hasil penelitian dan pembahasan kota...

34
19 BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Kota Lasem Lasem adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Indonesia. Kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan di pesisir pantai Laut Jawa di Kabupaten Rembang, berjarak lebih kurang 12 km ke arah timur dari ibukota kabupaten Rembang, dengan batas-batas wilayah meliputi: sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sluke, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pancur, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Rembang. Kecamatan Lasem mempunyai luas wilayah mulai dari pesisir Laut Jawa hingga ke selatan. Di sebelah timur terdapat Gunung Lasem. Wilayahnya seluas 4.504 ha di mana 505 ha digunakan sebagai pemukiman, 281 ha sebagai lahan tambak, 624 ha sebagai hutan milik negara. Lasem merupakan kota terbesar kedua di Kabupaten Rembang setelah Kota Rembang. Lasem dikenal juga sebagai "Tiongkok kecil" karena Lasem merupakan kota awal pendaratan orang Tionghoa di tanah Jawa dan selain itu juga terdapat perkampungan Tionghoa yang sangat banyak. Di Lasem juga terdapat patung Buddha terbaring yang berlapis emas. Lasem juga dikenal sebagai kota santri, kota pelajar dan salah satu daerah penghasil buah jambu dan mangga, selain hasil dari laut seperti garam dan terasi (William Kwan,dkk. 2010 : 5). Dahulu Lasem dikenal sebagai salah satu kota pelabuhan yang banyak disinggahi kapal-kapal pedagang. Letaknya yang dilewati oleh jalur pantai utara

Upload: vunhu

Post on 06-Mar-2019

226 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

19

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Kota Lasem

Lasem adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Rembang, Jawa Tengah,

Indonesia. Kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan di pesisir pantai Laut

Jawa di Kabupaten Rembang, berjarak lebih kurang 12 km ke arah timur dari

ibukota kabupaten Rembang, dengan batas-batas wilayah meliputi: sebelah utara

berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Sluke,

sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Pancur, sebelah barat berbatasan

dengan Kecamatan Rembang. Kecamatan Lasem mempunyai luas wilayah mulai

dari pesisir Laut Jawa hingga ke selatan. Di sebelah timur terdapat Gunung

Lasem. Wilayahnya seluas 4.504 ha di mana 505 ha digunakan sebagai

pemukiman, 281 ha sebagai lahan tambak, 624 ha sebagai hutan milik negara.

Lasem merupakan kota terbesar kedua di Kabupaten Rembang setelah Kota

Rembang. Lasem dikenal juga sebagai "Tiongkok kecil" karena Lasem

merupakan kota awal pendaratan orang Tionghoa di tanah Jawa dan selain itu juga

terdapat perkampungan Tionghoa yang sangat banyak. Di Lasem juga terdapat

patung Buddha terbaring yang berlapis emas. Lasem juga dikenal sebagai kota

santri, kota pelajar dan salah satu daerah penghasil buah jambu dan mangga,

selain hasil dari laut seperti garam dan terasi (William Kwan,dkk. 2010 : 5).

Dahulu Lasem dikenal sebagai salah satu kota pelabuhan yang banyak

disinggahi kapal-kapal pedagang. Letaknya yang dilewati oleh jalur pantai utara

Page 2: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

20

(pantura), menjadikan kota ini sebagai tempat yang strategis dalam perdagangan.

Kecamatan ini merupakan salah satu kecamatan di pesisir pantai laut utara Jawa,

berada di tengah-tengah jalan utama yang menghubungkan Semarang (ibu kota

Provinsi Jawa Tengah) dan Surabaya (ibu kota Provinsi Jawa Timur). Pada zaman

kolonial status Lasem adalah sebuah kabupaten. Tetapi sejak tahun 1750,

kabupaten dipindahkan ke Rembang, diikuti dengan pindahnya benteng VOC dari

kota tersebut pada tahun itu. Sejak tahun 1751 Lasem merupakan sebuah

Kecamatan sampai saat ini (Sumijati Atmosudiro dan Septi Indrawati

Kusumaningsih, tt : 15).

Lasem merupakan satu dari delapan mandala (daerah bawahan atau kerajaan

kecil otonom) yang terletak di delapan lokapala (penjuru) dari kerajaan

Majapahit. Dapat ditelusuri dari tiga sumber data, yaitu kitab Negarakertagama,

kitab Pararaton dan Carita Sejarah Lasem dalam kitab Serat Badra Santi. Lasem

diperintah oleh seorang kerabat puteri dari kerajaan Majapahit yang diberi gelar

Bhre Lasem. Menurut kitab Serat Badra Santi, wilayah kekuasaan Lasem pada

waktu masa Dewi Indu meliputi wilayah yang terbentang dari Pacitan sampai

muara Bengawan Silugangga di Pangkah Sedayu, sedangkan wilayah sebelah

timur Bengawan beserta pulau-pulau lainnya masuk dalam daerah kekuasaan raja

Hayam Wuruk. Keraton Dewi Indu terdapat di Bumi Kriyan. Lokasi kraton

tersebut diperkirakan berada di sekitar Pasar Lasem saat ini, yaitu dipertigaan

jalan Jatirogo dan jalan raya Lasem.

Banyak bagian dari Majapahit, penguasa Lasem memeluk agama Hindu-

Buddha. Hal ini berlangsung sampai masa pemerintah Adipati Wiranagara, cucu

Page 3: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

21

Bi Nang Ti. Wiranagara kemudian memeluk agama Islam setelah menikah dengan

Puteri Maloka, anak dari Sunan Ampel dan kakak perempuan Sunan Bonang.

Sejak masa inilah, penguasa Lasem beragama Islam. Hal ini berlangsung sampai

masa runtuhnya kerajaan Majapahit. Pengaruh kekuasaan Lasem terus merosot

seusai runtuhnya kerajaan Majapahit. Namun, Lasem tetap menjadi sebuah daerah

bebas sampai ditaklukkan oleh Sultan Agung dari Kerajaan Mataram Islam pada

tahun 1616. Lokasi Lasem yang strategis di pantai utara Jawa menjadikannya

tetap sebagai sebuah kadipaten dan pusat ekonomi penting.

Pada tahun 1750 kadipaten Lasem dipindah ke Magersari, Rembang. Sejak

saat itu Rembang menjadi pusat Pemerintahan, dan Lasem pun kedudukan

pemerintahannya di bawah Rembang. Hal ini berlangsung sampai saat ini, di

mana Lasem merupakan salah satu kecamatan yang ada di Kabupaten Rembang,

Provinsi Jawa Tengah. Kedudukan politik Lasem pun melemah sejak saat ini.

Walaupun Lasem tidak lagi menjadi sebuah pusat pemerintahan kabupaten, tetapi

kedudukannya sebagai sebuah pusat perdagangan tidak tergoyahkan. Sejarah

kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya yang strategis di jalan

raya pantai utara pulau Jawa serta di perbatasan antara propinsi Jawa Tengah dan

propinsi Jawa Timur menjadikan Lasem tetap dikenal sampai sekarang sebagai

sebuah pusat kebudayaan dan ekonomi. Kemajuan ekonomi kota Lasem tetap

melampaui kota Rembang pada masa pra kemerdekaan Republik Indonesia

(William, dkk, 2010 : 7 – 14).

