hambatan dalam sistem pembangunan perkotaan

14
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat allah swt yang sudah berikan rahmat dan karunia- nya pada penilis hingga penulis sukses merampungkan makalah ini yang alhamdulillah pas pada saatnya yang berjudul Ekonomi Perkotaan. Makalah ini berisikan perihal atau yang semakin khususnya mengulas masalah yang terjadi  pada system Ekonomi Perkotaan dewasa ini. Diinginkan makalah ini bisa berikan info pada kita mengenai ekonomi perkotaan. Penulis mengerti bahwa makalah ini tetap jauh dari prima, oleh dikarenakan itu kritik serta anjuran dari seluruh pihak yang berbentuk membangun senantiasa penulis inginkan untuk kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, penulis berikan terima kasih pada seluruh pihak yang sudah berpartisipasi didalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga allah swt selalu meridhai semua usaha kita. amin. Padangsidimpuan. uni !"#$ Penulis

Upload: chibiserver

Post on 09-Oct-2015

18 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Hambatan Dalam Sistem Pembangunan Perkotaan

TRANSCRIPT

KATA PENGANTARPuji syukur penulis panjatkan kehadirat allah swt yang sudah berikan rahmat dan karunia-nya pada penilis hingga penulis sukses merampungkan makalah ini yang alhamdulillah pas pada saatnya yang berjudul Ekonomi Perkotaan.

Makalah ini berisikan perihal atau yang semakin khususnya mengulas masalah yang terjadi pada system Ekonomi Perkotaan dewasa ini.

Diinginkan makalah ini bisa berikan info pada kita mengenai ekonomi perkotaan.Penulis mengerti bahwa makalah ini tetap jauh dari prima, oleh dikarenakan itu kritik serta anjuran dari seluruh pihak yang berbentuk membangun senantiasa penulis inginkan untuk kesempurnaan makalah ini.

Akhir kata, penulis berikan terima kasih pada seluruh pihak yang sudah berpartisipasi didalam penyusunan makalah ini dari awal hingga akhir. Semoga allah swt selalu meridhai semua usaha kita. amin.

Padangsidimpuan. Juni 2014

Penulis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan suatu bangsa hanya dapat dicapai dengan melaksanakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan merupakan proses pengolahan sumber daya alam dan pendayagunaan sumber daya manusia dengan memanfaatkan teknologi. Dalam pola pembangunan tersebut, perlu memperhatikan fungsi sumber daya alam dan sumber daya manusia, agar dapat terus-menerus menunjang kegiatan atau proses pembangunan yang berkelanjutan. Pengertian pembangunan berkelanjutan itu sendiri adalah perubahan positif sosial ekonomi yang tidak mengabaikan sistem ekologi dan sosial dimana masyarakat bergantung padanya. Keberhasilan penerapannya memerlukan kebijakan, perencanaan dan proses pembelajaran sosial yang terpadu, viabilitas politiknya tergantung pada dukungan penuh masyarakat melalui pemerintahannya, kelembagaan sosialnya, dan kegiatan dunia usahanya. Proses pembangunan terutama bertujuan meningkatkan taraf hidup masyarakat baik secara spiritual maupun material. Definisi ini menunjukan bahwa adanya suatu pembangunan karena suatu kebutuhan, dan masalah. Adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan tersebut adalah suatu harapan. Sedangkan jika harapan tersebut tidak tercapai berarti, hal itu adalah masalah. Dengan demikian pembangunan mempunyai hubungan yang erat dengan masalah. Karena titik tolak pembangunan dimulai dari tindakan mengurangi masalah tersebut dengan tujuan memenuhi kebutuhan dan meningkatkan untuk mencapai suatu tingkatan yang layak. Pembangunan yang tidak bertitik tolak dari masalah berarti ada indikasi kesalahan konsep dan model pembangunan tersebut berorientasi pada penyelesaian masalah sebagai penyebab akar masalah bukan akar masalahnya. Hal ini menyebabkan peningkatan laju pembangunan lama untuk mencapai suatu pertumbuhan pembangunan yang merakyat. Model pembangunan yang merakyat berarti berangkat dari masyarakat.

