gambaran persepsi masyarakat kota terhadap...
TRANSCRIPT
GAMBARAN PERSEPSI MASYARAKAT KOTA TERHADAP METODE
PENGOBATAN NABI MUHAMMAD SAW (THIBBUN NABAWI) DI TIGA
WILAYAH (JAKARTA, TANGERANG SELATAN, DAN DEPOK)
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Keperawatan (S. Kep)
Oleh:
Maryam Zakiyyah Muntazhiroh
1112104000013
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2018 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN
iii
FACULTY OF HEALTH SCIENCES
STUDY PROGRAM NURSING SCIENCE
STATE ISLAMIC UNIVERSITY SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juni 2018
Maryam Zakiyyah Muntazhiroh, NIM 1112104000013
People’s Perspective about Prophetic Medicine (thibbun nabawi) in Three
Region (Jakarta, Depok, and South Tangerang), Desciptive Qualitative Study.
xix+ 105 pages+ 2 charts+ 1 tables+ 4 attachment
ABSTRACT
About 30.4 % Indonesia‘s citizens have used traditional medicine (include prophetic
medicine, TN), and urban society from Depok, DKI Jakarta, and South Tangerang
had enough high of user‘s number of it (55.3%, 31%, and 19.9%). The aim of this
study was exploring why peoples use TN. This study was descriptive qualitative
study, and used indepth interview to collect data. Participants of this study were 7
peoples whom had experienced of using TN (cupping, herbs, and ruqyah). Sample of
this study was gotten by puposive sampling and used maximum variation sampling.
The data that had been gathered from an interviewrecord and field note were
analyzed with conventional content analysis. This study identified three themes,
which are (1)term of TN was familiar, (2)negative beliefs about conventional
medicine influenced people to chose TN, (3)possitive beliefs about TN influenced
attitude toward TN. In the second themes there were two subthemes, which are
(1)beliefs that conventional medicine couldn‘t cure present ill and (2)beliefs that
conventional medicine had side effect. And the third themes had four subthemes,
which are (1)social environment gave possitive influence for TN, (2)TN had health
benefits, (3)TN was safe, and (4)TN that they use was a part of religion. Researcher
suggest to considered the integrative between conventional medicine and TN in
health facilities, increase research and study about TN in health educational
institution for evidence based practice and spiritual aspect.
Key word: Citizen‘s perspective, Theory of planned behavior, and Prophetic
medicine.
Preference: 64 (2000-2017)
iv
FAKULTAS DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juni 2018
Maryam Zakiyyah Muntazhiroh, NIM 1112104000013
Gambaran Persepsi Masyarakat Kota terhadap Metode Pengobatan Nabi
Muhammad (thibbun nabawi) di Tiga Wilayah (Jakarta, Depok, dan Tangerang
Selatan
xix+ 105 halaman+ 2 bagan+ 4 lampiran
ABSTRAK
Sekitar 30,4% masyarakat Indonesia menggunakan yankestrad (termasuk di
dalamnya metode pengobatan Nabi Muhammad, thibbun nabawi), dan masyarakat di
kota-kota besar seperti Depok, DKI Jakarta, dan Tangerang Selatan memiliki angka
pengguna yang cukup tinggi (55,3%, 31%, dan 19,9%). Penelitian ini bertujuan
untuk mengekplorasi alasan masyarakat menggunakan TN. Penelitian dilakukan
dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif, dengan mengumpulkan data lewat
wawancara mendalam. Partisipan penelitian meliputi 7 orang dengan pengalaman
menggunakan TN (bekam, herbal, atau ruqyah). Sampel didapatkan melalui
purposive sampling dengan menggunakan teknik maximum variation sampling. Data
yang diperoleh dari rekaman wawancara dan catatan lapangan dianalisa dengan
menggunakan teknik conventional content analysis. Penelitian ini mengidentifikasi 3
tema besar dan beberapa subtema, yaitu (1)istilah TN sudah familiar, (2)keyakinan
negatif terhadap terapi medis mepengaruhi sikap dalam memilih TN, (3)keyakinan
positif terhadap TN mempengaruhi sikap pada penggunaan TN. Pada tema kedua
terdapat dua subtema yaitu (1)keyakinan bahwa terapi medis belum bisa mengobati
penyakit yang diderita dan (2)keyakinan bahwa terapi medis memberikan efek
samping. Dan tema ketiga memiliki four subtema (1)lingkungan sosial memberikan
pengaruh positif terhadap pengobatan ala nabi (thibbun nabawi); (2)pengobatan ala
nabi (thibbun nabawi) bermanfaat bagi kesehatan; (3)pengobatan ala nabi (thibbun
nabawi) aman digunakan; (4)pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) yang digunakan
merupakan ajaran agama. Peneliti menyarankan agar dipertimbangkannya
pengintegrasian antara terapi medis dan TN di fasilitas-fasilitas kesehatan dan
penelitian dan pembelajaran tentang TN di institusi pendidikan kesehatan terkait
evidence based practice dan penggalian aspek spiritual dalam TN.
Kata Kunci: Persepsi masyarakat, Theory of Planned Behavior, Metode Pengobatan
Nabi Muhammad (thibbun nabawi).
Daftar Bacaan: 64 (2000-2017)
v
vi
vii
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Maryam Zakiyyah Muntazhiroh
Tempat/ tanggal lahir : Jakarta, 15 April 1993
Jenis kelamin : Perempuan
Status : Belum menikah
Agama : Islam
Alamat : Kp. Cilangkap RT.02/17 No. 109, Kel. Cilangkap,
Kec. Tapos, Kota Depok, Jawa Barat 16458
Telepon/Hp : (021) 87908662/ 081315475220
E-mail : [email protected]
PENDIDIKAN :
1. SDIT Al-Khairaat Jakarta (1999-2005)
2. SMPN 56 Jakarta (2005-2008)
3. SMAN 98 Jakarta (2008-2011)
4. S-1 Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
(2012-2018)
ORGANISASI :
1. PMR SMA Negeri 98 Jakarta 2009-2010
2. ROHIS SMA Negeri 98 Jakarta 2009-2011
3. MADING SMA Negeri 98 Jakarta 2009-2011
4. FORSILA SMA Negeri 98 Jakarta 2011-2012
5. Klub Jurnalistik PSIK 2014-2015
ix
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji bagi Allah SWT tuhan semesta alam yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah, serta nikmat-Nya mulai dari nikmat islam, iman, dan sehat.
Shalawat serta salam tak lupa penulis haturkan untuk junjungan Nabi besar
Muhammad SAW, yang telah membawa cahaya untuk seluruh alam semesta dan
menjadi uswatun hasanah bagi ummatnya, dan keluarga besarnya, sahabat-
sahabatnya beserta pengikutnya, yang telah berjasa membawa kejayaan islam. Oleh
sebab, nikmat-Nya dan Izin-Nya serta inspirasi dari nya sehingga penulis dapat
membuat dan menyusun skripsi dengan judul ―Gambaran Persepsi Masyarakat
Kota terhadap Metode Pengobatan Nabi Muhammad SAW (Thibbun Nabawi)
di Tiga Wilayah (Jakarta, Depok dan Tangerang Selatan)‖.Dalam pembuatan
skripsi ini penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, sehingga
pembuatan skripsi ini dapat terlaksanan sesuai dengan yang telah direncanakan maka
dari itu pada kesempatan ini penulis bermaksud menyampaikan rasa terima kasih
yang setulusnya kepada:
1. Dr. Arif Sumantri S.KM., M. Kes, selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Ibu Maulina Handayani, S.Kp., MSc, selaku Ketua Program Studi Ilmu
Keperawatan (PSIK) Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Ibu Ernawati, S.Kp, M.Kep, Sp.KMB selaku Sekretaris Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Mardiyanti, M.Kep., MDS., selaku pembimbing 1 saya yang telah
memberikan waktu, dorongan, motivasi, dan arahannya sehingga saya bisa
x
menyusun skripsi ini serta mengenalkan saya dan teman-teman PSIK 2012
dengan Pengobatan Komplementer dan Alternatif.
5. Bapak Karyadi, S.Kp, M.Kep., PhD., selaku pembimbing 2 saya yang telah
membimbing saya dalam proses penyusunan skripsi ini juga.
6. Seluruh dosen Fakultas Ilmu Kesehatan khususnya dosen-dosen Ilmu
Keperawatan yang tidak bisa disebutkan satu persatu serta staf akademik, dan
petugas laboratorium.
7. Ucapan terimakasih yang teristimewa kepada keluarga, terutama Almh.
Ummi yang sampai akhir hayatnya selalu mendukung dan mengarahkan
anaknya untuk bangga dan kuat menjalani pendidikan sebagai seorang
perawat. Selanjutnya, Abi yang banyak memberi masukan terkait pendidikan
dan pembuatan skripsi ini, serta Owah Nani yang membantu selama
pengambilan data. Kepada 7 orang adik-adikku yang ikut memotivasi saya
untuk segera lulus.
8. Kepada Puji Rahma Pratami yang selalu memotivasi dan mengingatkan saya
selama pembuatan skripsi ini, Nurul Fitri Awaliyah yang rela memberikan
waktu diskusinya, Irma Putri Ananda –teman seperjuangan saya selama
mengerjakan skripsi ini, Himmatul Khaira –teman seperjuangan penelitian
kualitatif dan tema PKA, dan teman-teman di PSIK 2012 yang telah bersama-
sama saling membantu selama masa perkuliahan. We are One even we have
own way.
9. Keluarga besar PSIK UIN, kakak-kakak dan adik-adik PSIK yang tidak bisa
penulis sebutkan satu persatu namanya. Terima kasih atas semangat dan
dukungan kalian.
xi
Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga penulis
mengharapkan sebuah kritikan dan saran yang membangun dari berbagai
pihak.Semoga rahmat Allah selalu tercurahkan kepada kita semua.
Ciputat, Juli 2018
(Maryam Zakiyyah M)
xii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................................ ii
ABSTRAK .................................................................................................................. iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN .............................. Error! Bookmark not defined.
KATA PENGANTAR ................................................................................................ ix
DAFTAR ISI .............................................................................................................. xii
DAFTAR SINGKATAN .......................................................................................... xiv
DAFTAR BAGAN ................................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xvii
BAB I ............................................................................................................................ 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ....................................................................................................... 6
C. Tujuan Penelitian ........................................................................................................ 7
D. Manfaat Penelitian ...................................................................................................... 7
E. Ruang Lingkup Penelitian ........................................................................................... 8
BAB II .......................................................................................................................... 9
LANDASAN TEORI .................................................................................................. 9
A. Konsep Metode Pengobatan Nabi Muhammad SAW (thibbun nabawi) ..................... 9
1. Klasifikasi Penyakit ................................................................................................ 9
2. Prinsip-prinsip Thibbun Nabawi ........................................................................... 14
a. Pengobatan Diri Sendiri (self-cure dan self-care) ................................................. 14
3. Jenis-jenis Pengobatan Nabi .................................................................................. 17
B. Konsep Perilaku Kesehatan ....................................................................................... 18
1. Definisi Perilaku Kesehatan .................................................................................. 18
2. Teori Perilaku Kesehatan ...................................................................................... 19
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan ........................................ 25
C. Pelayanan Keperawatan Holistik ............................................................................... 32
D. Penelitian Terkait ...................................................................................................... 34
E. Kerangka Teori ......................................................................................................... 36
BAB III ....................................................................................................................... 37
xiii
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH.............................................. 37
A. Kerangka Konsep ...................................................................................................... 37
B. Definisi Istilah ........................................................................................................... 38
BAB IV ....................................................................................................................... 40
METODE PENELITIAN ......................................................................................... 40
A. Desain Penelitian....................................................................................................... 40
B. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................................... 40
C. Partisipan Penelitian .................................................................................................. 41
D. Instrumen Penelitian ................................................................................................. 42
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................................................ 43
F. Analisa Data .............................................................................................................. 45
G. Keabsahan Data ........................................................................................................ 47
H. Etika Penelitian ......................................................................................................... 51
BAB V ........................................................................................................................ 53
HASIL PENELITIAN .............................................................................................. 53
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian ....................................................................... 53
B. Hasil Penelitian ......................................................................................................... 55
a. Karakteristik Partisipan ......................................................................................... 55
b. Hasil Analisa Tematik ........................................................................................... 57
BAB VI ....................................................................................................................... 74
PEMBAHASAN ........................................................................................................ 74
A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi ................................................................... 74
B. Keterbatasan Penelitian ............................................................................................. 91
BAB VII ..................................................................................................................... 93
KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................................. 93
A. Kesimpulan ............................................................................................................... 93
B. Saran ......................................................................................................................... 94
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 97
LAMPIRAN .................................................................. Error! Bookmark not defined.
xiv
DAFTAR SINGKATAN
PKA: Pengobatan Komplementer dan Alternatif
Yankestrad: Pelayanan kesehatan tradisional
Riskesdas: Riset Kesehatan Dasar
WHO: World Health Organization (Organisasi kesehatan dunia)
Kemkes RI: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
STPT: Surat Tanda Penyihat Tradisional
NIH: National Institutes of Health
TCM: Traditional Chinnese Medicine, Pengobatan tradisional cina
NCCAM: National Complementary and Alternative Medicine
SM: sebelum masehi
KBBI: Kamus Besar Bahasa Indonesia
HSB: Health Seeking Behavior (Perilaku pencarian Kesehatan)
HBM: Health Belief Model (Model Kepercayaan Kesehatan)
TPB: Theory of Planned Behavior (Teori perilaku yang direncanakan)
BB: Behavioral Belief
NB: Normative Belief
CB: Control belief
xv
ATB: Attitude toward behavior
SN: Subjective Norm
PCB: perceived behavioral control
ABC: Actual behavioral control
xvi
DAFTAR BAGAN
Gambar 2.1 Kerangka Teori
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Permohonan Izin Pengambilan DataLe
Lampiran 2 Lembar Persetujuan Partisipan Penelitian
Lampiran 3 Lembar Pedoman Wawancara
Lampiran 4 Matrikulasi Analisa Data
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengobatan ala Nabi (thibbun nabawi, TN) adalah petunjuk
Rasulullah SAW dalam ilmu pengobatan yang Rasulullah SAW gunakan
dan direkomendasikan untuk orang lain, bersumber dari al-Qur‘an dan
Hadist (al-Jauziyah, 2004). Pengobatan ala Nabi sendiri merupakan salah
satu bentuk pengobatan komplementer dan alternatif. Seperti yang
diungkapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (world health orgaization,
WHO, 2007), Pengobatan komplementer atau alternatif adalah kumpulan
praktik pelayanan kesehatan yang bukan merupakan bagian dari tradisi
negara tersebut atau pengobatan konvensional dan tidak secara penuh
diintegrasikan ke dalam sistem pelayanan kesehatan dominan.
Penggunaan pengobatan komplementer dan alternatif meningkat
tiap tahunnya dapat menjadi gambaran peningkatan penggunaan
pengobatan ala nabi (TN). Hal ini dibuktikan dengan survei yang
dilakukan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization,
WHO) dan Riset Kesehatan Dasar yang dilakukan di Indonesia. Dari 129
negara yang disurvei WHO, sekitar 80% negara menerima penggunaan
terapi akupuntur yang merupakan salah satu contoh pengobatan alternatif
dan komplementer (WHO, 2013). Sementara di Indonesia sendiri dari
82.666 sampel yang digunakan dalam Riskesdas Nasional tahun 2013,
30,4 % atau sekitar 25.131 sampel menjadi pengguna pelayanan kesehatan
tradisional (yankestrad). Sedangkan, berdasarkan data Riskesdas Provinsi
2
2
Jawa Barat, sejumlah 5.419 dari 23.694 (23,7%) rumah tangga di Jawa
Barat memanfaatkan yankestrad. Menariknya, Kota Depok (55,3%)
menduduki peringkat kedua proporsi rumah tangga yang memanfaatkan
yankestrad di Provinsi Jawa Barat (Kemkes RI, 2013). Salah satu contoh
yankestrad yang dimaksud dalam riskesdas adalah bekam dan herbal ala
nabi yang termasuk dalam jamu.
Peningkatan penggunaan pegobatan ala nabi (TN) yang meningkat
tidak hanya secara global tetapi juga secara nasional seperti yang telah
dikemukakan pada paragraf sebelumnya. Sayangnya masih sedikit
penelitian mengenai evidence-based practice terhadap efektivitasnya
dalam menangani penyakit tertentu. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan Fischer et al (2014) terdapat perbedaan antara tingginya
prevalensi penggunaan pengobatan komplementer dan altenatif dengan
pengetahuan terkait praktik berbasis bukti (evidence-based practice) terapi
ini. Penelitian dan praktik berdasarkan bukti terkait pengobatan ala nabi
(TN) masih sedikit tetapi yang mencengangkan masyarakat masih tetap
percaya manfaat pengobatan ini.
Perilaku masyarakat yang memilih menggunakan pengobatan
komplementer dan alternatif meskipun masih terbatasnya penelitian
mengenai keefektifan pengobatan jenis ini dapat dipengaruhi oleh faktor
internal, yaitu (1) faktor sosio-demografi ekonomi dan (2) faktor sosio-
kognitif (pengetahuan, sikap, motivasi, persepsi terhadap lingkungan, dan
persepsi tentang konsep ―sehat‖ dan ―sakit‖, dan eksternal individu, yaitu
sistem kesehatan yang diterapkan di tingkat institusional maupun nasional
3
3
dan budaya lokal (Hardon, Hodgin, dan Fresle, 2004; Rimer dan Glanz,
2005; Liu dan Liu, 2010; Sato, 2012).
Selanjutnya, kebanyakan pengguna pengobatan komplementer dan
alternatif (PKA) adalah mereka yang menderita kondisi kronis dan mereka
yang memiliki keterbatasan pilihan pada pengobatan konvensional, serta
kondisi kesulitan keuangan karena biaya pengobatan konvensional yang
cenderung lebih mahal. PKA juga memiliki peran penting dalam
meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan lansia di Eropa, termasuk di
dalamnya manajemen kondisi kronis, mencegah kesakitan, dan
mempromosikan kesehaan.
Selain dipengaruhi kondisi yang telah disebutkan sebelumnya,
penelitian lain, yang dilakukan pada survivor kanker di Malaysia,
menemukan bahwa penggunaan terapi komplementer dan alternatif
dipengaruhi oleh faktor sosial, agama, dan budaya (Yew & Noor, 2015).
Sedangkan alasan penggunaan pengobatan komplementer dan alternatif
pada pasien anak adalah untuk memperkuat sistem imun, mempertahankan
kondisi fisik, dan meningkatkan kemungkinan penyembuhan/
mempertahankan kesehatan. Faktor sosio-demografi yang berhubungan
dengan penggunaan pengobatan komplementer dan alternatif adalah
pendidikan tersier (tertiary education), pemasukan keluarga yang tinggi,
dan agama (Gottschling, 2011). Penelitian yang dilakukan pada Penduduk
Korea Selatan menunjukkan bahwa tingginya penggunaan pengobatan
komplementer dan alternatif dihubungkan dengan jenis kelamin wanita,
tingkat pendidikan yang tinggi, dan lansia (Seo et al, 2013).
4
4
Di Indonesia sendiri, Permana (2012) mengemukakan beberapa
faktor yang menyebabkan masyarakat memilih dan menggunakan
pengobatan alternatif, yaitu (1) faktor pemicu seseorang memilih dan
melakukan pengobatan alternatif: pengetahuan, perilaku, persepsi, nilai
akan pengobatan alternatif, dan keyakinan akan pengobatan yang dijalani;
(2) faktor pemungkin: keterampilan pengobat, ketersediaan tempat
pengobatan, dan akses tempat pengobatan alternatif; (3) ketika pengobatan
konvensional dinilai tidak sanggup mengobati penyakit yang diderita.
Alasan dan faktor yang telah dikemukakan pada paragraf
sebelumnya dapat dijadikan acuan mengapa seseorang memilih
menggunakan pengobatan ala nabi (thibbun nabawi). Pengobatan ala nabi
(contohnya: bekam, habatussauda/ jinten hitam, ruqyah, dll.) merupakan
bagian dari pengobatan komplementer dan alternatif. Hal ini diakui oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization, WHO) maupun
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
Pada praktiknya, terdapat kesenjangan antara pengetahuan dengan
peran khusus pengobatan komplementer dan alternatif (termasuk
pengobatan ala nabi di dalamnya). Seperti yang diungkapkan dalam
penelitian, menggunakan wawancara kualitatif dan studi lapangan dengan
ekplorasi mendalam, mengenai pengalaman dan praktik lokal di
masyarakat dan mengenai keamanan dan efek samping pengobatan masih
sedikit (Fischer et al, 2014). Oleh sebab itu, perawat, sebagai advokat dan
peneliti, mempunyai peluang dalam melakukan penelitian terkait
5
5
pengobatan ini karena pada dasarnya terapi komplementer dalam
keperawatan telah didukung oleh Teori Leininger.
Dalam teorinya, Leininger menjelaskan bahwa dalam memberikan
asuhan keperawatan, perawat perlu memperhitungkan tradisi dan budaya
pasien ke dalam rencana keperawatan. Selanjutnya, dengan
menggabungkan pendekatan keperawatan dan pengobatan komplementer
dan alternatif maka akan tercipta perawatan yang dapat memenuhi
kebutuhan budaya dan kepercayaan pasien.
Di Amerika, contohnya, pengobatan komplementer dimasukkan
sebagai pelayanan praktik keperawatan holistik. The American Holistic
Nurses Association mempertahankan standard of holistic nursing practice
salah satunya pelayanan kesehatan tambahan non-medis yg dilakukan
bersamaan dengan terapi medis (Potter & Perry, 2010).Perawat-perawat di
Amerika diperbolehkan untuk melakukan terapi komplementer sebagai
pendamping terapi medis. Untuk terapi yang memerlukan keahlian khusus
seperti akupuntur, akupressur, dan terapi naturopati diperbolehkan
dilakukan oleh perawat yang telah mengikuti kursus keahlian ini dan
bersertifikat.
Sayangnya di Indonesia, perawat dibatasi ruang geraknya dalam
melakukan tindakan ini. Seperti yang terlihat pada Peraturan Pemerintah
No. 103 Tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan Tradisional di Pasal 30
menjelaskan bahwa pelayanan kesehatan tradisional empiris (bagian dari
terapi komplementer dan alternatif) dilakukan oleh penyehat tradisional
yang merupakan tenaga yang ilmu dan keterampilannya diperoleh melalui
6
6
turun-temurun atau pendidikan non-formal dan jika merupakan tenaga
kesehatan maka dia harus melepaskan profesi sebagai tenaga kesehatan.
Selanjutnya, dalam Pasal 39 menyatakan bahwa penyehat
tradisional harus memiliki STPT yang berlaku bagi 1 orang dalam jangka
waktu 2 tahun dan hanya diberikan kepada penyehat tradisional yang tidak
melakukan intervensi tubuh yang bersifat invasif (KemenkomPMK RI,
2014). Peraturan Pemerintah ini sangat tidak mendukung perawat untuk
melakukan praktik mandiri. Pertama, perawat harus meninggalkan profesi
perawatnya jika ingin membuka praktik mandiri. Kedua, perawat dan
penyehat tradisional tidak diperbolehkan menggunakan seluruh terapi
komplementer dan alternatif bersifat invasif.
B. Rumusan Masalah
Tren penggunaan terapi komplementer dan alternatif semakin
meningkat di seluruh dunia. Fenomena ini dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor, yaitu (1) persepsi individu tentang kondisi kesehatannya
(kronis atau akut), (2) pilihan terapi konvensional yang memiliki
keterbatasan, (3) kondisi kesulitan keuangan, dan (4) faktor sosial, budaya,
dan agama. Sayangnya peningkatan angka penggunaan ini tidak dibarengi
dengan pengetahuan mengenai evidence-based practice, efektivitas, efek
samping, dan keamanan terapi ini. Hal ini terbukti dengan masih
terbatasnya penelitian seputar pengobatan komplementer dan alternatif.
Sebagai seorang peneliti dan advokat bagi pasien, perawat dapat
mengeksporasi alasan yang diduga dapat memengaruhi timbulnya
fenomena ini di masyarakat.