Begitu pula dengan kota-kota lain di pesisir Jawa Timur seperti Tuban dan

Gresik yang tumbuh menjadi tempat berlabuhnya kapal-kapal dagang dari

Page 4: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

22

berbagai negara. Berkembangnya kota-kota tersebut secara tidak langsung juga

memiliki andil yang cukup besar tidak hanya dalam memasukkan barang-barang

niaga perdagangan, namun juga berbagai unsur budaya dan agama yang dibawa

oleh orang-orang asing yang singgah dan bahkan menetap. Di samping itu Kota

Lasem juga menjadi salah satu daerah yang sangat tertinggal pada akhir tahun

1900 dalam hal perkembangan ekonomi dibanding dengan kota-kota pesisir

lainnya di pantai utara Jawa seperti Surabaya, Pasuruan dan Probolinggo

menjadikan rumah-rumah orang Tionghoa di Lasem juga hampir tidak mengalami

perubahan dalam pembangunannya (Hempri, dkk. 2010 : 68).

Di kota Lasem juga terdapat suatu organisasi yaitu Forum Komunikasi

Masyarakat Sejarah (FOKMAS), yang berdiri pada tanggal 11 April 2010. Forum

ini terletak di satu tempat yang sama di studio radio yaitu radio Maloka. Awalnya

Forum ini diketuai Bapak Toro sedangkan saat ini Forum ini dipimpin oleh Bapak

Agus. Pada awalnya FOKMAS tidak fokus dalam penelitian batik yang

ditekankan dari segi sejarah. Karena perkembangan potensi batik dengan adanya

pencampuran budaya dari budaya Cina terutama pada motifnya adanya hubungan

antara masyarakat Lasem dengan masyarakat Tionghoa yang bertempat tinggal di

Lasem sangat baik (wawancara dengan Agus, 9 Juli 2012).

B. Masuknya Golongan Tionghoa ke Indonesia

Etnis Tionghoa adalah salah satu bagian dari keanekaragaman penduduk

Indonesia. Etnis Tionghoa atau lebih dikenal sebagai orang Cina sampai sekarang

ini merupakan kaum minoritas. Namun demikian, kaum ini memiliki peran aktif

dan berhasil dalam perekonomian Negara Indonesia. Pengaruh Cina tampak

Page 5: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

23

bersifat mendalam dan membangun atau sebaliknya sebagai suatu gejala sekunder

yang berkaitan dengan nasib suatu minoritas. Hal itu disebabkan oleh sejarah

kehadiran bangsa Cina itu sendiri di Nusantara yang berkembang selama beberapa

abad di dalam suatu konteks budaya yang reseptif dan menguntungkan, sebelum

berubah arah sama sekali pada abad yang lalu, sebagai kelanjutan dari berbagai

perkembangan baru di dalam politik kolonial (Denys Lombard, 2008 : 243).

Orang Cina yang pertama kali datang ke Indonesia adalah para pendeta agama

Budha yaitu Fa Hien dan Hwui Ning, mereka singgah di pulau Jawa. Namun pada

waktu itu, tidak ada orang Cina yang tinggal di pulau Jawa. Ketika orang-orang

Fuhien dari Canton pergi ke pulau Jawa untuk mencari rempah-rempah, mereka

menetap di daerah pelabuhan pantai utara jawa. Kedatangan orang-orang Cina ke

pulau Jawa dapat diketahui dari perjalanan yang dilakukan oleh Laksamana

Cheng Ho ke berbagai wilayah di pulau Jawa pada awal abad ke-14. Kapal-kapal

yang berlayar berasal dari negara-negara asing, termasuk Cina yang mendarat di

Tuban, Gresik, dan Majapahit (http://exsara.blogspot.com/2012/03/etnis-cina-

lasem_13.html).

Orang Tionghoa di Indonesia merupakan imigran kelahiran Tiongkok atau

menurut garis laki-laki. Namun sebagai akibat dari perkawinan campuran dan

asimilasi di beberapa daearah Indonesia, kita tidak bisa lagi memastikan antara

orang Tionghoa dan yang bukan Tionghoa, berdasarkan kriteria ras yang paling

sederhana. Di Indonesia, seorang keturunan Tionghoa disebut orang Tionghoa jika

ia bertindak sebagai anggota dari, dan mengidentifikasikan dirinya dengan

masyarakat Tionghoa. Satu-satunya ciri budaya yang bisa diandalkan, dari

Page 6: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

24

identifikasi diri sebagai orang Tionghoa dan keterikatan dengan sistem

masyarakat Tionghoa, ialah penggunaan nama keluarga Tionghoa.

Migrasi yang mendorong adanya permukiman orang Tionghoa di Indonesia

dimulai sejak adanya perdagangan oleh pedagang-pedagang Tionghoa yang

menggunakan perahu-perahu jungnya dari bagian tenggara daratan Tiongkok,

sedangkan pertumbuhan penduduk Tionghoa di Indonesia selanjutnya sangat erat

hubungannya dengan peranannya dalam bidang ekonomi. Bebas dari akibat-akibat

birokrasi kerajaan Tiongkok yang membuat mereka terkekang, orang Tionghoa

perantauan itu membuktikan bahwa mereka paling cocok untuk perkembangan

ekonomi. Mereka menekankan sistem nilai yang mementingkan kerajinan,

kehematan, pengandalan pada diri sendiri, semangat berusaha dan keterampilan,

ditambah pula dengan prinsip-prinsip organisasi social yang mudah sekali

disesuaikan dan digunakan.

Dari abad ke-17 sampai abad ke-20, yaitu pada waktu orang-orang Belanda

maju pesat dengan eksploitasi ekonomi Hindia Belanda yang makin sistematis itu,

orang-orang Tionghoa makin banyak memperoleh peranan yang orang Belanda

sendiri tidak mampu melaksanakan. Mereka diperkenankan untuk mengikuti

selera mereka terhadap pekerjaan sebagai usahawan dan membina jaringan

perdagangan dan financial yang menyeluruh, yang membentang dari pelabuhan-

pelabuhan besar sampai ke pasar-pasar desa (Mely G. Tan, 1979 : 1 - 2).

Di Jawa dapat dikatakan bahwa osmosis berlangsung sangat lama dan

sebagian besar unsur Cina lambat laun melebur dengan unsur-unsur lainya. Oleh

karena itu, sulit menelusuri sejerah kelompok-kelompok Cina yang pertama.

Page 7: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

25

Kaum pendatang menikahi perempuan pribumi dan untuk sebagian mengadopsi

adat istiadat negeri tersebut.

Tidak semua orang Cina yang menetap di Jawa mempunyai minat berdagang.

Banyak di antaranya menjadi petani, pengurus usaha pertanian bangsawan Jawa

atau pachter (pengusaha tanah) Pemerintah Belanda. Menurut sensus penduduk

yang menarik atas 3431 kepala keluarga yang dilaksanakan oleh para pejabat di

Batavia setelah pembantaian tahun 1740, kami melihat bahwa 1442 di antaranya

berdagang (cooplieden en handelaars), 935 bertani dan pekerja yang terkait

(landbouwers, tuiniers, kalk- en arakbranders), 728 bekerja di dalam produksi

gula atau penebang kayu (suikermaalders en houtkappers) dan 326 menekuni seni

kriya (ambachtslieden). Keadaan itu kemudiaan mengalami perubahan dratis sejak

paro kedua abad ke-19. Kecenderungan asimilasi yang sejak dini merupakan

gejala umum selama satu abad merupakan akibat dari tiga perkembangan penting.

Perkembangan pertama bersifat ekonomis sekaligus demografis. Perkembangan

kedua dapat dikatakan berupa perkembangan dalam hal rumah tangga.

Perkembangan ketiga yang lebih bersifat politis, berkaitan dengan perkembangan

situasi di Cina sendiri (Denys Lombard, 2008 : 244 - 246).

