gambaran mahasiswa ko-ass mengenai proteksi radiasi
DESCRIPTION
JUGJTRANSCRIPT
GAMBARAN PENGETAHUAN MAHASISWA KO-ASS MENGENAI
PROTEKSI RADIASI PADA SAAT PEMOTRETAN FOTO RONTGEN
MAKALAH
Anne Agustina Suwargiani, drg
NIP 132316882
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2007
DAFTAR ISI
ABSTRAK
Abstract
PRAKATA
DAFTAR ISI
DAFTAR GRAFIK
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
1.2 Identifikasi Masalah
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
1.4 Kegunaan Penelitian
1.5 Kerangka Pemikiran
1.6 Metode Penelitian
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
3.2 Teknik Pengambilan Sampel
3.2.1 Populasi dan Sampel yang digunakan
3.2.2 Teknik Pengambilan Sampel
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.2 Pembahasan
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pada saat ini radiografi kedokteran gigi merupakan perangkat yang sering
digunakan dalam perawatan kedokteran gigi. Radiografi kedokteran gigi
memungkinkan untuk dapat melakukan diagnosis kondisi fisik pada kasus yang
sangat sulit dibedakan dan dari hasil radiografi dapat berguna dan bermanfaat
pasien. Bagaimanapun juga, prosedur penggunaan radiologi di bidang kedokteran
gigi harus dikelola dengan hati-hati, karena radiasi sinar X berpotensi
mengganggu kesehatan sel dan jaringan. Pengelolaan yang hati- hati dalam
penggunaaan sinar X ini dilakukan dengan cara proteksi radiasi terhadap pasien,
operator, dokter gigi dan masyarakat di lingkungan sekitar (Arpansa,2005).
Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran
pengetahuan mahasiswa Ko-Ass yang melakukan pemotretan di bagian radiologi
tentang proteksi radiasi pada saat pemotretan foto rontgen.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dapat diidentifikasikan masalah
mengenai bagaimana gambaran pengetahuan mahasiswa Ko-Ass yang melakukan
pemotretan di bagian radiologi tentang proteksi radiasi pada saat pemotretan foto
rontgen
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian ini yaitu mengetahui gambaran dan tujuan penelitian ini
yaitu untuk mengetahui gambaran mengenai pengetahuan mahasiswa Ko-Ass
yang melakukan pemotretan di bagian radiologi tentang proteksi radiasi pada saat
pemotretan foto rontgen
1.4 Kegunaan Penelitian
Mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa Ko-Ass mengenai proteksi
radiasi pada saat pemotretan foto rontgen, yang selanjutnya dapat digunakan
sebagai bahan masukan dan pertimbangan dan sebagai dasar pengembangan
pelayanan pima serta sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya di bagian
radiologi.
1.5 Kerangka Pemikiran
Radiasi adalah sesuatu yang menakutkan, karena sifat dari radiasi sendiri
yang tidak terlihat, tidak berwarna, tidak dapat dirasakan, tetapi dapat merusak
sel-sel tubuh kita, bahkan dapat menginduksi terjadinya kanker (Depkes, 2006).
Resiko primer dari radiografi dental adalah terjadinya kanker. Resiko kanker
terjadi pada manusia akibat paparan dengan dosis radiasi rendah yang sulit
diperkirakan dengan berbagai alasan. Pertama, jumlah kasus radiasi penyebab
kecil, dan dosis terlalu tinggi untuk interpolasi menjadi dosis rendah dengan
berbagai tingkat kebutuhan. Kedua, kanker adalah penyakit prevalensi. Setiap
orang beresiko terpapar dalam kehidupannya. Koran dan majalah biasanya
menerbitkan artikel tentang tingkatan resiko ini. Pertimbangan resiko potensial
yang berhubungan dengan radiografi dental, mungkin baik untuk diingat bahwa
resiko seseorang tersedak sampai mati adalah 13/1000000 dan kematian akibat
kecelakaan kapal 4,6/1000000. Resiko dari keduanya lebih besar dibanding resiko
dari prosedur radiografi intraoral. Dilain pihak, harus dipertimbangkan bahwa
resiko dari prosedur radiografik yang sama lebih besar dari resiko kematian akibat
serangan teroris (0,1/1000000), tertimpa reruntuhan pesawat yang jatuh
(0,1/1000000), atau terbunuh oleh hiu (0,003/1000000). Meski resiko pada
radiografi dental relatif kecil dibanding resiko lain yang mungkin terjadi dalam
kehidupan, tidak ada dasar statistik untuk mengganggap tidak ada resiko sama
sekali. Selain fakta bahwa radiasi diagnostik muncul sebagai karsinogen lemah,
resiko meningkat karena jumlah orang yang terpapar terlalu besar. Praktisi harus
menyimpulkan bahwa tanggung jawab mereka untuk menjaga pasien dari dosis
radiasi yang tidak perlu (white & pharoah, 2000).
Persyaratan keselamatan yang dibutuhkan dalam radiografi gigi sama
dengan radiografi umum (BATAN,2002), persyaratan keselamatan dalam bidang
radiologi yaitu memaksimalkan fungsi proteksi radiasi yang juga dikenal dengan
istilah Health Physics. Health Physics (prinsip proteksi radiasi) adalah untuk
mencegah timbulnya efek deterministik dan efek stokastik dengan meminimalkan
paparan terhadap petugas dan pasien selama pemeriksaan radiografik (White &
Goaz, 1994).
1.6 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian deskriptif dengan
pengambilan sampel secara purposive sampling dengan sampel sebanyak 40
orang.
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di bagian radiologi RSGM FKG UNPAD
dan waktu penelitian bulan desember 2006.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Praktisi radiologi yang mengatur radiasi pengionisasi haruslah mengenal
baik besarnya paparan radiasi yang dijumpai di bidang kedokteran dan kedokteran
gigi, resiko yang mungkin mendatangkan paparan dan metode-metode yang
digunakan untuk mempengaruhi paparan dan memperkecil dosis. Informasi ini
cukup dapat dijadikan acuan untuk menjelaskan kepada pasien mengenai
keuntungan-keuntungan dan bahaya–bahaya yang mungkin didapat akibat
penggunaan sinar x (White & Pharoah, 2000).
Radiasi yang digunakan untuk tujuan apapun dan sekecil apapun pasti
mengandung potensi bahaya bagi manusia, tetapi selama kita dapat
menmperhatikan ketentuan keselamatan radiasi, maka kita dapat memanfaatkan
radiasi untuk tujuan apapun dengan aman.
Keselamatan radiasi adalah upaya yang dilakukan untuk menciptakan
kondisi agar dosis radiasi pengion yang mengenai manusia dan lingkungan hidup
tidak melampaui nilai batas yang ditentukan. Akibat buruk dari radiasi pengion
dikenal sebagai efek somatik apabila diderita oleh orang yang terkena radiasi, dan
disebut efek genetik apabila dialami oleh keturunannya. (Depkes, 2006)
Dalam keselamatan radiasi dikenal istilah Health Physics (prinsip proteksi
radiasi) yaitu prinsip untuk mencegah timbulnya efek deterministik dan efek
stokastik dengan meminimalkan paparan terhadap petugas dan pasien selama
pemeriksaan radiografik.
Efek deterministik didefinisikan sebagai efek somatik yang meningkat
dalam keparahan penyakit akibat dosis radiasi yang melebihi ambang batas. Efek
ini berasal dari dosis radiasi yang cukup besar melebihi kebutuhan dalam
radiologi diagnostik, dapat timbul segera setelah paparan atau beberapa bulan atau
tahun setelah paparan. Contoh efek deterministik adalah katarak, eritema kulit,
fibrosis dan pertumbuhan dan perkembangan abnormal yang mengikuti paparan
pada uterus.
Efek stokastik didefinisikan sebagai sesuatu yang menyebabkan terjadinya
keparahan tanpa dipengaruhi oleh ambang. Efek stokastik menunjukan respon all
or none, di modifikasi dengan faktor-faktor resiko individual. Efek ini dapat
timbul setelah paparan dengan dosis yang relative rendah seperti yang mungkin
terjadi dalam radiologi diagnostik. Kanker dan efek genetik merupakan efek
stokastik (White & Pharoah 2000).
PENGARUH RADIASI TERHADAP SISTIM BIOLOGI
DOSIS LIMIT
Pengenalan dari bahaya efek radiasi dan resiko yang mungkin terjadi
menyebabkan National Council on International Commission on Radiological
Protection (ICRP) untuk menetapkan tuntunan mengenai pembatasan jumlah
radiasi yang diterima oleh petugas dan masyarakat. Sejak ditetapkan tahun 1930,
dosis limit ini telah diperbaiki beberapa kali. Perbaikan ini hasil dari
meningkatnya pengetahuan yang diperoleh selama bertahun-tahun mengenai efek
membahayakan radiasi dan kemampuan untuk menggunakan radiasi secara
efisien. Dosis limit paparan karena pekerjaan ditetapkan untuk meyakinkan
kemungkinan terjadinya efek stokastik rendah dan menguntungkan secara
ekonomik.
Pelaksanaan dosis limit ini harus dipastikan bahwa pelaksanaan dosis limit
pada pekerja radiasi yang dapat menyebabkan kanker tidak lebih besar dari
pekerja non radiasi. Dosis limit pada masyarakat ditetapkan 10 % dari pekerja
radiasi. Dosis limit yang rendah ini diatur karena merupakan resiko yang tidak
perlu, variasi dalam resiko kematian dan tingkat paparan akibat radiasi alam serta
kisaran yang lebih luas dari orang yang sensitive terhadap radiasi ditemukan pada
masyarakat umum. Dosis individu yang dapat diabaikan, ditetapkan oleh NCRP
dipertimbangkan sebagai dosis paparan radiasi yang tidak membahayakan.
Berlawanan dengan persetujuan council mengenai hipotesis non ambang dengan
tujuan pengamanan radiasi, dipercaya bahwa pengaruh dari paparan radiasi yang
besar dapat diabaikan.
Prinsip dari proteksi radiasi harus dikenali oleh setiap orang. Hal ini
berdasarkan pada prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable) yang
menyebutkan bahwa sekecil apapun dosis radiasi efek stokastik tetap dapat
timbul. Data terbaru yang tersedia menyebutkan bahwa pekerja industri sesuai
dengan prinsip ini, selama dosis rata-rata individu sebesar 1,56 mSv, 3 % dari
dosis. Dosis limit ditetapkan oleh NCRP dan ICRP organisasi swasta non profit
yang tidak memiliki kekuatan hukum, maka setiap pengguna radiasi ionisasi harus
berkonsultai dengan biro pengontrol radiasi di negaranya untuk memperoleh
informasi penggunaan dan hukum terbaru Dosis limit paparan ini hanya berlaku
pada sumber radiasi buatan dan tidak berlaku pada radiasi alam atau paparan sinar
X yang diterima pasien pada prosedur radiografis saat tindakan medis dan dental
(White & Pharoah, 2000).
Nilai batas dosis yang ditetapkan oleh BAPETEN, berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Bapeten No. 01/Ka-BAPETEN/V-99 yaitu mengenai
penerimaan dosis yang tidak boleh dilampaui oleh seorang pekerja radiasi dan
anggota masyarakat selama jangka waktu 1 tahun, tidak bergantung pada laju
dosis tetapi tidak termasuk penerimaan dosis dari penyinaran medis dan
penyinaran alam. Nilai batas dosis bukan batas tertinggi yang apabila dilampaui
seseorang akan mengalami akibat merugikan yang nyata. Meskipun demikian
setiap penyinaran yang tidak perlu harus dihindari dan penerimaan dosis harus
diusahakan serendah-rendahnya. Nilai batas dosis tersebut ditetapkan sebagai
berikut :
1). Nilai batas dosis bagi pekerja radiasi untuk seluruh tubuh 50 mSv per tahun
2). Nilai batas dosis untuk anggota masyarakat umum untuk seluruh tubuh 5 mSv
per tahun. Dalam penyinaran lokal pada bagian-bagian khusus dari tubuh, dosis
rata-rata dalam tiap organ atau jaringan yang terkena harus tidak lebih dari 50
mSv (Depkes, 2006).
PAPARAN PASIEN DAN DOSIS
Dosis pasien dari radiografi dental biasanya sebesar yang diterima organ
target, ukuran yang paling umum adalah paparan pada kulit atau permukaan.
Paparan permukaan yang diperoleh secara langsung merupakan cara paling mudah
untuk mencatat paparan pasien terhadap sinar X. Rincian jumlah yang kecil tetap
dipakai untuk menghitung dosis yang diterima oleh organ yang berada atau dekat
dengan titik pengukuran. Target organ lain umumnya termasuk sumsum tulang,
kelenjar tiroid dan gonad. Dosis aktif sumsum tulang merpakan ukuran yang
penting karena merupakan target organ yang dipercaya bertanggung jawab atas
leukemia akibat radiasi. Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada paparan
berlebihan di tiroid adalah bahwa kelenjar ini mempunyai rata-rata kecenderungan
kanker yang tinggi. Dosis gonad penting karena respek genetik terhadap paparan.
DOSIS AKTIF SUMSUNG TULANG
Dosis aktif sumsung tulang berasal dari dosis jaringan spesifik yang sesuai
dengan efek stokastik sebagian, leukemia. Dosis akut sumsum tulang adalah dosis
radiasi rata-rata yang terdapat pada seluruh sumsum tulang aktif. Dosis sumsum
tulang aktif yang berasal dari survey intraoral seluruh mulut dengan sudut bundar
sekitar 0,142 mSv. Sekali terekspos dengan sudut rectangular hanya sekitar 0,06
mSv. Radiografik panoramik memberikan dosis sumsum tulang aktif sekitar 0,01
mSv/ film. Sebagai perbandingan dosis tulang aktif dalam 1 film thorax adalah
0,03 mSv.
DOSIS TIROID
Besarnya kelenjar tiroid merupakan faktor penting dalam menentukan
besarnya dosis yang diterima. Sebagai contoh pemeriksaan radiografi dari spina
servikal dapat menerima 4 paparan terpisah dari dosis total, yaitu sekitar 5,5 mGy.
Selama pemeriksaan, kelenjar tiroid berada di pusat radiasi. Disisi lain radiografi
thorax hanya memberi dosis tiroid sebesar 0,01 mGy, umumnya dari radiasi sinar
hambur. Beberapa studi melaporkan bahwa dosis tiroid dari radiografik oral relatif
rendah. Pemeriksaan mulut komplit dengan film A21 memberikan dosis tiroid
0,94 mGy, nilai ini 1/6 dari pemeriksaan radiografi sinar servikal. Dosis tiroid
dalam radiografi panoramik sekitar 74 µGy, 1% dari pemeriksaan spina servikal.
DOSIS GONAD
Radiografi pada abdomen memberikan dosis paling tinggi pada gonad;
radiografi pada kepala, leher dan ekstremitas menghasilkan dosis paling rendah.
Sebagai contoh radiografi pada ginjal, ureter dan empedu ( retrograde pyelogram )
dilaporkan memberikan dosis gonad 1,07 mGy pada wanita dan 0,08 mGy pada
pria, ketika dosis radiografi tengkorak kurang dari 0,005 mGy pada keduanya.
Sebagai kategori umum, pemeriksaan sinar X dental hanya memberikan dosis
secara umum 1,0 µGy. Kontribusi ini hanya 0,003 % dari rata-rata paparan pada
umumnya.
DOSIS EFEKTIF
Penting untuk dibuat perbandingan langsung dari hal yang telah dibahas
sebelumnya untuk memperkirakan resiko yang mungkin terjadi, bagaimanapun
pernyataan yang menyebutkan satu radiografi periapikal dental memberikan lebih
dari 10x radiasi sinar thorax ( di bagian paparan permukaan, 217 dengan 16 mR )
tidak sepenuhnya benar karena perbedaan dalam area paparan dan organ kritis.
Perbedaan ini dapat digantikan dengan kalkulasi dari E, dimana paparan terhadap
seluruh tubuh membawa kemungkinan efek radiasi yang sama dengan paparan
sebagian tubuh dengan metode penghitungan ini survey mulut lengkap dari 20
film dengan dosis yang optimal ( misal film kecepatan E, sudut rectangular )
ditemukan memberikan jumlah radiasi ½ dari satu film thorax dan kurang dari 1%
jumlah studi Barium di intestinal
Metode Pengurangan Paparan dan Dosis Waspada terhadap resiko potensial berhubungan dengan penggunaan
radiasi ionisasi dan resikonya terhadap kesehatan adalah langkah pertama dalam
pengurangan paparan dan dosis dalam diagnostik radiografi. Langkah yang kedua
yaitu menggunakan teknik, material dan peralatan yang mengoptimalkan proses
radiasi. Optimalisasi proses radiologi merupakan cara terbaik untuk
memaksimalkan keuntungan pasien dengan meminimalkan paparan pada pasien
dan operator.
Pada bagian ini, metode pengurangan paparan dan dosis dijelaskan seperti
yang biasa digunakan untuk radiografi oral. Setiap bagiannya dimulai dengan
rekomendasi American Dental Association (ADA) Council on Dental Materials,
Instruments, and Equipments berdasarkan pada penggunaan optimal proses
radiologi. Hal ini diikuti dengan diskusi sehingga rekomendasi ini lebih
memuaskan. Termasuk juga rekomendasi NCRP dan peraturan federal mengenai
penggunaan radiasi ionisasi.
