gubernur papuasimtaru.papua.go.id/userfiles/file/regulasi/perda23.pdf · 15. pembinaan penataan...
TRANSCRIPT
GUBERNUR PAPUA
PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA
NOMOR 23 TAHUN 2013
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2013 - 2033
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
GUBERNUR PAPUA,
Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pembangunan di Provinsi Papua dengan
memanfaatkan ruang wilayah secara berdaya guna, berhasil guna, serasi, selaras, seimbang, dan berkelanjutan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pertahanan keamanan, perlu disusun rencana tata ruang wilayah;
b. bahwa ruang wilayah Provinsi Papua, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumberdaya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana untuk pemenuhan hak-hak dasar orang asli Papua dengan menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan sosial budaya penduduk Provinsi Papua, serta kelestarian keanekaragaman hayati Papua yang khas dan langka;
c. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan penataan ruang nasional dan daerah yang sejalan dengan penetapan Provinsi Papua sebagai Daerah Otonomi Khusus maka perlu dilakukan penyesuaian danpenataan kembali rencana tata ruang wilayah provinsi sebagai arahan bagi pembangunan Provinsi Papua yang berkelanjutan;
d. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 23 ayat (6) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
e. bahwa Peraturan Daerah Provinsi Irian Jaya Nomor 3 Tahun 1993 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRW) Daerah Tingkat I Irian Jaya tidak sesuai lagi sehingga perlu ditinjau kembali;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, huruf perlu menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Papua tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua Tahun 2013-2033;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2012);
2. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1969 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2907);
3. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3888) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2004 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 886, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4412);
4. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 135, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4151) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2008 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 112, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4884);
5. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
6. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4844);
7. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4723);
8 Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal (Lebaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 67, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 27 tahun 2007 Nomor 4724);
9 Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Reublik Indonesia Tahun 2007 Nomor 68,Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4725);
10. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2008 tentang Wilayah Negara; (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 84, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4739);
11. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5059);
12. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5068);
13. Undang-UndangNomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5234);
14. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
15. Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 48, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4833);
16. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 15, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5097)sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2010 tentang Tata Cara Perubahan Peruntukan Dan Fungsi Kawasan Hutan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 139, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5324);
17. Peraturan Pemerintah Nomor 15 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 21, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5103);
18. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 2010 tentang Bentuk dan Tata Cara Peran Masyarakat Dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5160);
19. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2013 tentang Ketelitian Peta Rencana Tata Ruang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5393);
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2011 tentang Pembentukan Produk Hukum Daerah (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2011 Nomor 694);
21. Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor6 Tahun 2008 tentang Pelestarian Lingkungan Hidup (Lembaran Daerah Provinsi Papua Tahun 2008 Nomor 6);
22. Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 14 Tahun 2008 tentang Pertambangan Rakyat (Lembaran Daerah Provinsi Papua Tahun 2008 Nomor 14);
23. Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 21 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Hutan Berkelanjutan di Provinsi Papua (Lembaran Daerah Provinsi Papua Tahun 2008 Nomor 21);
24. Peraturan Daerah Khusus Provinsi Papua Nomor 23 Tahun 2008 tentang Hak Ulayat Masyarakat Hukum Adat dan Hak Perorangan Warga Masyarakat Hukum Adat Atas Tanah (Lembaran Daerah Provinsi Papua Tahun 2008 Nomor 23);
Dengan Persetujuan Bersama
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT PAPUA dan
GUBERNUR PAPUA
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSIPAPUA TAHUN 2013-2033.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan :
1. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
2. Daerah adalah Provinsi Papua. 3. Provinsi Papua adalah Provinsi Papua. 4. Pemerintah Provinsi adalah Pemerintah Provinsi Papua. 5. Gubernur ialah Gubernur Papua. 6. Dewan Perwakilan Rakyat Papua, yang selanjutnya disingkat DPRP adalah Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Provinsi Papua sebagai Badan Legislatif Daerah Provinsi Papua. 7. Majelis Rakyat Papua, yang selanjutnya disingkatMRP, adalah representasi kultural orang asli
Papua, yang memiliki wewenang tertentu dalam rangka perlindungan hak-hakorang asli Papua dengan berlandaskan pada penghormatan terhadap adat dan budaya,pemberdayaan perempuan dan pemantapan kerukunan hidup beragama.
8. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara termasuk ruang di dalam bumi sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk lain hidup, melakukan kegiatan dan memelihara kelangsungan kehidupannya.
9. Tata ruang adalah wujud struktur ruang dan pola ruang. 10. Struktur ruang adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana
yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang secara hirarkis memiliki hubungan fungsional.
11. Pola ruang adalah distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya.
12. Penataan ruang adalah suatu sistem proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
13. Penyelenggaraan penataan ruang adalah kegiatan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan pengawasan penataan ruang.
14. Pengaturan penataan ruang adalah upaya pembentukan landasan hukum bagi Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat dalam penataan ruang.
15. Pembinaan penataan ruang adalah upaya untuk meningkatkan kinerja penataan ruang yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah dan masyarakat.
16. Pelaksanaan penataan ruang adalah upaya pencapaian tujuan penataan ruang melalui pelaksanaan perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
17. Pengawasan penataan ruang adalah upaya agar penyelengaraan penataan ruang dapat diwujudkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
18. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan strutur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penataan rencana tata ruang.
19. Pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiayaannya.
20. Pengendalian pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan tertib tata ruang. 21. Rencana tata ruang adalah hasil perencanaan tata ruang. 22. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Papua selanjutnya disebut RTRW Provinsi Papua adalah
arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang wilayah Provinsi. 23. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang
batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. 24. Sistem Wilayah adalah struktur ruang dan pola ruang yang mempunyai jangkauan pelayanan
pada tingkat wilayah. 25. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung dan budidaya. 26. Kawasan lindung adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian
lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan sumberdaya buatan. 27. Kawasan budidaya adalah wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan
atas dasar kondisi dan potensi sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan sumberdaya buatan.
28. Hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
29. Kawasan hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
30. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya.
31. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistim penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah.
32. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. 33. Kawasan lindung geologi adalah kawasan cagar alam geologi, kawasan rawan bencana alam
geologi, dan kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah. 34. Kawasan ekosistem rentan adalah kawasan ekosistem yang karakteristik biofisiknya sedemikian
rupa sehingga titik keseimbangannya sangat peka terhadap gangguan, baik yang bersifat terencana maupun tidak terencana, sehingga memerlukan perlindungan dan/atau kehati-hatian dalam pengelolaannya agar terjaga keberlanjutannya dalam jangka panjang.
35. Kawasan konservasi laut adalah perairan yang dilindungi dan dikelola dengan sistem zonasi untuk mewujudkan pengelolaan sumberdaya ikan dan lingkungannya secara berkelanjutan.
36. Distrik yang dahulu disebut Kecamatan adalah wilayah kerja kepala distrik sebagai perangkat kerja kabupaten/kota.
37. Kampung adalah suatu wilayah yang didiami oleh kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat, berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
38. Kawasan Perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
39. Ruang terbuka hijau adalah area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
40. Kawasan strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya, dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia.
41. Kawasan strategis provinsi adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup Provinsi terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
42. Kawasan strategis kabupaten/kota adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup kabupaten/kota terhadap ekonomi, sosial, budaya dan/atau lingkungan.
43. Kawasan pertahanan negara adalah wilayah yang ditetapkan secara nasional yang digunakan untuk kepentingan pertahanan.
44. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disebut PKN adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi.
45. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disebut PKW adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala provinsi atau beberapa kabupaten/kota.
46. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disebut PKL adalah kawasan perkotaan yang berfungsi untuk melayani kegiatan skala kabupaten/kota atau beberapa kecamatan.
47. Pusat Kegiatan Strategis Nasional yang selanjutnya disebut PKSN adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk mendorong pengembangan kawasan perbatasan negara.
48. Pusat Kegiatan Nasional Promosi yang selanjutnya disebut PKNp adalah kawasan perkotaan yang ditetapkan untuk skala internasional, nasional, atau beberapa provinsi yang akan dipromosikan.
49. Izin pemanfaatan ruang adalah izin yang dipersyaratkan dalam kegiatan pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
50. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.
51. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yang memadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi ke dalam strategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidup serta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
52. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan utuhmenyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
53. Daya dukung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk mendukung perikehidupan manusia, makhluk hidup lain, dan keseimbangan antarkeduanya.
54. Daya tampung lingkungan hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk menyerap zat, energi, dan/atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke dalamnya.
55. Sumberdaya alam adalah unsur lingkungan hidup yang terdiri atas sumberdaya hayati dan nonhayati yang secara keseluruhan membentuk kesatuan ekosistem.
56. Kajian lingkungan hidup strategis yang selanjutnya disingkat KLHS, adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program.
57. Konservasi sumberdaya alam adalah pengelolaan sumberdaya alam untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana serta kesinambungan ketersediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
58. Perubahan iklim adalah berubahnya iklim yang diakibatkan langsung atau tidak langsung oleh aktivitas manusia sehingga menyebabkan perubahan komposisi atmosfir secara global dan selain itu juga berupa perubahan variabilitas iklim alamiah yang teramati pada kurun waktu yang dapat dibandingkan.
59. Kearifan lokal adalah nilai-nilai luhur yang berlaku dalam tata kehidupan masyarakat tertentu untuk antara lain melindungi dan mengelola lingkungan hidup secara lestari.
60. Izin usaha dan/atau kegiatan adalah izin yang diterbitkan oleh instansi teknis untuk melakukan usaha dan/atau kegiatan.
61. Daerah aliran sungai adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya yang dibatasi oleh pemisah topografi berupa punggung bukit atau gunung yang berfungsi menampung air yang berasal dari curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya ke danau atau laut secara alami melalui sungai utamanya.
62. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, banjir, kekeringan, angin topan dan tanah longsor.
63. Rawan bencana adalah kondisi atau karakteristik geologis, biologis, hidrologis, klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi dan teknologi pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan untuk mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk menanggapi dampak buruk bahaya tertentu.
64. Masyarakat adalah sekelompok orang termasuk masyarakat hukum adat, lembaga dan/atau badan hukum non pemerintahan yang mewakili adat, lembaga dan/atau badan hukum non pemerintahan yang mewakili kepentingan individu, sektor, profesi, kawasan atau wilayah tertentu dalam penyelenggaraan penataan ruang.
65. Masyarakat Adat adalah warga masyarakat asli Papua yang hidup dalam wilayah tertentu danterikat serta tunduk kepada adat tertentu pula dengan rasa solidaritas yang tinggi di antarapara anggotanya.
66. Masyarakat hukum adat adalah warga masyarakat asli Papua yang berasal dari klan dan wilayah tertentu serta terikat dan tunduk kepada hukum adat tertentu dengan rasa solidaritas yang tinggi di antara para anggotanya.
67. Hukum Adat adalah aturan atau norma tidak tertulis yang hidup dalam masyarakathukum adat, mengatur, mengikat dan dipertahankan, serta mempunyai sanksi.
68. Hak Ulayat adalah hak persekutuan masyarakat hukum adat pada wilayah tertentuatas suatu wilayah yang merupakan lingkungan hidup para warganya, yangmeliputi hak untuk memanfaatkan tanah, hutan, dan air serta isinya.
69. Orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun sub-ras Melanesia yang terdiri atas suku-suku asli di Provinsi Papua dan/atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua.
70. Penduduk Provinsi Papua, yang selanjutnya disebut Penduduk, adalah semua orangyang menurut ketentuan yang berlaku terdaftar dan bertempat tinggal di Provinsi Papua.
71. Kelompok (group) perusahaan adalah kumpulan orang atau badan usaha yang satu sama lain mempunyai kaitan dalam hal kepemilikan, kepengurusan, dan/atau hubungan keuangan.
72. Peran masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam penataan ruang.
73. Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah, yang selanjutnya disebut BKPRD adalah badan bersifat ad-hoc yang dibentuk untuk mendukung pelaksanaan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang di Provinsi.
BAB II RUANG LINGKUP PENATAAN RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu Ruang Lingkup
Pasal 2
(1) Ruang lingkup penataan ruang wilayah Provinsi Papua adalah seluruh wilayah Provinsi Papua. (2) Batas administrasi wilayah Provinsi Papua adalah sebelah utara dengan Samudra Pasifik,
sebelah timur dengan Negara Papua New Guinea, sebelah selatan dengan Laut Arafuru dan sebelah barat dengan Provinsi Papua Barat.
(3) Posisi geografis wilayah Provinsi Papua terletak antara garis koordinat 1000’ LU – 9010’ LS dan 134000’ BT – 141005’ BT.
Bagian Kedua Lingkup Substansi
Pasal 3
Lingkup substansi mencakup : a. tujuan, kebijakan dan strategi penataan ruang wilayah; b. rencana struktur ruang wilayah; c. rencana pola ruang wilayah; d. penetapan kawasan strategis; e. arahan pemanfaatan ruang wilayah; f. arahan pengendalian pemanfaatan ruang wilayah; g. kelembagaan; dan h. peran masyarakat.
BAB III TUJUAN, KEBIJAKAN DAN STRATEGI PENATAAN RUANG
WILAYAH Bagian Kesatu
Tujuan Penataan Ruang Wilayah Pasal 4
Tujuan penataan ruang wilayah adalah mewujudkan tata ruang lestari, aman, nyaman dan produktif untuk menjamin kualitas hidup masyarakat dengan memperhatikan kearifan lokal dan karakteristik ekosistem Papua.
Bagian Kedua Kebijakan Penataan Ruang Wilayah
Pasal 5
Kebijakan penataan ruang wilayah terdiri atas : a. pelestarian dan peningkatan fungsi daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan
meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, dan melestarikan keunikan bentang alam;
b. pengembangan kegiatan budidaya berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan serta memperhatikan kearifan lokal agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan;
c. perlindungan serta peningkatan penghidupan dan eksistensi masyarakat hukum adat dalam sistem perkampungan dan kearifan lokal;
d. pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan untuk pengembangan perekonomian yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian nasional maupun internasional;
e. perwujudan upaya pembangunan wilayah perbatasan negara, provinsi, dan lintas kabupaten/kota dengan mempertimbangkan kesejahteraan dan keamanan, keselarasan tata ruang, dan peningkatan fungsi pertahanan dan keamanan negara;
f. pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antar kawasan;
g. peningkatan peran kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan yang berkembang secara berimbang dan berjenjang;
h. peningkatan infrastruktur wilayah dalam mendukung peran pusat kegiatan dan pelayanan masyarakat; dan
i. pengembangan kawasan yang diprioritaskan pengelolaannya dari sudut pandang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup dan kawasan lainnya.
Bagian Ketiga Strategi Penataan Ruang Wilayah
Pasal 6
(1) Strategi pelestarian dan peningkatan fungsi dan daya dukung lingkungan hidup untuk mempertahankan dan meningkatkan keseimbangan ekosistem, melestarikan keanekaragaman hayati, mempertahankan dan meningkatkan fungsi perlindungan kawasan, dan melestarikan keunikan bentang alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a, terdiri atas: a. menetapkan pengelolaan kawasan lindung dengan mempertahankan luas minimal 60%
(enam puluh persen) dari seluruh wilayah,dan kawasan hutan minimal seluas 90% (sembilan puluh persen) dari seluruh wilayah;
b. menetapkan dan memantapkan fungsi kawasan lindung di ruang darat dan ruang laut, sesuai dengan kondisi ekosistem dan keunikan bentang alamnya beberdasarkan prinsip keberlanjutan lingkungan;
c. melindungi kemampuan lingkungan hidup dari tekanan perubahan dan/atau dampak negatif yang ditimbulkan oleh suatu kegiatan agar tetap mampu mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya;
d. mengelola kawasan bernilai penting bagi keanekaragaman hayati; e. mengelola kawasan rawan bencana dan kawasan ekosistem rentan sebagai upaya
meningkatkan keselamatan dan kenyamanan kehidupan serta penghidupan; f. mengembalikan dan meningkatkan fungsi kawasan lindung yang telah menurun akibat
pengembangan kegiatan budidaya, dalam rangka mewujudkan dan memelihara keseimbangan ekosistem wilayah; dan
g. mencegah dan atau membatasi pemanfaatan ruang di kawasan lindung dan kawasan strategis provinsi yang berpotensi mengurangi fungsi lindung kawasan, kecuali mengakomodasi
keberadaan Orang Asli Papua dan aktivitasnya yang secara historis telah ada pada kawasan tersebut.
(2) Strategi pengembangan kegiatan budidaya berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan serta memperhatikan kearifan lokal agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b, terdiri atas: a. mengendalikan pemanfaatan sumberdaya alam dengan nilai dan norma kearifan lokal serta
prinsip berkelanjutan untuk menjamin kepentingan generasi masa kini dan generasi masa depan;
b. mengelola sumberdaya alam secara efisien dan berkeadilan dengan cara mendistribusikan nilai manfaat yang diperoleh antar kelompok masyarakat, antar wilayah, dan antar generasi;
c. mengelola sumberdaya alam tak terbarukan untuk menjamin pemanfaatannya secara bijaksana dan menginvestasikan kembali hasil dari eksploitasi kedalam pengganti yang dapat pulih; dan
d. mengelola sumberdaya alam yang terbarukan pada batas hasil lestari untuk menjamin kesinambungan ketersediaannya dan meningkatkan kualitas nilai serta keanekaragamannya.
(3) Strategi perlindungan serta peningkatan penghidupan dan eksistensi masyarakat adat dalam sistem perkampungan dan kearifan lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c, terdiri atas: a. mengembangkan peran kampung sebagai pusat kegiatan pelayanan dan perlindungan sistem
penghidupan masyarakat adat; b. mengembangkan sistem pengelolaan sumberdaya alam berbasis kampung serta norma dan
nilai kearifan lokal untuk menjamin dan meningkatkan penghidupan dan eksistensi masyarakat hukum adat;
c. memberi perlindungan atas hak-hak dasar masyarakat hukum adat dalam pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya alam dalam sistem perkampungan; dan
d. memberi perlindungan dan melestarikan nilai budaya asli, situs warisan budaya asli sebagai bagian dari eksistensi masyarakat hukum adat dan sistem perkampungan.
(4) Strategi pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan untuk pengembangan perekonomian yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian nasional maupun internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, terdiri atas: a. mengembangkan pusat kegiatan berbasis potensi sumberdaya alam dan kegiatan budidaya
unggulan sebagai penggerak utama perekonomian wilayah; b. menciptakan iklim investasi yang kondusif dan mengintensifkan promosi peluang investasi; c. meningkatkan pelayanan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi; d. mengembangkan kegiatan budidaya berbasis kelautan sebagai upaya mengembangkan
pulau-pulau kecil; dan e. mengembangan potensi sumberdaya pertambangan, pertanian, perikanan, industri dan
pariwisata. (5) Strategi perwujudan upaya pembangunan wilayah perbatasan negara, provinsi, dan lintas
kabupaten/kota dengan mempertimbangkan kesejahteraan dan keamanan, keselarasan tata ruang, dan peningkatan fungsi pertahanan dan keamanan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf e, terdiri atas: a. menetapkan tapal batas provinsi dan kabupaten/kota; b. meningkatkan peran koordinasi dan fasilitasi Pemerintah Daerah dalam penyelesaian batas
wilayah kabupaten/kota; c. meningkatkan kesejahteraan masyarakat melalui pendidikan dan kesehatan dikawasan
perbatasan; d. mengembangkan kegiatan budidaya secara selektif di dalam dan sekitar kawasan strategis
nasional untuk menjaga fungsi pertahanan dan keamanan;
e. mengembangkan fungsi zona penyangga yang memisahkan kawasan pertahanan dan keamanan dengan kawasan budidaya lainnya;
f. meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dikawasan perbatasan negara; dan g. mewujudkan kondisi keamanan yang kondusif.
(6) Strategi pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antar kawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf f, terdiri atas: a. membuka akses dan meningkatkan aksesibilitas antara kawasan tertinggal dan pusat
pertumbuhan wilayah; b. mengembangkan prasarana dan sarana penunjang kegiatan ekonomi; c. meningkatkan akses masyarakat ke sumber pembiayaan; d. meningkatkan kualitas dan kapasitas sumberdaya manusia dalam pengelolaan kegiatan
ekonomi; e. menetapkan kawasan strategis provinsi bagi wilayah tertinggal; f. mendorong dan mengembangkan sarana dan prasana pendidikan; dan g. mendorong dan mengembangkan sarana dan prasarana kesehatan.
(7) Strategi peningkatan peran kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan yang berkembang secara berimbang dan berjenjang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf g, terdiri atas: a. memantapkan peran pusat-pusat kegiatan yang sudah berkembang, dan mengembangkan
pusat-pusat kegiatan baru secara terintegrasi dengan system perkotaan nasional; dan b. mengembangkan ruang terbuka hijau di kawasan kota dan perkotaan sedikitnya 50% (lima
puluh persen) dari luas wilayah. (8) Strategi peningkatan infrastruktur wilayah dalam mendukung peran pusat kegiatan dan
pelayanan masyarakat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf h,terdiri atas: a. mengembangkan jaringan prasarana transportasi darat, laut dan udara secara terpadu,
terutama transportasi sungai, danau, laut, dan udara dengan skala prioritas terkait dengan daya dukung lingkungan;
b. mendorong pengembangan prasarana telekomunikasi terutama di kawasan terisolasi; c. meningkatkan jaringan energi untuk memanfaatkan energi terbarukan dan tak terbarukan
secara optimal serta mewujudkan keterpaduan sistem penyediaan tenaga listrik; dan d. meningkatkan kualitas jaringan prasarana serta mewujudkan keterpaduan sistem jaringan
sumberdaya air. (9) Strategi pengembangan kawasan yang diprioritaskan pengelolaannya dari sudut pandang
ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup dan kawasan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf i,terdiri atas : a. mengembangkan kawasan strategis ekonomi; b. mengembangkan kawasan strategis sosial budaya; c. mengembangkan kawasan strategis lingkungan hidup;dan d. mengembangkan kawasan strategis lainnya.
BAB IV
RENCANA STRUKTUR RUANG WILAYAH Bagian Kesatu
Umum Pasal 7
(1) Rencana struktur ruang terdiri atas: a. sistem pusat kegiatan; b. sistem jaringan prasarana utama; dan c. sistem jaringan prasarana lainnya.
(2) Rencana Struktur Ruang Wilayah digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1: 250.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran I, yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua Sistem Pusat Kegiatan
Pasal 8
Sistem pusat kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. sistem perkotaan; dan b. sistem perkampungan.
Pasal 9
Sistem perkotaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a, terdiri atas: a. PKN; b. PKN promosi; c. PKW; d. PKW promosi; e. PKSN; f. PKSN promosi; dan g. PKL.
Pasal 10
(1) PKN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a, yaitu Jayapura, dan Timika. (2) PKN promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b, yaitu Biak, Wamena dan
Merauke. (3) PKW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf c, yaitu Nabire, Muting, dan Sarmi. (4) PKW promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf d, yaitu Kepi, Enarotali, Dekai dan
Waris. (5) PKSN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf e, yaitu Arso, Tanah Merah dan Merauke. (6) PKSN promosi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf f, yaitu Jayapura, dan Oksibil. (7) PKL sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf g, tercantum dalam Lampiran II yang
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 11
(1) Sistem perkampungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 mencakup : a. pengembangan PPL sebagai pusat permukiman dan kegiatan sosial ekonomi yang melayani
kegiatan skala antar desa; dan b. yang mendorong tumbuhnya kota pertanian melalui berjalannya sistem dan usaha agribisnis
untuk melayani, mendorong dan menarik kegiatan pembangunan pertanian (agribisnis) di wilayah sekitarnya.
(2) Sistem Perkampungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
(3) Kawasan perkampungan lainnya yang mempunyai potensi sistem agribisnis terpadu, dapat dikembangkan sebagai kawasan agropolitan promosi.
(4) Pengelolaan sistem perkampungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan melalui: a. peningkatan keterpaduan sistem pelayanan perkampungan dengan sistem pelayanan perkotaan; b. pemberdayaan masyarakat kawasan perkampungan;
c. mempertahankan kualitas lingkungan setempat dan wilayah yang didukungnya; d. konservasi sumberdaya alam; e. pelestarian warisan budaya lokal; f. mempertahankan kawasan lahan pertanian tanaman pangan berkelanjutan untuk ketahanan
pangan dan ketahanan budaya; dan g. menjaga keseimbangan pembangunan antara kawasan perkampungan dengan kawasan
perkotaan.
Bagian Ketiga Sistem Jaringan Prasarana Utama
Pasal 12
(1) Sistem jaringan prasarana utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf b, terdiri atas : a. sistem jaringan transportasi darat; b. sistem jaringan transportasi laut; c. sistem jaringan transportasi udara; dan d. sistem transportasi antarmoda.
(2) Keterpaduan sistem angkutan dan pergerakannya diatur lebih lanjut oleh Pemerintah Provinsi yang membidangi urusan perhubungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Paragraf 1 Sistem Jaringan Transportasi Darat
Pasal 13
Sistem jaringan transportasi darat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 huruf a, terdiri atas: a. jaringan jalan; b. jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan; c. jaringan jalur kereta api; dan d. jaringan sungai, danau dan penyeberangan.
Pasal 14
(1) Jaringan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a, terdiri dari : a. jalan nasional; dan b. jalan provinsi.
(2) Rencana pengembangan jalan nasional dan provinsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus mempertimbangkan keberadaan kawasan lindung, kawasan ekosistem rentan dan kawasan rawan bencana.
Pasal 15
(1) Jalan nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14ayat (1) huruf a merupakan jalan arteri primer meliputi : a. Jayapura-Elelim-Wamena; b. Jayapura-Sarmi-Mamberamo Raya-Waropen-Nabire; c. Jayapura-Arso-Perbatasan PNG; d. Merauke-Kepi-Bade; e. Merauke-Tanah Merah-Oksibil; f. Wamena-Habema-Yuguru-Kenyam;
g. Wamena-Karubaga-Mulia; h. Wamena-Dekai;dan i. Timika-Waghete-Enarotali.
(2) Jalan Provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2)huruf b merupakan jalan kolekter primer, meliputi : a. Arso-Oksibil; b. Wamena-Tiom; c. Wamena-Kobakma; d. Kepi-Tanah Merah; e. Nabire-Waghete-Enarotali; f. Enarotali-Sugapa; g. Sugapa-Jita-Ilaga; h. Botawa-Sugapa; i. Dekai-Oksibil;
(3) Jaringan jalan yang menghubungkan Pusat Kegiatan Lokal, Pusat Pelayanan Kawasan serta Pusat Pelayanan Lokal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) huruf a dan huruf b, tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(4) Jaringan jalan yang belum diatur dalam Peraturan Daerah ini, mengacu kebijakan nasional dan Keputusan Gubernur untuk jalan Provinsi.
Pasal 16
(1) Jaringan prasarana lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b, terdiri atas : a. terminal penumpang tipe A diutamakan pada kota-kota yang berfungsi sebagai PKN atau
kota-kota lain yang memiliki permintaan tinggi untuk pergerakan penumpang antar kota, antar provinsi dan lintas batas negara; dan
b. terminal penumpang tipe B diutamakan pada kota-kota yang berfungsi sebagai PKW untuk pergerakan penumpang antar kota dalam provinsi.
(2) Terminal penumpang tipe A sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. terminal Entrop di Kota Jayapura; b. terminal Merauke di Merauke; dan c. terminal Nabire di Kabupaten Nabire.
(3) Terminalpenumpang tipe B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas: a. terminal Heram di Kota Jayapura; b. terminal Sentani di Kabupaten Jayapura; c. terminal Keerom di Kabupaten Keerom; d. terminal Oyehe di Kabupaten Nabire; e. terminal Sarmi di Kabupaten Sarmi; f. terminal Wamena di Kabupaten Jayawijaya; g. terminal Mulia di Kabupaten Puncak Jaya; h. terminal Asiki di Kabupaten Boven Digoel; i. terminal Timika di Kabupaten Mimika; j. terminal Darfuar di Kabupaten Biak Numfor; k. terminal Oksibil di Kabupaten Pegunungan Bintang;
l. terminal Botawa di Kabupaten Waropen; m. terminal Enarotali di Kabupaten Paniai; n. terminal Kenyam di Kabupaten Nduga; o. terminal Dekai di Kabupaten Yahukimo; p. terminal Waghete di Kabupaten Deiyai; dan q. terminal Elelim di Kabupaten Yalimo.
Pasal 17
Jaringan jalur kereta api sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c, meliputi : a. lintas Jayapura-Sarmi-Nabire; b. lintas Nabire-Manokwari-Sorong; dan
c. lintas Nabire-Timika.
Pasal 18
(1) Sistem jaringan sungai, danau dan penyeberangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf d terdiri dari : a. jaringan transportasi sungai; b. jaringan transportasi danau;dan c. jaringan transportasi penyeberangan.
