fraktur mandibula

57
ANGGOTA KELOMPOK Jamila 160110120068 Diandra Amalia 160110120069 Anna Hafidza N. 160110120070 Ranny Olivia Putri 160110120072 Aniza Pratita 160110120073 Ghina Nabila 160110120074 Nadira 160110120075 Ishlahil Akmalia 160110120076 Intan Deviani 160110120077 Natasha Carolina 160110120078 1

Upload: ishlahil-akmalia

Post on 14-Jul-2016

69 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

kedokteran gigi - bedah mulut

TRANSCRIPT

Page 1: Fraktur Mandibula

ANGGOTA KELOMPOK

Jamila 160110120068

Diandra Amalia 160110120069

Anna Hafidza N. 160110120070

Ranny Olivia Putri 160110120072

Aniza Pratita 160110120073

Ghina Nabila 160110120074

Nadira 160110120075

Ishlahil Akmalia 160110120076

Intan Deviani 160110120077

Natasha Carolina 160110120078

1

Page 2: Fraktur Mandibula

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena

atas rahmat-Nyalah penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah yang

berjudul “Fraktur Mandibula”.

Makalah ini ditulis untuk memberikan penjelasan mengenai etiologi,

insidensi sampai penatalaksanaan fraktur mandibula. Fraktur mandibula erat

kaitannya dengan ilmu kedokteran gigi, maka dibuatlah makalah ini.

Akhir kata, penulis juga tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada

dosen mata kuliah DSP 7, juga kepada teman-teman yang ikut serta membantu

penulis dalam penyusunan makalah ini. Penulis mohon maaf jika ada kesalahan

yang tidak disengaja dalam penyusunan makalah. Penulis menerima kritik dan

saran yang bersifat membangun untuk perbaikan makalah ini. Penulis berharap

makalah ini bermanfaat dan memberikan pengetahuan bagi pembaca.

Jatinangor, September 2014

Penulis

2

Page 3: Fraktur Mandibula

DAFTAR ISI

ANGGOTA KELOMPOK.......................................................................................................1

KATA PENGANTAR..............................................................................................................2

DAFTAR ISI..........................................................................................................................3

BAB I...................................................................................................................................4

PENDAHULUAN..................................................................................................................4

BAB II..................................................................................................................................5

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................5

2.1 DEFINISI FRAKTUR MANDIBULA...............................................................................5

2.2 ETIOLOGI FRAKTUR MANDIBULA.............................................................................5

2.3 INSIDENSI FRAKTUR MANDIBULA.............................................................................6

2.4 KLASIFIKASI...............................................................................................................7

2.4.1 Menurut Dorland’s Illustrated Medical Dictionary............................................7

2.4.2 Menurut Anatomi Mandibula..........................................................................10

2.4.3 Menurut Kazanjian dan Converse...................................................................11

2.4.4 Menurut Rowe dan Killey...............................................................................12

2.4.5 Menurut Kruger dan Schilli.............................................................................12

2.5 GEJALA KLINIS............................................................................................................14

2.5.1 Perubahan oklusi.............................................................................................14

2.5.2 Anestesia, Parestesia atau Disestesia Bibir Bawah..........................................15

2.5.3 Pergerakan Mandibula yang Abnormal...........................................................15

2.5.4 Perubahan Kontur Wajah dan Lengkung Mandibula.......................................16

2.5.5 Laserasi, Hematoma, dan Echymosis..............................................................17

2.5.6 Hilangnya Gigi dan Krepitasi atau Palpasi......................................................17

2.5.7 Dolor, Tumor, Rubor, dan Color.....................................................................17

2.5.8 Kesulitan atau ketidakmampuan untuk mengunyah.........................................18

2.6 PERAWATAN..............................................................................................................18

BAB III...............................................................................................................................36

KESIMPULAN....................................................................................................................36

3

Page 4: Fraktur Mandibula

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................37

4

Page 5: Fraktur Mandibula

BAB I

PENDAHULUAN

Pada makalah ini dijelaskan tentang fraktur mandibula. Fraktur mandibula

erat kaitannya dengan profesi kedokteran gigi, oleh karena itu kita harus cakap

dalam menangani pasien yang mengalami fraktur mandibula. Dalam makalah ini

dijelaskan mengenai insidensi, etiologi dan penatalaksanaannya. Berbagai macam

cara perawatan dijelaskna dalam makalah ini.

5

Page 6: Fraktur Mandibula

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI FRAKTUR MANDIBULA

Menurut Kamus Kedokteran Gigi, fraktur adalah diskontinuitas dari

jaringan keras (tulang), biasanya disebabkan oleh adanya kecelakaan/trauma

ataupun keadaan patologis; suatu patahan jaringan keras.

Trauma adalah luka atau cedera pada jaringan. Mandibula adalah

rahang bawah. Jadi, fraktur mandibula adalah hilangnya kontinuitas tulang

pada rahang bawah (mandibula), yang diakibatkan oleh trauma wajah ataupun

keadaan patologis, dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan

benar.Keluarnya darah dari pembuluh darah kedalam ruang ekstravaskuler

karena hilangnya kontinuitas pembuluh darah.

2.2 ETIOLOGI FRAKTUR MANDIBULA

Mandibula sering terkena cedera karena posisinya yang menonjol.

Kecelakaan kendaraan dan serangan kekerasan merupakan penyebab yang

utama. Penyebab fraktur mandibula dibagi menjadi dua yaitu faktor luar dan

faktor dalam.

Literatur menunjukkan bahwa penyebab fraktur mandibula yang

berasal dari faktor luar yaitu 43% karena kecelakaan kendaraan, 34%

6

Page 7: Fraktur Mandibula

disebabkan oleh serangan kekerasan, 7% karena kecelakaan dalam bekerja,

7% karena jatuh, dan 4% karena kecelakaan saat olahraga.

Dental implant merupakan perawatan restoratif bagi pasien edentulous

selama dekade terakhir. Namun, fraktur mandibula dan maxillofacial makin

umum dijumpai seiring berkembangnya penggunaan dental implant. Adanya

resorpsi tulang sekunder selama penggunaan prostesis jangka panjang dan

makin tingginya abnormalitas metabolik pada lanjut usia menyebabkan

berkurangnya massa tulang. Untuk alasan inilah pasien harus mengikuti

prinsip osteografi untuk hasil yang lebih baik.

