gambaran risiko gangguan pendengaran pada pekerja...
TRANSCRIPT
GAMBARAN RISIKO GANGGUAN PENDENGARAN PADA PEKERJA
BERDASARKAN PEMETAAN INTENSITAS KEBISINGAN DI PT. BAKRIE
METAL INDUSTRIES BEKASI TAHUN 2015
SKRIPSI
Disusun untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat (SKM)
OLEH:
ANGGITA RISQI PRADITAMI
1111101000116
PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN IMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H / 2016
i
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Skripsi, Maret 2016
Anggita Risqi Praditami, NIM : 1111101000116
Gambaran Risiko Gangguan Pendengaran Pada Pekerja Berdasarkan
Pemetaan Intensitas Kebisingan di PT. Bakrie Metal Industries BekasiTahun
2015
xv + 87 Halaman + 29 Tabel + 8 Gambar + 10 Lampiran
ABSTRAK
Pemetaan kebisingan merupakan penggambaran secara visual dari tingkat
kebisingan yang diketahui dari pengukuran yang dilakukan pada setiap titik
pengukuran kebisingan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran risiko
gangguan pendengaran pada pekerja berdasarkan pemetaan intensitas kebisingan PT.
Bakrie Metal Industries Bekasi Tahun 2015. Penelitian ini merupakan penelitian
epidemiologi deskriptif kuantitatif dengan desain cross sectional. Pengumpulan data
dilakukan dengan observasi, pengukuran dan perhitungan.
Sumber kebisingan di Area PT. BMI berasal dari proses welding, fit up,
stamping, metal finish, mesin punch/bor, cutting, pemindahan material menggunakan
overhead crane, corrugating, press material. Intensitas kebisingan berdasarkan
sumber kebisingan pada area Fabrikasi I 80,13 dB - 91,62 dB, Fabrikasi II 90,02 dB -
98,48 dB, Fabrikasi III 80,48 dB - 85,50 dB, Fabrikasi IV 81,23 dB - 86,21 dB,
Presshop 80,61 dB - 97,96 dB serta Painting 79,94 dB - 83,46 dB.
Pemetaan Kebisingan Pemetaan Kebisingan secara umum terdapat area tinggi
pada seluruh area kecuali area Fabrikasi IV dan Painting.Sehingga risiko gangguan
pendengaran berdasarkan pemetaan intensitas kebisingan area Fabrikasi I, Fabrikasi
II dan area Presshop sebelum penggunaan APT termasuk kedalam kategori berat dan
sedang. Sedangkan pada semua area termasuk kedalam kategori risiko sedang setelah
penggunaan APT.
Untuk mencegah terjadinya gangguan pendengaran, sebaiknya perusahaan
membuat kontur kebisingan dan diletakkan pada setiap area kerja, memasang alat
peredam bising disekitar mesin yang menghasilkan kebisingan serta memberikan
APT yang sesuai dengan risiko yang ada serta perlu adanya pengawasan dan sangsi
tegas bagi pekerja yang tidak menggunakan APT.
Kata Kunci : Risiko, Gangguan Pendengaran, Pemetaan Kebisingan
Daftar Bacaan : 66 (1975-2015)
iii
STATE ISLAMIC UNIVERSITY
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM
OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH DEPARTMENT
Undergraduate thesis,March 2016
Anggita Risqi Praditami, NIM : 1111101000116
an overview of hearing loss in workers Based on Noise Mapping at PT. Bakrie
Metal Industries Bekasi in 2015
xv + 87 Pages + 29 Table + 8 Pictures + 10 Attachments
ABSTRACT
Noise mapping is a visual overview of noise level which known by noise
measurement on every noise measurement spots. The aim of tis research is to find
out an overview of hearing loss risk among workers based on noise mapping at PT.
Bakrie Metal Industries Bekasi in 2015. This research is a quantitative descriptive
epidemiological research with cross sectional study design. The data collected by
observation, measurement and calculation.
Noise sources in PT BMI area are come from process of welding, fit up,
stamping, metal finish, mesin punch/bor, cutting, handling material by using
overhead crane, corrugating, press material. Noise intensity based on noise source in
fabrication area I is 80,13 dB - 91,62 dB, Fabrication II 90,02 dB - 98,48 dB,
Fabrication III 80,48 dB - 85,50 dB, Fabrication IV 81,23 dB - 86,21 dB, Presshop
80,61 dB - 97,96 dB and Painting 79,94 dB - 83,46 dB.
Mainly, noise mapping in every area was in high risk except fabrication IV and
painting area. So the risk of hearing loss based on noise mapping in Fabrication I,
Fabrication II and Presshop area before the using of ear protecting device were in
High and Medium. Meanwhile, every area were in medium risk after the using of ear
protecting device.
To prevent hearing loss, the company should make noise contours and placed
them in every work area, set noise reducer around the machine which produce noise
and give proper ear protecting device in accordance with existing risk and also
there’s an urgent need to monitor and punish every workers who not wear their ear
protecting device.
Keyword : Risk, Hearing Loss, Noise Mapping
References : 66 (1975-2015)
iv
v
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
DATA PRIBADI
Nama : Anggita Risqi Praditami
Alamat : Pondok Ungu Permai Blok E5 No.14 RT 001/014
Kaliabang Tengah, Bekasi Utara, Bekasi 17125
Tempat/Tanggal Lahir: Pacitan, 03 April 1993
Umur : 22 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Kewarganegaraan : Indonesia
Telepon/HP : 08990717557
Email : [email protected]
PENDIDIKAN
1998 – 1999 : TK. Al-Muhajirin
1999 – 2005 : SDN Kaliabang Tengah VI
2005 - 2008 : SMP Negeri 19 Bekasi
2008 – 2011 : SMA Negeri 4 Bekasi
2011- sekarang : S1 Kesehatan Masyarakat Peminatan Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillah, puji syukur kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat, taufik serta hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Gambaran Risiko Gangguan Pendengaran Pada Pekerja
Berdasarkan Intensitas Kebisingan di PT. Bakrie Metal Industries Bekasi
Tahun 2015”.
Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi MuhammadSAW,
yang atas perkenan Allah, telah mengantarkan umat manusia kepintu gerbang
pengetahuan Allah yang Maha luas.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini tidak akan terselesaikan tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis turut mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Keluarga tercinta, Ibuku Sujarmi dan Adikku Dyas yang dengan doa serta
dukungan yang diberikan hingga akhirnya penulis mampu menyelesaikan skripsi
ini.
2. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Fajar Ariyanti, Ph.D selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Pak Tris dan Pak Fadri yang telah bersedia membantu penulis saat mengambil
data yang dibutuhkan dalam skripsi ini, serta Pak Kaisar dan Mas Angga selaku
staff Dept QHSE PT. Bakrie Metal Industries yang bersedia memberikan
masukan terkait skripsi ini.
5. Pak Adi, Ibu Merti, dan mbak Lina selaku staff Dept HRD yang membantu
penulis dalam memenuhi kebutuhan data hingga surat-menyurat dari kegiatan
magang hingga skripsi.
6. Ibu Yuli Amran, Ibu Raihana serta Bapak Yuli Prapanca selaku dosen
pembimbing skripsi yang telah membantu dan membimbing penulis hingga
skripsi ini dapat terselesaikan.
7. Prof. Meily Kurniawidjaja yang telah bersedia membantu penulis serta memberi
masukan dalam menyelesaikan skripsi ini.
8. Ibu Dewi Utami Iriani, Ph.D selaku dosen pembimbing akademik yang telah
membimbing penulis selama masa perkuliahan
9. Ibu Iting Shofwati selaku Dosen Peminatan K3 atas semua ilmu yang telah
diberikan.
10. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat atas semua ilmu
yang telah diberikan.
11. Bapak Azib Rasyidi yang telah banyak membantu penulis terkait urusan dengan
program studi selama menyelesaikan masa perkuliahan.
12. Febriana Maizura yang telah membantu penulis saat mengambil data yang
diperlukan dalam skripsi ini, serta Defirna Indah yang telah membantu penulis
menyelesaikan urusan terkait skripsi ini serta memberi masukan pada penulis.
13. Mas Imam Abdul Rohman yang selalu memberikan semangat kepada penulis
untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
14. Sahabat kesayangan Cupa, Anis dan Icha yang selalu berbagi informasi serta
saling menyemangati dari masa kuliah hingga skripsi ini selesai.
viii
15. Teman-teman Peminatan K3 2011 dan teman- teman Kesmas 2011 yang saling
berbagi informasi dari awal hingga akhir perkuliahan.
16. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Dan akhirnya kepada Allah SWT jualah penulis panjatkan doa dan harap,
semoga kebaikan mereka dicatat sebagai amal shaleh di hadapan Allah SWT dan
menjadi pemberat bagi timbangan kebaikan mereka kelak.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Kritik dan
saran yang membangun senantiasa penulis harapkan agar dapat dijadikan masukan di
waktu mendatang. Semoga laporan ini dapat mendatangkan manfaat kepada penulis
khususnya, dan kepada seluruh pembaca secara keseluruhan.
Ciputat, Februari 2016
Penulis
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN . .........................................................................................i
ABSTRAK ................................................................................................................... ii
PERNYATAAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... ...............................................iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN PENGUJI ......... ................................................... v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................. ...................................................vi
KATA PENGANTAR ............................................................................................... vii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL ...................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................................. xiv
DAFTAR ISTILAH ................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. Latar Belakang .................................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................... 4
C. Pertanyaan Penelitian.......................................................................................... 4
D. Tujuan ................................................................................................................. 5
1.Tujuan Umum .................................................................................................. 5
2.Tujuan Khusus ................................................................................................. 5
E. Manfaat Penelitian .............................................................................................. 5
1. Manfaat Bagi PT. Bakrie Metal Industries ..................................................... 5
x
2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan.................................................................. 6
3. Manfaat Bagi Peneliti Lain ............................................................................. 6
F. Ruang Lingkup Penelitian .................................................................................. 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 7
A. Penyakit Akibat Kerja (PAK) ............................................................................. 7
B. Pendengaran Manusia ......................................................................................... 7
1. Anatomi Organ Pendengaran .......................................................................... 7
2. Mekanisme Pendengaran Manusia ................................................................. 8
3. Pemeriksaan Pendengaran ............................................................................ 11
C. Gangguan Pendengaran .................................................................................... 13
1. Definisi ......................................................................................................... 13
2. Faktor Risiko Gangguan Pendengaran ......................................................... 13
3. Dampak Gangguan Pendengaran .................................................................. 14
D. Kebisingan ........................................................................................................ 17
1. Pengertian Kebisingan .................................................................................. 17
2. Jenis Kebisingan ........................................................................................... 18
3. Sumber Kebisingan ........................................................................................... 20
4. Faktor Yang Mempengaruhi Kebisingan .......................................................... 23
5. Metode Pengukuran Kebisingan ....................................................................... 23
E. Risiko Gangguan Pendengaran ......................................................................... 27
F. Kerangka Teori ................................................................................................. 30
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ...................... 31
A. Kerangka Konsep.............................................................................................. 31
xi
B. Definisi Operasional ......................................................................................... 32
BAB IV METODE PENELITIAN ............................................................................ 34
A. Desain Penelitian .............................................................................................. 34
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 34
C. Pengumpulan Data ............................................................................................ 34
D. Validasi Penelitian ............................................................................................ 35
E Analisis Data ..................................................................................................... 36
BAB V HASIL ........................................................................................................... 44
A. Gambaran Sumber dan Tingkat Kebisingan PT. Bakrie Metal Industries Tahun
2015 ....................................................................................................................... 44
B. Gambaran Pemetaan/ Kontur Kebisingan PT. Bakrie Metal Industries Tahun
2015 ....................................................................................................................... 47
C. Gambaran Risiko Gangguan Pendengaran Pada Pekerja Berdasarkan Pemetaan
Intensitas Kebisingan di PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015.......................54
BAB VI PEMBAHASAN .......................................................................................... 76
A. Keterbatasan Penelitian .................................................................................... 76
B. Gambaran Sumber dan Tingkat Kebisingan PT. Bakrie Metal Industries Tahun
2015........................................................................................................................76
C. Gambaran Pemetaan/ Kontur Kebisingan PT. Bakrie Metal Industries Tahun
2015 ....................................................................................................................... 80
D. Gambaran Risiko Gangguan Pendengaran Berdasarkan Pemetaan Intensitas
Kebisingan PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015 ........................................... 81
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 88
A. Simpulan ........................................................................................................... 88
xii
B. Saran ................................................................................................................. 90
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 92
LAMPIRAN ............................................................................................................... 96
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Estimasi Konsekuensi dari Efek Buruk Kesehatan yang Mungkin
Ditimbulkan......................................................................................... 29
Tabel 2.2 Risiko Gangguan Pendengaran............................................................ 29
Tabel 3.1 Definisi Operasional............................................................................ 32
Tabel 4.1 Contoh Analisis Risiko Gangguan Pendengaran................................. 43
Tabel 5.1 Risiko Area Kontur Hijau Fabrikasi I Sebelum Penggunaan APT...... 55
Tabel 5.2 Risiko Area Kontur Hijau Fabrikasi I Setelah Penggunaan APT........ 56
Tabel 5.3 Risiko Area Kontur Kuning Fabrikasi I Sebelum Penggunaan APT.. 56
Tabel 5.4 Risiko Area Kontur Kuning Fabrikasi I Setelah Penggunaan APT..... 57
Tabel 5.5 Risiko Area Kontur Merah Fabrikasi I Sebelum Penggunaan APT.... 58
Tabel 5.6 Risiko Area Kontur Merah Fabrikasi I Setelah Penggunaan APT...... 59
Tabel 5.7 Risiko Area Fabrikasi II Sebelum Penggunaan APT.......................... 60
Tabel 5.8 Risiko Area Fabrikasi II Setelah Penggunaan APT............................. 61
Tabel 5.9 Risiko Area Kontur Kuning Fabrikasi III Sebelum Penggunaan APT 62
Tabel 5.10 Risiko Area Kontur Kuning Fabrikasi III Setelah Penggunaan APT.. 63
Tabel 5.11 Risiko Area Kontur Merah Fabrikasi III Tanpa Penggunaan APT..... 64
Tabel 5.12 Risiko Area Kontur Merah Fabrikasi III Setelah Penggunaan APT.... 65
Tabel 5.13 Risiko Area Kontur Hijau Fabrikasi IV Sebelum Penggunaan APT... 66
Tabel 5.14 Risiko Area Kontur Hijau Fabrikasi IV dengan Penggunaan APT..... 67
Tabel 5.15 Risiko Area Kontur Kuning Fabrikasi IV Sebelum Penggunaan
APT...................................................................................................... 67
Tabel 5.16 Risiko Area Kontur Kuning Fabrikasi IV dengan Penggunaan APT. 68
Tabel 5.17 Risiko Area Kontur Kuning Presshop Sebelum Penggunaan APT..... 69
Tabel 5.18 Risiko Area Kontur Kuning Presshop dengan Penggunaan APT........ 70
Tabel 5.19 Risiko Area Kontur Merah Presshop Sebelum Penggunaan APT...... 71
Tabel 5.20 Risiko Area Kontur Merah Presshop Setelah Penggunaan APT......... 72
Tabel 5.21 Risiko Area Kontur Hijau Painting Sebelum Penggunaan APT......... 73
Tabel 5.22 Risiko Area Kontur Hijau Painting Setelah Penggunaan APT............ 74
Tabel 5.23 Risiko Area Kontur Kuning Painting Sebelum Penggunaan APT..... 74
Tabel 5.24 Risiko Area Kontur Kuning Painting Setelah Penggunaan APT....... 75
Tabel 5.25 Simpulan Risiko Gangguan Pendengaran Seluruh Area Sebelum
dan Setelah Penggunaan APT.............................................................. 76
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka Teori............................................................... 30
Gambar 3.1 Kerangka Konsep............................................................ 31
Gambar 5.1 Noise Contour Area Fabrikasi I...................................... 47
Gambar 5.2 Noise Contour Area Fabrikasi II..................................... 49
Gambar 5.3 Noise Contour Area Fabrikasi III.................................... 50
Gambar 5.4 Noise Contour Area Fabrikasi IV................................... 51
Gambar 5.5 Noise Contour Area Pesshop.......................................... 53
Gambar 5.6 Noise Contour Area Painting.......................................... 54
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Surat Izin Magang dan Penelitian di PT. Bakrie Metal Industries
LAMPIRAN 2 Form Pengukuran Kebisingan
LAMPIRAN 3 Denah Area Produksi PT. BMI
LAMPIRAN 4 Noise Maping Area Fabrikasi I
LAMPIRAN 5 Kondisi Area Fabrikasi I pada Titik yang Tidak Dilakukan
Pengukuran
LAMPIRAN 6 Noise Maping Area Fabrikasi II
LAMPIRAN 7 Noise Maping Area Fabrikasi III
LAMPIRAN 8 Noise Maping Area Fabrikasi IV
LAMPIRAN 9 Noise Maping Area Presshop
LAMPIRAN 10 Noise Maping Area Painting
xv
DAFTAR ISTILAH
APT : Alat Pelindung Telinga
BMI : Bakrie Metal Industries
dB : Desibel
K3 : Keselamatan dan Kesehatan Kerja
K3L : Keselamatan, Kesehatan Kerja dan Lingkungan
NAB : Nilai Ambang Batas
NIHL : Noise Induced Hearing Loss
NIOSH : National Institute of Occupational Safety and Health
NR : Noise Reduction
OEL : Observed Effect Level
PAK : Penyakit Akibat Kerja
PT : Perseroan Terbatas
QHSE : Quality Health Safety Environment
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahaya kesehatan adalah bahaya yang berpotensi menimbulkan gangguan
kesehatan, salah satu gangguan kesehatan yang dialami pekerja adalah gangguan
pendengaran (Kurniawidjadja, 2012). Gangguan pendengaran merupakan
perasaan terganggu atau tidak nyaman yang dirasakan oleh pekerja tanpa
mempertimbangkan aspek patologis secara medis (Babba, 2007). Gangguan
pendengaran dapat timbul karena beberapa faktor, salah satunya adalah karena
kebisingan. Gangguan pendengaran akibat bising ialah gangguan pendengaran
yang disebabkan akibat terpajan oleh bising yang cukup keras dalam jangka
waktu yang cukup lama dan biasanya disebabkan oleh bising di lingkungan kerja
(Tjan, Fransiska dan Wenny, 2013).
Berdasarkan data National Institute of Occupational Safety and Health
(NIOSH) di Amerika Serikat pada tahun 2007, sekitar 23.000 kasus dilaporkan
gangguan pendengaran dan kasus gangguan pendengaran menyumbang 14% dari
penyakit akibat kerja pada tahun 2007, selanjutnya pada tahun 2008, sekitar 2 juta
pekerja terkena tingkat kebisingan di tempat kerja yang menempatkan mereka
pada risiko gangguan pendengaran dan yang terakhir adalah tahun 2011
mengatakan bahwa di dunia sebanyak empat juta pekerja pergi bekerja setiap
harinya terkena gangguan kebisingan dan sebanyak 22 juta pekerja yang
berpotensi terkena gangguan kebisingan per tahunnya (NIOSH, 2011). Sehingga
menurut Widex (2008) dalam Bahri (2009) pada tahun 2015, angka ini diramalkan
meningkat menjadi 700 juta dengan alasan bahwa kita terekspose pada kebisingan
2
di sekitar kita seperti bisingnya jalan raya, pada tempat kerja serta kebiasaan
mendengarkan musik, yang kian lama kian bertambah.
Kebisingan adalah bunyi maupun suara-suara yang tidak dikehendaki dan
dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan, serta dapat menyebabkan gangguan
pendengaran (Kurniawidjadja, 2012). Beberapa penelitian menyebutkan bahwa
kebisingan berhubungan dengan kejadian gangguan pendengaran, antara lain
penelitian yang dilakukan oleh Tjan, Fransiska dan Wenny (2013) menyebutkan
bahwa adanya hubungan antara kebisingan terhadap gangguan fungsi
pendengaran. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Istantyo (2011)
menyebutkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebisingan dengan
gangguan fungsi pendengaran.
