gapoktan guyub santoso laporan kuliah kerja · pdf filekuliah kerja lapang ini difokuskan...
TRANSCRIPT
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
1
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perguruan tinggi merupakan suatu lembaga ilmiah yang melaksanakan pendidikan
pengajaran dan penelitian serta pengabdian masyarakat yang diharapkan mampu
mencetak sarjana-sarjana yang mampu menguasai ilmu pengetahuan secara praktis,
teoritis dan aplikatif. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat
menuntut mahasiswa untuk selalu siap dalam menghadapinya, sehingga tidak hanya
berbekas teori di bangku kuliah semata tetapi juga menuntut aplikasinya dalam dunia
kerja secara nyata. Ilmu pengetahuan yang diperoleh mahasiswa di bangku perkuliahan
akan terasa kurang bermanfaat bila tidak disertai dengan sesuatu pengalaman aplikatif
yang dapat memberikan wacana serta gambaran bagi mahasiswa tentang dunia kerja serta
penerapan ilmu dan teknologi dalam bidang yang ditekuni.
Ilmu yang diperoleh mahasiswa di kampus adalah penjelasan teori dan belum
terwujud dalam aplikasi. Oleh karena itu, diperlukan suatu kegiatan yang dapat
membantu mahasiswa untuk berfikir kritis, tanggap dan dapat memecahkan masalah yang
terjadi di lapang. Bentuk kegiatan tersebut diantaranya adalah berupa Kuliah Kerja
Lapang. Kuliah Kerja Lapang merupakan mata kuliah wajib di Jurusan Fisika Fakultas
MIPA Universitas Brawijaya Malang yang berbobot 2 SKS. Dengan melakukan Kuliah
Kerja Lapang diharapkan dapat memberi kesempatan bagi mahasiswa untuk menerapkan
ilmu yang telah dipelajari serta memperoleh pengalaman kerja pada perusahaan atau
instansi yang dipilih sebagai tempat Kuliah Kerja Lapang.
Fisika merupakan salah satu cabang dari disiplin ilmu pengetahuan alam yang
mempelajari fenomena alam secara fisik dan sebab akibat dari suatu kejadian. Bidang
keilmuan Fisika di Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya Malang dibagi
ke dalam lima Kelompok Bidang Minat (KBM), salah satunya adalah bidang minat
Biofisika. Biofisika merupakan bidang minat yang mempelajari gejala dan proses fisis
yang berkaitan dengan lingkungan sumber daya alam dan dunia medis. Pembelajaran
KBM ini hanya sebatas penyampaian materi dan teori, sehingga untuk
menyempurnakannya harus dilakukan praktek langsung di lapangan. Hal ini bermanfaat
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
2
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
untuk mengetahui kenyataan yang ada di lapangan serta lebih mengenal dunia kerja yang
akan dihadapi para sarjana fisika.
Pelaksanaan Kuliah Kerja Lapang ini didasarkan pada bidang minat mahasiswa
pelaksana, yaitu bidang minat Biofisika, khususnya dalam bidang industri pengolahan
sumber daya alam. Oleh karena itu, melalui pelaksanaan Kuliah Kerja Lapang ini
diharapkan pelaksana lebih mampu memahami mengenai pengolahan sumber daya alam
yang ada, khususnya mengenai pembuatan produk chocolate block (cokelat batangan)
dan pengaruh bahan baku minyak / lemak cokelat yang digunakan terhadap produk hasil
olahan. Diharapkan mahasiswa pelaksana dapat menambah pengetahuan dan memperluas
pandangan tentang ilmu dan teknologi terutama yang berhubungan dengan bidang minat
yang ditekuni dan melihat secara langsung penerapan ilmunya.
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum pelaksanaan kuliah kerja lapang adalah untuk memenuhi salah satu
mata kuliah wajib di Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya, memperluas
dan menambah wawasan bagi mahasiswa mengenai materi kuliah berbasis pengalaman
nyata di lapangan, sehingga mahasiswa lebih mampu untuk mengaplikasikan hasil
belajar selama masa perkuliahan dal am kehidupan kerja nyata.
1.2.2 Tujuan Khusus
Tujuan khusus dilaksanakannya kuliah kerja lapang ini adalah untuk menambah
wawasan dan pengetahuan tentang dunia kerja, khususnya pada bidang yang berkaitan
dengan pengolahan bubuk kakao menjadi chocolate block / cokelat batangan untuk
mengetahui sifat fisis yang diakibatkan oleh bahan baku minyak / lemak cokelat
terhadap produk olahan chocolate block.
1.3 Fokus Kerja
Kuliah Kerja Lapang ini difokuskan untuk mendalami tentang pengaruh minyak /
lemak sebagai bahan baku pembuatan cokelat batangan terhadap sifat fisis produk cokelat
batangan yang diproduksi di CV. Guyub Santoso.
1.4 Manfaat
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
3
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
1.4.1 Bagi Mahasiswa Pelaksana Kuliah Kerja Lapang
Melalui pelaksanaan kegiatan ini, diharapkan pelaksana Kuliah Kerja Lapang
mendapatkan pengetahuan dan pengalaman secara langsung dalam dunia kerja,
sehingga mahasiswa mampu beradaptasi dan terlatih untuk mempraktikkan bidang
keahlian yang diminati di dalam dunia kerja dan sekaligus sebagai sarana pengenalan
teknologi secara nyata di dunia kerja bagi mahasiswa. Selain itu, melalui pelaksanaan
Kuliah Kerja Lapang ini mahasiswa diharapkan mampu mengaplikasikan keahlian
bidang minat Biofisika, khususnya di dalam industri pengolahan sumber daya alam dan
dapat mengetahui gambaran umum instansi yang dapat menjadi lapangan kerja yang
sesuai dengan bidang minat dari mahasiswa, melatih mahasiswa berinteraksi dengan
masyarakat IPTEK dan Industri atau Instansi terkait, serta melatih mahasiswa untuk
menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan kerja.
1.4.2 Bagi Universitas Brawijaya
Melalui pelaksanaan Kuliah Kerja Lapang ini, Universitas Brawijaya akan
mampu menilai dan mengevaluasi kesiapan mahasiswa dalam mengaplikasikan
pengetahuan praktis yang telah diperoleh selama kegiatan perkuliahan, sehingga pihak
universitas dapat mengembangkan sistem pembelajaran yang lebih sesuai dengan
kebutuhan kerja. Pelaksanaan kegiatan Kuliah Kerja Lapang ini juga diharapkan mampu
memperluas dan mempercepat pembangunan kerjasama antara Fakultas MIPA
Universitas Brawijaya dengan instansi terkait melalui program Kuliah Kerja Lapang
yang dilaksanakan secara rutin oleh mahasiswa.
1.4.3 Bagi CV. Guyub Santoso
Kegiatan Kuliah Kerja Lapang ini diharapkan dapat menjadi sarana penghubung
antara instansi terkait dengan lembaga perguruan tinggi, terutama Jurusan Fisika
Fakultas MIPA Universitas Brawijaya. Selain itu, sebagai sarana untuk memberikan
penilaian kriteria tenaga kerja yang dibutuhkan oleh instansi terkait dan membantu
intansi terkait dalam menyiapkan tenaga kerja yang lebih berpengalaman di bidangnya.
1.5 Sistematika Penulisan Laporan
Sistematika penulisan laporan Kuliah Kerja Lapang ini adalah sebagai berikut :
1. Bab I Pendahuluan
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
4
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Bagian pendahuluan berisi tentang latar belakang, tujuan, manfaat penulian dan
sistematika penulisan laporan.
2. Bab II Sekilas Tentang CV. Guyub Santoso
Bab ini berisi sejarah berdiri hingga profil CV. Guyub Santoso
3. Bab III Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang tinjauan umum dari berbagai literatur tentang kakao, minyak
cokelat dan minyak kelapa sawit, karakteristik lemak cokelat, karakteristik kristal
lemak cokelat, serta titik leleh lemak cokelat.
4. Bab IV Metode Penelitian
Bab ini berisi tentang tempat dan waktu pelaksanaan, serta metodologi yang
digunakan.
5. Bab V Pembahasan
Bab ini berisi tentang proses pengolahan chocolate block, jenis produk cokelat yang
diproduksi, komposisi dan sifat fisis yang diakibatkan bahan baku minyak/lemak
cokelat terhadap sifat fisis produk olahan cokelat batangan.
6. Bab VI Penutup
Bab ini berisi kesimpulan dari hasil kegiatan selama penelitian dan saran untuk
penelitian kedepannya agar diperoleh hasil yang lebih baik.
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
5
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
BAB II
SEKILAS TENTANG CV. GUYUB SANTOSO
2.1 Tentang CV. Guyub Santoso
Di CV. Guyub Santoso ini, telah mengelola biji kakao sejak tahun 2005. Pada
tanggal 1 Januari 2009, berdirilah KSU Guyub Santoso berdiri yang bertempat di Jl.
Banteng Blorok No.18 Desa Plosorejo Kecamatan Kademangan Kabupaten Blitar. KSU
ini bergerak di bidang pengolahan cokelat dan pemasaran biji cokelat. Secara spesifik,
pemasaran biji cokelat ditangani oleh CV. Guyub Santoso. Seiring bertambahnya waktu
pemasaran biji kakao di CV. Guyub Santoso berhasil menembus pasar bebas kakao di
berbagai daerah di Jawa Timur..
Kegiatan pemasaran biji kakao tidaklah dapat dilakukan setiap hari. Hal ini
dikarenakan biji kakao sendiri yang tidak setiap hari bisa dipetik. Selain itu, proses
pengeringan biji juga membutuhkan waktu beberapa hari. Sehingga untuk mengatasi
kekosongan karyawan, berdasarkan hasil rapat internal pada tanggal 28 Februari 2013
dibentuklah rumah produksi cokelat olahan yang sekarang dikenal dengan “Kampung
Coklat”.
Di dalam kampung coklat ini terdapat berbagai macam kegiatan yaitu pembibitan,
produksi cokelat olahan dari bubuk kakao dan lemak kakao. Sudah sekitar 2 tahun
terakhir kampung cokelat semakin berkembang dan menjadi tempat wisata dan edukasi.
Berbagai macam pendidikan dapat dipelajari di kampung cokelat ini, mulai dari proses
produksi, pencetakan, dan pengemasan produk olahan serta pembibitan bibit kakao.
Produk olahan cokelat di perusahaan ini sudah mulai menginjak pasar internasional dan
menjadi tempat wisata favorit karena selain sebagai tempat wisata juga dapat menjadi
tempat belajar dalam pengolahan cokelat.
