gangguan stress pasca trauma

9
GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA Etiologi Terjadinya gangguan stress pasca trauma didahului oleh adanya suatu stressor berat yang melampaui kapasitas hidup seseorang, serta menimbulkan penderitaan bagi setiap orang. Kondisi psikologis seseorang sebelum mengalami peristiwa traumatik tersebut akan berdampak terhadap respons yang ditimbulkan sebagai akibat peristiwa tersebut. Beberapa faktor predisposisi bagi seorang individu untuk mengalami gangguan stress pasca trauma adalah : Adanya gangguan psikiatrik sebelum trauma baik pada individu yang bersangkutaan maupun keluarganya. Adanya trauma masa kanak, seperti kekerasan fisik maupun seksual. Kecendrungan untuk mudah menjadi khawatir. Ciri kepribadian ambang, paranoid, dependent, atau antisosial. Mempunyai karakter yang bersifat introvert atau isolasi sosial; adanya problem menyesuaikan diri. Adanya kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi secara bermakna. Terpapar oleh kejadian-kejadian dalam kehidupan yang luar biasa sebelumnya baik tunggal maupun ganda dan dirasakan secara subjektif oleh suatu kondisi atau peristiwa yang menimbulkan penderitaan bagi dirinya. Tipe kejadian yang cendrung akan meningkatkan angka kejadian gangguan stress pasca trauma dapat dikategorikan menjadi ; 1. Mereka yang mengalami tindakan kekerasan interpersonal

Upload: giggslibra

Post on 29-Oct-2015

145 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Gangguan Stress Pasca Trauma

GANGGUAN STRESS PASCA TRAUMA

Etiologi

Terjadinya gangguan stress pasca trauma didahului oleh adanya suatu stressor berat yang melampaui kapasitas hidup seseorang, serta menimbulkan penderitaan bagi setiap orang. Kondisi psikologis seseorang sebelum mengalami peristiwa traumatik tersebut akan berdampak terhadap respons yang ditimbulkan sebagai akibat peristiwa tersebut.

Beberapa faktor predisposisi bagi seorang individu untuk mengalami gangguan stress pasca trauma adalah :

Adanya gangguan psikiatrik sebelum trauma baik pada individu yang bersangkutaan maupun keluarganya.

Adanya trauma masa kanak, seperti kekerasan fisik maupun seksual. Kecendrungan untuk mudah menjadi khawatir. Ciri kepribadian ambang, paranoid, dependent, atau antisosial. Mempunyai karakter yang bersifat introvert atau isolasi sosial; adanya problem

menyesuaikan diri. Adanya kebutuhan emosional yang tidak terpenuhi secara bermakna. Terpapar oleh kejadian-kejadian dalam kehidupan yang luar biasa sebelumnya baik

tunggal maupun ganda dan dirasakan secara subjektif oleh suatu kondisi atau peristiwa yang menimbulkan penderitaan bagi dirinya.

Tipe kejadian yang cendrung akan meningkatkan angka kejadian gangguan stress pasca trauma dapat dikategorikan menjadi ;

1. Mereka yang mengalami tindakan kekerasan interpersonal2. Mereka yang mengalami kecelakaan atau bencana alam yang mengancan nyawa, baik

berupa kejadian yang alamiah atau kejadian yang dibuat oleh manusia3. Trauma berulang dan bersifat kronik

Berdasarkan DSM IV , ada beberapa jenis kejadian yang potensial mungkin akan meningkatkan gaangguan stress pasca traauma, yaitu ;1. Kekerasan personaal (kekerasan seksual, penyerangan fisik dan perampokan)2. Penculikan3. Penyanderaan4. Serangan mkiliter5. Serangan teroris6. Penyiksaan7. Ditahan dalam penjara sebagai tahanan politik atau tahanan perang8. Bencana alam baik yang alamiah maupun yang dibuat oleh manusia9. Kecelakaan mobil yang berat

Page 2: Gangguan Stress Pasca Trauma

10. Didiagnosis mengalami penyakit berat yang mengancam kehidupan

Pada umumnya individu yang mempunyai karakter extrovert atau lebih berpikir positif lebih jarang mengalami masalah psikologis seperti ini. Karakteristik dari peristiwa traumtik yang dialami juga akan mempengaruhi jenis reaksi psikologis yang bakan terjadi, seperti :

Durasi dan intensitas dari stressor yang dialami Derajatnya dalam kaitan dengan ancaman terhadap kehidupan seseorang Berat ringannya kehilangan yang dialami (baik material maupun personal) Perilaku korban yang selamat pada waktu menghadapi peristiwa traumatik

tersebut, misalnya apakah ia juga menyelamatkan orang lain pada saat kejadiaan itu atau dia hanya menyelamatkan dirinya sendiri.