Pelabuhan-pelabuhan besar Pulau Jawa, baik yang digunakan untuk imigrasi

maupun perdagangan, semuanya terletak di sepanjang pantai utara Pulau Jawa

menghadap Laut Tiongkok Selatan, akibatnya penduduk Tionghoa juga lalu

terpusat di sana. Sekarang orang Tionghoa di Jawa sebagian besar tinggal di kota-

kota, suatu pencerminan tidak hanya dari asal-usul permukiman pedagang dan

dari kesukaan mereka untuk mencari nafkah di kota, tetapi juga pencerminan dari

Page 8: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

26

kebijaksanaan yang tidak menentu dari pemerintah. Selama sebagian besar di abad

ke-19, oleh penguasa Belanda, orang-orang Tionghoa itu diharuskan tinggal di

bagian kota yang sudah ditentukan dan hanya boleh keluar dari daerah itu jika

mendapat izin dari pemerintah Belanda. Hal ini disebabkan oleh karena

perkawinan di antara keturunan yang berdarah campuran dari imigran-imigran ini

lambat laun berkembang juga menjadi suatu masyarakat yang cukup stabil. Di

Jawa proses ini di mulai pada abad ke-16, dan hasil pencampuran kebudayaannya

di dalam masyarakat menjadi stabil pada abad ke-18. Masyarakat Tionghoa di

Indonesia yang tumbuh dan berakar setempat dapat diklasifikasikan menurut

tahapan yang didasarkan pada besar kecilnya pengaruh pribumi dalam

kebudayaan campuran mereka. Di Jawa, masyarakat Tionghoa dikenal sebagai

Peranakan Tionghoa. Sejak abad ke-18 sampai permulaan abad ke-20, sebagian

besar orang Tionghoa di dalam masyarakat Tionghoa setempat adalah kaum

Peranakan (Mely G. Tan, 1979 : 5).

Para pengamat minoritas Tionghoa di Indonesia mengetahui bahwa ada dua

kelompok Tionghoa, yaitu peranakan dan totok pengelompokan itu kurang lebih

merupakan akibat dari perbedaan tingkat asimilasi mereka ke dalam masyarakat

pribumi. Orang dapat mengatakan bahwa pada tahun 1930 penyebutan peranakan

dan totok pada umumnya sesuai dengan tempat kelahiran masing-masing (Leo

Suryadinata, 1984 : 76).

Mengenai kehidupannya, kaum Totok lebih suka bekerja untuk dirinya sendiri

dan sebagaian besar berkecimpung dalam bidang usaha. Peranakan yang lebih

beraneka ragam bidang pekerjaannya, menunjukkan bahwa mereka suka

Page 9: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

27

pekerjaan kejuruan dan pekerjaan administrasi atau staf di perusahaan-perusahaan

besar (Mely G.Tan, 1979 : 9).

Di negara Cina sistem kekerabatan orang Cina adalah patrilineal, namun

sistem kekerabatan kaum peranakan agak berbeda. G.W. Skinner menegaskan

bahwa “perkawinan yang matrilokal sama sekali bukan hal yang dirasa sebagai

hal yang memalukan. Di Madura dan Jawa Timur, pernikahan diresmikan dan

dilangsungkan di rumah orang tua pengantin wanita. Di samping itu benar juga

bahwa dalam keluarga peranakan anak perempuan lebih dihargai daripada anak

laki-laki. Tionghoa totok yang lebih tua lebih tertarik pada agama tradisional dan

menyembah berbagai dewa di kuil-kuil (Leo Suryadinata, 1984 : 81).

Kehadiran kelompok minoritas Cina di Indonesia memiliki sejarah yang

sangat panjang. Berbagai sumber sejarah menunjukkan bahwa orang Cina sudah

hadir di Indonesia berabad-abad yang lampau. Dalam perkembangannya

kemudian, golongan Cina ikut larut dalam arus dinamika sejarah Indonesia.

Mereka menjadi bagian integral dari realitas perjalanan historis bangsa Indonesia.

Namun demikian, sejarah golongan minoritas Cina belum diungkapan secara jelas

dan utuh dalam historiografi Indonesia. Kalaupun disebutkan, mereka ditampilkan

sebagai sebuah kelompok ‘homogen’ yang semata-mata hidup dan berkecimpung

dalam bidang perekonomian (Abdul Wakhid, 1999 : 87).

Sebagai dampak dari buruknya infrastruktur dan rumah, orang Cina telah

dipaksa untuk mencari tempat lain yang jauh lebih sehat di wilayah pinggiran

kota. Fenomena ini menciptakan suatu dikotomi antara kota pusat dan pinggiran.

Para profesional telah memisahkan tempat antara tempat tinggal dan tempat kerja.

Page 10: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

28

Mereka bekerja di Pecinan tetapi tinggal di pinggiran kota. Orang yang

mempekerjakan dirinya sendiri lebih suka memiliki sebuah toko yang menjadi

bagian yang tak terpisahkan dari tempat tinggal. Mereka menjalankan toko eceran

di pusat perbelanjaan di wilayah perumahan baru. Para pengusaha Cina kelas atas

di Semarang tinggal di wilayah perbukitan di mana mereka memiliki pusat-pusat

perbelanjaan yang luas di pusat kota.

Pecinan di Semarang terletak ditengah kota, di selatan pasar tradisional, dan

dibatasi oleh Sungai Semarang. Orang-orang Cina mulai berdiam di wilayah ini

sejak abad ke-17 dan pemukiman menjadi stabil sejak akhir abad ke-18 (Pratiwo,

1999 : 115 dan 122). Seiring perkembangan jaman, dikarenakan adanya

pembagian stratifikasi sosial berdasarkan kriteria ras, maka keberadaan etnis Cina

di Indonesia membentuk suatu kelompok masyarakat yang bertempat tinggal

dalam suatu kawasan yang disebut “ kampung pecinan “. Etnis Cina di kawasan

pecinan Lasem mempunyai keunikan, karena memiliki kebudayaan, kepercayaan,

dan agama yang berbeda dengan masyarakat pribumi atau Jawa, Namun mereka

dapat hidup berdampingan secara harmonis tanpa ada perselisihan. Dalam

pembaurannya masyarakat Cina di Lasem sangat menghormati adat-istiadat

penduduk asli, begitu juga hal yang sama dilakukan penduduk asli sehingga

terjalinnya hubungan yang baik antara etnis Cina di Lasem dan penduduk asli

(William, dkk, 2010 : 11).

Di bidang busana, pengaruh Cina kemungkinan lebih kecil. Namun, masalah

asal-usul pakaian yang dijahit belum pernah diajukan secara jelas dan kita harus

berpikir bahwa di sini pun Cina mungkin memainkan peran tertentu. Penelitian

Page 11: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

29

relief kaki Hindu-Jawa, termasuk bas-relief zaman Majapahit, cukup

membuktikan bahwa kedua jenis manusia pada zaman itu hanya mengenal kain

lipat (selubung). Pemunculan pakaian pantalon sejak abad ke-15 sampai abad ke-

16 di dalam mutasi yang penting itu suatu tanda transformasi sosial budaya besar-

besaran pada zaman itu merupakan tanda bangkitnya masyarakat perkotaan.

