fraktur dr.noldy dkt

19
FRAKTUR III.1 DEFINISI Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur ada terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung maupun tidak langsung Akibat dari suatu trauma pada tulang dapat bervariasi tergantung pada kekuatan dan arahnya trauma ( Apley & Solomon, 199! "asjad, 199#! Ar $%%$ . 'rauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langs misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang rad dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bert pada tangan yang menyebabkan tulang lavi ula atau radius distal pat Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, ke arahnya. 'rauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapa menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang di patah tulang terbuka. )atah tulang di dekat sendi atau meng menyebabkan patah tulang disertai lu*atio sendi yang disebut +raktur III.2 KLASIFIKASI Fraktur menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan luar dibagi menjadi dua, yaitu +raktur tertutup dan +raktur terbuka. tertutup jika kulit diatas tulang yang +raktur masih utuh, tetapi apa diatasnya tertembus maka disebut +raktur terbuka. )atah tulang terbuk menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luk ringannya patah tulang.

Upload: mutia-sari-wirman

Post on 06-Oct-2015

21 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

fraktur

TRANSCRIPT

FRAKTURIII.1 DEFINISIFraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa. Fraktur adalah terputusnya kontinuitas struktur jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan trauma, baik trauma langsung maupun tidak langsung. Akibat dari suatu trauma pada tulang dapat bervariasi tergantung pada jenis, kekuatan dan arahnya trauma ( Apley & Solomon, 1993; Rasjad, 1998; Armis, 2002). Trauma yang menyebabkan tulang patah dapat berupa trauma langsung, misalnya benturan pada lengan bawah yang menyebabkan patah tulang radius dan ulna, dan dapat berupa trauma tidak langsung, misalnya jatuh bertumpu pada tangan yang menyebabkan tulang clavicula atau radius distal patah.Akibat trauma pada tulang bergantung pada jenis trauma, kekuatan dan arahnya. Trauma tajam yang langsung atau trauma tumpul yang kuat dapat menyebabkan tulang patah dengan luka terbuka sampai ke tulang yang disebut patah tulang terbuka. Patah tulang di dekat sendi atau mengenai sendi dapat menyebabkan patah tulang disertai luxatio sendi yang disebut fraktur dislokasi.

III.2 KLASIFIKASIFraktur menurut ada tidaknya hubungan antara patahan tulang dengan dunia luar dibagi menjadi dua, yaitu fraktur tertutup dan fraktur terbuka. Fraktur tertutup jika kulit diatas tulang yang fraktur masih utuh, tetapi apabila kulit diatasnya tertembus maka disebut fraktur terbuka. Patah tulang terbuka dibagi menjadi tiga derajat yang ditentukan oleh berat ringannya luka dan berat ringannya patah tulang.

DerajatLukaFraktur

ILaserasi 1 cm, kontusi otot disekitarnyaDislokasi fragmen jelas

IIILuka lebar, rusak hebat, atau hilangnya jaringan di sekitarnyaKominutif, segmental, fragmen tulang ada yang hilang

Klasifikasi Fraktur terbuka menurut Gustillo dan Anderson ( 1976 )TipeBatasan

ILuka bersih dengan panjang luka < 1 cm

IIPanjang luka > 1 cm tanpa kerusakan jaringan lunak yang berat

IIIKerusakan jaringan lunak yang berat dan luas, fraktur segmental terbuka, trauma amputasi, luka tembak dengan kecepatan tinggi, fraktur terbuka di pertanian, fraktur yang perlu repair vaskuler dan fraktur yang lebih dari 8 jam setelah kejadian.

Klasifikasi lanjutfraktur terbuka tipe III (Gustillo dan Anderson, 1976)oleh Gustillo, Mendoza dan Williams (1984):TipeBatasan

IIIATulang yang mengalami fraktur mungkin dapat ditutupi secara memadai oleh jaringan lunak

IIIBKehilangan jaringan lunak yang luas, kontaminasi berat, periosteal striping atau terjadi bone expose

IIICDisertai kerusakan nervus yang memerlukan repair tanpa melihat tingkat kerusakan jaringan lunak.