Manson et al mengungkapkan bahwa fraktur mandibula bisa

dikarenakan faktor dari dalam, yaitu karena adanya penurunan massa tulang,

defisiensi mineral tulang akibat atrofi, tekanan selama pemakaian implant,

dan daya regang pada mandibula.

Menurut Tolman dan Keller, implant yang telah melalui osteograsi

dan terlibat dalan garis fraktur tak boleh dihilangkan, hanya implant yang

terkena infeksi saja yang harus dihilangkan. Penggunaan reduksi terbuka dan

fiksasi internal harus dihindari karena adanya pengurangan periosteum dan

berkurangnya massa tulang akibat atrofi mandibula, untuk alasan inilah

reduksi tertutup merupakan metode yang terbaik bagi fraktur mandibula yang

disebabkan karena faktor dari dalam.

2.3 INSIDENSI FRAKTUR MANDIBULA

7

Page 8: Fraktur Mandibula

Dalam studi kasus fraktur mandibula, presentasi penyebab fraktur

terbanyak yaitu: 29,1% pada kondilus, 24,5% pada angulus, 22% pada

simfisis, 16% pada bodi, 4% pada dentoalveolar, dan 1,3% pada prosessus

koronoideus.

Fraktur mandibula paling sering terjadi pada ramus, kondilus, dan

angulus mandibula.

Fraktur subkondilar sering terjadi pada anak-anak karena tulang

kondilus pada anak-anak masih mengalami pertumbuhan sedangkan fraktur

angulus lebih sering terjadi pada dewasa muda karena kondisi anatomis

angulus yang menonjol dan merupakan pertemuan antara dua tulang (ramus

dan korpus) sehingga paling rawan terjadinya fraktur .

2.4 KLASIFIKASI2.4.1 Menurut Dorland’s Illustrated Medical Dictionary

1) Simple atau tertutup.

Fraktur yang tidak menyebabkan luka terbuka.

8

Page 9: Fraktur Mandibula

2) Compound atau terbuka

Fraktur yang menyebabkan luka terbuka melibatkan kulit, mukosa,

atau membran periodontal.

3) Kominusi

Fraktur dimana tulang yang mengalami fraktur berupa serpihan

atau segmen kecil.

4) Greenstick

Fraktur yang menyebabkan rusaknya korteks tulang.

9

Page 10: Fraktur Mandibula

5) Impaksi

Fraktur dimana salah satu fragmen benar-benar mendorong

fragmen yang lain.

6) Multiple

Merupakan varian dari fraktur dimana terdapat dua atau lebih garis

fraktur dalam satu tulang yang tidak berhubungan satu sama lain.

7) Patologik

Fraktur yang berasal dari luka ringan akibat luka pada tulang

sebelumnya.

8) Atrofik

10

Page 11: Fraktur Mandibula

Fraktur yang terjadi spontan tanpa sebab patologik dikarenakan

atrofi tulang, contoh pada edentulous mandibula.

9) Indirect atau tak langsung

Fraktur yang terjadi pada titik yang jauh dari tempat terjadinya

luka.

10) Komplikasi atau kompleks

Fraktur yang melibatkan jaringan lunak dan jaringan keras.

2.4.2 Menurut Anatomi Mandibula1) Midline: Fraktur diantara incisivus sentral.

2) Parasimfiseal: Fraktur yang terjadi di daerah simfisis.

3) Simfisis: Fraktur yang berupa garis vertikal di bagian distal caninus

4) Body: Daerah distal simfisis hingga regio molar ke tiga

5) Angulus: Daerah distal molar ke tiga

6) Ramus

7) Kondilar

8) Prosessus koronoideus

9) Prosessus alveolaris

11

Page 12: Fraktur Mandibula

2.4.3 Menurut Kazanjian dan Converse 1) Kelas I

Adanya gigi pada kedua sisi garis fraktur. Bisa dirawat dengan

berbagai teknik, bisa menggunakan monomaksillari ataupun

intermaksillari.

2) Kelas II

Adanya gigi hanya pada salah satu sisi garis fraktur. Biasanya

melibatkan fraktur pada korpus, ramus, angulus, atau pada edentulous

sehingga membutuhkan perawatan intermaksillari

3) Kelas III

Tak ada gigi yang terlibat, contoh pada pasien edentulous.

Membutuhkan perawtan dengan teknik prostetok, reduksi terbuka atau

keduanya untuk stabilisasi.

12

Page 13: Fraktur Mandibula

2.4.4 Menurut Rowe dan Killey1) Kelas I

Tidak melibatkan basal tulang, berupa fraktur prossus alveolaris.

2) Kelas II

Melibatkan basal tulang, dibagi menjadi single unilateral, double

unilateral, bilateral, dan multiple.

2.4.5 Menurut Kruger dan Schilli1) Berkaitan dengan lingkungan eksternal

a. Simple atau tertutup

b. Compound atau terbuka

2) Tipe fraktur

a. Incomplete

b. Greenstick

c. Complete

d. Comminuted

13

Page 14: Fraktur Mandibula

3) Pertumbuhan rahang berkaitan dengan penggunaan splint

a. Adanya rahang yang cukup

b. Edentulous atau tak cukupnya rahang

c. Primer dan mixed dentition

4) Lokasi

a. Fraktur pada daerah simfisis antara kaninus.

b. Fraktur antara kaninus.

c. Fraktus pada corpus mandibula antara kaninus dan angulus

mandibula.

d. Fraktur pada angulus mandibula di regio molar ketiga.

e. Fraktur pada ramus mandibula antara angulus mandibula dan

sigmoid notch.

14

Page 15: Fraktur Mandibula

f. Fraktur pada prosessus koronoideus.

g. Fraktur pada prosessus kondilaris.