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13/MEN/X/ 2011 tentang
Nilai Ambang Batas (NAB) Faktor Fisika di Tempat Kerja, pasal 5 menyatakan
bahwa NAB kebisingan ditetapkan sebesar 85 dBA dan dalam lampiran I
ditetapkan batas waktu pemajanan sesuai dengan intensitas kebisingan dan batas
teratas adalah 139 dBA pekerja tidak boleh terpajan walaupun sesaat. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa intensitas bising lebih dari 85 dB merupakan salah
satu faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran, seperti penelitian yang
dilakukan oleh Putra, Rum dan Lalu (2010) menyebutkan bahwa Intensitas bising
yang tinggi merupakan faktor risiko kejadian penuruan ambang dengar. Sehingga
semakin besar intensitas bising, maka semakin besar risiko terjadinya gangguan
pendengaran.
PT. Bakrie Metal Industries merupakan salah satu perusahaan swasta
nasional yang memproduksi jembatan baja dan baja bergelombang, dimana dalam
3
proses produksinya menggunakan baja dan mesin untuk membentuk baja itu
sesuai dengan yang diinginkan. Dalam proses produksi salah satu masalah yang
ditimbulkan adalah kebisingan yang berasal dari alat kerja dan mesin yang sedang
beroperasi, serta memiliki risiko terjadinya gangguan pendengaran yang dialami
oleh pekerjanya. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan peneliti pada
bulan Februari 2015 didapatkan hasil rata-rata kebisingan pada area Fabrikasi 1
±79,7 dB, Fabrikasi 2 ±79,3 dB, Fabrikasi 3 ±73,5 dB, Fabrikasi 4 ±79,1 dB,
Presshop ±84,2 dB, Galvanize ±78,1 dB, Generator ±94,3 dB dan ±98,3 dB pada
area yang menggunakan mesin gerinda, kebisingan yang timbul di area produksi
merupakan salah satu faktor risiko terjadinya gangguan pendengaran bagi pekerja.
Berdasarkan wawancara dengan staff QHSE PT. Bakrie Metal Industries,
perusahaan telah melakukan pengendalian gangguan pendengaran, seperti
penyediaan Alat Pelindung Telinga (APT) standar CE EN 352 dengan NRR 33
bagi para pekerjanya dan melaksanakan program tes audiometri yang diadakan
tiap setahun sekali sekaligus untuk memantau berapa banyak kejadian gangguan
pendengaran. seperti yang dapat dilihat pada hasil tes audiometri pekerja PT.
Bakrie Metal Industries, pada tahun 2014 terdapat 17 orang pekerja menderita
gangguan pendengaran, terdiri dari 1 pekerja mengalami gangguan pendengaran
tinggi, 6 pekerja mengalami gangguan pendengaran sedang dan 10 pekerja
mengalami gangguan pendengaran rendah.
Masalah diatas sesuai dengan penelitian Tumewu, Tumbel dan Paladeng
(2014) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan antara bising dengan
gangguan pendengaran. Selain itu masalah di atas sesuai dengan penelitian Tjan,
Fransiska dan Wenny (2013) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang
4
bermakna antara gangguan pendengaran dengan tingkat intensitas bising.
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis ingin meneliti gambaran risiko
gangguan pendengaran pada pekerja berdasarkan pemetaan intensitas kebisingan
PT. Bakrie Metal Industries Bekasi Tahun 2015.
B. Rumusan Masalah
Kebisingan merupakan salah satu masalah kesehatan utama dalam bidang
industri yang sampai saat ini belum dapat ditanggulangi, karena berpotensi
menyebabkan gangguan pendengaran. Berdasarkan studi pendahuluan yang telah
dilakukan diketahui bahwa salah satu masalah yang ditimbulkan dari proses
produksi adalah kebisingan yang berasal dari alat kerja dan mesin yang sedang
beroperasi, sehingga memiliki risiko terjadinya gangguan pendengaran yang
dialami oleh pekerja yang dilihat dari hasil medical check up pekerja PT. Bakrie
Metal Industries. Oleh karena itu dari masalah intensitas bising yang terdapat di
PT. Bakrie Metal Industries yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran,
maka peneliti ingin mengetahui gambaran risiko gangguan pendengaran pada
pekerja berdasarkan pemetaan intensitas kebisingan di PT. Bakrie Metal
Industries Bekasi Tahun 2015.
C. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran risiko gangguan pendengaran pada pekerja
berdasarkan pemetaan intensitas kebisingan di PT. Bakrie Metal Industries tahun
2015?
5
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Diketahui risiko gangguan pendengaran pada pekerja berdasarkan
pemetaan intensitas kebisingan di PT. Bakrie Metal Industries Bekasi
Tahun 2015.
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya gambaran sumber kebisingan dan tingkat
kebisingan area Produksi PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
b. Diketahuinya gambaran pemetaan/ kontur kebisingan PT. Bakrie
Metal Industries tahun 2015.
c. Diketahuinya gambaran risiko gangguan pendengaran
berdasarkan pemetaan intensitas kebisingan sebelum dan sesudah
penggunaan APT PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015.
E. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Bagi PT. Bakrie Metal Industries
a. Perusahaan akan mendapat informasi mengenai kontur kebisingan
yang belum dibuat oleh PT. Bakrie Metal Industries yang dapat
digunakan untuk memprediksi risiko gangguan pendengaran pada
pekerja.
b. Perusahaan akan mendapat informasi mengenai faktor risiko yang
terdapat di PT. Bakrie Metal Industries yang dapat menimbulkan
risiko gangguan pendengaran pada pekerja.
c. Dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan pertimbangan dalam
menentukan langkah-langkah pencegahan penyakit akibat kerja
6
karena bahaya kebisingan yang ada di PT. Bakrie Metal
Industries.
2. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan
Menambah literatur di perpustakaan FKIK UIN Jakarta dan
sarana pengembangan pengetahuan tentang ilmu K3.
3. Manfaat Bagi Peneliti Lain
Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi sumber informasi
dan acuan untuk melakukan penelitian sejenis yang lebih kompleks,
seperti penelitian bivariat atau multivariat.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berjudul “Gambaran Risiko Gangguan Pendengaran pada
Pekerja Berdasarkan Pemetaan Intensitas Kebisingan di PT. Bakrie Metal
Industries Bekasi Tahun 2015”. Penelitian ini akan dilakukan di PT. Bakrie Metal
Industries Bekasi pada bulan Mei- Desember 2015. Penelitian ini dilakukan
karena terdapatnya kebisingan di PT. Bakrie Metal Industries sehingga dapat
menimbulkan risiko gangguan pendengaran pekerja. Penelitian ini dilakukan
dengan metode kuantitatif dengan menggunakan desain cross sectional melalui
data primer dengan observasi, pengukuran serta perhitungan.
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Penyakit Akibat Kerja (PAK)
Menurut Kepmenakertrans RI No. 609 Tahun 2012 Penyakit Akibat Kerja
yang disingkat PAK (Occupational Disease) yaitu penyakit yang disebabkan oleh
pekerjaan atau lingkungan kerja. Selanjutnya menurut ILO dalam Buchari (2007)
Penyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang
spesifik atau asoisasi yang kuat dengan pekerjaan, yang umumnya terdiri dari
agen penyebab yang sudah diakui.
Penyebab penyakit akibat kerja, antara lain yaitu (Buchari, 2007):
1. Golongan fisik
2. Golongan kimiawi
3. Golongan biologik
4. Gangguan fisiologi
5. Gangguan psikososial
B. Pendengaran Manusia
1. Anatomi Organ Pendengaran
Menurut Buchari (2007) Telinga terdir dari 3 bagian utama yaitu:
a. Telinga bagian luar
Terdiri dari daun telinga dan liang telinga (audiotory canal), dibatasi
oleh membran timpani. Telinga bagian luar berfungsi sebagai mikrofon
yaitu menampung gelombang suara dan menyebabkan membran
timpani bergetar. Semakin tinggi frekuensi getaran semakin cepat pula
membran tersebut bergetar begitu juga pula sebaliknya
8
b. Telinga bagian tengah
Terdiri atas osside yaitu 3 tulang kecil (tulang pendengaran yang halus),
yaitu martil, landasan, dan sanggurdi yang berfungsi memperbesar
getaran dari membran timpani dan meneruskan getaran yang telah
diperbesar ke ovalwindow yang bersifat fleksibel. Oval window ini
terdapat pada ujung dari cochlea.
c. Telinga bagian dalam
Yang juga disebut cochlea dan berbentuk rumah siput. Cochlea
mengandung cairan, di dalamnya terdapat membran basiler dan organ
corti yang terdiri dari sel-sel rambut yang merupakan reseptor
pendengaran. Getaran dari oval window akan diteruskan oleh cairan
dalam cochlea, mengantarkan membran basiler. Getaran ini merupakan
impuls bagi organ corti yang selanjutnya diteruskan ke otak melalui
syaraf pendengar (nervus cochlearis).
2. Mekanisme Pendengaran Manusia
Menurut Pearce (2009) suara ditimbulkan oleh getaran atmosfer
yang dikenal sebagai gelombang suara yang kecepatan dan volumenya
berbeda-beda. Gelombang suara bergerak melalui rongga telinga luar yang
menyebabkan membrana tympani bergetar. Getaran tersebut selanjutnya
diteruskan menuju inkus dan stapes, melalui malleus yang terikat pada
membrana itu karena gerakan-gerakan yang timbul pada setiap tulang ini
sendiri, maka tulang-tulang itu memperbesar getaran yang kemudian
disalurkan melalui fenestra vestibuler menuju perilimfe. Getaran perilimfe
dialihkan melalui membran menuju endolimfe dalam saluran kokhlea dan
9
rangsangan mencapai ujung-ujung akhir saraf dalam organ corti, untuk
kemudian diantarkan menuju otak oleh nervus auditorius.
Perasaan pendengaran ditafsirkan otak sebagai suara yang enak atau
tidak enak, hingar bingar atau musikal. Istilah-istilah ini digunakan dalam
artinya yang seluas-luasnya. Gelombang suara yang tidak teratur
menghasilkan keributan atau kehingarbingaran, sementara gelombang
suara berirama teratur menghasilkan bunyi musikal enak. Suara merambat
dengan kecepatan 343 m/detik dalam udara tenang pada suhu 15-50°C
(Pearce, 2009).
Menurut Budiono (2003) apabila telinga memperoleh rangsang
suara, maka sesuai dengan besarnya rangsangan akan terjadi proses:
a. Adaptasi, yang berlangsung 0-3 menit, yakni berupa kenaikan ambang
dengar sesaat. Jika rangsangan berhenti, ambang dengar akan kembali
seperti semula.
b. Pergeseran ambang dengar sementara (temporary threshold shift),
sebagai kelanjutan proses adaptasi akibat rangsang suara yang lebih
kuat dan dapat dibedakan dalam dua tahap yakni kelelahan (fatigue) dan
tuli sementara terhadap rangsangan (temporary stimulation deafness).
Kelelahan tersebut akan pulih kembali secara lambat dan akan semakin
bertambah lambat lagi jika tingkat kelelahan semakin tinggi. Sedang
tuli sementara akibat rangsang suara terjadi akibat pengaruh mekanisme
getaran pada koklea yang mengalami rangsang suara dengan intensitas
tinggi dan berlangsung lama.
10
c. Pergeseran ambang dengar yang persisten (persistent treshold shift),
yang masih ada setelah 40 jam rangsang suara berhenti.
d. Pergeseran ambang suara yang menetap (permanent threshold shift),
meskipun rangsang suara sudah tidak ada. Pada keadaan ini sudah
terjadi kelainan patologis yang permanen pada koklea, umumnya pada
kasus trauma akustik dan akibat kebisingan di tempat kerja.
Proses pendengaran sangatlah menakjubkan. Getaran sumber bunyi
dihantarkan melalui media udara menggetarkan gendang dan tulang-tulang
kecil yang terletak dalam rongga telinga bagian tengah, yang kemudian
menghantarkan getaran ke dalam suatu sistem cairan yang terletak dalam
putaran rongga bangunan menyerupai rumah siput atau lebih dikenal
sebagai koklea, yang terletak bersebelahan dengan alat keseimbangan di
dalam tulang temporalis (Pearce, 2009).
Di dalam telinga bagian tengah juga terdapat sebuah otot terkecil
dalam tubuh manusia, yaitu tensor timpani, yang bertugas membuat tegang
rangkaian tulang pendengaran pada saat bunyi yang mencapai sistem
pendengaran kita berkekuatan lebih dari 70 dB, untuk meredam getaran
yang mencapai sel-sel rambut reseptor pendengaran manusia. Namun, otot
ini yang bekerja terus menerus juga tak mampu bertahan pada keadaan
bising yang terlalu kuat dan kontinu, dan terjadilah stimulasi berlebih yang
merusak fungsi sel-sel rambut. Kerusakan sel rambut dapat bersifat
sementara saja pada awalnya sehingga dapat terjadi ketulian sementara.
Akan tetapi, kemudian bila terjadi rangsangan terus menerus, terjadi
11
kerusakan permanen, sel rambut berkurang sampai menghilang dan terjadi
ketulian menetap (Pearce, 2009).
3. Pemeriksaan Pendengaran
Menurut Gabriel (1990) untuk mengetahui gangguan pendengaran dapat
dilakukan dengan menggunakan:
a. Tes suara berbisik/ noise box
Telinga normal dapat mendengar suara berbisik dengan tone/ nada
rendah. Misalnya suara konsonan dan palatal: b, p, t, m, n pada jarak 5-
10 meter.Suara berbisik dnegan nada tinggi misalnya suara desis s, z, ch,
pada jarak 20 meter.
b. Tes garputala
Untuk melihat ada tidaknya gangguan fungsi pendengaran pada pekerja
denganmenggunakan garpu tala untuk pemeriksaan gangguan fungsi
pendengaran oleh peneliti. Test garpu tala untuk pengukuran kualitatif,
idealnya menggunakan garputala dengan frekuensi 512, 1024 dan 2084
Hz. Bila tidak mungkin cukup dipakaigarpu tala dengan 512 Hz karena
tidak penggunaan garpu tala ini tidak terlaludipengaruhi oleh suara bising
disekitar lingkungan pemeriksaan. Tes garputala ada tiga macam,
diantaranya (Gabriel, 1990):
1) Tes Schwabach
Tes ini digunakan untuk membandingkan penghantaran bunyi
melalui tulang penderita dan pemeriksa.
2) Tes Rinne
Tes ini digunakan untuk membandingkan penghantaran bunyi
melalui tulang dan melalui udara pada penderita.
12
3) Tes Weber
Tes ini digunakan untuk membandingkan penghantaran bunyi
melalui sebelah kanan / kiri penderita.
c. Audiometri
Untuk pemeriksaan kuantitatif gangguan pendengaran dilakukan
pemeriksaan audiometri. Dari audiogram dapat dilihat apakah
pendengaran normal atau tuli,kemudian jenis dan derajat ketuliannya.
Derajat ketulian dihitung dengan indeks Fletcher, yaitu rata-rata ambang
pendengaran pada frekuensi 500, 1.000 dan 2.000Hz. Pada interpretasi
audiogram harus ditulis telinga yang mana, apa jenis ketuliannya, dan
bagaimana derajat ketuliannya.
Hasil pemeriksaan audiometri biasanya direkam dalam bentuk
grafik yang disebut audiogram. Audiogram yang dihitung dengan indeks
fletcher yaitu (Gabriel, 1990):
1) Normal 0-25 dB
2) Tulis ringan26-40 dB
3) Tuli sedang 41-60 dB
4) Tuli berat 61- 90 dB
5) Tuli Total > 90 dB
Untuk membedakan tuli koklea dan tuli retrokoklea diperlukan
pemeriksaan audiologi khusus yang terdiri dari audiometri khusus
(seperti tes Tone decay, tes ShortIncrement Sensitivity Index (SISI), tes
Alternate Binaural Loudness Balance (ABLB), audiometri tutur,
audiometri Bekessy, audiometric objektif (audiometri impedans,
13
elektrokokleografi, Brain Evoked Reponse Audiometry (BERA),
pemeriksaan tuli anorganik (tes Stenger, audiometri nada murni secara
berulang,impedans) dan pemeriksaan audiometri anak (Gabriel, 1990).
C. Gangguan Pendengaran
1. Definisi
Menurut Khabori dan Khandekar (2004), gangguan pendengaran
menggambarkan kehilangan pendengaran di salah satu atau kedua telinga.
Tingkat penurunan gangguan pendengaran terbagi menjadi ringan, sedang,
sedang berat, berat, dan sangat berat. Sedangkan menurut Anton (1989)
dalam Natadireja (2000) Gangguan pendengaran adalah suatu kerusakan yang
mengganggu untuk mengerti percakapan. Selanjutnya gangguan pendengaran
adalah perubahan pada tingkat pendengaran yang berakibat kesulitan dalam
melaksanakan kehidupan normal, biasanya dalam memahami pembicaraan
(Buchari, 2007).
Gangguan pendengaran akibat bising (Noise Induced Hearing Loss/ NIHL)
adalah tuli akibat terpapar oleh bising yang cukup keras dalam jangka waktu
yang cukup lama dan biasanya diakibatkan oleh bising lingkungan kerja
(Christoper, 2009).
2. Faktor Risiko Gangguan Pendengaran
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat dan luasnya
gangguan pendengaran yaitu intensitas atau kerasnya bunyi (sound pressure
level), tipe bunyi (spektrum frekuensi), lama pajanan bising per hari, masa
kerja, kerentanan individu, usia pekerja, penyakit telinga, karakteristik
lingkungan yang menghasilkan bising, jarak dari sumber bising dan posisi
telinga saat menerima gelombang bunyi. Empat faktor yang disebutkan
14
pertama merupakan faktor yang paling penting dan faktor-faktor tersebut
sering disebut dengan noise exposure (Standard, 2002).
Selain itu gangguan pendengaran dapat disebabkan oleh pekerjaan
(occupational hearing loss), misalkan akibat kebisingan, trauma akustik,
dapat pula disebabkan oleh bukan karena kerja (non-occupational hearing
loss) (Buchari, 2007).
Menurut Buchari (2007) faktor-faktor yang berpengaruh terhadap ketulian
akibat kerja (occupational hearing loss), adalah sebagai berikut:
a. Intensitas kebisingan
b. Usia karyawan
c. Ketulian yang sudah ada sebelum bekerja (Pre-employment hearing
impairment)
d. Tekanan dan frekuensi bising
e. Lamanya bekerja
f. Lama pajanan
g. Jarak dari sumber suara
h. Penggunaan APT
i. Gaya hidup
3. Dampak Gangguan Pendengaran
Dampak gangguan pendengaran pada manusia secara umum dapat
dibedakan menjadi dua golongan yaitu dampak auditorial atau Auditory
Effects dan dampak non-auditorial atau Non Auditory Effects (National Safety
Council, 1975).
15
a. Dampak Auditorial atau Auditory Effects
Dampak auditori akibat bising adalah terjadinya gangguan pendengaran,
kemungkinan dapat berupa:
1) Trauma Akustik
Trauma akustik merupakan luka pada elemen sensorineural ditelinga
bagian dalam, akibat terpajan bising tinggi atau terjadi trauma
langsung pada kepala atau telinga menyebabkan robeknya membran
timpani atau terjadi dislokasi serta kerusakan tulang-tulang
pendengaran disebut dengan trauma akustik (National Safety
Council, 1975).