7
7
C. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengeksplorasi alasan masyarakat urban
dalam memilih menggunakan pengobatan ala nabi di tiga wilayah yaitu
Jakarta, Tangerang Selatan, dan Depok.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Ilmiah
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi dan data dasar
mengenai alasan dan faktor-faktor yang mempengaruhi
perilaku masyarakat urban dalam menggunakan pengobatan ala
nabi (Thibbun nabawi)
Hasil penelitian ini dapat menjadi dasar dalam
mengembangkan keilmuan dibidang pengobatan terintegrasi
dan alternatif
Hasil penelitian ini dapat dijadikan evidence based
keperawatan mengenai alasan masyarakat urban memilih
metode pengobatan ala nabi (thibbun nabawi)
2. Manfaat Praktis
a. Institusi Pendidikan Keperawatan
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai literatur untuk
menambah wawasan pendidik dan peserta didik serta menjadi
data dasar dalam peningkatan ilmu keperawatan dalam
mengkaji, mengidentifikasi, dan mengeksplorasi alasan
masyarakat urban memilih metode pengobatan ala nabi
(thibbun nabawi)
8
8
b. Masyarakat
Hasil penelitian ini dapat memberikan informasi pada
masyarakat, khususnya masyarakat urban, mengenai alasan
utama dan alasan penguat dalam menggunakan metode
pengobatan ala nabi (thibbun nabawi), manfaat metode
pengobatan ini dibandingkan metode pengobatan lain, dan
pengalaman selama menggunakan metode pengobatan ini.
c. Pelayanan Kesehatan
Hasil penelitian ini dapat membantu tenaga kesehatan,
khususnya perawat dalam menilai tingkat kebutuhan terhadap
pengintegrasian pengobatan ala nabi (thibbun nabawi, TN),
membantu dalam memberikan opsi dan pilihan pengobatan TN
yang sesuai untuk kebutuhan masyarakat, membantu menjadi
dasar dalam penentuan kebijakan terkait pengobatan ala nabi
(Thibbun nabawi) dan pengintegrasiannya dengan pengobatan
konvensional.
E. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang dilakukan adalah survei alasan masyarakat urban memilih
menggunakan pengobatan ala nabi (thibbun nabawi). Metode penelitian
yang digunakan adalah kualitatif dengan menggunakan desain deskriptif.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan wawancara mendalan
(in-depth interview) tentang alasan masyarakat urban memilih pengobatan
ala nabi (thibbun nabawi) di wilayah Jakarta, Tangerang Selatan, dan
Depok.
9
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Konsep Metode Pengobatan Nabi Muhammad SAW (thibbun nabawi)
Berikut adalah beberapa pembahasan penting yang berkaitan dengan
petunjuk Rasulullah dalam pengobatan yang beliau gunakan dan beliau
rekomendasikan untuk digunakan oleh orang lain.
1. Klasifikasi Penyakit
Klasifikasi ini mengandung hikmah ilahi dan kemukjizatan yang
dicapai oleh kalangan medis dipertengahan abad ke delapan belas.
Penyakit ada dua macam, yaitu penyakit fisik dan penyakit non-
fisik (hati). Kedua penyakit ini disebutkan dalam Al-Qur‘an.
a. Penyakit fisik
Pada diri manusia terdapat unsur tanah, unsur udara, dan
unsur air. Tubuh manusia juga mengandung unsur api tetapi
bukan bersifat materi melainkan berupa reaksi. Api
merupakan salah satu dari empat unsur sixtosit (unsur
substansial) pada tubuh. Penyakit fisik adalah penyakit
yang disebabkan oleh kelebihan materi dari dalam tubuh
sehingga mengganggu fungsi-fungsi normal tubuh sehari-
hari. Kondisi kelebihan unsur ini menyebabkan salah satu
organ tubuh tidak berfungsi dengan baik atau bahkan
kehilangan fungsinya secara total. Selain itu kondisi ini
juga memudahkan masuknya berbagai jenis mikroba ke
10
10
dalam tubuh seseorang sehingga merusak salah satu organ
tubuh.
Penyebab tubuh mengalami kelebihan materi adalah
mengonsumsi makanan lain sebelum makanan dalam tubuh
tercerna dengan sempurna, mengonsumsi makanan secara
berlebihan dari kebutuhan tubuh sendiri, mengonsumsi
makanan yang kurang berguna, mengonsumsi makanan
yang sulit dicerna, atau banyak mengonsumsi berbagai jenis
makanan. Nabi SAW mengajarkan seseorang cukup
mengonsumsi beberapa suap makanan yang dapat
menegakkan tulang punggungnya sehingga staminanya
tidak melorot dan tubuh tidak menjadi lemah. Perut yang
penuh dengan makanan akan menyebabkan minuman sulit
masuk. Selanjutnya jika dipaksakan untuk dipenuhi lagi
dengan minuman, maka seseorang akan kesulitan bernapas.
Selanjutnya seseorang akan mudah capek dan terkena
penyakit. Akibatnya kualitas ibadah seseorang akan
berkurang, bahkan terdorong untuk melakukan kegiatan
maksiat dan akhirnya berhubungan dengan penyakit non-
fisik (hati). Oleh sebab itu, perut yang dipenuhi oleh
makanan dapat membahayakan hati dan tubuh jika hal ini
terjadi terus-menerus.
Selanjutnya penyakit fisik dibagi lagi menjadi dua,
yaitu penyakit secara fisik dan penyakit kondiktif.
11
11
Keduanya terjadi karena unsur materi yang masuk ke dalam
tubuh atau kejadian tertentu. Perbedaan antara keduanya
adalah (1) penyakit kondiktif terjadi setelah materi
berbahaya dalam tubuh sudah berhasi disingkirkan
sehingga secara fisik sudah tidak ada lagi tetapi
pengaruhnya terhadap metabolisme masih ada dan (2)
penyakit fisik terjadi saat materi berbahaya masih
mengendap di dalam tubuh.
Bentuk penyakit kondiktif adalah ketika salah satu
organ tubuh mengalami ketidakstabilan, seperti berubah
bentuknya, atau kelainan dalam rongganya, kelainan
pembuluh darahnya, kulitnya menjadi kasar, iritasi,
berkurangnya jumlah sel, kelainan tulang atau pergeseran
letak. Jika seluruh organ tubuh terletak pada posisinya
secara benar dalam tubuh, maka posisi tersebut berada pada
posisi wajar. Sedangkan, ketika letaknya berubah, maka hal
ini disebut kelainan posisi.
Berbeda dengan penyakit kondiktif, penyakit-
penyakit fisik menyebabkan kelainan sistem metabolisme
tubuh sehingga tidak stabil. Kelainan sistem metabolisme
inilah yang disebut penyakit, setelah betul-betul bisa
menimbulkan bahaya fisik. Aplikasi dari kelainan system
metabolisme ada delapan, yaitu (1) kondisi sederhana
(simpel), yaitu dingin, panas, lembab, dan kering dan (2)
12
12
kondisi komplikasinya, yaitu panas dan lembab, panas dan
kering, dingin dan lembab, dan dingin dan kering. Hal ini
dapat terjadi karena ada unsur materi yang mengendap
dalam tubuh atau bisa juga karena hal lain.
Tubuh dikatakan sakit apabila tubuh keluar dari
kondisi normalnya. Hal yang menyebabkan tubuh keluar
dari kondisi normal bisa berasal dari dalam tubuh –
contohnya karena kondisi tubuh yang panas atau dingin,
atau lembab atau kering, dan bisa juga karena faktor diluar
tubuh –contohnya karena suhu yang diterima tubuh
terkadang bisa cocok terkadang tidak cocok.
Bahaya yang mengancam kesehatan tubuh
terkadang berasal dari kelainan dalam sistem metabolisme
tubuh, seperti ketidakstabilan metabolisme. Akan tetapi,
dapat juga berasal dari kerusakan pada salah satu organ
tubuh. Dan terakhir, dapat berasal dari kelemahn daya tahan
atau energi tubuh. Seluruhnya menyebabkan
(1)peningkatan kestabilan tubuh ketika tubuh tidak
membutuhkan peningkatan kestabilan, atau (2)pengurangan
kestabilan tubuh ketika tubuh tidak perlu dikurangi
kestabilannya, atau (3)perekatan organ-organ tubuh yang
tidak perlu direkatkan, atau (4)pergeseran organ tubuh yang
tidak perlu digeser, atau (5)ekspansi sistem metabolisme
pada tubuh yang tidak membutuhkan ekspansi
13
13
metabolisme, atau (6)perubahan letak atau bentuk organ
tubuh yang tidak perlu diubah, sehingga menyebabkan
tubuh menjadi tidak stabil(Al-Jauziyah, 2004).
b. Penyakit non-Fisik (hati)
Penyakit jiwa sebenarnya merupakan akumulasi berbagai
penyakit yang dirasakan oleh pasien. Akan tetapi, ketika
dilakukan diagnosa dan tes laboratorium serta tes
pendukung lainnya tidak ditemukan adanya penyakit dalam
tubuhnya. Semua gejala yang dirasakan pasien berasal dari
berbagai pengaruh luar dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya rasa khawatir, perasaan bimbang, utang, kurang
terpenuhinya kebutuhan seksual, terlalu banyak berpikir,
dan lainnya. Sebagaimana disebutkan oleh Raulullah Saw,
penyakit hati diklasifikasikan menjadi (1) penyakit syubhat
yang disertai keragu-raguan dan (2) penyakit syahwat yang
disertai kesesatan. Kedua penyakit ini disebutkan dalam Al-
Qur‘an:
Artinya: ― Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah
Allah penyakitnya.‖ (Al-Baqarah: 10). (al-Jauziyah, 2004)
14
14
2. Prinsip-prinsip Thibbun Nabawi
a. Pengobatan Diri Sendiri (self-cure dan self-care)
Rasulullah SAW melakukan pengobatan untuk diri
sendiri dan memerintahkan orang lain yang terkena
penyakit, baik keluarga atau para sahabatnya untuk
melakukan pengobatan sendiri. Pengobatan yang digunakan
oleh beliau dan sahabatnya adalah obat-obatan berupa
makanan sehat dan tidak memiliki kebiasaan menggunakan
obat-obatan kimia yang disebut Eqrobadjin. Penggunaan
obat-obatan berupa makanan sehat lazim digunakan oleh
etnis di beberapa negara, seperti Arab, Turki, atau kalangan
kaum Badui, dan yang lainnya. Di India juga lebih banyak
mengggunakan obat-obatan berupa makanan sehat
(homopetik atau non-kimiawi). Sementara bangsa Romawi
dan Yunani lebih sering menggunankan obat-obatan kimia.
Selain penggunaan makanan sehat sebagai
pengobatan untuk diri sendiri, Rasulullah juga mengajarkan
(1)pengobatan penyakit hati dan penyakit ruhani,
(2)memperkuat ketahanan jiwa, (3)rasa bersandar dan
tawakal kepeda Allah SWT, (4)berpulang kepada hukum-
Nya, (5) tunduk dan pasrah di hadapan-Nya,
(6)merendahkan diri di hadapan-Nya, (7)selalu bersedekah,
(8) berdoa, (9)bertaubat, (10) berbuat baik kepada sesama,
(11)menolong orang yang susah, (12)menghilangkan
15
15
kesulitan orang lain, dan sebagainya. Hal-hal ini akan
menyebabkan hati terikat dengan Allah SWT, Pencipta dari
segala obat dan penyakit, pengatur yang mengurus segala
sesuatu sesuai kehendak-Nya sendiri. Hati yang terikat ini
akan memiliki berbagai macam obat yang tidak dimiliki
hati yang jauh dan berpaling dari Allah SWT. Ketika ruhani
kuat, maka tabiat dan jiwa manusianya juga menjadi kuat.
Tabiat dan jiwa seseorang akan saling mendukung dalam
mengusir dan mengatasi penyakit. Kekuatan yang ada pada
dirinya dapat menghilangkan rasa sakit secara menyeluruh.
Oleh sebab itu, Kedua macam pengobatan ala nabi
memegang prinsip ini karena faktor kesembuhan
bermacam-macam (al-Jauziyah, 2004).
b.Prinsip setiap penyakit ada obatnya
Dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim dari ‗Atha,
dari Abu Hurairah RA, bahwa ia berkata: Rasulullah SAW
bersabda:
نزل له شفاءا. منداء, إالهأ نزالله
ماأ
“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan
Dia menurunkan obatnya‖.
Sementara dalam Musnad Imam Ahmad disebutkan
hadist dari Ziyad bin Ilaqah, dari Usamah bin Syuraik
diriwayatkan bahwa ia menceritakan, ―suatu saat aku
sedang berada bersama Rasulullah SAW, tiba-tiba
16
16
datanglah beberapa lelaki badui. Mereka bertanya, ―wahai
Rasulullah apakah kami boleh berobat?‖ Beliau menjawab,
―Betul hai para hamba Allah berobatlah! Karena setiap kali
Allah menciptakan penyakit, pasti Allah juga menciptakan
obatnya, kecuali satu penyakit saja.‖ Mereka bertanya,
―penyakit apa itu wahai Rasulullah?‖ Beliau menjawab,
―lanjut usia.‖
Hadist-hadist diatas mengandung pengabsahan
terhadap ungkapan, ―setiap penyakit pasti ada obatnya‖,
artinya bersifat umum sehingga termasuk di dalamnya
penyakit-penyakit mematikan yang tidak bisa disembuhkan
oleh dokter karena belum ditemukan obatnya. Allah SWT
telah menurunkan obat untuk penyakit-penyakit tersebut,
tetapi manusia belum dapat menemukan ilmu obat penyakit
tersebut, atau Allah SWT belum memberikan petunjuk
kepada manusia untuk menemukan obat penyakit tersebut.
Oleh sebab itu, kesembuhan terhadap penyakit dikaitkan
oleh Rasulullah dengan proses ‗kesesuaian‘ obat dengan
penyakit yang diobati. Dalam hal ini terdapat arti tidak
hanya eksistensi obat untuk setiap penyakit, tetapi juga cara
pemberian dan dosis yang harus tepat.
Prinsip inilah yang dipegang dalam pengobatan ala
nabi, sehingga memberikan penguatan jiwa kepada orang
yang sakit dan juga dokter, tenaga medis, atau terapis yang
17
17
mengobatinya. Selain itu prinsip ini mengandung anjuran
untuk mencari obat dan menyelidikinya. Pasien yang
merasa yakin akan adanya obat terhadap penyakitnya akan
merasa memiliki harapan dan rasa putus asa juga akan
hilang. Ketika jiwa seseorang menjadi semakin kuat,
insting seseorang akan meningkat. Selanjutnya timbullah
semangat alamiah dalam tubuhnya. Semangat ini akan
meningkatkan stamina untuk mendukung tubuhnya
sehingga mampu mengatasi kondisi sakitnya, bahkan
menangkal penyakit. Demikian juga bagi terapis, dokter,
dan tenaga medis lainnya, ketika sudah meyakini adanya
obat bagi semua penyakit, mereka akan terus mencari obat
dari suatu penyakit dan terus melakukan penelitian (Al-
Jauziyah, 2004).
3. Jenis-jenis Pengobatan Nabi
Terdapat tiga metodologi pengobatan Nabi, yaitu (1)dengan
menggunakan obat-obatan alamiah, (2)dengan menggunakan obat-
obatan ilahiyah, dan (3)kombinasi dari kedua pengobatan tersebut.
Contoh pengobatan dengan menggunakan obat-obatan alamiah
adalah terapi dengan meminum madu, hijamah (bekam), kayy
(pengobatan dengan besi panas), gurah, jintan hitam, dan lainnya.
Sedangkan, pengobatan dengan menggunakan obat-obatan ilahiyah
contohnya adalah ruqyah, penggunaan wewangian atau parfum
untuk kesehatan jiwa, dan lainnya.
18
18
Rasulullah SAW hanya diutus oleh Allah untuk memberi
petunjuk, mengajak ke jalan Allah dan menuju surga-Nya.
Sementara pengobatan jasmani itu merupakan penyempurnaan dari
ajaran syariat, sehingga bukan merupakan sasaran sesungguhnya.
Pengobatan dilakukan jika dibutuhkan saja. Jika pengobatan bisa
dilakukan dengan mengarahkan obsesi dan energi tubuh untuk
memberikan terapi hati dan terapi psikologi, menjaga kesehatan
hati serta menyingkirkan penyakit yang menyelimutinya dan juga
menjaga hati dari hal-hal yang membahayakannya, maka itulah
yang menjadi sasaran utama, itulah yang menjadi sasaran dari
ajaran syariat(al-Jauziyah, 2004).
B. Konsep Perilaku Kesehatan
1. Definisi Perilaku Kesehatan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), perilaku adalah
tanggapan atau reaksi individu terhadap rangsangan atau lingkungan
(Pusat Bahasa Kemendikbud, 2008). Notoatmodjo dalam Sunaryo (2004)
mendefinisikan perilaku sebagai suatu aksi-reaksi organisme terhadap
lingkungannya.Perilaku baru terjadi apabila ada sesuatu yang diperlukan
untuk menimbulkan reaksi.Jadi dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah
tindakan seseorang terhadap rangsangan.
Perilaku kesehatan sendiri menurut Notoatmodjo dalam Sudarma
(2008) adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus atau objek yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit. Selanjutnya, perilaku kesehatan
dikaitkan dengan (1) perilaku pencegahan, penyembuhan penyakit, serta
19
19
pemulihan dari penyakit, (2) perilaku peningkatan kesehatan, dan (3)
perilaku gizi (makanan dan minuman).Sedangkan perilaku kesehatan
menurut Skinner dalam Fitriani (2011) adalah respon seseorang
(organisme) terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat dan
penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan minuman, serta
lingkungan.
2. Teori Perilaku Kesehatan
a. Teori Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behavior, HSB)
Menurut Dean (1968), ketika seseorang merasakan gejala
yang mengganggu kesehatannya maka beberapa kemungkinan
tindakan yang akan dilakukan oleh orang tersebut adalah (1) tidak
melakukan upaya apapun, (2)melakukan upaya penyembuhan
sendiri tanpa penggunaan obat-obatan, (3) melakukan upaya
pengobatan sendiri dengan menggunakan obat-obatan baik modern
(konvensional) maupun tradisional (herbal), (4)mengupayakan
penyembuhan dengan melakukan rujukan atau berkonsultasi
dengan pihak lain. Menurut WHO (1998) dan Dean (1968), dalam
Widayati (2012) perilaku pertama dapat terjadi dalam bentuk
pembiaran terhadap gejala yang dialami atau penundaan dalam
pencarian pengobatan. Sedangkan perilaku kedua dan ketiga
dikategorikan sebagai perilaku pengobatan atau perawatan sendiri
(self-care), yaitu penyembuhan dengan inisiatif pribadi dan untuk
diri mereka sendiri tanpa melibatkan orang lain sebagai sumber
rujukan atau konsultasi. Dan terakhir, perilaku keempat merupakan
20
20
upaya untuk mencari rujukan dari sumber lain, yang dapat berupa
tenaga kesehatan profesional ataupun non-profesional, dan di
berbagai tempat, yaitu di pusat-pusat pelayanan kesehatan
konvensional/ formal (seperti klinik praktik tenaga kesehatan,
puskesmas, dan rumah sakit) ataupun pusat pelayanan lain (balai /
klinik pengobatan komplementer dan alternatif).
Perilaku-perilaku diatas dipengaruhi oleh beberapa hal,
WHO (2004), membaginya menjadi faktor yang berpengaruh bagi
beberapa tingkatan, yaitu (1) dalam tingkat rumah tangga, cara
pengobatan yang digunakan dipengaruhi oleh kepercayaan individu
terhadap hal ini, dan dapat dibentuk oleh masing-masing anggota
keluarga inti atau keluarga besar; (2) dalam tingkat komunitas,
orang-orang berdiskusi tentang terapi, membentuk dan menguatkan
budaya pengobatan yang sudah ada, dan mereka tergantung pada
obat dari sumber lokal (di daerah/wilayah tersebut); (3) dalam
tingkat institusi kesehatan, fasilitas kesehatan, termasuk pusat
kesehatan dan rumah sakit di sektor pemerintah maupun swasta,
mempengaruhi penggunaan pengobatan oleh konsumen; (4) dalam
tingkat nasional, di hampir semua negara ekonomi berkembang
dan transisi, pengobatan menunjukkan pembelanjaan kesehatan
pemerintah terbesar kedua setelah biaya pribadi. Konsumen
pengguna pengobatan dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah
terhadap penyediaan pengobatan esensial melalui sumber
kesehatan masyarakat dan oleh regulasi penyediaan barang dan
21
21
promosi pengobatan oleh sektor swasta; (5) dalam tingkat
internasional.
b. Theory of Planned Behavior (TPB)
Ajzen dan Fishbein (1980) mengembangkan teori tindakan
berdasarkan alasan (theory of reasoned-actions), yang selanjutnya
dimodifikasi menjadi teori perilaku yang direncanakan (theory of
planned behavior, TPB), yang merupakan gambaran matematis
hubungan antara kepercayaan (pendapat yang diungkapkan dengan
kata-kata), sikap (pertimbangan bahwa sebuah perilaku baik atau
buruk dan bahwa seseorang menyukai atau menentang
dilaksanakannya perilaku tersebut), dan intensi (keinginan) dalam
memutuskan sebuah tindakan (Gorin & Arnold, 2006). Perilaku
manusia dikendalikan oleh tiga jenis pemikiran, yaitu kepercayaan
tentang konsekuensi yang mungkin terjadi disebabkan oleh sebuah
perilaku (behavioral belief), kepercayaan tentang harapan normatif
terhadap orang lain (normative belief), dan kepercayaan tentang
adanya faktor yang dapat memudahkan atau menghalangi
terjadinya perilaku (control belief). Dalam masing-masing
agregatnya, behavioral belief menghasilkan sikap yang
menguntungkan atau tidak menguntungkan terhadap perilaku
(attitude toward behavior); kepercayaan normatif menimbulkan
persepsi tentang tekanan sosial atau norma subjektif (subjective
norm); dan kontrol terhadap kepercayaan (control belief)
membangkitkan perceived behavioral control.
22
22
Dalam kombinasinya, sikap terhadap perilaku (attitude
toward behavior), norma subjektif, dan persepsi tentang kontrol
perilaku (perceived behavioral control) mengarahkan ke formasi
dari intensi (keinginan) suatu perilaku. Teori ini memiliki sebuah
aturan umum, yaitu semakin menguntungkan sikap dan norma
subjektif dan semakin besar perceived control, maka seharusnya
semakin kuat intense seseorang untuk melakukan sebuah perilaku
yang dibicarakan. Terakhir, dengan memberikan tingkat actual
control yang cukup pada perilaku, individu diharapkan untuk
melaksanakan intensi mereka ketika sebuah kesempatan muncul
(Ajzen, 2006).
Teori ini mempostulatkan (mendalilkan) bahwa semua perilaku
yang dikehendaki dapat diprediksi dari kepercayaan, sikap, dan intensi;
oleh karena itu usaha untuk merubah perilaku harus diarahkan pada sistem
kepercayaan individu. Menurut Azjen dan Fishbein (1980), dengan
mengubah kepercayaan yang mendasari sikap atau norma, perubahan
dalam intensi (niat) perilaku, berikutnya dalam berprilaku, juga dapat
terimbas. Selanjutnya menurut Azjen (2002) berdasarkan dari teori
perilaku yang direncanakan, kontrol perilaku yang dipersepsikan, bahkan
ketika tidak secara khusus realistis, dapat mempengaruhi perilaku secara
tidak langsung oleh pengaruhnya pada intensi (Gorin & Arnold, 2006).
Perubahan Perilaku dalam Teori Perilaku yang Direncanakan
Sesuai dengan teori perilaku yang direncanakan, pertama,
penyedia layanan kesehatan mengidentifikasi dan mengukur
23
23
perilaku untuk dirubah.Segera setelah perilaku ditetapkan,
penyedia layanan kesehatan dapat menentukan determinan-
determinan (faktor-faktor yang menentukan.Intensi (niat)
seseorang untuk melaksanakan (atau tidak melaksanakan) sebuah
perilaku adalah sebuah determinan terdekat dari sebuah tindakan.
Kedua, intensi seseorang adalah fungsi dari dua determinan lain:
(1) sikap seseorang terhadap perilaku tersebut dan (2) norma
subjektif seseorang, atau persepsi tekanan social untuk
melaksanakan atau tidak melaksanakan sebuah perilaku yang
dipertanyakan. Individu akan berniat untuk melaksanakan sebuah
perilaku ketika mereka mengevaluasi ini secara positif dan ketika
mereka percaya bahwa orang lain yang penting bagi mereka
berpikir bahwa mereka harus melaksanakan ini. Pengaruh relatif
dari faktor-faktor sikap dan normatif mungkin bervariasi dari satu
orang dengan orang lain, hingga seseorang mungkin lebih banyak
pengaruh pengaruh dari sikap; lainnya dari pengaruh normatif.