Pembangunan dalam konteks Negara selalu ditujukan untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat kearah yang lebih baik yang merata. Pembangunan bukan hanya berarti penekanan pada akselerasi dan peningkatan pendapatan perkapita sebagai indeks dari pembangunan saja, akan tetapi pembangunan merupakan suatu proses multi dimensi yang meliputi pola reorganisasi dan pembaharuan seluruh sistem dan aktifitas ekonomi dan sosial dalam mensejahterakan kehidupan warga masyarakat.

Bagi manusia, pembangunan tidak hanya dalam konteks pemenuhan kebutuhan yang berkaitan dengan aspek sosial ekonomi tetapi juga haruslah melihat aspek keadilan terhadap lingkungan. Lingkungan bagi ummat manusia adalah salah satu modal dasar dalam pembangunan. Lingkungan sehat, bersih, lestari, secara tidak langsung akan mempengaruhi keberlanjutan produktifitas manusia di masa yang akan datang. Artinya, dalam konteks tersebut selain keberlanjutan dari sisi ekonomi dan sosial, maka diperlukan juga keberlanjutan pada sisi ekologis.

Sinergi tiga aspek tersebut yaitu, ekonomi, sosial dan budaya didalam pembangunan disebut dengan Pembangunan Berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan adalah satu cara pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan memafaatkannya.

Menurut Brundtland Report dari PBB 1987, pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan (lahan, kota, bisnis, masyarakat, dan sebagainya) yang berprinsip memenuhi kebutuhan sekarang tanpa mengorbankan pemenuhan kebutuhan generasi masa depan. Pembangunan berkelanjutan adalah terjemahan dari Bahasa Inggris, sustainable development. Salah satu faktor yang harus dihadapi untuk mencapai pembangunan berkelanjutan adalah bagaimana memperbaiki kehancuran lingkungan tanpa mengorbankan kebutuhan pembangunan ekonomi dan keadilan sosial.

Ada dua makna gagasan yang terkandung didalam cara pandang pembangunan berkelanjutan yaitu : gagasan kebutuhan, yaitu kebutuhan esensial untuk memberlanjutkan kehidupan manusia dan gagasan keterbatasan yang bersumber pada kondisi teknologi dan oerganiasi social terhadap kemampuan lingkungan untuk memenuhi kebutuhan kini dan hari depan.

Pembangunan berkelanjutan juga mensyaratkan adanya pemeliharaan keanekaragaman. Pemeliharaan keanekaragaman hayati untuk memastikan bahwa sumber daya alam selalu tersedia secara berkelanjutan untuk masa kini dan masa datang. Yang tak kalah pentingnya adalah pengakuan dan perawatan keanekaragaman budaya yang akan mendorong perlakuan yang merata terhadap tradisi berbagai masyarakat dapat lebih dimengerti oleh masyarakat.

Namun, tentunya masih saja ada hambatan dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan itu sendiri. Hambatan dalam pembangunan perkotaan berkelanjutan diantaranya diantaranya masalah internal dan eksternal perkotaan. Dalam pembahasan/makalah ini dibahas mengenai hambatan dalam pembangunan berkelanjutan khususnya masalah internal perkotaan sebagai sistemnya dan sebagai subsistemnya dibatasi pada pada 3 masalah yaitu masalah kemiskinan di perkotaan, masalah kualitas lingkungan hidup perkotaan dan masalah keamanan dan ketertiban kota.

B. Rumusan Masalah

Dari pembahasan diatas, maka yang menjadi rumusan masalah pada penulisan makalah ini adalah :

1. Apa yang menjadi masalah internal perkotaan.2. Bagaimana masalah kemiskinan di perkotaan.3. Bagaimana masalah kualitas lingkungan hidup perkotaan.4. Bagaimana masalah keamanan dan ketertiban kota.

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan

Tujuan Penulisan

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk mengidentifikasi masalah internal perkotaan2. Untuk mengidentifikasi kemiskinan di perkotaan3. Untuk mengidentifikasi kualitas lingkungan hidup perkotaan4. Untuk mengidentifikasi keamanan dan ketertiban kota

Kegunaan Penulisan

Dari rumusan masalah diatas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah :

1. Untuk mengetahui masalah internal perkotaan.2. Untuk mengetahui kemiskinan di perkotaan.3. Untuk mengetahui kualitas lingkungan hidup perkotaan.4. Untuk mengetahui keamanan dan ketertiban kota.

