forum kajian pertahanan dan maritim · 2018. 3. 10. · forum kajian pertahanan dan maritim vol....

16
Pemimpin Redaksi : Robert Mangindaan Wakil Pemimpin Redaksi : Ir. Budiman D. Said, MM Sekretaris Redaksi : Willy F. Sumakul S.IP Staf Redaksi : Heni Sugihartini, S. H. Int Alamat Redaksi FKPM Jl. dr. Sutomo No. 10, Lt. 3 Jakarta Pusat 10710 Telp./Fax. : 021-34835435 www.fkpmar.org E-mail : [email protected] Redaksi menerima tulisan dari luar sesuai dengan misi FKPM. Naskah yang dimuat merupakan pandangan pribadi dan tidak mencerminkan pandangan resmi institusi. Tidak dijual untuk umum FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM Vol. 11, No. 1, Januari 2017 MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM INTELIJEN 1 : ---“TABOO” DAN BEBERAPA PENDEKATAN TERKINIKAN? Oleh : Budiman Djoko Said Pendahuluan Bergabungnya organisasi terrorisme dan kriminal lain, global dan transnasional ditambah rapuhnya (fragility) rantai pasokan serta penyakit bisa menjebak negara 3 dalam isu keamanan yang serius. Sekarang; pemimpin, elit, negarawan dan militer mencari jawab agar tantangan tersebut bisa dipahami dan diatasi. Bocornya rahasia dan kegagalan negara mengatasi terrorisme dan radikalisme, membuat intelijen bukan lagi “taboo”. Intelijen bukan lagi dominasi militer yang kapabel melakukan kontrol produk intelijen. Performa intelijen dipertanyakan dan menjadi subyek (skandal) manuevra ancaman serta subyek penelitian akademik dan riset. Di- ikuti meningkatnya debat publik terbuka tentang intelijen dikaitkan tata-kelola pemerintahan yang berjalan 4 . Sulit menolak hadirnya isu keamanan yang mengglobal, regional, lokal dan aspek ekonomi, kesehatan, sosial, dll, dan memberikan dampak sama halnya dampak perang konvensional antara unit militer-ke-militer 5 . Aktor pengancam, operator dan mekanisme kerja ancaman sulit di-kontrol oleh pemerintah- --penting ada kejelasan unit lawan kejahatan 1 Loch K. Johnson, The Oxford Handbook of National Security Intelligence, (Oxford University Press,2010), halaman 70, …. by “Intelligence” is meant generally the institutions, people, and process that are involved with the four classic functions of intelligence: collection, analysis, covert action, and counterintelligence. 2 Michael Herman, Intelligence power in peace and war, (The Royal Institute of International Affairs, Cambridge University Press, 1999), hal xii. 3 Definisi keamanan negara jarang sekali disebut dalam literatur asing, hampir semuanya menggunakan definisi (kata) keamanan nasional (lebih besar dari keamanan negara dan keamanan negara cenderung lebih ke homeland security/internal affairs ~ kamdagri. Kamnas lebih outward looking mengawal tercapainya obyektif kepentingan nasional dan promosi keluar). 4 Abram N Shulsky, Gary J. Schmitt, Silent Warfare; Understanding the World of Intelligence, (Potomac Book, Third edition, 2002), --- Intelligence is now no longer a forbidden subject… 2 T ulisan pertama membahas singkat tentang evolusi intelijen dan isu kegagalannya. Isu ELINT tidak dibahas. Keterbukaan seperti “taboo” mengingat selama ini sepak terjang intelijen sepertinya tertutup---benar ada aksi mereka yang tertutup yang disebut covert actions . Beberapa puluh tahun lalu, Kent tokoh intelijen AS mengeluhkan minimnya literatur intelijen yang bisa digunakan untuk memperbaiki profesionalisme komuniti intelijen (KI). Sekarang literatur cukup banyak dan terutama teknik mendeteksi kejahatan melalui titik kejadian, orang, data, intensi, dll, sudah bisa digabung-gabungkan menjadi suatu gambaran yang utuh---koleksi titik-titik ( collection the dots ). Koleksi titik akan menjadi basis untuk mencoba memasukan data atau informasi kedalamnya melalui proses yang disebut koneksi titik-titik ( connecting the dots )---memberikan gambaran yang utuh, meski tidak mudah. Di-ulas tim penilaian intelijen AS Les Aspin dengan rekomendasi yang bisa saja dijadikan “bench- marks ” diikuti ilmu pendukung seperti teknik kuantitatif dan multidisiplinair. Perkembangan isu dan politik internasional merupakan salah satu faktor penting yang daat mempengaruhi pencapaian kepentingan dan stabilitas keamanan nasional Indonesia. Dalam beberapa bulan terakhir, setelah hasil putusan Permanent Court of Arbitration antara China versus Filipina, kita kembali dihadapkan pada kemungkinan persegeran lebih besar lagi di kawasan, yakni terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat. Barangkali memang tidak ada dampak yang akan secara langsung Indonesia rasakan, namun kebijakan luar negeri dan pertahanan Amerika Serikat dan utamanya sikap dan bagaimana China menyikapi Amerika Serikat tentu akan mempengaruhi stabilitas kawasan dan bagaimana kawasan utamanya Asia Tenggara dan Pasifik akan terbentuk diesok hari. Menghadapi Trump yang oleh banyak pihak kerap dilabeli ‘ unpredictable ’ dan ‘ transactionalist ’, serta kemudian menghadapi China yang semakin aktif membangun dan melakukan aktifitas di Laut China Selatan serta inducement- inducement pembangunan ekonomi dan investasi-nya tentu bukanlah suatu hal yang mudah. Tidak hanya bagi Indonesia secara khusus tetapi juga bagi negara-negara di Asia Tenggara yang hari ini tengah gencar dan ‘rindu’ pembangunan. Selain itu, kemungkinan kebijakan-kebijakan Trump, terutama terhadap kawasan lain diluar Asia Pasifik tentu berpotensi menyebabkan ‘tumpahan’ atau spill over terhadap Indonesia. Dengan demikian, penting bagi Indonesia untuk mengantisipasi dan memperkuat sikapnya.

Upload: others

Post on 08-Dec-2020

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM · 2018. 3. 10. · FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM Vol. 11, No. 1, Januari 2017 MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM INTELIJEN1:

Pemimpin Redaksi : Robert MangindaanWakil Pemimpin Redaksi : Ir. Budiman D. Said, MM

Sekretaris Redaksi : Willy F. Sumakul S.IPStaf Redaksi : Heni Sugihartini, S. H. Int

Alamat Redaksi FKPM

Jl. dr. Sutomo No. 10, Lt. 3 Jakarta Pusat 10710Telp./Fax. : 021-34835435

www.fkpmar.orgE-mail : [email protected]

Redaksi menerima tulisan dari luar sesuai dengan misi FKPM. Naskah yang dimuat merupakan pandangan pri badi dan tidak mencerminkan pandangan resmi institusi.

Tidak dijual untuk umum

FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM

Vol. 11, No. 1, Januari 2017

MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM

INTELIJEN1: ---“TABOO” DAN BEBERAPA PENDEKATAN

TERKINIKAN?

Oleh : Budiman Djoko Said

Pendahuluan

Bergabungnya organisasi terrorisme dan kriminal lain, global dan transnasional ditambah rapuhnya (fragility) rantai pasokan serta penyakit bisa menjebak negara3 dalam isu keamanan yang serius. Sekarang; pemimpin, elit, negarawan dan militer mencari jawab agar tantangan tersebut bisa dipahami dan diatasi. Bocornya rahasia dan kegagalan negara mengatasi terrorisme dan radikalisme, membuat intelijen bukan lagi “taboo”. Intelijen bukan lagi dominasi militer yang kapabel melakukan kontrol produk intelijen. Performa intelijen dipertanyakan dan menjadi subyek (skandal) manuevra ancaman serta subyek penelitian akademik dan riset. Di-ikuti meningkatnya debat publik terbuka tentang intelijen dikaitkan tata-kelola pemerintahan yang berjalan4. Sulit menolak hadirnya isu keamanan yang mengglobal, regional, lokal dan aspek ekonomi, kesehatan, sosial, dll, dan memberikan dampak sama halnya dampak perang konvensional antara unit militer-ke-militer5.

Aktor pengancam, operator dan mekanisme kerja ancaman sulit di-kontrol oleh pemerintah---penting ada kejelasan unit lawan kejahatan

1 Loch K. Johnson, The Oxford Handbook of National Security Intelligence, (Oxford University Press,2010), halaman 70, …. by “Intelligence” is meant generally the institutions, people, and process that are involved with the four classic functions of intelligence: collection, analysis, covert action, and counterintelligence.

2 Michael Herman, Intelligence power in peace and war, (The Royal Institute of International Affairs, Cambridge University Press, 1999), hal xii.

3 Definisi keamanan negara jarang sekali disebut dalam literatur asing, hampir semuanya menggunakan definisi (kata) keamanan nasional (lebih besar dari keamanan negara dan keamanan negara cenderung lebih ke homeland security/internal affairs ~ kamdagri. Kamnas lebih outward looking mengawal tercapainya obyektif kepentingan nasional dan promosi keluar).

4 Abram N Shulsky, Gary J. Schmitt, Silent Warfare; Understanding the World of Intelligence, (Potomac Book, Third edition, 2002),

---Intelligence is now no longer a forbidden subject…2

Tulisan pertama membahas singkat tentang evolusi intelijen dan isu kegagalannya. Isu ELINT tidak dibahas. Keterbukaan

seperti “taboo” mengingat selama ini sepak terjang intelijen sepertinya tertutup---benar ada aksi mereka yang tertutup yang disebut covert actions. Beberapa puluh tahun lalu, Kent tokoh intelijen AS mengeluhkan minimnya literatur intelijen yang bisa digunakan untuk memperbaiki profesionalisme komuniti intelijen (KI). Sekarang literatur cukup banyak dan terutama teknik mendeteksi kejahatan melalui titik kejadian, orang, data, intensi, dll, sudah bisa digabung-gabungkan menjadi suatu gambaran yang utuh---koleksi titik-titik (collection the dots). Koleksi titik akan menjadi basis untuk mencoba memasukan data atau informasi kedalamnya melalui proses yang disebut koneksi titik-titik (connecting the dots)---memberikan gambaran yang utuh, meski tidak mudah. Di-ulas tim penilaian intelijen AS Les Aspin dengan rekomendasi yang bisa saja dijadikan “bench-marks” diikuti ilmu pendukung seperti teknik kuantitatif dan multidisiplinair.

Perkembangan isu dan politik internasional merupakan salah satu faktor penting yang daat mempengaruhi pencapaian kepentingan dan stabilitas keamanan nasional Indonesia. Dalam beberapa bulan terakhir, setelah hasil putusan Permanent Court of Arbitration antara China versus Filipina, kita kembali dihadapkan pada kemungkinan persegeran lebih besar lagi di kawasan, yakni terpilihnya Donald Trump sebagai presiden Amerika Serikat. Barangkali memang tidak ada dampak yang akan secara langsung Indonesia rasakan, namun kebijakan luar negeri dan pertahanan Amerika Serikat dan utamanya sikap dan bagaimana China menyikapi Amerika Serikat tentu akan mempengaruhi stabilitas kawasan dan bagaimana kawasan utamanya Asia Tenggara dan Pasifik akan terbentuk diesok hari. Menghadapi Trump yang oleh banyak pihak kerap dilabeli ‘unpredictable’ dan ‘transactionalist’, serta kemudian menghadapi China yang semakin aktif membangun dan melakukan aktifitas di Laut China Selatan serta inducement-inducement pembangunan ekonomi dan investasi-nya tentu bukanlah suatu hal yang mudah. Tidak hanya bagi Indonesia secara khusus tetapi juga bagi negara-negara di Asia Tenggara yang hari ini tengah gencar dan ‘rindu’ pembangunan. Selain itu, kemungkinan kebijakan-kebijakan Trump, terutama terhadap kawasan lain diluar Asia Pasifik tentu berpotensi menyebabkan ‘tumpahan’ atau spill over terhadap Indonesia. Dengan demikian, penting bagi Indonesia untuk mengantisipasi dan memperkuat sikapnya.

Page 2: FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM · 2018. 3. 10. · FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM Vol. 11, No. 1, Januari 2017 MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM INTELIJEN1:

StrategiHan Maritim (maritime po Wer~ Angk Laut) di masa krisis, konflik dan perang.

Prasyarat: Necessary condition

Proses

Kontroller:Mengko Maritim Terbentuknya

NegaramaritimPolicy

StrategyOperasional

Strategi Nasional ‘tuk Kam MaritimDi-masa damai (jantungnya CoastGuard)

Intelijen: ---“Taboo” dan Beberapa Pendekatan Terkinikan?

Vol. 11, No. 1, Januari 2016 2

(counter-threats) yang dikontrol pemerintah. Negara atau pemerintah6 harus melawan dan belajar dari situasi yang kompleks serta tidak pasti---membangun strategi intelijen nasional. Pengetahuan intelijen menjadi kritis untuk membangun profesionalisme dan memahami perilaku ancaman. Ihwal keluhan Sherman Kent, ilmuwan dan pionir intelijen AS; 50 tahun lalu tentang minimnya literatur intelijen professional7, melemahkan respons ancaman dan pengetahuan modern bagi operator intelijen. RI sebagai pemilik domain maritim yang begitu luas menuntut konsekuensi hadirnya profesionalisme unit intelijen maritim8. Guna mendukung strategi pertahanan maritim dan strategi nasional ‘tuk keamanan maritim (maritime’s homeland security) agar mempersempit akses keluar/masuk domain maritim RI dan memitigasi isu keamanan dan keselamatan maritim. Bagi Strategi pertahanan maritim sebagai rujukan kekuatan maritim (Angk Laut) versus aktor negara di-domain maritim dan strategi nasional ‘tuk keamanan maritim menjadi rujukan Bakamla9 versus keamanan dan keselamatan maritim, periksa gambar dibawah ini.