2.2 Logo
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
6
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Gapoktan GUYUB SANTOSO
2.3 Lokasi dan Luas Lahan
Lokasi :
Jl. Banteng Blorok No.18 Desa Plosorejo
Kec. Kademangan Kab. Blitar
Email: [email protected]
Telp/Fax. 0342-807457 HP. 085 234 056 418
Luas lahan dan binaan
- TM (Tanaman Menghasilkan) = 2.729 Ha
- TBM (Tanaman Belum Menghasilkan) = 1.842 Ha
- Rencana Pengembangan Tahun 2015 = 200 Ha
- Anggota Kelompok Tani = 48 Poktan
2.4 Kelembagaan yang dimiliki
a. UD “Guyub Santoso” – No. TDP: 133155202455 (110)
b. CV “Guyub Santoso” TDP : 13315100354 (110)
NPWP : 21.007.036.3-653.000
c. KSU GUYUB SANTOSO
Badan Hukum : 33/11/BH/XVI.3/409.104/I/2009
2.5 Komoditi
a. Pembibitan Kakao
b. Pemasaran Biji Kakao Kering
c. Pengolahan Coklat siap Saji
Gambar 2. 1 Logo Guyub Santoso
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
7
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
d. Wisata Edukasi “KAMPUNG COKLAT”
2.6 Struktur Organisasi
STRUKTUR ORGANISASI CV. GUYUB SANTOSO
KETUA
PEMBINA PENGAWAS
SEKRETARIS BENDAHARA
SEKSI
PERENCANAAN
SEKSI
PRODUKSI
SEKSI
PEMASARAN
SEKSI
PEMBERDAYAAN
WANITA
SUBSI OLAH
DATA
SUBSI
PENYULUHAN
SUBSI
PENGUMPULAN
HASIL PETANI
SUBSI
BIMROH
SUBSI EVALUASI
DAN
PENGEMBANGAN
SUBSI
PEMBIBITAN SUBSI MUTU
HASIL DAN
GUDANG
SUBSI
REMAJA TANI
Gambar 2. 2 Struktur Organisasi CV. Guyub Santoso
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
8
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
2.7 Visi dan Misi
Visi dan misi CV. Guyub Santoso adalah untuk mengembangkan perkebunan
kakao, meningkatkan mutu biji kakao dan menyejahterakan petani kakao.
2.8 Fasilitas
2.8.1 Fasilitas Administrasi : 3 unit Komputer
2.8.2 Fasilitas Pengolahan Hasil :
a. Alat pengering kakao kapasitas 1 ton/4 jam
b. Kotak fermentasi biji kakao
c. Lantai Jemur beratap fiber kapasitas 6 ton/hari
d. Mesin Sortasi
e. Gunting pemotong biji Kakao
2.8.3 Fasilitas Pemasaran
a. Kendaraan angkut
b. Alat Pengukur Kadar Air
c. Timbangan Digital
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
9
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Kakao
3.1.1 Sistematika Tanaman Kakao
Tanaman kakao termasuk marga Theobroma, suku dari sterculiaceae yang banyak
diusahakan oleh para pekebun, perkebunan swasta dan perkebunan negara. Theobrome
cacao adalah nama biologi yang diberikan pada pohon kakao oleh Linnaeus pada tahun
1753. Tempat tumbuh tanaman dengan genus Theobroma ini adalah di bagian hutan
tropis dengan banyak curah hujan, tingkat kelembaban tinggi, dan teduh. Dalam kondisi
seperti ini Theobrome cacao jarang berbuah dan hanya sedikit menghasilkan biji
(Spillane, 1995).
Sistematika tanaman kakao menurut Tjitrosoepomo adalah sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta.
Anak divisi : Angiospermae.
Kelas : Dicotyledoneae.
Anak kelas : Dialypetalae.
Bangsa : Malvales.
Suku : Sterculiaceae.
Jenis : Theobroma cacao.
(Susanto, 1994)
Gambar 3. 1 Tanaman kakao (Theobroma cacao L.) (Lukito, 2010)
3.1.2 Morfologi Buah dan Biji Kakao
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
10
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Warna buah kakao sangat beragam, tetapi pada dasarnya hanya ada dua macam
warna. Buah yang muda berwarna hijau atau hijau agak putih, jika sudah masak akan
berwarna kuning. Sementara itu, buah yang ketika muda berwarna merah, setelah masak
akan berwarna jingga (oranye).
Kulit buah memiliki 10 alur dalam dan dangkal yang letaknya berselang-seling.
Pada tipe criollo dan trinitario alur buah kelihatan jelas. Kulit buahnya tebal tetapi lunak
dan permukaannya kasar. Sebaliknya, pada tipe forastero, permukan kulit buah pada
umumnya halus (rata), kulitnya tipis tetapi keras dan liat.
Buah akan masak setelah berumur enam bulan. Saat itu, ukurannya beragam, dari
panjang 10 hingga 30 cm, bergantung pada kultivar dan faktor-faktor lingkungan selama
perkembangan buah.
Biji tersusun dalam lima baris mengelilingi poros buah. Jumlahnya beragam, yaitu
20 – 50 butir per buah. Jika dipotong melintang, tampak bahwa biji disusun oleh dua
kotiledon yang saling melipat dan bagian pangkalnya menempel di poros lembaga
(embryo axis). Warna kotiledon putih untuk tipe criollo dan ungu untuk tipe forastero.
Biji dibungkus oleh daging buah (pulpa) yang berwarna putih, rasanya asam manis dan
diduga mengandung zat penghambat perkecambahan. Di sebelah dalam daging buah
terdapat kulit biji (testa) yang membungkus dua kotiledon dan poros embrio. Biji kakao
tidak memiliki masa dorman. Meskipun daging buahnya mengandung zat penghambat
perkecambahan, tetapi kadang-kadang biji berkecambah di dalam buah yang terlambat
dipanen karena daging buahnya telah kering (Lukito, 2010).
Gambar 3. 2 Buah kakao sebelum masak (Lukito, 2010)
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
11
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Gambar 3. 3 Susunan buah dan biji kakao (Lukito, 2010)
Tanaman kakao terdiri dari 2 (dua) tipe yang dibedakan berdasarkan warna
bijinya, warna putih termasuk ke dalam grup Criollo, sedangkan biji tanaman ungu
termasuk grup Forastero. Walaupun spesies tanaman yang ada cukup banyak, pada
umumnya kakao dibagi 2 (dua) tipe antara lain :
a. Criello : 1. Criello Amerika Tengah
2. Criello Amerika Selatan
b. Forastero : 1. Forastero Amazone
2. Trinitario (merupakan hibrid Criollo dan Forastero)
(Nasution, 1976).
Tabel 3. 1 Komposisi Kimia Pulp Biji Kakao (Nasution, 1976)
Komponen Persen (%)
Air
Albuminoid, bahan-bahan yang pahit 0,5 – 0,7
Glukosa 8 – 13
Sukrosa 0,4 – 1,0
Pati Trance
Asam tidak menguap 0,2 – 0,4
Besi oksida 0,003
Garam – garam 0,4 – 0,45
Biji kakao mengandung berbagai macam komponen kimia, zat gizi, dan senyawa
bioaktif di dalamnya. Komposisi kimia ini bervariasi setelah mengalami proses pengolahan
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
12
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
menjadi produk. Komposisi kimia bubuk kakao berbeda dengan mentega kakao dan pasta
coklat. Komposisi kimia bubuk kakao (natural) per 100 gram adalah mengandung kalori
228,49 Kkal, lemak 13,5 g, karbohidrat 53,35 g, serat 27,90 g, protein 19,59 g, air 2,58 g,
dan kadar abu 6,33, yang meliputi : kalium 1495,5 mg, natrium 8,99 mg, kalsium 169,45
mg, besi 13,86 mg, seng 7,93 mg, tembaga 4,61 mg, dan mangan 4,73 mg. Komponen
senyawa bioaktif dalam bubuk kakao adalah senyawa polifenol yang berfungsi sebagai
antioksidan. Kandungan polifenol total dalam bubuk kakao lebih tinggi dibandingkan
dalam anggur maupun teh. Kelompok senyawa polifenol yang banyak terdapat pada kakao
adalah flavonoid yaitu senyawa yang mengandung 15 atom karbon yang 8 terdiri dari dua
cincin benzene yang dihubungkan oleh rantai karbon (Wahyudi et al. 2008).
Tabel 3. 2 Komposisi Kimia Biji Kakao Kering
Komponen Persentase %
Lemak 57
Air 3.2
Total abu 4.2
Nitrogen
- Total nitrogen 2.5
- Theobromin 1.3
- Kefein 0.7
Pati 9
Serat kasar 3.2
Sumber : Pearson (1981) dalam wahyudi et al. (2008)
3.1.3 Karakteristik Biji Kakao
a. Kadar Air
Kadar air berpengaruh pada daya tahan biji kakao terhadap kerusakan terutama
saat penggudangan dan pengangkutan. Biji kakao yang mempunyai kadar air tinggi,
sangat rentan terhadap serangan jamur dan serangga. Keduanya sangat tidak disukai
oleh konsumen karena cenderung menimbulkan kerusakan cita rasa dan aroma dasar
yang tidak dapat diperbaiki pada proses berikutnya. Standar kadar air biji kakao mutu
ekspor adalah 6 – 7 %. Jika lebih tinggi dari nilai tersebut, biji kakao tidak aman
disimpan dalam waktu lama, sedang jika kadar air terlalu rendah biji kakao cenderung
menjadi rapuh (Wahyudi, 2008).
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
13
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
b. Ukuran Biji
Ukuran biji kakao sangat menentukan randemen hasil lemak. Makin besar ukuran
biji kakao, makin tinggi randemen lemak dari dalam biji. Ukuran biji kakao dinyatakan
dalam jumlah biji (beans account) per 100 g contoh uji yang diambil secara acak pada
kadar air 6 – 7 %. Ukuran biji rata-rata yang masuk kualitas ekspor adalah antara 1,0 –
1,2 gram atau setara dengan 85 – 100 biji per 100 g contoh uji. Ukuran biji kakao kering
sangat dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman, kondisi kebun (curah hujan) selama
perkembangan buah, perlakuan agronomis dan cara pengolahan (Wahyudi, 2008).
c. Kadar Kulit
Biji kakao terdiri atas keping biji (nib) yang dilindungi oleh kulit (shell). Kadar
kulit dihitung atas dasar perbandingan berat kulit dan berat total biji kakao (kulit +
keping) pada kadar air 6 – 7 %. Standar kadar kulit biji kakao yang umum adalah antara
11 – 13 %. Biji kakao dengan kadar kulit yang tinggi cenderung lebih kuat atau tidak
rapuh saat ditumpuk di dalam gudang sehingga biji tersebut dapat disimpan dalam
waktu yang lebih lama. Kadar kulit biji kakao dipengaruhi oleh jenis bahan tanaman dan
cara pengolahan (fermentasi dan pencucian). Makin singkat waktu fermentasi, kadar
kulit biji kakao makin tinggi karena sebagian besar sisa lendir (pulp) masih menempel
pada biji. Namun demikian, kandungan kulit biji tersebut dapat dikurangi dengan proses
pencucian (Wahyudi, 2008).
3.2 Produksi Kakao Indonesia
Dengan adanya harga biji kakao dunia melonjak, maka sejak tahun 1975
perkebunan kakao Indonesia meluas. Departemen Pertanian memberi perhatian terhadap
komoditi tersebut, sehingga kakao menjadi proyek nasional sejak Repelita III, IV, dan V.
Dengan demikian perkembangan areal kakao tiap tahun meningkat dengan cepat.
Dari tabel 3.3, dapat dilihat terdapat lonjakan yang sangat tinggi terutama pada
perkebunan rakyat yaitu tahun 1987 sebesar 96,16% dari tahun sebelumnya (Susanto,
1994).
