ham dan rule of law
TRANSCRIPT
PAPPER KEWARGANEGARAAN
”HAK ASASI MANUSIA”
Disusun oleh :
Adtya Dian Permana (2011-11-150)
Dimas Dzulcaesar P.H (2011-11-155)
Indra Herlambang (2011-11-127)
M. Fachri Fachruddin (2011-11-130)
Restiya Maulana (2011-11-035)
Kelas : H
Jurusan : S1 Teknik Elektro
Kampus STT-PLN : Menara PLN, Jl. Lingkar Luar Barat, Duri Kosambi, Cengkareng,
Jakarta Barat - 11750 Telp. (021) 5440342, 5440344 Fax. (021) 5440343
I. LATAR BELAKANG
Berbagai kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Republik yang telah
65 tahun merdeka ini ternyata masih marak di depan mata. Kasus Trisakti tahun 1998
yang belum tuntas hingga kini, kasus Lumpur Lapindo yang menyengsarakan ribuan
rakyat tak berdosa masih berlarut-larut, penyerobotan lahan warga oleh aparat militer,
perilaku brutal oknum aparat kepolisian yang memasuki kampus UNHAS tahun 2008,
dan sederetan kasus lainnya, menandakan masih sangat buruknya penegakkan HAM
di Indonesia. Kasus terburuk yaitu pembunuhan terencana Munir, seorang aktivis
sejati pejuang HAM di Indonesia yang diakui secara internasional, telah mencoreng
nama Indonesia di mata dunia.
Iklim penegakan HAM dan Rule of Law di Indonesia setidaknya semakin baik
dalam 10 tahun terakhir (era reformasi). Yang harus diingat bahwa penegakkan HAM
dan Rule of Law akan menjadi „PR‟ bagi setiap pemerintahan yang berkuasa, terlebih
pemilu 2009 sudah semakin dekat. Apa dan bagaimana makna dan penerapan HAM
dan Rule of Law sesungguhnya.
II. PERUMUSAN MASALAH
Pada materi yang akan dibahas, didapatkan beberapa permasalahan di bawah ini :
1. Apa itu konsep dasar dan pengertian Hak Asasi Manusia.
2. Bagaimana perkembangan HAM di Dunia.
3. Macam-macam jenis Hak Asasi Manusia
4. Apa saja lembaga penegak HAM.
5. Apa pengertian Rule of Law itu.
6. Apa fungsi Rule of Law.
III. TUJUAN
1. Mahasiswa memahami Hak asasi manusia (HAM).
2. Mahasiswa memahami Rule of Law.
3. Menuntaskan tugas papper.
IV. PEMBAHASAN
1. Konsep Dasar dan Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)
Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) dapat diuraikan dengan pendekatan bahasa
(etimologi) maupun pendekatan istilah. Secara etimologi, kata „hak‟ merupakan
unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman perilaku, melindungi kebebasan,
kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan
martabatnya. Sedangkan kata „asasi‟ berarti yang bersifat paling mendasar yang
dimiliki oleh manusia sebagai fitrah, sehingga tak satupun makhluk dapat
mengintervensinya apalagi mencabutnya. Misalnya hak hidup sebagai hak paling
dasar yang dimiliki manusia, sehingga tak satupun manusia ini memiliki kewenangan
untuk mencabut kehidupan manusia yang lain.
Secara istilah, beberapa tokoh dan praktisi HAM memiliki pemahaman akan
makna HAM. Baharudin Lopa, dengan mengutip pernyataan Jan Materson dari
Komisi HAM PBB, mengutarakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang
melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai
manusia. Sedangkan menurut John Locke seorang ahli pikir di bidang Ilmu Negara
berpendapat bahwa hak-hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung
oleh Tuhan sebagai hak yang kodrati. Ia memperinci hak asasi sebagai berikut:
1. hak hidup (the right to life)
2. hak kemerdekaan (right to liberty)
3. hak milik (right to property).
Konsep Hak Asasi Manusia terus mengalami transformasi. Pada tanggal 6
Januari 1941, F. D. Roosevelt memformulasikan empat macam hak-hak asasi (the
four freedoms) di depan Kongres Amerika Serikat, yaitu:
1. bebas untuk berbicara (freedom of speech)
2. bebas dalam memeluk agama (freedom of religion)
3. bebas dari rasa takut (freedom of fear) dan
4. bebas terhadap suatu keinginan/kehendak (freedom of from want).
