan (anterior) jantung terdiri atas ventrikel kanan dan arteri
pulmonalis yang berdekatan langsung dengan dinding thoraks depan. Sedangkan
ventrikel kiri yang terletak di kiri dan belakang ventrikel kanan hanya menempati
sebagian kecil permukaan jantung anterior, tetapi bagian ini yang sangat penting,
karena bagian depan ventrikel inilah yang menimbulkan impuls apeks,
48
merupakan denyut sistolik yang singkat, yang terdapat di sela iga kelima sedikit
medial dari garis midklavikula kiri atau kira-kira 7-9 cm dari garis midsternal.
Sisi kanan jantung berasal dari atrium kanan, sedangkan atrium kiri berada
dibagian posterior dan tidak dapat dideteksi secara langsung. Bagian atas jantung
terdiri dari beberapa pembuluh darah besar aorta dan arteri pulmonalis. Saat akan
melakukan pemeriksaan fisis jantung, pemeriksa juga sudah dapat
membayangkan aliran darah di dalam keempat rongga jantung, kapan membuka,
dan menutupnya katup-katup jantung tersebut. Pemeriksaan fisis pada jantung
dilakukan dengan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
a. Inspeksi Jantung
o Bentuk dada
Pada orang dewasa normal perbandingan diameter transversal terhadap
diameter anteroposterior adalah kurang lebih dua berbanding 1 ( 2:1) dan
simetris
o Bentuk abnormal dada akibat kelainan jantung
Pektus carinatum : penonjolan setempat yang lebar di daerah precordium,
diantara sternum dan apeks kordis. Kadang-kadnag memperlihatkan
pulsasi jantung.
o Pulsasi jantung
Pada orang dewasa normal yang agak kurus, seringkali tampak dengan
mudah pulsasi yang disebut iktus kordis pada ruang sela iga ke 5. Daerah
pulsasi memiliki diameter ± 2 cm, dengan punctum maximum di tengah-
tengah daerah tersebut. Pulsasi terjadi bersamaan dengan denyut sistolik
pada arteri karotis yang dapat diraba dibagian bawah leher. Iktus kordis
terjad karena kontraksi ventrikel pada waktu sistolik yang disertai putara
ke arah depan dan sedikit medial.
b. Palpasi Jantung
Palpasi dapat dilakukan dengan melekatkan seluruh telapak tangan pada
dinding thoraks dengan tekanan yang lembut. Hal-hal yang ditemukan pada
inspeksi selanjutnya dikonfirmasikan / diperjelas dengan cara palpasi.
Terkadang pulsasi-pulsasi pada dinding thoraks tidak dapat ditemukan pada
inspeksi, dapat ditemukan pada palpasi sehingga punctum maximum akan
lebih jelas lokasinya.
49
Ada dua jenis pulsasi, yaitu ventricular heaving dan ventricular lift.
Ventricular heaving merupakan pulsasi yang bersifat menggelombang
dibawah telapak tangan. Ventricular lift merupakan pulsasi yang lebar dan
bersifat pukulan-pukulan serentak.
c. Perkusi Jantung
Perkusi jantung dimaksudkan untuk menentukan besar dan bentuk
jantung secara kasar. Pada dasarnya untuk menentukan besar dan bentuk
jantung, perkusi dapat dilakukan dari semua arah mendekati letak jantung.
Batas-batas sisi kanan dan kiri dengan perkusi dari arah lateral ke medial,
batas atas dengan perkusi dari atas ke bawah atau dari lateral atas ke medial
bawah. Pada saat melakukan hal tersebut akan terjadi perubahan suara dari
suara redup menjadi pekak atau pekak absolut jantung ; yaitu bagian jantung
yang langsung berhubungan dengan dinding thoraks.
d. Auskultasi Jantung
Auskultasi merupakan bagian pemeriksaan fisis jantung yang sangat
penting. Jantung sebagai organ tubuh yang selal berkontraksi untuk
memompakan darah akan menghasilkan bunyi, yang bias kita deteksi dengan
stetoskop.
Beberapa aspek bunyi yang perlu diperhatikan :
a) Nada berhubungan dengan frekuensi tinggi rendahnya getaran.
b) Kerasnya (intensitas), berhubungan dengan ampitudo gelombang suara.
c) Kualitas bunyi dihubungkan dengan timbre yaitu jumlah nada dasar dengan
bermacam-macam jenis vibrasi bunyi yang menjadi komponen-komponen
bunyi yang terdengar.