Tabel 3. 3 Luas areal perkebunan kakao di Indonesia (Ha) (Susanto, 1994)
Tahun Perkebunan
Rakyat
Perkebunan
Besar Negara
Perkebunan
Besar Swasta Total
1985 51.765 29.198 11.834 92.797
1986 58.584 29.994 9.537 98.115
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
14
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
1987 114.922 38.391 18.513 171.826
1988 165.100 53.137 34.867 253.104
1989* 216.282 53.240 35.635 305.157
1990* 229.872 53.253 35.813 318.938
Sumber: Ditjenbun
Keterangan :
* = data sementara
* = data estimasi
3.3 Beberapa Produk Olahan Kakao
3.3.1 Cokelat Bubuk / Chocolate Powder
Bubuk cokelat terbuat dari bungkil/ampas biji cokelat setelah dipisahkan lemak
cokelatnya. Bungkil ini dikeringkan dan digiling halus sehingga terbentuk tepung
cokelat. Proses pembuatan cokelat bubuk yaitu, biji kakao dibersihkan dan dipanggang
kemudian kulitnya dibuang dan hanya dagingnya yang diambil. Daging biji kakao
kemudian digiling untuk membuat cairan cokelat, yang merupakan campuran padatan
kakao dalam mentega cokelat. Setelah dipisahkan antara mentega cokelat dan padatan
sisa, padatan sisa tersebut diproses menjadi bubuk kakao (IKAPI, 2008).
Terdapat dua bentuk bubuk cokelat yaitu proses natural dan Dutch. Cokelat bubuk
natural dibuat dari bubur cokelat atau balok cokelat hitam dengan menghilangkan
sebagian besar lemaknya hingga tersisa 18-23%. Cokelat jenis ini berbentuk tepung,
mengandung sedikit lemak, dan rasanya pahit. Sedangkan Dutch – Process Cocoa
adalah cokelat yang diproses secara alkali dan tidak diberi pemanis. Biasanya lebih
gelap dan kurang pahit jika dibanding cokelat biasa. Garam alkali melembutkan aroma
asam alami dari cokelat (IKAPI, 2008).
3.3.2 Dark Chocolate
Dark chocolate atau cokelat hitam warnanya lebih gelap, rasanya lebih pekat, dan
lebih banyak mengandung komponen kimia yang berkhasiat bagi kesehatan. Cokelat
hitam merupakan cokelat murni tanpa tambahan susu. Dalam cokelat hitam terdapat
15% cokelat cair dan mengandung bubuk cokelat dan minyak cokelat di dalamnya. Tipe
cokelat seperti ini harus menjalani proses tempering (proses terakhir dari pembuatan
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
15
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
cokelat yang menentukan warna dan bentuk cokelat itu sendiri) dengan suhu 45 – 50
derajat Celcius (IKAPI, 2008).
3.3.3 Semisweet Cokelat
Cokelat semisweet merupakan dark chocolate yang ditambahkan mentega cocoa
dan gula. Kandungan lemak cokelat sekitar 27% (IKAPI, 2008).
3.3.4 Sweet Cokelat
Kandungan lemak cokelat manis sekitar 27% dengan tambahan gula yang lebih
banyak (IKAPI, 2008).
3.3.5 Cokelat Putih / White Chocolate
Kandungan pada cokelat putih antara lain 10% minyak kakao, 14% bubuk susu,
dan 3,5% susu yang mengandung lemak (IKAPI, 2008)
3.3.6 Cokelat susu / Milk Chocolate
Cokelat susu adalah cokelat yang diberi tambahan susu berupa bubuk maupun
padatan. Di Amerika Selatan, kandungan yang ada di dalamnya sekitar 10% cokelat cair
dan di Eropa menggunakan minimal 25% cokelat bubuk. Lebih baik lagi bila digunakan
sekitar 30% kakao tanpa tambahan gula sama sekali. Komposisi asam lemak cokelat
susu adalah 25% asam stearat, 27% asam palmitat, 32% asam oleat, dan 15% asam
lemak lain. Selain kandungan cokelatnya relatif sedikit, cokelat ini mudah hangus bila
dilelehkan. Untuk proses tempering, sebaiknya menggunakan suhu mulai dari 40 hingga
45 derajat Celcius. Cokelat susu mengandung kandungan antioksidan terendah karena
dari susu, gula dan bahan tambahan lain yang ditambahkan dalam cokelat liquor.
“Semakin diencerkan lagi dan lagi, kandungan flavonoidnya akan hilang,” menurut
James M. Harnly, Ph.D, peneliti kimia di USDA Food Composition Lab (IKAPI, 2008).
3.3.7 Chocolate Block / Cokelat batangan
Jenis cokelat batangan ini merupakan cokelat yang cara penggunaannya harus
dicairkan terlebih dahulu. Proses pencairan adalah dengan cara di tim, dengan dua panci
yang saling bertumpuk. Panci bawah berisi air panas dengan suhu 27oC. Panci yang
berada di atas harus lebih besar dari panci yang berada di bawah untuk menghindari uap
air panas menyentuh cokelat, karena apabila uap air panas menyentuh coklat maka
coklat akan menggumpal dan tidak akan cair. Cokelat batangan yang cair dengan
sempurna teksturnya seperti susu kental manis.
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
16
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Cokelat batangan ialah manisan berbentuk batangan yang tersusun atas komponen
diantaranya kakao padat, gula, dan susu. Keberadaan atau ketidakadaan relatif bahan
tersebut membentuk subkelas cokelat hitam, cokelat susu, dan cokelat putih. Merk
cokelat batangan tertentu dijual untuk tujuan suplemen gizi. Cokelat batangan
berkembang sekitar tahun 1900-an. Cokelat telah menjadi populer bertahun-tahun
sebelum pengenalan bar tetapi gagasan untuk menciptakan sebuah cokelat batangan
adalah untuk menyediakan cara yang lebih nyaman ketika mengkonsumsi cokelat dan
ketika bepergian (Michael, 2010).
3.4 Jenis Cokelat Batangan
Menurut Smanda (2010), ada beberapa jenis cokelat batangan berdasarkan
kandungannya, antara lain :
3.4.1 Cokelat Kualitas Premium
Cokelat kualitas premium mengandung lebih banyak cocoa liquor atau sari biji
kakao yang berbentuk pasta (cairan berwarna cokelat pekat), cocoa butter dan cocoa
solid. Semakin tinggi kandungan cocoa liquor, maka semakin terasa sensasi pahit dari
cokelat tersebut. Cokelat dengan kualitas premium memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Cokelat cepat meleleh karena tingginya kandungan cocoa butter.
Dark chocolate berwarna cokelat gelap, bukan berwarna hitam.
Permukaan cokelat terlihat halus, mengkilap dan warnanya rata.
Saat cokelat dipatahkan, tekstur patahan seperti kulit pohon.
Ketika dimakan, tidak terasa seperti berpasir atau seperti mengandung lapisan
lilin. Namun terasa halus, creamy, dan tidak berminyak.
3.4.2 Cokelat Couverture
Cokelat couverture mengandung cocoa butter sebesar 32%-39% yang membuat
cokelat couverture lebih mengkilap dan rasanya lebih enak. Couverture biasanya
dikembangkan dengan cita rasa bittersweet dan milk chocolate. Sebelum digunakan,
cokelat couverture harus melewati proses tempering (menaikkan dan menurunkan suhu
saat pelelehan cokelat) untuk menstabilkan kandungan cocoa butter yang sudah meleleh.
Tanpa proses tempering, tampilan cokelat couverture akan terlihat kusam dan sulit
diaplikasikan.
3.4.3 Cokelat Compound
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
17
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Cokelat compound dibuat dari kombinasi cocoa powder, lemak nabati dan pemanis.
Harga cokelat compound lebih murah daripada cokelat couverture. Compound tidak perlu
melalui proses tempering, cukup dilelehkan dengan cara ditim sampai leleh dan siap
untuk digunakan.
3.5 Kandungan Cokelat Batangan
Cokelat dengan kandungan kakao (biji cokelat) lebih dari 70% baik untuk kesehatan
karena cokelat kaya akan kandungan antioksidan yaitu fenol dan flavonoid. Dengan
adanya antioksidan, tubuh mampu menangkap radikal bebas. Besarnya kandungan
antioksidan ini bahkan tiga kali lebih banyak dari teh hijau, minuman yang selama ini
sering dianggap sebagai sumber antioksidan. Fenol, sebagai antioksidan mampu
mengurangi kolesterol pada darah sehingga dapat mengurangi risiko terkena serangan
jantung juga berguna untuk mencegah timbulnya kanker dalam tubuh, mencegah
terjadinya stroke dan darah tinggi. Selain itu, kandungan lemak pada cokelat kualitas
tinggi terbukti bebas kolesterol dan tidak menyumbat pembuluh darah.
Cokelat juga mengandung beberapa vitamin yang berguna bagi tubuh seperti
vitamin A, vitamin B1, vitamin C, vitamin D, dan vitamin E. Selain itu, cokelat juga
mengandung zat maupun nutrisi yang penting untuk tubuh seperti zat besi, kalium dan
kalsium. Kakao juga merupakan sumber magnesium alami tertinggi. Kekurangan
magnesium, dapat menyebabkan hipertensi, penyakit jantung, diabetes, sakit persendian
dan masalah bulanan wanita yaitu pra menstruasi (PMS). Dengan mengkonsumsi cokelat
akan menambah magnesium dalam asupan gizi harian yang menyebabkan meningkatnya
kadar progesteron pada wanita. Hal ini mengurangi efek negatif dari PMS. Manfaat lain
dari cokelat adalah untuk kecantikan, karena antioksidan dan katekin yang ada di
dalamnya dapat mencegah penuaan dini.
Kesalahan yang sering dilakukan pada saat memilih cokelat adalah memilih cokelat
"bermerek" yang murah atau sangat murah. Cokelat demikian memiliki kandungan kakao
(biji cokelat) sedikit yaitu rata-rata kurang dari 20%, bahkan ada yang kurang dari 7%.
Cokelat jenis ini juga memiliki kandungan gula yang tinggi yang dapat mengakibatkan
kerusakan gigi dan kandungan lemak jenuh tinggi yang dapat mengakibatkan penyakit
jantung (Smanda, 2010).
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
18
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
3.6 Minyak
3.6.1 Sifat – sifat Minyak dan lemak
b. Sifat Fisika
Warna
Terdapat 2 golongan zat warna dalam minyak, yaitu: zat warna alamiah dan warna
dari hasil degradasi zat warna alamiah.
Kelarutan
Minyak dan lemak memiliki sifat tidak larut dalam air, kecuali minyak jarak
(castor oil) yang dapat larut dalam air.
Titik Cair dan Polymerphism
Asam lemak tidak memperlihatkan kenaikan titik cair yang linier seiring
bertambahnya panjang rantai atom karbon. Titik cair asam lemak dengan ikatan
trans lebih tinggi dibandingkan dengan isomer asam lemak yang berikatan cis.
Polymerphism pada minyak dan lemak adalah suatu keadaan dimana
terdapat lebih dari satu bentuk kristal. Polymerphism sering dijumpai pada
beberapa komponen yang mempunyai rantai karbon panjang dan untuk
memisahkan rantai tersebut sangat sukar. Namun demikian untuk beberapa
komponen, bentuk dari kristal-kristal sudah dapat diketahui.
Polymerphism ini dapat digunakan untuk mempelajari titik cair minyak atau
lemak dan asam-asam lemak beserta ester-ester. Polymerphism mempunyai
peranan penting dalam berbagai proses untuk mendapatkan minyak atau lemak.
Titik didih
Dengan semakin bertambahnya ranti karbon dari asam lemak, maka titik didih
dari asam-asam lemak tersebut akan semakin bertambah besar.