Dimensi yang dirumuskan oleh F.D. Roosevelt menjadi inspirasi dan bagian
yang tidak terpisahkan dari Declaration of Human Right 1948, di mana seluruh umat
manusia melalui wakil-wakilnya dalam organisasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
sepakat dan bertekad memberikan pengakuan dan perlindungan secara yuridis formal
terhadap hak-hak asasi dan merealisasikannya. Secara teoritis, hak-hak yang terdapat
di dalam The Universal Declaration of Human Rights dapat dikelompokkan dalam
tiga bagian:
1. yang menyangkut hak-hak politik dan yuridis
2. yang menyangkut hak-hak atas martabat dan integritas manusia
3. yang menyangkut hak-hak sosial, ekonomi dan budaya
Pengertian hak asasi manusia menurut Tilaar (2001) adalah hak-hak yang melekat
pada diri manusia, dan tanpa hak-hak itu manusia tidak dapat hidup layak sebagai
manusia. Hak tersebut diperoleh bersama dengan kelahirannya atau kehadirannya di
dalam kehidupan masyarakat.
Hak asasi manusia pada dasarnya bersifat umum atau universal, karena diyakini
bahwa beberapa hak yang dimiliki manusia tidak memandang bangsa, ras, atau jenis
kelamin. Dasar dari hak asasi manusia adalah bahwa manusia harus memperoleh
kesempatan untuk berkembang sesuai dengan bakat dan cita-citanya. Hak asasi
manusia juga bersifat supralegal, artinya tidak tergantung pada negara atau undang-
undang dasar, dan kekuasaan pemerintah. Bahkan HAM memiliki kewenangan lebih
tinggi karena berasal dari sumber yang lebih tinggi, yaitu Tuhan. Di Indonesia, hal ini
ditegaskan dalam UU No. 39/1999 tentang hak asasi manusia, yang mendefinisikan
hak asasi manusia sebagai seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan
manusia sebagai makhluk Tuhan YME.
Berdasarkan beberapa rumusan pengertian HAM di atas, diperoleh kesimpulan
bahwa HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati
dan fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan yang harus dihormati, dijaga, dan
dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, atau negara. Dengan demikian, hakikat
penghormatan dan perlindungan terhadap HAM ialah menjaga keselamatan eksistensi
manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan, yaitu keseimbangan antara hak dan
kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan perseorangan dengan kepentingan
umum.
Upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tinggi HAM, menjadi
kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah (aparatur
pemerintah baik sipil maupun militer) bahkan negara. Jadi, dalam memenuhi
kebutuhan menuntut hak tidak terlepas dari pemenuhan kebutuhan kewajiban yang
harus dilaksanakan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hakikat dari asasi
manusia adalah keterpaduan antara hak asasi manusia (HAM), kewajiban asasi
manusia (KAM), dan tanggung jawab asasi manusia (TAM) yang berlangsung secara
sinergis dan seimbang.
2. Perkembangan HAM di Dunia
1. Hak Asasi Manusia di Yunani
Filosof Yunani, seperti Socrates (470-399 SM) dan Plato (428-348 SM) meletakkan
dasar bagi perlindungan dan jaminan diakuinya hak – hak asasi manusia. Konsepsinya
menganjurkan masyarakat untuk melakukan sosial kontrol kepada penguasa yang
zalim dan tidak mengakui nilai – nilai keadilan dan kebenaran. Aristoteles (348-322
SM) mengajarkan pemerintah harus mendasarkan kekuasaannya pada kemauan dan
kehendak warga negaranya.
2. Hak Asasi Manusia di Inggris
Inggris sering disebut–sebut sebagai negara pertama di dunia yang memperjuangkan
hak asasi manusia. Tonggak pertama bagi kemenangan hak-hak asasi terjadi di
Inggris. Perjuangan tersebut tampak dengan adanya berbagai dokumen kenegaraan
yang berhasil disusun dan disahkan. Dokumen-dokumen tersebut adalah sebagai
berikut :
MAGNA CHARTA
Pada awal abad XII Raja Richard yang dikenal adil dan bijaksana telah diganti oleh
Raja John Lackland yang bertindak sewenang–wenang terhadap rakyat dan para
bangsawan. Tindakan sewenang-wenang Raja John tersebut mengakibatkan rasa tidak
puas dari para bangsawan yang akhirnya berhasil mengajak Raja John untuk membuat
suatu perjanjian yang disebut Magna Charta atau Piagam Agung.
Magna Charta dicetuskan pada 15 Juni 1215 yang prinsip dasarnya memuat
pembatasan kekuasaan raja dan hak asasi manusia lebih penting daripada kedaulatan
raja. Tak seorang pun dari warga negara merdeka dapat ditahan atau dirampas harta
kekayaannya atau diasingkan atau dengan cara apapun dirampas hak-haknya, kecuali
berdasarkan pertimbangan hukum. Piagam Magna Charta itu menandakan
kemenangan telah diraih sebab hak-hak tertentu yang prinsip telah diakui dan dijamin
oleh pemerintah. Piagam tersebut menjadi lambang munculnya perlindungan terhadap
hak-hak asasi karena ia mengajarkan bahwa hukum dan undang-undang derajatnya
lebih tinggi daripada kekuasaan raja.
Isi Magna Charta adalah sebagai berikut :
Ø Raja beserta keturunannya berjanji akan menghormati kemerdekaan, hak, dan
kebebasan Gereja Inggris.
