format_laporan_praktikum_1.docx

25
LAPORAN PRAKTIKUM MANAJEMEN LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN ANALISIS DAN PREDIKSI BEBAN PENCEMARAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERIKANAN Disusun Oleh : Megadian Pratama 11/318060/PN/12381 LABORATORIUM MIKROBIOLOGI JURUSAN PERIKANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA

Upload: fitria-meilia

Post on 25-Sep-2015

214 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM

MANAJEMEN LIMBAH INDUSTRI PERIKANAN

ANALISIS DAN PREDIKSI BEBAN PENCEMARAN LIMBAH CAIR INDUSTRI PERIKANAN

Disusun Oleh :

Megadian Pratama

11/318060/PN/12381

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI

JURUSAN PERIKANAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2014

I. PENDAHULUAN

a. Latar Belakang

Indonesia merupakan negara yang sangat kaya akan hasil perikanan. Umumnya hasil perikanan tersebut dapat dikonsumsi dalam bentuk segar ataupun olahan. Berbagai macam jenis olahan hasil perikanan dapat dijumpai diberbagai wilayah di Indonesia. Dengan berkembangnyanya jenis olahan hasil perikanan maka industri perikanan pun semakin berkembang dan jumlahnya meningkat. Industri perikanan di Indonesia umumnya masih konvensional. Berkembangnya industri perikanan selain membawa dampak positif yaitu sebagai penghasil devisa, memberikan nilai tambah dan penyerapan tenaga kerja, juga telah memberikan dampak negatif yaitu berupa buangan limbah. Adanya limbah tersebut pada akhirnya yang menjadi korban adalah makhluk hidup dan lingkungan yang berada di sekitar kawasan industri tersebut (Azwar, 1996).

Limbah industri perikanan berpotensi menimbulkan pencemaran karena mengandung protein dan lemak yang bersifat terlarut, tersuspensi, dan mudah terurai. Bentuk pencemaran yang timbul dan dikeluhkan masyarakat akibat limbah industri perikanan adalah pencemaran air tanah dan air permukaan, pencemaran udara berupa bau busuk dan debu/partikel, perubahan peruntukan badan air (terutama air sungai untuk kebutuhan minum, mandi, dan budidaya biota air), kematian masal biota air budidaya (ikan dan udang), konflik kepentingan, dan bentuk pencemaran lainnya (Sahubawa, 2011).

Menurut Moeljanto (1979) limbah perikanan adalah ikan yang terbuang, tercecer, dan sisa olahan yang pada suatu saat di tempat tertentu belum dapat dimanfaatkan secara ekonomis. Jenis limbah dan hasil samping dapat dikelompokkan secara umum menjadi 4 kelompok (Moeljanto, 1979) yaitu :

1. Hasil samping pada penangkapan suatu spesies atau sumber daya misalnya ikan rucah pada penangkapan udang dan ikan cucut pada penangkapan tuna;

2. Sisa pengolahan seperti bagian kepala, tulang, sisik, sirip, isi perut dan daging merah;

3. Surplus dari tangkapan (glut);

4. Sisa distribusi.

Dampak yang ditimbulkan limbah cair atau padat bagi lingkungan baik abiotik, biotik, organisme, maupun makhluk hidup lain seperti manusia, hewan dan manusia dapat membahayakan hingga merusak lingkungan tersebut. Sehingga sektor industri sangat penting dalam penanganan limbah ini sehingga perlu dipahami dasar -dasar teknologi pengolahan ataupun penanganan limbah cair atau padat. Teknologi penanganan air limbah atau bentuk lain adalah kunci dalam memelihara kelestarian lingkungan. Apapun macam teknologi penanganan air limbah dan lainnya domestik maupun agroindustri yang dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh masyarakat setempat (Setiyono, 2008).

b. Tujuan Praktikum

1. Praktikan mampu melakukan pengukuran parameter fisika, kimia, dan biologi dari limbah industry perikanan.

2. Praktikan mampu mengetahui kuantitas parameter pencemaran limbah cair industri perikanan.

3. Praktikan mampu menentukan besar debit dan beban pencemaran limbah cair industri perikanan.

4. Praktikan mampu mengetahui dan menerapkan cara penanganan limbah secara biologis meliputi fitoremediasi, aerob, dan anaerob.

c. Manfaat Praktikum

1. Meberikan keterampilan dalam melakukan pengukuran parameter fisika, kimia, dan biologi.

2. Memberikan kemampuan cara penanganan limbah cair industry perikanan secara biologis meliputi fitoremediasi, aerob, dan anaerob.