Selanjutnya, sikap adalah fungsi dari perilaku dan
kepercayaan normatif, persepsi konsekuensi dari perilaku, dan
evaluasi seseorang terkait hal ini.Faktor sosial atau normatif terdiri
dari opini-opini dari rujukan penting individu atau kelompok
(seperti orang tua atau rekan-rekan).Motivasi seseorang untuk
tunduk pada opini-opini ini mewakili arti dari konsekuensi untuk
kepatuhan (atau tidak).
24
24
Kekhususan dari intensi-intensi disoroti dalam teori ini.
Sebuah tindakan selalu dilaksanakan dengan patuh untuk target
yang telah disepakati, keadaan tertentu, dan waktu yang disepakati.
Teori tersebut juga memperhitungkan variabel lain (contohnya,
akses seseorang untuk memilih dan melakukan pengobatan
komplementer dan alternatif) karena mempengaruhi kepercayaan
atau kepentingan relatif seseorang terikat dengan pertimbangan
sikap dan normatif.Akhirnya, individu mengatur hubungan antara
intensi untuk bertindak dan perilaku. Contoh terbaik, jika
seseorang mempertahankan perilaku pemilihan pengobatan
komplementer dan alternatif didukung oleh seluruh anggota
keluarga dan norma komunitas mendukung penggunaan
pengobatan komplementer dan alternatif, dan berniat untuk
menggunakannya, pada akhirnya dia akan menggunakannya
(Gorin, 2014).
Bagan 2.2
25
25
3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Kesehatan
Beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku penggunaan
pengobatan yang dilakukan oleh individu dikelompokkan menjadi
beberapa lingkungan yang yang membentuknya(WHO, 2004), yaitu:
Tingkat rumah tangga
Dalam tingkatan ini kepercayaan individu berpengaruh
terhadap cara pengobatan yang digunakan dan dapat
dibentuk oleh masing-masing anggota keluarga. Berikut
adalah beberapa faktor penting yang memengaruhinya:
a) Persepsi akan kebutuhan pengobatan, seseorang
akan kehilangan kepercayaannya terhadap
kemampuan tubuh mereka untuk melawan penyakit
tanpa bantuan pengobatan. Penelitian menunjukkan
bahwa orang-orang menggunakan obat sesegera
mungkin tepat setelah onset muncul untuk mencegah
penyakitnya bertambah buruk. Bahkan penjualan obat
cenderung meningkat pada produk-produk tertentu
seperti vitamin. Alasan orang-orang menggunakan
vitamin karena mereka berpikir vitamin akan
mencegah penyakit.
b) Pemikiran tentang kemanjuran dan keamanan,
penelitian antropologi membeberkan bahwa orang-
orang percaya bahwa keamanan and kemanjuran obat
ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu:
26
26
1. Warna dan bentuk obat. Contohnya dalam
penelitian yang dilakukan oleh Bledoe dan
Goubaud (1985) di Sierra Leonne, obat yang
berwarna merah diyakini akan baik untuk
darah.
2. Cara obat diberikan. Birungi (1994)
memaparkan dalam penelitiannya bahwa di
Uganda mereka mempercayai bahwa obat
yang disuntikkan ke dalam peredaran darah
akan sulit dikeluarkan dengan cepat
dibanding obat yang diberikan per oral yang
dianggap lebih cepat dikeluarkan karena
melalui saluran pencernaan dan dikeluarkan
melalui defekasi.
3. Apakah pengobatan ini efektif sebelumnya.
Jika pengobatan ini efektif, maka mereka
akan lebih suka menggunakannya lagi.
4. Pengobatan terbaru. Pengobatan terbaru
diyakini lebih efektif.
5. Pilihan seseorang terhadap pengobatan
biasanya disebabkan oleh hubungannya
dengan penyakit dan perepsi tentang
keparahannya.
27
27
c) Ketidakpastian hasil dari politerapi. Orang sering
ragu tentang penyebab gangguan seperti juga dengan
pengobatannya. Sebagai hasil, mereka cenderung
menggunakan beberapa pengobatan pada waktu
bersamaan, seringkali menggabungkan pengobatan
modern dan tradisional.
d) Peran konsumsi obat. Penggunaan obat tidak hanya
disebabkan oleh peminkiran seseorang tentang obat
tetapi juga peran yang dimainkan seseorang dalam
keluarga selama proses pembelian, peresepan, dan
penentuan tentang penggunaan pengobatan
e) Biaya pengobatan. Biaya adalah faktor terbesar
yang membentuk faktor penggunaan pengobatan di
tingkat keluarga di negara berkembang dan diantara
pasien-pasien di negara industri yang tidak terlindungi
oleh asuransi.
f) Tingkat kecakapan menulis dan membaca konsumer.
Kecakapan bahasa menentukan sejauh mana
seseorang dapat mengakses informasi tertulis sebuah
pengobatan.
Tingkat komunitas
Penelitian terkait penggunaan obat sering menemukan
secara jelas, budaya penggunaan obat lokal di komunitas.
Pengaturan pengobatan yang secara ruting digunakan untuk
28
28
mengobati masalah kesehatan yang paling sering terjadi.
Orang-orang mengetahui pengobatan apa yang mereka
butuhkan untuk masalahnya dan mendapatkannya di apotek
lokal, warung, atau minimarket.
a) Budaya penggunaan pengobatan
b) Sistem penyediaan obat
c) Sumber informasi
Selanjutnya, menurut teori perilaku yang direncanakan (theory of
planned behavior) perilaku manusia dikendalikan oleh:
1. Behavioral Belief
Behavioral belief (BB) menghubungkan perilaku yang diteliti
(menarik) dengan hasil yang diharapkan. BB adalah kemungkinan
subjektif bahwa perilaku akan menciptakan hasil yang disepakati,
dalam hal ini pemilihan penggunaan Pengobatan komplementer
dan alternatif (PKA). Seseoran dapat berpegang pada banyak BB
dan menghargai semua perilaku, hanya sedikit yang dapat
menerima pada waktu yang ditetapkan. Hal ini diasumsikan bahwa
keyakinan yang diterima, digabungkan dengan nilai subjektif dari
hasil yang diharapkan, menentukan sikap terhadap perilaku yang
berlaku. Secara khusus, evaluasi masing-masing hasil berperan
pada sikap, dalam proporsi yang terarah, terhadap kemungkinan
subjektif seseorang berperilaku sesuai hasil yang dibahas.
2. Attitude toward behavior
29
29
Attitude toward behavior (ATB) adalah tingkat pelaksanaan
perilaku dinilai secara positif atau negatif. Sesuai dengan harapan-
model nilai, sikap terhadap perilaku ditentukan oleh sejumlah
perangkat BB yang dapat diterima, menghubungkan perilaku
dengan berbagai hasil dan ciri/ sifat lain. Secara khusus, kekuatan
dari masing-masing keyakinan (belief, B) dipengaruhi oleh
evaluasi (E) hasil atau sifat, dan produk dijumlahkan, seperti yang
terlihat pada persamaan berikut:
∑
3. Normative belief
Normative belief (NB) merujuk pada persepsi tentang ekspektasi
yang diyakini seperti referensi penting individu atau kelompok
seperti pasangan, keluarga, teman dan – tergantung pada populasi
perilaku yang diteliti – guru, dokter, supervisor, dan rekan kerja.
Hal ini diasumsikan bahwa kepercayaan/ keyakinan normatif ini,
digabungkan dengan motivasi seseorang untuk patuh dengan
referensi berbeda, menentukan norma subjektif (subjective norms,
SN) yang berlaku. Secara khusus, motivasi untuk patuh kepada
masing-masing referensi (sumber rujukan) berkontribusi pada SN
dalam proporsi langsung terhadap kemungkinan subjektif
seseorang bahwa sumber rujukan berpikir orang tersebut
seharusnya melakukan perilaku yang dibahas.
4. Subjective norm
30
30
Subjective norm (SN) adalah persepsi tentang tekanan sosial untuk
terikat atau tidak terikat pada perilaku. Penggambaran analogi
tentang sikap yang diharapkan dari teladan/ contoh yang berarti,
hal ini diasumsikan bahwa SN ditentukan oleh sejumlah perangkat
keyakinan normatif (normative belief, NB) yang dapat diterima
mengenai ekspektasi (harapan) referensi penting. Secara khusus,
kekuatan masing-masing keyakinan normatif (n) dipengaruhi oleh
motivasi untuk patuh (m) kepada referensi (sumber rujukan) yang
dibahas, dan produk yang dijumlah, seperti pada persamaan
berikut:
∑
5. Control belief
Control belief (CB) berkenaan dengan persepsi kehadiran faktor-
faktor yang dapat memfasilitasi atau menghambat dilakukannya
sebuah perilaku. Hal ini diasumsikan bahwa CB ini, dengan
digabungkan dengan persepsikekuatan masing-masing faktor,
menentukan Perceived Behavioral Control (PBC) yang berlaku.
Secara khusus, persepsi kekuatan masing-masing control untuk
memfasilitasi atau menghambat dilakukannya perilaku
berkontribusi pada PBC dengan proporsi langsung terhadap
kemungkinan subjektif seseorang sehingga control factor (faktor
yang mengontrol ) muncul.
6. Perceived behavioral control
31
31
Perceived behavioral control (PBC) merujuk pada persepsi
seseorang terhadap kemampuannya untuk melakukan perilaku
yang disepakati. Penggambaran analogi tentang sikap yang
diharapkan dari teladan/ contoh yang berarti, hal ini diasumsikan
bahwa PBC ditentukan oleh sejumlah perangkat CB (control
belief) yang diterima, misalnya keyakinan tentang kehadiran
faktor-faktor yang dapat memfasilitasi atau menghambat
dilakukannya perilaku. Secara khusus, kekuatan masing-masing
control belief (c) dipengaruhi oleh kekuatan yang dipersepsikan (p)
dari faktor yang dikontrol (control factor), dan produk yang
dijumlah, seperti terlihat dalam persamaan berikut. PBC dapat,
bersama dengan intensi, digunakan untuk mamprediksi perilaku.
∑
7. Intension
Intensi adalah indikasi kesiapan seseorang untuk melakukan
perilaku yang diberikan, dan hal ini dianggap menjadi anteceden
(pendahuluan) langsung sebuah perilaku. Intensi didasarkan pada
attitude toward behavior (ATB), subjective norm (SN), dan
perceived behavioral control (PBC), dengan masing-masing
predictor dipengaruh untuk kepentingannya dalam hubungan
dengan perilaku dan populasi yang menarik.
8. Actual Behavioral Control
Actual behavioral control (ABC) merujuk pada sejauh mana
seseorang memiliki kemampuan, sumber daya, dan prasyarat lain
32
32
yang dibutuhkan untuk melakuakn perilaku yang diberikan.
Kesuksesan dalam melakukan perilaku bergantung tidak hanya
pada intensi yang baik/ menguntungkan tetapi juga pada tingkat
yang cukup dari behavioral control (BC), selama perceived
behavioral control (PBC) akurat, hal ini dapat berfungsi sebagai
wakil dari control yang actual (actual control) dan dapat
digunakan untuk memprediksi perilaku(Ajzen, 2006).
C. Pelayanan Keperawatan Holistik
Model kesehatan holistik mencerminkan terapi medis alternatif dan
komplementer.Keperawatan holistik menghormati serta mengobati jiwa,
tubuh, dan pikiran klien. Perawat menggunakan intervensi keperawatan
holistik seperti terapi relaksasi, terapi musik, sentuhan ringan, dan usaha
pemulihan (doa). Intervensi seperti ini memengaruhi individu secara
keseluruhan (jiwa, tubuh, pikiran) dan merupakan pelengkap yang bersifat
efektif, ekonomis, non-invasif, serta non-farmakologis untuk pelayanan medis.
Menurut B. Dossey et al (2005), Perawat menggunakan intervensi holistik
pada pengobatan standar tambahan, mengganti intervensi yang tidak efektif
atau merusak, dan mempromosikan atau memelihara kesehatan. The American
Holistic Nursing Association (2004) mempertahankan Standard of Holistic
Nursing Practice, yang menetapkan dan mendirikan ruang lingkup praktik
holistic dan menggambarkan tingkat pelayanan yang diharapkan dari seorang
perawat holistik. Terdapat dua tipe terapi medis alternative dan komplementer,
yaitu (1) terapi yang dapat diakses keperawatan dimana seorang perawat dapat
mulai mempelajari dan mempergunakannya dalam pelayanan klien karena
33
33
terapi dan teknik ini bersifat umum dan menggunakan proses alami
(pernapasan, pikiran dan konsentrasi, sentuhan ringan, pergerakan, dan lain-
lain) dan (2) terapi latihan spesifik, seperti pengobatan kiropraktik atau
akupresur, dimana seorang perawat tidak dapat melakukan tanpa pelatihan
tambahan dan/atau sertifikat.
Pendekatan kedokteran terintegrasi konsisten dengan pendekatan holistic yang
dipelajari oleh perawat. Oleh sebab itu, perawat memiliki potensi untuk
menjadi partisipan utama dalam jenis filosofi pelayanan kesehatan
ini.Pemahaman terhadap praktik komplementer dan alternatif dapat digunakan
sebagai rekomendasi yang tepat kepada penyelenggara pelayanan primer
alopatik tentang terapi mana yang bermanfaat bagi klien.Selain itu, perawat
juga bisa memberian nasihat kepada klien tentang kapan waktu yang tepat
untuk mencari pengobatan konvensional atau pengobatan komplementer dan
alternatif.perawat juga harus mematuhi nurse practice act negara bagian -
undang-undang atau peraturan terkait – dengan menghargai terapi
komplementer dan lakukan praktik hanya dalam ruang lingkup hukum
tersebut. Perawat bekerja sangat dekat dengan klien dan berada dalam posisi
mengenali titik pandang budaya dan spiritual klien.Perawat biasanya dapat
menentukan pengobatan komplementer dan alternatif mana yang lebih sesuai
dengan kepercayaan dan menawarkan rekomendasi yang sesuai.Selain itu
perawat juga penting bagi perawat untuk mengetahui penelitian terbaru terkait
pengobatan komplementer dan alternatif untuk memberikan informasi yang
akurat bagi klien dan tenaga kesehatan lain (Potter dan Perry, 2010).
34
34
D. Penelitian Terkait
1. Penelitian,yang dilakukan oleh Eran Ben-Arye et al (2015), mengenai
perbandingan persepsi Pasien Arab di Palestine dan Israel terhadap Peran
Pengobatan Komplementer pada Perawatan Kanker, menemukan bahwa
pada populasi masyarakat Arab yang memiliki budaya dan akar yang sama
tetapi karena berada di kondisi sosioekonomi dan politik yang berbeda
memiliki ketertarikan yang tingggi terhadap pengintegrasian pengobatan
komplementer. Akan tetapi, memiliki perbedaan dalam karakteristik
penggunaan pengobatan komplementer (misalnya, alasan penggunaan,
jenis pengobatan komplementer, dan sikap) dan harapan terhadap integrasi
pengobatan komplementer dalam perawatan kanker mereka.
2. Pada penelitian lain mengemukakan beberapa kondisi dimana masyarakat
lebih memilih menggunakan pengobatan komplementer dan alternatif
dibandingkan hanya mengandalkan pengobatan konvensional. Seperti
yang terlihat dalam penelitianyang dilakukan pada survivor kanker di
Malaysia, masyarakamenggunakan terapi komplementer dan alternatif
dipengaruhi oleh faktor sosial, agama, dan budaya (Yew & Noor, 2015).
3. Selain itu dalam penelitian yang dilakukan di negara-negara Industri di
Barat, penggunaan pengobatan komplementer dan alternatif juga
meningkat. Penggunaannya meningkat pada pasien dengan kondisi
penyakit yang kronis, pada pasien dengan pilihan pengobatan
konvensional yang terbatas, dan pada pasien lansia dalam pencegahan
penyakit dan promosi kesehatan mereka (Fischer et al, 2014).
35
35
4. Sedangkan dalam penelitian lain alasan penggunaan pengobatan
komplementer dan alternatif pada pasien anak adalah untuk memperkuat
sistem imun, mempertahankan kondisi fisik, dan meningkatkan
kemungkinan penyembuhan/ mempertahankan kesehatan. Faktor sosio-
demografi yang berhubungan dengan penggunaan pengobatan
komplementer dan alternatif adalah pendidikan tersier (tertiary education),
pemasukan keluarga yang tinggi, dan agama (Gottschling, 2011).
5. Selanjutnya penelitian yang dilakukan pada Penduduk Korea Selatan
menunjukkan bahwa tingginya penggunaan pengobatan komplementer dan
alternatif dihubungkan dengan jenis kelamin wanita, tingkat pendidikan
yang tinggi, dan lansia (Seo et al, 2013).
6. Di Indonesia sendiri terdapat penelitian yang dilakukan Meda Permana
(2012)terkait penggunaan penggunaan pengobatan komplementer dan
mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan masyarakat memilih
dan menggunakan pengobatan alternative, yaitu (1) faktor pemicu
seseorang memilih dan melakukan pengobatan alternatif: pengetahuan,
perilaku, persepsi, nilai akan pengobatan alternatif, dan keyakinan akan
pengobatan yang dijalani; (2) faktor pemungkin: keterampilan pengobat,
ketersediaan tempat pengobatan, dan akses tempat pengobatan alternatif;
(3) ketika pengobatan konvensional dinilai tidak sanggup mengobati
penyakit yang diderita.
36
36
E. Kerangka Teori
Bagan 2.2
Keyakinan terkait
faktor penghambat
atau pendukung
perilaku (Control
Beliefs)
Persepsi tekanan
sosial untuk patuh
atau tidak
(subjective norm)
Keyakinan terhadap
kemampuan untuk
melaksanakan
perilaku (perceived
behavioral control)
Sikap terhadap
perilaku yang
diyakini (attitude
toward behavior)
Gejala yang
mengganggu
kesehatan
timbul
Timbul respon
1. Perilaku pembiaran atau penundaan pencarian pengobatan
2. Perilaku pengobatan atau perawatan sendiri (self care atau self cure)
3. Perilaku mencari rujukan atau sumber lain
Cara pengobatan /
perilaku kesehatan di
tingkat rumah tangga
dilaku
kan
dilaku
kan
Cara pengobatan /
perilaku kesehatan di
tingkat komunitas
Kepercayaan positif
terkait Pengobatan
Komplementer dan
alternaif (Behavioral
Beliefs)
Intensi (Niat)
dalam memutuskan
tindakan tindakan
Opini-opini dari
rujukan penting
(Normative Beliefs)
37
37
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep adalah sebuah uraian dari visualisasi hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang
lainnya, atau antara variable yang satu dengan variable yang lain dari masalah yang ingin diteliti (Notoatmodjo, 2010).
Kerangka konsep ini berguna untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang-lebar tentang suatu topik yang akan
dibahas (Setiadi, 2007). Berikut adalah kerangka konsep yang dibuat dalam penelitian ini:
Bagan 3.1 Kerangka Konsep
Persepsi tekanan
sosial untuk patuh
atau tidak
(subjective norm)
Keyakinan terhadap
kemampuan untuk
melaksanakan
perilaku (perceived
behavioral control)
Sikap terhadap
perilaku yang
diyakini (attitude
toward behavior)
Cara pengobatan /
perilaku kesehatan di
tingkat rumah tangga
Kepercayaan positif
terkait Pengobatan
Komplementer dan
alternaif (Behavioral
Beliefs)
Keyakinan terkait
faktor penghambat
atau pendukung
perilaku (Control
Beliefs)
Intensi (Niat)
dalam memutuskan
tindakan tindakan Opini-opini dari
rujukan penting
(Normative Beliefs)
38
B. Definisi Istilah
1. Masyarakat Urban: sekelompok mansia yang tinggal di wilayah
perkotaan. Dalam penelitian ini masyarakat urban tinggal di wilayah Kota
Jakarta Timur dan Jakarta Selatan, Kota Depok, dan Kota Tangerang
Selatan.
2. Pengobatan Komplementer dan Alternatif (PKA): semua jenis pengobatan
diluar pengobatan medis (konvensional), termasuk kedalamnya
pengobatan tradisional dan pengobatan ala nabi (Thibbun Nabawi, TN).
Perbedaan antara pengobataan komplementer dan pengobatan alternatif
adalah pengobatan komplementer digunakan bersama terapi medis, sedang
pengobatan alternatif digunakan sebagai pengganti terapi medis.
3. Pengobatan ala Nabi (Thibbun Nabawi, TN): seluruh perbuatan Nabi
Muhammad SAW yang bertujuan untuk menjaga kesehatan dan mengobati
penyakit. Dalam penelitian ini, TN dibagi menjadi tiga yaitu, herbal
thibbun nabawi, bekam, dan ruqyah.
4. Bekam: disebut juga al-hijamah (dalam bahasa arab) atau cupping (dalam
bahasa inggris). Bekam ala nabi (al-hijamah) yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah bekam basah (wet cupping). Bekam dilakukan dalam
tiga tahapan, yaitu (1) tahap penghisapan (suction step) dilakukan dengan
menggunakan kop (berbentuk seperti cangkir), (2) tahap penyayatan/
perlukaan (scarification step) dilakukan dengan menyayat permukaan kulit
bagian dermis (dalamnya sekitar 1-2mm) dengan menggunakan pisau
bedah atau menusuk kulit dengan menggunakan jarum (lancet) khusus
bekam sehingga darah keluar melalui permukaan kulit yang dilukai, dan
39
39
(3) tahap penghisapan (suction step) dilakukan kembali setelah darah
keluar dari permukaan kulit. Tiga langkah ini dikenal juga sebagai tripple s
(suction, scarification, suction) dan membedakan bekam dalam TN dengan
bekam dalam pengobatan tradisional china (traditional chinese medicine,
TCM).
5. Herbal Thibbun Nabawi (TN): herbal yang termasuk dalam penelitian ini
adalah herbal yang dianjurkan atau digunakan nabi dalam menjaga
kesehatan atau proses penyembuhan. Herbal dalam penelitian ini adalah
jintan hitam, madu, minyak zaitun,dan sari kurma.
6. Jintan hitam: disebut juga Nigella sativa, black cummini, dan habbatus
sauda.
7. Sari kurma: Kurma yang diekstraksi dan dilumatkan dengan atau tanpa
campuran air.
8. Ruqyah: pengobatan dengan membaca al-qur‘an dan doa-doa al-ma‘tsurat
(dzikir pagi dan petang yang didasarkan hadist).
9. Keyakinan terhadap perilaku (behavioral belief): keyakinan-keyakinan
terkait sebuah perilaku pencarian pengobatan
10. Keyakinan normatif (normative belief): keyakinan yang bersumber dr
sumber rujukan atau referensi, seperti keluarga, teman, dan orang sekitar
(tenaga kesehatan dan tokoh agama).
40
40
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Desain penelitian deskriptif
adalah desain yang mempelajari kejadian dan distribusi penyakit atau masalah
yang berkaitan dengan kesehatan (Lapau, 2013). Creswell (2013)
menyarankan penelitian kualitatif dipilih ketika peneliti ilmu kesehatan
mencari (a) membagi pengalaman individu, (b) menulis secara formal atau
baku, gaya fleksibel, (c) memahami konteks atau keadaan pokok
permasalahan, (d) menjelaskan mekanisme atau keterkaitan dengan teori
sebab-akibat, (e) pengembangan teori, (f) ketika analisis statistik kuantitatif
tradisional tidak sesuai dengan masalah yang dihadapi. Deskriptif kualitatif
terutama disetujui untuk penelitian seputar kesehatan karena metode ini
menyajikan respon faktual untuk pertanyaan tentang bagaimana pendapat
seeorang tentang ruang tertentu, apa alasan yang mereka miliki terkait
penggunaan fitur ruang tersebut, siapa yang menggunakan pelayanan atau
fungsi tertentu dari ruang tersebut, dan faktor-faktor yang memfasilitasi atau
menghalangi penggunaannya.
B. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan di tempat-tempat praktik pengobatan ala Nabi
(Thibbun Nabawi, TN) dan rumah warga yang menggunakan TN di
Jakarta, Depok, dan Tangerang Selatan. Pemilihan antara tempat praktik
41
41
dan rumah responden bertujuan agar responden yang diambil memiliki
variasi dalam jenis pengobatan yang digunakan dan demografi.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan januari tahun 2017.
