hapusan darah new

11
PEMBAHASAN Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai berbagai unsur sel darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan lain-lain. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang terbaik. Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau vena dengan atau tanpa EDTA. Sediaan yang disimpan tanpa difiksasi terlebih dulu tidak dapat dipulas sebaik sediaan segar. Kebanyakan cara memulas sediaan darah menggunakan prinsip Romanowski, seperti Wright, Giemsa, May-Grunwald-Biemsa atau Wright- Giemsa.

Upload: cynthia-murray

Post on 02-Oct-2015

92 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

a

TRANSCRIPT

PEMBAHASAN

Sediaan apus darah adalah suatu sarana yang digunakan untuk menilai berbagai unsur sel darah tepi, seperti eritrosit, leukosit, dan trombosit. Selain itu dapat pula digunakan untuk mengidentifikasi adanya parasit seperti malaria, mikrofilaria, dan lain-lain. Sediaan apus yang dibuat dan dipulas dengan baik merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang terbaik. Bahan pemeriksaan yang terbaik adalah darah segar yang berasal dari kapiler atau vena dengan atau tanpa EDTA. Sediaan yang disimpan tanpa difiksasi terlebih dulu tidak dapat dipulas sebaik sediaan segar. Kebanyakan cara memulas sediaan darah menggunakan prinsip Romanowski, seperti Wright, Giemsa, May-Grunwald-Biemsa atau Wright-Giemsa. Pada praktikum hematologi ini yaitu mengenai pembuatan apusan darah tepi ,pewarnaan apusan darah dan menghitung jumlah jenis leukosit. Sebelum melakukan praktikum terlebih dahulu melakukan pengambilan sampel darah, dimana sampel yang digunakan berasal dari praktikan atas nama Ayu Nur Fitriyani (perempuan, 20 tahun). Pengambilan darah yang dilakukan yaitu dengan vacutainer dimana darah ditampung pada tabung ungu dengan penambahan antikoagulan EDTA. Selain itu, persiapan terhadap alat alat yang akan digunakan sangat penting untuk menunjang praktikum yang akan dilakukan (pre- analitik)

Pada tahap analitik, pembuatan apusan dibuat terlebih dahulu. Objek glass yang akan digunakan dibersihkan dari sisa sisa kotoran dan lemak, agar tidak mempengaruhi hasil apusan. darah pada tabung EDTA dipipet dengan menggunakan pipet pasteur lalu diteteskan pada objek glass yang telah disiapkan, sedangkan satu objek glass lainnya digunakan untuk mendorong darah hingga terbentuk apusan lidah kucing, dimana objek glass ditekan sehingga darah akan menyebar merata pada permukaan objek glass, lalu digerakkan ke kiri membentuk apusan darah yang tidak terlalu tipis ataupun terlalu tebal karena jika terlalu tebal maka saat pengamatan di bawah mikroskop akan terlihat tidak jelas karena sel darah bertumpuk.Hal yang perlu diperhatikan dalam pembuatan apusan darah agar mendapatkan apusan darah yang baik:1. Sudut antara objek glass satu dengan objek glass penghapus diusahakan bersudut 30-45

2. Tetesan darah yang diteteskan secukupnya jangan terlalu sedikit dan jangan terlalu banyak.

3. Diharapkan pada saat dilakukan penghapusan tidak berhenti ditengah. Setelah mendapat sediaan yang bagus (tidak tebal dan tipis), maka dibiarkan apusan hingga kering. Apusan darah kemudian difiksasi dengan cara meneteskan metanol ke atas sediaan hingga bagian yang terlapisi darah tertutup semuanya dan membiarkannya selama 2 menit tanpa dibilas lagi dengan aquadest dan selanjutnya dilakukan pewarnaan. Adapun fungsi metanol adalah untuk memfiksasi darah sehingga darah tidak hilang saat diamati.

Pada praktikum kedua, dilakukan pewarnaan terhadap apusan darah tepi. Adapun pewarnaan yang digunakan pada praktikum ini yaitu pewarnaan Giemsa. Tinta Giemsa tersusun atas campuran pewarna eosin, methylene blue, dan methylene azure. Fungsi giemsa adalah untuk mewarnai darah sehingga mudah dibedakan dan dapat terlihat jelas . Sedangkan Prinsip dari pewarnaan giemsa adalah presipitasi hitam yang terbentuk dari penambahan larutan metilen biru dan eosin yang dilarutkan di dalam metanol. Pewarnaan giemsa digunakan untuk membedakan inti sel dan morfologi sitoplasma dari sel darah merah, sel darah putih, trombosit dan parasit yang ada di dalam darah. Hasil pewarnaan dengan giemsa pada darah manusia akan memperlihatkan eritrosit berwarna merah muda.

