gatal dan bentol
TRANSCRIPT
Gatal dan BentolB-12
Ketua : Putri Nisrina Hamdan (1102011213)Sekretaris :Nita Rahmatunnisa (1102011196)Anggota :Mona Purwitasari (1102011168)
Muhammad Khairul Fitrah (1102011170) Mutia Rizki (1102011184) Rara Ardianti Rachma (1102011247) Rhemenda Permata (1102011232) Rifanni Meishela (1102011233) Zulfa Vinanta (1102011302)
Gatal dan bentol-bentol
• Tn. A mengeluh demam dan batuk berdahal sejak 2 minggu yang lalu, dan setelah berobat, dokter memberikan antibiotika golongan penisilin kepada Tn. A. Setelah minum antibiotika tersebut timbul gatal dan bentol-bentol merah yang hampir merata di seluruh tubuhnya, dan timbul bengkak pada kelopak mata dan bibirnya. Ia memutuskan untuk kembali berobat ke dokter. Pada pemeriksaan fisik didapatkan angioedema di mata dan bibirnya, dan urtikaria di seluruh tubuhnya. Dokter menjelaskan keadaan ini diakibatkan oleh reaksi alergi (hipersensitivitas tipe I), sehingga ia mendapatkan pengobatan anti histamin dan kortikosteroid. Dokter memberikan saran agar selalu berhati-hati dalam meminum obat.
SASARAN BELAJAR• LI. 1. Mampu memahami reaksi hipersensitivitas• 1.1. Definisi• 1.2. Etiologi• 1.3. Klasifikasi• LI. 2. Mampu memahami reaksi hipersensitivitas tipe I• 2.1. Definisi• 2.2. Perform Mediator• 2.3. Mekanisme Kerja• LI. 3. Mampu memahami reaksi hipersensitivitas tipe II• 3.1 . Definisi• 3.2 . Mekanisme• LI. 4. Mampu memahami reaksi hipersensitivitas tipe III• 4.1. Definisi• 4.2. Mekanisme• 4.3 Bentuk• LI. 5. Mampu memahami reaksi hipersensitivitas tipe IV• 5.1. Definisi• 5.2. Mekanisme• 5.3. Bentuk• LI. 6. Mampu memahami peranan anti histamin dan kortikosteroid• 6.1. Farmakokinetik• 6.2. Farmakodinamik• 6.3. Efek samping• LI. 7. Mampu menjelaskan Alergi Obat dalam pandangan Islam
LI 1. Mampu memahami reaksi Hipersensitivitas
• Hipersensitivitas • peningkatan reaktivitas atau sensitivitas
terhadap antigen yang pernah dipajankan atau dikenal sebelumnya.
ETIOLOGI• Antigen penyebab : • 1) eksogen • 2) homolog ,co : Reaksi transfuse • 3) autolog, penyakit autoimun
KLASIFIKASI• Menurut waktu timbulnya reaksi
Perbedaan Reaksi cepat Reaksi intermediet Reaksi lambat
Waktu timbul reaksi
Hitungan detikTerjadi setelah beberapa jam terpajan
Terjadi setelah 48 jam terpajan
• Menurut Gell dan Coombs
Reaksi hipersensitivitas tipe I Reaksi hipersensitivitas tipe II• Reaksi hipersensitivitas tipe III• Reaksi hipersensitivitas tipe IV
• Berdasarkan kecepatan dan mekanisme imun yang terjadi (Gell dan Coombs):
Tipe/mekanisme Gejala Contoh
I / IgEAnafilaksis, urtikaria, angioedema, mengi, hipotensi, nausea, muntah, sakit abdomen, diare
Penisilin dan β-laktam lainnya, enzim, antiserum, protamin, heparin antibodi monoklonal, ekstrak alergen, insulin
II / sitotoksik (IgG dan IgM)
Agranulositosis Anemia hemolitik Trombositopenia
Metamizol, fenotiazin Penisilin, sefalosporin, β-laktam, kinidin, metildopa Karbamazepin, fenotiazin, tiourasil, sulfonamid, antikonvulsan, kinin, kinidin, parasetol, sulfonamid, propil, tiourasil, preparat emas
III / kompleks imun (IgG dan IgM)Panas, urtikaria, atralgia, limfadenopati Serum sickness
β-laktam, sulfonamid, fenotiazin, streptomisin serum xenogenik, penisilin, globulin anti-timosit
IV / hipersensitivitas selular
Eksim (juga sistemik) eritema, lepuh, pruritus Fotoalergi Fixed drug eruption Lesi makulopapular