C. Partisipan Penelitian
Dalam penelitian kualitatif deskriptif hampir semua teknik
pengambilan sampel dengan tujuan tertentu (purposive sampling) yang
dijelaskan oleh Patton (1990) dapat digunakan. teknik pengambilan sampel
yang dimaksud adalah (1) maximum variation sampling yang melibatkan
dengan sengaja kasus yang dipilih dengan variasi luas terhadap dimensi yang
diinginkan, (2) extreme (deviant) case sampling menyediakan keuntungan
untuk mempelajari dari sesuatu yang tidak biasa dan informan ekstrem
(misalnya, yang terkenal berhasil dan terkenal gagal), (3) typical case
sampling melibatkan pemilihan partisipan yang menjelaskan atau menyoroti
apa itu tipikal atau rata-rata, (4) criterion sampling melibatkan kasus yang
dipelajari yang memenuhi kriteria penting yang telah ditetapkan sebelumnya
(Polit & Beck, 2014). Teknik pengambilan sampel yang dianggap paling
mewakili untuk penelitian ini adalah maximum variation sampling. Menurut
Sandelowski (2000) peneliti yang menggunakan teknik ini dibebaskan untuk
mengeksplorasi manifestasi yang umum dan unik dari fenomena yang
ditargetkan dalam range yang luas dan/atau kasus yang bervariasi secara
demografi (Sandelowski, 2000).
Jumlah sampel dalam penelitian kualitaif biasanya didasarkan pada
kebutuhan terhadap informasi. Prinsip yang membimbing adalah saturasi data,
42
42
yaitu pengambilan sampel sampai pada titik dimana tidak ada informasi baru
tersedia dan redundancy sudah tercapai. Jumlah partisipan yang dibutuhkan
untuk mencapai saturasi bergantung pada beberapa faktor. Kualitas data juga
dapat mempengaruhi jumlah sampel. Jika partisipan mampu untuk
merefleksikan pengalaman mereka dan berkomunikasi efektif, saturasi dapat
dicapai dengan jumlah sampel yang relatif sedikit. Jenis strategi juga mungkin
relevan: semakin besar sampel yang dibutuhkan dengan maximum variation
sampling dibanding dengan typical case sampling (Polit & Beck, 2014).
Kriteria partisipan dalam penelitian ini, yaitu:
Masyarakat yang sudah pernah menggunakan (minimal 1 kali)
pengobatan komplementer dan alternatif dan saat ini akan
melakukan pengobatan komplementer dan alternatif.
Dapat berkomunikasi dengan baik
Bersedia dan kooperatif menjadi partisipan penelitian
D. Instrumen Penelitian
Instrumen dalam penelitian ini adalah peneliti sendiri dengan dibantu
pedoman wawancara mendalam (in depth interview) dalam bentuk pertanyaan,
alat bantu perekam (perekam suara dari handphone), alat pencatat dan catatan
lapangan (fieldnote). Selain itu, sebelum peneliti mengambil data, peneliti
melakukan skrining dengan dibantu pedoman wawancara terhadap partisipan
yang memilih menggunakan komplementer dan alternatif yang sedang
mendatangi klinik/ balai pengobatan komplementer dan alternatif.
43
43
E. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan
dalam rangka mencapai tujuan penelitian. Data yang dikumpulkan ditentukan oleh
variabel-variabel yang ada (Gulo, 2002). Pengumpulan data dilaksanakan pada
bulan Desember 2016-Januari 2017. Pengumpulan data dilaksanakan dengan
wawancara mendalam (in-depth interview) dengan menggunakan alat bantu
perekam (perekam suara telepon genggam), alat pencatan, dan membuat catatan
lapangan (field note) selama wawancara berlangsung. Adapun prosedur
pengumpulan data yang dilakukan peneliti, yaitu:
1. Tahap Persiapan
a. Melakukan pengumpulan data setelah mendapat izin dari
tempat praktik pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) sebagai
tempat penelitian.
b. Menjelaskan tentang rencana penelitian kepada staf di tempat
praktik pengobatan ala nabi (thibbun nabawi)
c. Setelah perijinan selesai, peneliti melakukan uji coba pedoman
wawancara pada partisipan pemula yang memiliki kriteria yang
sama seperti partisipan dalam penelitian ini. Uji coba pedoman
wawancara dilakukan untuk melihat kedalaman dari
pertanyaan-pertanyaan dalam pedoman wawancara tersebut
sekaligus melatih komunikasi efektif peneliti untuk kelancaran
pengumpulan data pada partisipan sebenarnya.
d. Selanjutnya peneliti melakukan skrining awal untuk memilih
partisipan yang sesuai dengan kriteria.
44
44
e. Setelah didapatkan partisipan yang sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan peneliti maka penetiti akan meminta inform
consent dan menjelaskan tujuan serta manfaat penelitian ini.
f. Sebelum melakukan wawancara mendalam kepada partisipan,
peneliti melakukan kontrak waktu dan tempat. Jika partisipan
merasa nyaman dan siap untuk melakukan wawancara
mendalam ini di klinik atau rumah klien maka wawancara
dilakukan saat itu juga. Selama peneliti melakukan wawancara
dilakukan perekaman menggunankan perekam suara di telepon
genggam dan selanjutnya dilakukan transkrip data dari hasil
rekaman wawancara ini.
2. Tahap Pengumpulan Data
Sandalowski (2000, dalam Colorafi & Evans, 2016) mengatakan
bahwa, pada penelitian kualitatif deskriptif, pengumpulan data
mencoba untuk menemukan ―siapa, apa, dan dimana dari sebuah
kejadian‖ atau pengalaman. Teknik pengumpulan data biasanya
termasuk secara minimal sampai sedang wawancara terstruktur dengan
pertanyaan terbuka (dikenal juga dengan wawancara semiterstruktur)
untuk individu dan/atau kelompok terarah (focus group). Kelompok
terarah dapat berguna dilihat sebagai pasangan kualitatif untuk survei
kuantitatif, dalam kondisi ini mereka digunakan khususnya dalam
penelitian kualitatif untuk memperoleh kisaran yang luas dari
informasi tentang kejadian. Teknik pengumpulan data juga termasuk
observasi kejadian yang ditargetkan dan pengkajian dokumen dan
45
45
artefak (Sandelowski, 2000). Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan wawancara semiterstruktur dengan pertanyaan terbuka.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara mendalam
(in-depth interview) kepada individu. Wawancara mendalam
merupakan salah satu teknik pengumpulan data kualitatif, yang
ditandai dengan penggalian mendalam segala sesuatu yang terkait
dengan masalah penelitian dengan menggunakan pertanyaan terbuka
(Lapau, 2012). Wawancara mendalam kebanyakan dibuat
semiterstruktur dan dilihat oleh peneliti sebagai kolaborasi antara
pewawancara dan partisipan – apa yang didiskusikan oleh partisipan
akan sama pentingnya dengan apa yang ingin didiskusikan oleh
pewawancara. Penelii yang menggunakan teknik ini tertarik terhadap
arah yang ingin ditentukan oleh responden dalam wawancara,
pengujian hipotesis tidak terlalu dianggap penting karena tujuan utama
peneliti adalah mencari tahu pengalaman-pengalaman responden.
Selanjutnya, wawancara mandalam dilakukan sebanyak dua kali
masing-masing sesi wawancara dilakukan selama 30 menit. Peneliti
lebih tertarik dalam memperoleh data dan gambaran yang mendalam
daripada mengumpulkan informasi dari ratusan responden. Wawancara
mendalam biasanya dilakukan oleh peneliti sendiri (face-to-face) dan
melalui telepon atau internet.
F. Analisa Data
Konten analisis merujuk pada sebuah teknik yang umumnya digunakan
dalam penelitian kualitatif untuk menganalisa kata-kata atau frasa-frasa dalam
46
46
naskah teks. Hsieh dan Shannon (2005, dalam Colorafi & Evans, 2016)
mengajukan 3 jenis analisa konten. Pertama, analisa konten konvensional
(conventional content analysis) digunakan dalam penelitian yang bertujuan
untuk menggambarkan suatu fenomena dimana penelitian dan teori yang ada
terbatas. Data dikumpulkan dari pertanyaan-pertanyaan terbuka (pertanyaan
semiterstruktur), dibaca kata demi kata, dan selanjutnya dikode (proses
pengkodingan). Catatan-catatan dibuat dan kode-kode dikategorisasikan.
Kedua, analisa konten terarah (directed content analysis) digunakan
dalam penelitian dimana teori dan penelitian terkait sudah ada. Metode ini
dapat digunakan untuk penggambaran lebih lanjut fenomena yang kurang
lengkap atau akan bermanfaat untuk penggambaran lebih lanjut. Kode-kode
awal dibuat dari teori atau penelitian dan diaplikasikan ke data dan bagian
yang belum ditandai dari naskah diberikan kode baru.
Dan terakhir, analisa konten sumatif (summative content analysis)
digunakan untuk mengukur dan menginterpretasikan kata dalam sebuah
konteks, menyelidiki kegunaannya. Sumber data secara khusus adalah teks
seminal atau pencarian kata elektronik (Colorafi & Evans, 2016).
Dan dari ketiga teknik analisa konten dalam penelitian ini akan
menggunakan metode pertama, yaitu analisa konten konvensional. Langkah-
langkah yang dilakukan adalah (1) melakukan wawancara mendalam dengan
mengajukan pertanyaan semiterstruktur yang diambil serta dikembangan dari
pedoman wawancara yang telah dibuat, (2) masing-masing pertanyaan
kemudian dikategorisasi, (3) terakhir dianalisa menjadi tema-tema tertentu.
47
47
G. Keabsahan Data
Banyak peneliti kualitatif tidak menyediakan informasi yang cukup dalam
laporannya tentang strategi analisis yang digunakan untuk memastikan
kebenaran atau ―lingkaran kebenaran‖ untuk kesimpulan. Hal ini sangat
penting untuk mempertahankan ―kepercayaan‖ dan ―keaslian‖ dalam
penelitian kualitatif yang hampir serupa dengan istilah validitas dan reliabilitas
dalam penelitian kuantitatif. Lincoln & Guba dan Miles et al (dalam Colorafi
& Evans, 2016) menyarankan lima standar yang secara khusus digunakan
dalam penelitian kualiatif deskriptif untuk mengkaji kualitas dan legitimasi
(kepercayaan dan keaslian) dari kesimpulan yang selanjutnya akan dibahas
satu persatu.
a. Keobjektivan (objectivity)
Pertama, keobjektivan (confirmability) dikonseptualisasikan
sebagai kenetralan yang relative dan kebebasan yang masuk akal
dari bias peneliti dan dapat ditunjukkan oleh (a) menjelasan metode
penelitian dan prosedur dalam perincian yang jelas, (b)
membagikan urutan metode pengumpulan data, analisis, dan
presentasi untuk membuat jejak audit, (c) menyadari dan
melaporkan asumsi personal dan bias potensial, (d) memelihara
data penelitian dan membuat data ini tersedia untuk kolaborator
untuk dievaluasi.
b. Keandalan (dependability)
Kedua, keandalan (reliabilitas dan auditabilitas) dapat dipelihara
dengan konsistensi dalam prosedur antar partisipan dari waktu ke
48
48
waktu melewati berbagai metode, termasuk menggunakan
pertanyaan wawancara semi-terstruktur dan observasi lembar kerja
pengumpulan data. Pengendalian kualitas dapat dipelihara dengan
(Miles et al, 2014 dalam Colorafi & Evans, 2016):
Mendapatkan prosedur penelitian dari pertanyaan penelitian
dan teori konseptual yang jelas, jadi analisa data dapat
dihubungkan kembali dengan penyusunan teori;
Secara jelas menggambarkan peran peneliti dan tempat
penelitian;
Membuktikan pararelisme dalam penemuan antar sumber
(misalnya: observasi melawan wawancara, dan lain-lain);
Triangulasi melalui penggunaan observasi, wawancara, dan
pengukuran terstandar untuk menggabarkan secara lebih
adekuat berbagai karakteristik populasi sampel (Denzin &
Lincoln, 1994 dalam Colorafi & Evans, 2016);
Mebuktikan kekonsistenan dalam pengumpulan data untuk
semua partisipan (misalnya, menggunakan peneliti yang
sama dan lembar kerja pracetak, bertanya pertanyaan yang
sama dengan urutan yang sama);
Mengembangkan pertanyaan wawancara dan teknik
observasi berdasarkan dengan teori, revisi, dan pengujian
selama kerja awal;
Mengembangkan koding manual sebuah priori untuk
menuntun analisa data, terdiri dari ―daftar awal‖ kode-kode
49
49
yang berasal dari kerangka teori dan literatur yang relevan
(Fonteyn et al, 2008; Hsieh & Shannon, 2005; Miles et al,
2014 dalam Colorafi & Evans, 2016); dan
Mengembangkan rencana pemantauan (kebenaran, fidelity)
untuk memastikan bahwa peneliti junior, terutama tidak
berangkat ―terlalu jauh dari data‖ dalam penginterpretasian.
Dalam menjaga tradisi kualitatif, analisa dan pengumpulan
data harus berlangsung secara serentak, memberikan
peneliti keuntungan untuk memperbaiki kesalahan atau
membuat revisi.
c. Kredibilitas (credibility)
Ketiga kredibilitas atau verisimilitude (validitas internal)
didefinisikan sebagai nilai kebenaran data: apakah temuan dalam
penelitian masuk akal (Miles et al., 2014 dalam Colorafi & Evans,
2016). Kredibilitas dalam karya kualitatif mendukung pemahaman
deskriptif dan evaluatif, yang dapat dialamatkan dengan (a)
menyediakan kekayaan konteks ―kental dengan penggambaran‖,
yang, pekerjaan menginterpretasi berdasarkan pada data
(Sandalowski, 2004 dalam Colorafi & Evans, 2016), (b)
memerikasa dengan praktisioner atau peneliti lain bahwa temuan
lingkaran kebenaran‖, (c) menyediakan laporan komprehensif, (d)
menggunakan strategi triangulasi, (e) mencari bukti negatif, dan (f)
menghubungkan temuan dengan kerangka teori.
d. Sifat dapat dipindahkan (transferability)
50
50
Keempat, transferabilitas (validitas eksternal atau ―kondisi menjadi
tepat‖) berbicara tentang apakah temuan penelitian anda memiliki
makna lebih luas dan dapat digunakan untuk keadaan atau
penelitian lain. Hal ini termasuk pembahasan yang dapat
digeneralisasi. Sampel untuk populasi generalisabilitas penting
untuk peneliti kuantitatif dan sedikit membantu untuk peneliti
kualitatif yang mencari analitik lebih dan transfer dari kasus-ke-
kasus (Miles et al, 2014 dalam Colorafi & Evans, 2016). Meskipun
demikian, transferabilitas dapat dibantu dengan (a) menjelaskan
karakteristik keseluruhan partisipan sehingga perbandingan dengan
grup lain dapat dibuat, (b) menjelaskan secara cukup kemungkinan
ancaman untuk generalisabilitas pengambilan sampel dan
pengambilan letak/ seting, (c) menggunakan pengambilan
sampling teoritis, (d) menyajikan penemuan yang kongruen dengan
teori, (e) menyarankan cara bahwa temuan dari penelitian anda
dapat diuji lebih lanjut oleh peneliti lain.
e. Penerapan (application)
Terakhir, Miles et al (2014 dalam Colorafi & Evans, 2016)
menyatakan pemanfaatan, penerapan, atau orientasi tindakan data.
―bahkan jika kita mengetahui bahwa temuan penelitian adalah
valid dan dapat ditransfer,‖ mereka menulis, ―kita tetap butuh
mengetahui apa penelitian lakukan pada partisipannya dan
konsumennya‖ (Miles et al, 2014 dalam Colorfi & Evans, 2016).
Untuk disebut dapat diaplikasikan, penemuan penelitian kualitatif
51
51
deskriptif secara khusus dibuat dapat diakses untuk konsumen
potensial dari informasi melalui naskah publikasi, penyajian poster,
dan rangkuman laporan tertulis untuk konsumen. Sebagai
tambahan, penemuan penelitian kualitatif deskriptif dapat
mendorong penelitian lebih lanjut, mendorong diskusi kebijakan,
atau menyarankan perubahan aktual untuk produk atau lingkungan
(Colorafi & Evans, 2016).
H. Etika Penelitian
Etika berasal dari bahasan Yunani ethos.Istilah etika bila ditinjau dari
aspek etimologis memiliki makna kebiasaan dan peraturan perilaku yang berlaku
dalam masyarakat. Menurut pandangan Sastrapratedja (2004), etika dalam
konteks filsafat merupakan refleksi filsafati atas moralitas masyarakat sehingga
etika disebut pula sebagai filsafat moral.Etika membantu manusia untuk melihat
secara kritis moralitas yang dihayati masyarakat, etika juga membantu kita untuk
merumuskan pedoman etis yang lebih adekuat dan norma-norma baru yang
dibutuhkan karena adanya perubahan yang dinamis dalam tata kehidupan
masyarakat.Sedangkan etika dalam ranah penelitian lebih menunjuk pada prinsip-
prinsip etis yang diterapkan dalam kegiatan penelitian.
Masalah etika penelitian keperawatan merupakan masalah yang sangat
penting dalam penelitian, mengingat penelitian keperawatan berhubungan
langsung dengan manusia, maka segi etika penelitian harus diperhatikan (Hidayat,
2007). Masalah etika yang harus diperhatikan antara lain adalah sebagai berikut :
1. Informed consent
52
52
Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan partisipan, dengan
memberikan lembar persetujuan (informed consent). Informed consent
tersebut diberikan sebelum penelitian dilaksanakan dengan memberikan
lembar persetujuan untuk menjadi partisipan. Tujuan informed consent
adalah agar partisipan mengerti maksud dan tujuan penelitian, mengetahui
dampaknya, jika partisipan bersedia maka mereka harus menandatangani
lembar persetujuan, serta bersedia untuk direkam dan jika partisipan tidak
bersedia maka peneliti harus menghormati hak partisipan.
2. Anonimity (tanpa nama)
Merupakan etika dalam penelitian keperawatan dengan cara tidak
memberikan atau mencantumkan nama responden pada lembar alat ukur
dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau hasil
penelitian yang disajikan.
3. Kerahasiaan (confidentiality)
Merupakan etika dalam penelitian untuk menjamin kerahasiaan dari hasil
penelitian baik informasi maupun masalah-masalah lainnya, semua
partisipan yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti,
hanya kelompok data tertentu yang dilaporkan pada hasil penelitian.
53
53
BAB V
HASIL PENELITIAN
Bab ini menguraikan hasil penelitian yang telah dilakukan kepada tujuh
partisipan melalui proses analisis data dari hasil wawancara mendalam. Dari
proses analisis data ditemukan beberapa tema yang selanjutnya dideskripsikan
dalam bentuk naratif dengan penyajian hasil penelitian sebagai berikut.
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
Provinsi DKI Jakarta terbagi menjadi lima wilayah kota administrasi dan
satu kabupaten administratif, yaitu Kota administrasi Jakarta Pusat, Kota
administrasi Jakarta Utara, Kota administrasi Jakarta Barat, Kota administrasi
Jakarta Selatan, Kota administrasi Jakarta Timur, dan Kabupaten administratif
Kepulauan Seribu. Kota administrasi Jakarta Timur memiliki luas wilayah
terbesar, yaitu 187, 73 km2. Selanjutnya, Kota administrasi Jakarta Selatan
menempati posisi kedua dengan luas wilayah yaitu 145,73 km2. Provinsi DKI
Jakarta berbatasan dengan beberapa wilayah lain, yaitu (1)sebelah selatan
berbatasan dengan Kota Depok, Kabupaten Bogor, Kota Bekasi, dan
Kabupaten Bekasi; (2)sebelah barat dengan Kota Tangerang dan Kabupaten
Tangerang; dan (3)sebelah utara dengan Laut Jawa (Pemprov DKI Jakarta,
2008).
Sebagai wilayah perkotaan, jumlah penduduk DKI Jakarta akan meningkat
tiap tahunnya. Pada tahun 2015, jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai
10.177.924 jiwa dengan jumlah penduduk pria 5.115.357 jiwa (50,26%) dan
jumlah penduduk wanita 5.062.567 jiwa (49,74%). Kota administrasi Jakarta
54
54
Timur menempati urutan pertama jumlah penduduk terbanyak, yaitu
2.843.816 jiwa dengan jumlah penduduk pria mencapai 1.436.128 jiwa
(50,5%) dan jumlah penduduk wanita mencapai 1.407.688 jiwa (49.5%).
Selanjutnya, Kota administrasi Jakarta Selatan menempati posisi kedua dengn
jumlah penduduk 2.185.711 jiwa yang terdiri dari 1.096.469 jiwa (50,17%)
penduduk pria dan 1.089.242 jiwa (49,83%) penduduk wanita. Sementara itu,
angka kepadatan penduduk di DKI Jakarta adalah 15.367 jiwa/ km2.
Kepadatan penduduk di wilayah Kota administrasi Jakarta Timur dan Jakarta
Selatan relatif sama yaitu, Kota administrasi Jakarta Selatan 15.472 jiwa/km2
dan Kota administrasi Jakarta Timur 15.124 jiwa/km2
(Badan Pusat Statistik
Provinsi DKI Jakarta, 2017).
Selanjutnya, untuk wilayah kedua yang diteliti adalah Kota Depok. Kota
Depok berbatasan langsung dengan (1)sebelah utara Provinsi DKI Jakarta dan
Kabupaten Tangerang; (2) sebelah selatan dengan Kabupaten Bogor;
(3)sebelah timur dengan Kota Bekasi dan Kabupaten Bogor; dan (4)sebelah
barat dengan Kabupaten Bogor. Kota Depok memiliki luas wilayah 200,29
km2 (Pemda Kota Depok, 2015). Jumlah penduduk Kota Depok pada tahun
2016 mencapai 1.803.708 jiwa, dengan jumlah penduduk wanita 890.349 jiwa
(49,36%) dan jumlah penduduk pria 913.359 jiwa (50,63%). Dengan luas
wilayah yang telah disebutkan sebelumnya dan jumlah penduduk di wilayah
depok maka didapatkan kepadatan penduduk tahun 2016 adalah 10.255 jiwa/
km2 (Badan Pusat Statistik Kota Depok, 2018).
Dan wilayah terakhir yang diteliti adalah Kota tangerang Selatan.
Berbatasan dengan (1) utara: kota Tangerang, (2) selatan: Kabupaten Bogor
55
55
dan Kota Depok, (3) barat: Kabupaten Tangerang, (4) timur: Kota
Administrasi Jakarta Selatan. Kota ini memiliki luas wilayah 147,19 km2 dan
terbagi menjadi tujuh wilayah kecamatan yaitu, (1)Kecamatan Setu,
(2)Kecamatan Serpong, (3)Kecamatan Pamulang, (4) Kecamatan Ciputat,
(5)Kecamatan Ciputat Timur, (6) Kecamatan Pondok Aren, dan (7)Kecamatan
Serpong Utara. (Pemda Kota Tangerang Selatan, 2017). Jumlah penduduk
Kota Tangerang Selatan tahun 2016 adalah 1.593.812 jiwa dengan jumlah
penduduk pria 802.908 jiwa dan 790.904 jiwa. Dengan luas wilayah yang
telah disebutkan sebelumnya dan jumlah penduduk di wilayah Tangerang
Selatan maka didapatkan kepadatan penduduk tahun 2016 adalah 10.828, 26
jiwa/km2 (Badan Pusat Statistik Kota Tangerang Selatan, 2018).
B. Hasil Penelitian
a. Karakteristik Partisipan
Partisipan penelitian adalah masyarakat urban di wilayah Jakarta,
depok, dan tangerang selatan yang menggunakan pengobatan ala Nabi
Muhammad (thibbun nabawi). Karakteristik dari partisipan antara lain
nama, usia, jenis kelamin, agama, suku bangsa, tingkat pendidikan,
pekerjaan, dan alamat. Peneliti melakukan wawancara mendalam pada
enam orang partisipan setelah menjelaskan maksud dan tujuan
penelitian. Responden tersebut bersedia menjadi partisipan dengan
mengisi lembar informed consent. Karakteristik partisipan yang peneliti
dapatkan sebagai berikut:
56
56
Nama Usia Jenis
Kelamin
Agama Suku
Bangsa
Tingkat
pendidikan
Pekerjaan Domisili
P1 38 P Islam Betawi D III-
Kebidanan
Karyawan Tangerang
Selatan
P2 50 P Islam Jawa S1- IT Karyawan Jakarta
Selatan
P3 44 P Islam Palemba
ng
SMA IRT Jakarta
Timur
P4 36 P Islam Jawa S1-
Pertanian
IRT Jakarta
Timur
P5 50 L Islam Sunda SMA Driver Jakarta
Timur
P6 23 P Islam Jawa SMA Wiraswasta Depok
P7 32 P Islam Sunda D-III,
Akutansi
IRT Depok
Tabel 5.1 Karakteristik Partisipan
Partisipan 1 (P1) memiliki usia 38 tahun, seorang perempuan,beragama
Islam, suku bangsa betawi, pendidikan terakhir DIII- Kebidanan, pekerjan
karyawan, dan tinggal di wilayah Tangerang Selatan.