Ø Raja berjanji kepada penduduk kerajaan yang bebas untuk memberikan hak-hak
sebagi berikut :
1. Para petugas keamanan dan pemungut pajak akan menghormati hak-hak penduduk.
2. Polisi ataupun jaksa tidak dapat menuntut seseorang tanpa bukti dan saksi yang sah.
3. Seseorang yang bukan budak tidak akan ditahan, ditangkap, dinyatakan bersalah
tanpa perlindungan negara dan tanpa alasan hukum sebagai dasar tindakannya.
4. Apabila seseorang tanpa perlindungan hukum sudah terlanjur ditahan, raja berjanji
akan mengoreksi kesalahannya.
PETITION OF RIGHTS
Pada dasarnya Petition of Rights berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai hak-hak
rakyat beserta jaminannya. Petisi ini diajukan oleh para bangsawan kepada raja di
depan parlemen pada tahun 1628. Isinya secara garis besar menuntut hak-hak sebagai
berikut :
Ø Pajak dan pungutan istimewa harus disertai persetujuan.
Ø Warga negara tidak boleh dipaksakan menerima tentara di rumahnya.
Ø Tentara tidak boleh menggunakan hukum perang dalam keadaan damai.
3. Hak Asasi Manusia di Amerika Serikat
Pemikiran filsuf John Locke (1632-1704) yang merumuskan hak-hak alam,seperti hak
atas hidup, kebebasan, dan milik (life, liberty, and property) mengilhami sekaligus
menjadi pegangan bagi rakyat Amerika sewaktu memberontak melawan penguasa
Inggris pada tahun 1776. Pemikiran John Locke mengenai hak – hak dasar ini terlihat
jelas dalam Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat yang dikenal dengan
“DECLARATION OF INDEPENDENCE OF THE UNITED STATES”.
Revolusi Amerika dengan Declaration of Independence-nya tanggal 4 Juli 1776, suatu
deklarasi kemerdekaan yang diumumkan secara aklamasi oleh 13 negara bagian,
merupakan pula piagam hak – hak asasi manusia karena mengandung pernyataan
“Bahwa sesungguhnya semua bangsa diciptakan sama derajat oleh Maha Pencipta.
Bahwa semua manusia dianugerahi oleh Penciptanya hak hidup, kemerdekaan, dan
kebebasan untuk menikmati kebhagiaan.
John Locke menggambarkan keadaan status naturalis, ketika manusia telah memiliki
hak-hak dasar secara perorangan. Dalam keadaan bersama-sama, hidup lebih maju
seperti yang disebut dengan status civilis, locke berpendapat bahwa manusia yang
berkedudukan sebagai warga negara hak-hak dasarnya dilindungi oleh negara.
Declaration of Independence di Amerika Serikat menempatkan Amerika sebagai
negara yang memberi perlindungan dan jaminan hak-hak asasi manusia dalam
konstitusinya, kendatipun secara resmi rakyat Perancis sudah lebih dulu memulainya
sejak masa Rousseau. Kesemuanya atas jasa presiden Thomas Jefferson presiden
Amerika Serikat lainnya yang terkenal sebagai “pendekar” hak asasi manusia adalah
Abraham Lincoln, kemudian Woodrow Wilson dan Jimmy Carter. Amanat Presiden
Flanklin D. Roosevelt tentang “empat kebebasan” yang diucapkannya di depan
Kongres Amerika Serikat tanggal 6 Januari 1941 yakni :
Ø Kebebasan untuk berbicara dan melahirkan pikiran (freedom of speech and expression).
Ø Kebebasan memilih agama sesuai dengan keyakinan dan kepercayaannya (freedom of religion).
Ø Kebebasan dari rasa takut (freedom from fear).
Ø Kebebasan dari kekurangan dan kelaparan (freedom from want).
Kebebasan- kebebasan tersebut dimaksudkan sebagai kebalikan dari kekejaman dan
penindasan melawan fasisme di bawah totalitarisme Hitler (Jerman), Jepang, dan
Italia. Kebebasan – kebebasan tersebut juga merupakan hak (kebebasan) bagi umat
manusia untuk mencapai perdamaian dan kemerdekaan yang abadi. Empat kebebasan
Roosevelt ini pada hakikatnya merupakan tiang penyangga hak-hak asasi manusia
yang paling pokok dan mendasar.