II. TINJAUAN RUJUKAN

a. Limbah

Limbah memiliki karakter khas. Berdasarkan karakter tersebut limbah dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu limbah yang masih dapat dimanfaatkan dan sudah tidak dapat dimanfaatkan. Limbah hasil perikanan dapat berbentuk padatan, cairan atau gas. Limbah berbentuk padat berupa potongan daging ikan, sisik, insang atau saluran pencernaan. Limbah ikan yang berbentuk cairan antara lain darah, lendir dan air cucian ikan. Sedangkan limbah ikan yang berbentuk gas adalah bau yang ditimbulkan karena adanya senyawa amonia, hidrogen sulfida atau keton (Jenie et al., 1993).

Limbah yang dihasilkan dari kegiatan perikanan adalah berupa : 1) ikan rucah yang bernilai ekonomis rendah sehingga belum banyak dimanfaatkan sebagai pangan; 2) bagian daging ikan yang tidak dimanfaatkan dari rumah makan, rumah tangga, industri pengalengan, atau industri pemiletan; 3) ikan yang tidak terserap oleh pasar, terutama pada musim produksi ikan melimpah; dan 4) kesalahan penanganan dan pengolahan. Selain itu dalam kegiatan budidaya dapat dihasilkan limbah yang berbentuk suspense maupun cair karena haasil buangan dari air selama proses budidaya (Tri Setyo, 2013).

Limbah cair industri pangan khusunya industri pengolahan ikan, lebih banyak mengandung senyawa protein. Protein ini berasal dari proses pencucian yang banyak dilakukan selama proses penanganan dan pengolahan. Kitosan dapat dijadikan sebagai agen penjernih limbah cair organik maupun anorganik. Limbah cair organik selama ini banyak dihasilkan dari industri pengolahan pangan. Sedangkan limbah cair anorganik banyak dihasilkan oleh industri non pangan seperti industri tekstil, industri logam, industri manufactur, industri penyamakan kulit dan lain sebagainya (Marganof, 2005).

b. Parameter Pencemaran

Dalam pengolahan air limbah industri dikenal 3 parameter utama yaitu kimia, fisika, dan biologi. Parameter yang diuji dalam praktikum ini adalah BOD, DO, pH, TSS, kekeruhan dan bau. Adapun penjelasan dari masing-masing parameter tersebut adalah sebagai berikut:

1. Biological atau Biochemical Oxygen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis didefenisikan sebagai pengukuran pengurangan kadar oksigen di dalam air yag dikonsumsi oleh makhluk hidup (organisme) di dalam air selama periode 5 hari pada keadaan gelap (tidak terjadi proses fotosintesa). Pengurangan kadar oksigen ini adalah disebabkan oleh kegiatan organisme (bakteri) mengkonsumsi atau mendegradasi senyawa organik dan nutrien lain yang terdapat di dalam air. Air yang relatif bersih akan mengandung mikroorganisme relatif sedikit, sehingga pengurangan oksigen di dalam air selama periode 5 hari akan sedikit, sedangkan untuk air yang terpolusi dan mengandung banyak mikroorganisme bakteri akan mengkonsumsi banyak oksigen dalam proses degradasi senyawa organik dan nutrien selama 5 hari, sehingga pengurangan kadar oksigen menjadi sangat besar. Untuk air yang tidak terpolusi misalnya ukuran BOD adalah 0,7 sedangkan untuk air yang terpolusi adalah BOD 200 atau lebih besar. Penetuan BOD sangat lambat, yaitu membutuhkan waktu sekitar 5 sampai 10 hari. (Situmorang, 2007).