Setelah mengalami peristiwa traumatik, maka sistem keyakinan dan latar belakang budaya yang dianut oleh individu yang bersangkutan, serta dukungan sosial dari lingkungan sekelilingnya akan memegang peranan yang penting bagi individu untuk menyesuaikan dirinya kembali.

Aspek biologik dari gangguan stress pasca trauma

Gejala-gejala gangguan stress pasca trauma timbul sebagai akibat dari respons biologik dan juga psikologikseorang individu. Kondisi ini terjadi oleh karena aktivitasi dari beberapa sistem di otak yang berkaitan dengan timbulnya perasaan takut pada seseorang. Terpaparnya seseorang oleh peristiwa yang traumatik akan menimbulkan respons takut sehingga otak dengan sendirinya akan menilai kondisi keberbahayaan peristiwa yang dialami, serta mengorganisasi suatu respons perilaku yang sesuai. Dalam hal ini, Amigdala merupakan bagian otak yang sangat berperan besar. Amigdqala akan mengaktivasi beberapaq neurotransmitter serta bahan-bahan neurokimiawi di otak jika seseorang menghadapi peristiwa traumatik yang mengancam nyawa sebagai respons tubuh untuk mengahdapi peristiwa tersebut. Dalamwaktu beberapa milidetik setelah mengalami peristiwa tersebut, amigdala dengan segera akan bereaksi dengan memberikan stimulus berupa tanda darurat kepada :

1. Sistem saraf simpatis (katekolamin)2. Sistem saraf parasimpatis3. Aksis hipotalamus-hipofisis-kelenjar adrenal (aksis HPA)

Akibat dari perangsangan pada sistem saraf simpatis segera setelah mengalami peristiwa traumatik, maka akan terjadi peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. Kondisi ini disebut’flight or fight reaction’. Reaksi ini juga akan meningkatkan aliran darah dan jumlah glukosa pada otot-otot skletal sehingga membuat seseorang sanggup untuk berhadapan dengan peristiwa tersebut atau jika mungkin memberikan reaksi interaktif terhadap ancaman yang optimal. Reaksi sistem saraf simpatis pada beberapa jaringan tubuh, namun respons ini bekerja secara bebas dan tidak berkaitan dengan respons yang berkaitan oleh sistem saraf

Page 3: Gangguan Stress Pasca Trauma

simpatis. Aksis HPA juga akan terstimulasi oleh beberapa neuropeptida otak pada waktu orang berhadapan dengan peristiwa traumatik. Hipotalamus akan mengeluarkan Cortico-Releasing Factor (CFR) dan beberapa neuropeptida regulator lainnya, sehingga kelenjar hipofisis akan terangsang dan mensekresi pengeluaran adenocorticotropic hormone (acth0 yang akhirnya menstimulasi pengeluaran hormon kortisol dari kelenjar adrenal.

Jika seseorang mengalami tekanan maka tubuh secara alamiah akan meningkatkan pengeluaran katekolamin dan hormon kortisol; pengeluaran ke dua zat ini tergantung pada derajat tekanan yang dialami oleh individu. Katekolamin berperan dalam menyediakan energi yang cukup dari beberapa organ vital tubuh dalam bereaksi terhadap tekanan tersebut. Hormon kortisol berperan dalam menghentikan aktivasi sistem saraf simpatik dan beberapa sistem tubuh yang bersifat defensif tadi yang timbul akibat dari peristiwa traumatik yang dialami oleh individu tersebut. Dengan kata lain, hormon kortisol berperan dalam proses terminasi dari respons tubuh dalam menghadapi tekanan. Peningkatan hormon kortisol akan menimbulkan efek umpan balik negatif pada aksis HPA tersebut.

Pitman (1989) menghipotesiskan bahwa pada individu yang cenderung untuk mengalami gangguan dalam regulasi neuropeptida dan juga katekolamin di otak pada waktu menghadapi peristiwa traumatik. Katekolamin yang meningkat ini akan membuat individu tetap berada dalam kondisi siaga terus menerus. Jika hormon kortisol gagal menghentikan proses ini, maka aktivasi katekolamin akan tetap tinggi dan kondisi ini dikaitkan dengan terjadinya ‘konsolidasi berlebihan’ dari ingatan-ingatan peristiwa traumatik yang dialami.

