fluid therapy of dhf yogi perbaikan
DESCRIPTION
rereTRANSCRIPT
TERAPI CAIRAN DHF
Pembimbing : dr. Erwin Kresnoadi Sp.An
Oleh : Yogi guhardi
Nim : H1A 005050
Dalam rangka mengikuti kegiatan kepaniteran klinik madya Anestesi dan Reaminasi
Rumah sakit umum provinsi NTB/Universitas Mataram
PENDAHULUAN
Demam dengue dan demam berdarah dengue (dengue haemorrhagic fever/DHF) adalah
penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot
dan/atau nyeri sendi yang disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia, dan
hemoragik. Pada DBD terjadi perembesaan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
ETIOLOGI
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus dengue, yang
termasuk dalam genus Flavivirus, keluarga Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan
diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4 x 10 6.
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4.
GAMBARAN KLINIS
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimtomatik, atau dapat berupa
demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue atau sindrom syok dengue
(SSD).
Pada umumnya pasien mengalami fase demam selama 2 – 7 hari, yang diikuti oleh fase
kritis selama 2-3 hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai
risiko untuk terjadi syok jika tidak mendapat pengobatan tidak adekuat.
GAMBARAN LABORATORIUM
Pemeriksaan darah yang rutin adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis relative disertai
gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture) atau tes serologis
yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap dengue berupa antibody total, IgM maupun
IgG.
1
Parameter Laboratorium yang dapat diperiksa antara lain :
Leukosit : dapat normal atau menurun. Mulai hari ke 3 dapat ditemui limfositosis relatif
(>45% dari total lekosit)
Trombosit: terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8
Hematokrit : peningkatan hematokrit ≥ 20% dari hematokrit awal, dimulai pada hari ke-3
demam
Hemostasis : dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau FDP pada
keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan pembekuan darah.
Protein / albumin : dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma
SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.
Ureum, Kreatinin : bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.
Elektrolit
Golongan Darah dan cross match
Imunoserologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
IgM : terdeteksi mulai hari ke 3-5, meningakt sampai minggu ke-3, menghilang setelah
60-90 hari.
IgG : pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi sekunder
IgG mulai terdeteksi pada hari ke-2.
DIAGNOSIS
Berdasarkan kriteria WHO 1997, diagnosis DHF ditegakkan bila semua hal ini terpenuhi:
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bending positif; petekie,
ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sbb:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan • standar sesuai umur dan jenis kelamin.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, hiponatremia.
2
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DHF (WHO, 1997), yaitu:
1. Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji torniquet.
2. Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.
3. Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit
dingin dan lembab, tampak gelisah.
4. Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding perlu dipertimbangkan bilaman terdapat kesesuaian klinis dengan
demam tifoid, campak, influenza, chikungunya, dan leptospirosis
Sindroma Syok Dengue (SSD). Seluruh criteria diatas untuk DBD disertai kegagalan
sirkulasi dengan manifestasi nadi yang cepat dan lemah, tekanan darah turun (≤20 mmHg),
hipotensi kulit dingin dan lembab serta gelisah.
TATALAKSANA DHF
Pada dasarnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simptomatis. Penatalaksanaan
ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma dan memberikan terapi
substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam pemberian terapi cairan, hal terpenting
yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik secara klinis maupun laboratoris. Proses
kebocoran plasma dan terjadinya trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga
6 sejak demam berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan
akan kembali dari ruang interstitial ke intravaskular.
Terapi cairan pada kondisi tersebut secara bertahap dikurangi. Selain pemantauan untuk
menilai apakah pemberian cairan sudah cukup atau kurang, pemantauan terhadap kemungkinan
terjadinya kelebihan cairan serta terjadinya efusi pleura ataupun asites yang masif perlu selalu
diwaspadai. Terapi nonfarmakologis yang diberikan meliputi tirah baring (pada trombositopenia
yang berat) dan pemberian makanan dengan kandung-an gizi yang cukup, lunak dan tidak
mengandung zat atau bumbu yang mengiritasi saluaran cerna. Sebagai terapi simptomatis, dapat
diberikan antipiretik berupa parasetamol, serta obat simptomatis untuk mengatasi keluhan
3
dispepsia. Pemberian aspirin ataupun obat antiinflamasi nonsteroid sebaiknya dihindari karena
berisiko terjadinya perdarahan pada saluran cerna bagaian atas (lambung/duodenum).