BAB II

PEMBAHASAN

Permasalahan pembangunan berkelanjutan sekarang telah merupakan komitmen setiap orang, sadar atau tidak sadar, yang bergelut di bidang pembangunan. Permasalahan pembangunan berkelanjutan juga tak dapat diabaikan dalam perkembangan berbagai ilmu pengetahuan dan tekonologi, termasuk ilmu perencanaan kota. Perencanaan kota bertujuan menyelesaikan atau mengatasi permasalahan kota melalui penyediaan ruang untuk semua kegiatan masyarakat yang kompleks, baik bagi generasi sekarang maupun yang akan datang. Ini berarti tujuan kegiatan perencanaan kota, yang menghasilkan kebijakan rencana kota, yaitu kebijakan yang menjadi pedoman utama pembangunan kota, adalah untuk mencapai proses pembangunan yang berkelanjutan.

Konsep pembangunan berkelanjutan diperkenalkan sebagai hasil debat antara pendukung pembangunan dan pendukung lingkungan. Konsep pembangunan yang berkelanjutan ini terus berkembang. Pada tahun 1987, Edward B. Barbier mengusulkan bahwa pembangunan berkelanjutan harus dilihat sebagai interaksi antara tiga system : sistem biologis dan sumber daya, sistem ekonomi dan sistem sosial. Selain itu, dalam menjelaskan konsep pembangunan berkelanjutan ini, Budimanta membandingkan perkembangan kota Jakarta dengan kota-kota lain di Asia, yaitu Bangkok, Singapura, Tokyo yang memiliki kualitas pembangunan yang berkelanjutan yaitu cara berpikir yang integrative, perspektif jangka panjang mempertimbangkan keanekaragaman dan distribusi keadilan social ekonomi. (Arif Budimanta Dalam Bunga Rampai, 2005: 375-377)

Beberapa pemikir dibidang perencanaan dan perancangan kota, serta lingkungan buatan di perkotaan, berpendapat bahwa untuk mencapai proses pembangunan berkelanjutan, perlu perencanaan dan perancangan yang bersifat ekologis dan berlandaskan etika non-antroposentris. Etika lingkungan non-antroposentris memandang manusia sebagai anggota komunitas hidup di dunia, seperti juga mahluk hidup lainnya, seperti juga semua mahluk hidup lainnya. Sejak paruh abad ke-20, berkembang etika lingkungan non-antroposentris sebagai salah satu akibat terjadinya krisis-krisis lingkungan. Etika lingkungan non-antroposentris itu terbagi atas beberapa aliran, seperti biosentris, bioregionalisme, ekofeminisme dan sebagainya

Proses pembangunan berkelanjutan di perkotaan dapat diketahui dengan melakukan evaluasi terhadap kondisi kawasan-kawasan di kota tersebut, proses-proses yang terjadi di dalam masyarakat dan antara masyarakat dan lingkungannya. Evaluasi itu dapat dilakukan dengan beberapa cara. Salah satu cara adalah evaluasi berdasarkan kriteria pembangunan berkelanjutan. kriteria pembangunan berkelanjutan di perkotaan dirumuskan berdasarkan pemikiran-pemikiran yang berkembang seperti diuraikan diatas, dan pemahaman bahwa kemiskinan dan kerusakan lingkungan adalah ancaman utama pembangunan berkelanjutan. Kemiskinan serta kerusakan lingkungan hidup merupakan ancaman utama bagi proses pembangunan berkelanjutan dengan melihat tujuan dari pembangunan berkelanjutan yaitu mencapai masyarakat sejahtera (masyarakat berkelanjutan) dalam lingkungan hidup yang berkelanjutan. (Madrim Djody Gondokusumo dalam Bunga Rampai, 2005: 405)

Berikut dibahas mengenai tiga sub sistem masalah internal perkotaan yang merupakan hambatan dalam mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan yaitu masalah kemiskinan di perkotaan, masalah kualitas lingkungan hidup perkotaan dan masalah keamanan dan ketertiban perkotaan.

