gizi buruk
DESCRIPTION
lp[TRANSCRIPT
REFLEKSI KASUS NOVEMBER 2014
“DIARE KRONIK DISERTAI GIZI BURUK TIPE
MARASMUS”
Nama :Rika Irena Dwiputri
No. Stambuk :N 101 10 048
Pembimbing :dr. Effendy Salim, Sp.A
DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2014
PENDAHULUAN
Proses metabolik anak pada dasarnya sama, akan tetapi relatif lebih aktif
dibandingkan dengan orang dewasa. Anak membutuhkan lebih banyak makanan
untuk tiap kilogram berat badannya, karena sebagian dari makanan tersebut harus
disediakan untuk pertumbuhan dan pertukaran energi yang lebih aktif. Anak yang
sedang tumbuh memerlukan makanan tambahan untuk pertumbuhan. Keperluan
ini dapat dipenuhi dengan pemberian makanan yang mengandung cukup kalori.
Dalam makanan tersebut harus cukup tersedia protein, karbohidrat, mineral, air,
vitamin dan beberapa macam asam lemak dalam jumlah tertentu.[1]
Kurang energi protein (KEP) merupakan salah satu masalah gizi utama di
Indonesia. Prevalensi yang tinggi terdapat pada anak di bawah umur 5 tahun
(balita) serta pada ibu hamil dan menyusui. Berdasarkan lama dan beratnya
kekurangan energi dan protein, KEP diklasifikasikan menjadi KEP derajat ringan-
sedang (gizi kurang) dan KEP derajat berat (gizi buruk). Gizi kurang belum
menunjukkan gejala klinis yang khas, hanya dijumpai gangguan pertumbuhan dan
anak tampak kurus. Pada gizi buruk, disamping gejala klinis didapatkan kelainan
biokimiawi sesuai dengan bentuk klinis. [2]
Diet dalam bentuk apapun harus mengandung cukup energi untuk
mempertahankan suhu tubuh, aktifitas jantung, paru, otot, alat pencernaan dan
sebagainya. Bila kebutuhan minimal akan energi atau kalori tidak dapat dipenuhi
oleh pemberian makanan tersebut dalam waktu yang lama, maka akan timbul
gejala undernutrition. Kekurangan kalori dalam diet yang berlangsung lama akan
menimbulkan gejala undernutrition yang sangat ekstrim yaitu marasmus
nutrisional. [1]
Berikut akan dibahas salah satu pasien gizi buruk tipe marasmus yang
dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu.
1
LAPORAN KASUS
I. Identitas Pasien
Nama : An. I
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 9 tahun 6 bulan
Alamat : Ngata Baru
Tanggal Masuk : 18 Oktober 2014
II. Anamnesis
- Keluhan Utama :
Sering buang air besar cair
- Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien anak perempuan dibawa ke Rumah Sakit karena mengalami buang
air besar (BAB) cair selama 1 bulan. Setiap hari sekitar 8-10 kali disertai
ampas, terdapat darah, berlendir dan berbau busuk. Pasien tidak
mengalami muntah selama sakit ini. Nafsu makan menurun dan pasien
minum seperti orang kehausan. Demam (+) sejak 1 bulan yang lalu, namun
saat masuk Rumah Sakit pasien tidak mengalami demam, menggigil (-),
kejang (-), batuk (-), beringus (-). Terjadi penurunan berat badan sejak 2
bulan yang lalu.
- Riwayat penyakit sebelumnya :
Pasien memiliki riwayat kejang saat bayi.
- Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki keluhan yang sama dengan
pasien.
- Riwayat kehamilan dan persalinan :
Pasien adalah anak kedua dan tiga bersaudara. Pasien lahir dirumah
dibantu oleh dukun.
- Anamnesis makanan :
0 bulan sampai usia 9 bulan di beri ASI selanjutnya usia 9 bulan hingga
sekarang diberi makanan padat.
2
- Riwayat Imunisasi :
Imunisasi dasar tidak lengkap
III. Pemeriksaan Fisik
- Keadaan Umum : Sakit Berat
Kesadaran : Letargi
Berat Badan : 14 Kg
Tinggi Badan : 124 cm
Status Gizi : Gizi Buruk
BB/TB : 14/25 = 56%
- Tanda Vital
Denyut Nadi : 112 kali/menit
Respirasi : 32 kali/menit
Suhu : 36,70C
Tekanan Darah : 90/60 mmHg
- Kulit : warna sawo matang, lapisan lemak di bawah kulit
kurang (severe wasting) mengakibatkan kulit
menjadi keriput dan turgor kulit kembali lambat.
