gubernur bengkulu · 2016. 7. 12. · 05 tahun 2012 tentang jenis rencana usaha dan/atau kegiatan...

74
GUBERNUR BENGKULU PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU NOMOR 2 TAHUN 2013 TENTANG PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA GUBERNUR BENGKULU, Menimbang : a. bahwa tanah yang difungsikan sebagai lahan perkebunan merupakan karunia dan rahmat Allah SWT, yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia, karenanya wajib disyukuri, dikelola dan dimanfaatkan secara optimal, berwawasan lingkungan, berkelanjutan, dan terpadu, untuk sebesar-sebesarnya bagi kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan sesuai dengan prinsip dasar yang terkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; b. bahwa usaha perkebunan merupakan salah satu kegiatan ekonomi yang berperan dalam peningkatan pendapatan masyarakat dan Daerah, yang saat ini berkembang dengan pesat sehingga perlu dilakukan penataan, pengaturan, pembinaan dan pengawasan serta pengendalian melalui mekanisme sistem perizinan usaha perkebunan; c bahwa mekanisme sistem perizinan usaha perkebunan sebagaimana dimaksud di atas, perlu ditetapkan dengan Peraturan Daerah tentang Perizinan Usaha Perkebunan; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2043); 2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentang Pembentukan Provinsi Bengkulu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1967 Nomor 19, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 2828);

Upload: others

Post on 27-Jan-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • GUBERNUR BENGKULU

    PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULU

    NOMOR 2 TAHUN 2013

    TENTANG

    PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

    DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

    GUBERNUR BENGKULU,

    Menimbang : a. bahwa tanah yang difungsikan sebagai lahanperkebunan merupakan karunia dan rahmat Allah SWT,yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia,karenanya wajib disyukuri, dikelola dan dimanfaatkansecara optimal, berwawasan lingkungan, berkelanjutan,dan terpadu, untuk sebesar-sebesarnya bagikemakmuran dan kesejahteraan rakyat secaraberkeadilan sesuai dengan prinsip dasar yangterkandung dalam Pancasila dan Undang-Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945;

    b. bahwa usaha perkebunan merupakan salah satukegiatan ekonomi yang berperan dalam peningkatanpendapatan masyarakat dan Daerah, yang saat iniberkembang dengan pesat sehingga perlu dilakukanpenataan, pengaturan, pembinaan dan pengawasanserta pengendalian melalui mekanisme sistem perizinanusaha perkebunan;

    c bahwa mekanisme sistem perizinan usaha perkebunansebagaimana dimaksud di atas, perlu ditetapkandengan Peraturan Daerah tentang Perizinan UsahaPerkebunan;

    Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentangPeraturan Dasar Pokok - Pokok Agraria (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1960 Nomor 104,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 2043);

    2. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967 tentangPembentukan Provinsi Bengkulu (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1967 Nomor 19,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 2828);

  • 3. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentangPerindustrian (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3274);

    4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentangKonservasi Sumber Daya Alam Hayati danekosistemnya (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3419);

    5.Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992 tentangSistem Budidaya Tanaman (Lembaran NegaraRepublik Indonesia Tahun 1992 Nomor 46,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3476);

    6.Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994 TentangPengesahan United Nation Convention on BiologicalDiversity Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsamengenai keanekaragaman hayati (LembaranNegara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 41,Tambahan Lembaran Negara Republik IndonesiaNomor 3556);

    7.Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentangKehutanan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3888); sebagaimana telahdiubah dengan Undang-Undang Nomor 19 Tahun2004 tentang Penetapan Peraturan PemerintahPengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2004 Nomor 86, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4412);

    8.Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentangPerkebunan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 85, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 4411);

    9.Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentangPemerintahan Daerah ( Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 125, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4437)sebagaimana telah diubah dua kali, terakhir denganUndang-Undang Nomor 12 Tahun 2008 tentangPerubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 4844);

    10. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentangPenanaman Modal (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2004 Nomor 67, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4724);

  • 11. Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentangPenataan Ruang (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2009 Nomor 130, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5049);

    12. Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentangPerseroan Terbatas (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2007 Nomor 106, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4756);

    13. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 TentangPerlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009Nomor 140, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5059);

    14. Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2009 TentangPerlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009Nomor 149, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 5068);

    15. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentangInformasi Geospasial (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2011 Nomor 49, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5214);

    16. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1968 tentangBerlakunya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1967dan Pelaksanaan Pemerintah di Provinsi Bengkulu(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968Nomor 34, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 2854);

    17. Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1986 tentangKewenangan Pengaturan, Pembinaan danPengembangan Industri (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1986 Nomor 23, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3330);

    18. Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1995 tentangPerlindungan Tanaman (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1995 Nomor 12, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3586);

    19. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1995 tentangPerbenihan Tanaman (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1995 Nomor 85, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3616);

    20. Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 tentangHak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan, dan HakGuna Pakai Atas Tanah (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 1996 Nomor 58, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3643);

  • 21. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1997 tentangKemitraan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1997 Nomor 91, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3718);

    22. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentangPembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah,Pemerintahan Daerah Provinsi, dan PemerintahanDaerah Kabupaten/Kota (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2007 Nomor 82, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737 );

    23. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentangIzin Lingkungan (Lembaran Negara RepublikIndonesia Tahun 2012 Nomor 48, TambahanLembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5285);

    24. Keputusan Menteri Nomor 237/2003 PengawasanPupuk Anorganik, Pengadaan Peredaran danPenggunaan terhadap Jumlah, Jenis, Mutu danLegalitas pupuk serta harga pupuk bersubsidi;

    25. Keputusan Menteri Pertanian Nomor 511/Kpts/PD.310/9/2006 tentang Jenis Komoditi TanamanBinaan Direktorat Jenderal Perkebunan, DirektoratJenderal Tanaman Pangan, dan Direktorat JenderalHortikultura;

    26. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26/Permentan/OT.140/2/2007 tentang Pedoman Perizinan UsahaPerkebunan;

    27. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor13 Tahun 2010 Tentang Upaya PengelolaanLingkungan Hidup Dan Upaya PemantauanLingkungan Hidup Dan Surat PernyataanKesanggupan Pengelolaan Dan PemantauanLingkungan Hidup, (Berita Negara Republik IndonesiaTahun 2010 Nomor 231);

    28. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 19 /Permentan/OT.140/3/2011 Tentang Pedoman PerkebunanKelapa Sawit Berkelanjutan Indonesia (IndonesianSustainable Palm Oil/ISPO), (Berita Negara Tahun2011 Nomor 179, 29 Maret 2011);

    29. Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor05 Tahun 2012 Tentang Jenis Rencana UsahaDan/Atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki AnalisisMengenai Dampak Lingkungan Hidup, (Berita NegaraRepublik Indonesia Tahun 2012 Nomor 408);

    30. Peraturan Daerah Provinsi Bengkulu Nomor 02Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah(RTRW) Provinsi Bengkulu Tahun 2012-2032,

  • (Lembaran Daerah Provinsi Bengkulu Tahun 2012Nomor 02);

    Dengan Persetujuan Bersama

    DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAHPROVINSI BENGKULU

    dan

    GUBERNUR BENGKULU

    MEMUTUSKAN :

    Menetapkan: PERATURAN DAERAH TENTANG PERIZINAN USAHAPERKEBUNAN

    BAB IKETENTUAN UMUM

    Pasal 1

    Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:1. Daerah adalah Provinsi Bengkulu.2. Gubernur adalah Gubernur Bengkulu.3. Bupati/Walikota adalah Bupati/Walikota dalam lingkup Provinsi

    Bengkulu.4. Dinas Perkebunan adalah Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu dan

    atau Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Perkebunan.5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Bengkulu dan

    atau Kepala Dinas Kabupaten/Kota yang membidangi Perkebunan.6. Perkebunan adalah segala kegiatan yang mengusahakan tanaman

    tertentu pada tanah dan/atau media tumbuh lainnya dalamekosistem yang sesuai, mengolah dan memasarkan barang dan jasahasil tanaman tersebut, dengan bantuan ilmu pengetahuan danteknologi, permodalan serta manajemen untuk mewujudkankesejahteraan bagi pelaku usaha perkebunan dan masyarakat.

    7. Kebun adalah kesatuan sistem budidaya tanaman perkebunan padasatuan luas lahan yang memiliki fungsi, nilai serta manfaat ekonomis,ekologi dan sosial.

    8. Sistem budidaya tanaman perkebunan adalah keteraturan tatananpengusahaan tanaman perkebunan berdasarkan kriteria dan standarteknis budidaya yang berlaku bagi tanaman perkebunan.

    9. Budidaya Tanaman Perkebunan adalah pengusahaan tanamanperkebunan yang memenuhi kriteria dan teknis budidaya standaryang menghasilkan produk primer perkebunan baik berupa produkutama maupun produk samping. Tanaman perkebunan adalah jeniskomoditi tanaman yang pembinaannya pada Direktoral JenderalPerkebunan dan ditetapkan oleh Menteri.

    10. Hasil Perkebunan adalah semua barang dan jasa yang berasal dariperkebunan yang terdiri dari produk utama, produk turunan, produksampingan, produk ikutan, dan produk lainnya.

  • 11. Pelaku usaha perkebunan adalah pekebun dan perusahaanperkebunan yang mengelola usaha perkebunan.

    12. Pekebun adalah perorangan warga negara Indonesia yang melakukanusaha perkebunan dengan skala usaha tidak mencapai skala tertentu.

    13. Perusahaan perkebunan adalah perorangan warga Negara Indonesiaatau badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia danberkedudukan di Indonesia yang mengelola usaha perkebunandengan skala tertentu.

    14. Grup Perusahaan Perkebunan adalah dua atau lebih badan usahayang memiliki kaitan kepengurusan, sebagian sahamnya dimilikioleh orang atau badan hukum yang sama, baik secara langsungataupun melalui badan hukum lain dengan sifat atau kepemilikansedemikian rupa sehingga secara langsung atau tidak langsungmenentukan penyelenggaraan atau jalannya badan usaha.

    15. Usaha perkebunan adalah usaha yang menghasilkan barangdan/atau jasa perkebunan.

    16. Usaha budidaya tanaman perkebunan adalah serangkaian kegiatanpengusahaan tanaman perkebunan yang meliputi kegiatan pra tanam,penanaman, pemeliharaan tanaman, pemanenan dan sortasitermasuk perubahan jenis tanaman dan diversifikasi tanaman.

    17. Usaha industri pengolahan hasil perkebunan adalah serangkaiankegiatan penanganan dan pemerosesan yang dilakukan terhadap hasiltanaman perkebunan yang ditujukan untuk mencapai nilai tambahyang lebih tinggi dan memperpanjang daya simpan.

    18. Usaha pemasaran hasil perkebunan adalah usaha ekonomis produktifsektor hilir yang mengelola usaha jasa pemasaran hasil perkebunan.

    19. Usaha lainnya adalah usaha ekonomis produktif berbasis perkebunanselain usaha budidaya maupun usaha industri pengolahan danpemasaran hasil perkebunan.

    20. Penanaman Modal Dalam Negeri adalah kegiatan menanam modaluntuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yangdilakukan oleh penanam modal dalam negeri dengan menggunakanmodal dalam negeri.

    21. Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untukmelakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yangdilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modalasing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modaldalam negeri.

    22. Perencanaan Makro Pembangunan Perkebunan Nasional adalahrencana strategis pembangunan perkebunan nasional 5 (lima)tahunan yang disusun dan diterbitkan oleh Direktorat JenderalPerkebunan.

    23. Perencanaan Makro Pembangunan Perkebunan Provinsi adalahrencana strategis pembangunan perkebunan provinsi 5 (lima) tahunanyang merupakan penjabaran Perencanaan Makro PembangunanPerkebunan Nasional yang diterbitkan oleh Gubernur.