Hint: duo kekuatan yang hadir di-domain maritim bisa saling membantu, misal: Coast Guard menjadi kekuatan maritim cadangan diwaktu perang dan sebaliknya Angkatan Laut bisa membantu Coast Guard dimasa damai apabila diperlukan.

Duo strategi diatas menjadi pengawal utama proses berjalannya “policy”, “strategi” dan “operasional” (necessary condition) yang di-amanahkan kantor Menko maritim menuju “terwujudnya” negara maritim RI.

Pengetahuan dan Pembelajaran Serangan Mendadak (Surprise)

--- Knowledge, if it does not determine action, is dead to us10.

Risiko secara umum dapat diformulasikan sebagai berikut:

---- Risk = (threat + vulnerability) – capability11.

Besar-nya ancaman, kelemahan penduduk, dan lemahnya kapabilitas pemerintah memperbesar risiko. Risiko bisa dikontrol pemerintah melihat formulasi di-atas dan sukses yang dramatik adalah pendadakan. Kegagalan intelijen di-artikan gagal menatap tantangan analitik, organisasi, dan pemberian informasi awal---gagalnya kepemimpinan kebijakan publik12. Di-era tradisional variabel risiko jarang di-diskusikan atau bisa jadi risiko termasuk “taboo” yang tidak boleh diketahui umum. Sukses/gagalnya suatu kegiatan mudah ditunjukkan dengan rasio biaya yang telah dikeluarkan dengan output/outcome atau effektifitas yang dihasilkan. Mengontrol risiko adalah kesadaran (awareness) melalui analisis berbasis pengetahuan dan ketrampilan modern.

Analisis adalah suatu fondasi seluruh proses produksi intelijen menghadapi ancaman. Membuat penilaian (assessment) intelijen strategik adalah kegiatan penting dan memerlukan pengetahuan. Pengetahuan guna menjawab ”apa” respon terbaik atau saran peringatan/antisipasi yang di-keluarkan pengambil kebijakan. Pengetahuan diharapkan bisa mengatasi “cerdik”-nya operator pengancam dalam situasi komplek bahkan kaos. Biaya pengetahuan ini merupakan biaya relevan (relevan costs) dan ini sangat mahal. AS membayar “biaya” intelijen berlipat kali biaya pertahanan dan Inggris membayar jauh lebih banyak dibandingkan ongkos diplomasi. Biaya menjadi jauh lebih mahal, mulai dari computer super canggih dengan proses ber-kecepatan super tinggi dan penginderaan satelit serta model monitoring elektronik miniatur. Begitu pentingnya intelijen sehingga pantas menjadi salah satu elemen instrumen kekuatan nasional (MIDLIFE)13. Semenjak

halaman xi. 5 Thomas Quiqqin, Seeing the Invisible; National Security Inteligence in an Uncertain Age, (World Scientific Pub & Rajaratnam Strategic Studies,

Singgapore, 2007), foreword.6 … strategi harus memiliki obyektif (bukan maksud dan tujuan) atau end-state (status akhirnya seperti apa?), tepatnya … without these ends

in vew, action is superficial and likely to lead to “strategic failure”. Thus national strategy formulation also can be defined as a pragmatic, action-oriented, and goal-driven process of transforming current national status (AS IS) to the desired status (TO BE) based on mental cosntructs (e.g; vision, values, and motivation) of individuals with governing and policy-making responsibilities. This has to take place within the constrain of relevant material, social, cultural, constitutional, and legal frameworks.

7 Roger Z George & James B Bruce, Analyzing Intelligence; Origins, Obstacle, and Innovations, (Georgetown University Presss, 2008), halaman 1.8 Dua (2) prasyarat tegaknya negara maritim yakni hadirnya strategi pertahanan maritim (dengan jantungnya Angkatan Laut dan bisnis lebih ke

krisis, konflik atau perang) dan strategi nasional ’tuk keamanan maritim dalam domain maritim (maritime homeland security dengan bisnisnya lebih ke isu keamanan domestik di-domain maritim/wilayah sendiri) dengan jantungnya adalah proyeksi dan deploy kekuatan pengawal pantai (Coast -Guard).

Page 3: FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM · 2018. 3. 10. · FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM Vol. 11, No. 1, Januari 2017 MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM INTELIJEN1:

Intelijen: ---“Taboo” dan Beberapa Pendekatan Terkinikan?

Vol. 11, No. 1, Januari 20163

tugas intelijen untuk memperoleh informasi sedini mungkin, maka kegagalan terbesar adalah ketidak mampuan membaca “lawan” melakukan pendadakan dan ketidakmampuan pemerintah melindungi warga sendiri. Intelijen bukanlah tipikal sain yang memiliki methoda berfikir yang andal---wajar kalau intelijen berpeluang gagal dari waktu ke-waktu14.

Penyebabnya adalah methoda berfikir, perangkat analisis, pengetahuan yang terbatas, pengelabuhan diri, bias dan kepemimpinan yang “jalan ditempat”. Padahal dewasa ini praktisi, mahasiswa dan pelajar intelijen mudah terjebak oleh trauma gagal intelijen yakni pendadakan yang dilakukan pengancam. Pendadakan menjadi materi yang sering diperdebatkan, dikembangkan15, dan berbeda dengan “kabut” peperangan Clausewitz (the fog of war)---“kabut” sebelum peperangan. Terjebaknya kegiatan intelijen pada isu taktik/operasi selama perang dunia ke-II, misal: mencari jawab di-mana kekuatan musuh berada, profil kekuatan yang ada… dan apa intensinya? “Gagal” membaca pendadakan dikarenakan hadirnya rasa percaya diri yang berlebihan bagi AS, sama halnya perang Yom Kippur bagi Israel.

Jepang sebagai negara industri yang tidak siap, mencoba melawan raksasa kekuatan ekonomi dan industri mesin perang AS yang berkualitas. Peperangan Korea tahun 1950 dan Yom mendemonstrasikan pendadakan dan kelangkaan kesiapan yang sesungguhnya, kedua-nya bisa disebabkan oleh kekeliruan asumsi politik16. Jend McArthur bersikeras bahwa Korut tidak menyerang balas dan China tidak intervensi---nyatanya berbeda dengan asumsi MacArthur. Peperangan Yom dan Pearl adalah produk pemikiran “terlalu percaya diri”17. Laqueur berpendapat bahwa ada ketidakjelasan intensi serangan mendadak meski kapabel melakukan pendadakan (misal) oleh Jepang maupun koalisi Arab18. Pendadakan dan upaya keras untuk membalikkan capaian lawan menuntut biaya yang sangat mahal. Karena itu disarankan untuk tidak mengesampingkan pembelajaran tentang pendadakan. Dengan kekuatan kecil, bisa saja melontarkan serangan mendadak, sebagai upaya sia-sia atau satu-satunya alternatif yang bisa dilakukan kekuatan yang lebih lemah atau kalkulasi risiko yang keliru oleh aktor pendadakan.

Sebagian besar operator pendadakan sukses ditahap awal, dan di-tahap berikut-nya berbalik bahkan bernasib buruk---pendadakan bukan isyarat yang menentukan (decisive).

Serangan Hitler ke Russia, invasi Jepang ke Pearl, Korut dan China ke Korea selatan, dan perang Yom---bukti lebih sering serangan mendadak dibandingkan tidaknya dan merupakan senjata aktor yang lebih lemah atau satu-satunya yang menjanjikan untuk di-nikmati sesaat19. Pendadakan militer seringkali muncul tak terelakkan, sebaliknya pendadakan politik sangat jarang terjadi. Pendadakan militer bisa saja tidak meyakinkan, karena itu informasi serangan militer ini harus di kaji ulang dalam kontek politik saat informasi ini muncul. Di-dalam kasus Pearl dan invasi Korut sebenarnya ada celah solusi tentang keinginan damai dipihak lain. Sepertinya tidak cukup pengetahuan untuk merasionalisasikan tindakan balasan aktor yang diserang mendadak.

Padahal Jepang dan Korut memahami kekuatan dan dukungan industri AS20. Pengalaman seperti ini, merupakan pengetahuan bagi politisi-politisi untuk membaca isyarat negara lain. Perubahan radikal jarang terjadi dalam kontek politik, namun jangan terjebak oleh pernyataan ini---karena bisa saja muncul di tengah-tengah prediksi tidak terjadi perubahan radikal21. Pengetahuan intelijen tradisional sepertinya hanya mengejar informasi militer dan politik sebagai ujud keinginan tahunya kekuatan militer dan “apa” intensi pemimpin lawan. Termasuk agregasi intelijen ekonomi, sain serta teknologi selama ini dipercaya berperan penting mendukung proses munculnya produk intelijen22. Sama halnya intelijen Inggris yang memahami kualitas lini produksi industri penerbangan Jerman yang digadang sebagai prioritas utama. Jerman membangun intelijen militer berbasis ilmu pengetahuan dan dibantu korporasi dan perguruan tinggi. Hitler lebih menyukai intelijen ekonomi dibanding sain dan teknologi intelijen. Inggris memanfaatkan sain & teknologi untuk mengatasi Jerman23 dan mencari solusi yang effisien bagi sumber daya-nya. AS nampaknya melupakan sain & teknologi yang potensial membantu menyelesaikan masalah, terutama effisiensi alokasi sumber daya. Di-akhir PD-II, AS telah membentuk OSS (office of strategic

9 Bakamla atau Bakammar?10 Ibid, hal 45... yang mengutip kata-kata Robert Jervis; Perception and Misperception in International Politics, Princeton Univ Press, 1976, hal

32.11 Paul Shemella (ed), Fighting Back, (Stanford University Press, 2011), ------Risk Assesment; by James Petroni, hal 119.12 Thomas Copeland, Fool Me Twice; Intelligence Failure and Mass Casualty Terrorism, (Nijhoff Pub, 2007), halaman 1…arti kegagalan

kepemimpinan kebijakan publik lebih kepada proses penganggaran dan kekeliruan penilaian ancaman serta penilaian lingkungan serta kedalaman dan pendalaman pengetahuan KI (komuniti intelijen).

13 Michael Herman; Intelligence Power In Peace and War, (RIIA, Cambridge University Press, 1999), hal 2, ... dan sebutan MIDLIFE berasal dari military, informational, diplomacy, legal, intelligence, finance, dan economics (pen).

14 Walter Laqueur, The Uses and Limits of Intelligence, (Transaction Pub, 1995), hal 25515 Ibid, hal 255.16 Ibid, hal 256.17 Ibid, hal 257.

Page 4: FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM · 2018. 3. 10. · FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM Vol. 11, No. 1, Januari 2017 MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM INTELIJEN1:

Intelijen: ---“Taboo” dan Beberapa Pendekatan Terkinikan?

Vol. 11, No. 1, Januari 2017 4

services)---cikal bakal CIA dengan mengadop MI6 organisasi intelijen Inggris. Alhasil Intelijen perlu analisis dan teknik yang kapabel untuk memperoleh produk intelijen dibidang itu. Sedangkan Intelijen Ekonomi bukanlah problema, banyak produk sumber terbuka (OSINT)24.

Perkembangan Organisasi Intelijen

---Intelligence writing begins with conclusions, then explores their implications 25

Komuniti intelijen belajar dari literatur intelijen yang berkembang cepat semenjak tahun 197526 dan di-pacu skandal dan kegagalan intelijen a.l: Kontra-Iran tahun 1987, kasus spesifik FBI tahun 1994, tahun 2001, “shok” serangan teroris tahun 2001, dan salah informasi kepemilikan senjata pemusnah massal Iran tahun 2002. Gelombang skandal dan tragik meningkatkan jumlah literatur diikuti dengan tulisan, buku, dan kertas karya. Kebanyakan menawarkan mulai produk biasa ke-produk yang lebih ilmiah dan mengerucut menuju bangkitnya intelijen dari kegelapan27. Evolusi besar-besaran terjadi di-Perancis, Inggris, Canada, Jerman, Israel, Italia, Austria, Yunani, Skandinavia dan Australia. Bagi AS definisi intelijen nasional (lengkapnya intelijen keamanan nasional) adalah “pengetahuan dan peramalan tentang dunia disekitar kita ini”---untuk mendahului keputusan dan atau aksi Presidensial. Definisi ini lebih berbau “kesadaran situasional” (situational awareness) yang harus di-pahami negarawan, pembuat kebijakan, diplomat dan militer. Pengertian informasi bagi intelijen relevan dengan formulasi pemerintah dan implementasi-nya mengait “maunya” kepentingan nasional dan menangani “maunya” “lawan” potensial ataupun aktual (aktor “teman” bisa saja menjadi “lawan” dalam kontek sedang bernegosiasi)28. Isu ini bisa saja menyebar dalam urusan (affairs) politik dalam negeri dan isu perkembangan sosial kritikal, sama halnya dengan isu ekonomi dan demographik. Sentra intelijen nasional adalah menyelamatkan bangsa dan negara (negara plus sistem nilainya ~ nasional) dengan memperoleh informasi maksimal tentang si” pengancam” yang menyelinap dan menerkam negara ini. Ekspektasi kerja unit intelijen nasional mengait pada kepentingan [i] perlindungan (national defense) ataupun [ii] kesejahteraan (economic well-being)

bangsa dan negara. Kedua-duanya (i & ii) sebaiknya didesignasikan sebagai elemen kepentingan nasional yang ter-dokumentasikan dan berstatus prioritas. Koleksi dan penilaian (assessment) isu global, regional ataupun lokal sebaiknya di-tempatkan sebagai variabel masukan dalam blok sistem pengambilan keputusan keamanan nasional (national security dec-making process) dan masukan ini dirasakan yang paling effektif29? Injek atau input tersebut kedalam proses pengambilan keputusan keamanan nasional adalah produk agresif yakni hasil aksi tertutup (covert action)30. Aksi tertutup adalah sentuhan tersembunyi dan tersamar31 dengan jumlah, posisi serta waktunya sebagai contoh periksa tabel dibawah ini.