Partisipan 2 (P2) memiliki usia 50 tahun, seorang perempuan, beragama
Islam, suku bangsa jawa, pendidikan terakhir S1-Ilmu Komputer,pekerjaan
sebagai karyawan, dan tinggal di wilayah Jakarta Selatan.
Paertisipan 3 (P3) memiliki usia 44 tahun, seorang perempuan, beragama
Islam, suku bangsa Palembang, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan
sebagai ibu rumah tangga, dan tinggal di wilayah Jakarta Timur.
57
57
Partisipan 4 (P4) memiliki usia 36 tahun, seorang perempuan, beragama
Islam, suku bangsa Jawa, pendidikan terakhir S1-Pertanian, pekerjaan
sebagai ibu rumah tangga, dan tinggal di wilayah Jakarta Timur.
Partisipan 5 (P5) memiliki usia 50 tahun, seorang laki-laki, beragama
Islam, suku bangsa Sunda, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan sebagai
driver (supir), dan tinggal di Jakarta Timur.
Partisipan 6 (P6) memiliki usia 23 tahun, seorang perempuan, beragama
Islam, suku bangsa Jawa, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan sebagai
wiraswasta, dan tinggal di Depok.
Partisipan 7 (P7) memiliki usia 32 tahun, seorang perempuan, beragama
Islam, suku bangsa Sunda, pendidikan terakhir DIII-Akutansi, dan tinggal
di Depok.
b. Hasil Analisa Tematik
Tema berdasarkan hasil analisis tematik yang teridentifikasi pada
penelitian mengenai alasan masyarakat urban memilih menggunakan
pengobatan ala Nabi Muhammad SAW (thibbun nabawi) yaitu: (1)Istilah
metode pengobatan Nabi Muhammad (thibbun nabawi) sudah familier
(2)keyakinan negatif terhadap terapi medis mempengaruhi sikap dalam
memilih terapi alternatif lain (pengobatan ala nabi/ thibbun nabawi) dan
(3)keyakinan positif terhadap pengobatan ala nabi (thibbun nabawi)
mempengaruhi sikap pada penggunaan terapi ini
Tema 1. Istilah metode pengobatan Nabi Muhammad (thibbun
nabawi) sudah familier
58
58
Metode pengobatan ala Nabi Muhammad (thibbun nabawi)
ternyata sudah menjadi istilah yang populer di masyarakat. Masyarakat
tidak hanya mampu menjelaskan defini mengenai metode pengobatan
Nabi Muhammad (thibbun nabawi). Seperti yang diungkapkan oleh lima
dari tujuh partisipan:
―Thibbun nabawi itu pengobatan ala Nabi Muhammad, ada
di al-Qur’an atau dicontohkan oleh Rasulullah.‖ (P7)
Selain mengenai definisi metode pengobatan Nabi Muhammad
SAW (thibun nabawi), contoh-contoh metode pengobatan yang disebutkan
juga sama. Hal ini terlihat dari 7 partisipan, 5 diantaranya menyebutkan
contoh pengobatan yang sama, yaitu bekam, herbal (zaitun, kurma, madu,
dan habbatus sauda).
―Thibbun nabawi ya, paling yang saya pakai. sari kurma,
madu, minyak zaitun, sama habats, yang lainnya bekam. Terus
ruqyah, tapi yang ini belum saya coba.‖ (P4)
Tema 2. Keyakinan negatif terhadap terapi medis mempengaruhi
sikap dalam memilih terapi alternatif lain (pengobatan ala nabi /
thibbun nabawi)
Dari hasil wawancara mendalam yang dilakukan peneliti,
responden beralihmenggunakan pengobatan ala Nabi (thibbun nabawi)
karena memiliki keyakinan negatif terhadap terapi medis. Keyakinan ini
akhirnya menyebabkan responden mencoba menggunakan pengobatan ala
nabi (thibbun nabawi) sebagai terapi pengganti (terapi alternatif) atau
sebagai terapi pelengkap atau penunjang terapi medis (komplementer).
Selanjutya, dalam tema ini diuraikan lagi menjadi 2 sub tema agar dapat
59
59
lebih menggambarkan keyakinan-keyakinan negatif responden terhadap
terapi medis yang menyebabkan responden beralih menggunakan
pengobatan alternatif lain (pengobatan ala nabi/ thibbun nabawi). Berikut
penjabaran dari masing-masing subtema:
Subtema 2.1. Keyakinan bahwa terapi medis belum bisa mengobati
penyakit yang diderita
Dua orang partisipan menggunakan herbal ala nabi (thibbun
nabawi) memiliki keyakinan bahwa terapi medis telah gagal mengatasi
masalah kesehatannya. Hal ini menyebabkan mereka mencari terapi
alternatif lain untuk mengatasi masalah kesehatannya.
“Punya asthma sejak kecil lah. sering kambuh, terus minum obat
macem-macem lah. terus lama-lama saya bosen nih. Pengen
sembuh tuh gimana?” (P3)
―Saya di tahun 2010 mengalami migrain dan memang waktu itu
saya bekerja di sebuah Rumah Sakit. Dan Rumah Sakit
mengatakan bahwa migrain itu tidak ada obatnya”(P5)
Selanjutnya, dua partisipan lain memilih menggunakan terapi
bekam sebagai pengobatan pelengkap atau pendamping (terapi
komplementer) terapi medis. Partisipan menggunakan pengobatan ala nabi
(thibbun nabawi) sebagai terapi komplementer karena merasa terapi medis
dirasa belum mampu mengatasi masalah kesehatan mereka. Akan tetapi,
mereka tidak memberitahu tenaga kesehatan yang menangani mereka jika
menggunakan pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) sebagai terapi
komplementer. Berikut adalah pernyataan kedua partisipan:
“Saya ada thyroid.. jenisnya hipo.. ya, hypothyroid.ke dokter.
Terus dikasih obat. Minum obat tiap hari. Sampe bête. Saya baru
60
60
pertama kali coba, belum kelihatan lah perubahannya. Nanti
setelah 3-4 kali baru dievaluasi. Temen saya yang nyuruh saya
kesini. Soalnya saya mau sembuh, pengen punya anak dan dosis
obatnya berkurang. (P1)
“Dulu habis operasi kista, untuk pemeliharaan kesehatan saja.
Saat ini saya autoimun. Antibodi saya nyerang tubuh saya. Saya
mau coba cara ala bekam. Ya.. ya.. ini sebagai alternatif. Medis
jalan, ini jalan. Iya, konsultasi jalan.. nggak-nggak. Ke Dokter
nggak pernah bilang gitu. Kalau saya medis jalan, bekam cara
Rasul jalan. semua jalan harus dijalani yang penting sembuh.”
(P2)
Partisipan lain yang memilih terapi ruqyah berusia 23 tahun
dengan pekerjaan wiraswasta mengungkapkan ketidakmampuan terapi
medis mengobati masalah psikologisnya,
“keluhan mungkin, untuk awal-awal, yang harusnya tertawa
bareng teman-teman kita malah diam, ngelamun, banyak
ngelamun ya. Terus tiba-tiba jadi orang yang aneh, jadi lebih suka
sendiri. Marah-marah nggak jelas. Berubah tiba-tiba jadi anak
kecil yang merengek minta balon. Akhirnya karena sesuatu
keanehan yang ada di diri. akhirnya diputuskan untuk ruqyah.
pengobatan jenis lain, pernah menggunakan pengobatan via
dokter psikologis cuma hasilnya malah lebih parah, lebih parah‖.
(P6)
Subtema 2.2.keyakinan bahwa terapi medis memberikan efek
samping
Alasan lainnya mengapa partisipan memilih untuk beralih dari
terapi medis ke pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) atau
menggabungkan terapi medis dengan pengobatan ala nabi (thibbun
nabawi), yaitu efek samping dari terapi medis yang dirasakan oleh
partisipan. Enam dari tujuh partisipan merasakan efek samping setelah
melakukan terapi medis, sehingga mereka memutuskan memilih
pengobatan ala nabi (thibbun nabawi). Partisipan merasa bahwa terapi
medis memberikan dampak negatif bagi tubuh, yaitu (1) daya tahan tubuh
61
61
rentan, (2) ginjal yang bermasalah, (3) ketergantungan terhadap obat
tertentu, (4) masalah bagi pendengaran, (5) efek samping fisik saat
menggunan obat-obatan untuk masalah psikis, (6) terapi medis
menggunakan bahan kimia .
Tiga dari tujuh partisipan mengungkapkan bahwa terapi medis
memberi efek negatif bagi daya tahan tubuh, yaitu membuat tubuh menjadi
rentan terhadap daya tahan tubuh. Hal ini diungkapkan oleh partisipan
wanita pengguna herbal dan bekam berusia 36 tahun, seorang ibu rumah
tangga,
―Kalau obat-obat kimia itu kan dipaksa untuk dibunuh gitu
kumannya. Jadi badannya itu nggak belajar mengobati dirinya
sendiri.‖ (P4)
Kedua, terapi medis memberikan efek negatif bagi ginjal menurut
dua dari tujuh partisipan. Seperti dikutip dari pernyataan salah satu
partisipan yang bekerja sebagai supir (driver) berusia 50 tahun dan telah
menggunakan herbal thibbun nabawi dan bekam.
―Nah ternyata efek dari obat itu, ada efeknya juga ya untuk ke
ginjal‖. (P5)
Selanjutnya, empat dari tujuh partisipan mengungkapkan bahwa
menggunakan terapi medis menyebabkan katergantungan bagi
penggunanya. Ketergantungan yang dimaksud dalam hal ini adalah ketika
pengguna mengalami keluhan kesehatan tertentu maka tubuhnya akan
meminum obat tersebut agar kembali sehat, contohnya. Pernyataan ini
dikutip dari salah satu partisipan perempuanyang rutin meggunakan herbal
thibbun nabawi bagi dirinya dan keluarganya:
62
62
―Ya, karena kalau pakai obat medis takut ketergantungan,
dosisnya makin nambah-makin nambah.‖ (P4)
Hal lain yang diungkapkan oleh partisipan adalah keyakinan bahwa
terapi medis menggunakan bahan kimia. Bagi partisipan bahan kimia
mengandung konotasi negatif sehingga mereka lebih memilih menghindari
penggunaannya. Seperti yang diungkapkan oleh dua dari tujuh partisipan:
―Oh, itu kan medis. Kita minum obat, banyak kimianya. tapi kalau
ini kan.. eh.. cukup mengeluarkan darah kotor aja kan, nggak ada
kimianya. Ya.. kalau badan kita bisa terhindar dari bahan kimia,
obat-obatan kimia kenapa nggak dihindari.‖ (P2)
―Saya pakai herbal dan kadang obat juga. Herbal kan sifatnya
untuk pencegahan dan jangka panjang efeknya. Kalau akhirnya
saya terserang juga dan ingin segera sembuh saya pakai obat.
Tapi lebih diprioritasin herbal karena saya ingin hindari bahan
kimia.‖ (P3)
Lalu, salah satu partisipan juga mengungkapkan pengalamannya
merasakan efek samping menggunakan obat antipiretik terhadap
pendengarannya. Partisipan ini akhirnya lebih memilih menggunakan
herbal thibbun nabawi. Berikut adalah kutipan pernyataannya:
―contohnya begini ya, pernah waktu itu coba, pusing ya. Pernah
mencoba pusing dengan meminum obat, obatnya itu, ya obat panas
ya. Perbedaanya saya minum obat panas itu efeknya ke telinga,
efeknya sampai agak terngiang-ngiang, seperti agak budeg gitu.
Nah, akhirnya saya putuskan saya coba herbal.‖ (P5)
Terakhir, seorang partisipan mengungkapkan efek obat medis bagi
masalah psikis medis pada kondisi fisiknya. Partisipan ini akhirnya
memutuskan memilih menggunakan terapi ruqyah. Berikut adalah kutipan
pernyataannya,
―Kondisi fisik yang lebih diutamain, itu sampai panas-dingin,
walaupun di dalam ruangan itu dingin banget itu malah lebih
panas lagi. kayak sudah, kayak di dalem kulkas. Dada juga
63
63
semakin sesek sih jadi baru beberapa kali minum obat itu langsung
dihentikan.‖ (P6)
Tema 3. Keyakinan positif terhadap pengobatan ala nabi (thibbun
nabawi) mempengaruhi sikap pada penggunaan terapi ini
Pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) dapat dijadikan pilihan
untuk pengobatan komplementer atau pengobatan alternatif. Pengobatan
ala nabi (thibbun nabawi) disebut sebagai pengobatan komplementer jika
pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) menjadi terapi pelengkap bagi
pengobatan medis. Sedangkan pengobatan ala nabi (thibbun nabawi)
disebut sebagai pengobatan alternatif jika pengobatan ini dijadikan terapi
tunggal atau pengganti pengobatan medis. Lima dari tujuh partisipan
menjadikan pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) menjadi terapi
alternatif. Empat orang partisipan dari tujuh orang menggunakan
menggunakan herbal thibbun nabawi sebagai pengobatan alternatif untuk
mengatasi masalah kesehatannya. Seperti dikutip dari salah satu partisipan
perempuan berusia 44 tahun yang menjadikan herbal thibbun nabawi
sebagai terapi alternatif untuk asthma,
“Setelah itu saya coba herbal yang habassauda itu, akhirnya udah
nggak pakai obat lagi sekarang. Udah berapa tahun gitu.‖ (P3)
Enam dari tujuh partisipan penelitian menggunakan bekam untuk
mengatasi masalah kesehatannya. Dan diantara enam partisipan yang
menggunakan bekam terdapat dua orang partisipan menggunakan bekam
sebagai terapi komplementer.
―Iya, konsultasi jalan. Kalau saya medis jalan, bekam cara rasul
juga jalan. Semua jalan harus dijalani..”(P2)
64
64
sedangkan empat orang partisipan mengggunakan bekam sebagai
terapi alternatif.
―Bekam. Waktu itu saya pusing-pusing di kepala belakang.
Kemudian saya coba dengan bekam. Setelah dibekam ya itu,
rasanya lebih enak, nggak seperti yang pas, pas pusing-pusing itu.
Pusingnya agak berkurang dan itu juga ngikutin Nabi juga. Itu
nggak pakai, kalau saya pribadi ya, nggak pakai yang namanya
pakai obat yang dari kimia.‖ (P5)
Sedangkan hanya satu partisipan yang menggunakan ruqyah dan
partisipan ini juga menggunakan ruqyah sebagai terapi alternatif untuk
masalah psikologis yang dialaminya. Berikut adalah kutipan
pernyataannya:
―salah satu dokter lebih menyarankan untuk minum obat. Cuman
hasilnya malah lebih parah, disitulah saya berpikir bukan,
harusnya memang bukan, bukan obat medis yang berbicara.
Memang harus ruqyah, al-qur’an lah yang bisa, yang ini memang
bisa menyembuhkan saya.‖ (P6)
Hanya dua orang partisipan dengan penyakit kronis yang
menggunakan bekam sebagai terapi komplementer. Meskipun mereka
memilih pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) sebagai terapi
komplementer, tetapi pengobatan ini masih belum terintegrasi dengan
terapi medis. Kedua partisipan tidak mendiskusikan pilihan mereka ini
dengan tenaga medis mereka. seperti dikutip dari salah satu partisipan
wanita yang memilih bekam sebagai terapi komplementer untuk keluhan
autoimun,
―Ke dokter lah. Dikasih obat. Dikasih obat. Ya.. ya.. ini sebagai
alternatif. Medis jalan, ini jalan‖ (P2)
Sikap memilih pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) sebagai
pengobatan alternatif ataupun komplementer ini dipengaruhi oleh beberapa
65
65
keyakinan positif terkait pengobatan ala nabi (thibbun nabawi).
Keyakinan-keyakinan positif yang mempengaruhi sikap partisipan adalah
(1)lingkungan sosial memberikan pengaruh positif terhadap pengobatan
ala nabi (thibbun nabawi); (2)pengobatan ala nabi (thibbun nabawi)
bermanfaat bagi kesehatan; (3)pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) aman
digunakan; (4)pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) yang digunakan
merupakan ajaran agama
Subtema 3.1. Lingkungan sosial memberikan penaruh positif
terhadap pengobatan ala nabi (thibbun nabawi)
Keyakinan normatif berhubungan dengan keyakinan terkait sumber
referensi individu ketika melakukan sebuah perilaku. Sumber referensi ini
bisa didapatkan dari pasangan, keluarga, teman, dan –dalam penelitian ini
tokoh agama, dan tenaga kesehatan. Sumber referensi ini selanjutnya
memberikan motivasi untuk individu memilih menggunakan pengobatan
ala nabi (thibbun nabawi). Semua partisipan pertama kali menggunakan
pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) atas rekomendasi dari sumber
referensi ini.
Enam dari tujuh partisipan menyatakan keluarga memiliki peran
dalam menggunakan pengobatan ala nabi (thibbun nabawi, TN). Selain
berperan dalam proses pengambilan keputusan, keluarga juga berperan
terhadap konsistensi partisipan dalam menggunakan TN. Berikut adalah
salah satu kutipan pernyataan partisipan.
66
66
―ya, banyak peran keluarga. Dan atas pertimbangan keluarga
dibanding saya sendiri ketika memutuskan ini.”(P6)
Lima dari enam partisipan menggunakan pengobatan ala nabi
pertama kali atas rekomendasi dari teman mereka. Testimoni dari teman
yang sudah terlebih dahulu menggunakan pengobatan ala nabi (thibbun
nabawi) dan cerita akan keberhasilan mereka meraih harapan setelah
menggunakan pengobatan metode ini (contohnya: perbaikan kondisi
kesehatan bahkan kesembuhan) dapat memotivasi orang disekitar untuk
melakukan hal yang sama. Berikut adalah beberapa kutipan pernyataan
partisipan,
―saya dapet recomend dari temen. Karena semua kalau berobat itu
kan niat untuk sembuh. Tapi yakin, yakin aja. Karena pengalaman
dari temen, sebelumnya ada temen juga yang pernah pengobatan
ini. Katanya sih sekarang sudah lebih baik. Dia obatnya itu
dosisnya udah dikurangin. Terus keluhan-keluhannya udah banyak
berkurang, jantung berdebar-debarnya sudah berkurang.‖ (P1)
Terakhir, empat dari tujuh partisipan menggunakan herbal thibbun
nabawi atas rekomendasi dari tokoh agama dan tenaga kesehatan.
Keduanya sama-sama mengikuti workshop thibbun nabawi yang diadakan
oleh tokoh agama. Selain itu, beberapa tenaga kesehatan sudah mulai
menggunakan dan menganjurkan penggunaan TN pada masyarakat.
Berikut adalah kutipan pernyataan dari salah satu partisipan perempuan,
ibu rumah tangga, yang memilih menggunakanpengobatan ala nabi
(thibbun nabawi) dan mengikuti pelatihan thibbun nabawi:
―siapa ya? Paling saya suka ikut workshop tentang thibbun
nabawi. Jadi ya, Ustadz-ustadz saja.‖ (P4)
Subtema 3.2. Pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) bermanfaat
bagi kesehatan
67
67
Keyakinan bahwa pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) dapat
menyembuhkan penyakit menyebabkan semua partisipan memilih
menggunakan pengobatan cara ini. Dari tujuh partisipan, empat orang
partisipan menggunakan herbal ala nabi (thibbun nabawi) karena memiliki
keyakinan bahwa dengan rutin mengkonsumsi dapat menghilangkan
gejala-gejala penyakit yang diderita bahkan menyembuhkannya. Sehingga
mereka merasa tidak memerlukan pengobatan medis lagi atau menjadikan
pengobatan medis sebagai pilihan kedua untuk menangani masalah
kesehatannya.
―Akhirnya saya coba habassauda itu sehari tiga kali, dua-dua.
Terus saya minum, setahun. Emang rasanya itu, apa namanya,
berkurang lah gitu, lama-lama berkurang-berkurang. Tetapi lama-
lama sekarang udah nggak kambuh lagi itu asthmanya. karena
saya asthma nggak kambuh terus ini udah ya nggak perlu dan
nggak pernah bicara khusus gitu. Konsultasi (dengan tenaga
medis) nggak pernah juga. Karena selama ini saya merasa, apa
namanya, sembuh ya sudah saya nggak ke dokter lah.‖ (P3)
Salah satu partisipan bahkan menggunakan pengobatan ala
nabi (thibbun nabawi) sebagai pilihan pertama ketika timbul
masalah kesehatan.
―yang kelihatan banget sih, herbal lama ya. Sembuhnya nggak
langsung tapi frekuensi sakitnya berkurang. Contohnya sari
kurma, alhamdulilah, ada teman dari Timur-Tengah yang bawain.
Sari kurmanya lebih kental, jadi kurma tok. Jadi terasa banget,
zink-nya itu terasa banget. Jadi kalau buat naikin trombosit atau
Hb itu lebih terasa. Saya kalau pusing-pusing sedikit langsung
minum itu aja. Saya bukannya tidak yakin dengan medis tetapi
kalau saya atau anak saya sakit pakai herbal dulu. Medis akan
dijadikan pilihan kedua kalau mau lebih cepat proses
penyembuhannya kalau sudah mengganggu ibadah saya.”(P4)
68
68
Selanjutnya lima dari tujuh partisipan meyakini bahwa melakukan
bekam akan membantu menghilangkan gejala penyakit bahkan sampai
menyembuhkan penyakitnya.
―saat ini saya autoimun. Antibodi nyerang tubuh saya. Saya mau
coba cara ala bekam buat nyembuhin. Dulu saya pusing-pusing.
Pas dibekam disini, pusing-pusingnya hilang. Kemarin kaki saya
nyeri, sedikit, sedikit berkurang. Jadi lebih enteng. Enak, sakit
saya lebih berkurang.‖ (P2)
Dan terakhir, satu dari tujuh partisipan menggunakan ruqyah. Dan
partisipan ini meyakini bahwa dengan menggunakan ruqyah masalah
psikologis yang dialaminya teratasi. Partisipan ini membandingkan
pengalaman sebelumnya dengan memilih pengobatan medis baru
kemudian beralih ke ruqyah karena merasa tidak adanya kesembuhan
setelah melakukan terapi medis. Berikut adalah kutipannya,
―Jadi sebelum ruqyah itu, berat banget untuk ngapa-ngapain juga,
males gitu ya. Berat, berat mau ngapa-ngapain lah. setelah ruqyah
jadi enteng sih. Jadi sebelumnya kayak ada beban, setelahnya
kayak diambil dari dalem tubuh. Nyaman, lebih nyaman gitu lah.
bisa menenangkan kita juga dari hal-hal yang terkadang
mengkhawatirkan juga ya. bisa disembuhkan dengan ruqyah juga
saat ini, dengan al qur’an. Dibacakan al qur’an menenangkan
hati.‖ (P6)
Selain karena keyakinan akan kesembuhan yang diberikan setelah
melakukan pengobatan ala nabi (thibbun nabawi), alasan lain yang
menyebabkan seseorang memilih menggunakan pengobatan ala nabi
(thibbun nabawi) adalah keyakinan akan manfaatnya dalam menjaga
kesehatan. Pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) diyakini memberikan
tidak hanya manfaat kuratif (penyembuhan) tetapi juga preventif
(pencegahan). Enam dari tujuh partisipan memiliki keyakinan ini.
69
69
Keyakinan ini menyebabkan seseorang memilih untuk beralih dari terapi
medis yang diyakini hanya digunakan untuk menyembuhkan saja.
Lima dari tujuh partisipan memiliki keyakinan bahwa pengobatan
herbal ala nabi (thibbun nabawi) memberikan manfaat dalam
meningkatkan daya tahan tubuh sehingga tubuh tidak mudah terserang
penyakit. Herbal ala nabi yang digunakan diantaranya adalah habatussauda
(jintan hitam), madu, air zam-zam, kurma (sari kurma dan buah), minyak
zaitun, dan buah beri.