(2) Jaringan transportasi sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf a, terdiri atas: a. Dermaga Sungai Trimuris di Kabupaten Mamberamo Raya; b. Dermaga Sungai Pagai di Kabupaten Mamberamo Raya; c. Dermaga Sungai Papasena di Kabupaten Mamberamo Raya; d. Dermaga Sungai Kaiy di Kabupaten Mamberamo Raya; e. Dermaga Sungai Taiyai di Kabupaten Mamberamo Raya; f. Dermaga Sungai Kasonaweja di Kabupaten Mamberamo Raya; g. Dermaga Sungai Bagusa di Kabupaten Mamberamo Raya; h. Dermaga Sungai Warembori di Kabupaten Mamberamo Raya; i. Dermaga Sungai Digoel di Kabupaten Merauke; j. Dermaga Sungai Digoel di Kabupaten Boven Digoel; k. Dermaga Sungai Mimika di Kabupaten Mimika; l. Dermaga Sungai Mappi di Kabupaten Mappi; m. Dermaga Sungai Batas Batudi Kabupaten Nduga; dan n. Dermaga Sungai Kapiraya di Kabupaten Mimika.
(3) Jaringan transportasi danau sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf b, terdiri atas : a. Dermaga Danau Yahim di Kabupaten Jayapura; b. Dermaga Danau Putali di Kabupaten Jayapura; c. Dermaga Danau Abar di Kabupaten Jayapura; d. Dermaga Danau Kamiyaka di Kabupaten Jayapura; e. Dermaga Danau Simporo di Kabupaten Jayapura; f. Dermaga Danau Telaga Maya di Kabupaten Jayapura; g. Dermaga Danau Ayapo di Kabupaten Jayapura; h. Dermaga Danau Kalkote di Kabupaten Jayapura;
i. Dermaga Danau Yoka di Kota Jayapura; j. Dermaga Danau Puay di Kota Jayapura; k. Dermaga Danau Paniai di Kabupaten Paniai; l. Dermaga Danau Tigi di Kabupaten Deiyai; dan m. Dermaga Danau Tage di Kabupaten Paniai.
(4) Jaringan transportasi penyeberangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)huruf c, terdiri atas: a. Pelabuhan penyeberangan lintas provinsi, meliputi:
1. Pelabuhan Penyeberangan Numfor di Kabupaten Biak Numfor; 2. Pelabuhan Penyeberangan Pomako di Kabupaten Mimika;dan 3. Pelabuhan Penyeberangan Merauke di Kabupaten Merauke.
b. Pelabuhan penyeberangan lintas kabupaten/kota, meliputi: 1. Pelabuhan Penyeberangan Mokmer di Kabupaten Biak Numfor;
2. Pelabuhan Penyeberangan Kabuena di Kabupaten Kepulauan Yapen; 3. Pelabuhan Penyeberangan Samabusa di Kabupaten Nabire;
4. Pelabuhan Penyeberangan Saubeba di Kabupaten Kepulauan Yapen; 5. Pelabuhan Penyeberangan Waren di Kabupaten Waropen; dan
6. Pelabuhan Penyeberangan Jayapura di Kabupaten Jayapura.
Paragraf 2 Sistem Jaringan Transportasi Laut
Pasal 19
(1) Sistem jaringan transportasi laut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf b, terdiri atas :
a. pelabuhan utama; b. pelabuhan pengumpul;
c. pelabuhan pengumpan; dan
d. pelabuhan khusus.
(2) Pelabuhan utama sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdiri atas: a. Pelabuhan Jayapura di Kota Jayapura;
b. Pelabuhan Biak di Kabupaten Biak Numfor; c. Pelabuhan Depapre di Kabupaten Jayapura; dan
d. Pelabuhan Merauke di Kabupaten Merauke. (3) Pelabuhan pengumpul sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, terdiri atas:
a. Pelabuhan Pomako di Kabupaten Mimika; b. Pelabuhan Sarmi di Kabupaten Sarmi;
c. Pelabuhan Samabusadi Kabupaten Nabire; d. Pelabuhan Serui di Kabupaten Kepulauan Yapen;
e. Pelabuhan Agats di Kabupaten Asmat; f. Pelabuhan Bade di Kabupaten Mappi;
g. Pelabuhan Kepi di Kabupaten Mappi;
h. Pelabuhan Tanah Merah di Kabupaten Boven Digoel; dan
i. Pelabuhan Waren di Kabupaten Waropen. (4) Pelabuhan Pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, sebagaimana tercantum
dalam Lampiran IV yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini. (5) Pelabuhan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d yaitu Pelabuhan Amamapare di
Kabupaten Mimika sebagai Pelabuhan PT Freeport Indonesia dan Pelabuhan Perikanan di Kabupaten Biak Numfor dan Merauke.
Paragraf 3 Sistem Jaringan Transportasi Udara
Pasal 20
(1) Sistem jaringan transportasi udara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf c terdiri atas : a. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan sekunder;
b. bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan tersier; c. bandar udara pengumpan; dan
d. bandar udara khusus. (2) Bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan sekunder sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf a, terdiri atas: a. Bandar Udara Sentani di Kabupaten Jayapura;
b. Bandar Udara Moses Kilangin di Kabupaten Mimika; c. Bandar Udara Frans Kaisepo di Kabupaten Biak Numfor;
d. Bandar Udara Mopah di Kabupaten Merauke; e. Bandar Udara Wamena di Kabupaten Jayawijaya; dan
f. BandarUdara Baru di Kabupaten Keerom. (3) Bandar udara pengumpul dengan skala pelayanan tersier sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b, terdiri atas: a. Bandar Udara Wanggar di Kabupaten Nabire;
b. Bandar Udara Waghete di Kabupaten Deiyai; dan c. Bandar Udara Dekai di Kabupaten Yahukimo;
(4) Bandar udara pengumpan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
(5) Bandar udara khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hurufd yaitu Bandar Udara Moses Kilangin yang merupakan bandar udara milik PT. Freeport Indonesia namun difungsikan juga sebagai bandar udara umum.
Paragraf 4 Sistem Jaringan Transportasi Antarmoda
Pasal 21
Sistem transportasi antarmoda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) huruf d terdiri atas: a. pengembangan jalur Pomako Timika-Agats-Dermaga Jinak-jalan raya-Bandara Dekai-Bandara
Wamena atau Bandara Oksibil;
b. pengembangan jalur Pomako Timika-Agats-Mumugu-jalan raya Yuguru-Batas Batu-Kenyam-Habema-Wamena;
c. pengembangan jalur Pagai-Papasena-jalanraya-Burmeso-Kasonaweja-Bagusa-Teba; d. pengembangan jalur Mulia-jalan raya-Fawi-Mamberamo Hulu; dan e. pengembangan jalur Bandara Merauke-Sungai Digoel-jalan rayake Asiki (Boven Digoel).
Bagian Keempat Sistem Jaringan Prasarana Lainnya
Pasal 22
Sistem jaringan prasarana lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf c meliputi : a. jaringan energi listrik; b. jaringan telekomunikasi; c. jaringan sumberdaya air; d. prasarana pengelolaan lingkungan; e. pelabuhan perikanan; f. jalur evakuasi bencana; dan g. prasarana sosial ekonomi.
Paragraf 1 Jaringan Energi Listrik
Pasal 23
(1) Jaringan energi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf a meliputi pengembangan pembangkit tenaga listrik yaitu: a. pembangkit listrik tenaga air; b. pembangkit listrik tenaga diesel; c. pembangkit listrik tenaga surya; d. pengembangan pembangkit listrik tenaga uap; e. pengembangan pembangkit listrik tenaga gas; f. pengembangan listrik dengan minyak nabati; g. pengembangan pembangkit listrik tenaga gelombang; h. pengembangan listrik mikro hidro; dan i. pengembangan listrik tenaga angin.
(2) Pembangikit listrik tenaga air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas: a. pembangkit listrik tenaga air Boven Digoel di Kabupaten Boven Digoel; b. pembangkit listrik tenaga air Einlanden di Kabupaten Asmat; c. pembangkit listrik tenaga air Lorentz di Kabupaten Asmat; d. pembangkit listrik tenaga air Cemara di Kabupaten Mimika; e. pembangkit listrik tenaga air Otokwa di Kabupaten Mimika; f. pembangkit listrik tenaga air Mimika di Kabupaten Mimika; g. pembangkit listrik tenaga air Siriwo di Kabupaten Nabire; h. pembangkit listrik tenaga air Mamberamo di Kabupaten Mamberamo Raya; i. pembangkit listrik tenaga air Kopaikabo-Yahwe-Urumuka di Kabupaten Mimika,
Kabupaten Paniai dan Kabupaten Deiyai;dan
j. pembangkit listrik tenaga air Baliem di Kabupaten Yalimo dan Kabupaten Yahukimo. (3) Pembangkit listrik tenaga disel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tersebar di
seluruh kabupaten/kota. (4) Pembangkit listrik tenaga surya, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c tersebar di
seluruh kabupaten/kota. (5) Pembangkit listrik tenaga uap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, dikembangkan di
Kabupaten Merauke, Kabupaten Nabire, KabupatenMimika, Kabupaten Boven, Kabupaten Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, KabupatenSarmi, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Waropen, Kabupaten Supiori dan Kota Jayapura.
(6) Pembangkit listrik tenaga gas, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e tersebar di Kabupaten Biak Numfor,Kabupaten Merauke, Kabupaten Nabire dan Kabupaten Mimika.
(7) Pembangkit listrik dengan minyak nabati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf fmerupakan energi yang terbarukan dan dikembangkan di wilayah perkampungan.
(8) Pembangkit listrik tenaga gelombang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf gdikembangkan di wilayah pesisir.
(9) Pembangkit listrik tenaga mikro hidro sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf hdikembangkan di seluruh kabupaten/kota.
(10) Pembangkit listrik tenaga angin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf idikembangkan di Kabupaten Puncak.
Paragraf 2 SistemJaringan Telekomunikasi
Pasal 24
(1) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf b,terdiri atas : a. sistem terestrial; dan b. sistem nirkabel.
(2) Sistem terestrial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, menggunakan media transmisi jaringan kabel serat optik dan tembaga dan gelombang mikro di seluruh kabupaten/kota.
(3) Sistem nirkabel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, menggunakan media transmisi satelit di seluruh kabupaten/kota.
(4) Sistem jaringan telekomunikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dikembangkan untuk mendukung PKN, PKW, PKL, perkotaan lain, kawasan permukiman, kawasan perdagangan jasa, industri, dan pertambangan.
Paragraf 3 SistemJaringan Sumberdaya Air
Pasal 25
(1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf c, terdiri atas: a. jaringan sumber daya air lintas negara; b. jaringan sumber daya air lintas provinsi; c. jaringan air baku; d. cekungan air tanah; dan e. jaringan irigasi.
(2) Jaringan sumber daya air lintas negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, terdiri atas Wilayah Sungai di Mamberamo-Tami- Apauvar dan Sungai Einlanden-Digoel-Bikuma.
(3) Jaringan sumber daya air lintas provinsi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas Wilayah Sungai Omba.
(4) Jaringan air baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, ditujukan untuk terpenuhinya penyediaan air minum dari segi kuantitas dan kualitas bagi seluruh rakyat Papua.
(5) Cekungan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, tersebar di seluruh kabupaten/kota
(6) Jaringan irigasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, mengembangkan jaringan irigasi pada wilayah yang potensial dikembangkan untuk pertanian yang tersebar di Kabupaten Jayapura, Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Nabire, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Waropen, Kabupaten Mimika dan Kota Jayapura.
Paragraf 4 Prasarana Pengelolaan Lingkungan
Pasal 26
(1) Sistem prasarana pengelolaan lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf d, terdiri atas : a. sistem drainase; b. sistem pengelolahan sampah; dan
c. pengelolaan lingkungan khusus. (2) Sistem drainase sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, dilakukan dengan:
a. memanfaatkan sistem jaringan drainase yang ada secara maksimal baik sungai, anak sungai, maupun saluran alami lainnya;
b. mengalirkan air hujan secepatnya melalui suatu sistem jaringan drainase ke badan air terdekat atau tempat pembuangan air akhir dilaut atau sungai, dengan efisiensi panjang saluran;
c. sedapat mungkin mengikuti jalan utama untuk memudahkan pengawasan dan pemeliharaan; d. memanfaatkan energi gravitasi dan meminimalkan penggunaan pompa; e. mengembangkan sistem pompanisasi untuk mengurangi genangan air di wilayah yang
mempunyai ketinggian antara 0-6 meter di atas permukaan laut terutama di Kabupaten Merauke, Kabupaten Asmat, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Nabire, dan Kota Jayapura;
(3) Sistem pengelolaan sampah sebagaimana dimaksudkan pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui : a. sistem persampahan untuk kabupaten/kota yang berdekatan dilakukan kerjasama lintas
wilayah melalui sistem pengelolaan sampah secara terpadu dalam hal lokasi dengan sistem sanitary landfild maupun control landfild; dan
b. sistem pengelolaan sampah untuk Kabupaten Asmat dan Kabupaten Kepulauan Yapen diarahkan penanganannya secara individual, komunual, dan pengelolaan daur ulang seperti pembuatan kompos;
(4) Pengelolaan lingkungan khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi pembinaan, bimbingan, serta koordinasi dalam pengelolaan lingkungan pertambangan, perkebunan dan kehutanan.
Paragraf 5 Pelabuhan Perikanan
Pasal 27
Pelabuhan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf e, berupa Pelabuhan Perikanan Samudera di Kabupaten Merauke dan Kabupaten Biak Numfor.
Paragraf 6 Jalur Evakuasi Bencana
Pasal 28
(1) Jalur evakuasi bencana gempa bumi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf f, meliputi: a jalur evakuasi gempa bumi meliputi wilayah terbuka seperti bandar udara, lapangan
terbuka, serta menghindari bangunan; b. jalur evakuasi tsunami meliputi lokasi tertinggi pada kawasan rawan tsunami; c. jalur evakuasi banjir meliputi lokasi yang tertinggi pada kawasan rawan banjir; dan d. jalur evakuasi longsor meliputi wilayah terbuka seperti bandar udara dan lapangan terbuka.
(2) Ketentuan tentang jalur evakuasi bencana lebih lanjut diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
Paragraf 6 Prasarana Sosial dan Ekonomi
Pasal 29
(1) Rencana pengembangan sarana sosial dan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 huruf g meliputi : a. rencana pengembangan sarana pendidikan; b. rencana pengembangan sarana perekonomian; dan
c. rencana pengembangan sarana kesehatan. (2) Rencana pengembangan sarana sosial ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tersebar di
seluruh kabupaten/kota.
BAB V RENCANA POLA RUANG WILAYAH
Bagian Kesatu Umum
Pasal 30
(1) Rencana pola ruang terdiri atas : a. kawasan lindung; dan
b. kawasan budidaya. (2) Rencana pola ruang dan pemanfaatannya ditetapkan dengan memperhatikan daya dukung dan
daya tampung lingkungan terutama keberadaan ekosistem rentan. (3) Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 :
250.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Bagian Kedua
Rencana Kawasan Lindung Pasal 31
Kawasan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (1) huruf a, terdiri atas : a. kawasan hutan lindung; b. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya; c. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya; d. kawasan perlindungan setempat; e. kawasan rawan bencana alam;
f. kawasan lindung geologi; dan g. kawasan lindung lainnya.
Pasal 32
Kawasan hutan lindung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf a seluas 7.887.848,14 ha tersebar Kabupaten Asmat, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Keerom, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Lany Jaya, Kabupaten Mappi, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Merauke, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire, Kabupaten Paniai, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Supiori, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Nduga dan Kota Jayapura.
Pasal 33
(1) Kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b, terdiri atas: a. kawasan suaka alam, meliputi kawasan cagar alam dan suaka margasatwa; b. kawasan pantai berhutan mangrove; c. kawasan taman nasional dan taman nasional laut; d. kawasan taman wisata alam dan taman wisata alam laut; e. kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan; dan f. kawasan konservasi laut daerah.
(2) Kawasan cagar alam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi: a. kawasan cagar alam yang merupakan kawasan lindung nasional:
1) Cagar Alam Cycloops seluas 31.655,01 ha tersebar di Kota Jayapura dan Kabupaten Jayapura;
2) Cagar Alam Enarotali seluas 282.800 ha tersebar di Kabupaten Deiyai, Kabupaten Dogiyai, dan Kabupaten Paniai;
3) Cagar Alam Pegunungan Wayland seluas 134.400 ha tersebar di Kabupaten Dogiyai dan Kabupaten Nabire;
4) Cagar Alam Bupul seluas 93.369 ha terdapat di Kabupaten Merauke; 5) Cagar Alam Biak Utara seluas 5.612,25 ha terdapat di Kabupaten Biak Numfor; 6) Cagar Alam Yapen Tengah seluas 112.400 ha terdapat di Kabupaten Kepulauan Yapen;
dan 7) Cagar Alam Pulau Supiori seluas 40.029,10 ha terdapat di Kabupaten Supiori.
b. kawasan cagar alam Tanjung Wiay seluas 4.374,13 ha terdapat di Kabupaten Nabire. (3) Suaka margasatwa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi:
a. suaka margasatwa yang merupakan kawasan lindung nasional : 1) Suaka Margasatwa Pulau Dolok/Kimaamseluas 708.000 ha terdapat di Kabupaten
Merauke; 2) Suaka Margasatwa Jayawijaya seluas 789.200 ha tersebar di Kabupaten Yahukimo,
Kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabupaten Yalimo; 3) Suaka Margasatwa Danau Bian seluas 110.800 ha terdapat di Kabupaten Merauke; 4) Suaka Margasatwa Komolon seluas 68.654,19 ha terdapat di Kabupaten Merauke; 5) Suaka Margasatwa Mamberamo Foja seluas 1.707.080,04 ha tersebar di Kabupaten
Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Puncak,
Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Yahukimo, dan Kabupaten Yalimo.
b. Suaka Margasatwa Pulau Pombo seluas 165,41 ha terdapat di Kabupaten Merauke; c. Suaka Margasatwa Savan seluas 7.586,18ha terdapat di Kabupaten Merauke.
(4) Kawasan pantai berhutan bakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mimika, Kabupaten Mappi, Kabupaten Merauke, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Nabire, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Waropen, Kabupaten Kepulauan Yapen, dan Kota Jayapura.
(5) Kawasan taman nasional dan taman nasional laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri atas: a. Taman Nasional Lorentz seluas 2.321.700 ha tersebar di Kabupaten Asmat, Kabupaten
Mimika, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Nduga, Kabupaten Paniai, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, dan Kabupaten Yahukimo; dan
b. Taman Nasional Wasur seluas 450.700 ha terdapat di Kabupaten Merauke. (6) Taman Nasional Lorentz sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, selain merupakan
kawasan lindung nasional, juga merupakan kawasan strategis nasional, sekaligus merupakan Situs Warisan Alam Dunia oleh UNESCO dan Warisan Alam ASEAN oleh negara-negara ASEAN.
(7) Taman nasional laut yang merupakan kawasan lindung nasional meliputi Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih berada di Kabupaten Nabire.
(8) Kawasan taman wisata alam dan taman wisata alam laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, terdiri atas: a. Taman wisata alam yang merupakan kawasan lindung nasional, meliputi:
1) Taman Wisata Alam Teluk Youtefa berada di Kota Jayapura; dan
2) Taman Wisata Alam Anggromeos berada di Kabupaten Nabire. b. Taman wisata alam laut meliputi taman wisata perairan Kepulauan Padaido dan sekitarnya
berada di Kabupaten Biak Numfor.
Pasal 34
(1) Kawasan yang memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf c, terdiri atas : a. kawasan bergambut; b. kawasan rawa; dan c. kawasan resapan air.
(2) Kawasan bergambut yang berfungsi sebagai kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mimika, Kabupaten Mappi, Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Waropen, Kabupaten Nduga, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Keerom, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Tolikara dan Kabupaten Nabire.
(3) Kawasan rawa yang berfungsi sebagai kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi Mamberamo Raya, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Mappi, Kabupaten Merauke, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire, Kabupaten Puncak, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Supiori, Kabupaten Waropen dan Kota Jayapura.
(4) Kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi Kabupaten Merauke, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, dan Kabupaten Jayapura.
(5) Kawasan bergambut, kawasan rawa, dan kawasan resapan air sebagaimana dimaksud pada ayat (1), perlu kajian lebih lanjut di setiap kabupaten/kota.
Pasal 35
(1) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf d, terdiri atas : a. kawasan sempadan pantai; b. kawasan sempadan sungai; c. kawasan sekitar danau/waduk; d. kawasan sekitar mata air; dan e. kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal.
(2) Kawasan sempadan pantai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Merauke, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire, Kabupaten Waropen, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Jayapura, dan Kota Jayapura, dengan ketentuan mencakup daratan sepanjang tepian laut berjarak minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat, atau yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.
(3) Kawasan sempadan sungai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tersebar di seluruh kabupaten/kota,dengan ketentuan mencakup daratan sepanjang tepian sungai bertanggul selebar minimal 5 meter dari kaki tanggul sebelah luar, sepanjang tepian sungai besar tidak bertanggul di luar kawasan permukiman selebar minimal 100 meter dari tepi sungai, dan sepanjang tepian anak sungai tidak bertanggul di luar kawasan permukiman dengan lebar minimal 50 meter dari tepi sungai
(4) Kawasan sekitar danau/waduk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi Kabupaten Merauke, Kabupaten Paniai, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Jayapura, dan Kota Jayapura, dengan ketentuan mencakup daratan sepanjang tepian danau pada jarak 50-100 meter dari titik pasang air danau tertinggi atau yang lebarnya proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik danau.
(5) Kawasan sekitar mata air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, tersebar di seluruh kabupaten/kota, dengan ketentuan mencakup daratan sekitar tepian mata air pada jari-jari sekurang-kurangnya 200 meter.
(6) Kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, tersebar di seluruh kabupaten/kota.
(7) Kawasan perlindungan setempat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), lebih lanjut diatur dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
Pasal 36
(1) Kawasan rawan bencana alam sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31huruf e terdiri atas : a. kawasan rawan tanah longsor; b. kawasan rawan gelombang pasang; c. kawasan rawan banjir; dan d. kawasan rawan terkena dampak perubahan iklim.
(2) Kawasan rawan tanah longsor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, tersebar di seluruh kabupaten/kota.
(3) Kawasan rawan gelombang pasang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi wilayah di sepanjang pantai utara dan selatan.
(4) Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada di pada ayat (1) huruf c, tersebar di seluruh kabupaten/kota.
(5) Kawasan rawan terkena dampak perubahan iklim sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, tersebar di seluruh kabupaten/kota.
Pasal 37
(1) Kawasan lindung geologi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31huruf f, terdiri atas : a. kawasan cagar alam geologi; dan b. kawasan rawan bencana alam geologi.
(2) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, merupakan kawasan yang memiliki keunikan bentang alam, meliputi Pulau Biak di Kabupaten Biak Numfor dan Kabupaten Supiori, Pulau Dolok/Kimaam di Kabupaten Merauke, dan Lembah Baliem wilayah Pegunungan Tengah.
(3) Kawasan rawan bencana alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi: a. kawasan rawan gempa bumi, tersebar di seluruh kabupaten/kota; dan b. kawasan rawan tsunami, meliputi Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten
Kepulauan Yapen, Kabupaten Nabire, Kabupaten Waropen, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Jayapura, dan Kota Jayapura.
(4) Kawasan cagar alam geologi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
Pasal 38
(1) Kawasan lindung lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf g meliputi : a. kawasan spesifik terumbu karang; b. kawasan endemik khas pesisir dan laut; c. kawasan keanekaragaman hayati; dan d. kawasan konservasi perairan.
(2) Kawasan spesifik terumbu karang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Nabire, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Jayapura, dan Kota Jayapura.
(3) Kawasan endemik khas pesisir dan laut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi pesisir laut Taman Nasional Lorentz dan Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih.
(4) Kawasan keanekaragaman hayati sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, tersebar di seluruh kabupaten/kota.
(5) Kawasan konservasi perairan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d terdiri atas: a. kawasan konservasi perairan Daerah Tanjung Barari di Kabupaten Biak Numfor; dan b. kawasan konservasi perairan Daerah Biak Numfor di Kabupaten Biak Numfor.
Bagian Ketiga Rencana Kawasan Budi Daya
Pasal 39
Kawasan budidaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 huruf b terdiri atas : a. kawasan peruntukan hutan produksi; b. kawasan hutan rakyat; c. kawasan peruntukan pertanian; d. kawasan peruntukan perikanan; e. kawasan peruntukan pertambangan;
f. kawasan peruntukan industri; g. kawasan peruntukan pariwisata; h. kawasan peruntukan permukiman; dan i. kawasan peruntukan lainnya.
Paragraf 1 Kawasan Peruntukan Hutan Produksi
Pasal 40
(1) Kawasan peruntukan hutan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf a terdiri atas :
a. kawasan peruntukan hutan produksi terbatas (HPT) di Kabupaten Asmat, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Mappi, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Waropen, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Puncak, Kabupaten Paniai, Kabupaten Nduga, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Merauke, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Jayapura;
b. kawasan peruntukan hutan produksi tetap (HP) di Kabupaten Asmat, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Mappi, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Merauke, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire, Kabupaten Nduga, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Supiori, Kabupaten Waropen, Kabupaten Yahukimo, dan Kota Jayapura; dan
c. kawasan peruntukan hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK) di Kabupaten Asmat, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Keerom, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Lani Jaya, Kabupaten Mappi, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Merauke, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire, Kabupaten Paniai, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Waropen, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Biak Numfor dan Kota Jayapura.
(2) Proses konversi di kawasan hutan produksi yang dapat dikonversi diatur oleh pemerintah dengan mempertimbangkan kebijakan daerah.
(3) Prioritas konversi akan diarahkan ke areal HPK di mana tidak ada hutan lagi, bila konversi areal di HPK yang masih berhutan akan lebih diutamakan ke hutan sekunder dan mempertimbangkan kepentingan masyarakat adat, komitmen internasional, nasional dan daerah untuk melestarikan hutan.
Paragraf 2 Kawasan Hutan Rakyat
Pasal 41
(1) Kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39huruf b bermanfaat dalam penanganan lahan kritis dan perbaikan ekonomi masyarakat yang tersebar di seluruh kabupaten/kota.
(2) Kawasan hutan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki peranan untuk :
a. perbaikan lingkungan; b. produksi hasil hutan;
c. perkembangan sosial.
(3) Perbaikan lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a bertujuan memperbaiki lahan yang labil, mengurangi erosi, memperbaiki iklim mikro, meningkatkan biodeversitas dan memperbaiki lahan agar lebih produktif.
(5) Produksi hasil hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b bertujuan mendiversifikasi produksi hasil hutan baik kayu maupun non kayu.
(6) Perkembangan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c bertujuan dalam penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pemasaran, penciptaan lapangan kerja, ikatan emosional, dan keeratan hubungan sosial.
Paragraf 3 Kawasan Peruntukan Pertanian
Pasal 42
(1) Kawasan peruntukan pertanian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf c, terdiri atas : a. pertanian lahan basah; b. pertanian lahan kering; c. peruntukan hortikultura; d. kawasan peruntukan perkebunan; dan e. kawasanperuntukan peternakan.
(2) Kawasan peruntukan pertanian lahan basah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Keerom, Kabupaten Merauke, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire, Kabupaten Mappi, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Supiori, Kabupaten Waropen, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Lanny Jaya dan Kota Jayapura.
(3) Pertanian lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mimika, Kabupaten Merauke, Kabupaten Nabire, Kabupaten Paniai, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Waropen, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Boven Digoel dan Kota Jayapura.
(4) Peruntukan hortikultura sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, meliputi Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Paniai, Kabupaten Deiyai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Nabire, Kabupaten Waropen, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, dan Kota Jayapura.
(5) Kawasan peruntukan perkebunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf d, di Kepulauan Yapen, Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mamberamo Tengah,Kabupaten Nabire, Kabupaten Waropen, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, dan Kabupaten Jayapura.
(6) Kawasan peruntukan peternakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Jayapura, dan Kota Jayapura.
(7) Pertanian lahan basah dan lahan kering sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan berkelanjutan, meliputi Kabupaten Biak Numfor,
Kabupaten Supiori, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Mamberamo Tengah, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Paniai, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Puncak, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Nabire, Kabupaten Waropen, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Keerom, Kabupaten Jayapura, dan Kota Jayapura.
Paragraf 4 Kawasan Peruntukan Perikanan
Pasal 43
(1) Kawasan peruntukan perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf d terdiri atas : a. kawasan peruntukan perikanan tangkap; b. kawasan peruntukan perikanan budidaya; dan c. kawasan pengembangan industriperikanan.
(2) Kawasan peruntukan perikanan tangkap sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, meliputi Kabupaten Jayapura, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Waropen, Kabupaten Nabire, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Supiori, Kabupaten Mimika, Kabupaten Asmat, Kabupaten Mappi, Kabupaten Merauke dan Kota Jayapura.
(3) Kawasan peruntukan perikanan budidaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, tersebar di seluruh kabupaten/kota.
(4) Kawasan pengembangan industri perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, berada di Kabupaten Merauke, Kabupaten Mimika dan Kabupaten Biak Numfor.
Paragraf 5 Kawasan Peruntukan Pertambangan
Pasal 44
(1) Kawasan peruntukan pertambangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39huruf e terdiri atas : a. kawasan pertambangan minyak dan gas bumi; b. kawasan pertambangan mineral dan batubara; c. kawasan pertambangan panas bumi; dan d. kawasan pertambangan rakyat.
(2) Kawasan pertambangan minyak dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat di teluk cendrawasih, pantai selatan Papua, dan pegunungan tengah.