Klasifikasi shalter-harris untuk patah tulang yang mengenai epiphyseal plate distal tibia dibagi menjadi 5 tipe : Tipe 1 : Epiphysis dan epiphyseal plate lepas dari metaphysis tetapi periosteumnya masih utuh. Tipe 2 : Periost robek di satu sisi sehingga epiphysis dan epiphyseal plate lepas sama sekali dari metaphysis. Tipe 3 : Patah tulang epiphyseal plate yang melalui sendi. Tipe 4 : Terdapat fragmen patah tulang yang garis patahnya tegak lurus epiphyseal plate. Tipe 5 : Terdapat compressi pada sebagian epiphyseal plate yang menyebabkan kematian dari sebagian epiphyseal plate tersebut.

Menurut Penyebab terjadinya :Fraktur Traumatik : direct atau indirectFraktur Fatique atau Stress Trauma berulang, kronis, misal: fr. Fibula pd olahragawanFraktur patologis : biasanya terjadi secara spontan

Menurut hubungan dengan jaringan ikat sekitarnya :Fraktur Simple : fraktur tertutupFraktur Terbuka : bone exposeFraktur Komplikasi : kerusakan pembuluh darah, saraf, organ visera

Menurut Mansjoer (2000 : 346-347) dan menurut Appley Solomon (1995 : 238-239) fraktur diklasifikasikan menjadi :I. Berdasarkan garis patah tulanga) Greenstick, yaitu fraktur dimana satu sisi tulang retak dan sisi lainnya bengkok.b) Transversal, yaitu fraktur yang memotong lurus pada tulang.c) Spiral, yaitu fraktur yang mengelilingi tungkai/lengan tulang.d) Obliq, yaitu fraktur yang garis patahnya miring membentuk sudut melintasi tulang.e) Compressi, terjadi bila tulang cancelous mengalami penekananf) Comminutiva, yaitu garis fraktur yang lebih dari 2 fragment tapi saling berhubungang) Segmental, yaitu garis fraktur lebih dari satu tapi tidak berhubungan

II. Berdasarkan bentuk patah tulang :a) Complete, yaitu garis fraktur menyilang atau memotong seluruh tulang dan fragmen tulang biasanya tergeser.b) Incomplete, meliputi hanya sebagian retakan pada sebelah sisi tulang.c) Fraktur compressi, yaitu fraktur dimana tulang terdorong ke arah permukaan tulang lain.d) Avulsi, yaitu fragmen tulang tertarik oleh ligamen.e) Communited (Segmental), fraktur dimana tulang terpecah menjadi beberapa bagian.f) Simple, fraktur dimana tulang patah dan kulit utuh.g) Fraktur dengan perubahan posisi, yaitu ujung tulang yang patah berjauhan dari tempat yang patah.h) Fraktur tanpa perubahan posisi, yaitu tulang patah, posisi pada tempatnya yang normal.i) Fraktur Complicata, yaitu tulang yang patah menusuk kulit dan tulang terlihat.

Gambar. Tipe fraktur menurut garis frakturnya

III.3 ETIOLOGIFraktur terjadi bila ada suatu trauma yang mengenai tulang, dimana trauma tersebut kekuatannya melebihi kekuatan tulang. 2 faktor mempengaruhi terjadinya fraktur : Extrinsic meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah dan kekuatan trauma. Intrinsic meliputi kapasitas tulang mengasorbsi energi trauma, kelenturan, kekuatan, dan densitas tulang. Trauma langsung akibat benturan akan menimbulkan garis fraktur transversal dan kerusakan jaringan lunak. Benturan yang lebih keras disertai dengan penghimpitan tulang akan mengakibatkan garis fraktur comminutiva diikuti dengan kerusakan jaringan lunak yang lebih luas. Trauma tidak langsung mengakibatkan fraktur terletak jauh dari titik trauma dan jaringan sekitar fraktur tidak mengalami kerusakan berat. Pada olahragawan, penari dan tentara dapat pula terjadi fraktur pada tibia, fibula atau metatarsal yang disebabkan oleh karena trauma yang berulang (stress fraktur). Selain trauma, adanya proses patologi pada tulang seperti. tumor atau pada penyakit Paget dengan energi yang minimal saja akan mengakibatkan fraktur. Sedang pada orang normal hal tersebut belum tentu menimbulkan fraktur.