Bobot jenis
Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 25oC,
akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur
40oC atau 60oC untuk lemak yang titik cairnya tinggi. Pada penentuan bobot jenis,
temperatur dikontrol dengan hati-hati dalam kisaran temperatur yang pendek.
Indeks bias
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
19
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu
medium yang cerah. Indeks bias pada minyak dan lemak dipakai untuk
pengenalan unsur kimia dan pengujian kemurnian minyak/lemak.
Abbe refractometer mempergunakan alat temperatur yang dipertahankan
pada 25oC. Untuk pengukuran indeks bias lemak yang bertitik cair tinggi,
dilakukan pada temperatur 40oC atau 60oC, selama pengukuran temperatur harus
dikontrol dan dicatat. Indeks bias ini akan meningkat pada minyak atau lemak
dengan rantai karbon yang panjang dan juga dengan terdapatnya sejumlah ikatan
rangkap. Nilai indeks bias dari asam lemak juga akan bertambah dengan
meningkatnya bobot molekul, selain dengan naiknya ketidakjenuhan dari asam-
asam lemak tersebut.
Titik lunak
Titik lunak dari minyak lemak ditetapkan dengan maksud untuk mengidentifikasi
minyak atau lemak, dimana titik tersebut adalah temperatur pada saat permukaan
dari minyak atau lemak dalam tabung kapiler mulai naik setelah didinginkan.
Titik lebur (melting point)
Seiring dengan semakin panjangnya rantai atom C, akan mengakibatkan titik lebur
pada minyak dan lemak semakin tinggi.
Titik kekeruhan
Temperatur pada waktu mulai terjadi kekeruhan, dikenal sebagai titik kekeruhan
(Turbidity Point).
Titik asap, titik nyala, dan titik api
Pada minyak atau lemak dapat dilakukan penetapan titik asap, titik nyala dan titik
api. Titik asap adalah temperatur pada saat lemak atau minyak menghasilkan asap
tipis yang kebiru-biruan pada pemanasan. Titik nyala adalah temperatur pada saat
campuran uap dan minyak dengan udara mulai terbakar. Sedangkan titik api
adalah temperatur pada saat dihasilkan pembakaran yang terus menerus sampai
habisnya contoh uji.
Shot melting point
Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak
atau lemak. Pada umumnya lemak atau minyak mengandung komponen-
komponen yang berpengaruh terhadap titik cairnya.
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
20
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
c. Sifat Kimia
Kelarutan Minyak dalam air rendah, ini menunjukkan bahwa minyak tidak larut
dalam air.
Minyak bila bereaksi dengan air, maka akan berubah menjadi asam-asam lemak
bebas, dan akan mengakibatkan aroma dan rasa tengik pada minyak dan lemak.
Gliserida merupakan senyawa ester antara gliserol dan asam lemak. Gliresida
yang berwujud padat pada suhu kamar disebut lemak, sedangkan yang berwujud
cair disebut minyak. Terdapat 3 macam gliserida berdasarkan jumlah rantai asam
lemak pembentukknya, yaitu mono-, di-, dan trigliserida. Mono- merupakan
gliserida dengan 1 rantai asam lemak, di- merupakan gliserida dengan 2 rantai
asam lemak, dan tri- merupakan gliserida dengan 3 rantai asam lemak.
Gambar 3. 4 Macam-macam Gliserida
Berikut ini adalah reaksi antara trigliserida dengan air yang dapat
mengakibatkan aroma dan rasa tengik pada minyak atau lemak:
Gambar 3. 5 Reaksi Minyak atau lemak dengan air
Odor dan flavor pada lemak/minyak selain terdapat secara alami, juga terjadi
karena pembentukan asam-asam berantai pendek sebagai hasil dari penguraian
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
21
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
pada kerusakan lemak/minyak. Akan tetapi pada umumnya odor dan flavor ini
disebabkan oleh komponen bukan minyak.
Terdiri dari asam lemak jenuh dan tidak jenuh
Merupakan asam karboksilat yang berasal dari minyak nabati (tumbuhan).
Tersusun dari rantai kelompok alkil dari 4 – 22 atom karbon yang bergugus fungsi
–COOH
3.6.2 Minyak Kelapa Sawit
Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq) merupakan salah satu tanaman perkebunan
di Indonesia yang memiliki masa depan cukup cerah. Perkebunan kelapa sawit semula
berkembang di daerah Sumatera Utara dan Nanggro Aceh Darussalam. Namun,
sekarang lebih berkembang ke berbagai daerah seperti, Riau, Jambi, Sumatera Barat,
Sumatera Selatan, Bengkulu, Lampung, Jawa Barat, Kalimanta Barat, Kalimantan
Timur, Kalimantan Tengah, Sulawesi, Maluku dan Papua.
Bagian tanaman kelapa sawit yang bernilai ekonomi tinggi adalah buahnya yang
tersusun dalam sebuah tandan, biasa disebut dengan TBS (tandan buah segar). Buah
sawit di bagian sabut (daging buah atau mesocarp) menghasilkan minyak sawit kasar
(crude palm oil atau CPO) sebanyak 20-24%. Sementara itu, bagian inti sawit
menghasilkan minya inti sawit (palm kernel oil atau PKO) 3-4% (Sunarko, 2007).
Gambar 3. 6 Tandan buah segar (kelapa sawit)
Minyak sawit dan minyak inti sawit umunya digunakan untuk pangan dan non
pangan. Dari segi pangan, minyak sawit atau minyak inti sawit digunakan sebagai bahan
untuk membuat minyak goreng, lemak pangan, margarin, lemak khusus (substansi
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
22
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
cocoa butter), kue, biskuit, atau es krim. Produk pangan ini umumnya dihasilkan
melalui proses fraksinasi, rafinasi, dan hidrogenasi (Sunarko, 2007).
Dalam produk nonpangan, minyak sawit atau minyak inti sawit digunakan sebagai
bahan untuk membuat sabun, deterjen dan surfaktan, pelunak (plasticizer), pelapis
(surface coating), pelumas, sabun metalik, bahan bakar mesin diesel, atau kosmetik.
Produk nonpangan diperoleh melalui proses hidrolisi (splitting).
Minyak sawit yang akan diekspor harus memenuhi beberapa persyaratan yang
telah ditetapkan, terutama kadar asam lemak bebas (ALB) atau free fatty acid (FFA)
harus dipertahankan sekitar 2%. Selain itu, kandungan air dan bahan kontaminan
lainnya tidak lebih dari 0,1% dan 0,3% (Sunarko, 2007).
Pada umumnya minyak sawit mengandung lebih banyak asam-asam palmitat,
oleat dan linoleat jika dibandingkan dengan minyak inti sawit. Minyak sawit merupakan
gliserida yang terdiri dari berbagai asam lemak, sehingga titik lebur dari gliserida
tersebut tergantung pada kejenuhan asam lemaknya. Semakin jenuh asam lemaknya
semakin tinggi titik lebur dari minyak sawit tersebut (Kateran, 1986).
3.6.3 Minyak/lemak Cokelat (Cocoa Butter)
Lemak merupakan komponen termahal dari biji kakao. Biji kakao yang berasal
dari pembuatan musim hujan umumnya mempunyai kadar lemak tinggi. Selain oleh
bahan tanam dan musim, kandungan lemak dipengaruhi oleh perlakuan pengolahan,
jenis bahan tanaman dan faktor musiman, sedangkan karakteristik fisik biji kakao pasca
pengolahan seperti kadar air, tingkat fermentasi dan kadar kulit berpengaruh pada
rendemen lemak biji kakao. Minyak cokelat dihasilkan dari proses pengolahan biji
kakao.
Berikut adalah tahapan pengolahan biji kakao menjadi minyak/lemak cokelat :
Biji kakao kering
Pembersihan
Sortasi 1. Metal detector
2. Destoner
Pengeringan
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
23
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Pemecahan biji
Pemisahan nib dari kulit biji
Roasting
Cocoa powder
Pengemasan
Nibs grinding
Liquor grinding
Pengepresan
Cocoa butter Cake
Penyaringan
Tempering
Pengemasan
Pemecahan cake
Penghilangan logam
Cocoa kibbled cake
Pengemasan Penggilingan cake
Gambar 3. 7 Diagram alir proses pengolahan biji cokelat
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
24
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
3.6.3.1 Pemanenan
Buah kakao hendaknya dipetik apabila sudah cukup masak yaitu ditandai dengan
adanya perubahan warna kulit buah. Sedangkan pemecahan buah dapat dilakukan
dengan pemukul kayu, pemukul pisau, atau dengan pisau bagi yang sudah
berpengalaman. Pemecahan dengan pisau tidak direkomendasikan karena berpotensi
merusak biji meskipun cara inilah yang umum dilakukan. Kerusakan biji segar karena
terpotong dapat meningkatkan biji terserang jamur. Oleh karena itu, syarat utama
pemecahan adalah menghindari biji rusak oleh alat pemecah. Selama pemecahan
dilakukan sortasi buah dan sortasi biji basah (Wahyudi, 2008).
3.6.3.2 Fermentasi
Salah satu proses pengolahan kakao yang umumnya harus dilakukan adalah
fermentasi. Fermentasi adalah suatu reaksi oksidasi dan reduksi dalam sistem biologi
yang menghasilkan energi, dimana sebagai gugusan aseptor dan donor elektron adalah
gugusan organik yang pada umumnya adalah gula (Winarno, 1979).
Proses fermentasi biji kakao berlangsung dengan bermacam-macam cara,
misalnya ditumpuk di atas alas tertentu, dimasukkan ke dalam keranjang, dimasukkan
ke dalam peti atau bak dan diletakkan di atas rak. Pada perusahaan perkebunan
umumnya fermentasi kakao dilakukan di dalam peti fermentasi yang disusun beberapa
baris sesuai dengan waktu proses fermentasi dan frekuensi pengadukan (Nasution.Z,
1985).
Fermentasi merupakan tahapan pengolahan yang sangat penting untuk menjamin
terbentuknya citarasa cokelat yang baik. Perubahan-perubahan ini antara lain
menyebabkan perubahan bentuk dan warna keping biji, meningkatkan aroma dan rasa
serta memperbaiki konsistensi keping biji kakao (Misnawi, 2005). Tujuan lain proses
fermentasi ini adalah untuk melepaskan pulp dari keping biji, sehingga setelah proses
pengeringan, biji kulit tersebut mudah dilepaskan dari keping biji (Rohan, 1963).
3.6.3.3 Sortasi
Terdapat dua metode yang digunakan dalam melakukan proses sortasi, yaitu
menggunakan metal detector dan destoner. Pada metal detector, biji cokelat yang lolos
dari saringan pertama akan dibawa melalui pipa melewati metal detector yang bekerja
secara magnetik. Mesin ini berfungsi memisahkan biji cokelat dari potongan besi, paku,
atau benda logam lainnya.
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
25
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Sedangkan pada destoner, mesin ini berfungsi memisahkan biji cokelat dari
butiran-butiran batu atau kerikil dan biji cokelat dengan kadar air tinggi. Alat ini
dipasang dengan kemiringan 15o dan dilengkapi dengan vibrator sehingga dapat
memisahkan material berat dan ringan (Santoso dkk., 2003).