    24. Perencanaan Makro Pembangunan Perkebunan Kabupaten/Kotaadalah rencana strategis pembangunan perkebunan Kabupaten/Kota5 (lima) tahunan yang merupakan penjabaran Perencanaan MakroPembangunan Perkebunan Provinsi yang diterbitkan olehBupati/Walikota.

  • 25. Izin Usaha Perkebunan, yang selanjutnya disingkat IUP, adalah izintertulis dari Pejabat yang berwenang dan wajib dimiliki olehperusahaan yang melakukan usaha budidaya perkebunan danterintegrasi dengan usaha industri pengolahan hasil perkebunan.

    26. Izin Usaha Perkebunan untuk Budidaya, yang selanjutnya disingkatIUP-B, adalah izin tertulis dari Pejabat yang berwenang dan wajibdimiliki oleh perusahaan yang melakukan usaha budidayaperkebunan.

    27. Izin Usaha Perkebunan untuk Pengolahan, yang selanjutnya disingkatIUP-P, adalah izin tertulis dari Pejabat yang berwenang dan wajibdimiliki oleh perusahaan yang melakukan usaha industri pengolahanhasil perkebunan.

    28. Surat Tanda Daftar Usaha Perkebunan, yang selanjutnya disingkatSTD-B, adalah keterangan yang diberikan oleh Bupati/Walikotakepada pelaku usaha budidaya tanaman perkebunan yang luaslahannya kurang dari 25 (dua puluh lima) hektar.

    29. Surat Tanda Daftar Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan,yang selanjutnya disingkat STD-P, adalah keterangan yang diberikanoleh Bupati/Walikota kepada pelaku usaha industri pengolahan hasilperkebunan yang kapasitasnya di bawah batas minimal.

    30. Skala tertentu adalah skala usaha perkebunan yang didasarkan padaluasan lahan usaha, jenis tanaman, teknologi, tenaga kerja, modal,dan/atau kapasitas pabrik yang diwajibkan memiliki izin usaha.

    31. Kemitraan usaha perkebunan adalah hubungan kerja yang harmonisdan bersinergi serta saling menguntungkan, menghargai, bertanggungjawab, memperkuat, dan saling ketergantungan antara perusahaanperkebunan dengan pekebun, karyawan, masyarakat sekitarperkebunan atau masyarakat lokal.

    32. Perusahaan Inti Rakyat – Perkebunan selanjutnya disebut PIR-BUNadalah pola pelaksanaan pembangunan perkebunan denganmenggunakan perkebunan besar sebagai inti yang membantu danmembimbing perkebunan rakyat di sekitarnya sebagai plasma dalamsuatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan, utuh danberkesinambungan.

    33. Perusahaan Inti Rakyat – Transmigrasi selanjutnya disebut PIR-TRANS adalah pola pelaksanaan pembangunan perkebunan denganmenggunakan perkebunan besar sebagai inti yang membantu danmembimbing perkebunan rakyat di sekitarnya sebagai plasma dalamsuatu sistem kerjasama yang saling menguntungkan, utuh danberkesinambungan yang dikaitkan dengan program transmigrasi.

    34. Perusahaan Inti Rakyat – Kredit Koperasi Primer untuk Anggotaselanjutnya disebut PIR-KKPA adalah fasilitas pendorong yangdisediakan oleh Pemerintah berupa kredit kepada koperasi primeruntuk anggota.

    35. Kinerja Perusahaan Perkebunan adalah penilaian keberhasilanperusahaan perkebunan yang didasarkan pada aspek manajemen,budidaya kebun, pengolahan dan pemasaran hasil perkebunan, sosialekonomi, dan lingkungan dalam kurun waktu tertentu.

    36. Kawasan Nilai Konservasi Tinggi adalah suatu areal yang memilikisatu atau lebih Nilai Konservasi Tinggi.

    37. Nilai Konservasi Tinggi adalah sesuatu yang bernilai konservasi tinggipada tingkat lokal, regional atau global yang meliputi nilai-nilaiekologi, jasa lingkungan, sosial dan budaya.

    38. Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,keadaan, dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya,

  • yang mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan prikehidupan dankesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

    39. Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yangmelakukan usaha atau kegiatan yang wajib AMDAL atau UKL-UPLdalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidupsebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha atau kegiatan.

    40. Analisis mengenai dampak lingkungan hidup yang selanjutnyadisebut AMDAL adalah kajian mengenai dampak penting suatu usahadan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yangdiperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentangpenyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan.

    41. Upaya Pengelolaan Lingkungan hidup dan upaya pemantauanlingkungan hidup yang selanjutnya disebut UKL-UPL adalahpengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yangtidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukanbagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usahadan/atau kegiatan.

    42. Pembangunan berkelanjutan adalah upaya sadar dan terencana yangmemadukan aspek lingkungan hidup, sosial, dan ekonomi kedalamstrategi pembangunan untuk menjamin keutuhan lingkungan hidupserta keselamatan, kemampuan, kesejahteraan dan mutu hidupgenerasi masa kini dan generasi masa depan.

    43. Konflik Usaha Perkebunan adalah kondisi tidak normal yang terjadiantar perusahaan perkebunan, antara perusahaan perkebunandengan perusahaan pertambangan, dan antara perusahaanperkebunan dengan masyarakat/masyarakat lokal.

    44. Penerimaan Daerah adalah penerimaan yang berasal dari kegiatanusaha perkebunan yang diatur oleh Undang-undang maupunPeraturan Daerah.

    BAB IIJENIS DAN PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

    Pasal 2

    (1) Jenis usaha perkebunan terdiri atas usaha budidaya tanamanperkebunan dan usaha industri pengolahan hasil perkebunan.

    (2) Usaha perkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapatdilakukan di seluruh wilayah Provinsi Bengkulu oleh pelaku usahaperkebunan dengan memperhatikan perencanaan makro pembangunanperkebunan.

    Pasal 3(1) Usaha perkebunan dapat dilakukan baik oleh perorangan maupun

    badan hukum yang meliputi koperasi dan perseroan terbatas baik milikNegara maupun swasta.

    (2) Badan hukum asing atau perorangan warga negara asing yangmelakukan usaha perkebunan wajib bekerjasama dengan pelaku usahaperkebunan dalam negeri dengan membentuk badan hukum Indonesiadan berkedudukan di Indonesia.

    Pasal 4

  • (1) Usaha budidaya tanaman perkebunan sebagaimana dimaksud dalamPasal 2 ayat (1) yang luas lahannya kurang dari 25 (dua puluh lima)hektar dilakukan pendaftaran oleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

    (2) Pendaftaran Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan sebagaimanadimaksud pada ayat (1) paling kurang berisi data identitas dan domisilipemilik, pengelola kebun, lokasi kebun, status kepemilikan tanah,jenis/tipe tanah, asal benih, luas areal, jenis tanaman, tahun tanam,jumlah pohon, pola tanam, sarana produksi, produksi dan mitrapengolahan.

    (3) Usaha budidaya tanaman perkebunan yang sudah didaftarsebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan Surat Tanda DaftarUsaha Budidaya Perkebunan (STD-B) sesuai format sebagaimanatercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidakterpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

    (4) STD-B sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama UsahaBudidaya Tanaman Perkebunan masih dilaksanakan.

    Pasal 5

    (1) Usaha industri pengolahan hasil perkebunan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 2 ayat (1) dengan kapasitas kurang dari batas minimal,sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagiantidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini, dilakukan pendaftaranoleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

    (2) Pendaftaran Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunansebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang berisi dataidentitas dan domisili pemilik, pengelola, lokasi, kapasitas produksi,jenis bahan baku, sumber bahan baku, hasil produksi, dan tujuanpasar.

    (3) Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan yang terdaftarsebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan STD-P sesuai formatsebagaimana tercantum dalam Lampiran III yang merupakan bagiantidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

    (4) STD-P sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama UsahaIndustri Pengolahan Hasil Perkebunan masih dilaksanakan.

    Pasal 6

    (1) Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan yang luasnya 25 (dua puluhlima) hektar atau lebih sampai dengan luasan sebagaimana tercantumdalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dariPeraturan Daerah ini wajib memiliki IUP-B.

    (2) Untuk jenis komoditas yang kewenangan pengolahannya di luarkementerian pertanian yaitu selain kelapa sawit, teh dan tebu,diberikan IUP-B.

    (3) IUP-B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepadaPerusahaan Perkebunan yang dituangkan dalam bentuk Keputusanpaling kurang mencakup identitas lengkap Perusahaan Perkebunan,jenis komoditas, luas (ha), lokasi (desa/kecamatan), kewajiban dansanksi setelah mendapat IUP-B.

  • (4) IUP-B sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan kepadaPerusahaan Perkebunan setelah perusahaan perkebunan memenuhiseluruh persyaratan yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.

    Pasal 7

    (1) Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 2 ayat (1) dengan kapasitas kurang dari batas minimalsebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagiantidak terpisahkan dengan Peraturan Daerah ini dilakukan pendaftaranoleh Kepala Dinas Kabupaten/Kota.

    (2) IUP-P sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepadaPerusahaan Perkebunan yang dituangkan dalam bentuk Keputusanpaling kurang mencakup identitas lengkap perusahaan, lokasi industripengolahan, kapasitas unit pengolahan, jenis bahan baku, sumberbahan baku, jenis produksi, kapasitas produksi, tujuan pasar,kewajiban dan sanksi setelah mendapat IUP-P.

    (3) IUP-P sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya diberikan kepadaPerusahaan Perkebunan setelah memenuhi seluruh persyaratan yangdiatur dalam Peraturan Daerah ini.

    Pasal 8

    (1) Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan dengan luas lahan melebihiluasan lahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yangmerupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini, wajibterintegrasi dengan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan.

    (2) Usaha Budidaya Tanaman Perkebunan yang terintegrasi dengan UsahaIndustri Pengolahan Hasil Perkebunan sebagaimana dimaksud dalamayat (1), wajib memiliki IUP.

    (3) IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan kepada PerusahaanPerkebunan yang dituangkan dalam bentuk Keputusan, paling kurangmencakup identitas lengkap Pelaku Usaha Perkebunan, jeniskomoditas, luas (ha), lokasi (Desa/Kecamatan), kapasitas unitpengolahan, jenis bahan baku, sumber bahan baku, jenis produksi,kewajiban dan sanksi setelah mendapat IUP.

    (4) IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya diberikan kepadaPerusahaan Perkebunan setelah memenuhi seluruh persyaratan yangdiatur dalam Peraturan Daerah ini.

    Pasal 9

    Untuk mendapatkan IUP-P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1)Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan harus memenuhi palingkurang 20% (dua puluh per seratus) kebutuhan bahan baku dari kebunsendiri dan kekurangannya dipenuhi dari kebun masyarakat/perusahaanperkebunan lain yang tidak memiliki unit pengolahan melalui KemitraanPengolahan Berkelanjutan.

  • Pasal 10

    (1) Kemitraan Pengolahan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud dalamPasal 9 dilakukan untuk menjamin ketersediaan bahan baku,terbentuknya harga pasar yang wajar, dan terwujudnya peningkatannilai tambah secara berkelanjutan bagi Pekebun.

    (2) Kemitraan Pengolahan Berkelanjutan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) dilakukan secara tertulis dalam bentuk perjanjian yang memuat hakdan kewajiban, pembinaan dan pengembangan usaha, pendanaan,jangka waktu, dan penyelesaian perselisihan yang ditandatanganikedua belah pihak dan bermeterai cukup dengan diketahui oleh KepalaDinas Provinsi atau Kabupaten/Kota sesuai format sebagaimanatercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidakterpisahkan dengan Peraturan Daerah ini.

