gangguan sistem integumen pada bayi dan ibu hamil

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Kehamilan adalah salah satu fase terjadi dalam kehidupan seorang wanita. Namun, banyak wanita hamil tidak menyadari penyakit sedang memantau mereka. Seorang ibu hamil, untuk memulai sebuah keluarga dengan bayi barunya, harus memiliki pengetahuan tentang beberapa penyakit dalam kehamilan. Kadang-kadang masalah kecil tetapi jika mereka tidak sembuh total maka bisa berkembang menjadi masalah yang sangat besar. Masalah ini dapat mempengaruhi janin serta ibunya sendiri. Pada Ibu hamil sering ditemukan gejala gatal- gatal. Tidak hanya itu, seorang wanita berisiko terkena infeksi kulit. Ketidakseimbangan hormonal dan tingkat kelembaban kulit yang cukup tinggi pada masa kehamilan menyebabkan wanita hamil berisiko untuk terkena penyakit infeksi kulit. Hal ini bisa disebabkan bakteri, viral, dan jamur. Penyakit kulit bisa menyerang siapa saja, baik laki-laki, perempuan, orang dewasa, kanak-kanak bahkan bayi. Karena anatomi kulit yang sangat berbeda dengan orang dewasa, bayi merupakan kelompok usia yang sangat rentan terhadap gangguan kulit. Pada bayi, struktur kulitnya lebih tipis, ikatan antar selnya lebih lemah dan lebih halus. Kulit bayi juga memiliki pigmen yang 1

Upload: era-sucia

Post on 18-Jan-2016

101 views

Category:

Documents


24 download

TRANSCRIPT

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehamilan adalah salah satu fase terjadi dalam kehidupan seorang wanita.

Namun, banyak wanita hamil tidak menyadari penyakit sedang memantau mereka.

Seorang ibu hamil, untuk memulai sebuah keluarga dengan bayi barunya, harus

memiliki pengetahuan tentang beberapa penyakit dalam kehamilan. Kadang-

kadang masalah kecil tetapi jika mereka tidak sembuh total maka bisa

berkembang menjadi masalah yang sangat besar. Masalah ini dapat

mempengaruhi janin serta ibunya sendiri. Pada Ibu hamil sering ditemukan gejala

gatal-gatal. Tidak hanya itu, seorang wanita berisiko terkena infeksi kulit.

Ketidakseimbangan hormonal dan tingkat kelembaban kulit yang cukup tinggi

pada masa kehamilan menyebabkan wanita hamil berisiko untuk terkena penyakit

infeksi kulit. Hal ini bisa disebabkan bakteri, viral, dan jamur.

Penyakit kulit bisa menyerang siapa saja, baik laki-laki, perempuan, orang

dewasa, kanak-kanak bahkan bayi. Karena anatomi kulit yang sangat berbeda

dengan orang dewasa, bayi merupakan kelompok usia yang sangat rentan terhadap

gangguan kulit. Pada bayi, struktur kulitnya lebih tipis, ikatan antar selnya lebih

lemah dan lebih halus. Kulit bayi juga memiliki pigmen yang lebih sedikit, dan

tidak mampu mengatur temperatur seperti halnya anak-anak dengan usia lebih tua

atau orang dewasa. Maka dari itu penulis tertarik untuk membahas mengenai

gangguan sistem integumen pada bayi dan ibu hamil.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa saja gangguan sistem integumen pada Ibu Hamil?

2. Apa saja gangguan sistem integumen pada bayi ?

1.3. Tujuan Masalah

1. Untuk mengetahui gangguan yang termasuk sistem integumen pada Ibu

Hamil.

2. Untuk mengetahui gangguan yang termasuk sistem integumen pada bayi.

1

BAB II

PEMBAHASAN

1.1. Perubahan Fisiologis Kulit dalam Kehamilan

Perubahan-perubahan hormonal yang dipicu oleh kehamilan normal

mungkin menimbulkan pengaruh yang cukup besar pada kulit yang dapat

meningkatkan kadar hormon estrogen, progesteron, dan berbagai androgen

dalam plasma serta dapat menstimulasi kadar melanocyte-stimulating hormone

(MSH) dalam plasma sebagai akibat dari membesarnya lobus intermedius

hipofisis.

1.1.1 Hiperpigmentasi

Perubahan kulit yang acapkali terjadi pada ibu hamil di antaranya adalah

hiperpigmentasi. Secara fisik, perubahan ini terjadi saat kulit tampak berwarna

lebih gelap atau pekat dari warna sekitarnya. Biasanya Hiperpigmentasi ini bisa

terjadi pada perut (linea nigra), areola

(daerah sekitar puting susu), sekitar

kemaluan, pusar, dan kadang-kadang pada

wajah dan leher, serta pada lipatan-lipatan

kulit seperti ketiak, paha, dan

selangkangan.

Perubahan warna (hiperpigmentasi) terjadi dikarenakan meningkatnya

kadar hormon MSH (Melanocyte Stimulating Hormon). MSH ini mengakibatkan

penumpukan pigmen melanin yang berlebihan sehingga tidak heran

menimbulkan warna lain pada kulit. Tetapi setelah melahirkan, ketika kadar

hormon tersebut kembali normal, keadaan hiperpigmentasi akan berangsur

menurun dan menghilang.