Selain bunyi jantung pada auskultasi dapat juga terdengar bunyi akibat
kejadian hemodemanik darah yang dikenal sebagai desiran atau bising jantung
(cardiac murmur).
o Bunyi jantung
Bunyi jantung tambahan, dapat berupa bunyi detik ejeksi (ejection
click) yaitu bunyi yang terdengar bila ejeksi ventrikel terjadi dengan kekuatan
yang lebih besar misalnya pada beban sistolik ventrikel kiri yang meninggi.
Bunyi detak pembukaan katub (opening snap) terdengar bila pembukaan katup
50
mitral terjadi dengan kekuatan yang lebih besar dari normal dan terbukanya
sedikit melambat dari biasa, misalnya pada stenosis mitral.
o Bunyi jantung utama
Bunyi jantung I ditimbulkan karena kontraksi yang mendadak terjadi
pada awal sistolik, meregangnya daun-daun katup mitral dan trikuspid yang
mendadak akibat tekanan dalam ventrikel yang meningkat dengan cepat,
meregangnya dengan tiba-tiba chordae tendinea yang memfiksasi daun-daun
katup yang telah menutup dengan sempurna, dan getaran kolom darah dalam
outflow track (jalur keluar) ventrikel kiri dan di dinding pangkal aorta dengan
sejumlah darah yang ada didalamnya. Bunyi jantung I terdiri dari komponen
mitral dan trikuspidal.
Bunyi jantung I yang mengeras dapat terjadi pada stenosisis mitral,
BJ II ditimbulkan karena vibrasi akibat penutupan katup aorta
(komponen aorta), penutupan katup pulmonal (komponen pulmonal),
perlambatan aliran yang mendadak dari darah pada akhir ejaksi sistolik, dan
benturan balik dari kolom darah pada pangkal aorta yang baru tertutup rapat.
BJ III terdengar karena pengisian ventrikel yang cepat (fase rapid
filling). Vibrasi yang ditimbulkan adalah akibat percepatan aliran yang
mendadak pada pengisisan ventrikel karena relaksasi aktif ventrikel kiri dan
kanan dan segera disusul oleh perlambatan aliran pengisian
Bunyi jantung III dapat dijumpai pada syok kardiogenik, kardiomiopati, gagal
jantung, hipertensi.
BJ IV dapat terdengar bila kontraksi atrium terjadi dengan kekuatan
yang lebih besar, misalnya pada keadaan tekanan akhir diastole ventrikel yang
meninggi sehingga memerlukan dorongan pengisian yang lebih keras dengan
bantuan kontraksi atrium yang lebih kuat.
o Bunyi jantung tambahan
Detak pembukaan katup (opening snap) adalah bunyi yang terdengar
sesudah BJ II pada awal fase diastolik karena terbukanya katup mitral yang
terlambat dengan kekuatan yang lebih besar yang disebabkan hambatan pada
pembukaan katup mitral. Keadaan ini dapat terjadi pada stenosis katup mitral.
o Murmur Jantung
51
Murmur jantung adalah bunyi yang dihasilkan oleh aliran darah maju
melalui satu katup yang sempit atau kontriksi ke pembuluh ruang yang dilatasi
atau aliran balik darah melalui katup yang tak kompeten atau defek septal.
Klasifikasi murmur didasarkan pada ketepatan waktu pada siklus jantung.
Murmur diastolic terjadi setelah bunyi S2 dan sebelum awitan S1
selanjutnya. Murmur digambarkan selanjutnya menurut letak anatomi pada
dada anterior dimana bunyi jantung terdengar paling keras. Adanya
penyebaran bunyi juga harus diperhatikan. Kualitas bunyi yang dihasilkan
digambarkan sebagai bunyi tiupan parau, bunyi gaduh, atau bunyi musik
alami. Intensitas atau kekerasan bunyi murmur digambarkan dengan
menggunakan system tingkatan. Tingkat I terdengar redup dan hampir tak
terdengar; tingkatan II adalah bunyi lembut; tingkatan III terdengar tapi tak
teraba; tingkat IV dan tingkat V murmur berhubungan dengan getaran yang
teraba dan murmur tingkat IV teraba tanpa stetoskop.
Murmur yang terjadi setelah S1 dan sebelum S2 yang diklasifikasikan
sebagai murmur sistolik. Selama sistol ventrikel katup aortic dan pulmonik
terbuka. Jika salah satu dari katup ini stenosis atau menyempit, bunyi
diklasifikasikan sebagai terdengar murmur ejeksi midsistolik. Karena katup
AV menutup sebelum darah diejeksikan melalui katup aortic dan dihubungkan
dengan stenosis aortic dan stenosis pulmonik yang digambarkan sebagai
kresendo-dekresendo atau bentuk intan, yang berarti bahwa bunyi meningkat,
kemudian menurun intensitasnya. Kualitas bunyi murmur ini adalah bunyi
parau dan nada tinggi sedang. Bunyi murmur disebabkan oleh stenosis aorta ,
paling jelas diarea aortic dan dapat menyebar ke leher. Bunyi murmur stenosis
pulmonik terdengar paling jelas di area pulmonik.