Penisilin, anestetik lokal, antihistamin topikal, neomisin, pengawet, eksipien (lanolin, paraben), desinfekstan Salislanilid (halogeneted), asam nalidilik Barbiturat, kinin Penisilin, emas, barbiturat, β-blocker
V / reaksi granuloma Granuloma Ekstrak alergen, kolagen larut
VI / hipersensitivitas stimulasi(LE yang diinduksi obat?)Resistensi insulin
Hidralazin, prokainamidAntibodi terhadap insulin (IgG)
Klasifikasi Gell dan Coombs yang telah dimodifikasi
LI. 2 Mampu memahami reaksi Hipersensitivitas tipe 1
Hipersensitifitas Tipe I (Anaphylactic sensitivity)
. Reaksi cepat,Reaksi anafilaksis . Terjadi sensitisasi . Diperantarai oleh immunoglobulin E (IgE)
Respon hipersensitivitas• A) Reaksi lokal• B) Reaksi sistemik – anafilaksisi• C) Reaksi pseudoalergi atau anafilaktoid
Reaksi AlergiJenis Alergi Alergen Umum Gambaran
Anafilaksis Obat, serum, kacang-kacangan
Edema dengan peningkatan permeabilitas kapiler, okulasi trakea , koleps sirkulasi yang dapat menyebabkan kematian
Urtikaris akut
Sengatan serangga Bentol, merah
Rinitis alergi Polen, tungau debu rumah Edema dan iritasi mukosa nasal
Asma Polen, tungau debu rumahKonstriksi bronkial, peningkatan produksi mukus, inflamasi saluran nafas
MakananKerang, susu, telur, ikan, bahan asal gandum
Urtikaria yang gatal dan potensial menjadi anafilaksis
Ekzem atopiPolen, tungau debu runah, beberapa makanan
Inflamasi pada kulit yang terasa gatal, biasanya merah dan ada kalanya vesikular
Mekanisme
Pada tipe 1 terdapat beberapa fase, yaitu : -Fase sensitasi -Fase aktivasi -Fase efektor
Sensitization phase : Pengikatan IgE ke spesifik reseptor mast cell & basofilActivation phase : Re eksposur ke mast cell Respon : Wheal and Flare ( Udem & Eritema)Effector phase : complex respon dr active agent berasal dari mast cell & basofil Pengaktifan dari material,,Pharmacological- ly actve,,
Akibat ikatan antigen-IgE, sel mast dan basofil mengalami degranulasi dan melepas mediator dalam waktu beberapa menit yang preformed
Mediator primer utama pada hipersensitivitas Tipe 1
Mediator Efek
HistaminPeningkatan permeabilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot polos, sekresi mukosa gaster
ECF-A Kemotaksis eosinofil
NCF-A Kemotaksis neutrofil
ProteaseSekresi mukus bronkial, degradasi membran basal pembuluh darah, pembentukan produk pemecah komplemen
PAF Agregasi dan degranulasi trombosit, kontraksi otot polos paru
Hidrolase asam Degradasi matriks ekstraseluler
Mediator sekunder utama pada Hipersensitivitas Tipe 1Mediator Efek
Sitokin Aktivasi berbagai sel radang
BradikininPeningkatan permebilitas kapiler, vasodilatasi, kontraksi otot polos, stimulasi ujung saraf nyeri
Prostaglandin D2Kontrakso otot polos paru, vasodilatasi, agregasi trombosit
LeukotrienKontraksi otot polos, peningkatan permeabilitas, kemotaksis
LI 3. Mampu memahami reaksi Hipersensitifitas tipe 2
Diperantarai oleh terbentuknya antibodi terhadap antigen pada permukaan sel / komponen jaringan.
. reaksi sitotoksik,antibody dependent cellular cytotoxicity(ADCC)
. Diperantarai oleh IgG,IgM . Pengaktifan dari komplemen
Contoh:. Reaksi transfusi. Erythroblastosis fetalis. Autoimun hemolytic anemia,agranulocytosis, thrombocytopenia. . Reaksi obat,mis:penisilin---hemolisis . Phemphigus vulgaris
Mekanisme• Reaksi diawali oleh reaksi antara ab dan
determinan antigen yang merupakan bagian dari membran sel tergantung apakah komplemen/ molekul asesori dan metabolisme sel dilibatkan.