Sebagai tambahan peraturan federal, negara memiliki hukum tersendiri
mengenai radiasi ionisasi. Meskipun kebanyakan sama dengan rekomendasi ADA
dan NCRP, seluruh praktisi harus berkonsultasi dengan lembaga pengontrol
radiasi dinegaranya untuk mendapat informasi terbaru.
Seleksi Pasien
Telah dilaporkan bahwa 3 dari 4 kasus ortodontis lebih percaya diri setelah
ada bukti radiografi. Pada beberapa instansi, kurang dari 1 % seluruh radiografi
tidak berpengaruh pada perawatan pasien. Laporan ini menyebabkan keraguan
atas penilaian profesional sebagai kriteria dasar bagi seleksi pasien. Diadakan dua
konferensi nasional untuk menyimpulkan implementasi dan pengembangan
kriteria seleksi radiografi yang lebih spesifik untuk membantu penilaian
profesional praktisi. Kriteria ini menyajikan keterangan yang jelas bagi seleksi
pasien, yang dapat mengurangi jumlah pemeriksaan radiografi yang tidak
produktif dan paparan pasien dari sinar x.
Kriteria seleksi radiografi yang juga dikenal sebagai highyield atau
referral criteria, adalah riwayat klinis dan historis yang menyediakan informasi
pengaruh pemeriksaan radiografi terhadap perawatan atau prognosis. The Dental
Patient Selection Criteria Panel ditetapkan oleh the Center for Devices and
Radiological Health of the Food and Drug Administration, bertanggung jawab
merumuskan kriteria seleksi bagi radiografi oral. Petunjuk ini menemukan 43%
radiograf digunakan untuk mendeteksi karies, 3,3% untuk mendeteksi lesi. Ketika
petunjuk ini digunakan, jumlah intraosseous yang hilang dan kondisi gigi tidak
diperhitungkan, memberikan variasi diantara klinisi dalam perawatan dan
diagnosis. Kebalikan dari temuan ini, survei melaporkan bahwa hanya 37% dokter
gigi yang memilih untuk selektif sesuai kebutuhan pasien.
Langkah –langkah Pemeriksaan
Ketika telah diputuskan pemeriksaan radiografi diperlukan, cara pemeriksaan
yang dilakukan mempengaruhi paparan pasien terhadap radiasi sinar x. Langkah
pemeriksaan dapat dibagi menjadi pemilihan peralatan, teknik, operasi peralatan
dan proses serta interpretasi gambar radiografi.
Pemilihan Alat
Pemilihan alat termasuk seleksi penerima gambar, jarak titik fokus ke film, sudut,
filtrasi dan tipe apron dan kerah timbal.
Seleksi Reseptor Reseptor gambar intraoral. Pada 1920, film sinar x gigi biasa diperkenalkan oleh
Eastman Kodak Company. Gambar yang dihasilkan oleh film ini sangat bagus
untuk saat itu, tapi kecepatannya sangat rendah dimana radiografi untuk daerah
molar atas dewasa membutuhkan 9 detik paparan. Sejak saat itu, film yang lebih
cepat telah dikembangkan. Baru-baru ini, film sinar x dental intraoral tersedia
dalam 2 kelompok kecepatan D dan E. Secara klinis, kelompok E hampir 2x lebih
cepat dari film kelompok D dan sekitar 50x lebih cepat film biasa. Ini berarti
paparan 9 detik pada 1920 telah dikurangi menjadi sekitar 0,2 detik dengan
penggunaan film kecepatan E.
Film yang cepat diperlukan untuk mengurangi paparan. Kemungkinan
penurunan kualitas gambar yang berhubungan dengan peningkatan kecepatan,
peningkatan ukuran atau bentuk kristal halida perak dalam emulsi film juga harus
dipertimbangkan. Apabila waktu paparan yang lebih singkat meyebabkan kualitas
gambar menurun, tidak menguntungkan menggunakan film cepat. Tak lama
setelah film kecepatan E pada 1981 dilakukan studi untuk membandingkan film E
dan D dalam hal kualitas diagnostik gambar. Film E memiliki skala densitas yang
sama, kontras yang sedikit lebih baik dan kualitas gambar yang sama dengan film
D bila penanganan dan proses film diperhatikan dengan baik. Studi ini dan studi
lainnya membuktikan bahwa film E dapat digunakan untuk pemeriksaan
radiografik intraoral rutin tanpa mengorbankan informasi diagnostik.
Pada 1944 Eastman Kodak Company memperkenalkan film E yang telah
disempurnakan (Ektaspeed plus), emulsi yang berdasarkan pada teknologi tabular
grain yang mirip dengan film T-Mat. Ektaspeed plus lebih cepat dan lebih sensitif
pada kondisi saat proses, terlihat kurang berbutir dan memiliki kontras tinggi dan
paparan mirip dengan film D.Film E dengan kecepatan lain (M2Comfort, Agva-
Gevaert, N.Y.) mirip dengan Ektaspeed Plus dalam mendeteksi karies. Meski
telah dilaporkan keuntungan menggunakan film E, 73%-89% dokter gigi tetap
menggunakan film D.
Pengurangan dosis pasien hingga 60% dibandingkan film E dan 77% film
D didapat bila menggunakan radiografi intraoral digital direct. Pengurangan yang
signifikan dosis pasien harus berbanding terbalik dengan penurunan resolusi
gambar yang berhubungan dengan penggambaran digital. Film radiografi
memiliki kemampuan menghasilkan setidaknya 20 pasang garis per milimeter,
dimana gambar digital hanya 11.
Layar penguat. Aslinya layar penguat digunakan pada radiografi extraoral
yang dibuat dari kristal kalsium tungstate yang mengeluarkan sinar biru ketika
berinteraksi dengan sinar x. Layar kalsium tungstate menggunakan elemen alam
gadolinium dan lanthanum. Fosfor alam yang langka ini mengeluarkan sinar hijau
saat berinteraksi dengan sinar x. Ketika dikombinasikan dengan film sensitif
hijau, layar ini menjadi 8x lebih sensitif terhadap sinar x dibandingkan layar
penguat konvensional yang menggunakan film sensitif biru, tanpa menurunkan
kualitas gambar. Sensitivitas yang lebih tinggi atau kecepatan kombinasi film
menghasilkan pengurangan paparan pasien. Dibandingkan dengan layar kalsium
tungstate, layar alam menurunkan paparan pasien pada 55% panoramik dan
cephalometrik.
Pengurangan paparan selama radiografi extraoral didapat dengan
penggunaan film T-grain. Dikeluarkan sebagai T-Mat oleh Eastman Kodak
Company pada 1983, film ini mengandung butiran perak halida yang berbentuk
tabung dan lebih datar. Dengan permukaan yang datar dapat meningkatkan
kemampuan memperoleh sinar dari layar penguat. Film T-grain dengan layar alam
2x lebih cepat dibanding kombinasi film dengan layar tungstate dan 1 1/3x lebih
cepat dari kombinasi film layar alam tanpa kehilangan kualitas gambar.
Film extraoral terbukti tidak hanya menurunkan dosis paparan tapi juga
ramah lingkungan. Pada 1990, Kodak memperkenalkan T-Mat/RA (Rapid
Access), emulsi yang dapat diproses secara kimia. Penemuan ini mengurangi
waktu proses hingga 45 detik juga menghasilkan proses kimia ramah lingkungan
yang lebih aman dengan memindahkan glutaraldehid.
Film extraoral yang dipapar oleh layar penguat menghasilkan resolusi
gambar setengah dari paparan film intraoral langsung. Satu alasan degradasi pada
sistem extraoral adalah hilangnya ketajaman gambar dan resolusi akibat sinar
yang dikeluarkan oleh satu layar yang melewati film yang memapar sisi
berlawanan dari emulsi film.
Sistem film layar Ultra-Vision (Du Pont) dirancang untuk meminimalkan
efek penggunaan fosfor yang mengeluarkan sinar ultraviolet, yang kurang mampu
melewati film untuk memapar sisi berlawanan. Gambar yang dihasilkan sistem ini
memiliki resolusi lebih tinggi. Sistem ini dapat digunakan untuk pengurangan 505
paparan. Kodak juga mengeluarkan Ektavision yang dirancang untuk mencegah
crossover, tetapi dilaporkan meningkatkan paparan.
Mirip dengan intraoral, panoramik digital dilaporkan menghasilkan
pengurangan dosis hingga 79%. Resolusi gambar dengan sistem ini tampaknya
mendekati film T-Mat.
Jarak Titik Fokus ke Film
Dua standar jarak titik fokus ke film (FSFDs), satu 20 cm (8 inches) dan
41 cm (16 inches). Ketika tabung sinar x dioperasikan diatas 50 kVp, satu dari
jarak ini memenuhi peraturan federal yaitu jarak sumber sinar x ke kulit harus
lebih 18 cm (7 inches) ( diasumsikan 2,5 cm [1 inch] jarak dari permukaan kulit
ke film).
Tidak berbeda dengan hukum federal, keputusan untuk penggunaan
didasarkan pada FSFD menghasilkan paparan pasien yang rendah dan gambar
diagnostik terbaik. Satu studi pada paparan pasien dari pemeriksaan radiografik
intraoral membandingkan 20 cm FSFD dengan 40 cm FSFD pada dosis organ.
Hasilnya menunjukkan penurunan 38% dosis tiroid dengan jarak lebih jauh ketika
digunakan sinar sinar x 90 kVp dan penurunan 45% pada 70 kVp. Hasil ini
muncul pada penggunaan film cepat (D atau E) dan termasuk fakta bahwa
pemeriksaan intraotal dengan 40 cm FSFD terdiri dari 21 film dan 20 cm FSFD
hanya terdiri dari 18 film.
Sebagai tambahan pada penurunan dosis tiroid yang diperoleh dengan
FSFD yang lebih panjang, penggunaan jarak yang lebih jauh diperkirakan
menghasilkan pengurangan 32% volume jaringan terpapar. Hal ini karena jarak
yang lebih besar, dan sudut sinar x yang kurang divergen (Gbr 3-3). Pengurangan
volume jaringan terpapar harus diikuti pengurangan E. Studi terbaru melaporkan
penurunan E akibat penggunaan 30-cm FSFD dibanding 20-cm FSFD pada
simulasi 19 film pemeriksaan mulut lengkap menggunakan film D. Penggunaan
FSFD yang lebih panjang juga memperlihatkan ukuran titik fokus dan karenanya
secara teoritis meningkatkan resolusi gambar radiografi. Gambaran klinis
pengaruh ukuran titik fokus pada resolusi gambar masih dipertanyakan.
Collimation Peraturan federal mengharuskan penggunaan sudut sinar diatur sehingga
daerah radiasi pada permukaan kulit pasien adalah “…memiliki diameter
lingkaran tidak lebih dari 7cm (2 ¾ inches)…” ketika tabung sinar dioperasikan
diatas 50 kVp. Pada film intraoral no.2 (3,2 x 4,1 cm), ukuran daerah hampir 3x
paparan pada film. Seharusnya, paparan pasien dapat dikurangi dengan membatasi
sudut sinar x lebih dari yang tertera dalam pernyataan diatas. Hasil ini tidak hanya
menurunkan paparan pasien tapi juga meningkatkan kualitas gambar. Jumlah
radiasi yang dihamburkan harus sebanding dengan area terpapar. Apabila radiasi
sinar hambur menurun, kabut pada film menurun dan kualitas gambar meningkat.
Juga, pengurangan sudut menghasilkan ketajaman gambar karena pengurangan
fenomena geometrik penumbra.
Pembatasan sudut dapat disempurnakan dengan satu atau kombinasi
beberapa metode. Pertama, rectangular position-indicating device (PID) dapat
terkait dengan tempat tabung radiografik (Gambar 3-40). Penggunaan rectangular
PID yang memiliki orifis 3,5x4,4 cm ( 1,38 x 1,34 inches) mengurangi area
permukaan kulit pasien yang terpapar 60% dibanding yang round (7 cm) PID
(Gambar 3-3, C). Menurut FSFD, penggunaan tabung rectangular dapat
menurunkan E sebesar 71%-80%, pengurangan yang signifikan. Tetapi
pengurangan sudut ini cukup sulit. Untuk menghindari kemungkinan
ketidakpuasan radiografi (cone cutting), direkomendasikan penggunaan instrumen
pemegang film yang terletak di pusat tabung dekat film.
Kedua, pemegang film dengan collimator rectrangular digunakan bersama
round PIDs; alat-alat tesebut mengurangi paparan pasien sama dengan
rectrangular PIDs. Penelitian mengenai E yang diterima selama pemeriksaan
mulut lengkap yang dibuat dengan pemegang film menggunakan tabung
rectangular dan bundar, tabung rectangular mengurangi dosis pasien pada
pemeriksaan intraoral sekitar 60% (Tabel 3-4). Kedua instrumen presisi (Masel
Enterprises, Bristol, Penn.) dan instrumen XCP (Dentsply/Rinn, Elgin, Ill) dengan
Tabung rectangular terpasang pada ujung cincin (Gambar 3-7) dapat diharapkan
memberi hasil yang serupa.
Keuntungan tabung rectangular pada kualitas gambar dan paparan pasien
tidak terlihat pada praktek klinik. Hanya 5%-8% dokter gigi menggunakan tabung
rectangular.
Filtrasi Sinar sinar x yang dikeluarkan dari tabung radiografik tidak hanya terdiri
dari photons sinar x energi tinggi, tetapi juga banyak photons dengan energi relatif
rendah. Photons energi rendah, yang memiliki kekuatan penetrasi, akan diserap
oleh pasien dan tidak memberikan informasi apapun pada film. Tujuan dari filtrasi
konvensional adalah untuk memindahkan photons energi rendah ini dari sinar x.
Hasil ini menurunkan paparan pasien tanpa kehilangan informasi radiologik.
Efek menguntungkan filtrasi telah diketahui sejak lama. Ketika tabung
sinar x difiltrasi dengan 3 mm alumunium, paparan permukaan berkurang 20%.
Berhubungan hal ini, pemerintah federal merancang jumlah filter yang dibutuhkan
untuk mesin sinar x dental yang dioperasikan berbagai kilovolt. Jumlah ini
menunjukkan kualitas tabung (half-value layer [HVL]) terdapat di Tabel 3-5.
Sejalan dengan peraturan ini, pada 1993 Nation wide Evaluation of Sinar x Trends
(NEXT) mengeluarkan rata-rata HVL 2,3 mm alumuniun, setara dengan sekitar
73 kilovolt.
Studi menunjukkan paparan pasien dapat dikurangi dengan memindahkan
photons energi sinar x rendah dan tinggi dari tabung, meninggalkan photons
energi midrange memapar film. Saran ini dihasilkan dari penemuan bahwa energi
sinar x paling efektif memproduksi gambar antara 35-55 keV. Filtrasi selektif dari
photon energi rendah dan tinggi ditunjukkan oleh samarium, erbium, yttrium,
niobium, gadolinium, terbium-activated gadolinium oxysulfide(Lanex, Eastman
Kodak), dan thulium activated lanthanum oxybromida (Quanta III, DuPont).
Penggunaan bahan ini dikombinasi dengan filtrasi alumunium mengurangi
paparan pasien 20%-80% dibanding filtrasi alumunium konvensional.
Bagaimanapun pengurangan paparan yang didapat dari filtrasi alam bukan tanpa
resiko. Penggunaan filter ini membutuhkan peningkatan waktu paparan (50%),
meningkatkan muatan tabung sinar x dan kemungkinan pergerakan pasien selama
paparan. Kualitas gambar juga dapat dipengaruhi penurunan kontras, ketajaman
dan resolusi.
Apron dan Kerah Timbal
Dosis gonad dari radiografi oral adalah minimal. Dasar perlindungan
radiasi dari prinsip ALARA menyebutkan bahwa tidak peduli sekecil apapun
dosis, efek merusak tetap ada. Setiap dosis yang dapat dikurangi tanpa kesulitan,
pengeluaran atau ketidaknyamanan harus dikurangi. Data terbaru menunjukkan
paparan pada film periapikal dental adalah 217 mR. Bila dosis gonad sama dengan
1/10000 dari total ambang paparan, dosis dari satu film periapikal dental
dikalkulasi menjadi 0,02 mR. Tidak peduli sekecil apaun, dosis ini tetap
menunjukkan ukuran kuantitas yang 2x dari dosis toleransi dan menurut ALARA
harus dikurangi jika mungkin. Solusi untuk hal ini adalah penggunaan apron
timbal, yang dapat mengurangi 98% radiasi sinar hambur ke gonad. Dengan
penggunaan alat ini, dosis gonad dari satu film periapikal dental dapat
dikalkulasikan menjadi 0,4 µR. Jumlah ini 60x lebih sedikit dari dosis yang
dihasilkan satu penerbangan pesawat.
Meski kalkulasi dan perbandingan menunjukkan bahwa dosis gonad relatif
kecil, tidak ada argumentasi yang valid untuk tidak menggunakan apron secara
rutin (Gbr 3-8). Argumen serupa berlaku bagi tiroid yang ditemukan dapat
mengurangi paparan terhadap kelenjar ini hingga 92% (Gbr 3-9). Penggunaan alat
ini tidak sulit, tidak beresiko ataupun tidak nyaman, bahkan alat ini
memperhatikan kepentingan pasien.