3.6.3.4 Pengeringan
Tahap pengolahan selanjutnya baik untuk biji yang dicuci ataupun tidak dicuci
adalah pengeringan. Pengeringan biji kakao dapat dilakukan secara alami ataupun
buatan. Adapun tujuan umum pengeringan adalah untuk menurunkan kadar air biji
kakao dari sekitar 60 % menjadi 6 – 7 %, dan juga agar aman dari serangan cendawan.
Pada tahap ini terjadi perubahan-perubahan kimia untuk menyempurnakan
pembentukan aroma dan warna yang baik (Wood, 1987).
3.6.3.5 Penyangraian
Penyangraian bertujuan untuk membentuk rasa dan citarasa khas cokelat dari biji
kakao serta untuk memudahkan untuk mengeluarkan lemak dari dalam biji. Melalui
proses fermentasi dan pengeringan yang tepat, biji kakao akan mengandung cukup
banyak senyawa pembentuk citarasa dan aroma khas cokelat, antara lain asam amino
dan gula reduksi. Selama penyangraian, kedua senyawa tersebut akan bereaksi
membentuk senyawa Maillard. Senyawa gula non reduksi (sukrosa) akan terhidrolisis
oleh air membentuk senyawa gula reduksi dan kemudian akan melanjutkan reaksi
Maillard. Selain ditentukan oleh keberadaan senyawa calon pembentuk aroma dan
citarasa, kesempurnaan reaksi sangrai juga dipengaruhi oleh panas, waktu, dan kadar air
(Mulato.S., 2004).
Selama proses penyangraian, air akan menguap dari biji, kulit yang menempel
dipermukaan inti biji, inti biji menjadi cokelat, dan beberapa senyawa akan menguap,
antara lain asam, aldehid, furan, pirazin, alkohol, dan ester.
3.6.3.6 Alkalisasi
Alkalisasi dilakukan dengan melakukan penambahan alkali seperti Natrium
karbonat, Natrium bikarbonat, dan Potassium karbonat. Dari Alkalisasi ini, nantinya
akan diperoleh efek pengolahan terhadap biji kakao yaitu terjadinya netralisasi asam
pada biji sehingga pH akan naik. Selain itu, timbulnya warna kemerah- merahan serta
rasa yang lebih enak juga merupakan efek akibat alkalisasi (Misnawi, 2005).
3.6.3.7 Roasting
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
26
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Pada proses roasting yang perlu diperhatikan adalah faktor penetrasi panas. Panas
yang diberikan harus mampu terpenetrasi sampai pada bagian kotiledon tanpa
menyebabkan nib menjadi hangus. Selama proses pemanggangan ini terjadi degradasi
protein menjadi asam-asam amino dan terjadi reaksi pada gula reduksi. Senyawa-
senyawa yang terbentuk akan menghasilkan aroma khas. Gula-gula yang terbentuk
bereaksi dengan basa lemah dan membentuk aldol atas bantuan panas yang ada.
Senyawa tersebut berperan dalam pembentukan warna coklat pada daging biji. Hal
inilah yang membedakan warna biji hasil alkalisasi dengan biji non alkalisasi.
3.6.3.8 Penggilingan Nib (Biji)
Setelah disangrai dan dibersihkan, biji kakao ditumbuk dengan alat penumbuk
tradisional atau dengan menggunakan mesin penggiling sehingga biji menjadi halus
(Mulato.S., 2004).
Selanjutnya hasil tumbukan dipres, dengan tujuan untuk memisahkan lemak dan
tepung. Pengepres minyak kakao sistem hidrolis dengan tekanan 450 – 500 bart ini
mampu mengeluarkan minyak kakao dari biji yang masih panas yaitu suhu 80oC - 100
oC. Kakao hasil pres dapat dibuat tepung cokelat, sedangkan minyak kakao dapat dijual
(IKAPI, 2008).
3.6.3.9 Penggilingan Liqour
Penggilingan liqour dilakukan dengan mesin penggiling liqour yang disebut ball
mill. Tahap ini merupakan proses penggilingan liqour/pasta coklat yang telah terbentuk
setelah tahap penggilingan nib. Proses ini ditujukan agar terbentuk pasta cokelat lebih
halus, sehingga produk akhir yang dihasilkan (khususnya bubuk cokelat) akan memiliki
tingkat kehalusan yang optimum.
Setelah digiling, dilakukan pengepresan dimana liqour dipres sehingga dipisahkan
antara minyak cokelat (butter) dan cake cokelat. Menurut Ketaren (1986), banyaknya
lemak yang terekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan, tekanan yang digunakan
serta kandungan lemak yang ada dalam bahan asal.
3.6.3.10 Filter pressing
Minyak cokelat yang dihasilkan oleh mesin pengepres masih dalam keadaan kotor
karena masih tercampur dengan pasta cokelat dan kotoran lain. Untuk itu perlu adanya
proses penyaringan sehingga diperoleh minyak yang jernih. Penyaringan ini dilakukan
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
27
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
dengan mesin penyaring bertekanan (filter press) yang terbuat dari papan-papan tipis
yang ujung-ujungnya berlubang.
3.6.3.11 Penyesuaian suhu (Tempering)
Suhu minyak relatif tinggi sekitar 80oC, oleh karena itu perlu dilakukan penurunan
sebelum dikemas. Proses tempering ini bertujuan untuk membuat bentuk polimorfis
kristal lemak cokelat agar menjadi bentuk yang paling stabil. Jika kristal-kristal yang
terbentuk tidak stabil akan menyebabkan terjadinya perubahan warna dan tekstur yang
tidak diinginkan. Penurunan suhu minyak harus teratur sehingga diperoleh lemak padat
yang mantap bentuknya, apabila bentuk minyak tidak mantap maka akan
mengakibatkan lemak mudah mengalami kemunduran warna (bloom) pada
penyimpanan.
Proses penurunan suhu ini dilakukan secara otomatis. Minyak cokelat yang
semula bersuhu 80oC diturunkan menjadi 28oC. Suhu yang terlalu tinggi ± 50oC dapat
menyebabkan warna lemak cokelat menjadi kehijauan, hitam pada suhu 60oC dan dapat
pula dihasilkan lemak yang berwarna putih tidak merata, bertekstur kasar dan retak-
retak. Lemak cokelat berwarna kuning keemasan pada waktu cair, dan berwarna lemon
yellow setelah dingin atau padat.
3.7 Karakteristik Lemak Cokelat
Kadar lemak umumnya dinyatakan dalam persen berat kering keping biji. Komponen
terbesar dari biji kakao adalah lemak, dimana lemak menjadi tolok ukur untuk menentukan
harga jual biji kakao dipasaran. Lemak pada biji kakao Forastero sekitar 56% sedang pada
biji kakao Criollo lebih rendah dibanding Forastero yakni <56%. Kisaran kadar lemak biji
kakao Indonesia adalah antara 49% - 52% (Mulato, 2002 dalam Nur, 2012). Menurut
O’Brien (2003) dalam Nur (2012), bahwa komposisi lemak suatu bahan nabati ataupun
hewani sangat erat kaitannya dengan kondisi cuaca, jenis tanah, musim tanam, kematangan
buah, kesuburan tanaman, mikroba, pembungaan dan variasi genetika tumbuhan.
Lemak kakao merupakan lemak nabati alami yang mempunyai sifat unik, yaitu tetap
cair pada suhu dibawah titik bekunya. Lemak kakao mempunyai warna putih kekuningan
dan mempunyai bau khas cokelat. Lemak ini mempunyai sifat rapuh (brittle) pada suhu
25oC dan tidak larut dalam air, sedikit larut dalam alkohol dingin, angka penyabunan 188-
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
28
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
198, angka iod 34 - 37. Lemak kakao larut sempurna dalam alkohol murni panas dan sangat
mudah larut dalam kloroform, benzene, dan petroleum eter (Mulato, 2002).
Lemak cokelat berwarna putih kekuningan, berbentuk padat, dan menunjukkan
retakan nyata pada suhu dibawah 20oC. Lemak kakao/lemak cokelat (cocoa butter)
merupakan campuran trigliserida yang didominasi oleh trigliserida yang terdiri atas asam
stearat (34%), palmitat (27%) dan oleat (34%) yang bersifat padat pada suhu ruang dan
meleleh pada suhu 37oC (suhu tubuh) dengan peleburan atau pelunakan pada suhu sekitar
30oC-32oC, serta memberikan tekstur yang halus saat dimulut (Indarti, E., dkk, 2013).
Berikut ini adalah spesifikasi dari lemak cokelat (cocoa butter) :
Tabel 3. 4 Spesifikasi Cocoa Butter
No. Parameter Value
1. Moisture content (Kadar air) 0,30 %
2. FFA (free fatty acid) 1,50 %
3. Refractive index 1,456 – 1,459
4. Saponivikasi (angka penyabunan) 188 - 198
5. Melting point (titik leleh) 32oC – 37oC
6. Iodin value 34 – 37
Lemak cokelat yang digunakan dalam pembuatan cokelat olahan harus memiliki
ciri-ciri yakni akan mencair pada suhu 32oC-37oC, mempunyai tekstur yang keras dan
sedikit rapuh, serta warnanya tidak buram dan tetap cerah jika dicampur pada bahan lain
serta memadat pada suhu kamar. Waktu untuk penyimpanan juga harus disesuaikan
dengan kondisi cokelat, karena jika tidak maka dapat menyebabkan cokelat akan melekat
pada cetakan, menghasilkan warna yang buram serta menimbulkan blooming di
permukaan cokelat. Dimana fungsi dari lemak kakao pada pembuatan cokelat yakni untuk
memadatkan (Ketaren, 1986).
Penggunaan lemak umumnya dikombinasikan dengan penggunaan emulsifier
seperti soya lesitin atau glyceril monostearate, yang berguna menjaga tingkat stabilitas
yaitu dengan menjaga distribusi lemak yang merata yang terkandung di dalam adonan.
Dengan adanya kandungan lemak yang tinggi akan cukup beresiko terhadap mutu cokelat
olahan. Dimana jika tidak terikat dengan baik lemak akan mudah keluar dari adonan dan
permukaan cokelat olahan, sehingga dapat mendorong terjadinya oksidasi dan akan
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
29
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
menjadi tengik. Lemak yang digunakan juga harus tahan terhadap oksidasi. Semakin
tinggi derajat ketidakjenuhan lemak, maka akan semakin mudah terjadi reaksi oksidasi.
Lemak cokelat yang akan digunakan pada berbagai produk olahan kakao harus
memenuhi standar yang telah ditetapkan. Pengujian kimiawi lemak dipakai untuk
mencirikan asal lemak dan komponen-komponen pendukungnya. Beberapa tolak ukur
yang perlu diuji adalah bilangan penyabunan (saponification value), bilangan iod (iod
value), Bilangan asam (acid value), bilangan Reichert Meissle (Reichert Meissle value),
dan bilangan polenske (polenske value) (Indarti, E., dkk, 2013).
3.8 Karakteristik Kristal Lemak Cokelat
Produk cokelat yang baik tersusun atas struktur kristal yang stabil. Karakteristik
produk cokelat ini dipengaruhi oleh karakteristik kristal lemak cokelat yang terbentuk.
Ada 6 jenis kristal trigliserida antara lain dapat dilihat pada tabel 3.5 dan karakteristik
sensoris kristal coklat yang dapat dilihat pada tabel 3.6.
