fungsi pancasila dalam kehidupan masyarakat indonesia.docx
TRANSCRIPT
Fungsi Pancasila dalam Kehidupan Masyarakat Indonesia
Pancasila merupakan pandangan hidup yang berakar dalam kepribadian bangsa, maka ia diterima sebagai dasar negara yang mengatur hidup ketatanegeraan. pancasila berperan sebagai pengatur sikap dan tingkah laku orang Indonesia masing-masing dalam hubungannya dengan Tuhan Yang Maha Esa (Sila-I), dengan sesama manusia (sila II) dengan tanah air dan nusa bangsa Indonesia (Sila-III) dengan kekuasaan dan pemerintahan negara (kerakyatan) dan dengan negara sebagai kesatuan dalam rangka realisasi kesejahteraan (sila-V). Hal ini tampak dalam sejarah bahwa meskipun dituangkan dalam rumusan yang agak berbeda, namun dalam 3 buah Undang-Undang Dasar yaitu dalam pembukaan UUD’45, dalam mukadimah konstitusi RIS dan dalam mukadimah UUDS RI (1950). Pancasila tetap tercantum di dalamnya. Pancasila yang selalu dikukuhkan dalam kehidupan konstitusional itu dan menjadi pegangan bersama pada saat-saat terjadi krisis nasional dan ancaman terhadap ekosistem bangsa kita, merupakan bukti sejarah bahwa pancasila memang selalu dikehendaki oleh bangsa Indonesia sebagai dasar kehormatan Indonesia, yaitu sebagai dasar negara, hal ini karena telah tertanam dalam kalbunya rakyat dan dapat mempersatukan seluruh rakyat Indonesia.Pancasila memberikan corak yang khas kepada bangsa Indonesia dan tak dapat dipisahkan dari bangsa Indonesia serta merupakan ciri khas yaitu membedakan bangsa Indonesia dari bangsa lain. Terdapat kemungkinan, bahwa tiap-tiap sila secara terlepas dari yagn lain, bersifat universal yang juga dimiliki bangsa-bangsa lain di dunia ini, akan tetapi ke-5 sila yang merupakan satu kesatuan yang tidak terpisah pula itulah yang menjadi ciri khas bangsa Indonesia. Kenyataan sehar-hari yang kita lihat dalam masyarakat bangsa Indonesia antara lain :
1. Bangsa Indonesia sejak dahulu sebagai bangsa yang religius, percaya akanadanya zat yang maha kuasa dan mempunyai keyakinan yang penuh, bahwa segala sesuatu yang ada dimuka bumi ini akan ciptaan Tuhan. Dalam sejarah nenek moyang, kita ketahui bahwa kepercayaan kepada Tuhan itu dimulai dari bentuk dinamisme (serba tenaga), lalu animisme (serba arwah), kemudian menjadi politeisme (serba dewa)dan akhirnya menjadi monoteisme (kepercayaan akan adanya Tuhan Yang Maha Esa) sisanya dalam bentuk peninggalan tempat-tempat pemujaan dan peribadatan upacara-upacara ritual keagamaan.
2. Sejak dahulu, bangsa Indonesia berkeyakinan bahwa pada hakekatnya semua manusia dilahirkan sama, dan karena itu yang hidup dan menikmati kehadapan sepenuhnya watak mesti bangsa Indonesia yang sebenarnya, tidak menyukai perbedaan perihal martabat yang disebabkan karena perbedaan warna kulit, daerah keturunan dan kasta seperti yang terjadi masyarakat feodal.
3. Karena pengaruh keadaan geografisnya yang terpencar antara satu wilayah dengan wilayah yang lainnya, antar satu pulau dengan pulau lainnya maka Indonesia terkenal mempunyai banyak perbedaan yang beraneka ragam sejak dari perbedaan bahasa daerah, suku bangsa, adat istiadat, kesenian dan kebudayaannya (bhineka), tetapi karena mempunyai kepentingan yang sama, maka setiap ada bahagian yang mengancam dari luar selalu menimbulkan kesadaran bahwa dalam kebhinekaan itu terdapat ketunggalan yang harus diutamkana kesadaran kebangsaan yang berbeda yaitu sebagai bangsaIndonesia.
4. Ciri khas yang merupakan kepribadian bansga dari berbagai suku, bangsa Indonesia adalah adanya prinsip musyawarah diantara warga masyarakat sendiri dalam mengatur tata kehidupan mereka. Sedang kepala desa, kepala suku,dan sebagainya hanya merupakan pamong (pembimbing mereka yang dipilih dan dari antara mereka sendiri,
prinsip musyawarah dan masyarakat yang merupakan inti dari kerakyatan telah dipraktikkan dalam kehidupan masyarakat adat seperti : desa marga, kurnia, nagori, banua, dsb.