Hal ini dan berbagai informasi berhubungan dengan dosis pada janin
selama prosedur radiografi oral dan rekomendasi NCRP mengenai paparan pada
janin embrio maka Dental Patient Selection Criteria Panel memutuskan bahwa
pemeriksaan radiografi bukan kontraindikasi pada kehamilan. Tetapi keputusan
menggunakan sinar x ketika pasien hamil tergantung individu. Pasien harus
waspada pada kebutuhan radiograf dan jumlah relatif paparan sebelum film
dibuat.
Pemilihan Teknik Intraoral
Tidak ada rekomendasi atau pengaturan yang spesifik mengenai teknik
radiografi intraoral. Oleh karena itu pemilihan teknik (bisektris atau paralel)
terserah pada praktisi. Apapun teknik yang dipilih, film holder harus digunakan.
Pengurangan yang signifikan terlihat ketika alat ini digunakan dibanding
dukungan manual dari pasien.
Keputusan teknik mana yang digunakan harus berdasar pada kualitas
diagnostik hasil radiografi, efisiensi penggunaan radiasi dan kenyamanan teknik.
Semakin efisien teknik, radiograf tidak perlu diulang dan paparan semakin sedikit.
Studi mengenai perbandingan efisiensi teknik bisektris dan paralel menyatakan
bahwa jumlah radiograf yang tidak terdiagnosis berkurang lebih dari setengahnya
ketika pemeriksaan lengkap intraoral dilakukan dengan teknik paralel. Bila
diasumsikan bahwa seluruh radiograf yang tidak terdiagnosis diulang, penggunaan
teknik bisektris mengarah pada peningkatan paparan yang signifikan. Studi ini
menggunakan instrumen Rinn XCP untuk penempatan film paralel, tapi laporan
mengenai efisiensi penggunaan instrumen Precision menunjukkan hasil yang
serupa. Instrumen Precision dengan sudut rectangular mengurangi paparan , meski
hasil serupa dapat diperoleh dengan Rinn XCP dan PID rectangular atau
Collimator rectangular yang dijepit ke cincin.
Pengoperasian Alat
Pengoperasian peralatan sinar x termasuk seleksi terhadap faktor teknik
mesin yang memadai, kilovoltage dan miliampere-seconds.
Kilovoltage . Praktisi dapat memilih kilovoltage tinggi (90) atau rendah (70) yang
sesuai untuk keperluan diagnosis. Kilovoltage adalah faktor paparan yang
mengendalikan ambang energi sinar x. Bila kilovoltage menurun, ambang energi
sinar x yang efektif menurun dan kontras gambar radiografik meningkat. Dalam
teori kontras gambar yang tinggi lebih sesuai untuk menggambarkan perbedaan
besar densitas pada objek seperti karies atau kalsifikasi jaringan lunak.Tetapi
pengaruh kilovoltage terhadap keakuratan diagnosis karies tidak terlalu penting.
Bila kilovoltage meningkat, ambang energi sinar x meningkat dan kontras gambar
radiografi menurun. Gambar dengan kontras rendah memungkinkan visualisasi
perbedaan kecil densitas dalam objek. Tipe kontras gambar lebih berguna pada
diagnosis periodontal dimana perubahan dalam tulang harus dapat dideteksi.
Teknik kilovoltage tinggi menghasilkan kontras gambar rendah juga mengurangi
dosis efektif pada pemeriksaan intraoral. Dosis efektif yang berasal dari produksi
radiograf dengan densitas yang dapat dibandingkan berkurang 23% dengan
peningkatan kilovoltage dari 70 ke 90.
Pengenalan potensial tetap atau unit sinar x dental frekuensi tinggi
memungkinkan untuk menghasilkan radiograf berkualitas diagnosis dengan
kilovoltage rendah dan kadar pengurangan radiasi. Mesin Intrex (Keystone Sinar
x), yang dioperasikan pada 70 kVcp, dibandingkan dengan unit sinar x
konvensional self-rectified yang juga dioperasikan pada 70 kVp. Paparan
permukaan yang diperlukan untuk menghasilkan densitas radiografik lebih rendah
26% pada unit Intrex constant-voltage. Penemuan ini berasal dari fakta bahwa
ambang sinar x yang dihasilkan oleh mesin Intrex sama dengan energi photon
yang mendekati dengan yang dihasilkan unit self-rectified yang dioperasikan pada
80kVp.
Milliampere-seconds. Dari tiga kondisi teknis (voltage tabung, filtrasi dan waktu
paparan), waktu paparan merupakan faktor paling krusial yang mempengaruhi
kualitas diagnostik. Dalam hal paparan, kualitas gambar optimal adalah densitas
diagnostik, dan bukan overexposed (terlalu gelap) atau underexposed (terlalu
terang). Keduanya merupakan paparan yang tidak perlu. Densitas gambar
dikendalikan oleh kuantitas sinar x yang dihasilkan, yang paling baik dikontrol
oleh kombinasi miliampereage dan waktu paparan yang disebut milliampere-
seconds (mAs).
Densitas diagnostik merupakan pilihan masing-masing sebagai petunjuk.
Paparan pasien secara langsung berhubungan dengan mAs. Tabel 3-6 mendata
kisaran nilai mAs yang diperlukan untuk memapar film intraoral sehingga didapat
densitas yang tepat. Secara umum radiograf dengan densitas tepat harus
memperlihatkan gambaran jaringan lunak yang kabur. Hal ini berhubungan
dengan densitas optikal sekitar 1,0 dalam email dan dentin. Tingkat densitas
gambar ini dapat diperoleh dengan menggunakan nilai yang ada dalm tabel,
setelah mempertimbangkan umur dan kondisi fisik pasien. Sebagai contoh, 2,2
mAs disarankan untuk dewasa ketika digunakan film E dan 90 kilovoltage. Nilai
ini didapat dengan menggunakan milliamperage 10 dan waktu paparan 0,22 detik
(13 impuls). Bila kilovoltage ditingkatkan untuk mengurangi kontras gambar,
mAs harus dikurangi atau film akan overexposed.
Waktu foto secara rutin digunakan pada beberapa prosedur radiografik
medis. Teknik ini menggunakan phototimer untuk mengukur jumlah radiasi yang
mencapai film dan secara otomatis memutuskan paparan setelah radiasi yang
mencapai film mencukupi untuk menghasilkan densitas yang tepat. Teknologi ini
tersedia pada beberapa mesin panoramik;kemampuan photodioda yang sangat
kecil memungkinkan tipe ini mengontrol paparan secara otomatis dalam radiografi
intraoral.
Pemrosesan Film
Sebab utama paparan radiasi pada pasien yang tidak perlu adalah
kelebihan paparan pada film yang disengaja. Overexposed adalah kompensasi dari
kegagalan pemrosesan film. Hal ini tidak hanya menyebabkan paparan yang tidak
perlu, tapi juga menghasilkan film yang yang tidak memenuhi kualitas diagnosis.
Sebaliknya paparan radiografi yang tepat menjadi tidak berguna bila tidak
memenuhi kualitas diagnostik akibat kesalahan prosedur pemrosesan. Sebuah
studi menyebutkan bahwa 6% dari radiograf dental yang diterima tidak memadai
karena pemrosesan yang tidak tepat. Studi lain pada 500 foto panoramik
menemukan bahwa rata-rata film mengandung setidaknya satu kesalahan proses.
Waktu-temperatur proses, dan menjaga keadaan ruang gelap adalah cara terbaik
untuk memperoleh kualitas film optimal.
Penggunaan mesin untuk proses film dental semakin meluas. Sebanyak
93% dokter gigi dilaporkan telah menggunakan prosesor film dental. Prosesor
film dapat meningkatkan paparan pasien bila tidak dikendalikan secara tepat.
Suatu studi menunjukkan bahwa 30% dari pengulangan foto disebabkan oleh
densitas film tidak tepat yang secara langsung berhubungan dengan perubahan
prosesor. Pengenalan mengenai program pengendalian dapat mengurangi rata-rata
pengulangan, yang dapat mengurangi paparan pasien dan resiko operator.
Interpretasi Gambar
Radiograf paling baik dilihat dalam ruang agak gelap dengan sinar yang
mengarah langsung ke film; semua sinar dari luar harus dihilangkan. Radiograf
harus dipelajari dengan kaca pembesar untuk mendeteksi perubahan mendetil
densitas gambar. Berbagai intensitas sumber sinar juga harus tersedia. Hal ini
dapat menggantikan film overexposed atau underexposed atau film dengan
kesalahan proses. Banyak film dapat diselamatkan dengan cara ini, termasuk
menghindari pengulangan foto dan paparan radiasi tambahan ( Goaz, 1994).
MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI
Menurut peraturan pemerintah no. 63 tahun 2000 setiap instalasi yang
menggunakan radiasi pengion wajib menerapkan Manajemen Keselamatan
Radiasi, yang meliputi (Depkes RI, 2006) :
1) Organisasi Proteksi Radiasi
Pengusaha/Instalasi yang menggunakan sumber radiasi pengion wajib
membentuk organisasi proteksi radiasi agar dalam pemanfaatan tenaga nuklir
semua persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilaksanakan sesuai
ketentuan.
2) Pemantauan Dosis Radiasi dan Radioaktivitas
Untuk mengetahu besar dosis yang diterima oleh pekerja radiasi maka
dilakukan pemantauan dosis. Setiap pekerja radiasi wajib menggunakan
dosimeter perorangan baik yang dapat dibaca langsung maupun yang tidak
dapat dibaaca langsung sesuai dengan jenis sumber radiasi yang digunakan.
3) Peralatan Proteksi Radiasi
Pengusaha/Instalasi yang menggunakan sumber radiasi pengion harus
menyediakan dan mengusahakan peralatan proteksi radiasi, pemantauan dosis
perorangan, pemantauan daerah kerja dan pemantauan lingkungan yang dapat
berfungsi dengan baik sesuai dengan jenis sumber radiasi yang digunakan.
4) Pemeriksaan Kesehatan
Setiap orang yang akan bekerjaa sebagai pekerja radiasi harus sehat dan
minimal berusia 18 tahun. Pengusaha instalasi harus menyelenggarakan
pemeriksaan yang meliputi; pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja,
pemeriksaan berkala selama masa kerja, dan pemeriksaan kesehatan pada
waktu pemutusan hubungan kerja. Apabila dipandang perlu dapat dilakukan
pemeriksaan khusus.
5) Penyimpanan Dokumentasi
Dokumentasi yang memuat catatan dosis, hasil pemantauan daerah kerja, hasil
pemantauan lingkungan, dan kartu kesehatan pekerja harus disimpan paling
tidak selama tiga puluh tahun terhitung sejak pekerja radiasi bekerja.
6) Jaminan Kualitas
Program jaminan kualitas harus dilakukan sejak dari perencanaan,
pembangunan, pengoperasian dan perawatan.
7) Pendidikan dan Pelatihan.
Setiap pekerja radiasi harus memperoleh pendidikan dan pelatihan tentang
keselamatan dan kesehatan kerja terhadap radiasi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif sederhana,
dimana penelitian dilakukan dengan mengambil sampel dari suatu populasi
tertentu dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data (Singarimbun
dan Effendi, 1989).
3.2 Populasi dan Sampel yang digunakan
Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah :
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Ko-Ass di
lingkungan kerja RSGM FKG UNPAD
3.2.1 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Ko-Ass yang
melakukan pemotreten di bagian radiologi. Sampel dalam penelitian
ini adalah 40 orang, diambil secara purposive sampling, dimana
pengambilan sampel berdasarkan kriteria/pertimbangan perseorangan
atau pertimbangan peneliti (sudjana,1996).
Kriteria yang dipakai dalam pengambilan sampel adalah :
1. Semua mahasiswa Ko-Ass yang melakukan pemotretan di bagian
radiologi
2. Sudah memasuki masa studi Ko-Ass bukan pra Ko-Ass
3.3 Tahap-tahap Penelitian
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebar kuisioner
pada mahasiswa ko as yang melakukan pemotretan di bagian
radiologi RSGM FKG UNPAD.
3.3.2 Pengisian kuesioner
Pengisian kuisioner oleh mahasiswa dengan kriteria responden
yang telah ditetapkan sebelumnya dan pengisian dilakukan pada
saat menunggu hasil pemotretan foto rontgen.
3.3.2 Pengolahan Kuisioner
Pengolahan Kuisioner dilakukan dengan mengelompokkan
jawaban yang sama dari setiap pertanyaan dan disajikan dalam
bentuk grafik kemudian dikategorikan berdasarkan skala linkert,
yaitu :
Kategori sangat baik 81 -100 %
Kategori Baik 61 - 80 %
Kategori Cukup Baik 41 - 60 %
Kategori Kurang Baik 21 - 40 %
Kategori Sangat Tidak Baik 0 - 20 %
3.5 Definisi Operasional
Health Physics (prinsip proteksi radiasi) adalah untuk mencegah
timbulnya efek deterministik dan efek stokastik dengan meminimalkan paparan
terhadap petugas dan pasien selama pemeriksaan radiografik.
3.6 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di bagian screening RSGM FKG UNPAD. Waktu
penelitian dari tanggal 1 desember sampai 30 desember 2006.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang diperoleh melalui kuisioner ini, dapat diketahui
sebagai berikut :
Grafik 4.1 Pengetahuan mengenai bahaya yang mungkin timbul dari pemotretan
gigi, menjawab tahu dan menyebutkan contoh bahayanya
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 35 orang responden, contoh
bahayanya yaitu mutasi gen, kanker, serostomia, mukositis, efek stokastik dan non
stokastik, radiasi, kematian jaringan, kecacatan pada janin, kerusakan sel-sel
kelenjar, osteoradionekrosis, sebanyak 2 orang responden yang menjawab tahu
tapi tidak menyebutkan contoh bahayanya dan 1 orang responden menjawab tidak
tahu mengenai bahaya yang mungkin timbul dari pemotretan gigi dan
menyebutkan contoh bahayanya.
0
5
10
15
20
25
30
35
tahu
kurang tahu
tidak tahu
Grafik 4.2 Pengetahuan responden mengenai resiko pasien terkena dampak
bahaya tersebut diatas
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 37 orang responden menjawab
tahu dan 1 responden menjawab kurang tahu dan tidak ada responden menjawab
tidak tahu mengenai resiko pasien terkena dampak bahaya tersebut diatas.
Grafik 4.3 Pengetahuan responden mengenai prinsip ALARA
Dari grafik diatas, dapat dilihat tidak ada responden yang mengetahui
tentang prinsip ALARA dan sebanyak 19 responden menjawab kurang tahu dan
sebanyak 19 responden menjawab tidak tahu mengenai prinsip ALARA.
0
5
10
15
20
tahu
kurang tahu
tidak tahu
0
5
10
15
20
25
30
35
40
tahu
kurang tahu
tidak tahu
Grafik 4.4 Pengetahuan responden mengenai prinsip proteksi radiasi
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 37 responden menjawab tahu, 1
orang responden menjawab kurang tahu dan tidak ada responden yang menjawab
tidak tahu prinsip proteksi radiasi.
Grafik 4.5 Pengetahuan responden mengenai dilakukannya foto rontgen
berdasarkan hasil pemeriksaan klinis yang diperlukan untuk
menunjang diagnosa
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 37 responden menjawab tahu, 1
orang responden menjawab kurang tahu dan tidak ada responden yang menjawab
tidak tahu mengenai dilakukannya foto rontgen berdasarkan hasil pemeriksaan
klinis yang diperlukan untuk menunjang diagnosa.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
tahu
kurang tahu
tidak tahu
0
5
10
15
20
25
30
35
40
tahu
kurang tahu
tidak tahu
Grafik 4.6 Pengetahuan responden sebagai operator mengenai sinar rontgen yang
harus diatur sesuai kebutuhan, yang didasarkan atas diagnosa dokter
yang merujuk
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 32 responden menjawab tahu, 6
responden menjawab kurang tahu, tidak ada responden menjawab tidak tahu
mengenai sinar rontgen yang harus diatur sesuai kebutuhan, yang didasarkan atas
diagnosa dokter yang merujuk.
Grafik 4.7 Pengetahuan responden sebagai operator mengenai perlunya tubuh
pasien dan leher pasien tertutup apron untuk melindungi pasien dari
bahaya sinar rontgen pada tubuh dan kelenjar tiroid
Dari grafik diatas, dapat dilihat 35 responden menjawab tahu, 3 responden
menjawab kurang tahu dan tidak ada responden yang menjawab tidak tahu
mengenai perlunya tubuh pasien dan leher pasien tertutup apron untuk melindungi
pasien dari bahaya sinar rontgen pada tubuh dan kelenjar tiroid.
0
5
10
15
20
25
30
35
tahu
kurang tahu
tidak tahu
0
5
10
15
20
25
30
35
tahu
kurang tahu
tidak tahu
Grafik 4.8 Pengetahuan responden sebagai operator pemeriksaan berkala alat
foto rontgen yang dilakukan Badan Pengawas Nuklir untuk mencegah
bahaya radiasi terhadap pasien, operator dan masyarakat sekitar
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 16 responden menjawab tahu, 12
responden menjawab kurang tahu, 4 responden menjawab tidak tahu mengenai
pemeriksaan berkala alat foto rontgen yang dilakukan oleh Badan Pengawas
Nuklir untuk mencegah bahaya radiasi terhadap pasien, operator dan masyarakat
sekitar.