―Ya karena herbal itu kan, e, memperbaiki daya tahan tubuh, nah
jadi lebih kearah pencegahan gitu saya mikirnya. Jadi, lebih baik
mencegah daripada mengobati kan gitu. Jadi, mencegah dengan
cara meningkatkan daya tahan tubuh, nah di habassauda itu kan
katanya adalah salah satu, e, fungsinya.‖ (P3)
Selain pengobatan dengan herbal ala nabi (thibbun nabawi),
pengobatan dengan bekam (al-hijamah) juga dipercayai memberikan
manfaat dalam menjaga kesehatan. Dua dari tujuh partisipan memiliki
keyakinan dengan melakukan bekam daya tahan tubuh meningkat
sehingga tidah mudah terkena penyakit. Bekam dipercaya dapat
mengeluarkan darah ‗kotor‘ yang terdapat dalam aliran darah, sehingga
tubuh tidak mudah terserang penyakit.
―Dulu habis operasi kista, untuk pemeliharaan kesehatan saja.
Bekam waktu saya kista ada perubahan, jadi lebih fit.‖ (P2)
Selanjutnya, ruqyah juga dipercayai memiliki efek dalam menjaga
kesehatan psikologis. Selama proses ruqyah, terapis melantunkan bacaan
Al-Qur‘an kepada klien. Hal ini dipercaya mampu membuat kondisi
psikologis seseorang menjadi lebih tenang. Dari tujuh orang partisipan
70
70
hanya satu orang partisipan yang melakukan terapi ruqyah dan
menyatakan bahwa setelah dilakukan terapi timbul perasaan nyaman.
―Jadi sebelum ruqyah itu, berat banget untuk ngapa-ngapain juga,
males gitu ya. Berat, berat mau ngapa-ngapain lah. setelah ruqyah
jadi enteng sih. Jadi sebelumnya kayak ada beban, setelahnya
kayak diambil dari dalem tubuh. Nyaman, lebih nyaman gitu lah.‖
(P6)
Subtema 3.3. Pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) aman
digunakan
Keyakinan bahwa pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) tidak
memiliki efek samping bagi tubuh menyebabkan seseorang memilih
pengobatan metode ini. Semua partisipan meyakini bahwa tidak ada efek
samping dari pengobatan ala nabi (thibbun nabawi), baik herbal ala nabi,
bekam, dan ruqyah. Mereka menganggap tidak adanya efek samping tetapi
menganggapnya sebagai bagian dari proses detoksifikasi pengobatan.
Lima dari tujuh partisipan menggunakan pengobatan herbal ala
nabi (thibbun nabawi). Dan lima dari tujuh partisipan menggunakan
metode ini percaya bahwa tidak adanya efek samping setelah
menggunakan terapi ini.
―nggak ada ya. Nggak pernah ada efek samping yang dirasakan
ya. Biarpun minum habatussauda, minum herbal itu,
Alhamdulillah nggak ada tuh. Justru efek sampingnya badan kita
malah terasa enak terus.‖(P5)
Sementara itu, tiga dari tujuh partisipan bisa dianggap mengalami
efek samping. Akan tetapi, mereka menyebutkan bahwa ini hanya bagian
dari proses detoksifikasi atau merupakan respon wajar tubuh saat beralih
dari terapi medis ke pengobatan ala nabi (thibbun nabawi).
71
71
―Paling deprok ya. Waktu pindah waktu itu deprok aja ya. Emang
saya punya penyakit di lambung ya, mbak. Itu pernah sampe 2 hari
nggak bangun ya, itu pusingnya sampe udah kayak apa. Rasanya
udah pengen minum panadol aja, itu kalau minum panadol doang
udah sembuh yak. Untungnya suami saya libur, udah pah, aku 2
hari libur aja sampe nggak keluar rumah bener tuh. Sampe
bangun, bangun buat ke kamar mandi doang sama sholat doang,
mbak. Itu bener-bener badan kita sakitnya kayak apa, pusingnya
kayak apa. Tapi kan gini, yakin ya Allah, yakin yang
menyembuhkan kan Allah. Itu yang namanya hijrah ya, kan
memang udah dikasih tau kalau kita hijrah ke thibbun nabawi
detoksnya begini.‖ (P7)
Dari total tujuh orang partisipan, enam orang partisipan pernah
menggunakan pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) jenis bekam. Dan
empat dari tujuh partisipan meyakini bahwa bekam tidak memberikan efek
samping.
―Kita minum obat, banyak kimianya. tapi kalau ini kan.. eh..
cukup mengeluarkan darah kotor aja kan, nggak ada kimianya.
Jadi nggak ada efek negatifnya ke tubuh.‖ (P2)
Dari tujuh partisipan yang diwawancarai hanya satu orang yang
menggunakan pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) dengan cara ruqyah.
Satu dari tujuh pertisipan ini menyatakan bahwa ruqyah tidak memberikan
efek samping apapun bagi tubuh.
―Karenya efek samping dari medis yang saya rasakan dan saya
yakin juga dengan qur’an jadi lebih nyaman. Dan kebetulan sekali
setelah pengobatan itu sudah nggak kenapa-napa dan nggak ada
efek ke badan beda dengan pengobatan obat, malah lebih parah.‖
(P6)
Selain masalah efek samping pengobatan, masyarakat sudah mulai
sadar akan pentingnya prinsip keamanan pasien (patient safety). Hal ini
akhirnya menjadi salah satu pertimbangan dan alasan masyarakat memilih
metode pengobatan tertentu. Mereka yang akhirnya memilih menggunakan
atau beralih menggunakan pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) meyakini
72
72
bahwa bekam yang mereka lakukan menerapkan prinsip sterilisasi alat
yang benar dan herbal yang mereka gunakan terjamin kualitas dan
mutunya.
Lima dari tujuh partisipan mengungkapkan keyakinan mereka
bahwa bekam yang dilakukan oleh mereka menerapkan prinsip mencegah
penularan penyakit yang baik. Berikut adalah pernyataan salah satu
partisipan:
―dari situ ternyata katanya jarumnya satu pasien diganti.
Desinfektannya gimana? Desinfektannya biasa pake alkohol,
betadin dulu katanya. Jadi kan pasiennya aman, terapisnya juga
harus aman kan. Jadikan saya merasa safety buat saya dan terapis
juga kan.‖ (P1)
Selain prinsip pencegahan penularan penyakit yang diterapkan
pada bekam, keyakinan bahwa herbal TN terjamin kualitas dan mutunya
juga dijadikan pertimbangan oleh partisipan. seperti yang diungkapkan
oleh empat dari tujuh partisipan:
―Kalau jamu itu kan juga, ada yang bilang tuh jamu sekarang itu
nggak alami, padahal jamu itu herbal juga kan. Cuma ada yang
bikinnya dari premix kan, dari yang bubuk-bubuk terus juga ada
tambahan pengawetnya juga. Belinya khusus. e, e, di keluaran Ust.
Febrian, dia aja yang aku beli. Di depok, sekalian anak-anak
sekolah. Kalau el-iman, aku belinya cuma el-iman ya. Kalau madu
kalau el-iman itu dia berani menjamin kemurniannya.‖ (P4)
Subtema 3.4. Pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) merupakan
ajaran agama
Dasar pengobatan ala nabi (Thibbun Nabawi, TN) adalah
pengobatan yang dilakukan oleh Rasulullah SAW dan sahabat-sahabatnya.
Hal inilah yang menjadi dasar keyakinan masyarakat bahwa TN
73
73
merupakan ajaran agama. Seperti yang diungkapkan oleh semua
partisipan. Berikut adalah kutipan pernyataan salah satu partisipan:
―Eh, apa ya, melakukan sesuatu dengan landasan keyakinan, kalau
bilang iman kayaknya belagu banget ya. Hehehe. Yaitu, karena
kecintaan. Kan berbeda kalau orang sekedar kepengen sembuhnya
sama, yakin walaupun tidak sembuh tapi saya sudah melakukan
apa yang dicontohkan Rasul, karena saya mencintai Rasul, karena
saya mengimani. Beda itu, feel-nya itu beda.‖ (P4)
selain bersumber dari hadist (perbuatan Rasulullah SAW), sumber
lain keyakinan partisipan adalah firman Allah SWT dalam al-Qur‘an.
Empat dari tujuh partisipan pun mengungkapkan hal ini. Berikut adalah
kutipan salah satu pernyataan partisipan.
―Oh ini ayatnya, ini ada. Kenapa sih kita harus minum buah yang
direkomendasikan Allah, buah tin sama zaitun? Ya pokoknya balik
lagi, masa sih kita nggak percaya sama al-qur’an sedangkan al-
qur’an ini dari siapa. Saya yakinnya itu sih.‖ (P7)
74
74
BAB VI
PEMBAHASAN
Bab ini akan dibagi menjadi dua bagian. Pada bagian pertama pembahasan hasil
yang telah dianalisa menjadi beberapa tema besar dan subtema akan dibandingkan
dengan konsep, teori, dan penelitian sebelumnya guna memperkuat pembahasan
dalam interpretasi hasil. Selanjutnya, bagian kedua bab ini akan mengemukakan
beberapa keterbatasan yang terjadi selama proses penelitian untuk dibandingkan
dengan proses penelitian yang ideal (sesuai aturan).
A. Interpretasi Hasil Penelitian dan Diskusi
Seperti yang telah dijabarkan di bab sebelumnya, penelitian ini memiliki
dua tema. Masing-masing tema selanjutnya memiliki beberapa subtema
dengan kategori yang berbeda masing-masingnya. Tema-tema yang terdapat
dalam penelitian ini sudah teridentifikasi dalam tujuan penelitian. Berikut
adalah rincian penjelasan dan interpretasi dari masing-masing tema:
Tema 1. Istilah metode pengobatan Nabi Muhammad (thibbun nabawi)
sudah familiar
Metode pengobatan Nabi Muhammad (thibbun nabawi, TN) adalah
metode pengobatan yang digunakan oleh Nabi Muhammad SAW dan
direkomendasikan untuk digunakan oleh orang lain. Jenis-jenis metode
pengobatan ini ada tiga, yaitu dengan obat-obatan alamiah, dengan
menggunakan obat-obatan ilahiyah, dan gabungan kedua jenis pengobatan
ini. Contoh pengobatan menggunakan pengobatan alamiah adalah hijamah
(bekam), herbal, dan kayy (terapi besi panas). Prinsip metode pengobatan
75
75
Nabi Muhammad adalah (1)pengobatan diri sendiri (self-cure atau self-
care) dengan mengkonsumsi makanan sehat dan alami dan (2)setiap
penyakit memiliki obat, hal ini menyebabkan baik terapis maupun pasien
memiliki perasaan optimis selama menjalani pengobatan (al-Jauziyah,
2004). Hal-hal inilah yang diungkapkan oleh partisipan penelitian. Dan hal
ini dapat membuktikan bahwa TN telah dikenal oleh para partisipan.
Tema 2. Keyakinan negatif terhadap terapi medis mempengaruhi sikap
dalam memilih pengobatan alternatif lain (pengobatan ala nabi/ thibbun
nabawi)
Perilaku manusia dikendalikan oleh tiga jenis pemikiran. Salah satunya
keyakinan tentang konsekuensi yang mungkin terjadi disebabkan oleh sebuah
perilaku (behavioral belief). Keyakinan terhadap perilaku (behavioral belief)
menghasilkan sikap yang menguntungkan atau tidak menguntungkan terhadap
perilaku (attitude toward behavior). Seseorang dapat berpegang teguh pada
banyak keyakinan terhadap perilaku dan menghargai semua perilaku. Hal ini
diasumsikan bahwa keyakinan yang diterima, digabungkan dengan nilai
subjektif dari hasil yang diharapkan, menentukan sikap terhadap perilaku yang
berlaku (Ajzen, 2006). Hal ini sejalan dengan hasil temuan dalam penelitian
ini. Semua partisipan dalam penelitian ini sebelumnya lebih memilih
menggunakan terapi medis sebagai pilihan pertama metode pengobatan
mereka tetapi setelah melakukan terapi medis keuntungan yang diharapkan
tidak didapatkan. Akibatnya sikap mereka terhadap terapi medis berubah
menjadi negatif.
76
76
a. Keyakinan bahwa terapi medis belum dapat mengobati penyakit yang
diderita
Sebagian besar partisipan meyakini merasa bahwa terapi medis
yang dijalani belum bisa mengatasi semua keluhan-keluhan mereka.
Hal ini menyebabkan timbul perasaan kecewa dan mempengaruhi
keyakinan mereka terhadap terapi medis. Akibatnya mereka mencoba
mencari alternatif pengobatan lain agar harapan mereka tercapai. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Mendeker Bahall (2017), dalam
penelitiannya tentang penggunaan pengobatan komplementer pada
pasien ginjal stadium akhir, alasan nomer dua (42,1%) mengapa
seseorang menggunakan pengobatan komplementer dan alternatif
adalah kekecewaan karena pengobatan medis dirasa tidak efektif.
Dalam penelitian lain, alasan masyarakat memilih menggunakan terapi
jamu menurut dokter praktik jamu adalah putus asa dengan pengobatan
konvensional (Delima et al, 2012)
b. Keyakinan bahwa terapi medis memberikan efek samping
Seluruh partisipan dalam penelitian ini menyatakan bahwa terapi
medis memiliki efek samping. Hal ini menjadi salah satu alasan
partisipan mengganti atau menambahkan terapi alternatif lain untuk
menghindari penggunaan terapi medis dalam jumlah banyak. Menurut
Kristoffersen, et al (2013), dalam penelitian tentang Evidance-based
Practice penggunaan pengobatan komplementer dan alternatif untuk
pasien dengan sakit kepala kronis, sakit kepala kronis biasanya diatasi
dengan terapi medis tetapi tidak beberapa orang tidak dapat
77
77
menoleransi jenis terapi akut atau pencegahannya karena efek samping
obat ataupun kontraindikasinya. Hal ini menyebabkan beberapa orang
mencari alternatif pengobatan lain.
Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Kamaluddin (2010),
dalam penelitiannya tentang Pertimbangan Alasan Pasien Hipertensi
Menjalani Terapi Bekam di Kabupaten Banyumas, salah satu alasan
pasien memilih menggunakan terapi bekam adalah keinginan terbebas
dari efek samping pengobatan.
Tema 2. Keyakinan positif terhadap pengobatan ala nabi (thibbun
nabawi) mempengaruhi sikap pada penggunaan terapi ini
Sebuah perilaku merupakan hasil dari keyakinan, yaitu keyakinan terhadap
sebuah perilaku (behavioral belief), keyakinan terhadap seseorang atau
sumber rujukan tertentu (normative belief), dan keyakinan terhadap faktor-
faktor lain yang dapat mendorong atau menghambat perilaku dilaksanakan
(control belief). Masing-masing keyakinan akan mempengaruhi sikap dan
norma terhadap sebuah perilaku, baik itu positif maupun negatif (Ajzen,
2006). Perubahan pada sebuah perilaku dapat terjadi ketika terjadi karena
perubahan pada keyakinan. Keyakinan yang berubah terhadap sebuah perilaku
akan mengubah sikap atau norma, selanjutnya akan mempengaruhi niat
(intensi), dan pada akhirnya mengubah perilaku itu sendiri (Gorin & Arnold,
2006). Hal ini lah yang terjadi pada semua partisipan dalam penelitian ini.
Ketika keyakinan mereka terhadap terapi medis berubah, mereka mencari
pengobatan alternatif lain dan pada akhirnya menemukan keyakinan baru
terhadap pengobatan ala nabi (thibbun nabawi).
78
78
a. Lingkungan sosial memberikan pengaruh positif terhadap pengobatan
ala nabi (thibbun nabawi)
Salah satu yang dapat mengubah sebuah perilaku adalah keyakinan
normatif. Keyakinan normatif adalah sebuah keyakinan yang
datangnya dari seseorang atau kelompok yang dijadikan sebagai
sumber rujukan oleh individu (Azjen, 2006). Semua partisipan dalam
penelitian ini menyatakan pengaruh positif diberikan oleh orang-orang
di sekitar mereka mempengaruhi mereka memilih menggunakan
pengobatan ala nabi (thibbun nabawi). Sumber rujukan yang
mempengaruhi keyakinan mereka adalah (1)teman, (2)keluarga,
(3)orang lain, yaitu sesama pasien, tenaga kesehatan, tokoh agama, dan
warga net.
Yew & Noor (2015), dalam penelitian mereka tentang
Complementary and Alternative Medicine (CAM) in Medical
Anthropology: the Experience of Malaysian Chinese Cancer Survivors,
menjelasakan bahwa hubungan sosial (dengan keluarga, sesama
penderita kanker, dan komunitas) memiliki peran yang penting dalam
menggunakan pengobatan komplementer dan alternatif bagi individu
penderita kanker. Selain itu dalam penelitian ini juga menjelaskan
tentang peran jaringan global (warga net) dalam pemberian informasi
terkait manfaat beberapa pengobatan komplementer dan alternatif.
Dalam penelitian lain yang dilakukan oleh Mandreker Bahall
(2017), tentang use of complementary and alternative medicine (CAM)
by patients with end-stage renal disease on hemodialysis in Trinidad:
79
79
a descriptive study, menggambarkan urutan sumber informasi terhadap
pengobatan komplementer, yaitu (1)anggota keluarga, (2)sesama
pasien dan teman, (3)karyawan rumah sakit, (4)praktisi pengobatan
komlementer dan alternatif dan kelompok agama, (5)media. Partisipan
dalam penelitian ini mengungkapkan hal serupa, yaitu mereka merasa
cukup terbantu dengan banyaknya sumber referensi tentang
pengobatan ala nabi (thibbun nabawi). Keyakinan normatif yang
mereka dapatkan paling besar berasal dari teman-teman, kemudian
oleh keluarga, dan terakhir orang lain.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan Ridlwan Kamaluddin
(2010), tentang Pertimbangan dan Alasan Pasien Hipertensi
Menjalani Terapi Alternatif dan Komplementer Bekam di Kabupaten
Banyumas, menjelaskan keluarga memiliki peran sosial dan psikologis
sangat penting dalam proses pengambilan keputusan terkait pemilihan
terapi bekam dengan cara berdiskusi dan memberikan dukungan.
Penggunaan pengobatan komplementer dan alternatif di Indonesia
sudah digunakan sejak jaman nenek moyang dan pengetahuan
mengenai hal ini terus diturunkan dari generasi ke generasi. Hal ini
dipercayai dan diyakini oleh masyarakat dan keluarga sehingga mereka
akan mendukung penggunaan bekam sebagai salah satu pengobatan
komplementer dan alternatif yang digunakan.
b. Pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) bermanfaat bagi kesehatan
Seluruh partisipan menyebutkan bahwa pengobatan ala nabi
(thibbun nabawi) memiliki manfaat, yaitu (1)pengobatan ala nabi
80
80
(thibbun nabawi) dapat menyambuhkan penyakit dan (2)pengobatan
ala nabi (thibbun nabawi) dapat menjaga kesehatan. Dua alasan ini
akhirnya menggerakkan pengguna pengobatan ala nabi (thibbun
nabawi) untuk terus menggunakan pengobatan dengan metode ini.
Keyakinan terhadap efektivitas TN ini dapat menggambarkan
keyakinan terhadap sebuah perilaku (behavioral belief, BB).
Keyakinan terhadap sebuah perilaku selanjutnya menentukan sikap
apakah seseorang menerima atau menolak menjalankan sebuah
perilaku (Azjen, 2006). Hal inilah yang terjadi pada partisipan dalam
penelitian ini.
Menurut Bahall dan Edwards(2015), dalam penelitiannya
Perceptions of Complementary and Alternative Medicine among
Cardiac Patients in South Trinidad: a Qualitative Study, pasien
jantung banyak menggunakan pengobatan komplementer dan alternatif
(PKA), yaitu herbal. Alasan mereka menggunakan PKA adalah untuk
meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan, berpotensi
menyembuhkan penyakit jantung, dan tingginya keinginan terhadap
pendekatan yang lebih alami dan holistik, serta tingginya kesesuain
filosofis yang lebih besar antara PKA dan praktik kultural (tradisional).
Hasil penelitian yang sedikit dikemukakan oleh Bahall (2017),
dalam penelitian tentang use of complementary and alternative
medicin (CAM) by patients with end-stage renal disease on
hemodialysis in Trinidad: a descriptive study. Dalam penelitiannya
kali ini, angka pasien dengan penyakit ginjal stadium akhir yang
81
81
menjalani hemodialisa yang menggunakan pengobatan komplementer
dan alternatif (PKA) sangat kecil (18,8%). hal ini mungkin disebabkan
oleh kondisi alami dari penyakit ginjal, yang dapat menyebabkan
peningkatan toksisitas beberapa bahan kimia akibat kehilangan fungsi
ekskresi dari ginjal. Akan tetapi, manfaat penggunaan PKA yang
diharapkan didapat oleh pasien sebagian besar masih sama yaitu
(1)peningkatan kesejahteraan psikologis/emosional, (2)menghilangkan
efek samping atau gejala berhubungan dengan terapi medis,
(3)pengobatan kuratif untuk masalah kesehatan, dan (4) relaksasi/
istirahat.
Selanjutnya, Lucie Widowati., et al (2014), dalam penelitiannya
tentang Evaluasi Praktik Dokter yang Meresepkan Jamu untuk Pasien
Penderita Penyakit Degeneratif di 12 Propinsi, menjelaskan bahwa
alasan dokter menjalankan terapi jamu salah satunya adalah untuk
dijadikan terapi alternatif untuk penyakit degeneratif dan salah satu
alasan pasien memilih pengobatan dengan jamu adalah karena lebih
manjur. Selain itu salah satu tanaman jamu yang digunakan dokter
untuk pengobatan arthritis adalah jintan hitam (habatus sauda) yang
merupakan bagian dari pengobatan ala nabi (thibbun nabawi).
Beberapa manfaat terapi bekam yang disebutkan partisipan adalah
(1)bekam dapat mengobati migrain, sakit kepala, dan myalgia;
(2)bekam dapat mengatasi gejala-gejala hipotiroid dan meningkatkan
fertilitas pasien hipotiroid; (3)bekam dapat mengatasi masalah
pencernaan (diare, magh, flatulensi); (4)bekam dapat mengurangi
82
82
kadar kolesterol darah; dan (5)bekam dapat mengobati autoimun.
Beberapa manfaat yang disebutkan partisipan bukan hanya merupakan
perasaan subyektif mereka. Beberapa dapat dibuktikan dari beberapa
penelitian yang sebelumnya sudah dilakukan. Sedangkan, beberapa
manfaat lainnya masih belum dapat dibuktikan secara empiris sehingga
ada kemungkinan hanya merupakan perasaan subjektif.
Pertama, Cao, et al. (2010), dalam penelitian tentang Clinical
research evidence of cupping therapy in China: Systematic Literature
Review, menyatakan dari 550 penelitian klinis yang dianalisis
menunjukkan hasil bahwa terapi bekam menunjukkan potensi manfaat
untuk mengatasi (1)nyeri yang berhubungan dengan nyeri otot kronis
(low back pain, skelalgia, fibromyalgia, dll), nyeri yang umum
(pinggang keseleo, dll), nyeri karena infeksi (herpes zoster), dan nyeri
saraf/ neuralgia (sakit kepala dan sciatica); (2)penyakit pernapasan,
yaitu flu biasa, batuk dan asthma; (3)penyakit kulit dan jaringan
subkutan, yaitu jerawat, neurodermatitis, urtikaria; (4)penyakit sistem
saraf, yaitu paralisis wajah; (5)mastitis; (6)pasien dengan luka dan
sious untuk mengeluarkan pus.
Kedua, Firoozadi, et al., (2014), dalam penelitiannya tentang
comparative efficacy trial cupping and serkangabin versus
conventional therapy of migraine headaches: randomized, open-label,
comparative efficacy trial, menyatakan tidak terdapat perbedaan
signifikan antara bekam basah dan serkangabin dengan terapi medis
untuk penurunan gejala (keparahan sakit kepala, frekuensi serangan
83
83
migrain, dan durasi serangan per jam). Sehingga bekam basah dan
serkangabin dapat dijadikan alternatif terapi untuk pasien yang
mengalami intoleransi obat, tidak berespon terhadap terapi medis, dan
perawatan primer.
Ketiga, Al-Jouni et al., (2014), dalam penelitian dengan metode
quasi eksperimen tentang the effect of wet cupping on quality of life of
adult patients with chronic medical conditions in King Abdulaziz
University Hospital, menyatakan penyebab pasien dirujuk ke klinik
bekam adalah (1)nyeri, yaitu nyeri sendi, nyeri tulang belakang, nyeri
leher dan pundak, neuropati perifer, nyeri osteoarthritis; (2)sakit
kepala; (3)infertilitas; (4)alergi; (5)hipertensi dan diabetes; (6)sindrom
metabolik; (7)sindrom keletihan; (8)disfungsi tiroid; (9) masalah
psikologis. Dan bekam basah efektif dalam meningkatkan kesehatan
dihubungkan dengan kualitas hidup (health-related quality of life,
HRQOL), yaitu dalam domain kesehatan fisik dan emosional pada
pasien dengan nyeri (kecuali nyeri osteoarthritis), sakit kepala, dan
hampir semua tipe kondisi kronis (kecuali sindrom metabolik).