Menurut Vaughan Jones dan Black (1999), dan 90 persen wanita hamil

kulitnya menjadi lebih gelap dengan derajat bervariasi. Penyebab pastinya tidak

diketahui, tetapi bahwa meningkatnya kadar melanocyte-stimulating hormone

dalam serum merupakan penyebabnya masih diragukan. Pada mamalia, estrogen

berperan dan melanogenesis dan mungkin menjadi faktor pemicu.

Hiperpigmentasi mulai tampak pada awal kehamilan dan lebih jelas pada wanita

2

yang berkulit hitam. Efek ini lebih menonjol pada bagian-bagian tubuh yang

secara alami lebih gelap seperti areola, perineum, umbilikus. Daerah yang sering

terkena gesekan, termasuk ketiak dan paha pada bagian dalam juga menjadi

lebih gelap. Apabila mengalami pigmentasi, linea alba berganti nama menjadi

linea nigra.

Pigmentasi pada wajah yang disebut sebagai “topeng kehamilan” disebut

juga sebagai kloasma atau melasma. Hal ini dijumpai pada paling sedikit

separuh wanita hamil. Melasma diperparah oleh pajanan sinar matahari atau

sinar ultraviolet lain; keparahannya dapat dikurangi dengan menghindari pajanan

sinar matahari berlebihan atau menggunakan tabir surya. Melasma disebabkan

oleh mengendapnya melanin kedalam makrofag epidermis atau dermis dan

walaupun yang pertama biasanya mereda postpartum, melanosis dermis dapat

menetap sampai 10 tahun pada sepertiga wanita. Kontrasepsi oral dapat

memperparah melasma dan harus dihindari pada wanita rentan. Apabila sangat

mengganggu, pemberian topikal salep atau krim hidroksikuinon 2 sampai 5

persen atau tretinoin 0,1 persen dapat memberikan perbaikan (Griffits

dkk.1993;Kimbrough-Green dkk., 1994).

1.1.2 Nevus

Nevus melanositik atau nevus jinak yaitu tumor-tumor kulit berpigmen

yang dapat membesar dan bertambah gelap selama kehamilan. Biasanya nevus

ini sulit dibedakan dengan melanoma malignum. Namun, Pennoyer dkk. secara

cermat mengamati lesi lesi jinak ini dan

mendapatkan bahwa hanya 6% dari 129

nevus yang berubah diameternya selama

kehamilan 4 dari jumlah tersebut, meningkat

sebesar 1 mm dan 4 berkurang sebesar 1 mm.

Mereka menyimpulkan bahwa perubahan yang lebih mencolok terjadi pada lesi

non-melanositik. Dengan demikian, walaupun nevus secara histologist terbukti

memiliki melanosit yang berukuran besar dan mengalami peningkatan

3

pengendapan melanin, tidak terdapat bukti bahwa nevus mengalami transformasi

maligna selama kehamilan.

1.1.1.Perubahan Pertumbuhan Rambut

Selama kehamilan, terjadi peningkatan anagen (rambut yang sedang

tumbuh) yang sebanding dengan rambut telogen (rambut dalam keadaan

istirahat) (Lynfield, 1960; Randall, 1994). Estrogen memperpanjang fase anagen

dan androgen memperbesar folikel rambut di daerah-daerah dependen misalnya

janggut (Paus dan Cotsarelis, 1999). Postpartum, berbagai efek ini lenyap dan

rambut mengalami kerontokan yang nyata. Telogen effluvium adalah kerontokan

rambut yang agak mendadak yang tampak dimulai sekitar 1 sampai 4 bulan

postpartum. Proses ini kadang-kadang ditandai oleh rontoknya rambut dalam

jumlah yang mengkhawatirkan, biasanya saat menyisir atau keramas. Untungnya

proses ini swasirna, dan wanita yang bersangkutan dapat diyakinkan bahwa

rambut akan tumbuh pulih dalam 6 sampai 12 bulan (Headington, 1993; Kois

dan Phelan, 1994).

Hirsutisme ringan sering terjadi

selama kehamilan, dan hal ini paling jelas

di wajah. Yang paling terkena adalah

wanita yang secara genetis rentan

mengalami pertumbuhan rambut kasar.

Derajat hirsutisme yang lebih berat jarang

terjadi, dan apabila disertai oleh tanda-tanda lain maskulinisasi, perlu segera

dipertimbangkan kemungkinan adanya sumber androgen lain.

1.1.3 Perubahan Vasculer

Selama kehamilan terjadi peningkatan aliran darah kulit disertai penurunan

nyata resistensi vaskular perifer (Spetz, 1964). Hal ini diperkirakan berfungsi

untuk mengeluarkan kelebihan panas yang terjadi akibat meningkatnya

metabolisme. Terdapat sejumlah perubahan yang dipicu oleh hormon estrogen

pada pembuluh-pembuluh darah yang cukup sering dijumpai. Perubahan

pembuluh darah kapiler tersebut berupa:

4

papul eritematosabula besar tegang yang besar

1. Poliferasi pembuluh darah kapiler.

2. Bendungan darah sehingga jalannya lambat.

3. Instibilitas vasomotor pembuluh darah arterioli, seperti:

a. Pucat karena vasokonstriksi

b. Kemerahan karena vasodilatasi

c. Perubahan tidak menentu pada kulit karena instabilitas reaksi

vasomotor pembuluh darah tergantung dari perubahan temperatur

luar, sebagai reaksi pengaturan temperatur tubuh melalui perubahan

pembuluh darah kulit.