4. Hak Asasi Manusia di Prancis
Perjuangan hak asasi manusia di Prancis dirumuskan dalam suatu naskah pada awal
Revolusi Prancis. Perjuangan itu dilakukan untuk melawan kesewenang-wenangan
rezim lama. Naskah tersebut dikenal dengan DECLARATION DES DROITS DE
L’HOMME ET DU CITOYEN yaitu pernyataan mengenai hak-hak manusia dan
warga negara. Pernyataan yang dicetuskan pada tahun 1789 ini mencanangkan hak
atas kebebasan, kesamaan, dan persaudaraan atau kesetiakawanan (liberte, egalite,
fraternite
5. Hak Asasi Manusia oleh PBB
Setelah perang dunia kedua, mulai tahun 1946, disusunlah rancangan piagam hak-hak
asasi manusia oleh organisasi kerja sama untuk sosial ekonomi Perserikatan Bangsa-
Bangsa yang terdiri dari 18 anggota. PBB membentuk komisi hak asasi manusia
(commission of human right). Sidangnya dimulai pada bulan januari 1947 di bawah
pimpinan Ny. Eleanor Rossevelt. Baru 2 tahun kemudian, tanggal 10 Desember 1948
Sidang Umum PBB yang diselenggarakan di Istana Chaillot, Paris menerima baik
hasil kerja panitia tersebut. Karya itu berupa UNIVERSAL DECLARATION OF
HUMAN RIGHTS atau Pernyataan Sedunia tentang Hak – Hak Asasi Manusia, yang
terdiri dari 30 pasal. Dari 58 Negara yang terwakil dalam sidang umum tersebut, 48
negara menyatakan persetujuannya, 8 negara abstain, dan 2 negara lainnya absen.
Oleh karena itu, setiap tanggal 10 Desember diperingati sebagai hari Hak Asasi
Manusia.
Universal Declaration of Human Rights antara lain mencantumkan, Bahwa setiap
orang mempunyai Hak :
Ø Hidup
Ø Kemerdekaan dan keamanan badan
Ø Diakui kepribadiannya
Ø Memperoleh pengakuan yang sama dengan orang lain menurut hukum untuk
mendapat jaminan hokum dalam perkara pidana, seperti diperiksa di muka umum,
dianggap tidak bersalah kecuali ada bukti yang sah
Ø Masuk dan keluar wilayah suatu Negara
Ø Mendapatkan asylum
Ø Mendapatkan suatu kebangsaan
Ø Mendapatkan hak milik atas benda
Ø Bebas mengutarakan pikiran dan perasaan
Ø Bebas memeluk agama
Ø Mengeluarkan pendapat
Ø Berapat dan berkumpul
Ø Mendapat jaminan sosial
Ø Mendapatkan pekerjaan
Ø Berdagang
Ø Mendapatkan pendidikan
Ø Turut serta dalam gerakan kebudayaan dalam masyarakat
Ø Menikmati kesenian dan turut serta dalam kemajuan keilmuan
Majelis umum memproklamirkan Pernyataan Sedunia tentang Hak Asasi Manusia itu
sebagai tolak ukur umum hasil usaha sebagai rakyat dan bangsa dan menyerukan
semua anggota dan semua bangsa agar memajukan dan menjamin pengakuan dan
pematuhan hak-hak dan kebebasan- kebebasan yang termasuk dalam pernyataan
tersebut. Meskipun bukan merupakan perjanjian, namun semua anggota PBB secara
moral berkewajiban menerapkannya.
6. Hak Asasi Manusia di Indonesia
Secara garis besar, Prof. Dr. Bagir Manan dalam bukunya Perkembangan
Pemikiran dan Pengaturan HAM di Indonesia (2001), membagi pemikiran HAM
dalam dua periode, yaitu periode sebelum kemerdekaan (1908-1956) dan periode
setelah kemerdekaan.
1. Periode sebelum kemerdekaan
Perkembangan pemikiran HAM dalam periode ini dapat dijumpai dalam organisasi
pergerakan sebagai berikut:
a. Budi Oetomo, pemikirannya, “hak kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat”.
b. Perhimpunan Indonesia, pemikirannya, “hak untuk menentukan nasib sendiri (the
right of self determination).
c. Sarekat Islam, pemikirannya, “hak penghidupan yang layak dan bebas dari
penindasan dan diskriminasi rasial”.
d. Partai Komunis Indonesia, pemikirannya, “hak sosial dan berkaitan dengan alat-alat
produksi”.
e. Indische Party, pemikirannya, “hak untuk mendapatkan kemerdekaan dan perlakuan
yang sama”.
f. Partai Nasional Indonesia, pemikirannya, “hak untuk memperoleh kemerdekaan”.
g. Organisasi Pendidikan Nasional Indonesia, pemikirannya meliputi:
(1) Hak untuk menentukan nasib sendiri,
(2) Hak untuk mengeluarkan pendapat,
(3) Hak untuk berserikat dan berkumpul,
(4) Hak persamaan di muka hukum,
(5) Hak untuk turut dalam penyelenggaraan Negara
2. Periode sesudah kemerdekaan
a. Periode 1945-1950.
Pemikiran HAM pada periode ini menekankan pada hak-hak mengenai:
(1) Hak untuk merdeka (self determination),
(2) Hak kebebasan untuk berserikat melalui organisasi politik yang didirikan,
(3) Hak kebebasan untuk menyampaikan pendapat terutama di parlemen.