Melalui jalur ADCC
Melalui jakur aktifitas kompleks
Ag → masuk tubuh → menempel pada sel tertentu → merangsang terbentuknya Ig G atau Ig M → mengaktifkan komplemen → menimbulkan lisis
Gejala Klinis
Terapi: anti-inflamasi dan agen immunosupresif
LI 4. Mampu memahami reaksi Hipersensitivitas 3
• Disebut juga : Reaksi kompleks imun• Pengaktifan komplemen• terbentuk respons inflamasi melalui infiltrasi masif
neutrofil.
Mekanisme• Dalam keadaan normal, kompleks imun yang terbentuk
akan diikat dan diangkut oleh eritrosit ke hati, limpa dan paru dimusnahkan oleh sel fagosit dan PMN.
• Kompleks imun yang besar akan mudah untuk di musnahkan oleh makrofag hati.
• Kompleks imun kecil yang tidak bisa atau sulit dimusnahkan yang kemudian mengendap di pembuluh darah atau jaringan.
•
• Bentuk ReaksiReaksi arthus (bentuk lokal ), suntikan serum kuda/kelinci
---gjl 2-4 jam
Reaksi serum sickness( sistemik ),imunisasi-pasif pd diphteria-tetanus deng antiserum kuda—1-2mg tbl gjl gatal,dll.
Demam reumaArthritis reumatoidFarmer’s lung,actinomycete jerami---AgAb paru paru---ggn
nafas pneumonitis 6-8 jam Lupus eritematosus sistemik
LI 5. Mampu memahami reaksi Hipersensitivitas 4
• Hipersensitivitas tipe lambat• Dikontrol sebagian besar oleh reaktivitas sel T terhadap antigen
• Reaksi hipersensitivitas tipe IV dibagi menjadi :
• -Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV• Merupakan hipersensitivitas granulomatosis, terjadi pada
bahan yang tidak dapat disingkirkan dari rongga tubuh seperti talkum dalam rongga peritoneum dan kolagen sapi dari bawah kulit.
• • -T Cell Mediated Cytolysis• Kerusakan jaringan terjadi melalui sel CD8
+/CTL/Tc yang langsung membunuh sel sasaran.
Mekanisme• Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV :
• Fase sensitasi
• Membutuhkan waktu 1-2 minggu setelah kontak primer dengan antigen. Th diaktifkan oleh APC melalui MHC-II. Berbagai APC (sel Langerhans/SD pada kulit dan makrofag) menangkap antigen dan membawanya ke kelenjar limfoid regional untuk dipresentasikan ke sel T sehingga terjadi proliferasi sel Th1 (umumnya).
• • Fase efektor
• Pajanan ulang dapat menginduksi sel efektor sehingga mengaktifkan sel Th1 dan melepas sitokin yang menyebabkan :
• Aktifnya sistem kemotaksis dengan adanya zat kemokin (makrofag dan sel inflamasi). Gejala biasanya muncul nampak 24 jam setelah kontak kedua.
• Menginduksi monosit menempel pada endotel vaskular, bermigrasi ke jaringan sekitar.• Mengaktifkan makrofag yang berperan sebagai APC, sel efektor, dan menginduksi sel Th1 untuk
reaksi inflamasi dan menekan sel Th2.• Mekanisme kedua reaksi adalah sama, perbedaannya terletak pada sel T yang teraktivasi. Pada
Delayed Type Hypersensitivity Tipe IV, sel Th1 yang teraktivasi dan pada T Cell Mediated Cytolysis, sel Tc/CTL/ CD8
+ yang teraktivasi.
Contoh mekanisme reaksi hipersensitivitas tipe IV :
Reaksi pada infeksi parasit dan bakteri intrasel• DTH mengaktifkan influks makrofag pada infeksi yang tidak dapat ditemukan oleh antibodi.• Makrofag melepaskan enzim litik yang menyebabkan kerusakan jaringan.• Bila enzim litik terus diproduksi dapat mengakibatkan reaksi granulomatosis yang akan
menyebabkan nekrosis pada jaringan yang dapat mengenai jaringan pembuluh darah.• • , contoh pada infeksi virus hepatitis.• • Respon pada infeksi M. tuberkulosis• Bakteri mengaktifkan respon DTH yang selanjutnya mengaktifkan makrofag yang merangsang isolasi
kuman dalam lesi granuloma (tuberkulin)• Tuberkulin akan melepaskan enzim litik yang akan merusak jaringan paru-paru dan menimbulkan
nekrosis jaringan.• • Granuloma terbentuk pada :• TB• Lepra• Skistosomiasis• Lesmaniasis• Sarkoidasis
• Respon hipersensitivitas :• -Dermatitis kontak• -Hipersensitivitas tuberkulin -Reaksi Jones Mote -Penyakit CD8
+
LI 6. Mampu memahami Antihistamin dan Kortikosteroid
• AntihistaminGolongan obat yang termaksud dalam antihistamin:
antergan, neontergan, difenhidramin, dan tripelenamin yang efektif untuk mengobati edema, eritem, dan pruritus,
dan yang baru ini ditemukan : burinamid, metiamid, dan simetidin untuk menghambat sekresi asam lambung akibat histamin
• 2 jenis antihistamin, yaitu :• Antagonis reseptor H1 (AH1)• -Farmakodinamik• menghambat efek histamin pada pembuluh darah, bronkus, bermacam otot polos, • mengobati reaksi hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai penglepasan histamin
endogen berlebihan.• -Farmakokinetik• Efek yang ditimbulkan dari antihistamin 15-30 menit setelah pemberian oral dan maksimal
setelah 1-2 jam. Lama kerja AH1 umumnya 4-6 jam. Kadar tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 ialah hati. AH1 disekresi melalui urin setelah 24 jam, terutama dalam bentuk metabolitnya.