    (3) Isi perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat ditinjaukembali paling singkat setiap 4 (empat) tahun

    Pasal 11

    (1) Bagi perusahaan yang akan membangun Usaha Industri PengolahanHasil Perkebunan akan tetapi di Kabupaten setempat sudah tidaktersedia lahan untuk pembangunan kebun sendiri, harus melakukankerjasama kepemilikan saham dengan koperasi pekebun setempatsebagai pemasok bahan baku.

    (2) Khusus untuk Pabrik Kelapa Sawit, kepemilikan saham koperasipekebun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada tahap awalminimal 5% yang secara bertahap meningkat menjadi minimal 51%dalam waktu 10 (sepuluh) tahun.

    (3) Pembangunan Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunansebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan ketentuansebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

    Pasal 12

    (1) Perusahaan Perkebunan yang mengajukan IUP-B atau IUP dengan luas250 (dua ratus lima puluh) hektar atau lebih, berkewajibanmemfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar dengan luasanpaling kurang 20% (dua puluh per seratus) dari luas areal IUP-B atauIUP.

    (2) Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitarsebagaimana dimaksud pada ayat (1) mempertimbangkan:

    a. ketersediaan lahan secara proporsional;b. jumlah keluarga masyarakat sekitar yang layak sebagai peserta;danc. kesepakatan antara Perusahaan Perkebunan dengan masyarakat

    sekitar dan diketahui Kepala Dinas Provinsi atau Kabupaten/Kotasesuai kewenangannya.

    (3) Masyarakat sekitar yang layak sebagai peserta sebagaimana dimaksudpada ayat (2):a. masyarakat yang lahannya digunakan untuk pengembangan

    perkebunan; dan/ataub. keluarga masyarakat miskin sesuai peraturan perundang-undangan

    dan belum memiliki kebun.

  • (4) Masyarakat sekitar yang layak sebagai peserta sebagaimana dimaksudpada ayat (3) harus bertempat tinggal di sekitar lokasi IUP-B atau IUP,dan sanggup melakukan pengelolaan kebun.

    (5) Masyarakat sekitar yang layak sebagai peserta sebagaimana dimaksudpada ayat (3) ditetapkan oleh Bupati/Walikota berdasarkan usulan daricamat setempat.

    (6) Pelaksanaan fasilitasi pembangunan kebun oleh perusahaan penerimaIUP-B atau IUP diawasi oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sesuaikewenangan yang meliputi perencanaan, pemenuhan kewajiban dankeberlanjutan usaha.

    Pasal 13

    (1) Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitarsebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 dilakukan denganmemanfaatkan kredit, bagi hasil dan/atau bentuk pendanaan lainsesuai dengan kesepakatan dan Peraturan Perundang-undangan.

    (2) Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitarsebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diberlakukan terhadapKoperasi.

    Pasal 14

    (1) Batas maksimum luasan IUP yang diberikan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 8 ayat (2), menurut jenis tanaman sebagaimanatercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidakterpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

    (2) Batas maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakanjumlah dari penguasaan lahan yang dimanfaatkan untuk berbagaikomoditas.

    Pasal 15

    (1) IUP, IUP-B, atau IUP-P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7atau Pasal 8 yang lokasi areal budidaya dan/atau sumber bahanbakunya berada dalam 1 (satu) wilayah Kabupaten/Kota diberikan olehBupati/Walikota.

    (2) Bupati/Walikota dalam memberikan IUP, IUP-B, atau IUP-Psebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memperhatikan rencanamakro pembangunan perkebunan Provinsi.

    (3) IUP, IUP-B, atau IUP-P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7atau Pasal 8 yang lokasi areal budidaya dan/atau sumber bahanbakunya berada pada lintas wilayah Kabupaten/Kota, diberikan olehGubernur dengan memperhatikan rekomendasi dari Bupati/Walikotaberkaitan dengan rencana tata ruang wilayah Kabupaten/Kota.

    (4) Gubernur dan Bupati/Walikota secara koordinatif menangani semuajenis perizinan usaha perkebunan sesuai dengan kewenangan masing-masing.

    (5) Koordinasi perizinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4),melibatkan semua Perangkat Daerah yang terkait di PemerintahProvinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

  • Pasal 16

    (1) IUP-B, IUP-P, atau IUP berlaku selama perusahaan masihmelaksanakan kegiatan sesuai dengan baku teknis dan ketentuanPerundang-undangan.

    (2) IUP-B, IUP-P, atau IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkansesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VII yangmerupakan bagian tidak terpisahkan dengan Peraturan Daerah ini.

    BAB IIISYARAT DAN TATA CARA PERMOHONAN IZIN USAHA PERKEBUNAN

    Pasal 17

    Untuk memperoleh IUP-B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,Perusahaan Perkebunan mengajukan permohonan secara tertulis danbermeterai cukup kepada Gubernur atau Bupati/Walikota sesuaikewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dengan dilengkapipersyaratan sebagai berikut:

    a. akta pendirian perusahaan dan perubahannya yang terakhir;b. Nomor Pokok Wajib Pajak;c. Surat Izin Tempat Usaha;d. rekomendasi kesesuaian dengan Perencanaan Makro Pembangunan

    Perkebunan Kabupaten/Kota dari Bupati/Walikota untuk IUP-B yangditerbitkan oleh Gubernur;

    e. rekomendasi kesesuaian dengan Perencanaan Makro PembangunanPerkebunan Provinsi dari Gubernur untuk IUP-B yang diterbitkan olehBupati/Walikota;

    f. izin lokasi dari Bupati/Walikota yang dilengkapi dengan peta digitalcalon lokasi dengan skala 1:100.000 - 1:50.000 (cetak peta dan fileelektronik) sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan;

    g. rencana kerja pembangunan kebun termasuk rencana fasilitasipembangunan kebun masyarakat sekitar;

    h. izin lingkungan dari Gubernur atau Bupati/Walikota sesuaikewenangan;

    i. pernyataan kesanggupan untuk:1. memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk

    melakukan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT);2. memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk

    melakukan pembukaan lahan tanpa bakar serta pengendaliankebakaran;

    3. memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar sesuai Pasal12 yang dilengkapi dengan rencana kerja dan rencana pembiayaan;dan melaksanakan kemitraan dengan Pekebun, karyawan dan/ataumasyarakat sekitar perkebunan;

    4. Pernyataan kesediaan untuk membangun jalan khusus untukpengangkutan hasil perkebunan;

    5. Pernyataan kesanggupan sebagaimana angka 1 s/d angka 5menggunakan format pernyataan sebagaimana tercantum dalamLampiran VIII yang merupakan bagia tidak terpisahkan dariPeraturan Daerah ini.

    j. Surat keterangan Gubernur atau Bupati/Walikota atau MenteriKehutanan bahwa pada lahan yang dimohonkan tidak terdapat izinyang telah diberikan pada pihak lain.

  • k. Referensi Bank yang ada di Provinsi Bengkulu yang menerangkanbahwa perusahaan memiliki rekening dan menyetor deposit danajaminan dengan saldo terakhir minimal 1% dari nilai total rencanainvestasi;

    Pasal 18

    Untuk memperoleh IUP-P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,Perusahaan Perkebunan mengajukan permohonan secara tertulis danbermeterai cukup kepada Gubernur atau Bupati/Walikota sesuaikewenangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dengan dilengkapipersyaratan sebagai berikut:a. akta pendirian perusahaan dan perubahannya yang terakhir;b. Nomor Pokok Wajib Pajak;c. Surat Izin Tempat Usaha;d. rekomendasi kesesuaian dengan Perencanaan Makro Pembangunan

    Perkebunan Kabupaten/Kota dari Bupati/Walikota untuk IUP-P yangditerbitkan oleh Gubernur;

    e. rekomendasi kesesuaian dengan Perencanaan Makro PembangunanPerkebunan Provinsi dari Gubernur untuk IUP-P yang diterbitkan olehBupati/Walikota;

    f. izin lokasi dari Bupati/Walikota yang dilengkapi dengan peta digitalcalon lokasi dengan skala 1:100.000 - 1:50.000 (cetak peta dan fileelektronik) sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan, kecualilokasi yang diusulkan untuk pendirian unit pengolahan berada didalam areal perkebunan;

    g. jaminan pasokan bahan baku dengan menggunakan formatsebagaimana tercantum dalam Lampiran IX dan Lampiran X yangmerupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini;

    h. rencana kerja pembangunan unit pengolahan hasil perkebunan;i. izin lingkungan dari Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai

    kewenangan;j. pernyataan kesediaan untuk melakukan kemitraan dengan

    menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran XI yangmerupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

    k. surat keterangan Gubernur atau Bupati/Walikota atau MenteriKehutanan bahwa pada lahan yang dimohonkan tidak terdapat izinyang telah diberikan pada pihak lain.

    l. referensi Bank yang ada di Provinsi Bengkulu yang menerangkan bahwaperusahaan memiliki rekening dan menyetor deposit dana jaminandengan saldo terakhir minimal 1% dari nilai total rencana investasi;

    m. pernyataan kesediaan untuk membangun jalan khusus untukpengangkutan hasil perkebunan.

    Pasal 19

    Untuk memperoleh IUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, PerusahaanPerkebunan mengajukan permohonan secara tertulis dan bermeteraicukup kepada Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangansebagaimana dimaksud dalam Pasal 15, dengan dilengkapi persyaratansebagai berikut:

    a. akta pendirian perusahaan dan perubahannya yang terakhir;b. Nomor Pokok Wajib Pajak;

  • c. Surat Izin Tempat Usaha;d. rekomendasi kesesuaian dengan Perencanaan Makro Pembangunan

    Perkebunan Kabupaten/Kota dari Bupati/Walikota untuk IUP-B yangditerbitkan oleh Gubernur;

    e. rekomendasi kesesuaian dengan perencanaan makro pembangunanperkebunan Provinsi dari Gubernur untuk IUP-B yang diterbitkan olehBupati/Walikota;

    f. izin lokasi dari Bupati/Walikota yang dilengkapi dengan peta digitalcalon lokasi dengan skala 1:100.000 - 1:50.000 (cetak peta dan fileelektronik) sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan;

    g. surat pernyataan/keterangan dari Kementerian Kehutanan bahwalahan yang dimohonkan merupakan kawasan atau non-kawasan hutan.

    h. jaminan pasokan bahan baku dengan menggunakan formatsebagaimana tercantum dalam Lampiran IX dan Lampiran X yangmerupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini;

    i. rencana kerja pembangunan kebun dan unit pengolahan hasilperkebunan termasuk rencana fasilitasi pembangunan kebun untukmasyarakat sekitar;

    j. izin lingkungan dari Gubernur atau Bupati/Walikota sesuaikewenangan;

    k. pernyataan kesanggupan untuk:1. memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk

    melakukan pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT);2. memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem untuk

    melakukan pembukaan lahan tanpa bakar serta pengendaliankebakaran;

    3. memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitar sesuai Pasal12 yang dilengkapi dengan rencana kerja dan rencana pembiayaan;

    4. melaksanakan kemitraan dengan pekebun, karyawan dan/ataumasyarakat sekitar perkebunan;

    5. pernyataan perusahaan perkebunan atau grup perusahaan belummenguasai lahan melebihi batas luas maksimum, format pernyataansebagaimana tercantum dalam Lampiran XII yang merupakan bagiantidak terpisahkan dari Peraturan Daerah ini.

    6. pernyataan kesediaan untuk membangun jalan khusus untukpengangkutan hasil perkebunan;

    7. pernyataan kesanggupan sebagaimana angka 1 s/d angka 6menggunakan format pernyataan sebagaimana tercantum dalamLampiran VIII yang merupakan bagian tidak terpisahkan dariPeraturan Daerah ini.

    l. surat keterangan Gubernur atau Bupati/Walikota atau MenteriKehutanan bahwa pada lahan yang dimohonkan tidak terdapat izinyang telah diberikan pada pihak lain;

    m. referensi bank yang ada di Provinsi Bengkulu yang menerangkan bahwaperusahaan memiliki rekening dan menyetor deposit dana jaminandengan saldo terakhir minimal 1% dari nilai total rencana investasi.