5) Arah Tarikan Otot

1) Vertikal favorable (tak searah tarikan otot) atau unfavorable

2) Horizontal favorable atau unfavorable (searah tarikan otot)

2.5 GEJALA KLINISSebagai dokter gigi yang berkompeten kita harus tahu dan memahami

apa saja tanda-tanda dari fraktur mandibula untuk memudahkan proses

diagnosa. Berikut adalah beberapa tanda dari adanya fraktur mandibula.

2.5.1 Perubahan oklusiPasien dengan fraktur mandibula biasanya memiliki gangguan oklusi,

sebagai klinisi kita bisa menanyakan pada pasien mengenai ada atau tidaknya

kelainan yang dirasakan ketika mereka mengoklusikan gigi karena, perubahan

oklusi dapat di anggap sebagai tanda diagnostik utama dari fraktur mandibula.

15

Page 16: Fraktur Mandibula

Fraktur pada gigi, tulang alveolar, trauma TMJ serta otot pengunyahan bisa

menyebabkan kelainan oklusi ini.

Kelainan Oklusi Daerah yang diduga mengalami fraktur

Kontak prematur

gigi posterior

Kondilus atau sudut mandibula (bilateral)

Openbite posterior Prosesus alveolar anterior atau daerah parasymphyseal

Posterior crossbite Kondilus dan midline symphyseal dengan miringnya

segmen posterior dari mandibula

Retrognatik Kondilus dan sudut mandibula

Unilateral openbite Sudut ipsilateral dan parasymphyseal

Prognatik Efusi TMJ

2.5.2 Anestesia, Parestesia atau Disestesia Bibir BawahHal ini berkaitan dengan gangguan pada nervus alveolar inferior

dimana nervus ini melewati foramen mandibula. Jika bibir bawah mati rasa,

mungkin saja terjadi fraktur pada daerah distal foramen mandibula.

2.5.3 Pergerakan Mandibula yang AbnormalFraktur pada daerah mandibula bisa menimbulkan keabnormalan dari

pergerakan mandibula secara signifikan. Keterbatasan pembukaan mulut dan

trismus bisa menjadi tanda dari fraktur mandibula. Hal ini juga berkaitan

dengan kerja otot-otot pengunyahan. Salah satu contoh sederhana adalah jika

terjadi fraktur kondilus unilateral maka saat pembukaan mulut akan terjadi

16

Page 17: Fraktur Mandibula

deviasi ke daerah yang terjadi fraktur, hal ini terjadi karena fungsi dari otot

pterygoid pada sisi yang tidak terkait tetap ada sehingga terjadilah deviasi.

Kelainan Pergerakan

Mandibula

Daerah yang Kemungkinan Mengalami Fraktur

Ketidakmampuan

membuka rahang

Prosesus koroniod, ramus dan lengkung

zigomatikum

Ketidakmampuan

menutup rahang

Prosesus alveolaris, ramus, sudut atau symphysis

Pergerakan lateral Kondilus (bilateral), ramus dengan displacement

tulang

2.5.4 Perubahan Kontur Wajah dan Lengkung MandibulaPerubahan kontur wajah yang disebabkan karena fraktur mandibula

bisa tersamarkan dengan adanya pembengkakan, namun kita tetap harus bisa

membedakannya, apalagi bila sudah terlihat adanya ketidaksimetrisan pada

bentuk wajah pasien dan adanya penyimbangan dari bentuk kurva mandibula

(u-shaped).

Perubahan pada

wajah

Daerah yang Kemungkinan Mengalami Fraktur

Bagian lateral yang

lebih datar

Korpus, ramus, sudut mandibula

Retruded chin Parasymphyseal (bilateral)

17

Page 18: Fraktur Mandibula

Pemanjangan wajah Subkondilar (bilateral), sudut, korpus menyebabkan

posisi mandibula lebih ke bawah

2.5.5 Laserasi, Hematoma, dan EchymosisArah dan tipe fraktur bisa kita lihat dan perkirakan melalui laserasi

yang terjadi namun untuk lebih tepatnya bisa dengan bantuan pemeriksaan

radiografik. Ekimosis pada dasar mulut bisa mengindikasikan terjadinya

trauma pada korpus mandibula dan symphyseal.

2.5.6 Hilangnya Gigi dan Krepitasi atau PalpasiTenaga yang kuat bisa menyebabkan kehilangan gigi dan tidak

menutup kemungkinan terjadinya fraktur pada tulang dibawahnya. Sebagai

dokter gigi, kita harus melakukan palpasi pada bagian mandibula dengan

menggunakan kedua tangan dengan posisi ibu jari pada gigi dan jari yang lain

berada di batas bawah mandibula, namun dibutuhkan pemeriksaan radiofrafis

untuk memastikan fraktur tersebut. Palpasi pada tepi-teepi mandibula

mungkin bisa menunjukkan deformitas seperti tangga (step deformity)

apabila edema dan hematoma tidak parah. Pemeriksaan ini sering

menunjukkan terpisahnya gigi satu dengan yang lain dan terputusnya

kontinuitas dataran oklusal yang mengalami fraktur.

2.5.7 Dolor, Tumor, Rubor, dan ColorAdanya keempat tanda ini, merupakan tanda utama dari trauma , pada

daerah mandibula meningkatkan kemungkinan adanya fraktur pada daerah

tersebut.

18

Page 19: Fraktur Mandibula

2.5.8 Kesulitan atau ketidakmampuan untuk mengunyahPemeriksaan radiologis juga diperlukan untuk memperkuat diagnosa,

beberapa teknik foto yang bisa digunakan pada kasus fraktur mandibula ini

antara lain, panoramik, lateral oblique, posteroanterior, occlusal view,

periapikal view, reverse towne’s dan CT scan.