• -Indikasi• AH1 berguna untuk pengobatan simtomatik berbagai penyakit aergi dan mencegah atau
mengobati mabuk perjalanan.• -Efek samping• Efek samping yang paling sering adalah sedasi. Efek samping yang berhubungan dengan AH1
adalah vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, penglihatan kabur, diplopia, euforia, gelisah, insomnia, tremor, nafsu makan berkurang, mual, muntah, keluhan pada epigastrium, konstipasi atau diare,mulut kering, disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, dan lemah pada tangan.
•
• Antagonis reseptor H2 (AH2)
• Simetidin dan Ranitidin• -Farmakodinamik• Simetadin dan ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversible. Kerjanya
menghambat sekresi asam lambung. Simetadin dan ranitidin juga mengganggu volume dan kadar pepsin cairan lambung.
• -Farmakokinetik• Absorpsi simetidin diperlambat oleh makan, sehingga simetidin diberikan bersama atau segera
setelah makan dengan maksud untuk memperanjang efek pada periode pascamakan. Ranitidn mengalami metabolisme lintas pertama di hati dalam jumlah cukup besar setelah pemberian oral. Ranitidin dan metabolitnya diekskresi terutama melalui ginjal, sisanya melalui tinja.
• -Indikasi• Efektif untuk mengtasi gejala akut tukak duodenum dan mempercepat penyembuhannya.
Selain itu, juga efektif untuk mengatasi gejala dan mempercepat penyembuhan tukak lambung. Dapat pula untuk gangguan refluks lambung-esofagus.
• -Efek samping• Efek sampingnya rendah, yaitu penghambatan terhadap resptor H2, seperti nyeri kepala,
pusing, malaise, mialgia, mual, diare, konstipasi, ruam, kulit, pruritus, kehilangan libido dan impoten.
•
• Famotidin• Farmakodinamik• Famotidin merupakan AH2sehingga dapat menghambat sekresi asam lambung pada keadaan
basal, malam, dan akibat distimulasi oleh pentagastrin. Famotidin 3 kali lebih poten daripada ramitidin dan 20 kali lebih poten daripada simetidin.
• Farmakokinetik• Famotidin mencapai kadarpuncak di plasma kira kira dalam 2 jam setelah penggunaan secara
oral, masa paruh eliminasi 3-8 jam. Metabolit utama adalah famotidin-S-oksida. Pada pasien gagal ginjal berat masa paruh eliminasi dapat melibihi20 jam.
• Indikasi• Efektifitas pbat ini untuk tukak duodenum dan tukak lambung, refluks esofagitis, dan untuk
pasiendengan sindrom Zollinger-Ellison. • Efek samping• Efek samping ringan dan jarang terjadi, seperti sakit kepala, pusing, konstipasi dan diare, dan
tidak menimbulkan efek antiandrogenik.• • Nizatidin• Farmakodinamik• Potensi nizatin daam menghambat sekresi asam lambung.• Farmakokinetik• Kadar puncak dalam serum setelah pemberian oral dicapai dalam 1 jam, masa paruh plasma
sekitar 1,5 jam dan lama kerja sampai dengn 10 jam, disekresi melalui ginjal.• Indikasi• Efektifitas untuk tukak duodenum diberikan satu atau dua kali sehari selama 8 minggu, tukak
lambung, refluks esofagitis, sindrom Zollinger-Ellion.• Efek samping• Efek samping ringan saluran cerna dapat terjadi, dan tidak memiliki efek antiandrogenik.
