geologi regional pare-pare-pinrang.doc
TRANSCRIPT
BAB II
GEOLOGI UMUM
II.1 Geomorfologi Regional.
Kenampakkan bentang alam di daerah Pinrang umumnya merupakan daerah
pantai serta pegunungan dan perbukitan dimana puncaknya sudah nampak meruncing
dan sebagian lagi nampak membulat. Perbedaan tersebut disebabkan oleh
karekteristik masing-masing batuannya, pengaruh struktur dan tingkat perkembangan
erosi yang telah berlangsung dan akhirnya menghasilkan kenampakkan bentang alam
seperti yang nampak sekarang ini.
Berdasarkan hal tersebut diatas, maka pengelompokkan satuan morfologi
daerah Pinrang dapat dibagi berdasarkan pada struktur geologi dan batuan
penyusunnya serta proses geomorfologi yang mempengaruhi bentuk permukaan bumi
yang nampak sekarang. Berdasarkan atas kenampakan relief dan ketinggiannya, maka
daerah penelitian dapat dibagi menjadi dua satuan morfologi yaitu :
1. Satuan Morfologi Berelief Sedang
2. Satuan Morfologi Berelief Rendah.
II.1.1 Satuan Morfologi Berelief Sedang
Satuan ini terletak di bagian selatan yang meliputi seperempat bagian dari
daerah penelitian dengan ketinggian antara 100 meter sampai 375 meter. Satuan ini
9
berupa rangkaian perbukitan yang agak rapat dimana puncak-puncaknya relatif
runcing yang terdiri dari Bukit Batu, Bukit Tolong dan Bukit Lakaliki. Secara umum
batuan penyusun dari satuan morfologi ini adalah batuan yang relatif resisten
terhadap pelapukan yakni satuan breksi vulkanik.
Bukit batu terletak di sebelah Utara yang memanjang dari Utara ke Selatan
dengan ketinggian puncak 126 meter, dimana kemiringan lereng di bagian Selatan
antara 30o – 60o, sedangkan di bagian Utara kemiringan lereng antara 10o – 25o. Oleh
karena perbukitan tersebut melandai ke Utara, sedangkan lereng pada sebelah Selatan
merupakan suatu tebing, maka perbukitan tersebut adalah suatu puncak “Questa”.
Bukit Tolong terletak di sebelah Selatan Yang memanjang dari Timur Luat –
Barat Daya dengan ketinggian puncak 285 meter, sedang kemiringan lereng di bagian
Barat yaitu antara 15o – 30o, dan kemiringan lereng di bagian Timur antara 45o – 80o
ke arah Timur. Oleh karena perbukitan tersebut melandai ke arah Barat sedangkan
lereng di sebelah Timur merupakan suatu tebing yang curam, maka perbukitan
tersebut adalah suatu puncak “Questa”.
II.1.2 Satuan Morfologi Berelief Rendah
Satuan ini meliputi tiga perempat dari daerah penelitian yang terletak sebagian
diantara Bukit Tolong dan Bukit Lakaliki yakni mulai dari Kampung Mangimpuru di
bagian Selatan sampai ke bagian Utara Desa Lapede. Daerah ini merupakan
perbukitan yang renggang dengan puncak-puncaknya sudah membulat, dimana
10
terdapat dua puncak yang dikenal antara lain Bukit Lemabang (67 meter), dan Bukit
Sikarangtuluwe (86 meter), dengan kemiringan antara 5o – 10o.
Penyebaran lain dari satuan morfologi ini adalah terletak di bagian Barat yang
dimulai dari Desa Baru 2 sampai Desa Banrong, dan sepanjang garis pantai dimana
pada umumnya disusun oleh satuan Alluvial dan satuan Tufa. Di bagian Barat dari kota
Pare-Pare dijumpai teluk Pare-Pare yang mempunyai kedalaman antara 5 – 70 meter.