4. Peningkatan tekanan hidrostatik dan kerentanan kapiler dengan

manifestasi berupa:

a. Spider angioma, merah ditengah dengan cabangnya menyerupai

laba-laba.

b. Erithema pada palmar sepanjang hamil.

c. Erithema pada saat hamil muda, berbentuk regio palmar tengah,

hipotenar dan tenar serta hangioma kecil dan menghilang setelah

lahir.

5. Poliferasi pembuluh darah pada gusi dan mulut berbentuk:

a. Gingivitis merupakan peradangan pada gusi yang ditandai dengan

adanya plak.

b. Granuloma gravidum/ piogenik granuloma

merupakan lesi pembuluh darah dikulit yang

tampak sebagai penonjolan yang berwarna

merah, coklat atau kebiru-hitam, disertai

pembengkakan jaringan sekitarnya.

5

c. Tonjolan angioma pada gingiva (gusi)

Pada umumnya kelainan pembuluh darah akan hilang setelah persa

linan.Pada gusi dengan granuloma besar perlu dilakukan eksisi atau insisi.

1.2. Dermatitis pada Kehamilan

Sejumlah penyakit kulit diketahui khas pada masa hamil, atau apabila tidak

khas, lebih sering dijumpai selama gestasi. Terminologi mengenai hal ini masih

membingungkan. Shornick (1998) menyimpulkan bahwa hanya tiga penyakit

yang secara universal diterima sebagai hal yang unik untuk kehamilan :

kolestasis, pruritic urticarial papules and plaques of pregnancy, dan herpes

gestasionis. Pruritus selama kehamilan sering dijumpai, tetapi insidennya jelas

bersifat subjektif. Pada hampir 3200 wanita hamil yang secara cermat diteliti

selama lebih dari setahun, Roger dkk. (1994) mendapatkan bahwa 1,6 persen

mengalami pruritus yang signifikan berdasarkan protokol mereka.

1.2.1. Kolestasis pada Kehamilan

Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum

dalam jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral

dari hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum. Dari

segi klinis didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam

empedu seperti bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan

jaringan tubuh. Secara patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan

trombus empedu pada sel hati dan sistem bilier.

Sindrom ini mencakup pruritus

gravidarum dan ikterus kolestatik pada

kehamilan. Dalam studi terhadap 3200 wanita

oleh Roger dkk. (1994), 51 (1,6 persen) wanita

menderita pruritus, dan 22 wanita (0,6 persen

dari total) menderita gravidarum. Penyakit ini dianggap merupakan varian

ringan kolestasis intrahempatik pada kehamilan. Garam-garam empedu yang

6

mengendap di dermis menyebabkan pruritus, dan timbul lesi kulit akibat garukan

dan ekskoriasi. Penampakan umum dan gambaran klinis dermatosis-dermatosis

ini mungkin membingungkan

2.2.2 Pruritic Urticarial Papules And Plaques Of Pregnancy (PUPPP)

Pruritic Urticarial Papules And Plaques Of

Pregnancy (PUPPP, papula dan plak urtikaria

pruritik pada kehamilan) disebut juga dengan erupsi

polimorfik pada kehamilan di Inggris, merupakan

dermatosis pruritik yang sering terjadi pada

kehamilan. Pada sebuah penelitian yang dilakukan Roger dkk.(1994), 25 dari

hampir 3200 wanita (0.8 %) menderita dermatosis ini selama hamil. Dermatosis

ini ditandai dengan erupsi kulit sangat gatal yang biasanya muncul pada hamil

tua.

Papul dan plak urtikarial eritematosa yang pertama kali timbul di perut,

biasanya di sekitar striae. Lesi-lesi kemudian menyebar ke bokong, paha, dan

ekstremitas (Alcalay dkk.,1987;Aronson dkk.,1998). Lesi-lesi ini dapat

menimbulkan gatal hebat. Pada sekitar 40 % wanita komponen urtikaria lebih

menonjol, 45 % pola eritematosanya yang menonjol dan 15 % dijumpai

kombinasi keduanya (Aronson dkk., 1998). Bercak-bercak eritematosa tamapk

meluas. Wajah biasanya tidak terkena dan jarang dijumpai ekskoriasi. Penyakit

ini lebih sering terjadi pada nulipara dan jarang kambuh pada kehamilan

berikutnya. PUPPP mungkin mirip herpes gestasionis, tetapi tidak menimbulkan

vesikel atau bula.

Mekanisme patogeniknya tidak diketahui dengan jelas. Karena temuan

klini yang beragam, klasifikasinya mungkin membingungkan. Pada biopsi,

tampak perivaskulitis limfohistiositik nonspesific ringan dengan komponen

eosinofilik. Yang penting, tidak terjadi pengendapan imunoglobulin atau

komplemen di dermis pada pewarnaan imunofluoresen (Aronson dkk., 1998).

7

Terapi yang dilakukan berupa pemberian antihistamin oral dan emolien

kulit, tetapi sebagian besar memerlukan krim atau salep kortikosteroid untuk

meredakan gejalanya. Kortikosteroid oral diberikan apabila tindakan-tindakan ini

gagal meredakan gatal yang hebat. Ruam cepat lenyap sebelum atau beberapa hari

setelah melahirkan. Pada 15-20 % wanita, gejala menetap selama 2-4 minggu

postpartum.