5. Salah satu bentuk khusus dari kerakyatan ialah kerakyatan dibidang ekonomi, yang dirumuskan sebagai keadilan atau kesejahteraan sosial bagi rakyat Indonesia, asas ini sudah dikenal berabad-abad lamanya yang sisanya masih dapat kita jumpai dalam masyarakat terutama di desa, yaitu kebisaaan tolong menolong antara sesama masyarakat, gotong – royong dalam mengusahakan kepentingan bersama atau membantu (menolong seseorang yang sangat membutuhkan seperti materialistik, kapitalisme dan individualisme sama sekali tidak disukai oleh bangsa Indonesia, karena tidak memungkinkan tercapainya keadilan / kesejahteraan sosial.
Pancasila sebenarnya adalah cita-cita yang ingindicapai bersama oleh bangsa Indonesia.Oleh karena itu, Pancasila sering disebut dengan landasan ideal.Maksud dari ideal adalah bahwa Pancasila merupakan hal yang menjadi sebuah gagasan dan dambaan.Hal ini sesuai dengan pengeraian Pancasila sebagai ideologi negara.Dalam era yang hiruk-pikuk ini, eksistensi Pancasilasudah mulai dipertanyakan.Benarkah Pancasila memang menjadi dasar hidupbangsa, benarkah Pancasila merupakan identitas bagi bangsa Indonesia.Melihatrealita yang ada, sulit untuk membuktikan bahwa Pancasila masih menjiwai dan mendarah-daging dalam diri manusia Indonesia.Pancasila pada saat ini cenderung menjadi lambangdan hanya menjadi formalitas yang dipaksakan kehadirannya di Indonesia.Kehadiran Pancasila pada saat ini bukan berasal dari hati nurani bangsa Indoensia.Bukti dari semua itu aalah tidak aplikatifnya sila-sila yang terkandung dalam Pancasila dalam kehidupan masyarakat Indonesia.
Pengertian ideology
1. Pengertian Ideologi dan ruang lingkupnyaIstilah “Ideologi” yang dibentuk oleh kata “ideo” yang artinya pemikiran, khayalan, keyakinan, dan “logi” yang berarti logika, ilmu atau pegetahuan dapat didefenisikan sebagai ilmu tentang keyakinan-keyakinan dan gagasan-gagasan. Ideologi adalah suatu doktrin, tata pendapat, atau tata pikiran dari seseorang atau kelompok manusia, ideology adalah suatu cita-cita yang teratur dan sistematis. Ali Syariati mendefenisikan ideologi sebagai “keyakinan-keyakinan dan gagasan-gagasan yang ditaati oleh suatu kelompok, suatu klas sosial, suatu bangsa atau satu ras tertentu”.(Ali syariati, 1984: 72). Destutt de Tracy (1796) mengartikan ideology sebagai “Science of ideas”, dimana didalamnya ideologi dijabarkan sebagai jumlah program yang diharapkan membawa perubahan institusional dalam suatu masyarakat. Kirdi Dipoyudo dalam uraianya tentang Negara dan ideologi membatasi pengertian ideologi sebagai suatu kesatuan gagasan-gagasan dasar yang sistematis dan menyeluruh tentang manusia dan kehidupanya baik individual maupun sosial, termasuk kehidupan Negara. (Analisa, 1978-3: 174). Sastra pratedja membatasinya sebagai suatu kompleks gagasan atau pemikiran yang beerorientasi
pada tindakan yang diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur. C.C. Rodee menegaskan bahwa ideologi adalah kumpulan gagasan yang secara logis berkaitan dan mengidentifikasikan nilai-nilai yang memberi keabsahan bagi institusi politik dan pelakunya. Ideologi dapat di gunakan untuk membenarkan status quo atau membenarkan usaha untuk mengubahnya (dengan atau tanpa dengan kekerasan).
2. Beberapa unsur yang ada dalam ideologiKoento Wibisono menemukan tiga unsure esenial yang termuat didalamnya, yaitu:1) Keyakinan, dalam arti bahwa setiap ideologi selalu menunjuk adanya gagasan vital yang sudah diyakini kebenaranya untuk dijadikan dasar dan arah stategi bagi tercapainya tujuan yang telah ditentukan.2) Mitos, dalam bahwa setiap konsep ideology selalu memitoskan suatu ajaran yang secara optimik dan deterministik pasti akan menjamin tercapainya tujuan melalui cara-cara yang telah ditentukan pula.3) Loyalitas, dalam arti bahwa setiap ideologi selalu menuntut keterlibatan optimal atas dasar loyalitas dari para subyek penduduknya (Koenta Wibisono:3).
3. Fungsi IdeologiSoerjanto Poespowardojo menemukan ada enam fungsi ideoligi, yaitu:1) Memberikan struktur kognitif, ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya.2) Memberikan orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukan tujuan dalam kehidupan manusia.3) Memberikan norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangka dan bertindak.4) Memberikan bekal dan jalan bagi seseorang untuk menentukan identitasnya.5) Memberikan kekuasaan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.6) Memberikan pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta mempolakan tingka lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung didalamnya.