III.4 PATOFISIOLOGI Fraktur terjadi ketika tulang mendapatkan energi kinetik yang lebih besar dari yang dapat tulang serap. Fraktur itu sendiri dapat muncul sebagai akibat dari berbagai peristiwa diantaranya pukulan langsung, penekanan yang sangat kuat, puntiran, kontraksi otot yang keras atau karena berbagai penyakit lain yang dapat melemahkan otot. Pada dasarnya ada dua tipe dasar yang dapat menyebabkan terjadinya fraktur, kedua mekanisme tersebut adalah: 1. Mekanisme direct force, dimana energi kinetik akan menekan langsung pada atau daerah dekat fraktur.2. Mekanisme indirect force, dimana energi kinetik akan disalurkan dari tempat terjadinya tubrukan ke tempat dimana tulang mengalami kelemahan. Fraktur tersebut akan terjadi pada titik atau tempat yang mengalami kelemahan.Pada saat terjadi fraktur periosteum, pembuluh darah, sumsum tulang dan daerah sekitar jaringan lunak akan mengalami gangguan.Sementara itu perdarahan akan terjadi pada bagian ujung dari tulang yang patah serta dari jaringan lunak (otot) terdekat. Hematoma akan terbentuk pada medulary canal antara ujung fraktur dengan bagian dalam dari periosteum. Jaringan tulang akan segera berubah menjadi tulang yang mati. Kemudian jaringan nekrotik ini akan secara intensif menstimulasi terjadinya peradangan yang dikarakteristikkan dengan terjadinya vasodilatasi, edema, nyeri, hilangnya fungsi, eksudasi dari plasma dan leukosit serta infiltrasi dari sel darah putih lainnya. Proses ini akan berlanjut ke proses pemulihan tulang yang fraktur tersebut.

III.5 MANIFESTASI KLINISMenurut Blach (1989) manifestasi klinik fraktur adalah :1. NyeriNyeri continue/ terus-menerus dan meningkat semakin berat sampai fragmen tulang tidak bisa digerakkan.2. Gangguan fungsiSetelah terjadi fraktur ada bagian yang tidak dapat digunakan dan cenderung menunjukkan pergerakan abnormal, extremitas tidak berfungsi secara teratur karena fungsi normal otot tergantung pada integritas tulang yang mana tulang tersebut saling berdekatan.3. Deformitas/kelainan bentukPerubahan tulang pada fragmen disebabkan oleh deformitas tulang yang diketahui ketika dibandingkan dengan daerah yang tidak luka.4. Pemendekan (shortening)Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekan yang nyata pada extremitas yang disebabkan oleh kontraksi otot yang berdempet di atas dan di bawah lokasi fraktur.5. KrepitasiSuara detik tulang yang dapat didengar atau dirasakan ketika fraktur digerakkan.

6. Bengkak dan perubahan warnaHal ini disebabkan oleh trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.III.6 DIAGNOSISRiwayat PenyakitAnamnesis dilakukan untuk menggali riwayat mekanisme cedera (posisi kejadian) dan kejadian-kejadian yang berhubungan dengan cedera tersebut. riwayat cedera atau fraktur sebelumnya, riwayat sosial ekonomi, pekerjaan, obat-obatan yang dia konsumsi, merokok, riwayat alergi dan riwayat osteoporosis serta penyakit lain.