2) Perubahan Ambang Pendengaran Sementara atau Temporary
Threshold Shift (TTS)
Akibat terpajan bising ditempat kerja, mula-mula pekerja merasa
terganggu, tetapi lama kelamaan akan menjadi terbiasa dan suara
bising yang tinggi tidak lagi dirasakan, artinya bahwa pekerja
tersebut telah mengalami gangguan pendengaran. Setelah pekerja
tersebut keluar dari tempat kerja yang bising, maka pendengarannya
sedikit demi sedikit akan pulih seperti semula. Hal tersebut berarti
gangguan pendengaran yang dialami bersifat sementara. Waktu yang
dibutuhkan untuk pemulihan sangat tergantung pada tingkat
kebisingan, lama pajanan, jenis bising, serta kerentanan atau
kepekaan seseorang. Efektifitas suara dalam menyebabkan terjadinya
tuli sementara tergantung pada frekuensinya. Suara-suara dengan
16
frekuensi rendah mempunyai efek bahaya yang ringan (National
Safety Council, 1975).
3) Perubahan Ambang Pendengaran Menetap atau Permanent
Threshold Shift (PTS).
Pekerja yang mengalami perubahan ambang dengar sementara, terus
berlanjut terpajan oleh bising sebelum pemulihan secara bertahap
terjadi, maka akan terjadi sisa gangguan pendengaran. Jika hal
tersebut berlangsung secara berulang-ulang dan menahun maka
mengakibatkan gangguan pendengaran yang bersifat menetap.
Gangguan pendengaran menetap mula-mula terjadi pada frekuensi
4000 Hz, kemudian berkembang pada frekuensi 2000, 1000 dan 500
Hz yang merupakan frekuensi pembicaraan manusia. Jika ini terjadi
akibatnya pekerja akan mengalami kesulitan dalam berkomunikasi.
Efektifitas suara dalam menyebabkan terjadinya tuli permanen
seperti suara dengan frekuensi sedang hingga frekuensi tinggi
memiliki efek bahaya yang berat atau dengan kata lain semakin
tinggi frekuensi paparan suara maka semakin besar kemungkinannya
untuk menyebabkan tuli permanen (National Safety Council, 1975).
b. Dampak Non-Auditorial Non Auditory Effects (Buchari, 2007) meliputi:
1) Gangguan Fisiologis
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah, peningkatan
nadi, basal metabolisme, konstruksi pembuluh darah kecil terutama
pada bagian kaki, dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
17
2) Gangguan Psikologis
Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang
kosentrasi, susah tidur, emosi dan lain-lain. Pemaparan jangka waktu
lama dapat menimbulkan penyakit, psikosomatik seperti gastristis,
penyakit jantung koroner dan lain-lain.
3) Gangguan Komunikasi
Gangguan komunikasi ini menyebabkan terganggunya pekerjaan,
bahkan mungkin terjadi kesalahan, terutama bagi pekerja baru yang
belum berpengalaman. Gangguan komunikasi ini secara tidak
langsung akan mengakibatkan bahaya terhadap keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja, karena tidak mendengar teriakan atau isyarat
tanda bahaya dan tentunya akan dapat menurunkan mutu pekerjaan
dan produktifitas kerja.
4) Gangguan keseimbangan
Gangguan keseimbangan ini mengakibatkan gangguan fisiologis
seperti kepala pusing, mual dan lain-lain.
D. Kebisingan
1. Pengertian Kebisingan
Menurut Salim (2002) dalam Dewi (2009) menyatakan bahwa suara
adalah sesuatu yang dihasilkan oleh benda yang mengalami getaran sehingga
menghasilkan gelombang yang berada di udara.. Suara yang berlebihan dan
tidak diinginkan oleh manusia atau dapat merusak kesehatan pendengaran
manusia disebut bising.
Kebisingan merupakan bunyi atau suara yang tidak dikehendaki dan
dapat mengganggu kesehatan, kenyamanan serta dapat menimbulkan ketulian
18
(Buchari, 2007). Selanjutnya menurut Suma’mur (2009) menyatakan bahwa
kebisingan adalah semua suara atau bunyi yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi atau alat-alat kerja yang pada tingkat
tertentu dapat menibulkan gangguan pendengaran.
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor
13 tahun 2011, kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang
bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja. Dari definisi
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bising adalah bunyi dengan multi
frekuensi yang tidak dikehendaki dari proses produksi dan penggunaan alat-
alat kerja dalam intensitas tertentu dan waktu paparan tertentu dapat
mengakibatkan penurunan pendengaran.
2. Jenis Kebisingan
Jenis-jenis bising dapat dilihat dari berbagai aspek. Dilihat dari sifat,
spektrum dan frekuensi, bising dikelompokan menjadi lima jenis (Suma’mur,
1996) yaitu:
a. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi luas (steady state,
wide band noise)
Merupakan kebisingan yan terus menerus denga spektrum frekuensi
yang luas, seperti pada mesin-mesin, kipas angin, dapur pijar, dan lain-
lain.
b. Kebisingan kontinyu dengan spektrum frekuensi sempit (steady state,
narrow band noise)
Merupakan kebisingan terus menerus yang spktrum frekuensinya
sempit. Biasanya tingkat kebisingannya lebih rendah walaupun terus
menerus. Contohnya pada gergaji sikuler, katup gas, dan lain-lain.
19
c. Kebisingan terputus-putus (intermittent)
Kebisingan yang terputus dengan terbentuknya fase tenang diantara
bising yang ada. Contohnya adalah kebisingan lalu lintas, kebisingan
kapal terbang di bandar udara, dan lain sebagainya.
d. Kebisingan impulsif (impact or impulsive noise)
Merupakan bising yang terjadi karena adanya perubahan tekanan suara
melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat. Contohnya bising karena
pembakan meriam atau bedil, ledakan bom, pukulan palu, dan lain
sebagainya.
e. Kebisingan impulsive berulang
Merupakan bising yang terjadi karena adanya perubahan tekanan suara
melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat yang terjadi berulang-ulang.
Contohnya bising oleh mesin tempa.
Dilihat dari bentuk gangguan yang ditimbulkan, bising dikelompokan
menjadi tiga jenis, yaitu (Buchari, 2007):
a. Irritating noise
Merupakan kebisingan yang mengakibatkan pendengar merasa
terganggu atau sering disebut dengan bising yang mengganggu. Jenis
bising ini tidak memiliki intensitas yang tinggi. Contohnya adalah suara
dengkuran.
b. Masking noise
Merupakan bising yang menutupi, dimana bising tersebut menutupi
suara lain sehingga pendengar tidak bisa mendengar apapun selama di
area bising ini. Contohnya bising yang dikeluarkan oleh mesin produksi
20
sehingga pekerja harus teriak bahkan menggunakan bahasa isyarat
untuk berkomunikasi.
c. Damaging or injurious noise
Merupakan bising yang merusak. Bising ini memiliki intensitas yang
tinggi dan melebihi nilai ambang batas. Bising ini juga bisa
menyebabkan penurunan pendengaran, bahkan tuli. Contohnya adalah
bising oleh ledakan.
3. Sumber Kebisingan
Mengacu pada definisi kebisingan menurut Keputusan Menteri
Tenaga Kerja Nomor 13 tahun 2011, sumber bising adalah dari alat-alat
produksi dan alatalat kerja. Dengan kata lain sumber bising berasal dari
aktivitas produksi di suatu industri. Biasanya sumber bising tersebut
berasal dari gabungan dari beberapa komponen di industri (Sasongko dan
kawan-kawan, 2000), yaitu:
a. Fluid turbulence
Merupaakan kondisi yang terbentuk karena getaran yang diakibatkan
oleh benturan antar partikel dalam fluida. Biasanya terjadi pada pipa
penyalur cairan, gas, valve, gas exhaust, dan lain-lain.
b. Temperature difference
Temperature difference terbentuk karena penyusunan dan pemuaian
fluida. Biasanya dijumpai pada jet, flare boom, gas buang, dan lain
sebagainya.
c. Moving and vibration parts
Kondisi ini terbentuk karena getaran yang disebabkan oleh gesekan,
benturan atau ketidak seimbangan gerakan bagian peralatan. Sering
21
dijumpai pada roda gigi (gear), roda gila (fly wheel), batang torsi,
piston, fan (blower), bearing, dan lain sebagainya.
d. Electrical equipment
Ini terjadi karena efek perubahan fluks elektromagnetik pada bagian
inti dari logam. Kondisi ini sering terjadi pada rentang frekuensi
yang rendah, seperti pada transformator, ballast, motor listrik,
generator, dan lain-lain.
Dilihat dari peralatan di industri, ada beberapa peralatan yang
menjadi sumber utama bising di lingkungan industri yaitu: (Sasongko dan
kawan-kawan,2000)
a. Fan Noise
Fan di dunia industri merupakan peralatan yang sangat krusial karena
dibutuhkan untuk menggerakan udara dalam sistem ventilasi
untukkebutuhan pekerja. Selain dijumpai di sistem ventilasi, fan juga
ada dalamoperasi pengeringan dalam produksi serta peralatan
pengumpul debu.Bising dari fan berasal dari gerakan fan yang
menimbulkan getaran danmenghasilkan suara yang tidak nyaman bagi
pekerja
b. Jet Noise
Jet noise ini merupakan sumber bising yang paling mengganggu
dalam dunia industri. Jet noise atau kebisingan karena semburan udara
(gas) ini biasanya berupa aerodynamic noise. Contoh jet noise ini
adalah blow off nozzle, system valves, gas burner, dan lain sebagainya.
22
Biasanya tingkat kebisingan yang dihasilkan jet noise bisa mencapai
105 dBA – 107 dBA.
e. Pipe Noise
Merupakan kebisingan dari sistem pemipaan dalam industri. Pemipaan
yang menghasilkan bising biasanya pipa yang dialiri cairan atau gas
bertekanan. Jenis pipe noise ini bisa menghasilkan bising mencapai
130 dBA – 140 dBA.
f. Pump Noise
Pumpnoise merupakan sumber bising yang berasal dari kegiatan
pemompaan atau kompres. Bising bisa berasal dari alat yang
digunakan maupun dari apa yang dipompa atau dikompres.
g. Furnace and Burner Noise
Kebisingan ini disebabkan oleh interaksi-interaksi terkait dengan
aliran kecepatan tinggi, turbulensi, dan proses pembakaran.
h. Blower
Bising oleh blower sebenarnya sama dengan konsep bising oleh fan.
Dimana bising oleh blower ini terkait pergerakan udara dalam volume
besar. Akan tetapi bising oleh blower ini lebih tinggi dibandingkan
bising oleh fan karena kecepatan gerak pada blower lebih cepat
dibandingkan pada fan.
i. Boiler
Boiler merupakan alat yang berfungsi untuk menghasilkan uap air dan
nantinya akan menjadi sumber tenaga penggerak. Bising yang
dihasilkan boiler bisa mencapai 94 dBA.
23
4. Faktor yang Mempengaruhi Kebisingan
Tingkat kebisingan dipengaruhi oleh beberapa faktor Widiapura
(1991) dalam Armaini (2008) yaitu:
a. Sumber bising
Kuat lemahnya bunyi tidak selalu menentukan apakah bunyi
tersebut mempunyai bising atau tidak, tetapi hal ini lebih banyak
ditentukan oleh perasaan dan persepsi seseorang. Dengan
demikian bunyi yang sama dapat merupakan bising bagi seorang
tetapi belum tentu bising bagi orang lain
b. Jarak dengan Sumber Bising
Semakin jauh sumber bunyi, semakin kecil tingkat kebisingannya.
c. Suhu Udara
Jika suhu udara tinggi maka kecepatan rambat bunyi yang sampai
ke telinga akan melambat sehingga bunyi terdengar lemah.
d. Arah dan kecepatan angin
Bunyi akan diterima lebih lama dan lebih keras oleh orang yang
berada pada down stream (searah dengan angin) dibandingkan
dengan bunyi yang diterima oleh orang yang berada pada arah
yang berlawanan dengan arah angin, karena getaran bunyi dari
sumber bunyi di hambar oleh angin.
e. Kelembaban udara
Semakin lembab udara, suara yang didengar semakin jelas, tetapi
pengaruhnya terhadap kebisingan di dalam ruangan tidak besar.
24
f. Penghalang (barier)
Menurut Kristanto (2014) Noise Barrier (Soundwall, Tanggul
suara, penghalang suara, atau penghalang akustik) adalah struktur
eksterior yang dirancang untuk meredam polusi suara (bising).
Noise Barrier merupakan metode yang paling efektif mengurangi
jalan, kereta api, dan sumber kebisingan industri tanpa
penghentian aktivitas penggunaan kontrol sumber. Fungsi dari
Penghalang Bising ini untuk memberikan zona bayangan
(shadow zone) atau daerah dimana mempunyai bising yang lebih
senyap pada penerima.
5. Metode Pengukuran Kebisingan
Menurut Nasri (1997) menyatakan bahwa ada tiga cara atau
metode pengukuran akibat kebisingan di lokasi kerja.
a. Pengukuran dengan titik sampling
Pengukuran ini dilakukan bila kebisingan diduga melebihi
ambang batas hanya pada satu atau beberapa lokasi saja. Pengukuran
ini juga dapat dilakukan untuk mengevalusai kebisingan yang
disebabkan oleh suatu peralatan sederhana, misalnya
compresor/generator. Jarak pengukuran dari sumber harus
dicantumkan, misal 3 meter dari ketinggian 1 meter. Selain itu juga
harus diperhatikan arah mikrofon alat pengukur yang digunakan
(Nasri, 1997).
b. Pengukuran dengan peta kontur
Pemetaan diartikan sebagai penggambaran secara visual yang
menghasilkan sebuah peta, sedangkan pemetaan kebisingan berarti
25
penggambaran secara visual dari tingkat kebisingan yang
ditimbulkan pada tiap-tiap titik pengamatan dimana pengukuran ini
akan menghasilkan sebuah peta kontur kebisingan.Garis kontur
adalah garis khayal dilapangan yang menghubungkan titik dengan
ketinggian yang sama atau garis kontur adalah garis kontinyu diatas
peta yang memperlihatkan titik-titik di atas peta dengan ketinggian
yang sama (Hustim, 2014).
Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat
dalam mengukur kebisingan, karena peta tersebut dapat menentukan
gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan area. Pengukuran
ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala
yang sesuai dengan pengukuran yang dibuat. Biasanya dibuat kode
pewarnaan untuk menggambarkan keadaan kebisingan, warna hijau
untuk kebisingan dengan intensitas dibawah 80 dBA, warna kuning
untuk kebisingan dengan intensitas antara 80 – 84 dBA, warna
merah untuk tingkat kebisingan yang tinggi ≥ 85 dBA (Hustim,
2014).
Kode pewarnaan kontur kebisingan, sebagai berikut warna
hijau untuk kebisingan dengan intensitas dibawah 85 dBA warna
orange untuk tingkat kebisingan yang tinggi diatas 90 dBA, warna
kuning untuk kebisingan dengan intensitas antara 85 – 90 dBA
(Nasri, 1997). Selain itu menurut penelitian Ramli dan Ulfah (2014)
yang menyatakan bahwa kode pewarnaan kontur kebisingan, antara
lain warna hijau untuk tingkat kebisingan dengan intensitas antara
26
62.1 dB-69.0 dB, warna kuning untuk tingkat kebisingan dengan
intensitas antara 69.1 dB-76.0 dB, dan warna merah untuk tingkat
kebisingan dengan intensitas antara 76.1 dB-81.0 dB.
Sedangkan menurut penelitian Saputra (2007) yang
menyatakan bahwa zona warna kontur kebisingan dibedakan atas:
1) Zona tanpa pelindung : <85 dBA diberi warna hijau
2) Zona dengan pelindung ear plug : 85- 95 dBA diberi warna
kuning
3) Zona dengan pelindung earmuff : > 95 dBA diberi warna
merah
Pada penelitian ini pembuatan kode warna pada peta kontur
sesuai dengan kode pewarnaan kontur milik Hustim, dengan
pertimbangan bila memberikan peringatan warna merah pada
kebisingan ≥ 85 dB dapat membantu perusahaan dalam mengurangi
jumlah pekerja yang menderita gangguan pendengaran dan juga
membuat para pekerja lebih berhati-hati terhadap risiko yang ada di
Area kerja mereka.
Pembuatan peta kontur kebisingan menggunakan aplikasi
untuk proses pemetaan (proses membuat peta) berupa peta kontur.
Pengukuran dengan membuat peta kontur sangat bermanfaat dalam
mengukur kebisingan, karena peta tersebut dapat menentukan
gambar tentang kondisi kebisingan dalam cakupan area. Pengukuran
ini dilakukan dengan membuat gambar isoplet pada kertas berskala
yang sesuai dengan pengukuran yang dibuat (Nasri, 1997).
27
c. Pengukuran dengan Grid
Untuk mengukur dengan Grid adalah dengan membuat contoh
data kebisingan pada lokasi yang di inginkan. Titik–titik sampling
harus dibuat dengan jarak interval yang sama diseluruh lokasi. Jadi
dalam pengukuran lokasi dibagi menjadi beberpa kotak yang
berukuran dan jarak yang sama, misalnya: 10 x 10 m kotak tersebut
ditandai dengan baris dan kolom untuk memudahkan identitas
(Nasri, 1997).
E. Risiko Gangguan Pendengaran
Risiko adalah kejadian yang tidak tentu yang dapat mengakibatkan suatu
kerugian (Redja, 2003). Menurut Supriyadi (2005) menyatakan bahwa risiko
adalah seberapa besar kemungkinan suatu bahan atau material, proses atau
kondisi untuk menumbulkan kerusakan atau kerugian dan kesakitan, sedangkan
menurut Kolluru, risiko dapat dikategorikan menjadi 5, yaitu (Kolluru, 1996):
1. Risiko Keselamatan
Risiko keselamatan memiliki tingkat probabilitas rendah, tingkat paparan
tinggi, akut dan jika terjadi kontak langsung terlihat efeknya, penyebabnya
lebih dapat diketahui serta lebih berfokus pada keselamatan manusia dan
pencegahan kerugian di area kerja.
2. Risiko Kesehatan
Risiko kesehatan memiliki sifat probabilitas yang tinggi, tingkat paparan
rendah, kronis, penyebabnya sulit diketahui dan fokusnya lebih ke
kesehatan manusia.
28
3. Risiko Lingkungan dan Ekologi
Umumnya memiliki ciri-ciri sebagai berikut: permasalahan difokeuskan
pada dampak yang timbul terhadap habitat dan ekosistem yang lebih jauh
dari sumber risiko.
4. Risiko Terhadap Masyarakat Publik
Komunitas dan pandangan masyarakat terhadap kinerja organisasi dan
produksi, memperhatikan pada segi estetika, sumber daya dengan
menggunakan batasan-batasan yang ada dampak negatif dan persepsi
masyarakat seperti perubahan positif dari suatu tindakan yang lamban,
semua hal tersebut terfokus pada penilaian dan persepsi masyarakat.
5. Risiko Keuangan
Dalam jangka pendek dan jangka panjang risiko dan kehilangan property
dan pajak, mempertanggungjawabkan pajanan, asuransi terhadap
lingkungan, kesehatan dan keselamatan, investasi terfokus pada aspek
operasional dan kelangsungan hidup secara finansial.
Menurut Kent (2004) dalam Oktova (2010) analisis risiko memiliki dua
bagian, yaitu memperkirakan kemungkinan atau Risiko dan memperkirakan
dampak yang diestimasi. Pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu
kuantitatif dan kualitatif. Kuantitas risiko menyangkut berapa banyak eksposure
yang rentan terhadap risiko, sedangkan kualitatif menyangkut kemungkinan
suatu risiko muncul. Bahaya kebisingan dapat menimbulkan risiko kerugian, bila
Risikonya besar berarti risiko yang ditimbulkan juga besar dan tidak dapat
diterima (Kurniawidjaja, 2012).
29
Tabel 2.1 Estimasi Konsekuensi dari Efek Buruk Kesehatan yang Mungkin
Ditimbulkan
Hazard Rating Batasan Efek Buruk pada Pekerja
Sangat Ringan Tidak berdampak pada kapasitas kerja dan gangguan
kesehatan.
Ringan Menimbulkan gangguan kesehatan yang dapat pulih.
Berat Menimbulkan gangguan kesehatan yang nirpulih,
namun tidak menimbulkan kematian.