A. Masalah Kemiskinan di Perkotaan

Kemiskinan merupakan salah satu contoh ketidakadilan yang dialami suatu kelompok (masyarakat pra sejahtera), dan terdapat di mana-mana, baik di Negara maju maupun di Negara-negara yang sedang berkembang. Ketidakadilan itu terlihat dari tidak terpenuhinya kebutuhan-kebutuhan mereka untuk bertahan hidup dalam kesehatan yang baik, sulitnya mendapat akses ke pelayanan publik (sanitasi sehat, air bersih, pengelolaan sampah ) rumah sehat, RTH, pelayanan pendidikan dan sebagainya. Ketidakadilan juga terlihat dari tidak adanya akses kepemilikan hak atas tanah yang mereka huni. Sebagai akibat itu semua, sulit bagi mereka untuk mendapat akses ke pekerjaan yang baik dan stabil. Ketidakadilan itu menyebabkan masyarakat miskin tetap miskin dan mengancam proses pembangunan yang berkelanjutan. Kerusakan lingkungan, kondisi permukiman buruk atau kumuh dalam suatu kawasan memperlihatkan bahwa kawasan tersebut sedang dalam proses tidak berkelanjutan. (Madrim Djody Gondokusumo dalam Bunga Rampai, 2005: 410)

Saat ini masalah kemiskinan perkotaan merupakan masalah mendesak yang banyak dihadapi kota-kota di Indonesia. Yang paling mudah dan terlihat jelas dari wajah kemiskinan perkotaan ini adalah kondisi jutaan penduduk yang tinggal di permukiman kumuh dan liar. Kondisi kekumuhan ini menunjukkan seriusnya permasalahan sosial ekonomi, poltik, dan lingkungan yang bermuara pada kondisi kemiskinan. Pengertian kemiskinan sendiri bermakna multi-dimensi dari mulai rendahnya pendapatan, kekurangan gizi dan nutrisi, tidak layaknya tempat tinggal, ketidakamanan, kurangnya penghargaan social, dan lain-lain.

Masalah lain yaitu, adanya urbanisasi. Urbanisasi hampir terjadi dimanapun diseluruh dunia disebabkan oleh perkembangan ekonomi dan daya tarik perkotaan yang kadang menjebak bagi mereka yang tidak mampu bersaing sehingga menjadi terpinggirkan. Di Indonesia perkembangan ini cepat sekali sejak tahun 70-an, sebelum itu urbanisasi juga sudah berjalan tapi lebih lambat dan terbatas. Daya tarik kota sebagai pusat mata pencaharian yang membengkak ini sering dibarengi dan diperbesar oleh kemunduran ekonomi diluar kota. menyebabkan mereka para pendatang yang tidak memiliki keterampilan dan kemampuan untuk bersaing di perkotaan memaksa mereka untuk terpinggirkan sehingga menjadi warga miskin di perkotaan, sebagai pengangguran.(Soefaat, 1999: 43)

Krisis ekonomi meningkatkan angka kemiskinan absolut di daerah perkotaan. Penduduk perkotaan yang berada di bawah garis kemiskinan meningkat secara signifikan sejak terjadinya krisis ekonomi yang terjadi pada awal tahun 1997. Sebenarnya pemerintah telah berusaha untuk mengentaskan atau mengurangi kemiskinan dengan berbagai programnya. Namun demikian, tampaknya dalam kurun waktu 10-15 tahun mendatang ini, kemiskinan masih tetap merupakan masalah penting sehingga perlu ditangani secara bersama-sama terutama dikawasan perkotaan. (Gita Chandrika Dalam Bunga Rampai, 2005 : 7). Selain itu, dibutuhkan kebijakan yang tegas dari pemerintah Indonesia dalam melihat masalah ini. Dalam kondisi seperti ini kita dapat belajar pada Negara tetangga kita Malaysia, dalam menetapkan strategi jangka pendeknya. Deputi perdana menteri Malaysia, Datuk Anwar Ibrahim, telah menginstruksikan kepada Menteri Perdagangan dan Menteri Pertanian untuk menghentikan import sayur-sayuran dan buah-buahan. Bersamaan dengan itu, beliau menginstruksikan agar masyarakat mau memberdayakan sumber daya lahan yang tersedia untuk menanam sayur-sayuran, paling tidak untuk mencukupi kebutuhan sendiri. Upaya praktis ini tentu saja tidak dapat secara makro memperbaiki kondisi ekonomi kita, namun paling tidak sejumlah devisa dapat dihemat dan lapangan kerja pertanian dapat digairahkan kembali. Apalagi, seringnya nilai tukar rupiah merosot terhadap nila dollar AS menimbulkan kenaikan harga berbagai jenis barang, termasuk harga-harga kebutuhan pokok yang dampaknya menyentuh segenap lapisan masyarakat. Pada dasarnya hal ini tidak akan terjadi apabila semua kebutuhan pokok tersebut dapat dicukupi oleh kita sendiri. Sebenarnya bukan hal yang tidak mungkin melakukannya, mengingat bangsa Indonesia merupakan Negara yang kaya akan sumber daya alam, baik hayati maupun nonhayati. Hanya saja hingga ssat ini pengelolaan sumberdaya tersebut belum optimal. Kebutuhan bahan pokok sebenarnya mampu kita penuhi, mengingat produk-produk bahan pokok tersebut berasal atau bersumber dari sumber daya hayati. Kebutuhan masyarakat, baik pangan, sandang, maupun papan, semuanya merupakan produk olahan yang menggunakan bahan dasar sumber daya hayati.