    Pasal 20

    Perusahaan Perkebunan yang lahannya berasal dari dan/atau merupakankawasan Hutan dilarang membuka Kawasan Hutan sebelum mendapatkanizin untuk membuka Kawasan Hutan dari Direktorat JenderalInventarisasi dan Tata Guna Hutan di Kementerian Kehutanan sesuaidengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

  • Pasal 21

    Untuk permohonan izin usaha yang menggunakan tanaman hasil rekayasagenetika, selain memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalamPasal 17, Pasal 18, atau Pasal 19 harus melampirkan salinan rekomendasikeamanan hayati dari instansi yang berwenang.

    Pasal 22

    (1) Gubernur atau Bupati/Walikota dalam jangka waktu paling lambat 30(tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonandengan persyaratan lengkap sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17,Pasal 18 , atau Pasal 19 diterima, wajib memberikan jawabanmenyetujui atau menolak.

    (2) Dalam jangka waktu paling lambat 7 (tujuh) hari kerja sejakditerimanya permohonan, sebagaimana dimaksud pada ayat (1),Gubernur atau Bupati/Walikota wajib mengumumkan permohonanpemohon yang berisi identitas pemohon, lokasi kebun beserta petanya,luas dan asal lahan serta kapasitas unit pengolahan, kepadamasyarakat melalui papan pengumuman resmi dan websitePemerintah Daerah setempat.

    (3) Masukan dari masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diterima paling lambat 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak permohonandiumumkan.

    (4) Gubernur atau Bupati/Walikota melakukan kajian dan/ataupeninjauan lapangan terhadap masukan dari masyarakat sebagaimanadimaksud pada ayat (2).

    (5) Permohonan disetujui dan diterbitkan IUP-B, IUP-P atau IUPsebagaimana dimaksud pada ayat (1) apabila setelah dilakukanpemeriksaan, dokumen telah lengkap dan benar serta telah dilakukanpengkajian terhadap masukan dari masyarakat.

    (6) Gubernur atau Bupati/Walikota setelah menerbitkan IUP-B, IUP-Patau IUP wajib mengumumkan kepada masyarakat melalui papanpengumuman resmi dan website Pemerintah Daerah setempat.

    Pasal 23

    (1) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 apabilasetelah dilakukan pemeriksaan dokumen, persyaratan tidak lengkapdan/atau tidak benar.

    (2) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secaratertulis kepada pemohon dengan disertai alasan penolakannya.

    BAB IVKEMITRAAN

    Pasal 24

    (1) Kemitraan Usaha Perkebunan dilakukan antara perusahaanperkebunan dengan pekebun, karyawan, dan/atau masyarakat sekitarperkebunan.

  • (2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secaratertulis dalam bentuk perjanjian yang berisikan hak dan kewajiban,pembinaan dan pengembangan usaha, pendanaan, jangka waktu, danpenyelesaian perselisihan yang ditandatangani kedua belah pihak danbermeterai cukup dengan diketahui oleh Kepala Dinas Provinsi atauKabupaten/Kota sesuai kewenangan.

    (3) Perjanjian Kemitraan Usaha Perkebunan sebagaimana dimaksud padaayat (2) dilakukan paling singkat selama 3 (tiga) tahun.

    Pasal 25

    (1) Kemitraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf i angka 4,Pasal 18 huruf j, dan Pasal 19 huruf k angka 4 dilakukan berdasarkanpada asas manfaat dan berkelanjutan yang saling menguntungkan,saling menghargai, saling bertanggung jawab, dan saling memperkuat.

    (2) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untukpemberdayaan dan peningkatan pendapatan secara berkelanjutan bagiperusahaan perkebunan, pekebun, karyawan perusahaan perkebunandan/atau masyarakat sekitar.

    (3) Kemitraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak membebaskankewajiban pembangunan kebun untuk masyarakat sekitar sebagaimanadimaksud dalam Pasal 12.

    Pasal 26

    Kemitraan Usaha Perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat(1) dapat dilakukan melalui pola:

    a. penyediaan sarana produksi;b. kerjasama produksi;c. pemasaran;d. transportasi;e. kerjasama operasional;f. kepemilikan saham; dan/ataug. kerjasama penyediaan jasa pendukung lainnya.

    BAB V

    PERUBAHAN LUAS LAHAN, JENIS TANAMAN, DAN/ATAU PERUBAHANKAPASITAS PENGOLAHAN, SERTA DIVERSIFIKASI

    Pasal 27

    (1) Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki IUP-B atau IUP dan akanmelakukan perluasan lahan, harus mendapat persetujuan dariGubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangan.

    (2) Untuk mendapat persetujuan perluasan lahan sebagaimana dimaksudpada ayat (1), pemohon mengajukan permohonan secara tertulis danbermeterai cukup dengan dilengkapi persyaratan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 17 dan Pasal 19, serta laporan kemajuan fisikdan keuangan Perusahaan Perkebunan.

    (3) Persetujuan perluasan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diberikan kepada perusahaan perkebunan yang menurut penilaianusaha perkebunan tahun terakhir termasuk kelas 1 atau kelas 2.

  • (4) Apabila Perusahaan Perkebunan memiliki beberapa kebun, makapersetujuan perluasan lahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)diberikan kepada perusahaan perkebunan yang kebunnya memilikihasil penilaian usaha perkebunan tahun terakhir termasuk kelas 1atau kelas 2.

    (5) Dalam hal seluruh persyaratan telah lengkap, Gubernur atauBupati/Walikota menyampaikan permohonan dan dokumen perluasanlahan kepada Direktur Jenderal Perkebunan untuk dimintakanrekomendasi tentang kelengkapan dan kesesuaian dokumen.

    (6) Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangan dalammemberikan persetujuan perluasan sebagaimana dimaksud pada ayat(1) berpedoman pada perencanaan makro pembangunan perkebunanNasional.

    Pasal 28

    (1) Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki IUP-B atau IUP dan akanmelakukan perubahan jenis tanaman, harus mendapat persetujuandari Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangan.

    (2) Untuk mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)pemohon mengajukan permohonan secara tertulis dan bermeteraicukup dengan dilengkapi persyaratan sebagai berikut:

    a. IUP-B atau IUP;b. akte pendirian perusahaan perkebunan dan perubahan terakhir;c. rekomendasi dari Dinas Provinsi atau Kabupaten/Kota;d. rencana kerja (proposal) tentang perubahan jenis tanaman;e. Izin Lingkungan dari Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai

    kewenangan.

    (3) Dalam hal seluruh persyaratan telah lengkap, Gubernur atauBupati/Walikota menyampaikan permohonan dan dokumenperubahan jens tanaman kepada Direktur Jenderal Perkebunan untukdimintakan rekomendasi tentang kelengkapan dan kesesuaiandokumen.

    (4) Bupati/Walikota dalam memberikan persetujuan perubahan jenistanaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman padaperencanaan makro pembangunan perkebunan Provinsi.

    (5) Gubernur dalam memberikan persetujuan perubahan jenis tanamansebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada perencanaanmakro pembangunan perkebunan nasional.

    Pasal 29

    (1) Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki IUP-P atau IUP dan akanmelakukan penambahan kapasitas unit pengolahan, harus mendapatpersetujuan dari Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangan.

    (2) Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperlukan apabilauntuk penambahan kapasitas lebih dari 30% (tiga puluh per seratus)dari kapasitas yang telah diizinkan.

    (3) Untuk mendapat persetujuan penambahan kapasitas sebagaimanadimaksud pada ayat (1), pemohon mengajukan permohonan secaratertulis dan bermeterai cukup kepada Gubernur atau Bupati/Walikotasesuai kewenangan dengan kelengkapan persyaratan sebagaimanadimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19 serta laporan kemajuan fisikdan keuangan Perusahaan Perkebunan 3 (tiga) tahun terakhir.

  • Pasal 30

    (1) Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki IUP-B atau IUP dan akanmelakukan diversifikasi usaha, harus mendapat persetujuan dariGubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangan.

    (2) Untuk memperoleh persetujuan diversifikasi usaha sebagaimanadimaksud pada ayat (1) yang tidak menghilangkan fungsi utama dibidang perkebunan, pemohon mengajukan permohonan secara tertulisdan bermeterai cukup dengan dilengkapi persyaratan sebagai berikut:

    a. IUP-B atau IUP;b. akte pendirian perusahaan perkebunan dan perubahan terakhir;c. rencana kerja (proposal) tentang diversifikasi usaha;d. surat dukungan diversifikasi usaha dari Instansi terkait; dane. izin lingkungan dari Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai

    kewenangan lingkungan.

    (3) Bupati/Walikota dalam memberikan persetujuan diversifikasi usahasebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada perencanaanmakro pembangunan perkebunan Provinsi.

    (4) Gubernur dalam memberikan persetujuan diversifikasi usahasebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada perencanaanmakro pembangunan perkebunan Nasional.

    Pasal 31

    (1) Bupati/Walikota atau Gubernur dalam jangka waktu paling lambat 30(tiga puluh) hari kerja terhitung sejak tanggal diterimanya permohonandengan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Pasal 28,Pasal 29, atau Pasal 30 harus memberi jawaban menyetujui ataumenolak.

    (2) Permohonan yang diterima dan memenuhi seluruh persyaratansebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan persetujuanpenambahan luas lahan perubahan jenis tanaman, penambahankapasitas pengolahan, atau diversifikasi usaha.

    Pasal 32

    (1) Permohonan ditolak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 ayat (1)apabila setelah dilakukan pemeriksaan dokumen ternyatapersyaratannya tidak benar, usaha yang akan dilakukan bertentangandengan ketertiban umum dan/atau perencanaan makro pembangunanperkebunan.

    (2) Penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberitahukan secaratertulis kepada pemohon dengan disertai alasan penolakannya.

    BAB VIPENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP DAN

    TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN PERKEBUNAN

    Pasal 33

    (1) Dalam rangka pemeliharaan keseimbangan ekosistem dan kelestarianlingkungan hidup, pelaku usaha perkebunan wajib mengelola sumberdaya alam secara lestari dan berkelanjutan di dalam dan di sekitarlokasi usaha perkebunan.

  • (2) Dalam mengelola usaha perkebunan, pelaku usaha perkebunan wajibmencegah timbulnya kerusakan dan pencemaran lingkungan hidupatau ketidakseimbangan ekosistem di dalam dan di sekitar lokasiusaha perkebunan.

    (3) Pelaku usaha perkebunan wajib melakukan perencanaan,pembangunan, pengoperasian, dan pemeliharaan jalan khususpengangkutan hasil perkebunan sesuai dengan ketentuan PeraturanPerundang-undangan yang berlaku.

    (4) Dalam penyusunan perencanaan pembangunan perkebunan harusmencadangkan areal lokasi yang secara teknis harus dilindungisebagai kawasan konservasi berdasarkan identifikasi nilai konservasitinggi oleh pihak yang berkompeten.

    (5) Pelaku usaha budidaya tanaman perkebunan mempunyaitanggungjawab lingkungan dan konservasi kekayaan alam dankeanekaragaman hayati.

    (6) Pelaku usaha perkebunan berkewajiban mengendalikan, mengolah danpemanfaatan limbah perkebunan secara optimal dan sesuai ketentuanyang berlaku.

    Pasal 34

    (1) Pelaku usaha Perkebunan wajib melaksanakan pembangunanperkebunan dengan memperhatikan kelestarian sumber–sumber airdan kehidupan masyarakat.