Keempat, Refaat et al., (2014), dalam penelitian tentang Islamic
wet cupping and risk factor of cardiovascular diseases: effects on
blood pressure, metabolic profile and serum electrolytes in healthy
young adult men, menyatakan bekam basah dapat bermanfaat untuk
terapi pencegahan atau profilaksis dan/atau komplementer untuk
menurunkan tekanan darah dengan memodulasi serum natium dan
kalium. Selain itu dapat memberikan perlindungan terhadap penyakit
84
84
kardiovaskular dengan menurunkan nilai LDL dan meningkatkan nilai
HDL.
Dan terakhir, Hussam Baghdadi., et al (2015), dalam penelitiannya
tentang ameliorating role exerted by al-hijamah in autoimmune
disease: effect on serum autoantibodies and inflammatory mediators,
Kemudian beberapa manfaat herbal ala nabi yang dikemukakan
oleh partisipan adalah (1)jintan hitam dapat mengobati asthma;
(2)jintan hitam dapat meningkatkan imun sehingga tidak mudah
terserang penyakit; (3)jintan hitam dapat mengobati migraine dan sakit
kepala; (4)sari kurma dapat mengatasi hipoglikemia; (5)sari kurma
dapat meningkatkan trombosit; (6)sari kurma dapat mengatasi anemia;
(7)minyak zaitun dan madu dapat menghambat penuaan dini pada
kulit; (8)minyak zaitun dan madu dapat menjaga kesehatan; (9)madu
dapat menurunkan panas; (10)madu dapat mengobati batuk. Beberapa
penelitian, baik di Indonesia maupun internasional, mendukung
beberapa manfaat yang dikemukakan oleh partisipan.
Beberapa penelitian dilakukan untuk membuktikan manfaat dan
efektivitas jintan hitam (habatussauda, Nigella sativa) untuk beberapa
masalah kesehatan. Pertama, Abdulrahman Koshak et al., (2017),
dalam penelitiannya tentang Nigella sativa supplementation improves
asthma control and biomarkers: a randomized, double-blind, placebo-
controlled trial, mengemukakan suplementasi dari jintan hitam dapat
meningkatkan control terhadap asthma dengan memperbaiki fungsi
paru-paru. Hal ini dihubungkan dengan eosinophil darah dalam kadar
85
85
normal. Kedua, Adivtian Ragayasa (2016), dalam penelitiannya
tentang Pengaruh Pemberian Kurma terhadap Profil Darah pada
Pasien Demam Berdarah Dengue Grade II, mengungkapkan bahwa
pemberian kurma dosis 1,87 gr/KgBB berpengaruh terhadap profil
darah pada pasien demam berdarah dengue grade II. Pemberian kurma
dengan dosis ini berpengaruh dalam meningkatkan kadar trombosit,
menurunkan kadar hematokrit, meningkatkan kadar hemoglobin, dan
meningkatkan kadar leukosit pada pasien demam berdarah dengue
grade II.
Selain kedua penelitian diatas, jumlah penelitian terbaru terkait
efektivitas herbal TN terhadap sejumlah penyakit masih terbatas. Hal
ini disebabkan oleh terbatasnya jumlah penelitian yang melibatkan
manusia untuk menguji efektivitas beberapa herbal TN.
Dan terakhir manfaat ruqyah yang disebutkan partisipan adalah
memberikan perasaan nyaman, tenang, dan ringan dalam melakukan
ibadah. Ruqyah sendiri merupakan terapi yang digunakan dengan
membacakan ayat-ayat tertentu dalam al-Qur‘an dengan baik dan
benar (tartil). Hal ini sejalan dengan beberapa ayat yang terdapat
dalam Al-Qur‘an, yaitu:
ل مه القزءان مب هى شفبء ورحمة للمؤمىيه ووىز
Artinya:
―Dan Kami turunkan dari al-Qur‘an itu sesuatu yang menjadi obat
dan rahmat bagi orang-orang beriman.‖ (QS. Al-Isra:82)
86
86
تطمئه ألبذكزللا الذيه امىىوتطمئه قلىبهم بذكزللا
القلىة
Artinya:
―(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi
tentram dengna mengingat Allah. Ingatlah, dengan mengingat Allah
lah hati menjadi tentram‖. (QS. Ar-Ra‘d:28) (al-Jauziyah, 2004)
Hal ini sejalan dengan penelitian lain yang dilakukan oleh Monireh
Mahjoob, et al (2016), tentang the effect of holy qur’an voice on
mental health, peneliti menunjukkan bahwa mendengarkan qur‘an
dapat direkomendasikan oleh psikolog untuk meningkatkan kesehatan
mental dan memperoleh ketenangan yang lebih baik.
c. Pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) aman digunakan
Seluruh partisipan meyakini bahwa pengobatan ala nabi (Thibbun
Nabawi, TN) tidak memiliki efek samping. Hal inilah yang
menyebabkan semua partisipan mau menggunakan atau bahkan lebih
memilih TN sebagai pilihan pengganti terapi medis. Joshua Bauml, et
al (2015), dalam penelitiannya tentang do attitudes and beliefs about
complementary and alternative medicine impact utilization among
patients with cancer? A cross-sectional survey, mengungkapkan
bahwa ras kulit hitam di Amerika Serikat menganggap efek samping
PKA menjadi salah satu fokus pertimbangan mereka memilih PKA.
Sedang, Tangkiatkumjai et al (2014) dalam penelitiannya yang
berjudul reason why Thai patients with chronic kidney disease use or
87
87
do not use herbal and dietary supplements, pasien dengan penyakit
ginjal kronik meyakini bahwa PKA ‗alami‘ dan ‗aman‘, juga memiliki
efek samping lebih sedikit. Di Indonesia, Ridlwan Kamaluddin (2010),
tentang Pertimbangan dan Alasan Pasien Hipertensi Menjalani Terapi
Alternatif dan Komplementer Bekam di Kabupaten Banyumas,
menjelaskan bahwa salah satu alasan masyarakat menggunakan bekam
karena aman dan tidak ada efek samping yang dirasakan.
d. Pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) merupakan ajaran agama
Rasulullah SAW melakukan pengobatan untuk diri sendiri dan
memerintahkan orang lain yang terkena penyakit, baik keluarga atau
para sahabatnya untuk melakukan pengobatan sendiri. Pengobatan
yang digunakan oleh beliau dan sahabatnya adalah dasar pengobatan
ala nabi (thibbun nabawi). (al-Jauziyah, 2004)
Diriwayatkan dari Said bin Jubair, dari Ibnu Abbas, dari Nabi
SAW bahwa beliau bersabda: ―Kesembuhan bisa diperoleh dengan tiga
cara: dengan meminum madu, dengan pembekaman, dan dengan besi
panas. Dan aku melarang umatku (menggunakan) pengobatan dengan
besi panas.‖ (HR. Bukhari, HR. Ahmad, dan HR. Ibnu Majah)
Dalam riwayat lain, dari hadist Abu Salamah, dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah SAW bersabda: ―Hendaknya kalian mengonsumsi
jintan hitam (habbatus sauda). Karena jinten hitam mengandung obat
untuk segala jenis penyakit, kecuali As-saam (kematian).‖ (HR.
Bukhari dan Muslim)
88
88
Selanjutnya, dari Abu Hurairah diriwayatkan dari Nabi SAW
bahwa beliau bersabda: ―Konsumsilah minyak zaitun dan gunakan
sebagai minyak rambut, karena minyak zaitun dibuat dari pohon yang
penuh berkah‖. (HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah)
Dan terakhir, dirwayatkan dengan shahih dari Rasulullah SAW
bahwa beliau bersabda: ―Barangsiapa yang mengonsumsi tujuh butir
kurma di pagi hari (dalam riwayat lain: tujuh butir kurma al-Aliyyah),
pada hari itu ia tidak akan terganggu oleh racun ataupun sihir.‖
Hadist-hadist diatas merupakan dasar tuntunan dilakukannya
metode pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) (Al-Jauziyah, 2004).
Selanjutnya, hal ini dari generasi ke generasi menjadi dasar bagi
masyarakat yang beragama Islam memilih menggunakan pengobatan
metode ini. Selain itu, metode pengobatan ini juga merupakan bagian
dari ajaran agama karena bersumber dari Qur‘an dan Hadist. Inilah
yang terlihat pada partisipan dalam penelitian ini, semua partisipan
mengungkapkan hal ini.
Menurut Yew dan Noor (2015), dalam penelitian tentang
Complementary and Alternative Medicine (CAM) in Medical
Anthropology: the Experience of Malaysian Chinese Cancer Survivors,
ketika individu mengalami situasi yang mengancam jiwa (dalam hal
ini kanker yang diderita) mereka membutuhkan tidak hanya
penanganan tenaga medis tetapi juga kekuatan yang didapatkan dari
doa dan anugrah tuhan. Berdoa selalu dilakukan sebagai pengobatan
komplementer terbaik untuk pengobatan kanker pada partisipan
89
89
Kristen. Selain itu, partisipan Tao dan Budha kembali berdoa atau
berbagai macam bentuk praktik spiritual seperti nyanyian himne budha
dan berdoa kepada dewa selama diagnosis ini. Sehingga penelitian ini
dapat memperkuat kesimpulan bahwa ajaran agama dan spiritualitas
mempengaruhi proses pemilihan pengobatan komplementer dan
alternatif yang digunakan.
Selanjutnya, penelitian lain yang dilakukan Mandreker Bahall
(2017), tentang Use of Complementary and Alternative Medicine
(CAM) by Patients with End-Stage Renal Disease on Hemodialysis in
Trinidad: a Descriptive Study, memperlihatkan nilai penggunaan
pengobatan komplementer dan alternatif yang rendah pada pasien
dengan penyakit ginjal tahap akhir yang melakukan hemodialisa. Akan
tetapi, semua pasien yang menggunakan pengobatan komplementer
dan alternatif memilih herbal dan kebanyakan pengguna menggunakan
baik pengobatan herbal maupun spiritual. Hal ini kemungkinan
disebabkan pengobatan komplementer dan alternatif yang mereka
gunakan paling banyak diperkenalkan melalui bimbingan spiritual.
Lalu Supriadi (2014), dalam penelitiannya tentang Determinan
Perilaku Pencarian Pengobatan Tradisional (Traditional Medication)
Masyarakat Urban Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2014,
menunjukkan bahwa faktor agama yang dianut berhungan dengan
penggunaan pelayanan kesehatan tradisional. Kemudian Ridlwan
Kamaluddin (2010), dalam penelitiannya tentang Pertimbangan dan
Alasan Pasien Hipertensi Menjalani Terapi Alternatif dan
90
90
Komplementer Bekam di Kabupaten Banyumas, menyatakan aspek
spiritual yang merupakan salah satu alasan pasien hipertensi memilih
menggunakan bekam adalah terapi bekam merupakan salah satu ajaran
agama tertentu (islam).
Selain disebabkan pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) adalah
bagian dari ajaran agama Islam. Alasan lain yang menyebabkan
partisipan memilih pengobatan ala nabi (thibbun nabawi) memberikan
penguatan melalui salah satu prinsipnya, yaitu Dalam Shahih al-
Bukhari dan Muslim dari ‗Atha, dari Abu Hurairah RA, bahwa ia
berkata: Rasulullah SAW bersabda:
مىداء, إلأوزل له شفبءا. مبأوزللا
“Tidaklah Allah menurunkan suatu penyakit, melainkan Dia
menurunkan obatnya‖.
Hadist diatas mengandung pengabsahan terhadap ungkapan,
―setiap penyakit pasti ada obatnya‖, artinya bersifat umum sehingga
termasuk di dalamnya penyakit-penyakit mematikan yang tidak bisa
disembuhkan oleh dokter karena belum ditemukan obatnya. Allah
SWT telah menurunkan obat untuk penyakit-penyakit tersebut, tetapi
manusia belum dapat menemukan ilmu obat penyakit tersebut, atau
Allah SWT belum memberikan petunjuk kepada manusia untuk
menemukan obat penyakit tersebut. Oleh sebab itu, kesembuhan
terhadap penyakit dikaitka oleh Rasulullah dengan proses ‗kesesuaian‘
obat dengan penyakit yang diobati. Dalam hal ini terdapat arti tidak
91
91
hanya eksistensi obat untuk setiap penyakit, tetapi juga cara pemberian
dan dosis yang harus tepat.
Prinsip inilah yang dipegang dalam pengobatan ala nabi,
sehingga memberikan penguatan jiwa kepada orang yang sakit dan
juga dokter, tenaga medis, atau terapis yang mengobatinya. Selain itu
prinsip ini mengandung anjuran untuk mencari obat dan
menyelidikinya. Pasien yang merasa yakin akan adanya obat terhadap
penyakitnya akan merasa memiliki harapan dan rasa putus asa juga
akan hilang. Ketika jiwa seseorang menjadi semakin kuat, insting
seseorang akan meningkat. Selanjutnya timbullah semangat alamiah
dalam tubuhnya. Semangat ini akan meningkatkan stamina untuk
mendukung tubuhnya sehingga mampu mengatasi kondisi sakitnya,
bahkan menangkal penyakit. Demikian juga bagi terapis, dokter, dan
tenaga medis lainnya, ketika sudah meyakini adanya obat bagi semua
penyakit, mereka akan terus mencari obat dari suatu penyakit dan terus
melakukan penelitian (Al-Jauziyah, 2004).
B. Keterbatasan Penelitian
Peneliti menemui beberapa kendala dalam melaksanakan penelitian ini,
yaitu:
1. Penelitian ini merupakan pengalaman pertama peneliti melakukan
penelitian kualitatif. Sehingga, peneliti mengalami beberapa kesulitan saat
menganalisa dan menentukan tema yang diambil dari pernyataan
partisipan.
92
92
2. Karakteristik partisipan masih terlalu homogen. Hal ini terlihat dari jenis
kelamin partisipan mayoritas perempuan dengan usia diatas 30 tahun.
Sehingga mempengaruhi penentuan dan analisa data.
3. Keterbatasan dalam memperoleh sumber referensi terkait pengobatan ala
nabi (Thibbun Nabawi,TN) dan penelitian terkait terutama menyangkut
herbal TN. Hal ini mempengaruhi pembahasan penelitian ini.
4. Jangka waktu dilakukannya penelitian terlalu lama.
93
93
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini akan dibagi menjadi dua bagian, yaitu (1)kesimpulan dan (2)saran.
Pada bagian pertama bab ini, kesimpulan penelitian merupakan analisis seluruh
hal yang diuraikan pada bab-bab sebelumnya. Selanjutnya, saran penelitian akan
menguraikan masukan peneliti kepada pihak-pihak tertentu terkait hasil dari
penelitian ini.
A. Kesimpulan
Kesimpulan penelitian dapat diambil dari tema-tema yang teridentifikasi
sebagai hasil penelitian dan pembahasan yang diuraikan pada bab sebelumnya.
Berikut adalah beberapa kesimpulan dalam penelitian ini:
1. Hasil penelitian menggambarkan bahwa masyarakat sudah familiar
dengan metode pengobatan Nabi Muhammad SAW (thibbun nabawi).
Hal ini dibuktikan dengan pengetahuan masyarakat terhadap definisi
dan jenis-jenis metode pengobatan Nabi Muhammad serta prinsipnya.
2. Hasil penelitian menggambarkan bahwa masyarakat memiliki
keyakinan negatif terhadap terapi medis. Hal ini terjadi karena
turunnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap efektivitas terapi
medis dan keyakinan bahwa terapi medis memberikan efek samping.
Dan ketika hal ini terjadi masyarakat memilih mencari pengobatan
alternatif lain, yaitu pengobatan ala nabi (Thibbun Nabawi, TN).
3. Hasil penelitian juga menggambarkan bagaimana masyarakat akhirnya
memilih menggunakan pengobatan ala nabi (Thibbun Nabawi, TN).
Hal ini tergambar dari sejumlah keyakinan positif terhadap TN dan
94
94
terlihat dari sikap mereka yang menerima pengobatan ini. Alasan
utama mereka menggunakan TN karena lingkungan sosial mereka —
teman, keluarga, dan orang lain di sekitar mereka (sesama pasien,
tenaga kesehatan, tokoh agama, dan warga net)— mempengaruhi
keyakinan mereka. Selain itu, TN sendiri memang berakar pada agama
islam karena digunakan dan dianjurkan oleh Nabi Muhammad. Hal ini
menyebabkan mereka mencoba TN, dan merasakan manfaatnya, serta
merasa aman menggunakannya. Meskipun manfaat TN baru dirasakan
setelah menjalani terapi ini dalam jangka waktu lama, bahkan untuk
beberapa herbal ala nabi efektifitas dan efek sampingnya masih
dipertanyakan karena minimnya penelitian terkait.
B. Saran
Peneliti selanjutnya akan memberikan saran berdasarkan hasil penelitian,
pembahasan, dan kesimpulan. Berikut adalah beberapa saran yang diberikan
peneliti:
1. Perubahan pola perilaku pencarian pengobatan beralih dari terapi
medis menjadi Pengobatan Komplementer dan Alternatif (PKA) di
masyarakat, baik di Indonesia maupun global. Masyarakat mulai
menggunakan PKA, salah satunya adalah Pengobatan ala Nabi
(Thibbun Nabawi, TN). Hal ini mendorong semakin banyaknya terapis
dan penyedia layanan TN membuka tempat pelayanan terapi jenis ini.
Sayangnya, integrasi antara terapi medis dan TN belum banyak
dilakukan. Padahal konsultasi dan pengintegrasian antara keduanya
(terutama antara herbal TN dengan obat medis) diperlukan karena
95
95
adanya kemungkinan interaksi obat antara herbal TN dan obat medis
atau adanya kemungkinan efek samping dari TN lain terhadap kondisi
kesehatan tertentu. Selain konsultasi dan integrasi antara obat medis
dan herbal TN, penerapan SOP keamanan dan keselamatan baik untuk
terapis maupun pasien diperlukan terutama untuk prosedur invasif.
2. Peningkatan tren penggunaan TN di masyarakat tidak diimbangi
dengan peningkatan penelitian. Pembelajaran dan penelitian terkait TN
di dalam institusi pendidikan kesehatan harus mulai ditingkatkan untuk
menjamin kualitas, efektivitas, dan keamanan setiap jenis TN.
Penelitian terkait herbal TN mencakup efektivitas, dosis efektif,
interaksi obat, kontraindikasi, dan efek sampingnya. Selanjutnya
penelitian untuk bekam mencakup efektivitas, kontraindikasi, dan efek
samping yang mungkin ditimbulkan. Dan terakhir, perlu penelitian
lanjutan terkait peran masyarakat sekitar dalam mempengaruhi
individu menggunakan TN dan penggalian aspek spiritual dalam
penggunaan TN.
3. Perlu pengkajian ulang terhadap peraturan pemerintah terkait praktik
pelayanan TN kerena masih membatasi terapis dalam melakukan
pelayanan. SIP (Surat Izin Praktik) bagi terapis (penyehat tradisional)
diberikan oleh dinas terkait tetapi untuk prosedur invasif hanya
diizinkan dilakukan oleh tenaga kesehatan (dokter). Selain itu, untuk
tenaga kesehatan yang melakukan pengobatan jenis ini harus
melepaskan gelar tenaga kesehatannya jika ingin mendapat izin
96
96
praktik. Evaluasi berkala untuk melihat keamanan dan kualitas TN
perlu dilakukan pemerintah untuk mencegah terjadinya malpraktik.
97
97
DAFTAR PUSTAKA
Ajzen, Ichek. Constructing a TpB Questinnaire: Conceptual and
Methodological Considerations. 2006. Retrieved 24/11/2016 (8:21
PM) from http://people.umass.edu/aizen/tpbrefs.pdf
Ajzen, Ichek. Attitudes, Personality, and Behavior 2nd
edition. London: Open
University Press McGraw-Hill Education.(2006).
Ajzen, Ichek. Theory of planned behavior: bibliography. 2011. Retrieved
24//11/2016 (8:21 PM) from http://people.umass.edu/aizen/tpbrefs.html
Al-Jauziyah, Ibn Qayyim. Metode Pengobatan Nabi SAW. Jakarta: Griya Ilmu.
2007.
Al-Jounin, et al. The effect of wet cupping on quality of life of adult patients with
chronic medical conditions in King Abdulaziz University Hospital. Saudi Med
J. 2017. Retrieved 01/01/2018 (9:00AM) from http:// ncbi.nlm.nih.gov
Armitage, Christopher. J, & Julie Christian (ed). Planned Behavior: the
Relationship between Human Thought and Action. New york: Routledge.
(2017)
Badan Pusat Statistik Kota Depok (BPS Kota Depok). Data Penduduk Menurut
Wilayah dan Agama yang Dianut di Kota Depok. 2010. Retrieved
26/12/2017 (3:51 PM) from http://sp2010.bps.go.id
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta (BPS DKI). Data Penduduk Menurut
Wilayah dan Agama yang Dianut Provinsi DKI Jakarta. 2010. Retrieved
26/12/2017 (3:51 PM) from http://sp2010.bps.go.id
98
98
Bahall, Mendreker dan Mark Edwards. Perceptions of Complementary and
Alternative Medicine among Cardiac Patients in South Trinidad: a
Qualitative Study. BMC Complement Altern Med. 2015. Retrieved
01/01/2018 (9:00AM) from http://
bmccomplementalternmed.biomedcentral.com/articles/10.1186/s12906-015-
0577-8//.
Bahall, Mendreker. Use of Complementary and Alternative Medicine (CAM) by
Patients with End-Stage Renal Disease on Hemodialysis in Trinidad: a
Descriptive Study. BMC Complement Altern Med. (2017). PMCID:
PMC4333520. Retrieved 01/01/2018 (9:00AM) from
https://ncbi.nlm.nih.gov//
Bauml, Joshua. M., et al. Do Attitudes and Beliefs Regarding Complementary and
Alternative Medicine Impact Its Use among Patients with Cancer? a Cross-
sectional Survey. American Cancer Society. 2015. DOI:10.1002/cncr.29173.
Retrieved 01/01/2018 (9:00AM) from http://onlinelibrary.wiley.com
Ben-Arye, Eran., et al. Compared Perspective of Arab Patients in Palestine and
Israelon the Role of Complementary Medicine in Cancer Care. Journal of
Pain and Symptom Management. Elsevier Inc. 2015. Retrieved 08/03/2017
(8:30 AM) from http://doi.org/10.1016/j.jpainsymman.2014.10.006
Cao, Huijuan., et al. Clinical research evidence of cupping therapy in China:
Systematic Literature Review. BMC Complement Altern Med. 2010.
Retrieved 01/01/2018 (9:00AM) from http:// ncbi.nlm.nih.gov
Colorafi, Karen Jiggins & Bronwynne Evans. Qualitative Descriptive Methods in
Health Science Research. HERD (Health Environment Research and Design
99
99
Journal). SAGE Journals. 2016. Retrieved 24/11/2016 (8:21PM) from
http://journals.sagepub.com
Cresswell, J.W. Research Design: Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods
Approaches 2nd ed. Thousand Oaks, CA: Sage. 2013.
Delima, delima ., et al. Gambaran Prakti Penggunaan Jamu oleh Dokter di Enam
Provinsi di Indonesia. Buletin Penelitian Kesehatan. Kementrian Kesehatan
RI. Retrieved 01/01/2018 (9:00AM) from
http://ejournal.litbang.kemkes.go.id/index.php/BPK/article/view/2893/2078
Firoozabadi, Mohammad Deghani., et al. Comparative Efficacy Trial Cupping
and Serkangabin Versus Conventional Therapy of Migraine Headaches:
Randomized, Open-Label, Comparative Efficacy Trial. J Res Med Sci. (2014)
Retrieved 01/01/2018 (9:00AM) from http://ncbi.nlm.nih.gov
Fischer, Felix H.et al. High Prevalence but Limited Evidence in Complementary
and Alternative Medicine: Guideline for Future Research. BMC
Complementary and Alternative Medicine. 2014 Retrieved 16/11/2015 (4:48
PM) from: http://www.biomedcentral.com/1472-6882/14/46
Fitriani, Sinta. PromosiKesehatan. Graha Ilmu: Yogyakarta. 2011.