II.2 Stratigrafi Regional
Menurut RAB SUKAMTO (1982), dalam stratigrafi lembar Pangkajene dan
Watampone bagian Barat, dimana sebagai batuan tertua adalah batuan Ultrabasa yang
umurnya belum diketahui, sedangkan hasil penarikan radiometri pada batuan Sekis
yakni 111 juta tahun atau Kapur Akhir. Batuan tua ini tertindih secara tidak selaras
oleh formasi Balangbaru berupa endapan flysch dengan ketebalan lebih dari 2000
meter dan berumur Kapur Akhir. Batuan gunungapi Paleosen yang diendapkan pada
lingkungan laut menindih tidak selaras endapan flysch. Sedangkan batuan gunung api
tertindih tidak selaras oleh Formasi Mallawa dan berangsur beralih ke endapan
karbonat dari Formasi Tonasa yang berumur Eosen – Miosen Tengah secara menerus
dengan ketebalan 3000 meter. Formasi Camba secara tidak selaras menindih Formasi
Tonasa dengan ketebalan sekitar 5000 meter dan berumur Miosen Tengah – Pliosen.
Bagian atas Formasi Camba berhubungan menjemari dengan Formasi Walanae yang
tebalnya sekitar 4500 meter dan berumur Miosen Akhir – Pliosen Awal.
11
Formasi Walanae disusun oleh batuan Sedimen beumur Miosen – Pliosen dan
penyebarannya cukup luas, sedangkan di bagian Barat lebih banyak tersingkap batuan
asal gunungapi dan batuan setempat dijumpai batuan Beku terobosan dan batuan
Metamorf.
Dan dibeberapa tempat telah mengalami gerakan-gerakan tektonik komplek.
Hal ini dibuktikan dengan adanya banyak sesar dengan arah yang tidak beraturan,
seperti yang terdapat di daerah Bantimala sebelah Timur Pangkajene.
Dalam tulisan SARTONO dan ASTADIREDJA (1981), yang telah
mengadakan penelitian tentang Geologi Kwarter Sulawesi Selatan, menyatakan bahwa
Formasi Walanae yang tersusun atas Lempung dan selang-seling Batugamping Pasiran
yang mengandung fosil Mollusca dan Foraminifera kecil yang menunjukkan umur
Miosen Akhir. Formasi Walanae tertindih tidak selaras oleh Formasi Berru yang terdiri
dari Batupasir selang-seling lapisan Lempung dan Konglomerat di bagian atasnya.
Formasi Berru mengandung fosil Gastropoda, Pelecypoda dan Foraminifera
kecil yang menunjukkan umur Pliosen Akhir. Sedangkan di beberapa tempat
dijumpai Batugamping berwarna putih, kadang-kadang dijumpai struktur bioturbasi.
Kandungan fosil yang dijumpai pada Batugamping ini yakni Foraminifera kecil yang
menunjukkan umur Plestosen Bawah.
Di atas Batugamping terdapat satuan kerakal yang terdiri dari berbagai batuan
seperti Rijang, Kuarsit, Batuan Malihan, Fosil Kayu, Oksida Besi dan sedikit Batuan
Beku, dimana bentuk komponennya membulat. Satuan kerakal polemik (batuan yang
memiliki atau mengandung banyak fragmen batuan lain dengan sifat fisik yang
12
berbeda-beda ) bersifat tidak padu dan makin ke atas ukurannya semakin halus,
dimana kerakal polemik ini diduga merupakan endapan fluvial yang mengalami
penorehan sungai Walanae purba. Endapan Aluvium berupa Lempung, Pasir, Lanau
dan Kerakal berasal dari batuan yang telah mengalami denudasi.
II.2.1 Stratigrafi Lokal
Penyusunan stratigrafi daerah penelitian didasarkan atas ciri-ciri batuan yang
dapat diamati di lapangan, meliputi jenis batuan, keseragaman gejala litologi batuan,
urutan litologi yang menerus dan dapat dipetakan dalam skala 1 : 25.000.