Kekayaan keanekaragaman hayati yang kita miliki hingga saat ini belum dimnafaatkan secara optimal. Seharusnya dengan kekayaan hayati tersebut, kebutuhan kita akan barang-barang, khususnya yang berdasar sumber daya hayati, dapat kita penuhi sendiri. Swasembada bahan pokok seharusnya dapat kita lakukan. Swasembada bahan pangan yang kita lakukan masih mengalami hambatan sebab meskipun Negara kita hidup dalam pola agraris, tetapi ketergantungan terhadap agro-industri, baik hulu maupun hilir dapat dilepaskan.

Sebagai contoh, dalam pengadaan beras, melalui pancausaha tani pemerintah mengharuskan petani menggunakan varietas benih unggul padi, yang awalnya yang diperoleh dari IRRI (Iinternasional Rice Research Institut). Padahal, seperti kita ketahui pada jenis tersebut tidak dapat tumbuh tanpa dipupuk dan diberi pestisida. Hal tersebut mengakibatkan petani sangat tergantung pada indutri pupuk dan pestisida, padahal tidak ada satu pun industri yang bahan bakunya tidak tergantung impor. Sehingga begitu dollar AS naik, harganya pun ikut naik, dan dampak sampai kepada sektor pertanian. Yang menjadi kunci permasalahan adalah mengapa pasokan hulu dan hilir tidak dikembangkan secara mandiri di tingkat lokal dan nasional.

Ketergantungan petani terhadap bibit tersebut menyebabkan petani tidak menjadi orang bebas. Oleh karena itu, untuk kembali memperdayakan petani, maka kekuasaan atas bibit harus dikembalikan kepada mereka. Mereka diberikan peluang untuk membudidayakan bibit-bibit lokal yang sudah ada. Bila hal ini dilakukan, ketergantungan petani dari jaringan internasional industri bibit akan hilang dan memunculkan kekuatan lokal.

Krisis ekonomi yang menyebabkan naiknya harga kebutuhan bahan pokok telah menimbulkan berbagai kerusuhan. Kerusuhan ini bahkan telah menembus sampai kawasan pedesaan atau kawasan pinggiran kota. Hal ini disebabkan desa telah kehilangan daya tahan menghadapi krisis. Kultur agraris yang menjadi basis pertahanan ekonomi desa telah hilang maupun ditinggalkan, diganti dengan pola modern yang tergantung pada industri. Sementara industri yang diharapkan mampu menopang sektor pertanian, kondisinya sangat rentang dan keropos, karena karena ketergantungannya pada bahan baku impor.

Kebijakan tegas untuk meninggalkan kultur agraris, karena ada pandangan bahwa pola pertanian yang ada selama ini tidak memberikan nilai tambah, sangatlah naif. Nilai tambah yang dimaksud dalam konteks tersebut adalah yang bisa memberikan konstribusi devisa, bukan dalam pengertian mampu memberikan daya hidup pada komunitas desa. Bahkan kecenderungannya adalah mengubah kawasan pedesaan yang mampu mandiri berbasis pertanian keanekaragaman hayati, sebagai ajang konversi, menjadi kawasan industri dan kawasan permukiman perkotaan.