Grafik 4.9 Pengetahuan responden sebagai operator mengenai alat foto rontgen
yang selalu diperiksa dan di uji kelayakan pakainya oleh Badan
Pengawas Tenaga Nuklir untuk menjaga pasien dari bahaya radiasi
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 20 responden menjawab tahu, 3
responden menjawab kurang tahu, 15 responden menjawab tidak tahu mengenai
alat foto rontgen yang selalu diperiksa dan di uji kelayakan pakainya oleh Badan
Pengawas Tenaga Nuklir untuk menjaga pasien dari bahaya radiasi.
0
5
10
15
20
25
30
35
tahukurang tahu
tidak tahu
0
5
10
15
20
tahu
kurang tahu
tidak tahu
Grafik 4.10 Pengetahuan responden sebagai operator mengenai pengaturan waktu
penyinaran, tegangan/voltase alat dan titik-titik penetrasi sinar sesuai
dengan gigi yang akan di foto rontgen pada saat pemotretan
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 36 responden menjawab tahu, 2
responden menjawab kurang tahu dan tidak ada responden menjawab tidak tahu
mengenai pengaturan waktu penyinaran, tegangan/voltase alat dan titik-titik
penetrasi sinar sesuai dengan gigi yang akan di foto rontgen pada saat pemotretan.
Grafik 4.11 Pengetahuan responden sebagai operator mengenai harus adanya
jarak titik fokus ke film harus diatur supaya pasien mendapatkan
paparan sinar yang rendah tapi dapat diperoleh gambaran diagnostik
terbaik
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 32 responden menjawab tahu, 3
responden menjawab kurang tahu, 2 responden menjawab tidak tahu mengenai
harus adanya jarak titik fokus ke film harus diatur supaya pasien mendapatkan
paparan sinar yang rendah tapi dapat diperoleh gambaran diagnostik terbaik.
0
5
10
15
20
25
30
35
tahu
kurang tahu
tidak tahu
0
510
1520
25
3035
40
tahu
kurang tahutidak tahu
Grafik 4.12 Pengetahuan responden sebagai operator mengenai sudut sinar yang
harus diatur sehingga daerah radiasi pada permukaan kulit pasien
hanya mendapat sedikit paparan tetapi memperoleh kualitas gambar
yang baik
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 34 responden menjawab tahu, 3
responden menjawab kurang tahu, 1 responden menjawab tidak tahu mengenai
sudut sinar yang harus diatur sehingga daerah radiasi pada permukaan kulit pasien
hanya mendapat sedikit paparan tetapi memperoleh kualitas gambar yang baik.
Grafik 4.13 Pengetahuan responden sebagai operator mengenai jenis film yang
cepat terpapar yang harus digunakan dalam pemotretan untuk
mengurangi paparan terhadap pasien dan kualitas terbaik dapat
diperoleh
0
5
10
15
20
25
30
35
tahu
kurang tahu
tidak tahu
0
5
10
15
20
25
30
tahu
kurang tahutidak tahu
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 8 responden menjawab tahu, 26
responden menjawab kurang tahu, 4 responden menjawab tidak tahu mengenai
jenis film yang cepat terpapar yang harus digunakan dalam pemotretan untuk
mengurangi paparan terhadap pasien dan kualitas terbaik dapat diperoleh.
Grafik 4.14 Pengetahuan responden sebagai operator mengenai teknik pemotretan
yang dipakai harus disesuaikan dengan bentuk tabung yang dipakai
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 24 responden menjawab tahu, 13
responden menjawab kurang tahu, dan 1 responden menjawab tidak tahu
mengenai teknik pemotretan yang dipakai harus disesuaikan dengan bentuk
tabung yang dipakai.
Grafik 4.15 Pertanyaan kuisioner terakhir mengenai perlu/ tidaknya dipasang
poster mengenai keamanan saat foto rontgen
Dari grafik diatas, dapat dilihat semua responden menjawab perlu
dipasang poster mengenai keamanan tersebut.
0
5
10
15
20
25
tahukurang tahutidak tahu
0
5
1015
20
25
30
35
40
ya
tidak
4.2 Pembahasan
Berdasarkan skala Linkert, dapat dikategorikan bahwa pengetahuan
mengenai bahaya yang mungkin timbul dari pemotretan gigi, sudah sangat baik
dimana disini hampir 92 % responden mengetahui ini begitu pula dengan
pengetahuan responden mengenai resiko pasien terkena dampak bahaya tersebut
diatas, hampir 99 % responden mengetahui bahaya tersebut dan mampu
menyebutkan contoh bahaya tersebut.
Pengetahuan responden mengenai prinsip ALARA, dapat dikategotikan
sangat kurang karena disini 50% responden menjawab kurang tahu dan 50 %
responden lagi menjawab tidak tahu mengenai apa itu prinsip ALARA.
Sedangkan pengetahuan responden mengenai prinsip proteksi radiasi, dapat
dikategorikan sangat baik karena hampir 99 % responden mengetahui prinsip
proteksi radiasi. Disini dapat terlihat kalau responden tidak tahu kalau prinsip
ALARA (As Low As Reasonably Achievable) adalah prinsip proteksi radiasi.
Pengetahuan responden mengenai dilakukannya foto rontgen berdasarkan
hasil pemeriksaan klinis yang diperlukan untuk menunjang diagnosa, dapat
dikategorikan sangat baik karena 99% responden mengetahuinya.
Pengetahuan responden sebagai operator tentang sinar rontgen yang harus
diatur sesuai kebutuhan, yang didasarkan atas diagnosa dokter yang merujuk,
dapat dikategorikan sangat baik karena 84 % responden mengetahuinya
Pengetahuan responden sebagai operator tentang perlunya tubuh pasien
dan leher pasien tertutup apron untuk melindungi pasien dari bahaya sinar rontgen
pada tubuh dan kelenjar tiroid, dapat dikategorikan sangat baik karena 84 %
responden mengetahuinya
Pengetahuan responden sebagai operator mengenai pemeriksaan berkala
alat foto rontgen yang dilakukan oleh Badan Pengawas Nuklir untuk mencegah
bahaya radiasi terhadap pasien, operator dan masyarakat sekitar, dapat
dikategorikan cukup baik karena hanya 42 % responden mengetahuinya
Pengetahuan responden sebagai operator mengenai alat foto rontgen yang
selalu diperiksa dan di uji kelayakan pakainya oleh Badan Pengawas Tenaga
Nuklir untuk menjaga pasien dari bahaya radiasi dapat dikategorikan cukup baik
karena 52 % responden mengetahuinya
Pengetahuan responden sebagai operator mengenai pengaturan waktu
penyinaran, tegangan/voltase alat dan titik-titik penetrasi sinar sesuai dengan gigi
yang akan di foto rontgen pada saat pemotretan dapat dikategorikan sangat baik
karena 94 % responden mengetahuinya
Pengetahuan responden sebagai operator mengenai harus adanya jarak titik
fokus ke film harus diatur supaya pasien mendapatkan paparan sinar yang rendah
tapi dapat diperoleh gambaran diagnostik terbaik dapat dikategorikan sangat baik
karena 84 % responden mengetahuinya
Pengetahuan responden sebagai operator mengenai sudut sinar yang harus
diatur sehingga daerah radiasi pada permukaan kulit pasien hanya mendapat
sedikit paparan tetapi memperoleh kualitas gambar yang baik dapat dikategorikan
sangat baik karena 89 % responden mengetahuinya
Pengetahuan responden sebagai operator mengenai jenis film yang cepat
terpapar yang harus digunakan dalam pemotretan untuk mengurangi paparan
terhadap pasien dan kualitas terbaik dapat diperoleh dapat dikategorikan kurang
baik karena 21 % responden mengetahuinya
Pengetahuan responden sebagai operator mengenai teknik pemotretan
yang dipakai harus disesuaikan dengan bentuk tabung yang dipakai, dapat
dikategorikan baik karena 63 % responden mengetahuinya
Pertanyaan kuisioner terakhir mengenai perlu/ tidaknya dipasang poster
mengenai keamanan saat foto rontgen di pasang di sekitar ruangn radiologi
RSGM FKG Unpad semua responden menjawab perlu dipasang poster mengenai
keamanan tersebut, seluruh responden menjawab diperlukan poster mengenai
keamanan saat foto rontgen tersebut.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini yaitu :
1) Pengetahuan dan kesadaran mahasiswa Ko-Ass mengenai prinsip
dan teknik proteksi radiasi pada saat pemotretan dan bahaya yang
mungkin timbul dari pemotretan gigi secara umum baik, tetapi
pengetahuan mengenai prinsip proteksi radiasi yaitu mengenai
prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable) dan
pengetahuan mengenai adanya perbedaan bentuk tabung pada saat
pemotretan foto rontgen antara teknik bisektris dengan teknik pararel
kurang baik.
2) Perlu dipasang poster mengenai keamanan saat foto rontgen di
pasang di sekitar ruangan radiologi RSGM FKG Unpad
5.2 Saran
Saran untuk bagian radiologi berdasarkan hasil penelitian ini, yaitu
mengenai :
1) Perlunya dilakukan pengawasan melekat mengenai prinsip dan
teknik proteksi radiasi pada mahasiswa Ko-Ass, karena hal ini
penting sebagai fungsi pengendali dalam mencegah bahaya radiasi
2) Perlunya ditingkatkan pengetahuan mahasiswa Ko-Ass mengenai
prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable) sebagai prinsip
proteksi radiasi
3) Peningkatan pengetahuan mengenai adanya perbedaan bentuk tabung
pada saat pemotretan foto rontgen antara teknik bisektris dengan
teknik pararel.
DAFTAR PUSTAKA
Arpansa. 2005. Radiation Protection Dentistry : Recomended Safety Procedurs for The Use For Dental X-ray Equipment. www. Arpansa.gov.au/pub/rps/rps10.pdf Pusat Kesehatan Kerja. 2006. Ketentuan Keselamatan Kerja dengan Radiasi.http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=137&ite. Depkes RI Badan Tenaga Atom Nasional.2002. Buku Pedoman Proteksi Radiasi di Rumah Sakit dan Praktek Umum Lainnya. Jawa Barat : Depkes Sastroamoro. 1995. Dasar-dasar Metologi Penelitian Klinis. Jakarta : Binarupa aksara Sudjana. 1996. Metoda statistika. Edisi 6. Bandung : Tarsito White & Goaz. 1994. Oral Radiology : Principles and Interpretation. Third edition. Philadelphia, sidney, toronto : Mosby White & Pharoah. 2000. Oral Radiology : Principles and Interpretation. Fourth edition. Philadelphia, sidney, toronto : Mosby
ABSTRAK
Persyaratan keselamatan yang dibutuhkan dalam radiografi gigi sama
dengan radiografi umum, persyaratan keselamatan dalam bidang radiologi yaitu memaksimalkan fungsi proteksi radiasi yang dikenal dengan istilah Health Physics. Health Physics (prinsip proteksi radiasi) adalah untuk mencegah timbulnya efek deterministik dan efek stokastik dengan meminimalkan paparan terhadap petugas dan pasien selama pemeriksaan radiografik. Penelitian mengenai gambaran pengetahuan mahasiswa Ko-Ass mengenai proteksi radiasi pada saat pemotretan foto rontgen dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan mahasiswa Ko-Ass mengenai Prinsip Proteksi Radiasi yang sangat penting sebagai fungsi pengendali radiasi bagi mahasiswa Ko-Ass sebagai operator, pasien dan masyarakat.
Penelitian bersifat deskriptif sederhana dengan teknik pengambilan sampel purposive sampling dengan metode pengambilan data melalui kuisioner. Jumlah subjek penelitian 38 orang sampel yang memenuhi kriteria penelitian. Data hasil penelitian dikelompokkan berdasarkan kriteria pilihan jawaban dan dituliskan dalam bentuk grafik batang, kemudian dikategorikan berdasarkan skala Linkert. Hasil penelitian menunjukan bahwa pengetahuan dan kesadaran mahasiswa Ko-Ass mengenai prinsip dan teknik proteksi radiasi pada saat pemotretan dari jawaban kuisioner termasuk dalam kategori dari kurang baik sampai kategori sangat baik, pengetahuan mengenai teknik dan prinsip proteksi radiasi termasuk kategori baik, hanya pengetahuan mengenai prinsip ALARA dan betuk tabung yang disesuaikan dengan teknik pemotretan gigi teermasuk kategori kurang baik. Kesimpulan penelitian bahwa pengetahuan dan kesadaran mahasiswa Ko-Ass mengenai prinsip dan teknik proteksi radiasi pada saat pemotretan dan bahaya yang mungkin timbul dari pemotretan gigi secara umum baik, tetapi pengetahuan mengenai prinsip proteksi radiasi yaitu mengenai prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable) dan pengetahuan mengenai adanya perbedaan bentuk tabung pada saat pemotretan foto rontgen antara teknik bisektris dengan teknik pararel kurang baik.
ABSTRACT
LEMBAR PENGESAHAN JUDUL : GAMBARAN PENGETAHUAN MAHASISWA KO-ASS MENGENAI PROTEKSI RADIASI PADA SAAT PEMOTRETAN FOTO RONTGEN PENYUSUN : ANNE AGUSTINA SUWARGIANI, drg NIP : 132 316 882
Bandung, Februari 2007 Menyetujui :
Kepala Bagian Radiologi
Ria N Firman, drg., Sp. RKG NIP 131 410 897
Mengetahui, Guru Besar Bagian Radiologi
Prof. Dr. Suhardjo, drg., MS., Sp. RKG NIP 130 936 593
v
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .......................................................................................... iii
ABSTRACT ........................................................................................ iv
DAFTAR ISI ....................................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................ vii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian.............................................. 1
1.2 Identifikasi Masalah....................................................... 1
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian....................................... 1
1.4 Kegunaan Penelitian....................................................... 1
1.5 Kerangka Pemikiran....................................................... 2
1.6 Metode Penelitian........................................................... 3
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian.......................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................... 4
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian............................................................... 21
3.2 Populasi dan Sampel yang digunakan............................ 21
3.2.1 Populasi................................................................. 21
3.2.2 Sampel................................................................... 21
3.3 Tahap-tahap Penelitian................................................... .21
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data................................... 21
3.3.2 Pengisian Kuisioner............................................. 22
3.3.3 Pengolahan Kuisioner.......................................... 22
3.4 Definisi Operasional...................................................... 22
3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian......................................... 22
vi
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian.................................................................... 23
4.2 Pembahasan......................................................................... 31
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan.......................................................................... 34
5.2 Saran.................................................................................... 34
DAFTAR PUSTAKA........................................................................... 35
LAMPIRAN.......................................................................................... 36
RIWAYAT AKADEMIK.................................................................... 39
ABSTRACT
Health physics (Principal of protection radiation) is to preventing
Deterministic effect and stocastic effect with way minimizing radiation exposure
for operator and patient in radiographic examination. The observation about
description knowledge from dentistry co-assistant, that is very important for
controlling of radiation for them as operator, for patient and community around
there.
The observation has a simple descriptive characteristic with purposive
sampling technique and use quisioner as a tool for taken data. The number
observation are 38 person that fullfil the observation criteria. Data from
observation taken into groups according to the answer and written in chart form
and categorized according Linkert scale.
The observation result from quisioner has been shown that knowledge and
aware from dentistry co-assistant about principal and protection radiation
technique located at interval poor categorized to excellent categorized.
The summary of the observation shows that knowledge and protection
radiation technique of dentistry co-assistant include at excellent categorized, but
ALARA principal (As Low As Reasonably Achievable) include at poor categorized
knowledge.
ABSTRAK
Health Physics (prinsip proteksi radiasi) adalah untuk mencegah
timbulnya efek deterministik dan efek stokastik dengan meminimalkan paparan
terhadap petugas dan pasien selama pemeriksaan radiografik. Penelitian mengenai
gambaran pengetahuan mahasiswa Ko-Ass mengenai proteksi radiasi pada saat
pemotretan foto rontgen dilakukan untuk mengetahui bagaimana pengetahuan
mahasiswa Ko-Ass mengenai Prinsip Proteksi Radiasi yang sangat penting
sebagai fungsi pengendali radiasi bagi mahasiswa Ko-Ass sebagai operator, untuk
pasien dan masyarakat.
Penelitian bersifat deskriptif sederhana dengan teknik pengambilan sampel
purposive sampling dan metode pengambilan data melalui kuisioner. Jumlah
subjek penelitian 38 orang sampel yang memenuhi kriteria penelitian. Data hasil
penelitian dikelompokkan berdasarkan kriteria pilihan jawaban dan dituliskan
dalam bentuk grafik batang, kemudian dikategorikan berdasarkan skala Linkert.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengetahuan dan kesadaran
mahasiswa Ko-Ass mengenai prinsip dan teknik proteksi radiasi pada saat
pemotretan dari jawaban kuisioner termasuk dalam kategori kurang baik sampai
kategori sangat baik.
Kesimpulan penelitian bahwa pengetahuan dan kesadaran mahasiswa Ko-
Ass mengenai prinsip dan teknik proteksi radiasi pada saat pemotretan dan bahaya
yang mungkin timbul dari pemotretan gigi secara umum kategorinya baik, tetapi
pengetahuan mengenai prinsip proteksi radiasi yaitu mengenai prinsip ALARA
(As Low As Reasonably Achievable) kategorinya kurang baik.