(3) Kawasan pertambangan mineral dan batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. kawasan potensial pertambangan tembaga di Kabupaten Mimika, Kabupaten Deiyai,
Kabupaten Paniai, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Pegunungan Bintang dan Kabupaten Puncak;
b. pertambangan emas di Kabupaten Mimika, KabupatenIntan Jaya, Kabupaten Nabire, dan Kabupaten Dogiyai;
c. pertambangan panas bumi di Kabupaten Kepulauan Yapen; d. kawasan pertambangan batubara di Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Deiyai, Kabupaten
Mimika, Kabupaten Nduga, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Sarmi Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Waropen dan Kabupaten Boven Digoel;
e. pertambangan emas, tembaga dan mineral ikutannya di Kabupaten Jayapura, Kabupaten Keerom, dan Kota Jayapura; dan
f. pertambangan logam dasar di Kabupaten Jayapura, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Mimika dan Kabupaten Sarmi.
(4) Pertambangan rakyat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, diatur lebih lanjut dalam Peraturan Daerah tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota.
Paragraf 6 Kawasan Peruntukan Industri
Pasal 45
(1) Kawasan peruntukan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf f berada di Kabupaten Jayapura, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Mimika, Kabupaten Nabire, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Boven Digoel, Kabupaten Mappi, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Mamberamo Raya dan Kabupaten Merauke.
(2) Jenis-jenis industri yang dapat dikembangkan adalah industri pengolahan hasil hutan, pertambangan, perikanan, pertanian, peternakan dan perkebunan.
(3) Industri pengolahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) perlu mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan hidup.
(4) Kawasan industri khusus pertambangan berada di Kabupaten Mimika merupakan kawasan strategis nasional.
Paragraf 7 Kawasan peruntukan Pariwisata
Pasal 46
(1) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39huruf g terdiri atas: a. kawasan wisata budaya; b. kawasan wisata alam; dan c. wisata minat khusus.
(2) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a tersebar di Kabupaten Asmat, Kabupaten Mimika, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Supiori dan Kota Jayapura;
(3) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf b tersebar di seluruh Kabupaten/Kota;
(4) Kawasan peruntukan pariwisata sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf c tersebar di seluruh Kabupaten/Kota.
Paragraf 8 Kawasan Peruntukan Permukiman
Pasal 47
(1) Kawasan peruntukan permukiman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf h, terdiri atas: a. permukiman perkotaan; dan b. permukiman perkampungan.
(2) Permukiman perkotaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a,merupakan kawasan permukiman yang mengemban fungsi sebagai PKN, PKW, PKL, dan PPK.
(3) Permukiman perkampungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi : a. kawasan permukiman dan kawasan budidaya pertanian tanaman pangan, perkebunan,
peternakan, serta perikanan sesuai dengan pola hidup masyarakat kampung; dan b. perkampungan diakomodasi dengan radius tidak lebih dari 500 meter bagi kampung yang
secara historis berada dan menjadi bagian dari kawasan lindung. (4) Pemetaan geolokasi kampung diatur lebih lanjut pada rencana tata ruang wilayah kabupaten/
kota.
Paragraf 9 Kawasan Peruntukan Lainnya
Pasal 48
Kawasan peruntukan lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 huruf i yaitu pengembangan untuk kepentingan pertahanan keamanan negara.
BAB VI PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
Pasal 49
(1) Kawasan strategis terdiri atas : a. kawasan strategis nasional; dan b. kawasan strategis provinsi.
(2) Rencana Kawasan Strategis digambarkan dalam peta dengan tingkat ketelitian 1 : 250.000 sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Pasal 50
(1) Kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf a merupakan kawasan yang diprioritaskan penataan ruangnya mempunyai pengaruh sangat penting dalam lingkup nasional.
(2) Kawasan strategis nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a. kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan negara; b. kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi; c. kawasan strategis dari sudut kepentingan sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi; dan d. kawasan strategis dari sudut kepentingan daya dukung lingkungan.
Pasal 51
(1) Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertahanan dan keamanan Negara sebagaimana dimaksud Pasal 50 ayat (2) huruf a terdiri atas: a. kawasan perbatasan laut Republik Indonesiabagian utaraterdiri dari 4 pulau kecil terluar
meliputi Pulau Fanildo, Pulau Bras, Pulau Miosbefondi di Kabupaten Supiori dan Pulau Liki di Kabupaten Sarmi;
b. kawasan perbatasan laut Republik Indonesia bagian selatanterdiri dari 2 pulau kecil terluar meliputi Pulau Laag di Kabupaten Asmat dan Pulau Dolok/Kimaam di Kabupaten Merauke; dan
c. kawasan perbatasan darat Republik Indonesia dengan negara Papua Nugini: Kota Jayapura, Kabupaten Keerom, Kabupaten Pegunungan Bintang, Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Merauke.
(2) Kawasan strategis dari sudut kepentingan ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50ayat (2) huruf b yaitu Kawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu Biak.
(3) Kawasan strategis dari sudut kepentingan kawasan strategis sumberdaya alam dan/atau teknologi tinggi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (2) huruf c terdiri atas : a. Kawasan Stasiun Bumi Satelit Cuacadan Lingkungan di Kabupaten Biak Numfor; b. Kawasan Stasiun Telemetry Tracking and Command Wahana Peluncur Satelit di Kabupaten
Biak Numfor; dan c. Kawasan Pertambangan Timika di Kabupaten Mimika.
(4) Kawasan strategis dari sudut kepentingan daya dukung lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (2) huruf d adalah Kawasan Taman Nasional Lorentz, mencakup Kabupaten Mimika, Kabupaten Asmat, Kabupaten Nduga, Kabupaten Yahukimo, Kabupaten
Jayawijaya, Kabupaten Lanny Jaya, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Puncak, Kabupaten Paniai, Kabupaten Intan Jaya dan Kabupaten Deiyai.
Pasal 52
Kawasan strategis provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 49 ayat (1) huruf b, meliputi : a. kawasan strategis ekonomi; b. kawasan strategis sosial budaya; c. kawasan strategis fungsi dan daya dukung lingkungan hidup; dan d. kawasan strategis lainnya.
Pasal 53
(1) Kawasan strategis dari aspek ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a dapat merupakan kawasan yang mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal dan dapat merupakan kawasan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi.
(2) Kawasan strategis dari aspek ekonomi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. Wilayah Pegunungan Tengah yang meliputi:
1) Bagian Timur meliputi Kabupaten Yahukimo dan Kabupaten Pegunungan Bintang. 2) Bagian Tengah meliputi Kabupaten Nduga, Kabupaten Jayawijaya, Kabupaten
Mamberamo Tengah, Kabupaten Yalimo, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Lanni Jaya, Kabupaten Puncak dan Kabupaten Puncak Jaya;
3) Bagian Barat meliputi Kabupaten Deyai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Intan Jaya, dan Kabupaten Paniai.
b. Wilayah Mamberamo-Sarmi; dan c. Kawasan Merauke dan sekitarnya meliputi Kabupaten Merauke, Kabupaten Boven Digoel
dan Kabupaten Mappi.
Pasal 54
(1) Kawasan strategis dari aspek sosial budaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52huruf b dapat merupakan kawasan adat tertentu, kawasan konservasi warisan budaya, termasuk warisan budaya yang diakui sebagai warisan dunia.
(2) Kawasan strategis dari aspek sosial budaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas: a. wilayah Asmat-Mimika; b. wilayah Wamena; c. wilayah Sentani dan Kota Jayapura; dan d. wilayah Maudori di Kabupaten Supiori.
Pasal 55
(1) Kawasan strategis dari aspek fungsi dan daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf c dapat merupakan : a. kawasan rawan bencana alam; b. tempat perlindungan keanekaragaman hayati; c. kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna yang
hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan; d. kawasan yang memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air; e. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro; f. kawasan yang menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup; dan
g. kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan.
(2) Kawasan strategisdari aspek fungsi dan daya tampung serta daya dukung lingkungan hidup sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas : a. wilayah pantai utara dan kepulauan, yang merupakan wilayah rawan bencana dan bergambut
mencakup Kabupaten Nabire, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Waropen, Kabupaten Biak Numfor, Kabupaten Kepulauan Yapen, Kabupaten Supiori, Kabupaten Sarmi, Kabupaten Jayapura, Kabupaten Mamberamo Raya dan Kota Jayapura.
b. wilayah Pegunungan Tengah, yang merupakan wilayah rawan bencana dan wilayah bergambut.
c. wilayah bagian selatan, yang merupakan wilayah rawan bencana, wilayah bergambut, wilayah berhutan bakau, meliputi Kabupaten Asmat, Kabupaten Mimika, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Merauke.
d. wilayah Mamberamo-Foja yang merupakan tempat perlindungan keanekaragaman hayati.
Pasal 56
(1) Kawasan strategis dari aspek lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf d yaitu kawasan ekonomi rendah karbon diberlakukan pada kawasan bergambut, lahan pasang surut, hutan rawa, dan hutan dataran rendah, yang dikelola secara terbatas dengan prinsip kehati-hatian dan memperhatikan daya dukung lingkungannya, dengan orientasi pemanfaatan jasa lingkungan, wisata alam dan hasil hutan non kayu.
(2) Kawasan strategis dari aspek lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi : a. wilayah bagian selatan yang merupakan wilayah bergambut, lahan pasang surut, hutan rawa,
hutan dataran rendah, dan hutan mangrove, meliputi Kabupaten Asmat, Kabupaten Mimika, Kabupaten Mappi, Kabupaten Boven Digoel dan Kabupaten Merauke.
b. wilayah bagian tengah yang merupakan wilayah bergambut, ekosistem alpin, dan ekosistem sub-alpin meliputi Kabupaten Paniai, Kabupaten Dogiyai, Kabupaten Puncak, Kabupaten Intan Jaya, Kabupaten Puncak Jaya, Kabupaten Tolikara, Kabupaten Mamberamo Tengah dan Kabupaten Yalimo.
c. wilayah bagian utara yang merupakan wilayah bergambut, hutan mangrove, hutan rawa, hutan monsoon, dan hutan dataran rendah, meliputi Kabupaten Nabire, Kabupaten Waropen, Kabupaten Mamberamo Raya, Kabupaten Sarmi dan Kabupaten Jayapura.
Pasal 57
(1) Untuk operasionalisasi Rencana Tata Ruang Wilayah disusun Rencana Rinci Tata Ruang berupa Rencana Tata Ruang Kawasan Strategis.
(2) Rencana Rinci Tata Ruang Kawasan Strategis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
BAB VII ARAHAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Pasal 58
(1) Pemanfaatan ruang wilayah berpedoman pada rencana struktur ruang dan pola ruang. (2) Pemanfaatan ruang wilayah memperhatikan hak ulayat dan/atau masyarakat adat pada lokasi
pemanfaatan ruang yang bersangkutan. (3) Pemanfaatan ruang wilayah dilaksanakan melalui penyusunan dan pelaksanaan program
pemanfaatan ruang beserta perkiraan pendanaannya. (4) Perkiraan pendanaan program pemanfaatan ruang disusun sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pasal 59
(1) Program pemanfaatan ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58 ayat (2) disusun berdasarkan indikasi program utama lima tahunan yang ditetapkan dalam Lampiran VIIIyang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari peraturan daerah ini.
(2) Pendanaan program pemanfaatan ruang bersumber dari Anggaran Pendapatan Belanja Nasional, Anggaran Pendapatan Belanja Daerah, swasta dalam negeri, swasta luar negeri.
BAB VIII ARAHAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH
Umum Pasal 60
(1) Pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dilaksanakan secara terkoordinasi oleh pemerintah dan pemerintah daerah sesuai kewenangan.
(2) Koordinasi pengendalian pemanfaatan ruang wilayah dilakukan oleh Gubernur Papua bekerjasama dengan kabupaten/kota.
(3) Dalam pengendalian pemanfaatan ruang wilayah, setiap orang dan/atau koorporasi yang memiliki lahan diatas 5.000 ha harus melaporkan perkembangan pemanfaatan ruang wilayah setiap 6 (enam) bulan kepada Gubernur Papua.
(4) Setiap orang dan/atau koorporasi yang memiliki lahan diatas 5.000 ha harus memberikan akses dan informasi kepada Pemerintah Provinsi Papua dalam rangka pengendalian pemanfaatan ruang wilayah.
(5) Batas luasan maksimal izin usaha perkebunan oleh1 (satu) perusahaan atau kelompok (group) perusahaan, perkebunan kelapa sawit adalah 100.000 ha, perkebunan teh adalah 20.000 ha,perkebunan tebu adalah 150.000 ha, perkebunan kelapa adalah 40.000 ha, perkebunan karet adalah 20.000 ha, perkebunan kopi adalah 10.000 ha, perkebunan kakao adalah 10.000 ha, perkebunan jambu mete adalah 10.000 ha,perkebunan lada adalah 1.000 ha, perkebunan cengkeh adalah1.000 ha dan perkebunan kapas adalah 20.000 ha.
(6) Batas luasan maksimal izin usaha pertanian tanaman pangan oleh 1 (satu) perusahaan adalah 20.000 ha.
(7) Ketentuan lebih lanjut batas luasan izin usaha perkebunan lainnya dan izin usaha pertanianlainnya serta izin usaha kehutanandidasarkan pada kebijakan nasional tentang perkebunan, pertanian dan kehutanan serta diatur dalam Peraturan Gubernur.
(8) Setiap perusahaan yang mendapatkan izin pengelolaan usaha diwajibkan memberikan jaminan kesungguhan usahalebih lanjut diatur dalam Peraturan Gubernur.
(9) Pengendalian pemanfaatan ruang dilakukan melalui: a. arahan peraturan zonasi sistem provinsi; b. arahan perizinan; c. arahan insentif dan disinsentif; dan d. arahan sanksi.
Paragraf 1 Arahan Peraturan Zonasi Sistem Provinsi
Pasal 61
(1) Ketentuan umum peraturan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 ayat (9) huruf a digunakan sebagai pedoman bagi pemerintah daerah dalam menyusun peraturan zonasi.
(2) Ketentuan umum peraturan zonasi terdiri atas : a. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan lindung; b. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan budidaya; dan
c. ketentuan umum peraturan zonasi untuk kawasan sekitar sistem prasarana nasional dan wilayah, terdiri atas : 1) kawasan sekitar prasarana transportasi; 2) kawasan sekitar prasarana energi; 3) kawasan sekitar prasarana telekomunikasi; dan 4) kawasan sekitar prasarana sumberdaya air;
(3) Peraturan zonasi untuk jaringan prasarana wilayah disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang di sekitar jaringan prasarana untuk mendukung berfungsinya sistem
pusat kegiatan dan jaringan prasarana wilayah; b. ketentuan pelarangan pemanfaatan ruang yang menyebabkan gangguan terhadap
berfungsinya sistem pusat kegiatan dan jaringan prasarana wilayah; dan c. pembatasan intensitas pemanfaatan ruang agar tidak mengganggu fungsi sistem pusat
kegiatan dan jaringan prasarana wilayah. (4) Ketentuan Umum Peraturan Zonasi dijabarkan lebih lanjut di dalam Lampiran IX yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.
Paragraf 2 Arahan Perizinan
Pasal 62
(1) Arahan perizinan merupakan acuan bagi pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang.
(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya. (3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. (4) Untuk setiap izin pemanfaatan ruang yang dikeluarkan oleh Gubernur harus dilaporkan kepada
DPRP.
Paragraf 3 Arahan Insentif dan Disinsentif
Pasal 63
(1) Insentif dapat diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola ruang dan indikasi arahan peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah.
(2) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.
(3) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah provinsi dilakukan oleh Pemerintah Daerah Provinsi kepada para Pemerintah Kabupaten/Kota, serta kepada masyarakat termasuk swasta.
(4) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang sesuai dengan kewenangannya.
(5) Insentif kepada pemerintah daerah diberikan dalam bentuk: a. pemberian kompensasi; b. urun saham; c. pembangunan serta pengadaan infrastruktur; atau d. penghargaan.
(6) Insentif kepada masyarakat diberikan dalam bentuk: a. keringanan pajak; b. pemberian kompensasi; c. imbalan;
d. sewa ruang; e. urun saham; f. penyediaan infrastruktur; g. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau h. penghargaan.
Pasal 64
(1) Disinsentif kepada pemerintah daerah diberikan dalam bentuk: a. pembatasan penyediaan infrastruktur; b. pengenaan kompensasi; dan/atau c. penalti.
(2) Disinsentif kepada masyarakat dikenakan dalam bentuk: a. pengenaan pajak yang tinggi; b. pembatasan penyediaan infrastruktur; c. pengenaan kompensasi; dan/atau d. penalti.
Pasal 65
(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dikoordinasikan oleh Gubernur dan disesuaikan dengan Peraturan Gubernur.
Paragraf 4 Arahan Sanksi
Pasal 66
Arahan sanksi merupakan acuan dalam pengenaan sanksi terhadap: a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola ruang
wilayah provinsi; b. pelanggaran ketentuan arahan peraturan zonasi sistem provinsi; c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan peraturan
daerah ini; d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan
berdasarkan Peraturan Daerah ini; e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang
diterbitkan berdasarkan Peraturan Daerah ini; f. pemanfaataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan
perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar; dan h. Pemegang izin pemanfaatan ruang diatas 5.000 ha yang tidak melaporkan perkembangan
penggunaan lahan kepada Gubernur setelah mendapatkan teguran 3 (tiga) kali.
Pasal 67
(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf a, huruf b, huruf d, huruf e, huruf f, huruf g dan huruf h akan dikenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan;
c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi; e. pencabutan izin; f. pembatalan izin; g. pembongkaran bangunan; h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau i. denda administratif.
(2) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 huruf c akan dikenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara kegiatan; c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi; e. pembongkaran bangunan; f. pemulihan fungsi ruang; dan/atau g. denda administratif.
(3) Ketentuan mengenai tata cara pengenaan sanksi administratif diatur lebih lanjut dalam Peraturan Gubernur.
BAB IX KELEMBAGAAN
Pasal 68
(1) Dalam rangka mengoordinasikanpenyelenggaraan penataan ruang dan kerjasama antar sektor dan antar daerah dibidang penataan ruang, Gubernur membentuk BKPRD.
(2) BKPRD berfungsi sebagai lembaga yang membantu pelaksanaan tugas Gubernur dalam koordinasi penataan ruang di daerah.
(3) Tugas, susunan organisasi, dan tata kerja BKPRD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Keputusan Gubernur.
BAB X HAK, KEWAJIBAN DAN PERAN MASYARAKAT
Bagian Kesatu Hak Masyarakat
Pasal 69
Dalam kegiatan penataan ruang wilayah, masyarakat berhak: a. berperan serta dalam proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian
pemanfaatan ruang; b. mengetahui secara terbuka rencana tata ruang wilayah dan mendapatkan penjelasan teknis terkait
dengan penataan ruang; c. menikmati manfaat ruang dan/atau pertambahan nilai ruang sebagai akibat dari penataan ruang; d. memperoleh penggantian yang layak atas kondisi kerugian yang dialaminya sebagai akibat
pelaksanaan kegiatan pembangunan yang sesuai dengan rencana tata ruang; e. mengajukan keberatan kepada pejabat berwenang terhadap pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang di wilayahnya; f. mengajukan tuntutan pembatalan izin dan tuntutan penghentian pembangunan yang tidak sesuai
dengan rencana tata ruang kepada pejabat berwenang; dan g. mengajukan gugatan ganti kerugian kepada pemerintah dan/atau pemegang izin apabila kegiatan
pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang.
Pasal 70
(1) Masyarakat mengetahui rencana tata ruang wilayah melalui lembaran daerah, pengumuman dan penyebarluasan oleh pemerintah daerah.
(2) Dalam menikmati manfaat ruang dan pertambahan nilai ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf c dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Manfaat ruang sebagamana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa manfaat ekonomi, sosial dan lingkungan atas dasar pemilikan, penguasaan, atau pemberian hak tertentu sesuai dengan ketentuan peratuan perundangan atau atas hukum adat dan kebiasaan atas ruang pada masyarakat setempat.
Pasal 71
(1) Hak memperoleh penggantian yang layak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf d dilaksanakan dengan cara musyawarah antar pihak yang berkepentingan.
(2) Dalam hak tidak tercapai kesepakatan sebagai dimaksud pada ayat (1) penyelesaianya dilakukan sesuai peraturan perundangan.
Pasal 72
Pengajuan keberatan, pembatalan izin dan ganti kerugian akibat pembangunan yang tidak sesuai tata ruang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 huruf e dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Bagian Kedua Kewajiban Masyarakat
Pasal 73
Dalam kegiatan pemanfaatan ruang wilayah, masyarakat wajib: a. menaati rencana tata ruang yang telahditetapkan; b. memanfaatkan ruang sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat yang berwenang; c. mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang; dan d. memberikan akses terhadap kawasan yang oleh ketentuan peraturan perundang-undangan
dinyatakan sebagai milik umum.
Bagian Ketiga Peran Masyarakat
Pasal 74
(1) Masyarakat dapat berperan dalam penataan ruang yang mencakup proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang dan pengendalian pemanfaatan ruang.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara tertib sesuai dengan RTRW.
(3) Bentuk peran masyarakat dalam perencanaan tata ruang berupa: a. masukan mengenai:
1) persiapan penyusunan rencana tata ruang; 2) penentuan arah pengembangan wilayah atau kawasan; 3) pengidentifikasian potensi dan masalah pembangunan wilayah atau kawasan; 4) perumusan konsepsi rencana tata ruang; dan 5) pengidentifikasian tentang pemanfaatan ruang sesuai dengan kearifan lokal melalui
pemetaan. b. kerja sama dengan pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau sesama unsur masyarakat dalam
perencanaan tata ruang.
(4) Bentuk peran masyarakat dalam pemanfaatan ruang dapat berupa: a. memberi masukan mengenai kebijakan pemanfaatan ruang; b. melakukan kerja sama dengan pemerintah, pemerintah daerah dan/atau sesama unsur
masyarakat dalam pemanfaatan ruang; c. kegiatan memanfaatkan ruang yang sesuai dengan kearifan lokal dan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan; d. peningkatan efisiensi, efektivitas, dan keserasian dalam pemanfaatan ruang darat, ruang laut,
ruang udara dan ruang di dalam bumi dengan memperhatikan kearifan lokal serta sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
e. kegiatan menjaga kepentingan pertahanan dan keamanan serta memelihara dan meningkatkan kelestarian fungsi lingkungan hidup dan sumberdaya alam; dan
f. kegiatan investasi dalam pemanfaatan ruang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(5) Bentuk peran masyarakat dalam pengendalian pemanfaatan ruang dapat berupa: a. masukan terkait arahan dan/atau peraturan zonasi, perizinan, pemberian insentif dan
disinsentif serta pengenaan sanksi; b. keikutsertaan dalam memantau dan mengawasi pelaksanaan rencana tata ruang yang telah
ditetapkan; c. pelaporan kepada instansi dan/atau pejabat yang berwenang dalam hal menemukan dugaan
penyimpangan atau pelanggaran kegiatan pemanfaatan ruang yang melanggar rencana tata ruang yang telah ditetapkan;
d. pengajuan keberatan terhadap keputusan pejabat yang berwenang terhadap pembangunan yang dianggap tidak sesuai dengan rencana tata ruang; dan
e. pengajuan gugatan pembatalan izin dan atau penghentian pembangunan yang tidak sesuai dengan rencana tata ruang kepada instansi/pejabat yang berwenang.
Pasal 75
(1) Peran masyarakat di bidang penataan ruang dapat disampaikan secara langsung dan/atau tertulis.
(2) Peran masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat disampaikan kepada Gubernur dan/atau BKPRD.
Pasal 76
Pemerintah daerah wajib membangun sistem informasi dan dokumentasi penataan ruang yang dapat diakses dengan mudah oleh masyarakat dan pemangku kepentingan lainnya.
BAB XI PENYIDIKAN
Pasal 77
(1) Selain Pejabat Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pegawai Negeri Sipil Tertentu di lingkungan Pemerintah Daerah yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya dibidang penataan ruang diberi wewenang khusus sebagai penyidik untuk membantu pejabat penyidik kepolisian negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
(2) Kewenangan Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) telah diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 13 Tahun 2009 tentang Penyidik Pegawai Negeri Sipil Penataan Ruang.
(3) Pengangkatan Penyidik Pegawai Negeri Sipil dan tata cara serta proses penyidikan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XII KETENTUAN PIDANA
Pasal 78
(1) Setiap orang dan korporasi yang tidak mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 yang mengakibatkan perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang dan korporasi yang melanggar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan penerimaan negara. (4) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), koorporasi dapat dijatuhi pidana
tambahan berupa: a. pencabutan izin usaha; b. pencabutan status badan hukum; dan/atau c. pembatalan proses penyelesaian izin usaha.
(5) Pejabat pemerintah daerah yang berwenang menerbitkan izin tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini dikenakan sanksi pidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
BAB XIII KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 79
(1) Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini : a. semua peraturan pelaksanaan Peraturan Daerah yang berkaitan dengan penataan ruang
daerah yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Daerah ini;
b. izin pemanfaatan ruang yang telah dikeluarkan dan telah sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini tetap berlaku sesuai dengan masa berlakunya;
c. izin pemanfaatan yang telah dikeluarkan tetapi tidak sesuai dengan ketentuan Peraturan daerah ini berlaku ketentuan : 1) untuk yang belum dilaksanakan pembangunannya, izin tersebut disesuaikan dengan
fungsi kawasan berdasarkan Peraturan daerah ini; 2) untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan pemanfaatan ruangnya sah
menurut rencana tata ruang sebelumnya, dilakukan penyesuaian selambat-lambatnya 3 (tiga) tahun sesuai fungsi kawasan berdasarkan peraturan daerah ini;
3) untuk yang sudah dilaksanakan pembangunannya dan tidak memungkinkan untuk dilakukan penyesuaian dengan fungsi kawasan berdasarkan Peraturan Daerah ini, izin yang telah diterbitkan dapat dibatalkan dan terhadap kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dapat diberikan penggantian yang layak.
4) Penggantian yang layak sebagaimana dimaksud pada angka 3 diatas harus memperhatikan indikator sebagai berikut : a) memperhatikan harga pasaran setempat; b) sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP); dan c) sesuai dengan kemampuan daerah.
5) Penggantian akibat kerugian yang timbul sebagai akibat pembatalan izin tersebut dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Provinsi dan Kabupaten/Kota yang membatalkan/mencabut izin.
d. pemanfaatan ruang yang izinnya sudah habis dan tidak sesuai dengan Peraturan Daerah ini dilakukan penyesuaian berdasarkan peraturan daerah ini.
e. pemanfaatan ruang didaerah yang diselenggarakan tanpa izin ditentukan sebagai berikut : 1) Yang bertentangan dengan ketentuan peraturan daerah ini pemanfaatan ruang yang
bersangkutan ditertibkan dan disesuaikan dengan Peraturan Daerah ini. 2) Yang sesuai dengan ketentuan Peraturan Daerah ini, dipercepat untuk mendapatkan
izin yang diperlukan. (2) Pengaturan lebih lanjut mengenai teknis penggantian yang layak diatur dengan Peraturan
Gubernur.
BAB XIV KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 80
RTRW Provinsi Papua ini digunakan sebagai pedoman bagi : a. penyusunan rencana pembangunan jangka panjang daerah; b. penyusunan rencana pembangunan jangka menengah daerah; c. pemanfaatan ruang dan pengendalian pemafaatan raung dalam wilayah provinsi; d. mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar wilayah
kabupten/kota, serta keserasian antar sektor; e. penetapan lokasi dan fungsi ruang untuk investasi; f. penataan ruang kawasan strategis provinsi; dan g. penataan ruang wilayah kabupaten/kota.
Pasal 81
(1) Jangka waktu RTRW Provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun yaitu tahun 2013-2033 dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(2) Dalam kondisi lingkungan strategis tertentu yang berkaitan dengan bencana alam skala besar dan/atau perubahan batas teritorial provinsi yang di tetapkan dengan peraturan perundang-undang, RTRW Provinsi dapat ditinjau kembali lebih dari 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
(3) Peninjauan kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (2) juga dilakukan apabila terjadi perubahan kebijakan nasional dan strategi yang mempengaruhi pemanfaatan ruang provinsi dan/atau dinamika internal provinsi.
Pasal 82
Peraturan Daerah tentang RTRW Provinsi Papua Tahun 2013-2033 dilengkapi dengan Buku Fakta Analisis, Buku Rencana dan Album Peta dengan skala minimal 1:250.000 yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah RTRW Provinsi Papua.
BAB XV KETENTUAN PENUTUP
Pasal 83 Pada saat mulai berlakunya Peraturan Daerah ini, Peraturan Daerah Tingkat I Irian Jaya Nomor 3 Tahun 1993 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Daerah Tingkat I Irian Jaya dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 84
Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Daerah Provinsi Papua.