4. Pancasila sebagai Ideologi NegaraDengan memahami pengertian ideology pada umumnya, yang didalamnya ada tiga faktor yang cukup menonjol, yaitu adanya keyakinan dan tujuan hidup yang dicita-citakan,serta cara-cara yang mesti ditempuh guna tercapainya tujuan hidup, maka secara pasti dapat dinyatakan bahwa pancasila eksplisit telah memenuhi tiga faktor tersebut. Dalam filsafat pancasila unsure keyakinan hidup tergambar dalam sila pertama, kedua dan ketiga. Pada ketiga sila tersebut tergambar secara jelas bahwa bangsa Indonesia dalam menatap masalah hidup telah menemukan tiga keyakinan yang paling fungdamental. Ketiga keyakinan itu adalah bangsa Indonesia meyakini dirinya sebagai makhuk tuhan (Homo divinan), sebagai makhluk sosial (Homo secius) dan meyakini dirinya sebagai makhluk individu (Homo individualicum). Berpijak pada ketiga prinsip keyakinan tersebut bangsa Indonesia merumuskan tujuan hidupnya sebagaimana tergambar dalam sila kelima. Bangsa Indonesia dalam upaya membangun kehidupan berbangsa dan bernegara mencita-citakan terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang berkeadilan
sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Cita-cita hidup yang cukup mulia seperti ini hanya dapat diwujudkan melalui perjuangan dan pengorbanan yang optimal, dengan menggunakan cara-cara yang efektif, yang bersesuai dengan ketiga keyakinan di atas. Masalah cara yang dipergunakan untuk memperjuangkan tujuan hidup dalam filsafat pancasila tercermin pada sila keempat. Bangsa Indonesia menyadari dengan keyakinan sepenuh hati bahwa hanya dengan cara dan alat yang namanya Demokrasi sebagai satu-satunya cara yang bersesuaian dengan ketiga keyakinan hidupnya,dan hanya dengan prinsip demokrasi tujuan hidup berbangsa dan bernegara tujuan hidup berbangsa dan bernegara dapat tercapai. 5. Pancasila sebagai Ideologi TerbukaSebagai suatu ideologi yang harus jadi pengawal Negara repoblik indonesia, sekaligus sebagai pengarah perjalanan bangsa,pancasila tidak boleh berubah jati dirinya menjadi sebuah ideologi yang tertutup, yang sekali tidak mau menerima penafsiran-penafsiran baru. Kalau hal ini sampai terjadi maka pancasila akan bagi bangsa dan Negara pancasila harus menjadi sebuah ideologi terbuka. Hanya dengan sikap membuka diri dari berbagai penafsiran atau interpertasi baru dalam operasionalitasnya yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan jamanlah pancasila akan dapat mempertahankan relefansinya dengan kebutuhan bangsa dan Negara yang senantiasa berkembang dengan cepatnya.Sebagaimana pada ideologi-ideologi lainya yang bersikap terbuka, maka selaku ideologi terbuka pancasila dapat menunjukan persyaratan sebagaimana di uraikan diatas :a) Dimensi realitas; dalam arti bahwa ideologi pancasila benar-benar mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat bangsa Indonesia. Pancasila dirumuskan dengan cara mengagregasikan nilai-nilai luhur yang terdapat ajaran agama dan kebudayaan bangsa. Pancasila benar-benar menampilkan diri sebagai kritalitasi dari nilai-nilai luhur yang dimiliki dan diyakini oleh bangsa Indonesia.b) Dimensi Idealisme; dalam arti kualitas idealisme yang tergantung dalam pancasila mampu menggugah harapan, memberikan optimism dan motifasi kepada para pendukungnya, hingga gagasan fital yang terkandung didalamnya bukan sekedar utopia, melainkan sesuatu yang pada suatu ketika pada diwujudkan secara konkrit dan riel dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.c) Dimensi fleksibilitas; dalam arti bahwa ideologi pancasila harus memiliki sifat fleksibel luwes terbuka bagi interprestasi baru, hingga ia tetap aktual dan fungsional dalam mengantisipasi setiap tuntuan zaman tanpa hanyut dan tenggelam dalam arus perubahan tidak terarah. Unsur inilah yang akan memberikan peluang kepada setiap generasi dan pergi untuk memberikan pengkayaan (enrichment) isi dan makna yang relevan, sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi. “pancasila tidak mungkin dibuatkan penjabaranya sekaligus untuk selamanya. Pelaksanaan nilai-nilai itu akan menyatu dengan proses, dan proses yang progresif (terus menerus memuat kemajuan) hanya terjadi jika dijiwai oleh semangat keterbukaan”, demikian dilandaskan oleh Nurcholish Madjid. (Nurcholish Madjid, 1991:44) senada dengan pendapat Nurcholish Madjid, Syafii Maarif juga mengatakan bahwa “sebagai dasar Negara dan ideologi politik pancasila memang harus bersifat lentur dan terbuka untuk selalu dikaji ulang, asal semuanya itu dilakukan secara jujur dan bertanggung jawab. (Musthafa Kamal, 1988: y).Dengan demikian peran pancasila sebagai ideologi akan hadir sebagai “mitra dialog” dengan menunjukan nilai-nilai baru, norma-norma secara konkrit, yang sangat dibutuhkan sebagai dasar dan arah dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara (Koento Wibisono: idem).