    (2) Pelaku usaha Perkebunan dilarang melakukan kegiatan pembangunanperkebunan pada sekitar sumber–sumber air dengan radius jaraksampai dengan:a. 500 (lima ratus) meter dari tepi waduk atau danau;b. 200 (dua ratus) meter dari tepi mata air dan kiri kanan sungai di

    daerah rawa;c. 100 (seratus) meter dari kiri kanan tepi sungai;d. 50 (lima puluh) meter dari tepi anak sungai;e. 2 (dua) kali kedalaman dari tepi jurang; danf. 130 (seratus tiga puluh) kali pasang tertinggi dan pasang terendah

    dari tepi pantai.(3) Perusahaan Perkebunan dilarang melakukan kegiatan pembangunan

    kebun dengan jarak minimal:a. jalan Nasional paling dekat 500 (lima ratus) meter;b. jalan Provinsi paling dekat 250 (dua ratus lima puluh) meter; danc. jalan Kabupaten paling dekat 100 (seratus) meter.

    Pasal 35

    (1) Pelaku usaha perkebunan wajib membentuk divisi atau unitPengelolaan Lingkungan dalam struktur organisasi usahanya.

    (2) Bagian atau unit sistem pengelolaan lingkungan bertanggung jawabdalam hal perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan tindakanterhadap pengelolaan lingkungan.

    (3) Pelaku usaha perkebunan diwajibkan untuk menyampaikan laporankinerja pengelolaan lingkungan kepada Gubernur dan Bupati/Walikotamelalui Dinas yang membidangi perkebunan dan Badan/Instansi yangmenangani lingkungan hidup setiap 3 (tiga) bulan sekali.

  • Pasal 36

    (1) Pelaku usaha perkebunan wajib menyusun dan menjalankan programtanggung jawab sosial perusahaan sebagaimana diamanatkan dalamPeraturan Perundang-undangan yang berlaku.

    (2) Penyusunan program tanggung jawab sosial bersifat partisipatifdimana perusahaan wajib melakukan konsultasi publik denganmasyarakat sekitar dan juga Pemerintah Provinsi dan PemerintahKabupaten/Kota.

    (3) Pelaku usaha perkebunan memiliki tanggung jawab kepada pekerja,individu dan komunitas dari kebun, dalam pelaksanaannya dilakukanpengawasan oleh Dinas Perkebunan atau yang membidangiperkebunan.

    (4) Pelaku usaha perkebunan wajib menyampaikan laporan kegiatan danevaluasi pelaksanaan program tanggung jawab sosial perusahaan yangterintegrasi dengan laporan kegiatan usaha perkebunan kepadaGubernur dan Bupati/Walikota melalui Dinas yang membidangiPerkebunan di Provinsi dan Kabupaten/Kota, setiap 3 (tiga) bulan.

    BAB VIIPEMBINAAN DAN PENGAWASAN

    Pasal 37

    Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan fasilitasi pembangunankebun masyarakat sekitar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12dilakukan oleh Menteri, Gubernur dan Bupati/Walikota.

    Pasal 38

    Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap proses danpenerbitan IUP-B, IUP-P, IUP oleh Gubernur atau Bupati/Walikota.

    Pasal 39

    (1) IUP-B, IUP-P, IUP yang diterbitkan oleh Gubernur, Bupati/Walikotasebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, beserta seluruh dokumenpersyaratan penerbitannya, wajib ditembuskan kepada MenteriPertanian melalui Direktur Jenderal Perkebunan dengan jaringanelektronik.

    (2) IUP-B, IUP-P, IUP yang diterima oleh perusahaan beserta seluruhdokumen persyaratan wajib disampaikan kepada Menteri Pertanianmelalui Direktur Jenderal Perkebunan melalui jaringan elektronik.

    (3) STD-B dan STD-P yang diterbitkan oleh Bupati/Walikota dicatat dandibuat rekapitulasi dan harus dilaporkan paling kurang 1 (satu) tahunsekali kepada Menteri Pertanian melalui Direktur Jenderal Perkebunandan Gubernur Provinsi bersangkutan.

    (4) Tembusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dibuktikandengan perolehan nomor penerimaan dari Direktorat JenderalPerkebunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2).

    (5) Direktorat Jenderal Perkebunan memberikan nomor penerimaansebagaimana dimaksud pada ayat (4) paling lambat 14 (empat belas)hari kerja setelah diterimanya tembusan IUP-B, IUP-P, IUP.

  • (6) Dalam hal Direktorat Jenderal Perkebunan belum memberikan nomorpenerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), maka IUP-B, IUP-P,IUP dinyatakan berlaku.

    Pasal 40

    (1) Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki IUP-B, IUP-P, dan IUPsesuai Peraturan Daerah ini wajib:a. memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem

    pembukaan lahan tanpa bakar serta pengendalian kebakaran;b. menerapkan teknologi pembukaan lahan tanpa bakar dan mengelola

    sumber daya alam secara lestari;c. memiliki sumber daya manusia, sarana, prasarana dan sistem

    pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT);d. menerapkan hasil kajian yang direkomendasikan dalam dokumen

    Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), atau UpayaPengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan(UPL) sesuai Peraturan Perundang-undangan;

    e. menyelesaikan pembangunan kebun masyarakat sekitar paling lama3 (tiga) tahun terhitung sejak dimulainya pembangunan kebun milikPerusahaan, kecuali bagi Daerah yang jumlah masyarakat sekitarbelum mencukupi dapat dilakukan secara bertahap sesuai dengankondisi setempat;

    f. melakukan kemitraan dengan pekebun, karyawan dan/ataumasyarakat sekitar; serta

    g. melaporkan perkembangan usaha perkebunan kepada pemberi izinsecara berkala setiap 6 (enam) bulan sekali dengan tembusankepada Menteri Pertanian melalui Direktur Jenderal Perkebunan.

    (2) Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki IUP-B, IUP-P, dan IUPdapat melakukan persiapan untuk merealisasikan pembangunankebun dan/atau unit pengolahan berupa pembukaan lahan untukpenyiapan benih, pembenihan, pembuatan sarana dan prasaranapaling luas 100 hektar sesuai dengan studi kelayakan, baku teknis,dan Peraturan Perundang-undangan.

    (3) Perusahaan perkebunan yang telah memiliki IUP-B, IUP-P atau IUPsesuai Peraturan Daerah ini harus menyelesaikan proses perolehanhak atas tanah yang menggunakan tanah negara dengan Hak GunaUsaha paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak diterbitkannya IUP-B,IUP-P atau IUP.

    (4) Perusahan Perkebunan yang telah memiliki IUP-B, IUP-P, dan IUPwajib merealisasikan pembangunan kebun dan/atau unit pengolahansesuai dengan studi kelayakan, baku teknis, dan PeraturanPerundang-undangan setelah diperolehnya sertifikat hak atas tanah.

    Pasal 41

    Perusahaan Perkebunan yang melakukan diversifikasi usaha sebagaimanadimaksud dalam Pasal 30, wajib menjamin kelangsungan usaha pokok,menjaga kelestarian fungsi lingkungan, sumber daya genetik, danmencegah berjangkitnya organisme pengganggu tumbuhan (OPT).

  • Pasal 42

    (1) Pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajibanPerusahaan Perkebunan yang telah memperoleh IUP-B, IUP-P atau IUPdilakukan oleh Direktur Jenderal Perkebunan, Gubernur danBupati/Walikota sesuai kewenangan.

    (2) Pembinaan dan pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)dilakukan Direktur Jenderal Perkebunan paling sedikit 1 (satu) tahunsekali dalam bentuk penilaian kebun dan oleh Gubernur atauBupati/Walikota paling sedikit 6 (enam) bulan sekali berdasarkanlaporan kinerja perusahaan perkebunan sebagaimana dimaksud dalamPasal 40 huruf g dan pemeriksaan lapangan.

    Pasal 43

    (1) Menteri dapat melakukan pengawasan terhadap ketaatan pemberi izinjika dianggap telah terjadi pelanggaran yang serius di bidangperkebunan.

    (2) Berdasarkan pengawasan yang dilakukan sebagaimana dimaksud padaayat (1), Menteri memberikan rekomendasi tindakan yang perludilakukan kepada pemberi izin.

    (3) Dalam hal pemberi izin tidak mengambil langkah-langkah yangdiperlukan dan pelanggaran masih terus terjadi, Menteri memberikanperingatan terhadap pemberi izin dengan tembusan kepada MenteriDalam Negeri.

    (4) Apabila pemberi izin tidak menindaklanjuti peringatan Menterisebagaimana diatur pada ayat (3), Menteri dapat mengambil alihwewenang pemberi izin dan mengusulkan kepada Menteri Dalam Negeriuntuk memberikan sanksi terhadap pejabat pemberi izin sesuaiPeraturan Perundang-undangan.

    BAB VIIISANKSI ADMINISTRASI

    Pasal 44

    (1) Perusahaan Perkebunan yang memiliki IUP-P atau IUP untukpemenuhan kebutuhan bahan bakunya diperoleh dari kemitraan,dalam pelaksanaannya menimbulkan gangguan atas kemitraan padaperusahaan perkebunan lain, diberikan sanksi peringatan tertulis 3(tiga) kali dalam tenggang waktu 4 (empat) bulan untuk melakukanperbaikan.

    (2) Dalam hal peringatan ke-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidakdiindahkan, IUP-P atau IUP dicabut dan hak atas tanah diusulkankepada instansi yang berwenang untuk dicabut.

    Pasal 45

    (1) Perusahaan Perkebunan yang telah memperoleh IUP-B atau IUP, tidakmelakukan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat diberikan sanksiperingatan tertulis 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu 4 (empat) bulanuntuk melakukan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat.

  • (2) Dalam hal peringatan ke-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidakdiindahkan, IUP-B atau IUP dicabut dan hak atas tanah diusulkankepada instansi yang berwenang untuk dicabut.

    Pasal 46

    (1) Perusahaan Perkebunan yang telah memperoleh IUP-B, IUP-P atauIUP, tidak menyelesaikan proses perolehan hak atas tanah yangmenggunakan lahan negara dengan Hak Guna Usaha paling lama 2(dua) tahun terhitung sejak diterbitkannya IUP-B, IUP-P atau IUPdiberikan sanksi peringatan tertulis 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu4 (empat) bulan untuk menyelesaikan proses perolehan hak atastanah.

    (2) Dalam hal peringatan ke-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidakdiindahkan, IUP-B, IUP-P atau IUP dicabut.

    Pasal 47

    (1) Perusahaan perkebunan yang telah memperoleh, IUP-B, IUP-P atauIUP, mendapat persetujuan penambahan luas lahan, perubahan jenistanaman, penambahan kapasitas pengolahan, atau diversifikasi usahayang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalamPasal 12 ayat (1) dan Pasal 36 huruf a, c, e, f dan/atau g diberikansanksi peringatan tertulis 3 (tiga) kali masing-masing dalam tenggangwaktu 4 (empat) bulan.

    (2) Dalam hal peringatan ke-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidakdiindahkan, IUP-B, IUP-P atau IUP dicabut dan hak atas tanahdiusulkan kepada instansi yang berwenang untuk dicabut.

    Pasal 48

    Perusahaan Perkebunan yang telah memperoleh, IUP-B, IUP-P atau IUP,mendapat persetujuan penambahan luas lahan, perubahan jenis tanaman,penambahan kapasitas pengolahan, atau diversifikasi usaha yang tidakmelaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf bdan/atau huruf d, IUP-B, IUP-P atau IUP dicabut dan hak atas tanahdiusulkan kepada Instansi yang berwenang untuk dicabut.

    Pasal 49

    (1) Perusahaan Perkebunan yang telah mendapat persetujuan diversifikasiusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 tidak menjaminkelangsungan usaha pokok, menjaga kelestarian lingkungan, sumberdaya genetik, dan mencegah berjangkitnya organisme pengganggutumbuhan (OPT) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 diberikansanksi peringatan tertulis 3 (tiga) kali dalam tenggang waktu 4 (empat)bulan untuk melakukan perbaikan.