Murmur regurgitasi sistolik disebabkan oleh aliran darah balik darah
dari area yang bertekanan tinggi ke area bertekanan rendah. Insufisiensi katup
mitral atau tricuspid atau defek septum ventrikel akan menghasilkan
regurgitasi sistolik murmur, yang mempunyai kualitas parau dan tiupan. Bunyi
digambarkan sebagai holosistolik, yang berarti murmur mulai segera setelah
S1 dan berlanjut sepanjang systole sampai S2. Insufisiensi mitral
menghasilkan jenis murmur ini, terdengar paling mudah di area apeks dan
menyebar ke area aksila. Jenis murmur ini mengubungkan dengan insufisiensi
tricuspid, terdengar paling keras di batas kiri bawah sternum dan
52
intensitasnyan meningkat selama inspirasi. Murmur ini dapat menyebar ke
apeks jantung. Defek septal ventrikel juga menghasilkan bunyi parau, tiupan
bunyi holosistolik disebabkan oleh aliran darah dari ventrikel kiri ke ventrikel
kanan melalui defek pada septum selama sistol. Bunyi murmur terdengar
paling jelas di area interkostal keempat dan kelima pada kedua sisi sternum
dan disertai dengan getaran yang teraba.
Murmur diastolik terjadi setelah S2 dan sebelum bunyi S1 berikutnya.
Selama sistol katup aortic dan pulmonik, sementara itu katup mitral dan
tricuspid terbuka untuk memungkinkan pengisian ventrikel. Insufisiensi katup
pulmonik dan aortic menghasilkan suatu murmur diastolic tiupan yang timbul
segera setelah S2 dan mengalami penurunan intensitas sesuai regurgitasi aliran
menurun sepanjang diastole. Murmur ini digambarkan sebagai murmur
diastolic dekresendo awal. Murmur insufisiensi aortic terdengar paling jelas di
area aortic dan dapat menyebar sepanjang batas sternum kanan bawah ke
apeks. Insufisiensi katup pulmonik menghasilkan bunyi murmur yang
terdengar paling jelas di area pulmonik. Stenosis atau penyempitan katup
mitral atau tricuspid juga akan menghasilkan murmur diastolic. Katup AV
membuka pada middiastol dengan singkat setelah menutup, menyebabkan
perlambatan antara S2 dan mulainya murmur dari stenosis mitral dan tricuspid.
Murmur ini menurun dalam intensitas dari awitannya, kemudian meningkat
lagi saat pengisian ventrikel meningkat karena kontraksi atrium. Ini disebut
dekresendo-kresendo. Murmur berhubungan dengan stenosis mitral terdengar
paling jelas di apeks dengan posisi pasien miring sedikit ke sebelah kiri.
Stenosis tricuspid menghasilkan bunyi murmur yang mengingkat dalam
intensitas karena inspirasi dan terdengar paling keras.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. KULTUR DARAH
Kultur darah adalah uji laboratorium untuk memeriksa bakteri dalam sampel
darah. Bertujuan untuk mengidentifikasi bakteri yang menyebabkan infeksi.
Selama perjalanan penyakit, beberapa bakteri dan jamur penyebab infeksi
dapat menyerang aliran darah dan menyebar ke bagian lain dari tubuh, jauh dari
lokasi infeksi aslinya. Kehadiran mereka dalam darah biasanya berarti bahwa
seseorang memiliki infeksi serius.
53
Tujuan kultur darah adalah untuk mengungkapkan sejumlah infeksi atau
adanya masalah, seperti endokarditis, masalah berat berpotensi mengancam nyawa
yang terjadi ketika bakteri dalam aliran darah ke katup jantung.
Streptococcus beta hemolyticus group A merupakan salah satu bakteri yang
memiliki potensi menyebabkan endokarditis, terutama pada individu dengan
kerusakan katup jantung.
Hemolisis tipe beta, membentuk zona bening di sekeliling koloninya, tak ada
sel darah merah yang masih utuh, zona tidak bertambah lebar setelah disimpan
dalam peti es.
Dianjurkan pengambilan darah kultur 3 kali, sekurang-kurangnya dengan
interval 1 jam, dan tidak melalui jalur infus.
Darah yang dicurigai EI harus dikultur dalam tiga set (masing-masing set
terdiri atas satu botol untuk kuman aerob dan satu botol untuk kuman anaerob) dan
diencerkan sekurang-kurangnya 1:5 dalam both media.