Referensi: Kristen N. Wood, Maj USAF, Covert Action: A System Approach, (Thesis US NPS, Master of Science in Defense Analysis, Dec 2014), halaman 14. Fokus tabel adalah saat damai---saat yang dipahami bebas dari aksi kekuatan militer.

Aksi ini32 ini menciptakan sistem senjata rahasia untuk propaganda, politik, ekonomi dan operasi paramiliter. Peran-nya sebagai lawan intelijen (counter intelligence) membuat ajensi intelijen nasional terpanggil menjadi “perisai” versus serbuan “clandestine” dinas rahasia lawan, terrorisme, dan subversi (+radikalisme) dalam negeri (isu homeland security). Tidak heran kalau Cyber semakin ekspansif di gunakan untuk tujuan diatas bahkan keperluan lain dan mudah menyerang setiap negara (isu Kroasia, dll)---sebaiknya divisi peperangan cyber/anti-cyber berada dibawah kontrol unit intelijen nasional. Damai adalah momentum yang tepat dan cara terbaik untuk mempelajari dan memahami konsep “lawan”---melalui cyber. Cyber kapabel mencuri basis data

18 Ibid, 19 Ibid, hal 259.20 Ibid, hal 259. 21 Ibid, hal 267.22 Perlu dicatat bahwa produk intelijen tidak perlu harus menjadi bahan “matang” , kadang - kadang bahan mentahnya bisa dipercaya sudah

mengandung substansi penting intelijen.23 Tim analisis operasi atau tim operasi riset yang sangat membantu Ingggris dan Sekutu memecahkan masalah keselamatan konvoi, peperangan

anti kapal selam, anti udara, dll. 24 OSINT = open source intelligence.25 James S Major, Writing Classified and Unclassified Papers in the Intelligence Community, (Scarecrow Press,2007), halaman 38.

Propaganda

1776-1941Pre-World War Two

1946-1989Cold War

1990-PresPost-Cold War

InternationalCommunity

Lincoln: UnionSupport in Europe

Radio Free EuropeDr Zhivago Publication

Cuba USSR: Origins ofAIDS Virus

Iraq DissidentGroups

Russia:Operation Trust

China: EconomicEspionage

Russia: DDoSCyber Attacks

Germany: LeninOct Revolution

UK: Yemen CivilWar

Israel: IranianNuclear Scientists

Abu NidalOrganization

Stuxnet(cybotage)

Libya

Syria

SaddamHussein

(Attempted)

Italian ElectionsGuiana Elections

Chile Trucker StrikeSaudi Oil Production

Chile - TRACK 2Indonesia - PERMESTA

Angola - FEATURETibet - CIRCUS

Fidel Castro (Attempted)Patrice Lumumba

(Alleged)

Nicaragua Harbor MinesSiberian Gas Pipeline

Grant: Annexationof Dominican Rep

Lincoln: Anti-SouthSupport in Europe

Washington: EnglishNaval Yard Attack

Jefferson: Removalof Tripoli pasha

T. RooseveltCreation of state of

PanamaAguinaldo:Philippines

Politicalaction

EconomicAction

Sabotage

Gov’t Coup

ParamilitaryOperations

Assassination

1941-1945: ACTIVE ARMED CONFLICT

Page 5: FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM · 2018. 3. 10. · FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM Vol. 11, No. 1, Januari 2017 MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM INTELIJEN1:

Intelijen: ---“Taboo” dan Beberapa Pendekatan Terkinikan?

Vol. 11, No. 1, Januari 20175

dengan masuk kedalam komputer dengan berbagai cara dan mencuri informasi tentang kapabilitas “lawan”. Intelijen merupakan himpunan misi dengan berkiblat pada strategi keamanan nasional (baca KamNas) dan (injek) “policy” intelijen nasional maka misi pertama serta utama intelijen adalah koleksi data33. Misi kedua adalah analisis dan diseminasi. Proses ini memiliki derajad kesalahan yang bisa diterima34. Misi ketiga adalah lawan intelijen (counter intelligence)---pertanggungan jawab unit dinas rahasia untuk mengganggu “lawan” dan dinas rahasia intelijen luar negeri atau dialamatkan pada organisasi terorisme dengan cara effektif. Misi ke-empat, adalah aksi tertutup (covert action)35. Empat (4) misi intelijen ini menjadi muatan dan menjadi rekomendasi kuat komisi penilaian intelijen AS tahun 1995 yang dipimpin Les Aspin. Di-simpulkan bahwa intelijen adalah bentuk klaster manusia dan organisasi yang menjalankan misi koleksi—analysis--lawan intelijen--aksi tertutup. Loch K Johson dalam Journal Studies Intelligence, berjudul Assesing an Earlier Panel on Intelligence: The Aspin – Brown Intelligence Inquiry: Behind the Closed Doors of a Blue Ribbon Commision36, membahas komisi intelijen yang dipimpin Aspin dan Harold Brown. Komisi membuahkan rekomendasi sebagai pendalaman studi atau kajian lebih lanjut melalui pertanyaan pokok berbasis pandangan Les Aspin, a.l 37:

---1. What are the intelligence needs of the United States in the post–Cold War world?

---2. What are the intelligence capabilities required to collect, analyze, and disseminate such information?

---3. To what extent do the existing capabilities compare with those needed to satisfy future requirements for intelligence?

---4. To the extent that existing capabilities fall short, what changes—organizational, managerial, programmatic, or budgetary—should be made?

Ke-empat (4) pertanyaan ini menjadi obyektif yang dicari solusinya. Meski sebaiknya fokus intelijen lebih pada ancaman dari luar, prakteknya muncul kontradiksi dan dilemma dalam kehidupan berdemokrasi---konsen kepada lingkungan internal dan warganya sendiri. Perilaku intelijen38 ini lebih dipengaruhi “maunya” kekuasaan regim dan terjadi di-negara berkembang bahkan negara majupun mengalami hal yang sama39.

Loch.K Johson menyebut bahwa intelijen AS ditahun 1970-an mematai-matai penduduk yang memprotes perang Vietnam (CIA dan FBI) dan NSA melacak dan memata-matai tilgram yang dikirimkan dari/keluar negeri40---dibentuk komisi tahun 1975 di-Senat dan Parlemen untuk mengawasi41 resim kerja intelijen. Banyak Intelijen di-negara berkembang dengan tugas lebih sebagai unit intelijen domestik. Unit intelijen menjadi ineffisiensi bila hanya mengamati personil sendiri (domestic intelligence)42. Sebab obyek (personil sendiri) memiliki peluang sangat kecil untuk menciptakan “serangan mendadak”. Mengapa tidak memanfaatkan unit intelijen untuk “outlward looking”. Pernyataan menarik Michele Flournoy dan Shawn Brimley usai penilaian43 perang lawan terrorisme44 yang mengatakan “ineffective-nya” strategi lawan terrorisme (counter terrorism) menggiring militer didayagunakan termasuk perangkat aksi tertutup (covert actions) oleh instrumen kekuatan nasional lainnya meskipun menuai sukses dengan aksi lawan terrorisme ini”45. Beragamnya organisasi intelijen meskipun dibawah control satu (1) badan intelijen nasional, tidak menjamin “sharing information” berjalan mulus. Program ini merupakan satu ekses kerjasama atau kooperasi. “Sharing information” adalah kerjasama yang mudah di-tawarkan tapi sesungguhnya adalah program yang “gagal” khususnya antar militer. Aldrich dan Svendson menunjukkan kuatnya “sharing information” antar negara Anglo-American (AS, Inggris, Canada, Australia, Selandia Baru)46. Berbeda dengan negara diluar ini, semisal AS dengan Jerman. Situasi ini47 menjadi isu kegagalan kepemimpinan komuniti intelijen. Contoh “sharing information-intelligence” pasukan bela diri Jepang dengan Belanda dalam operasi ekspeditionari di-Iraq tahun 2003-2005 menunjukkan kegagalan yang signifikan48. Dua (2) negara berbeda mandat yakni Belanda dengan operasi stabilisasi & rekonstruksi sedang Jepang dengan operasi kemanusiaan & rekonstruksi. Relatif mirip, nyatanya menimbulkan masalah di-lapangan. Dalam konteks ini49 komisi intelijen AS Aspin-Brown memberikan rekomendasi ke-2 dan ke-3 kepada pemerintah yakni “gunakan methoda kolaborasi ilmiah” dan “method komunikasi ilmiah”. Di-yakini, tingkat kolaborasi (bukan koordinasi) dan komunikasi adalah kunci sukses

26 Loch K Johnson, The Oxford Handbook of National Security Intelligence, (Oxford University Press,2010), halaman 2.27 Ibid, halaman 4.28 Abram N Shulsky & Gary J. Schmitt, Silent Warfare; Understanding the World of Intelligence, (Potomac Book, Third edition, 2002), halaman 1.

… penjelasan ini benar-benar tegas (tidak ada “sahabat” “mitra” atau “teman” mutlak). Kata kata tidak ada lawan potensial/aktual ~ konsep “zero enemies” --- sulit ditemui dilapangan.

29 Robert Rover, et-all, Routledge Companion to Intelligence Studies, (Rutledge,2014), halaman 2. … dan motto ini “menciptakan keputusan yang menguntungkan “ (creating decision advantage), dituliskan (dinding-dinding tembok gedung) besar-besar sebagai motto DNI (director of national intelligence-AS).

30 Craig Eisendrath, National Insecurity; US Intelligence After the Cold War, (Temple University Press, 2000), halaman 76. Isu covert actions atau dikenal sebagai “blowback” problem. Halaman 76, membahas kasus blowback satu demi satu.

31 Robert Rover, et-all, Routledge Companion to Intelligence Studies, (Rutledge,2014), halaman 2. … dan motto ini “menciptakan keputusan yang menguntungkan “(creating decision advantage), dituliskan (dinding-dinding tembok gedung) besar-besar sebagai motto DNI (director of

Page 6: FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM · 2018. 3. 10. · FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM Vol. 11, No. 1, Januari 2017 MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM INTELIJEN1:

Referensi: Nemfakos, cs; Workforce Planning in the Intelligence Community; A Restrospective. Perhatikan; sama halnya dengan semua perencanaan jangka panjang selalu mengacu dan diawali dari petunjuk, direktif dan strategi yang lebih superior (strategi keamanan nasional). Strategi keamanan nasional (pojok kiri atas) selalu di-nyatakan sebagai concerted national effort (upaya yang teroskestra).

Model (Pendekatan) Terkinikan yang Sering Digunakan

Berkembangnya intelijen setiap negara sangat dipengaruhi lingkungan strategik, tipikal resim penguasa, organisatoris, dan hubungan sosial52. Performa unit intelijen ini sangat dipengaruhi oleh

Vol. 11, No. 1, Januari 2017 6

Intelijen: ---“Taboo” dan Beberapa Pendekatan Terkinikan?

menghadapi kompleksitas dunia yang berubah cepat. Kolaborasi berhasil mengajak semua unit, periksa ilustrasi hirakhi resim kerja-sama seperti dibawah ini.

Referensi: … selama ini kerjasama hanya ditingkat “koordinasi” yang dilakukan (atau bisa dilakukan?) sebatas hanya memperoleh capaian (orientasi ke “output”), (periksa gambar) --- hanya mencapai capability dan objective di level bawah, tidak lebih tidak kurang dan belum mencapai “desired outcome” yang hanya bisa dicapai dilevel kolaborasi50.

AS membangun model51 pengawakan komuniti intelijen (workforce) seperti gambar berikut. Di-bawah office of director of national intelligence (ODNI) ada guidance berupa strategi intelijen nasional yang memudahkan terciptanya kerangka kerja yang prioritas---absen-nya strategi ini sulit memunculkan prioritas fungsi serta misi komuniti intelijen.

national intelligence-AS). halaman 3.32 Penulis lebih suka menggunakan kata nasional (intelijen nasional) dibandingkan negara, (negara ~ lebih bersifat phisik ~ unit/badan/organisasi

… negara) dan nilai serta arti nasional jauh lebih berharga untuk dipertaruhkan (lebih ke outward looking) versus apapun juga dan kata ini sepertinya hampir digunakan bagi seluruh negara (intelligence national bukan intelijen negara).

33 Policy akan mencerminkan jawaban “what” apa sebenarnya yang diinginkan pemerintah tentang produk intelijen nasional yang akan datang. Sedangkan bagaimana caranya “what” pemerintah tercapai didukung dengan stratgei yang disusun sebagai agregasi policy yang terbangun. Policy menjadi superior dan strategy menjadi subordinasinya.