2.2.3 Prurigo pada Kehamilan

Lesi-lesi ini memiliki banyak nama.

Menurut Shornick (1998), penyakit ini

mencakup prurigo gestasionis dan dermatitis

papular, yang tampaknya adalah varian-varian

dari penyakit yang sama dan tidak spesifik untuk

kehamilan. Varian yang ringan dan lebih sering

ditemukan, prurigo gestasionis, ditandai dengan

lesi-lesi kecil, gatal dan cepat mengalami ekskoriasi yang terletak di lengan bawah

dan badan. Lesi biasanya muncul pada minggu ke-25 sampai 30, dan tidak

dijumpai vesikel atau bula. Dermatitis papular, yang diuraikan oleh Spangler dkk.

Pada tahun 1962, adalah dermatitis pada kehamilan tahap lanjutan yang jarang

dijumpai. Penyakit ini ditandai dengan erupsi pruritik generalisasi. Lesi tampak

sebagai papula-papula yang lunak, berwarna merah, ungu sampai merah coklat,

dengan sebagian memiliki krusta hemoragik dibagian tengahnya.

Pruritis biasanya dapat dikendalikan dengan anti histamin dan krim

kortikosteroid. Hasil perinatal tampaknya tidak terganggu oleh sindrom ini

(Vaughan Jones and Black,1999)

2.2.4 Herpes Gestasionis

Herpesgestasionis yaitu erupsi kulit berlepuh yang gatal, biasanya timbul

pada multipara pada kehamilan tahap lanjut, walaupun dapat juga muncul sejak

awal kehamilan atau sampai seminggu postpartum. Herpesgestasionis kadang-

kadang menyertai penyakit trofoblastik gestasional. Penyakit ini disebut juga

8

pemfigoid gestasionis, serupa dengan pemfigoid bulosa yang dijumpai pada

lansia. Secara imunologis, penyakit ini tidak dapat dibedakan dari pemfigoid

bulosa.

Herpesgestasionis merupakan penyakit autoimun

yang disebabkan terbentuknya antibodi terhadap

membrane basal di epidermis. Penyakit ini ditandai

dengan adanya erupsi luas yang sangat gatal dengan

lesi yang bervariasi dari papul eritematosa dan

edematosa sampai vesikel dan bula tegang yang besar.Tempat yang sering terkena

adalah abdomen dan ekstremitas. Eksaserbasi dan remisi selama hamil sering

terjadi dan sampai 75% wanita mengalami eksaserbasi intrapartum

(shornick,1998). Pada kehamilan selanjutnya biasanya kambuh dan umumnya

timbul lebih dini dan lebih berat.

2.2.5 Impetigo Herpetiformis

Ini adalah suatu erupsi pustular yang jarang dan mungkin timbul pada

kehamilan tahap lanjut. Sebagian penulis menganggapnya sebagai suatu bentuk

psoriasis pustulosa yang timbul bersamaan dengan

kehamilan, sementara penulis lain menganggapnya

sebagai suatu dermatosis kehamilan tersendiri

(Aronson dan Halaska, 1995). Oumeish dkk. (1982)

melaporkan seorang wanita yang mengalami

kekambuhan dermatosis ini pada sembilan

kehamilannya. Pada tiga kehamilan terjadi hidrosefalus janin. Juga terjadi dua

kematian perinatal yang sebabnya tidak diketahui. Wanita ini juga mengalami lesi

kulit khas saat mendapat kontrasepsi oral estrogen-progesteron.

Tanda utama lesi impetigo herpetiformis adalah pustula-pustula steril yang

terbentuk di sekeliling tepi bercak eritematosa. Lesi-lesi eritematosa biasanya

dimulai di daerah lipatan dan meluas ke perifer. Selaput lendir biasanya terkena.

9

Lesi histologis khasnya adalah mikroabses. Rongga mirip spons di epidermis,

yang terisi oleh neutrofil, diberi nama pustula spongiformis Kogoj.

Pruritus tidak parah,tetapi sering timbul gejala konstitusi. Selain mual,

muntah, diare, serta menggigil dan demam, sering terjadi hipoalbuminemia dan

hipokalsemia. Walaupun pada awalnya steril, pustula dapat terinfeksi sekunder

setelah pecah, dan sepsis merupakan penyulit yang serius.

Terapi berupa kortikosteroid dan antimikroba sistemik untuk mengobati

infeksi sekunder dan sepsis. Penyakit mungkin menetap selama beberapa minggu

sampai beberapa bulan setelah melahirkan. Morbiditas dan mortalitas janin

berkaitan dengan keparahan infeksi pada ibu, tetapi mungkin terjadi bahkan

penyakit yang sudah terkendali (Vaughan-Jones dan Black, 1999; Wolf dkk.,

1995).

2.3 Dermatologi Pediatri

2.3.1 Hemangioma dan Pembentukan Vaskular

Lesi vaskular dapt dibagi menjadi dua kategori utama : hemangioma dan

malformasi vaskular.