Ditetapkan di Jayapura pada tanggal 30 Desember 2013
GUBERNUR PAPUA, CAP/TTD LUKAS ENEMBE, SIP, MH
Diundangkan di Jayapura pada tanggal 31 Desember 2013 Plt. SEKRETARIS DAERAH PROVINSI PAPUA CAP/TTD T.E.A HERY DOSINAEN, S.IP LEMBARAN DAERAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2013 NOMOR 23
Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya KEPALA BIRO HUKUM
CAP/TTD
ROSINA UPESSY, SH
PENJELASAN
ATAS
PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA
NOMOR 23 TAHUN 2013
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2013 - 2033
I. UMUM
Provinsi Papua adalah Provinsi Irian Jaya yang diberi Otonomi Khusus pada tahun 2001, bagian dari wilayahNegara Kesatuan Republik Indonesia.Pada Tahun 2006 telah terjadi pemekaran daerah sehingga di Tanah Papua terdiri dari 2 (dua) Provinsi yaitu Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat.Wilayah Provinsi Papua berbatasan di sebelah utara denganSamudera Pasifik, di sebelah selatan dengan Laut Arafura, di sebelah baratdengan Provinsi Papua Barat, dan di sebelah timur dengan Negara Papua NewGuinea.Posisi Provinsi Papua secara geografis terletak antara garis koordinat 1000’ LU – 9030’ LS dan 1340 BT – 141005’ BT dengan luas 32.757.044,11ha.Provinsi Papua terdiri atas 28 (dua puluh delapan) kabupaten dan 1 (satu) kotayang memiliki keragaman suku dan lebih dari 250 (duaratus lima puluh) bahasa daerah serta dihuni juga oleh suku-suku lain di Indonesia. Bentang alam Provinsi Papua sangat beragam, mulai dari dataran rendah yang berawa sampai dengan pegununganyang puncaknya diselimuti salju dengan aneka ragam hayati dan ekosistem yang khas.
Provinsi Papua, melalui Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua (UU Otsus), mempunyai dasar hukum yang kuat secara normatif untuk mempercepat kegiatan-kegiatan pembangunan secara mandiri. UU Otsus merupakan kebijakan yang bernilai strategis dalam rangka peningkatan pelayanan, akselerasi pembangunan, dan pemberdayaan seluruh rakyat di Provinsi Papua, terutama orang asli Papua.Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua pada dasarnya adalah pemberian kewenangan yang lebihluas bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk mengatur dan mengurus diri sendiri di dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kewenangan yang lebih luas berarti pula tanggung jawabyang lebih besar bagi Provinsi dan rakyat Papua untuk menyelenggarakan pemerintahan danmengatur pemanfaatan kekayaan alam di Provinsi Papua untuk sebesar-besarnya bagikemakmuran rakyat Papua sebagai bagian dari rakyat Indonesia sesuai dengan ketentuan peraturanperundang-undangan.
Pasal 63 UU Otsus menyatakan bahwa pembangunan di Provinsi Papua dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan, pelestarian lingkungan, manfaat, keadilan dengan memperhatikan RencanaTata Ruang Wilayah (RTRW).RTRW pada dasarnya merupakan hasil perencanaan kesatuan ruang geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional.Dengan demikian, RTRW Provinsi Papua ditempatkan sebagai arahan kebijakan dan strategi pemanfaatan ruang untuk mencapai tujuan pembangunan Papua seperti dinyatakan dalam UU Otsus.
Kewenangan Pemerintah Provinsi Papua untuk menetapkan dan menyelenggarakan penataan ruang tersebut diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Penataan Ruang menyatakan bahwa Pemerintah Daerah Provinsi berwenang dalam melaksanakan penataan ruang wilayah provinsi yang meliputi perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan pengendalian pemanfaatan ruang. Kemudian, Pasal 23 ayat (6) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang menyatakan bahwa penetapan rencana tata ruang wilayah Provinsi diatur dengan Peraturan Daerah;
Ruang wilayah Provinsi Papua, baik sebagai kesatuan wadah yang meliputi ruang darat, ruang laut, dan ruang udara, termasuk ruang di dalam bumi, maupun sebagai sumberdaya, perlu ditingkatkan upaya pengelolaannya secara bijaksana untuk pemenuhan hak-hak dasar orang asli Papua dengan menghargai kesetaraan dan keragaman kehidupan sosial budaya Penduduk Provinsi Papua, serta kelestarian keanekaragaman hayati Papua yang khas dan langka. Dengan demikian, penataan Ruang Wilayah Provinsi Papua ditujukan untuk mewujudkan tata ruang lestari, aman, nyaman dan produktif untuk menjamin kualitas hidup masyarakat dengan memperhatikan kearifan lokal dan karakteristik ekosistem Papua. Tujuan tersebut akan dicapai melalui sembilan kebijakan penataan ruang, yaitu: a) pelestarian dan peningkatan fungsi daya dukung lingkungan hidup dengan
mempertahankan luas minimal 60% (enam puluh persen) kawasan berfungsi lindung dari seluruh wilayah, dan kawasan hutan minimal seluas 90% (sembilan puluh persen) dari seluruh wilayah;
b) pengembangan kegiatan budidaya berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan serta memperhatikan kearifan lokal agar tidak melampaui daya dukung dan daya tampung lingkungan;
c) perlindungan serta peningkatan penghidupan dan eksistensi masyarakat adat dalam sistem perkampungan dan kearifan lokal;
d) pengembangan dan peningkatan fungsi kawasan untuk pengembangan perekonomian yang produktif, efisien, dan mampu bersaing dalam perekonomian nasional maupun internasional;
e) perwujudan upaya pembangunan wilayah perbatasan negara, provinsi, dan lintas kabupaten/kota dengan mempertimbangkan kesejahteraan dan keamanan, keselarasan tata ruang, dan peningkatan fungsi pertahanan dan keamanan negara;
f) pengembangan kawasan tertinggal untuk mengurangi kesenjangan tingkat perkembangan antarkawasan;
g) peningkatan peran kawasan perkotaan sebagai pusat kegiatan yang berkembang secara berimbang dan berjenjang;
h) peningkatan infrastruktur wilayah dalam mendukung peran pusat kegiatan dan pelayanan masyarakat; dan
i) pengembangan kawasan yang diprioritaskan pengelolaannya dari sudut pandang ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup dan kawasan lainnya.
Penataan ruang wilayah Provinsi Papua akan digunakan sebagai pedoman dalam penyusunan program pembangunan 20 (dua puluh) tahunan, 5 (lima) tahunan dan program pembangunan tahunan, serta sebagai rujukan/referensi Kabupaten/Kota dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota. Dengan demikian, Peraturan Daerah Provinsi ini, antara lain, memuat ketentuan pokok sebagai berikut: a) Rencana Struktur Ruang Wilayah yang terdiri dari: Rencana Sistem Pusat Kegiatan, Sistem
Jaringan Prasarana Utama, dan Rencana Pengembangan Jaringan Prasarana Lainnya b) Rencana Pola Ruang Wilayah Provinsi yang terdiri dari Rencana Kawasan Lindung dan
Rencana Kawasan Budi Daya c) Penetapan Kawasan strategis terdiri atas: kawasan strategis nasional; dan kawasan strategis
provinsi. d) pelaksanaan penataan ruang yang mencakup perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang,
dan pengendalian pemanfaatan ruang pada semua tingkat pemerintahan; e) ketentuan sanksi administratif dan sanksi pidana sebagai dasar untuk penegakan hukum
dalam penyelenggaraan penataan ruang; f) penyidikan, yang mengatur tentang penyidik pegawai negeri sipil beserta wewenang dan
mekanisme tindakan yang dilakukan; g) Kelembagaan: e. pengawasan penataan ruang yang mencakup pengawasan terhadap kinerja
pengaturan, pembinaan, dan pelaksanaan penataan ruang, termasuk pengawasan terhadap kinerja pemenuhan standar pelayanan minimal bidang penataan ruang melalui kegiatan pemantauan, evaluasi, dan pelaporan;
h) hak, kewajiban, dan peran masyarakat dalam penyelenggaraan penataan ruang untuk menjamin keterlibatan masyarakat, termasuk masyarakat adat dalam setiap proses penyelenggaraan penataan ruang;
i) Jangka waktu RTRW Provinsi adalah 20 (dua puluh) tahun yaitu tahun 2012 – 2032 dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun; dan
j) Pencabutan pemberlakuan Peraturan Daerah Nomor : 3 Tahun 1993 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi (RTRW) Daerah Tk. I Irian Jaya
II. PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Cukup jelas
Pasal 2 Cukup jelas
Pasal 3 Cukup jelas
Pasal 4 Cukup jelas
Pasal 5 Yang dimaksud dengan “kebijakan penataan ruang wilayah provinsi” adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi garis besar dan dasar dalam pemanfaatan ruang darat, laut, dan udaratermasuk ruang di dalam bumi untuk mencapai tujuan penataan ruang.
Pasal 6
Ayat (1) Yang dimaksud dengan “strategi penataan ruang wilayah provinsi” adalah langkah-langkah pelaksanaan kebijakan penataan ruang.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Pengembangan perekonomian yang produktif dan efisien diperlukan untuk kesejahteraan masyarakat, dengan tetap mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan dan kehati-hatian.
Ayat (5) Cukup jelas
Ayat (6) Strategi pengembangan kawasan tertinggal semata-mata ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dasar masyarakat, terutama pendidikan dan kesehatan. Di samping itu, pengembangan kawasan tertinggal ditujukan untuk membuka aksesibilitas bagi pengembangan ekonomi, dengan tetap mengedepankan prinsip pembangunan berkelanjutan. Upaya membuka akses, perlu memperhatikan keberadaan kawasan lindung, kawasan ekosistem rentan, dan kawasan rawan bencana yang teridentifikasi pada saat penyusunan studi kelayakan pembangunannya.
Ayat (7) Cukup jelas
Ayat (8) Peningkatan infrastruktur wilayah lebih diutamakan pada pengembangan jaringan prasarana transportasi sungai, danau, laut, dan udara. Pembangunan dan peningkatan jaringan jalan harus memperhatikan keberadaan kawasan lindung, kawasan ekosistem rentan, dan kawasan rawan bencana, yang akan teridentifikasi pada saat penyusunan studi kelayakan pembangunan jalan.
Ayat (9) Cukup jelas.
Pasal 7 Cukup jelas
Pasal 8 Cukup jelas
Pasal 9 Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1) Cukup jelas
Ayat (2) PKN promosi Biak, Wamena, dan Merauke perlu dipacu pengembangannya dalam rangka keseimbangan wilayah utara, tengah, dan selatan.
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) PKW Bade sebagaimana ditetapkan dalam RTRW Nasional dinilai kurang tepat dari aspek ketersediaan prasarana dan sarana, serta potensi perkembangan perkotaan secara keseluruhan. Oleh karenanya diusulkan Kepi sebagai PKW promosi yang memiliki tingkat perkembangan serta potensi lebih baik.
Ayat (5) Cukup jelas
Ayat (6) Cukup jelas
Ayat (7) Cukup jelas
Pasal 11 Cukup jelas
Pasal 12
Cukup jelas Pasal 13
Cukup jelas
Pasal 14 Ayat (1)
Pengembangan jalan nasional dan provinsi akan dilakukan secara bertahap sesuai dengan pembangunan Provinsi Papua. Keberadaan kawasan lindung, kawasan ekosistem rentan, dan kawasan rawan bencana akan teridentifikasi pada saat penyusunan studi kelayakan pembangunan jalan nasional dan provinsi.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 15 Cukup jelas
Pasal 16
Cukup jelas
Pasal 17 Cukup jelas
Pasal 18 Cukup jelas
Pasal 19 Cukup jelas
Pasal 20 Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22 Cukup jelas
Pasal 23 Cukup jelas
Pasal 24
Cukup jelas
Pasal 25 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Cukup jelas Ayat (5)
Cukup jelas Ayat (6)
Pengembangan jaringan irigasi perlu mempertimbangkan lahan pertanian pangan berkelanjutan yang telah ditetapkan.
Pasal 26
Cukup jelas Pasal 27
Cukup jelas
Pasal 28 Cukup jelas
Pasal 29 Cukup jelas
Pasal 30 Cukup jelas
Pasal 31
Cukup jelas Pasal 32
Cukup jelas Pasal 33
Cukup jelas Pasal 34
Cukup jelas Pasal 35
Cukup jelas Pasal 36
Cukup jelas
Pasal 37 Cukup jelas
Pasal 38 Cukup jelas
Pasal 39 Huruf a
Hutan Produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
Huruf b Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas Huruf b
Cukup jelas Huruf c
Hutan produksi yang dapat dikonversi yang selanjutnya disebut HPK adalah kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi pembangunan di luar kegiatan kehutanan.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Cukup jelas
Pasal 43 Ayat (1)
Cukup jelas Ayat (2)
Cukup jelas Ayat (3)
Cukup jelas Ayat (4)
Industri perikanan merupakan bagian dari pengembangan kawasan minapolitan, yakni suatu bagian wilayah yang mempunyai fungsi utama ekonomi yang terdiri dari sentra produksi, pengolahan, pemasaran komoditas perikanan, pelayanan jasa, dan/atau kegiatan pendukung lainnya.
Pasal 44
Cukup jelas
Pasal 45 Cukup jelas
Pasal 46 Cukup jelas
Pasal 47 Cukup jelas
Pasal 48
Yang dimaksud dengan “kawasan peruntukan lainnya” adalah kawasan yang diperuntukkan untuk kegiatan tertentu.
Pasal 49
Ayat (1) Kawasan strategis merupakan kawasan yang di dalamnya berlangsung kegiatan yang mempunyai pengaruh minimal terhadap : a. ruang di wilayah kabupaten dan sekitarnya; b. kegiatan lain di bidang yang sejenis dan kegiatan di bidang lainnya; dan/atau c. peningkatan kesejahteraan masyarakat. Nilai strategis diukur berdasarkan aspek eksternalitas, akuntabilitas, dan efisiensi penanganan kawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang tentang Penataan Ruang.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 50
Cukup jelas
Pasal 51 Cukup jelas
Pasal 52
Cukup jelas
Pasal 53
Ayat (1) Kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi ditetapkan dengan kriteria : a. memiliki potensi ekonomi cepat tumbuh; b. memiliki sektor unggulan yang dapat menggerakkan pertumbuhan ekonomi; c. memiliki potensi ekspor; d. didukung jaringan prasarana dan fasilitas penunjang kegiatan ekonomi; e. memiliki kegiatan ekonomi yang memanfaatkan teknologi tinggi; f. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi pangan dalam rangka
mewujudkan ketahanan pangan; g. berfungsi untuk mempertahankan tingkat produksi sumber energi dalam rangka
mewujudkan ketahanan energi; atau h. ditetapkan untuk mempercepat pertumbuhan kawasan tertinggal.
Ayat (2) Cukup jelas
Pasal 54
Ayat (1) Kawasan strategis dari sudut kepentingan aspek sosial budaya ditetapkan dengan kriteria : a. merupakan tempat pelestarian dan pengembangan adat istiadat ataubudaya; b. merupakan prioritas peningkatan kualitas sosial dan budaya; c. merupakan aset yang harus dilindungi dan dilestarikan; d. merupakan tempat perlindungan peninggalan budaya; e. memberikan perlindungan terhadap keanekaragaman budaya; atau f. memiliki potensi kerawanan terhadap konflik sosial.
Pasal 55
Ayat (1) Kawasan strategis dari sudut kepentingan aspek fungsi dan daya dukung lingkungan hidup ditetapkan dengan kriteria : a. tempat perlindungan keanekaragaman hayati; b. kawasan lindung yang ditetapkan bagi perlindungan ekosistem, flora dan/atau fauna
yang hampir punah atau diperkirakan akan punah yang harus dilindungi dan/atau dilestarikan;
c. kawasan yang memberikan perlindungan keseimbangan tata guna air yang setiap tahun berpeluang menimbulkan kerugian;
d. kawasan yang memberikan perlindungan terhadap keseimbangan iklim makro; e. kawasan yang menuntut prioritas tinggi peningkatan kualitas lingkungan hidup; f. kawasan rawan bencana alam; atau g. kawasan yang sangat menentukan dalam perubahan rona alam dan mempunyai
dampak luas terhadap kelangsungan kehidupan. Ayat (2)
Cukup jelas Pasal 56
Cukup jelas Pasal 57
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1) Indikasi program utama menggambarkan kegiatan yang harus dilaksanakan untukmewujudkan rencana struktur ruang dan pola ruang wilayah provinsi. Selain itu, jugaterdapat kegiatan lain, baik yang dilaksanakan sebelumnya, bersamaan dengan, maupunsesudahnya, yang tidak disebutkan dalam Peraturan Daerah ini.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 59
Cukup jelas
Pasal 60 Cukup jelas
Pasal 61 Ayat (1)
Peraturan zonasi merupakan ketentuan-ketentuan yang bertujuan untuk mengarahkan pemanfaatan ruang pada kawasan yang diatur. Naskah aturan (zoning text) dan peta aturan (zoning map) dtetapkan dengan Peraturan Daerah tersendiri.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 62
Ayat (1) Yang dimaksud dengan arahan perizinan adalah perizinan yang terkait dengan izin pemanfaatan ruang yang menurut ketentuan peraturan perundang-undangan harus dimiliki sebelum pelaksanaan pemanfaatan ruang. Izin dimaksud adalah izin lokasi/fungsi ruang, amplop ruang, dan kualitas ruang.
Ayat (2) Cukup jelas
Ayat (3) Cukup jelas
Ayat (4) Cukup jelas
Pasal 63
Ayat (1) Insentif dapat diberikan antar pemerintah daerah yang saling berhubungan berupa subsidi silang dari daerah yang penyelenggaraan penataan ruangnya memberikan dampak kepada daerah yang dirugikan, atau antara pemerintah dan swasta dalam hal pemerintah memberikan preferensi kepada swasta sebagai imbalan dalam mendukung perwujudan rencana tata ruang
Ayat (3) Disinsentif berupa pengenaan pajak yang tinggi dapat dikenakan untuk pemanfaatan ruang yang tidak sesuai rencana tata ruang melalui penetapan nilai jual objek pajak (NJOP) dan nilai jual kena pajak (NJKP) sehingga pemanfaat ruang membayar pajak lebih tinggi.
Ayat (3) Penerapan insentif atau disinsentif secara terpisah dilakukan untuk perizinan skala kecil/individual sesuai dengan peraturan zonasi, sedangkan penerapan insentif dan disinsentif secara bersamaan diberikan untuk perizinan skala besar/kawasan karena dalam skala besar/kawasan dimungkinkan adanya pemanfaatan ruang yang dikendalikan dan didorong pengembangannya secara bersamaan.
Ayat (4) Cukup jelas
Ayat (5) Cukup jelas
Ayat (6) Cukup jelas
Pasal 64
Cukup jelas Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66 Cukup jelas
Pasal 67 Cukup jelas
Pasal 68 Cukup jelas
Pasal 69 Cukup jelas
Pasal 70 Cukup jelas
Pasal 71 Cukup jelas
Pasal 72 Cukup jelas
Pasal 73 Cukup jelas
Pasal 74 Cukup jelas
Pasal 75 Cukup jelas
Pasal 76 Cukup jelas
Pasal 77 Cukup jelas
Pasal 78 Cukup jelas
Pasal 79 Cukup jelas
Pasal 80 Cukup jelas
Pasal 81 Cukup jelas
Pasal 82 Cukup jelas
Pasal 83 Cukup jelas
Pasal 84 Cukup jelas
((
((
((((
((
(( ((
((
((
((
((
((((((
((
((
((
((((
((((
(( ((
((
((
((
((
((
((
!(
o
o
o
o
o
o
o
o
r
Î
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
bb
bbb
b
bb
bbbb
b
bb
b
b
b
b
bbb
bbbbbbbbbb
b
b
b
b
bbbb
b
bbbbbb
b
b
b
b
b
¶")
*
¶¶ #*
¶
¶*¶
¶
")
")
*
#*
¶
¶
¶¶
¶¶
¶ ¶
¶*¶
¶¶
¶
¶
¶
¶¶¶
¶
¶ ¶
¶
¶
¶¶¶¶
¶
¶¶
¶
¶
¶
¶
¶
")
#*")
*
¶
*
#*
*
¶¶
¶
¶
¶
¶¶
¶
h
h
h
hhh
h
hh
h h
h
h
h
h
h
h
h
h
h
ÎÎÎÎÎÎÎÎÎ
ÎÎÎ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿÿ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿÿ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
ÿ
[
[
[[[
[[
[[
[
[
[[
[
[
[
[
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(Î( Î(
Î(Î(Î(Î(
Î(Î(Î( Î(Î(Î(
Î(
Î( Î(Î(
Î(
Î(
Î(Î(
Î(
Î(Î(
Î(Î(Î(Î(Î(Î(
Î(
Î(
Î(Î(Î(
Î(
Î(
Î(
Î(Î(
Î( Î(Î(Î(
Î(Î(Î(
Î(Î(
Î(Î(
Î(
Î(
Î(
o
o
o
o
oo
o
o o
o
oo
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
oo
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
oo
oo o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
oo
o
o
o
o
o
o
o
oo
o
o
oo
o
o
o
o
o
o
o
o
oo
oo
oo
o
o
o
o
o
oo
o oo
o
o
o
o
o
o oo
o
o o
o
o
o
o
o
o
oo
o
oo
oo
oo
o
o
o
oo
o
o
o
oooo
o o
ooo
o o
o
o
o
o
o o
o o
o
o
o
o
o o
oo
o
oo
o o
o
o
o
oo
o
o
oo
o
o o
ooo
o
o
o oo
o
oo ooo
o
o o
o
o
o
oo
ooo
o
o
o
oo
o
o
oo
o
oo
o
oo o
o o
o
o
o
o
o
oo
oo
o
oo
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
o
ooo
o
oo
o
o
o
oo
o
o
o
Î
ÎÎ
Î
Î
ÎÎ
Î
Î Î
Î
PROVINSI PAPUA BARAT
KEPI
TIOM
BIAK
WARIS
Agats
DEKAI
ILAGA
MULIA
SARMISERUI
KENYAMTIMIKA
WAMENA
ELELIMSUGAPA
NABIRE
BOTAWA BURMESO
MERAUKE
OKSIBIL
WAGHETE
KOBAKMA
SENTANI
KARUBAGA
KIGAMANI ENAROTALI
TANAH MERAH
SORENDEWERI
KOTA JAYAPURA
L A U T A R A F U R U
S A M U D E R A P A S I F I K
Teluk Cook
Teluk PisangTeluk Koperapok
Teluk Flaminggo
Selat Yapen
Teluk SareraTeluk Maffin Teluk Walcknaer
Teluk Sorendiweri
141°0'0"E138°0'0"E135°0'0"E132°0'0"E
0°0'0"
3°0'0"
S6°0
'0"S
9°0'0"
S
129,561554 132,709181 135,856808 139,004435
-9,22
9945
-6,08
2318
-2,93
4691
0,212
936
LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2013 - 2033
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)PROVINSI PAPUA
TAHUN 2013 - 2033
PETARENCANA STRUKTUR RUANG
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA
SKALA
LEGENDA :Ibukota
Sistem Jaringan Prasarana UtamaRENCANA STRUKTUR RUANG
GUBERNUR PAPUA,
LUKAS ENEMBE, SIP, MHCAP/TTD
Sumber :1. Peta Rupa Bumi Indonesia, 1:250.000, Bakosurtanal, 20042. Pemerintah Provinsi Provinsi Papua, 20093. Peta Kawasan Hutan Provinsi Papua (Kepmenhut Nomor : SK.782/Menhut-II/2012, Tanggal 27 Desember 2012 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 891/KPTS-II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah provinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya seluas 42.224.840 Ha.4. Hasil Analisis Tim RTRW Provinsi Papua, 2013
2U
Administrasi
Sistem Perkotaan
Perairan
Proyeksi Transverse MercatorSistem Grid Grid Geografi dan Grid Transverse MercatorDatum Horisontal WGS 1984 Zona 53S
:::
1:6.500.000
0 75 150 225 30037,5Km
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH( BAPPEDA )
PROVINSI PAPUA
I N D O N E S I A
PROVINSI PAPUA
Sistem Jaringan Transportasi Darat
Sistem Jaringan Transportasi Udara
Sistem Jaringan Transportasi Laut
Ibukota ProvinsiIbukota KabupatenTapal Batas
Batas NegaraBatas ProvinsiBatas Kabupatenb
!(((
Sistem Jaringan Prasarana LainnyaSistem Jaringan Energi Listrik
Î
Î
Î
ÎÎ
ÎÎ
Î Î
ÎÎ
ζ
¶
*
Sistem Jaringan Sumberdaya Air
Sistem Pusat Kegiatan
Garis PantaiDanauSungai
Laut
Jalan Nasional - Arteri Primer - Kolektor PrimerJalan Provinsi - Kolektor Primer Jalan Eksisting Transportasi Sungai Transportasi Danau
PKSNPKSNpPKL
#*#*¶
")")**
PKNPKNpPKWPKWp
PLTAPLTUPLTG
ÿÿÿ
Terminal Tipe ATerminal Tipe BPelabuhan SungaiDermaga Danau
Î
Î
hh
Jaringan sda Lintas NegaraJaringan sda Lintas ProvinsiJaringan Irigasi[ [
[ [
Pelabuhan UtamaPelabuhan PengumpulPelabuhan PengumpanPelabuhan Khusus
Î(Î(
Î
Î(
- Bandara Pengumpul Pelayanan Secunder- Bandara Pengumpul Pelayanan Tersier
o
o
- Rencana Bandara Pengumpul- Bandara Pengumpan
r
o
Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinyaKEPALA BIRO HUKUM
ROSINA UPESSY, SHCAP/TTD
RENCANA PUSAT KEGIATAN LOKAL PROVINSI PAPUA.