Pemeriksaan Fisika.Inspeksi / LookDeformitas : angulasi, rotasi, pemendekan, pemanjangan, bengkakPada fraktur terbuka : klasifikasi Gustilob.Palpasi / Feel ( nyeri tekan (tenderness), Krepitasi )Status neurologis dan vaskuler di bagian distalnya perlu diperiksa. Lakukan palpasi pada daerah extremitas tempat fraktur tersebut, meliputi persendian diatas dan dibawah cedera, daerah yang mengalami nyeri, efusi, dan krepitasi.Neurovaskularisasi bagian distal fraktur meliputi : pulsasi arteri, warna kulit, pengembalian cairan kapler (Capillary refill test) sensasic.Gerakan / Moving Dinilai apakah adanya keterbatasan pada pergerakan sendi yang berdekatan dengan lokasi fraktur.d.Pemeriksaan trauma di tempat lain : kepala, thorax, abdomen, pelvisSedangkan pada pasien dengan politrauma, pemeriksaan awal dilakukan menurut protokol ATLS. Langkah pertama adalah menilai airway, breathing, dan circulation. Perlindungan pada vertebra dilakukan sampai cedera vertebra dapat disingkirkan dengan pemeriksaan klinis dan radiologis. Saat pasien stabil, maka dilakukan secondary survey.

Pemeriksaan Penunjang Laboratorium : darah rutin, faktor pembekuan darah, golongan darah, cross-test, dan urinalisa.Radiologis untuk lokasi fraktur harus menurut rule of two, terdiri dari : 2 gambaran, anteroposterior (AP) dan lateral Memuat dua sendi di proksimal dan distal fraktur Memuat gambaran foto dua extremitas, yaitu extremitas yang cedera dan yang tidak terkena cedera (pada anak) Dan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.

Pergeseran fragmen Tulang ada 4 :1. Alignment: perubahan arah axis longitudinal, bisa membentuk sudut2. Panjang: dapat terjadi pemendekan (shortening)3. Aposisi: hububgan ujung fragmen satu dengan lainnya4. Rotasi: terjadi perputaran terhadap fragmen proksimal

III.7 PENATALAKSANAANPrinsip penatalaksanaan fraktur terdiri dari 4R yaitu recognition berupa diagnosis dan penilaian fraktur, reduction, retention dengan imobilisasi, dan rehabilitation yaitu mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin.Penatalaksanaan awal fraktur meliputi reposisi dan imobilisasi fraktur dengan splint. Status neurologis dan vaskuler di bagian distal harus diperiksa baik sebelum maupun sesudah reposisi dan imobilisasi. Pada pasien dengan multiple trauma, sebaiknya dilakukan stabilisasi awal fraktur tulang panjang setelah hemodinamis pasien stabil. Sedangkan penatalaksanaan definitif fraktur adalah dengan menggunakan gips atau dilakukan operasi dengan ORIF maupun OREF.

Tujuan pengobatan fraktur : a. REPOSISI dengan tujuan mengembalikan fragmen ke posisi anatomi. Tehnik reposisi terdiri dari reposisi tertutup dan terbuka. Reposisi tertutup dapat dilakukan dengan fixasi externa atau traksi kulit dan skeletal. Cara lain yaitu dengan reposisi terbuka yang dilakukan pada pasien yang telah mengalami gagal reposisi tertutup, fragmen bergeser, mobilisasi dini, fraktur multiple, dan fraktur patologis.b. IMOBILISASI / FIXASI dengan tujuan mempertahankan posisi fragmen post reposisi sampai Union. Indikasi dilakukannya fixasi yaitu pada pemendekan (shortening), fraktur unstabel serta kerusakan hebat pada kulit dan jaringan sekitarJenis Fixasi : Ekternal / OREF (Open Reduction External Fixation) Gips ( plester cast) Traksi Jenis traksi : Traksi Gravitasi : U- Slab pada fraktur humerus Skin traksiTujuan menarik otot dari jaringan sekitar fraktur sehingga fragmen akan kembali ke posisi semula. Beban maksimal 4-5 kg karena bila kelebihan kulit akan lepas. Skeletal traksi : K-wire, Steinmann pin atau Denham pin.Traksi ini dipasang pada distal tuberositas tibia (trauma sendi coxae, femur, lutut), pada tibia atau calcaneus ( fraktur cruris). Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada pemasangan traksi yaitu gangguan sirkulasi darah pada beban > 12 kg, trauma saraf peroneus (cruris) , syndroma compartement, infeksi tempat masuknya pin (pin tract infection).