Hemangioma merupakan “tumor” (proliferasi sel) jinak endotel vaskular

yang ditandai dengan fase proliferatif dan involusi malformasi merupakan defek

perkembangan yang berasal dari kapiler, vena, arteri, atau pembuluh limfe. Lesi

ini tetap relatif statis; pembentukan sepadan dengan pertumbuhan anak.

Pembedaan antara kedua bentuk ini penting karena kedua lesi tersebut mempunyai

prognosis dan pengertian klinis yang berbeda.

2.3.2 Hemangioma

Hemangioma merupakan tumor jaringan lunak yang tersering pada masa

bayi, yang terjadi pada sekitar 5-10% bayi usia 1 tahun. Hemangioma yang

sebenarnya ditandai dengan fase pertumbuhan, diperjelas dengan fase proliferasi

endotel dan hiperselularitas, serta fase involusi. Hemangioma bersifat heterogen,

yaitu penampakannya ditentukan oleh ketebalan dan lokasi pada kulit serta oleh

10

stadium evolusi. Pada bayi baru lahir, hemangioma mula-mula mempunyai bentuk

seperti makula putih pucat dengan telangiektasi

seperti-benang. Bila berpoliferasi, tumor ini

akan berubah menjadi bentuk yang mudah

dikenali, yaitu plak merah terang yag sedikit

meninggi dan tidak dapat kompresi.

Hemangioma yang berada lebih dalam di kulit

merupakan massa yang hangat dan lunak dengan sedikit perubahan warna

kebiruan. Seringkali, hemangioma mempunyai komponen superfisial maupun

profunda. Diameternya berkisar antara beberapa milimeter sampai beberapa

sentimeter dan biasanya soliter; sampai dengan 20% melibatkan lesi multipel.

Hemangioma terjadi terutama pada perempuan (3:1) dan terdapat peningkatan

insidensi pada bayi prematur. Sekitar 55% terjadi sejak saat lahir, sisanya

berkembang pada usia minggu pertama. Hemangioma superfisial mencapai

ukuran maksimumnya dalam 6-8 bulan, tetapi hemangioma profunda dapat

tumbuh selama 12-14 bulan. Hemnagioma tersebut kemudian mengalami resolusi

spontan, lambat, yang memerlukan waktu 3-10 tahun.

Walaupun kebanyakan hemangioma kulit bersifat jinak, sejumlah kecil

hemangioma dapat menyebabkan gangguan fungsional atau kelainan muka

permanen. Ulserasi merupakan komplikasi yang paling sering, dapat terasa nyeri

dan mempunyai resiko terjadinya infeksi, perdarahan, dan pembentukan parut.

Fenomena Kasabach-Merritt, suatu komplikasi lesi vaskular yang dengan

cepat membesar, ditandai dengan anemia hemolitik, trombositopenia dan

koagulopati. Tumor masif ini biasanya berwarna merah kebiruan tua, keras,

tumbuh dengan cepat, tidak mempunyai kecenderungan jenis kelamin, dan

cenderung berpoliferasi dalam waktu yang lama(2-5 tahun). Kebanyakan pasien

dengan fenomena Kasabach-Merritt tidak menderita hemangioma yang khas,

tetapi mengalami tumor vaskular proliferatif lain, biasanya

hemangiomaendotelioma kaposiformis atau angioma berumbai (tufted).

11

Fenomena Kasabach-Merritt memerlukan penanganan agresif (sering

multimodalitas) dan mempunyai angka mortalitas yang bermakna.

Hemangioma periorbital menimbulkan risiko bermakna pada penglihatan

(yaitu, ambliopia) dan harus dimonitor secara hati-hati. Hemangioma yang

mengenal telinga dapat mengurangi konduksi pendengaran, yang akhirnya dapat

menyebabkan keterlambatan bicara. Hemangioma kulit yang multipel

(hemangioma difus) dan hemangioma wajah yang besar dapat dikaitkan dengan

hemangioma visceral. Hemangioma subglotis bermanifestasi sebagai suara serak,

stridor; perburukan menjadi gagal napas dapat cepat terjadi. Sekitar 50% bayi

yang terkena telah menyertai hemangioma kulit; karenanya, “pernapasan berisik”

pada bayi dengan hemangioma kulit yang mengenai daerah dagu, bibir,

mandibula, serta leher memerlukan visualisasi langsung jalan napas. Hemangioma

jalan napas yang bergejala berkembang pada lebih dari 50% bayi dengan

hemangioma wajah yang luas dengan distribusi “janggut”.

Hemangioma servikofasial yang luas dapat dikaitkan dengan anomaly

multipel, termasuk malformasi fossa posterior, hemangioma, anomaly arteri,

coarktasio aorta dan defek jantung, serta kelainan mata (eye) (sindrom PHACES).

Sindrom ini lebih sering mengenai perempuan (9:1) dan diduga menggambarkan

defek perkembangan yang terjadi selama kehamilan minggu kedelapan sampai ke

sepuluh. Stroke dapat dijumpai. Hemangioma lumbosakral menunjukkan

disrafisme spinal tersembunyi dengan atau tanpa anomaly anorektal dan

urogenital. Pencitraan tulang belakang diindikasikan pada semua pasien dengan

hemangioma kulit di garis tengah pada daerah lumbosakral. Kebanyakan

hemangioma tidak memerlukan intervensi medis dan akan mengalami involusi

secara spontan; namun, jika komplikasi timbul dan penanganan diperlukan,

kortikosteroid sistemis oral merupakan terapi utama.