- Kepala : Bentuk normocephal, rambut berwarna hitam tipis
dan tidak mengkilap, konjungtiva tidak anemis,
sklera tidak ikterus, mata cowong (-). Wajah
tampak seperti orang tua (old man face), tulang
pipi tampak menonjol. Hidung sekret (-),
pernapasan cuping hidung (-). Telinga tidak ada
sekret, bibir tidak sianosis
- Leher : Terdapat pembesaran kelenjar.
- Paru-Paru
Inspeksi : Permukaan dada simetris bilateral, retraksi
subcosta (+)
Palpasi : tidak ada massa, taktil fremitus kiri dan kanan
sama kesan normal.
Perkusi : sonor kanan dan kiri
3
Auskultasi : bunyi napas bronkovesikuler, rhonchi (-/-),
wheezing(-/-),
- Jantung
Inspeks : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba pada SIC V linea midclavicula
sinistra
Perkusi : Pekak, Dalam batas normal
Auskultasi : Suara dasar :S1 dan S2 murni, regular
Bising :tidak ada
- Abdomen
Inspeksi : Bentuk : tampak datar, ruam (-)
Auskultasi : bising usus (+) kesan meningkat
Perkusi : Timpani pada 4 kuadran
Palpasi : Nyeri tekan pada regio epigastrium dan umbilikal.
- Ekstremitas : akral hangat dan tidak ada edema.
- Skoring Tuberkulosis
Parameter Skor
Kontak TB 0
Uji Tuberkulin 0
Berat badan/keadaan gizi 2
Demam yang tidak diketahui penyebabnya 1
Batuk kronik 1
Pembesaran kelenjar limfe 1
Pembengkakan tulang/sendi 0
Foto 0
Total 5
- Pemeriksaan Laboratorium :
WHOLE BLOOD Hasil Rujukan Satuan
Hemoglobin 8,6 11,5-16,5 g/dl
WBC 12,8 5,00-10,00 Ribu /ul
4
RBC 4,08 3,88-8,50 Juta/ul
HCT 26,9 35 – 52 %
PLT 145 150-450 Ribu/ul
IV. RESUME
Pasien anak perempuan berumur 9 tahun 6 bulan dibawa ke Rumah Sakit
karena mengalami buang air besar (BAB) cair selama 1 bulan. Setiap hari
sekitar 8-10 kali disertai ampas, terdapat darah, berlendir dan berbau busuk.
Nafsu makan menurun dan pasien minum seperti orang kehausan. Terjadi
penurunan berat badan sejak 2 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik
didapatkan tekanan darah 90/60 mmHg, denyut nadi 112 kali/menit, suhu
36,70C, respirasi 32 kali/menit, tampak lapisan lemak di bawah kulit kurang
(severe wasting) mengakibatkan kulit menjadi keriput, Wajah tampak seperti
orang tua (old man face), adanya retraksi dan nyeri tekan pada regio
epigastrium dan umbilikal serta turgor kulit lambat.
V. Diagnosis
Diare kronik disertai gizi buruk tipe marasmus
VI. Terapi
- Oksigen 1-2 liter/menit
- IVFD Dekstrosa 5% 10 tetes/menit
- Injeksi Cetriaxon 400 mg/12 jam/iv
- Injeksi Gentamisin 35 mg/12 jam/iv
- Zinc 1x20 mg
- Tatalaksana Gizi Buruk Rencana II/ fase stabilisasi (letargi, dan
muntah/diare/dehidrasi)
o Bolus glukosa 10% intravena sebanyak 70 ml
o 50 ml glukosa/larutan gula pasir 10% melalui NGT
- 2 jam pertama berikan Resomal setiap 30 menit,dosis 5 ml/kgBB
dan 10 jam berikutnya teruskan pemberian resomal berselang
5
seling dengan F 75 setiap 1 jam. Jadi pada pasien diberikan resomal
70 ml/30 menit dalam 2 jam pertama.