Aspek psikodinamik dari gangguan stress pasca trauma

Model psikodinamik ini menjelaskan bahwa gangguan stress pasca trauma terjadi oleh karena reaktivasi dari konflik-konflik psikologis yang belum terselesaikan dari masa lampau. Dengan adanya peristiwa traumatik yang dialami maka konflik-konflik psikologis yang belum diselesaikan itu akan tereaktivasi kembali. Sistem ego akan kembali tereaktivasai dan berusaha untuk mengatasi masalah dan meredakan kecemasan yang terjadi.

Hal-hal yangf berkaitan dengan aspek psikodinamik dari gangguan stres pasca trauma adalah :

1. Arti subjektif dari stresor yang dialami mungkin menentukan dampak dari peristiwa traumatik yang dialami oleh seseorang.

2. Kejadian traumatik yang dialami mungkin mereaktivasi konflik-konflik psikologis akibat peristiwa traumatik di masa kanak.

3. Peristiwa traumatik akan membuat seseorang gagal untuk meregulasi sistem afeksinya.

4. Refleksi peristiwa traumatik yang dialami mungkin akan timbul dalam bentuk somatisasi atau aleksitimia.

5. Beberapa sistem defensi yang sering digunakan pada individu dengan gangguan stress pasca trauma adalah penyangkalan, splitting, projeksi, disosiasi dan rasa bersalah.

Page 4: Gangguan Stress Pasca Trauma

6. Model relasi objek yang digunakan adalah projeksi dan introjeksi dari berbagai peran seperti penyelamat yang omnipoten atau korban yang omnipoten.

Gambaran klinis dan diagnosis

Gangguan ini selalu merupakan konsekuensi langsung dari suatu stress akut yang berat atau trauma berkelanjutan. Stres yang terjadi ataau keadaan yang tidak nyaman tersebut merupakan faktor pemicu utama, dan tanpa hal tersebut gangguan ini akan terjadi.

Gambaran klinis dari gangguan stress pasca trauma seringkali berupa adanya ingatan-ingatan kembali akan peristiwa-peristiwa traumatik yang pernah dialami serta mendesak untuk timbul ke alam sadar dan disertai adanya mimpi-mimpi buruk. Individu juga dengan sengaja tampak menghindari berbagai situasi atau kondisi yang akan mengingatkannya akan peristiwa traumatik tersebut.

Umumnya individu dengan gangguan stress pasca trauma datang ke dokter tidak dengan gejala-gejala tersebut , mereka umumnya datang dengan gejala depresi , ide-ide bunuh diri, penarikan diri dari lingkungan sosialnya, kesulitan tidur, penyalahgunaan alkohol/zat adiktif lainnya, serta berbagai keluhan fisik lainnya (misalnya nyeri kronik, irritable bowel syndrome). Penelitian mendapatkan bahwa individu dengan gangguan stress pasca trauma 3 kali lebih banyak mengunjungi praktek dokter umum atau pusat pelayanan kesehatan primer jika dibandingkan dengan kunjungan ke professional kesehatan mental lainnya.

Kriteria diagnosis dari Gangguan Stress Pasca Trauma berdasarkan DSM IV adalah sebagai berikut :

1. Individu peranah terpapar dengan peristiwatraumatik berupa ;a. Individu mengalami, menjadi saksi mata atau berhadapan langsung dengan suatu

kejadian atau beberapa kejaadian yang mengerikan atau ancaman terhadap integritas fisik diri sendiri atau orang lain.

b. Respons individu yang terlibat dalam peristiwa yang sangat mengerikan, keputusasaan atau ketakutan yang luar biasa. Pada anak, kondisi ini mungkin ditunjukkan oleh adanya perilaku yang disorganisasi atau agitasi.

2. Pengalaman peristiwa traumatik selalu timbul berulang dalam salah satu bentuk di bawah ini ;a. Adanya bayangan, pikiran atau persepsi yang berkaitan dengan peristiwa

traumatik yang timbul secara berulang dan menyebabkan penderitaan bagi individu yang bersangkutan. Bagi anak, kondisi ini diekspresikan melalui pola mainan yang bertemakan peristiwa traumatik yang dialaminya.

b. Adanya mimpi-mimpi buruk berulang yang menimbulkan penderitaan bagi individu. Pada anak, kondisi ini sering kali berupa timbulnya mimpi buruk tanpa dapat dikenali isi dari mimpi-mimpinya itu.

c. Berprilaku atau berperasaan seolah-olah peristiwa traumatik yang dialami itu terjadi kembali (termasuk ilusi, halusinasi dan episode disosiatif yang bersifat flashback)

Page 5: Gangguan Stress Pasca Trauma

d. Adanya distress psikologis jika berhadapan dengan hal-hal atau simbol-simbol yang berkaitan dengan aspek peristiwa traumatik baik sebagian atau seluruhnya secaara internal maupun eksternal.

e. Adanya reaksi fisiologis jika berhadapan dengan hal-hal atau simbol-simbol yang berkaitan dengan aspek peristiwa traumatikbaik sebagian atau seluruhnya secara internal maaupun eksternal.