Cacat Permanen Menimbulkan kerusakan yang nirpulih, cacat
permanen atau kematian
Kematian Massal Bahan kimia yang dapat menimbulkan efek keracunan
akut.
Menurut Environmental Protection Agency (EPA) menunjukan efek
kesehatan ringan pada pemanajan 8 jam perhari dengan tingkat kebisingan < 85
dBA atau tingkat kebisingan rendah, sedangkan efek kesehatan berat bila tingkat
kebisingan ≥85 dBA atau tingkat kebisingan tinggi (EPA, 1979).
Tabel 2.2 Risiko Gangguan Pendengaran
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
> 100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan Perbaikan Berkesinambungan
2 Ringan Penurunan Risiko
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
Risiko Tidak Dapat Diterima
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level
Sumber: Risiko Kejadian Gangguan Pendengaran
Menurut Kurniawidjaja (2012)
F. Kerangka Teori
Teori yang digunakan sebagai acuan untuk mengetahui faktor yang
mempengaruhi tingkat dan luasnya gangguan pendengaran adalah Teori Standard
(2002) karena teori ini membahas intensitas atau kerasnya bunyi (sound pressure
30
level), tipe bunyi (spektrum frekuensi), karakteristik lingkungan yang
menghasilkan bising, jarak dari sumber bising dan posisi telinga saat menerima
gelombang bunyi serta barrier yang digunakan.
Gambar 2.1. Kerangka Teori Standard (2000)
Gangguan Pendengaran
Bunyi
Sel Rambut
Rumah Siput
Gendang Telinga
Liang Telinga
Daun Telinga
Tidak Berjalan Baik
Otak
Syaraf Pendengaran Kondisi Lingkungan Kerja,
meliputi:
1. Sumber Kebisingan
2. Intensitas atau kerasnya
bunyi (sound pressure
level),
3. Tipe bunyi (spektrum
frekuensi),
4. Jarak dari sumber
bising
5. Penghalang atau barrier
31
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui risiko gangguan pendengaran
pada pekerja PT. Bakrie Metal Industries tahun 2015. Faktor yang tidak diteliti
adalah tipe bunyi (spektrum frekuensi) karena keterbatasan alat dalam penelitian
dan kemampuan pengamatan peneliti. Selanjutnya jarak dari sumber bising tidak
diteliti karena pekerja yang berpindah-pindah saat bekerja dan penghalang
(barrier) yang meliputi dinding dan lantai tidak di teliti karena tidak hanya
dinding dan lantai saja yang dapat menyerap kebisingan, namun setiap material
yang terdapat pada area produksi memiliki daya serap masing-masing.
Sedangkan variabel-variabel yang diteliti terdapat pada kerangka konsep
dibawah ini:
*Tidak dilakukan uji hipotesis untuk melihat hubungan antar variabel
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
Pemetaan Intensitas
Kebisingan
Berdasarkan Sumber
Kebisingan.
Risiko Gangguan
Pendengaran
32
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1. Definisi Operasional
Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Risiko
Gangguan
Pendengaran
Besarnya kemungkinan gangguan
pendengaran dari hasil pengukuran
dan observasi yang telah dilakukan,
meliputi ringan, sedang, dan berat.
Tabel risiko Analisis menggunakan
tabel risiko
Kategori risiko gangguan
pendengaran:
1. Ringan jika efek
kesehatan ringan dan
OEL <10% of OEL
atau efek kesehatan
ringan dan 10%-15%
of OEL atau efek
kesehatan berat dan
<10% of OEL,
2. Sedang jika efek
kesehatan ringan dan
50%- 100% of OEL
atau efek kesehatan
ringan dan > 100% of
OEL atau efek
kesehatan berat dan
10%-15% of OEL
atau efek kesehatan
berat dan 50%- 100%
of OEL,
Ordinal
33
Variabel Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
3. Berat jika efek
kesehatan berat dan >
100% of OEL
Sumber dan
Tingkat
Kebisingan
Proses kerja di area produksi yang
menghasilkan suara yang
mengganggu kenyamanan
pendengaran pekerja serta besarnya
tingkat suara yang bersumber dari
proses dan alat kerja yang ada di
area produksi.
1. Lembar
Observasi
2. Sound
Level
Meter
(SLM)
3. Lembar
penentuan
titik
kebisingan.
1. Observasi
2. Pengukuran
kebisingan di area
kerja bagian
produksi.
3. Menuliskan titik
pengukuran
kebisingan di area
produksi pada lembar
penentuan titik
kebisingan.
1. Proses kerja yang
menimbulkan
kebisingan
2. Kadar kebisingan
setiap titik yang ada
pada area kerja
bagian produksi
dalam satuan dBA
dan peta kontur
kebisingan
Rasio
Pemetaan
Intensitas
Kebisingan
Penggambaran secara visual dari
tingkat kebisingan yang
ditimbulkan pada setiap titik
pengukuran dan diberi warna sesuai
dengan tingkat kebisingan.
Perangkat
Lunak
Pemetaan
Kebisingan
Memasukkan kadar
kebisingan pada perangkat
lunak yang yang
disesuaikan dengan titik
pengukuran.
1. Berwarna hijau bila
kadar kebisingan < 80
dBA
2. Berwarna kuning bila
kadar 80 – 84 dBA,
3. Berwarna merah bila
kadar kebisingan ≥ 85
dBA
(Hustim, 2014)
Ordinal
34
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi deskriptif yang
menggunakan pendekatan kuantitatif dengan desain cross sectional study
karena penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran antara variabel
dependen dan independen dalam satu waktu. Variabel independen dalam
penelitian ini adalah sumber dan tingkat kebisingan serta kontur kebisingan,
sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah risiko gangguan
pendengaran.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di PT. Bakrie Metal Industries Bekasi pada
bulan Mei- Desember 2015.
C. Pengumpulan Data
1. Sumber Data
Data yang dikumpulkan oleh peneliti adalah data primer yang diperoleh
melalui observasi dan analisis.
2. Cara Pengumpulan Data
a. Sumber kebisingan diperoleh dari hasil observasi secara langsung ke
Area Produksi Perusahaan.
b. Intensitas bising berdasarkan observasi langsung pada sumber
kebisingan dikumpulkan peneliti dengan cara melakukan
pengukuran kebisingan di area kerja secara langsung menggunakan
SLM dengan merk Krisbow tipe KW06-291 dengan kadar toleransi
0%+3,5 digits.
35
3. Instrumen Pengumpulan Data
Instrumen penelitian adalah alat yang digunakan dalam penelitian untuk
memperoleh data, dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah:
a) Menggunakan perangkat lunak untuk menggambarkan denah sumber
kebisingan area produksi, hasilnya adalah berupa denah area
produksi, antara lain: Denah Area Fabrikasi I, Denah Area Fabrikasi
II, Denah Area Fabrikasi III, Denah Area Fabrikasi IV, Denah Area
Presshop, dan Denah Area Painting.
b) Menggunakan perangkat lunak untuk menggambarkan noise maping
area produksi, hasilnya adalah berupa noise maping area produksi,
antara lain: noise maping Area Fabrikasi I, noise maping Area
Fabrikasi II, noise maping Area Fabrikasi III, noise maping Area
Fabrikasi IV, noise maping Area Presshop, dan noise maping Area
Painting.
c) Sound Level Meter untuk mengukur intensitas kebisingan, hasil
ukurnya adalah skala dBA.
d) Perangkat lunak pemetaan kebisingan, hasilnya adalah berupa
pemetaan kebisingan Area Produksi.
e) Tabel risiko yang digunakan untuk mengetahui dan menyimpulkan
risiko gangguan pendengaran.
D. Validasi Penelitian
Pada penelitian ini validitas dilakukan dengan melibatkan orang yang
ahli dalam bidang kesehatan kerja. Pada variabel risiko gangguan
36
pendengaran, validitas diperoleh dengan cara menyimpulkan bersama dengan
ahli kesehatan kerja.
E. Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisa secara univariat untuk
mendeskripsikan seluruh variabel. Data kuantitatif yang diperoleh akan
disajikan dalam bentuk tabel atau grafik. Analisis univariat pada penelitian ini
bertujuan untuk memberikan informasi mengenai:
1. Variabel Sumber dan Tingkat Kebisingan PT. Bakrie Metal Industries;
a. Sumber kebisingan ini diperoleh dengan cara observasi langsung ke
area produksi PT. Bakrie Metal Industries, selanjutnya adalah
menganalisis proses kerja yang menjadi sumber kebisingan di area
produksi, setelah diketahui sumber kebisingannya, penulis
menggambarkan denah area produksi yang menjadi target penelitian
per bagian, seperti area Fabrikasi I, Fabrikasi II, Fabrikasi III,
Fabrikasi IV, Presshop dan Painting. Instrumen yang digunakan
untuk menggambar denah area produksi PT. Bakrie Metal Industries
ini adalah dengan menggunakan perangkat lunak.
Berikut adalah langkah- langkah membuat denah sumber kebisingan
dengan perangkat lunak:
1) Buka program,
2) Gambar denah area produksi sesuai dengan bentuk yang ada,
3) Save file sesuai dengan nama area.
37
b. Intensitas kebisingan berdasarkan sumber kebisingan PT. Bakrie
Metal Industries;
Untuk mengetahui gambaran intensitas kebisingan area
produksi PT. Bakrie Metal Industries, maka dilakukan pengukuran
kebisingan. Pengukuran dilakukan mulai pukul 09.00 – 11.00 WIB
kemudian dilanjutkan kembali pukul 13.00- 16.00 WIB. Pemilihan
waktu tersebut dipilih karena pekerja telah bekerja secara efektif
pada rentang waktu tersebut, sehingga kondisi yang ada pada rentang
waktu tersebut diharapkan dapat menggambarkan kondisi pajanan
kebisingan yang sebenarnya.
Pembuatan noise maping yang dibuat dengan menggunakan
perangkat lunak. Berikut adalah langkah membuat noise maping
yaitu:
1) Mencari data terkait ukuran area produksi per bagian,
2) Buka software,
3) Buat noise maping dengan skala 1:100 yang disesuaikan
dengan ukuran area produksi,
4) Save file sesuai dengan nama area aproduksi.
Adapun persiapan yang dilakukan sebelum melakukan
pengukuran adalah sebagai berikut:
1) Menyiapkan Sound Level Meter (SLM)
2) Pastikan posisi alat dalam dB
3) Mengaktifkan alat dengan menekan tombol on/off
38
4) Memilih filter pengukuran tingkat kebisingan pada Weighting
A (dBA)
5) Mempersiapkan noise map untuk menentukan posisi titik
sampling pengukuran dengan membuat titik- titik koordinat
dengan jarak 5 meter.
Pengukuran dilakukan pada area kerja dimana terdapat
aktivitas kerja. Pengukuran dilakukan dengan interval lima detik,
selama satu menit, sehingga didapat 12 sample nilai kebisingan
untuk setiap titiknya selanjutnya dilakukan perhitungan untuk
memperoleh nilai rata-rata kebisingan.
2. Langkah selanjutnya setelah dilakukan pengukuran adalah membuat noise
contour yang menggunakan perangkat lunak pemetaan bising. Setelah
membuat noise contour penulis menganalisis hasil noise contour dengan
mendeskripsikan arti dari per satu warna yang ada pada bagian hasil
penelitian.
Berikut adalah cara membuat noise contour yang menggunakan
adalah sebagai berikut:
a. Jalankan software,
b. Untuk meng-input hasil pengukuran kebisingan maka data
dimasukkan kedalam format worksheet pada software dengan cara:
Klik File → New → Worksheet → Ok,
39
c. Diinput hasil pengumpulan data dimana A adalah absis, B adalah
ordinat, dan C adalah tingkat kebisingan (dB(A)). Setelah diinput nilai
kemudian di save dalam bentuk excel spreadsheet (*.xls)
d. Untuk mengolah data yang diinput maka dibuka perangkat lunak yang
baru kemudian klik Grid → Data→ buka file dalam bentuk excel
yang telah disimpan kemudian klik OK sehingga akan muncul
tampilan Grid Report.
1 2
1 2
40
e. Untuk menampilkan peta kebisingan maka klik Map → Contour Map
→ New Contour Map kemudian buka file dalam bentuk (*.grd),
f. Untuk memasukkan warna ambang batas kebisingan maka, Klik
kanan pada peta → Properties. Pada Filled Contours, cek Fill
Contours kemudian pilih Levels → Fill. Jika puas dengan tampilan
3 4
1 2
3
41
kontur klik Apply kemudian OK untuk menampilkan kontur tingkat
kebisingan yang telah dibuat,
g. Jadilah kontur kebisingan per area,
h. Save file kontur per area produksi.
Pada penelitian ini kontur kebisingan di berikan kode pewarnaan, yaitu
pada kontur berwarna hijau untuk kebisingan dengan intensitas dibawah 80
1 2
42
dBA, sedangkan kontur berwarna kuning untuk kebisingan dengan intensitas
antara 80 – 84 dBA, dan kontur berwarna merah untuk tingkat kebisingan
yang tinggi ≥ 85 dBA.
3. Risiko gangguan pendengaran berdasarkan pemetaan intensitas
kebisingan PT. Bakrie Metal Industries.
Pada variabel Risiko gangguan pendengaran berdasarkan intensitas
kebisingan PT. Bakrie Metal Industries diperoleh berdasarkan analisis hasil
pengukuran intensitas kebisingan dengan melibatkan ahli kesehatan kerja,
lalu dihitung menggunakan tabel penentuan risiko yang dapat dilihat pada
tabel 2.2 lalu dilihat dari kategori OEL yang ada pada tabel tersebut
disesuaikan dengan hasil pengukuran intensitas kebisingan.
Selanjutnya untuk menentukkan risiko, maka peneliti juga harus
mengetahui kategori efek kesehatan pada gangguan pendengaran yang
mengacu pada Environmental Protection Agency (EPA) yang menyatakan
bahwa efek kesehatan ringan dengan tingkat kebisingan < 85 dBA atau
tingkat kebisingan rendah, sedangkan efek kesehatan berat bila tingkat
kebisingan ≥85 dBA atau tingkat kebisingan tinggi. Dari hasil kategori OEL
dan juga kategori efek kesehatan gangguan pendengaran, maka diketahui
gambaran risiko kerjadian gangguan pendengaran pekerja di PT. Bakrie
Metal Industries.
Misalnya, bila efek kesehatan ringan dan OEL <10% of OEL atau efek
kesehatan ringan dan 10%-15% of OEL atau efek kesehatan berat dan <10% of
OEL maka termasuk kategori risiko ringan, sedangkan bila efek kesehatan
ringan dan 50%- 100% of OEL atau efek kesehatan ringan dan > 100% of OEL
43
atau efek kesehatan berat dan 10%-15% of OEL atau efek kesehatan berat dan
50%- 100% of OEL maka termasuk kedalam kategori risiko sedang, serta bila efek
kesehatan berat dan > 100% of OEL maka termasuk kedalam risiko berat. Contoh
analisis risiko gangguan pendengaran, seperti yang terdapat tabel 4.1.
Tabel 4.1 Contoh Analisis Risiko Gangguan Pendengaran
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10%
of OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of
OEL
>> of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level
44
BAB V
HASIL
A. Gambaran Sumber dan Tingkat Kebisingan PT. Bakrie Metal Industries
Tahun 2015
Sumber kebisingan yang ada pada area produksi PT. Bakrie Metal
Industries berasal dari macam-macam mesin atau alat kerja. Berikut adalah
sumber dan tingkat kebisingan pada setiap Area, sebagai berikut:
1. Berdasarkan observasi (dapat dilihat pada lampiran 3) diperoleh hasil bahwa
sumber kebisingan area Fabrikasi I berasal dari proses pengelasan (welding)
yang mengggunakan mesin las, jumlah mesin las di area Fabrikasi I yang
berfungsi dengan baik adalah 25 buah dengan kadar kebisingan per mesin
sekitar 91dB, proses metal finish (dengan menggunakan mesin gerinda), di
area Fabrikasi I mesin gerinda yang berfungsi dengan baik berjumlah 13 buah
dengan kadar kebisingan per mesin sekitar 91 dB dan proses pemindahan
material menggunakan overhead crane dengan kadar kebisingan sekitar 100
dB.
Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan, maka diketahui tingkat
kebisingan sumber bising pada setiap titik pengukuran yang terdapat pada
area Fabrikasi I yang dapat dilihat pada lampiran 4. Titik pengambilan sampel
pengukuran kebisingan di area Fabrikasi I berjumlah 110 titik, adapun jarak
dari satu titik ke titik lainnya adalah sepanjang 5 meter seperti yang
tergambar lampiran 4. Pengukuran kebisingan pada area Fabrikasi I ini
dilakukan pada 57 titik pengukuran, sedangkan pada 53 titik tidak dilakukan
pengukuran, karena pada titik tersebut terdapat mesin kerja serta material baja
45
yang dapat membahayakan keselamatan peneliti dapat dilihat pada lampiran
5.
2. Sumber kebisingan area Fabrikasi II berasal dari proses pengelasan (welding)
yang mengggunakan mesin las, jumlah mesin las di area Fabrikasi II yang
berfungsi dengan baik adalah 19 buah dengan kadar kebisingan per mesin
sekitar 91dB, proses fit up menggunakan mesin las atau gerinda sesuai
dengan kebutuhan produksi, proses stamping (saat kegiatan memukul
material menggunakan palu) dengan kadar kebisingan sekitar 95-100 dB,
proses metal finish (dengan menggunakan mesin gerinda), di area Fabrikasi
II mesin gerinda yang berfungsi dengan baik berjumlah 16 buah dengan kadar
kebisingan per mesin sekitar 91 dB dan proses pemindahan material
menggunakan overhead crane dengan kadar kebisingan sekitar 100 dB
(dapat dilihat pada lampiran 3). Titik sampling pengukuran kebisingan di area
Fabrikasi II berjumlah 70 titik, adapun jarak dari satu titik ke titik lainnya
adalah sepanjang 5 meter serta pada area Fabrikasi II pengukuran kebisingan
dilakukan di semua titik pengukuran seperti yang tergambar pada lampiran 6.
3. Sumber kebisingan area Fabrikasi III berasal dari mesin punch/bor yang
berfungsi dengan baik di area ini berjumlah 17 buah dengan kadar kebisingan
86,31dB, proses metal finish (dengan menggunakan mesin gerinda), di area
Fabrikasi III mesin gerinda yang berfungsi dengan baik berjumlah 14 buah
dengan kadar kebisingan per mesin sekitar 91 dB dan proses pemindahan
material menggunakan overhead crane dengan kadar kebisingan sekitar 100
dB (dapat dilihat pada lampiran 3). Titik sampling pengukuran kebisingan di
area Fabrikasi III berjumlah 48 titik, adapun jarak dari satu titik ke titik
46
lainnya adalah sepanjang 5 meter, serta pada area Fabrikasi III pengukuran
kebisingan dilakukan di semua titik pengukuran seperti yang tergambar pada
lampiran 7.
4. Sumber kebisingan area Fabrikasi IV berasal dari proses welding yang
mengggunakan mesin las, jumlah mesin las di area Fabrikasi IV yang
berfungsi dengan baik adalah 17 buah dengan kadar kebisingan per mesin
sekitar 91 dB, proses metal finish (dengan menggunakan mesin gerinda) di
area Fabrikasi IV mesin gerinda yang berfungsi dengan baik berjumlah 5
buah dengan kadar kebisingan per mesin sekitar 91 dB, proses stamping (saat
kegiatan memukul material menggunakan palu menggunakan palu) dengan
kadar kebisingan sekitar 95-100 dB dan proses pemindahan material
menggunakan overhead crane dengan kadar kebisingan sekitar 100 dB (dapat
dilihat pada lampiran 3). Titik sampling pengukuran kebisingan di area
Fabrikasi IV berjumlah 55 titik, adapun jarak dari satu titik ke titik lainnya
adalah sepanjang 5 meter, serta pada area Fabrikasi IV pengukuran
kebisingan dilakukan di semua titik pengukuran seperti yang tergambar pada
lampiran 8.