Tampaknya, bangsa Cina jelas berperan serta di dalam perkembangan mode,

namun kurang dapat dipastikan apakah mereka telah mempengaruhi

perkembangan kerajinan tekstil. Walaupun demekian, pada abad ke-12, sumber-

sumber Cina membicarakan ekspor sutra ke Jawa. Wajar jika di sini timbul

masalah peka mengenai peran serta bangsa Cina dalam produk batik. Perlu dicacat

bahwa teknik batik hanya didapati di Jawa, dan itu pun pada zaman yang relatif

mutakhir. Tak ada kesaksian apa pun yang pasti bahwa teknik batik sudah dikenal

pada zaman Hindu-Jawa dan penyebutan pertama terdapat di dalam sebuah teks

Sunda yang berangka tahun 1518. Di dalam berbagai sumber Belanda, penyebutan

paling kuno dari kata batik berangka tahun 1641 dan ulasan-ulasan pertama yang

agak jarang tidak ada sebelum abad ke-18. Tampaknya dalam kondisi itu, sulit

bagi kita untuk menerima bahwa teknik batik merupakan “latar budaya”

Nusantara (Denys Lombard, 2008 : 318 - 319).

Pada masa kekuasaan Wijayabadra armada dinasti Ming dari Tiongkok yang

dipimpin oleh Laksamana Haji Cheng Ho mendarat di daerah Tuban, dekat

Lasem, pada perjalanan muhibahnya yang ketiga. Pendaratan armada Cheng Ho

tersebut terjadi pada tahun 1335 Saka (1413 Masehi). Pada saat inilah Bi Nang Un

seorang Champa yang bertugas sebagai salah seorang nahkoda kapal dari Armada

Page 12: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

30

Laut Laksamana Cheng Ho tertarik untuk menetap di bumi Lasem. Dengan ijin

dari Cheng Ho, Bi Nang Un pulang ke Champa untuk menjemput keluarganya.

Setahun kemudian Bi Nang Un datang kembali ke Lasem bersama istri beserta

istrinya yang bernama Na Li Ni. Mereka datang bersama anak perempuannya

bernama Bi Nang Ti, anak laki-lakinya Bi Nang Na serta kerabatnya dari negeri

Campa. Bi Nang Un menetap di Desa Jolotundo yang telah dihadiahkan oleh

Adipati Lasem saat itu, yaitu Adipati Wijayabadra (William, dkk, 2010 : 12).

Kedatangan orang Cina di Jawa, terutama di Lasem dan beberapa tempat lain

di wilayah ini melahirkan kebudayaan baru. Kebudayaan ini merupakan intisari

dari adat-istiadat Cina yang kemudian diadopsi menjadi adat daerah yang tidak

luntur dari budaya Tionghoa sendiri. Masyarakat Cina di wilayah Jawa terutama

di Kecamatan Lasem lebih membaur dibandingkan dengan masyarakat Eropa. Hal

ini dipengaruhi oleh komunikasi yang baik dari masyarakat lokal dengan

masyarakat Tionghoa sendiri. Masyarakat Jawa menganggap masyarakat Cina

sebagai pedagang yang ulet dan terampil sehingga banyak pedagang lokal yang

meniru cara berdagang masyarakat Cina. Para imigran Cina yang telah menetap

selama lebih dari dua atau tiga generasi dan berbaur dengan penduduk setempat

menjadi terbiasa dengan bahasa dan adat-istiadat dimana mereka berada. Para

imigran Cina yang telah berbaur dengan penduduk setempat tersebut kemudian

mempunyai perhatian yang cukup besar pada kebudayaan lokal dan

perkembangan perekonomian daerah dimana mereka menetap. Hal tersebut dapat

tercermin dalam berbagai aspek kesenian Jawa. Pengaruh dalam kesenian Jawa

tampak jelas pada seni batik, khususnya pola dan ragam hias dan warna yang

Page 13: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

31

digunakan, seperti dapat dijumpai pada batik Cirebon, Pekalongan, dan Lasem.

Sejumlah orang Cina yang berasal dari keluarga Cina yang telah cukup lama

menetap dan berbaur di Jawa, kemudian ada yang berkembang menjadi ahli seni

dan pelindung kesenian Jawa, bahkan ada dari mereka yang terjun menjadi

penulis jawa. Gelombang migrasi orang-orang Cina yang ke Indonesia meningkat

pesat sejak abad ke-19 (http://exsara.blogspot.com/2012/03/etnis-cina-

lasem_13.html).

Relasi Jawa dengan Cina (Tiongkok) sendiri, baik dalam pengertian hubungan

diplomatik antar kedua negara atau kerajaan maupun hubungan dagang yang

sudah berlangsung sejak lama bahkan jauh sebelum Islam datang ke kawasan ini.

Hubungan ini terus berlanjut saat Cina dipegang oleh Dinasti Ming (1368 - 1644

Masehi), sejak saat itulah terjadi arus perhubungan yang intensif antara Jawa-

Cina. Situasi ini sangat didukung dengan keadaan Jawa dengan kota-kota

pesisirnya yang mulai berkembang saat itu. Unsur-unsur budaya baru yang hadir

berusaha diadaptasi oleh penduduk Jawa-pribumi sehingga kebudayaan Jawa pada

prakteknya merupakan hasil akulturasi dengan budaya asing.

Relasi antara penduduk lokal pribumi dengan kaum Cina pendatang di Lasem

memang sudah terjalin sejak lama. Keharmonisan hubungan mereka dapat terlihat

dari peninggalan-peninggalan sejarah yang ada, seperti banyaknya kelenteng-

kelenteng yang merupakan simbol-simbol tempat ibadah bagi orang Cina yang

masih berdiri kokoh hingga saat ini, berdampingan dengan sarana ibadah lain

seperti masjid dan gereja. Selain dari sisi arsitektur bangunan, nuansa khas Cina

yang sangat kental akan sangat terasa di Lasem pada saat perayaan hari-hari besar

Page 14: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

32

Cina. Pada saat itu warga-warga Cina Lasem akan mengekspresikannya ke-Cina-

annya dalam bentuk hiasan-hiasan di rumah mereka, serta merayakannya bersama

dengan warga Cina yang lain dalam sebuah kelenteng yaitu sebuah perayaan di

mana etnis Cina membuat persembahan dengan membuat kue-kue yang didoakan

di kelenteng sambil memohon rejeki agar panen dan pendapatan mereka bisa lebih

baik di tahun tersebut. Atraksi-atraksi khas Cina seperti tarian Cina, barongsai,

liang liong, wayang potehi, maupun upacara-upacara keagamaan masih secara

rutin dilakukan oleh warga etnis Cina di Lasem. Kegiatan ini pun selalu ramai

menjadi tontonan bagi penduduk lokal pribumi serta warga sekitar Lasem, yang

juga menikmati berbagai momen-momen yang dilakukan oleh kaum Tionghoa

tersebut. Relasi etnis Cina dan penduduk lokal yang kemudian menghasilkan

proses akulturasi budaya juga dapat dilihat pada seni batik yang berkembang di

Lasem (Hempri, dkk. 2010 : 65 - 69).

C. Sejarah Batik Lasem

Budaya batik diperkirakan banyak dipengaruhi oleh keberadaan kaum

penguasa/aristrokat dari berbagai kerajaan di kepulauan Nusantara. Hal ini

dibuktikan oleh:

1. Artefak arkeologi, misalnya motif batik kawung dan batik grising pada patung

Kertarajasa Jayawardhana atau Raden Wijaya (raja pertama kerajaan

Majapahit yang memerintah pada tahun 1293-1309 M) di Candi Ngrimbi,

Jombang, menunjukkan sudah digunakannya pakaian batik sejak jaman

Majapahit.

Page 15: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

33

2. Kelangsungan batik vorstenlanden atau pedalaman atau kraton yaitu batik-

batik Surakarta dan Yogyakarta, dimana aneka bentuk motif dan makna

filosofisnya disesuaikan dengan tata cara kehidupan kraton, menunjukkan

peranan penting kraton sebagai acuan pengembangan budaya batik di

kepulauan Nusantara.