2.2 Ideologi Pancasila
a. Pengertian Ideologi Istilah “Ideologi” yang dibentuk oleh kata “ideo” yang artinya pemikiran, khayalan, keyakinan, dan “logi” yang berarti logika, ilmu atau pegetahuan dapat didefenisikan sebagai ilmu tentang keyakinan-keyakinan dan gagasan-gagasan. Ideologi adalah suatu doktrin, tata pendapat, atau tata pikiran dari seseorang atau kelompok manusia, ideology adalah suatu cita-cita yang teratur dan sistematis. Ali Syariati mendefenisikan ideologi sebagai “keyakinan-keyakinan dan gagasan-gagasan yang ditaati oleh suatu kelompok, suatu klas sosial, suatu bangsa atau satu ras tertentu”. (Ali syariati, 1984: 72). Destutt de Tracy (1796) mengartikan ideology sebagai “Science of ideas”, dimana didalamnya ideologi dijabarkan sebagai jumlah program yang diharapkan membawa perubahan institusional dalam suatu masyarakat. Kirdi Dipoyudo dalam uraianya tentang Negara dan ideologi membatasi pengertian ideologi sebagai suatu kesatuan gagasan-gagasan dasar yang sistematis dan menyeluruh tentang manusia dan kehidupanya baik individual maupun sosial, termasuk kehidupan Negara. (Analisa, 1978-3: 174). Sastra pratedja membatasinya sebagai suatu kompleks gagasan atau pemikiran yang beerorientasi pada tindakan yang diorganisir menjadi suatu sistem yang teratur. C.C. Rodee menegaskan bahwa ideologi adalah kumpulan gagasan yang secara logis berkaitan dan mengidentifikasikan nilai-nilai yang memberi keabsahan bagi institusi politik dan pelakunya. Ideologi dapat di gunakan untuk membenarkan status quo atau membenarkan usaha untuk mengubahnya (dengan atau tanpa dengan kekerasan).
b. Unsur dalam ideologiKoento Wibisono menemukan tiga unsur esenial yang termuat didalamnya, yaitu:
1) Keyakinan, dalam arti bahwa setiap ideologi selalu menunjuk adanya gagasan vital yang sudah diyakini kebenaranya untuk dijadikan dasar dan arah stategi bagi tercapainya tujuan yang telah ditentukan.2) Mitos, dalam bahwa setiap konsep ideology selalu memitoskan suatu ajaran yang secara optimik dan deterministik pasti akan menjamin tercapainya tujuan melalui cara-cara yang telah ditentukan pula.3) Loyalitas, dalam arti bahwa setiap ideologi selalu menuntut keterlibatan optimal atas dasar loyalitas dari para subyek penduduknya (Koenta Wibisono:3).c. Fungsi Ideologi
Soerjanto Poespowardojo menemukan ada enam fungsi ideologi, yaitu:1) Memberikan struktur kognitif, ialah keseluruhan pengetahuan yang dapat merupakan landasan untuk memahami dan menafsirkan dunia dan kejadian-kejadian dalam alam sekitarnya.2) Memberikan orientasi dasar dengan membuka wawasan yang memberikan makna serta menunjukan tujuan dalam kehidupan manusia.3) Memberikan norma-norma yang menjadi pedoman dan pegangan bagi seseorang untuk melangka dan bertindak.4) Memberikan bekal dan jalan bagi seseorang untuk menentukan identitasnya.
5) Memberikan kekuasaan yang mampu menyemangati dan mendorong seseorang untuk menjalankan kegiatan dan mencapai tujuan.6) Memberikan pendidikan bagi seseorang atau masyarakat untuk memahami, menghayati serta mempolakan tingka lakunya sesuai dengan orientasi dan norma-norma yang terkandung didalamnya.