5. Sumber kebisingan area Presshop berasal dari proses welding yang
mengggunakan mesin las, jumlah mesin las di area Presshop yang berfungsi
dengan baik adalah 8 buah dengan kadar kebisingan per mesin sekitar 91 dB,
proses corrugating pada mesin cincinnati (proses pemotongan baja
gelombang) dengan kadar kebisingan sebesar 99,5- 100,3 dB, proses
pressmaterial dengan menggunakan mesin LVD yang memiliki kadar
kebisingan sebesar 90,3 dB, proses pembentukkanmaterial dengan
47
menggunakan mesin curving roll (proses pembentukkan baja gelombang)
yang memiliki kadar kebisingan sebesar 90,7 dB dan proses pemindahan
material menggunakan overhead crane dengan kadar kebisingan sekitar 100
dB (dapat dilihat pada lampiran 3). Titik sampling pengukuran kebisingan di
area Presshop berjumlah 48 titik, adapun jarak dari satu titik ke titik lainnya
adalah sepanjang 5 meter, serta pada area Presshop pengukuran kebisingan
dilakukan di semua titik pengukuran seperti yang tergambar pada lampiran 9.
6. Sumber kebisingan area Painting adalah berasal dari area sekitar painting
yaitu bising yang berasal dari Fabrikasi II. Titik sampling pengukuran
kebisingan di area Painting berjumlah 16 titik, adapun jarak dari satu titik ke
titik lainnya adalah sepanjang 5 meter, serta pada area Painting pengukuran
kebisingan dilakukan di semua titik pengukuran seperti yang tergambar pada
lampiran 10.
B. Gambaran Pemetaan/ Kontur Kebisingan PT. Bakrie Metal Industries
Tahun 2015
1. Berdasarkan sumber serta tingkat kebisingan maka dapat digambarkan kontur
kebisingan untuk area Fabrikasi I, seperti yang terdapat pada gambar 5.1:
Skala 1: 100
Gambar 5.1 Noise Contour Area Fabrikasi I
48
Keterangan Gambar 5.1:
A: Area Cutting 1 I: Area Welding Q: Area Metal Finish
B: Area Marking J: Area Fitup R: Area Metal Finish
C: Area Cutting 3 K: Area Fitup S: Area Metal Finish
D: Area Cutting 2 L: Area Fitup T: Area Cutting
E: Area Fitup M: Area Fitup U: Area Welding 2
F: Area Fitup N: Area Fitup V: Area Welding 3
G: Area Welding O: Area Fitup
H: Area Welding P: Area Fitup
Berdasarkan gambar noise contour Area Fabrikasi I, warna hijau
menunjukkan kadar kebisingan < 80 dB, warna kuning menunjukkan kadar
kebisingan 80,1 dB sampai dengan 84,5 dB, sedangkan warna merah
menunjukkan kadar kebisingan ≥ 85dB. Dari gambar noise contour tersebut dapat
disimpulkan bahwa area berwarna hijau artinya area kerja tersebut masuk kategori
aman, namun pekerja tetap diwajibkan menggunakan Alat Pelindung Telinga
untuk mencegah terjadinya gangguan pendengaran yang disebabkan oleh
kebisingan yang dihasilkan dari area kerja di sekitarnya, sedangkan area berwarna
kuning artinya adalah pekerja harus berhati-hati terhadap risiko bising pada area
tersebut, disarankan untuk menggunakan Alat Pelindung Telinga yang sesuai
dengan risiko bising yang diterima dan area berwarna merah berarti pekerja harus
berhenti melakukan pekerjaannya dikarenakan paparan bising yang diterima
sudah lebih dari NAB kebisingan.
2. Pada Area Fabrikasi II, berdasarkan sumber serta tingkat kebisingan maka dapat
digambarkan kontur kebisingan untuk area Fabrikasi II, seperti yang terdapat
pada gambar 5.2:
49
Skala 1:100
Gambar 5.2 Noise Contour Area Fabrikasi II
Keterangan Gambar 5.2:
A:Area Welding 1 L: Area Welding 2, QC &Stamping W: Area Metal Finish
B: Area Welding1 M: Area Welding 2, QC &Stamping X: Area Metal Finish
C: Area Welding1 N: Area Welding 2, QC &Stamping Y: Area Metal Finish
D: Area Fitup 1 O: Area Welding 2, QC &Stamping Z: Area Metal Finish
E: Area Fitup 1 P: Area Welding 2, QC &Stamping AA: Area Metal Finish
F: Area Fitup 1 Q: Area Welding 2, QC &Stamping AB: Area Metal Finish
G: Area Fitup 1 R: Area Welding 2, QC &Stamping
H: Area Fitup1 S: Area Welding 2, QC &Stamping
I: Area Fitup 2 T: Area Welding 2, QC &Stamping
J: Area Fitup 2 U: Area Welding 2, QC &Stamping
K: Area Fitup 2 V: Area Welding 2, QC &Stamping
Berdasarkan gambar noise contour Area Fabrikasi II, warna kuning
menunjukkan kadar kebisingan < 85 dB, sedangkan warna merah menunjukkan
kadar kebisingan ≥ 85Db, dari noise contour tersebut dapat disimpulkan bahwa
area Fabrikasi II termasuk dalam kategori bahaya, pekerja harus berhenti
melakukan pekerjaannya dikarenakan paparan bising yang diterima sudah lebih
dari NAB kebisingan, namun hal tersebut tidak mungkin diterapkan sebab
produksi harus tetap berjalan normal, maka sebaiknya perusahaan mengatur waktu
kerja serta mengatur waktu lamanya mesin harus beroperasi.
50
3. Area Fabrikasi III, berdasarkan sumber serta tingkat kebisingan maka dapat
digambarkan kontur kebisingan untuk area Fabrikasi III, seperti yang terdapat
pada gambar 5.3:
Skala 1:100
Gambar 5.3 Noise Contour Area Fabrikasi III
Keterangan Gambar 5.3:
A: Area Pembuatan Pola H: Area Punching/Boring 1
B: Area Punching/Boring 1 I: Area Punching/Boring 1
C: Area Punching/Boring 1 J: Area QC & Metal Finish
D: Area Cutting 1 K: Area QC & Metal Finish
E: Area Cutting 2 L: Area Punching/Boring 2
F: Area Cutting 2 M: Area Punching/Boring 2
G: Area Punching/Boring 1
Berdasarkan gambar noise contour Area Fabrikasi III, warna kuning
menunjukkan kadar kebisingan < 85 dB, sedangkan warna merah menunjukkan
kadar kebisingan ≥ 85dB. Dari noise contour tersebut dapat disimpulkan bahwa
area Fabrikasi III adalah termasuk kategori hati-hati, pekerja harus berhati-hati
terhadap risiko bising pada area tersebut, disarankan untuk menggunakan Alat
Pelindung Telinga yang sesuai dengan risiko bising yang diterima.
4. Pada area Fabrikasi IV, berdasarkan sumber serta tingkat kebisingan maka
dapat digambarkan kontur kebisingan, seperti yang terdapat pada gambar 5.4:
51
Skala 1:100
Gambar 5.4 Noise Contour Area Fabrikasi IV
Keterangan Gambar 5.4:
Berdasarkan gambar noise contour Area Fabrikasi IV, warna hijau
menunjukkan kadar kebisingan < 83 dB, selanjutnya warna kuning menunjukkan
kadar kebisingan antara 83 dB sampai dengan 85dB, sedangkan warna merah
menunjukkan kadar kebisingan ≥85dB. Dari noise contour tersebut dapat
A: Area Marking L: Area Stamping & Metal
Finish
W: Area Welding
B: Area Marking M: Area Stamping &
Metal Finish
X: Area Welding
C: Area Marking N: Area Stamping &
Metal Finish
Y: Area Welding
D: Area Marking O: Area Welding Z: Area Welding
E: Area Stamping & Metal
Finish
P: Area Welding AA: Area Welding
F: Area Stamping & Metal
Finish
Q: Area Welding AB: Area Welding
G: Area Stamping & Metal
Finish
R: Area Welding AC: Area Welding
H: Area Stamping & Metal
Finish
S: Area Welding
I: Area Stamping & Metal
Finish
T: Area Welding
J: Area Stamping & Metal
Finish
U: Area Welding
K: Area Stamping & Metal
Finish
V: Area Welding
52
disimpulkan bahwa area Fabrikasi IV adalah area kerja tersebut masuk kategori
aman, namun pekerja tetap diwajibkan menggunakan Alat Pelindung Telinga
untuk mencegah terjadinya gangguan pendengaran yang disebabkan oleh
kebisingan yang dihasilkan dari area kerja di sekitarnya.
5. Pada area Presshop, sumber serta tingkat kebisingan maka dapat digambarkan
kontur kebisingan untuk area Presshop, seperti yang terdapat pada gambar 5.5:
Skala 1:100
Gambar 5.5 Noise Contour Area Presshop
Keterangan Gambar 5.5:
A: Area Welding K: Area Cincinnati 1
B: Area Welding L: Area Cincinnati 1
C: Area Mesin Press Curving Roll M: Area Mesin Press Accur Langing
D: Area Mesin Press Curving Roll N: Area Mesin Press Accur Langing
E: Area Cincinnati 2 O: Area Mesin Press LVD
F: Area Cincinnati 2 P: Area Mesin Press LVD
G: Area Cincinnati 2 Q: Area Mesin Press LVD
H: Area Cincinnati 2 S: Area Mesin Press LVD
I: Area Cincinnati 2 T: Area Mesin Press LVD
J: Area Cincinnati 1 R: Area Mesin Press LVD
Berdasarkan gambar noise contour Area Presshop, warna hijau
menunjukkan kadar kebisingan < 83 dB, selanjutnya warna kuning menunjukkan
kadar kebisingan antara 83 dB sampai dengan 85dB, sedangkan warna merah
menunjukkan kadar kebisingan > 85dB. Dari noise contour tersebut dapat
disimpulkan bahwa area Presshop pada kontur berwarna merah adalah termasuk
kategori bahaya, pekerja harus berhenti melakukan pekerjaannya dikarenakan
53
paparan bising yang diterima sudah lebih dari NAB kebisingan, namun hal
tersebut tidak mungkin diterapkan sebab produksi harus tetap berjalan normal,
maka sebaiknya perusahaan mengatur waktu kerja serta mengatur waktu
lamanya mesin harus beroperasi, sedangkan terdapat juga area berwarna kuning
artinya adalah pekerja harus berhati-hati terhadap risiko bising pada area
tersebut, disarankan untuk menggunakan alat pelindung telinga (APT) yang
sesuai dengan risiko bising yang diterima.
6. Pada area Painting, sumber serta tingkat kebisingan maka dapat digambarkan
kontur kebisingan, seperti yang terdapat pada gambar 5.6:
Skala 1:100
Gambar 5.6 Noise Contour Area Painting
Berdasarkan gambar noise contour Area Painting, warna hijau
menunjukkan kadar kebisingan <80 dB, sedangkan warna kuning menunjukkan
kadar kebisingan > 80dB. Dari noise contour tersebut dapat disimpulkan bahwa
area Painting adalah termasuk kategori hati-hati, pekerja harus berhati-hati
terhadap risiko bising pada area tersebut, disarankan untuk menggunakan Alat
54
Pelindung Telinga yang sesuai dengan risiko bising yang diterima, sedangkan
pada kontur berwarna hijau artinya pekerja aman bekerja pada aderah tersebut.
C. Gambaran Risiko Gangguan Pendengaran Pada Pekerja Berdasarkan
Pemetaan Intensitas Kebisingan di PT. Bakrie Metal Industries Tahun
2015
1. Pada Area Fabrikasi I, kontur kebisingan diperoleh melalui observasi
terhadap sumber kebisingan yang selanjutnya dilakukan pengukuran
intensitas kebisingan, sehingga diperoleh kontur kebisingan yang
menunjukkan bahwa area Fabrikasi I berwarna merah yang termasuk
dalam kategori berbahaya, hal ini menunjukkan bahwa pekerja harus
berhenti melakukan pekerjaannya dikarenakan paparan bising yang
diterima sudah lebih dari NAB kebisingan, sedangkan kontur area
berwarna kuning artinya adalah pekerja harus berhati-hati terhadap risiko
bising pada area tersebut, disarankan untuk menggunakan APT yang
sesuai dengan risiko bising yang diterima, dan kontur area warna hijau
artinya area kerja tersebut masuk kategori aman, namun pekerja tetap
diwajibkan menggunakan APT untuk mencegah terjadinya gangguan
pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan yang dihasilkan dari area
kerja di sekitarnya.
Berdasarkan hasil pengukuran intensitas bising yang terdapat pada
lampiran 4 dan diskusi dengan ahli kesehatan kerja, efek kesehatan pada
intensitas kebisingan tingkat rendah menunjukkan kategori ringan,
sedangkan severity pada area Fabrikasi I dengan kontur berwarna hijau
adalah 50%- 100% of OEL sesuai dengan kontur kebisingan yang ada
pada gambar 5.1 yang menunjukkan kadar intensitas 80,13 dB - 82,88 dB,
55
maka hasil analisis menunjukkan risiko gangguan pendengaran pada area
Fabrikasi I dengan kontur kebisingan berwarna hijau adalah masuk
kategori sedang.
Tabel 5.1 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Hijau
Fabrikasi I Sebelum Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level.
Selanjutnya bila pekerja pada area kontur hijau Fabrikasi I setelah
menggunakan APT, maka paparan yang mungkin diterima sebagai berikut:
dBA = TWA – [( NRR–7) x 50%]
= 82,88 – [( 33–7) x 50%]
= 82,88 – (26x50%)
= 82,88 – 13
= 69,88 dBA
Berdasarkan perhitungan di atas, maka hasil analisis menunjukkan
risiko gangguan pendengaran pada area Fabrikasi I dengan kontur
kebisingan berwarna hijau bila pekerja menggunakan APT adalah masuk
kategori sedang.
56
Tabel 5.2 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Hijau
Fabrikasi I Setelah Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level.
Selanjutnya efek kesehatan pada intensitas kebisingan tingkat sedang
menunjukkan kategori ringan, sedangkan severity pada area Fabrikasi I
dengan kontur berwarna kuning adalah 50%- 100% of OEL sesuai dengan
kontur kebisingan yang ada pada gambar 5.1 yang menunjukkan kadar
intensitas 83 dB - 84,98 dB, maka hasil analisis menunjukkan risiko
gangguan pendengaran pada area Fabrikasi I dengan kontur kebisingan
berwarna kuning adalah masuk kategori sedang.
Tabel 5.3 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Kuning
Fabrikasi I Sebelum Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
57
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
Massal
*OEL = Observed Effect Level.
Selanjutnya bila pekerja pada area kontur kuning Fabrikasi I setelah
menggunakan APT, maka paparan yang mungkin diterima sebagai berikut:
dBA = TWA – [( NRR–7) x 50%]
= 84,98 – [( 33–7) x 50%]
= 84,98 – (26x50%)
= 84,98 – 13
= 71,98 dBA
Berdasarkan perhitungan di atas, maka hasil analisis menunjukkan
risiko gangguan pendengaran pada area Fabrikasi I dengan kontur
kebisingan berwarna kuning bila pekerja menggunakan APT adalah masuk
kategori sedang.
Tabel 5.4 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Kuning
Fabrikasi I Setelah Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level.
58
Sedangkan efek kesehatan pada intensitas kebisingan tingkat tinggi
menunjukkan kategori berat, severity pada area Fabrikasi I dengan kontur
berwarna merah adalah > 100% of OEL sesuai dengan kontur kebisingan
yang ada pada gambar 5.1 yang menunjukkan kadar intensitas 85,03 dB –
91,62 dB, maka hasil analisis menunjukkan risiko gangguan pendengaran
pada area Fabrikasi I dengan kontur kebisingan berwarna merah adalah
masuk kategori tinggi.
Tabel 5.5 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Merah
Fabrikasi I Sebelum Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level.
Selanjutnya bila pekerja pada area kontur merah Fabrikasi I setelah
menggunakan APT, maka paparan yang mungkin diterima sebagai berikut:
dBA = TWA – [( NRR–7) x 50%]
= 91,62 – [( 33–7) x 50%]
= 91,62 – (26x 50%)
= 91,62 – 13
= 78,62 dBA
59
Berdasarkan perhitungan di atas, maka hasil analisis menunjukkan
risiko gangguan pendengaran pada area Fabrikasi I dengan kontur
kebisingan berwarna merah bila pekerja menggunakan APT adalah masuk
kategori sedang.
Tabel 5.6 Risiko Area Kontur Merah Fabrikasi I Setelah Penggunaan
APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level.
2. Pada Area Fabrikasi II, kontur kebisingan diperoleh melalui observasi
terhadap sumber kebisingan yang selanjutnya dilakukan pengukuran
intensitas kebisingan, sehingga diperoleh kontur kebisingan sebagian besar
warna merah menunjukkan kadar kebisingan 85 dB – 98, 48 dB dan dapat
disimpulkan bahwa area Fabrikasi II adalah masuk dalam kategori bahaya,
sehingga pekerja harus berhenti melakukan pekerjaannya dikarenakan
paparan bising yang diterima sudah lebih dari NAB kebisingan, namun hal
tersebut tidak mungkin diterapkan sebab produksi harus tetap berjalan
normal, maka sebaiknya perusahaan mengatur waktu kerja serta mengatur
waktu lamanya mesin harus beroperasi.
60
Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan yang terdapat
pada gambar 5.2 dan diskusi dengan ahli kesehatan kerja, efek kesehatan
menunjukkan kategori berat, karena gangguan pendengaran merupakan
gangguan kesehatan yang bersifat irreversible atau tidak dapat pulih
kembali seperti sedia kala, sedangkan severity pada area ini adalah >
100% of OEL sesuai dengan lampiran 6 yang menunjukkan sebagian
besar kadar kebisingan berwarna merah, maka hasil analisis pada area
Fabrikasi II menunjukkan risiko gangguan pendengaran masuk kategori
tinggi.
Tabel 5.7 Risiko Gangguan Pendengaran Area Fabrikasi II
Sebelum Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level
Selanjutnya bila pekerja pada area Fabrikasi II setelah menggunakan
APT, maka paparan yang mungkin diterima sebagai berikut:
dBA = TWA – [( NRR–7) x 50%]
= 98,48 – [( 33 –7) x 50%]
= 98,48 – (26x 15%)
= 98,48 – 13 => 85, 48 dBA
61
Berdasarkan perhitungan di atas, maka hasil analisis menunjukkan
risiko gangguan pendengaran pada area Fabrikasi II bila pekerja
menggunakan APT adalah masuk kategori berat.
Tabel 5.8 Risiko Gangguan Pendengaran Area Fabrikasi II
Setelah Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level
3. Pada Area Fabrikasi III, kontur kebisingan diperoleh melalui observasi
terhadap sumber kebisingan yang ada, kemudian dilakukan pengukuran
intensitas kebisingan, sehingga diperoleh kontur kebisingan yang
menunjukkan bahwa area Fabrikasi III berwarna kuning yang termasuk ke
dalam kategori hati-hati, hal ini menunjukkan bahwa pekerja harus berhati-
hati terhadap risiko bising pada area tersebut, disarankan untuk
menggunakan APT yang sesuai dengan risiko bising yang diterima dan
juga terdapat kontur berwarna merah yang masuk dalam kategori
berbahaya, hal ini menunjukkan bahwa pekerja harus berhenti melakukan
pekerjaannya dikarenakan paparan bising yang diterima sudah lebih dari
NAB kebisingan.
62
Berdasarkan hasil pengukuran intensitas bising yang terdapat pada
gambar 5.3 dan diskusi dengan ahli kesehatan kerja, efek kesehatan pada
intensitas kebisingan tingkat sedang menunjukkan kategori ringan,
sedangkan severity pada area Fabrikasi III dengan kontur berwarna kuning
adalah 50%- 100% of OEL sesuai dengan kontur kebisingan yang ada
pada lampiran 7 yang menunjukkan kadar intensitas 80,48 dB - 84,40 dB,
maka hasil analisis menunjukkan risiko gangguan pendengaran pada area
Fabrikasi III dengan kontur kebisingan berwarna kuning adalah masuk
kategori sedang.