2.3.3 Malformasi Vena dan Limfatika

Malformasi vena tampak sebagai plak dan nodus lunak, berwarna biru dan

dapat dikompresi, yang dapat terbentuk pada setiap permukaan kulit. Kelainan ini

12

muncul pada saat lahir dan membesar secara lambat akibat pelebaran vena yang

anomaly. Malforasi vena dapat cukup kecil dan minimal, atau lesi yang amat

besar yang dapat menimbulkan cacat berat dan dapat diperburuk oleh thrombosis,

infeksi, dan edema jaringan sekitarnya.

Malformasi limfatik (limfangioma) tersusun dari saluran limfe yang

berdilatasi yang dilapisi oleh endotel limfatik normal. Lesi ini dapat superficial

atau profunda dan sering disertai dengan anomaly pembuluh limfe regional.

Istilah limfangioma sirkumskriptum digunakan untuk menggambarkan tipe

malformasi limfatik yang paling lazim, yang dapat muncul pada saat lahir atau

tampak pada masa kanak-kanak awal. Daerah predileksinya adalah mukosa oral,

ekstremitas proksimal, dan fleksura sendi. Lesi ini terdiri dari kumpulan papula

gelatinosa merah sampai ungu, yang berukuran 2-5 mm.

Higroma kistik merupakan anomalikistik pembuluh limfe berupa massa

multilokular, yang jinak dan bersifat congenital. Lesi ini biasanya ditemukan pada

daerah leher. Eksisi bedah atau skleroterapi merupakan pilihan terapi yang

tersedia untuk malformasi vena dan limfatik. Ukuran tumor cenderung membesar

dan harus ditangani dengan eksisi bedah.

2.3.4 Nevi Melanositik Kongenital

Nevus adalah istilah umum yang menggambarkan

adanya bercak berpigmen pada kulit. Sekitar 1-2% bayi

baru lahir mempunyai nevi melanosit. Lesi kecil (sebagai

lawan nevi berpigmen raksasa)merupakan plak rata atau

sedikit menonjol, sering dengan konfigurasi oval atau

lanset. Kebanyakan lesi berwarna coklat tua; lesi kulit

kepala dapat berwarna coklat merah saat lahir.

Pigmentasi dalam lesi individu sering beranekaragam atau berbintik dengan

aksentuasi pola rigi permukaan epidermis. Perubahan susunan (tekstural),

pigmentasi yang lebih dalam, dan peninjolan membantu membedakan lesi ini

dengan macula café-au-lait. Rambut yang tebal, gelap dan kasar sering kali

dikaitkan dengan nevi melanositik kongenital. Lesi ini bervariasi dalam lokasi,

13

ukuran, dan jumlah, tetapi paling sering soliter. Secara histoligis lesi tersebut

ditandai dengan adanya sel nevus pada dermi; kebanyakan sel nevus meluas

kedalam dermis yang lebih dalam . lesi ini memberikan sedikit penambahan

resiko untuk perkembangan melanoma maligna, kebanyakan selama kehidupan

masa dewasa. Oleh sebab itu, banyak ahli kulit menyarankan pembuangan lesi ini

sebelum atau mendekati waktu pubertas. Seandainya keluarga memilih untuk

mengamati ketimbang membuang nevus tersebu, evaluasi periodik untuk

perubahan permukaan lesi dan gejala terkaitharus dilakukan. Biopsi eksisi

diindikasikan bila perubahan ke arah keganasan dicurigai.

2.3.5 Nevi Melanositik Raksasa Kongenital

Nevi kongenital raksasa merupakan nevi yang akan berukuran mendekati

20cm pada masa kanak-kanak (pada bayi baru lahir, 5-12cm) dan merupakan

salah satu defek lahir yang paling dramatis. Nevi ini dapat menempati 15-35%

permukaan tubuh, yang paling sering mengenai batang tubuh atau kepala dan

daerah leher. Pigmentasi sering beraneka ragam dari cokelat muda sampai hitam.

Kulit yang terkena terasa halus, nodular atau kasar. Hipertrikosis yang gelap dan

jelas sering ada. Banyak bercak cokelat muda yang lebih kecil (1-5cm) (nevi

satelit) dan tersebar difus. Nevus berkembang menjadi melanoma maligna pada

sekitar 2-10% pasien yang terkena.

2.3.6 Nevi Didapat

Nevi melasonitik didapat atau “mole” merupakan lesi kulit yang lazim.

Nevi melanositik dapat terjadi pada usia berapa pun; namun, lesi tampak

berkembang paling cepat pada anak prapubertas dan usia belasan tahun. Nevi

melasonitik merupakan papula cokelat bundar atau oval yang berbatas tegas. Lesi

paling banyak dijumpai pada wajah, dada, dan tubuh bagian atas. Riwayat

keluarga, tipe kulit, dan pemajanaan matahari dianggap merupakan faktor

etiologis utama. Pigmentasi irregular, pertumbuhan cepat, perdarahan, dan

perubahan dalam konfigurasi atau tepi lesi merupakan tanda degenerasi maligna

14

yang mencemaskan. Eksisi bedah dan pemeriksaan histology diindikasikan pada

mole yang mengalami perubahan dengan cepat atau mempunyai tanda demikian.