d. Pancasila sebagai Ideologi Negara Dengan memahami pengertian ideology pada umumnya, yang didalamnya ada tiga faktor yang cukup menonjol, yaitu adanya keyakinan dan tujuan hidup yang dicita-citakan,serta cara-cara yang mesti ditempuh guna tercapainya tujuan hidup, maka secara pasti dapat dinyatakan bahwa pancasila eksplisit telah memenuhi tiga faktor tersebut. Dalam filsafat pancasila unsure keyakinan hidup tergambar dalam sila pertama, kedua dan ketiga. Pada ketiga sila tersebut tergambar secara jelas bahwa bangsa Indonesia dalam menatap masalah hidup telah menemukan tiga keyakinan yang paling fungdamental. Ketiga keyakinan itu adalah bangsa Indonesia meyakini dirinya sebagai makhuk tuhan (Homo divinan), sebagai makhluk sosial (Homo secius) dan meyakini dirinya sebagai makhluk individu (Homo individualicum). Berpijak pada ketiga prinsip keyakinan tersebut bangsa Indonesia merumuskan tujuan hidupnya sebagaimana tergambar dalam sila kelima. Bangsa Indonesia dalam upaya membangun kehidupan berbangsa dan bernegara mencita-citakan terwujudnya tata kehidupan masyarakat yang berkeadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Cita-cita hidup yang cukup mulia seperti ini hanya dapat diwujudkan melalui perjuangan dan pengorbanan yang optimal, dengan menggunakan cara-cara yang efektif, yang bersesuai dengan ketiga keyakinan di atas. Masalah cara yang dipergunakan untuk memperjuangkan tujuan hidup dalam filsafat pancasila tercermin pada sila keempat. Bangsa Indonesia menyadari dengan keyakinan sepenuh hati bahwa hanya dengan cara dan alat yang namanya Demokrasi sebagai satu-satunya cara yang bersesuaian dengan ketiga keyakinan hidupnya,dan hanya dengan prinsip demokrasi tujuan hidup berbangsa dan bernegara tujuan hidup berbangsa dan bernegara dapat tercapai.
e. Pancasila sebagai Ideologi Terbuka Sebagai suatu ideologi yang harus jadi pengawal Negara repoblik indonesia, sekaligus sebagai pengarah perjalanan bangsa,pancasila tidak boleh berubah jati dirinya menjadi sebuah ideologi yang tertutup, yang sekali tidak mau menerima penafsiran-penafsiran baru. Kalau hal ini sampai terjadi maka pancasila akan bagi bangsa dan Negara pancasila harus menjadi sebuah ideologi terbuka. Hanya dengan sikap membuka diri dari berbagai penafsiran atau interpertasi baru dalam operasionalitasnya yang sesuai dengan tuntutan dan perkembangan jamanlah pancasila akan dapat mempertahankan relefansinya dengan kebutuhan bangsa dan Negara yang senantiasa berkembang dengan cepatnya. Sebagaimana pada ideologi-ideologi lainya yang bersikap terbuka, maka selaku ideologi terbuka pancasila dapat menunjukan persyaratan sebagaimana di uraikan diatas :
a) Dimensi realitas; dalam arti bahwa ideologi pancasila benar-benar mencerminkan realitas yang hidup dan berkembang dalam masyarakat bangsa Indonesia. Pancasila dirumuskan dengan cara mengagregasikan nilai-nilai luhur yang terdapat ajaran agama dan kebudayaan bangsa. Pancasila benar-benar menampilkan diri sebagai kritalitasi dari nilai-nilai luhur yang dimiliki dan diyakini oleh bangsa Indonesia.
b) Dimensi Idealisme; dalam arti kualitas idealisme yang tergantung dalam pancasila mampu menggugah harapan, memberikan optimism dan motifasi kepada para pendukungnya, hingga gagasan fital yang terkandung didalamnya bukan sekedar utopia, melainkan sesuatu yang pada suatu ketika pada diwujudkan secara konkrit dan riel dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
c) Dimensi fleksibilitas; dalam arti bahwa ideologi pancasila harus memiliki sifat fleksibel luwes terbuka bagi interprestasi baru, hingga ia tetap aktual dan fungsional dalam mengantisipasi setiap tuntuan zaman tanpa hanyut dan tenggelam dalam arus perubahan tidak terarah. Unsur inilah yang akan memberikan peluang kepada setiap generasi dan pergi untuk memberikan pengkayaan (enrichment) isi dan makna yang relevan, sesuai dengan kebutuhan situasi dan kondisi. “pancasila tidak mungkin dibuatkan penjabaranya sekaligus untuk selamanya. Pelaksanaan nilai-nilai itu akan menyatu dengan proses, dan proses yang progresif (terus menerus memuat kemajuan) hanya terjadi jika dijiwai oleh semangat keterbukaan”, demikian dilandaskan oleh Nurcholish Madjid. (Nurcholish Madjid, 1991:44) senada dengan pendapat Nurcholish Madjid, Syafii Maarif juga mengatakan bahwa “sebagai dasar Negara dan ideologi politik pancasila memang harus bersifat lentur dan terbuka untuk selalu dikaji ulang, asal semuanya itu dilakukan secara jujur dan bertanggung jawab. (Musthafa Kamal, 1988: y).
Dengan demikian peran pancasila sebagai ideologi akan hadir sebagai “mitra dialog” dengan menunjukan nilai-nilai baru, norma-norma secara konkrit, yang sangat dibutuhkan sebagai dasar dan arah dalam melaksanakan kehidupan berbangsa dan bernegara (Koento Wibisono: idem).