Tabel 5.9 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Kuning
Fabrikasi III Sebelum Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level.
Selanjutnya bila pekerja pada area kontur kuning Fabrikasi III
menggunakan APT, maka paparan yang mungkin diterima sebagai berikut:
dBA = TWA – [( NRR–7) x 50%]
= 84,40 – [( 33 –7) x 50%]
= 84,40 – (26 x 50%)
= 84,40 – 13 => 71,4 dBA
63
Berdasarkan perhitungan di atas, maka hasil analisis menunjukkan
risiko gangguan pendengaran pada area Fabrikasi III dengan kontur
kebisingan berwarna kuning bila pekerja menggunakan APT adalah masuk
kategori sedang.
Tabel 5.10 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Kuning
Fabrikasi III Setelah Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level.
Sedangkan efek kesehatan pada intensitas kebisingan tingkat tinggi
menunjukkan kategori berat, severity pada area Fabrikasi III dengan
kontur berwarna merah adalah > 100% of OEL sesuai dengan kontur
kebisingan yang ada pada gambar 5.3 yang menunjukkan kadar intensitas
85,28 dB – 86,48 dB, maka hasil analisis menunjukkan risiko terjadinya
gangguan pendengaran pada area Fabrikasi III dengan kontur kebisingan
berwarna merah adalah termasuk kategori tinggi.
64
Tabel 5.11 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Merah
Fabrikasi III Sebelum Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level.
Selanjutnya bila pekerja pada area kontur merah Fabrikasi III
menggunakan APT, maka paparan yang mungkin diterima sebagai berikut:
dBA = TWA – [( NRR–7) x 50%]
= 86,48 – [( 33 –7) x 50%]
` = 86,48 – (26x50%)
= 86,48 – 13
= 73,48 dBA
Berdasarkan perhitungan di atas, maka hasil analisis menunjukkan
risiko gangguan pendengaran pada area Fabrikasi III dengan kontur
kebisingan berwarna merah bila pekerja menggunakan APT adalah
termasuk kategori sedang.
65
Tabel 5.12 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Merah
Fabrikasi III Setelah Penggunaan APT
*OEL = Observed Effect Level.
4. Pada Area Fabrikasi IV, kontur kebisingan diperoleh melalui observasi
terhadap sumber kebisingan yang ada lalu dilakukan pengukuran intensitas
kebisingan, sehingga diperoleh kontur area berwarna kuning artinya adalah
pekerja harus berhati-hati terhadap risiko bising pada area tersebut,
disarankan untuk menggunakan APT yang sesuai dengan risiko bising
yang diterima, dan kontur area warna hijau artinya area kerja tersebut
masuk kategori aman, namun pekerja tetap diwajibkan menggunakan APT
untuk mencegah terjadinya gangguan pendengaran yang disebabkan oleh
kebisingan yang dihasilkan dari area kerja di sekitarnya.
Berdasarkan hasil pengukuran intensitas bising yang terdapat pada
gambar 5.4 dan diskusi dengan ahli kesehatan kerja, efek kesehatan pada
intensitas kebisingan tingkat rendah menunjukkan kategori ringan,
sedangkan severity pada area Fabrikasi IV dengan kontur berwarna hijau
adalah 50%- 100% of OEL sesuai dengan kontur kebisingan yang ada
pada lampiran 8 yang menunjukkan kadar intensitas 81,23 dB - 82,93 dB,
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
66
maka hasil analisis menunjukkan risiko gangguan pendengaran pada area
Fabrikasi IV dengan kontur kebisingan berwarna hijau adalah masuk
kategori sedang.
Tabel 5.13 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Hijau
Fabrikasi IV Sebelum Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level.
Selanjutnya bila pekerja pada area kontur hijau Fabrikasi IV
menggunakan APT, maka paparan yang mungkin diterima sebagai berikut:
dBA = TWA – [( NRR–7) x 50%]
= 82,93 – [( 33 –7) x 50%]
= 82,93 – (26x 50%)
= 82,93 – 13
= 69,93 dBA
Berdasarkan perhitungan di atas, maka hasil analisis menunjukkan
risiko gangguan pendengaran pada area Fabrikasi IV dengan kontur
kebisingan berwarna hijau bila pekerja menggunakan APT adalah masuk
kategori sedang.
67
Tabel 5.14 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Hijau
Fabrikasi IV Setelah Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10%
of OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of
OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level.
Sedangkan efek kesehatan pada intensitas kebisingan tingkat sedang
menunjukkan kategori ringan, severity pada area ini adalah 50%- 100% of
OEL karena kadar kebisingan menunjukkan antara 83-85 dB, maka hasil
analisis menunjukkan risiko gangguan pendengaran pada area Fabrikasi IV
dengan kontur kebisingan berwarna kuning adalah masuk kategori sedang.
Tabel 5.15 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Kuning
Fabrikasi IV Sebelum Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10%
of OEL
10%-
15%
of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of
OEL
100% of
OEL
1 Sangat ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level
Selanjutnya bila pekerja pada area kontur kuning Fabrikasi IV
menggunakan APT, maka paparan yang mungkin diterima sebagai berikut:
68
dBA = TWA – [( NRR–7) x 50%]
= 85– [( 33 –7) x 50%]
= 85– (26x50%)
= 85– 13
= 72 dBA
Berdasarkan perhitungan di atas, maka hasil analisis menunjukkan
risiko gangguan pendengaran pada area Fabrikasi IV dengan kontur
kebisingan berwarna kuning bila pekerja menggunakan APT adalah masuk
kategori sedang.
Tabel 5.16 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Kuning
Fabrikasi IV Setelah Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10%
of OEL
10%-
15%
of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of
OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level
5. Pada Area Presshop, kontur kebisingan diperoleh melalui observasi
terhadap sumber kebisingan yang ada sehingga diperoleh kontur
kebisingan yang menunjukkan bahwa area Presshop berwarna merah yang
masuk dalam kategori berbahaya, hal ini menunjukkan bahwa pekerja
harus berhenti melakukan pekerjaannya dikarenakan paparan bising yang
diterima sudah lebih dari NAB kebisingan, sedangkan terdapat juga kontur
69
area berwarna kuning artinya adalah pekerja harus berhati-hati terhadap
risiko bising pada area tersebut, disarankan untuk menggunakan APT yang
sesuai dengan risiko bising yang diterima.
Berdasarkan hasil pengukuran intensitas bising yang terdapat pada
gambar 5.5 dan diskusi dengan ahli kesehatan kerja, efek kesehatan pada
intensitas kebisingan tingkat sedang menunjukkan kategori ringan,
sedangkan severity pada area Presshop dengan kontur berwarna kuning
adalah 50%- 100% of OEL sesuai dengan kontur kebisingan yang ada
pada lampiran 9 yang menunjukkan kadar intensitas 80,61 dB - 84,68 dB,
maka hasil analisis menunjukkan risiko gangguan pendengaran pada area
Presshop dengan kontur kebisingan berwarna kuning adalah masuk
kategori sedang.
Tabel 5.17 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Kuning
Presshop Sebelum Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10%
of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
Selanjutnya bila pekerja pada area kontur kuning Presshop
menggunakan APT, maka paparan yang mungkin diterima sebagai berikut:
70
dBA = TWA – [( NRR–7) x 50%]
= 84,68 –[( 33 –7) x 50%]
= 84,68 (26x50%)
= 84,68 – 13
= 71,68 dBA
Berdasarkan perhitungan di atas, maka hasil analisis menunjukkan
risiko gangguan pendengaran pada area Presshop dengan kontur
kebisingan berwarna kuning bila pekerja menggunakan APT adalah masuk
kategori sedang.
Tabel 5.18 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Kuning
Presshop Setelah Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level.
Sedangkan efek kesehatan pada intensitas kebisingan tingkat tinggi
menunjukkan kategori berat, severity pada area Presshop dengan kontur
berwarna merah adalah > 100% of OEL sesuai dengan kontur kebisingan
yang ada pada gambar 5.5 yang menunjukkan kadar intensitas 85,18 dB –
97,96 dB, maka hasil analisis menunjukkan risiko gangguan pendengaran
71
pada area Presshop dengan kontur kebisingan berwarna merah adalah
masuk kategori tinggi.
Tabel 5.19 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Merah
Presshop Sebelum Penggunaan APT S
ever
ity
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level.
Selanjutnya bila pekerja pada area kontur merah Presshop
menggunakan APT, maka paparan yang mungkin diterima sebagai berikut:
dBA = TWA – [( NRR–7) x 50%]
= 97,96 – [( 33 –7) x 50%]
= 97,96 – (26x50%)
= 97,96 – 13
= 84,96 dBA
Berdasarkan perhitungan di atas, maka hasil analisis menunjukkan
risiko gangguan pendengaran pada area Presshop dengan kontur
kebisingan berwarna merah bila pekerja menggunakan APT adalah masuk
kategori sedang.
72
Tabel 5.20 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Merah
Presshop Setelah Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10%
of OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of
OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level
6. Pada Area Panting, kontur kebisingan diperoleh melalui observasi terhadap
sumber kebisingan yang ada yang selanjutnya dilakukan pengukuran
intensitas kebisingan area Painting, sehingga diperoleh kontur area
berwarna kuning artinya adalah pekerja harus berhati-hati terhadap risiko
bising pada area tersebut, disarankan untuk menggunakan APT yang
sesuai dengan risiko bising yang diterima, dan kontur area warna hijau
artinya area kerja tersebut masuk kategori aman, namun pekerja tetap
diwajibkan menggunakan APT untuk mencegah terjadinya gangguan
pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan yang dihasilkan dari area
kerja di sekitarnya.
Berdasarkan hasil pengukuran intensitas bising yang terdapat pada
gambar 5.6 dan diskusi dengan ahli kesehatan kerja, efek kesehatan pada
intensitas kebisingan tingkat rendah menunjukkan kategori ringan,
sedangkan severity pada area Painting dengan kontur berwarna hijau
adalah 50%- 100% of OEL sesuai dengan kontur kebisingan yang ada
73
pada lampiran 10 yang menunjukkan kadar intensitas 79,94 dB - 82,29 dB,
maka hasil analisis menunjukkan risiko gangguan pendengaran pada area
Painting dengan kontur kebisingan berwarna hijau adalah masuk kategori
sedang.
Tabel 5.21 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Hijau
Painting Sebelum Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10% of
OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level.
Selanjutnya bila pekerja pada area kontur hijau Painting
menggunakan APT, maka paparan yang mungkin diterima sebagai berikut:
dBA = TWA – [( NRR–7) x 50%]
= 82,29 – [( 33 –7) x 50%]
= 82,29 – (26x50%)
= 82,29 – 13
= 69,29 dBA
Berdasarkan perhitungan di atas, maka hasil analisis menunjukkan
risiko gangguan pendengaran pada area Painting dengan kontur kebisingan
berwarna hijau bila pekerja menggunakan APT adalah masuk kategori
sedang.
74
Tabel 5.22 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Hijau
Painting Setelah Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10%
of OEL
10%-
15% of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of
OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level.
Sedangkan efek kesehatan pada intensitas kebisingan tingkat sedang
menunjukkan kategori ringan, severity pada area ini adalah 50%- 100% of
OEL karena kadar kebisingan menunjukkan antara 83,46 dB, maka hasil
analisis menunjukkan risiko gangguan pendengaran pada area Painting
dengan kontur kebisingan berwarna kuning adalah masuk kategori sedang.
Tabel 5.23 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Kuning
Painting Sebelum Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10%
of OEL
10%-
15%
of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of
OEL
100% of
OEL
1 Sangat ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level
Selanjutnya bila pekerja pada area kontur kuning Painting
menggunakan APT, maka paparan yang mungkin diterima sebagai berikut:
75
dBA = TWA – [( NRR–7)x 50%]
= 83, 46 – [( 33 –7)x 50%]
= 83, 46 – (26x 50%)
= 83,46 – 13
= 70,46 dBA
Berdasarkan perhitungan di atas, maka hasil analisis menunjukkan
risiko gangguan pendengaran pada area Painting dengan kontur kebisingan
berwarna kuning bila pekerja menggunakan APT adalah masuk kategori
sedang.
Tabel 5.24 Risiko Gangguan Pendengaran Area Kontur Kuning
Painting dengan Penggunaan APT
Sev
erit
y
Efe
k
Kes
ehat
an <10%
of OEL
10%-
15%
of
OEL
50%-
100% of
OEL
>
100%
of
OEL
100% of
OEL
1 Sangat
ringan
2 Ringan
3 Berat
4 Kematian
/Cacat
Permanen
5 Kematian
Massal
*OEL = Observed Effect Level
Berdasarkan hasil analisis risiko di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
terjadi penurunan risiko gangguan pendengaran sebelum penggunaan APT dan
setelah penggunaan APT pada beberepa area, seperti area Fabrikasi I, Fabrikasi
III, dan Fabrikasi IV yang dapat dilihat pada tabel 5.25 sebagai berikut:
76
Tabel 5.25 Simpulan Risiko Gangguan Pendengaran Seluruh Area Sebelum dan Setelah Penggunaan APT
Fabrikasi I Fabrikasi II Fabrikasi III Fabrikasi IV Presshop Painting
Sebelum
APT
Setelah
APT
Sebelum
APT
Setelah
APT
Sebelum
APT
Setelah
APT
Sebelum
APT
Setelah
APT
Sebelum
APT
Setelah
APT
Sebelum
APT
Setelah
APT
Hijau
Kuning
Merah
Zona
Area
Warna
Kontur
77
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini memiliki keterbatasan, antara lain:
1. Pengukuran tingkat kebisingan hanya dilakukan satu kali pada setiap
titik pengukuran. Selain itu, aspek background noise saat dilakukan
pengukuran pun tidak diperhitungkan, sebab izin pengambilan data
diperbolehkan hanya saat produksi sedang berlangsung.
2. Penulis tidak mendapatkan literatur terkait besar intensitas kebisingan
yang menunjukkan efek kesehatan kategori sangat ringan, sehingga
pada penelitian ini bila intensitas <85 dBA efek kesehatan termasuk
dalam kategori ringan.
B. Gambaran Sumber dan Tingkat Kebisingan PT. Bakrie Metal
Industries Tahun 2015
Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 tahun 2011
menyatakan bahwa sumber kebisingan adalah suara yang tidak
dikehendaki yang berasal dari alat-alat produksi dan alat-alat kerja yang
pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.
Sumber kebisingan yang ada pada area produksi PT. Bakrie Metal
Industries berasal dari macam-macam mesin atau alat kerja. Berdasarkan
observasi diperoleh bahwa sumber kebisingan area produksi yang meliputi
Fabrikasi I, Fabrikasi II, Fabrikasi III, Fabrikasi IV, Presshop dan Painting
berasal dari proses pengelasan (welding) yang mengggunakan mesin las.
Menurut Siswanto (1989) dalam Bakhtiar dan Sulaksmono (2013) yang
menyatakan bahwa las merupakan ikatan metalurgi pada sambungan
78
logam atau logam paduan yang dihasilkan oleh pemanasan pada suhu
tertentu atau temperatur yang sesuai dengan atau tanpa tekanan dan dengan
atau tanpa pemakaian logam pengisi. Hasil observasi tersebut sesuai
dengan penelitian Nasution (2011) yang menyatakan bahwa proses
produksi menimbulkan kebisingan karena operasi pengelasan terhadap
material yang menghasilkan suara yang sangat bising. Selain itu penelitian
Noer (2012) juga mendukung hasil observasi ini dengan menyatakan
bahwa kegiatan welding atau pengelasan adalah pekerjaan yang
berhubungan dengan penggunaan alat-alat pengelasan yang menghasilkan
suhu tinggi, pencahayaan dengan intensitas tinggi serta kebisingan.
Selanjutnya proses kerja yang menjadi sumber bising adalah proses
metal finish (dengan menggunakan mesin gerinda), menurut ILO (2013)
proses penggerindaan adalah proses pemotongan logam kedalam suatu
bentuk tertentu dengan mengunakan roda gerinda yang padat. Roda
gerinda ini dipasang pada poros utama (spindle) dari mesin gerinda.
Hasilobservasi sumber bising tersebut membuktikan teori Tigor (2005)
dalam Luxson (2010) yang menyatakan bahwa suara bising sering timbul
berasal dari benturan antara alat kerja dan benda kerja seperti proses
menggerinda permukaan material. Selain itupenelitian Rahmawati (2015)
juga mendukung hasil observasi ini dengan menyatakan bahwa sumber
bising yang dapat menimbulkan gangguan pendengaran pekerja berasal
dari mesin dan proses kerja menggunakan alat seperti palu, gerinda dan
router.
79
Selanjutnya adalah proses stamping (saat kegiatan memukul material
menggunakan palu) hasil observasi tersebut membuktikan teori Tigor
(2005) dalam Luxson (2010) yang menyatakan bahwa suara bising sering
timbul berasal dari benturan antara alat kerja dan benda kerja seperti
proses memalu material, penelitian Rahmawati (2015) juga mendukung
hasil observasi ini dengan menyatakan bahwa sumber bising yang dapat
menimbulkan gangguan pendengaran pekerja berasal dari mesin dan
proses kerja menggunakan alat seperti palu, gerinda dan router.
Proses kerja yang menghasilkan bising adalah mesin punch/bor,
menurut ILO (2013) mesin bor adalah mesin perkakas yang digunakan
untuk membuat lubang, memperluas lubang, mengetap pada logam, atau
bahan lain. Sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Hidayat (2012)
yang menyatakan bahwa pekerjaan yang menggunakan mesin bor
merupakan salah satu sumber kebisingan karena menghasilkan tingkat
kebisingan tertinggi pada area kerja pertambangan.
Selanjutnya adalah proses press material dengan menggunakan
mesin LVD dan proses corrugating pada mesin cincinnati (proses
pemotongan baja gelombang) hasil observasi tersebut membuktikan teori
Tarwaka (2004) yang menyatakan bahwa sumber bising berasal dari
berbagai mesin untuk proses produksi seperti mesin potong material.
Setelah itu adalah sumber kebisingan yang berasal dari proses
pemindahan material menggunakan overhead crane, hasil observasi
tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Wulandari (2010)
80
yang menyatakan bahwa proses pengangkutan atau pemindahan material
menimbulkan kebisingan di area product handling.
Proses kerja yang menjadi sumber bising lainnya adalah, proses fit
up, proses pembentukan material dengan menggunakan mesin curving roll
(proses pembentukkan baja gelombang), sedangkan sumber kebisingan
area Painting adalah berasal dari area sekitar painting yaitu bising yang
berasal dari Fabrikasi II.
Sehingga menurut penulis proses kerja yang telah disebutkan di atas
dapat dikatakan sebagai sumber bising karena proses kerja tersebut
menimbulkan suara yang tidak dikehendaki dan membuat tidak nyaman,
serta dapat sebagai pemicu terjadinya gangguan pendengaran bagi pekerja
yang ada di bagian produksi.
Menurut Ridley (2006) dalam Sari (2011) menyatakan bahwa
Intensitas kebisingan adalah bunyi yang tidak dikehendaki karena tidak
sesuai dengan konteks ruang dan waktu sehingga dapat menimbulkan
gangguan terhadap kenyamanan dan kesehatan manusia.
Berdasarkan hasil pengukuran intensitas kebisingan yang terjadi
pada area produksi yang dilihat dari sumber kebisingannya, didapatkan
hasil bahwa pada intensitas kebisingan area Fabrikasi I antara 80,13 dB -
91,62 dB, Fabrikasi II antara 85 dB - 98,48 dB, Fabrikasi III antara 80,48
dB – 86,48 dB, Fabrikasi IV antara 81,23 dB - 85 dB,area Presshop 80,61
dB-97,96 dB serta area Painting antara 79,94 dB-83,46 dB. Perbedaan
intensitas setiap area dapat terjadi karena jenis dan jumlah mesin,
perbedaan kondisi ruangan pada setiap area kerja, hal ini sesuai dengan
81
penelitian yang dilakukan oleh Arini (2005) yang menyatakan bahwa
adanya perbedaan intensitas pada masing-masing area kerja sangat erat
kaitannya dengan jenis dan jumlah mesin, jarak tenaga kerja dengan
mesin, posisi kerja serta kondisi ruangan kerja tersebut.