Dengan dasar penyatuan tersebut di atas maka stratigrafi daerah penelitian
yang dipetakan, dapat disusun menjadi 5 (lima) satuan batuan yakni :
1. Satuan Aluvial
2. Satuan Breksi Vulkanik
3. Satuan Batugamping
4. Satuan Batuan Beku
5. Satuan Tufa
Empat dari kelima satuan batuan tersebut di atas dapat ditentukan umurnya
dengan pertolongan fosil foraminifera planktonik. Pembahasan dari masing-masing
satuan batuan dimulai dari yang tua sampai yang muda.
1. Satuan Tufa
Susunan batuan yang dijumpai pada satuan ini ternyata tufa merupakan anggota
litologi yang paling dominan, sehingga dinamakan satuan tufa. Satuan dinamakan Satuan
13
Tufa. Satuan Tufa terletak di sebelah utara daerah penelitian dan menempati hampir tiga
perempat bagian yaitu pada daerah dengan morfologi yang berelief rendah. Satuan batuan
ini diperkirakan memiliki tebal sekitar 800 meter berdasarkan pada penampang A – B.
Satuan batuan ini memiliki kenampakan lapangan berwarna abu-abu
kecoklatan, tingkat pelapukan sedang sampai lanjut, dimana perkembangan litologi
secra vertikal diawali dengan lempung tufaan dan napal, dan dibagian tengah terdiri
dari tufa kasar, sedangkan pada bagian atas terdiri dari tufa halus.
Lempung tufaan yang tersingkap pada daerah penelitian (Desa
Tanahmailiye), memperlihatkan perlapisan yang baik dengan ketebalan antara 0.5 –
1.5 meter, kemiringan perlapisan berkisar 120 - 140. Adapun struktur sedimen yang
dijumpai berupa struktur laminasi sejajar. Ketebalan batuan yang tersingkap yaitu
mencapai 12 meter, dengan arah perlapisan N 1530 / 120 E.
Berdasarkan hasil analisa petrografis, batuan ini berupa lempung tufaan,
tekstur klastik halus dengan ukuran mineral sekitar 0.003 mm, dengan kandungan
mineral terdiri dari mineral lempung 80 %, gelas vulkanik 15 % dan cangkang fosil 5
%. Cangkang fosil yang dijumpai dalam sayatan tipis tidak dapat ditentukan
spesiesnya karena ukurannya terlalu kecil.
Dari hasil analisa paleontologis, pada batuan ini ternyata mengandung fosil
foraminifera kecil jenis planktonik dan bentonik dalam jumlah yang tidak banyak.
Species-species foraminifera planktonik yaitu berupa Globigerinoides sacculifer
BRADY, Globigerinoides trilobus REUSS, Globoquadrina venezuelana HEDBERG,
14
Globorotalia obesa BOLLI. Dan yang berupa fosil foraminifera bentonik yang
dijumpai yaitu Bolivina sp, Bullimina sp dan Uvigerina sp.
Berdasarkan atas kandungan fosil foraminifera bentonik tersebut diatas
menurut Natland, 1933, mencirikan lingkungan pengendapan pada lingkungan laut zona
IV dengan kedalaman antara 300 – 1000 meter dan temperatur 5 – 80C.
Secara menerus di atas lempung tufaan terdapat Napal, yang tersingkap di
daerah Tanahmailiye. Warna segar abu-abu, warna lapuk kehitaman, memperlihatkan
perlapisan yang baik dengan ketebalan antara 0.2 – 0.5 meter, kemiringan perlapisan
batuan antara 120 – 140. Berdasarkan hasil pengukuran diperoleh ketebalan dari
batuan mencapai 3 meter, dengan arah N 1560E / 120.
Dari hasil pengamatan petrografis memperlihatkan tekstur klastik, dengan
ukuran mineral lebih kecil dari 0,05 mm. Kandungan mineral terdiri dari Klasit 60 %,
mineral Lempung 40 %. Mineral Kalsit sebagian tersusun oleh cangkang fosil dari
jenis Foraminifera kecil, dimana spesies dari jenis foraminifera ini tidak dapat
ditentukan sebab ukurannya terlalu kecil.