F . Arti Penting Keberadaan PancasilaPancasila sebagai dasar negara memang sudah final. Menggugat Pancasila hanya akan
membawa ketidakpastian baru. Bukan tidak mungkin akan timbul chaos (kesalahan) yang memecah-belah eksistensi negara kesatuan. Akhirnya Indonesia akan tercecer menjadi negara-negara kecil yang berbasis agama dan suku. Untuk menghindarinya maka penerapan hukum-hukum agama (juga hukum-hukum adat) dalam sistem hukum negara menjadi urgen untuk diterapkan. Sejarah Indonesia yang awalnya merupakan kumpulan Kerajaan yang berbasis agama dan suku memperkuat kebutuhan akan hal ini. Pancasila yang diperjuangkan untuk mengikat agama-agama dan suku-suku itu harus tetap mengakui jati diri dan ciri khas yang dimiliki setiap agama dan suku.
BAB IIIPEMBAHASAN
3.1 Penyebab Terorisme Tetap Ada di Indonesia
Keberadaan Pancasila sebagai ideologi bangsa yang dapat menjadi filter bagi masuknya
berbagai ancaman dari luar dirasa kurang berhasil. Keberhasilan membuat perangkat hukum
yang baik belum tentu memberikan dampak positif dalam mewujudkan maksud dan tujuan
hukum. Sebagus apapun produk hukum formal yang ada tidak akan ada artinya tanpa disertai
penerapan yang baik. Ironisnya, Indonesia dipandang sebagai negara yang pandai membuat
perangkat hukum namun masih lemah penerapannya. Hal ini jika dibiarkan akan mempengaruhi
tingkat kepercayaan masyarakat terhadap hukum itu sendiri.
kehadiran terorisme seakan menggerus ideologi Pancasila yang selama ini dijadikan
landasan hidup bagi masyarakat Indonesia dalam berbangsa dan bernegara. Sumber pokok
kesalahan tidak terletak pada Pancasila. Tak ada yang salah dengan Pancasila karena isi
Pancasila tidak melenceng dari nilai-nilai yang ada. Kesalahan yang sesungguhnya terletak pada
penerapan Pancasila sebagai ideologi. Hal itu terjadi karena banyaknya orang Indonesia tidak
dapat menerapkan nilai-nilai Pancasila dengan benar. Terlebih para teroris, mereka adalah orang-
orang yang tidak konsisten dalam melaksanakan isi Pancasila. Mereka mengerti dan memahami
Pancasila namun tidak menerapkannya dalam kehidupan mereka.
Terorisme di Indonesia muncul di saat yang sama dengan dekade, di mana bangsa ini
melupakan Pancasila. Tidak pernah lagi Pancasila benar-benar dihayati dan diamalkan dalam
kehidupan sehari-hari. Padahal para pendiri NKRI sejak awal menyatakan bahwa penyelamat,
pemersatu, dan dasar Negara kita adalah Pancasila.
Bung Karno tegas-tegas berkata: “Bila bangsa Indonesia melupakan Pancasila, tidak
melaksanakan dan mengamalkannya maka bangsa ini akan hancur berkeping-keping” juga
dinyatakan bahwa barang siapa, atau kelompok manapun yang hendak menentang atau
membelokkan Pancasila, niscaya akan binasa.
Tapi itulah yang terjadi sekarang. Pancasila hanya diucapkan dibibir saja. Diajarkan di
sekolah-sekolah hanya sebagai suatu pengetahuan. Sebagai sebuah sejarah, bahwa dahulu Bung
Karno pernah mendengung-dengungkan Pancasila sebagai dasar Negara. Para siswa hafal
dengan urutan sila-sila dari Pancasila, tetapi tidak paham artinya, filosofinya, dan hakekat
manfaatannya bagi kehidupan berbangsa dan bertanah air satu, NKRI.
Terorisme di Indonesia tumbuh subur karena didukung oleh perilaku sebagian
masyarakat yang bertentangan dengan filosofi Pancasila. Setiap sila telah diselewengkan:
Ketuhanan Yang Maha Esa yang memberikan kebebasan kepada setiap orang untuk memeluk
agama menurut keyakinan dan kepercayaannya, telah diracuni oleh pemikiran-pemikiran salah
yang hanya mengistimewakan agama tertentu saja.
Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, berupa penghargaan akan harkat dan martabat
kemanusiaan, yang diwujudkan dengan penghargaan terhadap hak azasi manusia diabaikan.
Ideologi Pancasila menjunjung tinggi persatuan bangsa dengan menempatkan
terwujudnya persatuan bangsa itu di atas kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan.
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan, kini
tercabik-cabik ditarik ke sana kemari demi kepentingan politik praktis.
Dan terakhir, Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, tinggal slogan kosong
karena adanya jurang pemisah yang amat dalam antara si-kaya dan si-miskin, yang menimbulkan
kecemburuan sosial.
Namun sebagai sebuah bangsa yang besar, kita wajib menyadari bahaya ini. Jika
dibiarkan, tak ayal bangsa Indonesia akan terpecah-pecah dan akhirnya musnah. Belum
terlambat benar untuk berbenah. Kembali pada kekeramatan Pancasila.
Selanjutnya, bagaimana cara menghapuskan terorisme dari bumi Indonesia? Hal ini
nampaknya sulit untuk dilakukan karena masyarakat Indonesia belum satu hati menyikapi
terorisme. Masih ada sebagian kecil kelompok masyarakat tertentu yang justru membela dan
melindungi terorisme dengan opini-opini yang menyesatkan. Padahal, semua negara di belahan
bumi mana pun sudah mendeklarasikan bahwa terorisme adalah musuh bersama.
