gdi+ using asp -...
TRANSCRIPT
MORATORIUM DAN
INDUSTRI PERIKANAN KOTA
BITUNG
Penulis :
Dr. Ficke H. Rawung, MS
Dr. Stanny S. Rawung, MM
Editor / Tata Letak:
Soetam Rizky Wicaksono
i
Penerbit Yayasan Makaria Waya
Jl. A. Mononutu – Minahasa Utara
Kode Pos 95372
email : [email protected]
website : makarialearningcenter.com
bekerjasama dengan
CV. Seribu Bintang
Malang – Jawa Timur - Indonesia
website: www.SeribuBintang.co.id
email : [email protected]
FB : www.fb.com/cv.seribu.bintang
ISBN :
Edisi Pertama, Desember 2018
Hak penulisan pada pengarang
Hak distribusi dan pencetakan pada penerbit
Hak Cipta dilindungi oleh Undang-undang
ii
Daftar Isi
Pendahuluan ...................................................... 1
1. Nilai ekspor hasil perikanan Sulawesi Utara
yang menurun .................................................... 3
2. Naiknya NPL/ Nomor Performing Loan
(Tingkat Kredit Bermasalah)................................ 5
3. Raw materials menurun (data pendukung
dari pelaku usaha), Produksi hasil perikanan
menurun (data pendukung dari pelaku usaha) ... 6
4. Tingginya jumlah karyawan (pekerja) yang
dirumahkan dan di PHK ...................................... 7
5. Dampak Sosial dan Ekonomi Rakyat .............. 8
Kesejahteraan Nelayan Masih Tersendat 15
Kehilangan pekerjaan 19
Ikan Dibiarkan membusuk 21
6. Dampak Sosial Lainnya ................................. 23
7. Kondisi Pelaku Usaha Ikan dan Dampak
Langsungnya .................................................... 26
8. Kerugian Produksi .................................... 30
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam
Masyarakat Ekonomi ASEAN .............................. 33
Tantangan Masyarakat Ekonomi ASEAN Bagi
Indonesia.......................................................... 40
Karakter Mahasiswa Dalam Menghadapi MEA
51
iii
Peluang Masyarakat Ekonomi ASEAN Bagi
Indonesia ......................................................... 74
Posisi Indonesia 74
Kesimpulan 81
Memenangkan Peluang..................................... 82
Competitive and Representative Government ... 85
Peluang Tenaga Kerja Indonesia Dalam MEA .... 92
Daftar Pustaka ................................................ 103
Pendahuluan
1
Pendahuluan Dampak Penerapan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan No. 56 dan No.57 Tahun
2014 terhadap Supply Chain Manajemen
Industri Perikanan di Kota Bitung
Pendahuluan
2
Industri perikanan Sulawesi Utara merupakan
salah satu industri penggerak perekonomian di daerah
Nyiur Melambai. Dengan adanya pemberlakuan
Moratorium sesuai dengan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor. 56 Tahun 2014
tentang Penghentian Sementara (Moratorium)
Perizinan Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah
Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia
dan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor. 57 Tahun 2014 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
Nomor Per.30/Men/2012 Tentang Usaha Perikanan
Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara
Republik Indonesia, ternyata memberikan efek
domino negatif terhadap industri perikanan dan
kinerja ekonomi pada umumnya di Sulawesi Utara.
Hal tersebut dapat terilihat dalam beberapa
hal diantaranya :
Pendahuluan
3
1. Nilai ekspor hasil perikanan
Sulawesi Utara yang menurun
Tabel 1. Perkembangan Ekspor Sulawesi Utara (Juta
USD)
Uraian 2014 2015 Growth (yoy)
Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3
Total
Ekspor (Juta USD)
285.
53
351.
43
296.
02
242.
70
274.
10
291.
04
242.
92 -17.94%
Sumber : Kajian Ekonomi Regional Sulawesi Utara
Triwulan III 2015
Berdasarkan Kajian Ekonomi Regional
Sulawesi Utara Triwulan III tahun 2015. Kinerja
ekspor komoditas Sulawesi Utara mencatatkan
pertumbuhan negatif 17.94% (yoy) dengan nilai
ekspor sebesar 242,92 juta USD. Sampai dengan
triwulan III 2015, dilihat berdasarkan pangsa
komoditi utama ekspor Sulawesi Utara, komoditi
yang menjadi unggulan ekspor masih berasal dari
produk olahan lemak dan minyak nabati dengan
komposisi sebesar 64%, diikuti oleh produk
Pendahuluan
4
perhiasan/permata (15%), sementara ikan dan ikan
olahan tecatat hanya memiliki pangsa 4% dan 5%
seiring masih terbatasnya peningkatan volume
ekspor. Sementara itu, berdasarkan negara tujuan,
ekspor Sulawesi Utara sampai dengan triwulan II
2015 didominasi oleh Belanda (25%), Amerika
Serikat (21%) dan Singapura (16%).
Pangsa pasar ikan dan ikan olahan yang hanya
4% dan 5% dari total ekspor, hal tersebut terdorong
juga dengan kebijakan moratorium yang
menyebabkan kurangnya raw material, sehingga
volume ekspor tidak dapat di tingkatkan.
Pendahuluan
5
2. Naiknya NPL/ Nomor Performing
Loan (Tingkat Kredit Bermasalah)
Tabel 2. Nomor Performing Loan di Sulawesi Utara
2014 2015
Q
1
Q
2
Q
3
Q
4
Q
1
Q
2
Q
3 N
Nominal (Rp. Milliar)
676
809
897
788
894
988
996
RRasio (%)
2
.94
3
.37
3
.65
3
.03
3
.39
3
.60
3
.45
Pelaku Industri perikanan di Sulawesi Utara,
juga merupakan nasabah dalam industri perbankan di
Sulawesi Utara. Dengan adanya penerapan
moratorium menyebabkan para nasabah kredit
mengalami kesulitan dalam memenuhi kewajiban
pembayaran kredit usaha mereka.
Pendahuluan
6
3. Raw materials menurun (data
pendukung dari pelaku usaha),
Produksi hasil perikanan menurun
(data pendukung dari pelaku
usaha)
AUPI Bitung terdiri dari 7 unit Pengalengan
Ikan dengan kebutuhan ikan per hari sekitar 620 ton,
5 unit Pengolahan Ikan Kayu (Katsubushi) dengan
kebutuhan ikan perhari sekitar 270 ton, 12 Unit Fresh
tuna processing dengan kebutuhan ikan per hari
sekitar 175 ton, dan 29 Unit pengolahan pembekuan
ikan dengan kebutuhan ikan perhari sekitar 338 ton.
Yang kesemuanya adalah perusahaan pengolahan
Padat Karya yang menggunakan Tenaga Kerja
Langsung berjumlah sekitar 18.000an orang (12.800
orang UPI + ABK yang berjumlah sekitar 5000an
orang)
Pendahuluan
7
4. Tingginya jumlah karyawan
(pekerja) yang dirumahkan dan di
PHK
Perusahaan yang merumahkan karyawannya
sampai bln Desember 2014 antara lain ;
1. Etmieco Sarana Laut (400 orang)
2. Carvinna Trijaya Makmur (950 orang)
3. Deho Canning Co (350 orang)
4. Int’l Alliance Foods (850 orang)
5. Manadomina Citrapratama (250 orang)
6. RD Pacific (400 orang)
Pendahuluan
8
5. Dampak Sosial dan Ekonomi
Rakyat
Pasca-diberlakukannya Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 56 Tahun 2014 dan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 57,
terjadi perubahan yang sangat signifikan di Kota
Bitung. Ini berdampak pada penurunan produksi hasil
perikanan, yang diperkirakan mencapai 80 persen
dari kapasitas produksi tahun 2013-2014. Dampak
berkurangnya serta kerugian yang dialami sesudah
pemberlakuan moratorium. Bitung tidak hanya
mengalami penurunan jumlah produksi perikanan,
tapi juga sejumlah kerugian signifikan lainnya,
terdampak dari lahirnya dua Permen tersebut.
Moratorium izin kapal ikan buatan luar negeri
diatur dalam Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor 56 Tahun 2014 tentang
Penghentian Sementara (Moratorium) Perizinan
Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik Indonesia. Hal paling
Pendahuluan
9
mendasar dari berbagai kompleksitas persoalan di
dalam usaha perikanan adalah sifat usahanya yang
penuh ketidakpastian. Moratorium seharusnya
mampu memberikan kepastian iklim usaha
perikanan, antara lain memastikan pelaku usaha yang
boleh menangkap dan tidak boleh, jenis, dan jumlah
ikan. Persoalannya, moratorium izin kapal ikan eks
asing tersebut masih belum menjawab ketidakpastian
usaha perikanan. Moratorium yang diperpanjang
tanpa hasil yang transparan menunjukkan terlalu lama
waktu yang dibutuhkan pemerintah hanya untuk
mengetahui modus kejahatan kapal eks asing.
Sementara pelaku usaha mulai terimbas
dampak kebijakan itu. Moratorium kapal ikan sejak
November 2014 itu telah berimbas pada tutupnya
sejumlah usaha penangkapan ikan dalam negeri.
Selama ini, banyak usaha penangkapan ikan skala
besar membeli kapal-kapal ikan dari luar negeri
karena produksi kapal ikan di dalam negeri belum
memadai. Terhentinya sejumlah usaha penangkapan
ikan dalam negeri mengakibatkan merosotnya
pasokan bahan baku untuk unit pengolahan ikan. Di
Pendahuluan
10
Manado, Sulawesi Utara, tercatat delapan pabrik
pengolahan ikan tutup dan sebanyak 26.000 buruh
pabrik dan usaha terkait perikanan dirumahkan.
Kebijakan pemerintah tentang penghentian
sementara atau moratorium Perizinan Usaha
Perikanan Tangkap di wilayah pengelolaan perikanan
Indonesia malah menimbulkan masalah baru.
Pengusaha perikanan terpaksa mem-PHK pekerjanya
akibat tidak bisa mengurus perizinan untuk
menangkap ikan. Akibat moratorium itu banyak
pengusaha nasional terpaksa melakukan Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), sehingga kian menambah
angka pengangguran dan kemiskinan.
Pasokan ikan ke unit pengolahan otomatis
berhenti. Para pengusaha mempertanyakan siapa
yang akan menanggung beban kerugian karena kapal
mereka tidak diperbolehkan beroperasi selama
moratorium ini sementara gaji pekerja diatas kapal
harus tetap dibayar, demikian pula gaji karyawan di
unit pengolahan ikan. Pada moratorium itu tidak
diperbolehkan lagi untuk mempekerjakan tenaga
kerja asing diatas kapal penangkap ikan. Selama ini
Pendahuluan
11
memang kapal-kapal penangkap ikan itu masih
menggunakan ABK asing karena sangat sulit
mendapatkan para pekerja lokal yang dikarenakan
ethos kerja yang rendah untuk bekerja diatas kapal
ikan.
Saat ini seluruh kapal penangkap ikan
khususnya eks kapal asing harus berhenti melaut baik
yang di Bitung, Beo dan Ambon. Untuk hal lain yang
dilarang adalah tidak boleh melakukan transhipment
(bongkar muat dilaut) tanpa kecuali. Padahal
sebenarnya dapat dikecualikan untuk kapal
penangkap ikan Tuna yang harus segera diekspor
supaya kualitasnya tetap terjaga.Fungsi pengawasan
yang harus diperketat bukan dilarang.
Dampak lainnya adalah SIPI (Surat Izin
Penangkapan Ikan) yang telah dibayarkan ke
Pemerintah sebagai PNBP (Pendapatan Negara
Bukan Pajak) untuk setahun dinyatakan berhenti
selama 6 bulan sampai dengan berakhirnya
moratorium itu hingga bulan April 2015.
Ini sama saja pemerintah mengambil hak para
pelaku usaha perikanan yang seharusnya bisa melaut
Pendahuluan
12
mencari ikan. Pemerintah harus segera berdialog
dengan para stakeholder mengenai kebijakan
moratorium ini dan apa langkah bersama untuk
membuat negeri kita jaya di laut termasuk
mensejahterakan para nelayan dan masyarakat
pesisir. Apabila hendak mendata ulang kembali,
lakukanlah tanpa harus memberhentikan
pengoperasian kapal penangkap ikan tersebut bagi
yang masih berlaku izinnya. Pemeriksaan dapat
dimulai pada kapal yang sudah mati izinnya dan
menunda perpanjangannya selama moratorium
demikian halnya pula pada perusahaan yang meminta
izin baru. Pada akhirnya semua perusahaan akan
mendapatkan gilirannya untuk diperiksa, bukan
dihentikan semua kegiatannya. Ini sama saja
mematikan usaha mereka. Di negeri ini bila
menyangkut urusan perut, rawan terjadi konflik.
Kebijakan seperti ini tentunya akan menurunkan citra
Indonesia dimata negara lain dalam berinvestasi di
Indonesia
Kota Bitung telah sejak lama diakui sebagai
kota industri perikanan terbesar di Provinsi Sulawesi
Pendahuluan
13
Utara. Ini berarti bahwa sumber daya alam kelautan
cukup tersedia untuk mendukung kegiatan ekonomi
pada industri perikanan. Pada akhir tahun 2014,
Kementerian Kelautan dan Perikanan
memberlakukan beberapa peraturan yang disebut
Kebijakan Moratorium. Secara umum isi dari
kebijakan tersebut adalah memberhentikan beberapa
kegiatan industri perikanan seperti melarang kapal –
kapal asing di atas 30 GT, pelarangan alih muatan
dari kapal penangkap ke kapal pengangkut.
Diberlakukannya kebijakan ini menyebabkan
masalah sosial di beberapa wilayah Indonesia
termasuk Provinsi Sulawesi Utara. Sekitar 9.000
pekerja baik di kapal maupun pegawai pabrik
perikanan dirumahkan.
Salah satu dampak yang terlihat cukup jelas
adalah perkembangan kapasitas produksi terpakai
sektor perikanan. Seperti dirilis oleh Bank Indonesia
pada akhir 2014, pada triwulan IV 2014 atau setelah
aturan moratorium resmi diberlakukan, kapasitas
produksi meningkat tajam hingga mencapai diatas 81
persen. Fakta tersebut cukup mengagetkan karena
Pendahuluan
14
tahun sebelumnya kapasitas produksi paling tinggi di
triwulan empat itu maksimal 73,63 persen. Itu
menunjukkan bahwa ada peningkatan produksi di
sektor perikanan nasional karena kapal asing tidak
berlayar lagi.