Ketahanan kita akan kebutuhan bahan pokok sangatlah kurang, karena investasi yang ada selama ini bukan untuk pembangunan industri yang berbasis sumber daya alam hayati (agroindustry). Tempe, yang merupakan makanan Indonesia sejak dahulu kala, ternyata kita belum mampu menjadi produsen bahan baku kedelainya hingga kini. Kedelai hingga kini masih harus diimpor. Semuanya itu disebabkan kita belum pernah mengadakan penelitian bioteknologi, yang dapat mendukung pola agraris yang kita miliki agar efisien. Penelitian yang ada selama ini bukan membumi, tetapi menuju ke langit. Untuk itu, dalam rangka peningkatan ketahanan akan kebutuhan bahan pokok, diperlukan upaya pembangunan daerah yang berbasis keanekaragaman hayati setempat.(Sugandi, 2007: 46-50)

Pendekatan kemiskinan yang berkembang selama ini perlu dilengkapi dengan konsep keberfungsian sosial yang lebih bermatra demorasi-sosial ketimbang neo-liberalisme. Rebounding atau pelurusan kembali makna keberfungsian sosial ini akan lebih memperjelas analisis mengenai bagaimana orang miskin mengatasi kemiskinannya, serta bagaimana struktur rumah tangga, keluarga kekerabatan, dan jaringan sosial mempengaruhi kehidupan orang miskin. Paradigma baru lebih menekankan pada apa yang dimiliki si miskin ketimbang apa yang tidak dimiliki si miskin . (Suharto, 2005 : 148)

Pada akhirnya kebijakan pengurangan kemiskinan yang selama ini yaitu pendekatan top-down dalam perencanaan kebijakan yang sekarang dilakukan, yaitu pemerintah dan para pakar menganggap dirinya yang paling mengetahui tentang proses-proses yang terjadi dimasyarakat, perlu diganti dengan pendekatan bottom-up, yaitu melibatkan partisipasi masyarakat melalui dialog-dialog yang demokratis, menghargai perbedaan-perbedaan, keadilan dan kesetaraan jender. Ilmu pengetahuan modern antroposentris sebagai dasar perencanaan kebijakan publik untuk mengelola kehidupan masyarakat dan lingkungan perlu diganti dengan ilmu pengetahuan yang bersifat non-antroposentris, menghargai etika dan nilai-nilai yang ada di masyarakat dan di lingkungan alam. (Madrim Djody Gondokusumo Dalam Bunga Rampai, 2005 : 418)

B. Masalah Kualitas Lingkungan Hidup Perkotaan

Pembangunan pada hakikatnya adalah perubahan lingkungan, yaitu mengurangi resiko lingkungan atau dan memperbesar manfaat lingkungan. Sejak berabad tahun yang lalu nenek moyang kita telah merubah hutan menjadi daerah pemukiman dan pertanian. Perubahan hutan menjadi sawah merupakan usaha untuk memanfaatkan lahan untuk produksi bahan makanan dibawah kondisi curah hujan yang tinggi dan juga untuk mengurangi resiko erosi di daerah pegunungan. Hingga sekarang pencetakan sawah masih berjalan terus. Dengan perubahan hutan atau tata guna lahan lain menjadi sawah berubahlah pula keseimbangan lingkungan.

Jadi jelaslah keserasian bukanlah suatu hal yang kekal, melainkan berubah-ubah menurut umur orang atau golongan, tempat dan waktu. Karena itu melestarikan keserasian bertentangan dengan hakekat hidup yang menginginkan perubahan. Melestarikan keserasian akan berarti meniadakan kebutuhan dasar untuk dapat memilih. Karena itu akan berarti menurunkan mutu lingkungan dan dengan itu mutu hidup.

Pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan pada hakekatnya tidak bisa dilepaskan dari pembangunan manusia itu sendiri. Manusia merupakan subjek sekaligus objek pembangunan. Manusia berada pada posisi sentral sahingga pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasilya tidak boleh mengabaikan dimensi manusianya. Untuk dapat melakukan hal tersebut, diperlukan pendekatan pembangunan yang menitikberatkan pada segi manusia. Pembangunan dilakukan untuk meningkatkan kesejahteraan dan mutu hidup manusiaPermasalahan ketersediaan tanah di perkotaan sebagai lahan hijau sangat terbatas. Selain harga tanah yang mahal, juga kurangnya penghargaan bagi pemilik tanah terlantar untuk dimanfaatkan sebagai lahan terbuka hijau. Penggunaan ruang terbuka hijau mulanya diawali dengan tumbuhnya perumahan liar yang semakin luas dan sulit dikendalikan, yang selanjutnya menimbulkan terbentuknya kawasan kumuh. Apalagi para penghuni tersebut dikenakan pajak tidak resmi sehingga mereka merasakan seolah mendapatkan legalitas untuk tinggal di tempat tersebut. Begitu juga, disisi lain factor urbanisasi, khususnya golongan berpendapat rendah dan kurangnya tingkat pendidikan, mendorong mereka untuk menduduki lahan ruang terbuka hijau. Seperti pemanfaatan tepian tepian bantaran sungai dan tepian jalur kereta api sebagai tempat tinggal. (Soemarwoto, 1983 : 60-61).