Dari aspek kualitas ancaman, terorisme berpotensi merusak segala-galanya, mulai dari
jiwa manusia (korban maupun pelaku), otak dan nurani (pelaku), bangunan fisik serta bangunan
ideologi bangsa kita. Mereka bekerja sangat rahasia dan radikal, dengan menolak sebagian besar
premis yang melandasi lembaga-lembaga yang sudah ada dalam masyarakat. Bahkan pemerintah
pun dianggap sebagai pemasung rakyat. Karena itu terorisme digolongkan ke dalam jenis
kejahatan luar biasa.
3.2 Kalangan Yang Berpotensi Menjadi Teroris
3.3 Cara Penyelesaian yang Tepat untuk Memberantas Terorisme
Berikut ini beberapa cara untuk menyelesaikan masalah terorisme :
a. Revitalisasi Pancasila
Akar permasalahan dari terorisme adalah benturan filsafat universal yang saling bertolak
belakang dan Pancasila dapat digunakan sebagai sarana terapi atas kondisi masyarakat Indonesia
saat ini. Revitalisasi Pancasila dalam kehidupan masyarakat dibutuhkan untuk menyatukan
bangsa sekaligus membendung masuknya ideologi transnasional ke benak masyarakat Indonesia.
Penerapan pancasila secara tepat dan bertanggungjawab harus ditingkatkan dari waktu ke waktu.
Dengan demikian ancaman dari luar maupun dari dalam negeri bisa dibendung dan diatasi
bersama dengan persatuan dan kesatuan Indonesia untuk kepentingan bersama.
Dalam terorisme, membela ideologi adalah lebih utama daripada membela faktor
kepentingan. Dengan mengutamakan ideologi, seseorang bisa dengan rela melakukan bunuh diri,
jika hanya mengandalkan faktor kepentingan, maka hal itu sangat tidak mungkin terjadi.
Bangsa Indonesia harus memiliki ideologi sendiri yaitu Pancasila yang benar-benar
diamalkan dalam kehidupan sehari-hari dengan baik. Dengan demikian, ideologi Pancasila dapat
menjadi tameng untu melawan terorisme. Jika tidak, maka terorisme itu akan selalu ada. Seluruh
elemen masyarakat harus meningkatkan kewaspadaan dan pengetahuan karena bentuk terorisme
juga semakin berkembang sesuai dengan perkembangan peradaban dan teknologi, sehingga akan
semakin mematikan. Semula, senjata yang digunakan adalah pistol, tetapi kemudian berkembang
menjadi bom dan tidak menutup kemungkinan akan menggunakan nuklir apabila semuanya
sudah serba nuklir.
Terorisme juga akan memiliki bentuk-bentuk lain yang lebih canggih dan berbahaya
seperti eco-terorism (terorisme terhadap lingkungan), bio-terorism, dan juga cyber-terorism.
Operasional teroris juga sudah menggunakan teknologi informasi, jika tidak ada informan yang
paham mengenai teknologi informasi, maka yang jelas aparat akan tertinggal.
Selain revitalisasi juga diperlukan reaktualisasi dan rejuvenasi nilai-nilai Pancasila
karena fenomena terorisme yang terjadi di Indonesia disebabkan oleh ketidakfahaman seseorang
atas nilai-nilai kebenaran.
Dengan memperkuat kembali dan merevitalisasi ideologi serta filosofi pemersatu
bangsa. Pancasila bisa menjadi filter terhadap nilai dan filosofi yang tidak sesuai dengan kultur
serta identitas bangsa Indonesia. Dengan demikian, segala hal yang tidak sesuai dan berlawanan
dengan Pancasila, termasuk terorisme, dapat dicegah dan dimusnahkan.
b. Pendekatan Sosio-Kultural sebagai alternatif penyelesaian.
Memerangi terorisme tidaklah cukup dan tidak akan pernah berhasil hanya dengan
menindak pelaku teror dan peledakan bom dengan kekerasan. Fakta telah menunjukkan bahwa
membunuh pelaku teror, mengisolasinya dan memenjarakan para pemimpin organisasi teroris
tidak mampu menghentikan tindakan terorisme dalam waktu lama. Seperti yang terjadi di
Indonesia sendiri, evakuasi terhadap pelaku bom Bali dengan cara penembakan secara membabi
buta, dikecam oleh barbagai pihak dan dianggap sebagai hukuman yang tidak manusiawi.
Bahkan, para keluarga dan kerabat jelas-jelas memprotes prosesi tersebut. Dikhawatirkan dari
pihak tertentu akan timbul dendam untuk membalas dan memunculkan suatu tindakan terorisme
baru yang mungkin lebih parah dari yang sebelumnya.