Indikasi OREF : Fraktur terbuka derajat III Fraktur dengan kerusakan jaringan lunak yang luas Fraktur dengan gangguan neurovaskuler Fraktur Kominutif Fraktur Pelvis Fraktur infeksi yang kontraindikasi dengan ORIF Non Union Trauma multiple

Internal / ORIF (Open Reduction Internal Fixation)ORIF ini dapat menggunakan K-wire, plating, screw, K-nail. Keuntungan cara ini adalah reposisi anatomis dan mobilisasi dini tanpa fixasi luar.Indikasi ORIF : Fraktur yang tak bisa sembuh atau bahaya avasculair nekrosis tinggi, misalnya fraktur talus dan fraktur collum femur. Fraktur yang tidak bisa direposisi tertutup. Misalnya fraktur avulse dan fraktur dislokasi. Fraktur yang dapat direposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya fraktur Monteggia, fraktur Galeazzi, fraktur antebrachii, dan fraktur pergelangan kaki. Fraktur yang berdasarkan pengalaman memberi hasil yang lebih baik dengan operasi, misalnya : fraktur femur.c. UNIONd. REHABILITASI

Gambar. Plate & screw pada open reduction internal fixation

III.8 PENYEMBUHAN FRAKTURProses penyembuhan fraktur pada tulang cortical terdiri atas lima fase, yaitu :1. Fase HematomaApabila terjadi fraktur pada tulang panjang, maka pembuluh darah kecil yang melewati canalikuli dalam sistem Haversian mengalami robekan pada daerah fraktur dan akan membentuk hematoma diantara kedua sisi fraktur. Hematoma yang besar diliputi oleh periosteum. Periosteum akan terdorong dan dapat mengalami robekan akibat tekanan hematoma yang terjadi sehingga dapat terjadi ekstravasasi darah ke dalam jaringan lunak.Osteocyt dengan lakunanya yang terletak beberapa milimeter dari daerah fraktur akan kehilangan darah dan mati, yang akan menimbulkan suatu daerah cincin avaskuler tulang yang mati pada sisi-sisi fraktur segera setelah trauma.

