hati bagaikan raja dalam jasad manusia
TRANSCRIPT
Hati bagaikan raja dalam jasad manusia, dan anggota badan yang lainnya
adalah bagaikan tentara-tentara hati, yang selalu patuh dan taat pada
perintah hati. Apapun yang diperintahkan oleh sang raja, senantiasa akan
ditaati oleh para tentaranya. Hati-lah yang mengatur seluruh gerak
anggota badan. (Lihat Jami’ul ‘Ulum wal Hikam, Ibnu Rajab Al Hanbali ).
Amalan yang muncul dari diri seseorang merupakan pencerminan dari
apa yang terpatri di dalam hatinya. Baik dan buruknya jasad dan amalan
dhohir manusia begantung dengan keadaan hatinya.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambersabda:
� إ�ن� أ�ال د� ف�ى و� س� غ�ة� ال�ج� ت� إ�ذ�ا م�ض� ل�ح� ل�ح� ص� د� ص� س� إ�ذ�ا ، ك�ل�ه� ال�ج� د�ت� و� د� ف�س� د� ف�س� س� ال�ج�
ل�ب� و�ه�ى� أ�ال� . ك�ل�ه� ال�ق�
“Ketahuilah sesungguhnya dalam jasad manusia terdapat segumpal
daging, jika baik segumpal daging tersebut, maka akan baik pula seluruh
jasadnya, dan jika rusak segumpal daging tersebut, maka akan rusak pula
seluruh jasad tersebut. Ketahuilah segumpal daging tersebut adalah
Al Qalbu (jantung)” (Muttafaqun’alahi)
Hati memiliki peranan yang sangat utama dalam hidup dan kehidupan
manusia. Bahkan hati merupakan salah satu unsur dari tiga unsur syarat
sah keimanan. Keyakinan ahlus sunnah wal jama’ah meyakini bahwa
iman adalah keyakinan dan pembenaran di dalam hati, ucapan
dengan lisan dan amalan dengan anggota badan. Ini merupakan
kesepakatan ahli ilmu sejak zaman dahulu, dan tidaklah menyelisihi ijma’
(kesepakatan) ini melainkan orang yang menyimpang dan orang yang
sesat.
Sebagaimana dikatakan oleh Imam Syafi’i rahimahullahu :
“…dan telah menjadi kesepakatan di kalangan para shahabat dan orang-
orang yang mengikuti mereka, bahwa yang dimaksud dengan iman
adalah perkataan, amal perbuatan, dan niat (keyakinan di dalam hati),
dan tidaklah seseorang diberi balasan pahala melainkan dengan
berkumpulnya ketiga hal tersebut”.(kami mengutip dari Kitab
Mukhtashor Al Iman Al Kabir, Syaikh Muhammad bin ‘Abdul Wahhab, hal.
31, Maktabah Darul Minhaj)
Maka orang yang meniadakan peranan hati dari definisi iman, sungguh
dia adalah orang yang tersesat dengan kesesatan yang nyata.
Sebagaimana yang terjadi pada orang-orang munafik. Orang munafik,
secara dhohir menampakkan bahwa dirinya adalah bagian dari kaum
muslimin. Amalan badannya sama dengan apa yang dilakukan Abu Bakar
As Shidq, Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan, ‘Ali bin Abi Thalib dan
para shahabat lainnya radhiyallahu ‘anhum.Orang-orang munafik pun
juga melakukan sholat berdzikir kepada Allah dan amalan-amalan ibadah
lainnya.
Namun apabila kita menilik lebih dalam kepada hatinya, hakikatnya
mereka adalah orang yang menyembunyikan permusuhan kepada Islam
dan kaum muslimin. Sehingga Allah ta’ala mengancam mereka dengan
ancaman yang sangat keras, Allah ta’ala berfirman,
ين� إ�ن� ن�اف�ق� ك� ف�ي ال�م� ل� الد�ر� ف� �س� ل�ن� الن�ار� م�ن� األ� د� و� م� ت�ج� ا ل�ه� ير� ن�ص�
“Sesungguhnya orang-orang munafik berada di kerak neraka yang paling
dalam, dan tidak akn pernah engkau jumpai penolong bagi mereka” (An
Nisa : 142)
Hal ini disebabkan mereka tidak memiliki satu unsur yang sangat asasi
dalam pengakuan iman mereka, yaitu keyakinan di dalam hati.
Seorang mukmin tentu akan berusaha memperbaiki amalan-amalannya.
Dimulai dari yang paling asasi, yaitu pembenaran hati dan diikuti dengan
pelurusan amalan-amalan badan dan lisan. Inilah keimanan yang hakiki,
terpatri kokoh di dalam hati seorang mukmin, terpancar dari lisannya dan
tercermin dari tingkah laku dan perbuatannya. Terkumpul pada dirinya
tiga hal, keyakinan, pengakuan dan pengamalan, satu dengan lainnya
tidak terpisahkan.
Allahu A’laam.