34 Loch K. Johnson, The Oxford Handbook of National Security Intelligence, (Oxford University Press, 2010), halaman 6.35 Ibid, halaman 6.36 Loch K Johnson, Assesing an Earlier Panel on Intelligence: The Aspin – Brown Intelligence Inquiry: Behind the Closed Doors of a Blue Ribbon

Commision, (Studies in Intelligence, vol 48, no.3), Halaman 3.37 Norman Balikie, Analyzing Quantitative Data; From Description to Explanation, (SAGE Pub, 2003), halaman 12, 13…pen, bentuk pertanyaan

selalu menjadi ciri-ciri, mesin penggerak awal tulisan riset, bagus tidaknya (kualitas) kajian atau riset sangat tergantung kepada bentuk pertanyaan yang dimengawalinya (untuk mengksplor, memahami, mendalami, intervensi, dll ~ pertanyaan bagi masing-masing keinginan tersebut akan berbeda).

38 Robert Dover, et-all, (3 persons), Routledge Companion To Intelligence Status, (Routledge, London, 2014), halaman 35.39 Bahkan begitu kuat tarik menarik pendayagunaan unit intelijen terutama militer dan hasilnya “hanya” digunakan (in-cost effective bukan?)

untuk mengawasi dengan ketat personil sendiri yang mungkin saja lebih banyak porsi pelanggaran ethika, moral atau perilaku (serahkan saja pada unit sumberdaya manusia/personil yang akan merawatnya?) jauh lebih besar di-bandingkan porsi membuat ancaman terhadap keamanan nasional (ineffisiensi bukan?). Akibatnya porsi mengamati kapabilitas dan effektifitas (MOE measures of effectiveness) alut sista musuh atau calon musuh menjadi terkurangi yang mestinya harus jauh lebih besar diberikan perhatiannya.

40 NSA = National Security Agency, adalah ajensi kriptographi, bentukan Pres Truman.41 Loch K. Johnson, The Oxford Handbook of National Security Intelligence, (Oxford University Press, 2010), halaman 12.42 Brian A. Jackson, (eds), et-all, The Challenge of Domestic Intelligence in a Free Society; A Multidiplinary Look at the Creation of a US Domestic

Counterterrorism Intelligence Agency, (RAND,2009), halaman 3,4, … domestic intelligence…As effort by government organizations to gather, asses, and act on information about individuals or organizations in the US persons elsewhere that are not related to the investigation of a known past criminal act or specific planned criminal activity.

43 WOT, war on terrorism.

Goal = Desired outcome

Broadly defined

Narrowly defined

Output = Something produced by the organization

Objective = Something striven for to achive desired outputs

Capability = The abilities necessary to achieve objectives

NationalSecurity Strategy

Goals

The White House

NationalSecurityStrategy

and otherguidance

Agencywith IC element

Visionfor the organization

Office of theDirector of

National Intelligence

Planning

Objectives

Functions

National IntelligencePriorities Framework

CapabilitiesProgram guidance/

tasks

Community - wide coordination and planning

Adjust

Feed

backCapabilities changes

Agency tasks

Page 7: FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM · 2018. 3. 10. · FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM Vol. 11, No. 1, Januari 2017 MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM INTELIJEN1:

Vol. 11, No. 1, Januari 20177

Intelijen: ---“Taboo” dan Beberapa Pendekatan Terkinikan?

faktor-faktor berikut; a.l: unit analisis intelijen, definisi posisi & peran analisis, dan disiplin intelijen. Sesi ini lebih banyak membahas tentang performa unit analisis intelijen. Unit analisis intelijen negara berkembang/sedang berkembang cenderung bekerja dengan cara tradisional dan lebih banyak mengawasi warga sendiri yang berperilaku radikal, anarkhis, insurjensi, pendeknya yang mengganggu pemerintah. Kata analisis intelijen sendiri membawa konsekuensi pada suatu proses yang cukup luas dan dalam serta melibatkan pengumpulan data (begitu banyak), analisis, interpretasi, dan pertimbangan (spekulatif) tentang perkembangan situasi mendatang, pola, ancaman, risiko dan peluang53.

Dua (2) fokus pemerintah guna menatap ancaman adalah pertahanan atau penangkalan sebagai konsekuensi pilihan54, kata Crenshaw. Bagi penegak hukum, fokus ditafsirkan menjadi cegah dan tangkal55. Aksi pencegahan ini berbasis estimasi intensi dan “kapabilitas” lawan dan konsep ini masih relevan. Termasuk salah satu pengancam domestik adalah organisasi kriminal pembenci pemerintah (organized hate crime) dan terorisme. Proses memahami dan mengeksplor gerakan yang mungkin membahayakan di-lingkungan sendiri memerlukan teknik analitik terkinikan, diantara-nya “koneksi antar titik” (connecting the dots). Komuniti intelijen bisa saja menerima signal setiap hari, begitu beragam, besar jumlahnya dari berbagai sumber---asimetrik, tidak sistematik, dan berupa “titik-titik” (dots) informasi56. Sedikit petunjuk saja cukup berpeluang menghubungkan aliran data yang begitu besar dengan kegiatan terorisme atau kegiatan perlawanan lain. Tinggi-nya ketidak pastian arti signal itu ditambah hadirnya sedikit indikator serta kesulitan menghimpun data yang begitu besar dalam satu ikatan yang berperilaku sama---komuniti intelijen bisa mengalami kelelahan dan kehilangan indikator atau signal yang justru kritik atau penting. Butuh inovasi pendekatan baru (dan personil unit intelijen analisi yang banyak) membuat analisis intelijen. Di-masa lalu, komuniti intelijen mencari operator yang membahayakan

keamanan nasional dengan cara menuai data yang besar dari semua penjuru sumber data. Komputer dan analis kemudian menyaring data ke setiap bungkahan informasi dengan perilaku yang berbeda dari setiap kelompok yang dicurigai. Pendekatan ini cukup berhasil waktu itu, mengingat jumlah dan tipikal pengancam terbatas, tidak terlalu “cerdik” bermanuevra dan biasanya selalu menyerang dengan pola yang sama. Bagaimana sekarang ini? Versus operator pengancam yang cukup besar baik jumlah, diversifikasinya dan dengan sejumlah besar titik-titik kejadian. Model dibawah (ASAP) ini barangkali bisa menantang tipikal ancaman ini. Ideanya mengawasi signal yang “tidak biasanya” muncul (out of ordinary) dan menyimpang dari status quo. Blok paling kiri (information pool) menjadi perhatian utama dan pintu masuk para agen untuk mencermati masuknya signal yang lain dari biasanya.

Referensi: ibid, halaman 2 model ASAP (Atypical Signal Analysis and Processing). Analisis ASAP adalah iterative dan prosesnya multidireksional. ASAP lebih cocok untuk menghadapi pengancam asimetrik.

Atau ada acara lain? Analisis koleksi signal mulai yang paling lemah sampai kuat bisa diplot dalam suatu graphik respons. Signal bisa saja berbentuk tulisan atau lisan serta memerlukan analis intelijen khusus yang sanggup menghubungkan kaitan antar kata-kata57, periksa gambar dibawah ini.

44 Loch K Johnson, The Oxford Handbook of National Security Intelligence, (Oxford University Press, 2010), halaman 12.45 Michael D. Bayer, Research Fellow, The Blue Planet; Informal International Police Networks and National Intelligence, (National Defense

Intelligence College, Feb 2010), halaman 4, … tertulis RAND dengan singkat & tegas menyatakan … after 11 Sept 2001, the US strategy against al-Qaeda centered on the use of military force. Indeed, US Policymakers and key national security documents referred to operations against al-Qaeda as the War on Terrorism. Other instruments were also used, such as cutting off terrorist financing, providing foreign assistance, engaging in diplomacy, and sharing information with foreign goverments. But military force was the primary instruments. … hanya dengan kata-kata War, militer langsung dilibatkan.

46 Irina Goldenberg, et-all (3 peoples), Information Sharing in Military Operations, (Springer, 2017), halaman 4,5.47 National Research Council of the National Academies, Inteligence Analysis for Tomorrow; Advances from the Behavioral and Social Sciences;

(The National Academies Press, Washington, DC,www.nap.edu, 2011), halaman 16. Kolaborasi adalah suatu bentuk kerjasama yang bisa dijamin bahwa “orientasi goal” akan didukung bersama unit yang bekerjasama, berbeda dengan kooperasi, atau (lebih-lebih) koordinasi yang sangat lemah sekali ikatannya, pen.

48 Irina Goldenberg, et-all (3 peoples), Information Sharing in Military Operations, (Springer, 2017), halaman 147 sd 150. 49 Scott F Breor, LCDR USN; “Mantaining Course and Speed…”, Command and Control for Maritime Homeland Security and Homeland Defense,

(Thesis US NPS, Master of Arts in Security Stucies, June 2004), halaman 5. Perhatikan judul thesis dibuat sederhana, menarik, dan terkesan lebih santai. Gambar sepertinya diambilkan dari National Strategy for Homeland Security/(sama dengan)National Strategy for Maritime Security (lama ? , pen) di-halaman 3, 4.

50 Ibid, halaman 5. Perhatikan judul thesis dibuat sederhana, menarik, dan terkesan lebih santai. Gambar sepertinya diambilkan dari National

IncomingInformation

Existing datafrom the

intelligencecommunity

Follow-upInvestigations

Filter results and determine subsequent steps

Collectdata in

informationpool

Find atypicalobservations(the “dots”)

Link theobservationsand related information

Generatehypothesesabout the

information

Test thehypotheses

Flag the most

significantresults

Have analystsreview the results

and providefeedback

Sets of linked observations,test results, and analysts’

feedback are all more datapoints for ASAP to examine

“Worrisome”homelandsecurity

observations

Page 8: FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM · 2018. 3. 10. · FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM Vol. 11, No. 1, Januari 2017 MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM INTELIJEN1:

Vol. 11, No. 1, Januari 2017 8

Intelijen: ---“Taboo” dan Beberapa Pendekatan Terkinikan?

Referensi: Ibid, halaman 30. Ruang antara S’ dan E’ dengan S dan E merupakan ruang fleksibel untuk mengadakan persiapan menghadapi letusan kejadian sesungguhnya (Event). Graphik dibaca dari kiri ke-kanan ssuai fungsi waktu.

Antara S’ dan E’ menuju S dan E merupakan waktu kritikal guna persiapan (lead-time for action) menghadapi puncak kejadian S dan E. Signal paling kuat (S) dan saat kejadian E muncul digambarkan tepat di-batas garis “nol”... di-luar garis ini respon dinyatakan terlambat. Membaca signal yang paling lemah sampai yang paling kuat memerlukan tabel koneksi (connection table). Secara phisik tabel dipetakan dalam komputer yang kapabel memetakan satu kata dengan kata lain tanpa harus menghubungkan-nya baik semantik atau tidak.Dua (2) kata yang terhubung via garis penghubung empirik, misal: kata ASTAR Singapore dan Ethanol bagi analis ada hubungannya58. Teknik ini mungkin cocok dengan data signal yang tidak begitu besar. Sekarang kita hidup di-samodra informasi “titik”---persepsi titik sebagai kejadian, fakta, hubungan, dan/atau interpretasi lain yang berpeluang untuk saling dihubung-hubungkan atau saling bertentangan. Harapannya bisa membantu menjelaskan sesuatu yang tadinya masih samar-samar menjadi lebih terang benderang, dengan cara menyatukan semua gambaran setiap titik yang tersebar. Kunci sangat penting di-awal proses adalah mencoba menghubung-hubungkan semua fakta yang tersebar dalam suatu

ikatan yang lebih kuat untuk membantu analis intelijen mendeteksi pola yang signifikan atau hubungan yang lebih faktual59. Pekerjaan yang teramat sulit untuk menghubungkan dan memilih serta memilah titik-titik yang cocok dari sekian koleksi titik dan mencoba merenung serta interaksi terus menerus sampai menemukan suatu rasionalisasi hubungan. Dalam banyak hal, diharapkan terjadi hasil yang mengerucut---titik-titik akan memberikan temuan guna mengawali suatu pendalaman, pemahaman, dan petunjuk yang lebih menunjukkan kejelasan dibandingkan hanya mengandalkan satu titik kejadian (collecting the dots). Temuan mengerucut ini semakin menggembirakan dengan hadirnya sejumlah informasi pendukung pola ini atau pendukung titik-titik yang ditemui, semakin menampilkan indikator, tipikal atau kepantasan konfigurasi “untuk didalami”. Karena mata dan pikiran (kognitif) berperan besar untuk menyatakan perspektif dan kontek sesuai alur gambaran yang tercipta, diharapkan bisa ditarik kesimpulan yang lebih logik60. Bentuk dan gambaran kompehensif ini bisa terjalin dengan kedekatan [i] kombinatorial (combinatorial proximity)---dua (2) fakta menjadi cukup berarti bila di-hubungkan satu sama lain. [ii] kedekatan jejaring (network proximity)---dua (2) fakta yang berasal dari dua (2) orang yang cenderung memelihara informasi. [iii] kedekatan spasial (spacial proximity) bila dua (2) fakta terjadi di-lokasi sama---patut diduga ada kesengajaan bertemu dan sudah saling mengenal61. Model koneksi titik, butuh koleksi titik, artinya titik-titik tersebut bisa terhubung (koleksi titik mendahului koneksi titik) apabila tersedia himpunan koleksi titik yang akan dihubungkan---bank data yang sangat besar, utamanya menghimpun titik titik-nya (collecting the dots). Beberapa contoh berikut62. [i] dalam kasus 9-11, tahun 2001, agen khusus FBI memperhatikan siswa Sekolah Penerbangan Phoenix (Az), asal Arab adalah pendukung sentimen anti-America dan agen lain di-Minneapolis (Mn) heran mengapa siswa Zacarias Moussaoui lebih tertarik mengemudikan dibandingkan lepas landas dan mendarat. Seandainya kedua-nya bertemu akan semakin mengerucut

Strategy for Homeland Security/ (sama dengan)National Strategy for Maritime Security (lama ? , pen) di-halaman 2. 51 Charles Nemfakos; et-all, 11 persons, Worksforce Workforce Planning in the Intelligence Community; A Restrospective, (RAND, 2013), halaman

34. 52 Robert Dover, et-all, (3 persons), Routledge Companion to Intelligence Status, (Routledge, London, 2014), halaman 35. 53 Don McDowell, Strategic Intelligence; A Handbook for Practitioners, Managers, and Users, (Scarecrow Press, 2007), halaman 5.54 Michael R. Ronczkowski, Terrorism and Organized Hate Crime: Intelligence Gathering, Analysis, and Investigations, (CRC Press, 2012), Halaman

11 … in meeting a threat, government has two basic alternatives: defense and deterrence. Meskipun fokus buku ini adalah terrorisme, rasanya bisa diperlakukan secara umum, pen. Suatu pernyataan yang dibuat Marthen Crenshaw, tahun 1988 dan tambahnya, hal ini masih relevan bagi penegak hukum dan pemerintah sampai sekarang.