Kultur darah positif merupakan kriteria diagnostik utama EI dan merupakan
kunci dalam menentukan etiologi serta sensitivitas antimikroba. Sebagian besar
kultur menunjukkan hasil positif. Kultur darah negatif ditemukan pada <5% pasien.
Hal ini mungkin disebabkan teknik mikrobiologi tidak adekuat, infeksi oleh bakteri
yang sangat fastidious atau mikroorganisme non bakteri dan penyebab terpenting
adalah pemberian antimikroba sebelum kultur darah diambil.
54
Jika hasil kultur darah awal negatif, terapi antibiotik dapat ditunda 2-4 hari
jika kondisi pasien tidak akut.
Kultur darah negatif bukan merupakan indikator yang tepat dalam infeksi
endokardial. Didalam sebuah penelitian, 2 pasien meninggal meskipun telah
dilakukan ulangan kultur darah. Salah satu pasien meninggal selama terapi medis,
dan pasien lainnya meninggal 30 hari setelah operasi.
2. ECHOCARDIOGRAPHY
Echocardiography, juga disebut suatu test gema, adalah suatu alat yang
mengambil gambar dari hati atau jantung dengan menggunakan gelombang suara.
Echocardiography ( ultrasound pengujian untuk hati atau jantung) mengijinkan suatu
ahli jantung untuk menguji struktur , fungsi, dan aliran darah dari hati atau jantung
tanpa penggunaan dari sinar-x. Echocardiography dilakukan dengan penggunaan
suatu tongkat plastik yang lembut (suatu echo-transducer) untuk memancarkan
gelombang suara ke dada atau abdomen. Gelombang suara lewat dengan aman
sampai badan dan gema yang dihasilkan akan ditafsirkan oleh suatu sistem yang
terkomputerisasi.
Echocardiography dapat digunakan untuk mendeteksi cacat hati atau jantung
dan untuk melihat seberapa baik fungsi hati atau jantung. Test ini akan membantu
dokter dalam menemukan masalah jika anda mempunyai permasalahan dengan hati
atau jantung. Test ini diperlukan jika anda merasakan serangan denyut jantung yang
berlebihan, anda mendapatkan serangan jantung secara tiba-tiba, anda merasakan
nyeri pada dada atau hati, anda merasakan demam tinggi yang disertai dengan rasa
pegal (rematik) pada jantung, anda memiliki suatu cacat pada hati atau jantung sejak
lahir.
Ekokardiografi merupakan alat diagnostik di bidang kardiovaskular dengan
prinsip dasar gelombang suara frekuensi tinggi. Transmisi gelombang suara dapat
memberikan pantulan glombang yang memberikan kontur sesuai dengan jaringan
yang memantulkan transmisi gelombang. Alat ekokardiografi dapat memperlihatkan
kontur dinding pembuluh darah, ruang jantung, katup jantung dan selaput
pembungkus jantung. Pencitraan akan tergambar dalam bentuk satu dimensi (m-
mode, dua dimensi (2-D) bahkan 3 dimensi (3-D) dan 4 dimensi (4-D).
Dopler pada alat eko menggunkan prinsip transmisi pantulan gelombang suara
oleh sel darah merah, sehingga memungkinkan pengukuran kecepatan (velositas)
dan arah aliran darah dalam jantung dan pembuluh darah. Penggunaan eko-doppler
55
dipakai untuk membantu pengukuran hemodinamik jantung, seperti isi sekuncup,
curah jantung, tekanan dan pressure gradient.
Penggunaan sistem warna pada ekokardiografi (color flow mapping)
memungkinkan untuk menentukan arah dan sifat aliran darah, baik streamline atau
turbulen. Penggunaan modalitas ekokardiografi doppler berwarna dapat dengan
mudah melihat aliran-aliran turbulen akibat regurgitasi, stenosis maupun aliran
abnormal melalui defek pada pada septum atrium atau ventrikel.
Tujuan Penggunaan
Alat echocardiography berfungsi untuk memperlihatkan:
1. Ukuran dan bentuk dari hati atau jantung.
2. Seberapa baik hati atau jantung bekerja secara keseluruhan.
3. Jika suatu bagian dari otot hati atau jantung lemah dan tidak bekerja secara
tepat.