3. Adanya perilaku penghindaran yang menetap terhadap stimulus-stimulus yang berkaitan dengan peristyiwqa traumatik yang dialami dan disertai dengan respons emosi yang membeku secara keseluruhan (tidak dijumpai sebelum trauma terjadi), yang ditunjukkan oleh 3 atau lebih gejala di bawah ini ;a. Adanya usaha untuk menghindari pikiran-pikiran, perasaan, atau pembicaraan

yang berkaitan dengan peristiwa traumatik yang dialaminyab. Adanya usaha untuk menghindari aktivitas, tempat-tempat atau orang-orang yang

bangkitkan ingatan-ingatan tentang peristiwa traumatik yang dialaminya.c. Kesulitan untuk mengingat kembali aspek-aspek penting yang berkaitan dengan

peristiwa traumatik yang dialaminya. d. Penurunan yang jelas akan keterkaitan atau pastisipasi dalam aktivitas-aktivitas.e. Merasa asing atau merasa terpiasah dari lingkungan atau orang-orang

disekitarnya.f. Adanya ekaspersi afektif yang terbatas, misalnya tidak mampu lagi merasakan

perasaan dicintai.g. Kehilangan motivasi untuk membina masa depannya, misalnya tidak mempunyai

keinginan lagi untuk mengembangkan karier, hidup perkawinan, mengasuh anak atau dalam aktivitas sehari-harinya.

4. Adanya gejala yang menetap dari peningkatan kewaspadaan (tidak dijumpai sebelum mengalami peristiwa traumatik), yang ditandai oleh 2 atau lebih gejala di bawah ini;a. Kesulitan untuk tidur atau jatuh tertidurb. Irritabilitas atau mudah mengalami ledakan amarahc. Kesulitan berkonsentrasid. Hypervigilancee. Respons yang kacau dan tidak terkendali

5. Durasi dari gejala-gejala dalam kriteria 2,3 dan 4 berlangsung lebih dari 1 (satu) bulan6. Gejala-gejala di atas jelas menimbulkan penderitaan atau hendaya dalam fungsi

sosial, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.Spesifikasi :

Akut : jika durasi gejala-gejala kurang dari 3 bulan Kronik : jika durasi gejala-gejala berlangsung 3 bulan atau lebih Dengan awitan lambat : jika awitan dari gejala-gejala terjadi paling lambat 6

bulan setelah mengalami peristiwa traumatik.

Tatalaksana :

Tatalaksana gangguan stress pasca trauma diharapkan dalam bentuk yang komprehensif, meliputi :

Page 6: Gangguan Stress Pasca Trauma

- pemberian medikasi :anti depressan , seperti fluoxentin 10-60 mg/hari, sertralin 50-200 mg/hari

- Psikoterapi :Psikoterapi yang diberikan umumnya, seperti psikoterapi kognitif-perilaku, psikoterapi kelompok, dan hypnotherapy.

- edukasi, - dukungan psikososial- meredakan kecemasan , seperti dengan teknik-teknik mengatur pernafasan serta

mengontrol pikiran-pikiran.- modifikasi pola hidup, seperti diet yang sehat mengarut konsumsi kafein, alkohol,

rokok dan obat-obatan lainnya.

Berdasarkan rekomendasi dari The Expert Consensus Panels for PTSD, tatalaksana gangguan stress pasca trauma sebaiknya mempertimbangkan :

1. Gangguaqn stress pasca trauma merupakan suatu gangguan yang kronik dan berulang serta sering berkormobiditas dengan gangguan-gangguan jiwa serius lainnya.

2. Anti depressan golongan SSRI merupakan obat pilihan pertama untuk kasus ini.3. Terapi yang efektif harus dilanjutkan paling sedikit 12 bulan.4. Exposure therapy merupakan terapi dengan pendekatan psikososial terbaik yang

dianjurkan dan sebaiknya dilanjutkan selama 6 bulan.

Elvira, D. Sylvia., Gitayanti Hadisukanto. 2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.