Pendahuluan
15
Kesejahteraan Nelayan Masih Tersendat
Walau dampak moratorium sudah terasa dari
kapasitas jumlah produksi perikanan, namun dari sisi
kesejahteraan nelayan hingga saat ini kondisinya
masih sama saja. Nelayan sekarang banyak yang
tidak bekerja pada kapal-kapal asing, maka sudah
semestinya mereka saat ini kehilangan mata
pencaharian. Ini bisa menyebabkan munculnya
pengangguran. Jika hal itu terjadi, gejolak sosial akan
semakin tinggi di tingkat nelayan.
Sejak dulu, Bitung terkenal sebagai kota
bahari, pusatnya industri perikanan. Jika Anda
berjalan ke sejumlah pojok kota, akan tercium aroma
ikan yang menyengat. Berderet-deret pabrik
pengolahan ikan, di antaranya PT Deho, PT Estada
Pesca, PT Sinar Purefood, dan banyak lagi pabrik
pengalengan ikan yang disebut Unit Pengolahan Ikan
atau UPI. Di waktu pagi, ribuan karyawan akan
berbondong-bondong memasuki kawasan pabrik.
Mereka terdiri dari para lelaki, perempuan,
tua muda. Ada yang berseragam pabrik, ada pula
Pendahuluan
16
menggunakan kaos dan 't-shirt' bebas. Canda tawa
terdengar dari ribuan tenaga kerja yang
menyandarkan hidupnya di industri perikanan di kota
Bitung. Lalu pada petang hari, tatkala matahari mulai
terbenam, kembali ribuan karyawan industri bahari
akan terlihat di jalan-jalan utama kota Bitung. Ada
yang berjalan kaki, bergerombol, berkelompok-
kelompok. Dan ada pula yang menggunakan
kendaraan bermotor dan angkutan kota. Terjadi
kemacetan beberapa saat di jalan-jalan utama kota
Bitung.
Kini pemandangan seperti itu tidak lagi
nampak. Bitung yang dikenal sebagai Kota Bahari
terlihat sepi jika dibandingkan dengan keadaaan
sebelumnya. Moratorium di sektor perikanan “telah
membunuh” denyut nadi industri perikanan (dan
industri maritim umumnya, Red), baik di Kota
Bitung, juga Provinsi Sulawesi Utara (Sulawesi
Utara), bahkan Indonesia.
Terdapat 51 unit usaha perikanan, termasuk
tujuh pabrik pengalengan ikan. Sedangkan, serapan
tenaga kerjanya berkisar 30 ribu, hingga 35 ribu
Pendahuluan
17
pekerja perikanan, lalu 20 ribu hingga 25 ribu nelayan
yang bekerja di atas kurang lebih 1600 kapal ikan.
Kapasitas produksi terpasang pada ke-44 UPI dan
tujuh Pabrik Pengalengan Ikan tersebut mencapai 14
ribu ton per hari.
Walau memang diakui, pada tahun 2013-
2014, produksi hasil perikanan pada Kota Bitung
hanya mencapai 52 persen dari kapasitas terpasang,
yakni sekitar 700 ton per hari hari akibat berbagai
masalah. Dari sisi perputaran uang dari sektor ini,
khususnya perikanan, mencapai kurang lebih 700.000
kg x Rp10.000, atau sama dengan Rp7 milyar rupiah
per hari. Artinya, satu bulan akan mencapai Rp210
miliar atau Rp2,5 triliun per tahun.
Betapa besarnya potensi ekonominya
sebagian besar merembes ke sektor ekonomi rakyat,
dinikmati oleh puluhan ribu buruh, nelayan serta
mereka yang terlibat di sektor industri maritim, bukan
cuma dikapitalisasi semata oleh tujuh pabrik
pengalengan ikan. Itu sebabnya, gelegar
pembangunan masyarakat di desa-desa, kelurahan-
kelurahan dan kampung-kampung, berkembang
Pendahuluan
18
hebat. Karena rakyat bisa berkontribusi, yang berasal
dari hasil keringatnya dari industri perikanan itu.
Seterusnya, dampak negatif berikut sebagai
akibat efek beruntun terhadap perdagangan sembilan
bahan pokok sebagai kebutuhan operasional menjadi
lesu. Tengok saja hasil-hasil ektor pertanian, seperti
sayur mayur dan bumbu masak hasil olahan para
petani menjadi kurang laku. Karena semakin kurang
saja lauk yang membutuhkan bumbu-bumbu tersebut.
Artinya, nelayan dan pengusaha mengalami
penderitaan di tengah-tengah gencarnya imbauan
peningkatan kesejahteraan nelayan dan masyarakat
nelayan, juga kaum tani.
Pendahuluan
19
Kehilangan pekerjaan
Dampak lain dari moratorium, yakni
dirumahkannya tenaga kerja pabrik, tenaga kerja
Kota Bitung dalam pertemuan terakhir (Juni 2015 )
terdapat kurang lebih 20.000 tenaga kerja pabrik yang
dirumahkan, karena tidak adanya bahan baku.
Sehingga tidak ada yang dapat dikerjakan. "No work,
No pay". Hal yang sama juga terjadi pada sektor
penangkapan ikan. Sebelum moratorium, tercatat
sekitar 1.600 armada penangkap dan penampung ikan
di Kota Bitung, dengan 20.000 hingga 25.000 tenaga
anak buah kapal (ABK). Sesusah moratorium, terjadi
'perumahan' sekitar 14.000 hingga 16.000 ABK,
karena keterkaitan dengan Permen 57
('Transhipment'). Padahal sejak tahun 1990-an,
Kementerian Kelautan dan Perikanan telah
mengetahui dan mengijinkan penggunaan 'purse
saine group' dalam usaha penngkapan ikan di
kawasan ZEE Pasifik.
Pada sistem 'purse saine group', kapal
penangkap tidak menyediakan ruang penampung,
Pendahuluan
20
karena fungsi tersebut dialihkan pada fungsi kapal
penampung. "Dengan demikian, maka ABK kapal
penangkap tidak dapat melakukan operasional,
karena hasilnya tidak dapat lagi dibawa ke oleh kapal
penampung ke pelabuhan pendaratan. Dampak
moratorim makin bertambah ketika hasil nelayan di
daerah pedalaman tidak dapat lagi dipasarkan ke Kota
Bitung akibat pelarangan muatan hasil perikanan oleh
kapal 'transipment' dari satu pulau ke pulau lainnya.
Pendahuluan
21
Ikan Dibiarkan membusuk
Sementara itu, Iten Imanuel memberikan
contoh lainnya, ikan hasil tangkapan nelayan di
Kabupaten Talaud, Tahuna, Ternate, Ambon, Papua
tidak bisa dibawa ke sentral perikanan lagi. Aartinya
terjadi kecemasan nelayan tentang masa depannya
yang makin suram. "Mereka hanya mengandalkan
pasar lokal yakni untuk menyuplai kebutuhan
konsumsi masyarakat di sekitar mereka. Dan kalau
hasil tangkapan mereka melebihi kebutuhan
masyarakat lokal, maka sisanya akan dibiarkan
membusuk di pantai seperti jaman tahun 1980-an,"
ungkapnya
Dampak moratoriumpun berlanjut lagi pada
mitra nelayan dan pengusaha perikanan. Yakni
adanya kewajiban dari pengusaha penangkap untuk
membawa hasil tangkapan ke tempat pembongkaran
ikan di pelabuhan perikanan samudera. Karenanya
dibutuhkan sarana pengangkut ikan dari pelabuhan
perikanan ke pabrik pengalengan.
Pendahuluan
22
Peluang ini dilirik oleh sekitar 150 pengusaha
pengantar ikan (perorangan) yang mengandalkan
fasilitas mereka dengan cara kredit kendaraan (lakbak
terbuka) dengan menyetor uang muka yang umumnya
diperoleh dari hasil penjualan lahan atau
menggadaikan sertifikat rumah serta gaji mereka.
Kini usaha mereka terhenti akibat tidak adanya
muatan dari kapal-kapal 'transhipment'. Fatalnya
mereka dinyatakan sebagai orang-orang yang
melanggar perjanjian dari pihak bank atau badan
keuangan lainnya, dan resikonya kendaraan yang
selama ini digunakan untuk menambah 'income'
keluarga justru ditarik dan jaminan yang dijaminkan
tersita pula.
Pendahuluan
23
6. Dampak Sosial Lainnya
Dampak lainnya adalah meningkatnya angka
Kriminalitas di Kota Bitung dan sekitarnya, dimana
hari-hari ini terjadi beberapa fenomena tindakan
kriminal dalam bentuk pencurian, pembunuhan,
penikaman, pengrusakan, pemerkosaan, narkoba.
Kemudian meningkatnya prostitusi di Kota Bitung
dan sekitarnya.
Pendahuluan
26
7. Kondisi Pelaku Usaha Ikan dan
Dampak Langsungnya
Unit Pengolahan Ikan atau UPI Bitung
membawahi 53 unit pengolahan ikan yang aktif saat
ini dengan mempekerjakan karyawan berjumlah
sekitar 12.800 ribu orang. Mereka sudah setahun
tidak bekerja dengan maksimal atau sekitar 83% telah
dirumahkan/ pemutusan hubungan kerja pasca
dikeluarkan regulasi permen 56 (moratorium) dan
permen 57 (transhipmen) Menteri Perikanan dan
Kelautan bulan November 2014. Dari 53 Unit
Pengolahan Ikan yang ada di kota Bitung mempunyai
kapasitas terpasang untuk 1.403 ton ikan olahan per
hari (dengan rincian kebutuhan 1.100 ton
Cakalang/tuna, 300 ton pelagis kecil).
UPI Bitung terdiri dari 7 unit Pengalengan
Ikan dengan kebutuhan ikan per hari sekitar 620 ton,
5 unit Pengolahan Ikan Kayu (Katsubushi) dengan
kebutuhan ikan perhari sekitar 270 ton, 12 Unit Fresh
tuna processing dengan kebutuhan ikan per hari
Pendahuluan
27
sekitar 175 ton, dan 29 Unit pengolahan pembekuan
ikan dengan kebutuhan ikan perhari sekitar 338 ton.
Yang kesemuanya adalah perusahaan pengolahan
Padat Karya yang menggunakan Tenaga Kerja
Langsung berjumlah sekitar 18.000an orang (12.800
orang UPI + ABK yang berjumlah sekitar 5000an
orang).atau Multi player efek yang terdampak dari
permen tersebut sekitar 54.000 orang yang
menggantungkan hidupnya di sektor perikanan atau
30% dari total penduduk kota Bitung.
Data hasil pertemuan terakhir asosiasi pada
awal bulan Nopember utk data bulan Oktober dimana
UPI yang masih bisa beroperasi (senin kamis) dalam
rangka untuk menjaga kelangsungan kerja tenaga
kerjanya hanya berkisar 2.500an orang atau rata2
produksi per hari sekitar 220 ton atau 15.7% dari
kapasitas terpasang dibanding dengan tahun
sebelumnya 2014 sekitar 53.7% dari kapasitas
terpasang atau 753 ton rata2 produksi per hari.
Data UPI Bitung thn 2014. Jumlah UPI
Bitung yang aktif saat ini 53 unit, terdiri dari ;
Pengalengan ikan 7 Unit, Katsubushi (ikan kayu) 5
Pendahuluan
28
Unit, Fresh Tuna Processing 12 Unit, Frozen fish 29
Unit. Total Kapasitas terpasang UPI Bitung = 1.403
ton/hari. Realisasi Produksi rata-rata per hari selama
thn 2014 = 753 ton. (53.7 % dari kapasitas terpasang)
atau telah terjadi transaksi/ Export dengan Nilai
sekitar 3,5 Triliyun Rupiah. Serapan Tenaga Kerja/
Karyawan sebanyak 12.849 orang.
Pengalengan ikan (7 unit), kapasitas terpasang
= 620 ton/hari. Realisasi Produksi rata-rata per hari =
260 ton, atau 42 % dari kapasitas terpasang atau telah
terjadi Export ikan kaleng dan Loin ke berbagai
mancanegara (USA, EUR, Middle East, dll) dengan
Nilai transaksi sekitar 1,7 Triliyun Rupiah. Jumlah
Tenaga Kerja/ Karyawan 6.467 orang. Katsubushi
(ikan kayu 5 unit). Kapasitas terpasang = 270
ton/hari, Realisasi Produksi rata-rata per hari = 135
ton, atau 50 % dari kapasitas terpasang atau telah
terjadi Export ikan kayu ke Jepang, Korea dan
Taiwan dengan nilai transaksi sekitar 500 Milyar
Rupiah Jumlah Tenaga Kerja 1.802 orang.
Fresh Tuna Processing (12 unit) dengan
kapasitas terpasang = 175 ton/hari. Realisasi Produksi
Pendahuluan
29
rata-rata per hari = 102 ton ikan Tuna, atau 58 % dari
kapasitas terpasang atau telah terjadi Export Fresh
Tuna Saku ke Jepang, Korea dan Asia dengan nilai
transaksi sekitar 1,3 Triliyun Rupiah. Jumlah Tenaga
Kerja = 2.333 orang.
Frozen/Unit Pembekuan (29 unit) dengan
kapasitas terpasang = 338 ton/hari. Realisasi Produksi
rata-rata per hari = 219 ton ikan Cakalang, Tuna,
Layang, Tongkol. Atau 64 % dari kapasitas terpasang
atau telah terjadi transaksi lokal sekitar 650 Milyar
Rupiah. Jumlah Tenaga Kerja 2.247 orang.
Pendahuluan
30
8. Kerugian Produksi
Kapasitas terpasang 1403 ton/hari, dengan
Harga ikan Rp. 14.000 per kg atau Rp. 14.000.000 per
ton. Dan kerugian yang terjadi seperti tabel di bawah
ini :
Tabel Kerugian Produksi Produksi
dalam
rupiah
Per hari
Per bulan
(24 hari
Kerja)
Per tahun (12
bulan)
Sebelum
Moratori
um
(53,7%
dari
kapasitas terpasang
)
10.542.000.
000
253.008.000.
000
3.036.096.000.
000
Sesudah
moratori
um
(15,7%
dari
kapasitas
terpasang
)
3.080.000.0
00
73.920.000.0
00
888.040.000.0
00
Total
Kerugian
produksi
7.462.000.0
00
179.008.000.
000
2.148.056.000.
000
Pendahuluan
31
Kerugian uang beredar pada Buruh kasar Rp.
12.800 /orang, ABK Rp. 5.000/orang Total pekerja
17.800 orang.