ABSTRAK
Karies gigi merupakan penyakit yang sering ditemukan pada setiap strata
sosial masyarakat Indonesia baik laki-laki maupun perempuan serta dewasa dan
anak-anak. Indonesia belum mempunyai angka spesifik mengenai penyakit gigi
secara nasional dan untuk memperoleh angka spesifik tersebut harus dimulai dari
strata pemerintahan yang paling rendah yaitu Desa. Penelitian mengenai indeks
karies yaitu dengan indeks pengukuran def-t dan DMF-T di Desa Cipondoh dan
Desa Mekarsari Kecamatan Tirtamulya Kabupaten Karawang dilakukan untuk
mengetahui indeks karies sebagai patokan untuk perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan penilaian program kesehatan.
Penelitian bersifat deskriftif sederhana, dengan teknik pengambilan sampel
Multistage Random Sampling. Jumlah subjek penelitian untuk indeks def-t terdiri
dari 81 orang Laki-laki dan 122 orang perempuan, serta sampel penelitian untuk
indeks DMF-T terdiri dari 80 orang Laki-laki dan 91 orang Perempuan. Data hasil
penelitian dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin dan usia anak dan dewasa
dari masing-masing desa, kemudian dikategorikan berdasarkan kategori karies
menurut WHO.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa indeks def-t Desa Mekarsari 3.98
termasuk kategori karies moderat, def-t Desa Cipondoh 6,02 termasuk kategori
karies tinggi. Indeks DMF-T Desa Mekarsari 2,61 termasuk kategori karies
rendah, DMF-T Desa Cipondoh 5,87 termasuk kategori karies tinggi
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Pada saat ini radiografi kedokteran gigi merupakan perangkat yang sering
digunakan dalam perawatan kedokteran gigi. Radiografi kedokteran gigi
memungkinkan untuk dapat melakukan diagnosis kondisi fisik pada kasus yang
sangat sulit dibedakan dan dari hasil radiografi dapat berguna dan bermanfaat
pasien. Bagaimanapun juga, prosedur penggunaan radiologi di bidang kedokteran
gigi harus dikelola dengan hati-hati, karena radiasi sinar X berpotensi
mengganggu kesehatan sel dan jaringan. Pengelolaan hati- hati dalam
penggunaaan sinar X ini dilakukan dengan cara proteksi radiasi terhadap pasien,
operator, dokter gigi dan masyarakat di lingkungan sekitar (Arpansa,2005).
Berdasarkan hal tersebut diatas, peneliti tertarik untuk mengetahui gambaran
pengetahuan mahasiswa Ko-Ass yang melakukan pemotretan di bagian radiologi
tentang proteksi radiasi.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, dapat diidentifikasikan masalah
mengenai bagaimana gambaran pengetahuan mahasiswa Ko-Ass yang melakukan
pemotretan di bagian radiologi tentang proteksi radiasi
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian
Maksud penelitian ini yaitu mengetahui gambaran dan tujuan penelitian ini
yaitu untuk mengetahui gambaran mengenai pengetahuan mahasiswa Ko-Ass
yang melakukan pemotretan di bagian radiologi tentang proteksi radiasi
1.4 Kegunaan Penelitian
Mengetahui gambaran pengetahuan mahasiswa Ko-Ass mengenai proteksi
radiasi pada saat pemotretan foto rontgen, dan selanjutnya dapat digunakan
sebagai bahan masukan dan pertimbangan dan sebagai dasar pengembangan
2
pelayanan prima serta sebagai bahan acuan untuk penelitian selanjutnya di bagian
radiologi.
1.5 Kerangka Pemikiran
Radiasi adalah sesuatu yang menakutkan, karena sifat radiasi sendiri tidak
terlihat, tidak berwarna, tidak dapat dirasakan, tetapi dapat merusak sel-sel tubuh
kita, bahkan dapat menginduksi terjadinya kanker (Depkes, 2006).
Resiko primer dari radiografi dental adalah terjadinya kanker. Resiko kanker
terjadi pada manusia akibat paparan dengan dosis radiasi rendah yang sulit
diperkirakan dengan berbagai alasan. Pertama, jumlah kasus radiasi penyebab
kecil, dan dosis terlalu tinggi untuk interpolasi menjadi dosis rendah dengan
berbagai tingkat kebutuhan. Kedua, kanker adalah penyakit prevalensi. Setiap
orang beresiko terpapar dalam kehidupannya. Koran dan majalah biasanya
menerbitkan artikel tentang tingkatan resiko ini. Pertimbangan resiko potensial
yang berhubungan dengan radiografi dental, mungkin baik untuk diingat bahwa
resiko seseorang tersedak sampai mati adalah 13/1000000 dan kematian akibat
kecelakaan kapal 4,6/1000000. Resiko dari keduanya lebih besar dibanding resiko
dari prosedur radiografi intraoral. Dilain pihak, harus dipertimbangkan bahwa
resiko dari prosedur radiografik yang sama lebih besar dari resiko kematian akibat
serangan teroris (0,1/1000000), tertimpa reruntuhan pesawat yang jatuh
(0,1/1000000), atau terbunuh oleh hiu (0,003/1000000). Meski resiko pada
radiografi dental relatif kecil dibanding resiko lain yang mungkin terjadi dalam
kehidupan, tidak ada dasar statistik untuk mengganggap tidak ada resiko sama
sekali. Selain fakta bahwa radiasi diagnostik muncul sebagai karsinogen lemah,
resiko meningkat karena jumlah orang yang terpapar terlalu besar. Praktisi harus
menyimpulkan bahwa tanggung jawab mereka untuk menjaga pasien dari dosis
radiasi yang tidak perlu (white & pharoah, 2000).
Persyaratan keselamatan yang dibutuhkan dalam radiografi gigi sama
dengan radiografi umum (BATAN,2002), persyaratan keselamatan dalam bidang
radiologi yaitu memaksimalkan fungsi proteksi radiasi yang dikenal dengan istilah
Health Physics. Health Physics (prinsip proteksi radiasi) adalah untuk mencegah
timbulnya efek deterministik dan efek stokastik dengan meminimalkan paparan
3
terhadap petugas dan pasien selama pemeriksaan radiografik (White & Goaz,
1994).
1.6 Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian deskriptif dengan
pengambilan sampel secara purposive sampling dengan sampel sebanyak 38
orang.
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian dilaksanakan di bagian radiologi RSGM FKG UNPAD
dan waktu penelitian bulan desember 2006.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Praktisi radiologi yang mengatur radiasi pengionisasi haruslah mengenal
baik besarnya paparan radiasi yang dijumpai di bidang kedokteran dan kedokteran
gigi, resiko yang mungkin mendatangkan paparan dan metode-metode yang
digunakan untuk mempengaruhi paparan dan memperkecil dosis. Informasi ini
cukup dapat dijadikan acuan untuk menjelaskan kepada pasien mengenai
keuntungan-keuntungan dan bahaya–bahaya yang mungkin didapat akibat
penggunaan sinar x (White & Pharoah, 2000).
Radiasi yang digunakan untuk tujuan apapun dan sekecil apapun pasti
mengandung potensi bahaya bagi manusia, tetapi selama kita dapat
memperhatikan ketentuan keselamatan radiasi, maka kita dapat memanfaatkan
radiasi untuk tujuan apapun dengan aman.
Keselamatan radiasi adalah upaya yang dilakukan untuk menciptakan
kondisi agar dosis radiasi pengion yang mengenai manusia dan lingkungan hidup
tidak melampaui nilai batas yang ditentukan. Akibat buruk dari radiasi pengion
dikenal sebagai efek somatik apabila diderita oleh orang yang terkena radiasi, dan
disebut efek genetik apabila dialami oleh keturunannya (Depkes, 2006).
Dalam keselamatan radiasi dikenal istilah Health Physics (prinsip proteksi
radiasi) yaitu prinsip untuk mencegah timbulnya efek deterministik dan efek
stokastik dengan meminimalkan paparan terhadap petugas dan pasien selama
pemeriksaan radiografik.
Efek deterministik didefinisikan sebagai efek somatik yang meningkat
dalam keparahan penyakit akibat dosis radiasi melebihi ambang batas. Efek ini
berasal dari dosis radiasi cukup besar melebihi kebutuhan dalam radiologi
diagnostik, dapat timbul segera setelah paparan atau beberapa bulan atau tahun
setelah paparan. Contoh efek deterministik adalah katarak, eritema kulit, fibrosis
dan pertumbuhan dan perkembangan abnormal yang mengikuti paparan pada
uterus.
Efek stokastik didefinisikan sebagai sesuatu yang menyebabkan terjadinya
keparahan tanpa dipengaruhi oleh ambang. Efek stokastik menunjukan respon all
5
or none, di modifikasi dengan faktor-faktor resiko individual. Efek ini dapat
timbul setelah paparan dengan dosis yang relative rendah seperti yang mungkin
terjadi dalam radiologi diagnostik. Kanker dan efek genetik merupakan efek
stokastik (White & Pharoah 2000).
PENGARUH RADIASI TERHADAP SISTIM BIOLOGI
Dosis Limit
Pengenalan dari bahaya efek radiasi dan resiko yang mungkin terjadi
menyebabkan National Council on International Commission on Radiological
Protection (ICRP) untuk menetapkan tuntunan mengenai pembatasan jumlah
radiasi yang diterima oleh petugas dan masyarakat. Sejak ditetapkan tahun 1930,
dosis limit ini telah diperbaiki beberapa kali. Perbaikan ini hasil dari
meningkatnya pengetahuan yang diperoleh selama bertahun-tahun mengenai efek
membahayakan radiasi dan kemampuan untuk menggunakan radiasi secara
efisien. Dosis limit paparan karena pekerjaan ditetapkan untuk meyakinkan
kemungkinan terjadinya efek stokastik rendah dan menguntungkan secara
ekonomik.
Pelaksanaan dosis limit ini harus dipastikan bahwa pelaksanaan dosis limit
pada pekerja radiasi yang dapat menyebabkan kanker tidak lebih besar dari
pekerja non radiasi. Dosis limit pada masyarakat ditetapkan 10 % dari pekerja
radiasi. Dosis limit yang rendah ini diatur karena merupakan resiko yang tidak
perlu, variasi dalam resiko kematian dan tingkat paparan akibat radiasi alam serta
kisaran yang lebih luas dari orang yang sensitive terhadap radiasi ditemukan pada
masyarakat umum. Dosis individu yang dapat diabaikan, ditetapkan oleh NCRP
dipertimbangkan sebagai dosis paparan radiasi yang tidak membahayakan.
Berlawanan dengan persetujuan council mengenai hipotesis non ambang dengan
tujuan pengamanan radiasi, dipercaya bahwa pengaruh dari paparan radiasi yang
besar dapat diabaikan.
Prinsip dari proteksi radiasi harus dikenali oleh setiap orang. Hal ini
berdasarkan pada prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable) yang
menyebutkan bahwa sekecil apapun dosis radiasi efek stokastik tetap dapat
6
timbul. Data terbaru yang tersedia menyebutkan bahwa pekerja industri sesuai
dengan prinsip ini, selama dosis rata-rata individu sebesar 1,56 mSv, 3 % dari
dosis. Dosis limit ditetapkan oleh NCRP dan ICRP organisasi swasta non profit
yang tidak memiliki kekuatan hukum, maka setiap pengguna radiasi ionisasi harus
berkonsultai dengan biro pengontrol radiasi di negaranya untuk memperoleh
informasi penggunaan dan hukum terbaru Dosis limit paparan ini hanya berlaku
pada sumber radiasi buatan dan tidak berlaku pada radiasi alam atau paparan sinar
X yang diterima pasien pada prosedur radiografis saat tindakan medis dan dental
(White & Pharoah, 2000).
Nilai batas dosis yang ditetapkan oleh BAPETEN, berdasarkan Surat
Keputusan Kepala Bapeten No. 01/Ka-BAPETEN/V-99 yaitu mengenai
penerimaan dosis tidak boleh dilampaui oleh seorang pekerja radiasi dan anggota
masyarakat selama jangka waktu 1 tahun, tidak bergantung pada laju dosis tetapi
tidak termasuk penerimaan dosis dari penyinaran medis dan penyinaran alam.
Nilai batas dosis bukan batas tertinggi yang apabila dilampaui seseorang akan
mengalami akibat merugikan yang nyata. Meskipun demikian setiap penyinaran
yang tidak perlu harus dihindari dan penerimaan dosis harus diusahakan serendah-
rendahnya. Nilai batas dosis tersebut ditetapkan sebagai berikut :
1). Nilai batas dosis bagi pekerja radiasi untuk seluruh tubuh 50 mSv per tahun
2). Nilai batas dosis untuk anggota masyarakat umum untuk seluruh tubuh 5 mSv
per tahun. Dalam penyinaran lokal pada bagian-bagian khusus dari tubuh, dosis
rata-rata dalam tiap organ atau jaringan yang terkena harus tidak lebih dari 50
mSv (Depkes, 2006).
Paparan Pasien dan Dosis
Dosis pasien dari radiografi dental biasanya sebesar yang diterima organ
target, ukuran yang paling umum adalah paparan pada kulit atau permukaan.
Paparan permukaan yang diperoleh secara langsung merupakan cara paling mudah
untuk mencatat paparan pasien terhadap sinar X. Rincian jumlah yang kecil tetap
dipakai untuk menghitung dosis yang diterima oleh organ yang berada atau dekat
dengan titik pengukuran. Target organ lain umumnya termasuk sumsum tulang,
kelenjar tiroid dan gonad. Dosis aktif sumsum tulang merpakan ukuran yang
7
penting karena merupakan target organ yang dipercaya bertanggung jawab atas
leukemia akibat radiasi. Faktor-faktor yang harus diperhatikan pada paparan
berlebihan di tiroid adalah bahwa kelenjar ini mempunyai rata-rata kecenderungan
kanker yang tinggi. Dosis gonad penting karena respek genetik terhadap paparan.
Dosis Aktif Sumsum Tulang
Dosis aktif sumsung tulang berasal dari dosis jaringan spesifik yang sesuai
dengan efek stokastik sebagian, leukemia. Dosis akut sumsum tulang adalah dosis
radiasi rata-rata pada seluruh sumsum tulang aktif. Dosis sumsum tulang aktif
berasal dari survey intraoral seluruh mulut dengan sudut bundar sekitar 0,142
mSv. Sekali terekspos dengan sudut rectangular hanya sekitar 0,06 mSv.
Radiografik panoramik memberikan dosis sumsum tulang aktif sekitar 0,01 mSv/
film. Sebagai perbandingan dosis tulang aktif dalam 1 film thorax adalah 0,03
mSv.
Dosis Tiroid
Besarnya kelenjar tiroid merupakan faktor penting dalam menentukan
besarnya dosis yang diterima. Sebagai contoh pemeriksaan radiografi spina
servikal dapat menerima 4 paparan terpisah dari dosis total, yaitu sekitar 5,5 mGy.
Selama pemeriksaan, kelenjar tiroid berada di pusat radiasi. Di sisi lain radiografi
thorax hanya memberi dosis tiroid sebesar 0,01 mGy, umumnya radiasi sinar
hambur. Beberapa studi melaporkan bahwa dosis tiroid radiografik oral relatif
rendah. Pemeriksaan mulut komplit dengan film A21 memberikan dosis tiroid
0,94 mGy, nilai ini 1/6 dari pemeriksaan radiografi sinar servikal. Dosis tiroid
dalam radiografi panoramik sekitar 74 µGy, 1% dari pemeriksaan spina servikal.
Dosis Gonad
Radiografi pada abdomen memberikan dosis paling tinggi pada gonad;
kepala, leher dan ekstremitas menghasilkan dosis paling rendah. Sebagai contoh
radiografi pada ginjal, ureter dan empedu ( retrograde pyelogram ) dilaporkan
memberikan dosis gonad 1,07 mGy pada wanita dan 0,08 mGy pada pria, ketika
dosis radiografi tengkorak kurang dari 0,005 mGy pada keduanya. Sebagai
8
kategori umum, pemeriksaan sinar X dental hanya memberikan dosis secara
umum 1,0 µGy. Kontribusi ini hanya 0,003 % dari rata-rata paparan pada
umumnya.
Dosis Efektif
Penting untuk dibuat perbandingan langsung dari hal yang telah dibahas
sebelumnya untuk memperkirakan resiko yang mungkin terjadi, bagaimanapun
pernyataan yang menyebutkan satu radiografi periapikal dental memberikan lebih
dari 10x radiasi sinar thorax ( di bagian paparan permukaan, 217 dengan 16 mR )
tidak sepenuhnya benar karena perbedaan dalam area paparan dan organ kritis.
Perbedaan ini dapat digantikan dengan kalkulasi dari E, dimana paparan terhadap
seluruh tubuh membawa kemungkinan efek radiasi yang sama dengan paparan
sebagian tubuh dengan metode penghitungan ini survey mulut lengkap dari 20
film dengan dosis yang optimal ( misal film kecepatan E, sudut rectangular )
ditemukan memberikan jumlah radiasi ½ dari satu film thorax dan kurang dari 1%
jumlah studi Barium di intestinal
Metode Pengurangan Paparan dan Dosis
Waspada terhadap resiko potensial berhubungan dengan penggunaan
radiasi ionisasi dan resikonya terhadap kesehatan adalah langkah pertama dalam
pengurangan paparan dan dosis dalam diagnostik radiografi. Langkah kedua yaitu
menggunakan teknik, material dan peralatan yang mengoptimalkan proses radiasi.
Optimalisasi proses radiologi merupakan cara terbaik untuk memaksimalkan
keuntungan pasien dengan meminimalkan paparan pada pasien dan operator.