3. Proses pembuatan kain batik membutuhkan teknologi produksi yang kompleks

dan biaya produksi yang tidak sedikit sehingga lebih memungkinkan

pengembangannya di lingkungan masyarakat bangsawan atau priyayi yang

memiliki penguasaan modal, pengetahuan dan teknologi yang relatif lebih

tinggi.

Dalam catatan sejarah, Lasem pernah menjadi sebuah kerajaan kecil di bawah

kekuasaan kerajaan Majapahit, yaitu pada masa pemerintahan Bhre Lasem I atau

Rajasaduhitendudewi atau Dewi Indu (1350-1375). Mengingat bahwa

kemungkinan besar batik sudah menjadi pakaian bangsawan kerajaan Majapahit,

maka hal ini juga berlaku di wilayah Lasem. Para penguasa wilayah Lasem tidak

memiliki kepentingan untuk mengembangkan corak batik khas Lasem yang

berbeda nyata dengan corak batik Majapahit karena secara historis penguasa

Lasem tidak pernah berupaya menciptakan identitas politik “ke-Lasem-an” yang

berbeda dengan “ke-Majapahit-an”. Sebagai sebuah kerajaan kecil, Lasem tidak

menjadi tempat tinggal bangsawan Majapahit di luar keluarga Bhre Lasem. Hal

ini menyebabkan sedikitnya jumlah kebutuhan pakaian bermotif batik yang

memerlukan produksi batik di daerah Lasem sendiri. Keluarga Bhre Lasem dapat

Page 16: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

34

memperoleh kain batik di lokasi lain di luar Lasem yang merupakan tempat

produksi batik keluarga kerajaan Majapahit.

Motif dan warna batik Majapahit yang dipakai pada masa Bhre Lasem I

diduga mirip dengan sebagian desain batik Mataram Yogyakarta dan Surakarta

(batik vorstenlanden) saat ini, yaitu motif gringsing dan kawung yang berwarna

soga serta biru. Kesimpulan ini berangkat dari keberadaan motif gringsing dan

kawung pada ukiran pakaian dari arca-arca candi peninggalan kerajaan Majapahit

atau masa sebelumnya. Warna coklat pada kain batik diperoleh dari hasil

pencampuran tiga jenis zat pewarna alam, yaitu kayu tinggi, jambal, dan tegeran.

Sedangkan warna biru diperoleh dari hasil fermentasi tanaman. Besar

kemungkinan warna coklat tua dan biru tua juga merupakan warna batik pada

masa Majapahit. Pengaruh budaya Jawa dan agama Hindu Buddha masa kerajaan

Majapahit masih terasa pada motif dan warna batik Lasem yang dihasilkan saat

ini. Motif kawung dan gringsing banyak dipakai pada batik Baganan, yaitu batik

Lasem yang berasal dari Desa Babagan.

Pada tahun 1335 Saka (1413 Masehi), Bi Nang Un seorang Champa yang

pernah menjadi salah seorang nahkoda kapal dari Armada Laut Laksamana Cheng

Ho (digelari Ma Sam Po atau Dampo Awang) mendarat di Pantai Regol (sekarang

disebut pantai Binangun), Kadipaten Lasem. Rombongan Bi Nang Un terdiri dari

orang-orang Champa yang beragama Buddha dan pandai dalam bidang kesenian

(membatik, menari, membuat perhiasan emas, membuat peralatan kuningan, dan

sebagainya). Setelah dewasa, Bi Nang Na menjadi seorang ahli seni kerawitan

terkenal. Ia menciptakan Gagrag Lasem (yang merupakan hasil kombinasi Gragag

Page 17: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

35

Champa dan Gagrag Majapahit), Pathet Lasem, Suluk Lasem, dan Sampak

Lasem. Ia kemudian dikenal sebagai Mpu Winarna. Sedangkan Bi Nang Ti setelah

dewasa menjadi mahir dalam membatik dan menari. Bi Nang Ti kemudian

menikah dengan Adipati Badranala dan memiliki dua orang anak, yaitu Wirabajra

dan Santibadra. Kitab “Serat Badrasanti” jelas memaparkan data tentang sejarah

batik Lasem dimana Puteri Na Li Ni dari Champa (Vietnam) dianggap sebagai

perintis pembatikan di Lasem.

Pada masa penjajahan Belanda tahun 1700 datanglah seorang perantau dari

Tiongkok (Cina) di Lasem. Ia adalah seorang pedagang arak (ciu). Setiba di

Lasem, pedagang arak tersebut sangat terkejut menyaksikan penderitaan dari

penduduk Lasem yang berlatar belakang etnis Cina. Ia bertekad untuk

memperbaiki tingkat kesejahteraan ekonomi dari sesama penduduk etnis Cina

dengan cara menciptakan lapangan pekerjaan. Dengan rasa iba, sang pedagang

arak memutuskan untuk menetap di Lasem dengan melakukan usaha pembuatan

batik tulis dengan tenaga kerja orang Cina di Lasem. Oleh karena itu, orang Cina

Lasem mendapat pengetahuan tentang cara pembuatan batik tulis. Lambat laun

penduduk etnis Cina di Lasem yang mula-mula menjadi pekerja atau buruh batik

tulis tersebut akhirnya mempunyai pemikiran untuk menjadikan usaha batik tulis

sebagai kegiatan usaha yang dapat menunjang pemenuhan kebutuhan ekonomi

mereka. Selanjutnya, industri batik cepat berkembang pesat di Lasem di mana

para pengusahanya adalah penduduk etnis Cina (William, dkk, 2010 : 15 - 19, 22 -

23, dan 30 - 31).

Page 18: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

36

Dari abad ke-18 sampai kini para pengrajin Cina telah giat berperan serta

dalam produksi sejumlah bengkel di Pesisir khususnya di Cirebon dan di Lasem.

Tak ada satu pun kajian yang membahas aspek ekonomi dari usaha mereka itu,

namun semua orang di Jawa mengenal dengan baik berbagai motif yang diilhami

oleh tradisi Cina yang telah mereka sebar luaskan. Perlu disebutkan diantara yang

paling lazim dan paling masyhur, motif naga (atau liong dari bahasa Cina long)

dan motif swastika (banji), motif awan ‘Cina’ mudah dikenali pada pinggiran

yang sejajar yang diberi warna bergradasi (motif mega mendung, ‘awan

mendung’) atau motif ‘kebun’ (tamansari), dengan tumbuh-tumbuhan di atas

warna dasar cerah dan dipenuhi wadasan yang ditarik ke atas (Denys Lombard,

2008 : 319).

Masa kejayaan batik Lasem memang telah berlalu. Seiring dengan

menurunnya daya saing industri batik Lasem, berbagai permasalahan pun timbul

dan mengarah pada ancaman kepunahan. Kemerosotan industri Batik Lasem

diperparah dengan rendahnya minat generasi muda untuk menekuni kegiatan

usaha batik Lasem, baik sebagai pengusaha maupun sebagai pekerja batik.

Mereka cenderung memilih untuk bekerja di sektor modern, baik di dalam

maupun di luar Kabupaten Rembang. Hal ini menyebabkan terjadinya dua

masalah kritis dalam industri batik Lasem, pertama, berkurangnya pekerja dan

penghasilan bagi para penduduk Lasem, khususnya di daerah pedesaan yang

miskin. Kedua, ancaman akan kepunahan budaya batik Lasem.