Sedangkan dari hasil analisa Paleontologis, pada batuan ini mengandung fosil
foraminifera kecil dari jenis planktonik dan bentonik. Adapun fosil planktoniknya
antara lain Globigerinoides trilobus REUSS, Globigerinoides sacculifer BRADY,
Hastigerina aequilateralis BRADY, Orbulina universa D’ORBIGNY. Sedangkan untuk
kandungan fosil bentoniknya yang dijumpai antara lain Bulimina sp, Uvigerina sp dan
Bolivina sp. Berdasarkan atas kandungan fosil foraminifera bentonik tersebut, maka
15
menurut Natland 1933, mencirikan lingkungan pengendapan pada lingkungan laut zona
IV dengan kedalaman antara 300 – 1000 meter dan temperatur antara 50 - 80C.
Pada bagian atas dari batuan napal ini dijumpai sisipan Batupasir dengan
kenampakan lapangan berwarna abu-abu keputihan, berbutir halus sampai sedang.
Umumnya berlapis dengan ketebalan perlapisan antara 10 – 15 cm. Berdasarkan hasil
pengukuran di desa Tanahmailiye batuan ini memiliki ketebalan 40 – 60 cm.
Pengamatan petrografis pada Batupasir berupa “lithic graywacke”,
memperlihatkan tekstur klastik, dengan ukuran mineral antara 0,2 - 1 mm.
Kandungan mineral terdiri dari fragmen batuan 60 %, Plagioklas jenis Andesin (An
46) 20 %, mineral bijih 10 % dan mineral Lempung 10 %.
Secara menerus di atas sisipan batupasir dijumpai Tufa kasar, yang
tersingkap di desa Tanahmailiye, kota Pare-pare dan Cappagalung. Arah umum dari
perlapisannya N 3300E / 80 dan N 3400E / 120, dengan kenampakan lapangan
berwarna segar kuning keputihan dan warna lapuk kecoklatan, ukuran butir pasir
kasar sampai halus. Kadang dijumpai adanya struktur laminasi sejajar, dengan
ketebalan perlapisan antara 0.5 – 2 meter. Berdasarkan pengukuran yang dilakukan di
Kampung Mandar, ketebalan batuan ini mencapai 125 meter.
Dari hasil pengamatan petrografis batuan ini berupa “crystal vitric tuff”,
memperlihatkan tekstur klastik. Kandungan mineral terdiri dari gelas vulkanik 40 %,
Plagioklas jenis Andesin (An 42) 35 %, Hornblende 13 %, Augit 8 % dan mineral bijih 4 %.
Kemudian secara menerus di atas tufa kasar dijumpai Tufa halus, yang
tersingkap di pinggir jalan Lapede. Batuan ini memiliki kenampakan lapangan
16
berwarna segar kuning keputihan dan warna lapuk kecoklatan, ukuran butir kurang
dari 0.5 mm, dengan ketebalan perlapisan antara 0.2 – 0.6 meter.
Hasil pengamatan petrografis berupa Tufa gelas, memperlihatkan tekstur
klastik, dengan ukuran mineral lebih kecil dari 0,1 mm. Kandungan mineral terdiri
dari gelas vulkanik 80 – 90 %, Plagioklas 7 %, Piroksin 2 – 5 %, mineral Lempung 4
% dan mineral kedap cahaya 1 – 3 %. Plagioklas dan Piroksin, sulit untuk ditentukan
jenisnya, karena ukurannya yang sangat kecil.
Dari hasil analisa Paleontologis, pada batuan ini terdapat foraminifera kecil
jenis planktonik dan bentonik. Species foraminifera planktonik yang dijumpai antara
lain : Globorotalia menardii D’ORBIGNY, Globorotalia dutertei D’ORBIGNY,
Globigerina bulloides D’ORBIGNY, Globorotalia calida PARKER, Sphaerodinella
subdehiscens BLOW, Orbulina universa D’ORBIGNY, Globigerinoides trilobus
REUSS, Globigerinoides sacculifer BRADY, Globigerinoides obliquus BOLLI,
Globoquadrina venezuelana HEDBERG, Globoquadrina altispira JARVIS &
CUSHMAN, Hastigerina aequilateralis BRADY. Dan lainnya. Sedangkan spesies
untuk foraminifera jenis bentonik antara lain Bullimina buchiana, Bolovina stritula
CUSHMAN dan Uvigerina sp.