Pada bagian ini, metode pengurangan paparan dan dosis dijelaskan seperti
yang biasa digunakan untuk radiografi oral. Setiap bagiannya dimulai dengan
rekomendasi American Dental Association (ADA) Council on Dental Materials,
Instruments, and Equipments berdasarkan pada penggunaan optimal proses
radiologi. Hal ini diikuti dengan diskusi sehingga rekomendasi ini lebih
memuaskan. Termasuk juga rekomendasi NCRP dan peraturan federal mengenai
penggunaan radiasi ionisasi.
9
Sebagai tambahan peraturan federal, negara memiliki hukum tersendiri
mengenai radiasi ionisasi. Meskipun kebanyakan sama dengan rekomendasi ADA
dan NCRP, seluruh praktisi harus berkonsultasi dengan lembaga pengontrol
radiasi dinegaranya untuk mendapat informasi terbaru.
Seleksi Pasien
Telah dilaporkan bahwa 3 dari 4 kasus ortodontis lebih percaya diri setelah
ada bukti radiografi. Pada beberapa instansi, kurang dari 1 % seluruh radiografi
tidak berpengaruh pada perawatan pasien. Laporan ini menyebabkan keraguan
atas penilaian profesional sebagai kriteria dasar bagi seleksi pasien. Diadakan dua
konferensi nasional untuk menyimpulkan implementasi dan pengembangan
kriteria seleksi radiografi yang lebih spesifik untuk membantu penilaian
profesional praktisi. Kriteria ini menyajikan keterangan yang jelas bagi seleksi
pasien, yang dapat mengurangi jumlah pemeriksaan radiografi yang tidak
produktif dan paparan pasien dari sinar x.
Kriteria seleksi radiografi juga dikenal sebagai highyield atau referral
criteria, adalah riwayat klinis dan historis yang menyediakan informasi pengaruh
pemeriksaan radiografi terhadap perawatan atau prognosis. The Dental Patient
Selection Criteria Panel ditetapkan oleh the Center for Devices and Radiological
Health of the Food and Drug Administration, bertanggung jawab merumuskan
kriteria seleksi bagi radiografi oral. Petunjuk ini menemukan 43% radiograf
digunakan untuk mendeteksi karies, 3,3% untuk mendeteksi lesi. Ketika petunjuk
ini digunakan, jumlah intraosseous yang hilang dan kondisi gigi tidak
diperhitungkan, memberikan variasi diantara klinisi dalam perawatan dan
diagnosis. Kebalikan dari temuan ini, survei melaporkan bahwa hanya 37% dokter
gigi yang memilih untuk selektif sesuai kebutuhan pasien.
10
Langkah –langkah Pemeriksaan
Ketika telah diputuskan pemeriksaan radiografi diperlukan, cara pemeriksaan
yang dilakukan mempengaruhi paparan pasien terhadap radiasi sinar x. Langkah
pemeriksaan dapat dibagi menjadi pemilihan peralatan, teknik, operasi peralatan
dan proses serta interpretasi gambar radiografi.
Pemilihan Alat
Pemilihan alat termasuk seleksi penerima gambar, jarak titik fokus ke film, sudut,
filtrasi dan tipe apron dan kerah timbal.
Seleksi Reseptor Reseptor gambar intraoral. Pada 1920, film sinar x gigi biasa diperkenalkan oleh
Eastman Kodak Company. Gambar yang dihasilkan oleh film ini sangat bagus
untuk saat itu, tapi kecepatannya sangat rendah dimana radiografi untuk daerah
molar atas dewasa membutuhkan 9 detik paparan. Sejak saat itu, film yang lebih
cepat telah dikembangkan. Baru-baru ini, film sinar x dental intraoral tersedia
dalam 2 kelompok kecepatan D dan E. Secara klinis, kelompok E hampir 2x lebih
cepat dari film kelompok D dan sekitar 50x lebih cepat film biasa. Ini berarti
paparan 9 detik pada 1920 telah dikurangi menjadi sekitar 0,2 detik dengan
penggunaan film kecepatan E.
Film yang cepat diperlukan untuk mengurangi paparan. Kemungkinan
penurunan kualitas gambar yang berhubungan dengan peningkatan kecepatan,
peningkatan ukuran atau bentuk kristal halida perak dalam emulsi film juga harus
dipertimbangkan. Apabila waktu paparan yang lebih singkat meyebabkan kualitas
gambar menurun, tidak menguntungkan menggunakan film cepat. Tak lama
setelah film kecepatan E pada 1981 dilakukan studi untuk membandingkan film E
dan D dalam hal kualitas diagnostik gambar. Film E memiliki skala densitas yang
sama, kontras yang sedikit lebih baik dan kualitas gambar yang sama dengan film
D bila penanganan dan proses film diperhatikan dengan baik. Studi ini dan studi
lainnya membuktikan bahwa film E dapat digunakan untuk pemeriksaan
radiografik intraoral rutin tanpa mengorbankan informasi diagnostik.
Pada 1944 Eastman Kodak Company memperkenalkan film E yang telah
disempurnakan (Ektaspeed plus), emulsi yang berdasarkan pada teknologi tabular
11
grain yang mirip dengan film T-Mat. Ektaspeed plus lebih cepat dan lebih sensitif
pada kondisi saat proses, terlihat kurang berbutir dan memiliki kontras tinggi dan
paparan mirip dengan film D.Film E dengan kecepatan lain (M2Comfort, Agva-
Gevaert, N.Y.) mirip dengan Ektaspeed Plus dalam mendeteksi karies. Meski
telah dilaporkan keuntungan menggunakan film E, 73%-89% dokter gigi tetap
menggunakan film D.
Pengurangan dosis pasien hingga 60% dibandingkan film E dan 77% film
D didapat bila menggunakan radiografi intraoral digital direct. Pengurangan yang
signifikan dosis pasien harus berbanding terbalik dengan penurunan resolusi
gambar yang berhubungan dengan penggambaran digital. Film radiografi
memiliki kemampuan menghasilkan setidaknya 20 pasang garis per milimeter,
dimana gambar digital hanya 11.
Layar penguat. Aslinya layar penguat digunakan pada radiografi extraoral
yang dibuat dari kristal kalsium tungstate yang mengeluarkan sinar biru ketika
berinteraksi dengan sinar x. Layar kalsium tungstate menggunakan elemen alam
gadolinium dan lanthanum. Fosfor alam yang langka ini mengeluarkan sinar hijau
saat berinteraksi dengan sinar x. Ketika dikombinasikan dengan film sensitif
hijau, layar ini menjadi 8x lebih sensitif terhadap sinar x dibandingkan layar
penguat konvensional yang menggunakan film sensitif biru, tanpa menurunkan
kualitas gambar. Sensitivitas yang lebih tinggi atau kecepatan kombinasi film
menghasilkan pengurangan paparan pasien. Dibandingkan dengan layar kalsium
tungstate, layar alam menurunkan paparan pasien pada 55% panoramik dan
cephalometrik.
Pengurangan paparan selama radiografi extraoral didapat dengan
penggunaan film T-grain. Dikeluarkan sebagai T-Mat oleh Eastman Kodak
Company pada 1983, film ini mengandung butiran perak halida yang berbentuk
tabung dan lebih datar. Dengan permukaan yang datar dapat meningkatkan
kemampuan memperoleh sinar dari layar penguat. Film T-grain dengan layar alam
2x lebih cepat dibanding kombinasi film dengan layar tungstate dan 1 1/3x lebih
cepat dari kombinasi film layar alam tanpa kehilangan kualitas gambar.
Film extraoral terbukti tidak hanya menurunkan dosis paparan tapi juga
ramah lingkungan. Pada 1990, Kodak memperkenalkan T-Mat/RA (Rapid
12
Access), emulsi yang dapat diproses secara kimia. Penemuan ini mengurangi
waktu proses hingga 45 detik juga menghasilkan proses kimia ramah lingkungan
yang lebih aman dengan memindahkan glutaraldehid.
Film extraoral yang dipapar oleh layar penguat menghasilkan resolusi
gambar setengah dari paparan film intraoral langsung. Satu alasan degradasi pada
sistem extraoral adalah hilangnya ketajaman gambar dan resolusi akibat sinar
yang dikeluarkan oleh satu layar yang melewati film yang memapar sisi
berlawanan dari emulsi film.
Sistem film layar Ultra-Vision (Du Pont) dirancang untuk meminimalkan
efek penggunaan fosfor yang mengeluarkan sinar ultraviolet, yang kurang mampu
melewati film untuk memapar sisi berlawanan. Gambar yang dihasilkan sistem ini
memiliki resolusi lebih tinggi. Sistem ini dapat digunakan untuk pengurangan 505
paparan. Kodak juga mengeluarkan Ektavision yang dirancang untuk mencegah
crossover, tetapi dilaporkan meningkatkan paparan.
Mirip dengan intraoral, panoramik digital dilaporkan menghasilkan
pengurangan dosis hingga 79%. Resolusi gambar dengan sistem ini tampaknya
mendekati film T-Mat.
Jarak Titik Fokus ke Film
Dua standar jarak titik fokus ke film (FSFDs), satu 20 cm (8 inches) dan
41 cm (16 inches). Ketika tabung sinar x dioperasikan diatas 50 kVp, satu dari
jarak ini memenuhi peraturan federal yaitu jarak sumber sinar x ke kulit harus
lebih 18 cm (7 inches) ( diasumsikan 2,5 cm [1 inch] jarak dari permukaan kulit
ke film).
Tidak berbeda dengan hukum federal, keputusan untuk penggunaan
didasarkan pada FSFD menghasilkan paparan pasien yang rendah dan gambar
diagnostik terbaik. Satu studi pada paparan pasien dari pemeriksaan radiografik
intraoral membandingkan 20 cm FSFD dengan 40 cm FSFD pada dosis organ.
Hasilnya menunjukkan penurunan 38% dosis tiroid dengan jarak lebih jauh ketika
digunakan sinar sinar x 90 kVp dan penurunan 45% pada 70 kVp. Hasil ini
muncul pada penggunaan film cepat (D atau E) dan termasuk fakta bahwa
13
pemeriksaan intraotal dengan 40 cm FSFD terdiri dari 21 film dan 20 cm FSFD
hanya terdiri dari 18 film.
Sebagai tambahan pada penurunan dosis tiroid yang diperoleh dengan
FSFD yang lebih panjang, penggunaan jarak yang lebih jauh diperkirakan
menghasilkan pengurangan 32% volume jaringan terpapar. Hal ini karena jarak
yang lebih besar, dan sudut sinar x yang kurang divergen (Gbr 3-3). Pengurangan
volume jaringan terpapar harus diikuti pengurangan E. Studi terbaru melaporkan
penurunan E akibat penggunaan 30-cm FSFD dibanding 20-cm FSFD pada
simulasi 19 film pemeriksaan mulut lengkap menggunakan film D. Penggunaan
FSFD yang lebih panjang juga memperlihatkan ukuran titik fokus dan karenanya
secara teoritis meningkatkan resolusi gambar radiografi. Gambaran klinis
pengaruh ukuran titik fokus pada resolusi gambar masih dipertanyakan.
Collimation Peraturan federal mengharuskan penggunaan sudut sinar diatur sehingga
daerah radiasi pada permukaan kulit pasien adalah “…memiliki diameter
lingkaran tidak lebih dari 7cm (2 ¾ inches)…” ketika tabung sinar dioperasikan
diatas 50 kVp. Pada film intraoral no.2 (3,2 x 4,1 cm), ukuran daerah hampir 3x
paparan pada film. Seharusnya, paparan pasien dapat dikurangi dengan membatasi
sudut sinar x lebih dari yang tertera dalam pernyataan diatas. Hasil ini tidak hanya
menurunkan paparan pasien tapi juga meningkatkan kualitas gambar. Jumlah
radiasi yang dihamburkan harus sebanding dengan area terpapar. Apabila radiasi
sinar hambur menurun, kabut pada film menurun dan kualitas gambar meningkat.
Juga, pengurangan sudut menghasilkan ketajaman gambar karena pengurangan
fenomena geometrik penumbra.
Pembatasan sudut dapat disempurnakan dengan satu atau kombinasi
beberapa metode. Pertama, rectangular position-indicating device (PID) dapat
terkait dengan tempat tabung radiografik (Gambar 3-40). Penggunaan rectangular
PID yang memiliki orifis 3,5x4,4 cm ( 1,38 x 1,34 inches) mengurangi area
permukaan kulit pasien yang terpapar 60% dibanding yang round (7 cm) PID
(Gambar 3-3, C). Menurut FSFD, penggunaan tabung rectangular dapat
menurunkan E sebesar 71%-80%, pengurangan yang signifikan. Tetapi
14
pengurangan sudut ini cukup sulit. Untuk menghindari kemungkinan
ketidakpuasan radiografi (cone cutting), direkomendasikan penggunaan instrumen
pemegang film yang terletak di pusat tabung dekat film.
Kedua, pemegang film dengan collimator rectrangular digunakan bersama
round PIDs; alat-alat tesebut mengurangi paparan pasien sama dengan
rectrangular PIDs. Penelitian mengenai E yang diterima selama pemeriksaan
mulut lengkap yang dibuat dengan pemegang film menggunakan tabung
rectangular dan bundar, tabung rectangular mengurangi dosis pasien pada
pemeriksaan intraoral sekitar 60% (Tabel 3-4). Kedua instrumen presisi (Masel
Enterprises, Bristol, Penn.) dan instrumen XCP (Dentsply/Rinn, Elgin, Ill) dengan
Tabung rectangular terpasang pada ujung cincin (Gambar 3-7) dapat diharapkan
memberi hasil yang serupa.
Keuntungan tabung rectangular pada kualitas gambar dan paparan pasien
tidak terlihat pada praktek klinik. Hanya 5%-8% dokter gigi menggunakan tabung
rectangular.
Filtrasi Sinar sinar x yang dikeluarkan dari tabung radiografik tidak hanya terdiri
dari photons sinar x energi tinggi, tetapi juga banyak photons dengan energi relatif
rendah. Photons energi rendah, yang memiliki kekuatan penetrasi, akan diserap
oleh pasien dan tidak memberikan informasi apapun pada film. Tujuan dari filtrasi
konvensional adalah untuk memindahkan photons energi rendah ini dari sinar x.
Hasil ini menurunkan paparan pasien tanpa kehilangan informasi radiologik.
Efek menguntungkan filtrasi telah diketahui sejak lama. Ketika tabung
sinar x difiltrasi dengan 3 mm alumunium, paparan permukaan berkurang 20%.
Berhubungan hal ini, pemerintah federal merancang jumlah filter yang dibutuhkan
untuk mesin sinar x dental yang dioperasikan berbagai kilovolt. Jumlah ini
menunjukkan kualitas tabung (half-value layer [HVL]) terdapat di Tabel 3-5.
Sejalan dengan peraturan ini, pada 1993 Nation wide Evaluation of Sinar x Trends
(NEXT) mengeluarkan rata-rata HVL 2,3 mm alumuniun, setara dengan sekitar
73 kilovolt.
15
Studi menunjukkan paparan pasien dapat dikurangi dengan memindahkan
photons energi sinar x rendah dan tinggi dari tabung, meninggalkan photons
energi midrange memapar film. Saran ini dihasilkan dari penemuan bahwa energi
sinar x paling efektif memproduksi gambar antara 35-55 keV. Filtrasi selektif dari
photon energi rendah dan tinggi ditunjukkan oleh samarium, erbium, yttrium,
niobium, gadolinium, terbium-activated gadolinium oxysulfide(Lanex, Eastman
Kodak), dan thulium activated lanthanum oxybromida (Quanta III, DuPont).
Penggunaan bahan ini dikombinasi dengan filtrasi alumunium mengurangi
paparan pasien 20%-80% dibanding filtrasi alumunium konvensional.
Bagaimanapun pengurangan paparan yang didapat dari filtrasi alam bukan tanpa
resiko. Penggunaan filter ini membutuhkan peningkatan waktu paparan (50%),
meningkatkan muatan tabung sinar x dan kemungkinan pergerakan pasien selama
paparan. Kualitas gambar juga dapat dipengaruhi penurunan kontras, ketajaman
dan resolusi.
Apron dan Kerah Timbal
Dosis gonad dari radiografi oral adalah minimal. Dasar perlindungan
radiasi dari prinsip ALARA menyebutkan bahwa tidak peduli sekecil apapun
dosis, efek merusak tetap ada. Setiap dosis yang dapat dikurangi tanpa kesulitan,
pengeluaran atau ketidaknyamanan harus dikurangi. Data terbaru menunjukkan
paparan pada film periapikal dental adalah 217 mR. Bila dosis gonad sama dengan
1/10000 dari total ambang paparan, dosis dari satu film periapikal dental
dikalkulasi menjadi 0,02 mR. Tidak peduli sekecil apaun, dosis ini tetap
menunjukkan ukuran kuantitas yang 2x dari dosis toleransi dan menurut ALARA
harus dikurangi jika mungkin. Solusi untuk hal ini adalah penggunaan apron
timbal, yang dapat mengurangi 98% radiasi sinar hambur ke gonad. Dengan
penggunaan alat ini, dosis gonad dari satu film periapikal dental dapat
dikalkulasikan menjadi 0,4 µR. Jumlah ini 60x lebih sedikit dari dosis yang
dihasilkan satu penerbangan pesawat.