Diakuinya batik oleh UNESCO sebagai warisan budaya milik Indonesia

sedikit banyak telah membantu kebangkitan industri batik di Indonesia. Begitu

Page 19: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

37

pula dengan batik Lasem, walaupun belum bisa mencapai kejayaannya kembali,

namun industri batik Lasem mulai bangkit. Saat ini tidak hanya pengusaha etnis

Cina saja, namun pengusaha-pengusaha Jawa juga turut meramaikan industri batik

ini. Jadi yang perlu dilakukan saat ini adalah mengatasi permasalahan-

permasalahan yang ada agar batik Lasem serta mampu mengembalikan kejayaan

masa lalu. Sebuah upaya serius untuk melakukan revitalisasi batik Lasem menjadi

penting untuk segera dilakukan, yang tentunya upaya tersebut perlu mendapat

dukungan dari semua pihak terkait (Hempri,dkk. 2010 : 79 - 80).

Batik Lasem merupakan salah satu jenis budaya batik warisan nenek moyang

Indonesia. Nuansa keindahan batik Lasem sudah sangat dikenal, terutama warna

merah Lasem yang konon tidak dapat ditiru pembuatannya di daerah lain. Oleh

penduduk lokal Lasem, warna merah batik Lasem tersebut dikenal sebagai abang

getih pithik (merah darah ayam). Sampai saat ini batik Lasem masih menjadi salah

satu pilihan favorit bagi para kolektor dan konsumen batik, baik di Indonesia

maupun luar negeri. Batik Lasem dihasilkan oleh para pengrajin batik di berbagai

desa di sekitar kota Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Propinsi Jawa

Tengah (Willian, dkk, 2010 : 1).

Pada abad ke-13 di daerah Lasem, batik memberikan beberapa dampak positif

seperti halnya, memberi kesempatan belajar membatik, menilai produksi yang

baik, merencanakan dan menentukan sasaran penjualan, serta merencanakan

tugas-tugas di masa datang dalam jangka waktu dua tahun, tiga tahun maupun

empat tahun. Maka, sang juragan Cina itu memberikan pekerjaan sampingan

kepada penduduk setempat dan mereka harus mengerjakan di rumah masing-

Page 20: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

38

masing. Lima puluh macam dari seratus jenis kain dikerjakan oleh seorang laki-

laki dan menggosoknya dengan lilin. Kemudian diambil buruh lain yang bertugas

memberi zat pewarna.

Menurut perkiraan Ismunandar yang pernah terjadi di daerah Lasem, di sini

terdapat sekitar empat ribu orang penduduk yang bekerja sebagai pembatik.

Mereka itu lebih baik keadaannya bila dibandingkan dengan para buruh wanita

yang mendapat pengawasan ketat dari Tauke Cina untuk membuat batik yang

spesial. Sebagian besar buruh tersebut menjalani kontrak kerja selama tiga tahun.

Mula-mula dipelopori oleh lima puluh orang pekerja dan mendapat upah serta

tempat pemondokan dan bonus setahun sekali. Banyak dari mereka yang

kebutuhan hidupnya lebih besar dari pendapatan, sehingga ada yang meminjam

sejumlah kecil uang dari majikan mereka. Namun karena bunganya tinggi,

terkadang mereka tak dapat melunasi atau membayar kembali. Akhirnya orang-

orang tersebut selalu dililit hutang, dan mereka membayar dengan rumahnya,

tanahnya, dan seterusnya. Dari Jawa Barat ke Jawa Tengah, dari Jawa Tengah ke

Jawa Timur, bagaikan menjamur layaknya, maka berdirilah pusat-pusat industri

yang dikelola oleh Pemerintah Belanda. Perusahaan itu selain menghasilkan

desain asli, juga mengadaptasi desain orang-orang Eropa (Ismunandar, 1985 : 21 -

22).

Pada dasarnya batik corak khusus Lasem ini adalah suatu corak batik yang

mempunyai tiga dasar pengaruh pada motif dan coraknya, yaitu:

1. Pengaruh gaya Cina, seperti bentuk-bentuk burung Phoenix, hal ini mungkin

disebabkan para pengusaha batik merupakan orang-orang keturunan Cina.

Page 21: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

39

2. Pengaruh gaya batik Jawa Tengah (Solo-Yogya) yaitu pusat seni batik yang

semula mempunyai nilai filosofi.

3. Pengaruh selera Pantai Utara Jawa, yaitu pemakaian warna-warna yang cerah

seperti warna merah, biru, kuning dan hijau selain warna soga coklat (Sewan

Susanto, 1973 : 352).

Pada abad ke-13 kaum perempuan di wilayah Kabupaten Rembang, yaitu

Kecamatan Lasem, Pancur, Rembang dan Pamotan tidak menganggur, mereka

bekerja sebagai pengrajin batik (baca: pembatik atau pengobeng) untuk mengatasi

kesulitan ekonomi. Semua penggemar batik memilih Lasem karena Lasem

terkenal dengan batik tulis (wawancara dengan Joko, 18 Juni 2012).

Batik di Jawa terbagi menjadi dua golongan besar yaitu batik pesisiran dan

batik kerajaan. Disebut batik pesisiran karena letaknya dekat pantai sedangkan

disebut batik kerajaan karena letaknya di pedalaman seperti Solo, Wonogiri,

Yogyakarta dan Pekalongan tidak terpengaruh budaya asing di mana batiknya

berbentuk geometris. Oleh karena itu batik pesisiran tercampur dengan batik

kerajaan yang ada gambarnya kelelawar dan kawung. Batik Lasem bersifat

konservatif tradisional yang artinya batik kuno yang secara turun-termurun.

Lasem mempunyai warna dominan yaitu warna merah (darah ayam), banyak

pengusaha batik dari Solo, Yogyakarta, Wonogiri dan Pekalongan datang ke

Lasem untuk membeli kain putih yang ada gambarnya pokok-pokok bunga

namanya blangko yang kainya berwarna merah. Batik tersebut sudah jadi

kemudian di jual disebut batik Laseman. Budaya Cina mempengaruhi motif batik

Lasem yaitu motif naga, bunga seruni dan kupu-kupu. Batik pesisiran sangat

Page 22: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

40

terpengaruh dari budaya Cina. Lasem mempunyai dua ciri khas yaitu batik motif

watu pecah atau kricak (batu kecil) dan motif latohan atau rumput laut

(wawancara dengan Sigit, 9 Juli 2012).

Batik Lasem merupakan seni batik tulis gaya pesisiran yang kaya warna dan

ciri multicultural, sebagai akibat dari akulturasi banyak budaya, khusunya budaya

China atau Tionghoa dan budaya Jawa. Berikut merupakan jenis-jenis motif batik

Lasem yang belum dipengaruhi oleh budaya Cina:

1. Warna merah, khas batik tulis Lasem

Ciri khusus batik Lasem yang tidak akan temui pada batik manapun adalah

warna merahnya yang terkenal dengan nama warna abang getih pithik atau warna

darah ayam. Warna ini terbuat dari akar mengkudu dan akar jeruk ditambah air

Lasem yang kandungan mineralnya sangat khas, fungsinya biasa dipakai oleh

orang Jawa di sekitar pantai utara (Pantura), bagian motif gambar besarnya

latohan (rumput laut), bunga dan daun, bagian motif isiannya watu pecah (batu

pecah), bagian motif pinggirannya cecek pitu (titik tujuh), warnanya merah marun.