    (2) Dalam hal peringatan ke-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidakdiindahkan, IUP-B atau IUP dicabut dan hak atas tanah diusulkankepada Instansi yang berwenang untuk dicabut.

  • Pasal 50

    Pengusulan pencabutan hak atas tanah kepada Instansi yang berwenangsebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal48, atau Pasal 49 dilakukan oleh Menteri atas usul Gubernur atauBupati/Walikota.

    Pasal 51

    (1) Perusahaan Perkebunan yang memiliki IUP-B, IUP-P, atau IUP dansudah melakukan pembangunan kebun dan/atau unit pengolahantanpa memiliki hak atas tanah diberi peringatan untuk menyelesaikanhak atas tanah paling lama 2 (dua) tahun sebagaimana dimaksuddalam Pasal 40 ayat (3).

    (2) Apabila dalam waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hak atastanah belum dapat diselesaikan, maka IUP-B, IUP-P, atau IUP dicabut.

    Pasal 52

    (1) Apabila izin usaha perkebunan dicabut yang berakibat padapencabutan HGU, maka bekas pemegang izin usaha perkebunan wajibmembongkar bangunan dan benda-benda yang ada diatasnya danmenyerahkan tanaman yang ada di atas tanah bekas izin usahaperkebunan tersebut kepada Gubernur atau Bupati/Walikota.

    (2) Apabila bangunan tanaman dan benda-benda sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) masih diperlukan, maka kepada bekas pemegang izinusaha perkebunan diberikan ganti rugi yang bentuk dan jumlahnyasesuai ketentuan yang berlaku.

    (3) Pembongkaran bangunan dan benda-benda sebagaimana dimaksuddalam ayat (1) dilaksanakan atas biaya bekas pemegang izin usahaperkebunan.

    (4) Jika bekas pemegang izin usaha perkebunan lalai dalam memenuhikewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (3), maka bangunan danbenda-benda yang ada di atas tanah bekas izin usaha perkebunan itudibongkar oleh pejabat pemberi izin yaitu Gubernur atauBupati/Walikota.

    (5) Pelaksanaan sebagaimana dimaksud ayat (1) dilaksanakan palinglambat 1 (satu) tahun setelah izin dicabut.

    Pasal 53

    (1) Dengan tidak mengurangi sanksi administrasi sebagaimana dimaksuddalam Pasal 44 Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49, atauPasal 51, maka terhadap setiap pelaku usaha perkebunan yangmelakukan perbuatan melanggar hukum wajib membayar gantikerugian kepada Daerah atau masyarakat yang dirugikan, sesuaidengan tingkat kerusakan atau kerugian yang diakibatkan atauditimbulkannya, untuk biaya rehabilitasi kerusakan dan kompensasikerugian.

    (2) Ketentuan lebih lanjut mengenai sanksi administrasi dan gantikerugian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan olehGubernur atau Bupati/Walikota.

  • Pasal 54

    (1) IUP-B, IUP-P atau IUP yang diterbitkan Gubernur atau Bupati/Walikotatidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan PeraturanPerundang-undangan.

    (2) IUP-B, IUP-P atau IUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajibdibatalkan oleh pemberi izin.

    Pasal 55

    Pejabat yang memberikan IUP-B, IUP-P, dan IUP tidak sesuai denganPeraturan ini, diusulkan diberi sanksi administratif berdasarkan PeraturanPerundang-undangan.

    BAB IXPENANGAN KONFLIK PERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

    Pasal 56

    (1) Penanganan konflik perkebunan dimaksudkan untuk mendapatkankepastian hukum bagi para pihak, sehingga dapat menjaminkeberlangsungan usaha perkebunan dan kesejahteraan masyarakat.

    (2) Sasaran yang ingin dicapai dari penanganan konflik perkebunan yaituterpenuhinya kepentingan para pihak di perkebunan secaraberkeadilan.

    (3) Apabila terjadi konflik yang mengakibatkan terjadinya gangguan usahaperkebunan, maka Gubernur atau Bupati/Walikota wajibmenyelesaikannya.

    (4) Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangannya wajibmembentuk tim terpadu dalam penanganan konflik di Provinsi danKabupaten/Kota.

    (5) Tim terpadu penanganan konflik terdiri dari unsur-unsurInstansi/Badan vertikal dan horizontal, kelembagaan profesi, danasosiasi usaha perkebunan.

    (6) Mekanisme penanganan konflik sebagaimana dimaksud pada ayat (4)diatur lebih lanjut dengan peraturan Gubernur atau peraturanBupati/Walikota sesuai kewenangannya.

    BAB XPENYIDIKAN

    Pasal 57

    (1) Selain Penyidik Pejabat Kepolisian Negara Repubik Indonesia, PejabatPegawai Negeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggungjawabnya di bidang perkebunan juga diberi wewenang khusus sebagaiPenyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang tentang Hukum Acara Pidana, untuk melakukan penyidikantindak pidana di bidang perkebunan.

    (2) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)berwenang untuk:

  • a. melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan atau keteranganyang berkenaan dengan tindak pidana di bidang perkebunan;

    b. melakukan pemanggilan terhadap seseorang untuk didengar dandiperiksa sebagai tersangka atau sebagai saksi dalam tindak pidanadi bidang perkebunan;

    c. melakukan pemeriksaan terhadap orang atau badan hukum yangdiduga melakukan tindak pidana di bidang perkebunan;

    d. memeriksa tanda pengenal seseorang yang berada dalam kawasanpengembangan perkebunan;

    e. melakukan penggeledahan dan penyitaan barang bukti tindakpidana di bidang perkebunan;

    f. meminta keterangan dan bahan bukti dari orang atau badan hukumsehubungan dengan tindak pidana di bidang perkebunan;

    g. membuat dan menanda tangani berita acara; danh. menghentikan penyidikan apabila tidak terdapat cukup bukti

    tentang adanya tindak pidana di bidang perkebunan.(3) Penyidik Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)

    memberitahukan dimulainya penyidikan dan melaporkan hasilpenyidikannya kepada penuntut umum melalui Pejabat KepolisianNegara Republik Indonesia.

    BAB XIKETENTUAN PIDANA

    Pasal 58

    (1) Setiap orang yang dengan sengaja melakukan usaha budidaya tanamanperkebunan dengan luasan tanah tertentu dan/atau usaha industripengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas tertentu tidak memilikiizin usaha perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 7,dan Pasal 8, di ancam dengan hukuman pidana sesuai denganketentuan Pasal 46 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004tentang Perkebunan.

    (2) Setiap orang yang karena kelalaiannya melakukan usaha budidayatanaman perkebunan dengan luasan tanah tertentu dan/atau usahaindustri pengolahan hasil perkebunan dengan kapasitas tertentu tidakmemiliki izin usaha perkebunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6,Pasal 7, dan Pasal 8, di ancam dengan hukuman pidana sesuai denganketentuan Pasal 46 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004tentang Perkebunan.

    Pasal 59

    (1) Setiap orang yang dengan sengaja membuka dan/atau mengolah lahandengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemaran dankerusakan fungsi lingkungan hidup di ancam dengan hukuman pidanasesuai dengan ketentuan Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18Tahun 2004 tentang Perkebunan.

    (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku di ancam denganhukuman pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

  • Pasal 60

    (1) Setiap orang yang karena kelalaiannya membuka dan/atau mengolahlahan dengan cara pembakaran yang berakibat terjadinya pencemarandan kerusakan fungsi lingkungan hidup di ancam dengan hukumanpidana sesuai dengan ketentuan Pasal 49 ayat (1) Undang-UndangNomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

    (2) Jika tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)mengakibatkan orang mati atau luka berat, pelaku di ancam denganhukuman pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

    Pasal 61

    (1) Setiap orang yang melakukan pengolahan, peredaran, dan/ataupemasaran hasil perkebunan dengan sengaja melanggar larangan:a. memalsukan mutu dan/atau kemasan hasil perkebunan;b. menggunakan bahan penolong untuk usaha industri pengolahan

    hasil perkebunan; dan atau mencampur hasil perkebunan denganbenda atau bahan lain;

    yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia,merusak fungsi lingkungan hidup, dan/atau menimbulkan persainganusaha tidak sehat, di ancam dengan hukuman pidana sesuai denganketentuan Pasal 50 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004tentang Perkebunan.

    (2) Setiap orang yang melakukan pengolahan, peredaran, dan/ataupemasaran hasil perkebunan karena kelalaiannya melanggar larangan:a. memalsukan mutu dan/atau kemasan hasil perkebunan;b. menggunakan bahan penolong untuk usaha industri pengolahan

    hasil perkebunan; dan/atauc. mencampur hasil perkebunan dengan benda atau bahan lain;yang dapat membahayakan kesehatan dan keselamatan manusia,merusak fungsi lingkungan hidup dan/atau menimbulkan persainganusaha tidak sehat, di ancam dengan hukuman pidana sesuai denganketentuan Pasal 50 ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004tentang Perkebunan.

    Pasal 62

    (1) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar larangan mengiklankanhasil usaha perkebunan yang menyesatkan konsumen di ancam denganhukuman pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

    (2) Setiap orang yang karena kelalaiannya melanggar laranganmengiklankan hasil usaha perkebunan yang menyesatkan konsumendi ancam dengan hukuman pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 50ayat (2) Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

    Pasal 63

    Setiap orang yang dengan sengaja melanggar larangan menadah hasilusaha perkebunan yang diperoleh dari penjarahan dan/atau pencurian diancam dengan hukuman pidana sesuai dengan ketentuan Pasal 52 ayat (1)Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2004 tentang Perkebunan.

  • Pasal 64

    Semua benda sebagai hasil tindak pidana dan/atau alat-alat termasuk alatangkutnya yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidanasebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60, Pasal 61, Pasal62, dan Pasal 63 dirampas dan/atau dimusnahkan oleh Negara sesuaidengan Peraturan Perundang-undangan.

    Pasal 65

    Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58, Pasal 59, Pasal 60,Pasal 61, Pasal 62, dan Pasal 63 adalah kejahatan.

    BAB XIIKETENTUAN PERALIHAN

    Pasal 66

    (1) Izin Usaha Perkebunan (IUP), Surat Pendaftaran Usaha Perkebunan(SPUP), dan izin usaha perkebunan baik budidaya tanaman perkebunanmaupun pengolahan hasil perkebunan yang telah diterbitkan sebelumPeraturan Daerah ini, dinyatakan tetap berlaku.

    (2) Dalam hal terjadi pemekaran wilayah, izin usaha perkebunan yangtelah diterbitkan, dinyatakan tetap berlaku dan pembinaan selanjutnyadilakukan oleh Kabupaten/Kota yang merupakan lokasi kebun berada.

    (3) Apabila pemekaran wilayah mengakibatkan lokasi kebun berada padalintas Kabupaten, maka pembinaan selanjutnya dilakukan olehProvinsi.

    (4) Izin usaha yang telah diterbitkan oleh Badan Koordinasi PenanamanModal dalam rangka penanaman modal sebelum diundangkannyaPeraturan ini dinyatakan tetap berlaku.

    (5) Pembinaan selanjutnya terhadap perusahaan perkebunan yangmemegang izin sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2)dilakukan oleh Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenangan.

    Pasal 67

    (1) Perusahaan Perkebunan yang telah memperoleh HGU, belum memilikiIzin Usaha Perkebunan (IUP), izin usaha perkebunan baik untukbudidaya tanaman perkebunan maupun pengolahan hasil perkebunan,atau Izin Usaha Perkebunan lainnya sebelum Peraturan inidiundangkan, wajib memiliki IUP-B, IUP-P atau IUP paling lambat 1(satu) tahun terhitung sejak Peraturan ini diundangkan.