Perkiraan upah Rp. 2.000.000 per orang, per
bulan tercantum di bawah ini :
Uraian Per bulan Per tahun
Sebelum
Moratorium
35.600.000.000 427.200.000.000
Sesudah
Moratorium
6.000.000.000 72.000.000.000
Total
kerugian
uang yang
beredar
29.600.000.000 355.200.000.000
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
33
Tantangan Dan Peluang
Indonesia Dalam
Masyarakat Ekonomi
ASEAN
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
34
Perdagangan internasional pada level
nasional, dilakukan oleh sektor industri telah
memberikan dampak terhadap pembentukan ekspor
dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya (Firdaus,
2007). Dengan demikian diperlukan peran aktif
pemerintah. Bentuk komitmen pemerintah untuk
meningkatkan ekspor secara makro adalah dengan
melakukan kerjasama ekonomi baik internasional
maupun regional. Salah satu perjanjian kerjasama
yang belum lama ini di tanda tangani adalah
komitmen untuk mencapai Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015. Komitmen tersebut telah
ditandatangani oleh pemimpin Negara ASEAN pada
Asean Summit ke-13, 20 November 2007 di
Singapura, Dengan penandatanganan tersebut
Indonesia bersama-sama sembilan Negara lainnya
telah menyetujui untuk mencapai integrasi ekonomi
regional sehingga ASEAN menjadi pasar tunggal dan
kawasan produksi. Lima pilar penguatan yang
dilakukan dari sisi ekonomi, yaitu aliran bebas
barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
35
lebih bebasnya aliran modal diimplemantasikan
secara bertahap (Winantyo et al, 2010).
Berdasarkan data BPS, total ekspor Indonesia
pada Januari 2011 tumbuh 24,56 persen dan impor
pada bulan yang sama tumbuh 32,22 persen. Hal
tersebut memberikan tanda awas bagi neraca
perdagangan Indonesia, walaupun dalam total ekspor
masih bisa menutupi total impor sehingga masih
menyebabkan surplus pada neraca perdagangan,
namun pertumbuhan impor yang lebih tinggi dari
import dapat menjadi bom waktu bagi neraca
perdagangan Indonesia apabila tidak diatasi mulai
saat ini.
Pada saat pelaksanaan MEA pada 2015,
Indonesia akan menjadi pasar empuk bagi para
eksportir di ASEAN hal tersebut di tunjang melalui
beberapa hal salah satu nya adalah besarnya jumlah
penduduk Indonesia menjadi pasar yang sangat
menarik untuk produk-produk dari Negara ASEAN
lainnya (R. Winantyo et al, 2010). Dalam hal tenaga
kerja, banyak tenaga kerja Indonesia yang belum
terampil, hal tersebut akan memudahkan tenaga kerja
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
36
dari negara ASEAN lainnya untuk menguasai
lapangan kerja di Indonesia.
Peringkat Indonesia dalam Global
Competitiveness Report 2012-2013 mengalami
penurunan, dari peringkat 46 di tahun 2011/2012
turun ke peringkat 50 di tahun 2012/2013. Turunnya
peringkat Indonesia dipengaruhi oleh kinerja
beberapa indikator yang melemah, yang terkait
dengan variabel “institusi”, yakni suap, korupsi, etika
perilaku perusahaan, kejahatan, dan terorisme. Selain
itu, infrastruktur juga masih belum menunjukkan
perbaikan yang berarti. Akan tetapi, seperti tahun-
tahun sebelumnya, variabel makroekonomi tetap
menjadi indikator yang paling stabil dalam menopang
daya saing Indonesia. Isu suap dan korupsi masih
dipandang sebagai permasalahan utama dalam iklim
bisnis (Husnirohman,2012).
Pada tahun 2012, birokrasi dipandang sebagai
the most problematic factor yang menggeser
kedudukan korupsi yang pada tahun 2011 berada di
peringkat pertama. Konsep inefisiensi birokrasi
dikaitkan dengan relasinya dengan dunia usaha.
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
37
Dalam konteks dunia usaha, perilaku pemerintah
dianggap sangat penting karena berpengaruh terhadap
keputusan berinvestasi. Birokrasi yang tidak efisien
ditandai dengan panjangnya rantai birokrasi,
peraturan yang tumpang tindih, korupsi, pungutan
liar, dan tidak transparannya pengadaan. Kesemuanya
telah berandil dalam “ekonomi biaya tinggi” yang
pada akhirnya akan menghambat laju investasi.
Tabel 1.1 The Global Competitiveness Index 2012-2013
Description
Rank
(out of
144)
Score (1-
7)
GCI 2012-2013 50 4.4
• GCI 2011-2012( out of
142)
46 4.4
• GCI 2010-2011 (out of
139)
44 4.4
Basic Requirements (40.0%) 58 4.7
• Institutions 72 3.9
• Infrastructure 78 3.7
• Macroeconomic
environment
25 5.7
• Health and primary
education
70 5.7
Efficiency Enhancers (50.0%) 58 4.2
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
38
Description
Rank
(out of
144)
Score (1-
7)
• Higher education and training
73 4.2
• Goods market efficiency 63 4.3
• Labor market efficiency 120 3.9
• Financial market
development
70 4.1
• Technological readiness 85 3.6
• Market size 16 5.3
Innovation and Sophiscation
factors (10.0%)
40 4.0
• Business sophistication 42 4.3
• Innovation 39 3.6
Sumber : The Global Competitiveness Report 2012–
2013, World Economic Forum, 2013
Dalam perspektif mikro, perkembangan
liberalisasi ekonomi menyebabkan keterikatan yang
erat antara perusahaan dan aktivitas eksport. Pada
faktanya, kegiatan ekspor merupakan salah satu
kegiatan bisnis yang krusial untuk negara-negara
dalam menjaga kesehatan ekonominya yang secara
signifikan akan memberikan kontribusi pada
ketenagakerjaan, neraca prdagangan, pertumbuhan
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
39
ekonomi, dan standar kehidupan yang lebih baik
(Czinkota & Ronkainen, 1998).
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
40
Tantangan Masyarakat Ekonomi
ASEAN Bagi Indonesia
Menurut Arya Baskoro dalam tulisannya
tentang peluang, tantangan dan resiko bagi Indonesia
dengan adanya masyarakat ekonomi ASEAN,
terdapat empat hal yang akan menjadi fokus MEA
pada tahun 2015 yang dapat dijadikan suatu
momentum yang baik untuk Indonesia. Pertama,
negara-negara di kawasan Asia Tenggara ini akan
dijadikan sebuah wilayah kesatuan pasar dan basis
produksi. Dengan terciptanya kesatuan pasar dan
basis produksi maka akan membuat arus barang, jasa,
investasi, modal dalam jumlah yang besar, dan skilled
labour menjadi tidak ada hambatan dari satu negara
ke negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.
Kedua, MEA akan dibentuk sebagai kawasan
ekonomi dengan tingkat kompetisi yang tinggi, yang
memerlukan suatu kebijakan yang
meliputi competition policy, consumer protection,
Intellectual Property Rights (IPR),taxation, dan E-
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
41
Commerce. Dengan demikian, dapat tercipta iklim
persaingan yang adil; terdapat perlindungan berupa
sistem jaringan dari agen-agen perlindungan
konsumen; mencegah terjadinya pelanggaran hak
cipta; menciptakan jaringan transportasi yang efisien,
aman, dan terintegrasi; menghilangkan
sistem Double Taxation, dan; meningkatkan
perdagangan dengan media elektronik
berbasis online.
Ketiga, MEA pun akan dijadikan sebagai
kawasan yang memiliki perkembangan ekonomi
yang merata, dengan memprioritaskan pada Usaha
Kecil Menengah (UKM). Kemampuan daya saing
dan dinamisme UKM akan ditingkatkan dengan
memfasilitasi akses mereka terhadap informasi
terkini, kondisi pasar, pengembangan sumber daya
manusia dalam hal peningkatan kemampuan,
keuangan, serta teknologi.
Keempat, MEA akan diintegrasikan secara
penuh terhadap perekonomian global. Dengan
dengan membangun sebuah sistem untuk
meningkatkan koordinasi terhadap negara-negara
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
42
anggota. Selain itu, akan ditingkatkan partisipasi
negara-negara di kawasan Asia Tenggara pada
jaringan pasokan global melalui pengembangkan
paket bantuan teknis kepada negara-negara Anggota
ASEAN yang kurang berkembang. Hal tersebut
dilakukan untuk meningkatkan kemampuan industri
dan produktivitas sehingga tidak hanya terjadi
peningkatkan partisipasi mereka pada skala regional
namun juga memunculkan inisiatif untuk terintegrasi
secara global.
Berdasarkan ASEAN Economic Blueprint,
MEA menjadi sangat dibutuhkan untuk memperkecil
kesenjangan antara negara-negara ASEAN dalam hal
pertumbuhan perekonomian dengan meningkatkan
ketergantungan anggota-anggota didalamnya. MEA
dapat mengembangkan konsep meta-nasional dalam
rantai suplai makanan, dan menghasilkan blok
perdagangan tunggal yang dapat menangani dan
bernegosiasi dengan eksportir dan importir non-
ASEAN.
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
43
Dengan adanya perdagangan bebas, kita
mampu meningkatkan ekspor akan tetapi kita juga
harus waspada akan resiko kompetisi (competition
risk) yang muncul dengan banyaknya barang impor
yang akan mengalir dalam jumlah banyak ke
Indonesia yang akan mengancam industri lokal dalam
bersaing dengan produk-produk luar negri yang jauh
lebih berkualitas. Hal ini pada akhirnya akan
meningkatkan defisit neraca perdagangan bagi
Indonesia sendiri.
Dari sisi investasi, Indonesia masih memiliki
tingkat regulasi yang kurang mengikat sehingga dapat
menimbulkan tindakan eksploitasi dalam skala besar
terhadap ketersediaan sumber daya alam oleh
perusahaan asing yang masuk ke Indonesia sebagai
negara yang memiliki jumlah sumber daya alam
melimpah dibandingkan negara-negara lainnya.
Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang
dilakukan perusahaan asing dapat merusak ekosistem
di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada
di Indonesia belum cukup kuat untuk menjaga kondisi
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
44
alam termasuk ketersediaan sumber daya alam yang
terkandung
Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat
kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja
karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan
berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka
ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri
dalam rangka mencari pekerjaan menjadi lebih
mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu.
MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para
wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai
dengan kriteria yang diinginkan.
Tapi perlu diingat bahwa hal ini dapat
memunculkan risiko ketenagakarejaan bagi
Indonesia. Dilihat dari sisi pendidikan dan
produktivitas, Indonesia masih kalah bersaing dengan
tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura,
dan Thailand serta fondasi industri yang bagi
Indonesia sendiri membuat Indonesia masih berada
pada peringkat keempat di ASEAN.
Permasalahan yang ada dari sisi tenaga kerja
tidak terlepas dari kualitas yang rendah, seperti
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
45
tingkat pendidikan dan keahlian yang belum
memadai. Dari data yang dilansir Tempo, jumalah
tenaga kerja Indonesia pada Februari 2014 sebesar
125,3 juta orang dengan jumlah pekerja 11,2 orang.
Namun, ini tidak dapat diimbangi dengan kualitas
pendidikan yang dimiliki oleh pekerjanya. Mayoritas
tenaga kerja Indonesia masih berpendidikan sekolah
dasar dan lebih banyak bekerja di sektor informal.
Indonesia harus melihat MEA sebagai
peluang yang terbuka untuk memperbaiki kualitas
SDM yang ada dengan meningkatkan daya saing,
menyediakan pendidikan dan kesehatan yang
memadai, dan memberikan edukasi terhadap
pentingnya MEA 2016.
Pemerintah Indonesia harus mampu
mendorong diadakan pelatihan keterampilan karena
mayoritas tenaga kerja Indonesia kurang dalam
kecerdasan sikap, kemampuan berbahasa Inggris dan
pengoperasian komputer.
Meskipun peran dominan dalam
meningkatkan kualitas menjadi milik pemerintah,
bukan berarti seluruh tanggung jawab berada di
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
46
tangan pemerintah. Justru sebaliknya, perlu
kesadaran bahwa efek dari MEA akan dirasakan
langsung oleh masyarakat dan tanggung jawab untuk
berpartisipasi dan mempersiapkan diri menjelang
2016 menjadi milik bersama.
Dunia perbankan merupakan salah satu sektor
yang turut serta merasakan dampak positif dan negatif
atas rencana akan diberlakukannya Masyarakat
Ekonomi ASEAN. Dimana terdapat beberapa
peluang yang dapat dimanfaatkan, dan tantangan
yang harus dihadapi. Akan tetapi justru fakta
dilapangan menyatakan bahwa kemampuan teknis,
manajerial, teknologi dan sumber daya manusia
(SDM) perbankan di Indonesia masih tertinggal
apabila dibandingkan dengan negara-negara tetangga
seperti Malaysia dan Singapura. Ditambah lagi
dengan masalah permodalan yang terbatas dan
akuisisi bank-bank lokal oleh bank asing yang marak
terjadi menjadi tantangan tersendiri bagi sektor
perbankan di dalam negeri yang harus segera
dibenahi.
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
47
Sektor perbankan Indonesia harus segera
memperbaiki diri, mulai dari melakukan sertifikasi
bankir professional, pengembangan produk atau jasa
perbankan, pengembangan platform teknologi,
penguatan modal IPO, strategic sale atau merger,
pengembangan aliansi strategis dengan bank-bank
asing serta perluasan outlet network dalam dan luar
negeri. Jika ingin terlibat aktif dan tidak terlindas
dalam era bebas pasar ASEAN, peran institusi seperti
Badan Pemerika Keuangan (BPK) juga dianggap
penting guna meningkatkan Good Corporate
Government (GCG) pada industri perbankan di
Indonesia. Selain itu perbankan nasional juga perlu
mengajak stake holder, seperti Permimpunan Bank-
Bank Nasional (PERBANAS) dan Institusi Bankir
Indonesia (IBI) untuk menstimulasi semakin baiknya
GCG bank dalam menghadapi pasar bebas ekonomi
ASEAN.
Pada dasarnya permasalahan paling penting
saat ini yang harus dihadapi oleh sektor industri
perbankan di Indonesia dalam rangka
mempersiapkan diri guna menghadapi Masyarakat
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
48
Ekonomi ASEAN adalah bagaimana caranya untuk
mencapai tingkatan tertinggi dari kepuasan nasabah.
Akan tetapi realita yang terjadi saat ini adalah industri
perbankan di Indonesia masih lebih berfokus pada
keuntungan dengan mengesampingkan faktor
kepuasan nasabahnya, yang berakibat pada tingginya
prosentase nasabah yang merasa belum puas ataupun
justru kecewa terhadap bank karena minimnya
perhatian bank terhadap nasabah serta belum
mampunya pihak bank dalam merealasisasikan
harapan-harapan para nasabah.
Data terbaru dari Lembaga Penjamin
Simpanan (LPS) menyatakan bahwa semenjak LPS
berdiri Tahun 2005 hingga sekarang sudah terdapat
58 bank yang sudah dilikuidasi atau sedang menjalani
proses likuidasi (www.lps.go.id). Hal itu terjadi
karena buruknya kinerja dari perusahaan perbankan
yang berakibat fatal, dimana masalah kepuasan
nasabah yang meliputi banyak faktor didalamnya
turut serta menjadi salah satu penyebab awal dari
gagalnya bank tersebut dalam menghadapi
persaingan di dunia perbankan.