Tabel 3. 5 Kristal Lemak Dalam Cokelat dan Titik Lelehnya
No. Kristal Jenis Kristal Titik Leleh (oC)
I Gamma 17,3
II Alfa 23,3
III Beta Prime 1 25,5
IV Beta Prime 2 27,3
V Beta 2 33,8
VI Beta 1 36,3
Sumber : (Alex, 2003)
Tabel 3. 6 Karakteristik Sensoris Kristal Cokelat
Kristal Suhu Leleh Efek Rasa
I 17 oC Lunak, mudah hancur, terlalu mudah lumer
II 21 oC Lunak, mudah hancur, terlalu mudah lumer
III 26 oC Padat, patah kurang sempurna, terlalu mudah lumer
VI 28 oC Padat, patah kurang sempurna, terlalu mudah lumer
V 34 oC Mengkilap, padat, renyah, leleh pada suhu tubuh (37oC)
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
30
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
VI 36 oC Keras, sulit menjadi padat
Sumber : (Alex, 2003)
Lemak cokelat mempunyai sifat penting, yaitu volumenya berkurang pada saat
pemadatan yang memungkinkan pencetakan blok-blok cokelat menjadi lebih mudah.
Berkurangnya volume tergantung seeding yang tepat pada lemak cair atau tempering
cokelat. Pemadatan lemak kakao untuk mencapai volume yang diinginkan dan
mendapatkan kristal padat lembut yang stabil tanpa perubahan warna, tergantung pada
produksi bentuk polimorfis lemak yang mantap selama pendinginan dan pencetakan.
Bentuk polimorfis yang menghasilkan kristal lemak cokelat yang paling stabil adalah
bentuk beta. Kristal beta memiliki struktur yang kecil sehingga menghasilkan tekstur
yang glossy dan mampu membentuk kelompok kristal yang besar. Ukuran kristal yang
terlalu besar akan menghasilkan produk cokelat yang tidak padat dan mudah hancur saat
dipatahkan (Mulato., dkk, 2002). Untuk mendapatkan kristal yang stabil maka
pembentukan kristal membutuhkan waktu yang lebih lama. Cara mendapatkan jenis
kristal lemak yang stabil adalah melalui tahap tempering. Tempering adalah perlakuan
yang berkaitan dengan pengaturan suhu. Tempering bertujuan untuk membentuk salah
satu jenis kristal tertentu yang terdapat pada lemak cokelat. Melalui proses tempering
akan dihasilkan produk cokelat yang glossy(mengkilap) dan brittle (Alex, 2003).
3.9 Titik Leleh (melting point)
Pelelehan adalah konversi dari keadaan padat ke cair. Titik leleh normal suatu
padatan ialah suhu pada saat padatan dan cairan berada dalam kesetimbangan di bawah
tekanan 1 atm. Titik leleh normal es ialah 0.00oC, sehingga air cair dan es berada bersama-
sama dalam waktu tak berhingga (dalam kesetimbangannya) pada suhu ini dan tekanan 1
atm. Jika suhu diturunkan sedikit saja, semua es akhirnya meleleh. Istilah normal sering
ditiadakan dalam pembicaraan tentang titik leleh sebab titik leleh kurang bergantung pada
tekanan.
Kadang-kadang dimungkinkan untuk melintasi batas fase, artinya ada penundaan
munculnya fase baru. Contohnya ialah pelewat didihan cairan. Contohnya, air cair dapat
mencapai suhu sedikit di atas 100oC jika dipanaskan dengan cepat. Bila penguapan cairan
lewat didih ini memang terjadi, kejadiannya dapat sangat keras, cairan dapat melompat dari
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
31
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
wadahnya. Untuk mencegah pelewat didihan ini di laboratorium, batu didih (potongan
porselen yang berpori) dapat ditambahkan pada cairan (Oxtoby,2001).
Banyak materi bereaksi secara kimia bila dipanaskan, sebelum materi ini
berkesempatan meleleh atau membeku. Zat yang berubah identitas kimianya sebelum
keadaannya berubah tidak memiliki titik leleh atau titik didih normal. Contohnya sukrosa
(gula pasir) meleleh tetapi dengan cepat menghitam dan akhirnya mengering. Suhu yang
cukup panas untuk mengatasi gaya tarik antarmolekul dalam gula juga cukup untuk
memecah-mecah molekul gula tersebut (Oxtoby,2001).
Gaya antarmolekul menimbulkan pengaruh kuat pada transisi fase. Titik didih
normal dalam sederet cairan meningkat dengan menguatnya gaya antarmolekul dalam
cairan, semakin kuat tarikan antarmolekul dalam cairan maka akan semakin rendah tekanan
uap pada suhu apapun, dan tinggi suhu harus ditingkatkan untuk menghasilkan tekanan uap
sama dengan 1 atm. Dibandingkan titik didih, titik leleh lebih bergantung pada bentuk
molekul dan pada rincian interaksi molekul (Oxtoby,2001).
3.10 Titik Leleh Lemak Cokelat
Titik leleh dan tingkat kekerasan pada produk kakao erat kaitannya dengan
komponen penyusun asam lemaknya. Sehingga bagi produk-produk makanan cokelat, titik
leleh lemaknya yang baik adalah mendekati suhu badan manusia dan memiliki tingkat
kekerasan minimum pada suhu kamar. Kakao adalah hasil pertanian yang kaya akan lemak.
Walaupun kandungan lemak yang relatif tinggi pada kakao, namun lemaknya tidak mudah
tengik karena kakao mengandung polifenol 6% sebagai antioksidan pencegah ketengikan
(Ketaren, 1986).
Lemak cokelat tersusun atas senyawa gliserol dan tiga asam lemak dalam bentuk
trigliserida, dimana hampir 70% dari gliserida mengandung senyawa tidak jenuh tunggal
yaitu oleodipalmitin (POP), oleodistearin (SOS), dan oleopalmistearin (POS). Trigliserida
ester dari gliserol dengan asam-asam lemak rantai panjang mempunyai sifat tidak
berwarna, tidak berbau (odorless) dan tidak ada rasa (tasteless).
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
32
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Gambar 3. 8 Struktur Trigliserida (Lemak) (Indarti, E., dkk, 2013)
Tabel 3. 7 Komposisi Gliserida Lemak Cokelat Murni
Nama Gliserida Persentase (%)
Oleopalmitin 3.7
Oleopalmitostearin 57.6
Oleodistearin 22.0
Palmitodioleio 7.4
Stearodiolein 5.8
Triolein 1.1
Gliserida Jenuh 2.6
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
33
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Waktu dan Tempat
Kuliah kerja lapang ini akan dilaksanakan pada :
Waktu : 30 Juni 2014 - 26 Juli 2014
Tempat : CV. Guyub Santoso
Jl. Banteng Blorok No. 18 Desa Plosorejo, Kecamatan Kademangan,
Kabupaten Blitar
4.2 Metodologi
Dalam menyusun laporan Kuliah Kerja Lapang ini, penyusun mengumpulkan materi
dengan beberapa metode, yaitu :
a. Metode observasi
Metode ini dilakukan dengan cara mengumpulkan materi terkait dengan pengamatan
yang dilakukan secara langsung terhadap obyek yang diamati, yaitu pengaruh
penggunaan minyak sebagai bahan baku pembuatan cokelat batangan (Chocolate
block).
b. Metode wawancara
Pada metode ini penyusun bertanya langsung kepada pembimbing lapangan untuk
mendapatkan penjelasan tentang materi yang diperoleh. Pelaksanaan metode ini dengan
menggunakan dialog secara langsung.
c. Metode studi literatur
Metode ini penyusun menggunakan referensi materi dan bacaan dari pembimbing
lapangan untuk penyusunan laporan Kuliah Kerja Lapang.
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
34
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
BAB V
PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Bahan Baku Minyak
Terdapat dua jenis minyak yang digunakan sebagai bahan baku dalam produksi
cokelat batangan/blok olahan di CV. Guyub Santoso ini. Masing-masing dari minyak ini
memiliki karakteristik dan spesifikasi penggunaan terhadap beberapa jenis cokelat olahan
yang diproduksi di CV. Guyub Santoso. Karakteristik bahan baku minyak tersebut antara
lain :
a. Minyak cokelat (cocoa butter)
Minyak cokelat ini berasal dari proses pengolahan biji kakao, dimana setelah
dilakukan penggilingan liqour, dilakukan pengepressan sehingga dapat dipisahkan
antara minyak cokelat (butter) dan cake cokelat. Warna dari minyak cokelat (cocoa
butter) adalah kekuning-kuningan, memiliki asam lemak bebas (free fatty acid/FFA)
maksimal 1,50%, kadar air (moisture content) maksimal sebesar 0,30% dan dengan
titik leleh (melting point) sebesar 32oC-37oC. Dalam penggunaannya sebagai bahan
baku pembuatan cokelat blok, perlu dilakukan tempering (pendinginan), yaitu dari
suhu saat dilelehkan ± 60oC didinginkan pelan-pelan sambil diaduk dampai mencapai
suhu 25oC-28oC sehingga siap untuk dicetak. Sedangkan untuk ruang penyimpanan
haruslah dalam keadaan bersuhu 28oC-33oC.
b. Minyak sayur (vegetable fat / vegetable oil)
Minyak sayur merupakan jenis minyak yang dihasilkan dari pengolahan kelapa
sawit ataupun kelapa (coconut). Dari kelapa sawit dapat berupa pengolahan inti sawit
maupun kulit sawit tersebut. Minyak sayur (vegetable oil) ini berwarna putih buram,
memiliki kandungan asam lemak bebas (free fatty acid / FFA) maksimal sebesar
1,0%, kadar air (moisture content) maksimal sebesar 0,30%, dan memiliki titik leleh
(melting point) pada suhu 35oC-40oC. Karena memiliki titik leleh yang cukup tinggi,
maka dalam pengolahannya sebagai bahan baku pembuatan produk cokelat blok
tidak perlu dilakukan tempering atau pendinginan. Setelah dilakukan pelelehan dapat
didinginkan sebentar sambil diaduk sampai suhu mendekati 35oC-40oC. Sedangkan
untuk suhu ruang penyimpanan adalah 30oC-35oC.
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
35
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
5.2 Komposisi
Produk olahan cokelat batangan/blok diproduksi dari berbagai macam bahan
makanan. Berikut ini adalah komposisi bahan dalam cokelat olahan di CV. Guyub
Santoso :
a. Jenis dark chocolate
- Bubuk cokelat (cocoa powder)
- Lemak cokelat/minyak cokelat (cocoa butter)
- Minyak sayur (vegetable oil)
- Gula
- Lecithin yang berasal dari ekstrak kedelai
- Vanili/flavour
b. Jenis milk chocolate
- Bubuk cokelat (cocoa powder)
- Susu bubuk
- Gula
- Lemak cokelat/minyak cokelat (cocoa butter)
- Minyak sayur (vegetable oil)
- Lecithin yang berasal dari ekstrak kedelai
- Vanili/flavour
c. Jenis white chocolate
- Susu bubuk
- Skim milk powder
- Gula
- Minyak sayur (vegetable oil)
- Lemak cokelat/minyak cokelat (cocoa butter)
- Vanili/flavour
- Lecithin yang berasal dari ekstrak kedelai
Berikut ini adalah gambar komponen bahan untuk produksi cokelat batangan/blok
di CV. Guyub Santoso :
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
36
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Gambar 5. 1 Lesitin
Gambar 5. 2 Gula
Gambar 5. 3 Panili
Gambar 5. 4 Bubuk Coklat
Gambar 5. 5 Susu Bubuk
Gambar 5. 6 Lemak Cokelat
5.3 Mesin Ball Mill Mini (BMV-10 L)
Mesin Ball Mill Mini (BMV-10 L) adalah salah satu alat atau mesin yang banyak
digunakan dalam proses pengolahan cokelat yang berfungsi untuk menghaluskan inti biji
cokelat (nibs) yang telah menjadi pasta kasar menjadi liquor (pasta halus).