2.6 PERAWATANAda dua cara penatalaksanaan fraktur mandibula, yaitu cara tertutup

atau konservatif dan terbuka atau pembedahan. Pada teknik tertutup, reduksi

fraktur dan imobilisasi mandibula dicapai dengan jalan menempatkan

peralatan fiksasi maksilomandibular. Pada prosedur terbuka, bagian yang

fraktur dibuka dengan pembedahan, dan segmen direduksi dan difiksasi

secara langsung dengan menggunakan kawat atau plat. Teknik terbuka dan

tertutup tidaklah selalu dilakukan tersendiri, tetapi kadang-kadang

dikombinasikan. Pendekatan ketiga adalah merupakan modifikasi dari teknik

terbuka, yaitu metode fiksasi skeletal eksternal. Pada teknik fiksasi skeletal

eksternal pin ditelusupkan ke dalam kedua segmen untuk mendapatkan

tempat perlekatan alat penghubung (connecting appliance), yang bisa dibuat

dari logam atau akrilik, yang menjembatani bagian-bagian fraktur dan

menstabilkan segmen tanpa melakukan imobilisasi mandibula. Semua metode

perawatan tersebut masing-masing mempunyai indikasi, keuntungan, dan

kekurangan. Dasar pemikiran perawatan yang baik adalah respons fleksibel,

yakni kemauan dan kemampuan untuk menggunakan teknik yang ada (alat-

alat yang diperlukan), dengan profesionalisme yang memadai.

19

Page 20: Fraktur Mandibula

Reduksi Tertutup

Reduksi tertutup sangat sesuai untuk penatalaksanaan kebanyakan

fraktur mandibular dan secara spesifik diindikasikan untuk kasus dimana gigi

terdapat pada semua segmen atau segmen edentulus di sebelah proksimal

dengan pergeseran yang hanya sedikit. Indikasi metode reduksi tertutup

adalah sebagai berikut:

a. Fraktur menguntungkan tanpa adanya pergeseran tempat

(nondisplace favorable fracture)

b. Fraktur comunitted yang luas

c. Fraktur pada mandibula yang edentulous

d. Fraktur mandibula pada anak

e. Fraktur processus coronoidalis

20

Page 21: Fraktur Mandibula

f. Fraktur kondilus

Gigi-gigi sangat diperlukan untuk fungsi perlekatan alat, misalnya

untuk malleable arch bars berbagai teknik perawatan, dan splint logam/

akrilik. Malleable stock arch bar tersedia dalam bentuk gulungan atau

potongan-potongan dengan panjang tertentu. Arch bar dengan mudah bisa

dipasang menggunakan anestesi local atau anestesi umum, dengan jalan

mengikatkannya terhadap gigi menggunakan kawat baja tahan karat ukuran

0,018 atau 0,20 inchi, 0,45 atau 0,5 mm (dapat dilihat pada tabel). Kawat

tersebut diinsersikan melingkari tiap-tiap gigi (melalui diatas arch bar pada

satu sisi, dan di bawah arch bar pada sisi yang lain), dan ujung-ujung kawat

dipilin searah dengan jarum jam. Ujung kawat yang berlebih dipotong dan

dilipat sedemikian rupa sehingga tidak melukai mukosa bukal atau labial. Jika

terjadi pergeseran segmen yang nyata, biasanya diatasi dengan memotong

arch bar pada bagian yang mengalami fraktur, karena apabila bar

menjembatani fraktur, maka akan cenderung memisahkan atau mengganggu

segmen-segmennya.

1. Fiksasi

Fiksasi maksilomandibular dilakukan dengan menggunakan elastic

atau kawat untuk menghubungkan loop (lug) arch bar atau alat maksilar dan

mandibular yang lain. Apabila suatu segmen mengalami pergeseran cukup

banyak, maka dianjurkan untuk melakukan imobilisasi segmen yang

pergeserannya sedikit dahulu, kemudian melakukan reduksi dan imobilisasi

21

Page 22: Fraktur Mandibula

segmen yang lain secara digital atau manual. Apabila suatu fraktur belum

lama terjadi yakni kurang dari 72-96 jam, reduksi biasanya dilakukan dengan

memanipulasi. Pada fraktur yang sudah lama terjadi, stabilisasi dari elemen

yang tidak bergeser atau hanya bergeser sedikit, dilakukan pertama kali

dengan menggunakan elastic atau kawat dan kemudian memasang elastic

yang cukup kuat tarikannya terhadap segmen yang pergeserannya lebih

banyak. Kawat bersifat pasif, sedangkan elastik bersifat aktif. Elastik yang

dikenakan pada gigi yang tidak mempunyai antagonis akan mengakibatkan

ekstruksi atau pada kasus yang lebih hebat mengakibatkan gigi lepas. Semua

pasien dengan pengawatan maksilomandibular harus dibekali alat pemotong

kawat yang bisa digunakan setiap saat.

2. System Eyelet

Pengawatan langsung yang paling sering digunakan adalah tekni

eleyet (Ivy loop). Pada sistem ini kawat dipilinkan satu sama lain untuk

membentuk loop. Kedua ujung kawat dilewatkan ruang interproksimal,

dengan loop tetap disebelah bukal. Satu ujung dari kawat dilewatkan di

sebelah distal dari gigi distal dan kembalinya di bawah atau melalui loop,

sedangakan ujung yang lain ditelusupkan pada celah interproksimal mesial

dari gigi mesial. Akhirnya loopnya dikencangkan dengan jalan memilinnya.

Beberapa eyelet bisa ditempatkan pada gigi posterior untuk mendapatkan

tempat perlekatan kawat atau elastik yang digunakan untuk fiksasi

maksilomandibular. Sistem eyelet tidak rumit dan mudah dilakukan. Ini ideal

untuk penanganan kasus dengan cepat apabila diperlukan stabilitas sementara,

22

Page 23: Fraktur Mandibula

atau apabila durasi anestesi umum harus dikurangi. Empat eyelet, dengan

fiksasi maksilomandibular yang baik, sering memberikan hasil imobilisasi

mandibular yang memuaskan untuk merawat fraktur subkondilar unilateral

dengan pergeseran yang hanya sedikit.

3. Teknik Pengawatan Langsung

Metode pengawatan langsung yang sederhana adalah dengan

menempatkan kawat melingkari gigi-gigi di dekatnya pada rahang yang

berlawanan.

Kawat-kawat tersebut kemudian dikaitkan satu sama lainsedemikian

rupa sehingga membentuk X (Teknik Gilmer) untuk membantu fiksasi

maksilomandibular.