C. Gambaran Pemetaan/ Kontur Kebisingan Berdasarkan Sumber
Kebisingan PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015
Pemetaan kebisingan adalah penggambaran secara visual dari tingkat
kebisingan yang ditimbulkan pada tiap-tiap titik pengamatan dimana
pengukuran ini akan menghasilkan sebuah peta kontur kebisingan
(Hustim, 2014). Berdasarkan hasil penelitian pemetaan kebisingan yang
diperoleh dari observasi sumber kebisingan yang ada di PT. Bakrie Metal
Industries menunjukkan warna hijau bila kadar kebisingan < 80 dBA pada
area Fabrikasi I, Fabrikasi IV dan area Painting yang artinya area kerja
tersebut masuk kategori aman, namun pekerja tetap diwajibkan
menggunakan APT untuk mencegah terjadinya gangguan pendengaran
yang disebabkan oleh kebisingan yang dihasilkan dari area kerja di
sekitarnya. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan
oleh Suharja (2014) yang menyatakan bahwa zona kontur kebisingan
berwarna hijau merupakan zona aman bagi pekerja karena memiliki
tingkat intensitas kebisingan di bawah ambang batas <85 dBA
Selanjutnya adalah zona kontur kebisingan dengan warna kuning
bila kadar 80 – 84 dBA yaitu pada area Fabrikasi I, Fabrikasi III, Fabrikasi
IV, Presshop dan Painting, sehingga pekerja harus berhati-hati terhadap
risiko bising pada area tersebut, disarankan untuk menggunakan APT yang
sesuai dengan risiko bising yang diterima. Hasil penelitian ini sesuai
82
dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Saputra (2007) yang
menyatakan bahwa zona yang diberi warna kuning merupakan zona kontur
yang artinya hati-hati/ warning pada pekerja terhadap risiko yang mereka
hadapi, biasanya pekerja diberikan pelindung telinga berjenis earplug.
Selain zona warna hijau dan kuning pada hasil penelitian ini terdapat
juga zona kontur warna merah bila kadar kebisingan ≥ 85 dBA pada area
Fabrikasi I, Fabrikasi II, Fabrikasi III, Fabrikasi IV, dan Presshop sehingga
pekerja harus berhenti melakukan pekerjaannya dikarenakan paparan
bising yang diterima sudah lebih dari NAB kebisingan, selain itu
dibutuhksn pengendalian pada zona kontur yang berwarna merah. Hasil
penelitian ini sesuai dengan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suharja
(2014) yang menyatakan bahwa zona kontur kebisingan berwarna merah
merupakan zona berbahaya bagi pekerja sehingga pada zona ini diperlukan
penanganan kebisingan untuk menghindari terjadinta gangguan
pendengaran akibat paparan kebisingan yang berlebihan.
D. Gambaran Risiko Gangguan Pendengaran Berdasarkan Pemetaan
Intensitas Kebisingan PT. Bakrie Metal Industries Tahun 2015
Menurut Supriyadi (2005) menyatakan bahwa risiko adalah seberapa
besar kemungkinan suatu bahan atau material, proses atau kondisi untuk
menimbulkan kerusakan atau kerugian dan kesakitan, seperti risiko
terjadinya gangguan pendengaran adalah kemungkinan seorang pekerja
terkena risiko gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran dapat
terjadi karena adanya faktor risiko, sesuai dengan teori Standard (2002),
yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat dan luasnya
gangguan pendengaran yaitu intensitas atau kerasnya bunyi (sound
83
pressure level), tipe bunyi (spektrum frekuensi), lama pajanan bising per
hari, masa kerja, kerentanan individu, usia pekerja, penyakit telinga,
karakteristik lingkungan yang menghasilkan bising, jarak dari sumber
bising dan posisi telinga saat menerima gelombang bunyi.
Dalam penelitian ini risiko gangguan pendengaran dilihat dari
pemetaan intensitas kebisingan pada area produksi yang diperoleh dari
pengukuran pada area produksi menunjukkan hasil bahwa terdapat kadar
kebisingan 85 dB serta terdapat kadar kebisingan diatas 85 dB yang di
tunjukkan oleh kontur berwarna merah, sehingga area tersebut memiliki
risiko untuk terjadinya gangguan pendengaran jika pekerja terpapar lebih
dari 8 jam per hari, sebab intensitas kebisingan yang ada pada area tersebut
tidak sesuai dengan peraturan yang tercantum dalam Kepmenaker
No.13/Men/ X/ 2011, yaitu 85 dBA dengan waktu kerja 8 jam/hari.
Hasil pengukuran ini sesuai dengan teori Budiono (2003) yang
menyatakan bahwa intensitas kebisingan yang tinggi dapat memberikan
efek yang merugikan pada tenaga kerja, terutama akan mempengaruhi
pada indera pendengaran. Mereka mempunyai risiko mengalami
penurunan daya pendengaran yang terjadi secara perlahan-lahan dan tanpa
mereka sadari. Selanjutnya hasil pengukuran ini sesuai dengan penelitian
yang dilakukan oleh Primadona (2012) yang menyatakan bahwa orang
yang berisiko mengalami gangguan pendengaran adalah saat kondisi
dimana telinga tersebut terpajan kebisingan dengan intensitas tinggi dalam
jangka waktu cukup lama, maka gangguan pendengaran dapat terjadi.
84
Berdasarkan hasil penelitian diketahui risiko terjadinya gangguan
pendengaran pada area Fabrikasi I, Fabrikasi II dan area Presshop sebelum
penggunaan APT termasuk kedalam kategori berat, namun terdapat juga
area yang memiliki kategori risiko sedang. Sedangkan pada semua area
termasuk kedalam kategori risiko sedang setelah penggunaan APT dan
pada area Fabrikasi I, Fabrikasi II dan area Presshop terjadi penurunan
risiko saat sebelum dan setelah menggunakan APT. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang telah dilakukan oleh Ni’mah (2012) yang menyatakan
bahwa pekerja yang tidak menggunakan APT memiliki risiko gangguan
pendengaran yang lebih besar untuk mengalami gangguan pendengaran
dibandingkan dengan pekerja yang menggunakan APT.
85
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. SIMPULAN
1. Gambaran sumber Kebisingan dan Tingkat Kebisingan PT. Bakrie Metal
Industries, sebagai berikut:
a. Gambaran sumber kebisingan PT. Bakrie Metal Industries antara lain
berasal dari proses welding, proses metal finish (dengan menggunakan
mesin gerinda), proses fit up, proses stamping (saat kegiatan memukul
material menggunakan palu), prosespunch/bor, proses cutting, proses
corrugating pada mesin cincinnati (proses pemotongan baja
gelombang), proses press material dengan menggunakan mesin LVD,
proses press material dengan menggunakan mesin curving roll (proses
pembentukkan baja gelombang), proses pemindahan material
menggunakan overhead crane dan dari area sekitar painting yaitu bising
yang berasal dari Fabrikasi II.
b. Intensitas kebisingan berdasarkan sumber kebisingan yang ada di area
Fabrikasi I antara 80,13 dB-91,62 dB, Fabrikasi II antara 90,02 dB-
98,48 dB, Fabrikasi III antara 80,48 dB-85,50 dB, Fabrikasi IV antara
81,23 dB-86,21 dB, Presshop 80,61 dB-97,96 dB serta Painting antara
79,94 dB-83,46 dB.
2. Pemetaan Kebisingan secara umum terdapat area tinggi pada seluruh area
kecuali area Fabrikasi IV dan Painting.
3. Gambaran risiko kejadian gangguan pendengaran pada area Fabrikasi I,
Fabrikasi II dan area Presshop sebelum penggunaan APT termasuk
86
kedalam kategori berat, namun terdapat juga area yang memiliki kategori
risiko sedang. Sedangkan pada semua area termasuk kedalam kategori
risiko sedang setelah penggunaan APT dan pada area Fabrikasi I,
Fabrikasi II dan area Presshop terjadi penurunan risiko saat sebelum dan
setelah menggunakan APT.
B. SARAN
Berdasarkan hasil dan simpulan penelitian di atas, maka penulis
mencoba memberikan saran sebagai bahan pertimbangan perbaikan
kedepannya, yaitu:
1. Bagi Peneliti Lain
Peneliti selanjutnya diharapkan dapat melakukan penelitian terkait
dengan risiko gangguan pendengaran dengan cara mempertimbangkan
faktor lainnya selain pemetaan intensitas kebisingan.
2. Bagi PT. Bakrie Metal Industries
a. Perusahaan sebaiknya membuat kontur kebisingan dan diletakkan
pada setaip area kerja, agar memudahkan serta membantu pekerja
dalam memahami tingkat bahaya dan risiko yang ada pada area
kerja mereka. Selain itu dengan adanya kontur kebisingan, maka
memudahkan perusahaan dalam melakukan analisis risiko serta
upaya perbaikan seperti penentuan jenis APT yang akan diberikan
ke pekerja sehingga sesuai dengan risiko yang mereka terima.
b. Perusahaan sebaiknya melakukan pengukuran kebisingan secara
rutin sehingga membantu perusahaan dalam memperbarui risiko
kebisingan yang mereka hadapi di area kerja mereka.
87
c. Perusahaan sebaiknya meminimalisir risiko gangguan pendengaran
pada pekerja dengan cara memasang alat peredam suara atau bising
di sekitar mesin yang menghasilkan kebisingan atau pada mesin itu
sendiri, misalnya menggunakan alat atau mesin kerja yang terdapat
penutupnya, pengoperasian alat dengan kecepatan minimum,
d. Perusahaan sebaiknya memberikan APT yang sesuai dengan risiko
yang ada pada area kerja mereka, karena sampai saat ini
perusahaan masih menyama ratakan APT yang diberikan pada
pekerja tanpa mempertimbangkan bahaya yang mereka hadapi.
e. Perlu adanya pengawasan dan sangsi tegas bagi pekerja yang tidak
menggunakan APT dan reward bagi pekerja yang menggunakan
agar mereka termotivasi untuk semakin sadar akan pentingnya
keselamatan dan kesehatan kerja.
88
DAFTAR PUSTAKA
Armaini, Dian. 2008. Gambaran Umum Sistem Pengawasan Dan Pengendalian
Kebisingan di PT.United Can.Co Ltd Jakarta Barat. Laporan Magang.
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu-Ilmu Kesehatan
Universitas Esa Unggul Jakarta
Arini, Evy Yulia. 2005. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan
Pendengaran Tipe Sensorineural Tenaga Kerja Unit Produksi di PT. Kurnia
Jati Utama Semarang. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro
Semarang
Babba, Jennie, 2007. Hubungan Antara Intensitas Kebisingan Di Lingkungan
Kerja Dengan Peningkatan Tekanan Darah. Tesis. Program Pasca Sarjana
Magister Kesehatan Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang
Bahri, Syaiful, 2009. Hubungan Mendengarkan Musik Menggunakan Headset
dengan Gangguan Fungsi Pendengaran pada Mahasiswa UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta Tahun 2009. Skripsi. Program Studi Kesehatan
Masyarakat. Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
89
Bakhtiar dan Sulaksmono. 2013. Risk Assessment pada Pekerjaan Welding
Confined Space Di Bagian Ship Building PT DOK dan Perkapalan
Surabaya.Jurnal Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Vol 2. No.1. Halaman
52-60
Buchari. 2007. Kebisingan Industri dan Hearing Conservation Program. Diambil
dari http://library.usu.ac.id/download/ft/07002749.pdf diakses pada 9 Mei
2015 pukul 21.58 WIB
Buchari. 2007. Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Terkait Kerja. Universitas
Sumatera Utara
Budiono, Sugeng. 2003. Program Pemeliharaan Pendengaran di Perusahaan.
BungaRampai HIPERKES & KK. Semarang: Badan Penerbit UNDIP
Dewi, Mirza Paska. 2009. Analisis Pemaparan Intensitas Kebisingan di Unit
Compressor dan Unit Cooling Tower PT. Indo Acidatama Tbk, Kemiri,
Kebakkramat, Karanganyar. Laporan Khusus. Program D-III Hiperkes dan
Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Direktorat Bina Kesehatan Kerja DepKes RI. 2006. Pedoman Program
Konservasi Pendengaran
Environmental Protection Agency. (1979). 40 CFR Part 211 - Product noise
labeling, Subpart B - Hearing protective devices. 44 Federal Register
56139-56147.
Faradilla, Novantri . 2004. Pengendalian Kebisingan Pada Industri Pencuci Pasir
Di PT. Maharadia Prakarsa Rembang - Jawa Tengah. ITS: Surabaya
Gabriel, JF. 1990. Fisika Kedokteran. Jakarta: EGC
90
Hidayat, Syarif . 2012. Kajian Tingkat Kebisingan Pertambangan yang Diterima
di Area Pemukiman Sekitar Tambang di Desa Jaladri, Kecamatan
Winongan, Kabupaten Pasuruan Jawa Timur. Seminar Nasional Pengelolaan
Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Hustim . 2014. Analisis Tingkat Kebisingan Pada Kawasan Sekolah Dasar Di
Makassar. Jurnal Teknik Lingkungan Jurusan Sipil Fakultas Teknik
Universitas Hasanuddin Makassar
http://www.acousticalsurfaces.com/acoustic_IOI/101_13.htm diakses pada 15
Oktober 2015
Hughson, GW . 2002. Behavioural studies of people’s attitudes to wearing
hearing protection and how these might be changed. United Kingdom:
Institute of Occupational Medicine. Diambil dari
http://www.hse.gov.uk/research/rrpdf/rr028.pdf diakses pada 02 Juni 2015
pukul 22.00 WIB
ILO. 2013. Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: International Labour
Office
Istantyo, Dan. 2011. Pengaruh Dosis Kebisingan dan Faktor Determinan Lainnya
Terhadap Gangguan Fungsi Pendengaran Pada Pekerja Operator PLTU 1-
4 PT. Indonesia Power UBP Suralaya Tahun 2011. Skripsi. Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Jatiningrum, Tri Astuti. 2010. Tugas Akhir. Penilaian Risiko Kebisingan
Berdasarkan Analisa Noise Mapping Dan Noise Dose Di Unit Produksi Hot
Strip Mill PT. Krakatau Steel Cilegon-Banten. Program Diploma III
91
Hiperkes dan Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas
Maret Surakarta
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996
Tentang Baku Tingkat Kebisingan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor: KEPMENAKERTRANS No.
13/MEN/X/ 2011 Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika Di Tempat
Kerja
Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi RI Nomor 609 Tahun 2012
Tentang Pedoman Penyelesaian Kasus Kecelakaan Kerja dan Penyakit
Akibat Kerja
Khabori, M.A., dan Khandekar, R., 2004. The Prevalence and Causes of Hearing
Impairment in Oman. Dalam: International Journal of Audiology, 43:486-
492
Kolluru, Rao.v..[et.al]. 1996. Risk Assesment and Management Handbook for
Environmental, Health and Safety. Mc Graw-Hill.Inc.
Kristanto, Dionisius Andy. 2014. Noise Barrier. Program Studi Teknik Fisika
Fakultas Teknologi Industri Institut Sepuluh Nopember Surabaya
Kurniawidjaja, L Meily, 2012. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: UI
Press
Lubis, Halinda Sari. 2002. Program Perlindungan Pendengaran Pekerja terhadap
Kebisingan. Fakultas Kesehatan Msyarakat Program Studi Keselamatan dan
Kesehatan Kerja Universitas Sumatera Utara
Luxon . 2010. Kebisingan di Tempat Kerja. Jurnal Kesehatan Bina Husada.
Volume 6 No. 2. Halaman 75-85
Maria, Margareta . 2007. Hubungan Tingkat Kebisingan Pesawat Udara Terhadap
Kesehatan Pekerja Di Sekitar Landas Pacu 1 Dan 2 Bandar Udara
Internasional Soekarno–Hatta, Banten. Volume 4. Halaman 9-13
Mediastika, Christina E. 2009. Material Akustik Pengendali Kualitas Bunyi pada
Bangunan. Yogyakarta: Andi Offset
92
Nasri, Syahrul M. 1997. Teknik Pengukuran dan Pemantauan Kebisingan di
Tempat Kerja
Nasution, Bebby Asmara. 2011. Rancangan Pengelolaan Tingkat Kebisingan
Untuk Mengurangi Dosis Paparan Kebisingan pada Unit Produksi Guard
Shop Di Perusahaan Elektronik Jakarta. Skripsi. Fakultas Teknik
Universitas Sumatera Utara. Diakses pada 12 Januari 2016 pukul 21.15
WIB dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/26788
Natadireja, Dheni Yudhi Wahyudhien. 2000. Gambaran Tingkat Kebisingan dan
Gangguan Pendengaran pada Unit Weaving II PT. Argo Pantes Tbk.
Tangerang Tahun 2000. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Indonesia
National Institute for Occupational Safety and Health (NIOSH). 1998.
Occupational Noise Exposure: Revised Criteria 1998. Amerika Serikat:
Departemen Kesehatan dan Pelayanan Masyarakat. Diakses pada 17 Maret
2015 pukul 23.00 WIB dari http://www.niosh.com
National Safety Council. 1975. Industrial Noise and Hearing Conservation,
Chicago
Ni’mah, Amin Miftahun. 2012. Gambaran Determinan Gangguan Pendengaran
pada Pekerja Perawatan KRL Depo Depok Tahun 2012. Skripsi. Program
Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Noer, Widayu Rahmida. 2012. Gambaran Perilaku Tidak Aman pada Pekerja di
Unit Welding PT. Gaya Motor, Sunter II, Jakarta Utara. Skripsi. Program
93
Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Oktova, Jihad. 2010. Semi Kualitatif Analisis Risiko Pipa Penyalur Gas. Tesis.
Fakultas Teknik Universitas Indonesia
Pearce, C Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia
Primadona, Amira. 2012. Analisis Faktor Risiko yang Berhubungan dengan
Penurunan Pendengaran pada Pekerja di PT. Pertamina Area Kamojang
Tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Putra, Hengki Adi, Rum Rahim dan Lalu Saleh. 2010. Faktor Risiko Kejadian
Penurunan Ambang Dengar pada Karyawan Bagian Proces Plant PT. Inco
Soroako.Volume 6. No. 2
Rahmawati, Dini. 2015. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Gangguan
Pendengaran pada Pekerja di Departemen Metal Forming dan Heat
Treatment PT. Dirgantara Indonesia Tahun 2015. Skripsi. Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Ramli, Muhammad Isran dan Ulfah Ariani. 2014. Analisis Tingkat Kebisingan
Pada Kawasan Perbelanjaan (Mall) di Kota Makassar Dan Dampaknya
Terhadap Lingkungan. Jurnal Teknik Lingkungan Jurusan Sipil Fakultas
Teknik Universitas Hasanuddin Makassar
Redja, George E. 2003. Principles of Risk Management and Insurance. Eight
Edition. Person Education Inc.
94
Roestam, Ambar. 2004. Program Konservasi Pendengaran di Tempat Kerja,
Cermin Dunia Kedokteran No. 144
Saputra, Agus Jaya. 2007. Analisis Kebisingan Peralatan Pabrik dalam Upaya
Peningkatan Penaatan Peraturan Keselamatan dan Kesehatan Kerja PT.
Pupuk Kaltim. Tesis. Program Magister Ilmu Lingkungan Program
Pascasarjana Universitas Diponegoro
Sari, Ratna. 2011. Hubungan Intensitas Kebisingan dengan Tinglat Stres Kerja
pada Pegawai di PT. KAI DAOP IV Semarang. Skripsi. Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Semarang
Standard, John J.2002. Chapter 9: Industrial Noise, dalam Barbara A. Plog dan
Patricia J. Quinlan (editor), Fundamentals of Industrial Hygiene 5th
Edition. United States of America: National Safety Council.