2. Oksigen terlarut ( DO ) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air yang berasal dari fotosintesis dan absorbsi atmosfer/udara. Oksigen terlarut di suatu perairan sangat berperan dalam proses penyerapan makanan oleh mahkluk hidup yang berada dalam air. Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati beberapa parameter kimia seperti aksigen terlarut (DO). Semakin banyak jumlah DO (dissolved oxygen ) maka kualitas air semakin baik. Jika kadar oksigen terlarut yang terlalu rendah akan menimbulkan bau yang tidak sedap akibat degradasi anaerobik yang mungkin saja terjadi. Tingkat kelarutan oksigen dalam perairan kadarnya bertolak 9 belakang dengan beberapa parameter kualitas air lainnya. Kadar oksigen akan meningkat pada suhu yang rendah dan akan berkurang seiring dengan naiknya suhu. Kelarutan oksigen juga akan menurun bila terjadi kenaikan salinitas, pH, dan kadar CO2 (Effendi, 2003).

3. Secara alamiah pH perairan dipengaruhi oleh konsentrasi karbondioksida dan senyawa bersifat asam. Fitoplankton dan tumbuhan air akan mengambil karbondioksida dalam air selama proses fotosintesis sehingga pH akan naik pada siang hari dan menurun pada malam hari. Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter dengan cara memasukan bagian ujung pH meter yang sudah dikalibrasi ke dalam sampel air maka di screen pH meter akan menunjukan nilai pH dari sampel air yang diuji. Jika pH dalam perairan < 4,5 maka air bersifat racun bagi ikan, sedangkan pH > 9,0 pertumbuhan ikan sangat terhambat. Maka dari itu pH yang diperlukan agar ikan mengalami pertumbuhan yang optimal yaitu 6,5 9,0 (Kordi, 2005).

4. Total Suspended Solid (TSS) merupakan zat-zat padat yang berada dalam suspense, dapat dibedakan menurut ukurannya sebagai partikel tersuspensi koloid (partikel koloid) dan partikel tersuspensi biasa (partikel tersuspensi). Total Suspended Solid (TSS) yaitu jjumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada di dalam air limbah setelah mengalami proses penyaringan dengan membran berukuran 0.45 m. Adanya padatan-padatan ini menyebabkan kekeruhan air, padatan ini tidak terlarut dan tidak dapat mengendap secara langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil dari pada sedimen, seperti bahan-bahan organic tertentu, tanah liat, dan kikisan tanah yang disebabkan terjadinya erosi tanah. TSS yang tinggi menghalangi masuknya sinar matahari ke dalam air, sehingga akan mengganggu proses fotosintesis menyebabkan turunnya oksigen terlarut yang dilepas ke dalam air oleh tanaman. Jika sinar matahari terhalangi dari dasar tanaman maka tanaman akan berhenti memproduksi oksigen dan akan mati. Total Suspended Solid (TSS) juga menyebabkan penurunan kejernihan dalam air (Sumestri dan Alaerta, 1984).

5. Turbiditas ( Kekeruhan ) merupakan kandungan bahan Organik maupun Anorganik yang terdapat di peraairan sehingga mempengaruhi proses kehidupan organisme yang ada di perairan tersebut. Turbiditas sering di sebut dengan kekeruhan, apabila di dalam air media terjadi kekeruhan yang tinggi maka kandungan oksigen akan menurun, hal ini disebabkan intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam perairan sangat terbatas sehingga tumbuhan / phytoplankton tidak dapat melakukan proses fotosintesis untuk mengasilkan oksigen (Effendi, 2003).

6. Bau merupakan suatu kondisi lingkungan yang tercium oleh indera penciumanmanusia dan hewan. Kebauan adalah bau yang tidak diinginkan dalam kadar anwaktu tertentu yang dapat menganggu kesehatan manusia dan kenyamananlingkungan. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup no. 50 tahun1996 yaitu tentang baku tingkat kebauan diatur dalam dua jenis zat odoran bau yaituberupa zat odoran tunggal dan zat odoran campuran.Di lingkungan, timbulnya bau dapat disebabkan oleh beberapa reaksi kimia yangterjadi diantaranya Amoniak, metil merkaptan, hidrogen sulfida, metil sulfida, danstirena merupakan senyawa bau yang menimbulkan kesan negative (Wibawa, dkk. 2011).