• Kortikosteroid Mekanisme kerja
• Kortikosteroid bekerja dengan mempengaruhi kecepatan sintesis protein. Molekul hormon memasuki sel melewati membran plasma secara difusi pasif.
• Farmakodinamik
• Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak.selain itu juga mempengaruhi fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem saraf dan organ lain.
• Dalam klinik umumnya kortikosteroid dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu glukokortikoid dan mineralokortikoid.
• Efek utama glukokortikoid ialah pada penyimpanan glikogen hepar dan efek anti-inflamasi, sedangkan pengaruhnya pada keseimbangan air dan elektrolit kecil.
• Efek pada mineralokortikoid ialah terhadap keseimbangan air dan elektrolit, sedangkan pengaruhnya pada penyimpanan glikogen hepar sangat kecil.
• Sediaan kortikosteroid dapat dibedakan menjadi 3 golongan berdasarkan massa kerjanya.• Sediaan kerja singkat mempunyai masa paruh biologis kurang dari 12 jam.• Sediaan kerja sedang mempunyai masa paruh biologis antara 12-36 jam.• Sediaan kerja lama mempunyai masa paruh biologis lebih dari 36 jam.• • Farmakokinetik
• Perubahan struktur kimia sangat mempengaruhi kecepatan absorpsi, mulai kerja dan lama kerja karena juga mempengaruhi afinitas terhadap reseptor dan ikatan protein.
• Glukokortikoid dapat di absorpsi melalui kulit, sakus konjungtiva dan ruang sinovial. Penggunaan jangka panjang atau pada daerah kulit yang luas dapat menyebabkan efek sistematik, antara lain supresi korteks adrenal.
•
• Indikasi
• Dari pengalaman klinis diajukan 6 prinsip yang harus diperhatikan sebelum obat ini digunakan :• Untuk tiap penyakit pada tiap pasien, dosis efektif harus ditetapkan dengan trial dan error dan harus di
evaluasi dari waktu ke waktu sesuai dengan perubahan penyakit.• Suatu dosis tunggal besar kortikosteroid umumnya tidak berbahaya.• Penggunaan kortikosteroid untuk beberapa hari tanpa adanya kontraindikasi spesifik, tidak membahayakan
kecuali dengan dosis sangat besar.• Bila pengobatan diperpanjang sampai 2 minggu atau lebih dari hingga dosis melebihi dosis substisusi,
insidens efek samping dan efek letal potensial akan bertambah.• Kecuali untuk insufisiensi adrenal, penggunaan kortikosteroid bukan merupakan terapi kausal ataupun kuratif
tetapi hanya bersifat paliatif karena efek anti-inflamasinya.• Penghentian pengobatan tiba-tiba pada terapi jangka panjang dengan dosis besar, mempunyai risiko
insufisiensi adrenal yang hebat dan dapat mengancam jiwa pasien.• • Kontraindikasi
• Sebenarnya sampai sekarang tidak ada kontraindikasi absolut kortikosteroid. Pemberian dosis tunggal besar bila diperlukan selalu dapat dibenarkan, keadaan yang mungkin dapat merupakan kontraindikasi relatif dapat dilupakan, terutama pada keadaan yang mengancam jiwa pasien.
• Bila obat akan diberikan untuk beberapa hari atu beberapa minggu, kontraindikasi relatif yaitu diabetes melitustukak peptik/duodenum, infeksi berat, hipertensi atau gangguan sistem kardiovaskular lainnya.
• • Efek samping
• Efek samping dapat timbul karena peenghentian pemberian secara tiba-tiba atau pemberian terus-menerus terutama dengan dosis besar.
• Pemberian kortikosteroid jangka lama yang dihentikan tiba-tiba dapat menimbulkan insifisiensi adrenalm akut dengan gejala demam, malgia, artralgia dan malaise.
• Komplikasi yang timbul akibat pengobatan lama ialah gangguan cairan dan elektrolit , hiperglikemia dan glikosuria, mudah mendapat infeksi terutama tuberkulosis, pasien tukak peptik mungkin dapat mengalami pendarahan atau perforasi, osteoporosis dll.
• Alkalosis hipokalemik jarang terjadi pada pasien dengan pengobatan derivat kortikosteroid sintetik.• Tukak peptik ialah komplikasi yang kadang-kadang terjadi pada pengobatan dengan kortikosteroid. Sebab itu
bila bila ada kecurigaan dianjurkan untuk melaakukan pemeriksaan radiologik terhadap saluran cerna bagian atas sebelum obat diberikan.
•
LI 7. Memahami dan Menjelaskan Alergi Obat dalam Pandangan Islam
w