Berdasarkan atas kandungan fosil bentonik maka sesuai dengan klasifikasi
Natland, 1933, maka batuan tersebut terendapkan pada lingkungan pengendapan laut
zona IV dengan kedalaman 300 –1000 meter dan temperatur antara 50 – 80C.
Berdasarkan atas uraian-uraian litologi telah diinterpretasikan lingkungan
pengendapan dari tiap-tiap anggota litologi, maka dapat disimpulkan bahwa satuan
17
tufa terendapkan pada lingkungan laut tenang dan terbuka pada kedalaman 300 –
1000 meter, dengan kisaran temperatur antara 50 - 80 C. Dan secara integral dapat
disimpulkan bahwa satuan Tufa diendapkan pada laut dalam dengan susunan
pengendapan sama cepat dengan penurunan dasar cekungan.
Adapun umur dari satuan tufa ditentukan berdasarkan kisaran hidup spesies-
spesies yang diendapkan pada contoh batuan 63-a, 63-b, 58 dan contoh batuan 1,
kemudian dibandingkan dengan kisaran hidup menurut Postuma (1971) dan Blow
(1969). Umur batas bawah satuan ini ditentukan dengan awal pemunculan dari
Hastigerina aequilateralis BRADY, yang didapat pada bagian bawah dari satuan ini.
Sedangkan batas atas ditentukan dengan punahnya Globorotalia obesa BOLLI dan
awal pemunculan dari Globorotalia dutertrei D’ORBIGNY.
Berdasarkan atas hal-hal yang dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa umur satuan ini adalah antara zona Globorotalia siakensis bagian bawah
sampai zona Globorotalia dutertrei, (N.14 – N.18), atau dapat disetarakan dengan
Kala Miosen Tengah bagian atas sampai Kala Pliosen Bawah.
Hubungan antara satuan tufa dengan satuan dibawahnya tidak diketahui sebab
tidak tersingkap / dijumpai di daerah penelitian. Setelah melihat persamaan litologi
dan penyebaran geografis yang sangat dekat dengan formasi Walanae dapat
dikorelasikan. Jadi dalam kerangka stratigrafi regional, satuan tufa mempunyai nilai
kesebandingan dengan formasi Walanae.
2. Satuan Batuan Beku Andesitik
18
Satuan batuan beku Andesitik merupakan batuan intrusi dalam bentuk gang,
dimana batuan yang terintrusi adalah satuan tufa. Satuan batuan ini dijumpai di
daerah Tanjung Torang disebelah Utara Lumpus. Sedang kontak intrusi dijumpai di
tepi jalan Kampung Lemoe.
Secara umum satuan ini memiliki kenampakan lapangan berwarna segar abu-
abu kehitaman, dengan warna lapuk kehitaman, tekstur porphiroafanitik dan
strukturnya massive.
Hasil pengamatan secara petrografis, berupa batuan beku Andesit, tekstur
porfiritik. Kandungan mineral terdiri dari Plagioklas jenis Andesin (An 45) 70 – 80
%, Augit 5 – 7 %, Biotit 8 – 10 %, Hornblende 2 – 3 %, Feldsfar 10 – 15 % sebagai
massa dasar dan sulit untuk menetukan jenisnya. Pada umumnya bentuk dari mineral-
mineralnya “euhedral” dan “subhedral”, sedangkan massa dasarnya berupa mikrolit-
mikrolit. Kehadiran Augit dan Hornblende hanya sebagai mineral tambahan.
Umur dari satuan ini diperkirakan Pliosen Bawah yakni setelah terbentuknya
satuan batuan tufa, dimana kontak intrusi dari kedua satuan ini dijumpai di kampung
Lemoe dan yang diterobos hanya satuan tufa.