No. Provinsi Papua P K L
1. Kab. Jayapura Genyem
Waiya Ongan Jaya
2. Kab. Nabire Topo Karadiri
3. Kab. Mimika Mimika Baru Mimika Barat Jauh
4. Kab. Biak Numfor Andei Yomdori Ofdori Yemburu Pasi
5. Kab. Mappi Obaa Assue Miyamur Citak Mitak
6. Kab. Yahukimo Dekai Obalma Yahulikma
7. Kab. Merauke Wanam Okaba Harapan Makmur
8. Keerom Waris Senggi
9. Puncak Jaya Mulia
Lampiran II : Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor : 23 Tahun 2013 Tanggal : 30 Desember 2013
No. Provinsi Papua P K L
10. Jayawijaya Yiwika
Kimbim
11. Kep. Yapen Serui Angkaisera Ambai Wonawa Yobi 12. Paniai Enarotali
13. Boven Digoel Tanah Merah
Mindiptanah Getentiri Kouh Bomakiah 14. Asmat Agats
Atsy Tomor Kamur 15. Pegunungan Bintang Oksibil;
Teiraplu 16. Tolikara Kaubaga
17. Sarmi Bonggo
18. Waropen Botawa
Koweda Dokis 19. Supiori Sorendeweri
20. Mamberamo Raya Kasonaweja
Dabra 21. Mamberamo Tengah Kobakma
No. Provinsi Papua P K L
22. Yalimo Elelim
Abenaho 23. Lany Jaya Tiom
24. Nduga Kenyam
25. Puncak Ilaga
26. Dogiyai Kigamani
27. Intan Jaya Sugapa
28. Deiyai Waghete
Kapiraya
GUBERNUR PAPUA,
CAP/TTD LUKAS ENEMBE, SIP, MH
Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM
CAP/TTD
ROSINA UPESSY, SH
1 RING ROAD JAYAPURA - SENTANI (LINGKAR DALAM) KOLEKTOR PRIMER NASIONAL2 HOLTEKANG - KOYA - SKOW/BATAS PNG KOLEKTOR PRIMER NASIONAL3 BONGRANG - DEPAPRE KOLEKTOR PRIMER NASIONAL4 NIMBONTONG - LEREH - TENGON KOLEKTOR PRIMER NASIONAL5 WARUMBAIM - GENYEM KOLEKTOR PRIMER NASIONAL6 SARMI - ARBAIS KOLEKTOR PRIMER NASIONAL7 SARMI - KASONAWEJA KOLEKTOR PRIMER NASIONAL8 BAGUSA - KELAPA DUA KOLEKTOR PRIMER NASIONAL9 SP3 - GESA - BARAPASI - WAROPEN (KALIBARU) KOLEKTOR PRIMER NASIONAL10 WAPOGA - INGERUS - OTODEMO KOLEKTOR PRIMER NASIONAL11 LAGARI - WAPOGA - BOTAWA - KALIBARU KOLEKTOR PRIMER NASIONAL12 KIMIBAY - BTS. KOTA NABIRE KOLEKTOR PRIMER NASIONAL13 ABEPURA - ARSO KOLEKTOR PRIMER NASIONAL14 ARSO - WARIS KOLEKTOR PRIMER NASIONAL15 YETTI - UBRUB - OKSIBIL KOLEKTOR PRIMER NASIONAL16 MERAUKE - JAGEBOB - ERAMBU KOLEKTOR PRIMER NASIONAL17 OKABA - WANAM KOLEKTOR PRIMER NASIONAL18 WANAM - NAKIAS - KALIKI KOLEKTOR PRIMER NASIONAL19 BADE - TAGA EMON - MUR (KEPPI - MERAUKE) KOLEKTOR PRIMER NASIONAL20 WAEMEANAM- SUMURAMAN KOLEKTOR PRIMER NASIONAL21 HABEMA - TIOM KOLEKTOR PRIMER NASIONAL22 BATAS KOTA WAMENA - PIRAMID KOLEKTOR PRIMER NASIONAL23 PIRAMID - TIOM KOLEKTOR PRIMER NASIONAL24 BATAS BATU - DERMAGA MUMUGU KOLEKTOR PRIMER NASIONAL25 KENYAM - GEAREK - PASIR PUTIH - SURU SURU - DEKAI KOLEKTOR PRIMER NASIONAL26 TIOM - MULIA KOLEKTOR PRIMER NASIONAL27 USULIMU - KARUBAGA KOLEKTOR PRIMER NASIONAL28 MULIA/BTS. KAB. TOHERU/P. JAYA - KARUBAGA - ILLU - KARUBAGA KOLEKTOR PRIMER NASIONAL29 ILAGA - MULIA - KARUBAGA - BOKONDINI KOLEKTOR PRIMER NASIONAL30 MULIA - MEWULOK - SINAK KOLEKTOR PRIMER NASIONAL31 SUMO - HOLUWON - MUGI (BATAS JAYAWIJAYA) KOLEKTOR PRIMER NASIONAL32 LOGPOND - SUATOR KOLEKTOR PRIMER NASIONAL33 TIMIKA - MAPURUJAYA - POMAKO II KOLEKTOR PRIMER NASIONAL34 POTOWAIBURU - TIMIKA KOLEKTOR PRIMER NASIONAL35 WAGETE - POTOWAIBURU KOLEKTOR PRIMER NASIONAL36 ENAROTALI - WAGETE KOLEKTOR PRIMER NASIONAL37 LOG CENTER - POWER STATION - URUMUKA KOLEKTOR PRIMER NASIONAL38 WAENA - ARSO V KOLEKTOR PRIMER PROVINSI39 ARSO XIV - SAWIA - KWARJA KOLEKTOR PRIMER PROVINSI40 USKU - KESNAR KOLEKTOR PRIMER PROVINSI41 UBRUB - KIWIROK KOLEKTOR PRIMER PROVINSI42 KIWIROK - BATOM KOLEKTOR PRIMER PROVINSI43 BATOM - OKSIBIL KOLEKTOR PRIMER PROVINSI44 PIRAMID - BOLAKME KOLEKTOR PRIMER PROVINSI45 BOLAKME - KELILA -BOKONDINI KOLEKTOR PRIMER PROVINSI46 TIOM - MAKI - BOLAKME KOLEKTOR PRIMER PROVINSI47 KOBAKMA - WOLO KOLEKTOR PRIMER PROVINSI48 MANDA - WOLO KOLEKTOR PRIMER PROVINSI49 ELELIM - WITLANGGO - MAMBERAMO TENGAH KOLEKTOR PRIMER PROVINSI50 BATAS KOTA MERAUKE - KUMBE - BIAN - OKABA KOLEKTOR PRIMER PROVINSI51 KUPRIK - JAGEBOB - ERAMBU KOLEKTOR PRIMER PROVINSI52 ARIMBET - MAJU - BUKIT - UJUNG - KAWOR KOLEKTOR PRIMER PROVINSI53 WAROPKO - KAWOR KOLEKTOR PRIMER PROVINSI54 KAWOR - IWUR KOLEKTOR PRIMER PROVINSI55 IWUR - OKSIBIL KOLEKTOR PRIMER PROVINSI56 KOTA BARU - ECI - SENGGO KOLEKTOR PRIMER PROVINSI57 DUNTEK - MUNAYEPA/IYEI KOLEKTOR PRIMER PROVINSI58 MAATADI - DIGIKEBO KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
Lampiran III : Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor : 23 Tahun 2013 Tanggal : 30 Desember 2013
RENCANA RUAS JALAN PROVINSI PAPUA
NO RUAS JALAN STATUS JALANFUNGSI JALAN
NO RUAS JALAN STATUS JALANFUNGSI JALAN
59 ENAROTALI SUGAPA KOLEKTOR PRIMER PROVINSI60 SUGAPA - HITADIPA - ILAGA KOLEKTOR PRIMER PROVINSI61 BOTAWA - WAPOGA KOLEKTOR PRIMER PROVINSI62 WAPOGA - INGERUS KOLEKTOR PRIMER PROVINSI63 INGERUS - OTODEMO KOLEKTOR PRIMER PROVINSI64 OTODEMO - WOLANI KOLEKTOR PRIMER PROVINSI65 DEKAI - SERENDALA KOLEKTOR PRIMER PROVINSI66 DEKAI - LOGPOND - PATTIPI KOLEKTOR PRIMER PROVINSI
Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinyaKEPALA BIRO HUKUM
CAP/TTDROSINA UPESSY, SH
GUBERNUR PAPUA,
LUKAS ENEMBE, SIP, MHCAP/TTD
1. Pelabuhan Waren Kabupaten Waropen2. Pelabuhan Koweda Kabupaten Waropen3. Pelabuhan Nau Kabupaten Waropen4. Pelabuhan Bagusa Kabupaten Mamberamo Raya5. Pelabuhan Poiway Kabupaten Mamberamo Raya6. Pelabuhan Danau Rombebai Kabupaten Mamberamo Raya7. Pelabuhan Teba Kabupaten Mamberamo Raya8. Pelabuhan Burmeso Mamberamo Raya9. Pelabuhan Anus Kabupaten Sarmi10. Pelabuhan Armo Kabupaten Sarmi11. Pelabuhan Jamna Kabupaten Sarmi12. Pelabuhan Wakde Kabupaten Sarmi13. Pelabuhan Liki Kabupaten Sarmi14. Pelabuhan Moor Kabupaten Nabire15. Pelabuhan P. Mambor Kabupaten Nabire16. Pelabuhan Napan Kabupaten Nabire17. Pelabuhan Wapoga Kabupaten Kepulauan Yapen18. Pelabuhan Wooi Kabupaten Kepulauan Yapen19. Pelabuhan Poom Kabupaten Kepulauan Yapen20. Pelabuhan Kaipuri Kabupaten Kepulauan Yapen21. Pelabuhan Dawai Kabupaten Kepulauan Yapen22. Pelabuhan Miosnum Kabupaten Kepulauan Yapen23. Pelabuhan Kurudu Kabupaten Kepulauan Yapen24. Pelabuhan Angkaisera Kabupaten Kepulauan Yapen25. Pelabuhan Ansus Kabupaten Kepulauan Yapen26. Pelabuhan Randawaya Kabupaten Kepulauan Yapen27. Pelabuhan Mapia Kabupaten Supiori28. Pelabuhan Korido Kabupaten Supiori29. Pelabuhan Insobabi Kabupaten Supiori30. Pelabuhan Miosbepondi Kabupaten Supiori31. Pelabuhan Sowek Kabupaten Supiori32. Pelabuhan Sabarmiokre Kabupaten Supiori33. Pelabuhan Jenggerbun Kabupaten Supiori34. Pelabuhan Agats Kabupaten Asmat35. Pelabuhan Suator Kabupaten Asmat36. Pelabuhan Sagoni Kabupaten Asmat37. Pelabuhan Eci Kabupaten Asmat38. Pelabuhan Kanawi Kabupaten Asmat39. Pelabuhan Jinak Kabupaten Asmat40. Pelabuhan Binam Kabupaten Asmat41. Pelabuhan Akat Kabupaten Asmat42. Pelabuhan Yamas Kabupaten Asmat43. Pelabuhan Sawaerma Kabupaten Asmat44. Pelabuhan Atsy Kabupaten Asmat45. Pelabuhan Bayun Kabupaten Asmat46. Pelabuhan Mumugu Kabupaten Asmat
Lampiran IV : Peraturan Daerah Provinsi Papua
Tanggal : 30 Desember 2013 Nomor : 23 Tahun 2013
PELABUHAN PENGUMPAN PROVINSI PAPUA
NO NAMA PELABUHAN LOKASI
47. Pelabuhan Boma Kabupaten Mappi48. Pelabuhan Ikisi Kabupaten Mappi49. Pelabuhan Kepi Kabupaten Mappi50. Pelabuhan Mur Kabupaten Mappi51. Pelabuhan Tagemon Kabupaten Mappi52. Pelabuhan Senggo Kabupaten Mappi53. Pelabuhan Asiki Kabupaten Boven Digoel54. Pelabuhan Ampera Kabupaten Boven Digoel
55. Pelabuhan Tanah Merah Kabupaten Boven Digoel56. Pelabuhan Gatentiri Kabupaten Boven Digoel57. Pelabuhan Wanam Kabupaten Boven Digoel58. Pelabuhan Subur Kabupaten Boven Digoel59. Pelabuhan Kimaam Kabupaten Merauke60. Pelabuhan Kumbe Kabupaten Merauke61. Pelabuhan Saribi Kabupaten Biak Numfor62. Pelabuhan Manggari Kabupaten Biak Numfor63. Pelabuhan Bromsi Kabupaten Biak Numfor64. Pelabuhan Tiptop Kabupaten Biak Numfor65. Pelabuhan Owi Kabupaten Biak Numfor66. Pelabuhan Bosnik Kabupaten Biak Numfor67. Pelabuhan Hiripau Kabupaten Mimika68. Pelabuhan Kokonao Kabupaten Mimika69. Pelabuhan Keakwa Kabupaten Mimika
GUBERNUR PAPUA,CAP/TTD
LUKAS ENEMBE, SIP, MH
Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinyaKEPALA BIRO HUKUM
ROSINA UPESSY, SH
NO NAMA PELABUHAN LOKASI
- 2 -
1. Bandara Tanah Merah Boven Digoel2. Bandara Patriot Boven Digoel3. Bandara Bomakia Boven Digoel4. Bandara Mindiptana Boven Digoel5. Bandara Yaniruma Boven Digoel6. Bandara Kepi Mappi7. Bandara Senggo Mappi8. Bandara Bade Mappi9. Bandara Kamur Asmat10. Bandara Ewer Asmat11. Bandara Oksibil Pegunungan Bintang12. Bandara Batom Pegunungan Bintang13. Bandara Borme Pegunungan Bintang14. Bandara Aboy Pegunungan Bintang15. Bandara Luban Pegunungan Bintang16. Bandara Abmisibil Pegunungan Bintang17. Bandara Bime Pegunungan Bintang18. Bandara Teraplu Pegunungan Bintang19. Bandara Mulia Puncak Jaya20. Bandara ilu Puncak Jaya21. Bandara Fawi Puncak Jaya22. Bandara Derpos Puncak Jaya23. Bandara Torere Puncak Jaya24. Bandara Iratoi Puncak Jaya25. Bandara Sinak Puncak 26. Bandara ilaga Puncak 27. Bandara Beoga Puncak 28. Bandara Agandugume Puncak 29. Bandara Karubaga Tolikara30. Bandara Tayeve II Tolikara31. Bandara Bokondini Tolikara32. Bandara Mamit Tolikara33. Bandara Waghete Deiyai34. Bandara Mararena Sarmi35. Bandara Senggi Keerom36. Bandara Sudjarwo Tjondronegoro Kepulauan Yapen37. Bandara Kamanap Kepulauan Yapen38. Bandara Botawa Waropen39. Bandara Baudi Mamberamo Raya40. Bandara Dabra Mamberamo Raya41. Bandara Sikari (a) Mamberamo Raya42. Bandara (b) Mamberamo Raya43. Bandara Tiom Lani Jaya44. Bandara Sugapa Intan Jaya45. Bandara Enarotali Paniai46. Bandara Obano Paniai47. Bandara Moanamani Dogiyai48. Bandara Yemburwo Biak Numfor49. Bandara Numfor Biak Numfor50. Bandara Pagai Kab. Jayapura51. Bandara Kimaam Merauke52. Bandara Muting Merauke53. Bandara Okaba Merauke54. Bandara Wanam Merauke55. Bandara Kokonao Mimika
Lampiran V : Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor : 23 Tahun 2013 Tanggal : 30 Desember 2013
BANDAR UDARA PENGUMPAN PROVINSI PAPUA
NO NAMA BANDARA LOKASI
56. Bandara Jila Mimika57. Bandara Ugimuga Mimika58. Bandara Potowai Mimika59. Bandara Alama Mimika60. Bandara Jita Mimika61. Bandara Agimuga Mimika62. Bandara Elelim Yalimo63. Bandara Benawa Yalimo64. Bandara sobaham Yahukimo65. Bandara Ninia Yahukimo66. Bandara Sumo Yahukimo
67. Bandara Nalca Yahukimo68. Bandara Seradala Yahukimo69. Bandara Kirihi Waropen70. Bandara Botawa Waropen71. Bandara Sinalok Mimika72. Bandara Senggi Keerom73. Bandara Kuyawage Lani Jaya74. Bandara Tsinga Mimika75. Bandara Arwanop Mimika76. Bandara Anggruk Yahukimo77. Bandara Kenyam Nduga78. Bandara Megambilis Mamberamo Tengah79. Bandara Kobakma Mamberamo Tengah
GUBERNUR PAPUA,CAP/TTD
LUKAS ENEMBE, SIP,MH
Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinyaKEPALA BIRO HUKUM
ROSINA UPESSY, SH
NO NAMA BANDARA LOKASI
((
((
((((
((
(( ((
((
((
((
((
((((((
((
((
((
((((
((((
(( ((
((
((
((
((
((
((
!(
o
o
o
o
o
o
o
o
r
Î
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
bb
bbb
b
bb
bbbb
bbb
b
b
b
b
bbb
bbbbbbbbbb
b
b
b
b
bbbbb
bbbbbb
b
b
b
b
b
PROVINSI PAPUA BARAT
KEPI
TIOM
BIAK
WARIS
Agats
DEKAI
ILAGA
MULIA
SARMISERUI
KENYAMTIMIKA
WAMENA
ELELIMSUGAPA
NABIRE
BOTAWA BURMESO
MERAUKE
OKSIBIL
WAGHETE
KOBAKMA
SENTANI
KARUBAGA
KIGAMANI ENAROTALI
TANAH MERAH
SORENDEWERI
KOTA JAYAPURA
L A U T A R A F U R U
S A M U D E R A P A S I F I K
Teluk Cook
Teluk PisangTeluk Koperapok
Teluk Flaminggo
Selat Yapen
Teluk SareraTeluk Maffin Teluk Walcknaer
Teluk Sorendiweri
141°0'0"E138°0'0"E135°0'0"E132°0'0"E
0°0'0"
3°0'0"
S6°0
'0"S
9°0'0"
S
129,634745 132,782372 135,929999 139,077626
-9,29
0602
-6,14
2975
-2,99
5348
0,152
280
LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2013 - 2033
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)PROVINSI PAPUA
TAHUN 2013 - 2033
PETARENCANA POLA RUANG
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA
SKALA
LEGENDA :Administrasi
Kawasan BudidayaRENCANA POLA RUANG
GUBERNUR PAPUA,
LUKAS ENEMBE, SIP, MHCAP/TTD
2U
Perairan
Kawasan Lindung
TransportasiIbukota ProvinsiIbukota KabupatenBatas NegaraBatas ProvinsiBatas KabupatenTapal Batasb
!(((
Garis PantaiDanauSungai
Laut JalanBandara Pengumpul Pelayanan SecunderBandara Pengumpul Pelayanan Secunder(Usulan)Bandara PengumpulPelayananTersierPelabuhan UtamaPelabuhan PengumpulPelauhan Khusus Freeport
Î(
Î(
Î
r
o
o
Proyeksi Transverse MercatorSistem Grid Grid Geografi dan Grid Transverse MercatorDatum Horisontal WGS 1984 Zona 53S
:::
1:6.500.000
0 75 150 225 30037,5Km
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH( BAPPEDA )
PROVINSI PAPUA
I N D O N E S I A
KSA/KPAKSA AirKawasan Hutan LindungKawasan BergambutKawasan Bakau/MangroveKawasan RawaKawasan SavanaKawasan Sempadan PantaiKawasan Sempadan SungaiKawasan Sempadan DanauKawasan Lindung Geologi
Kawasan Hutan produksi TerbatasKawasan Hutan Produksi TetapKawasan Hutan Produksi KonversiKawasan Peruntukan PerkebunanKawasan Peruntukan Pertanian Lahan BasahKawasan Peruntukan Pertanian Lahan KeringKawasan Peruntukan IndustriKawasan Peruntukan PertambanganKawasan Peruntukan PelabuhanKawasan PLTU BatubaraKawasan peruntukan Permukiman
PROVINSI PAPUA
Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinyaKEPALA BIRO HUKUM
ROSINA UPESSY, SH
CAP/TTD
Sumber :1. Peta Rupa Bumi Indonesia, 1:250.000, Bakosurtanal, 20042. Pemerintah Provinsi Provinsi Papua, 20093. Peta Kawasan Hutan Provinsi Papua (Kepmenhut Nomor : SK.782/Menhut-II/2012, Tanggal 27 Desember 2012 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 891/KPTS-II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah provinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya seluas 42.224.840 Ha.4. Hasil Analisis Tim RTRW Provinsi Papua, 2013
((
((
((((
((
(( ((
((
((
((
((
((((((
((
((
((
((((
((((
(( ((
((
((
((
((
((
((
!(
o
o
o
o
o
o
o
o
r
Î
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
Î(
bb
bbb
b
bb
bbbb
bbb
b
b
b
b
bbb
bbbbbbbbbb
b
b
b
b
bbbbb
bbbbbb
b
b
b
b
b
PROVINSI PAPUA BARAT
KEPI
TIOM
BIAK
WARIS
Agats
DEKAI
ILAGA
MULIA
SARMISERUI
KENYAMTIMIKA
WAMENA
ELELIMSUGAPA
NABIRE
BOTAWA BURMESO
MERAUKE
OKSIBIL
WAGHETE
KOBAKMA
SENTANI
KARUBAGA
KIGAMANI ENAROTALI
TANAH MERAH
SORENDEWERI
KOTA JAYAPURA
L A U T A R A F U R U
S A M U D E R A P A S I F I K
Teluk Cook
Teluk PisangTeluk Koperapok
Teluk Flaminggo
Selat Yapen
Teluk SareraTeluk Maffin Teluk Walcknaer
Teluk Sorendiweri
141°0'0"E138°0'0"E135°0'0"E132°0'0"E
0°0'0"
3°0'0"
S6°0
'0"S
9°0'0"
S
129,634745 132,782372 135,929999 139,077626
-9,29
0602
-6,14
2975
-2,99
5348
0,152
280
LAMPIRAN : PERATURAN DAERAH PROVINSI PAPUA NOMOR 23 TAHUN 2013 TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI PAPUA TAHUN 2013 - 2033
RENCANA TATA RUANG WILAYAH (RTRW)PROVINSI PAPUA
TAHUN 2013 - 2033
PETAPENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
PEMERINTAH PROVINSI PAPUA
SKALA
LEGENDA :Administrasi
PENETAPAN KAWASAN STRATEGIS
GUBERNUR PAPUA,
LUKAS ENEMBE, SIP, MH
CAP/TTD
Sumber : 1. Peta Rupa Bumi Indonesia, 1:250.000, Bakosurtanal, 20042. Pemerintah Provinsi Provinsi Papua, 20093. Peta Kawasan Hutan Provinsi Papua (Kepmenhut Nomor : SK.782/Menhut-II/2012, Tanggal 27 Desember 2012 tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 891/KPTS-II/1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah provinsi Daerah Tingkat I Irian Jaya seluas 42.224.840 Ha.4. Hasil Analisis Tim RTRW Provinsi Papua, 2013
2U
Perairan TransportasiIbukota ProvinsiIbukota KabupatenBatas NegaraBatas ProvinsiBatas KabupatenTapal Batasb
!(((
Garis PantaiDanauSungai
Laut JalanBandara Pengumpul Pelayanan SecunderBandara Pengumpul Pelayanan Secunder(Usulan)Bandara PengumpulPelayananTersierPelabuhan UtamaPelabuhan PengumpulPelauhan Khusus Freeport
Î(
Î(
Î
r
o
o
Proyeksi Transverse MercatorSistem Grid Grid Geografi dan Grid Transverse MercatorDatum Horisontal WGS 1984 Zona 53S
:::
1:6.500.000
0 75 150 225 30037,5Km
BADAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH( BAPPEDA )
PROVINSI PAPUA
I N D O N E S I A
Kawasan Strategis NasionalKawasan Strategis Daya Dukung LingkunganKawasan Strategis EkonomiKawasan Strategis Pertahanan dan KeamananKawasan Strategis Sumber Daya Alam & Teknologi Tinggi
Kawasan Strategis ProvinsiKawasan Strategis EkonomiKawasan Strategis Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan HidupKawasan Strategis Lainnya(= Kawasan Ekonomi Rendah Karbon)Kawasan Strategis Sosial Budaya
PROVINSI PAPUACAP/TTD
Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinyaKEPALA BIRO HUKUM
ROSINA UPESSY, SH
RENCANA INDIKASI PROGRAM UTAMA LIMA TAHUNAN RTRW PROVINSI PAPUA
No Usulan Program Lokasi Sumber Pendanaan Instansi Pelaksana PJM I PJM II PJM III PJM IV
2014 2015 2016 2017 2018 19 - 23 24 - 28 29 - 33 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
PERWUJUDAN STRUKTUR RUANG PROVINSI
A. Perwujudan Pusat Kegiatan 1. Percepatan Pengembangan
Kota-Kota Utama
a. Pengembangan/Peningkatan Fungsi Kota
Kab/Kota se-Provinsi Papua
APBN &/ APBDP/APBD
K
Dinas PU, BAPPEDA Prov dan Kab/Kota
b. Pengembangan kota baru Kab/Kota se-Provinsi Papua
APBN &/ APBDP/APBD
K
Dinas PU, BAPPEDA Prov dan Kab/Kota
c. Revitalisasi kota-kota yang sudah ada
Kab/Kota se-Provinsi Papua
APBN &/ APBDP/APBD
K
Dinas PU, BAPPEDA Prov dan Kab/Kota
2. Mendorong kota-kota yang cepat tumbuh
a. Pengembangan pasar induk regional
Jayapura, Timika Biak
Numford, Merauke dan Jayawijaya
APBN &/ APBDP Dinas PU, Dinas Pasar
b. Perbankan internasional dan nasional swasta maupun pemerintah
Jayapura, Timika Biak
Numford, Merauke dan Jayawijaya
APBN &/ APBDP
Deperindag, Disperindag, BPIM
c. Pengembangan kawasan pendidikan
Jayapura, Timika Biak
Numford, Merauke dan Jayawijaya
APBN &/ APBDP
Depdiknas, Dis PU, Dep Agama, Kopertis
Lampiran VIII : Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor : 23 Tahun 2013 Tanggal : 30 Desember 2013
d. Pengembangan kawasan industri dan pergudangan
Jayapura, Timika Biak
Numfor, Merauke dan
Mimika
APBN &/ APBDP
Deperindag, Disperindag, Dis PU
e. Peningkatan kualitas pelayanan RSU Tipe A
Jayapura, Timika Biak
Numford, Merauke dan Jayawijaya
APBN &/ APBDP
Depkes, Diskes, Dinas PU
f. Industri pengolahan sampah regional
Jayapura, Timika Biak
Numford, Merauke dan Jayawijaya
APBN &/ APBDP Dinas PU
3. Revitalisasi dan Percepatan Pengembangan Kota-Kota Pusat Pertumbuhan
Penyusunan Rencana Kawasan Strategis Provinsi dari aspek Ekonomi, Daya Dukung Lingkungan, Sosial Budaya dan Strategis Lainnya
Kab/Kota se-Provinsi Papua
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Dinas PU, BAPPEDA Prov dan Kab/Kota
4. Pengendalian Kota-Kota Berbasis Mitigasi Bencana
Pengendalian Kota yang rawan bencana
Pantai Utara dan
Kepualuan
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Dinas PU, BAPPEDA Prov dan Kab/Kota
Rehabilitasi wlayah yang kena rawan bencana
Pantai Utara dan
Kepualuan
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Dinas PU, BAPPEDA Prov dan Kab/Kota
5. Perwujudan Sistem Kampung Kab/Kota se-Provinsi Papua
APBN &/ APBDP/APBD
K
Dinas PU, BAPPEDA Prov dan Kab/Kota
B. Perwujudan Sistem Prasarana
I. Perwujudan Sistem Jaringan Jalan
1. Pengembangan Jaringan jalan Arteri primer Jayapura – Elelim - Wamene
Kab. Jayapura,
Yalimo dan Jayawijaya
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
2. Pengembangan Jaringan jalan Arteri primer Jayapura – Sarmi – Mamberamo Raya – Waropen - Nabire
Kab. Jayaoura,
Sarmi, Mamberamo
Raya, Waropen dan
Nabire
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
3. Pengembangan Jaringan jalan Arteri primer Jayapura – Arso – Perbatasan PNG
Kota Jayapura APBN &/
APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
4. Pengembangan Jaringan jalan Arteri primer Merauke – Kepi - Bade
Kab. Merauke dan Mappi
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
5. pengembangan jaringan jalan Arteri Primer Merauke – Tanah Merah - Oksibil
Kab. Merauke,
Boven Digoel dan Peg. Bintang
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
6. Pengembangan Jaringan jalan Arteri primer Wamena – Habema- Yuguru - Kenyam
Kab. Jayawijaya dan Nduga
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
7. Pengembangan Jaringan jalan Arteri primer Wamena – Karubaga - Mulia
Kab. Jayawijaya, Tolikara dan Puncak Jaya
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
8. Pengembangan Jaringan jalan Arteri primer Wamena – Dekai
Kab. Jayawijaya
dan Yahukimo
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
9. Pengembangan Jaringan jalan Arteri primer Timika – Waghete- Enarotali
Kab. Mimika, Deiyai dan
Paniai
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
10. pengembangan jaringan jalan kolektor primer Arso – Oksibil
Kab. Keerom dan Peg. Bintang
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
11. pengembangan jaringan jalan kolektor primer Wamena – Tiom
Kab. Jayawijaya dan Nduga
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
12. pengembangan jaringan jalan kolektor primer Wamena – Kobakma
Kab. Jayawijaya
dan Mamberamo
Tengah
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
13. pengembangan jaringan jalan kolektor primer Kepi – Tanah Merah
Kab. Boven Digoel dan
Mappi
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
14. pengembangan jaringan jalan kolektor primer Nabire – Waghete - Enarotali
Kab. Nabire, Dogiyai,
Deiyai dan Paniai
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
15. pengembangan jaringan jalan kolektor primer Enarotali – Sugapa
Kab. Paniai dan Intan Jaya
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
16. pengembangan jaringan jalan kolektor primer Sugapa – Jita - Ilaga
Kab. Intan Jaya dan Puncak
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
17. pengembangan jaringan jalan kolektor primer Botowa – Sugapa
Kab. Waropen dan Intan Jaya
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
18. pengembangan jaringan jalan kolektor primer Dekai – Oksibil
Kab. Yahukimo dan Peg. Bintang
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
19. Pengembangan Jaringan Jalan Ring Road Jayapura - Sentani (Lingkar Dalam)
Kab. Jayapura dan Kota Jayapura
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
20. Pengembangan Jalan Bongrang - Depapre Kab. Jayapura
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
21. Pengembangan Jaringan Jalan Nimbontong - Lereh – Tengon Kab. Jayapura
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
22. Pengembangan Jaringan Jalan Sarmi – Arbais Kab. Sarmi
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
23. Pengembangan Jaringan Jalan Wapoga - Ingerus - Otodemo Kab. Nabire
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
24. Pengembangan Jaringan Jalan Abepura – Arso
Kota Jayapura dan Kab. Keerom
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
25. Pengembangan Jaringan Waemeanam- Sumuraman Kab. Asmat
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
26. Pengembangan Jaringan Batas Batu - Dermaga Mumugu
Kab. Nduga dan Asmat
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
27. Pengembangan Jaringan Jalan Logpond – Suator
Kab. Yahukimo dan
Asmat
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
28. Pengembangan Jaringan Jalan Timika - Mapurujaya - Pomako II
Kab. Mimika APBN &/
APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
29. Pengembangan Jaringan Jalan Log Center - Power Station - Urumuka
Kab. Mimika APBN &/
APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
30. Pengembangan Jaringan Jalan Waena - Arso V Kab. Jayapura
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
31. Pengembangan Jaringan Jalan Arso XIV - Sawia – Kwarja Kab. Keerom
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
32. Pengembangan Jaringan Jalan Elelim - Witlanggo - Mamberamo Tengah
Kab. Yalimo dan
Mamberamo Tengah
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
33. Pengembangan Jaringan Jalan Batas Kota Merauke - Kumbe - Bian – Okaba
Kab. Merauke APBN &/
APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
34. Pengembangan Jaringan Jalan Kuprik - Jagebob – Erambu Kab. Jayapura
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
35. Pengembangan Jaringan Jalan Kota Baru - Eci – Senggo Kab. Mappi
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
36. Pengembangan Jaringan Jalan Dekai – Serendala Kab.
Yahukimo
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
37. Pengembangan Jaringan Jalan Dekai - Logpond - Pattipi Kab.
Yahukimo
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
38. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Ubruk – Kiwirok
Kab. Keerom dan Peg. Bintang
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
39. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Sarmi – Arbais
Kab. Sarmi APBN &/
APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
40. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Burmeso – Sikari
Kab. Mamberamo
Raya
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
41. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Kobakma – Taria
Kab. Mamberamo
Tengah
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
42. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Menawi - Sumberbaba
Kab. Kepulauan
Yapen
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
43. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Ansus - Wooi/Natabui
Kab. Kepulauan
Yapen
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
44. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Botawa - Kowade – Barapasi
Kab. Waropen dan Kab.
Mamberamo Raya
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
45. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Biak – Bosnik
Kab. Biak Numford
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
46. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Korem - Doubo
Kab. Biak Numford
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
47. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Doubo - Sorendiweri – Amyas
Kab. Supiori APBN &/
APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
48. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Kimibay - Napan
Kab. Biak Numford
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
49. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Enarotali – Sugapa
Kab. Paniai dan Intan Jaya
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
50. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Sugapa - Hitadipa – Ilaga
Kab. Intan Jaya dan Ilaga
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
51. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Matadi - Digikebo
Kab. Ilaga APBN &/
APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
52. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Potowaiburu – Kapiraya
Kab. Mimika APBN &/
APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
53. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Kapiraya - Timika
APBN &/
APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
54. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Tiom - Mulia
Kab. Lanny Jaya dan
Puncak Jaya
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
55. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Elelim - Witlanggo - Mamberamo Tengah
Kab. Yalimo dan
Mamberamo Tengah
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
56. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Kenyam - Batas Batu
Kab. Nduga APBN &/
APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
57. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Karubaga - Wunim – Bokondini
Kab. Tolikara
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
58. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Obima - Sumo Kab.