Sebagai implementasi pemikiran HAM di atas, pemerintah mengeluarkan Maklumat
Pemerintah tanggal 3 November 1945, tentang Partai Politik dengan tujuan untuk
mengatur segala aliran yang ada dalam masyarakat dan pemerintah beharap partai
tersebut telah terbentuk sebelum pemilu DPR pada bulan Januari 1946.
b. Periode 1950-1959
Pemikiran HAM dalam periode ini lebih menekankan pada semangat kebebasan
demokrasi liberal yang berintikan kebebasan individu. Implementasi pemikiran HAM
pada periode ini lebih memberi ruang hidup bagi tumbuhnya lembaga demokrasi
yang antara lain:
(1) Partai politik dengan beragam ideologinya
(2) Kebebasan pers yang bersifat liberal
(3) Pemilu dengan sistem multipartai
(4) Parlemen sebagai lembaga kontrol pemerintah
(5) Wacana pemikiran HAM yang kondusif karena pemerintah memberi kebebasan
c. Periode 1959-1966
Pada periode ini pemikiran HAM tidak mendapat ruang kebebasan dari pemerintah
atau dengan kata lain pemerintah melakukan pemasungan HAM, yaitu hak sipil,
seperti hak utnuk berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pikrian dengan tulisan.
Sikap pemerintah bersifat restriktif (pembatasan yang ketat oleh kekuasaan) terhadap
hak sipil dan hak politik warga negara. Salah satu penyebabnya adalah karena periode
ini sistem pemerintahan parlementer berubah menjadi sistem demokrasi terpimpin.
d. Periode 1966-1998
Dalam periode ini, pemikiran HAM dapat dilihat dalam tiga kurun waktu yang
berbeda. Kurun waktu yang pertama tahun 1967 (awal pemerintahan Presiden
Soeharto), berusaha melindungi kebebasan dasar manusia yang ditandai dengan
adanya hak uji materiil (judicial review) yang diberikan kepada Mahkamah Agung.
Kedua, kurun waktu tahun 1970-1980, pemerintah melakukan pemasungan HAM
dengan sikap defensif (bertahan), represif (kekerasan) yang dicerminkan dengan
produk hukum yang bersifat restriktif (membatasi) terhadap HAM. Alasan
pemerintah adalah bahwa HAM merupakan produk pemikiran Barat dan tidak sesuai
dnegan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila.
Ketiga, kurun waktu tahun 1990-an, pemikiran HAM tidak lagi hanya bersifat
wacana saja melainkan sudah dibentuk lembaga penegakan HAM, seperti Komnas
HAM berdasarkan Keppres No. 50 Tahun 1993, tanggal 7 Juni 1993. Selain itu,
pemerintah memberikan kebebasan yang sangat besar menurut UUD 1945
amandemen, Piagam PBB, dan Piagam Mukadimah.
e. Periode 1998-sekarang
Pada periode ini, HAM mendapat perhatian yang resmi dari pemerintah dengan
melakukan amandemen UUD 1945 guna menjamin HAM dan menetapkan Undang-
Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang hak asasi manusia. Artinya, pemerintah
memberi perlindungan yang signifikan terhadap kebebasan HAM dalam semua
aspek, yaitu aspek hak politik, sosial, ekonomi, budaya, keamanan, hukum, dan
pemerintahan.
3. Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia
Pembagian Bidang, Jenis dan Macam Hak Asasi Manusia Dunia :
1. Hak asasi pribadi (personal Right)
Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian dan berpindah-pndah tempat
Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat
Hak kebebasan memilih dan aktif di organisasi atau perkumpulan
Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, dan menjalankan agama dan
kepercayaan yang diyakini masing-masing
2. Hak asasi politik (Political Right)
Hak untuk memilih dan dipilih dalam suatu pemilihan
Hak ikut serta dalam kegiatan pemerintahan
Hak membuat dan mendirikan parpol / partai politik dan organisasi politik
lainnya
Hak untuk membuat dan mengajukan suatu usulan petisi
3. Hak asasi hukum (Legal Equality Right)
Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan
Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil / PNS
Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum
4. Hak asasi Ekonomi (Property Rigths)
Hak kebebasan melakukan kegiatan jual beli
Hak kebebasan mengadakan perjanjian kontrak
Hak kebebasan menyelenggarakan sewa-menyewa, hutang-piutang, dll
Hak kebebasan untuk memiliki susuatu
Hak memiliki dan mendapatkan pekerjaan yang layak
5. Hak Asasi Peradilan (Procedural Rights)
Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan
Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan, penahanan dan
penyelidikan di mata hukum.
6. Hak asasi sosial budaya (Social Culture Right)
Hak menentukan, memilih dan mendapatkan pendidikan
Hak mendapatkan pengajaran
Hak untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan minat
4. Lembaga Penegak HAM
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, Hak Asasi Manusia adalah
seperangkat hak yang melekat pada manusia sebagai makhluk Tuhan YME dan
merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh
negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan
harkat dan martabat manusia. Oleh sebab itu, untuk menjaga agar setiap orang
menghormati orang lain, maka perlu adanya penegakan dan pendidikan HAM.