Goci, Enkeledja., et al. Complementary and Alternative Medicine (CAM) for Pain,
HerbalAnti-Inflammatory Drugs. European Scientific Journal. 2013.
Retrieved 12/11/2015 (9:11 PM) from: http://eujournal.org
Gorin, Sherri N Sheinfeld & Joan Arnold. Health Promotion in Practice. San
Fransisco: John Wiley and sons. 2006
Gottschling, Sven et al. Use of Complementary and Alternative Medicine in
Healthy Children and Children with Chronic Medical Conditions in
100
100
Germany.Complementary Therapies in Medicine. 2013. Retrieved 29/12/2015
(3:45 PM) from: http://www.sciencedirect.com//
Gulo, W. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo. 2002
Hadibroto, Iwan & Syamsir Alam. Seluk-Beluk: Pengobatan Alternatif dan
Komplementer. Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer. 2006.
Hardon, Anita, Catherine Hodgin dan Daphne Fresle. How to Investigate the Use
of Medicine by Consumers. Genewa: WHO. 2004. Retrieved 19/05/2016
(3:15 PM) from http://who.int/iris/handle/10665/68840
Hidayat, A. Alimul. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisa Data.
Jakarta: Salemba Medika. 2007.
http://jks.fikes.unsoed.ac.id/index.php/jks/article/view/276/151
Hussam Baghdadi., et al. Ameliorating Role Exerted By Al-Hijamah In
Autoimmune Disease: Effect On Serum Autoantibodies And Inflammatory
Mediators. International Journal of Health Sciences. 2015. Retrieved
01/01/2018 (9:00AM) from http://ncbi.nlm.nih.gov
Kamaluddin, Ridlwan. Pertimbangan Alasan Pasien Hipertensi Menjalani Terapi
Bekam di Kabupaten Banyumas. 2010. Retrieved 01/01/2018 (9:00AM) from
http://lib.ui.ac.id
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemkes RI). Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 1109/Menkes/Per/IX/2007. 2007. Retrieved 18/09/2015
(1:25 AM) from http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-
content/uploads/2011/04/PMK-No.-1109-ttg-Penyelenggaraan-Pengobatan-
Komplementer-Alternatif.pdf
101
101
Kementrian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan RI
(KemenkoPMK RI). Peraturan Pemerintah Nomor 103 Tahun 2014 tentang
Pelayanan Kesehatan Tradisional. 2014. Retrieved 10/10/2015 (8:00 PM)
from http://kemenkoPMK.go.id
Kemetrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemkes RI). Riset Kesehatan Dasar
Nasional 2013. 2013. Retrieved 10/10/2015 (8:00 PM) from:
http://labmandat.litbang.depkes.go.id/images/download/laporan/RKD/2013/La
poran_riskesdas_2013_final.pdf
Kemetrian Kesehatan Republik Indonesia (Kemkes RI). Riset Kesehatan Dasar
Provinsi Jawa Barat 2013. 2013. Retrieved 10/10/2015 (8:00 PM) from:
http://terbitan.litbang.depkes.go.id/penerbitan/index.php/blp/catalog/book/115
Koshak, Abdulrahman, et al. Nigella sativa Supplementation Improves Asthma
Control and Biomarkers: Randomized, double-blind, Placebo-Controlled
Trial. Phytotherapy Research Journal. John Wiley and Sons., Ltd. 2017. DOI:
10.1002/PTR.5761 Retrieved 01/01/2018 (9:00AM) from
//onlinelibrary.wiley.com//
Kristoffersen, Espen Saxhaug ., et al . Management of Secondary Chronic
Headache in the General Population: the Arkhesus Study of Chronic
Headache. The Journal of Headache and Pain. SpringerOpen. 2013.
Retrieved 01/01/2018 (9:00AM) from
http://thejournalofheadacheandpain.springeropen.com
Lapau, Prof. Dr. Buchari. Metode Penelitian Kesehatan: Metode Ilmiah Penulisan
Skripsi, Tesis, dan Disertasi. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia. 2013.
102
102
Mahjoob, Monireh, et al. The effect of holy Quran voice on mental health. J Relig
Health. Springer US. (2016) Retrieved 01/01/2018 (9:00AM) from
https://doi.org/10.1007/s10943-014-9821-7//
National Institutes of Health (NIH)- National Center for Complementary and
Alternative Medicine (NCCAM). Basic Complementary and Alternative
Medicine. 2015. Retrieved 8/11/2015 (7:00 PM) from:
https://nccih.nih.gov/sites/nccam.nih.gov/files/CAM_Basics_What_Are_CAI
HA_07-15-2014.2.pdf
Notoatmodjo, S. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta. 2010.
Pemerinta Daerah Kota Depok (Pemda Kota Depok). Demografi dan Geografi
Kota Depok. 2015. Retrieved 26/12/2017 (3:51 PM) from http://depok.go.id
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta (Pemprov DKI). Data Luas Wilayah,
Penduduk, dan Kepadatan Penduduk Menurut Kabupaten/Kota Administrasi
DKI Jakarta. 2015. Retrieved 26/12/2017 (3:51 PM) from
http://data.jakarta.go.id
Permana, Meda. Penggunaan Pengobatan Alternatif dalam Proses Penyembuhan
Penyakit: Studi Pengguna Pengobatan Alternatif di Bogor. 2012. Retrieved
08/03/2017 (8:30 AM) from http://lib.ui.ac.id
Polit, D & Beck C. Essentials of Nursing Research. Philadelphia: Wolters
Kluwer. 2014.
Potter, Patricia .A. & Anne .G. Perry. Fundamental Keperawatan.Edisi 7. 2010.
Jakarta: Salemba Medika.
103
103
Pusat Bahasa Kementrian Pendidikan dan Kebudaya (KEMDIKBUD). Kamus
Besar Bahasa Indonesia Daring. Edisi III. 2008. Retrieved 26/12/2015 (09:41
PM) from: http://badanbahasa.kemdikbud.go.id//
Ragayasa, Adivtian. Pengaruh Pemberian Kurma terhadap Profil Darah pada
Pasien Demam Berdarah Dengue Grade II. Master Thesis, Postgraduate
Program Diponegoro University. 2017. Retrieved 01/01/2018 (9:00AM) from
eprints.undip.ac.id
Rakel, David & Nancy Faass. Complementary Medicine in Clinical Practice 1st
ed. Sudbury, MA: Jones and Bartlett Publishers. 2006.
Refaat, Bassem., et al. Islamic wet cupping and risk factor of cardiovascular
diseases: effects on blood pressure, metabolic profile and serum electrolytes
in healthy young adult men. Alternative and Integrative Medicine. 2014.
DOI:10.4172/2327-5162.1000151. Retrieved 01/01/2018 (9:00AM) from
http://omicsonline.org
Rimer, K., B. Rimer., dan S. Sharyn. Theory at a Glance: a Guide for Health
Promotion Practice 2nd ed. New York: United States National Cancer
Institute. 2005.
Sandelowski, Margarete. Combining Qualitative and Quantitative Sampling, Data
Collection, and Analysis Techniques in Mixed-Method Studies. Research in
Nursing & Health.Wiley Online Library. 2000. Retrieved 24/11/2016 (8:21
PM) from http://onlinelibrary.wiley.com
Sastrapratedja, M. Landasan Moral dan Etika Penelitian. Yogyakarta:Warta
Penelitian. 2004.
104
104
Seo, Hyun-Ju et al. Prevalence of Complementary and Alternative Medicine Use
in a Community-based Population in South Korean: a Systematic Review.
Complementary Therapis in Medicine. 2013. Retrieved 29/12/2015 (03:42
PM) from: http://www.sciencedirect.com//
Setiadi. Konsep dan Penulisan Riset Keperawatan.Yogyakarta: Graha Ilmu. 2007.
Sudarma, Momon. Sosiologi untuk Kesehatan. Jakarta: Salemba Medika. 2008.
Sunaryo. Psikologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC. 2004.
Supriadi. Determinan Perilaku Pencarian Pengobatan Tradisional (Traditional
Medication) Masyarakat Urban Cengkareng Jakarta Barat Tahun 2014. 2014.
Retrieved 01/01/2018 (9:00AM) from
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/handle/123456789/25787
Tangkiatkujai, M et al. Reason Why Thai Patients with Chronic Kidney Failure
Use or Do Not Use Herbal and Dietary Supplements. BMC Complement
Altern Med. (2014). Retrieved 01/01/2018 (9:0AM) from
http://bmccomplementalternmed.biomedcentral.com
West, Richard dan Lynn H Turner. Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan
Aplikasi. Jakarta: Humanika. 2008.
Widayati, Aris. Health Seeking Behavior di Kalangan Masyarakat Urban di Kota
Yogyakarta. Jurnal Farmasi Sains dan Komunitas Vol.9 no.2. 2012. Retrieved
12/11/15 (4:20 AM) from http://e-journal.usd.ac.id
Widowati, Lucie at al. Evaluasi Praktik Dokter yang Meresepkan Jamu untuk
Pasien Penderita Penyakit Degenerative di 12 Provinsi. 2014.DOI:
10.22435/mpk.v24i2.3567.95-102. Retrieved 01/01/2018 (9:0AM) from
http://researchgate.net
World Health Organization (WHO). The World Health Report 2004. Genewa: WHO.
2004. Retrieved 18/09/2015 (1:25 AM) from http://who.int
World Health Organization (WHO). The World Health Report 2007- a Safer Future:
Global Public Health Security in the 21st Century. Genewa: WHO. 2007.
Retrieved 18/09/2015 (1:25 AM) from http://who.int
World Health Organization (WHO). WHO Traditional Medicine Strategy 2013-2023.
Hong Kong.WHO Library Cataloguing-in-Publication Data. 2013. Retrieved
8/11/2015 (7:00 PM) from:
http://apps.who.int/iris/bitstream/10665/92455/1/9789241506090_eng.pdf?ua=1&
ua=1 (diakses pada 8/11/2015 pukul 19:00)
Yew, vivien.W.C.,& Noor Azlan Mohd Noor. Complementary and Alternative
Medicine (CAM) in Medical Anthropology: the Experience of Malaysian Chinese
Cancer Survivors. Malaysian Journal of Society and Space. 2015. Retrieved
12/11/15 (4:20 AM) from:
http://www.ukm.my/geografia/images/upload/18.geografia-jan15-vivien-
edam.pdf
cvi
cvii
LAMPIRAN 2
Pedoman Wawancara
Pedoman Wawancara Mendalam
Survei Alasan Masyarakat Urban Memilih Metode Pengobatan Nabi
Muhammad SAW (Thibbun Nabawi) di Tiga Wilayah (Jakarta, Depok, dan
Tangerang Selatan)
A. Petunjuk Umum
1. Tahap Perkenalan
2. Ucapkan terima kasih pada partisipan karena telah bersedia
meluangkan waktu untuk pelaksanaan wawancara
3. Jelaskan maksud dan tujuan wawancara mendalam
B. Petunjuk Wawancara Mendalam
1. Wawancara dilakukan oleh seorang pewawancara
2. Informan bebas menyampaikan alasannya, pendapat dan saran
partisipan sangat bernilai.
3. Pernyataan partisipan tidak akan dinilai apakah benar atau salah
4. Semua hasil wawancara akan dijaga kerahasiaannya.
5. Wawancara ini akan direkam dengan alat perekam, guna memudahkan
penelii dalam pencatatan hasil.
C. Identitas Partisipan
cviii
Nama partisipan (inisial) :
Usia :
Jenis Kelamin :
Agama :
Suku Bangsa :
Pendidikan :
Pekerjaan :
Alamat :
D. Pertanyaan Wawancara
1. Apa yang dimaksud dengan metode pengobatan Nabi Muhammad atau
Thibbun Nabawi?
2. Coba Ibu/Bapak ceritakan bagaimana pengalaman bapak/ibu dalam
menggunakan metode pengobatan ini?
3. Apa/Siapa yang menyebabkan Ibu/Bapak pertama kali menggunakan
metode pengobatan ini?
4. Apa tanggapan Ibu/ Bapak sudah setelah melakukan metode pengobatan
ini?
5. Mengapa Bapak/Ibu tetap menggunakan metode pengobatan ini?
6. Selain menggunakan metode pengobatan ini, metode pengobatan/ terapi
apa saja yang pernah dan/atau masih dilakukan?
7. Apa perbedaannya dengan metode pengobatan Nabi Muhammad?
cix
8. Bagaimana pola pemilihan penggunaan metode pengobatan yang
Bapak/Ibu lakukan?
cx
LAMPIRAN 3
Lembar Permohonan Menjadi Partisipan
Jakarta, Januari 2016
Kepada Yth.
Calon Partisipan Penelitian
Di Tempat
Dengan hormat,
yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Maryam Zakiyyah Muntazhiroh
NIM : 1112104000013
Alamat : Kp. Cilangkap RT. 02/17 No.105, Kel. Cilangkap, Kec. Tapos,
Kota Depok, Jawa Barat
No. HP : 081315475220
adalah Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sedang
melakukan penelitian yang berjudul “Gambaran Persepsi Masyarakat Kota
terhadap Metode Pengobatan Nabi Muhammad Saw (Thibbun Nabawi) di Tiga
Wilayah (Jakarta, Tangerang Selatan, dan Depok)”
Dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui alasan dan penjelasan
terkait perilaku pemilihan penggunaan pengobatan ala Nabi Muhammad SAW
(thibbun nabawi). Saat wawancara partisipan bebas untuk mengungkapkan apa yang
dirasakan dan sudah dilakukan. Peneliti juga akan mencatan dan merekam semua
yang partisipan katakan. Peneliti akan merahasiakan identitas dan rekaman tersebut
dan hanya digunakan untuk kepentingan penelitian. Bersama surat ini peneliti
melampirkan lembar persetujuan apabila bersedia secara sukarela menjadi partisipan
penelitian.
cxi
cxii
cxiii
cxiv
cxv
cxvi
cxvii
cxviii
LAMPIRAN 4
Matrikulasi Analisa Data
No. Pernyataan Signifikan Kategori Subtema Tema P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7
1 Thibbun nabawi itu pengobatan ala
Nabi Muhammad, ada di al-Qur‘an
atau dicontohkan oleh Rasulullah.
Kesamaan
definisi
metode
pengobatan
Istilah metode
pengobatan
Nabi
Muhammad
(thibbun
nabawi) familiar
di masyarakat.
v v v v v
2 Thibbun nabawi ya, paling yang
saya pakai. sari kurma, madu,
minyak zaitun, sama habats, yang
lainnya bekam. Terus ruqyah, tapi
Kesamaan
contoh
metode
pengobatan
v v v v v
cxx
yang ini belum saya coba.
3 Punya asthma sejak kecil lah.
sering kambuh, terus minum obat
macem-macem lah. terus lama-
lama saya bosen nih. Pengen
sembuh tuh gimana?
Jenuh dengan
metode terapi
medis
Keyakinan
bahwa terapi
medis belum
bisa mengobati
penyakit yang
diderita
Keyakinan
negatif terhadap
terapi medis
mempengaruhi
sikap dalam
memilih terapi
alternatif lain
(pengobatan ala
nabi / thibbun
nabawi)
v v v v v
4 Pengobatan jenis lain, pernah
menggunakan pengobatan via
dokter psikologis cuma hasilnya
Dampak
terapi medis
Keyakinan
bahwa terapi
medis
v v v v v v v
cxxi
malah lebih parah, lebih parah.
Kondisi fisik yang lebih diutamain,
itu sampai panas-dingin, walaupun
di dalam ruangan itu dingin banget
itu malah lebih panas lagi. kayak
sudah, kayak di dalem kulkas. Dada
juga semakin sesek sih jadi baru
beberapa kali minum obat itu
langsung dihentikan.
memberikan
efek samping
5 Akhirnya saya coba habassauda itu
sehari tiga kali, dua-dua. Terus saya
minum, setahun. Emang rasanya
itu, apa namanya, berkurang lah
gitu, lama-lama berkurang-
Kesembuhan
dengan
herbal
Pengobatan ala
nabi (thibbun
nabawi)
bermanfaat bagi
kesehatan
Keyakinan
positif terhadap
pengobatan ala
nabi (thibbun
nabawi)
v v v v
cxxii
berkurang. Tetapi lama-lama
sekarang udah nggak kambuh lagi
itu asthmanya.
mempengaruhi
sikap pada
penggunaan
terapi ini.
6 Jadi sebelum ruqyah itu, berat
banget untuk ngapa-ngapain juga,
males gitu ya. Berat, berat mau
ngapa-ngapain lah. setelah ruqyah
jadi enteng sih. Jadi sebelumnya
kayak ada beban, setelahnya kayak
diambil dari dalem tubuh. Nyaman,
lebih nyaman gitu lah. bisa
menenangkan kita juga dari hal-hal
yang terkadang mengkhawatirkan
Kesembuhan
dengan
ruqyah
V
cxxiii
juga ya. bisa disembuhkan dengan
ruqyah juga saat ini, dengan al
qur‘an. Dibacakan al qur‘an
menenangkan hati.
7 Waktu itu saya pusing-pusing di
kepala belakang. Kemudian saya
coba dengan bekam. Setelah
dibekam ya itu, rasanya lebih enak,
nggak seperti yang pas, pas pusing-
pusing itu. Pusingnya agak
berkurang
Kesembuhan
dengan
bekam
v v v v
8 kalau bekam itu, saya diterangin
nih, kalau bekam itu membuang
darah kotor, bisa membuat, e,
Manfaat
bekam dalam
menjaga
v v v
cxxiv
kolesterol juga hilang. Saya
diterangin begitu, ya, saya coba
saja. Nah, pas saya coba ternyata
memang enak gitu loh. kalau ke
badan habis dibekam itu enteng
gitu badan. ya gitu deh. Keluhan-
keluhan nggak ada , itu rasanya.
Ngerasa fit gitu rasanya, kalau
dibekam sama pakai habassauda
itu.
kesehatan
9 yang kelihatan banget apa ya.
Hmmm.. apa yah.. yang kelihatan
banget sih, herbal lama ya.
Sembuhnya nggak langsung tapi
Manfaat
herbal dalam
menjaga
kesehatan
v v v v v
cxxv
frekuensi sakitnya berkurang.
Kalau dulu itu satu bulan sekali,
kalau sekarang jarang sakit tapi
kalau sakit diobatin pakai herbal
lama sembuhnya.
10 nggak ada sih. Selama saya pakai
enak-enak saja. Nggak ada, nggak
ada efek (habatussauda), misalnya
pusing atau mual, nggak ada.
Tidak ada
efek samping
herbal
Pengobatan ala
nabi (thibbun
nabawi) aman
digunakan
v v v v v
11 saya yakin juga dengan qur‘an jadi
lebih nyaman. Dan kebetulan sekali
setelah pengobatan itu sudah nggak
kenapa-napa beda dengan
pengobatan obat, malah lebih
Ruqyah tidak
ada efek
sampingnya
v
cxxvi
parah.
12 Kalau jamu itu kan juga, ada yang
bilang tuh jamu sekarang itu nggak
alami, padahal jamu itu herbal juga
kan. Cuma ada yang bikinnya dari
premix kan, dari yang bubuk-bubuk
terus juga ada tambahan
pengawetnya juga. Belinya khusus.
e, e, di keluaran Ust. Febrian, dia
aja yang aku beli. Di depok,
sekalian anak-anak sekolah. Kalau
el-iman, aku belinya cuma el-iman
ya. Kalau madu kalau el-iman itu
dia berani menjamin
Jaminan
kualitas dan
mutu dari
produsen
v v v v
cxxvii
kemurniannya.
13 Bener nggak ada pengobatan ini,
bekam. Ibaratnya kan masukin
jarum ke badan kita. Apa jarumnya
steril, apa nggak kan kita nggak
tahu. Bisa ketularan penyakit kan
kita. Apalagi itu penyakit hepatitis,
HIV. Saya bidan soalnya. dari situ
ternyata katanya jarumnya satu
pasien diganti. Desinfektannya
gimana? Desinfektannya biasa pake
alkohol, betadin dulu katanya. Jadi
kan pasienny aman, terapisnya juga
harus aman kan. Jadikan saya
Ketrampilan
dan prinsip
pencegahan
penularan
penyakit
v v v v v
cxxviii
merasa safety buat saya dan terapis
juga kan.
14 Saya tidak mencari di internet,
nggak baca, nggak apa, ya
testimoni temen ya saya cobain.
Saya itu tipe orangnya yang kalau
orang udah ada yang pernah coba
itu lebih percaya dengan testimoni
lah. karena kan dia, misalnya kalu
buku kan teorinya gini, gini, gini,
tapi kan saya belum dengar
langsung sama orang yang pernah
memakai dan memang efeknya apa
ke dia, manfaatnya apa. Jadi kalau
Sumber
rujukan dari
teman
Lingkungan
sosial
memberikan
pengaruh positif
terhadap
pengobatan ala
nabi (thibbun
nabawi)
v v v v v v
cxxix
sudah sama teman yang memang
sudah merasakan ya, saya lebih
percaya ke dia. Cukuplah info
kalau dari dia gitu.
15 ya, banyak peran keluarga. Dan
atas pertimbangan keluarga
dibanding saya sendiri ketika
memutuskan ini.
Peran
keluarga
v v v v v v
16 Jadinya, gurunya nggak datang,
jadi ada guru penggantinya. Guru
pengganti itu, ya istilahnya apa, dia
udah jadi herbalis thibbun nabawi
gitu deh. ―mau nggak ibu-ibu
belajar thibbun nabawi, asalnya
Informasi
dari tokoh
agama dan
tenaga
kesehatan
v v v v
cxxx
thibbun nabawi itu apa?‖ dijelasin
apa itu thibbun nabawi, bla, bla,
bla. Thibbun nabawi itu pengobatan
ala nabi, jadi kita pakainya herbal-
herbal. Kan saya jadi tertarik ya,
katanya mau nggak jadi dokter di
rumah sendiri.
17 Kalau jamu itu kan juga, ada yang
bilang tuh jamu sekarang itu nggak
alami, padahal jamu itu herbal juga
kan. Cuma ada yang bikinnya dari
premix kan, dari yang bubuk-bubuk
terus juga ada tambahan
pengawetnya juga. Belinya khusus.
Jaminan
kualitas dan
mutu dari
produsen
Keyakinan
bahwa
pengobatan ala
nabi (thibbun
nabawi) yang
digunakan aman
Keyakinan kuat
terhadap faktor
yang
mendukung
dilakukannya
pengobatan ala
nabi (thibbun
v v v v
cxxxi
e, e, di keluaran Ust. Febrian, dia
aja yang aku beli. Di depok,
sekalian anak-anak sekolah. Kalau
el-iman, aku belinya cuma el-iman
ya. Kalau madu kalau el-iman itu
dia berani menjamin
kemurniannya.
nabawi).
18 Bener nggak ada pengobatan ini,
bekam. Ibaratnya kan masukin
jarum ke badan kita. Apa jarumnya
steril, apa nggak kan kita nggak
tahu. Bisa ketularan penyakit kan
kita. Apalagi itu penyakit hepatitis,
HIV. Saya bidan soalnya. dari situ
Ketrampilan
dan prinsip
pencegahan
penularan
penyakit
v v v v v
cxxxii
ternyata katanya jarumnya satu
pasien diganti. Desinfektannya
gimana? Desinfektannya biasa pake
alkohol, betadin dulu katanya. Jadi
kan pasienny aman, terapisnya juga
harus aman kan. Jadikan saya
merasa safety buat saya dan terapis
juga kan.
19 Eh, apa ya, melakukan sesuatu
dengan landasan keyakinan, kalau
bilang iman kayaknya belagu
banget ya. Hehehe. Yaitu, karena
kecintaan. Kan berbeda kalau orang
sekedar kepengen sembuhnya
Metode dari
Rasulullah
Keyakinan
bahwa metode
pengobatan ala
nabi (thibbun
nabawi)
merupakan
v v v v v v v
cxxxiii
sama, yakin walaupun tidak
sembuh tapi saya sudah melakukan
apa yang dicontohkan Rasul,
karena saya mencintai Rasul,
karena saya mengimani. Beda itu,
feel-nya itu beda.
ajaran agama
20 di thibbun nabawi kenapa sih kita
harus minum madu itu? Oh ini
ayatnya, ini ada. Kenapa sih kita
harus minum buah yang
direkomendasikan Allah, buah tin
sama zaitun? Ya pokoknya balik
lagi, masa sih kita nggak percaya
sama al-qur‘an sedangkan al-qur‘an
Herbal
terdapat
dalam al-
Qur‘an
v v v v
cxxxiv
ini dari siapa. Saya yakinnya itu
sih.