55 Ibid, halaman 11, … However, for law enforcement agencies the alternatives are often construed as prevention and deterrence.56 John Holywood, et-all (4 persons), Connecting the Dots” in Intelligence: Detecting Terrorist Threats in the Out-of-the-Ordinary, (RAND,

Research Brief, 2005), halaman 1.57 Humbert Lesca & Nicolas Lesca, Weak Signals for Strategic Intelligence; Anticipation for Managers, (Wiley & Sons, 2011), halaman 30, ...

bahkan bagi analis signal, maka kata ASTAR Singapore dengan kata Ethanol ada kaitannya (halaman 206).58 Ibid, halaman 206, bahkan bagi analis signal, maka kata ASTAR Singapore dengan kata Ethanol ada kaitannya.59 Martin C. Libicki, Shari Lawrence Pfleeger, Collecting the Dots: Problem Formulation and Solution Elements, (RAND, January, 2004), halaman

2.60 Ibid, halaman 3.

Magnitude of the signal

Anticipation margin

Lead time for action

Before: there is some maneuvering timeto act, but the signal is weak.

After: the signal is strong,but it is too late!

“Too late to act”

S - Strong (but late) signalE - Event has occurred

S’ - Weak (but anticipative)signalE’ - Anticipated event

0 Time

Page 9: FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM · 2018. 3. 10. · FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM Vol. 11, No. 1, Januari 2017 MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM INTELIJEN1:

Vol. 11, No. 1, Januari 20179

Intelijen: ---“Taboo” dan Beberapa Pendekatan Terkinikan?

kecurigaan hadirnya rencana perbuatan jahat. Respon kewaspadaan segera dilaksanakan63---bencana bisa dicegah. Secara hirarkhis laporan ini berjenjang keatas, dan tidak kesamping (teman atau partner setingkat)---kompartemenisasi data (terpisah) dan hadirnya ancaman tidak dinilai serius. Pembelajaran; sebaiknya informasi ini dikirim kesamping juga---siapa tahu ada manfaatnya64? [ii] Kasus identifikasi penyakit. Banyak penyakit muncul tanpa didukung dengan gejala unik---bisa nampak mirip tetapi tidak identik (misal: flu). Dokter yang mengamati penyakit baru ini merasakan sesuatu diluar biasanya, tetapi ragu mengambil tindakan khusus. Seandainya para dokter di-mana mana mencatatnya; pasti menemukan gejala yang ganjil---disarankan sebagai penyakit baru atau perkembangan baru penyakit lama. Hantavirus, West Nile atau HIV sekalipun tidak akan dikenali kecuali dua (2) kasus muncul sekaligus didepan seorang dokter. Pembelajaran: proses temuan sistematika perlu dilakukan. Contoh berikut; [iii] Pemboman kedutaan China di Beograd65, selama kampanye Kosovo, Maret 1999. Merujuk posisi peta unit logistik Yugoslav di-Beograd dan informasi kunjungan atase pertahanan NATO ke-Kedutaan besar China yang baru, maka perancang pemboman dan atase bisa bertemu, pemboman bisa dihindari. Pembelajaran: asumsi bisa meyesatkan, terpenting mencari tahu informasi sebenarnya yang dibutuhkan. Secara umum pembelajaran dilihat secara kolektif sebagai kejadian utuh. Analis mencermati dengan teliti bagaimana antisipasi, diagnose, dan pencegahan mendatang. Berikut rincian-nya a.l: mempertimbangkan batas antara koleksi titik dan koneksi titik, mencari hubungan satu sama lain, fakta penting yang memungkinan munculnya gambaran utuh tentang koleksi titik-titik dan mencari solusi. Pengalaman selama ini dirasakan membutuhkan ilmu multidisiplinair dengan domain ilmu sebagai berikut: Sosiologi, khususnya analisis jejaring dinamik---mencermati komunikasi antar orang, mengukur serta menimbang bobotnya. Psikologi (kognitif) melatih orang menilai informasi dan kejadiannya, menyimpan informasi dalam memori, dan bisa menghubung-hubungkan potongan informasi. Ilmu informasi (khusus-nya manjemen pengetahuan)---mencermati bagaimana pengetahuan dijabarkan, diorganisir, dan didistribusikan. Statistik, mencermati dan mengenal anomali dan situasi yang

tidak lazim. Ilmu computer serta rekayasa perangkat lunak---mencermati desain teknologi informasi yang terbaik guna berkomunikasi. Ilmu kripto yang didukung matematika yang kuat. Tetapi melatih dan membangun tim yang kokoh dan terlatih jauh lebih penting. Komentar Treverton tentang tantangan multidisiplinair sebagai berikut; … Intelligence analysis is a cross-cutting discipline - multiple types of information66.

Kesimpulan

Rekomendasi tim Les-Aspin adalah “benchmark” mempertajam fungsi dan penugasan intelijen. Di-sarankan penggunaan teknik modern, kuantitatif dan digabung dengan jejaring kondisi sosial misal: analisis jejaring social dan multidisiplinair lainnya. Besar kecilnya organisasi intelijen nasional tergantung ambisi negara (orientasi maritim beda dengan continental?) dan obyektif kepentingan nasional. NKRI adalah negara poros maritim (sekurang-kurangnya) atau lebih “elegant” adalah negara Maritim, sepantasnya memiliki posisi intelijen Maritim (atau cukup PAM saja?). Pelatihan/pendidikan tidak serta merta menjamin tingkat profesionalisme unit intelijen---komit ‘tuk berkarir panjang67 (belajar, membaca, berlatih, dan diskusi) lebih penting. Personil terbaik ini mestinya tidak ditugasi sebagai pengamat penyimpangan perilaku, moral, dll, yang dilakukan anggota sendiri. Serahkan saja pada fungsi perawatan personil. Dibawah dikutip kriteria analis Intelijen (sebagian kecil) dalam berbagai periode waktu68---sebagai “benchmark” sekaligus tantangan.

1970s and 1980s

1990s and 2000s

Future

Analysts mostly passive recipients of Information

Limited searching of availabe data

Much more ag-gressive search-ing and reaching for data, both classified and unclassified

Many analysts are deep specialists

Many, perhaps most, analysts are generalists

Mix of generalists and deep special-ists, both techni-cal and political

Sekian, semoga bermanfaat.

61 Ibid, halaman 3.62 Ibid, halaman 6. 63 Ibid, halaman 7.64 Ibid, halaman 7.65 Ibid, halaman 10.66 Gregory F Treverton & C Bryan Gabbard, Assesing the Tradecraft of Intelligence Analysis, (RAND, National Security Research Division, 2008),

halaman 34.67 Committee on Behavioral and Social Science Research to Improve Intelligence Analysis for National Security, Intelligence Analysis for Tomorrow;

Advances from the Behavioral and Social Sciences, (National Research Council, National Academic Press, 2011), halaman 52.68 Gregory F. Treverton & C Bryan Gabbard, Assesing the Tradecraft of Intelligence Analysis, (RAND, National Security Research Division, 2008),

halaman 34.

Page 10: FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM · 2018. 3. 10. · FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM Vol. 11, No. 1, Januari 2017 MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM INTELIJEN1:

Vol. 11, No. 1, Januari 2016 10

Memahami Perkembangan Global Kebijakan Luar Negeri Dan Pertahanan Trump...

Pendahuluan

Memasuki tahun 2017, sepertinya hampir semua negara di dunia merasa was-was dengan kemungkinan apa yang akan terjadi di dunia tahun-tahun mendatang. Salah satunya adalah terpilihnya Doland Trump sebagai Presiden Amerika Serikat yang pada 20 januari 2017 lalu telah di sumpah di Gedung Putih. Diakui atau tidak, Amerika Serikat masih merupakan pemain besar dalam politik, keamanan dan ekonomi internasional, dan hal-hal yang terjadi di negeri Paman Sam tersebut tentu menarik perhatian banyak pihak, termasuk Indonesia. Diakui atau tidak juga, hal-hal yang terjadi di Amerika, tentang kemungkinan kebijakan luar negeri dan pertahanan dan keamanan seperti apa yang akan di terapkan atau dipromosikan Paman Sam dalam empat tahun kedepan akan berdampak pada politik dan keamanan global. Terutama pada bagaimana dampaknya terhadap kawasan dan lingkungan strategis Indonesia.Terdapat banyak perkembangan isu yang terjadi sejak akhir tahun 2016 lalu hingga hari ini. Namun dalam hal ini penulis utamanya akan berfokus pada kebijakan Amerika Serikat di bawah Trump, China dan kaitannya dengan kepentingan Indonesia.

Trump, Kebijakan Luar Negeri dan Pertahanan Amerika Serikat

Dalam minggu pertama pemeritahannya, Trump langsung menandatangani empat executive order yang dua diantaranya berkenaan dengan keluarnya AS dari TPP (Trans Pacific Partnership) dan pelarangan masuk dari tujuh negara muslim serta penghentian sementara program imigrasi Amerika Serikat. Seolah ingin mengukuhkan komitmen masa kampanyenya, Trump menandatangani executif order tersebut bahkan sebelum pejabat-pejabat terkait dalam birokrasi kebijakan tersebut dipilih dan disumpah. Kedua hal tersebut langsung mendapatkan respon yang menggemparkan dari sana sini, utamanya dari negara-negara penandatangan TPP dan aliansi AS dan kekhawatiran nyata dari komunitas internasional terhadap ketidakpastian kebijakan Amerika Serikat di bawah Trump yang sepertinya mulai nampak.

Secara general, ide awal Trump pada dasarnya anti-Obama. Dia banyak mengkritik kebijakan-kebijakan Obama di sana sini, termasuk mengenai keterlibatan AS dalam TPP hubungan dengan China yang dipandang Amerika Serikat terlalu lemah, imigran, NATO dan seterusnya. Oleh karena itu barangkali kenapa banyak

dari kita melihat akan ada perubahan besar dari cara atau pendekatan kebijakan luar negeri maupun kebijakan pertahanan Amerika Serikat dibawah Trump. Dr. Vali Nasr bahkan menyatakan bahwa Trump dapat dipastikan tidak akan melihat Asia sebagaimana Obama menempatkan pentingnya atau nilai strategis Asia dalam kebijakan luar negeri AS.

Isu kedekatan antara Trump dengan Rusia (Putin) juga merupakan salah satu isu yang banyak menjadi perhatian dari pemerintah Amerika Serikat empat tahun mendatang. Menurut Dr. Vali Nasr, Trump akan cenderung lebih memandang Rusia sebagai ‘kawan’. Ia juga menyebutkan bahwa “it is now, for the first time in the US history, in which US Foreign Policy or US in general would try tro align itself with Rusia”. Artinya bahwa barang kali saat ini, untuk pertama kalinya dalam sejarah, kita akan melihat bagaimana kebijakan luar negeri Amerika Serikat akan mencoba untuk mendekatkan dirinya dengan Rusia.

Selain isu kedekatan Trump dengan Rusia, sejumlah pihak juga kerap menyebutkan dan mengklaim bahwa Amerika Serikat dibawah Trump akan lebih inward-looking atau mawas kedalam atau pragmatis. Bahwa Amerika Serikat akan meninggalkan perannya sebagai ‘world police’ dan lebih isolasionis serta akan berdampak pada semakin meluasnya trend populis di negara-negara. Selain itu, Trump tidak percaya pada diplomasi, aliansi dan justru memandang semua hal tersebut tidaklah berbeda dengan hubungan transaksional (pendekatan bisnis – harus mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya dengan modal sekecil mungkin). Trump tidak percaya ‘US responsibility untuk menjaga dan me-manage stabilitas internasional (US moral roles) dan tidak menaruh nilai terhadap nilai strategis dari aliansi ataupun perdagagan bebas.

Slogan ‘American First” Trump dapat diartikan “that we (US) do not see or have global interest. There is no US interest in Europe, in Asia etc”. Jadi kita dapat melihat bahwa slogan tersebut juga cenderung ‘dangkal’, dalam arti tidak ada penilaian strategis Trump terhadap kawasan. Ada juga kecenderungan intensi Trump yang mengangan-angankan konteks ‘white-christian-jews American’ First dan anti-globalisasi. Hal ini salah satunya, menurut Dr. Nasr, nampak dari kuatnya komitmen Trump dengan ‘Muslim’ Ban policy-nya.