Melanoma maligna jarang terjadi pada masa kanak-kanak; namun terdapat

penambahan insidensi yang mengkhawatirkan pada remaja. Pendidikan orang tua

dan anak yang berkenaaan dengan pemajanan sinar matahari, proteksi sinar

matahari, dan pengamatan perubahan pada mole yang menunjukkan keganasan

adalah hal yang penting.

Nevi biru merupakan papula atau tumor yang jarang, berwarna biru atau

hitam gelap, oval, berbentuk kubah dan berukuran 1-3 cm yang ditemukan pada

setengah tubuh bagian atas. Nevus ini tumbuh lambat dan mempunyai

kecenderungan menjadi ganas, tetapi dapat sukar untuk dibedakan secara klinis

dari tumor vaskular atau nevi melanosit atipikal. Jika diagnosisnya diragukan ,

biopsi eksisi merupakan tindakan diagnosis dan kuratif.

2.3.7 Penyakit Vesikubolasi

Dalam mendiagnosis dan mengobati penyakit vesikobulosa , fakta historis

yang penting adalah distribusi lepuhan awal, usia onset, riwayat keluarga, faktor

yang memperberat, dan gejala terkait. Sekali mengenali ukuran dan distribusi lesi

primer, pemeriksaan fisik harus memperhatikan ada tidaknya lesi mukosa, dengan

perhatian khusus yang diarahkan pada permukaan mukosa (mata dan orofaring).

Tanda parut dan adanya infeksi sekunder harus juga dicari.

Diagnosis yang akurat dan tepat pada waktunya sangat penting karena

terdapat banyak penyebab lepuhan kulit yang berbeda. Keparahan penyakit dapat

berkisar dari lesi impetigo bulosa yang terlokalisasi dengan baik sampai bula

urtikaria yang sangat meradang dari pemfigoid bulosa dan deskuamasi tersebar

yang mengancam nyawa yang ditemukan pada nekrolisis epidermolitik toksik.

Penyakit bula dapat diakibatkan oleh kehilangan adhesi yang amat

superfisial pada kulit (subkorneal), dalam epidermis (intraepidermal), atau pada

taut epidermis dengan dermis (subepidermal). Lepuhan yang terletak dibawah

15

stratum korneum dan dalam lepuhan epidermis cenderung lunak dan mudah

ruptur. Lepuhan sering tidak dijumpai, dan yang dapat dilihat adalah daerah

erosidengan krusta dan deskuamasi kulit. Pasien dengan bula intraepidermal yang

menyebar dapat juga menunjukkan tanda Nikolsky, yang akan ditemukan bila

terdapat kohesi antar-keratinosit epidermis superfisial sehingga lapisan yang

terpisah dengan mudah digeser ke lateral dengan tekanan minimal. Bila tidak

terdapat trauma eksterna dan infeksi sekunder, penyakit pembentuk lepuhan yang

menyebabkan pemisahan kulit di atas zona membrane basal (basement membrane

zone [BMZ]) akan sembuh tanpa pembentukan parut. Sebaliknya, lepuhan yang

ditandai dengan bidang pemisahan di bawah BMZ sembuh dengan parut.

Gangguan yang membentuk bidang pemisah di dalam atau di bawah BMZ

memperlihatkan lepuhan yang tegang.

Desmosom, hemidesmosom, dan fibril penambat mempermudah adhesi

dari sel ke sel. Kelainan genetic atau destruksi imun struktur ini menimbulkan

bula. Demosom menghubungkan keratinosit yang berdekatan pada satu sama lain

dan berfungsi sebagai dan plak adhesi intradermal. Kehilangan integritas protein

desmoglein 1 atau 3 menyebabkan plak desmosomal yang kurang sempurna dan

pembentukan lepuhan intraepidermal. Hemidesmosom penting pada adhesi

epidermis terhadap dermis yang berada di bawahnya. Kolagen tipe XVII (juga

dikenal sebagai BP180 atau antigen pemfigoid bulosa 2) dan integrin

merupakan molekul kunci yang terdapat dalam plak hemidesmosom. Kelainan

protein ini menyebabkan integritas hemidesmosom dan pemisahan kulit

selanjutnya dalam BMZ menjadi kurang sempurna. Fibril penghambat, yang

tersusun dari kolagen tipe VII, menambatkan hemidesmosom pada dermis

superfisial di bawahnya sehingga menimbulkan perletakan epidermis. Defek pada

kolagen tipe VII terbukti menyebabkan penyakit pembentuk lepuhan yang

membentuk parut. Kelainan setiap komponen di atas dapat terjadi melalui

kelainan genetik atau via antibodi.

16

2.3.8 Dermatitis Herpetiformis

Dermatitis Hipertiformis (DH) merupakan erupsi episodik, kronik, sangat

gatal yang terjadi secara simetris pada permukaan ekstensor. Lesi ini berkelompok

dan biasanya kecil (2-7 mm), berupa vesikel yang terekskoriasi. Kadang-kadang,

lesi dapat berupa bula, papula, atau urtikaria. Secara klasik vesikel didahului

dengan keadaan yang sangat gatal selama beberapa jam. Tempat-tempat predileksi

adalah siku, lutut, pantat, sakrum, skapula, kulit kepala, dan wajah. Keterlibatan

mukosa tidak lazim. Walaupun tidak terdapat antigen tertentu yang telah terlibat,

wndapan IgA ditemukan pada kulit pasien yang terkena.