Protokol pemberian cairan sebagai komponen utama penatalaksanaan DBD dewasa
mengikuti 5 protokol, mengacu pada protokol WHO. Protokol ini terbagi dalam 5 kategori,
sebagai berikut:
1. Penanganan tersangka DBD tanpa syok .
2. Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat .
3. Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
4. Penatalaksanaan perdarahan spontan pada DBD dewasa
5. Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.
Ada dua hal penting yang perlu diperhatikan dalam terapi cairan khususnya pada
penatalaksanaan demam berdarah dengue: pertama adalah jenis cairan dan kedua adalah jumlah
serta kecepatan cairan yang akan diberikan. Karena tujuan terapi cairan adalah untuk mengganti
kehilangan cairan di ruang intravaskular, pada dasarnya baik kristaloid (ringer laktat, ringer
asetat, cairan salin) maupun koloid dapat diberikan. WHO menganjurkan terapi kristaloid
sebagai cairan standar pada terapi DBD karena dibandingkan dengan koloid, kristaloid lebih
mudah didapat dan lebih murah.
Jenis cairan yang ideal yang sebenarnya dibutuhkan dalam penatalaksanaan antara lain
memiliki sifat bertahan lama di intravaskular, aman dan relatif mudah diekskresi, tidak
mengganggu sistem koagulasi tubuh, dan memiliki efek alergi yang minimal.1-3 Secara umum,
penggunaan kristaloid dalam tatalaksana DBD aman dan efektif. Beberapa efek samping yang
dilaporkan terkait dengan penggunaan kristaloid adalah edema, asidosis laktat, instabilitas
hemodinamik dan hemokonsentrasi.
Kristaloid memiliki waktu bertahan yang singkat di dalam pembuluh darah. Pemberian
larutan RL secara bolus (20 ml/kg BB) akan menyebabkan efek penambahan volume vascular
hanya dalam waktu yang singkat sebelum didistribusikan ke seluruh kompartemen interstisial
(ekstravaskular) dengan perbandingan 1:3, sehingga dari 20 ml bolus tersebut dalam waktu satu
jam hanya 5 ml yang tetap berada dalam ruang intravaskular dan 15 ml masuk ke dalam ruang
interstisial.
Namun demikian, dalam aplikasinya terdapat beberapa keuntungan penggunaan
kristaloid antara lain mudah tersedia dengan harga terjangkau, komposisi yang menyerupai
4
komposisi plasma, mudah disimpan dalam temperatur ruang, dan bebas dari kemungkinan reaksi
anafilaktik.
Dibandingkan cairan kristaloid, cairan koloid memiliki beberapa keunggulan yaitu: pada
jumlah volume yang sama akan didapatkan ekspansi volume plasma (intravaskular) yang lebih
besar dan bertahan untuk waktu lebih lama di ruang intravaskular. Dengan kelebihan ini,
diharapkan koloid memberikan oksigenasi jaringan lebih baik dan hemodinamik terjaga lebih
stabil. Beberapa kekurangan yang mungkin didapatkan dengan penggunaan koloid yakni risiko
anafilaksis, koagulopati, dan biaya yang lebih besar. Namun beberapa jenis koloid terbukti
memiliki efek samping koagulopati dan alergi yang rendah (contoh: hetastarch).