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
49
Program peningkatan kepuasan nasabah
sangat dibutuhkan dalam menghadapi persaingan di
industri perbankan yang semakin tajam. Kepuasan
nasabah akan tercipta apabila harapan-harapan dari
para nasabah bisa diwujudkan secara nyata oleh bank.
Banyak manfaat yang bisa didapatkan oleh
perusahaan perbankan dengan tercapainya tingkat
kepuasan nasabah yang tinggi, dimana mampu
meningkatkan loyalitas nasabah, meningkatkan
reputasi perusahaan, mengurangi elastisitas harga,
mengurangi biaya transaksi masa depan, serta
meningkatkan efisiensi operasional perusahaan.
Nasabah yang sangat puas akan menyebarkan cerita
positif dari mulut ke mulut atau dengan kata lain akan
menjadi iklan berjalan bagi suatu perusahaan, dan
tentunya akan menurunkan biaya atau
memaksimalkan upaya dalam rangka menarik
nasabah baru.
Kepuasan nasabah juga merupakan suatu
indikator yang penting untuk mengukur kinerja
pengoperasian perusahaan. Hal ini dikarenakan
kepuasan nasabah dapat digunakan sebagai kekuatan
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
50
pendorong bagi masa depan pangsa pasar dan
kemampuan perusahaan dalam menghasilkan profit
atau keuntungan. Pada analisis tingkat industri, telah
terbukti bahwa perusahaan yang berhasil
memberikan tingkat kepuasan nasabah yang lebih
tinggi akan memperoleh profit yang lebih tinggi pula.
Kepuasan nasabah akan membuat para
nasabah tidak mudah tergoda dan beralih pada
tawaran-tawaran dari pihak bank pesaing, karena
nasabah menganggap bank yang telah digunakan
sudah terbukti serta mampu mewujudkan harapan
dari para nasabah itu sendiri. Sehingga dapat
dikatakan bahwa kepuasan nasabah akan berdampak
baik dan positif terhadap keberlangsungan usaha
bank tersebut, karena kunci untuk memenangkan
persaingan adalah dengan memberikan kepuasan
tertinggi kepada para nasabah.
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
51
Karakter Mahasiswa Dalam Menghadapi
MEA
Seperti yang di tulis oleh Setuju dalam
tulisannya tentang pengutan karakter mahasiswa
dalam menghadapi MEA. Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) 2015 menuntut masyarakat
Indonesia mempunyai mental luar biasa, karena
berhadapan dengan masyarakat dari luar Indonesia.
Salah satu upaya pembentukan masyarakat Indonesia
yang bermental luar biasa melalui jalur pendidikan.
Pendidikan merupakan usaha mewariskan nilai-nilai
luhur bangsa untuk menciptakan generasi bangsa
yang unggul intelektual, berkepribadian, dan
memiliki identitas kebangsaan. Pendidikan dan
pembentukan karakter sesuai dengan yang tercantum
dalam fungsi dan tujuan pendidikan nasional. Oleh
karena itu, dunia pendidikan harus merespon dengan
tepat agar dapat menyiapkan SDM yang berkualitas.
Dengan penguatan karakter pada mahasiswa
diharapkan mampu menciptakan generasi-generasi
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
52
bangsa yang siap bersaing pada era Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) 2015.
Karakter merupakan aktualisasi dari soft skill
seseorang, yang mana karakter merupkan cara
berpikir dan perilaku yang menunjukkan cirri khas
dari seseorang dan bekerjasama dengan orang lain
dan mampu bertanggungjawab dengan apa yang
menjadi keputusannya. Maka soft skill pada individu
(mahasiswa) bisa dibangun dan dikembangkan, oleh
karena itu pengembangan soft skill melalui berbagai
pelatihan tidak jauh berbeda dengan apa yang
sekarang dikenal dengan pengembangan karakter
bangsa. Jadi, konsep soft skill maksudnya tidak lain
adalah karakter.(Marzuki, 2012)
Mahasiswa yang memiliki soft skill akan
lebih siap dalam menghadapi persaingan dalam era
MEA. Terdapat perbedaan kebutuhan dan
pengembangannya serta sudut pandang terhadap hard
skills dan soft skills antara dunia kerja/usaha dan
perguruan tinggi pada saat ini. Rasio kebutuhan soft
skills dan hard skills di dunia kerja/usaha berbanding
terbalik dengan pengembangannya di perguruan
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
53
tinggi. Kesuksesan di dunia kerja/usaha 80%
ditentukan oleh mind set (soft skills) yang dimilikinya
dan 20% ditentukan oleh technical skills (hard skills).
Menurut Illah Sailah (2007), bahwa pendidikan di
Indonesia muatan soft skills hanya 10 % sedangkan
hard skills 90 %, begitu juga Menurut penelitian di
Harvard University Amerika Serikat ternyata
kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata
oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skills)
saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan
orang lain (soft skills), Penelitian ini
mengungkapkan, kesusksesan hanya ditentukan
sekitar 20 % oleh hard skills dan sisanya 80 % oleh
soft skills.
Menurut Elfindri, dkk. (2011:68) menyatakan
hasil penelitian psikologi sosial menunjukkan bahwa
orang yang sukses di dunia ditentukan oleh peranan
ilmu sebesar 18%, sisanya 82% dijelaskan oleh
ketrampilan emosional soft skills dan jenisnya. Dunia
kerja menyatakan bahwa yang dimaksud dengan
lulusan yang “high competence” yaitu mereka yang
memiliki kemampuan dalam aspek teknis dan sikap
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
54
yang baik. Suatu program studi dinyatakan baik oleh
perguruan tinggi, jika lulusannya memiliki waktu
tunggu yang singkat untuk mendapatkan pekerjaan
pertama, namun dunia kerja mengatakan bukan itu,
melainkan seberapa tangguh seorang lulusan untuk
memiliki komitmen atas perjanjian yang telah
dibuatnya pada pekerjaan pertama. Oleh karena itu,
setiap kelulusan Perguruan Tinggi harus dibekali
dengan pembangunan karakter yang terintegrasi pada
proses kegiatan perkuliahan.
Sesuai dengan Fungsi Pendidikan Nasional
yang tertuang dalam UU No 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas menyatakan bahwa Pendidikan nasional
berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan
menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab. Hal tersebut menegaskan bahwa
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
55
tujuan pendidikan bukan hanya sekedar pengajaran
ilmu, tetapi juga bertujuan membina dan
mengembangkan potensi subjek didik menjadi
manusia yang berbudaya, sehingga diharapkan
mampu memenuhi tugasnya sebagai manusia yang
diciptakan Allah Tuhan Semesta Alam dan sekaligus
menjadi warga negara yang berarti dan bermanfaat
bagi suatu Negara.
Susilo Bambang Yudhoyo (Masaong, 2012)
mengemukakan bahwa pada waktu menjadi Presiden
Republik Indonesia mengatakan bahwa ada lima
agenda utama pendidikan nasional, yaitu (1)
pendidikan dan pembentukan watak (character
building), (2) pendidikan dan kesiapan menjalani
kehidupan, (3) pendidikan dan lapangan kerja, (4)
membangun masyarakat berpengetahuan, (5)
membangun budaya inovasi.
Thomas lictona dalam Lukiyati (2014)
mengatakan bahwa pendidikan karakter adalah upaya
mengembangkan kebajikan sebagai fondasi dari
kehidupan yang berguna, bermakna, produktif dan
fondasi untuk masyarakat yang adil, penuh belas
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
56
kasih dan maju. Karakter yang baik meliputi tiga
komponen utama, yaitu: moral knowing, moral
feeling, moral action. Moral knowing meliputi: sadar
moral, mengenal nilai-nilai moral, perspektif,
penalaran moral, pembuatan keputusan dan
pengetahuan tentang diri. Moral feeling meliputi:
kesadaran hati nurani, harga diri, empati, mencintai
kebaikan, kontrol diri dan rendah hati. Moral action
meliputi kompetensi, kehendak baik dan kebiasaan
Pendidikan karakter penting diajarkan untuk
menjadi manusia yang cerdas, jujur, tangguh, dan
peduli. Keempat hal tersebut beralasan untuk menjadi
kunci sukses. Apabila mempunyai kecerdasan maka
akan bisa memilah mana yang baik dan salah.
Kecerdasan, harus diimbangi dengan kejujuran untuk
mendapatkan kepercayaan orang lain. Sedangkan
tangguh diperlukan karena yang bermain dalam MEA
2015 bukan hanya masyarakat Indonesia tapi juga
negara lain di ASEAN. Sikap peduli tidak kalah
pentingnya dengan ketiga hal tadi, karena dengan
sikap peduli dengan orang lain, maka akan mudah
untuk menjaga hubungan baik dengan yang lain.
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
57
Menurut Ki Hajar Dewantoro dalam buku
panduan Kurikulum Perguruan Tinggi (2014) bahwa
Karakter adalah nilai-nilai yang khas-baik (tahu nilai
kebaikan, mau berbuat baik, nyata berkehidupan baik,
dan berdampak baik terhadap lingkungan) yang
terpateri dalam diri dan terejawantahkan dalam
perilaku. Karakter merupakan ciri khas seseorang
atau sekelompok orang yang mengandung nilai,
kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam
menghadapi kesulitan dan tantangan.
Menurut Zamroni (2010), pendidikan
karakter adalah berkaitan dengan pengembangan
nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan yang baik, dan sikap
yang positif guna mewujudkan individu yang dewasa
dan bertanggung jawab. Lebih lanjut pendidikan
karakter berkaitan dengan pengembangan pada diri
peserta didik, kemampuan untuk merumuskan ke
mana hidupnya menuju, dan sesuatu yang baik dan
sesuatu yang jelek dalam mewujudkan tujuan hidup
itu. Karena itulah pendidikan karakter merupakan
proses yang berlangsung terus menerus tanpa henti.
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
58
Suwarsih Madya (2011: 88) dalam Buku
Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan
Praktik mengemukakan bahwa dalam
pengimplementasiannya di perguruan tinggi perlu
dirancang secara komprehensif dengan mencakup
penciptaan budaya dan lingkungan kerja. Dalam hal
ini, diperlukan peran serta aktif dari seluruh
pengampu kepentingan internal (pimpinan, dosen,
karyawan, mahasiswa) dan pengampu kepentingan
eksternal, khususnya pengguna lulusan dan alumni.
Sasaran pendidikan karakter di perguruan
tinggi adalah mahasiswa selaku generasi muda yang
berperan sebagai agen of change. Mahasiswa sebagai
intelektual muda calon pemimpin masa depan
merupakan asset bangsa yang berharga.
Pengembangan intelektual, keseimbangan emosi, dan
penghayatan spiritual mahasiswa merupakan prioritas
pembimbingan mahasiswa agar menjadi warga
Negara yang bertanggung jawab serta berkontribusi
pada daya saing bangsa. Undang- undang nomor 12
tahun 2012 menyatakan bahwa untuk meningkatkan
daya saing bangsa dalam menghadapi globalisasi di
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
59
segala bidang, diperlukan pendidikan tinggi yang
mampu mengembangkan ilmu pengetahuan dan
teknologi serta menghasilkan intelektual, ilmuwan,
dan/atau profesional yang berbudaya dan kreatif,
toleran, demokratis, berkarakter tangguh, serta berani
membela kebenaran untuk kepentingan bangsa. Hal
tersebutlah yang menunjukkan tuntutan pembinaan
soft skill (karakter) mahasiswa.
Elfindri, dkk (2011: 10) mendefinisikan soft
skills sebagai keterampilan hidup yang sangat
menentukan keberhasilan seseorang, yang wujudnya
antara lain berupa kerja keras, eksekutor, jujur,
visioner, dan disiplin. Soft skills merupakan
ketrampilan dan kecakapan hidup yang harus dimiliki
baik untuk diri sendiri, kelompok, atau
bermasyarakat, serta berhubungan dengan sang
Pencipta. Menurut Kaipa & Milus (2005; 3-6) bahwa
soft skills adalah kunci untuk meraih kesuksesan,
termasuk di dalamnya kepemimipinan, pengambilan
keputusan, penyelesaian komplik, komunikasi,
kreativitas, kemampuan presentasi, kerendahan hati
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
60
dan kepercayaan diri, kecerdasan emosional,
interitas, komitmen dan kerja keras.
Berthal ( Illah Sailah, 2008) soft skills adalah
”Personal and interpersonal behaviors that develop
and maximize human performance (e.g. coaching,
team building, initiative, decision making etc.). Soft
skills does not include technical skills such as
financial, computing and assembly skills “.
Sedangkan Peggy dalam bukunya yang berjudul The
Hard Truth about Soft Skills yang terbit tahun 2007,
menyatakan bahwa “soft skills encompass personal,
social, communication, and self management
behaviours, they cover a wide spectrum: self
awareness, trustworthiness, conscientiousness,
adaptability, critical thinking, organizational
awareness, attitude, innitiative, emphathy,
confidence, integrity, self-control, leadership,
problem solving, risk taking and time management”.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh
negara-negara Inggris, Amerika dan Kanada, ada 23
atribut soft skills yang dominan di lapangan kerja. Ke
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
61
23 atribut tersebut diurut berdasarkan prioritas
kepentingan di dunia kerja, yaitu:
1. Inisiatif
2. Manajemen diri
3. Etika/integritas
4. Menyelesaikan persoalan
5. Berfikir kritis
6. Dapat meringkas
7. Kemauan belajar
8. Berkoperasi
9. Komitmen
10. Fleksibel
11. Motivasi
12. Kerja dalam tim
13. Bersemangat
14. Mandiri
15. Dapat diandalkan
16. Mendengarkan
17. Komunikasi lisan
18. Tangguh
19. Kreatif
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
62
20. Berargumentasi logis
21. Kemampuan analitis
22. Manajemen waktu
23. Dapat mengatasi stres
Aribowo (Illah Sailah, 2008) membagi soft
skills menjadi dua bagian, yaitu intrapersonal skills
dan interpersonal skills. Intrapersonal skills adalah
keterampilan seseorang dalam ”mengatur” diri
sendiri. Intrapersonal skills sebaiknya dibenahi
terlebih dahulu sebelum seseorang mulai
berhubungan dengan orang lain. Adapun
Interpersonal skills adalah keterampilan seseorang
yang diperlukan dalam berhubungan dengan orang
lain. Dua jenis keterampilan tersebut dirinci sebagai
berikut:
1. Intrapersonal Skill
a. Transforming Character
b. Transforming Beliefs
c. Change management
d. Stress management
e. Time management
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
63
f. Creative thinking processes
g. Goal setting & life purpose
h. Accelerated learning techniques
2. Interpersonal Skill
a. Communication skills
b. Relationship building
c. Motivation skills
d. Leadership skills
e. Self-marketing skills
f. Negotiation skills
g. Presentation skills
h. Public speaking skills
Belakangan yaitu kira-kira tahun 2006-an
sedang dikembangkan atribut lain yang tergolong
pada extra personal concern, yang mengandung
makna kearifan/welas asih atau wisdom.