4. Jika anda mempunyai permasalahan dengan klep (valves) jantung.
5. Jika anda mempunyai suatu gumpalan darah.
Gambar 1.1 Penggunaan Echocardiography secara umum
56
Echocardiography Sistem
dengan menggunakan
sinar x
3D Echocardiography
F. Streptococcus β Hemolyticus Grup A
FAMILI : Streptococcaceae
GENUS : Streptococcus
SPESIES : Streptococcus pyogenes
Manusia termasuk salah satu mahluk yang paling rentan terhadap infeksi
Streptokokus dan tidak ada alat tubuh atau jaringan dalam tubuhnya yang betul-betul
kebal. Kuman ini dapat menyebabkan penyakit epidemik antara lain scarlet fever,
erisipelas, radang tenggorokan, febris puerpuralis, rheumatic fever, dan bermacammacam
penyakit lainnya. Pasteur dan Koch menemukannya dalam nanah pada luka yang terkena
infeksi. Biakan murni baru dapat dibuat pada tahun 1883.
1. Morfologi dan Identifikasi
Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang, tersusun
berderet seperti rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh
faktor lingkungan. Rantai akan lebih panjang pada media cair dibanding pada media
padat. Pada pertumbuhan tua atau kuman yang mati sifat gram positifnya akan
hilang dan menjadi gram negatif. Streptococcus terdiri dari kokus yang berdiameter
0,5-1 μm. Dalam bentuk rantai yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu
57
rantai. Streptococcus patogen jika ditanam dalam perbenihan cair atau padat yang
cocok sering membentuk rantai panjang yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih.
Streptococcus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah positif gram, tetapi
varietas tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang
negatif gram. Pada perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan
telah berumur beberapa hari dapat berubah menjadi negatif gram. Tidak membentuk
spora, kecuali beberapa strain yang hidupnya saprofitik. Geraknya negatif. Strain
yang virulen membuat selubung yang mengandung hyaluronic acid dan M type
specific protein.
2. Sifat Pertumbuhan
Umumnya streptococcus bersifat anaerob fakultatif, hanya beberapa jenis
yang bersifat anaerob obligat. Pada umumnya tekanan O2 harus dikurangi, kecuali
untuk enterokokus. Pada perbenihan biasa, pertumbuhannya kurang subur jika ke
dalamnya tidak ditambahkan darah atau serum. Kuman ini tumbuh baik pada pH
7,4-7,6, suhu optimum untuk pertumbuhan 37oC, pertumbuhannya cepat berkurang
pada 40oC.
Bacterial structure=
Fimbrae : attachment &adherence
M protein : major virulence factor
Hyaluronic acid capsule :prevents phagocytosis
Lipotechoic acid : bind epitel cell
Streptococcus membentuk 2 macam koloni, mucoid
dan glossy. Yang dahulu disebut matt, sebenarnya
bentuk mucoid yang telah mengalami dehidrasi.
Koloni berbentuk mucoid dibentuk oleh kuman yang berselubung asam hialuronat.
Tes katalasa negatif untuk streptococcus, ini dapat membedakan dengan stafilokokus
di mana tes katalase positif. Juga streptococcus hemolyticus grup A sensitif pada
cakram basitrasin 0,2 μg, sifat ini digunakan untuk membedakan dengan grup
58
lainnya yang resisten terhadap basitrasin. Hanya jenis dari lancefield grup B dan D
yang koloninya membentuk pigmen berwarna merah bata atau kuning.
Berdasarkan sifat hemolitiknya pada lempeng agar darah, kuman ini dibagi dalam:
a. hemolisis tipe alfa, membentuk warna kehijau-hijauan dan hemolisis sebagian di
sekeliling koloninya, bila disimpan dalam peti es zona yang paling luar akan
berubah menjadi tidak berwarna.
Alpha (a): hemolysis showing a greenish discoloration around the area
surrounding the colony due to incomplete hemolysis of the red blood cells in the
agar
b. Hemolisis tipe beta, membentuk zona bening di sekeliling koloninya, tak ada sel
darah merah yang masih utuh, zona tidak bertambah lebar setelah disimpan
dalam peti es.
59
Beta (ß) a clear, colorless zone around the colony caused by complete
hemolysis of the red blood cells in the agar
c. Hemolisis tipe gamma, tidak menyebabkan hemolisis.
Untuk membedakan hemolisis yang jelas sehingga mudah dibeda-bedakan
maka dipergunakan darah kuda atau kelinci dan media tidak boleh mengandung
glukosa. Streptococcus yang memberikan hemolisis tipe alfa juga disebut
streptoccocus viridans. Yang memberikan hemolisis tipe beta disebut streptococcus
hemolyticus dan tipe gamma sering disebut sebagai streptoccocus anhemolyticus.
No hemolysis (gamma): colonies show no hemolysis or discoloration
3. Daya Tahan Kuman
Dalam sputum, eksudat dan ekskreta bintang, kuman ini dapat hidup terus
sampai beberapa minggu. Pada media biasa pada suhu kamar, biasanya mati sesudah
10 ± 14 hari. kuman dapat hidup sampai berbulan bulan atau bertahun tahun bila
disimpan secara liofil. Beberapa variertas mati setelah 30 -60 menit pada 60°C.