Meski kalkulasi dan perbandingan menunjukkan bahwa dosis gonad relatif
kecil, tidak ada argumentasi yang valid untuk tidak menggunakan apron secara
rutin (Gbr 3-8). Argumen serupa berlaku bagi tiroid yang ditemukan dapat
16
mengurangi paparan terhadap kelenjar ini hingga 92% (Gbr 3-9). Penggunaan alat
ini tidak sulit, tidak beresiko ataupun tidak nyaman, bahkan alat ini
memperhatikan kepentingan pasien.
Hal ini dan berbagai informasi berhubungan dengan dosis pada janin
selama prosedur radiografi oral dan rekomendasi NCRP mengenai paparan pada
janin embrio maka Dental Patient Selection Criteria Panel memutuskan bahwa
pemeriksaan radiografi bukan kontraindikasi pada kehamilan. Tetapi keputusan
menggunakan sinar x ketika pasien hamil tergantung individu. Pasien harus
waspada pada kebutuhan radiograf dan jumlah relatif paparan sebelum film
dibuat.
Pemilihan Teknik Intraoral
Tidak ada rekomendasi atau pengaturan yang spesifik mengenai teknik
radiografi intraoral. Oleh karena itu pemilihan teknik (bisektris atau paralel)
terserah pada praktisi. Apapun teknik yang dipilih, film holder harus digunakan.
Pengurangan yang signifikan terlihat ketika alat ini digunakan dibanding
dukungan manual dari pasien.
Keputusan teknik mana yang digunakan harus berdasar pada kualitas
diagnostik hasil radiografi, efisiensi penggunaan radiasi dan kenyamanan teknik.
Semakin efisien teknik, radiograf tidak perlu diulang dan paparan semakin sedikit.
Studi mengenai perbandingan efisiensi teknik bisektris dan paralel menyatakan
bahwa jumlah radiograf yang tidak terdiagnosis berkurang lebih dari setengahnya
ketika pemeriksaan lengkap intraoral dilakukan dengan teknik paralel. Bila
diasumsikan bahwa seluruh radiograf yang tidak terdiagnosis diulang, penggunaan
teknik bisektris mengarah pada peningkatan paparan yang signifikan. Studi ini
menggunakan instrumen Rinn XCP untuk penempatan film paralel, tapi laporan
mengenai efisiensi penggunaan instrumen Precision menunjukkan hasil yang
serupa. Instrumen Precision dengan sudut rectangular mengurangi paparan , meski
hasil serupa dapat diperoleh dengan Rinn XCP dan PID rectangular atau
Collimator rectangular yang dijepit ke cincin.
17
Pengoperasian Alat
Pengoperasian peralatan sinar x termasuk seleksi terhadap faktor teknik
mesin yang memadai, kilovoltage dan miliampere-seconds.
Kilovoltage . Praktisi dapat memilih kilovoltage tinggi (90) atau rendah (70) yang
sesuai untuk keperluan diagnosis. Kilovoltage adalah faktor paparan yang
mengendalikan ambang energi sinar x. Bila kilovoltage menurun, ambang energi
sinar x yang efektif menurun dan kontras gambar radiografik meningkat. Dalam
teori kontras gambar yang tinggi lebih sesuai untuk menggambarkan perbedaan
besar densitas pada objek seperti karies atau kalsifikasi jaringan lunak.Tetapi
pengaruh kilovoltage terhadap keakuratan diagnosis karies tidak terlalu penting.
Bila kilovoltage meningkat, ambang energi sinar x meningkat dan kontras gambar
radiografi menurun. Gambar dengan kontras rendah memungkinkan visualisasi
perbedaan kecil densitas dalam objek. Tipe kontras gambar lebih berguna pada
diagnosis periodontal dimana perubahan dalam tulang harus dapat dideteksi.
Teknik kilovoltage tinggi menghasilkan kontras gambar rendah juga mengurangi
dosis efektif pada pemeriksaan intraoral. Dosis efektif yang berasal dari produksi
radiograf dengan densitas yang dapat dibandingkan berkurang 23% dengan
peningkatan kilovoltage dari 70 ke 90.
Pengenalan potensial tetap atau unit sinar x dental frekuensi tinggi
memungkinkan untuk menghasilkan radiograf berkualitas diagnosis dengan
kilovoltage rendah dan kadar pengurangan radiasi. Mesin Intrex (Keystone Sinar
x), yang dioperasikan pada 70 kVcp, dibandingkan dengan unit sinar x
konvensional self-rectified yang juga dioperasikan pada 70 kVp. Paparan
permukaan yang diperlukan untuk menghasilkan densitas radiografik lebih rendah
26% pada unit Intrex constant-voltage. Penemuan ini berasal dari fakta bahwa
ambang sinar x yang dihasilkan oleh mesin Intrex sama dengan energi photon
yang mendekati dengan yang dihasilkan unit self-rectified yang dioperasikan pada
80kVp.
Milliampere-seconds. Dari tiga kondisi teknis (voltage tabung, filtrasi dan waktu
paparan), waktu paparan merupakan faktor paling krusial yang mempengaruhi
kualitas diagnostik. Dalam hal paparan, kualitas gambar optimal adalah densitas
18
diagnostik, dan bukan overexposed (terlalu gelap) atau underexposed (terlalu
terang). Keduanya merupakan paparan yang tidak perlu. Densitas gambar
dikendalikan oleh kuantitas sinar x yang dihasilkan, yang paling baik dikontrol
oleh kombinasi miliampereage dan waktu paparan yang disebut milliampere-
seconds (mAs).
Densitas diagnostik merupakan pilihan masing-masing sebagai petunjuk.
Paparan pasien secara langsung berhubungan dengan mAs. Tabel 3-6 mendata
kisaran nilai mAs yang diperlukan untuk memapar film intraoral sehingga didapat
densitas yang tepat. Secara umum radiograf dengan densitas tepat harus
memperlihatkan gambaran jaringan lunak yang kabur. Hal ini berhubungan
dengan densitas optikal sekitar 1,0 dalam email dan dentin. Tingkat densitas
gambar ini dapat diperoleh dengan menggunakan nilai yang ada dalm tabel,
setelah mempertimbangkan umur dan kondisi fisik pasien. Sebagai contoh, 2,2
mAs disarankan untuk dewasa ketika digunakan film E dan 90 kilovoltage. Nilai
ini didapat dengan menggunakan milliamperage 10 dan waktu paparan 0,22 detik
(13 impuls). Bila kilovoltage ditingkatkan untuk mengurangi kontras gambar,
mAs harus dikurangi atau film akan overexposed.
Waktu foto secara rutin digunakan pada beberapa prosedur radiografik
medis. Teknik ini menggunakan phototimer untuk mengukur jumlah radiasi yang
mencapai film dan secara otomatis memutuskan paparan setelah radiasi yang
mencapai film mencukupi untuk menghasilkan densitas yang tepat. Teknologi ini
tersedia pada beberapa mesin panoramik;kemampuan photodioda yang sangat
kecil memungkinkan tipe ini mengontrol paparan secara otomatis dalam radiografi
intraoral.
Proses Pengolahan Film
Sebab utama paparan radiasi pada pasien yang tidak perlu adalah
kelebihan paparan pada film yang disengaja. Overexposed adalah kompensasi dari
kegagalan pemrosesan film. Hal ini tidak hanya menyebabkan paparan yang tidak
perlu, tapi juga menghasilkan film yang yang tidak memenuhi kualitas diagnosis.
Sebaliknya paparan radiografi yang tepat menjadi tidak berguna bila tidak
memenuhi kualitas diagnostik akibat kesalahan prosedur pemrosesan. Sebuah
19
studi menyebutkan bahwa 6% dari radiograf dental yang diterima tidak memadai
karena pemrosesan yang tidak tepat. Studi lain pada 500 foto panoramik
menemukan bahwa rata-rata film mengandung setidaknya satu kesalahan proses.
Waktu-temperatur proses, dan menjaga keadaan ruang gelap adalah cara terbaik
untuk memperoleh kualitas film optimal.
Penggunaan mesin untuk proses film dental semakin meluas. Sebanyak
93% dokter gigi dilaporkan telah menggunakan prosesor film dental. Prosesor
film dapat meningkatkan paparan pasien bila tidak dikendalikan secara tepat.
Suatu studi menunjukkan bahwa 30% dari pengulangan foto disebabkan oleh
densitas film tidak tepat yang secara langsung berhubungan dengan perubahan
prosesor. Pengenalan mengenai program pengendalian dapat mengurangi rata-rata
pengulangan, yang dapat mengurangi paparan pasien dan resiko operator.
Interpretasi Gambar
Radiograf paling baik dilihat dalam ruang agak gelap dengan sinar yang
mengarah langsung ke film; semua sinar dari luar harus dihilangkan. Radiograf
harus dipelajari dengan kaca pembesar untuk mendeteksi perubahan mendetil
densitas gambar. Berbagai intensitas sumber sinar juga harus tersedia. Hal ini
dapat menggantikan film overexposed atau underexposed atau film dengan
kesalahan proses. Banyak film dapat diselamatkan dengan cara ini, termasuk
menghindari pengulangan foto dan paparan radiasi tambahan ( Goaz, 1994).
MANAJEMEN KESELAMATAN RADIASI
Menurut peraturan pemerintah no. 63 tahun 2000 setiap instalasi yang
menggunakan radiasi pengion wajib menerapkan Manajemen Keselamatan
Radiasi, yang meliputi (Depkes RI, 2006) :
1) Organisasi Proteksi Radiasi
Pengusaha/Instalasi yang menggunakan sumber radiasi pengion wajib
membentuk organisasi proteksi radiasi agar dalam pemanfaatan tenaga nuklir
semua persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja dapat dilaksanakan sesuai
ketentuan.
2) Pemantauan Dosis Radiasi dan Radioaktivitas
20
Untuk mengetahui besar dosis yang diterima oleh pekerja radiasi maka
dilakukan pemantauan dosis. Setiap pekerja radiasi wajib menggunakan
dosimeter perorangan baik yang dapat dibaca langsung maupun yang tidak
dapat dibaaca langsung sesuai dengan jenis sumber radiasi yang digunakan.
3) Peralatan Proteksi Radiasi
Pengusaha/Instalasi yang menggunakan sumber radiasi pengion harus
menyediakan dan mengusahakan peralatan proteksi radiasi, pemantauan dosis
perorangan, pemantauan daerah kerja dan pemantauan lingkungan yang dapat
berfungsi dengan baik sesuai dengan jenis sumber radiasi yang digunakan.
4) Pemeriksaan Kesehatan
Setiap orang yang akan bekerja sebagai pekerja radiasi harus sehat dan
minimal berusia 18 tahun. Pengusaha instalasi harus menyelenggarakan
pemeriksaan yang meliputi; pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja,
pemeriksaan berkala selama masa kerja, dan pemeriksaan kesehatan pada
waktu pemutusan hubungan kerja. Apabila dipandang perlu dapat dilakukan
pemeriksaan khusus.
5) Penyimpanan Dokumentasi
Dokumentasi yang memuat catatan dosis, hasil pemantauan daerah kerja, hasil
pemantauan lingkungan, dan kartu kesehatan pekerja harus disimpan paling
tidak selama tiga puluh tahun terhitung sejak pekerja radiasi bekerja.
6) Jaminan Kualitas
Program jaminan kualitas harus dilakukan sejak dari perencanaan,
pembangunan, pengoperasian dan perawatan.
7) Pendidikan dan Pelatihan.
Setiap pekerja radiasi harus memperoleh pendidikan dan pelatihan tentang
keselamatan dan kesehatan kerja terhadap radiasi.
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif sederhana,
dimana penelitian dilakukan dengan mengambil sampel dari suatu populasi
tertentu dan menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data (Singarimbun
dan Effendi, 1989).
3.2 Populasi dan Sampel yang digunakan
Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah :
3.2.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa Ko-Ass di
lingkungan kerja RSGM FKG UNPAD
3.2.1 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah mahasiswa Ko-Ass yang
melakukan pemotretan di bagian radiologi. Sampel dalam penelitian
ini adalah 38 orang, diambil secara purposive sampling, dimana
pengambilan sampel berdasarkan kriteria/pertimbangan perseorangan
atau pertimbangan peneliti (sudjana,1996).
Kriteria yang dipakai dalam pengambilan sampel adalah :
1. Semua mahasiswa Ko-Ass yang melakukan pemotretan di bagian
radiologi
2. Sudah memasuki masa studi Ko-Ass bukan pra Ko-Ass
3.3 Tahap-tahap Penelitian
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menyebar kuisioner
pada mahasiswa Ko Ass yang melakukan pemotretan di bagian
radiologi RSGM FKG UNPAD.
22
3.3.2 Pengisian kuesioner
Pengisian kuisioner oleh mahasiswa dengan kriteria responden
yang telah ditetapkan sebelumnya dan pengisian dilakukan pada
saat menunggu hasil pemotretan foto rontgen.
3.3.2 Pengolahan Kuisioner
Pengolahan Kuisioner dilakukan dengan mengelompokkan
jawaban yang sama dari setiap pertanyaan dan disajikan dalam
bentuk grafik kemudian dikategorikan berdasarkan skala linkert
(Singarimbun,1989), yaitu :
Kategori sangat baik 81 -100 %
Kategori Baik 61 - 80 %
Kategori Cukup Baik 41 - 60 %
Kategori Kurang Baik 21 - 40 %
Kategori Sangat Tidak Baik 0 - 20 %
3.4 Definisi Operasional
Health Physics (prinsip proteksi radiasi) adalah untuk mencegah
timbulnya efek deterministik dan efek stokastik dengan meminimalkan paparan
terhadap petugas dan pasien selama pemeriksaan radiografik.
3.5 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di bagian radiologi RSGM FKG UNPAD. Waktu
penelitian dari tanggal 1 desember sampai 30 desember 2006.
.
23
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Hasil penelitian yang diperoleh melalui kuisioner ini, dapat diketahui
sebagai berikut :
Grafik 4.1 Pengetahuan mengenai bahaya yang mungkin timbul dari pemotretan
gigi, menjawab ya dan menyebutkan contoh bahayanya
Dari grafik di atas, dapat dilihat sebanyak 35 orang responden menjawab
ya (mengetahui) dengan contoh bahayanya yaitu mutasi gen, kanker, serostomia,
mukositis, efek stokastik dan non stokastik, radiasi, kematian jaringan, kecacatan
pada janin, kerusakan sel-sel kelenjar, osteoradionekrosis. Sebanyak 2 orang
responden menjawab ya (mengetahui) tapi tidak menyebutkan contoh bahayanya
dan 1 orang responden menjawab tidak mengetahui mengenai bahaya yang
mungkin timbul dari pemotretan gigi dan menyebutkan contoh bahayanya.
05
10152025303540
Ya(mengetahui)
Tidakmengetahui
.
24
Grafik 4.2 Pengetahuan responden mengenai resiko pasien terkena dampak
bahaya tersebut diatas
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 37 orang responden menjawab
ya (mengetahui), 1 responden menjawab tidak mengetahui mengenai resiko pasien
terkena dampak bahaya tersebut diatas.
Grafik 4.4 Pengetahuan responden mengenai prinsip ALARA
Dari grafik diatas, dapat dilihat tidak ada responden menjawab ya
(mengetahui), sebanyak 38 responden menjawab tidak mengetahui mengenai
prinsip ALARA.
05
10152025303540
ya(mengetahui)
Tidakmengetahui
05
10152025303540
ya(mengetahui)
tidakmengetahui
.
25
Grafik 4.4 Pengetahuan responden mengenai prinsip proteksi radiasi
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 37 responden menjawab ya
(mengetahui), 1 orang responden menjawab tidak mengetahui mengenai prinsip
proteksi radiasi.
Grafik 4.5 Pengetahuan responden mengenai dilakukannya foto Rontgen
berdasarkan hasil pemeriksaan klinis yang diperlukan untuk
menunjang diagnosa
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 37 responden menjawab ya
(mengetahui), 1 orang responden menjawab tidak mengetahui mengenai
dilakukannya foto rontgen berdasarkan hasil pemeriksaan klinis yang diperlukan
untuk menunjang diagnosa.
05
10152025303540
ya(mengetahui)
tidakmengetahui
05
10152025303540
ya(mengetahui)
tidakmengetahui
.
26
Grafik 4.6 Pengetahuan responden sebagai operator mengenai sinar Rontgen yang
harus diatur sesuai kebutuhan, berdasarkan diagnosa rujukan dokter.
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 32 responden menjawab ya
(mengetahui), 6 responden menjawab tidak mengetahui mengenai sinar rontgen
yang harus diatur sesuai kebutuhan, yang berdasarkan diagnosa rujukan dokter.
Grafik 4.7 Pengetahuan responden sebagai operator mengenai perlunya tubuh
pasien dan leher pasien tertutup apron untuk melindungi dari
bahaya sinar rontgen pada tubuh dan kelenjar tiroid
Dari grafik diatas, dapat dilihat 35 responden menjawab ya (mengetahui),
3 responden menjawab tidak mengetahui mengenai perlunya tubuh pasien dan
leher pasien tertutup apron untuk melindungi dari bahaya sinar rontgen pada tubuh
dan kelenjar tiroid.
0
5
10
15
20
25
30
35
ya(mengetahui)
tidakmengetahui
0
5
10
15
20
25
30
35
ya(mengetahui)tidakmengetahui
.