Sistem Pengawatan Eyelet

23

Page 24: Fraktur Mandibula

(1)Pengawatan eyelet dilakukan dengan membentuk loop kawat dan

memasukkan kedua ujung kawat keruang interproksimal

(2) Kedua ujung kawat kemudian dimasukkan lagi ke arah bukal

(3) Ujung distal ditelusupkan ke dalam loop

(4) Kemudian ujung-ujung kawat tersebut ditarik, supaya ikatannya kuat, dan

akhirnya dipilinkan satu sama lain

(5) (Catatan: Ujung-ujung kawat dipilin pada bagian mesial) Suatu eyelet bisa

ditempatkan pada satu gigi individual dengan membentuk sebuah loop,

menyusupkan ujung kawat dan kemudian memilin ujungnya pada aspek

mesial.

4. Splint

Arch bar memberikan daerah perlekatan untuk fiksasi

maksilomandibular, tetapi secara teknik tidak berfungsi sebagai splint, karena

jarang memeberikan imobilisasi dan stabilisasi segmen fraktur dengan baik.

Suatu splint merupakan alat individual yang ditujukan untuk imobilisasi atau

membantu imobilisasi segmen-segmen fraktur. Pembuatan suatu splint

memerlukan bahan cetak, fasilitas labolatorium dan waktu yang relatif lama.

Splint ini biasanya merupakan logam tuang (cor), atau terbuat dari akrilik.

Pada fraktur komplikata, apabila reduksi oklusi yang benar tidak mudah

dilakukan, orientasi model dengan menggunakan tangan dan pematahan

model untuk mewakili segmen fraktur mungkin bisa mengatasi masalah ini.

24

Page 25: Fraktur Mandibula

Splint secara khusus diindikasikan apabila terjadi kehilangan substansi tulang

(misalnya luka kena tembak) untuk mencegah kolaps atau untuk mendapatkan

kembali panjang lengkung rahang. Splint bisa disemenkan atau dipasang

dengan kawat terhadap gigi.

5. Gunning Splint

Fraktur edentulus membawa problema tersendiri dalam imobilisasi.

Apabila mempunyai protesa gigi maka bisa digunakan untuk fiksasi

maksilomandibular. Salah satu cara adalah dengan membuat lubang pada

basis akrilik di regio interproksimal gigi-gigi dari geligi tiruan dan kemudian

dilakukan pengawatan arch bar terhadap basis protesa. Apabila pasien tidak

memakai geligi tiruan, maka dilakukan pencetakan dan kemudian dibuat

gunning splint yang mirip basis protesa dengan bite plane. Splint dibuat

overclosed, karena dimensi vertical yang berlebihan sering tidak dapat

ditolelir dengan baik. Geligi tiruan yang digunakan sebagai splint, atau

Gunning splint sering dilapisi dengan kondisioner jaringan.

25

Page 26: Fraktur Mandibula

6. Pengawatan Sirkummandibular

Geligi tiruan atau splint mandibular sering distabilisasi dengan

menggunakan tiga pengawatan sirkummandibular, satu melingkari mandibula

pada regio parasimfis dan dua pada daerah posterior dari foramen mentale.

Kawat-kawat ini diinsersikan dengan jarum penusuk (awl) atau metode jarum

lurus ganda (double straight needle). Awl adalah sebuah jarum yang

dilengkapi dengan pegangan. Pada teknik awl, jarum tersebut ditusukkan

pada kulit (yang sudah dipersiapkan) di bawah mandibula dan muncul pada

dasar mulut. Awl tersebut ditelusupi kawat, ditarik, dan dilewatkan pada

aspek bukal mandibula ke dalam vestibulum, di sini kawat dilepas. Kemudian

kawat dilewatkan diatas geligi tiruan dan ujung-ujungnya dipuntir/dipilin agar

terjadi stabilisasi. Pada teknik jarum lurus ganda, suatu jarum dilewatkan

sebelah lingual dari mandibula, masuk ke dalam dasar mulut dan kawat

ditarik. Yang lain diinsersikan dari bagian bukal pada titik insersi yang sama

untuk menuju ke vestibulum dan kemudian ditarik. Ujung-ujung kawat

tersebut dilewatkan diatas geligi tiruan kemudian dikencangkan satu sama

lain.

7. Stabilisasi pada geligi tiruan atas

Geligi tiruan atau splint maksila distabilisasi dengan pengawatan

sirkumzigomatik, dan apabila diperlukan, insersi kawat pada apertura

piriformis atau spina nasalis. Kawat sirkumzigomatik diinsersikan dengan

teknik yang serupa dengan pengawatan sirkummandibular, satu ujung kawat

26

Page 27: Fraktur Mandibula

dilewatkan di bawah (medial) arcus zygomaticus dan satu di atas (lateral).

Untuk ini digunakan awl atau teknik double straight needle. Insersi

pengawatan pada fossa piriformis dan spina nasalis memerlukan

pengangkatan flap agar bisa mencapai tulang, membur tulang, dan

melewatkan kawat (transosseus) untuk perlekatan geligi tiruan.

8. Fiksasi tulang eksternal

Fiksasi tulang eksternal yang sering dipakai adalah alat fiksasi Bi-

phase. Dengan alat ini, pin-pinnya diinsersikan melalui insisi kutan ke dalam

tulang yang sebelumnya dilubangi dengan bur. Pin dimasukkan melalui

korteks bukal dan tulang kanselus dan sedikit tertanam pada tulang kortikal

lingual. Paling tidak dua pin untuk tiap-tiap segmen fraktur. Kemudian pin-

pin tersebut dijembatani dengan bar (dengan menggunakan klem), dan

reduksi diamati dengan sinar-X. Kemudian bar digantikan dengan konektor

akrilik, yang bentuknya disesuaikan, dengan menggunakan peralatan khusus.

Fiksasi eksternal untuk fraktur mandibular memberikan keuntungan dalam

mereduksi dan stabilisasi segmen proksimal yang mengalami pergeseran

apabila reduksi terbuka merupakan kontraindikasi, untuk mencegah kolaps

dimana tulangnya banyak yang hilang, dan untuk menstabilkan segmen pada

teknik grafting. Alat ini bisa digunakan untuk mengontrol segmen pada saat

melakukan reseksi mandibula, karena penyakit neoplastik.