- Vitamin A 200.000 IU
- Asam Folat 5 mg
- Vitamin B komplek 1 tablet
- 10 jam berikutnya teruskan F75 setiap 2 jam (observasi TTV/30
menit) jadi pada pasien diberikan 160 ml/2 jam dalam 10 jam
berikutnya.
- Jika pasien masih mengalami diare, berikan resomal 100-200 ml
tiap kali BAB.
- Kemudian lanjutkan pemberian menjadi setiap 3 jam dan jika
kondisi tetap membaik lanjutkan pemberian F75 menjadi setiap 4
jam.
- Diselingi pemberian makanan
V. FOLLOW UP
Tanggal 19 Oktober 2014
S : Keadaan Umum : sakit berat
Buang air besar 5 kali berwarna kuning konsistensi cair, ampas
(-), lendir (-). retraksi (+)
O : N : 128 x/m Berat badan : 14 kg
S : 36, 8°C Tinggi Badan : 124 cm
R : 44 x/m Status Gizi : CDC BB/TB (14/25) : 56%
Gizi buruk
A : Diare kronik disertai gizi buruk tipe marasmus
P : Oksigen 1-2 liter/menit
IVFD Desktrosa 5% 10 tetes/menit
Injeksi Cetriaxon 400 mg/12 jam/iv
Injeksi Gentamisin 35 mg/12 jam/iv
Zinc 1x20 mg
Asam Folat 1 mg
Vitamin B kompleks 1 tablet
6
Tanggal 20 Oktober 2014
S : Keadaan Umum : sakit berat
Buang air besar > 10 kali berwarna kuning konsistensi cair,
ampas (-), lendir (+). retraksi (+)
O : N : 86 x/m Berat Badan : 13,7 kg
S : 36, 8°C Tinggi Badan : 124 cm
R : 30x/m Status Gizi : CDC BB/TB (13,7/25): 55%
Gizi Buruk
A : Diare kronik disertai gizi buruk tipe marasmus
P : Oksigen 1-2 liter/menit
IVFD Desktrosa 5% 10 tetes/menit
Injeksi Cetriaxon 400 mg/12 jam/iv
Injeksi Gentamisin 35 mg/12 jam/iv
Zinc 1x20 mg
Asam Folat 1 mg
Vitamin B kompleks 1 tablet
Pasien meninggal
7
DISKUSI
Pada kasus ini, gizi buruk yang dialami oleh pasien termasuk tipe
marasmus. Hal ini berdasarkan pada hasil perhitungan status gizi menggunakan
grafik CDC didapatkan hasil < 70% yang menunjukkan bahwa berat badan (BB)
dan tinggi badan (TB) anak tidak sesuai dengan umurnya dimana harusnya anak
memiliki BB 25 kg dan TB 124 cm.[1,4]
Gejala klinik kekurangan energi protein (KEP) berdasarkan jenis KEP
yang dialami oleh seorang anak. Gejala klinik dari masing-masing kekurangan
energi protein sebagai berikut: [2,3,4]
A. Kwasiorkor
Kwasiorkor adalah suatu kondisi kekurangan intake protein, yang
menyebabkan manifestasi klinik sebagai berikut:
- Edema umumnya di seluruh tubuh terutama pada kaki (dorsum pedis)
- Wajah membulat dan sembab
- Otot-otot mengecil (hipotrofi)
- Perubahan status mental: cengeng, rewel kadang apatis
- Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)
- Pembesaran hati
- Sistem imun menurun, sehingga sering disertai infeksi dan anemia
- Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut
- Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi
hitam terkelupas (crazy pavement dermatosis)
- Pandangan mata anak tampak sayu
B. Marasmus
Marasmus adalah suatu kondisi kekurangan intake kalori, yang
menyebabkan manifestasi klinik sebagai berikut:[4,5]
Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit
Wajah seperti orangtua
Cengeng, rewel
Perut cekung
8
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada
Sering disertai diare kronik atau konstipasi/susah buang air, serta
penyakit kronik
C. Marasmik kwasiorkor
Marasmik kwasiorkor adalah gabungan antara marasmus dan
kwasiorkor dengan BB/TB <-3 SD disertai edema yang tidak mencolok.[4]
Pada kasus ini didapatkan Anak tampak kurus, wajah seperti orangtua,
kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit serta disertai diare kronik.
Berdasarkan gejala klinik tersebut dimana terdapat gejala klinik marasmus, maka
pasien ini termasuk dalam jenis kekurangan energi protein tipe marasmus.