c. Debit Limbah Cair

Menurut River et al., (1998) jumlah debit air limbah pada umumnya berasal dari proses pengolahan dan pencucian. Setiap operasi pengolahan ikan akan menghasilkan cairan dari proses pemotongan, pencucian, dan pengolahan produk tersebut. Cairan cairan ini mengandung darah dan potongan atau sisa-sisa ikan dan kulit, isi perut, kondensat dari air pemasakan, dan air pendingin dari kondensor. Sebagai contoh, menurut River et al., (1998) bagian terbesar kontribusi beban organik pada limbah perikanan adalah dari industri pengalengan dengan beban COD 37,56 kg/m3, selanjutnya industri pengolahan fillet 1,46 COD/m3, kemudian industri krustacea menghasilkan beban COD yang relatif kecil. Limbah cair tersebut dikeluarkan tidak sama setiap harinya, tergantung kepada proses produksi yang dilaksanakan. Beban Pencemaran Limbah

Beban pencemaran adalah jumlah suatu unsure tercemar yang terkandungdalam air limbah. Perhitungan beban pencemaran dapat sebagai kontrol terhadapindustri apakah industri tersebut mengolah limbahnya dengan baik atau tidak.Sedangkan daya tanpung beban cemaran sungai adalah kemampuan aur pada sutusumber air untuk menerima masukan beban pencemaran tanpa mengakibatkan airtersebut menjadi cemar. Pada dasarnya sungai ,mempunyai kemampuan dalammemperbaiki dirinya dari unsur pencemar (self purifikasi). Namun kemampuan initerbatas, sehingga apabila masuk sejumlah beban pencemar dalam jumlah banyakmaka kemampuan tesebut menjadi tidak terlalu berarti mengembalikan sungaidalam kondisi yang lebih baik. Kemamuan alamiah sungai inilah yang membatasidaya tampung sungai terhadap pencemar.

Dalam beban cemaran organik yang tinggi terkandung senyawa nitrogen yang tinggi yang merupakan protein larut air setelah mengalami leaching selama pencucian, defrost dan proses pemasakan (Battistoni et al., 1992).

d. Baku Mutu Limbah Cair Industri Perikanan

Menurut Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 2007 menyatakan bahwa baku mutu merupakan batas atau kadar makluk hidup, zat, energi, atau komponen lain yang ada atau harus ada dan atau unsur pencemar yang ditenggang adanya dalam air pada sumber air tertentu sesuai dengan peruntukannya. Berikut ini standar baku mutu yang harus di perhatikan dalam penanganan limbah cair hasil dari indutri perikanan :

1. Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan yang melakukan lebih dari satu jenis kegiatan.

Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2007)

2. Baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan pengolahan hasil perikanan yang melakukan satu jenis kegiatan pengolahan.

Sumber : Kementrian Negara Lingkungan Hidup (2007)

e. Mekanisme Reduksi Limbah

1. Aerob

Mereduksi limbah secara aerob dapat menggunakan aerasi. Proses aerasi bertujuan untuk memindahkan oksigen, baik oksigen murni maupun udara, ke dalam proses pengolahan biologis. Aerasi merupakan proses perpindahan (transfer) massa antara gas (oksigen) dan cairan (Mahida, 1984).

2. Anaerob

Menurut Haryoto (1999), proses pengolahan secara anaerobik terjadi disebabkan oleh adanya aktivitas mikroorganisme pada saat tidak ada oksigen bebas. Senyawa berbentuk anorganik atau organik pekat yang berasal dari industri umumnya sukar atau lambat sekali untuk diolah secara aerobik, maka pengolahan dilakukan secara anaerob.

3. Fitoremediasi

Metode bioremediasi lain adalah dengan memanfaatkan tanaman untuk mengabsorb polutan. Teknik ini dikenal dengan fitoremediasi.Perlakuan yang diberikan pada fitoremediasi ini yaitu pemberian tumbuhan air yang digabungkan dengan pemberian bakteri proteolitik.Tumbuhan air digunakan untuk mendaur ulang limbah, tujuannya adalah untuk menurunkan sifat limbah baik secara fisik, kimia, dan biologis serta pemanfaatannya sebagai biofilter yang dapat menurunkan pencemaran limbah organik (Rahman, 2010).

III. HIPOTESIS

Hipotesis yang dapat diambil dari praktikum ini adalah metode bioremediasi secara fitoremediasi, remediasi aerob, dan remediasi anaerob dapat menurunkan beban pencemaran limbah cair industri pengolahan.