Penegakan HAM dilakukan terhadap setiap pelanggaran HAM. Pelanggaran
HAM adalah setiap perbuatan seseorang atau kelompok orang termasuk aparat negara
baik sengaja ataupun tidak disengaja, atau kelalaian yang secara melawan hukum
mengurangi, menghalangi, membatasi, atau mencabut hak asasi manusia seseorang
atau kelompok orang yang dijamin oleh undang-undang.
Untuk mengatasi masalah penegakan HAM, maka dalam Bab VII Pasal 75 UU
tentang HAM, negara membentuk Komisi Hak Asasi Manusia atau KOMNAS
HAM, dan Bab IX Pasal 104 tentang Pengadilan HAM, serta peran serta masyarakat
seperti dikemukakan dalam Bab XIII pasal 100-103.
KOMNAS HAM
Komnas HAM adalah lembaga yang mandiri yang kedudukannya setingkat dengan
lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian,
penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia.
Tujuan Komnas HAM antara lain:
1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai
dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia.
2. Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya
pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuannya berpartisipasi dalam
berbagai bidang kehidupan.
Wewenang Komnas HAM:
1. Wewenang dalam bidang pengkajian penelitian
a. Pengkajian dan penelitian berbagai instrument internasional hak asasi manusia dengan
tujuan memberikan saran-saran mengenai kemungkinan aksesi dan atau ratifikasi.
b. Pengkajian dan penelitian berbagai peraturan perundang-undangan untuk memberikan
rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan, dan pencabutan peraturan
perundang undangan yang berkaitan dengan hak asasi manusia.
c. Penerbitan hasil pengkajian dan penelitian.
d. Studi kepustakaan, studi lapangan, dan studi banding di negara lain mengenai hak
asasi manusia.
e. Pembahasan berbagai masalah yang berkaitan dengan perlindungan, penegakan dan
pemajuan hak asasi manusia;
f. Kerja sama pengkajian dan penelitian dengan organisasi, lembaga atau pihak lainnya,
baik tingkat nasional, regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi
manusia.
2. Wewenang dalam bidang penyuluhan
a. Penyebarluasan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada masyarakat Indonesia.
b. Upaya peningkatan kesadaran masyarakat tentang hak asasi manusia melalui lembaga
pendidikan formal dan nonformal serta berbagai kalangan lainnya.
c. Kerja sama dengan organisasi, lembaga, atau pihak lainnya, baik di tingkat nasional,
regional, maupun internasional dalam bidang hak asasi manusia.
3. Wewenang dalam pemantauan
a. Pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan hasil
pengamatan tersebut.
b. Penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam masyarakat yang
berdasarkan sifat atau lingkupnya patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi
manusia; pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang
diadukan untuk dimintai dan didengar keterangannya.
c. Pemanggilan saksi untuk diminta dan didengar kesaksiannya, dan kepada saksi
pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan.
d. Peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap perlu.
e. Pemanggilan terhadap pihak terkait untuk memberikan keterangan secara tertulis atau
menyerahkan dokumen yang diperlukan sesuai dengan aslinya dengan persetujuan
ketua pengadilan.
f. Pemeriksaan setempat terhadap rumah, pekarangan, bangunan, dan tempat-tempat
lainnya yang diduduki atau dimiliki pihak tertentu dengan persetujuan ketua
pengadilan.
g. Pemberian pendapat berdasarkan persetujuan ketua pengadilan terhadap perkara
tertentu yang sedang dalam proses peradilan, bilamana dalam perkara tersebut
terdapat pelanggaran hak asasi manusia dalam masalah publik; dan acara
pemeriksaan oleh pengadilan yang kemudan pendapat Komnas HAM tersebut wajib
diberitahukan oleh hakim kepada para pihak.
4. Wewenang dalam bidang mediasi
a. Perdamaian kedua belah pihak.
b. Penyelesaian perkara melalui cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan
penilaian ahli.
c. Pemberian saran kepada para pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui
pengadilan;
5. Pengertian Rule of Law
Secara historis, penegakan hukum atau rule of law merupakan suatu doktrin
dalam hukum yang mulai muncul pada abad ke-19, bersamaan dengan kelahiran
negara berdasar hukum (konsitusi) dan demokrasi. Kehadiran rule of law boleh
disebut sebagai reaksi dan koreksi terhadap negara absolute (kekuasaan di tangan
penguasa) yang telah berkembang sebelumnya.
Berdasarkan pengertiannya, Friedman (1959) membedakan rule of law menjadi
dua, yaitu pengertian secara formal (in the formal sense) dan pengertian secara
hakiki/materiil (ideological sense). Secara formal, rule of law diartikan sebagai
kekuasaan umum yang terorganisasi (organized public power), hal ini dapat diartikan
bahwa setiap negara mempunyai aparat penegak hukum. Sedangkan secara hakiki,
rule of law terkait dengan penegakan hokum yang menyangkut ukuran hukum yaitu
baik dan buruk (just and unjust law).