Yahukimo
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
59. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Sumo - Holuwon Kab.
Yahukimo
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
60. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Werima - Mugi Kab.
Yahukimo
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
61. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Dekai - Oksibil Kab.
Yahukimo
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
62. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Illu – Tiom
Kab. Puncak Jaya dan
Lanny Jaya
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
63. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Ilaga - Sinak - Mulia
Kab. Puncak Jaya dan Puncak
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
64. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Usilimo - Poga - Karubaga
Kab. Tolikara
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
65. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Piramid – Bolakme
Kab. Tolikara
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
66. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Wamena - Pugima - Mugi
Kab. Tolikara dan Jayawijaya
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
67. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Oksibil Kiwirok – Batom
Kab. Pegunungan
Bintang
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
68. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan Iwur – Kawor
Kab. Pegunungan
Bintang
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
69. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan Waropko – Kawor
Kab. Peg. Bintang dan
Boven Digoel
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
70. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan Sagapu – Tomor
Kab. Asmat APBN &/
APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
71. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan Suru-suru - Obio
Kab. Asmat APBN &/
APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
72. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan Kotabaru - Eci - Senggo
Kab. Asmat APBN &/
APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
73. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan Kuprik - Jagebob – Erambu
Kab. Merauke
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
74. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan Bts Kota Merauke - Kumbe - Bian – Okaba
Kab. Merauke
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
75. Pembangunan, Peningkatan dan Pemeliharaan Jalan Baru Kab.
Merauke
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
76. Pembangunan dan Peningkatan Jalan Jembatan Seluruh
Kab/Kota
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
II. Perwujudan Sistem Prasarana Perhubungan
1. Pengembangan dan Peningkatan Dermaga Danau
Kota Jayapura,
Kab. Jayapura, Paniai dan
Deiyai
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
2. Pengembangan dan Peningkatan Dermaga Sungai
Kab. Mamberamo
Raya, Merauke,
Boven Digoel, Mappi,
Mimika dan Nduga
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian PU dan Dinas PU Provinsi
3. Pengembangan dan Peningkatan Pelabuhan Penyebarangan
Kab. Biak Numfor, Mimika, Merauke, Nabire, Kep. Yapen, Waropen dan Kota Jayapura
4. Pembangunan dan Pengembangan dan Peningkatan Pelabuhan utama
Kota Jayapura, Kab. Jayapura, Biak Numfor dan Merauke
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan Provinsi
5. Pengembangan dan Pembangunan Pelabuhan pengumpul
Kab. Mimika, Sarmi, Nabire, Kep. Yapen, Asmat, Mappi, Boven Digeol dan Waropen
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan Provinsi
6. Pengembangan dan Pembangunan Bandar Udara pengumpul dengan Skala Pelayanan Sekunder
Kab. Jayapura, Mimika, Merauke dan Wamena
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kemeneterian Perhubungan dan Dinas Perhubungan Provinsi
7. Pengembangan dan Pembangunan Bandar Udara pengumpul dengan Skala Pelayanan Tersier
Kab. Nabire, Deiyai dan Yahukimo
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan Provinsi
8. Pengembangan dan Pembangunan Bandar Udara Pengumpan
Seluruh kab/kota
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan Provinsi
9. pengembangan jalur Pomako
Timika – Agats – Dermaga Jinak– jalan raya – Bandara Dekai– Bandara Wamena atau Bandara Oksibil
Kab. Mimika, Asmat, Puncak, Yahukimo, Jayawijaya dan Peg. Bintang
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan Provinsi
10. pengembangan jalur Pomako Timika– Agats – Mumugu– jalan raya Yuguru – Batas Batu - Kenyam - Habema – Wamena
Kab. Mimika, Asmat, Nduga, Jayawijaya
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan Provinsi
11. pengembangan jalur Pagai– Papasena – jalan raya – Burmeso – Kasonaweja– Bagusa – Teba
Kab. Mamberamo Raya,
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan Provinsi
12. pengembangan jalur Mulia – jalan raya – Fawi – Mamberamo Hulu
Kab. Puncak Jaya, Mamberamo Raya
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan Provinsi
13. pengembangan jalur Bandara Merauke – Sungai Digoel – jalan raya ke Asiki (Boven Digoel)
Kab. Merauke, dan Boven Digoel
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Perhubungan dan Dinas Perhubungan Provinsi
III. Perwujudan sistem Prasarana Energi
1. Pembangunan PLTA Kab. Boven Digoel, Asmat, Mimika, Nabire, Jayawijaya dan Mamberamo Raya
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
PLN, Kementerian ESDM, Dinas
Pertambangan Provinsi dan Swasta
2. Pembangunan PLTMH Seluruh Kabupaten/ Kota
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
PLN, Kementerian ESDM, Dinas
Pertambangan Provinsi dan Swasta
3. Pembangunan dan Peningkatan PLTD Seluruh
Kabupaten/ Kota
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
PLN, Kementerian ESDM, Dinas
Pertambangan Provinsi dan Swasta
4. Pembangunan PLTS Seluruh Kabupaten/ Kota
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
PLN, Kementerian ESDM, Dinas
Pertambangan Provinsi dan Swasta
5. Rencana Pengembangan pembangkit listrik tenaga uap
Kabupaten Merauke, Nabire, Timika, Boven Digoel, Mappi, Asmat, Sarmi, Mamberamo Raya, Kepulauan Yapen, Waropen, Supiori dan Kota Jayapura
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
PLN, Kementerian ESDM, Dinas
Pertambangan Provinsi dan Swasta
6. Rencana Pengembangan pembangkit listrik tenaga Gas
Kabupaten Biak Numfor, Merauke, Nabire dan Timika
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
PLN, Kementerian ESDM, Dinas
Pertambangan Provinsi dan Swasta
7. Pengembangan listrik dengan minyak nabati Seluruh
Kab/Kota
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
PLN, Kementerian ESDM, Dinas
Pertambangan Provinsi dan Swasta
8. Pengembangan pembangkit listrik tenaga gelombang Kabupaten
Pesisir
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
PLN, Kementerian ESDM, Dinas
Pertambangan Provinsi dan Swasta
9. Pengembangan Jaringan Telekomunikasi
Seluruh Kab/ Kota
IV. Pengembangan Sumber Daya Air
1. Pengembangan irigasi teknis Kab. Nabire, Jayapura, Keerom, Sarmi, Jayawijaya, Merauke Kota Jayapura
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Pekerjaan Umum, Dinas Pekerjaan
Umum Provinsi
2. Penyediaan Sarana Infrastruktur Pertanian Seluruh
Kab/ Kota
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Pekerjaan Umum, Dinas Pekerjaan
Umum Provinsi dan Dinas Pertanian Provinsi
3. Pengembangan/Peningkatan Pengelolaan Air Bersih Seluruh
Kab/ Kota
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Pekerjaan Umum, Dinas Pekerjaan
Umum Provinsi dan PDAM
PERWUJUDAN POLA RUANG PROVINSI
1. Rehabilitasi Kawasan Lindung
1. Taman Nasional Lorenz Asmat, Mimika, Intan Jaya, Jayawijaya, Lanny Jaya, Nduga, Paniai, Puncak, Puncak Jaya, Yahukimo
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
2. Taman Nasional Wasur Kab. Merauke
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
3. Taman Wisata Perairan Kepulauan Padaido beserta laut di sekitarnya
Kab, Biak Numford
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kelautan dan Perikanan, Dinas
Kelautan dan PerikananProvinsi
4. Taman Nasional Laut Teluk Cenderawasih Kab. Nabire
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
5. TN KKLD Biak Numfor Kab. Biak Numford
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
6. Taman Wisata Nabire/Borote/Anggromeos Kab. Nabire
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
7. Taman Wisata Teluk Yotefa Kota Jayapura
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
8. Suaka Margasatwa Mamberamo – Foja
Kab. Jayapura, Keerom, Sarmi, mamberamo Raya, Mamberamo tengah, Peg. Bintang, Puncak, Puncak Jaya, Tolikara, Yahukimo, Yalimo
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
9. Suaka Margasatwa Pulau Dolok Kab. Merauke
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
10. Suaka Margasatwa Jayawijaya/Peg. Bintang
Yahukimo, Peg. Bintang, Yalimo
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
11. Suaka Margasatwa Danau Bian Kab. Merauke
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
12. Suaka Margasatwa Pulau Pombo Kab.
Merauke
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
13. Suaka Margasatwa Komolon Kab. Merauke
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
14. Suaka Margasatwa Savan Kab. Merauke
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
15. Cagar Alam Cycloop Kota Jayapura dan Kab. Jayapura
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
16. Suaka Marga Satwa Enarotali Kab. Paniai, Dogiyai, Deiyai, Nabire, Intan Jaya
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
17. Cagar Alam Biak Timur Kab. Biak Numford
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
18. Cagar Alam Yapen Tengah
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
19. Cagar Alam Pulau Supiori Kab. Supiori
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
20. Cagar Alam Peg. Wayland Kab. Nabire dan Dogiyai
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
21. Cagar Alam Bupul Kab. Merauke
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Dinas Kehutanan
Provinsi
2. Pemantapan Fungsi Kawasan Lindung
1. Pengukuhan Kawasan Lindung dan Konservasi Seluruh
Kab/Kota
APBN &/ APBDP &/ APBDK&/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan
dan Perikanan serta Pemda Kabupaten/Kota
2. Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung (KPHL)
Seluruh Kab/Kota
APBN &/ APBDP &/ APBDK&/
swasta DN/LN
Dinas Kehutanan dan Kelautan dan Perikanan Provinsi, serta Pemda
Kabupaten/Kota
3. Pengembangan Model Pengelolaan Kawasan Lindung Bersama Masyarakat
Seluruh Kab/Kota
APBN &/ APBDP &/ APBDK&/
swasta DN/LN
Dinas Kehutanan dan Kelautan dan Perikanan Provinsi, serta Pemda
Kabupaten/Kota
3. Rehabilitasi DAS Kritis 1. DAS Mamberamo Hilir Kab. Sarmi
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
2. DAS Turitatu Hilir Kab. Sarmi
dan Tolikara
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
3. DAS Turiku Hilir
Kab. Sarmi, Waropen dan Paniai
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
4. DAS Apauwer Kab. Sarmi
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
5. DAS Wiru
Kab. Sarmi dan Kab. Jayapura
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
6. DAS Verkume Sarmi
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
7. DAS Biri
Kab. Sarmi dan Kab. Jayapura
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
8. DAS Sermo
Kab. Sarmi dan Kab. Jayapura
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
9. Das Tor Kab. Sarmi
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
10. Das Van Dallen
Kab. Sarmi dan Puncak Jaya
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
11. Das Wediman
Kab. Mappi dan Boven Digoel
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
12. Das Digul Kanan Kab. Boven
Digoel
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
13. Das Dgoel Hilir Kab. Boven
Digoel
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
14. Das Digoel Kiri Kab. Boven
Digoel
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
15. Das Digoel Timur Kab. Boven
Digoel
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
16. Das Digoel Barat Kab. Boven
Digoel
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
17. Das Bian Hilir Kab. Mappi
dan Asmat
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
18. Das Wapoga
Nabire, Paniai dan Waropen
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
19. Das Sobger Kab. Peg.
Bintang
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
20. Das Turitau Tengah
Kab. Tolikara, Jayawijaya
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
21. Das Bigadu Kab. Puncak
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
22. Das Siriwo Kab. Nabire
dan Paniai
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
23. Das Turikulu Hulu Kab. Paniai
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
24. Das Maro Kab.
Merauke
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
25. Das Tami
Kota Jayapura dan Kab. Jayapura
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
26. Das Omba Kab. Nabire
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
27. Das Yawe Kab.
Mimika
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
28. Das Lerentz
Kab. Asmat dan Jayawijaya
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
29. Das Kumber Kab.
Merauke
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
30. Das Wanggar Kab. Nabire
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
31. Das Kapiraya Kab.
Mimika
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
32. Das Peter
Kab. Asmat dan Jayawijaya
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
33. Das Otokwa Kab.
Mimika
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
34. Das Sentani Kab.
Jayapura
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
35. Das Grime
Kota Jayapura dan Kab. Jayapura
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
36. Das Bunga
Kab. Jayawijaya dan Mimika
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
37. DAS Vriendschaps
Kab. Jayawijaya, Mimika
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
38. DAS Vriendschaps
Kab. Asmat, Jayawijaya dan Yahukimo
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
39. DAS Bian Kab.
Merauke
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
40. Das Kamura Kab.
Mimika
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
41. Das Rombak Kab.
Waropen
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
42. Das Nadubun Kab.
Waropen
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
43. Das Brazza
Kab. Mappi dan Yahukimo
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
44. DAS Paranggo Kab.
Mimika
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
45. Das Akimuga Kab.
Mimika
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
46. Das Mimika Kab.
Mimika
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
47. Das Aidoma Kab.
Mimika
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
48. Das Minajerwi Kab.
Mimika
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
49. Das Cemera Kab.
Mimika
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
50. Das Otokawa Kab.
Mimika
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
51. Das Nardwest Kab.
Mimika
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
52. Das Odamun Kab. Mappi
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
53. Das Dolok Kab.
Merauke
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
54. Das Bulaka Kab.
Merauke
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
55. Das Siriwo Kab. Nabire,
Paniai
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
56. Das Kamura Kab.
Mimika
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
57. Das Mappi Kab. Mappi
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
58. Das Biak Biak
Numford
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
59. Das Supiori Kab. Supiori
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
60. Das Yapen Kab. Kep.
Yapen
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
61. Das Gesa Kab.
Waropen
APBN &/ APBDP &/ swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
B. Perwujudan Pengembangan Kawasan Budi Daya
I. PengelolaanKawasan Hutan Produksi
1. Pembentukan Kesatuan Pengelolaan Hutan Produksi (KPHP)
Seluruh Kab/Kota
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
2. Pengembangan Model Pengelolaan Hutan Produksi bersama Masyarakat
Seluruh Kab/Kota
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
II. Pengelolaan Hutan Rakyat Seluruh Kab/Kota
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Kehutanan dan Dinas Kehutanan
dan Konservasi Provinsi
III. Pengembangan dan Pengendalian Kawasan Pertanian
kawasan untuk tanaman pangan Merauke, Kota Jayapura
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian Provinsi
kawasan untuk Pertanian Hortikultura Pegunungan
Tengah
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Pertanian, Dinas Pertanian Provinsi
kawasan untuk Perkebunan Keerom, Sarmi, Nabire, Jayapura, Mappi, Boven Digoel, Waropen
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Pertanian, Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi
Kawasan untuk Peternakan Keerom, Sarmi, Nabire, Jayapura, Mappi, Boven Digoel, Waropen
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Pertanian, Dinas Perkebunan dan Peternakan Provinsi
IV. Pengembangan dan Pengendalian Kawasan untuk Perikanan
Pantai Utara, Selatan dan Kepulauan Provinsi Papua
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Keluatanan dan Parawisata, Dinas
Pariwisata Provinsi
V. Pengendalian dan Rehabilitasi Kawasan untuk Pertambangan
Rehabilitasi Kawasan Pertambangan
Lihat Peta Potensi Per- tambangan
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian ESDM, Dinas Pertambangan dan
Energi Provinsi
Pengendalian pengembangan Kawasan untuk Pertambangan
Lihat Peta Potensi Per- tambangan
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian ESDM, Dinas Pertambangan dan
Energi Provinsi
VI. Pengembangan dan Pengendalian Kawasan untuk Industri
Jayapura, Biak Numfor, Mimika, Merauke
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Pemerintah Provinsi dan Kab/Kota
VII.
Pengembangan dan Pengendalian Kawasan untuk Pariwisata
Seluruh Kab/Kota
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Pariwisata dan Dinas Pariwisata
Provinsi
VIII. Pengembangan dan Pengendalian Kawasan untuk Permukiman
Seluruh Kab/Kota
APBN &/ APBDP &/
swasta DN/LN
Kementerian Pariwisata dan Dinas Pariwisata
Provinsi
IX. Pemantapan Hak Ulayat 1 Pemetaan tanah ulayat
dilaksanakan secara partisipatif dan diatur lebih lanjut pada rencana rinci kabupaten/kota: pembuatan pedoman, bimbingan teknis, monitoring
Seluruh Kab/Kota
APBDP & APBDK/ swasta
DN/LN
Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota
2 Identifikasi potensi kampung sebagai basis penataan ruang dan kemandirian kampung
3 Pengembangan instrumen perencanaan kawasan dan kampung secara partisipatif
X. Pengembangan Kawasan Perkampungan
3 Penyusunan Panduan Penataan Ruang Kawasan Perkampungan
Pantai Utara, Pantai
Selatan, Pegunungan
dan Kepulauan
APBDP &/APBDK
swasta DN/LN
BAPPEDA Prov dan Kab/Kota
4 Penyusunan Rencana Tata Ruang Kawasan Perkampungan
Pantai Utara, Pantai
Selatan, Pegunungan
dan Kepulauan
APBDP &/APBDK
swasta DN/LN
BAPPEDA Prov dan Kab/Kota
PERWUJUDAN KAWASAN STRATEGIS I. Kawasan Strategis dari Aspek
Ekonomi
1 Penyusunan Kawasan Strategis dari Aspek Ekonomi Wilayah Pegunungan Tengah Bagian Timur
Kabupaten Yahukimo
dan Kabupaten
Pegunungan Bintang
APBDP &/APBDK
swasta DN/LN
2 Penyusunan Kawasan Strategis dari Aspek Ekonomi Wilayah Pegunungan Tengah Bagian Tengah
Pegunungan Tengah Bagian Tengah
APBDP &/APBDK
swasta DN/LN
3 Penyusunan Kawasan Strategis dari Aspek Ekonomi Wilayah Pegunungan Tengah Bagian Barat
Pegunungan Tengah
Bagian Barat
APBDP &/APBDK
swasta DN/LN
4 Penyusunan Kawasan Strategis dari Aspek Ekonomi Wilayah Mamberamo-Sarmi
Kab. Sarmi &
Mamberamo
APBDP &/APBDK
swasta DN/LN
5 Penyusunan Kawasan Strategis dari Aspek Ekonomi Kawasan Merauke dan sekitarnya
Kab. Merauke
II. Kawasan Strategis dari Aspek Sosial Budaya
1 Penyusunan Kawasan Strategis dari Aspek Sosial Budaya Wilayah Asmat-Mimika
Kab. Asmat & Mimika
2 Penyusunan Kawasan Strategis dari Aspek Sosial Budaya Wilayah Wamena
Kab. Jayawijaya
3 Penyusunan Kawasan Strategis dari Aspek Sosial Budaya Wilayah Sentani dan Kota Jayapura
Kota Jayapura dan Kab. Japura
4 Penyusunan Kawasan Strategis dari Aspek Sosial Budaya Wilayah Maudori di Supiori
Kab. Supiori
III. Kawasan Strategis dari Aspek Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan
1 Penyusunan Kawasan Strategis dari Aspek Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan wilayah pantai utara dan kepulauan
Lingkungan wilayah
pantai utara & kepulauan
2 Penyusunan Kawasan Strategis dari Aspek Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan wilayah Pegunungan Tengah
wilayah Pegunungan
Tengah
3 Penyusunan Kawasan Strategis dari Aspek Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan wilayah bagian selatan
wilayah bagian selatan
4 Penyusunan Kawasan Strategis dari Aspek Fungsi dan Daya Dukung Lingkungan wilayah Mamberamo-Foja
Mamberamo-Foja
IV. Kawasan Strategis lainnya 1 Penyusunan Kawasan Strategis
lainnya wilayah Tengah Peg. Tengah
2 Penyusunan Kawasan Strategis lainnya wilayah selatan
Selatan Papua
3 Penyusunan Kawasan Strategis lainnya Wilayah utara Utara Papua
PERWUJUDAN PENGENDALIAN PEMANFAATAN RUANG WILAYAH PROVINSI
1 Penyusunan peraturan regulasi tentang pengendalian ruang (zonasi, perizinan, insentif dan disinsentif, dan sanksi)
Seluruh Kab/Kota
2 Penyelarasan pola dan struktur ruang provinsi-kabupaten
Kab/Kota
3 Penegakan hukum untuk mencapai tertib tata ruang
Kab/Kota
4 Peningkatan kepatuhan terhadap proses perijinan lingkungan
Kab/Kota
PENGUATAN KELEMBAGAAN PENATAAN RUANG 1 Peningkatan Kapasitas
Organisasi Penyelenggara Penataan Ruang
Kab/Kota
2 Pembentukan Satuan Kerja Perangkat Daerah yang membidangi penataan ruang
Kab/Kota
3 Penguatan sistem data dan informasi penataan ruang Kab/Kota
4 Penguatan peran BKPRD Kab/Kota HAK, KEWAJIBAN, DAN PERAN MASYARAKAT
1 Pengembangan mekanisme partisipasi, pengaduan, dan pemenuhan hak masyarakat atas informasi penyelenggaraan tata ruang
Kab/Kota
2 Program sosialisasi penataan ruang kepada masyarakat Kab/Kota
3 Pembinaan penataan ruang bagi masyarakat dan kabupaten Kab/Kota
GUBERNUR PAPUA, CAP/TTD LUKAS ENEMBE, SIP, MH
Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM
CAP/TTD
ROSINA UPESSY, SH
KETENTUAN UMUM PERATURAN ZONASI
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
A. STRUKTUR RUANG
1. Sistem jaringan prasarana utama
1.1. Sistem jaringan transportasi darat:
1.1.1. jaringan jalan a. Jalan Jalan adalah prasarana transportasi darat yang meliputi segala bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan kereta api, jalan lori, dan jalan kabel. Ruang manfaat jalan adalah ruang sepanjang jalan yang dibatasi oleh lebar, tinggi dan kedalaman tertentu yang ditetapkan oleh penyelenggara jalan dan digunakan untuk badan jalan, saluran tepi jalan, dan ambang pengamannya.
a. diperbolehkan menggunakan ruang manfaat jalan untuk median, perkerasan jalan, jalur pemisah, bahu jalan, saluran tepi jalan, trotoar, lereng, ambang pengaman, timbunan dan galian, gorong-gorong, perlengkapan jalan, dan bangunan pelengkap lainnya
b. diperbolehan menggunakan ruang milik jalan untuk ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, dan penambahan jalur lalu lintas di masa akan datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan
c. pada tempat tertentu di ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan dapat dimanfaatkan untuk penempatan bangunan
a. diharuskan untuk menetapkan garis sempadan bangunan di sisi jalan yang memenuhi ketentuan ruang pengawasan jalan, sebagai berikut (ukuran minimal, diukur dari tepi badan jalan): • jalan arteri primer 15
meter; • jalan kolektor primer 10
meter; • jalan lokal primer 7
meter; • jembatan 100 meter ke
arah hilir dan hulu. b. diperbolehkan membangun
bangunan di atas, pada, dan di bawah permukaan tanah di ruang manfaat jalan dan ruang milik jalan, dengan syarat tidak mengganggu kelancaran dan keselamatan pengguna jalan serta tidak membahayakan konstruksi
a. memanfaatkan ruang manfaat jalan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan
b. menggunakan dan memanfaatkan ruang milik jalan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan
c. menggunakan ruang pengawasan jalan yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan
Lampiran IX : Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor : 23 Tahun 2013 Tanggal : 30 Desember 2013
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
Ruang milik jalan adalah ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar manfaat jalan yang diperuntukkan bagi ruang manfaat jalan, pelebaran jalan, penambahan jalur lalu lintas di masa datang serta kebutuhan ruangan untuk pengamanan jalan dan dibatasi oleh lebar, kedalaman dan tinggi tertentu. Ruang pengawasan jalan adalah ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang penggunaannya diawasi oleh penyelenggara jalan agar tidak mengganggu pandangan bebas pengemudi, konstruksi jalan, dan fungsi jalan.
utilitas jalan; c. disyaratkan bagi
pengembangan kawasan baru dan pusat pertumbuhan yang menimbulkan bangkitan lalu lintas untuk melengkapi dengan kajian analisis dampak lalu lintas.
d. rencana jalan yang melalui kawasan lindung, bertopografi berat, dan kawasan ekosistem rentan, perlu dilakukan kajian mendalam tentang kelayakan teknik, ekonomi, ekologis, sosial budaya, dan legalitas, kajian dampak lingkungan, serta perencanaannya dikoordinasikan dengan BKPRD.
b. Terminal Terminal adalah pangkalan kendaraan bermotor umum yang digunakan untuk mengatur kedatangan dan keberangkatan, menaikkan dan menurunkan orang dan/atau barang, serta perpindahan moda angkutan.
a. kegiatan operasional, penunjang operasional, dan pengembangan terminal
a. terminal dilengkapi dengan RTH yang penyediaannya diserasikan dengan luasan terminal
b. kegiatan selain kegiatan operasional, penunjang, dan pengembangan terminal yang tidak mengganggu keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan serta fungsi terminal
a. kegiatan yang mengganggu keamanan dan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan serta fungsi terminal
1.1.2. jaringan kereta api
Perkeretaapian adalah satu kesatuan sistem yang terdiri
a. kegiatan operasional, penunjang operasional,
b. penetapan garis sempadan bangunan di sisi jaringan
o Penggunaan ruang pengawasan jalur
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
atas prasarana, sarana, dan sumber daya manusia, serta norma, kriteria, persyaratan, dan prosedur untuk penyelenggaraan transportasi kereta api.
dan pengembangan jaringan kereta api
jalur kereta api dengan memperhatikan dampak lingkungan dan kebutuhan pengembangan jaringan jalur kereta api
c. rencana jaringan jalan kereta api yang melalui kawasan lindung, bertopografi berat, dan kawasan ekosistem rentan, perlu dilakukan kajian mendalam tentang kelayakan teknik, ekonomi, ekologis, sosial budaya, dan legalitas, kajian dampak lingkungan, serta perencanaannya dikoordinasikan dengan BKPRD.
kereta api yang dapat mengganggu kepentingan operasi dan keselamatan transportasi perkeretaapian;
1.1.3. jaringan sungai, danau, dan penyeberangan
Angkutan penyeberangan adalah angkutan yang dilakukan untuk melayani lintas penyerangan yang berfungsi sebagai jembatan bergerak yang menghubungkan jaringan jalan atau jaringan kereta api yang terputus karena adanya perairan untuk mengangkut penumpang dan kendaraan beserta muatannya. Lintas penyeberangan adalah suatu alur perairan di laut, selat, teluk, sungai dan/atau danau yang ditetapan sebagai lintas penyeberangan.
a. kegiatan operasional, penunjang operasional, dan pengembangan kawasan pelabuhan penyeberangan;
a. kegiatan selain kegiatan operasional, penunjang operasional, dan pengembangan kawasan pelabuhan penyeberangan yang tidak mengganggu keamanan dan keselamatan jalur dan fungsi penyeberangan
b. pelabuhan penyeberangan dilengkapi dengan RTH yang penyediaannya diserasikan dengan luasan kawasan.
a. kegiatan di ruang udara bebas di atas perairan yang berdampak pada keberadaan penyeberangan;
b. kegiatan di dalam perairan dan pembatasan pemanfaatan perairan yang berdampak pada penyelenggaraan pelayaran penyeberangan.
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
Angkutan sungai dan danau adalah kegiatan angkutan dengan menggunakan kapal yang dilakukan di sungai, danau, waduk, rawa, anjir, kanal dan terusan untuk mengangkut penumpang, barang dan/atau hewan yang diselenggarakan oleh pengusaha angkutan sungai dan danau. Pelabuhan sungai dan danau adalah pelabuhan yang digunakan untuk melayani angkutan sungai dan danau yang terletak di sungai dan danau.
1.2. Sistem jaringan transportasi laut:
a. pelabuhan Pelabuhan adalah tempat yang terdiri dari daratan dan perairan di sekitarnya dengan batasbatas tertentu sebagai tempat kegiatan pemerintahan dan kegiatan ekonomi yang dipergunakan sebagai tempat kapal bersandar, berlabuh, naik turun penumpang dan/atau bongkar muat barang yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan pelayaran dan kegiatan penunjang pelabuhan serta sebagai tempat perpindahan intra dan antar moda
a. kegiatan operasional, penunjang operasional, dan pengembangan kawasan pelabuhan;
a. pemanfaatan ruang pada badan air di sepanjang alur pelayaran, tanpa mengganggu penyelenggaraan pelayaran;
b. pemanfaatan ruang kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang tidak mengganggu aktivitas pelayaran;
c. kawasan pelabuhan dilengkapi dengan RTH yang penyediaannya diserasikan dengan luasan kawasan.
d. pembangunan pelabuhan yang berada atau
a. kegiatan di ruang udara bebas di atas badan air yang berdampak pada penyelenggaraan jalur transportasi laut.
b. kegiatan di dalam perairan dan pembatasan pemanfaatan perairan yang berdampak pada penyelenggaraan pelayaran.