Atribut ini penting karena kalaulah dia
menjadi seorang pengusaha maka tidak menjadi
pengusaha yang bengis, memiliki kebijakan yang
berorientasi pada win-win solution. Profil tenaga
kerja yang dibutuhkan pasar adalah bahwa aspek soft
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
64
skills (kepemimpinan, personalitas, dan motivasi)
tenaga kerja dominan sebagai persyaratan yang
diperlukan dunia kerja. Hampir semua aspek soft
skills dan motivasi menjadikan syarat pokok bagi
tenaga kerja di dunia industri.
Implementasi penguatan karakter mahasiswa
di perguruan tinggi dapat dilaksanakan dengan
berbagai sistem sesuai dengan kultur atau iklim
perguruan tinggi itu sendiri. Contohnya trilogi
pendidikan taman siswa yang dikemukakan Ki
Hadjar Dewantara sebagai salah satu dari sistem
pendidikan karakter dengan sistem among. Ajaran
tesebut meliputi:
a. Ing Ngarso Sung Tulodho : bila telah menjadi
pejabat/pimpinan wajib menjadi suri tauladan
bagi sesama dan yuniornya. Pengabdian kepada
masyarakat dengan semboyan ilmu amaliah dan
amal ilmiah, demi kemaslahatan masyarakat luas
bukan sekedar untuk golongan atau pribadinya.
b. Ing Madya Mangun Karso : mendorong
mahasiswa agar dapat proaktif berbaur dan
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
65
memotivasi lingkungan KBM guna
meningkatkan kualitas pendidikan (setiakawan,
kompetisi, kreatif, inovasi, analisis). Pada tingkat
Sekolah Menengah hingga Perguruan Tinggi.
c. Tut wuri handayani : memerdekakan
mahasiswa untuk mengembangkan kreatifitasnya,
mendorong mahasiswa atau pamong membina
dari belakang tidak boleh sekedar mendikte.
Ajaran tersebut dapat diimplementasikan
dalam pelaksanaan pendidikan karakter bagi
mahasiswa dengan tiga jalur, yaitu: (1) kurikuler
yang mana pendidikan karakter terintegrasi dalam
perkuliahan; (2) kokurikuler dengan kegiatan-
kegiatan terprogram dan terstruktur sebagai contoh
kegiatan pelatihan Emotional Spiritual Quotient
(ESQ), tutorial Pendidikan Agama, pelatihan
kreativitas Creativity training, pelatihan
kepemimpinan (leardership training), pelatihan
kewirausahaan (entrepreneurship training); (3)
Ekstrakulikuler yang mana kegitan ini bertujuan
untuk mengembangkan bakat, minat dan kegemaran
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
66
mahasiswa, kegiatan dari ekstrakulikuler beragam
sebagai contoh dari aspek penalaran, olahraga, seni
dan minat khusus. Hal tersebut sebagaimana
diungkap Herminarto Sofyan (2011). Hasanah
(2013:188) juga mengemukakan:
Implementasi pendidikan karakter juga harus
disesuaikan dengan visi dan misi perguruan tinggi
dengan berbasis jurusan dan atau program studi.
Penyelenggaraan pendidikan karakter di perguruan
tinggi dilakukan secara terpadu melalui tiga jalur,
yaitu pembelajaran, managemen perguruan tinggi dan
kegiatan kemahasiswaan. Nilainilai karakter yang
diterapkan adalah dengan memilih nilai-nilai inti
(core value) yang akan dikembangkan dan
diimplementasikan pada masing-masing jurusan dan
atau program studi.”
Pendidikan di Indonesia menghadapi
tantangan yang berat dalam era Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) 2015, saat ini ketentuan pasar bebas
berlaku termasuk terhadap usaha yang berkaitan
dengan dunia pendidikan. Kita dapat melihat
kenyataannya nanti, apakah Indonesia hanya menjadi
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
67
pasar dengan pelakunya dari negara lain, atau tetap
bisa bersaing dan menjadi tuan di rumah sendiri.
Kurikulum merupakan alat untuk mencapai
tujuan pendidikan, sekaligus sebagai pedoman dalam
pelaksanaan pendidikan. Kurikulum dapat (paling
tidak sedikit) meramalkan hasil
pendidikan/pengajaran yang diharapkan karena ia
menunjukkan apa yang harus dipelajari dan kegiatan
apa yang harus dialami oleh peserta didik.
Kurikulum memegang peranan yang sangat
penting dalam pendidikan, karena kurikulum
merupakan penentu arah, isi, dan proses pendidikan
serta penentu macam dan kualifikasi lulusan dari
suatu lembaga tertentu. Menurut Sukmadinata
(1997:4), kurikulum mempunyai kedudukan sentral
dalam seluruh proses pendidikan. Kurikulum
mengarahkan segala bentuk aktivitas pendidikan
demi tercapainya tujuan-tujuan pendidikan. Menurut
Johnson (1967:130 dalam Sukmadinata, 1997: 4),
kurikulum ―prescribes (or at least anticipates) the
result of instructions)”. Kurikulum juga merupakan
suatu rencana pendidikan, memberikan pedoman dan
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
68
pegangan tentang jenis, lingkup, dan urutan isi, serta
proses pendidikan.
Kurikulum di Indonesia kerap kali mengalami
perubahan. Perubahan itu selalu dilatarbelakangi oleh
kebutuhan masyarakat, perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi serta perubahan zaman.
Pembaharuan kurikulum perlu dilakukan sebab tidak
ada satu kurikulum yang sesuai dengan sepanjang
masa, kurikulum harus dapat menyesuaikan dengan
perkembangan zaman yang senantiasa cenderung
berubah.
Dalam perkembangannya sejak tahun 1945,
kurikulum pendidikan nasional telah mengalami
beberapa kali perubahan, yaitu pada tahun 1947,
1952, 1964, 1968, 1975, 1984, 1994, 2004, dan 2006,
2013 dan yang sekarang 2006 lagi. Perubahan
tersebut merupakan konsekuensi logis dari terjadinya
perubahan sistem politik, sosial budaya, ekonomi,
dan iptek dalam masyarakat berbangsa dan
bernegara. Sebab, kurikulum sebagai seperangkat
rencana pendidikan perlu dikembangkan secara
dinamis sesuai dengan tuntutan dan perubahan yang
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
69
terjadi di masyarakat. Semua kurikulum nasional
dirancang berdasarkan landasan yang sama, yaitu
Pancasila dan UUD 1945. Perbedaanya pada
penekanan pokok dari tujuan pendidikan serta
pendekatan dalam merealisasikannya.
Pendidikan di Indonesia tergolong rendah.
Dilihat dari kacamata pendidikan di dunia, Indonesia
masih berada di posisi 121 dari 185 negara, itu artinya
pendidikan di Indonesia sangat memerlukan
pembenahan dari berbagai segi guna
memaksimalkan daya saing SDM di Indonesia
melalui kesempatan pendidikan dan kesehatan. Di
Indonesia, masalah kualitas SDM merupakan salah
satu masalah mendasar. Tanpa SDM yang berkualitas
rakyat di daerah tidak mampu mengolah kekayaan
alam yang berlimpah menjadi produk yang bernilai
ekspor. Ironisnya, masalah SDM Indonesia
merupakan masalah abadi yang tak kunjung usai.
Hadirnya era Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015
hendaknya menyadarkan kita untuk meningkatkan
kualitas SDM. Jika tidak, maka era Masyarakat
Ekonomi ASEAN 2015 justru akan menimbulkan
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
70
masalah yang sama tapi lebih besar. Tantangan yang
sangat besar adalah lulusan pendidikan dasar dan
menengah yang tidak dapat melanjutkan
pendidikannya ke Perguruan Tinggi mampukah
mereka menjadi tenaga kerja yang siap bersaing
secara global? Jangankan berbicara penyiapan
sumber daya menghadapi pasar bebas, dunia
pendidikan kini lebih disibukan dengan bongkar
pasang kurikulum.
Jika melihat landasan filosopis penerapan
kurikulum 2013, kurikulum tersebut— diantaranya–
disiapkan untuk menghadapi MEA 2015. Namun,
apakah buah dari keberhasilan kurikulum tersebut
akan dinikmati dalam jangka pendek. Jangankan
berbicara hasil, implementasi dilapangan saja masih
carut marut karena ketidaksiapan semua pihak.
Idealnya sebelum perjanjian ini dimulai pemerintah
dan bangsa Indonesia terlebih dahulu menyiapkan
startegi penyiapan sumber daya dan infra struktur
pendukung yang optimal.
Mengingat penyiapan sumber daya manusia
tak semudah membalikkan telapak tangan bagaikan
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
71
seorang pemain sulap, maka tanggung jawab para
guru dan kepala sekolah untuk membekali siswanya
dengan kedua keterampilan di atas. Sekaligus dengan
meningkatkan kepercayaan diri dan motivasi kepada
siswa agar terus mengembangkan potensi yang ada
pada dirinya masingmasing. Hal tertebutlah yang
menjadi upaya minimal yang dapat dilakukan oleh
guru dan kepala sekolah guna meningkatkan
mentalits lulusan dasar dan menengah dalam
menghadapi era persaingan global Karena hal itu
merupakan upaya minimal yang bisa dilakukan tetapi
sangat fundamental untuk meningkatkan mentalitas
dalam menghadapi persaingan global.
Salah satu upaya dapat dilakukan oleh
pemerintah dalam bidang pendidikan saat ini adalah
dengan melaksanakan pendidikan berbasis ITI
sembari membenahi sektor-sektor penting dan
mendasar dalam pendidikan yang salah satunya
adalah kurikulum karena kurikulum merupakan
gambaran dari rencana pelaksaan, proses, isi
sekaligus lulusan dalam suatu jenjang pendidikan
tertentu.
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
72
Kebijakan lainnya adalah dengan
memantapkan perencanaan kurikulum dan
pelaksanaanya guna menghasilkan lulusan yang siap
untuk bersaing baik secara regional maupun
internasional sehingga masyarakat Indonesia siap
secara fisik dan mental untuk menghadapi era MEA
yang sudah berada di depan mata kita.
Dari segi ekonomi, pemerintah harus
membenahi sektor-sektor riil yang dapat dapat
mengganggu stabilitas peningkatan dalam bidang
ekonomi.
Dengan SDM yang berdaya saing tinggi dan
ekonomi yang tertata rapi maka Indonesia akan siap
bersaing baik secara regional maupun global.
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
74
Peluang Masyarakat Ekonomi ASEAN
Bagi Indonesia
Posisi Indonesia
Guna menyambut era perdagangan bebas
ASEAN di ke-12 sektor yang telah disepakati,
Indonesia telah melahirkan regulasi penting yaitu UU
No 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan yang telah
diperkenalkan ke masyarakat sebagai salah satu
strategi Indonesia membendung membanjirnya
produk impor masuk ke Indonesia. UU ini antara lain
mengatur ketentuan umum tentang perijinan bagi
pelaku usaha yang terlibat dalam kegiatan
perdagangan agar menggunakan bahasa Indonesia
didalam pelabelan, dan peningkatan penggunaan
produk dalam negeri. Melalui UU ini pula pemerintah
diwajibkan mengendalikan ketersediaan bahan
kebutuhan pokok bagi seluruh wilayah Indonesia.
Kemudian menentukan larangan atau pembatasan
barang dan jasa untuk kepentingan nasional misalnya
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
75
untuk melindungi keamanan nasional. Regulasi
tersebut terasa penting bila mempertimbangkan
kondisi perdagangan Indonesia selama ini belum
optimal memanfaatkan potensi pasar ASEAN. Pada
periode Januari-Agustus 2013 misalnya, ekspor
Indonesia ke pasar ASEAN baru mencapai 23% dari
nilai total ekspor Hal ini antara lain karena tujuan
ekspor Indonesia masih terfokus pada pasar
tradisional seperti Amerika Serikat, Tiongkok dan
Jepang. Tingkat utilitisasi preferensi tarif ASEAN
yang digunakan eksportir Indonesia untuk penetrasi
ke pasar ASEAN baru mencapai 34,4%. Peringkat
Indonesia menurut global competitivenes index
masih berada pada posisi ke-38 dari 148 negara.
Sementara Singapura menempati posisi ke 2,
Malaysia di posisi ke 24, Thailand di posisi 37,
Vietnam ke 70 dan Filipina di posisi 59.
Ketatnya persaingan di pasar ASEAN lebih
jauh dapat disimak dari kinerja perdagangan
Indonesia di tahun 2014. Sampai bulan Maret 2014,
transaksi perdagangan Indonesia surplus hingga
673,2 juta dolar AS. Surplus didapat dari selisih
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
76
antara nilai ekspor yang mencapai 15,21 miliar
dengan impor 14,54 miliar dolar AS. Surplus Maret
ini adalah yang kedua setelah bulan Februari sebesar
843,4 juta dolar AS. Namun demikian, Indonesia
perlu memberi perhatian khusus terhadap transaksi
dagang dengan Thailand yang akan bersama-sama
terlibat dalam MEA 2015. Pada Maret 2014
Indonesia mengalami defisit dagang dengan Thailand
sampai 1,048 miliar dolar AS. Lebih jauh lagi, surplus
perdagangan Indonesia pada bulan 2014 ini belum
mencerminkan kekuatan struktur ekspor Indonesia.
Industri pengolahan produk ekspor masih bergantung
pada bahan baku impor. Kondisi ini sangat rentan
karena berarti Indonesia sangat bergantung pada
ketersediaan baku dunia. Karena itu arah kebijakan
ekonomi Indonesia mulai tahun 2015 harus lebih jelas
seiring dengan berlakunya pasar bebas ASEAN.
Karenanya, menghadapi MEA 2015,
Indonesia masih mempunyai berbagai pekerjaan
rumah yang harus ditingkatkan agar tetap mempunyai
daya saing. Untuk pilar sosial budaya, Indonesia
masih perlu kerja keras mengingat masih banyak
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
77
warga Indonesia yang belum mengetahui tentang
ASEAN. Padahal salah satu kunci keberhasilan MEA
adalah konektivitas atau kontak antara satu warga
negara dengan warga negara ASEAN lainnya.
Pemahaman warga negara di Asia Tenggara terhadap
MEA belum sampai 80 persen.