Semua varietas streptococcus yang pathogen peka terhadap efek
bakteriostatik sulfonamide, kecuali streptococcus faecalis. Resistensinya terhadap
obat ini terjadi bila obat diberikan dalam dosis yang tidak adekuat. Streptococcus
hemolyticus yang anaerob jauh lebih resisten terhadap penisilin dari pada aerob.
Streptococcus umumnya rentan terhadap tetrasiklin dan kloramfenikol.
60
4. Struktur Antigen
Karbohidrat C
Zat ini terdapat dalam dinding sel dan oleh lancefield dipakai sebagai
dasar untuk membagi streptococcus dalm group-group spesifik dari A sampai
T. Sifat khas dari karbohidrat C secara serologic di tunjukan oleh suatu amino
sugar. Misalnya pada grup A oleh rhamnose-N-acetyl-glucosamine.
Protein M
Protein ini ada hubungannya dengan vaktor virulensi kuman streptococcus
grup A, kerjanya menghambat fagositosis, terutama dihasilkan oleh kuman
dengan koloni tipe mukoid.
Substansi T
61
antigen ini diperoleh dari dengan kuman dengan menggunakan
enzim proteolitik. Antigen ini merangsang pembentukan agglutinin.
Protein R
Antigen R tip 20 tahan terhadap tripsin tetapi tidak tahan pepsin dan
rusak secara perlahan lahan oleh asam dan pemanasan.
Nucleoprotein
Ekstrasi streptococcus dengan basa lemah , menghasilkan suatu campuran
yang terdiri protein dan substansi P yang mungkin merupakan bagian
dari badan sel kuman.
Bakteriofaga
Krause dan McCarty berhasil menemukan bakeriofaga yang dapat
melisiskantipe 1, 6, 12, 25 dan streptococcus hemolyticus grup C human.
Metabolit bakteri
Toksin eritogenik
toksin ini ntahan selama jam pada suhu 60°C, tetapi dalam air mendidih akan
rusak dalam waktu 1 jam. Toksin ini merupakan penyebab terjadi ruam pada
febris scarlatina.
Hemolisin
In vitro streptococcus dapat menyebabkan terjadinya hemolisis pada sel darah
merah dalam berbagai taraf. Jika penghancuran sel darah merah terjadi secara
lengkap dengan disertai pelepasan hemoglobin, maka disebut beta hemolisis.
Jika penghancuran sel darah merah tidak terjadi secara lengkap dengan disertai
pembentukan pigmen hijau, maka disebut alfa hemolisis. Gamma hemolisis
kadang-kadang dipakai untuk menunjukan kuman yang nonhemolitik.
Nadase
Enzim ini terutama dibuat oleh streptococcus grup A, C dan G.
Streptokinase
Enzim ini kerjanya merubah plasminogen dalam serum menjadi plasmin, yaitu
suatu enzim proteolitik yang menghancurkan fibrin dan protein lainnya.
Streptodornase
Enzim ini kerjanya memecah DNA, terutama dibuat oleh streptococcus grup
A, C dan G.
Hialuronidase
62
Enzim ini memecah asam hialuronat yang merupakan komponen penting
dari bahan dasar jaringan ikat. Ada beberapa jenis streptococcus grup A yang
dapat menghasilkan hialuronidase dalam cairan perbenihan, jenis ini
tidak membentuk selubung. Hialuronidase dibuat oleh streptococcus grup B, C
dan G.
Proteinase
Enzim ini diaktifkan oleh senyawa sulfhydryl pada pH 5,5 ± 6,5. Dalam
suasana dimana enzim dapat dihasilkan dengan baik, justru secara langsung
mengakibatkan kerusakan pada protein streptokinase dan hialuronidase.
Amylase
Beberapa jenis streptococcus grup A membuat enzim ini dalam perbenihan
ditambahkan plasma manusia, tepung kanji glikogen dan maltose.
Esterase
enzim ini juga dibuat oleh streptococcus grup A, terutama bekerja terhadap
substrat yang berupa beta naptil asetat.
5. Patogenesis
Infeksi streptococcus timbulnya dapat dipengaruhi oleh bermacam-macam
faktor, antara lain sifat biologik kuman, cara host memberikan respons dan port
d¶entre kuman. Penyakit yang ditimbulkan oleh kuman streptococcus dapat dibagi
dalam beberapa katagori, sebagai berikut:
a. Penyakit yang terjadi karena infasi streptococcus beta hemolyticus grup A
Erysipelas
Sepsis puerpuralis
Sepsis
b. Penyakit yang terjadi karena infeksi local streptococcus beta hemolitikus grup A
Radang tenggorok
Suatu penyakit yang hampir semua orang pernah merasakannya.