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
transportasi. Pelabuhan umum adalah pelabuhan yang diselenggarakan untuk kepentingan pelayanan masyarakat umum
brsinggungan dengan kawasan lindung dan kawasan ekosistem rentan perlu kajian mendalam tentang kelayakan teknik, ekonomi, ekologis, sosial budaya, dan legalitas, kajian dampak lingkungan, serta perencanaannya dikoordinasikan dengan BKPRD
b. pelabuhan khusus Pelabuhan khusus adalah pelabuhan yang dikelola untuk kepentingan sendiri guna menunjang kegiatan tertentu.
b. kegiatan operasional, penunjang operasional, dan pengembangan kawasan pelabuhan;
e. pemanfaatan ruang pada badan air di sepanjang alur pelayaran, tanpa mengganggu penyelenggaraan pelayaran;
f. pemanfaatan ruang kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang tidak mengganggu aktivitas pelayaran;
g. kawasan pelabuhan dilengkapi dengan RTH yang penyediaannya diserasikan dengan luasan kawasan
h. pembangunan pelabuhan yang berada atau bersinggungan dengan kawasan lindung dan kawasan ekosistem rentan perlu kajian mendalam tentang kelayakan teknik, ekonomi, ekologis, sosial budaya, dan legalitas, kajian dampak lingkungan, serta perencanaannya dikoordinasikan dengan
c. kegiatan di ruang udara bebas di atas badan air yang berdampak pada penyelenggaraan jalur transportasi laut.
d. kegiatan di dalam perairan dan pembatasan pemanfaatan perairan yang berdampak pada penyelenggaraan pelayaran.
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
BKPRD. 1.3. Sistem jaringan
transportasi udara:
a. bandar udara umum
Bandar udara adalah kawasan di daratan dan/atau perairan dengan batas-batas tertentu yang digunakan sebagai tempat pesawat udara mendarat dan lepas landas, naik turun penumpang, bongkar muat barang, dan tempat perpindahan intra dan antarmoda transportasi, yang dilengkapi dengan fasilitas keselamatan dan keamanan penerbangan, serta fasilitas pokok dan fasilitas penunjang lainnya. Bandar Udara Umum adalah bandar udara yang dipergunakan untuk melayani kepentingan umum
kegiatan operasional kebandarudaraan, kegiatan penunjang pelayanan jasa kebandarudaraan, kegiatan penunjang pelayanan keselamatan operasi penerbangan, dan kegiatan pertahanan dan keamanan negara secara terbatas
a. pemanfaatan ruang di daerah lingkungan kepentingan bandar udara untuk digunakan kegiatan lain yang tidak menganggu penyelenggaraan keselamatan dan keamanan penerbangan, serta kelancaran aksesibilitas penumpang dan kargo;
b. kegiatan mendirikan, mengubah, atau melestarikan bangunan, serta menanam atau memelihara pepohonan di dalam kawasan keselamatan operasi penerbangan dengan syarat tidak boleh melebihi batas ketinggian kawasan keselamatan operasi penerbangan;
c. kegiatan mendirikan, mengubah, atau melestarikan bangunan di dalam kawasan keselamatan operasi penerbangan untuk mendapat persetujuan Menteri, dan memenuhi ketentuan merupakan fasilitas yang mutlak diperlukan untuk operasi penerbangan, memenuhi kajian khusus aeronautika, dan sesuai dengan
kegiatan yang membahayakan keamanan dan keselamatan operasional penerbangan, membuat halangan (obstacle), dan/atau kegiatan lain yang mengganggu fungsi bandar udara umum
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
ketentuan teknis keselamatan operasi penerbangan
d. pembangunan bandar udara yang berada atau bersinggungan dengan kawasan lindung dan kawasan ekosistem rentan perlu kajian mendalam tentang kelayakan teknik, ekonomi, ekologis, sosial budaya, dan legalitas, kajian dampak lingkungan, serta perencanaannya dikoordinasikan dengan BKPRD.
b. bandar udara khusus
Bandar udara khusus adalah bandar udara yang penggunaannya hanya untuk menunjang kegiatan tertentu dan tidak dipergunakan untuk umum
a. kegiatan operasional kebandarudaraan, kegiatan penunjang pelayanan jasa kebandarudaraan, kegiatan penunjang pelayanan keselamatan operasi penerbangan, dan kegiatan pertahanan dan keamanan negara secara terbatas
e. pemanfaatan ruang di daerah lingkungan kepentingan bandar udara untuk digunakan kegiatan lain yang tidak menganggu penyelenggaraan keselamatan dan keamanan penerbangan, serta kelancaran aksesibilitas penumpang dan kargo;
f. kegiatan mendirikan, mengubah, atau melestarikan bangunan, serta menanam atau memelihara pepohonan di dalam kawasan keselamatan operasi penerbangan dengan syarat tidak boleh melebihi batas ketinggian kawasan keselamatan operasi penerbangan;
g. kegiatan mendirikan,
kegiatan yang membahayakan keamanan dan keselamatan operasional penerbangan, membuat halangan (obstacle), dan/atau kegiatan lain yang mengganggu fungsi bandar udara umum
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
mengubah, atau melestarikan bangunan di dalam kawasan keselamatan operasi penerbangan untuk mendapat persetujuan Menteri, dan memenuhi ketentuan merupakan fasilitas yang mutlak diperlukan untuk operasi penerbangan, memenuhi kajian khusus aeronautika, dan sesuai dengan ketentuan teknis keselamatan operasi penerbangan.
h. pembangunan bandar udara yang berada atau bersinggungan dengan kawasan lindung dan kawasan ekosistem rentan perlu kajian mendalam tentang kelayakan teknik, ekonomi, ekologis, sosial budaya, dan legalitas, kajian dampak lingkungan, serta perencanaannya dikoordinasikan dengan BKPRD
2. Sistem prasarana lainnya
2.1. Sistem prasarana energi
a. Pembangkit listrik Pembangkitan tenaga listrik adalah kegiatan memproduksi tenaga listrik.
pemanfaatan ruang di sekitar pembangkit listrik sesuai jarak aman dari kegiatan lain
a. kegiatan yang tidak mengganggu operasionalisasi dan keamanan pembangkit listrik
b. pembangunan pembangkit listrik yang berada atau
kegiatan yang menimbulkan bahaya kebakaran dan mengganggu fungsi pembangkit listrik
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
bersinggungan dengan kawasan lindung dan kawasan ekosistem rentan perlu kajian mendalam tentang kelayakan teknik, ekonomi, ekologis, sosial budaya, dan legalitas, kajian dampak lingkungan, serta perencanaannya dikoordinasikan dengan BKPRD
b. Pipa minyak dan gas bumi
Pipa penyalur, adalah pipa minyak dan atau gas bumi yang meliputi Pipa Alir Sumur, Pipa Transmisi Minyak. Pipa Transmisi Gas, Pipa Induk, dan Pipa Servis. Pipa alir Sumur, adalah pipa untuk menyalurkan minyak dan gas bumi dari kepala sumur ke stasiun pengumpul. Pipa Transmisi Minyak, adalah pipa untuk menylurkan minyak dari stasiun pengumpul ke tempat pengolahan, dan dari tempat pengolahan ke depot, dan dari depot atau dari depot ke pelabuhan dan atau sebaliknya. Pipa Transmisi Gas, adalah pipa untuk menyalurkan gas bumi dari stasiun
kegiatan operasional dan kegiatan penunjang jaringan pipa minyak dan gas bumi
a. kegiatan selain kegiatan operasional dan penunjang jaringan pipa minyak dan gas bumi yang aman bagi instalasi jaringan pipa minyak dan gas bumi serta tidak mengganggu fungsi jaringan pipa minyak dan gas bumi
b. pembangunan pipa minyak dan gas bumi yang berada di kawasan lindung dan kawasan ekosistem rentan perlu kajian mendalam tentang kelayakan teknik, ekonomi, ekologis, sosial budaya, dan legalitas, kajian dampak lingkungan, serta perencanaannya dikoordinasikan BKPRD
kegiatan yang membahayakan instalasi jaringan pipa minyak dan gas bumi serta mengganggu fungsi jaringan pipa minyak dan gas bumi.
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
pengumpul ke sistem meter pengukur dan pengatur tekanan, dan atau ke pelanggan besar. Pipa Induk, adalah pipa untuk menyalurkan gas bumi dari sistem meter pengukur dan pengatur tekanan sampai Pipa Servis. Pipa Servis, adalah pipa yang dipasang dalam persil pelanggan yang menghubungkan Pipa Induk sampai dengan inlet pengatur tekanan atau meter pelanggan.
c. Sistem prasarana listrik
Transmisi tenaga listrik adalah penyaluran tenaga listrik dari pembangkitan ke sistem distribusi atau ke konsumen, atau penyaluran tenaga listrik antarsistem.
kegiatan pembangunan prasarana jaringan transmisi tenaga listrik dan kegiatan pembangunan prasarana penunjang jaringan transmisi tenaga listrik
a. kegiatan penghijauan, pemakaman, pertanian, perparkiran, serta kegiatan lain yang bersifat sementara dan tidak mengganggu fungsi jaringan transmisi tenaga listrik
b. pembangunan jaringan listrik yang berada di kawasan lindung dan kawasan ekosistem rentan perlu kajian mendalam tentang kelayakan teknik, ekonomi, ekologis, sosial budaya, dan legalitas, kajian dampak lingkungan, serta perencanaannya dikoordinasikan dengan BKPRD
c. kegiatan yang menimbulkan bahaya kebakaran dan mengganggu fungsi jaringan transmisi tenaga listrik;
d. pemanfaatan ruang bebas di sepanjang jalur transmisi
2.2. sistem jaringan Telekomunikasi adalah kegiatan operasional dan a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan yang
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
telekomunikasi setiap pemancaran, pengiriman, dan atau penerimaan dari setiap informasi dalam bentuk tanda-tanda, isyarat, tulisan, gambar, suara, dan bunyi melalui sistem kawat, optik, radio, atau sistem elektromagnetik Iainnya.
kegiatan penunjang sistem jaringan telekomunikasi
penempatan stasiun bumi dan menara pemancar telekomunikasi (BTS-Base Tranceiver Station) yang memperhitungkan aspek keamanan dan keselamatan aktivitas kawasan di sekitarnya.
b. pembangunan menara di kawasan bandar udara/pelabuhan, kawasan cagar budaya, kawasan pariwisata, kawasan hutan lindung, kawasan yang karena fungsinya memiliki atau memerlukan tingkat keamanan dan kerahasiaan tinggi, dan kawasan pengendalian ketat lainnya wajib memenuhi ketentuan perundang-undangan untuk kawasan tersebut.
membahayakan sistem jaringan telekomunikasi dan mengganggu fungsi sistem jaringan telekomunikasi
2.3. sistem jaringan sumber daya air
Sumber daya air adalah air, sumber air, dan daya air yang terkandung di dalamnya. Jaringan sumber daya air adalah bangunan air beserta bangunan lain yang menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya air, baik langsung maupun tidak langsung.
a. kegiatan pembangunan prasarana lalu lintas air, kegiatan pembangunan prasarana pengambilan dan pembuangan air, serta kegiatan pengamanan sungai
b. pengelolaan pemanfaatan ruang dalam sistem DAS terpadu;
c. penentuan zonasi dalam rencana tata ruang terinci membagi kawasan dalam 3 zona, dengan kegiatan sebagai berikut: o pada zona I, yaitu
Pada zona II: diperbolehkan bagi beberapa kegiatan budidaya pertanian kering.
a. Kegiatan yang mengganggu fungsi sungai dan waduk, CAT sebagai sumber air, jaringan irigasi, sistem pengendalian banjir sebagai prasarana sumber daya air.
b. Pada zona I: o kegiatan
pengolahan dan penggunaan lahan,
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
kawasan resapan yang berada paling dekat dengan mata air: hanya boleh dimanfaatkan sebagai kawasan pelestarian dan kawasan lindung yaitu hutan;
o Zona II, daerah resapan diatas Zona I (artinya daerah yang lebih ke arah hulu dari zona I): dibolehkan bagi kegiatan pengolahan lahan secara sangat terbatas;
o Zona III, daerah resapan yang paling hulu dibandingkan posisi zona I dan II (artinya daerah paling jauh dari mata air): dibolehkan bagi beberapa kegiatan pengolahan dan kegiatan masyarakat, antara lain pertanian terpadu.
permukiman, kandang ternak, lokasi penimbunan sampah, dan potensi polutan lainnya;
o tidak boleh ada aliran air permukaan (run off) yang dapat masuk ke dalam kolam penampungan alami, untuk menghindari adanya berbagai material polutan yang terbawa aliran air permukaan, sehingga akan menurunkan kualitas sumberdaya air.
c. Pada zona II: o kegiatan
permukiman, penimbunan sampah/bahan kimia, kandang ternak, serta kegiatan yang berpotensi menimbulkan
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
pencemaran.
B. POLA RUANG
B.1. Kawasan Lindung
1. kawasan hutan lindung
• kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan lindungan kepada kawasan sekitar bawahannya sebagai pengatur tata air, pencegah banjir dan erosi, serta memelihara kesuburan tanah.
• kawasan hutan dengan faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan yang jumlah hasil perkalian bobotnya ≥ 175;
• kawasan hutan yang mempunyai kemiringan lereng ≥ 40%;
• kawasan hutan yang mempunyai ketinggian ≥ 2.000 meter di atas permukaan laut.
• kawasan hutan yang memiliki jenis tanah sangat peka terhadap erosi dengan kelerengan >15%
• kawasan gambut dengan ketebalan > 3 meter
a. pemantapan kawasan hutan lindung melalui kegiatan pengukuhan kawasan dan pembentukan zonasi pengelolaan
b. pengelolaan kawasan hutan dilakukan melalui Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH);
a. kegiatan budidaya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli dapat dilakukan secara terbatas dengan luasan tetap, dan tidak mengurangi fungsi lindung kawasan
b. kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, wisata alam, dan hasil hutan bukan kayu diperbolehkan dengan syarat tidak mengubah bentang alam dan mengganggu fungsi lindung;
c. diperbolehkan untuk kegiatan pendidikan dan penelitian dengan syarat tidak mengubah bentang alam dan mengganggu fungsi lindung;
d. diperbolehkan untuk kegiatan penambangan dalam kawasan hutan lindung hanya dengan pola pertambangan bawah tanah yang tidak mengakibatkan turunnya permukaan tanah, berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara permanen, dan terjadinya
a. kegiatan yang berpotensi mengganggu bentang alam, mengganggu kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarian flora dan fauna, serta kelestarian lingkungan hidup;
b. kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan dan perusakan terhadap keutuhan kawasan dan ekosistemnya.
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
kerusakan akifer air tanah. e. membangun infrastruktur
diperbolehkan dengan syarat tidak mengurangi fungsi lindung, didahului kajian mendalam tentang kelayakan teknik, ekonomi, ekologis, sosial budaya, dan legalitas, kajian dampak lingkungan, serta perencanaannya dikoordinasikan dengan BKPRD.
2. kawasan yang
memberikan perlindungan terhadap kawasan bawahannya
kawasan bergambut ketebalan gambut 2 (dua) meter atau lebih
a. menata dan mengelola kawasan bergambut sebagai bagian dari kesatuan pengelolaan kawasan
a. kegiatan budidaya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli dapat dilakukan secara terbatas, dan tidak mengurangi fungsi lindung kawasan
b. kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, wisata alam, dan hasil hutan bukan kayu diperbolehkan dengan syarat tidak mengubah bentang alam dan mengganggu fungsi lindung;
c. kegiatan pendidikan dan penelitian dapat dilakukan dengan syarat tidak mengubah bentang alam dan mengganggu fungsi lindung;
d. kegiatan penambangan dalam kawasan hutan lindung diperbolehkan hanya dengan pola
a. kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan dan perusakan terhadap keutuhan kawasan dan ekosistemnya
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
pertambangan bawah tanah yang tidak mengakibatkan turunnya permukaan tanah, berubahnya fungsi pokok kawasan hutan secara permanen, dan terjadinya kerusakan akifer air tanah
e. pembangunan infrastruktur di kawasan bergambut dilarang mengganggu fungsi hidrologi dan mengakibatkan terjadinya fragmentasi lingkungan kawasan bergambut (fragmentasi lingkungan: terpisahnya unit ekosistem menjadi beberapa sub-unit yang tidak saling berinterksi)
f. pembangunan infrastruktur diperbolehkan dengan didahului kajian mendalam tentang kelayakan teknis, ekonomis, ekologis, sosial budaya, legalitas, dan kajian dampak lingkungan, serta perencanaannya dikoordinasikan dengan Tim BKPRD.
kawasan resapan air
kawasan yang mempunyai kemampuan tinggi untuk meresapkan air hujan dan sebagai pengontrol tata air permukaan
a. menata dan mengelola kawasan resapan air sebagai bagian dari kesatuan pengelolaan kawasan
a. kegiatan budidaya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli dapat dilakukan secara terbatas, dan tidak mengurangi fungsi resapan air
b. kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, wisata alam, dan hasil hutan bukan kayu
a. semua jenis kegiatan termasuk pembangunan infrastruktur yang mengganggu fungsi resapan air
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
diperbolehkan dengan syarat tidak mengubah bentang alam dan mengganggu fungsi resapan air;
c. kegiatan pendidikan dan penelitian dengan syarat tidak mengubah bentang alam;
kawasan hutan rawa Hutan rawa adalah hutan yang berada di daerah berawa, sehingga mempengaruhi proses pembentukan tanahnya: • Hutan rawa dataran
rendah bertajuk rata dan agak terbuka, kadang rapat
• Hutan rawa dataran rendah campuran bervegetasi rawa terbuka dengan alang-alang sampai setinggi 1 meter
• Hutan rawa Campnosperma brevipetiolata terutama di rawa gambut dan aluvial; tinggi pepohonan bisa mencapai 30-35 meter, tajuk rapat dan rata, daun besar.
• Hutan rawa Melaluca sepanjang tahun terendam, hutannya hanya memiliki satu lapisan tajuk yang merata dan murni
a. menata dan mengelola kawasan resapan air sebagai bagian dari kesatuan pengelolaan kawasan
a. kegiatan budidaya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli dapat dilakukan secara terbatas, dan tidak mengurangi fungsi lindung kawasan
b. kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, wisata alam, dan hasil hutan bukan kayu diperbolehkan dengan syarat tidak mengubah bentang alam dan mengganggu fungsi lindung;
c. kegiatan pendidikan dan penelitian dapat dilakukan dengan syarat tidak mengubah bentang alam dan mengganggu fungsi lindung;
d. pembangunan infrastruktur di kawasan bergambut dilarang mengganggu fungsi hidrologi dan mengakibatkan terjadinya fragmentasi lingkungan kawasan hutan rawa
e. pembangunan infrastruktur diperbolehkan dengan
semua jenis kegiatan yang mengganggu fungsi resapan air
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
sampai setinggi 30 meter.
• Hutan rawa Erythrina, tegakan rapat tanpa lapisan subtajuk yang jelas.
• Hutan rawa Pandanus, membentuk komunitas terbuka yang tinggi (8-10 meter), selalu atau secara berkala tergenang air tawar dan paya.
• Rawa Metroxylon sagu; rawa sagu murni dan sagu di hutan campuran.
• Rawa gambut dataran tinggi terdiri dari perairan kecil terbuka yang bersifat asam pada tanah datar, topografinya terangkat pada ketinggian > 2.000 meter di daerah yang bercurah hujan tinggi (300 cm/tahun).
didahului kajian mendalam tentang kelayakan teknis, ekonomis, ekologis, sosial budaya, legalitas, dan kajian dampak lingkungan, serta perencanaannya dikoordinasikan dengan Tim BKPRD.
kawasan pantai berhutan bakau
kawasan ekosistem hutan pantai yang memiliki fungsi sebagai penahan abrasi dan intrusi air laut Kawasan pesisir laut yang merupakan habitat alami hutan bakau/mangrove yang berfungsi memberi perlindungan kepada perikehidupan pantai dan lautan. Koridor di sepanjang pantai dengan lebar paling sedikit
a. pembinaan habitat alami hutan bakau/mangrove untuk memberikan perlindungan terhadap abrasi dan intrusi air laut, serta perikehidupan pantai dan lautan.
b. pengembangan infrastruktur buatan untuk mencegah abrasi dan instrusi air laut;
a. kegiatan budidaya untuk memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli dapat dilakukan secara terbatas, dan tidak mengurangi fungsi lindung kawasan
b. kegiatan pemanfaatan jasa lingkungan, wisata alam, dan hasil hutan bukan kayu diperbolehkan dengan syarat tidak mengganggu fungsi lindung;
c. diperbolehkan untuk
pemanfaatan kayu bakau, mengurangi luas, dan dilarang bagi kegiatan yang dapat mengubah atau mencemari ekosistem bakau
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
130 kali nilai rata-rata perbedaan air pasang tertinggi dan terendah tahunan, diukur dari garis air surut terendah ke arah darat
kegiatan pendidikan dan penelitian dengan syarat mengganggu fungsi lindung;
d. membangun infrastruktur pemanfaatan jasa lingkungan dan wisata alam diperbolehkan dengan syarat tidak mengurangi fungsi lindung, dan didahului kajian mendalam tentang kajian dampak lingkungan, serta perencanaannya dikoordinasikan dengan BKPRD.
3. kawasan
perlindungan setempat
sempadan pantai Kawasan tertentu sepanjang pantai yang mempunyai manfaat pantai yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian fungsi pantai: • daratan sepanjang tepian
laut dengan jarak minimal 1000 meter dari titik pasang air laut tertinggi ke arah darat; atau
• daratan sepanjang tepian laut yang bentuk dan kondisi fisik pantainya curam atau terjal dengan jarak proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik pantai.
a. rekreasi pantai (termasuk jalan) serta untuk ruang terbuka hijau;
b. pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi dan instrusi air laut;
c. tanaman yang berfungsi pelindung dan pengaman pantai
d. penggunaan fasilitas umum yang tidak mengubah lahan sebagai pengaman dan pelestarian pantai
a. pemanfaatan jasa lingkungan dari ekosistem hutan pantai tanpa mengganggu fungsi perlindungan pantai
b. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai tanpa mengganggu fungsi perlindungan pantai;
semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan nilai ekologis dan estetika kawasan.
sempadan sungai Garis sempadan adalah garis maya di kiri dan kanan
bangunan untuk fasilitas kepentingan tertentu:
Bangunan dalam sempadan sungai dinyatakan dalam status
sempadan sungai yang terdapat tanggul untuk
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
palung sungai yang ditetapkan sebagai batas perlindungan sungai. Sempadan sungai berfungsi sebagai ruang penyangga antara ekosistem sungai dan daratan, agar fungsi sungai dan kegiatan manusia tidak saling terganggu. Sempadan sungai meliputi ruang di kiri dan kanan palung sungai di antara garis sempadan dan tepi palung sungai untuk sungai tidak bertanggul, atau di antara garis sempadan dan tepi luar kaki tanggul untuk sungai bertanggul. Ketentuan garus sempadan sungai: • Garis sempadan sungai
besar (luas DAS lebih besar dari 500 Km2) tidak bertanggul di luar kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit berjarak 100 m untuk sungai di dataran tinggi dan 500 meter di dataran rendah, diukur dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
• Garis sempadan sungai kecil (luas DAS kurang dari atau sama dengan 500 Km2 ) tidak bertanggul di luar
o bangunan prasarana sumber daya air;
o fasilitas jembatan dan dermaga;
o jalur pipa gas dan air minum;
o rentangan kabel listrik dan telekomunikasi
o kegiatan lain sepanjang tidak mengganggu fungsi sungai, misalnya tanaman sayur-mayur.
quo (kondisi tidak boleh mengubah, menambah, ataupun memperbaiki bangunan) dan secara bertahap harus ditertibkan untuk mengembalikan fungsi sempadan sungai, sesuai prioritas dan kemampuan serta dengan partisipasi masyarakat.
kepentingan pengendali banjir, perlindungan badan tanggul dilakukan dengan larangan: o menanam tanaman
selain rumput; o mendirikan
bangunan; o mengurangi
dimensi tanggul
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
kawasan perkotaan ditentukan paling sedikit 50 m dari tepi kiri dan kanan palung sungai sepanjang alur sungai.
Beberapa sungai memiliki karakter yang spesifik misalnya berkelok-kelok (meandering), yang palung sungainya berubah sangat dinamis. Penentuan garis sempadan untuk sungai seperti ini perlu dilakukan secara lebih hati-hati dan agar ditentukan lebih lebar mengikuti batas terluar alur dinamisnya.
kawasan sekitar danau atau waduk
Kawasan tertentu di sekeliling danau/waduk yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian danau/waduk: • daratan dengan jarak
500 meter dari titik pasang air danau/waduk tertinggi; atau
• daratan sepanjang tepian danau/waduk yang lebarnya proporsional terhadap bentuk dan kondisi fisik danau/waduk.
a. kegiatan pariwisata dan budidaya lain dengan syarat tidak menyebabkan kerusakan kualitas air;
b. kegiatan preservasi dan konservasi seperti reboisasi lahan;
c. dibolehkan untuk RTH, pengembangan struktur alami dan buatan untuk mencegah abrasi dan/atau mempertahankan bentuk badan air.
c. bangunan untuk fasilitas kepentingan tertentu:
o bangunan prasarana sumber daya air;
o fasilitas jembatan dan dermaga;
a. semua jenis kegiatan yang menyebabkan pencemaran kualitas air, kondisi fisik kawasan, dan daerah tangkapan air;
b. semua kegiatan yang mengganggu bentang alam, kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarian flora dan fauna, serta fungsi lingkungan hidup.
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
o jalur pipa gas dan air minum;
o rentangan kabel listrik dan telekomunikasi
kawasan sekitar mata air
Kawasan tertentu di sekeliling mata air yang mempunyai manfaat penting untuk mempertahankan kelestarian mata air. Garis sempadan mata air ditentukan mengelilingi mata air paling sedikit berjarak 200 m dari pusat mata air.
bangunan untuk fasilitas kepentingan tertentu: o bangunan prasarana
sumber daya air; o fasilitas jembatan dan
dermaga; o jalur pipa gas dan air
minum; o rentangan kabel listrik
dan telekomunikasi
a. semua jenis kegiatan yang menyebabkan pencemaran kualitas air, kondisi fisik kawasan, dan daerah tangkapan air;
b. semua kegiatan yang mengganggu bentang alam, kesuburan dan keawetan tanah, fungsi hidrologi, kelestarian flora dan fauna, serta fungsi lingkungan hidup.
Ruang terbuka hijau kota/perkotaan
Ruang terbuka hijau kota/perkotaan merupakan area memanjang/jalur dan/atau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah maupun yang sengaja ditanam.
a. kegiatan menambah RTH;
b. pemanfaatan ruang untuk kegiatan rekreasi;
c. pendirian bangunan hanya untuk penunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya
diawasi dengan ketat bagi kegiatan budidaya yang mempengaruhi fungsi RTH atau menyebabkan alih fungsi RTH.
a. kegiatan yang bersifat alih fungsi RTH;
b. kegiatan mendirikan bangunan permanen selain untuk menunjang kegiatan rekreasi dan fasilitas umum lainnya.
kawasan lindung spiritual dan kearifan lokal lainnya
Perlindungan pada kawasan lindung spiritual digunakan untuk mengakui dan
a. kegiatan rekreatif, edukatif, apresiatif, dan/atau religi yang
a. kegiatan yang tidak mengganggu fungsi kawasan sebagai tempat
kegiatan yang bersifat alih fungsi kawasan dan yang mengganggu
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
memberikan ruang kepada masyarakat lokal dalam menjalankan pola hidup tradisionalnya yang tergantung pada hutan atau ekosistem lainnya.
sesuai dengan aturan masyarakat adat;
pelestarian dan pengembangan adat istiadat atau budaya;
b. kegiatan yang tidak merusak/mengganggu aset yang harus dilindungi dan dilestarikan;
c. kegiatan yang tidak merusak/mengganggu tempat-tempat penting yang harus dilindungi.
aspek spiritual dan kearifan lokal yang dilindungi
4. kawasan suaka alam, pelestarian alam, dan cagar budaya
cagar alam o memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan dan/atau satwa liar yang tergabung dalam suatu tipe ekosistem;
o mempunyai kondisi alam, baik tumbuhan dan/atau satwa liar yang secara fisik masih asli dan belum terganggu;
o terdapat komunitas tumbuhan dan/atau satwa beserta ekosistemnya yang langka dan/atau keberadaannya terancam punah;
o memiliki formasi biota tertentu dan/atau unit-unit penyusunnya;
o mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu yang dapat menunjang pengelolaan secara efektif dan menjamin
o pemantapan kawasan melalui kegiatan pengukuhan kawasan
o pemanfaatan untuk kegiatan: - penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan;
- pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
- penyerapan dan/atau penyimpanan karbon; dan
- pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya dalam bentuk pengambilan, pengangkutan, dan atau penggunaan plasma nutfah tumbuhan dan satwa yang terdapat dalam kawasan cagar alam.
kehidupan dan penghidupan masyarakat asli yang ada di dalam kawasan suaka margasatwa dimungkinkan sebagai bagian dari pengelolaan ekosistem kawasan yang berkelanjutan melalui kearifan lokal yang dimilikinya
kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan kawasan dan keaslian dari keanekaragaman hayati
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
berlangsungnya proses ekologis secara alami;
o mempunyai ciri khas potensi dan dapat merupakan contoh ekosistem yang keberadaannya memerlukan upaya konservasi.
suaka margasatwa a. merupakan tempat hidup dan perkembangbiakan dari suatu jenis satwa yang perlu dilakukan upaya konservasinya;
b. memiliki keanekaragaman satwa yang tinggi;
c. merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migran tertentu;
a. memiliki luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa yang bersangkutan.
o pemantapan kawasan melalui kegiatan pengukuhan kawasan
o pemanfaatan untuk kegiatan: - penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan;
- pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
- penyimpanan dan/atau penyerapan karbon,
- pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam terbatas; dan
- pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya dalam bentuk pengambilan, pengangkutan, dan atau penggunaan plasma nutfah tumbuhan dan satwa yang terdapat dalam
kehidupan dan penghidupan masyarakat asli yang ada di dalam kawasan suaka margasatwa dimungkinkan sebagai bagian dari pengelolaan ekosistem kawasan yang berkelanjutan melalui kearifan lokal yang dimilikinya
kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan kawasan dan keaslian dari keanekaragaman hayati
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
kawasan cagar alam taman nasional dan
taman nasional laut
a. memiliki sumber daya alam hayati dan ekosistem yang khas dan unik yang masih utuh dan alami serta gejala alam yang unik;
b. memiliki satu atau beberapa ekosistem yang masih utuh;
c. mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami; dan
d. merupakan wilayah yang dapat dibagi ke dalam zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, dan/atau zona lainnya sesuai dengan keperluan.