    (2) Untuk memperoleh IUP-B, IUP-P atau IUP sebagaimana dimaksud padaayat (1) permohonan harus melengkapi persyaratan:a. fotocopy sertifikat HGU,b. akta pendirian perusahaan perkebunan dan perubahan terakhir; danc. hasil Penilaian Usaha Perkebunan.

    (3) Dalam hal perusahaan perkebunan tidak melaksanakan perolehanIUP-B, IUP-P atau IUP dalam jangka waktu sebagaimana dimaksudpada ayat (1), Gubernur atau Bupati/Walikota sesuai kewenanganmengusulkan pencabutan hak atas tanah kepada Direktur JenderalPerkebunan untuk disampaikan kepada Instansi yang berwenang dibidang pertanahan.

  • Pasal 68

    (1) Untuk Perusahaan Perkebunan yang telah memiliki IUP-P sebelumPeraturan Daerah ini diundangkan, dalam jangka waktu 3 (tiga) tahunharus telah memiliki kebun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9.

    (2) Dalam hal lahan untuk pembangunan kebun sebagaimana dimaksudpada ayat (1) tidak tersedia, perusahaan perkebunan wajibbekerjasama dalam penyediaan kebutuhan bahan baku dari kebunmasyarakat, koperasi dan/atau perusahaan perkebunan lain dalambentuk perjanjian kerjasama dan diketahui oleh Gubernur atauBupati/Walikota, paling lambat 12 (dua belas) bulan sejak PeraturanDaerah ini diundangkan.

    (3) Bagi Usaha Industri Pengolahan Hasil Perkebunan yang tidakmemenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat(2) diberi peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali dalam tenggangwaktu 4 (empat) bulan untuk melaksanakan ketentuan.

    (4) Dalam hal peringatan ke-3 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atauayat (2) tidak diindahkan, IUP-P dicabut dan hak atas tanah diusulkankepada Instansi yang berwenang untuk dicabut.

    Pasal 69

    (1) Perusahaan Perkebunan yang memperoleh izin usaha perkebunansebelum berlakunya Peraturan Daerah ini dan telah melakukanpembangunan kebun untuk masyarakat melalui pola kredit, hibah,bagi hasil, PIR-BUN, PIR-TRANS, PIR-KKPA, atau pola kerjasama inti-plasma lainnya, tidak dikenakan ketentuan sebagaimana dimaksuddalam Pasal 12 ayat (1).

    (2) Perusahaan Perkebunan yang tidak atau belum melakukanpembangunan kebun untuk masyarakat melalui pola kredit, hibah,bagi hasil, PIR-BUN, PIR-TRANS, PIR-KKPA, atau pola kerjasama inti-plasma lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), secara bertahapsegera membangun kebun untuk masyarakat baik melalui polapengadaan lahan, pola pembangunan dan pemeliharaan kebun, polapembangunan kebun atau perusahaan perkebunan menyediakanbenih, pembinaan dan sarana produksi atau melakukan kegiatanusaha produktif untuk masyarakat sekitar sesuai kondisi wilayahsetempat berdasarkan kesepakatan bersama antara perusahaandengan masyarakat sekitar dan diketahui Gubernur atauBupati/Walikota sesuai kewenangan.

    (3) Pembangunan kebun untuk masyarakat melalui pola sebagaimanadimaksud pada ayat (2) wajib dilakukan paling lambat 2 (dua) tahunsejak diberlakukannya Peraturan Daerah ini

  • BAB XIIIKETENTUAN PENUTUP

    Pasal 70

    Pemberian IUP, IUP-B, dan/atau IUP-P dalam rangka penanaman modalasing atau penanaman modal dalam negeri, terlebih dahulu mendapatrekomendasi teknis dari Direktur Jenderal Perkebunan KementerianPertanian Republik Indonesia.

    Pasal 71

    Peraturan Daerah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

    Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundanganPeraturan Daerah ini dengan penempatannya dalam Lembaran DaerahProvinsi Bengkulu.

    Ditetapkan di Bengkulupada tanggal 24 April 2013

    GUBERNUR BENGKULU,

    ttd

    H. JUNAIDI HAMSYAH

    Diundangkan di Bengkulupada tanggal 24 April 2013

    SEKRETARIS DAERAHPROVINSI BENGKULU,

    ttd

    H. ASNAWI A. LAMAT

    LEMBARAN DAERAH PROVINSI BENGKULU TAHUN 2013 NOMOR 2

  • 1

    PENJELASANATAS

    PERATURAN DAERAH PROVINSI BENGKULUNOMOR 2 TAHUN 2013

    TENTANGPERIZINAN USAHA PERKEBUNAN

    I. UMUM

    Bumi, air, dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya, sebagaikarunia Allah Yang Maha Kuasa. Oleh karena itu potensi sumber dayaalam tersebut harus dikelola dan dikendalikan secara tertib danberkesinambungan untuk kepentingan rakyat. Potensi sumber daya sektorperkebunan mempunyai peranan yang sangat srategis dalampembangunan Provinsi Bengkulu, terutama dalam meningkatkankemakmuran dan kesejahteraan rakyat, penyediaan lapangan kerja,perolehan Pendapatan Asli Daerah dan kepentingan lainnya. Usaha sektorperkebunan dilaksanakan berdasarkan kultur teknis perkebunan dalamkerangka pengelolaan sumber daya alam yang memberi manfaat ekonomisecara berkelanjutan.

    Pembangunan usaha perkebunan yang dilakukan secaraberkelanjutan, akan memberikan manfaat bagi upaya peningkatankemakmuran dan kesejahteraan rakyat melalui kesempatan yang samadalam mendapatkan akses terhadap pemanfaatan potensi sumber dayaalam, modal, teknologi, informasi, dan manajemen. Akses tersebut harusterbuka bagi seluruh rakyat, sehingga akan tercipta hubungan yangharmonis dan saling menguntungkan antara pelaku usaha perkebunandan masyarakat setempat.

    Penyelanggaraan usaha perkebunan harus dikelola, dilindungi, dandimanfaatkan secara terencana, terbuka, terpadu, profesional, danbertanggungjawab demi untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat danperlindungan terhadap kelestarian fungsi lingkungan hidup. Untukmencapai tujuan pembangunan usaha perkebunan berkelanjutan, perlupedoman dan pengendalian yang disusun berdasarkan rencanapembangunan daerah, rencana tata ruang, potensi dan kinerja, teknologi,sosial budaya, dan lingkungan hidup. Demikian pula dalam pemberian hakatas tanah untuk usaha perkebunan harus tetap memperhatikan hakmasyarakat di sekitar perkebunan. Untuk menjamin kepemilikan,penguasaan, penggunaan, pemanfaatan tanah secara berkeadilan,diperlukan pengaturan batas luas maksimum dan minimum penggunaantanah untuk usaha perkebunan.

    Pemerintah Provinsi Bengkulu dan Pemerintah Kabupaten/Kotamemberi dorongan, memberdayakan, dan memfasilitasi kemudahan dibidang usaha perkebunan. Usaha perkebunan dilakukan baik olehperorangan maupun Badan Hukum yang meliputi koperasi dan perseroanterbatas baik milik Negara, Daerah maupun Swasta. Badan Hukum yangmelakukan usaha budi daya tanaman perkebunan dan/atau usahaindustri pengolahan hasil perkebunan wajib memiliki izin usahaperkebunan.

  • 2

    Dalam penyelenggaraannya, badan hukum perkebunan harusmampu bersinergi dengan masyarakat baik masyarakat sekitarperkebunan maupun masyarakat pada umumnya dalam kepemilikandan/atau pengelolaan usaha yang saling menguntungkan, menghargai,memperkuat dan saling ketergantungan. Untuk pekebun tidak disyaratkanmemiliki izin usaha, tetapi harus didaftar oleh Bupati/Walikota dan suratketerangan pendaftaran tersebut diperlukan seperti halnya izin usahaperkebunan.

    Dalam rangka mejamin kelangsungan usaha perkebunan dilakukanupaya pengamanan perkebunan yang dikoordinasikan oleh AparatPemerintah dan masyarakat sekitarnya. Selanjutnya dalam upayamencegah timbulnya gangguan dan kerusakan fungsi lingkungan hidup,maka kepada setiap perusahaan perkebunan sebelum diberikan izin usahaperkebunan (IUP), izin usaha perkebunan untuk budidaya (IUP-B), danizin usaha perkebunan untuk pengolahan (IUP-P) terlebih dahulu wajibmemiliki izin lingkungan, khususnya bagi usaha perkebunan yang wajibdilakukan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL)dan/atau wajib melakukan Upaya Pengelolaan Lingkungan (UKL) danUpaya Pemantauan Lingkungan (UPL). Usaha perkebunan yang ramahlingkungan dapat terlaksana bila didukung dengan ilmu pengetahuan danteknologi yang memadai serta sumber daya manusia yang terampil danprofesional. Sanksi administrasi dan pidana dikenakan terhadap setiaporang dan/atau badan hukum yang melanggar kewajiban dan melakukanperbuatan yang dilarang dalam Peraturan Daerah tentang Perizinan UsahaPerkebunan ini. Dengan sanksi pidana diharapkan akan menimbulkanefek jera bagi pelanggar hukum di bidang perkebunan. Pejabat PegawaiNegeri Sipil tertentu yang lingkup tugas dan tanggung jawabnya dibidangperkebunan, diberi wewenang khusus sebagai Penyidik Pegawai NegeriSipil (PPNS) sebagaimana dimaksud dalam Kitab Undang-Undang HukumAcara Pidana (KUHAP).

    Dengan pokok-pokok materi seperti yang diuraikan di atas, makadisusunlah Peraturan Daerah ini sebagai acuan dan landasan hukumpenyelenggaraan perizinan usaha perkebunan di Provinsi Bengkulu,dengan harapan usaha perkebunan dapat berjalan secara berkelanjutan,lancar, tertib dan terarah sesuai dengan ketentuan yang berlaku, sertaterciptanya iklim yang kondusif bagi perusahaan, terjaminnyaperlindungan terhadap sumber daya alam dan lingkungan hidup,terjaminnya hak masyarakat sebagai pemilik lahan, serta adanyakewajiban untuk melakukan pelayanan, pembinaan, pengendalian,pengawasan dan penertiban terhadap usaha perkebunan yang jelas dariPemerintah Daerah. Hal-hal yang belum diatur secara rinci dalamPeraturan Daerah ini, diatur dan ditetapkan lebih lanjut dengan Peraturandan/atau Keputusan Gubernur.

    II. PASAL DEMI PASAL

    Pasal 1

    Cukup jelas.

    Pasal 2

    Cukup jelas.

  • 3

    Pasal 3

    Cukup jelas.

    Pasal 4

    Cukup jelas.

    Pasal 5

    Cukup jelas.

    Pasal 6

    Cukup jelas.

    Pasal 7

    Cukup jelas.

    Pasal 8

    Cukup jelas.

    Pasal 9

    Cukup jelas.

    Pasal 10

    Cukup jelas.

    Pasal 11

    Cukup jelas.

    Pasal 12:

    Ayat (1):

    Perusahaan Perkebunan yang mengajukan IUP-B atau IUPdengan luas 250 (dua ratus lima puluh) hektar atau lebih,berkewajiban memfasilitasi pembangunan kebunmasyarakat sekitar dengan luasan paling kurang 20% (duapuluh perseratus) dari luas areal IUP-B atau IUP yangdiusahakan oleh perusahaan sesuai dengan hak atas tanahyang diberikan kepada perusahaan perkebunan (minimal20 % X 250 ha.= 50 ha.). Dengan demikian dari 250 hektarIUP-B atau IUP terdapat seluas minimal 50 hektar untukpembangunan kebun masyarakat sekitar kebun, danseluas 200 hektar untuk pembangunan kebun perusahaan.Pembangunan kebun untuk masyarakat dapat dilakukanantara lain melalui pola kredit, hibah, bagi hasil,perkebunan inti rakyat (PIR-BUN, PIR-TRANS, PIR-KKPA),pola inti plasma, atau dengan pola lainnya sesuaikesepakatan antara pihak perusahaan dengan masyarakatsekitar kebun.

    Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakatsekitar mempertimbangkan ketersediaan lahan pada arealperkebunan secara proporsional berdasarkan keberadaanlokasi kebun, jumlah keluarga masyarakat sekitar yanglayak sebagai peserta, dan kesepakatan antara perusahaanperkebunan dengan masyarakat sekitar dan diketahuiKepala Dinas Provinsi atau Kabupaten/Kota sesuaikewenangannya. Masyarakat sekitar yang layak sebagaipeserta yaitu masyarakat yang lahannya digunakan untuk

  • 4

    pengembangan perkebunan, dan/atau keluargamasyarakat miskin sesuai Peraturan Perundang-undangandan belum memiliki kebun, bertempat tinggal di sekitarlokasi IUP-B atau IUP, dan sanggup melakukanpengelolaan kebun, masyarakat peserta ditetapkan olehBupati/Walikota berdasarkan usulan dari camat setempat,dan dalam pelaksanaan fasilitasi diawasi oleh Gubernuratau Bupati/Walikota sesuai kewenangan yang meliputiperencanaan, pemenuhan kewajiban dan keberlanjutanusaha.

    Ayat (2)Cukup jelas.

    Ayat (3)Cukup jelas.

    Ayat (4)Cukup jelas.

    Ayat (5)Cukup jelas.

    Ayat (6):

    Memfasilitasi pembangunan kebun untuk masyarakatadalah kewajiban bagi pihak perusahaan dan merupakanhak bagi masyarakat sekitar perusahaan. Pembangunankebun untuk masyarakat ini dimaksudkan untukmemberikan kesempatan bagi masyarakat di sekitarperkebunan untuk meningkatkan kesejahteraannya danterciptanya sinergitas serta harmonisasi antaramasyarakat dan perusahaan perkebunan. PemerintahDaerah wajib mendukung terciptanya sinergitas sertaharmonisasi antara masyarakat dengan perusahaanperkebunan dengan dasar saling menguntungkan, salingmenghargai, saling bertanggung jawab, saling memperkuatdan saling ketergantungan.

    Pasal 13:

    Kewajiban memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat sekitardilakukan dengan memanfaatkan kredit, bagi hasil dan/ataubentuk pendanaan lain sesuai dengan kesepakatan dan PeraturanPerundang-undangan dan tidak berlaku untuk Koperasi.

    Pasal 14

    Cukup jelas.

    Pasal 15:

    Ayat (1)

    Cukup jelas.

  • 5

    Ayat (2)

    Cukup Jelas.

    Ayat (3):

    Pembagian wewenang dalam memberikan izin juga sudahditentukan dalam PP Nomor 38 Tahun 2007 sebagaimanadalam Lampiran huruf Z. Pembagian Urusan PemerintahanBidang Pertanian dan Ketahanan Pangan, khusus di sektorperkebunan, diatur wewenang Pemerintah Provinsi adalah“Pemberian izin usaha perkebunan lintas Kabupaten/Kota,dan Pemantauan dan pengawasan izin usaha perkebunanlintas Kabupaten/Kota”, sedangkan kewenanganKabupaten/Kota ditentukan yakni “Pemberian izin usahaperkebunan Wilayah Kabupaten/Kota, dan Pemantauan danpengawasan izin usaha perkebunan di wilayahKabupaten/Kota”. Apabila mengacu pada ketentuan di atas,maka dapat ditafsirkan bahwa, wewenang menerbitkan IUP,IUP-B dan IUP-P berada pada Bupati/Walikota danGubernur. Perumusan batasan urusan Pemerintahan yangbersifat lintas Kabupaten/Kota dapat diupayakan denganmencermati apa yang dimaksud dengan pengertian dariurusan lintas Kabupaten/Kota dengan mendasarkan padakonteks rincian urusan yang bersangkutan. Sebab istilahlintas Kabupaten/Kota akan mempunyai pengertian ataubatasan berbeda tergantung dari bidang urusan dan ataurincian urusan yang bersangkutan. Salah satu prinsippembagian urusan Pemerintahan yaitu eksternalitas.Eksternalitas adalah kriteria pembagian urusanPemerintahan dengan memperhatikan dampak yang timbulsebagai akibat dari penyelenggaraan suatu urusanPemerintahan. Apabila dampak yang ditimbulkan bersifatlokal, maka urusan Pemerintahan tersebut menjadikewenangan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota.Sedangkan apabila dampaknya bersifat lintasKabupaten/Kota dan/atau regional maka urusanPemerintahan itu menjadi kewenangan PemerintahanProvinsi; dan apabila dampaknya bersifat lintas Provinsidan/atau Nasional, maka urusan itu menjadi kewenanganPemerintah. Kewenangan Pemerintahan yang menyangkutpenyediaan pelayanan lintas Kabupaten/Kota di dalamwilayah suatu Provinsi dilaksanakan oleh Provinsi, jika tidakdapat dilaksanakan melalui kerjasama antar Daerah.Pelayanan lintas Kabupaten/Kota yang dimaksudkan yaitupelayanan yang mencakup beberapa atau semuaKabupaten/Kota di Provinsi tertentu. Indikator untukmenentukan pelaksanaan kewenangan dalam pelayananlintas Kabupeten/Kota yang merupakan tanggungjawabProvinsi yaitu: a. terjaminnya keseimbanganpembangunan di wilayah Provinsi; b. terjangkaunyapelayanan pemerintahan bagi seluruh penduduk Provinsisecara merata; c. tersedianya pelayanan Pemerintahanyang lebih efisien jika dilaksanakan oleh Provinsidibandingkan dengan jika dilaksanakan oleh

  • 6

    Kabupaten/Kota masing-masing. Jika penyediaan pelayananPemerintahan pada lintas Kabupaten/Kota hanyamenjangkau kurang dari 50 % jumlah pendudukKabupaten/Kota yang berbatasan, kewenangan lintasKabupaten/Kota tersebut dilaksanakan olehKabupaten/Kota masing-masing, dan jika menjangkau lebihdari 50 %, kewenangan tersebut dilaksanakan oleh Provinsi.Kewenangan Provinsi juga mencakup kewenangan yangtidak dapat dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota karenadalam pelaksanaannya dapat merugikan Kabupaten/Kotamasing-masing. Jika pelaksanaan kewenanganKabupaten/Kota dapat menimbulkan konflik kepentinganantar Kabupaten/Kota, Provinsi, Kabupaten, dan Kota dapatmembuat kesepakatan agar kewenangan tersebutdilaksanakan oleh Provinsi.

    Ayat (4)

    Cukup jelas.

    Ayat (5)

    Cukup jelas.

    Pasal 16

    Cukup jelas.

    Pasal 17:

    huruf a

    Cukup Jelas

    Huruf b

    Cukup Jelas

    Huruf c

    Cukup Jelas

    Huruf d

    Cukup Jelas

    Huruf e

    Cukup Jelas

    Huruf f

    Cukup Jelas

    Huruf g

    Cukup Jelas

    huruf h:

    Pelaku usaha perkebunan harus memiliki izin lingkungandalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkunganhidup sebagai prasyarat untuk memperoleh izin usaha ataukegiatan. Izin lingkungan diterbitkan berdasarkanKeputusan kelayakan lingkungan hidup bagi pelaku usaha

  • 7

    perkebunan yang wajib melakukan Analisis MengenaiDampak Lingkungan (AMDAL) atau rekomendasi UpayaPengelolaan Lingkungan (UKL) dan Upaya PemantauanLingkungan (UPL) bagi yang tidak wajib AMDAL, penerbitankeputusan AMDAL atau rekomendasi UKL-UPL tersebutdiberikan disesuaikan dengan ketentuan yang berlaku.Pada dasarnya proses penilaian AMDAL atau permeriksaanUKL-UPL merupakan satu kesatuan dengan prosespermohonan dan penerbitan Izin Lingkungan.

    Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajibmemiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup(AMDAL) ditetapkan berdasarkan: a. Potensi dampakpenting. Potensi dampak penting bagi setiap jenis usahadan/atau kegiatan tersebut ditetapkan berdasarkan: 1)besarnya jumlah penduduk yang akan terkena dampakrencana usaha dan/atau kegiatan; 2) luas wilayahpenyebaran dampak; 3) intensitas dan lamanya dampakberlangsung; 4) banyaknya komponen lingkungan hiduplain yang akan terkena dampak; 5) sifat kumulatif dampak;6) berbalik atau tidak berbaliknya dampak; dan 7) kriterialain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan danteknologi; dan/atau 8) referensi internasional yangditerapkan oleh beberapa negara sebagai landasankebijakan tentang AMDAL. b. Ketidakpastian kemampuanteknologi yang tersedia untuk menanggulangi dampakpenting negatif yang akan timbul.

    Dampak penting yang ditimbulkan usaha budidayatanaman pangan, hortikultura, dan perkebunan yaituberupa erosi tanah, perubahan ketersediaan dan kualitasair akibat kegiatan pembukaan lahan, persebaran hama,penyakit dan gulma pada saat beroperasi, sertaperubahan kesuburan tanah akibat penggunaanpestisida/herbisida. Disamping itu sering pula munculpotensi konflik sosial dan penyebaran penyakit endemik.Jenis Rencana usaha bidang pertanian/perkebunan yangwajib memiliki analisis mengenai dampak lingkunganhidup, berdasarkan ketentuan Peraturan Menteri NegaraLingkungan Hidup Nomor 05 Tahun 2012 Tentang JenisRencana Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib MemilikiAnalisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup, yaitusebagai berikut:

  • 8

    huruf i

    Cukup jelas.

    huruf j

    Cukup Jelas

    Huruf k

    Cukup Jelas

    Pasal 18

    Cukup jelas.

    Pasal 19

    Cukup jelas.

    Pasal 20

    Cukup jelas.

    Pasal 21

    Cukup jelas.

    Pasal 22:

    Gubernur atau Bupati/Walikota dalam melaksanakan pemberianperizinan usaha Perkebunan wajib memperhatikan kelestariansumber-sumber air dan kehidupan masyarakat dan wajibmemperhatikan Kawasan Pemukiman (Desa Definitif) dengan jarakminimal 2000 (dua ribu) meter dari batas terluar pemukimanmasyarakat.

    NoJenis Kegiatan Skala/Besar

    anAlasan Ilmiah

    Khusus

    1 Budidaya tanaman pangan denganatau tanpa unit pengolahannya,dengan luas

    > 2.000 ha

    Kegiatan akanberdampakterhadapekosistem,hidrologi danbentang alam.

    2 Budidaya tanaman hortikulturadengan atau tanpa unitpengolahannya, dengan luas

    > 5.000 ha

    3 Budidaya tanaman perkebunan:a. Semusim dengan atau tanpa unitpengolahannya:1) Dalam kawasan budidaya nonkehutanan, luas2) Dalam kawasan hutan produksiyang dapat dikonversi (HPK), luas

    > 2.000 ha

    > 2.000 ha

    b. Tahunan dengan atau tanpa unitpengolahannya:1) Dalam kawasan budidaya nonkehutanan, luas2) Dalam kawasan hutan produksiyang dapat dikonversi (HPK), luas

    > 3.000 ha

    > 3.000 ha

  • 9

    Pasal 23Cukup jelas.

    Pasal 24:

    Ayat (1):

    Kemitraan dimaksudkan untuk lebih meningkatkankesejahteraan pekebun, karyawan dan masyarakat sekitarserta untuk menjaga keamanan, kesinambungan, dankeutuhan usaha perkebunan.

    Ayat (2)Cukup Jelas.

    Ayat (3)Cukup J