Sasongko. 2000. Kebisingan Lingkungan. Semarang; Badan penerbit Undip
Satwiko, Prasasto. 2009. Fisika Bangunan. Penerbit: AndiYogyakarta
Simanjuntak, Vivi H. 2011. Pembuatan dan Karakterisasi Batako Ringan dengan
Memanfaatkan Sabut Kelapa Sebagai Agregat untuk Bahan Kedap Suara.
Tesis. Program Pasca Sarjana Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Sumatera Utara diakses pada 12 Januari pukul 22.00
WIB dari http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/24356
Suharja, Jaya. 2014. Pemetaan Penyebaran Kebisingan Yang Dihasilkan Oleh
Mesin Pabrik PT. Semen Tonasa Pangkep. Skripsi. Program Sarjana
Fakultas MIPA Universitas Hasanudin Makassar
Suma’mur, P.K. 1996. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta. PT
Gunung Agung
95
Suma’mur, P.K. 2009. Higene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta. PT
Gunung Agung
Supriyadi, Gemilar SP. 2005. Penilaian Resiko Kecelakaan Pada Kegiatan di Bagian
Pengantongan PT. Semen Cibinong Tbk Bogor. Skripsi S1 Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia.
Tarwaka ., 2004, Ergonomi Untuk Keselamatan, Kesehatan Kerja dan
Produktivitas, Surakarta: UNIBA PRESS
Tjan, Hardini, Fransiska Lintong dan Wenny S, 2013. Efek Bising Mesin
Elektronika Terhadap Gangguan Fungsi Pendengaran Pada Pekerja Di
Kecamatan Sario Kota Manado, Sulawesi Utara. Jurnal e-Biomedik. Vol 1.
Halaman 34-39
Tumewu, Billi, Tumbel dan Paladeng. 2014. Pengaruh Bising Terhadap Ambang
Pendengaran Pada Karyawan Yang Bekerja Di Tempat Mainan Anak
Manado Town Square. 2014. Jurnal e-CliniC (eCl), Volume 2
Wulandari, Devi wahyu. 2010. Pengendalian Potensi Bahaya Kebisingan di Area
Product Handling Sebagai Upaya Pencegahan Penyakit Akibat Kerja di PT.
Polyta Indonesia. Tugas Akhir. Program Diploma III Hiperkes dan
Keselamatan Kerja Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Yuda, Asri. 2011. Pengaruh Disiplin Kerja Karyawan dan Lingkungan Kerja
Terhadap Kinerja Karyawan Bagian Pertenunan pada Perusahaan PT.
Iskandar Tex Surakarta Tahun 2011. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta
96
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 SURAT IZIN PENELITIAN
LAMPIRAN 2 FORM PENGUKURAN KEBISINGAN
Tanggal Pengukuran:
LOKASI
/ AREA
WAKTU
PENGUKURAN
PENGUKURAN
KE-
TITIK
SAMPLING
NAB
(dB)
HASIL
PENGUKURAN
RATA-
RATA
TITIK
SAMPLING
LAMPIRAN 3
DENAH AREA PRODUKSI PT. BAKRIE METAL INDUSTRIES
AREA FABRIKASI 1
AREA WELDING 3
AREA CUTTING 1
AREA MARKING
AREA CUTTING
2
AREA CUTTING
3
AREA FITUPAREA
WELDING 1
AREA WELDING 2 DAN AREA
METAL FINISH
107 m
25 m
Denah Area Fabrikasi I
AREA FABRIKASI 2
AR
EA
WE
LD
ING
1
AR
EA
FIT
UP
1
AR
EA
PE
JAL
AN
KA
KI
AR
EA
FIT
UP
2
AREA PEJALAN KAKI
AR
EA
WE
LD
ING
2,
AR
EA
QC
&
AR
EA
ST
AM
PIN
G
AR
EA
ME
TA
L
FIN
ISH
35 m
20 m
70 m
15 m
Denah Area Fabrikasi II
AREA PUNCHING/ BORING 1
AR
EA
CU
TT
ING
1AR
EA
FA
BR
IKA
SI
3
AREA PEMBUATAN
POLA
AREA QC & AREA METAL FINISH
AREA CUTTING
2
AREA PUNCHING/ BORING 2
AREA PEJALAN KAKI
60 m
20
m
Denah Area Fabrikasi III
AR
EA
FA
BR
IKA
SI
4
25
m
AREA STAMPING & AREA MATERIAL FINISH
AR
EA
MA
RK
ING
AREA WELDING
Denah Area Fabrikasi IV
AR
EA
PR
ES
SH
OP
AREA CINCINNATI 1
AREA CINCINNATI 2
AREA MESIN PRESS
ACCUR LANGING
AREA MESIN PRESS LVD
AREA MARKING &
WELDING
AREA PEJALAN KAKI
60 m
20
m
AREA MESIN PRESS
CURVING ROLL
Denah Area Presshop
AREA PAINTING
20 m
20
m
Denah Area Painting
LAMPIRAN 4 NOISE MAPING AREA FABRIKASI I
8
81
86
91
71
11
16
21
76
31
26
46
36
41
51
61
96
66
56
2 4316
5
7 9 10
12
10
6
57
154
18
13
52
47
42
37
32
27
22
17
23
20
19
25
28
24
30
33
40
29
35
38
39
34
43
48
53
58
44 45
49 50
54
55
67
65
64
63
62
60
59
68
69
70
72
73
80
79
7574
78
77
88
87
85
84
83
82
94
93
92
90
89
95
99
98
97
10
2
10
3
10
4
10
0
10
7
10
8
10
9
10
51
10
AREA FABRIKASI 1
10
1
Titik Pengukuran Area Fabrikasi I
AR
EA
FA
BR
IKA
SI 1
TITIK 8
85,79
dB
TITIK 81
86,12
d
B
TITIK 86
81,04
d
B
TITIK 91
80,60
d
B
TITIK 71
86,24
d
B
TITIK 11
85,8
5 dB
TITIK 16
86,4
7 dB
TITIK 21
80,38
d
B
TITIK 76
84
,04
dB
TITIK 31
86,16
d
B
TITIK 26
85,7
9 dB
TITIK 46
89,48
d
B
TITIK 10
182
,02
dB
TITIK 36
83,45
d
B
TITIK 41
81,99
d
B
TITIK 51
84,21
d
B
TITIK 61
84,95
d
B
TITIK 96
80,87
d
B
TITIK 66
85,03
d
B
TITIK 56
85,40
d
B
TITIK 2
85,06
dB
TITIK 4
85,04
dB
TITIK 3
84,40
dB
TITIK 1
88,08
dB
TITIK 6
84,3
4 dB
TITIK 5
84,04
dB
TITIK 7
85,34
dB
TITIK
9
TITIK
10
TITIK 12
85,62
dB
TITIK 10
681
,07
dB
TITIK 57
86,08
d
B
TITIK 15
88,5
4 dB
TITIK 14
89,96
dB
TITIK 18
80
,13
dB
TITIK 13
84,98
dB
TITIK 52
86,93
d
B
TITIK 47
TITIK 42
84,58
d
B
TITIK 37
85,34
d
B
TITIK 32
83,42
dB
TITIK 27
81,80
d
B
TITIK 22
83,90
d
B
TITIK 17
86,56
d
B
TITIK 23
80,85
d
B
TITIK 20
TITIK 19
TITIK 25
TITIK 28
TITIK 24
TITIK 30
TITIK 33
TITIK 40
TITIK 29
TITIK 35
TITIK 38 TITIK
39TITIK
34
TITIK 43
TITIK 48
TITIK 53
TITIK 58
TITIK 44
TITIK 45
TITIK 49 TITIK
50
TITIK 54
TITIK 55
TITIK 67
TITIK 65
TITIK 64
TITIK 63
89,93
d
B
TITIK 62
85,83
d
B
TITIK 60
TITIK 59
TITIK 68
91,62
d
B
TITIK 69
TITIK 70
TITIK 72
TITIK 73
86,85
d
B
TITIK 80
TITIK 79
TITIK 75
TITIK 74
TITIK 78
87,39
d
B
TITIK 77
TITIK 88
TITIK 87
TITIK 85
81,69
d
B
TITIK 84
81,45
d
B
TITIK 83
82,88
d
B
TITIK 82
84,57
d
B
TITIK 94
TITIK 93
TITIK 92
TITIK 90
81,04
d
B
TITIK 89
TITIK 95
81,55
d
B
TITIK 99
TITIK 98
TITIK 97
TITIK 10
2
TITIK 10
3
TITIK 10
4
TITIK 10
083
,58
dB
TITIK 10
781
,58
dB
TITIK 10
881
,25
dB
TITIK 10
983
,33d
B
TITIK 10
581
,00
dB
TITIK 11
0
Tingkat Kebisingan Fabrikasi I pada Setiap Titik Pengukuran
LAMPIRAN 5
Kondisi Area Fabrikasi I pada Titik yang Tidak Dilakukan Pengukuran
LAMPIRAN 6 NOISE MAPING AREA FABRIKASI II
1 2 3 4
59
17
13
21
26
861
01
4
12
16
11
7
20
15
22
27
28
31
23 24
29
34
19
30
32
35
33
38
41
44
50
53
56
47
59
25
39
62
65
68
36
37
40
42
45
48
51
57
54
60
63
66
69
18 43
46
49
52
55
58
61
70
67
64
TITIK PENGUKURAN AREA
FABRIKASI 2
Titik Pengukuran Area Fabrikasi II
TITIK1
92,20 dB
TITIK 2
91,64 dB
TITIK 3
91,56 dB
TITIK 4
92,2
3 d
B
TITIK5
96,47 dB
TITIK 9
94,18 dB
TITIK 17
89,19 dB
TITIK 13
91,23 dB
TITIK 21
91,86 dB
TITIK 26
94,82 dB
TITIK8
91,49 dB
TITIK 6
90,02 dB
TITIK10
90,54 dB
TITIK 14
89,28 dB
TITIK 12
98,48 dB
TITIK 16
89,51 dB
TITIK 11
95,83 dB
TITIK7
93,46 dB
TITIK 20
89,39 dB
TITIK 15
90,76 dB
TITIK 22
90,57 dB
TITIK 27
91,34 dB
TITIK 28
92,33 dB
TITIK 31
87,58 dB
TITIK 23
90,06 dB
TITIK 24
89,71 dB
TITIK 29
87,62 dB
TITIK 34
92,28 dB
TITIK 19
89,8
5 d
B
TITIK 30
87,53 dB
TITIK 32
89,85 dB
TITIK 35
89,01 dB
TITIK 33
86,76 dB
TITIK 38
85,88 dB
TITIK 41
84,49 dB
TITIK 44
85,80 dB
TITIK 50
86,63 dB
TITIK 53
88,13 dB
TITIK 56
86,32 dB
TITIK 47
87,82 dB
TITIK 59
87,75 dB
TITIK 25
91,02 dB
TITIK 39
88,23 dB
TITIK 62
86,67 dB
TITIK 65
84,98 dB
TITIK 68
86,40 dB
TITIK 36
87,16 dB
TITIK 37
91,38 dB
TITIK 40
86,78 dB
TITIK 42
88,69 dB
TITIK 45
84,58 dB
TITIK 48
87,76 dB
TITIK 51
86,53 dB
TITIK 57
86,06 dB
TITIK 54
86,96 dB
TITIK 60
86,03 dB
TITIK 63
86,18 dB
TIITK 66
87,03 dB
TITIK 69
86,87 dB
TITIK 18
90,00 dB
TITIK 43
86,96 dB
TITIK 46
86,73 dB
TITIK 49
89,18 dB
TITIK 52
88,58 dB
TITIK 55
85,98 dB
TITIK 58
85,15 dB
TITIK 61
90,43 dB
TITIK 70
86,07 dB
TITIK 67
87,03 dB
TITIK 64
88,58 dB
TITIK PENGUKURAN AREA
FABRIKASI 2
Tingkat Kebisingan Fabrikasi II pada Setiap Titik Pengukuran
LAMPIRAN 7 NOISE MAPING AREA FABRIKASI III
14
5 9 13
17
21
25
23
41
45
106 14
18
26
22
30
34
38
42
46
19
20
24
28
32
36
40
44 48
47
43
31
35
39
27
237 11
15
8 12
16
29
33
37
AR
EA
FA
BR
IKA
SI 3
Titik Pengukuran Area Fabrikasi III
TITIK 1
81
,61
d
B
TITIK 4
81,9
8
dB
TITIK 5
82,3
3
dB
TITIK 9
81
,54
d
B
TITIK 13
85
,28
d
B
TITIK 17
84
,16
d
B
TITIK 21
86
,48
d
B
TITIK 25
84,4
0
dB
TITIK 2
80
,97
d
B
TITIK 3
80
,93
dB
TITIK 41
83,5
3
dB
TITIK 45
82
,62
d
B
TITIK 10
82
,43
dB
TITIK 6
80
,48
dB
TITIK 14
83
,47
dB
TITIK 18
85
,50
dB
TITIK 26
82
,75
dB
TITIK 22
81
,64
d
B
TITIK 30
83
,78
dB
TITIK 34
82
,31
dB
TITIK 38
82
,51
d
B
TITIK 42
82
,18
dB
TITIK 46
82
,30
dB
TITIK 19
83
,90
dB
TITIK 20
83
,90
d
B
TITIK 24
81,9
8
dB
TITIK 28
82,3
8
dB
TITIK 32
84
,21
d
B
TITIK 36
81,2
3
dB
TITIK 40
82
,82
d
B
TITIK 4
4
82,4
8
dB TITIK 48
82
,09
dB
TITIK 47
82
,61
dB
TITIK 43
82
,55
dB
TITIK 31
83
,07
d
B
TITIK 35
82
,67
dB
TITIK 39
82
,21
d
B
TITIK 27
82
,74
dB
TITIK 23
82
,68
dB
TITIK 7
83
,37
dB
TITIK 11
81
,73
d
B
TITIK 15
82
,26
d
B
TITIK 8
81,6
5
dB
TITIK 12
82,0
8
dB
TITIK 16
82
,88
dB
TITIK 29
81
,24
d
B
TITIK 33
82
,24
d
B
TITIK 37
82
,93
d
B
AR
EA
FA
BR
IKA
SI 3
Tingkat Kebisingan Fabrikasi III pada Setiap Titik Pengukuran
LAMPIRAN 8 NOISE MAPING AREA FABRIKASI IV
49
40 452520 351510
41
39
48
305
4750
46
4443
42
3429241944
383328
9
231813
37
3132
36
2726
22
3 8
2116
12 17
11
2
61
7
AREA FABRIKASI 4
Titik Pengukuran Area Fabrikasi IV
TITIK 29
82
,00
dB
TITIK 4
9
82
,93
dB
TITIK 4
0
81
,56 d
B
TITIK 4
5
82
,35 d
B
TITIK 2
5
81
,53
dB
TITIK 2
0
82
,30 d
B
TITIK 35
83
,13
dB
TITIK 1
5
81
,70 d
B
TITIK 1
0
83
,17
dB
TITIK 4
1
81,2
3 d
B
TITIK 3
9
83
,16
dB
TITIK 4
8
81,82
dB
TITIK 30
82
,43
dB
TITIK
5
82
,20
dB
TITIK 4
7
81
,98
dB
TITIK 5
0
82
,88 d
BT
ITIK 46
82,2
2 d
B
TITIK 4
4
81
,71
dB
TIT
IK 4
3
82
,55
dB
TITIK 42
82
,41
dB
TITIK 34
81
,69
dB
TITIK 2
4
82
,36
dB
TITIK 1
9
81
,98
dB
TITIK 4
82
,54
dB
TITIK 4
82
,54
dB
TITIK 3
8
82,40
dB
TIT
IK 33
81
,23
dB
TIT
IK 28
84
,19
dB
TITIK 9
83
,65
dB
TIT
IK 2
3
81
,74
dB
TIT
IK 1
8
82
,20
dB
TIT
IK 1
3
82
,78
dB
TITIK 3
7
84
,74
dB
TITIK 3
1
83
,21
dB
TITIK 3
2
83
,04
dB
TITIK 3
6
82,0
0 d
B
TITIK 27
83
,34
dB
TITIK 26
81
,88
dB
TITIK 22
82
,24
dB
TITIK 3
83
,12
dB
TITIK 8
83
,94
dB
TITIK 21
86
,21
dB
TITIK 1
6
81
,42
dB
TITIK 12
84
,52
dB
TITIK 1
7
81
,84
dB
TITIK 11
84
,89
dB
TITIK
2
82
,89
dB
TIT
IK 6
84,9
9 d
B
TIT
IK 1
83
,61
dB
TIT
IK 7
83
,33
dB
AR
EA
FA
BR
IKA
SI 4
TITIK 55
82
,92
dB
TITIK
54
83
,24
dB
TITIK 5
1
84,63
dB
TITIK 52
85
,97
dB
TITIK 53
82
,58
dB
Tingkat Kebisingan Fabrikasi IV pada Setiap Titik Pengukuran
LAMPIRAN 9 NOISE MAPING AREA PRESSHOP
14
5913
17
21
25
23
41
45
10 614
18
26
22
30
34
38
42
46
19
20
24
28
32
36
40
4448
47
43
31
35
39
27
23 711
15
812
16
29
33
37
AR
EA
PR
ES
SH
OP
Titik Pengukuran Area Presshop
TITIK1
91,14
dB
TITIK4
95,15
d
B
TITIK 5
90,83
dB
TITIK 9
92,22
dB
TITIK 13
94,93
dB
TITIK 17
89,44
dB
TITIK 21
91,18
dB
TITIK 25
89,67
dB
TITIK2
91,27
dB
TITIK 3
95,45
dB
TITIK 41
85,18
dB
TITIK 45
84,03
dB
TITIK 10
89,5
5
dB
TITIK 6
92,33
dB
TITIK 14
88,31
dB
TITIK 18
91,80
dB
TITIK 26
93,48
dB
TITIK 22
90,93
dB
TITIK 30
94,48
dB
TITIK 34
90,23
dB
TITIK 38
84,67
dB
TITIK 42
84,00
dB
TITIK 46
82,65
dB
TITIK 19
93,16
dB
TITIK 20
92,48
dB
TITIK 24
89,64
dB
TITIK 28
89,10
dB
TITIK 32
89,97
dB
TITIK 36
85,28
dB
TITIK 40
86,06
dB
TITIK 44
83,96
dB
TITIK 48
80,96
dB
TITIK 47
80,61
dB
TITIK 43
84,68
dB
TITIK 31
91,59
dB
TITIK 35
91,03
dB
TITIK 39
85,57
dB
TITIK 27
90,08
dB
TITIK 23
91,76
dB
TITIK 7
97,96
dB
TITIK 11
89,18
d
B
TITIK 15
96,97
dB
TITIK 8
96,29
d
B
TITIK 12
90,47
dB
TITIK 16
89,73
dB
TITIK 29
92,82
dB
TITIK 33
90,06
dB
TITIK 37
84,23
dB
AR
EA
PR
ES
SH
OP
Tingkat Kebisingan Presshop pada Setiap Titik Pengukuran
LAMPIRAN 10 NOISE MAPING AREA PAINTING
15
9
26
4 3
8 7
12
11 10
16 15 14 13
TITIK PENGUKURAN
AREA PAINTING
TITIK 1
82,16
dBTITIK 5
82,29
dB
TITIK 9
80,10
dB
TITIK 2
83,46
dBTITIK 6
82,26
dB
TITIK 4
80,06
dB
TITIK 3
80,65
dB
TITIK 8
79,94
dB
TITIK 7
80,03
dB
TITIK 12
81,18
dB
TITIK 11
81,64
dB
TITIK 10
82,03
dB
TITIK 16
80,11
dB
TITIK 15
80,55
dB
TITIK 14
80,56
dB
TITIK 13
80,54
dB
TITIK PENGUKURAN AREA
PAINTING
Painting Titik Pengukuran Area Intensitas Kebisingan Painting pada Setiap Titik Pengukuran