Penyakit ini disebabkan oleh Gluten, suatu protein yang ditemukan dalam

gandum hitam, gandum, dan barley, berperan dalam patogenesis DH. Atrofi vili

yeyunum dan inflamasi usus kecil terjadi, yang diikuti dengan enteropati.

Dengan ciri-ciri sebagai berikut: lepuhan-lepuhan kecil biasanya muncul

secara bertahap; paling banyak ditemukan di sikut, lutut, bokong, punggung

bagian bawah dan kepala bagian belakang. Kadang ditemukan di wajah dan leher.

Penderita merasakan gatal-gatal dan rasa panas yang sangat hebat.

2.3.9 Pemfigus Vulgaris

Pemfigus vulgaris adalah dermatitis vesikulobulosa reuren yang merupakan

kelainan herediter paling sering pada aksila, lipat paha, dan leher disertai lesi

17

berkelompok yang mengadakan regresi sesudah beberapa minggu atau beberapa

bulan (Dorland, 1998).

Pemfigus vulgaris merupakan penyakit serius pada kulit yang ditandai

dengan timbulnya bulla (lepuh) dengn berbagai ukuran (misalnya 1-10 cm) pada

kulit yang tampak normal dan membrane ukosa (misalnya mulut dan vagina)

(Brunner, 2002). Pemfigus vulgaris adalah salah satu penyakit autoimun yang

menyerang kulit dan membrane mukosa yag menyebabkan timbulnya bula atau

lepuh biasanya terjadi di mulut, hidung, tenggorokan, dan genital

(www.pemfigus.org.com).

Pada penyakit pemfigus vulgaris timbul bulla di lapisan terluar dari

epidermis klit dan membrane mukosa. Pemfigus vulgaris adalah “autoimmune

disorder” yaitu system imun memproduksi antibody yang menyerang spesifik

pada protein kulit dan membrane mukosa. Antibodi ini menghasilkan reaks yang

menimbulkan pemisahan pada lapisan sel epidermis (akantolisis) satu sama lain

karena kerusakan atau abnormalitas substansi intrasel. Tepatnya perkembangan

antibody menyerang jaringan tubuh (autoantibody) belum diketahui.

2.3.10 Sindrom Stevens-Johnsons

Stevens-Johnson syndrome (SJS) atau sindrom Stevens-Johnson dan toxic

epidermal necrolysis atau nekrolisis epidermal toksikadalah penyakit kulit yang

disebabkan oleh alergi atau infeksi. Sindrom tersebut mengancam kondisi kulit

yang mengakibatkan kematian sel-sel kulit,

sehingga epidermis mengelupas/memisahkan diri dari dermis. Sindrom ini

dianggap sebagai hipersensitivitas kompleks yang memengaruhi kulit dan selaput

lendir.

Meskipun pada umumnya kasus sindrom ini tidak diketahui penyebabnya

(idiopatik), biasanya penyebab utama yang paling sering dijumpai adalah akibat

dari alergi obat-obatan tertentu, infeksi virus dan atau keduanya, pada kasus

tertentu yang sangat jarang ditemukan sindrom ini berhubungan dengan kanker

18

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pada kehamilan keadaan fisik seorang wanita begitu sangat berubah, baik

dalam maupun luar. Tidak heran banyak wanita yang mengeluhkan penyakitnya

yang tidak biasa terjadi padanya. Perubahan hormonal, dan perubahan-perubahan

halnya seperti perubahan kulit pada ibu hamil adalah sesuatu yang sangat perlu

diperhatikan. Salah salah dari penyakit-penyakit seperti hiperpigmentasi, nevus,

perubahan pertumbuhan rambut dan vaskuler tidak hanya menyerang si ibu, tapi

pula si bayi. Bayi yang memiliki kulit sesitif pun sangat rentan terhadap penyakit-

penyakit kulit seperti diantaranya hemangioma, nevi melanostik kongenital, nevi

melanostik raksasa kongenital dan lain-lain yang telah di sebutkan diatas.

Terkadang masyarakat kebanyakan sering mengabaikaikannya, mereka anggap

gatal dan merah-merah itu hal yang biasa, padahal apabila tidak di tangani dengan

baik bisa bisa menjadi lebih parah. Maka dari itu sebaiknya ibu hamil sangat-

sangat memperhatikan kondisinya juga kondisi bayinya, karena fase hamil adalah

fase yang rentan terhadap penyakit, apalagi penyakit kulit. Bila tidak menjaga

kesehatan dan kebersihan, kerentanan konidisi si ibu dan bayi lah yang menjadi

target si penyakit.

3.2 Saran-saran

Kesehatan seorang ibu sangat berpengaruh juga pada kesehatan bayinya, maka

dari itu:

1. Ibu haruslah menjaga pola hidup sehat

2. menjaga kebersihannya

3. mengatur asupan gizi yang baik juga mempengaruhi kesahatan si ibu juga

bayinya

19

Daftar Pustaka

Behrman, Richard E. 2010. Nelson Esensi Pediatri. Jakarta:EGC

Cuningham, F Garry. Dkk. 2005. Obstetri Williams. Jakarta: EGC

20