Reduksi terbuka

27

Page 28: Fraktur Mandibula

Untuk melakukan reduksi terbuka pada fraktur mandibula bisa melalui

kulit atau oral. Antibiotik dan peralatan intraoral yang baik memberikan

dukungan tambahan pada pendekatan peroral. Secara teknis, setiap daerah

pada mandibula dapat dicapai dan dirawat secara efektif secara oral kecuali

pada daerah subkondilar. Walaupun jalan masuk melalui mulut tidak

semudah perkutan, modifikasi pengawatan langsung (pengawatan tepi atas

atau transalveolar dan transsirkumferensial) menjadikan teknik ini

mempunyai keberhasilan tinggi, dengan rasa sakit dan komplikasi yang

minimal. Jika digunakan pelat tulang, pendekatan oral sering dikombinasi

dengan pendekatan perkutan dengan menggunakan teknik instrumentasi

transkutan.

Indikasi metode ini adalah sebagai berikut:

a. Fraktur yang tidak menguntungkan (displaced unfavorable) pada sudut

mandibula.

b. Fraktur yang tidak menguntungkan (displaced unfavorable) pada badan

mandibula atau daerah parasimfisis mandibula

c. Terjadinya kegagalan pada metode tertutup

d. Fraktur yang membutuhkan tindakan osteotomy (malunion)

e. Fraktur yang membutuhkan bone graft

f. Multiple fraktur

28

Page 29: Fraktur Mandibula

A. Pergeseran superior dari segmen edentulous proksimal dikontrol dengan

menginsersikan kawat transirkummandibular tunggal. Awl digunakan untuk

melewatkan kawat di balik tepi bawah mandibula.

B. Apabila didapatkan tulang dan jalan masuk memadai, suatu kawat tunggal

bias ditelusupkan dengan metode transalveolar.

C dan D. Osteosintesis.

C. Pergeseran dari segmen proksimal edentulous dikontrol dengan

osteosintesis perkutan memakai kawat yang ditempatkan sedemikian rupa

sehingga membentuk huruf ”X”.

D. Osteosintesis peroral diselesaikan dengan pelat kompresi tulang (bone

plate). Pada pendekatan ini sering digunakan kombinasi peralatan perkutan /

peroral.

1. Reduksi tulang peroral

29

Page 30: Fraktur Mandibula

Reduksi tulang peroral dari fraktur mandibula sering dilakukan untuk

mengendalikan fragmen edentulus proksimal yang bergeser. Situasi ini

umumnya berupa fraktur yang melalui alveolus gigi molar ketiga yang

impaksi/ erupsi sebagian. Tindakan dilakukan pada pasien diberi anestesi

local atau sedasi atau anestesi umum. Arch bar atau alat fiksasi yang lain

pertama-tama diikatkan pada tempatnya dan suatu flap envelope

mukoperiosteal yang dimodifikasi (lebih besar dan terletak lebih ke arah

bukal) dibuat untuk jalan masuk ke daerah molar ketiga. Molar ketiga

dikeluarkan, biasanya bisa dilakukan sangat mudah dengan menggunakan

elevator dan distraksi anterior dari segmen distal. Lubang unikortikal dibuat

pada dinding alveolar sebelah bukal dari kedua frakmen, dan sebuah kawat

baja tahan karat (0,018 atau 0,020 inch, 0,45 atau 0,5 mm) ditelusupkan ke

dalamnya. Reduksi diakhiri dengan manipulasi manual (seringkali segmen

proksimal dipegang dengan tang pemegang tulang. Stabilisasi awal

didapatkan dari banyaknya gerigi fraktur yang saling mengunci. Ujung-ujung

kawat dipilin untuk mengencangkan segmen pada posisi reduksi, dan

ditempatkan kawat/elastic untuk fiksasi maskilomandibular. Bagian tersebut

diirigasi dengan larutan saline steril, diperiksa, dan kawat disesuaikan,

dipotong, serta ditekuk. Penutupan flap dilakukan dengan jahitan kontinu

memakai chromic gut 3-0. Reduksi ini dikatakan berhasil apabila segmen

edentulus proksimal yang dapat bergerak tadinya bergeser dicekatkan ke

frakmen distal/anterior yang sudah diimbolisasi (fiksasi maksilomandibular).

30

Page 31: Fraktur Mandibula

2. Reduksi terbuka pada simfisis

Fraktur parasimfisis ini dirawat dengan pengawatan transalveolar pada

tepi atas, apabila gigi di dekat garis fraktur tidak ada. Pada situasi tipikal yang

lain, fraktur parasimfisis yang bergeser distabilisasi pada tepi bawah melalui

jalan masuk yang diperoleh dengan membuka simfisis. Flap dibuat dengan

menempatkan insisi 3-4 mm di bawah pertemuan mukosa bergerak dan tak

bergerak. Inisisi submukosal dibuat miring sedemikian rupa sehingga

periosteum diiris di bawah origo m. mentalis. Pemisahan periosteum dimulai

dengan elevator periosteal, dan pengelupasan dilakukan dengan tekanan

digital ke arah inferior. Perhatian perlu diarahkan untuk mempertahankan

bundle neurovascular mentalis, dengan hati-hati

menggesernya/melindunginya hanya jika bundle kemungkinan bisa cedera

yakni apabila digunakan instrument putar. Lubang dibuat pada kedua segmen

pada tepi bawah, dan sebuah kawat baja tahan karat (0,020 atau 0,022 inch,

0,5 atau 0,55 mm) dilewatkan, sering dibuat berbentuk seperti angka 8.

Keuntungan dari teknik bentuk angka 8 ini karena tidak diperlukannya insersi

kawat lingual. Segmen-segmen diatur letaknya dan ujung kawat dipilin,

dipotong, dan dibengkokkan. Fiksasi maksilomandibular diakhiri dengan

menempatkan kawat atau elastic yang menghubungkan arch bar atau alat

yang lain. Bagian tersebut kemudian diirigasi dengan menggunakan larutan

saline steril diperiksa, dan ditutup. Kemungkinan terjadinya dehisensi

(pemisahan) dari garis jahitan bisa dikurangi apabila m. mentalis terjaga

dengan baik. Submukosa dan mukosa dijahit dengan chromic gut 3-0 (atau

31

Page 32: Fraktur Mandibula

polyglycolic acid, Dexon) dengan teknik kontinu sederhana atau mattres.