2. Fase Proliferasi Seluler Subperiosteal dan EndostealPada fase ini terjadi reaksi jaringan lunak sekitar fraktur sebagai suatu reaksi penyembuhan. Penyembuhan fraktur terjadi karena adanya sel-sel osteogenik yang berproliferasi dari periosteum untuk membentuk callus externa serta pada daerah endosteum membentuk callus interna sebagai aktifitas seluler dalam canalis medularis. Apabila terjadi robekan yang hebat pada periosteum, maka penyembuhan sel berasal dari diferensiasi sel-sel mesenchimal yang tidak berdiferensiasi ke dalam jaringan lunak.Pada tahap awal dari penyembuhan fraktur ini terjadi pertambahan jumlah dari sel-sel osteogenik yang memberi pertumbuhan yang cepat pada jaringan osteogenik yang sifatnya lebih cepat dari tumor ganas. Pembentukan jaringan seluler tidak terbentuk dari organisasi pembekuan hematoma suatu daerah fraktur. Setelah beberapa minggu, callus dari fraktur akan membentuk suatu massa yang meliputi jaringan osteogenik. Pada pemeriksaan radiologis callus belum mengandung tulang sehingga merupakan suatu daerah radiolusen.3. Fase Pembentukan Callus (fase union secara klinis)Setelah pembentukan jaringan seluler yang bertumbuh dari setiap fragmen sel dasar yang berasal dari osteoblast dan kemudian pada chondroblast membentuk tulang rawan. Tempat osteoblastt diduduki oleh matriks interseluler colagen dan perlengketan polisakarida oleh garam-garam calsium membentuk suatu tulang yang imatur. Bentuk tulang ini disebut sebagai woven bone. Pada pemeriksaan radiologi callus atau woven bone sudah terlihat dan merupakan indikasi radiologik pertama terjadinya penyembuhan fraktur.4. Fase Konsolidasi (fase union secara radiologik)Woven bone akan membentuk callus primer dan secara perlahan-lahan diubah menjadi tulang yang lebih matang oleh aktivitas osteoblast yang menjadi struktur lamelar dan kelebihan callus akan diresorpsi secara bertahap.5. Fase RemodellingBilamana union telah lengkap, maka tulang yang baru membentuk bagian yang menyerupai bulbus yang meliputi tulang tetapi tanpa canalis medularis. Pada fase remodeling ini, perlahan-lahan terjadi resorpsi secara osteoclastic dan tetap terjadi proses osteoblastic pada tulang dan callus externa secara perlahan-lahan menghilang. Callus intermediate berubah menjadi tulang yang kompak dan berisi sistem Haversian dan callus bagian dalam akan mengalami peronggaan untuk membentuk ruang sumsum. III.9 KOMPLIKASI FRAKTURKomplikasi fraktur dapat diakibatkan oleh trauma itu sendiri atau akibat penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.a. Komplikasi umumSyok karena perdarahan ataupun oleh karena nyeri, koagulopati difus dan gangguan fungsi pernafasan.Ketiga macam komplikasi tersebut diatas dapat terjadi dalam 24 jam pertama pasca trauma dan setelah beberapa hari atau minggu akan terjadi gangguan metabolisme, berupa peningkatan katabolisme. Komplikasi umum lain dapat berupa emboli lemak, trombosis vena dalam (DVT), tetanus atau gas gangrene.

b. Komplikasi Lokal Komplikasi diniKomplikasi dini adalah kejadian komplikasi dalam satu minggu pasca trauma, sedangkan apabila kejadiannya sesudah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut. Pada Tulang 1. Infeksi, terutama pada fraktur terbuka. 2. Osteomyelitis dapat diakibatkan oleh fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur tertutup. Keadaan ini dapat menimbulkan delayed union atau bahkan non union.Komplikasi sendi dan tulang dapat berupa arthritis supuratif yang sering terjadi pada fraktur terbuka atau pasca operasi yang melibatkan sendi sehingga terjadi kerusakan cartilago sendi dan berakhir dengan degenerasi. Pada Jaringan lunak 1. Lepuh, Kulit yang melepuh adalah akibat dari elevasi kulit superfisial karena edema. Terapinya adalah dengan menutup kasa steril kering dan melakukan pemasangan elastik.2. Decubitus, terjadi akibat penekanan jaringan lunak tulang oleh gips. Oleh karena itu perlu diberikan bantalan yang tebal pada daerah-daerah yang menonjol. Pada OtotTerputusnya serabut otot yang mengakibatkan gerakan aktif otot tersebut terganggu. Hal ini terjadi karena serabut otot yang robek melekat pada serabut yang utuh, capsul sendi dan tulang. Kehancuran otot akibat trauma dan terjepit dalam waktu cukup lama akan menimbulkan syndroma crush atau trombus (Apley & Solomon,1993). Pada pembuluh darahPada robekan arteri incomplete akan terjadi perdarahan terus menerus. Sedangkan pada robekan yang complete ujung pembuluh darah mengalami retraksi dan perdarahan berhenti spontan.Pada jaringan distal dari lesi akan mengalami ischemia bahkan nekrosis. Trauma atau manipulasi sewaktu melakukan reposisi dapat menimbulkan tarikan mendadak pada pembuluh darah sehingga dapat menimbulkan spasme. Lapisan intima pembuluh darah tersebut terlepas dan terjadi trombus. Pada compressi arteri yang lama seperti pemasangan torniquet dapat terjadi sindrome crush. Pembuluh vena yang putus perlu dilakukan repair untuk mencegah kongesti bagian distal lesi (Apley & Solomon, 1993).Syndroma compartement terjadi akibat tekanan intra compartement otot pada tungkai atas maupun tungkai bawah sehingga terjadi penekanan neurovaskuler sekitarnya. Fenomena ini disebut Ischemia Volkmann. Ini dapat terjadi pada pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga dapat mengganggu aliran darah dan terjadi edema dalam otot.Apabila ischemia dalam 6 jam pertama tidak mendapat tindakan dapat menimbulkan kematian/nekrosis otot yang nantinya akan diganti dengan jaringan fibrus yang secara periahan-lahan menjadi pendek dan disebut dengan contracture volkmann. Gejala klinisnya adalah 5 P yaitu Pain (nyeri), Parestesia, Pallor (pucat), Pulseness (denyut nadi hilang) dan Paralisis