Ada tidaknya penegakan hukum, tidak cukup hanya ditentukan oleh adanya
hukum saja, akan tetapi lebih dari itu, ada tidaknya penegakan hokum ditentukan oleh
ada tidaknya keadilan yang dapat dinikmati setiap anggota masyarakat.
Rule of law tidak saja hanya memiliki sistem peradilan yang sempurna di atas
kertas belaka, akan tetapi ada tidaknya rule of law di dalam suatu negara ditentukan
oleh ”kenyataan”, apakah rakyatnya benar-benar dapat menikmati keadilan, dalam arti
perlakuan yang adil dan baik dari sesama warga negaranya, maupun dari
pemerintahannya, sehingga inti dari rule of law adalah adanya jaminan keadilan yang
dirasakan oleh masyarakat/bangsa. Rule of law merupakan suatu legalisme yang
mengandung gagasan bahwa keadilan dapat dilayani melalui pembuatan sistem
peraturan dan prosedur yang bersifat objektif, tidak memihak, tidak personal, dan
otonom.
6. Fungsi Rule of Law
Fungsi rule of law pada hakikatnya merupakan jaminan secara formal terhadap
”rasa keadilan” bagi rakyat indonesia dan juga ”keadilan sosial”, sehingga diatur pada
Pembukaan UUD 1945, bersifat tetap dan instruktif bagi penyelenggaraan negara.
Dengan demikian, inti dari Rule of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi
masyarakat, terutama keadilan sosial. Prinsip-prinsip di atas merupakan dasar hukum
pengambilan kebijakan bagi penyelenggara negara/pemerintahan, baik di tingkat
pusat maupun daerah, yang berkaitan dengan jaminan atas rasa keadilan, terutama
keadilan sosial.
Penjabaran prinsip-prinsip rule of law secara formal termuat di dalam pasal-pasal
UUD 1945, yaitu:
1. Negara indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3).
2. Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan
peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan (Pasal 24 ayat 1).
3. Segenap warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan
dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya
(Pasal 27 ayat 1).
4. Dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa
setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (Pasal 28D ayat 1).
5. Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil
dan layak dalam hubungan kerja (Pasal 28D ayat 2).
V. STUDI KASUS
a. Kasus
“Pembajakan Kapal Indonesia oleh Perompak Somalia”
Kasus pembajakan di lepas pantai oleh perompak Somalia yang dialami kapal
Sinar Kudus pada 16 Maret 2011 lalu, hingga saat ini masih nihil dari upaya
pembebasan. Keluarga ABK, salah satunya dari Kabupaten Kediri merasa cemas dan
berharap pemerintah segera turun tangan.
Salah satu ABK kapal Sinar Kudus adalah Mas Bukhin (37), warga Desa
Purwokerto, Kecamatan Ngadiluwih, Kabupaten Kediri. Hingga saat ini PT Samudera
Indonesia sebagai pemilik kapal dianggap belum serius melakukan pembebasan,
sehingga 31 ABK yang 20 diantaranya Warga Negara Indonesia (WNI) merasa sangat
tertekan.
"Kontak terakhir ke saya Sabtu kemarin, itupun tak lebih dari 5 menit. Intinya dia
minta saya hubungi Kapolri agar membantu membebaskan, karena perusahaan
sepertinya sudah lepas tangan," ungkap Febi Susilo, keponakan Mas Bukhin saat
ditemui detiksurabaya.com di rumahnya, Kelurahan Burengan, Kecamatan Kota, Kota
Kediri, Kamis (31/3/2011).
Febi yang tercatat sebagai Anggota Sat Brimob Polda Jatim menambahkan,
meski kondisi ABK seluruhnya dipastikan aman, belum adanya upaya pembebasa
dianggap sebagai bentuk lepas tanggung jawab yang tak semestinya ditunjukkan.
"Makan, salat masih boleh. Bahkan telepon kalau tujuannya minta agar bisa segera
dibebaskan juga diizinkan. Tapi kan tetak gak nyaman," sambungnya.
Kapal Sinar Kudus dibajak oleh perompak Somalia pada 16 Maret 2011 di
perairan Laut Arab, saat melakukan perjalanan dari Pomala, Sulawesi Selatan ke
Roterdam, Belanda. Kapal bermuatan biji nikel tersebut berangkat pada tanggal 28
Februari 2011 dan seharusnya sampai 34 hari kemudian.
"Pembajaknya minta tebusan dua setengah juga dollar Amerika. Kalau
dirupiahkan sekitar dua puluh tiga miliar," tandas Febi.
Menyikapi permintaan pamannya, Febi mengaku hanya bisa melaporkannya via
kotak aduan online Mabes Polri, dan sejauh ini belum mendapatkan tanggapan.
PT.Samudera Indonesia sejauh ini dianggap belum melakukan tindakan apapun,
meski keberadaannya di Jakarta.