3. Satuan Batugamping
Satuan batugamping ditemukan tersingkap pada daerah Ujunglero bagian
Utara, dan menempati daerah yang morfologinya berelief rendah. Berdasarkan
pengukuran disebelah Selatan Desa Tanahmailiye, maka dapat diketahui bahwa tebal
dari satuan ini adalah 75 – 80 meter, dengan arah umum N 1560E / 120.
19
Secara umum batuan ini memiliki kenampakan lapangan berwarna segar kuning-
kuning keputihan, warna lapuk kecoklatan, dengan ketebalan perlapisan 0.5 – 1 meter.
Berdasarkan pengamatan petrografis berupa kalkarenit, memperlihatkan
tekstur klastik, dengan ukuran mineral lebih kecil dari 1,5 mm. Kandungan mineral
terdiri dari kalsit 80%, mineral Lempung 10%, kuarsa 2 % dan mineral bijih 3 %.
Kalsit terlihat sebagai fragmen dan sebagian sebagai penyusun test foraminifera yang
telah rusak, bentuk mineralnya membulat tanggung, sedang mineral lempung
penyebarannya tidak merata.
Pengamatan secara Paleontologi pada satuan batuan ini dijumpai fosil
foraminfera kecil jenis plaktonik dan bentonik. Spesies foraminifera planktonik yang
ditemukan antara lain : Globigerinoides trilobus REUSS, Globigerinoides fistulosus
SCHUBERT, Globigerinoides ruber D’ORBIGNY, Globigerinoides conglobatus
BRADY, Globorotalia dutertei D’OEBIGNY, Globorotalia tosaensis TAKANAYAGI
& SAITO, Globorotalia tumida BRADY, Sphaerodinella dehiscens PARKER &
JONES, Orbulina universa D’ORBIGNY, dan Pulleniatina obliquiloqulata PARKER &
JONES. Sedangkan untuk fosil bentonik antara lain Elphidium sp, Eponides sp,
Cibicides sp, Nodosaria sp, Bulimina sp, dan Robulus sp. Berdasarkan atas kandungan
fosil foraminifera bentonik tersebut, maka berdasarkan klasifikasi Natland 1933, batuan
ini terendapkan pada lingkungan pengendapan laut zona II dengan kedalaman 15 – 90
meter dan temperatur berkisar 30 - 160C.
20
Pada uraian litologi di atas, maka dapat disimpulkan secara keseluruhan
batugamping terendapkan pada lingkungan pengendapan zona II pada laut terbuka
dengan kedalaman 15 - 90 meter dan temperatur berkisar 30 - 160C.
Umur dari satuan batuan ini ditentukan berdasarkan kisran hidup spesies-spesies
foraminifera planktonik yang dijumpai, kemudian dibandingkan dengan daftar kisaran
hidup pada zonasi dari Postuma (1971) dan Blow (1969). Umur batas bawah dari satuan
ini ditentukan dengan terdapatnya Globigerinoides ruber D’ORBIGNY, Globorotalia
tumida BRADY, dan Globorotalia dutertrei D’ORBIGNY. Sedangkan umur batas atas
ditentukan berdasarkan punahnya Globoquadrina altispira CUSHMAN & JARVIS, dan
awal pemunculan dari Globorotalia tosaenssis TAKANAYAGI & SAITO.
Berdasarkan atas hal yang telah dijelaskan di atas maka dapat disimpulkan
bahwa umur dari satuan batugamping adalah antara zona Globorotalia margaritae
bagian Bawah dengan Zona Globorotalia tosaensis pada bagian atas, (N.18 – N.21),
atau dapat disetarakan dengan Kala Pliosen Bawah sampai Kala Pliosen Atas.
Hubungan antara satuan batugamping dengan satuan tufa yang berada
dibawahnya, tidak dijumpai adanya ketidak selarasan. Pada kontak antara kedua
satuan ini terlihat adanya perselingan batugamping dengan tufa, menunjukkan hubungan
satuan batuan selaras.