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
37
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Gambar 5. 7 Ball Mill Mini (BMV – 10 L)
5.3.1 Spesifikasi Teknis Ball Mill Mini (BMV-10 L)
Nama : Ball Mill Mini
Type : BMV – 10 L
Dimensi : 590x700x1120
Material : ~ Body Stainless Steel 202
~ Stirer SKD 11
~ Frame Mild Steel
Motor penggerak : Electro Motor 2 Hp
Perlengkapan : a. Double Jacket
b. Heat Isolation = glass wool
c. Control Panel
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
38
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Gambar 5. 8 Spesifikasi Teknis Ball Mill Mini (BMV – 10 L)
5.3.2 Bagian – bagian utama Ball Mill Mini (BMV-10 L)
Bagian – bagian utama dari Ball Mill Mini (BMV-10 L) adalah sebagai berikut :
Tangki
Kaki + tutup
As Utama
Flens dudukan motor
Saringan
5.3.3 Daftar komponen penggereak unit Ball Mill Mini (BMV-10 L)
“TECH” NMRV-063 1:7.5 C/W 2HP 4P “ELEKTRIM”
BALL VALVE AISI 316 DIA 1 1/2”
KARET MOUNTING DIA 75 DRAAT 1/2"
LOCK NUT AN 05
OIL SEAL 38 – 55 – 8 “VITON”
ORING KARET DIA 62 x 4
PER TEKAN BAJA DIA 7 x 100 x 1
PILLOW BLOCK UCP 206
POMPA 125W GP – 129JXV “PANASONIC”
RING MATAHARI AW 05
THERMOCOUPLE 1XPT100 KEPALA PT-12X50-KSE-3P
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
39
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Gambar 5. 9 Mesin Penggerak Unit
5.3.4 Cara pengoperasian mesin Ball Mill Mini (BMV-10 L)
1) Nyalakan aliran listrik utama pada Main Box Panel
2) Naikkan ke 4 MCB pada Box Panel
3) Putar Emergency ke arah kanan (searah jarum jam)
4) Tekan tombol On (hijau) untuk menjalankan water pump untuk proses sirkulasi air
panas.
5) Tekan tombol On (hijau) untuk menjalankan heater sesuai dengan kebutuhan yang
diinginkan.
6) Tekan tombol On (hijau) untuk menjalankan Ball Mill
7) Untuk memulai proses penghalusan maka buka terlebih dahulu tutup pada Ball Mill
Mini lalu masukkanlah inti biji coklat (pasta kasar) yang akan dihaluskan menjadi
pasta halus (Liqour).
8) Masukkan bahan secara bertahap berurutan dengan Steel Ball (bola baja).
9) Atur putaran motor penggerak sesuai dengan kebutuhan.
10) Putar Speed Ball Mill di 10 Hz sampai produk mencair
11) Putar Speed Ball Mill di 50 Hz
12) Buka Valve agar produk keluar dan masukan kembali ke ball mill secara kontinu
hingga produk mencapai kehalusan yang diinginkan.
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
40
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
13) Keluarkan produk yang telah selesai di proses.
14) Bersihkan sisa – sisa produk yang menempel.
15) Liqour (pasta halus) siap untuk proses selanjutnya.
16) Setelah proses selesai untuk menghentikan semua fungsi mesin adalah :
17) Putar speed Ball Mill ke kiri hingga ball mill tidak berputar.
18) Tekan button Off (merah) Ball Mill.
19) Tekan button Off (merah) Heater
20) Tekan button Off (merah) Water pump.
21) Tekan Emergency
22) Matikan kembali aliran listrik utama pada Main Box Panel bila dianggap perlu.
5.3.5 Pemeliharaan Mesin
1) Pastika terutama grease yang ada pada pillow block dan gear motor dalam keadaan
terisi, karena bila kering dapat mengakibatkan kerusakan.
2) Pastikan tidak ada benda asing seperti batu, logam yang ikut masuk ke dalam Ball
Mill Mini.
3) Biasakan untuk selalu membersihkan Ball Mill Mini setiap selesai proses milling.
5.3.6 Mengatasi Masalah (Trouble Shooting)
1) Mesin bersuara terutama pada gear motor dan terasa panas; periksalah apakah gear
motor kekurangan oli atau sudah lama tidak diisi oli, kemudian isilah dengan oli
baru.
2) Jika masih tetap bersuara dan panas bahkan mengakibatkan trip; kemungkinan telah
terjadi kerusakan pada gear motor, segera lakukan pembongkaran dan penggantian
sesuai dengan ukuran dan tipe gear motor yang dianjurkan, dan pasanglah kembali
dengan benar.
3) Listrik mati (trip) padahal jarum pada Ampere Meter masih aman; periksalah Box
Panel, kemungkinan telah terjadi kerusakan pada komponen Thermal Load,
kemudian gantilah dengan yang baru.
5.4 Jenis-jenis Cokelat Olahan CV. Guyub Santoso
5.4.1 Chocolate / Couverture
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
41
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Untuk cokelat jenis couverture menggunakan lemak cokelat (cocoa butter).
Viskositas (keenceran) 4000 – 6000 .cp dengan RPM 10 dan kehalusan 20 – 25 micron
yang diukur dengan menggunakan micrometer. Apabila keenceran kurang, dapat
ditambahkan dengan lechitin yang telah dicampur dengan minyak ±0,02%. Sebelum
dicetak, cokelat couverture harus melewati proses tempering (menaikkan dan
menurunkan suhu saat pelelehan cokelat) untuk menstabilkan kandungan cocoa butter
yang sudah meleleh. Tanpa proses tempering, tampilan cokelat couverture akan terlihat
kusam dan sulit divariasikan. Setelah mencapai temperatur 25o – 28oC, cokelat siap
untuk dicetak.
5.4.2 Compound dan Mix
Cokelat compound dibuat dari kombinasi cocoa powder, lemak nabati dan
pemanis. Untuk jenis compound dan cokelat mix tidak perlu dilakukan tempering karena
menggunakan campuran minyak cokelat dan vegetable oil sehingga dapat langsung
didinginkan hingga suhu 25o – 28oC.
5.5 Proses Pengolahan Cokelat
5.5.1 Prosedur Pengolahan Cokelat Batangan
a. Sebelum memulai proses produksi, terlebih dahulu harus dipastikan kesesuaian resep
dengan tipe produk yang akan diproses.
b. Selain itu, juga harus dipastikan bahwa peralatan dan area produksi kondusif
sehingga proses produksi dapat berjalan termasuk fungsi dari timbangan harus tepat.
c. Kemudian semua bahan ditimbang sesuai dengan resep. Bahan baku minyak yang
berbentuk padatan harus diencerkan terlebih dahulu sebelum dilakukan
penimbangan.
d. Setelah proses penimbangan selesai, bahan dicampurkan (mixing) sebelum
dimasukkan ke dalam mesin giling.
e. Semua bahan digiling sampai halus dengan RPM 100 dan dengan temperature 40o-
60oC. Kategori halus adalah dengan ukuran 20 – 25 micron. Pengukuran kehalusan
bahan dilakukan dengan menggunakan mikrometer. Cairan cokelat sesekali
dilakukan tap (cairan cokelat dituang ke dalam sebuah wadah dan kemudian
dimasukkan kembali ke dalam mesin giling) dan ditambahkan lechitin untuk menjaga
olahan tetap homogen.
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
42
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
f. Setelah itu, vanili / flavour dimasukkan paling akhir 15 menit sebelum proses
penggilingan selesai dan cairan cokelat dapat langsung dicetak atau ditampung dalam
tempat tertutup.
5.5.2 Prosedur Pencetakan
a. Cokelat dalam bentuk batangan harus dilelehkan terlebih dahulu dengan cara di tim.
b. Cara tim dapat menggunakan baskom yang diletakkan di atas air panas bersuhu 80oC
atau mulai mendidih. Tidak diperkenankan di tim langsung di atas api karena jika
dilakukan langsung di atas api dengan kenaikan temperatur yang mendadak dapat
membuat ikatan dari minyak berubah. Akibatnya karbon akan terlepas dan cokelat
akan cepat tengik. Sebagai catatan apabila produk cokelat tersebut menggunakan
bahan baku jenis minyak cocoa butter maka harus dilakukan tempering terlebih
dahulu sebelum dicetak. Akan tetapi apabila menggunakan minyak jenis vegetable
oil atau campuran dari minyak cocoa butter dan vegetable oil bisa dilakukan
pencetakan secara langsung tanpa harus dilakukan tempering.
c. Setelah meleleh, baskom diangkat dan didiamkan beberapa saat sebelum dicetak.
Untuk mempermudah proses pencetakan, cokelat dimasukkan ke dalam kantong
plastik segitiga. Cetakan yang digunakan umumnya dari bahan mika.
d. Setelah dicetak, kemudian dimasukkan ke dalam pendingin dan didinginkan kurang
lebih 14 – 18 menit. Setelah itu, dikeluarkan dari pendingin dan didiamkan 15-20
menit sebelum dilakukan proses pangemasan.
5.5.3 Proses Pengemasan
Setelah dikeluarkan dari cetakan cokelat didiamkan terlebih dahulu selama 15 –
20 menit. Hal ini bertujuan untuk menghindari adanya condensat (pengembunan).
Pembungkus terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian dalam (yang bersentuhan langsung
dengan produk) dan bagian luar. Untuk pembungkus bagian dalam menggunakan
pembungkus alumunium foil (grenjeng), sedangkan bagian luar menggunakan kertas
untuk mempercantik produk. Selama proses pengemasan harus diperhatikan tentang
kebersihan dari area kerja (bersih dan kering) dan kebersihan pekerja (menggunakan
sarung tangan, masker dan tutup kepala). Supaya hasil menjadi lebih menarik, ukuran
pembungkus dapat disesuaikan dengan ukuran produk.
5.5.4 Proses Penyimpanan
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
43
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Dalam melakukan penyimpanan, semua hasil olahan harus didata dan diberi label.
Digunakan sistem FIFO (First In First Out) dengan diurutkan dari tanggal masuk dan
tanggal keluarnya. Ruangan penyimpanan harus tetap kering, bersih, sejuk dan terhindar
dari sinar matahari langsung (cool and dry).
5.6 Pengaruh Minyak Sebagai Bahan Baku Terhadap Sifat Fisis Cokelat Batangan
Bahan baku dalam pembuatan cokelat batangan adalah lemak cokelat. Lemak ini
diperoleh dari hasil pengolahan biji kakao mulai dari pembersihan, pengeringan, roasting,
penggilingan, sampai proses akhir yaitu pengepresan, sehingga terbentuk lemak cokelat
(cocoa butter) dan bubuk cokelat (cocoa powder). Karakteristik lemak cokelat yang baik
dapat dilihat berdasarkan jenis atau struktur kristal dari lemak cokelat tersebut.