Karena itu, sosialisasi MEA menjadi sangat
penting terhadap seluruh warga negara Indonesia
yang memiliki jumlah penduduk terbesar di ASEAN.
Kekuatiran yang muncul adalah, Indonesia hanya
akan menjadi pasar bagi produk sejenis dari negara
ASEAN lainnya. Untuk pilar ekonomi, Indonesia
juga masih harus meningkatkan daya produk
Indonesia. Indonesia masih harus mengembangkan
industri yang berbasis nilai tambah. Oleh karena itu
Indonesia perlu kerja keras melakukan hilirisasi
produk. Dari sisi hulu, Indonesia sudah menjadi
produsen yang dapat diandalkan mulai dari pertanian,
kelautan dan perkebunan. Tetapi semua produk
tersebut belum sampai ke hilir untuk mengurangi
inpor barang jadi, sebab Indonesia telah memiliki
bahan baku yang cukup.
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
78
Dari sisi liberalisasi perdagangan, produk
Indonesia praktis tidak terlalu menghadapi masalah
sebab hampir 80 persen perdagangan Indonesia sudah
bebas hambatan. Bahkan ekonomi yang berbasis
kerakyatan (UMKM) berpeluang menembus pasar
negara ASEAN. Pemerintah telah melakukan upaya
percepatan pemerataan pembangunan sebagai bagian
dari penguatan ekonomi kerakyatan. Antara tahun
2011- 2013, investasi Indonesia banyak diarahkan
pada wilayah-wilayah di luar pulau Jawa dengan
memberikan rangsangan tax holiday. Dengan
demikian, pusat pertumbuhan ekonomi di masa depan
bukan hanya terpusat di Jawa saja tetapi juga di luar
Jawa. Usaha lain yang dilakukan pemerintah adalah
dengan membentuk kluster untuk pembinaan UMKM
agar memiliki daya saing.
Bukan hanya tantangan yang akan dihadapi
tetapi juga peluang. Sektor-sektor yang akan menjadi
unggulan Indonesia dalam MEA 2015 adalah Sumber
Daya Alam (SDA), Informasi Teknologi, dan
Ekonomi Kreatif. Ketiga sektor ini merupakan sektor
terkuat Indonesia jika dibandingkan dengan negara-
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
79
negara ASEAN yang lain. Selain itu, dampak
masuknya Tenaga Kerja Asing (TKA) ke Indonesia
harus dipastikan bisa berbahasa Indonesia yang baik
dan benar.
Menurut Direktur Eksekutif Center of Reform
on Economics (CORE) Hendri Saparini, kesiapan
Indonesia dalam menghadapi MEA 2015 baru
mencapai 82 persen. Hal itu ditengarai dari empat (4)
isu penting yang perlu segera diantisipasi pemerintah
dalam menghadapi MEA 2015, yaitu:
1. Indonesia berpotensi sekedar pemasok energi dan
bahan baku bagi industrilasasi di kawasan
ASEAN, sehingga manfaat yang diperoleh dari
kekayaan sumber daya alam minimal, tetapi
defisit neraca perdagangan barang Indonesia
yang saat ini paling besar di antara negara-negara
ASEAN semakin bertambah.
2. Melebarkan defisit perdagangan jasa seiring
peningkatan perdagangan barang.
3. Membebaskan aliran tenaga kerja sehingga
Indonesia harus mengantisipasi dengan
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
80
menyiapkan strategi karena potensi
membanjirnya Tenaga Kerja Asing (TKA), dan
4. Masuknya investasi ke Indonesia dari dalam dan
luar ASEAN. Dengan demikian didalam
perdagangan bebas akan ada hal positif dan
negatif yang akan dialami setiap negara yang
terlibat didalamnya. Tantangan bagi Indonesia
kedepan adalah memwujudkan perubahan bagi
masyarakatnya agar siap menghadapi
perdagangan bebas dimaksud.
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
81
Kesimpulan
Menghadapi perdagangan bebas ASEAN,
langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah
adalah meningkatkan daya saing produk Indonesia
mengingat jumlah penduduk Indoonesia yang sangat
besar berpotensi menjadi pasar bagi produk sejenis
dari negara tetangga. Peningkatan daya saing ini
mencakup baik produk unggulan maupun yang bukan
unggulan.
Di samping itu, parlemen Indonesia dapat
membantu tugas pemerintah dimaksud dengan
mempersiapkan berbagai regulasi yang bertujuan
melindungi pasar Indonesia dari serbuan barang
produk negara-negara ASEAN. Langkah semacam
ini bukan dimaksudkan sebagai langkah proteksi
terhadap pasar Indonesia tetapi semata mata untuk
mencari keseimbangan antara ekspor dan impor.
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
82
Memenangkan Peluang
Memenangkan peluang MEA membutuhkan
adaptasi dan ketangkasan (operational agility).
Ketangkasan yang dimaksud adalah bagaimana
merespon perubahan lansekap ekonomi maupun
ketidakpastian dengan pergerakan cepat (Kasali,
2013). Berbeda dengan sebelumnya, birokrasi publik
di era baru MEA dihadapkan pada situasi yang
bersifat VOCA ( Volatility ( bergejolak
), Uncertainty ( memiliki tingkat ketidakpastian yang
tinggi ), Complexity ( saling berhubungan, saling
tergantung dan rumit ) dan Ambiguity ( menimbulkan
keragu-raguan ). Oleh karena itu capaian kinerja
birokrasi tidak lagi harus bersifat rule based namun
harus bergerak maju ke arah yang lebih dinamis.
Situasi dalam VOCA membutuhkan
setidaknya pendekatan berpikir ke depan (thinking
ahead) yakni kapabilitas untuk mengidentifikasi
perkembangan, memahami implikasi perubahan
sosial ekonomi dan menentukan investasi kebijakan
strategis maupun menciptakan lingkungan yang
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
83
memungkinkan bagi masyarakat untuk
memanfaatkan peluang dan meminimalisasi ancaman
(Neo & Chen, 2007).
Secara fundamental, arah pengembangan
birokrasi pasca-2015 perlu untuk memahami
dinamika relasi antara birokrasi dan pasar misalnya.
Paradigma lama yang menekankan pada minimalisasi
peran birokrasi untuk merespon globalisasi telah
usang. Shin (2005) menjelaskan fenomena integrasi
ekonomi, seperti MEA, memiliki 2 dimensi utama
yakni mobile factors dan non-mobile factors.
Dimensi pertama terfokus pada pilar
investasi. Kemudahan teknologi dan integrasi
perbankan membuat modal dengan cepat berpindah.
Sementara itu, pada dimensi kedua, kualitas non-
mobile factors seperti respon sektor publik terhadap
tantangan perbaikan pelayanan, percepatan
infrastruktur dan harmonisasi regulasi menjadi hal
krusial yang menentukan kemana mobile factors tadi
berpindah.
Dalam kasus ini, Indonesia merupakan negara
dengan proses pengurusan investasi terburuk di
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
84
ASEAN. Indonesia juga tercatat sangat restriktif
dalam memfasilitasi mobilitas investor dalam
wilayah domestiknya (Soesastro & Atje dalam Basu
Das, 2012). Kondisi ini, disadari atau tidak, kan
menurunkan daya tarik Indonesia dalam sektor
investasi.
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
85
Competitive and Representative
Government
Bagaimana menyikapi beberapa
tantangan tersebut? Selama ini, reformasi birokrasi
cenderung hanya dipahami dalam tataran teknis.
Meskipun penting, kitat patut mempersoalkan
bagaimana arah dan cara kerja reformasi birokrasi
yang berjalan selama ini terkait dengan tantangan
eksternal yang muncul. Artinya, dalam menghadapi
MEA, perlu adanya pembenahan paradigma aparatur
birokrasi agar mampu bersiap menghadapi dan
merespons transformasi ekonomi kawasan.
Pembenahan paradigma tersebut dapat
dilakukan dengan memperkenalkan cara
pandang competitive and representative
government sebagai bagian dari Reformasi Birokrasi
di Indonesia. Cara pandang tersebut menghadirkan
kembali negara pada pemerintahan yang kompetitif,
namun tetap memiliki kapasitas untuik
merepresentasi kepentingan publik. Pemerintahan
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
86
yang kompetitif berarti pemerintaan yang mampu
beradaptasi dengan konstelasi global maupun
regiona. Sementara itu, pemerintahan yang
representatif berarti pemerintahan yang yang
konsisten mengutamakan kepentingan masyarakat
dan mendorong partisipasi publik di dalam
penyelenggaraan pemerintahan (lihat Hameiri, 2010).
Tantangan bagi birokrasi Indonesia, dalam
konteks ini, tidak hanya bekerja untuk merespon
tuntutan regionalisasi ekonomi ASEAN. Pada
dasarnya, birokrasi juga dituntut untuk hadir
meminimalisasi ekses pasar. Dengan kata lain,
birokrasi perlu menyeimbangkan antara
tuntutan scorecard liberalisasi di tingkat regional
dengan implementasi paket-paket kebijakan untuk
mencegah eksternalitas pasar.
Berkaca pada pendekatan yang dianut
pemerintah saat ini, perlu adanya evaluasi
menyeluruh terhadap kecenderungan pendekatan
mekanis yang berujung pada birokratisasi reformasi
birokrasi perlu. Reformasi birokrasi harus mampu
lepas dari kekangan tumpukan dokumen bukti
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
87
kinerja. Lebih dari itu, birokrasi perlu baham betul
apa sebenarnya titik peluang, tantangan dan
kerawanan MEA bagi unit kerjanya masing-masing.
Masyarakat Ekonomi ASEAN merupakan
titik tolak bagi birokrasi untuk berani keluar dari
pakemnya. Inovasi, dengan demikian, menjadi sangat
penting. Sudah saatnya standar pelayanan birokrasi
mengakomodasi input dan ekspektasi sektor privat.
Bagi Indonesia sendiri, MEA akan menjadi
kesempatan yang baik karena hambatan perdagangan
akan cenderung berkurang bahkan menjadi tidak ada.
Hal tersebut akan berdampak pada peningkatan
eskpor yang pada akhirnya akan meningkatkan GDP
Indonesia. Di sisi lain, muncul tantangan baru bagi
Indonesia berupa permasalahan homogenitas
komoditas yang diperjualbelikan, contohnya untuk
komoditas pertanian, karet, produk kayu, tekstil, dan
barang elektronik (Santoso, 2008). Dalam hal
ini competition risk akan muncul dengan banyaknya
barang impor yang akan mengalir dalam jumlah
banyak ke Indonesia yang akan mengancam industri
lokal dalam bersaing dengan produk-produk luar
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
88
negri yang jauh lebih berkualitas. Hal ini pada
akhirnya akan meningkatkan defisit neraca
perdagangan bagi Negara Indonesia sendiri.
Pada sisi investasi, kondisi ini dapat
menciptakan iklim yang mendukung
masuknya Foreign Direct Investment(FDI) yang
dapat menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui
perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja,
pengembangan sumber daya manusia (human
capital) dan akses yang lebih mudah kepada pasar
dunia.
Meskipun begitu, kondisi tersebut dapat
memunculkan exploitation risk. Indonesia masih
memiliki tingkat regulasi yang kurang mengikat
sehingga dapat menimbulkan tindakan eksploitasi
dalam skala besar terhadap ketersediaan sumber daya
alam oleh perusahaan asing yang masuk ke Indonesia
sebagai negara yang memiliki jumlah sumber daya
alam melimpah dibandingkan negara-negara lainnya.
Tidak tertutup kemungkinan juga eksploitasi yang
dilakukan perusahaan asing dapat merusak ekosistem
di Indonesia, sedangkan regulasi investasi yang ada
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
89
di Indonesia belum cukup kuat untuk menjaga kondisi
alam termasuk ketersediaan sumber daya alam yang
terkandung.
Dari aspek ketenagakerjaan, terdapat
kesempatan yang sangat besar bagi para pencari kerja
karena dapat banyak tersedia lapangan kerja dengan
berbagai kebutuhan akan keahlian yang beraneka
ragam. Selain itu, akses untuk pergi keluar negeri
dalam rangka mencari pekerjaan menjadi lebih
mudah bahkan bisa jadi tanpa ada hambatan tertentu.
MEA juga menjadi kesempatan yang bagus bagi para
wirausahawan untuk mencari pekerja terbaik sesuai
dengan kriteria yang diinginkan. Dalam hal ini dapat
memunculkan risiko ketenagakarejaan bagi
Indonesia. Dilihat dari sisi pendidikan dan
produktivitas Indonesia masih kalah bersaing dengan
tenaga kerja yang berasal dari Malaysia, Singapura,
dan Thailand serta fondasi industri yang bagi
Indonesia sendiri membuat Indonesia berada pada
peringkat keempat di ASEAN (Republika Online,
2013).
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
90
Dengan hadirnya ajang MEA ini, Indonesia
memiliki peluang untuk memanfaatkan keunggulan
skala ekonomi dalam negeri sebagai basis
memperoleh keuntungan. Namun demikian,
Indonesia masih memiliki banyak tantangan dan
risiko-risiko yang akan muncul bila MEA telah
diimplementasikan. Oleh karena itu, para risk
professional diharapkan dapat lebih peka terhadap
fluktuasi yang akan terjadi agar dapat mengantisipasi
risiko-risiko yang muncul dengan tepat. Selain itu,
kolaborasi yang apik antara otoritas negara dan para
pelaku usaha diperlukan, infrastrukur baik secara
fisik dan sosial(hukum dan kebijakan) perlu dibenahi,
serta perlu adanya peningkatan kemampuan serta
daya saing tenaga kerja dan perusahaan di Indonesia.
Jangan sampai Indonesia hanya menjadi penonton di
negara sendiri di tahun 2015 mendatang.
Bagi Indonesia, keberadaan MEA menjadi
babak awal untuk mengembangkan berbagai kualitas
perekonomian di kawasan Asia Tenggara dalam
perkembangan pasar bebas di akhir 2016. MEA
menjadi dua sisi mata uang bagi Indonesia : satu sisi
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
91
menjadi kesempatan yang baik untuk menunjukkan
kualitas dan kuantitas produk dan sumber daya
manusia (SDM) Indonesia kepada negara-negara lain
dengan terbuka, tetapi pada sisi yang lain dapat
menjadi boomerang untuk Indonesia apabila
Indonesia tidak dapat memanfaatkannya dengan baik.
MEA akan menjadi kesempatan yang baik
karena hambatan perdagangan akan cenderung
berkurang bahkan menjadi tidak ada. Hal tersebut
akan berdampak pada peningkatan eskpor yang pada
akhirnya akan meningkatkan GDP Indonesia.
Pada sisi investasi, kondisi ini dapat
menciptakan iklim yang mendukung masuknya
Foreign Direct Investment (FDI) yang dapat
menstimulus pertumbuhan ekonomi melalui
perkembangan teknologi, penciptaan lapangan kerja,
pengembangan sumber daya manusia (human capital)
dan akses yang lebih mudah kepada pasar dunia.