27
Grafik 4.8 Pengetahuan responden sebagai operator pemeriksaan berkala alat
foto Rontgen yang dilakukan Badan Pengawas Tenaga Nuklir untuk
mencegah bahaya radiasi terhadap pasien, operator dan masyarakat
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 16 responden menjawab ya
(mengetahui), 16 responden menjawab tidak mengetahui mengenai pemeriksaan
berkala alat foto rontgen yang dilakukan oleh Badan Pengawas Nuklir untuk
mencegah bahaya radiasi terhadap pasien, operator dan masyarakat sekitar.
Grafik 4.9 Pengetahuan responden sebagai operator mengenai alat foto rontgen
yang selalu diperiksa dan di uji kelayakan oleh Badan Pengawas
Tenaga Nuklir untuk menjaga pasien dari bahaya radiasi
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 20 responden menjawab ya
(mengetahui), 18 responden menjawab tidak mengetahui mengenai alat foto
rontgen yang selalu diperiksa dan di uji kelayakan oleh Badan Pengawas Tenaga
Nuklir untuk menjaga pasien dari bahaya radiasi.
0
2
46
8
10
12
1416
ya(mengetahui)tidakmengetahui
17
17.5
18
18.5
19
19.5
20
ya(mengetahui)
tidakmengetahui
.
28
Grafik 4.10 Pengetahuan responden sebagai operator mengenai pengaturan waktu
penyinaran, tegangan/voltase alat dan titik-titik penetrasi sinar sesuai
dengan gigi yang akan difoto rontgen pada saat pemotretan
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 36 responden menjawab ya
(mengetahui), 2 responden menjawab tidak mengetahui mengenai pengaturan
waktu penyinaran, tegangan/voltase alat dan titik-titik penetrasi sinar sesuai
dengan gigi yang akan difoto rontgen pada saat pemotretan.
Grafik 4.11 Pengetahuan responden sebagai operator mengenai harus adanya
jarak titik fokus ke film harus diatur supaya pasien mendapatkan
paparan sinar yang rendah tapi dapat diperoleh gambaran diagnostik
terbaik
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 32 responden menjawab ya
(mengetahui), 6 responden menjawab tidak mengetahui mengenai harus adanya
0
5
10
15
20
25
30
35
ya(mengetahui)tidakmengetahui
05
10152025
303540
ya(mengetahui)tidakmengetahui
.
29
jarak titik fokus ke film harus diatur supaya pasien mendapatkan paparan sinar
yang rendah tapi dapat diperoleh gambaran diagnostik terbaik.
Grafik 4.12 Pengetahuan responden sebagai operator mengenai sudut sinar yang
harus diatur sehingga daerah radiasi pada permukaan kulit pasien
hanya mendapat sedikit paparan tetapi memperoleh kualitas gambar
yang baik
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 34 responden menjawab ya
(mengetahui), 4 responden menjawab tidak mengetahui mengenai sudut sinar
yang harus diatur sehingga daerah radiasi pada permukaan kulit pasien hanya
mendapat sedikit paparan tetapi memperoleh kualitas gambar yang baik.
Grafik 4.13 Pengetahuan responden sebagai operator mengenai jenis film yang
cepat terpapar yang harus digunakan dalam pemotretan untuk
mengurangi paparan terhadap pasien dan kualitas yang diperoleh
tetap terbaik
0
5
10
15
20
25
30
35
ya(mengetahui)tidakmengetahui
0
5
10
15
20
25
30
ya(mengetahui)tidakmengetahui
.
30
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 8 responden menjawab ya
(mengetahui), 30 responden menjawab tidak mengetahui mengenai jenis film
yang cepat terpapar yang harus digunakan dalam pemotretan untuk mengurangi
paparan terhadap pasien dan kualitas terbaik tetap diperoleh.
Grafik 4.14 Pengetahuan responden sebagai operator mengenai teknik pemotretan
yang dipakai harus disesuaikan dengan bentuk tabung yang dipakai
Dari grafik diatas, dapat dilihat sebanyak 24 responden menjawab ya
(mengetahui), 14 responden menjawab tidak mengetahui mengenai teknik
pemotretan yang dipakai harus disesuaikan dengan bentuk tabung yang dipakai.
Grafik 4.15 Pertanyaan kuisioner terakhir mengenai perlu/ tidaknya dipasang
poster mengenai keamanan saat foto Rontgen
Dari grafik diatas, dapat dilihat semua responden menjawab perlu
dipasangnya poster mengenai keamanan disekitar ruang radiologi.
0
5
10
15
20
25
tahutidak tahu
05
1015202530
3540
ya (perlu)
tidak perlu
.
31
4.2 Pembahasan
Hasil penelitian diatas, diprosentasekan dan dikategorikan berdasarkan
skala Linkert, sehingga dapat diperoleh pembahasan seperti terurai di bawah ini.
Pengetahuan mengenai bahaya yang mungkin timbul dari pemotretan gigi,
sudah sangat baik dimana 99 % responden mengetahuinya. Begitu pula dengan
pengetahuan responden mengenai resiko pasien terkena dampak bahaya tersebut
diatas, 99 % responden mengetahui bahaya tersebut dan mampu menyebutkan
contoh bahaya tersebut. Pengetahuan tersebut diatas berdasarkan skala Linkert
dapat dikategorikan sangat baik, hal ini terjadi karena di bagian radiologi sangat
ditekankan bahaya radiasi yang mungkin timbul saat pemotretan gigi dan juga
banyak pengumuman-pengumuman yang dipasang di sekitar ruang pemotretan
mengenai bahaya dari sinar rontgen.
Pengetahuan mengenai ALARA sangat kurang baik dimana hampir 100 %
responden tidak mengetahui, sedangkan pengetahuan responden mengenai prinsip
proteksi radiasi dapat dikategorikan sangat baik dimana 99 % responden
mengetahui prinsip proteksi radiasi. Disini dapat terlihat kalau responden tidak
mengetahui bahwa prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable)
merupakan prinsip proteksi radiasi. Hal ini dapat terjadi disebabkan kurang
disosialisasikan istilah ALARA dalam kegiatan pemotretan responden sehingga
mahasiswa tidak begitu mengenal dengan istilah tersebut, padahal prinsip
ALARA tersebut sudah responden lakukan. Responden hanya mengetahui tentang
istilah prinsip proteksi radiasinya.
Pengetahuan responden mengenai dilakukannya foto rontgen berdasarkan
hasil pemeriksaan klinis yang diperlukan untuk menunjang diagnosa, dapat
dikategorikan sangat baik dimana 99 % responden mengetahuinya. Pengetahuan
tersebut dapat dikategorikan sangat baik karena setiap bagian/klinik yang ada di
RSGM sering merujuk ke bagian radiologi untuk melakukan Roentgen foto
dimana hasil foto tersebut sangat membantu dalam menegakkan diagnosa dan
sesuai dengan kegunaan dari roentgen foto sebagai alat penunjang dan pelengkap
untuk menegakkan diagnosa (White & Pharoah,2000).
.
32
Pengetahuan responden sebagai operator tentang sinar Rontgen yang
harus diatur sesuai kebutuhan, yang didasarkan atas diagnosa dokter yang
merujuk, dapat dikategorikan sangat baik dimana 84 % responden
mengetahuinya. Pengetahuan tersebut sangat baik disebabkan para responden
dapat melakukan pemotretan berdasarkan surat rujukan yang terlebih dahulu
ditandatangani oleh dokter dari bagian/ klinik yang melakukan pemeriksaan
dengan mencantumkan diagnosa klinisnya.
Pengetahuan responden sebagai operator tentang perlunya tubuh pasien
dan leher pasien tertutup apron untuk melindungi pasien dari bahaya sinar rontgen
pada tubuh dan kelenjar tiroid, dapat dikategorikan sangat baik dimana 84 %
responden mengetahuinya. Pengetahuan tersebut sangat baik dikarenakan staf
bagian radiologi selalu melakukan pengawasan mengenai pemasangan apron
sebelum pemotretan.
Pengetahuan responden sebagai operator mengenai pemeriksaan berkala
alat foto rontgen yang dilakukan oleh Badan Pengawas Nuklir untuk mencegah
bahaya radiasi terhadap pasien, operator dan masyarakat sekitar, dapat
dikategorikan cukup baik dimana 42 % responden mengetahuinya. Pengetahuan
responden sebagai operator mengenai alat foto rontgen yang selalu diperiksa dan
di uji kelayakan pakainya oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir untuk menjaga
pasien dari bahaya radiasi dapat dikategorikan cukup baik dimana 52 %
responden mengetahuinya. Pengetahuan tersebut cukup baik dikarenakan para
responden sering mengetahui mengenai adanya kunjungan Badan Pengawas
Tenaga Nuklir ke bagian radiologi untuk mengadakan pemeriksaan berkala dan
uji kelayakan serta adanya surat pengumuman dari Bapeten yang ditempel oleh
bagian radiologi di sekitar ruang pemotretan mengenai hal tersebut.
Pengetahuan responden sebagai operator mengenai pengaturan waktu
penyinaran, tegangan/voltase alat dan titik-titik penetrasi sinar sesuai dengan gigi
yang akan difoto rontgen pada saat pemotretan dapat dikategorikan sangat baik
dimana 94 % responden mengetahuinya. Pengetahuan responden sebagai operator
mengenai harus adanya jarak titik fokus ke film harus diatur supaya pasien
mendapatkan paparan sinar yang rendah tapi dapat diperoleh gambaran diagnostik
terbaik dapat dikategorikan sangat baik karena 84 % responden mengetahuinya.
.
33
Pengetahuan responden sebagai operator mengenai sudut sinar yang harus diatur
sehingga daerah radiasi pada permukaan kulit pasien hanya mendapat sedikit
paparan tetapi memperoleh kualitas gambar yang baik dapat dikategorikan sangat
baik karena 89 % responden mengetahuinya. Hal ini dapat terjadi karena bagian
radiologi menerapkan peraturan dan pengawasan sangat ketat sebelum melakukan
pemotretan mengenai pengaturan waktu penyinaran, tegangan/voltase alat dan
titik-titik penetrasi sinar sesuai dengan gigi yang akan difoto dan hal tersebut di
atas juga sering ditekankan pada pembelajaran pre-klinik.
Pengetahuan responden sebagai operator mengenai jenis film cepat
terpapar (speed film) yang harus digunakan dalam pemotretan untuk mengurangi
paparan terhadap pasien dan kualitas terbaik dapat diperoleh dapat dikategorikan
kurang baik hanya 21 % responden mengetahuinya. Hal ini disebabkan jarang
disosialisasikannya jenis film pada saat melakukan pemotretan.
Pengetahuan responden sebagai operator mengenai teknik pemotretan
yang dipakai harus disesuaikan dengan bentuk tabung yang dipakai, dapat
dikategorikan baik di mana 63 % responden mengetahuinya. Hal ini disebabkan
sering diadakan responsi mengenai teknik pemotretan yang akan dilakukan oleh
responden.
Pertanyaan kuisioner terakhir mengenai perlu/ tidaknya dipasang poster
mengenai keamanan saat foto rontgen di pasang di sekitar ruangan radiologi
RSGM FKG Unpad, semua responden menjawab perlu dipasang poster mengenai
keamanan tersebut, hal ini berarti secara tidak langsung responden sadar mengenai
pentingnya proteksi radiasi saat pemotretan.
34
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Pengetahuan dan kesadaran mahasiswa Ko-Ass mengenai prinsip dan teknik
proteksi radiasi pada saat pemotretan dan bahaya yang mungkin timbul dari
pemotretan gigi secara umum dapat dikategorikan baik
5.1 Saran
Saran untuk bagian radiologi berdasarkan hasil penelitian ini, yaitu
mengenai :
1) Perlunya dilakukan pengawasan melekat mengenai prinsip dan
teknik proteksi radiasi pada mahasiswa Ko-Ass, karena hal ini
penting sebagai fungsi pengendali dalam mencegah bahaya radiasi
2) Perlunya ditingkatkan pengetahuan mahasiswa Ko-Ass mengenai
prinsip ALARA (As Low As Reasonably Achievable) sebagai prinsip
proteksi radiasi
3) Perlu dipasang poster mengenai keamanan saat pemotretan dengan
sinar rontgen
35
DAFTAR PUSTAKA
Arpansa. 2005. Radiation Protection Dentistry : Recomended Safety Procedurs for The Use For Dental X-ray Equipment. www. Arpansa.gov.au/pub/rps/rps10.pdf Pusat Kesehatan Kerja. 2006. Ketentuan Keselamatan Kerja dengan Radiasi.http://www.depkes.go.id/index.php?option=articles&task=viewarticle&artid=137&ite. Depkes RI Badan Tenaga Atom Nasional.2002. Buku Pedoman Proteksi Radiasi di Rumah Sakit dan Praktek Umum Lainnya. Jawa Barat : Depkes Sastroamoro. 1995. Dasar-dasar Metologi Penelitian Klinis. Jakarta : Binarupa aksara Singarimbun, M & Effendy. 1989. Metode Penelitian Survei. Jakarta : LP3ES Sudjana. 1996. Metoda statistika. Edisi 6. Bandung : Tarsito White & Goaz. 1994. Oral Radiology : Principles and Interpretation. Third edition. Philadelphia, sidney, toronto : Mosby White & Pharoah. 2000. Oral Radiology : Principles and Interpretation. Fourth edition. Philadelphia, sidney, toronto : Mosby
39
RIWAYAT AKADEMIK
Penulis dilahirkan pada tanggal 7 Agustus 1980 di Bandung, Jawa Barat
Pada tahun 1986-1992 penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Dasar
Negeri Bojong Manggu 1 Pameungpeuk Bandung.
Pada tahun 1992-1995 penulis mengikuti pendidikan di Sekolah
Menengah Pertama Negeri 1 Banjaran Bandung.
Pada tahun 1995-1998 penulis mengikuti pendidikan di Sekolah
Menengah Umum Negeri 11 Bandung.
Pada tahun 1998-2005 penulis mengikuti pendidikan di Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Padjadjaran Bandung.
Pada tahun 2006 penulis sebagai staf Pengajar di Fakultas Kedokteran
Gigi Universitas Padjadjaran Bandung.
vii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman
1 Kuisioner Penelitian ………………………………………………. 36
2 Surat Izin Penelitian……………………………………………….. 38
36
Lampiran 1
Kuisioner Tentang Keamanan Saat Pemotretan/Rontgen Foto
1. Apakah anda mengetahui tentang bahaya yang timbul dari pemotretan dengan sinar rontgen ? a. Ya, Bila ya, sebutkan :
……………………………………………………………………………………………… b Tidak
2. Apakah anda mengetahui kalau pasien beresiko terkena dampak dari bahaya tersebut diatas ? a. Ya b. Tidak
3. Apakah anda sebagai operator mengetahui tentang Prinsip Alara ? a. Ya b. Tidak
4. Apakah anda sebagai operator mengetahui tentang prinsip proteksi radiasi terhadap pasien ? a. Ya b. Tidak
5. Apakah anda mengetahui kalau foto Rontgen dilakukan berdasarkan hasil pemeriksaan klinis, untuk menunjang diagnosa?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah sebagai operator anda mengetahui bahwa sinar Rontgen yang diberikan pada pemotretan harus diatur sesuai dengan kebutuhan, berdasarkan diagnosa rujukan dokter?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah sebagai operator anda mengetahui bahwa tubuh pasien harus dilindungi apron untuk mencegah bahaya sinar Rontgen terhadap tubuh pasien sampai menutup leher untuk melindungi kelenjar tiroid ?
a. Ya b. Tidak
8. Apakah anda mengetahui bahwa peralatan foto Rontgen secara berkala selalu diperiksa oleh Badan Pengawas Tenaga Nuklir untuk mencegah bahaya radiasi terhadap pasien, operator dan masyarakat?
a. Ya b. Tidak
9. Apakah anda mengetahui kalau alat foto Rontgen selalu diperiksa dan di uji kelayakan oleh
Badan Pengawas Tenaga Nuklir, untuk menjaga pasien dari bahaya radiasi ? a. Ya b. Tidak
37
10. Apakah anda mengetahui bahwa pada saat pemotretan, harus memperhatikan waktu penyinaran, tegangan/voltase alat, titik penetrasi sinar sesuai dengan gigi yang akan di Rontgen ?
a. Ya b. Tidak
11. Apakah anda mengetahui bahwa jarak titik fokus ke film harus diatur supaya pasien mendapatkan
paparan rendah dan gambar diagnostik terbaik ? a. Ya b. Tidak
12. Apakah anda mengetahui bahwa kalau sudut sinar harus diatur supaya daerah radiasi pada permukaan kulit pasien hanya mendapat sedikit paparan dengan kualitas gambar lebih baik ?
a. Ya b. Tidak
13. Apakah anda mengetahui bahwa i jenis film cepat (speed film) harus digunakan dalam
pemotretan untuk mengurangi paparan terhadap pasien tapi kualitas yang diperoleh tetap terbaik? a. Ya b. Tidak
14. Apakah anda mengetahui bahwa teknik pemotretan yang dipakai harus disesuaikan dengan bentuk
tabung yang dipakai ? a. Ya b. Tidak
15. Apakah menurut anda perlu ada poster mengenai keamanan saat foto Rontgen dipasang di ruang pemotretan bagian radiologi RSGM FKG UNPAD ?
a. Ya b. Tidak
Terima kasih atas kesediaan anda mengisi kuisioner ini. Mudah-mudahan menjadi salah satu amal
kebaikan anda. amin