Pembalut dengan tekanan (pressure dressing) dipasang untuk

mempertahankan posisi jaringan lunak terhadap tulang sehingga bisa

mengurangi pembentukan rongga mati (dead space) dan hematom.

Pendekatan dari angulus mandibulae dan symphysis mandibulae bisa

dimodifikasi sehingga memungkinkan pembedahan dilakukan pada setiap

bagian dari mandibula bagian anterior, yakni korpus mandibulae dan regio

mentalis.

3. Reduksi Terbuka Perkutan

Reduksi terbuka perkutan pada fraktur mandibula diindikasikan

apabila reduksi tertutup atau peroral tidak berhasil, terjadi luka-luka terbuka,

atau apabila akan dilakukan graft tulang seketika. Fraktur subkondilar tertentu

dan fraktur yang sudah lama atau yang mengalami penggabungan yang keliru

atau tidak bergabung juga merupakan indikasi untuk reduksi perkutan

terbuka. Pendekatan terbuka biasanya dikombinasikan dengan fiksasi

maksilomandibular untuk mendapatkan stabilisasi maksimum dari segmen

fraktur. Apabila terjadi luka-luka terbuka, jalan masuk langsung ke daerah

fraktur bisa didapatkan hanya dengan sedikit modifikasi. Fraktur pada daerah

angulus dan corpus mandibulae dicarikan jalan masuk melalui diseksi

submandibular, misalnya dengan pendekatan Risdon, di mana insisi

ditempatkan sejajar garis tegangan kulit pada daerah inframandibular. Bagian

yang mengalami fraktur dibuka dengan diseksi tumpul dan tajam, dengan

tetap mempertahankan n. mandibularis marginalis cabang dari n. fascialis.

32

Page 33: Fraktur Mandibula

Fraktur symphysis dan parasymphysis mandibulae dirawat dengan membuat

insisi submental. Seperti pada semua reduksi terbuka, pengelupasan

periosteum diusahakan minimal, dan hanya dilakukan pembukaan flap

secukupnya saja untuk jalan masuknya alat. Lubang dibuat pada tepi inferior

dari kedua frakmen, dan kawat baja tahan karat (0,018 atau 0,02 inch, 0,45

atau 0,5 mm) ditelusupkan. Reduksi dilakukan pertamakali dengan

manipulasi dan kemudian dipertahankan dengan memilinkan kedua ujung

kawat transoseus satu sama lain. Dasar dari teknik stabilisasi konservatif

adalah meninggalkan bahan asing sesedikit mungkin misalnya lebih memilih

menggunakan kawat disbanding pelat, dan memakai kawat sesedikit

mungkin. Bagian yang direduksi kemudian diirigasi dan diamati. Periosteum

pertama-tama dirapatkan dengan jahitan chromic gut 2-0 atau 3-0.

Selanjutnya luka ditutup lapis demi lapis dan kemudian dipasang pembalut

tekanan, yakni berupa kasa penyerap dengan anyaman yang halus, yang

diberi bismuth tribromphenate/petrolatum (Xeroform) dan gulungan

pembalut elastik yang lebarnya 4-5 inch (Kerlix).

4. Pemasangan pelat tulang

Jika pasien mengalami gangguan mental/ inkompeten, memiliki

gangguan konvulsif yang kurang terkontrol, atau seorang pemabuk atau

pecandu obat bius; jika mobilisasi awal dari mandibula diinginkan agar dapat

mengurangi kemungkinan terjadinya ankilosis (beberapa fraktur subkondilar);

dan untuk fraktur edentulous mandibular tertentu, reduksi dan imobilisasi

kaku dengan pelat tulang (Vitalium, titanium) akan sangat bermanfaat.

33

Page 34: Fraktur Mandibula

Teknik ini tidak dipilih untuk kasus kontaminasi yang luas, atau fraktur

kominusi yang lebar, dan jika penutupan primer baik mucosal atau dermal,

tidak bisa dicapai. Pada beberapa kasus pelat tulang bisa dikombinasikan

dengan fiksasi maksilomandibular, splinting, atau fiksasi skeletal eksternal.

Dalam menangani masalah yang sulit ini, pendekatan individual dan orisinil

sangat dibutuhkan. Pembedahan biasanya dilakukan di dalam kamar bedah

karena menggunakan anestesi umum. Bagian yang mengalami fraktur dibuka

secara peroral atau dengan pendekatan submandibular (Risdon) atau

submental. Sering digunakan pelat kompresi, dimana bidang insersi dari

sekrup ditempatkan sedemikian rupa sehingga mengakibatkan penutupan

bagian fraktur secara aktif dan bukannya pasif (pelat adaptasi). Pelat

kemudian dikunci dengan memasukkan sekrup setelah dilakukan reduksi dan

diperiksa dengan mengamati oklusinya. Periosteum kemudian didekatkan

satu sama lain dan dilakukan penutupan. Walaupun beberapa pelat mungkin

tetap ditinggal ditempatnya, tetapi pengeluaran sesudah terjadi penyembuhan

dianjurkan oleh pabrik-pabrik tertentu sehingga diperlukan pembedahan

ulang. Pada keadaan edentulus, pemasangan pelat mungkin mengganggu

pembedahan praprostetik atau rehabilitasi praprostetik. Kegagalan system

imobilisasi dengan pelat tulang kebanyakan disebabkan oleh karena

ketidakstabilan dan infeksi/osteomielitis. Pelat tulang merupakan teknik yang

relatif sensitif, dan kegagalan kadang-kadang harus dihadapi oleh seorang

ahli bedah.