"Saya di Kediri lapor ke Polres kan jelas salah alamat, jadi saya lapornya via
email ke Mabes (Polri). Nah perusahaan yang seharusnya lapor langsung, sejauh ini
sepertinya gak ada tindakan," tegas Febi.
Sementara Yunita (35), istri dari Mas Bukhin juga menyampaikan permintaan
yang sama. Ibu dari Maya Atria dan Satria Luhuring Pambudi tersebut sementara
hanya bisa berdoa, suaminya secepatnya bisa dibebaskan.
"Mungkin ini yang terakhir kerja sampai ke Eropa. Nanti kalau layar lagi, cukup
yang dalam negeri saja," ungkap Yunita dengan mata berkaca-kaca.
Terkait pembajakan yang dialami suaminya, Yunita mengaku sebenarnya sudah
memiliki firasat. Namun karena bekerja di pelayaran sudah dijalani suaminya sejak
tahun 1996 silam, dia tak menjadikan apa yang dirasakannya sebagai alasan melarang
keberangkatan.
"Pas berangkat dia telepon kakaknya, minta agar menjaga saya dan anak-anak.
Dia juga berangkat sambil dada-dada, padahal sebelumnya gak pernah seperti itu,"
pungkas Yunita sedih.
b. Pendapat
Dalam Bab X A tentang Hak Asasi Manusia, memuat 10 pasal, antara lain bahwa
setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum
yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum (Pasal 28D ayat 1).
Itu artinya para sandra yang merupakan warga negara Indonesia berhak mendapatkan
jaminan dan perlindungan dari pemerintah. Pemerintah harus menyelamatkan mereka
walaupun pada akhirnya negara harus mengeluarkan uang tebusan untuk
membebaskan mereka. Keselamatan manusia dalam hal ini mereka adalah WNI harus
diprioritaskan daripada kepentingan negara lainnya, misalnya dana untuk merenovasi
gedung DPR.
VI. KESIMPULAN
1. HAM merupakan hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat kodrati dan
fundamental sebagai suatu anugerah Tuhan yang harus dihormati, dijaga, dan
dilindungi oleh setiap individu, masyarakat, atau negara.
2. HAM / Hak Asasi Manusia adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak
awal dilahirkan yang berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat siapa pun.
3. Negara hukum adalah Negara yang berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak berdasar
atas kekuasaan belaka (Machtsstaat) dan Pemerintahannya berdasar atas sistem
konstitusi (hukum dasar), tidak bersifat absolutisme (kekuasaan yang tidak terbatas).
4. Negara hukum dengan penegakan HAM ibarat dua sisi mata uang dengan sisi yang
berbeda. Negara Hukum dan HAM tidak bisa dipisahkan.
5. Indonesia sebagai Negara Hukum telah menetapkan pengertian HAM yang
sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 Undang-undang nomor 39/1999 yaitu Hak asasi
manusia adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan YANG MAHA ESA dan merupakan anugerah-Nya yang
wajib dihormati, dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
6. HAM di Indonesia untuk mewujudkan penghormatan dan penegak HAM yang kuat
ketika bangsa ini memperjuangkan hak asasinya, yaitu: “kemerdekaan”, yang telah
berabad-abad dirampas oleh penjajah. Oleh karena itu, tidak mengherankan setelah
berhasil mencapai kemerdekaan, para pendiri negeri ini mencantumkan prinsip-
prinsip HAM dalam Konstitusi RI (Undang-undang Dasar 1945 dan Pembukaannya)
sebagai pedoman dan cita-cita yang harus dilaksanakan dan dicapai.
7. Ada tidaknya rule of law di dalam suatu negara ditentukan oleh ”kenyataan”, apakah
rakyatnya benar-benar dapat menikmati keadilan, dalam arti : perlakuan yang adil dan
baik dari sesama warga negaranya, maupun dari pemerintahannya, sehingga inti dari
rule of law adalah adanya jaminan keadilan yang dirasakan oleh masyarakat/bangsa.
VII. DAFTAR PUSTAKA
[1] http://surabaya.detik.com/read/2011/03/31/123506/1605582/475/keluarga-abk-asal-
kediri-berharap-pemerintah-turun-tangan
[2] Asshiddiqie, Jimly. Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia. Edisi Revisi. Jakarta: Konstitusi Press, 2005
[3] Asshiddiqie, Jimly. Demokrasi dan Hak Asasi Manusia. Jakarta: Mahkamah Konstitusi, 2005
[4] Zakaria, Nooraihan. Konsep Hak Asasi Manusia. Jakarta: DBP, 2005
[5] Lubis, Todung Mulya. Jalan Panjang Hak Asasi Manusia. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2005
[6] Ismail, Basuki. Negara Hukum Demokrasi. Jakarta: Rimihyo, 1993
[7] http://www.docstoc.com/docs/7835067/MAKALAH-PKn-HAM
[8] http://organisasi.org/
[9] http://id.shvoong.com/
[10]http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_asasi_manusia