Menurut WHO, terjadinya kekurangan gizi dalam hal ini gizi kurang
dan gizi buruk dipengaruhi oleh beberapa faktor yakni, penyakit infeksi dan
asupan makanan yang secara langsung berpengaruh terhadap kejadian kekurangan
gizi, pola asuh serta pengetahuan ibu juga merupakan salah satu faktor yang
secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap kekurangan gizi.[2]
Pada kasus ini penyebab langsung timbulnya kurang gizi pada adalah
makanan tidak seimbang dan penyakit infeksi yang mungkin di derita anak.
Kedua penyebab tersebut saling berpengaruh. Sedangkan penyebab tidak langsung
memegang peranan penting karena pasien pada kasus ini berasal dari keluarga
9
yang kurang mampu, sehingga akan mempengaruhi ketersedian pangan atau
makanan keluarga. Pasien ini menurut ibunya imunisasi tidak lengkap.
Pada kasus ini juga terdapat penyakit penyerta diare. Jadi, anak ini
masuk dalam kelompok gizi buruk dengan komplikasi yang merupakan indikasi
dirawat di rumah sakit. Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama, dan
bila bekerja bersama-sama akan memberikan dampak yang lebih buruk
dibandingkan bila kedua faktor tersebut masing-masing bekerja sendiri-sendiri.
Infeksi memperburuk taraf gizi dan sebaliknya, gangguan gizi memperburuk
kemampuan anak untuk mengatasi penyakit infeksi. Mikroorganisme yang tidak
terlalu berbahaya pada anak-anak dengan gizi baik, akan bisa menyebabkan
kematian pada anak-anak dengan gizi buruk. Hal ini terjadi karena pada gizi buruk
protein kurang karena asupan yang tidak adekuat menyebabkan sistem imun
terganggu.[3]
Penatalaksanaan gizi buruk (protein energi malnutrisi) terdiri atas 10
langkah sebagai berikut:
Langkah penatalaksanaan gizi buruk [6]
a. Fase Stabilisasi
Terapi yang diberikan pada fase ini adalah:
10
Mengatasi hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa dalam darah pada anak
gizi buruk < 3 mmol/liter atau 54 mg/dl. Tanda-tanda hipoglikemia adalah
letargi, tidak sadar, dan nadi lemah. Gejala lain berkeringat dan pucat tapi
sangat jarang dijumpai pada anak gizi buruk. Biasa gejalanya hanya diawali
oleh mengantuk saja. Cara mengatasi hipoglikemia:
1. Jika pasien masih sadar: berikan cairan glukosa 10% atau glukosa oral
10% atau NGT 50 ml.
2. Jika pasien tidak sadar: berikan cairan glukosa 10% (IV) dan bolus
sebanyak 5 mL/kgBB. Selanjutnya larutan glukosa 10% atau gula pasir
10 % secara oral atau NGT bolus 50 mL.
3. Jika pasien syok: Berikan cairan IV berupa RL dan dekstrose/glukosa
10% dengan perbandingan 1:1 (= RL D 5%) sebanyak 15 mL/kgBB
selama1 jam pertama atau 5 tetes/menit/kgBB.
Mengatasi dehidrasi
Pada kasus ini terdapat tanda dehidrasi turgor kulit lebih dari 2 detik.
Jadi harus dilakukan penanganan pada dehidrasi.[6,7]
11
ReSoMal 5 ml x 14 Kg = 70 ml/30 menitDalam 2 jam pertama
Catat nadi dan pernapasansetiap 30 menit
Membaik Memburuk
Segera infus lihat rencana I tanpa pemberian bolus glukosa
Pada pasien ini tidak terjadi hipotermia
Mengobati infeksi
Infeksi ditangani pada fase stabilisasi dan transisi. Pada kasus ini karena
terdapat penyakit penyerta yaitu diare maka anak diberikan antibiotik.[6]
Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro [6,7]
Pada pasien ini belum diberikan vitamin A.