Page 23: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

41

2. Batik Lasem dengan Motif Kawung Baganan

Motif Kawung, motif ini merupakan pengaruh budaya Jawa dan agama Hindu

Buddha masa kerajaan Majapahit. Motif ini di gambarkan dari sebatang pohon

aren yang buahnya kita kenal dengan kolang kaling. Motif ini dihubungkan

dengan binatang wangwung. Pohon aren dari atas (ujung daun) sampai pada

akarnya sangat berguna bagi kehidupan manusia, baik itu batang, daun, nira, dan

buah. Hal tersebut mengisaratkan agar manusia dapat berguna bagi siapa saja

dalam kehidupannya, baik itu dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan

bernegara. Makna lain yang terkandung dalam motif kawung ini adalah agar

manusia yang memakai motif kawung ini dapat menjadi manusia yang ideal atau

unggul serta menjadikan hidupnya menjadi bermakna, fungsinya biasa dipakai

oleh ibu-ibu rumah tangga di Bagan, bagian motif gambar besarnya bunga dan

daun, bagian motif isiannya bunga, bagian motif pinggirannya untu walang (gigi

belalang), warnanya soga (kini bisa divariasi dengan warna lain).

Page 24: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

42

3. Batik Lasem dengan Motif Kricak atau Watu Pecah

Motif kricak (batu kecil) diinspirasikan dari kenangan atas kricak sebagai

bahan pembuatan jalan Raya Pos Era Daendels, yang membawa banyak korban

pekerja di Lasem, fungsinya biasa dipakai oleh warga waru gunung, bagian motif

gambar besarnya bunga, burung dan daun, bagian motif isiannya kricak (batu

kecil), bagian motif pinggirannya untu walang (gigi belalang), warnanya soga

(warna bisa divariasi dengan warna lain).

4. Batik Lasem dengan Motif Latohan

Motif Latohan merupakan motif flora lokal daerah Lasem yang terinspirasi

dari tanaman latoh atau rumput laut. Motif ini menggambarkan salah satu jenis

rumput laut yang biasanya digunakan sayur mayur oleh masyarakat di sekitar

Page 25: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

43

pantai atau pesisiran. Jenis tumbuhan ini harus dalam kondisi masih segar ketika

hendak dimasak menjadi sayur. Konon orang yang menggunakan motif ini akan

terjaga badannya dan terus dalam kondisi segar bugar, fungsinya sebagai pakaian

sehari-hari dan biasa dipakai oleh semua kalangan, bagian motif gambar besarnya

latohan (rumput laut), bunga dan daun, bagian motif isiannya cecek pitu (titik

tujuh), bagian motif pinggirannya untu walang (gigi belalang), warnanya merah

marun (warna bisa divariasi).

5. Batik Lasem dengan Motif Kendoro Kendiri

Motif Kendoro-Kendiri motif ini merupakan stilisasi sulur tanaman dan bunga

pada kain chintz atau cent (merk kain mori) sehingga mengingatkan pada motif

lung-lungan pada batik Lasem. Motif Kendoro-Kendiri mempunyai arti majikan

dan pembantu, fungsinya biasa dipakai oleh para bangsawan atau raja, bagian

motif gambar besarnya bunga dan daun, bagian motif isiannya sisik, bagian motif

pinggirannya untu walang (gigi belalang), warnanya soga sebagai warna asli (kini

bisa divariasi dengan warna lain).

Page 26: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

44

Alat yang digunakan untuk membatik yaitu :

1. Gunting, pensil dan kain mori 2. Canting

3. Bak berfungsi untuk pengetelan

atau ngucel-ngucel

6. Bak Gendongan berfungsi untuk

membersihkan lapisan lilin pada

kain batik

4. Wajan berfungsi tempat untuk lilin

7. Kayu berfungsi untuk meletakkan

kain mori atau membatik

Page 27: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

45

5. Kompor berfungsi untuk

mencairkan malam

8. Bak Lorodan atau drum berfungsi

untuk tempat pewarnaan

Bahan yang digunakan yaitu:

1. Kain Mori

Mori adalah bahan baku batik dari katun. Kualitas mori bermacam-macam,

dan jenisnya sangat menentukan baik buruknya kain batik yang dihasilkan.

Karena kebutuhan mori dari macam-macam kain tidak sama.

2. Malam

Lilin atau “malam” ialah bahan yang dipergunakan untuk membatik.

Sebenarnya “malam” tidak habis (hilang), karena akhirnya diambil kembali

pada waktu proses mbabar, proses pengerjaan dari membatik sampai batikan

menjadi kain

3. Zat Pewarna

4. Air keras

5. Soda Api

6. Soda Abu

Proses Pembuatan Batik Lasem

Proses pembuatan Batik Lasem tidak banyak berbeda dengan pembuatan batik

tulis di daerah lain. Gulungan kain mori dari pabrik masih mengandung obat-

Page 28: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

46

obatan yaitu kanji. Oleh karena, kain tersebut dipotong dahulu dengan satu ukuran

kemudian tidak langsung dibatik tetapi diproses dahulu. Kain mori yang sudah

dipotong satu ukuran tersebut dibilas atau dicuci dahulu pakai air bersih setelah

dibilas di beri minyak buah jarak dan soda api dengan komposisi tertentu

kemudian diperas atau dipukul-pukul supaya zat kimianya hilang. Kemudian

setelah diperas, kain tersebut digulung setelah itu disimpan selama satu malam,

dan di jemur di pagi harinya. Batik Lasem kuno dalam proses seperti tersebut

dapat dilakukan 15 sampai 20 hari kemudian baru dilorot dan dibersihkan dengan

air bersih fungsinya untuk menghilangkan zat kimia dari pabrik. Setelah

dihilangkan zat kimianya, kain mori tersebut menjadi menyusut atau mengecil.

Kemudian di jemur sampai kering, barulah kain tersebut dibatik. Sebelum dibatik,

kain tersebut harus digambar atau di beri pola dengan pensil dicanting dengan

malam (wawancara dengan Joko, Juli 2012).

D. Pengaruh Budaya Cina Terhadap Motif Batik Lasem

Batik di Jawa terbagi menjadi dua golongan besar yaitu batik pesisiran dan

batik kerajaan. Disebut batik pesisiran karena letaknya dekat pantai sedangkan

disebut batik kerajaan karena letaknya di pedalaman seperti Solo, Wonogiri,

Yogyakarta dan Pekalongan tidak terpengaruh budaya asing di mana batiknya

berbentuk geometris. Kedatangan orang Cina di Jawa, terutama di Lasem dan

beberapa tempat lain di wilayah ini melahirkan kebudayaan baru. Masyarakat

Lasem bersifat akulturasi sehingga masyarakat Lasem bisa menerima budaya

Cina.

Page 29: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

47

Batik Lasem awalnya dikenal sebagai “batik encim”, yaitu batik yang dipakai

oleh wanita keturunan Tionghoa yang berusia lanjut. Pengaruh asing khususnya

budaya Cina turut mewarnai corak, motif dan ragam batik tulis Lasem. Melalui

pengamatan terhadap sehelai batik Lasem kita dapat mengenali hasil silang

budaya tersebut, antara lain silang budaya melalui motif (Hempri, dkk. 2010 : 35).

Ragam hias khas budaya Tionghoa seperti burung hong, binatang legendaries

kilin (semacam singa), bunga seruni, bunga krisna, banji, mata uang, pohon siong,

bambu, kupu-kupu, kong, phoenix dan naga, mereka masukkan dalam motif batik.

Motif flora biasanya digambarkan dalam bentuk bunga berjuntai, yaitu motif flora

yang digambarkan dalam bentuk bunga, batang dan daun yang berjuntai. Cerita

percintaan klasik Tiongkok seperti Sam Pek Eng Tay juga pernah menjadi motif

batik di daerah ini. Tidak mengherankan bila kemudian batik produksi Lasem

sering disebut sebagai batik “Encim”. (Sumijatin Atmosudiro dan Septi Indrawati

Kusumaningsih, tt : 22 - 23).