Selanjutnya, definisi Pertahanan Trump juga tidak sama dengan yang selama ini AS selalu bicarakan dan promosikan keluar, yakni “a balance between military and political security interest etc.”Definisi Pertahanan bagi Trump lebih condong pada ‘physcal security of

MEMAHAMI PERKEMBANGAN GLOBAL KEBIJAKAN LUAR NEGERI DAN PERTAHANAN TRUMP PREDICTABLE, UNDPREDICTABLE?:

CHINA DI KAWASAN DAN KEPENTINGAN INDONESIAOleh: Heni Sugihartini

Page 11: FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM · 2018. 3. 10. · FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM Vol. 11, No. 1, Januari 2017 MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM INTELIJEN1:

Vol. 11, No. 1, Januari 201711

Memahami Perkembangan Global Kebijakan Luar Negeri Dan Pertahanan Trump...

American’. Dengan demikian dia tidak akan terlalu peduli untuk melihat apakah disana ada isu keamanan di Ukraina ataupun di Laut China Selatan. Namun keterlibatan AS tetap mungkin terjadi, khususnya di Laut China Selatan, jika halnya ada hal yang menarik perhatian Trump (poking US interest) atau China atau negara lain melakukan aksi yang menarik perhatian Trump ke kawasan.

Begitupula dalam agenda prioritas kebijakan luar negeri AS dibawah Trump yang kemungkinan akan lebih berfokus utamanya “to secure American from fundamental threat”, baik itu existential threat, Foreign Policy Threat etc.Selain itu Trump juga percaya bahwa perdagangan bebas adalah ancaman bagi bangsa Amerika. Trump juga cenderung bertentangan dengan Uni Eropa. Ia memandang perdagangan bebas di Eropa membayangi kedaulatan dimana utamanya pertahanan itu berasal. Sehingga, Trump menilai, negara-negara Uni Eropa terlalu bergantung terhadap Amerika Serikat untuk hal pertahanan. Hal ini salah satunya dapat dilihat dari Trump yang kerap kali mengkritik NATO dan meminta negara-negara Eropa untuk mengambil porsi (anggaran pertahanan) yang lebih mulai saat ini.

Ancaman terhadap Amerika Serikat lainnya menurut Trump adalah China. Ia mengklaim bahwa China telah melakukan manipulasi currency dan bahwa praktik perdagangan China adalah ancaman langsung bagi bangsa Amerika. Disisi lain, Trump melihat Rusia sebagai rekan penting untuk meningkatkan ‘bargaining position’-nya terhadap China. Pada minggu-minggu pertama pemerintahannya, Trump sempat membuat ‘panas’ China dengan mengangkat telepon dari pemimpin Taiwan dan mengatakan bahwa dia tidak merasa terikat dengan ‘One China Policy’. Hal tersebut mendatangkan repson negatif dari China, walaupun pada 17 februari 2017 Trump akhirnya melakukan kontak telepon pertama dengan presiden Xi Jinping dan menyatakan bahwa ia menghormati ‘One China Policy’. Dr. Vali Nasr menyimpulkan bahwa ancaman dari kebijakan Amerika Serikat-nya Trump adalah ‘his incompetence and dysfunctional policy rather than the threat of the implemented policy itself’ atau ketidakcakapan dan sikap yang keluar dari norma atau kebiasaan yang berlaku (tidak beroperasi dengan benar) adalah ancaman utama dari AS Trump yang harus diantisipasi oleh semua negara.

Jika boleh menambahkan, sikap Trump yang cenderung transaksional dan tidak tertarik pada isu-isu global seperti kemanusiaan, HAM dan lingkungan artinya biaya untuk melakukan hubungan dengan Amerika Serikat akan lebih mahal. Dalam arti bahwa Amerika yang tidak merasa berbagai kepentingan global (global interest) seperti kemanusiaan, lingkungan etc, mengindikasikan kuat kepentingan Amerika yang akan selalu diutamakan dalam setiap hubungan internasionalnya. Dengan demikian, bentuk hubungan atau kerjasama apapun dapat dipastikan bahwa

Amerika Serikat (Trump) akan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya dengan biaya yang seminim mungkin. Hal ini juga akan diperparah dengan kemungkinan kecenderungan hubungan yang bersifat bilateral karena Trump tidak mempercayai pola hubungan multilateral, sebutlah kritik dia terhadap NATO, EU dan PBB dimana dia tidak memiliki kepentingan global (share global interest) melainkan Amerika tadi

Barangkali dalam beberapa poin pemaparan tersebut ada benarnya.Namun apakah benar bahwa ketidakcakapan Trump untuk menjadi Presiden AS adalah hal yang paling harus diantisipasi oleh negara-negara? Bahwa kebijakan Trump tidak dapat diprediksi?

Trump - China: The Great Power Politics

Walaupun banyak yang menilai bahwa Trump tidak kapabel dan unpredictable, namun menurut Edward Luttwak ada banyak logika dan realisme dibalik strategi kebijakan luar negeri Trump sebetulnya. Ketakutan global terhadap kebijakan luar negeri Trump yang baru lahir tidak akan berlangsung lama. Berkaitan dengan China dan ‘ekspansionisme’ perairan yang dilakukannya, menurut Luttwak, kebijakan Trump yang lain akan lebih berdampak dibandingkan kebijakannya di atau terhadap China itu sendiri. Sebagai contoh, jika kebijakan Amerika Serikat di Timur Tengah (khususnya US disegangement from Afganistan and Irak) dan kebijakan terhadap Rusia dapat benar-benar direalisasikan, akan berdampak pula terhadap posisi China di kawasan Asia.

Dalam masa kampanyenya, Trump kerap mengkritik kebijakan Amerika Serikat selama ini yang banyak mengirimkan pasukan ke perang-perang di Timur Tengah tetapi tidak berhasil. Oleh karena itu, Trump mengatakan bahwa ia akan menghentikan pengiriman dan menarik semua pasukan Amerika Serikat dari Afganistan dan Irak karena dinilai tidak menguntungkan. Selain itu, berkenaan dengan isu kedekatan Trump dengan Putin, jika halnya Trump benar-benar dapat mencapai kesepakatan dengan Putin terkait Ukraina -terlepas dari urusan NATO- maka sumber daya militer Amerika Serika dapat dilepaskan dan di fokuskan untuk menahan (containment) China. Itu artinya, Amerika akan memfasilitasi respon yang lebih kuat terhadap ‘ekspansionisme’ China di Laut China Selatan.

Hal ini jelas berbeda dengan yang sebelumnya dilakukan oleh Obama, dimana Gedung Putih kerap kali menolak usulan US Pacomm untuk melakukan patroli ‘freedom of navigation’ di atau melalui Laut China Selatan, dengan berharap pendekatan diplomatik dan verbal saja dapat menghentikan ambisi China. Akan tetapi Trump sepertinya, dan sudah terbukti secara perlahan, tidak berbagi pandangan yang sama dengan Obama. Besar kemungkinan dia tidak akan menghentikan US Pacomm untuk melakukan tugasnya untuk ‘memastikan jalur laut terbuka’ -bahasa halus untuk menolak klaim teritori China di Laut China Selatan. Jikapun Amerika

Page 12: FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM · 2018. 3. 10. · FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM Vol. 11, No. 1, Januari 2017 MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM INTELIJEN1:

Vol. 11, No. 1, Januari 2017 12

Memahami Perkembangan Global Kebijakan Luar Negeri Dan Pertahanan Trump...

Serikat menarik kembali pasukannya dari Laut China Selatan- menyerahkan penyelesaian isu ke negara-negara pengklaim. Besar kemungkinan ia akan berusaha mempertahankan dependensi psikologis negara-negara kawasan terhadap kehadiran atau ‘jaminan’ keamanan Amerika Serikat.

Amerika Serikat yang lebih tegas terhadap China di Laut China Selatan disatu sisi barangkali menguntungkan bagi negara-negara kawasan -utamanya negara pengklaim-, termasuk bagi Indonesia. Intensi China di Laut China Selatan begitu besar, tidak dapat di bendung dan ditawar-tawar. China mempunyai banyak kepentingan terhadap aktifitasnya di pulau dan karang-karang tersebut. Mulai dari klaim historis yang keukeuh mereka pertahankan (the nine dash line); di dorong oleh kepentingan politik, baik domestik maupun global serta kepentingan militer (Maritime Silk Road dan String of Pearls), serta berbagai kepentingan ekonomi, makro maupun mikro (One Belt on Road).

Intensi China yang begitu kuat dan nampaknya juga begitu komprehensif tentu tidak akan dapat dengan mudah China lepaskan hanya oleh inducement-inducement verbal dan diplomatik. Berkaca dengan apa yang terjadi selama beberapa tahun terakhir, pendekatan-pendekatan demikian hanya mampu memperlambat atau paling kuat menahan sementara aktifitas dan pembangunan China di Laut China Selatan. Selepas itu, China akan terus menyajikan kejutan-kejutan yang telah dapat diprediski berkenaan pembangunan dan aktifitasnya tersebut.

Dalam perkembangan terakhir kita ketahui China disinyalir kuat telah hampir merampungkan fasilitas yang mampu menampung surface-to-air missile di pulau Woody, pulau Paracel. Berkenaan dengan ini, menurut Bonnie Glasser, direktor China Power Project CSIS, penggambaran satelit menunjukkan tempat new surface-to-air missile disebarkan digedung-gedung dengan atap yang dapat ditarik masuk. Artinya Beijing dapat menyembunyikan pelontar dan bahwa mereka terlindungi dari tembakan senjata-senjata kecil. Hal tersebut akan memberikan mereka kapabilitas untuk mempertahankan pulau itu sendiri, termasuk berbagai fasilitas yang ada didalamnya.

Disisi lain, sepuluh negara ASEAN nampak kesulitan untuk menyatukan suara terhadap aksi sepihak China di Laut China Selatan. Selain karena ‘nature’ dalam hubungan diantara negara-negara ASEAN yang rumit karena prinsip non-inteference-nya; terpecahnya kepentingan negara-negara ASEAN dan pandangan terhadap nengara-negara besar (leaning to US or China -contoh Vietnam dan Kamboja); juga diperparah dengan trend pragmatisme (Indonesia, Filipina) dan kebangkitan authoritarian (Malaysia, Thailand) di sejumlah negara ASEAN. Dan pendekatan ekonomi (economic inducement) China melalui penawaran-penawaran ekonomi, investasi dan pembangunan dengan skema Maritme Silk Road Initiative-nya memang sangat

menarik bagi mayoritas negara ASEAN yang merindukan percepatan pembangunan dan ekonomi juga berpotensi besar mengelabui negara-negara kawasan sehingga sulit untuk memberikan respon yang tegas terhadap China. Hal-hal tersebut menjadikan proses pengumpulan suara dan kesepakatan menjadi semakin panjang dan bertele-tele. Jikapun tentunya hampir semua negara dikawasan sangat menyadari ‘potensi bahaya’ dari China dan tidak menginginkan adanya pergesekan senjata di halaman dan ruang hidupnya.

Selanjutnya, jika kebijakan Rusia Trump berhasil, seperti yang diungkapkan sebelumnya, maka hal tersebut akan mengurangi tensi dan dengan demikian mengurangi kebutuhan untuk mengirimkan kekuatan bersenjata AS ke eropa untuk memperkuat aliansi NATO. Dalam satu artikel lain, sejumlah ahli skeptis dengan kemungkinan berhasilnya kebijakan tersebut mengingat tidak ada ahli kebijakan luar negeri di Amerika Serikat yang akan menyetujui kebijakan untuk mengurangi kekuatan ataupun kredibilitas NATO. Namun berkenaan dengan itu, Trump telah mengatakan berulang kali bahwa ia akan lebih menekan keadilan dalam burden-sharing aliansi, utamanya dari anggota NATO yang lebih kaya. Beberapa pihak di Eropa mengatakan kemungkinan kebijakan Trump tersebut dapat saja mendorong pembentukan kekuatan gabungan Eropa sendiri. Hal tersebut tentu akan menjadi respon yang menarik, karena artinya negara-negara Eropa akan harus mengeluarkan biaya yang bahkan lebih besar daripada yang diminta Trump. Namun outcome yang lebih memungkinkan adalah Trump akan mendapatkan apa yang dia inginkan, yakni kenaikan burden-sharing NATO bagi negara-negara Eropa, mungkin mencapai 2 persen GDP.

Hal serupa juga terjadi dengan aliansi AS dengan Jepang (nampaknya belum ada pemberitaan terkait Korea Selatan mengingat kondisi domestik di Korea Selatan sendiri yang masih dalam kondisi uproar setelah impeachment presiden Park Geun Hye). Setelah Trump terpilih sebagai presiden dalam pemilihan di bulan November lalu, Perdana Menteri Shinzo Abe langsung melakukan kunjungan dengan Trump. Dan pada pertengahan bulan februari 2017, kita melihat bagaimana pada akhirnya hubungan kedua negara dapat kembali dinormalisasi setelah berbagai keraguan yang menyelimuti kelanjutan aliansi AS-Jepang dalam kampanye Trump. Namun kembali lagi, jikapun memang tentunya faktor domestik dan sistem birokrasi di Amerika Serikat yang telah cukup matang dan membatasi kewenangan presiden, namun apa yang benar-benar Trump inginkan tetap ia dapatkan. Yakni bagi Jepang untuk juga mengambil porsi burden-sharing yang lebih besar untuk pertahannya dan aliansi.