Berdasarkan jenis kristal dan titik lelehnya, yang paling stabil adalah kristal jenis beta
dengan titik leleh 34oC. Sifat yang akan dihasilkan adalah sifat mengkilap, padat, renyah
dan leleh pada suhu badan 37oC. Kristal beta memiliki struktur yang lebih kecil, sehingga
dapat menghasilkan tekstur yang mengkilap dan mampu membentuk kelompok kristal
yang besar.
Kristal lemak yang stabil dapat dihasilkan melalui proses tempering. Proses
tempering adalah proses pendinginan bertahap dengan cara cokelat didinginkan pelan-
pelan sambil diaduk sampai suhu yang dikehendaki. Dikarenakan lemak cokelat yang
memiliki suhu relatif tinggi sekitar 60oC, maka proses tempering sangat diperlukan dalam
proses pengolahan produk cokelat batangan. Karena melalui proses ini, akan dihasilkan
produk cokelat yang bersifat mengkilap/glossy dan rapuh/brittle.
Pada lemak cokelat menunjukkan retakan nyata pada suhu di bawah 20oC dengan
titik leleh yang sangat tajam yaitu 37oC dengan peleburan atau pelunakan pada suhu
sekitar 30oC-32oC. Lemak kakao juga mempunyai sifat penting yaitu berkurangnya
volume ketika proses pemadatan yang memungkinkan kemudahan pada proses
pencetakan. Berkurangnya volume ini bergantung proses tempering cokelat.
Sebagai bahan baku pembuatan premen ataupun olahan cokelat lainnya, lemak
cokelat memiliki ciri yakni akan mencair pada suhu 32oC-37oC, mempunyai tekstur yang
keras dan sedikit rapuh, serta warnanya tidak buram dan tetap cerah jika dicampur pada
bahan lain serta memadat pada suhu kamar. Waktu untuk penyimpanan juga harus
disesuaikan dengan kondisi cokelat, karena jika tidak maka dapat menyebabkan cokelat
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
44
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
akan melekat pada cetakan, menghasilkan warna yang buram serta menimbulkan
blooming/penampakan lapisan putih di permukaan cokelat. Fungsi dari lemak kakao pada
pembuatan cokelat adalah untuk memadatkan produk olahan cokelat. Dengan adanya
kandungan lemak yang tinggi akan cukup beresiko terhadap mutu cokelat olahan, dimana
jika tidak terikat dengan baik lemak akan mudah keluar dari adonan dan permukaan
cokelat olahan, yang dapat mendorong terjadinya oksidasi dan akan menjadi tengik.
Mengingat bahan baku lemak cokelat sangat penting terhadap sifat fisis yang
dihasilkan dari produk cokelat batangan karena tingkat titik leleh lemak yang berbeda
maka diperlukan pemilihan bahan baku minyak yang sesuai. Hal ini bertujuan agar
produk olahan cokelat batangan yang diperoleh memiliki kualitas yang baik. Untuk
produk-produk makanan cokelat, titik leleh lemaknya yang baik adalah mendekati suhu
badan manusia dan memiliki tingkat kekerasan minimum pada suhu kamar.
5.7 Pengendalian mutu
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam proses pengolahan produk cokelat di CV. Guyub
Santoso antara lain :
5.7.1 Area Kerja
- Suhu dari ruangan untuk produksi tidak boleh lembab dengan kelembaban
maksimal 60 r h/humidity agar tidak menumbuhkan jamur pada produk dan cahaya
haruslah terang.
- Kondisi lantai, dinding, meja dan semua peralatan kerja (sendok, pengaduk dan
cetakan) yang ada di dalam ruangan/area kerja harus bersih dan kering. Hal ini
dikarenakan jika produk cokelat terkontaminasi dengan air maka akan membuat
produk tersebut menjadi berbau menyengat “tengik” karena kandungan lemak
dalam produk tidak boleh tercampur dengan air.
- Di dalam kulkas tempat pendinginan tidak boleh tercampur dengan bahan yang
berbau menyengat.
- Peralatan kerja yang kotor harus dibersihkan dengan sabun cair dan dibilas dengan
air hangat. Tidak diperkenankan menggunakan sabun colek dan sejenisnya karena
dapat meninggalkan sisa sabun diperalatan.
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
45
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
- Baskom tempat pelelehan harus dilap bagian bawahnya yang terkena uap air setelah
diangkat dari pemanas. Hal ini dikarenakan uap air panas yang menyentuh cokelat
dapat menyebabkan cokelat menggumpal dan tidak akan cair.
- Ketika melakukan kontak langsung dengan produk harus menggunakan sarung
tangan.
5.7.2 Kebersihan Pekerja
- Harus menggunakan tutup kepala, masker dan sarung tangan agar kebersihan area
kerja tetap terjaga. Hal ini dikarenakan produk yang diolah adalah makanan
sehingga harus diperhatikan kebersihan dan kehigienisan dari pekerja maupun
peralatan kerja.
- Karena olahan yang diproduksi adalah produk makanan, maka pekerja harus tidak
dalam keadaan sakit agar tidak mengkontaminasi kebersihan dan kesehatan dari
produk olahan.
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
46
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
BAB IV
PENUTUP
6.1 Kesimpulan
Terdapat dua jenis minyak yang digunakan sebagai bahan baku dalam produksi
cokelat batangan/blok olahan di CV. Guyub Santoso yaitu minyak cokelat (cocoa butter)
dan minyak sayur (vegetable oil). Produk cokelat yang baik tersusun atas struktur kristal
lemak cokelat yang stabil. Apabila bentuk kristal tidak stabil dapat mengakibatkan
perubahan warna dan tekstur dari produk cokelat. Untuk mendapatkan struktur kristal
yang stabil adalah melalui tahap tempering. Tempering merupakan proses pendinginan
bertahap dari suhu tinggi sampai suhu yang dikehendaki. Dikarenakan lemak cokelat
yang memiliki suhu relatif tinggi sekitar 60oC, maka proses tempering sangat diperlukan
dalam proses pengolahan produk cokelat batangan. Karena melalui proses ini, akan
dihasilkan produk cokelat yang bersifat mengkilap/glossy dan rapuh/brittle.
Struktur kristal lemak cokelat yang stabil adalah pada jenis beta yang memiliki titik
leleh 34oC. Kristal beta memiliki struktur yang kecil sehingga menghasilkan tekstur yang
mengkilap dan mampu membentuk kelompok kristal yang besar. Sifat fisis yang
dihasilkan oleh kristal lemak cokelat jenis beta adalah mengkilap, padat, renyah, leleh
pada suhu tubuh (37oC). Sebagai bahan baku pembuatan produk olahan cokelat, lemak
cokelat memiliki ciri yakni akan mencair pada suhu 32oC - 37oC, mempunyai tekstur yang
keras dan sedikit rapuh, serta warnanya tidak buram dan tetap cerah jika dicampur pada
bahan lain serta memadat pada suhu kamar.
Fungsi dari lemak cokelat pada pembuatan cokelat batangan adalah untuk
memadatkan produk olahan cokelat. Dengan adanya kandungan lemak yang tinggi akan
cukup beresiko terhadap mutu cokelat olahan, dimana jika tidak terikat dengan baik lemak
akan mudah keluar dari adonan dan permukaan cokelat olahan. Hal ini akan mendorong
terjadinya oksidasi dan akan menjadi tengik. Titik leleh dan tingkat kekerasan pada
produk cokelat berhubungan erat dengan komponen penyusun asam lemaknya. Sehingga
agar didapatkan hasil olahan cokelat batangan yang baik maka perlu pemilihan bahan
baku lemak cokelat yang sesuai berdasarkan tingkat titik leleh dari lemak cokelat.
6.2 Saran
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
47
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Pada pengamatan selanjutnya diharapkan dapat mengamati pengaruh bahan – bahan
lain yang digunakan sebagai komposisi dalam pembuatan produk olahan cokelat seperti
lechitin. Hal ini dikarenakan tidak hanya lemak atau minyak cokelat saja yang memiliki
pengaruh fisik pada produk olahan cokelat.
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
48
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
DAFTAR PUSTAKA
Alex, K. B. C., (2003), An Undergraduate Thesis Submitted to the University of Queensland
as a requirement for the Degree of Bachelor of Engineering (Chemical).
http://www.cheque.uq.edu.au/ugrad/theses/2003/pdf/CHE4007/40219358/40219358.p
df. Diakses pada tanggal 20 Agustus 2014.
IKAPI, A. (2008). Dark Chocolate Healing : Mengungkap Khasiat Cokelat Terhadap Sirkulasi
Darah dan Imunitas Tubuh. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Indarti, E., Arpi, N., Budijanto, S. 2013. Kajian Pembuatan Cokelat Batang Dengan Metode
Tempering Dan Tanpa Tempering, vol. 5:1. Diakses pada tanggal 20 Agustus 2014.
Ketaren, S. 1986 Minyak dan Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia.
Lukito, M. T. (2010). Buku Pintar Budi Daya Kakao. Jakarta: Agro Media Pustaka.
Michael,M.(2010).ChocolateBar-MasihDelicious!.
http://wisata.kompasiana.com/2010/12/18/Bar-masih-delicious.diakses 20 Agustus
2014
Misnawi. (2005). Peranan Pengolahan Terhadap Pembentukan Citarasa Cokelat. Jember:
Warta Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Vol. 21 (3).
Mulato.S., S. M. (2004). Petunjuk Teknis Pengolahan Produk Primer dan Sekunder Kakao.
Bagian Proyek Penelitian dan pengembangan Kopi dan Kakao, Pusat Penelitian Kopi
dan Kakao.
Nasution, Z. (1976). Pengolahan Cokelat. Bogor: IPB-Press.
Nasution.Z, M. W. (1985). Pengolahan Coklat. Agroindustri. Bogor: IPB-Press.
Oxtoby, David W. (2001). Prinsip-prinsip Kimia Modern. Jakarta : Erlangga.
Rohan, T. (1963). Processing Of Raw Cocoa For The Market. Roma: FAO Agric.Studies
No.60,207p.
Santoso, Lidya Lewi, Silvy Gozali, Loura Julyta. (2003). Proses Pengolahan Biji Coklat
Menjadi Lemak Coklat Cake Coklat dan Bubuk Coklat di PT. Teja Sekawan Cocoa
Industries Surabaya.Surabaya:Universitas Katolik Widya Mandala.
Smanda, W. (2010). Mengenal Coklat-Couverture, Compound.
http://www.cakefever.com/mengenal-coklat-couverture-compound/.diakses 20
Agustus 2014.
Spillane, J. (1995). Komoditi Kakao Perannya Dalam Perekonomian Indonesia. Yogyakarta:
Kanisius.
Gapoktan GUYUB SANTOSO Laporan Kuliah Kerja Lapang
49
Jurusan Fisika Fakultas MIPA Universitas Brawijaya
Sunarko. (2007). Petunjuk Praktis Budi Daya dan Pengolahan Kelapa Sawit. Jakarta : PT
Agro Media Pustaka.
Susanto, F. (1994). Tanaman Kakao. Yogyakarta: Kanisius.
Wahyudi, T. (2008). Panduan Lengkap Kakao-Manajemen Agribisnis Dari Hulu Hingga Hilir.
Depok: Penebar Swadaya.
Winarno, F. d. (1979). Biofermentasi dan Biosentesa Protein. Bandung: Angkasa.
Wood, G. (1987). Form Harvest To Store. In Cocoa Fourth Edition. New York: John Willey
and sons,inc.