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
92
Peluang Tenaga Kerja Indonesia
Dalam MEA
Seperti yang ditulis oleh Tiesnawati
Wahyuningsih, SH., MH dalam artikelnya tentang
peluang tenaga kerja Indonesia dalam menghadapi
MEA 2015. Indonesia pada tahun 2014 telah
mengundangkan UU No. 7 Tahun 2014 sebagai
upaya harmonisasi ketentuan di bidang perdagangan
dalam kerangka kesatuan ekonomi nasional guna
menyikapi perkembangan situasi perdagangan era
globalisasi pada masa kini dan masa depan, deikian
yang tercantum dalam pertimbangan penerbitan UU
No. 7 tahun 2014. UU Perdagangan 2014 juga
mengenal perdagangan barang dan perdagangan jasa.
Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag) Bayu
Krishnamurti menjelaskan UU Perdagangan
mencakup bukan hanya barang tetapi juga jasa yang
bisa diperdagangkan (trade on services). Sektor jasa
ini sengaja dimasukkan ke dalam UU Perdagangan
guna menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN atau
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
93
MEA 2015 mendatang. Setidaknya ada tiga pasal
yang mengatur tentang bidang jasa dalam UU
Perdagangan dan menjadi bagian penting dalam
pelaksanaan MEA 2015, yakni pasal 4 ayat (2), pasal
20 dan pasal 21. Lingkup pengaturan bidang jasa,
sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat
(2) meliputi 12 sektor yakni, jasa bisnis, jasa
distribusi, jasa komunikasi, jasa pendidikan, jasa
lingkungan hidup, jasa keuangan, jasa konstruksi dan
teknik terkait, jasa kesehatan sosial, jasa rekreasi,
kebudayaan dan olahraga, jasa pariwisata, jasa
transportasi dan jasa lainnya.
Dalam pasal 20 UU No. 7 tahun 2014
menyebutkan Penyedia Jasa yang bergerak di bidang
Perdagangan Jasa wajib didukung tenaga teknis yang
kompeten sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang‐undangan. Penyedia Jasa yang tidak
memiliki tenaga teknis yang kompeten dikenai sanksi
administratif berupa peringatan tertulis, penghentian
sementara kegiatan usaha, atau atau Pencabutan izin
usaha. Dalam Pasal 21 UU Perdagangan, dijelaskan
bahwa pemerintah dapat memberi pengakuan
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
94
terhadap kompentensi tenaga teknis dari negara lain
berdasarkan perjanjian saling pengakuan secara
bilateral atau regional. Menurut Wamendag Bayu,
pasal ini menjadi strategis bagi Kemendag karena
selama ini belum memiliki dasar hukum yang jelas
dalam hal melakukan negosiasi dengan negara‐negara
lain.1
Bila dikaitkan dengan permasalahan tenaga
kerja di Indonesia telah banyak kajian yang
membahasnya, terutama dari ratio antara tenaga kerja
dengan jumlah total penduduk Indonesia. Selain itu
juga terdapat beberapa hal yang perlu menjadi
perhatian atau catatan bagi dunia ketenagakerjaan
sebelum saatnya negara kita benar‐benar akan
memasuki MEA.
1. Dari sisi peraturan. perundang‐undangan di
bidang ketenagakerjaan. Meskipun sumber
hukum ketenagakerjaan di Indonesia terdapat
ketentuan hukum yang tersebar di berbagai
peraturan perundang‐undangan, Undang‐Undang
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
95
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
merupakan peraturan pokok yang berisi
pengaturan secara menyeluruh dan komprehensif
di bidang ketenagakerjaan. Hal inilah yang
menjadi pegangan sebagai aturan main dunia
ketenagakerjaan di Indonesia saat memasuki
MEA.2
2. Dari sisi Sumber Daya Manusia (SDM) pekerja
Indonesia. Kompetisi SDM antarnegara ASEAN
merupakan hal yang pasti terjadi saat terbukanya
gerbang MEA nanti. Bila pekerja Indonesia tidak
siap menghadapi persaingan terbuka ini, MEA
akan menjadi momok bagi pekerja Indonesia
karena akan kalah bersaing dengan pekerja dari
negara ASEAN lainnya.3 Rendahnya kualitas
pendidikan formal tenaga kerja Indonesia ini jelas
sangat mengkhawatirkan. Dengan sisa waktu
yang sangat sempit ini, Pemerintah perlu mencari
terobosan dan cara singkat untuk meningkatkan
2 adapi MEA.Jurnal Online Rechts Vinding ISBN 2089‐9009 3 Ibid
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
96
keterampilan dan kompetensi kerja bagi SDM
kita yang sesuai dengan kebutuhan pasar MEA
nantinya dan bukan hanya terobosan yang
sifatnya normatif melalui Peraturan perundang‐
undangan. Bila rendahnya kualitas tenaga kerja
(unskilled labor) Indonesia akan mendorong arus
tenaga kerja antarnegara akan menguasai jagat
Indonesia.
3. Daya saing kemampuan tenaga kerja Indonesia
harus ditingkatkan baik secara formal maupun
informal. Kemampuan harus memenuhi standar
minimal yang telah ditetapkan oleh MRA.
Sebenarnya penerapan Mode 3 mengenai
pendirian perusahaan (commercial presence) dan
Mode 4 berupa mobilitas tenaga kerja (Movement
of natural persons) intra Asean akan diberlakukan
untuk sektor prioritas integrasi. Untuk itu
Indonesia harus dapat meningkatkan kualitas
tenaga kerjanya sehingga bisa digunakan baik di
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
97
dalam negeri atau antarAsean. Untuk mencegah
banjirnya tenaga terampil dari luar.4
4. Pengawas Ketenagakerjaan. Jumlah pengawas
ketenagakerjaan sangat tidak seimbang dengan
jumlah perusahaan, sehingga perlu dicari
terobosan oleh pemerintah untuk menambah
jumlah penegak hukum. Seharusnya pengawasan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dalam
Pasal 134 Undang‐Undang Nomor 13 Tahun
2003 tentang Ketenagakerjaan yang menyebutkan
bahwa “Dalam mewujudkan pelaksanaan hak dan
kewajiban pekerja/buruh dan pengusaha,
pemerintah wajib melaksanakan pengawasan dan
penegakan peraturan perundang‐undangan
ketenagakerjaan”. Dalam menghadapi MEA,
posisi pengawas ketenagakerjaan menjadi hal
yang sangat penting dalam hubungan industrial
agar semakin kondusif dan sebagai pelindung
bagi pekerja dalam menghadapi persaingan
global ini. Upaya persiapan yang harus segera
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
98
dibenahi adalah kualitas dan kuantitas tenaga
pengawas ketenagakerjaan untuk melakukan
pengawasan terhadap penerapan Undang‐Undang
Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
tersebut. Dari sisi kualitas, dengan
adanyaperubahan sistem pemerintahan yang
awalnya sentaralistik menjadi desentralistik
mengakibatkan kewenangan pemerintahan saat
ini lebih banyak bertumpu pada pemerintahan
kabupaten/kota. 5
Di lain pihak tenaga kerja tidak saja bagi
yang bekerja di sektor industri, tetapi ada pula yang
bekerja dalam sektor perikanan dan pertanian, MEA
akan mendorong liberalisasi pangan melalui integrasi
kedua sektor tersebut. Indonesia for Global Justice
(IGJ) menilai strategi dan persiapan Indonesia
menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
2015 berpeluang gagal. Ini ditandai dengan tidak
adanya perubahan kebijakan guna memaksimalkan
5 Ibid
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
99
perlindungan bagi nelayan dan petani Indonesia.6
pertumbuhan penduduk Indonesia masih tinggi,
konsumsi pangan dan perikanan terus meningkat,
serta 80%‐90% kebutuhan konsumsi pangan
domestik Indonesia bersumber dari produksi petani
dan nelayan kecil. “Maka, kegagalan melindungi
petani dan nelayan akan menggeser MEA 2015 dari
peluang menjadi ancaman serius bangsa,” kata Riza
dalam keterangan tertulis di Jakarta.7
Dengan berlakunya MEA diakhir tahun 2015,
maka selain arus bebas bebas barang dan arus bebas
jasa, arus bebas investasi, arus modal yang lebih
bebas, juga termasuk arus bebas tenaga terampil
dimana warga negara dapat keluar dan masuk dari
satu negara ke negara lain mendapatkan pekerjaan
tanpa adanya hambatan di negara yang dituju. Dalam
berbagai diskusi dan pengalaman pengusaha akan
lebih cenderung menggunakan tenaga lokal dari
dalam negeri, karena akan beban produksi dari sisi
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
100
tenaga kerja. Bila menggunakan tenaga kerja asing,
pengusaha umumnya harus memberi upah lebih
tinggi. Sebagai contoh, Ketua PHRI DKI, Krisnadi
menyebutkan pajak pembinaan karena menggunakan
tenaga asing pun harus ditanggung.
Selain itu, akomodasi tak luput dari tanggung
jawab pengguna jasa. Oleh karena itu, penggunaan
jasa tenaga kerja dalam negeri dengan proporsi lebih
banyak karena akan berpengaruh pada besarnya biaya
yang harus dikeluarkan. Umumnya pengguna jasa
tenaga kerja asing harus menanggung juga pajak
pembinaan di luar gaji dan akomodasi.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan
membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis produksi
tunggal membuat ASEAN lebih dinamis dan
kompetitif dengan mekanisme dan langkah‐langkah
untuk memperkuat pelaksanaan baru yang ada
inisiatif ekonomi; mempercepat integrasi regional di
sektor‐sektor prioritas; memfasilitasi pergerakan
bisnis, tenaga kerja terampil dan bakat; dan
memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN.
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
101
Sebagai langkah awal untuk mewujudkan
Masyarakat Ekonomi ASEAN.
Waktu pelaksanaan MEA sesuai dengan
blueprint AEC 2015 sudah semakin dekat dan
kurangnya kerja keras pemerintah menghadapinya
dengan perlunya mempersiapkan berbagai perangkat
yang akan menghambat derasnya arus tenaga kerja
asing masuk ke Indonesia, yaitu dengan sertifikasi
dan pengenaan pajak pembinaan. Sehingga peluang
tenaga kerja Indonesiayang terampil masih lebih
besar dibandingkan dengan tenaga kerja asing.
Tantangan Dan Peluang Indonesia Dalam Masyarakat Ekonomi ASEAN
102
Pengetahuan sejati ada dalam
mengetahui kalau kau tak
mengetahui apa-apa.
Daftar Pustaka
103
Daftar Pustaka
Alpay Savas et al, Export Performance Of Firms in Developing and Food Quality and Safety Standards in Developed Countries, Research of Turkish Agricultural Research Institute, Turkey,2000
Anonim. 2014. Pahami Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) 2015 .Kompas (versi elektronik). Diunduh dari http://nationalgeographic.co.id/berita/2014/12/pahamimasyarakat-ekonomi-asean-mea-2015, pada tanggal 7 Agustus 2015.
Artopoulos Alejandro et al, Lifting The Domestic Veil: The Challenges Of Exporting Differentaion Across The Development Devide, Working Paper National Bureau Of Economic Research, Cambridge, April 2011.
Arya Baskoro. Peluang, Tantangan dan Risiko bagi Indonesia dengan Adanya Masyarakat Ekonomi Asean. http://www. crmsindonesia.org/node/624, di akses
tanggal 9 September 2015. Association of Southeast ASIAN Nations (2008).
ASEAN ECONOMIC COMMUNITY BLUEPRINT. Jakarta: Asean Secretariat.
Badan Standar Nasional Pendidikan. 2006.
Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat satuan Pendidikan Jenjang Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta:BSNP.
Bagus Prasetyo.2023. Menilik Kesiapan Dunia Ketenagakerjaan Menghadapi MEA.Jurnal
Online Rechtsvinding ISBN 2089‐9009
Daftar Pustaka
104
Balakrishnan,S., & Fox, I. (1993). Asset Specificity, Firm Heterogeneity and Capital Structure.
Strategic Management Journal, 14, 3-16. Beard, D. W., & Dess, G. G. (1981). Corporate level
Strategy, Business level strategy, and Firm performance. Academy of Management Journal, 24(4): 663-638.
Bernard J. Jaworski and Ajay K. Kohli.(1993) Market Orientation : Antecedents and Consequences. Journal of Marketing, Vol. 57, July 1993
Berrin G,Jooh L, Harold W. L, (2010) : THE IMPACT OF INDUSTRY CHARACTERISITCS ON EXPORT PERFORMANCE: A THREE COUNTRY STUDY . International Journal of Business and Economics Perspectives
Volume 5, Number 2,Fall 2010 Brigham, E. F. (1982). Financial Management:
Theory and Practice. The Dryden Press(2nd Edition).
Buzell, R. D., & Gale, B. T. (1987). The PIMS
Principles. New York,NY: Free Press. Cadogan, John W. Diamantopoulos. Adamantios,
de Mortages. Charles Pahud. (1999). A Measure of Export Market Oreintation: Scale Development and Cross-cultural Validation. Journal of International Business Studies, 4th Quarter, Vo.3, Issue 4
Calantone, R. J., et al., (2006). The Influence of Internal and External Firm Factors on
International Product Adaptation Strategy and Export Performance: A Three Country Comparison. Journal of Business Research, 59(2): 176-185.
Carneiro Jorge et al (2011). Determinants of
Export Performance: a Study of Large
Daftar Pustaka
105
Brazilian Manufacturing firms. Brazilian Administration Review, April/June 2011
Cavusgil, T., & Zou, Z. (January 1994). Marketing Strategy-Performance Relationship: An Investigation of the Empirical Link in Export Market Ventures. Journal of Marketing, 58, 1-21.
Chakbarti, A. K. (1991). Industry Characteristics Influencing the Technical Output: A Case of Small and Medium Size Firms in the US. Strategic Management Journal, 21(2): 139-152.
Coskun Rekai, Export Performance of Foreign and Local Manufacturing Firms in Turkey, University of Sakarya, Turkey,2000
Czinkota, M. R., &Ronkainen, I. A. (1998).
International Marketing. Fort Worth, TX: Dryden Press.
David J. Teece, Gary Pisano and Amy Shuen (1997). Dynamic Capabilities And Strategic Management. Strategic Management
Journal Vol. 17:7, pp 509-533 (1997). Departemen Pendidikan Nasional Republik
Indonesia. 2003. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Jakarta: Depdiknas.
Departemen Perdaganga RI. 2013. Menuju Asean Economic Community 2015
Dholakia Ravindra H and Kapur Deepak,
Determinants of Export Performance of Indian Firms – A Strategic Perspective, Research Paper, 2005
Douglas, S., & Craig, S. (1999). International Marketing Research: Concepts and
Methods, 2nd ed. John Wiley and Sons.