Sejumlah pihak barangkali melihat hal-hal tersebut sebagai ‘kekalahan’ poin bagi Trump, namun bagi penulis hal tersebut justru bisa jadi adalah kemenangan besar bagi Trump dan inilah salah satu bukti bagaimana sikap

Page 13: FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM · 2018. 3. 10. · FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM Vol. 11, No. 1, Januari 2017 MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM INTELIJEN1:

Vol. 11, No. 1, Januari 201713

Memahami Perkembangan Global Kebijakan Luar Negeri Dan Pertahanan Trump...

transaksionalisme bisnis Trump. Baik dalam kasus NATO maupun Jepang (barangkali hal serupa telah dan akan terjadi dengan Korea Selatan) Trump dapat membuat pihak lain membayar harga yang lebih mahal untuk pertahanan dan aliansi, akan tetapi dependensi pihak-pihak tersebut -bahkan boleh dikatakan desperation- terhadap payung keamanan Amerika Serikat masih terpelihara bahkan begitu terasa di media. Disisi lain, Trump akan dapat memusatkan kekuatan bersenjata Amerika Serikat di wilayah lain dan salah satunya adalah dalam menahan, mendorong bahkan melawan China secara lebih tegas sebagaimana dipaparkan sebelumnya.

Lesson learned: gaya transaksionalis AS Trump harus diwaspadai. Barangkali adalah kabar bahagia ketika Amerika Serikat maju kedepan dengan mengirimkan satu gugus perang untuk berpatroli di Laut China Selatan untuk memberikan sinyal kepada China ditengah lemahnya sikap dari ASEAN ataupun negara-negara terkait. Namun disisi lain, dalam waktu tertentu akan ada harga yang harus dibayar oleh negara-negara terkait atau negara kawasan secara umum -termasuk Indonesia untuk hal tersebut. Entah dalam bentuk apapun itu.

Kembali soal Eropa dan NATO, dengan demikian sebetulnya kemungkinan tidak akan ada perubahan yang signifikan dalam kebijakan Amerika Serikat dibawah Trump terhadap Eropa. Dukungannya yang vokal terhadap Brexit menunjukkan skeptisisme-nya terhadap Uni Eropa.Seperti semakin meningkatnya sejumlah kalangan di Eropa, dia juga memandang Uni Eropa sebagai percobaan yang gagal dan dimakan oleh sistem birokrasi dan moneternya sendiri serta menghancurkan pertumbuhan ekonomi. Walaupun kembali, tidak ada presiden Amerika Serikat yang dapat melakukan apapun seenaknya, terlebih apa yang berada di Eropa. Namun bahkan Trump yang diam saja akan dapat membesarkan hati dan mendorong politisi-politisi yang skeptis terhadap Uni Eropa atau organisasi kawasan dimanapun termasuk di negara-negara ASEAN. Suasana ‘psikologis’ demikian tentu akan berbahaya dan berpotensi semakin memecahbelah ASEAN dan dapat meningkatkan dependensi negara-negara kawasan terhadap AS atau sebaliknya China.

Selanjutnya adalah kebijakan luar negeri Amerika Serikat di Timur Tengah, utamanya terhadap Iran. Sebelumnya pada periode Obama, hasrat Amerika untuk segera mencapai kesepakatan nuklir dengan Iran, Obama mengacuhkan keprihatinan Israel dan Saudi Arabia -yang secara terus menerus berada dibawah penyerangan Iran- dan memperlakukan sikap keberatan mereka secara dingin. Saudi tentu tidak merespon positif kedekatan Amerika Serikat dengan Iran tersebut dan menganggap hal tersebut sebagai penghianatan. Disisi lain, walaupun nampaknya tidak mungkin bagi Trump untuk menanggalkan kesepakatan dengan Iran yang ia kritisi dengan sangat selama ini, namun ia akan berdiri teguh melawan Iran.

Para pejabat Trump tidak akan mentolerenasi

penyimpangan apapun dari kesepakatan nuklir, tidak akan bergerak untuk mencabut sanksi misil balistik dan terrorisme dan jika halnya angkatan bersenjatan Iran berupaya untuk mempermalukan Trump dengan provokasi militer (utamanya naval provocations seperti dilakukan terhadap Obama), maka AS pun tidak akan tinggal diam dan membalas aksi serupa. Dengan demikian, kita akan dan mungkin telah menyaksikan ada perbaikan hubungan antara AS dengan Saudi pada bulan-bulan terakhir (telepon Raja Salman dengan Trump).

Hal serupa atau tepatnya pendekatan Trump yang demikian juga tidak menutup kemungkinan diterapkan terhadap negara-negara di Asia Pasifik. Terhadap Korea Utara dan utamanya terhadap China, kebijakan-kebijakan Amerika Serikat yang secara tradisional selalu dilakukan akan tetap dilaksanakan. Artinya tidak akan ada perubahan kebijakan yang benar-benar signifikan. Hal tersebut karena banyak prosedur dan birokrasi yang akan menahan Trump untuk melakukan hal sesuka hatinya. Aliansi dengan Jepang, Korea, Filipina dan kedekatan dengan Australia, Thailand, Malaysia akan tetap ada dan dipertahankan.

Begitupun hal berkenaan dengan China dan Taiwan. Namun sikap antagonisme Trump terhadap China seperti yang selama kampanye Ia selalu ungkapkan juga akan ia pengang kuat dan akan memastikan setiap ancaman atau aktifitas provokatif yang dilancarkan China akan mendapatkan respon yang setimpal bahkan lebih kuat dan tanpa toleransi. Begitupun jika halnya hal tersebut terjadi di Laut China Selatan. Akan bagaimana respon balik dari China terhadap respon Amerika seperti demikian. Sejauh ini, terkait dikerahkannya gugus tempur AS untuk berpatroli di LCS, China hanya merespon secara verbal (melalui juru bicara kementerian luar negerinya) dan menentang aktifitas AS tersebut. Secara militer, dan mengingatkan kembali yang diprediksikan perang (war game) oleh RAND (lembaga kajian militer AS), memang besar kemungkinan Amerika Serikat akan tetap menang jikapun harus berhadapan dalam perang terbuka dengan China yang saat ini terus membangun dan membelanjakan uangnya untuk pertahanan. Disatu sisi, kita mempertanyakan apakah kapabilitas China telah setara dengan Amerika Serikat? Hal tersebut masih belum terbukti secara nyata karena kapabilitas persenjataan dan militer China belum teruji melalui perang sebelumnya.

Namun disisi lain, China juga sepertinya tidak akan tinggal diam mengingat kepentingan dan ‘dignity’-nya di Laut China Selatan yang besar, baik secara internasional maupun domestik. Walaupun hal itu tidak berarti bahwa memasuki ‘konflik terbuka’ akan menjadi opsi dengan alasan kapabilitas yang belum setara tadi. Yang menjadi pertanyaan utama adalah, akan atau harus seperti apakah negara-negara kawasan, utamanya Indonesia merespon kemungkinan skenario antara kedua negara besar tersebut di lCS? itulah yang harus kita cari saat ini. Apakah kita akan terus berdiam diri sementara di

Page 14: FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM · 2018. 3. 10. · FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM Vol. 11, No. 1, Januari 2017 MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM INTELIJEN1:

Vol. 11, No. 1, Januari 2017 14

Memahami Perkembangan Global Kebijakan Luar Negeri Dan Pertahanan Trump...

satu sisi China terus membangun kekuatan dan disisi lain Amerika Serikat akan terus menekan China dengan patrol ‘freedom of navigation’-nya tersebut?

Trump dan Spill-Over Kebijakan Imigran terhadap Indonesia

Selain isu negara atau isu keamanan tradisional, isu keamanan non-tradisional utamanya imigran di bawah pemerintahan mendapatkan banyak perhatian global. Dalam hal ini penulis akan langsung memaparkan bagaimana kebijakan imigran di Amerika Serikat akan berdampak terhadap Indonesia. Sebagaimana kita ketahui bahwa Amerika Serikat dibawah Trump akan cenderung pragmatis dan transaksionalis. Disebutkan pula sebelumnya bahwa tidak akan ada banyak perubahan dalam kebijakan luar negeri maupun pertahanan Amerika Serikat dibawah Trump kecuali perubahan-perubahan kecil. Hal ini juga diamini oleh salah satu staff di bidang politik dari Kedutaan Besar Amerika di Jakarta, dalam satu kesempatan, bahwa tidak akan ada perubahan besar dalam kebijakan Amerika Serikat dibawah Trump, baik itu itu sikap AS atas atas Laut China Selatan -in which we have a lots of interest, dia katakan-, kecuali mungkin perbicangan-perbincangan seputar isu kemanusiaan dan lingkungan, global warming etc. Dia mengatakan bahwa perubahan yang paling besar justru barangkali berkenaan dengan isu-isu tersebut mengingat Trump tidak percaya terhadap isu demikian.

Barangkali beberapa diantaranya yang telah nampak adalah ditandatanganinya Executive Order untuk pelarangan masuk dan imigran dari tujuh negara muslim, yakni Iran, Irak, Sudan, Yaman, Suriah, Libya dan Somalia tadi, dengan dalih mencegah terrorisme dan masuknya terrorisme ke Amerika. Bersamaan dengan itu, Trump juga menghentikan sementara program imigrasi Amerika selama kurang lebih empat bulan. Kebijakan tersebut tidak hanya mendapatngkan respon negatif dari negara-negara di luar, termasuk kekhawatiran publik di Indonesia. Kebijakan tersebut juga mendapatkan tantangan dari pihak publik dan Mahkamah Pengadilan di Amerika sendiri. Namun Trump nampaknya tetap bersih keras agar kebijakan tersebut dapat diimplementasikan dan jikapun saat ini executive order tersebut masih dalam proses peradilan, Trump bersikeras dengan ‘gagasanya tersebut’ dan bahkan akan menantangani executive order baru yang akan membersihkan Amerika dari dan mendeportasikan seluruh imigran yang illegal dan tidak berdokumen keluar dari negeri Paman Sam.

Executive Order yang ditanda tangani oleh Trump tersebut mungkin memang tidak memberikan dampak langsung terhadap hubungan antara Indonesia dengan Amerika Serikat. Sebagaimana dilansir oleh beberapa media baik nasional maupun internasional, Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa dalam telepon

dengan presiden Trump memastikan bahwa hubungan kedua negara tetap baik dan kondusif. Namun perlu di kita sadari bahwa tentunya kita akan terkena banyak ‘tumpahan’ atau spill over dari berubahnya sikap dan perhatian negara ‘adidaya’ tersebut.

Pertama adalah mengenai pengungsi yang ada di Indonesia hari ini. Berdasarkan data dari UNHCR menyebutkan bahwa saat ini Indonesia menjadi tuan rumah bagi kurang lebih 14.000 pencari suaka dan pengungsi, yang mayoritas berasal dari negara-negara muslim. Dan yang lebih mengkhawatirkannya lagi bahwa beberapa diantaranya adalah dari negara-negara yang termasuk dalam daftar tujuan negara tersebut, yakni kurang lebih 6.6 persen berasal dari Irak, 4.6 persen berasal dari Iran dan 9 persen dari Somalia. 50 persen lainnya mayoritas muslim utamanya dari afganistan dan Rohingya. Penghentian penerimaan oleh Trump dan pelarangan masuk bagi warga negara dari tujuh negara mayoritas muslim tersebut -dengan dalih keamanan dari teroris- tentunya akan berdampak besar bagi mereka yang saat ini masih berada di Indonesia. Kembali berdasarkan data statistika dari UNHCR, dari 1.226 pencari suaka yang ditempatkan sementara di Indonesia, 62 persen diantaranya dikirimkan ke Amerika Serikat dan 28 Persen ke Australia.1

Kedua, sejak tahun 2014 Australia kita ketahui telah menurunkan jumlah penerimaan pencari suaka dan mencegah masuknya pencari suaka lewat laut, dengan kebijakan ‘Turn the Boat’-nya, dari menerima sekitar 808 pencari suaka di tahun 2013, per tahun 2016 Australia hanya menerima 347 saja. Hal ini juga akan diperkeruh lagi dengan kemungkinan semakin tertutup-nya Australia karena kritik dan penolakan Trump terhadap kebijakan Imigran Australia dan kesepakatan yang telah dibuat antara Australia dengan AS di Era Obama untuk menerima pencari suaka yang saat ini berada di kamp-kamp pengungsian di Australia oleh Amerika Serikat.2

Ketiga, negara-negara di Eropa sendiri saat ini mulai dan tengah kewalahan dengan membludak-nya jumlah pengungsi dari Timur Tengah, dan kita ketahui juga jadi memecah belah pandangan diantara negara-negara Uni Eropa sendiri. Indonesia tentu akan semakin kewalahan dengan meningkatnya jumlah pencari suaka di Indonesia. Di tahun 2010, UNHCR mendata sekitar 2.882 orang pencari suaka di Indonesia, dan per febuari 2016 jumlah tersebut mencapai 13.829 orang. Perlu dicatat bahwa Indonesia bukan termasuk negara penandatangan Refugee Convention 1951 ataupun protokol-nya tahun 1967. Namun sebagai bentuk wujud kepedulian sosial dan kemanusiaan, pemerintah Indonesia mengizinkan para pencari suaka untuk masuk dan tinggal sementara (transit) di Indonesia sebelum akhirnya ditempatkan di negara ketiga, yang utamanya adalah Amerika Serikat dan Australia tadi.