Pelaku-pelaku yang terlibat dalam pengelolaan ruang terbuka hijau kota terdiri atas sebagai berikut :

a. Pemerintah

Kewajiban pemerintah kota, dalam hal ini instansi/lembaga dinas pertamanan, dan dinas kehutanan adalah mengadakan dan menyelenggrakan pembangunan secara adil untuk meningkatkan kehidupan masyarakat kota, termasuk di dalamnya bidang keamanan, kenyaman, dan keserasian. Apabila hal ini dikaitkan dengan jenis ruang terbuka hijau yang ada maka ruang terbuka hijau yang harus disediakan oleh pemerintah adalah ruang terbuka hijau koridor yang meliputi: jalur hijau kota dan jalur hijau jalan; ruang terbuka hijau produktif yang meliputi kawasan pertanian kota, perairan/tambak; ruang terbuka hijau konservasi yang meliputi kawasan cagar alam dan hutan kota; ruang terbuka hijau lingkungan yang meliputi kawasan taman lingkungan dan bangunan, serta permakaman, perkantoran dan kebun binatang

b. Swasta

Peranan swasta sebagai pelaku ekonomi kota, yang bergerak di sektor formal maupun informal, tidak secara mutlak berkewajiban untuk melaksanakan pengadaan ruang terbuka hijau kota. Melalui pertimbangan-pertimbangan tertentu serta pengkajian dari sudut pandang swasta, dapat disediakan ruang terbuka hijau yag memungkinkan untuk dikelolah oleh swasta, yaitu ruang terbuka hijau untuk keindahan/estetika; ruang terbuka hijau untuk rekreasi; ruang terbuka hijau lainnya yang dapat dikomersialkan.

c. Masyarakat Kota

Peran serta masyarakat, baik secrara individual maupun kelembagaan terhadap ruang terbuka hijau lebih terbatas pada pemanfaatan dan pemeliharaan. Dari segi perencanaan maupun pengadaannya, peran serta masyarakat sangat kecil sekali. Hal ini disebabkan keberadaan ruang hijau kota biasanya terbentuk oleh adanya tanah kosong yang belum/tidak dimanfaatkan. Kelangsungan keberadaannya tidak dapat dijamin, sehubungan dengan sifat penguasaan tanahnya yang lebih banyak bersifat individu (bukan tanah negara).

d. Media Massa

Media massa, baik media elektronik maupun media cetak, ikut berperan sebagai pelaku dalam pengelolaan ruang terbuka hijau, khususnya dalam menciptakan opini publik terhadap pentingnya keberadaan ruang terbuka hijau di perkotaan. Disamping hal tersebut, fungsi media massa juga bermanfaat untuk ikut mengawasi perkembangan ruang terbuka hijau. (Sugandy, 2007 : 103-105 )

Indonesia sudah mulai menyadari bahwa untuk mencapai masyarakat perkotaan masyarakat kehidupan perkotaan yang sejahtera, kualitas lingkungan hidupnya harus baik, karena akan beperngaruh pada kualitas hidupnya (Quality Of Life).Masalah yang terkait dengan kualitas lingkungan hidup dan pada akhirnya kualitas hidup masyarakat kota, meliputi aspek fisik seperti kualitas udara, air, tanah; kondisi lingkungan perumahannya seperti kekumuhan, kepadatan yang tinggi, lokasi yang tidak memadai serta kulaitas dan keselamatan bangunannya; ketersediaan saran dan prasarana serta pelayanan kota lainnya; aspek sosial budaya dan ekonomi seperti kesenjangan dan ketimpangan kondisi antar golongan atau antar warga, tidak tersedianya wahana atau tempat untuk menyalurkan kebutuhan-kebutuhan sosial budaya, seperti untuk berinteraksi dan mengejawantahkan aspirasi-aspirasi sosial budayanya; serta jaminan perlindungan hukum dan keamanan dalam melaksanakan kehidupannya. Kohesi sosial dan kesetaraan (Equity) merupakan faktor penting dalam kualitas hidup di perkotaan.