4. Satuan Breksi Vulkanik
Satuan Breksi vulkanik ditemukan tersingkap hampir seperempat bagian pada
daerah penelitian yakni berada di bagian Selatan daerah penelitian dan menempati
21
daerah yang morfologinya berelief sedang serta merupakan litologi penyusun pada
daerah perbukitan. Berdasarkan penampang geologi D – E, maka tebal satuan ini
antara 275 – 375 meter.
Secara umum satuan ini memilki kenampakan lapangan berwarna segar abu-
abu kehitaman dengan tingkat pelapukan sedang dengan hasil pelapukan berwarna
coklat kehitaman. Bentuk fragmen angular dengan ukuran rata-rata antara 2 – 20 cm,
kadang-kadang dijumpai fragmen yang berukuran sampai 40 cm, sedangkan
matriksnya berupa tufa yang berwarna kuning keputihan dan berukuran pasir.
Perkembangan litologi secara vertikal dan horizontal relatif konstan.
Pengamatan petrografis pada fragmen berupa andesit, memperlihatkan tekstur
porfiritik. Kandungan mineral terdiri dari Plagioklas 70 – 80 %, Piroksin 3 – 8 %,
Hornblende 2 – 5 %, Feldsfar 15 – 20 % dan mineral bijih 2 – 4 %. Pada umumnya
bentuk mineral “ëuhedral”dan “subhedral”. Mineral utamanya adalah plagioklas jenis
Andesin (An 40 – An 42), massa dasar berupa mikrolit-mikrolit feldsfar, sedangkan
kehadiran Augit dan Hornblende sebagai mineral tambahan.
Pengamatan petrografis pada matrik berupa “lithic crystal tuff”,
memperlihatkan tekstur klastik. Kandungan mineral terdiri dari fragmen batuan 40 -
60 %, Plagioklas jenis Andesin (An 44) 25 – 30 %, gelas vulkanik 10 – 20 %, mineral
bijih 5 % dan mineral Lempung 7 %.
Adapun umur dari satuan breksi vulkanik ini diperkirakan berumur Plistosen
berdasarkan data-data yang dijumpai di lapangan, dimana hubungan antara satuan batuan
ini dengan satuan batuan batugamping di bawahnya tidak selaras.
22
Lingkungan pengendapan dari satuan breksi vulkanik dimana tidak dijumpai
fosil foraminifera bentonik sebagai penciri lingkungan pengendapan, namun
berdasarkan sifat fisik yang diperoleh di lapangan menunjukkan sortasi jelek,
pemilahan buruk dan tidak kompak, bentuk fragmen menyudut dan dijumpai adanya
fosil kayu, sehingga disimpulkan bahwa lingkungan pengendapan satuan breksi
vulkanik adalah lingkungan darat.
Dengan melihat persamaan litologi dan penyebaran geografisnya yang sangat
dekat dengan lokasi tipe, ternyata satuan breksi vullkanik dapat dikorelasikan dengan
gunungapi Pare-Pare, dimana terendapkan pada lingkungan darat. Jadi dalam hubungan
stratigrafi regional, satuan breksi vulkanik sama dengan satuan batuan gunungapi Pare-
Pare yang berumur Plistosen (RAB SUKAMTO, 1982).
5. Satuan Alluvial
Penamaan satuan ini didasarkan atas waktu terbentuknya yakni pada zaman
Alluvium. Di daerah penelitian satuan ini terdiri dari endapan pantai dan endapan
sungai. Secara umum satuan ini disusun oleh gravel, pasir dan lempung, berwarna
kecoklatan sampai kelabu dan merupakan hasil pelapukan batuan di sekitarnya yang
diangkut dengan media air ke tempat yang lebih rendah.
Gravel yang dijumpai berupa pecahan-pecahan batuan beku, juga dijumpai
rombakan-rombakan batuan sedimen lainnya, kadang–kadang berbentuk membulat,
oval, yang mencirikan adanya proses transportasi air. Satuan ini terletak tidak selaras
23
dengan batuan yang ada di bawahnya. Kontak ketidakselarasan dapat dijumpai pada
tebing-tebing sungai berupa ketidak selarasan menyudut.