IV. METODOLOGI PENELITIAN

a. Alat

7.

8. Pipet tetes

9. Tabung mikrotube

10. Petri dish

11. Drigalski

12. Bunsen

13. Jarum ose

14. Tabung reaksi

15. Autoclave

16. Mikroskop

17. Tabung Erlenmeyer

18. Toples

19. Botol oksigen

20. Kempot

21. Pipet ukur

22. Botol film

23. Kertas pH

24. pH meter

25. Kertas saring

26. Aerator

27. Ember plastic

28. Plastic hitam penutup

29. Selang

b.

c. Bahan

1.

2. Media skim milk agar

3. Aquadest

4. Bacto agar

5. Triptone Soya Broth (TSB)

6. NaCl 0.85%

7. Phenol Blue

8. 4N

9. 0.1N

10. Ammonium Oksalat

11.

12. Reagen oksigen

13. pekat

14. Amilum

15. 1/80N

16. Limbah cair industry pengolahan ikan

17. Tanaman air

d.

e. Tata Laksana

0. Pembuatan Medium LB (Luria Bertani) cair

(Bahan:Tryptone : 10g/L 2,5gNaCl (Sodium Chloride): 5g/L 1,25gYeast Extract: 10g/L 2,5gAquadest: 50 ml) (Stirer tanpa panas hingga homogen) (Autoklaf 15 menit pada 121C)

0. Enrichment I

(Ambil 1 ose kultur bakteri Bacillus licheniformis) (Masukkan dalam medium LB (7 ml) secara aseptis) (Inkubasi 24 jam, 35 2C dalam inkubator shaker)

0. Enrichment II

(Ambil 0,1 ml biakan bakteri dari 7 ml medium LB)

LB 10 ml

(Inkubasi 24 jam, 35 2C dalam inkubator shaker)

0. (Limbah cair disaring) (Treatment:Perlakuan kontrolPerlakuan fitoremediasi + aerasiPerlakuan kultur bakteri + aerasi (aerob)Perlakuan kultur bakteri tanpa aerasi (anerob)Perlakuan fitoremediasi + kultur bakteri + aerasi) (Limbah cair disaring)Bioremediasi

(1) (2) (4) (5) (3)

(Inkubasi air limbah selama 7 hari)

(Amati parameter DO, BOD, BOD5, TSS, pH, kekeruhan, dan bau) (Bandingkan dengan baku mutu) (Hitung beban pencemaran limbah cair per hari debit limbah cair)

Pengukuran BOD

(1 ml H2SO4 4 N2 tetes KMnO4 0,1 N; gojok (bening)1 tetes amonium oksalat 0,1N (bening)1 ml MnSO41 ml reagen oksigenH2SO4pekat(gojok)50 ml ke erlenmeyer3 tetes amilumTitrasi dengan 1/80 N Na2SO3 (bening))

Pengukuran DOPengukuran pH

(Kertas pH indikatorDicelup ke limbahDibaca dari perubahan warna pH indikator) (airdalambotoloksigen) (1 mL reagenoksigen) (1 mLMnSO4)

(timbangkertassaringawal (a mg))Pengukuran TSS

(saring 100 mL sampel air) (diamkan 10 menit) (50 mL larutansampelkeerlenmeyer) (titrasi Na2S2O3 1/80 N) (keringkan 24 jam) (DO=1000/50x V Na2S2O3x0,1 mg/L) (TSS= (b-a)x10x1000x1/1liter=Xmg/L) (timbangkertassaringakhir (b mg)) (3-4 tetes indicator amilum) ( (bening)) (1 mL H2SO4pekat, gojok)

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

a. Hasil

Bioremediasi

Awal

Kontrol

Fitoremediasi

Aerob

Anaerob

Fitoremediasi+kultur bakteri+aerob

BOD H0 (mg/ml)