Pemanfaatan untuk kegiatan: o penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan;
o pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
o penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam;
o pemanfaatan tumbuhan dan satwa liar;
o pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya dalam bentuk pengambilan, pengangkutan, dan atau penggunaan plasma nutfah tumbuhan dan satwa yang terdapat dalam kawasan cagar alam;
o pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat, berupa kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi.
a. pembangunan sarana dan prasarana di zona inti secara tidak permamen dan terbatas untuk kegiatan penelitian dan pengelolaan
b. pembangunan sarana dan prasarana di zona rimba atau zona perlindungan bahari untuk wilayah perairansepanjang untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan wisata alam terbatas
c. pengusahaan pariwisata alam dan pemanfatan kondisi/jasa lingkungan serta pembangunan sarana dan prasarana pengelolaan, penelitian, pendidikan, wisata alam dan pemanfatan kondisi/jasa Iingkungan di zona pemanfaatan
d. pemanfaatan potensi dan kondisi sumberdaya alam sesuai dengan kesepakatan dan ketentuan yang berlaku di zona tradisional
e. pemanfaatan untuk menunjang kehidupan masyarakat di zona khusus.
a. Kegiatan yang mengganggu proses ekologis yang menunjang kelangsungan hidup dari flora, fauna, dan ekosistemnya;
b. Kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan potensi dan kawasan serta perubahan fungsi kawasan;
c. Kegiatan yang mengganggu keutuhan potensi, kawasan, dan fungsi kawasan.
taman wisata alam dan a. mempunyai daya tarik Pemanfaatan untuk kegiatan: kehidupan dan penghidupan Kegiatan yang
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
taman wisata alam laut alam berupa tumbuhan, satwa atau bentang alam, gejala alam serta formasi geologi yang unik;
b. mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik alam untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam; dan
c. kondisi lingkungan di sekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.
o penyimpanan dan/atau penyerapan karbon, pemanfaatan air serta energi air, panas, dan angin serta wisata alam;
o penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan;
o pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
o pemanfaatan sumber plasma nutfah untuk penunjang budidaya budidaya dalam bentuk pengambilan, pengangkutan, dan atau penggunaan plasma nutfah tumbuhan dan satwa yang terdapat dalam kawasan cagar alam;
o pembinaan populasi dalam rangka penetasan telur dan/atau pembesaran anakan yang diambil dari alam; dan
o pemanfaatan tradisional oleh masyarakat setempat berupa kegiatan pemungutan hasil hutan bukan kayu, budidaya tradisional, serta perburuan tradisional terbatas untuk jenis yang tidak dilindungi.
masyarakat asli yang ada di dalam kawasan taman wisata alam dan taman wisata alam laut dimungkinkan sebagai bagian dari pengelolaan ekosistem kawasan yang berkelanjutan melalui kearifan lokal yang dimilikinya
mengganggu sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
kawasan cagar budaya hasil budaya manusia yang Kegiatan pelindungan, Pemanfaatan yang dapat
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
dan ilmu pengetahuan bernilai tinggi yang dimanfaatkan untuk pengembangan ilmu pengetahuan
pengembangan, dan pemanfaatan cagar budaya dan ilmu pengetahuan di darat dan di air
menyebabkan terjadinya kerusakan wajib didahului dengan kajian, penelitian, dan/atau analisis mengenai dampak lingkungan.
5. kawasan rawan bencana alam
kawasan rawan tanah longsor
Kawasan yang berbentuk lereng yang rawan terhadap perpindahan material pembentuk lereng berupa batuan, bahan rombakan, tanah atau material campuran. Klasifikasi tingkat kerawanan: o Kawasan dengan tingkat
kerawanan tinggi: kawasan berpotensi tinggi mengalami gerakan tanah dan cukup padat permukimannya, atau terdapat konstruksi bangunan sangat mahal atau penting.
o Kawasan dengan tingkat kerawanan sedang: kawasan berpotensi tinggi mengalami gerakan tanah, namun tidak ada permukiman serta konstruksi bangunan yang terancam relatif tidak mahal dan tidak penting.
o Kawasan dengan tingkat kerawanan rendah: • berpotensi gerakan
tanah tinggi, namun tidak ada risiko
a. Kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi: o Kegiatan dengan
fungsi lindung b. Kawasan dengan
tingkat kerawanan sedang: o kegiatan dengan
fungsi lindung o kegiatan budidaya
terkendali c. Kawasan dengan
tingkat kerawanan rendah: o kegiatan-kegiatan
pariwisata, hutan kota, hutan produksi
a. Kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi:
o pembangunan/penge
mbangan pusat-pusat hunian beserta sarana dan prasarana pendukungnya diperbolehkan hanya prasarana pengelolaan lingkungan yang langsung memberi dampak pada peningkatan kualitas lingkungan (contohnya sistem drainase), serta jaringan prasarana pada tingkat pelayanan wilayah yang melintasi zona tersebut.
o kegiatan non fisik dapat dilaksanakan dengan ketentuan khusus yang diarahkan dengan pendekatan konsep penyesuaian lingkungan
o kegiatan pariwisata terbatas, hutan kota, hutan produksi, perkebunan, pertanian tanaman pangan, dan
d. Kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi: o Kegiatan
yang berdampak tinggi pada fungsi lindung
o penebangan pohon tanpa aturan
o pembebanan terlalu berlebihan pada lereng
o penggalian dan pemotongan lereng.
e. Kawasan dengan tingkat kerawanan sedang: o kegiatan
industri, pertambangan, permukiman, hutan produksi, perkebunan, pertanian,
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
terjadinya korban jiwa terhadap manusia dan bangunan;
• kurang berpotensi untuk mengalami longsoran, namun di dalamnya terdapat permukiman atau konstruksi penting/mahal.
perikanan diperbolehkan dengan syarat memenuhi perlindungan sistem hidrologis kawasan.
b. Kawasan dengan tingkat kerawanan sedang: o kegiatan yang terkait
dengan komponen pembentuk struktur ruang diperbolehkan dengan syarat tidak melampaui daya dukung lingkungan dan dilengkapi amdal
o kegiatan pusat hunian dan jaringan prasarana pendukungnya (kecuali prasarana air bersih dan drainase) dapat dilaksanakan dengan beberapa persyaratan tertentu yang ketat
o kegiatan dengan syarat tidak mengganggu kestabilan lereng dan lingkungan untuk pariwisata terbatas, hutan kota, hutan produksi, perkebunan, pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan, pertambangan, dan kegiatan hunian:
c. Kawasan dengan tingkat kerawanan rendah: o kegiatan pusat
perikanan, dan peternakan.
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
hunian, jaringan transportasi lokal, dan kegiatan sarana prasarana pendukung lainnya kecuali jaringan air bersih dan drainase diperbolehkan dengan dilengkapi amdal
o kegiatan permukiman, pertambangan, hutan produksi, hutan kota, perkebunan, pertanian, perikanan, peternakan, pariwisata, dan kegiatan lainnya, dengan persyaratan yang sama dengan persyaratan pada zona berpotensi longsor dengan tingkat kerawanan sedang.
kawasan rawan gelombang pasang
Kawasan sekitar pantai yang rawan terhadap gelombang pasang dengan kecepatan antara 10 sampai dengan 100 kilometer per jam yang timbul akibat angin kencang atau gravitasi bulan atau matahari
a. rekreasi pantai (termasuk jalan) serta untuk ruang terbuka hijau;
b. pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi dan instrusi air laut;
c. tanaman yang berfungsi pelindung dan pengaman pantai
d. penggunaan fasilitas umum yang tidak mengubah lahan sebagai pengaman dan pelestarian pantai
a. pemanfaatan jasa lingkungan dari ekosistem hutan pantai tanpa mengganggu fungsi perlindungan pantai
b. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai tanpa mengganggu fungsi perlindungan pantai;
semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan nilai ekologis dan estetika kawasan.
kawasan rawan banjir Kawasan yang a. Kegiatan berfungsi a. Kegiatan berfungsi budidaya
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
diidentifikasikan sering dan/atau berpotensi tinggi mengalami bencana alam banjir.
lindung b. Kegiatan berfungsi
budidaya
disyaratkan mengembangkan rekayasa teknis sebagai upaya memasukkan air permukaan ke dalam tanah dengan cara mempercepat aliran air permukaan hingga dapat meresap ke dalam tanah yang memiliki kelulusan air yang palimg optimal
6. kawasan lindung
geologi kawasan cagar alam geologi
a. kawasan keunikan batuan dan fosil;
• memiliki keragaman batuan dan dapat berfungsi sebagai laboratorium alam;
• memiliki batuan yang mengandung jejak atau sisa kehidupan di masa lampau (fosil);
• memiliki nilai paleo-antropologi dan arkeologi;
• memiliki tipe geologi unik; atau
• memiliki satu-satunya batuan dan/atau jejak struktur geologi masa lalu.
o pemantapan kawasan melalui kegiatan pengukuhan kawasan
o pemanfaatan untuk kegiatan: - penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan;
- pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
kehidupan dan penghidupan masyarakat asli yang ada di dalam kawasan cagar alam geologi dimungkinkan sebagai bagian dari pengelolaan ekosistem kawasan yang berkelanjutan melalui kearifan lokal yang dimilikinya
kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan keaslian kawasan
b. kawasan keunikan bentang alam;
• memiliki bentang alam gumuk pasir pantai;
• memiliki bentang alam berupa kawah, kaldera, maar, leher vulkanik, dan gumuk vulkanik;
• memiliki bentang alam
o pemantapan kawasan melalui kegiatan pengukuhan kawasan
o pemanfaatan untuk kegiatan: - penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan;
a. kehidupan dan penghidupan masyarakat asli yang ada di dalam kawasan cagar alam geologi dimungkinkan sebagai bagian dari pengelolaan ekosistem kawasan yang berkelanjutan melalui kearifan lokal yang
a. kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan keaslian kawasan
b. kawasan karst kelas I tidak
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
goa; • memiliki bentang alam
ngarai/lembah; • memiliki bentang alam
kubah; atau • memiliki bentang alam
karst: o kawasan Karst Kelas
I o kawasan Karst Kelas
II o kawasan Karst Kelas
III
- pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
o Kawasan Karst Kelas III dapat dilakukan kegiatan-kegiatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku
dimilikinya b. Kawasan Karst Kelas I
dapat dilakukan kegiatan lain, asal tidak berpotensi mengganggu proses karsifikasi, merusak bentukbentuk karst di bawah dan di atas permukaan, serta merusak fungsi kawasan karst
c. untuk kawasaan karst kelas II: o kegiatan usaha
pertambangan dan kegiatan lain, yaitu seteleh kegiatan tersebut dilengkapi dengan studi lingkungan (Amdal atau UKL dan UPL)
diperbolehkan untuk kegiatan pertambangan
c. kawasan keunikan proses geologi
• kawasan poton atau lumpur vulkanik;
• kawasan dengan kemunculan sumber api alami; atau
• kawasan dengan kemunculan solfatara, fumaroia, dan/atau geyser.
o pemantapan kawasan melalui kegiatan pengukuhan kawasan
o pemanfaatan untuk kegiatan: - penelitian dan
pengembangan ilmu pengetahuan;
- pendidikan dan peningkatan kesadartahuan konservasi alam;
kegiatan yang dapat mengakibatkan perubahan keutuhan dan keaslian kawasan
kawasan rawan bencana alam geologi
a. kawasan rawan gempa bumi;
Kawasan yang berpotensi dan/atau pernah mengalami gempa bumi dengan skala VII sampai dengan XII
a. diharuskan melakukan penataan ruang guna mencegah dan menghindari terjadinya korban jiwa dan
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
Modified Mercally Intensity (MMI).
harta serta dampak yang mungkin timbul ketika bencana itu terjadi;
b. disyaratkan untuk mempertimbangkan daya dukung fisik lingkungan seperti pusat gempa dan sifat batuan;
c. disyaratkan untuk memperhatikan faktor kemiringan lereng dan ketebalan lapisan tanah penutup untuk menghidari bahaya longsor;
d. disyaratkan untuk memperhatikan konstruksi bangunan yang dirancang tahan atau ramah gempa, setidaknya mampu menahan goncangan gempa pada intensitas maksimal yang pernah terjadi, mempertimbangkan faktor keutamaan dan struktur bangunan, serta peta bahaya seismik;
e. disyaratkan untuk membangun konstruksi teknis sistem drainase yang tahan gempa;
a. diharuskan menyediakan sarana dan prasarana penunjang tindak darurat ketika terjadi gempa bumi, seperti tempat pengungsian, rumah sakit darurat atau lapangan, dapur umum, instalasi penjernih air, sarana
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
sanitasi, lapangan terbang atau helipad, dan sarana komunikasi.
b. kawasan rawan gerakan tanah;
Memiliki tingkat kerentanan gerakan tanah tinggi.
a. pada kawasan dengan tingkat kerawanan tinggi, hanya dibolehkan untuk kawasan lindung dan tidak layak dibangun;
b. pada kawasan dengan tingkat kerawanan menengah, dapat dibangun/ dikembangkan tetapi mempunyai persyaratan tertentu;
c. pada kawasan dengan tingkat kerawanan rendah, dapat dibangun/ dikembangkan dengan konstruksi sederhana;
d. pada kawasan dengan tingkat kerawanan sangat rendah, memiliki keleluasaan dibangun/ dikembangkan dengan berbagai konstruksi.
c. kawasan yang terletak di zona patahan aktif;
Sempadan dengan lebar minimal 250 meter dari tepi jalur patahan aktif.
a. diharuskan melakukan penataan ruang guna mencegah dan menghindari terjadinya korban jiwa dan harta serta dampak yang mungkin timbul ketika bencana itu terjadi;
b. disyaratkan untuk mempertimbangkan daya dukung fisik lingkungan seperti pusat gempa dan sifat batuan;
c. disyaratkan untuk
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
memperhatikan faktor kemiringan lereng dan ketebalan lapisan tanah penutup untuk menghidari bahaya longsor;
d. disyaratkan untuk memperhatikan konstruksi bangunan yang dirancang tahan atau ramah gempa, setidaknya mampu menahan goncangan gempa pada intensitas maksimal yang pernah terjadi, mempertimbangkan faktor keutamaan dan struktur bangunan, serta peta bahaya seismik;
e. disyaratkan untuk membangun konstruksi teknis sistem drainase yang tahan gempa;
b. diharuskan menyediakan sarana dan prasarana penunjang tindak darurat ketika terjadi gempa bumi, seperti tempat pengungsian, rumah sakit darurat atau lapangan, dapur umum, instalasi penjernih air, sarana sanitasi, lapangan terbang atau helipad, dan sarana komunikasi.
d. kawasan rawan tsunami;
Pantai dengan elevasi rendah dan/atau berpotensi atau pernah mengalami tsunami.
a. diharuskan menyiapkan jalur dan sarana evakuasi penduduk;
b. diharuskan penyediakan sistem peringatan dini bahaya tsunami yang
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
terintegrasi dengan wilayah lain;
c. diharuskan mengadakan pembelajaran dan latihan menghadapi datangnya tsunami;
d. disyaratkan untuk mempertimbangkan daya dukung fisik lingkungan di sekitar pesisir pantai dan daratan rendah, termasuk sekitar sungai dan muara;
e. disyaratkan untuk mempertimbangkan morfologi pantai dan sungai terhadap tingkat kerusakan yang dapat diakibatkan oleh dampak gelombang laut;
f. diharuskan menyediakan sarana informasi (papan peringatan) lokasi aman dan rawan tsunami, jalur evakuasi, lokasi pengungsian dan sarana tanggap darurat;
g. disyaratkan untuk menerapkan konstruksi bangunan tahan terhadap hantaman gelombang besar dan menyesuaikan dengan kecepatan, ketinggian dan intensitas tsunami yang pernah terjadi;
h. diharuskan membangun tanggul pelindung dan sistem polder yang dilengkapi dengan pintu dan pompa, sesuai dengan ketinggian rata-rata tsunami
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
yang pernah terjadi; i. diharuskan menyediakan
sarana dan prasarana penunjang tindak darurat ketika terjadi tsunami, seperti tempat pengungsian, rumah sakit darurat atau lapangan, dapur umum, instalasi penjernih air, sarana sanitasi, lapangan terbang atau helipad, dan sarana komunikasi.
e. kawasan rawan abrasi;
Pantai yang berpotensi dan/atau pernah mengalami abrasi.
pendirian bangunan untuk menunjang kegiatan rekreasi pantai
disyaratkan pengembangan struktur alami dan struktur buatan untuk mencegah abrasi;
semua jenis kegiatan yang dapat menurunkan luas, nilai ekologis, dan estetika kawasan.
kawasan yang memberikan perlindungan terhadap air tanah
a. kawasan imbuhan air tanah;
• memiliki jenis fisik batuan dengan kemampuan meluluskan air dengan jumlah yang berarti;
• memiliki lapisan penutup tanah berupa pasir sampai lanau;
• memiliki hubungan hidrogeologis yang menerus dengan daerah lepasan; dan/atau
• memiliki muka air tanah tidak tertekan yang letaknya lebih tinggi daripada muka air tanah yang tertekan.
pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budidaya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;
a. disyaratkan penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada;
b. disyaratkan menerapkan prinsip zero delta Q policy terhadap setiap kegiatan budi daya terbangun yang diajukan izinnya.
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
B.2. Kawasan Budidaya
1. kawasan peruntukan hutan produksi
hutan produksi terbatas (HPT)
• memiliki faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan dengan jumlah skor 125 – 174;
• kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk budi daya hutan alam.
a. pengelolaan kawasan hutan dilakukan melalui KPH;
b. pengembangan usaha hasil hutan kayu, pengembangan jasa lingkungan, pemanfaatan kawasan, dan pemanfaatan hasil hutan bukan kayu;
c. kepentingan pembangunan di luar kehutanan tanpa mengubah fungsi pokok kawasan peruntukan hutan produksi;
d. kepentingan pertambangan melalui pemberian ijin pinjam pakai terkait dengan memperhatikan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian hutan/ lingkungan
a. disyaratkan bagi pemanfaatan kawasan hutan produksi untuk memiliki kajian studi Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) yang dilengkapi dengan Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL) dan Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL);
b. disyaratkan untuk tetap mempertahankan bentuk tebing sungai dan mencegah sedimentasi ke aliran sungai akibat erosi dan longsor;
c. disyaratkan bagi kepentingan pertambangan terbuka dengan ketentuan khusus dan secara selektif.
hutan produksi tetap (HP)
• memiliki faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas hujan dengan jumlah skor paling besar 124;
• kawasan hutan yang secara ruang digunakan untuk budi daya hutan alam dan hutan tanaman.
Hutan produksi yang dapat dikonversi (HPK)
• memiliki faktor kemiringan lereng, jenis tanah, dan intensitas
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
hujan dengan jumlah skor paling besar 124; dan/atau
• merupakan kawasan yang apabila dikonversi mampu mempertahankan daya dukung dan daya tampung lingkungan;
• kawasan hutan yang secara ruang dicadangkan untuk digunakan bagi perkembangan transportasi, transmigrasi, permukiman, pertanian, perkebunan, industri, dan lain-lain.
2. kawasan hutan
rakyat • kawasan peruntukan
hutan rakyat ditetapkan dengan kriteria kawasan yang dapat diusahakan sebagai hutan oleh orang pada tanah yang dibebani hak milik;
• kawasan hutan rakyat berada pada lahan-lahan masyarakat dan dikelola oleh masyarakat.
kegiatan pemanenan berdasarkan sistem tebang butuh
3. kawasan peruntukan pertanian
pertanian lahan basah • memiliki kesesuaian lahan untuk dikembangkan sebagai kawasan pertanian;
• ditetapkan sebagai lahan pertanian pangan abadi;
a. pertanian budidaya lahan kering tidak produktif dapat dialihfungsikan dengan syarat yang diatur oleh pemerintah kabupaten dan atau oleh Kementerian Pertanian;
disyaratkan bagi kegiatan pertanian skala besar untuk menyerap sebesar mungkin tenaga kerja setempat
pertanian lahan kering hortikultura
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
• mendukung ketahanan pangan nasional; dan/atau
• dapat dikembangkan sesuai dengan tingkat ketersediaan air.
b. kegiatan pertanian skala besar, baik yang menggunakan lahan luas ataupun teknologi intensif harus terlebih dahulu memiliki kajian studi Amdal;
c. penanganan limbah pertanian tanaman (kadar pupuk dan pestisida yang terlarut dalam air drainase) dan polusi industri pertanian (udara-bau dan asap, limbah cair) yang dihasilkan harus disusun dalam RPL dan RKL yang disertakan dalam dokumen Amdal;
d. kawasan yang menghasilkan produk perkebunan yang bersifat spesifik dilindungi kelestariannya dengan indikasi ruang.
kawasan peruntukan perkebunan
Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman tertentu pada tanah dan/ atau media tumbuh lainnya dalam ekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasa hasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan dan teknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkan
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
kesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.
Kawasan peruntukan peternakan
Peternakan adalah segala urusan yang berkaitan dengan sumber daya fisik, benih, bibit dan/atau bakalan, pakan, alat dan mesin peternakan, budi daya ternak, panen, pascapanen, pengolahan, pemasaran, dan pengusahaannya.
Beberapa kabupaten di Papua memiliki potensi besar bagi pengembangan kegiatan peternakan. Ini belum terakomodasi dalam pedoman penyusunan RTRW Kabupaten.
4. kawasan peruntukan perikanan
perikanan tangkap Wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan, budi daya, dan industri pengolahan hasil perikanan; dan/atau tidak mengganggu kelestarian lingkungan hidup.
a. aktivitas pendukung aktivitas perikanan;
b. pembangunan bangunan pengolahan hasil ikan, balai pelatihan teknis, pengembangan sarana dan prasarana pengembangan produk perikanan, dan pembenihan.
a. disyaratkan bagi kegiatan perikanan skala besar, baik yang menggunakan lahan luas ataupun teknologi intensif harus terlebih dahulu memiliki kajian studi Amdal;
b. disyaratkan bagi industri perikanan yang menghasilkan limbah perikanan dan polusi (udara-bau) dihasilkan harus melengkapi RPL dan RKL yang disertakan dalam dokumen Amdal;
c. disyaratkan bagi kegiatan perikanan skala besar untuk menyerap sebesar mungkin tenaga kerja setempat.
dilarang segala aktivitas budidaya yang akan mengganggu kualitas air sungai untuk perikanan darat;
budi daya perikanan pengolahan ikan
5. kawasan peruntukan pertambangan
mineral dan batubara • memiliki sumber daya bahan tambang yang berwujud padat, cair,
a. pembangunan fasilitas fisik meliputi jaringan listrik, jaringan jalan raya, tempat pembuangan
a. disyaratkan untuk setiap kegiatan pertambangan harus memberdayakan masyarakat di lingkungan
a. menambang batuan di perbukitan yang di bawahnya terdapat mata air
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
atau gas berdasarkan peta/data geologi;
• merupakan wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk pemusatan kegiatan pertambangan secara berkelanjutan; dan/atau
• merupakan bagian proses upaya mengubah kekuatan ekonomi potensial menjadi kekuatan ekonomi riil.
sampah, drainase, dan saluran air kotor;
b. percampuran kegiatan penambangan dengan fungsi kawasan lain diperbolehkan sejauh tidak mengubah dominasi fungsi utama kawasan;
c. kegiatan permukiman, pertanian, perikanan, kawasan lindung, dan industri dikembangkan secara serasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku;
d. kegiatan budidaya dilakukan pada kawasan peruntukan pertambangan yang di dalamnya baru terdapat izin usaha pertambangan eksplorasi;
e. wilayah dalam kawasan peruntukan pertambangan yang sudah diberikan izin usaha pertambangan operasi produksi/ eksploitasi, masih dimungkinkan adanya kegiatan budidaya lain dengan ketentuan menyesuaikan dengan rencana penambangan dan reklamasi, tidak mendirikan bangunan permanen, tidak menjadi kendala bagi aktivitas penambangan, serta
yang dipengaruhinya guna kepentingan dan kesejahteraan masyarakat setempat;
b. disyaratkan untuk kegiatan penambangan harus terlebih dahulu memiliki kajian studi Amdal yang dilengkapi dengan RPL dan RKL untuk yang berskala besar, atau UKL dan UPL untuk yang berskala kecil (tambang rakyat);
c. kegiatan pertambangan mulai dari tahap perencanaan, eksplorasi, eksploitasi, dan pasca tambang disyaratkan agar tidak menimbulkan perselisihan dengan masyarakat setempat.
penting atau permukiman;
b. menambang bongkah-bongkah batu dari dalam sungai yang terletak di bagian hulu dan di dekat jembatan.
minyak dan gas bumi air tanah di kawasan pertambangan
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
memperhatikan ketentuan yang berlaku dalam lingkungan kegiatan eksploitasi.
6. kawasan peruntukan industri
industri besar Berupa wilayah yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan industri; tidak mengganggu kelestarian fungsi lingkungan hidup; dan/atau tidak mengubah lahan produktif.
a. aktivitas pendukung kegiatan industri;
b. aktivitas budidaya produktif lain di luar zona penyangga peruntukan industri
a. disyaratkan penyelenggaraan instalasi pengolahan air limbah;
b. disyaratkan bagi kawasan peruntukan industri harus memiliki kajian Amdal.
industri sedang industri rumah tangga
7. kawasan peruntukan pariwisata
pariwisata budaya Memiliki obyek dengan daya tarik wisata; dan/atau mendukung upaya pelestarian budaya, keindahan alam, dan lingkungan. Kawasan peruntukan pariwisata dapat mencakup sebagian areal dalam kawasan lindung atau kawasan budi daya lainnya di mana terdapat konsentrasi daya tarik dan fasilitas penunjang pariwisata.
a. pengembangan aktivitas komersial sesuai dengan skala daya tarik pariwisata;
b. pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan
c. pendirian bangunan hanya untuk menunjang pariwisata.
a. pengembangan aktivitas perumahan dan permukiman dengan syarat di luar zona utama pariwisata dan tidak mengganggu bentang alam daya tarik pariwisata;
b. disyaratkan adanya perlindungan terhadap situs peninggalan sejarah masa lampau;
pariwisata alam Pariwisata buatan
8. kawasan peruntukan permukiman
permukiman perkotaan
kajian lokasi dan fungsi masing-masing permukiman, terutama dikaitkan dengan karakter lokasi, misalnya di pegunungan, dataran tinggi, permukiman pantai, dan sebagainya
a. kegiatan perdagangan jasa sesuai dengan skalanya;
b. pengembangan fasum dan fasos sesuai skalanya;
c. pembangunan permukiman skala besar yang terencana secara menyeluruh dan terpadu dengan pelaksanaan yang bertahap.
a. disyaratkan penetapan amplop bangunan; meliputi garis sempadan bangunan, koefisien dasar bangunan, koefisien lantai bangunan, ketinggian bangunan;
b. disyaratkan penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan
Permukiman perdesaan/ kampung
9. kawasan Lahan bergambut, savana, Ekosistem khas Papua yang
STRUKTUR DAN POLA RUANG KRITERIA KETENTUAN KEGIATAN
YANG DIPERBOLEHKAN
YANG DIPERBOLEHKAN DENGAN SYARAT
YANG TIDAK DIPERBOLEHKAN
peruntukan lainnya
padang rumput, hutan rawa, dll
belum termasuk dalam kelompok kawasan budidaya adalah lahan bergambut di luar kawasan lindung, savana, padang rumput, hutan rawa, dll. Kawasan ini termasuk rentan terhadap perubahan, tetapi masih memungkinkan sebagai kawasan budidaya. Pedoman penyusunan RTRW Kabupaten perlu diperkaya dengan ketentuan jenis kawasan ini.
Kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil
Kawasan pesisir dan pulau kecil perlu arahan tersendiri mengingat perbedaan karakteristiknya dengan wilayah daratan.
GUBERNUR PAPUA, CAP/TTD LUKAS ENEMBE, SIP, MH
Untuk salinan yang sah sesuai dengan aslinya
KEPALA BIRO HUKUM
CAP/TTD
ROSINA UPESSY, SH