Secara umum litologi penyusun dari satuan ini berupa fragmen-fragmen
batuan beku andesit yang berukuran kerikil sampai bongkah. Satuan ini belum
mengalami sedimentasi dan litifikasi dan kompaksi, dengan demikian disimpulkan
bahwa batuan ini merupakan endapan sungai muda. Penyebaran satuan ini umumnya
di daerah pantai, dengan ketebalan antara 1.5 – 2.5 meter.
Sedangkan endapan pantai yang dijumpai berupa material-material lepas yang
terdiri dari lempung, pasir dan cangkang-cangkang binatang laut.
II.3 Struktur Geologi Regional
Struktur geologi yang berkembang pada daerah penelitian berupa struktur sesar
dari jenis sesar geser, dalam hal ini disimpulkan berdasarkan pada data serta
kenampakan lapangan, penyebaran litologi yang tidak teratur, dan adanya perubahan
jurus dan kemiringan perlapisan batuan yang terlalu besar. Adapun struktur sesar
yang dijumpai di lapangan dimulai dari yang tua sampai yang muda yaitu :
1. Sesar Tolong
2. Sesar Ujunglere
3. Sesar Bacukiki
4. Sesar Bojo.
II.3.1 Sesar Tolong
24
Sesar ini diberi nama sesar Tolong sebab terdapat di daerah Bukit Tolong
sebelah Timur. Sesar Tolong adalah merupakan jenis sesar geser yang berarah
Baratdaya – Timurlaut, dimana dijumpai cermin sesar atau “slickenslide”, yang
ditemukan pada Kampung Mangimpuru.
Umur dari sesar Tolong, dimana satuan batuan yang tergeser adalah satuan
Tufa yang berumur antara Miosen Tengah – Pliosen Bawah, maka dapat disimpulkan
bahwa umur dari sesar Tolong adalah setelah Pliosen Bawah.
II.3.2 Sesar Ujunglero
Sesar ini diberi nama sesar Ujunglero sebab struktur sesar ini terdapat di
daerah Ujunglero sebelah Utara. Sesar Ujunglero adalah merupakan jenis sesar geser
yang berarah Baratdaya - -Timurlaut, dimana penyebaran Batugamping yang tidak
teratur dan keterdapatan tebing yang relatif lurus melalui zona sesar, serta adanya
perubahan jurus dan kemiringan perlapisan batuan.
Umur dari sesar Ujunglero dapat diketahui dari jenis batuan yang tergeser,
dimana pada sekitar daerah pensesran dijumpai satuan Batubara dan ditemukan
bahwa pada gejala struktur ini satuan yang tergeser adalah satuan Batugamping yang
berumur antara Pliosen Bawah – Pliosen Atas, maka dapat disimpulkan bahwa umur
dari sesar Ujunglero adalah setelah Pliosen Atas.
II.3.3 Sesar Bacukiki
25
Sesar ini diberi nama Sesar Bacukiki, oleh karena arah dari struktur sesar ini
melalui desa Bacukiki yaitu berarah Timur – Barat, dimana dijumpai adanya cermin
sesar atau “slickenslide”, yang terdapat di desa Bacukiki.
Umur dari sesar Bacukiki, dimana satuan batuan yang bergeser
penyebarannya adalah satuan Breksi Vulkanik yang berumur Plestosen, maka dapat
disimpulkan bahwa umur dari sesar geser Bacukiki adalah setelah Plestosen.
II.3.4 Sesar Bojo
Sesar ini diberi nama Sesar Bojo, sebab struktur sesar ini melalui Sungai Bojo,
dimana sesar ini merupakan jenis sesar geser yang berarah Timur – Barat, dan dijumpai
adanya cermin sesar atau “slickenslide”, yang ditemukan di tepi Sungai Bojo.
Umur dari sesar Bojo, ditentukan dari batuan yang mengalami pensesaran,
dimana satuan batuan yang mengalami pergeseran akibat dari sesar ini adalah satuan
Breksi Vulkanik yang berumur Plestosen, maka dapat disimpulkan bahwa umur dari
sesar Bojo ini adalah setelah Plestosen.
26