Daftar Pustaka
106
Elfindri, dkk. 2011. Soft Skills untuk Pendidik. Praninta Offset
Fernandez, R. A. (2014, Januari). YEARENDER: Asean Economic Community to play major role in SEA food security.
Fisher, N., & Hall, G. R. (1969). Risk and Corporate Rate of Return. Quarterly Journal of Economics , 83(1):79-92
General Agreements on Trade in Services Geringer, J. M., Tallman, S., & Olsen, D.M. (2000).
Product and International Diversification Among Japanese Multinational Firms. Strategic Management Journal, 21, 51-80.
Gertner Rosane and Guthery Dennis, Brazilian Exporters: Non-Financial Export Performance Measurements and Their
Determinants, Journal of International Business and Cultural Studies, Volume 2, 2004.
Gilpin and Gilpin, 2000 dalam Peningkatan Daya Saing Industri Indonesia Guna menhadapi
Asean – China Free Trade Area Agreement(ACFTA) dalam rangka memperkokoh ketahanan Nasional. Jurnal Kajian Lemhanas RI Edisi 14 Desember 2012.
Goswami Arti G, Mattoo Aaditya and Saez Sebastian, Exporting Service: A Developing Country Perspective. 2011
Grant, R. M., & Jammine, A. P. (1988).
Performance Differences Between the Wrigley/Rumelt Strategic Categories. Strategic Management Journal, 9: 333-346.
Hair, J., Anderson, A.,Tatham, A. & Black, W. (1998). Multivariate Data Analysis, 5th ed.
Prentice Hall.
Daftar Pustaka
107
Hall, M., & Weiss, L. (1967). Firm Size and Profitability. The Review of Economics and
Statistics 69(3),319-331. Hamalik, Oemar. 1990.
Pengembangan Kurikulum, Dasar-dasar dan Pengembangannya. Bandung: Mandar Maju
Hannay, N. B., & Lowell, S. (1986). Technology and Trade: A Study of US Competitiveness in Seven Industries. Research Management, 29(1): 14-22.
Hasanah. 2013. Implementasi Nilai-nilai Karakter Inti di Perguruan Tinggi. Jurnal Pendidikan Karakter. Yogyakarta: LPPMP UNY.
Herminarto Sofyan. 2011. Implementasi Pendidikan Karakter melalui Kegiatan
Kemahasiswaan. Artikel dalam Buku Pendidikan Karakter dalam Perspektif Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press.
Holak, S. L., Parry,V. E., & Song, X. M. (1991). The Relationship of R&D/Sales to Firm
Performance: An Investigation of Marketing Constituencies. Journal of Product Innovation Management, 6(4): 267-282.
http://id.voi.co.id/voi‐komentar/4889‐kesiapan‐indonesia‐menghadapi‐masyarakat‐ekonomiasean‐2015 http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt52fc80c5beb6f/sektor‐jasa‐juga‐diatur‐dalam‐uuperdagangan
http://www.wartaharian.co/berita/nasional/ekonomi/9222‐igj‐indonesia‐belum‐siap‐hadapimea‐2015.html
http://www.wto.org/english/docs_e/legal_e/26‐gats_01_e.htm
Iizuka Michiko, Organizational Capability and Export Performance: the salmon industry in
Daftar Pustaka
108
Chile. The DRUID Winter Conference, 22-23 January 2004.
Illah Sailah, 2007. Pengembangan Soft Skills di Perguruan Tinggi, Sosialisasi Pengembangan Soft Skills di Kopertis VII Surabaya
Imed Zaiem, Afef Ben Yousef Zghidi. (2011) Product Adaptation Strategy and export performance : The impacts of the internal firm characteristics and business. Contemporary Management Research, Pages 291-312, Vol.7, No.4, Desember 2011
Ito, K., & Pucik, V. (1993). R&D Spending, Domestic Competition and Export Performance of Japanese Manufacturing
Firms. Strategic Management Journal, 14, 61-75.
Jain, S. (1993). International Marketing Management. CA: Wadsworth Publishing Company.
Janet Y. Murray, Gerald Yong Gao, Masaki Kotabe.(2011). Market oreintation and performance of export ventures : the process through marketing capabilities and competitive advantage. Journal of The Academic Marketing Science. 2011
John W. Cadogan, Adamantios Diamantopoulos, Judy A. Siguaw (2002). Export Market Oriented Activities : Their antecedents and
performance consequences. Journal of International Business Studies, 33,3 Third quarter 2002; p.615-626
Kaipa P & Milus T. 2005. Soft Skills are Smart Skills.
Diunduh dari http://www.kaipagroup.com
Daftar Pustaka
109
Kamien, M., & Schwartz, N. (1982). Market Structure and Innovation. Cambridge:
Cambridge University Press. Karaoz Murat et al, Innovative Abilities Of
Developing Countries On Their Export Performance: Evidence From Turkey, Suleyman Demirel University, Turkey.2005
Kathleen M. Eisenhardt and Jeffrey A. Martin (2000). Dynamic Capabilities: What Are They?. Strategic Manajement Journal , Strat Mgmt J. 21.: 1105-1121 (2000).
Katsikeas, C., Leonidas C. L., & Morgan, N. A. (2000). Firm-level Export Performance Assessment: Review, Evaluation and Development. Journal of the Academy of Marketing Science, 28(4): 493-511.
Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan. 2012. Dokumen Kurikulum 2013. Jakarta: Depdiknas
Kevin B. Grier and Aaron D. Smallwood, Uncertainty and Export Performance:
Evidence from 18 Countries, Journal of Money, Credit and Banking, Vol. 39, No. 4 June 2007, The Ohio State University, 2007.
Kiyohiko Ito (1997). Domestic Competitive Position and Export Strategy of Japanese Manufacturing Firms: 1971-1985. Management Science, Vol.43, No.5, May 1997.
Koh, A. (1990). Relationships among Organizational Characteristic, marketing Strategy and Export Performance. International Marketing Review, 8 (3): 46-60
Lee, J., & Blevis, D. E. (1990). Profitability and Sales Growth in Industrialized Versus Newly
Daftar Pustaka
110
Industrializing Countries. Management International Review, 30(1): 87-100.
Lee, J., Zahra, S. A., & Wongtada, N. (1995). A Comparative Study of Leading American, Japanese, and Korean Corporate Strategy and Financial Performance. Journal of Asia-Pacific Business, 1(1): 65-95.
Leonidou, L., & Katsikeas, C. S. (1996). The Export Development Process: An Integrative Review of Empirical Models. Journal of International Business Studies, 27(3): 517-551
Link, A., & Tassey, G. (1987). Strategies for Technology Based Competition. Lexington, MA: Lexington Books.
Lubis A. Analisis Faktor yang Mempengaruhi
Kinerja Ekspor Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Luar Negeri, Kementrian Perdagangan.__________
Ma. Teresa S. Duenas-Caparas, Firm-Level
Determinants of Exports Performance: Evidence from the Philippine, Philippine Journal of Development, Number 62, First Semester 2007, Volume XXXIV, Number 1, 2007
Makmur Keliat, dkk. 2013. Laporan Penelitian “Pemetaan Pekerja Terampil Indonesia dan Liberalisasi Jasa Asean : Laporan Penelitian Asean Study Center UI bekerja sama
dengan Kementrian Luar Negeri Republik Indonesia. Jakarta
Markides, C. C. (1995). A Diversification, Restructuring and Economic Performance. Strategic Management Journal, 16, 101-
118
Daftar Pustaka
111
Marzuki, 2012. Pengembangan Soft Skill Berbasis Karakter Melalui Pembelajaran IPS Sekolah
Dasar. Makalah seminar Nasional di IKIP PGRI Madiun.
Masaong, A.K.2012. Pendidikan Karakter Berbasis Multiple Intelligence. Jurnal Konaspi VII Universitas Negeri Yogyakarta, 2012
McKie, J. (1970). Market Structure and Function: Performance versus Behavior. In J. W. Markham and G. F. Papanek (Ed), Industrial Organization and Economic Development (pp. 3-25). Boston, MA: Houghton Mifflin Co.
Michiel van Dijk, The Determinats of Export Performance in Developing Countries : The Case of Indonesian Manufacturing, Working
Paper, Eindhoven Centre fo Innovation Studies,The Netherlands, Februari 2002.
Morbey, G., & Reithner, R. (May-June, 1990). How R&D Affects Sales Growth, Productivity, and Profitability. Journal of Engineering and
Technology Management, 11-14. Muhammad Tariq and Eatzaz Ahmad,
Determinants of Exports in Developing Countries, The Pakistan Development Review, Winter 2006, pp 1265-1276
Mulyasa.2010. Implementasi Kurikulum Teori dan Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Munemo Jonathan et al,Foreign Aid and Export Performance: A Panel Data Analysis of
Developing Countries, Working Paper, Research Division Federal Reserve Bank of St. Louis, May 2007
N. Prasanna, Impact of Foreign Direct Investment on Export Performance In India, Journal
Social Science, 2010
Daftar Pustaka
112
N.n. (2013). Indonesia Hanya Menduduki Peringkat Empat di ASEAN.
Nolle, D.E. (1991). An Empirical Analysis of Market Structure and Import and Export Performance for US Manufacturing Industries. Quarterly Review of Economics & Finance, 31 (4): 59-78.
Ohmae, K. (1990). Becoming a Triad Power: The New Global Corporation. In InternatioMarketing Strategy, Hans Thorelli and Tamer Cavusgil, eds. Oxford: Pergamon Press.
Oliver Morrisey and Andrew Mold, Explaining Africa’s Export Performance-Taking a New Look, 2004
Perez A. and Wilson J. Export Performance and
Trade Facilitation Reform, Policy Research Working Paper, The World Bank Development Research Group Trade and Integration Team, April 2010
Phattarawan Tantong et al (2010). The effect of
product adaptation and market orientation on export perfromance : A survey of Thai Managers. Journal of Marketing Theory and Practice Vol.18, No.2 Spring 2010
Plummer, M, G., &Yue, C, S. (2009). Realizing the ASEAN Economic Community: A Comprehensive Assessment. Singapore: Institute of Southeast Asian Studies.
Porter, M. (1990). Competitive Advantages of
Nations. New York: Free Press. Praktek. Bandung: Remaja Rosdakarya Ratnaningsih et al (2010). Analysis of Internal and
External factor for competitive advantage of Indonesian contractors. Journal of
Economic and engineering, ISSN: 2078-0346 (2010)
Daftar Pustaka
113
Ravenscraft, D. J. (1983). Structure-ProfitRelationships Between Business and
Industry Le The Review of Economics and Statistics, 65(1): 214-224.
Rukiyati, Y. Ch dkk. (2014). Penanaman Nilai Karakter Tanggung Jawab dan Kerja Sama Terintegrasi dalam Perkuliahan Ilmu Pendidikan.Jurnal Pendidikan Karakter, Tahun IV, Nomor 2, Juni 2014.
S. Tamer Cavusgil & Shaoming Zou, (1994). Marketing Strategy- Performance Relationship : An Investigation of the Empirical Link in Export Market Ventures. Journal of Marketing. Vol.58 (January 1994).
Samtim Eko Putranto, (2003) Studi mengenai
orientasi strategi dan kinerja pemasaran, Jurnal Sains Pemasaran Indonesia, Vol.II, No.1, Mei 2003, halaman 93-110
Santoso, W. et.al (2008). Outlook Ekonomi Indonesia 2008-2012: Integrasi ekonomi
ASEAN dan prospek perekonomian nasional. Jakarta: Biro Riset Ekonomi Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter.
Sektor Jasa Berpotensi Naikkan Daya Saing Indonesia,” Republika, Jumat, 19 April 2013, diakses dari http://www.republika.co.id/berita/ekonomi/makro/13/04/19/mlhx7a‐sektor‐jasaberpotensi‐naikkan‐daya‐saing‐indonesia
Sektor Jasa Pegang Peranan Penting dalam Perekonomian Indonesia,” diakses dari http://satuharapan.com/index.php?id=109
&tx_ttnews[tt_news]=4222&cHash=1
Daftar Pustaka
114
Sharmistha Baychi-Sen (1999), The Smaal and Medium Sized Exporter’s Problems : An
Emperical Analysis of Canadian Manufactures. Regional Studies Vol.33.3,pp 231-245. 1999
Sosin, K., & Fairchild, L. (1987). Capital Intensity and Export Propensity in Some LAmerican Countries. Oxford Bulletin of Economics and Statistics, 49(2): 191-208.
Sukmadinata, Nana Syaodih.1997. Pengembanhgan Kurikulum Teori dan
Suryosubroto, B. 2005. Tata Laksana Kurikulum. Jakarta: Rineka Cipta.
Suwarsih Madya. 2011. Pengintegrasian Pendidkan Karakter di Perguruan Tinggi. Artikel dalam Buku Pendidikan Karakter dalam Perspektif
Teori dan Praktik. Yogyakarta: UNY Press. Tuan P. Nham dan Yoshi Takahashi. (2010)
Organizational capabilities, competitive advantage and performance in supporting industries in Vietnam. Asian academy of
management journal.Vol. 15, No.1 pp1-21 (2010)
Tuba Yakici Ayan and Selcuk Percin, A Structural Analysisof the Determinants of Export Performance: Evidence from Turkey, Innovative Marketing, Volume1 Issue 2, 2005
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2013 tentang Sistem Pendidikan
Nasional. UNESCO. 1996. Learning: Treasure Within. New
York: UNESCO Publishing Usman Muhammad et al (2012). The impact of
marketing mix and market orientation on
export performance. Journal of Economics
Daftar Pustaka
115
and Behavioral Studies, Vol.4 No.1. Jan 2012
Ward P. T, Durray R. (2000) Manufacturing strategy in context: environment, competitive strategy and manufacturing strategy, Journal of Operation Management, Vol.18, pp 123-13, 2000
World development indicators, The World Bank. 2012
Yamawasaki, H. (1989). A Comparative Analysis of Inter-temporal Behavior of Profits: Ja and the United States. Journal of Industrial Economics, 37(4): 389-409.
Zamroni,2010, Strategi dan Model Implementasi Pendidikan Karakter dalam Pendidikan dan Pembelajaran, Yogyakarta: PHK-I UNY
Zhao, H., & Zou, S.(2002). The Impact of Industry Concentration and Firm Location on ExpoPropensity and Intensity: An Empirical Analysis of Chinese Manufacturing Firms. Journal of International Marketing, 10(1):
52-71. Zou, S., & Stan, S. (1998). The Determinants of
Export Performance: A Review of the EmpirLiterature Between 1987 and 1997. Proceedings, American Marketing AssociatWinter Educators’ Conference.