Kita melihat bahwa dengan kondisi saat ini, dengan Trump yang menolak untuk menerima pengungsi dan migran, maka nasib para pencari suaka dan pengungsi di

Page 15: FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM · 2018. 3. 10. · FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM Vol. 11, No. 1, Januari 2017 MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM INTELIJEN1:

Vol. 11, No. 1, Januari 201715

Memahami Perkembangan Global Kebijakan Luar Negeri Dan Pertahanan Trump...

Indonesia pun akan semakin sulit. Terlebih Trump juga berencana untuk mengurangi intake refugee menjadi 50.000 di tahun 2017 (sebelumnya dari Australia saja AS berkomitmen untuk menerima hingga 110.000 orang dan menganggarkan dana untuk itu) dan menekankan bahwa pencari suaka atau migran kristen dan agama minoritas lainnya akan lebih diprioritaskan dibandingan mereka yang muslim.

Sikap dan kemungkinan kebijakan Trump tersebut tentunya membawa akan membawa dilema besar bagi pemerintah Indonesia dan ketidakpastian bagi para pencari suaka dan pengungsi yang ada di wilayah Indonesia. Dan besar kemungkinan mereka harus menempatkan diri lebih lama di Indonesia karena tidak banyak pilihan yang ada saat ini. Jumlah tersebut juga tidak dapat dipastikan apakah akan berkurang atau bertambah dalam tahun-tahun kedepan dengan sejumlah kebijakan-kebijakan yang akan di keluarkan Trump, baik itu kebijakan luar negeri maupun pertahanannya yang tentunya sebagai the so-called role model akan memberikan dampak psikologis yang kuat juga terhadap negara-negara lain utamanya Australia dan di Eropa (ex. Inggris dengan Brexit-nya dan mulai menguatnya partai-partai golongan kanan di sejumlah negara--negara Eropa seperti Perancis, Jerman dan Belgia).

Hal tersebut dapat diperparah karena, keempat, Trump yang cenderung tidak percaya atau acuh tak acuh pada isu kemanusiaan dan lingkungan dan skeptisisme terhadap organisasi multilateral. Kaitannya adalah karena sumber dana PBB selama ini hampir 40 persen berasal dari bantuan Amerika Serikat. Dan dalam hal ini Trump juga pernah menyebutkan bahwa dalam pemerintahannya ia akan mengurangi kucuran dana bantuan ke PBB. Artinya, Indonesia akan dibebani untuk menampung imigran yang mungkin akan masuk dan transit sementara baik secara legal maupun illegal dengan data dan dana dari UNHCR (PBB), tapi disisi lain uangnya tidak ada.

Simpulan

Kita sadari bahwa situasi politik internasional dan stabilitas keamanan global maupun regional mempengaruhi kepentingan kita dalam berbagai hal. Utamanya terhadap posisi dan kepentingan Indonesia untuk menjamin eksistensi dan kedaulatan NKRI, baik dari sisi keamanan dan pertahanan, politik, ekonomi, social budaya bahkan hukum. Hal-hal berkenaan dengan Trump menurut hemat penulis sangat perlu diantisipasi dan diperhatikan. Banyak pihak nampaknya terbuai dengan prediksi Trump yang cenderung tidak kompeten dan tidak dapat diprediksi. Begitupula dengan kehadiran patrol Angkatan Laut AS di Laut China Selatan yang dijadwalkan rutin. Penting bagi Indonesia untuk menegaskan dan menyelaraskan kepentingan nasionalnya. Artinya kontruksi kepentingan Indonesia saat ini masih belum jelas dan perlu dipertegas. Hal

ini karena, disadari atau tidak, menurut hemat penulis melemahnya siakp ASEAN dewasa ini didorong kuat oleh ‘lepasnya’ perhatian Indonesia terhadap ASEAN itu sendiri. Artinya ketegasan sikap Indonesia akan menjadi vitamin penting bagi kesatuan dan ketegasan sikap ASEAN (Indonesia traditional role as the big brother of SEA nations).

Selain itu, perubahan atau pergeseran isu di tingkat global yang begitu dinamis akan menuntut respon dan tindakan yang semakin cepat dan tepat. Jika tidak maka kita akan kehilangan banyak hal, apakah itu akibat ancaman (imminent loss) yang bersifat fisik (physcal loss); strategic loss; atau kesempatan-kesempatan yang terlewatkan (hidden loss). Sehebat dan sebesar apapun kekuatan ataupun kapabilitas suatu negara, pada dasarnya ada pihak yang benar-benar dapat mengetahui apa yang akan terjadi esok hari. Apa konsekuensi atau keuntungan yang kita perbuat dimasa lalu terhadap kondisi kita esok hari. Namun, Clin Gray menyebutkan bahwa, yang dapat kita lakukan adalah mencari pengetahuan masa depan apa yang dapat kita ketahui dan tujuan utamanya adalah untuk mengeksplorasi bagaimana orang-orang dapat mengatasi dengan cukup baik dari tantangan ketidakpastian tersebut. Selain itu, tidaklah mudah untuk dapat menentukan dengan pasti alat (means) dan cara (ways) apa yang seratus persen dapat digunakan untuk menghadapi ketidakpastian tersebut. Oleh karena itu pendekatan inti dan paling praktikal untuk hal ini adalah politik. Dan berbicara mengenai politik, artinya berbicara kepentingan. Oleh karena itu penulis juga menyebutkan sebelumnya bahwa penting bagi Indonesia untuk menegaskan dan ‘menyelaraskan’ kepentingan nasional sendiri.

Baik itu soal atau terkait langsung nantinya dengan isu keamanan secara general (politik, ekonomi, militer dan seterusnya) ataupun khusus mengenai pertahanan, kontruksi kepentingan nasional yang jelas dan tegas adalah hal yang paling utama. Gray menyebutkan bahwa “Defence planning needs context, because it cannot navigate itself.” Agar Indonesia juga tidak mudah terseret-seret dinamika global dan atau kepentingan negara-negara besar atau menjadikan Indonesia sulit untuk memutuskan dan bertindak karena ada ketidakselarasan, misalnya, antara kepentingan politik, keamanan dan kedaulatan versus kepentingan ekonomi dan pembangunan. Dengan demikian kontruksi kepentingan tersebut harus dikomunikasikan dengan baik kepada para pemangku kepentingan dan kebijakan di negeri ini. Ketegasan dan keselarasan demikian, menurut hemat penulis, adalah kunci pertahanan paling utama ketika kita harus menghadapi ‘pembisnis lihai’ seperti Trump diesok hari. Begitupun dalam menghadapi China dan berbagai insiatifnya atau isu lainnya secara general.

Berangkat dari kontruksi kepentingan tersebut maka kita akan mempunyai modal dasar yang kuat untuk membangun kontruksi geopolitik Indonesia

Page 16: FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM · 2018. 3. 10. · FORUM KAJIAN PERTAHANAN DAN MARITIM Vol. 11, No. 1, Januari 2017 MENUJU MASYARAKAT INDONESIA BERKESADARAN MARITIM INTELIJEN1:

Vol. 11, No. 1, Januari 2017 16

Memahami Perkembangan Global Kebijakan Luar Negeri Dan Pertahanan Trump...

yang lebih jelas, kompehensif dan benar-benar dapat diimplementasikan. Kita harus sadari bahwa bagaimana Indonesia bertindak akan menjadi preseden atau sesuatu yang akan ditiru oleh negara-negara lain di kawasan. Tanggungjawab dan peran Indonesia untuk menjaga stabilitas kawasan, utamanya domain maritim, bukan hanya untuk negara lain, melainkan Indonesia sendiri (dua pertiga kawasan Asia Tenggara adalah Indonesia).Begitupun menghadapi dinamika dan ketidakpastian global, tidak akan dapat dihadapi dengan pendekatan yang bersifat taktis semata. Dengan demikian, visi yang lebih besar dan bersifat strategis adalah mutlak untuk dimiliki.

Selanjutnya, berkenaan dengan isu dampak terhadap isu keamanan non-tradisional khususnya isu imigran, pencari suaka dan sejenisnya. Maka selain kontruksi kepentingan nasional Indonesia yang harus diperjelas (politik, keamanan, ekonomi dan social budaya), kontruksi hukum ditingkat nasional itu pun harus dikaji ulang dan dipertegas. Begitupun dengan kontruksi penegakan hukum dan pendukungnya.Mengingat kondisi geografis kita sebagai negara kepulauan, barangkali logis jika dikatakan bahwa mayoritas pencari suaka dan pengungsi utamanya masuk dan keluar melalui laut. Oleh karena itu kontrol dan pengetahuan terhadap wilayah laut (maritim) -Maritime Domain Awareness- menjadi hal yang paling utama dan mendasar yang harus kita perkuat. Dengan demikian, peran TNI Angkatan Laut sangatlah penting dalam hal ini. Baik itu dengan pengintesifan patroli maritim (termasuk yang sifatnya kolaborasi dengan lembaga/dinas lain seperti BAKAMLA); pengembangan riset dan teknologi utamanya untuk meningkatkan kemampuan C4ISR (Command, Control, Comunications, Computers, Intelligent, Surveillance and Reconnainssance); dan barangkali mengembangkan sistem pengumpulan data intelligent dengan memberdayakan masyarakat maritim (nelayan, kapal, desa pantai dst) untuk menjadi mata dan telinga kita di laut.

Selain hal-hal yang tersebut diatas, hal yang barangkali perlu kita perhatikan dan terkait langsung dengan kepentingan keamanan kita adalah apakah

akan perubahan terkait keberadaan US Marine Forces di Darwin Australia. Dalam perkembangan terakhir, per 15 februari 2017, juru bicara Australian Defence Force mengatakan bahwa kehadiran marinir AS di Darwin tidak akan berubah dibawah pemerintahan Donald Trump. Kedua negara juga hingga hari ini tengah mengerjakan implementasi penuh kesepakatan pertahanan 25 tahun antara AS dan Australia. Disebutkan pula bahwa pada tahun ini rotasi marinis AS akan sampai di Darwin di bulan april dan diprediksi akan menjadi Marine Air Ground Task Force paling kompleks yang dikirimkan ke Australia. Sekitar 1250 marinir dan hingga 13 kapal perang, termasuk empat MV-22 Ospreys, akan terlibat dan menciptakan aktifitas pelatihan yang lebih kompleks dan canggih.

Menurut hemat penulis, jikapun memang ada perubahan dalam kebijakan-kebijakan dari AS yang Obama dan AS yang Trump di bidang pertahanan. Namun adalah unlikely bagi Trump untuk melakukan perubahan yang besar seperti terkait NATO, Jepang dan Korea Selatan, dan begitupun dengan atau terhadap Australia. Mengingat kembali nature atau ‘seni bernegara’ (?) Trump, perubahan yang mungkin dapat kita prediksi hari ini terkait kehadiran US Marine di Darwin adalah mengenai patungan biaya operasional sebagaimana kerap ia katakan dalam hal NATO dan aliansi lainnya. Kekhawatiran ini juga diamini oleh juru bicara ADF tentang komentar Trump bahwa Aliansi harus berkontribusi lebih secara finansial terhadap kehadiran militer AS di negara mereka. Namun terlepas dari itu, hubungan kedua negara tetap solid dan begitupun dengan kesepakatan militer antara AS dan Australia. Signifikansi strategis aliansi AS-Australia juga semakin solid dengan keputusan AS untuk mengirimkan satu squadron full F-22s ke Darwin, Australia. Dengan demikian, Indonesia harus semakin mewaspadai perkembangan isu di Darwin. Terlebih berkaitan dengan kondisi hari ini dimana Indonesia juga tengah bersitegang dengan PT Freeport dan menghangatnya isu Papua Merdeka di sidang-sidang PBB beberapa waktu terakhir oleh negara-negara Melanesia seperti Vanuatu dst.

Referensi

Dr. Vali Nasr dalam USINDO Special Open Forum, Februari 2017. “US Foreign and Defense Policy Prediction under Trump Administrations”.Buku dan Journal:Gray, Colins S. 2014. Strategy and Defence Planning: Meeting the Challenges of Uncertainty. Oxford University Press.Kamens, Henry. 2017. South China Sea: We Want the Problem, Now You Sort It Out. New Eastern Outloook Journal. Di akses dari :<

http://journal-neo.org/2017/03/01/south-china-sea-we-want-the-problem-now-you-sort-it-out/>Website:http://www.nationalreview.com/article/444074/donald-trump-inaugural-address-foreign-policy-analysishttp://foreignpolicy.com/2016/11/17/enough-hysterics-donald-trumps-foreign-policy-isnt-reckless-or-radical/https://www.nytimes.com/2017/02/10/us/politics/trump-foreign-policy-quickly-loses-its-sharp-edge.html?_r=0http://nationalinterest.org/feature/the-limits-trumps-transactional-foreign-policy-18898http://www.da i l y te legraph.com.au/news/mar ines - rock- so l id - in -darwin-under - t rump/news- s tory/

fb0242dbf8d7278d52e36de823a55521http://www.ntnews.com.au/business/marines-rock-solid-in-darwin-under-trump/news-story/fb0242dbf8d7278d52e36de823a55521;

1 http://www.thejakartapost.com/academia/2017/02/02/doubt-over-refugees-living-in-indonesia.html2 http://internasional.kompas.com/read/2017/02/02/16224951/trump.berpotensi.picu.ketegangan.dengan.australia