5. Reduksi Terbuka pada Fraktur Subkondilar

34

Page 35: Fraktur Mandibula

Banyak fraktur subkondilar mandibula bilateral dan kebanyakan

fraktur kondilar pada orang dewasa memerlukan reduksi terbuka. Pada kasus

fraktur subkondilar bilateral, baik segmen yang pergeserannya paling besar,

maupun fragmen yang lebih besar bisa direduksi sendiri-sendiri atau bersama-

sama. Fraktur dislokasi yang parah dan tidak direduksi sering mengakibatkan

cacat permanen. Cacat ini termanifestasi berupa perubahan rentang gerakan,

keterbatasan dan oklusi yang tidak tepat. Pendekatan pembedahan yang

biasanya dilakukan pada regio subkondilar adalah preaulikular. Insisi vertical

sepanjang 4-5 cm dibuat sebelah anterior dari kartilago telinga.

Dengan diseksi tumpul dan tajam yang dilakukan hati-hati untuk

melindungi cabang-cabang n. facialis, maka bisa dicapai daerah yang

mengalami fraktur. Segmen fraktur yang mengalami pergeseran sering

terletak pada fossa infratemporalis, yang cenderung menyulitkan

pengembaliannya ke tempat semula. Stabilitas dilakukan dengan pengawatan

transoseus atau pemasangan pelat. Fiksasi maksilomandibular idealnya sudah

dipasang di tempatnya sebelum dilakukan penutupan untuk memastikan

bahwa stabilitas frakmen kondilar telah dicapai.

6. Perawatan yang tertunda

Penatalaksanaan fraktur yang sudah lama, baik yang umurnya sudah

lebih dari 14 hari atau sudah tahunan, membawa masalah tersendiri. Fraktur

yang sudah berumur 14 hari menunjukkan tahap awal penyembuhan, yakni

organisasi beku darah dan proliferasi jaringan granulasi/jaringan ikat.

35

Page 36: Fraktur Mandibula

Beberapa fraktur yang sudah lama, menunjukkan adanya pseudartrosis, yang

meliputi perkembangan kapsula fibrus dan tepi fraktur kortikal yang tidak

tervaskularisasi dengan baik serta tereburnasi. Fraktur-fraktur jenis ini, paling

baik dirawat dengan jalan masuk melalui kutan dan reduksi terbuka. Bagian

yang mengalami fraktur dipesiapkan, yaitu jaringan granulasi dan jaringan

fibrous dibersihkan, dan tepi-tepi fraktur yang sudah lama diperbarui untuk

memaparkan tulang dengan vaskularisasi yang lebih baik. Bila fraktur yang

relatif masih baru sering direduksi dan distabilisasi secara langsung, untuk

fraktur yang sudah lama mungkin diperlukan graft tulang apabila terjadi

kehilangan lengkung rahang yang nyata, atau gangguan oklusi.

7. Tindak Lanjut

Perawatan pendukung pasca bedah terdiri atas analgesik, dan bila

diindikasikan ditambah antibiotik, aplikasi dingin dan petunjuk diet. Rontgen

pasca reduksi dan pasca-imobilisasi perlu dilakukan. Reduksi terbuka bisa

memperpendek masa fiksasi maksilomandibular, dan pembukaan percobaan

yang dilakukan pada minggu keempat atau kelima kadang-kadang dilakukan

untuk mengetahui derajat kesembuhan klinis, terutama pada anak yang masih

muda. Normalnya, kawat transoseus untuk stabilisasi segmen tidak dilepas.

Jika kawat teraba di bawah mukosa daerah edentulus yang akan diberi protesa

atau terbuka selama dilakukan bedah praprostetik, kawat harus dilepas.

Pelepasan tersebut dilakukan dengan bantuan anestesi local. Pelepasan

dilakukan dengan membuat insisi di atas kawat, kemudian kawat tersebut di

bebaskan dan dipotong.

36

Page 37: Fraktur Mandibula

37

Page 38: Fraktur Mandibula

BAB III

KESIMPULAN

Setelah mengetahui etiologi, insidensi, dan tanda klinis fraktur mandibula,

maka perawatan yang dapat dilakukan yaitu:

1. Reduksi Tertutup

Reduksi fraktur dan imobilisasi mandibula dicapai dengan jalan

menempatkan peralatan fiksasi maksilomandibular. Reduksi tertutup

diindikasikan untuk fraktur menguntungkan tanpa adanya pergeseran tempat

(nondisplace favorable fracture), fraktur comunitted yang luas, fraktur pada

mandibula yang edentulous, fraktur mandibula pada anak, fraktur processus

coronoidalis, dan fraktur kondilus. Reduksi tertutup terbagi atas fiksasi, system

eyelet, splint, gunning splint, pengawatan sirkummandibular, stabilisasi pada

geligi tiruan atas, dan fiksasi tulang eksternal.

2. Reduksi Terbuka

Bagian yang fraktur dibuka dengan pembedahan, dan segmen direduksi dan

difiksasi secara langsung dengan menggunakan kawat atau plat. Reduksi terbuka

diindikasikan untuk displaced unfavorable fracture at angulus, displaced

unfavorable fracture at corpus, displaced unfavorable fracture at parasymphisis,

failure in closed reduction treatment, osteotomy indicated fracture, bone graft

indicated fracture, dan multiple fracture. Reduksi terbuka terbagi atas Peroral

Bone Reduction, Symphisis Open Reduction, Percutan Open Reduction, Bone Plat

38

Page 39: Fraktur Mandibula

and Srcew Insertion, Open Reduction at Subcondylar Fracture dan Delayed

Treatment.

39

Page 40: Fraktur Mandibula

DAFTAR PUSTAKA

Schwenzer, N, and Steinhilber, 1982, Appliances for Immobilization, In, Kruger,

E and Schilli, Oral and Maxillofacial Traumatology; Vol. 1: Quintessence

Publishing Co.

Andersson L., dkk, 2007. Textbook and Color Atlas of Traumatic Injuries to the

Teeth; 4th ed. Oxford : Blackwell.

Malamed SF, 2000. Medical Emergencies in the Dental Office; 5th ed. Mosby

Inc.

Peterson Lj, 2003. Contemporaray Oral and Maxillofacial Surgery. 4th ed. St

Louis : mosby.

Scully C. and Cawson RA, 1998. Medical Problems in Dentistry; 4th ed.London:

Wright.

40