1. Batik Lasem dengan Motif Kupu-Kupu

Motif ini sudah terpengaruh budaya Cina, motif kupu-kupu bagi Bangsa Cina

memaknai bahwa kupu-kupu sebagai lambang cinta kasih suami istri yang kekal

Page 30: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

48

abadi. Kisah cinta sampai mati sepasang kekasih dalam legenda Sampek Engatai

atau Shanbo Yintai menjadi visualisasi intepretasi makna filosofis Batik Lasem

Kupu-kupu, fungsinya biasa di pakai orang Cina sebagai lambang cinta kasih

suami istri yang kekal abadi, bagian motif gambar besarnya kupu-kupu, bagian

motif isiannya cecek (titik), bagian motif pinggirannya latohan (rumput laut),

warnanya biru (kini bisa divariasi dengan warna lain).

Keindahan Batik Lasem kupu-kupu sepadan dengan realitas kecantikan aneka

kupu-kupu yang bertabur warna warni. Perpaduan kreasi seni batik hasil

pembauran budaya Jawa dan Cina di Lasem Rembang Jawa Tengah, menjadikan

Batik Lasem kupu-kupu bukan sekedar kain bermotif kupu untuk kepentingan

fashion. Batik Lasem kupu-kupu adalah karya seni rupa yang masuk ke ranah

estetis, sehingga selalu memancarkan aura keindahan. Batik Tulis Lasem kupu-

kupu layak untuk di koleksi. Batik Lasem kupu-kupu tidak bisa lepas dari makna

filosofis. Ornamen kupu-kupu dalam motif Batik Lasem dipersepsikan sebagai

simbol dan harapan atas terbentuk kearifan hidup manusia (wawancara dengan

Usman, 18 Juni 2012).

Bangsa Cina memaknai kupu-kupu sebagai lambang cinta kasih suami istri

yang kekal abadi. Kisah cinta sampai mati sepasang kekasih dalam legenda

Sampek Engatai atau Shanbo Yintai menjadi visualisasi interprestasi makna

filosofis Batik Lasem kupu-kupu. Batik Lasem kupu-kupu juga bersumber

inspirasi yang mampu motivasi manusia untuk hidup lebih bermakna.

Metamorfosis adalah cara kupu-kupu mengajarkan kearifan dan kesejatian hidup.

Kehidupan kupu-kupu yang berawal dari telur, lalu menjadi ulat sehingga menjadi

Page 31: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

49

kepompong, merupakan refleksi alur ketidakberdayaan, pertumbuhan,

kontemplasi dan berakhir pada implementasi keindahan agar lebih bermanfaat

bagi lingkungannya. Simpulnya, metamorfosa kupu-kupu adalah cermin bagi

proses kesejatian hidup manusia. Batik Lasem kupu-kupu membantu menjaga

aktualitas nilai-nilai mulia metamorfosis agar mudah dicerna nalar dan hati

manusia (http://www.lasembatikart.com/menu.php?idx=274#.UOZulIE3tkg).

2. Batik Lasem dengan Motif Burung Merak

Motif ini sudah terpengaruh budaya Cina, motif ornamen burung, ini

merupakan ornamen utama yang dilambangkan burung merak, phoenix, dan

burung yang aneh dan berjengger. Ornamen ini melambangkan kesucian, karena

burung merak ini sebagai kendaraan dewa-dewa, fungsinya biasa dipakai

mempelai perempuan orang Cina, bagian motif gambar besarnya burung dan

latohan (rumput laut), bagian motif isiannya daun dan bunga, bagian motif

pinggirannya cecek (titik), warnanya coklat (kini bisa divariasi dengan warna

lain).

Bentuk dasar ragam hias motif burung huk adalah seekor anak burung yang

baru menetas, menggeleparkan kedua sayapnya yang masih lemah, berusaha lepas

Page 32: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

50

dari cangkang telurnya, serta separuh badan dan kedua kakinya masih berada di

dalam cangkang. Motif burung huk juga sering disebut dengan motif burung

merak. Ide dasarnya adalah pandangan hidup tentang kemana jiwa manusia

sesudah mati. Dan gambaran tersebut disimpulkan bahwa kematian hanyalah

kerusakan raga, sedangkan jiwanya tetap hidup menemui Sang Pencipta.

Keunikan motif ini adalah ia selalu hadir bersama dengan motif lainnya, misalnya

ceplokan sebagai selingan motif parang, dalam bentuk yang berbaur dengan motif

lainnya. Burung Merak (kong-kue) merupakan simbol kecantikan dan kemuliaan

(http://motifbatikindonesia.blogdetik.com/2012/02/10/motif-batik-indonesia/).

3. Batik Lasem dengan Motif Lok Can

Motif ini sudah terpengaruh budaya Cina, motif Lok Can yang mempunyai arti

“Lok” berarti kijang (bahasa Hokkian) atau ‘luk’ (bahasa Mandarin), sedangkan

“Can” (bahasa Cina) artinya sutera. Batik Lasem Lok Can sangat familiar motif

Lok Can bernilai seni tinggi dan sarat dengan makna filosofis kehidupan,

fungsinya biasa dipakai oleh bangsawan Jawa dan Cina, bagian motif gambar

besarnya burung hong, bunga dan daun, bagian motif isiannya cecek (titik),

bagian motif pinggirannya untu walang (gigi belalang) dan blarak (daun kelapa),

Page 33: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

51

warnanya soga, warna asli adalah biru agak kehijau-hijauan (kini bisa divariasi

dengan warna lain).

Pengaruh budaya Cina juga terdapat pada batik di pesisir utara Jawa Tengah

hingga saat ini yang dikenal dengan nama Lok Can. Lok Can merupakan burung

yang dibawa oleh tentara Tartar. Setiap daerah di Indonesia memiliki motif yang

berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain. Orang-orang China mulai

membuat batik pada awal abad ke-19. Jenis batik ini dibuat oleh orang-orang Cina

atau peranakan yang menampilkan pola-pola dengan ragam hias satwa mitos Cina,

seperti naga, ragam hias yang berasal dari keramik Cina kuno serta ragam hias

yang berbetuk mega dengan warna merah atau merah dan biru. Batik Cina juga

mengandung ragam hias buketan, terutama batik Cina yang dipengaruhi pola

Batik Belanda. Pola-pola batik Cina dimensional suatu efek yang diperoleh karena

penggunaan perbedaan ketebalan dari satu warna dengan warna lain dan isian pola

yang sangat rumit. Batik Lok Can awalnya dibuat dengan bahan sutera (bahasa

Cina: Can artinya sutera). Warna motif batik Lok Can didominasi oleh warna biru,

khususnya biru muda (bahasa Cina: Lok artinya biru), dan warna latar belakang

putih atau krem. Namun kini, banyak dijumpai Batik Lok Can berbahan katun

primis super halus dengan variasi warna yang semakin menarik (wawancara

dengan Sigit, 18 Juni 2012).

Ornamen utama motif Batik Lasem Lok Can sesungguhnya berupa stylisasi

burung hong (phoenix). Meski ada kalanya dimodifikasi dengan motif burung

kecil, yakni wallet atau sriti, yang banyak terdapat di Lasem. Modifikasi Motif

Burung Phoenix selalu diharmonisasikan dengan motif flora dan bahkan fauna.

Page 34: HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Kota Lasemrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/7469/4/T1_152008001_BAB IV.pdf · Sejarah kekuatan ekonomi di masa lalu ditambah dengan lokasinya

52

Selain bernilai artistik estetis, Batik Lasem Lok Can memiliki makna sosial

filosofis, yaitu burung Phoenix (Hong) melambangkan kebajikan, prestasi, dan

keabadian (http://batikdan.blogspot.com/2011/08/batik-lok-can.html).