Disebabkan oleh streptococcus beta hemolyticus.pada bayi dan anak kecil
timbul sebagai nasofaringitis subakut dengan sekret serosa dan sedikit
demam; dan infeksinya cenderung meluas ke telinga tengah, prosesus
mastoideus dan selaput otak. Kelenjar getah bening cervical biasanya
membesar. Penyakitnya dapat berlangsung berminggu-minggu. Pada anak-
anak yang lebih besar daripada orang dewasa, penyakitnya berlangsung
lebih akut dengan nasofaringitis dan tonsilitis yang hebat, selaput lendir
63
hiperemis dan membengkak dengan eksudat yang purulen. Kelenjar getah
bening cervical membesar dan nyeri, biasanya disertai demam tinggi.
Duapuluh persen dari infeksi ini tidak menimbulkan gejala (asimptomatik).
Jika kuman dapat membuat dapat membuat toksin eritrogenik, dapat timbul
scarlet fever rash. Pada scarlet fever rash kuman terdapat dalam faring,
tetapi toksin eritrogenik yang dihasilkannya menyebabkan terjadinya
kemerah-merahan yang difus. Eritema mulai timbul di leher, meluas ke
tubuh, kemudian menyebar ke ekstremitas. Secara histopatologik terlihat
adanya ekstravasasi lekosit polymorphonuclear dan sel sel darah merah dari
pembuluh darah kecil ke dalam kulit. Zat anti eritrogenik dapat mencegah
rash, tetapi tidak berpengaruh terhadap infeksi kuman streptokokus. Jika
peradangannya hebat, dapat timbul abses peritonsiler atau Ludwig’s angina,
dengan pembengkakan masif di dasar mulut dapat menyumbat pernafasan.
Dengan reaksi Schult-Charlton dapat dibuktikan apakah suatu rash terjadi
karena toksin eritrogenik atau bukan.
Infeksi kuman streptokokus pada traktus respiratorius bagian atas
biasanya tidak mengenai paru-paru. Pneumonia karena streptococcus beta
hemolyticus biasanya terjadi setelah infeksi virus, misalnya influenza atau
morbili.
Impetigo
Pada impetigo lokalisasi infeksi sangat superfisial, dengan
pembentukan vesicopustulae di bawah stratum korneum. Terutama terdapat
pada anak kecil, penyebaran terjadi per continuitatum. Bagian kulit yang
mengelupas diliputi oleh crusta yang berwarna kuning madu. Penyakit ini
sangat menular pada anak-ana dan biasanya disebabkan oleh streptokokus
dan bermacam-macam stefilokokus. Infeksi kuman streptokokus tipe 49 dan
57 pada kulit sering menyebabkan timbulnya nephritis post streptococcalis.
Endokarditis bakterialis
– Endokarditis bakterialis akuta
Penyakit ini timbul pada bakteremia oleh streptococcus beta
hemolyticus, pneumokokus, stefilokokus, ataupun coliform organism
negatif gram. Pada pecandu narkotika, stafilokokus dan kandida
merupakan penyebab utama terjadinya endokarditis. Penyakit ini dapat
mengenai katup jantung yang normal maupun yang telah mengalami
64
deformasi, dan menyebabkan terjadinya endokarditis bakterialis
ulseratif yang akut. Destruksi katup jantung yang terjadi secara cepat
maupun ruptura chordae tendinae, seringksli menyebabkan terjadinya
kematian dalam waktu beberapa hari atau beberapa minggu.
– Endokarditis bakterialis subakuta
Penyakit ini terutama mengenai katup jantung yang abnormal,
lesi rematik, kalsifikasi ataupun penyakit jantung kontinental.
Penyebabnya terutama streptococcus viridans dan streptococcus
faecalis; stafilokokus kadang-kadang dapat menjadi penyebabnya,
tetapi pada hakekatnya setiap mikroorganisme, termasuk fungi dapat
menjadi penyebabnya.
c. Infeksi lainnya
Berbagai macam streptococcus terutama enterococcus, merupakan
penyebaba infeksi traktus urinarius. Streptococcus anaerob, normal dapat
ditemukan dalam traktus genitalis wanita, dalam mulut dan dalam intestinum.