10.1

10.1

10.1

10.1

10.1

10.1

BOD H5

0

0

0

0

0

0

BOD5

10100

10100

10100

10100

10100

10100

DO

5

6

8

1.6

4

20

pH

7

6

6

9

7

3

TSS

30

30

30

80

40

20

Kekeruhan

+++

++

+

++

++++

++

Bau

++

++

++

+

+++

+

Keterangan:++++ sangat keruh/ sangat bau

+++ keruh/bau

++ agak keruh/agak bau

+ bening / tidak bau

Beban Pencemaran UPI Mina Tayu

Ulangan I : 4920 ml/menit

Ulangan II: 5900 ml/menit

Rata-rata: ml/menit

b. Pembahasan

Limbah didapat dari home industry UPI Mina Tayu, limbah cair ini didapatkan langsung dari sisa hasil produk atau disebut juga influen, Perlakuan yang diberikan dalam menganalisis dan memprediksi beban pencemaran limbah cair industry perikanan pada praktikum ini adalah metode fitoremediasi, aerob, anaerob, dan Fitoremediasi+kultur bakteri+aerob.Penambahan aerator dapat memberikan penambahan oksigen yang terlarut. Sehingga parameter yang digunakan dalam penentuan pengaruh bahan bioremediasi ini adalah nilai kandungan oksigen terlarut (DO) dan nilaiBiological Oxygen Demand(BOD).

Praktikum ini dimulai dengan persiapan media isolasi berupa medium skim milk untuk mengisolasi bakteri proteolitik dan medium TSB sebagai medium pengkayaan bakteri proteolitik. Selanjutnya yaitu mengisolasi bakteri proteolitik yang berasal dari limbah cair sisa hasil pencucian udang. Isolasi bakteri dilakukan dengan mengambil 1 mL sampel limbah kemudian dibuat 3 seri pengenceran lalu diambil satu tetes dari masing-masing seri pengenceran kemudian diratakan dengan menggunakan drigalski dipermukaan media Skim Milk Agar. Setelah itu inkubasi pada suhu ruang selama 1 x 24 jam. Setelah diinkubasi, kemudian diamati koloni yang terbentuk dan diidentifikasi setelah itu isolate bakteri proteolitik diperbanyakan dengan memindahkan ke medium TSB selama 1 x 24 jam. Selanjutnya, untuk perlakuan aerob (kultur bakteri + aerasi), 15 L limbah cair dimasukan dalam ember namun disaring terlebih dahulu. Lakukan analisis awal DO, Ph limbah, BOD, TSS, dan kekeruhan, hal ini bertujuan untuk mengetahui keadaan awal limbah cair tersebut sehingga bisa dibandingkan dengan setelah diberi perlakuan. Limbah yang sudah disaring tadi diberi selang aerator dan juga dimasukkan bakteri proteolitik. Aerator digunakan untuk menambah oksigen terlarut dalam limbah untuk keberlangsungan hidup bakteri proteolitik. Bekteri proteolitik yang diberikan fungsinya untuk mereduksi beban pencemaran limbah cair industry perikanan tersebut. Kemudian inkubasi selama 7 x 24 jam, hal ini bertujuan untuk memberi waktu bakteri proteolitik untuk mereduksi limbah cair tersebut. Terakhir, analisis akhir DO, Ph limbah, BOD, TSS, dan kekeruhan.

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis, maka didapat hasil sebagai berikut, untuk hasil BOD H0, hasil yang didapat yaitu 10.1 mg/ml tidak berubah dari perlakuan control 10.1 mg/ml, hal ini menunjukkan baktei tidak mampu mendegradasi limbah cair yang dugnakan tersebut. Begitupula dengan hasil BOD H5 dan BOD5 hasil yang didapat tidak berubah dari hasil awal yang dianalisis, BODH0 merupakan nilai oksigen yang digunakan pada hari ke nol, atau dapat dikatakan oksigen yang digunakan pada limbaj sebelum diberi perlakuan, sehingga hasil yang diperoleh adalah sama.BOD5, Menurut Sahubawa (2011), BOD5 adalah kemampuan oksigen untuk menguraikan bahan biologi selama 5 hari.BOD5 pada air limbah, menandakan tingginya jumlah bahan organik, populasi organisme pengurai dan laju penguraian bahan organik yang memanfaatkan oksigen telarut, jadi semakin tinggi nilai BOD5 yang ada menujukkan kualitas limbah tersebut semakin rendah. Kemudian hasil DO menunjukkan penurunan, yang awalnya 5 setelah diberi perlakuan menjadi 1.6. Penurunan ini dapat disebabkan olehmatinya bakteri pada agen pembersih yang diberikan dan tumbuhnya organisme yang memanfaatkan oksigen dalam aktifitas kehidupannya dan bakteri hanya dapat bertahan kurang lebih selama 5 hari, sehingga proses dekomposisi yang berlangsung lebih lama (Widiyanto, 2006). Kemudian untuk analisi pH yang sudah didapat, terjadi kenaikan pH dari 6 (kontrol) menjadi 9 (aerob) perubahan keadaan menjadi lebih basa dapat disebabkan karena adaya aktifitas mikrobia yang ada dalam air limbah, sehingga menaikkan nilai pH. Begitupula nilai TSS nya meningkat dari 30 menjadi 80, hal ini menunjukkan partikel-partikel menjadi bertambah