Penelitian cairan koloid dibandingkan kristaloid pada sindrom syok dengue (DSS) pada
pasien anak dengan parameter stabilisasi hemodinamik pada 1 jam pertama syok, memberikan
hasil sebanding pada kedua jenis cairan. Sebuah penelitian lain yang menilai efektivitas dan
keamanan penggunaan koloid pada penderita dewasa dengan DBD derajat 1 dan 2 di Indonesia
telah selesai dilakukan, dan dalam proses publikasi. Jumlah cairan yang diberikan sangat
bergantung dari banyaknya kebocoran plasma yang terjadi serta seberapa jauh proses tersebut
masih akan berlangsung. Pada kondisi DBD derajat 1 dan 2, cairan diberikan untuk kebutuhan
rumatan (maintenance) dan untuk mengganti cairan akibat kebocoran plasma. Secara praktis,
kebutuhan rumatan pada pasien dewasa dengan berat badan 50 kg, adalah sebanyak kurang lebih
2000 ml/24 jam; sedangkan pada kebocoran plasma yang terjadi sebannyak 2,5-5% dari berat
badan sebanyak 1500-3000 ml/24 jam.
Jadi secara rata-rata kebutuhan cairan pada DBD dengan hemodinamik yang stabil adalah
antara 3000-5000 ml/24 jam. Namun demikian, pemantauan kadar hematokrit perlu dilakukan
untuk menilai apakah hemokonsentrasi masih berlangsung dan apakah jumlah cairan awal yang
diberikan sudah cukup atau masih perlu ditambah. Pemantauan lain yang perlu dilakukan adalah
kondisi klinis pasien, stabilitas hemodinamik serta diuresis. Pada DBD dengan kondisi
hemodinamik tidak stabil (derajat 3 dan 4) cairan diberikan secara bolus atau tetesan cepat antara
6-10 mg/kg berat badan, dan setelah hemodinamik stabil secara bertahap kecepatan cairan
dikurangi hingga kondisi benar-benar stabil (lihat protokol pada gambar 6 dan 7). Pada kondisi
di mana terapi cairan telah diberikan secara adekuat, namun kondisi hemodinamik belum stabil,
pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit perlu dilakukan untuk menilai kemungkinan
terjadinya perdarahan internal.a
5
1. Algoritma tatalaksana DHF
6
7
2. Terapi cairan DSS pada dewasa
8
3. Terapi cairan DSS pada Bayi dan Anak-anak
9
KESIMPULAN
Pada dasarnya terapi DHF adalah bersifat suportif dan simptomatis.
Penatalaksanaan ditujukan untuk mengganti kehilangan cairan akibat kebocoran plasma
dan memberikan terapi substitusi komponen darah bilamana diperlukan. Dalam
pemberian terapi cairan, hal terpenting yang perlu dilakukan adalah pemantauan baik
secara klinis maupun laboratoris. Proses kebocoran plasma dan terjadinya
trombositopenia pada umumnya terjadi antara hari ke 4 hingga 6 sejak demam
berlangsung. Pada hari ke-7 proses kebocoran plasma akan berkurang dan cairan akan
kembali dari ruang interstitial ke intravaskular.
10
Daftar Pustaka
1. Gibbons RV, Vaughn DW. Dengue: an escalating problem. BMJ 2002;324:1563-6
2. Herdiman T. Pohan. An open pilot study of the efficacy and safety of polygeline in adult
with DHF. Indonesia jurnal. 2004
3. Morgan GE, Mikhail MS, Murray MJ, editors. Clinical Anesthesiology. 4th ed.
NewYork:Lange Medical Books/McGraw-Hill, 2006.p.692-4
4. Rani, A. Soegondo, S. dan Nasir, AU. (ed). Panduan Pelayanan Medik Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. Jakarta:Pusat Penerbitan IPD FKUI,
2006.p.137-8
5. World Health Organization. Dengue, dengue haemorrhagic fever and dengue shock
syndrome in the context of the integrated management of childhood illness.Department of
Child and Adolescent Health and Development. WHO. 2012
6. Zein,Umar. Pedoman penatalaksanaan penderita demam berdarah dewasa. USU
repository. 2004
11