Kekumuhan kota disebabkan karena sumber daya yang ada di kota tidak mampu melayani kebutuhan penduduk kota. Kekumuhan kota bersumber dari kemiskinan kota yang desebabkan karena kemiskinan warganya dan ketidakmampuan pemerintah kota dalam memberikan pelayanan yang memadai kepada warga masyarakatnya. Kemiskinan warga disebabkan karena tidak memiliki akses kepada mata pencaharian yang memadai untuk hidup layak, serta akses pada modal dan informasi yang terbatas. Kemiskinan ini akan berdampak pada kemampuan warga untuk membayar pajak yang diperlukan untuk membangun fasilitas dan infrastruktur di kawasannya.

Permasalahan utama prasarana dan sarana perkotaan (PSP) termasuk perumahan adalah tidak memadainya suplay dibandingkan dengan kebutuhan. Hal ini menyebabkan terbatasnya kesempatan masyarakat untuk mendapatkan pelayan PSP yang layak. Akibat dari keterbatasan suplay dibandingkan dengan kebutuhan, maka masyarakat yang berpenghasilan rendah justru harus membayar harga mahal untuk memperoleh pelayanan PSP tersebut. Berkaitan dengan perumahannya, mereka terpaksa menggunakan lahan-lahan secara liar dengan kualitas perumahan yang jauh dibawah standar. (Gita Chandrika Napitupulu dalam Bunga rampai, 2005 : 7-8 )C. Masalah Keamanan dan Ketertiban Perkotaan

Beberapa teror bom yang terjadi di beberapa kota di Indonesia akhir-akhir ini, seperti di Bali, Jakarta dan lain-lain telah menimbulkan keresahan bagi masyarakat perkotaan dan mengganggu jalannya perekonomian kota. Selain itu, beberapa kota di Indonesia juga mengalami penurunan kualitas kehidupan dengan banyaknya terjadi kerusuhan yang disebabkan oleh konflik antar kelompok masyarakat, seperti di Poso, Palu, Ambon, Banda Aceh dan sebagainya.

Permasalahan ini diperberat dengan masalah ketertiban di perkotaan Karena tidak disiplinnya masyarakat perkotaan. Hal ini tercermin dengan jelas antara lain dalam disiplin berlalu lintas. Saat ini juga semakin sering terjadi demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat terhadap kebijakan-kebijakan pembangunan yang dijalankan oleh pemerintah, terutama di kota-kota besar. Hal ini dapat terjadi karena berbagai hal seperti tidak adanya sosialisasi dari pemerintah, kurangnya pelibatan partisipasi masyarakat dalam pembangunan, kurangnya pemahaman akan hak-hak dan tanggung jawab masyarakat dalam pembangunan kota dan lain sebagainya. Semua hal tersebut diatas sangat berpengaruh pada kinerja kotanya.( Gita Chandrika Napitupulu dalam Bunga rampai, 2005 : 9-10)

Kemampuan untuk membuat perencanaan yang di satu pihak memecahkan masalah urbanisasi dan dilain pihak memperkaya fungsi kota merupakan keahlian yang sangat diharapkan dari para perencana kota pada masa akan datang. Setiap kota, selain berusaha untuk meningkatkan fungsi-fungsi perkotaan yang bersifat standar, sebaiknya juga mengembangkan fungsi-fungsi khusus yang kompetitif secara global. Tetapi kedua hal di atas hanyalah suatu strategi umum dalam menyiasati permasalahan pengembangan kota, dan sebenarnya baru bisa terlaksana bila beberapa permaslahan pokok dari kota-kota di Indonesia telah diperbaiki secara substansial. (Santoso, 2006 : 61)

DAFTAR PUSTAKA( http://id.wikipedia.org/wiki/Pembangunan_berkelanjutan)(http://muhlissuhaeri.blogspot.com/2007/06/bagaimana-konsep-pembangunan-kota-.)