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

a. Kesimpulan

b. Saran

Sebaiknya peralatan yang digunakan untuk praktikum diganti dengan yang masih layak dipakai sehingga lebih efisien waktu, karena kemarin pada saat praktikum terdapat alat yang sudah rusak (kempot) sehingga dapat menghambat jalannya praktikum.

DAFTAR PUSTAKA

Azwar, Azrul,dr. 2006. Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan. PT Mutiara Sumber Widya. Jakarta.

Battistoni, P., G. Fava, P. Pavan, A. Musacco, dan F. Cecchi. 1992. Phosphat Removal in Anaerobic Liquors by Struvite Crystallization without Addition of Chemicals: Preliminary Results, Water Research 31, 2925- 2929.

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Haryoto, K. 1999. Kebijakan dan Strategi Pengolahan Limbah dalam Menghadapi Tantangan Global. Di dalam : Teknologi Pengolahan Limbah dan Pemulihan Kerusakan Lingkungan. Prosiding Seminar Nasional, Jakarta 13 Juli 1999, BPPT, Jakarta.

Jenie, Betty dan Winiaty Rahayu. 1993. Penanganan Limbah Industri Pangan. Kanisius. Yogyakarta.

Kordi, K. M. G. H. 2005. Pengelolaan Kualitas Air Dalam Budidaya Perairan. Rineka Cipta. Jakarta.

Mahida, U. N. 1984. Pencemaran Air dan Pemanfaatan Limbah Industri. Rajawali. Jakarta.

Marganof. 2005. Marine Plankton, A Practical Guide, 2nd Edition. Hutchinson Educational, Ltd. London.

Moeljanto R. 1979. Pemanfaatan Limbah Perikanan. Lembaga Penelitian Teknologi Perikanan. Jakarta.

Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 6 tahun 2007. Baku Mutu Air Limbah Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pengolahan Hasil Perikanan. Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.

Rahman, R. 2010. Aquaxcape The Under Water Garden. http://rizarahman.staff.umm.ac.id/ download-as-pdf/umm_blog_article_201.pdf Diakses tanggal 12 mei 2014.

River, L; E. Aspe; M. Roeckel dan M. C. Marti. 1998. evaluation of clean technology process in the marine product processing industry. J. Chem. Technol. Biotechnol., 73, 217-226.

Sahubawa, L. 2011. Manajemen Limbah Industri Perikanan. Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Setiyono dan Satmoko. 2008. Dampak Pencemaran Lingkungan Akibat Limbah Industri Pengolahan Ikan di Muncar. Jurnal JAI Vol 4, No.1, Bandung.

Situmorang, M. 2007, Kimia Lingkungan, cetakan I, Fakultas MIPA. UNIMED. Medan. Hal: 45,115

Sumestri, S. S., dan Alaerta, G. 1984. Metoda Penelitian Air. Penerbit Usaha Nasional. Surabaya.

Tri Setyo, W, dkk.2013. Pengelolaan Lingkungan Industri Pengolahan Limbah Fillet Ikan. ProsidingSeminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013. UNDIP Press. Semarang.

Wibawa, A., Fadhly, Z., Gita, A., Hafiz, A., dan Ina, R. 2011. Pengenalan Polusi Kebauan Berdasarkan Parameter Bau Dengan Sampel Limbah di Lingkungan Sekitar. Jurnal. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Widiyanto,T. 2006.Bioremediasi Untuk Meningkatkan Produksi Tambak. Laboratorium Hidrodinamika dan Mikrobia-LIPI, Bogor.