Pewarna Giemsa yang akan digunakan adalah giemsa yang telah diencerkan dengan perbandingan 1: 9 yaitu 1 ml giemsa dengan 9 ml buffer pH 6,4 atau buffer pH 7. Giemsa yang telah siap lalu diteteskan pada sediaan hingga menggenangi seluruh permukaan apusan darah. Pewarnaan dilakukan selama 20 menit . Sediaan yang telah terwarnai lalu dibilas dengan aquadest dan sediaan dibiarkan mengering. Waktu perendaman ini sebaiknya jangan terlalu lama karena darah bisa tidak terlihat akibat pewarnaan yang terlalu pekat.

Sediaan apusan darah tepi yang telah selesai kemudian dapat diamati di bawah mikroskop untuk mencari counting area pada apusan. Pengamatan diawali dengan menggunakan lensa objektif 10x untuk mencari lapang pandang dan menentukan conting area. Bagian counting area merupakan bagian dimana sel sel darah tersebut dapat dilakukan penghitungan jumlah.

Pada praktikum ketiga dilakukan pewarnaan terhadap hapusan darah tepi dengan menggunakan pewarna wright.pewarnaan wright adalah pulasan yang mengandung eosin Y, azure B, metilen blue, dan metil alkohol dalam konsentrasi tinggi, sehingga tidak perlu mengadakan fiksasi tersendiri.

Hasil pewarnaan menggunakan pewarnaan wright yakni eritrosit akan tampak berwarna merah jingga, bila tampak lebih biru, bisa disebabkan karena pH buffer terlalu alkalis atau pencucian kurang bersih. Inti leukosit tampak berwarna ungu, bila tampak lebih biru , ini disebabkan karena waktu pengecatan yang terlalu singkat. Waktu fiksasi dan pengecatan harus ditetapkan setiap menggunakan bahan cat baru untuk mendapatkan hasil pengecatan yang ideal.

Pewarnaan wright dilakukan dengan meneteskan pewarna wright pada sediaan hingga menggenangi seluruh permukaan apusan darah.Pewarnaan dilakukan selama 2 menit . Sediaan yang telah terwarnai lalu dibilas dengan aquadest dan sediaan dibiarkan mengering.

Perbedaan pewarnaan giemsa dengan pewarnaan wright yaitu dengan pewarnaan giemsa, granula basofil tidak terlihat karena granula akan larut dan pewarnaan ini baik untuk melihat bentuk dari eritrosit. Sementara itu pewarnaan wright baik untuk darah yang banyak mengandung sel sel muda dan sediaan sumsum tulang karena struktur plasma dan inti lebih jelas terlihat.

Dalam praktikum ini, terdapat kesalahan-kesalahan yang dapat terjadi yang dapat berpengaruh terhadap hasil praktikum diantaranya yaitu penetesan darah yang terlalu banyak, sehingga apusan darah menjadi tebal, saat melakukan spreading / dorongan ragu-ragu sehingga sediaan yang dihasilkan begaris-garis, kurang membersihkan objek glass (sisa lemak) sehingga terdapat lubang-lubang dan bagian ekor apusan yang robek ini dapat disebabkan karena kurang latihan dan teknik yang dimiliki oleh praktikan. Pada praktikum ke tiga juga dilakukan pengamatan dan perhitungan jumlah jenis leukosit pada apusan darah dengan pewarnaan giemsa pada mikroskop dengan pembesaran 100 kali lensa objektif. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan diperoleh hasil basofil 0% dimana hasil ini masih dalam nilai normal ( 0 - 1 % ), eosinofil 6%, dimana hasil ini diatas nilai normal ( 1 -4 % ), neutrofil segmen 50 % dimana hasil ini masih dalam nilai normal ( 36 - 66 % ), neutrofil stab 6% dimana hasil ini melebihi nilai normal ( 2 -5 % ), limfosit 33% dimana hasil ini masih dalam nilai normal ( 22 - 42%), monosit 5 % dimana hasil ini masih dalam nilai normal ( 4- 8%).

Penilaian hitung jenis leukosit tunggal jarang memberi nilai diagnostik, kecuali untuk penyakit alergi di mana eosinofil sering ditemukan meningkat.

Peningkatan jumlah neutrofil (baik stab maupun segmen) dibanding limfosit dan monosit dikenal juga dengan sebutan shift to the left. Infeksi yang disertai shift to the left biasanya merupakan infeksi bakteri dan malaria. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the left antara lain asma dan penyakit-penyakit alergi lainnya, luka bakar, anemia perniciosa, keracunan merkuri (raksa), dan polisitemia vera.

Sedangkan peningkatan jumlah limfosit dan monosit dibanding neutrofil disebut shift to the right. Infeksi yang disertai shift to the right biasanya merupakan infeksi virus. Kondisi noninfeksi yang dapat menyebabkan shift to the right antara lain keracunan timbal, fenitoin, dan aspirin.