Pada syarafBerupa compressi, neuropraksi, neurometsis (saraf putus), exonametsis (kerusakan akson). Setiap trauma terbuka dilakukan eksplorasi dan identifikasi nervus (Apley & Solomon,1993).Komplikasi lanjutPada tulang dapat berupa malunion, delayed union atau non union.Pada pemeriksaan terlihat deformitas berupa angulasi, rotasi, perpendekan atau perpanjangan. Delayed unionProses penyembuhan lambat dari waktu yang dibutuhkan secara normal. Pada pemeriksaan radiografi, tidak akan terlihat bayangan sclerosis pada ujung-ujung fraktur.Terapi konservatif selama 6 bulan bila gagal dilakukan Osteotomi. Bila lebih 20 minggu dilakukan cancellus grafting (12-16 minggu) Non union Dimana secara klinis dan radiologis tidak terjadi penyambungan. Tipe I (hypertrophic non union)Tidak akan terjadi proses penyembuhan fraktur dan diantara fragmen fraktur tumbuh jaringan fibrus yang masih mempunyai potensi untuk union dengan melakukan koreksi fixasi dan bone grafting. Tipe II (atrophic non union)Disebut juga sendi palsu (pseudoartrosis) terdapat jaringan sinovial sebagai capsul sendi beserta rongga sinovial yang berisi cairan, proses union tidak akan dicapai walaupun dilakukan imobilisasi lama.Beberapa faktor yang menimbulkan non union seperti disrupsi periosteum yang luas, hilangnya vaskularisasi fragmen-fragmen fraktur, waktu imobilisasi yang tidak memadai, implant atau gips yang tidak memadai, distraksi interposisi, infeksi dan penyakit tulang (fraktur patologis) Mal unionPenyambungan fraktur tidak normal sehingga menimbukan deformitas. Tindakan refraktur atau osteotomi koreksi. OsteomyelitisOsteomyelitis kronis dapat terjadi pada fraktur terbuka atau tindakan operasi pada fraktur tertutup sehingga dapat menimbulkan delayed union sampai non union (infected non union). Imobilisasi anggota gerak yang mengalami osteomyelitis mengakibatkan terjadinya atrofi tulang berupa osteoporosis dan atrofi otot. Kekakuan sendiKekakuan sendi baik sementara atau menetap dapat diakibatkan imobilisasi lama, sehingga terjadi perlengketan peri artikuler, perlengketan intraartikuler, perlengketan antara otot dan tendon. Pencegahannya berupa memperpendek waktu imobilisasi dan melakukan latihan aktif dan pasif pada sendi. Pembebasan perlengketan secara pembedahan hanya dilakukan pada penderita dengan kekakuan sendi menetap (Apley & Solomon,1993).