Di Indonesia, munculnya tindakan terorisme menandakan adanya yang salah dalam
sistem sosial, politik dan ekonomi. Para pelaku teroris menjadi sedemikian radikal disebabkan
mereka merasa termarginalisasi dan terasing dari kehidupan sosial, politik dan ekonomi
masyarakat. Keterasingan tersebut pada umumnya bersifat struktural yang termanifestasi dalam
kebijakan pemerintah yang kurang akomodatif atau merugikan dalam waktu panjang. Hal ini
akan mengakibatkan perasaaan tidak puas dan benci pada pemerintah dan kelompok masyarakat
tertentu seperti orang kaya, penguasa dan orang asing yang dianggap telah melangkahi
kepentingan mereka. Namun upaya untuk mengatasi rasa keterasingan tersebut secara normal
mengalami hambatan karena tidak ada ruang bagi mereka untuk berpartisipasi dan menyalurkan
harapan serta kepentingan mereka sehingga timbullah aksi radikal seperti terorisme.
Amatlah penting untuk menerapkan cara-cara lain yang lebih persuasif dan akomodatif
terhadap kepentingan terhadap kelompok yang berpotensi melakukan tindakan terorisme
Misalnya dengan menerapkan kebijakan yang lebih sensitif terhadap kepentingan berbagai
kelompok yang merasa termarginalisasi atau dirugikan dengan berbagai kebijakan yang telah
diterapkan selama ini. Termasuk kemungkinan penerapan tindakan yang bersifat dan
mengandung unsur konsesi dan rekonsiliasi antara pemerintah dan masyarakat serta unsur-unsur
dalam masyarakat itu sendiri. Sehingga memperkecil pilihan penggunaan kekerasan untuk
mencapai tujuannya.
Selain itu pula dalam rangka mengeliminir perekrutan pelaku terorisme pemerintah dapat
bersinergi dengan para tokoh setiap agama yang ada di Indonesia untuk melepaskan label atau
stigma dari suatu kelompok tertentu terhadap kelompok lainnya yang dicurigai sebagai pelaku
terorisme. Sehingga perlunya lebih merekatkan kerjasama di dalam kelompok masyarakat
Indonesia dan menjalin komunikasi untuk menyamakan persamaan pandangan dari dalam
seluruh kelompok masyarakat bahwa terorisme bukanlah nilai/ajaran suatu kelompok tertentu.
Pengertian Pendidikan Seumur Hidup ….
“Pendidikan Seumur Hidup” atau “Life-Long Education” bukan “(long life education”)
adalah makna yang seharusnya benar-benar terkonsepsikan secara jelas serta komprehensif dan
dibuktikan dalam pengertian, dalam sikap, perilaku dan dalam penerapan terutama bagi para
pendidik di negeri kita.
Pendidikan seumur hidup atau belajar seumur hidup bukan berarti kita harus terus
sekolah sepanjang hidup kita. Sekolah banyak diartikan oleh masyarakat sebagai tugas belajar
yang terperangkap dalam sebuah “ruang” yang bernama kelas, bukan itu yang dimaksud.
Paradigma belajar seperti ini harus segera kita rubah. Pengertian belajar bukan hanya berada
dalam ruangan tapi belajar disemua tempat, semua situasi dan semua hal.
Pendidikan seumur hidup bersifat holistik, sedangkan pengajaran bersifat spesialistik,
terutama pengajaran yang terpilih dan terinferensikan dalam berbagai bentuk kelembagaan
belajar.
Holistik memiliki arti lebih mengarah kepada pengutuhan atau penyempurnaan. Manusia selalu
berusaha uintuk mencapai titik kesempurnaan dalam segala hal, namun seberapa besar usahapun
kita tidak akan sampai pada kesempurnaan itu. Karena kesempurnaan hanya milik Sang Pencipta
Alam.
Belajar berarti memfungsikan hidup, orang yang tidak belajar berarti telah kehilangan
hidupnya, paling tidak telah kehilangan hidupnya sebagai manusia. Karena hidup manusia itu
bukan hanya individu dalam dirinya saja tapi juga interaksi dengan sesamanya, dengan antar
generasi dan kehidupan secara universal.
Dalam Pendidikan atau Belajar terdapat interaksi antara tantangan (challenge) dari alam
luar diri manusia dan balasan (response) dari daya dalam diri manusia. Dalam belajar juga terjadi
interaksi komunikasi antara manusia dan berlangsungnya kesinambungan antar generasi serta
belajar melestarikan hidup, mengamankan hidup dan menghindari pengrusakan hidup. Belajar
berarti menghargai hidup kita.
Dalam agama sering kita dengar kalimat ” Belajarlah (tuntutlah ilmu) dari ayunan sampai
liang lahat”.
Belajar merupakan tugas semua manusia, tua-muda, besar-kecil, kaya-miskin semua mempunyai
tugas tersebut. Kita belajar mengetahui apapun yang ada di dunia ini untuk kemajuan individu
atau universal. Belajar memberi, belajar menerima, belajar bersabar, belajar menghargai, belajar
menghormati dan belajar semua hal.