Kuman inidapat menimbulkan lesi supuratif. Infeksi yang demikian dapat
terjadi dalam luka, endometritis postpartum, sehabis terjadi rupture dari suatu
viscus abdominalis, atau pada peradangan paru-paru yang kronis.
d. Penyakit paska infeksi streptococcus beta hemoliticus grup A
Glomerulusnefritis akut
Jantung rheuma
6. Pemeriksaan Laboratorium
a. Bahan pemeriksaan laboratorium
Bahan untuk pemeriksaan dapat diperoleh dengan cara swabbing dari hidung
atau tenggorokan atau langsung dari darah, pus, sputum, likuor, serebrospinalis,
eksudat dan urin.
b. Pemeriksaan lansung
Pemeriksaan langsung dari sputum seringkali hanya menemukan kokus tunggal
atau berpasangan, jarang ditemukan dalam bentuk rantai. Jika pada pemeriksaan
langsung terlihat adanya streptococcus tetapi tidak tumbuh dalam suatu
perbenihan, harus dipikirkan kemungkinan kumannya bersifat anaerob
c. Perbenihan
Bahan perbenihan ditanam pada lempeng agar darah, jika diduga
kumannya bersifat anaerob juga ditanam dalam perbenihan tioglikolat. Pada
65
lempengan agar darah streptococcus hemoliticus grup A akan tumbuh dalam
beberapa jam atau hari. Di dalam perbenihan dari bahan darah atau kuman
streptococcus tumbuhnyadapat sangat lambat, jika diduga ada endokarditis
perbenihan dibiarkan diinkubasi 1-2 minggu baru di buang.
7. Pengobatan
Antibiotika telah mengubah prognosis semua macam infeksi streptokokus
secara radikal. Pengobatan yang dini dan teratur dengan antibiotika pada umumnya
memberikan penyembuhan. Semua streptococcus beta hemolyticus grup A sensitif
terhadap penisilin G. Ada beberapa yang resisten terhadap tetrasiklin dan
kloramfenikol. Pada endokarditis bakterialis, tes sensitivitas kuman berbagai macam
antibiotika sangat diperlukan, karena hasilnya penting untuk menentukan
pengobatan yang optimum. Aminoglikosida sering dapat mempertinggi daya
Kerja penisilin terhadap kuman streptokokus, terutama enterokokus. Pada
infeksi streptokokus yang akut, harus diusahakan untuk membasmi bersih kuman
streptokokus dari tubuh penderita, yang berarti mencegah terbentuknya antigen yang
dapat menyebabkan timbulnya penyakit-penyakit setelah infeksi streptokokus.
8. Epidemiologi dan Pencegahan
Sejumlah kuman streptokokus, misalnya streptococcus viridans dan
enterokokus, merupakan sebagian dari flora normal pada tubuh manusia. Kuman-
kuman ini hanya akan menimbulkan penyakit jika terdapat di luar tempat-tempat di
mana mereka biasanya berada, misalnya pada katup jantung. Untuk mencegah
kemungkinan terjadinya hal itu, tetutama pada waktu melakukan tindakan-tindakan
operatif pada traktus respiratorius, traktus gastrointestinalis dan traktus urinarius,
dimana sering menyebabkan terjadinya bakteremia temporer, pemberian obat-obat
antibiotika sangat diperlukan untuk mencegah atau pengobatan dini terhadap infeksi
streptococcus beta hemolyticus grup A pada penderita yang diketahui mempunyai
kelainan katup jantung. Sumber infeksi kuman streptokokus dapat berasal dari
penderita atau dari carrier. Penularan terjadi secara droplet dari traktus respiratorius
atau dari kulit. Susu sapi yang mengandung streptococcus hemolyticus dapat
menjadi penyebab epidemi. Dalam hal ini penentuan grup dari tipe kuman
streptokokus penting untuk mencari jejak dan sumber penularannya.
Cara kontrol yang terpenting ialah:
Pada penderita dengan infeksi streptokokus grup A pada traktus respiratorius
ataupun kulitnya harus diberikan pengobatan antibiotika secara intensif
66
Pada penderita yang pernah mendapat serangan demam rheuma harus diberikan
antibiotika dalam dosis profilaksis. Pada penderita glumerulonefritis tidak
diberikan profilaksis, karena jumlah kuman streptokokus tipe nefritogenik tidak
banyak.
Eradiksi streptokokus grup A dari carrier. Untuk mencegah penyebaran kuman
streptokokus, dapat dilakukan dengan cara mencegah pengotoran oleh debu,
ventilasi yang baik, saringan udara, sinar ultra violet, dan pemakaian aerosol.
Susu sapi harus selalu di pasteurisasikan.
IX. KESIMPULAN
Ny. Yani, 40 tahun, menderita endokarditis subakut akibat infeksi berulang dari
Streptococcus β Hemolyticus Grup A
67