Dosis vitamin A
Asam folat diberikan pada fase stabilisasi dan transisi dengan dosis 5
mg/hari pada hari pertama, selanjutnya 1 mg/hari.[6]
Vitamin B kompleks 1 tablet/hari selama fase stabilisasi dan transisi.[7]
b. Fase transisi (hari 3-7)
Fase transisi energi yang dibutuhkan adalah 100-150 kkal/kgBB/hari,
protein 2-3 gr/kgBB/hari, dan cairan 150 ml/kgBB/hari. Pada fase transisi F-75
12
10 jam berikutnya: Teruskan pemberian ReSoMal 5-10 ml/kgBB/setiap pemberian
berselang seling dengan F-75 setiap 1 jam Catat nadi dan pernapasan/jam Bila sudah rehidrasi:
diare (-): hentikan ReSoMal teruskan F-75 setiap 2 jam diare (+): setiap diare berikan ReSoMal:
50-100 ml/setiap diare (< 2 tahun) 100-2000 ml/setiap diare (> 2 tahun)
Bila diare/muntah berkurang, dapat menghabiskan F-75, ubah pemberian F-75/3 jam
Bila tidak ada diare dan anak dapat menghabiskan F-75, ubah pemberian F-75/4 jam
Bila anak masih menetek, berikan ASI antara pemberian F-75
diubah menjadi F-100. Sebelum diganti ke F-100, diberikan dulu 1 hari F-100
dengan volume seperti F-75. Dosisnya dimulai dari dosis rendah, kemudian 4
jam dosisnya dinaikkan 10 ml sampai dosis maksimal. F-100 diberikan dari
hari ke 3-7.[6,7]
c. Fase rehabilitasi
Kebutuhan energi pada fase ini adalah 150-220 kkal/kgBB/hari, protein 4-
6 gr/kg, dan cairan 150-200 ml/kgBB/hari. Pada fase rehabilitasi tetap
diberikan F-100 sesuai dengan dosis pada fase transisi, tapi harus perhatikan
kondisi anak. Pada fase ini F-100 diberikan bersama dengan makanan padat
sesuai dengan BB anak. Pemberian F-100 pada fase ini diberikan selama
minggu 2-6.[6,7]
Kurangi pemberian F-100 bila ada tanda bahaya sebagai berikut:[6]
Denyut nadi dan frekuensi nafas meningkat
Vena jugularis terbendung
Edema meningkat
d. Fase tindak lanjut
Dimulai pada minggu 7-26 minggu. Memberikan makanan dengan
porsi kecil dan sering, sesuai dengan umur anak. Anak pada fase tindak
lanjutnya seharusnya diberikan makanan seperti dibawah ini:[6,7]
- Berikan ASI sesuai keinginan anak
- Berikan nasi lembek yang ditambah telur/ ayam/ ikan/ tempe/ tahu/daging
sapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak.
- Berikan makanan tersebut 3 x sehari
- Berikan juga makanan selingan 2 x sehari diantara waktu makan seperti:
bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.
Terapi pada pasien ini hanya diberikan hingga fase stabilisasi hari ke-
3. Hal ini dikarenakan pasien mengalami kematian. Kematian terjadi
kemungkinan dikarenakan oleh pasien mengalami komplikasi dehidrasi berat
dan gangguan keseimbangan elektrolit. Selama episode diare, air dan elektrolit
(natrium, klorida, kalium, dan bikarbonat) hilang melalui tinja cair, keringat,
urin, dan pernapasan. Dehidrasi terjadi jika kehilangan air dan elektrolit ini
13
tidak diganti. Kematian dapat mengikuti dehidrasi berat jika cairan dan
elektrolit tidak diganti baik melalui larutan Oral Rehydration Salts(ORS) atau
melalui infus.
14
DAFTAR PUSTAKA
1. Pusat data dan informasi departemen kesehatan Republik Indonesia 2006.
Glosarium data & informasi kesehatan. Available
from:URL:http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/Glosarium
%202006.pdf.
2. WHO Severe Acute Malnutrition:
http://www.who.int/nutrition/topics/malnutrition/en/
3. Anonim. Gizi buruk. Available from. URL :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20850/4/Chapter%20II.pdf
4. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 1995.
5. Behrman, Kliegman, Jenson. 2004. Kernicteru. Textbook of Pediatrics. New
Yorkl. 17th edition. Saunders.
6. Kementerian kesehatan republik indonesia. Bagan tatalaksana anak gizi
buruk buku I. Jakarta; Departemen kesehatan: 2003.
7. Kementerian kesehatan republik indonesia. Bagan tatalaksana anak gizi
buruk buku II. Jakarta; Departemen kesehatan: 2003.
15