helopeltis antonii
TRANSCRIPT
KEBERADAAN Helopeltis antonii SEBAGAI HAMA PADA BEBERAPA
TANAMAN PERKEBUNAN DAN PENGENDALIANNYA
Amini Kanthi Rahayu, SP
POPT Ahli Pertama
Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya
PENDAHULUAN
Helopeltis antonii merupakan hama penting pada beberapa tanaman
perkebunan antara lain kakao, jambu mete dan teh, sehingga
keberadaannya di lapang perlu mendapat perhatian yang serius. H.
antonii merusak tanaman sejak di pembibitan. Bagian tanaman yang
diserang adalah pucuk, daun muda, tunas, tangkai muda, ranting muda,
bunga, buah dan biji. Mempunyai siklus hidup lebih kurang 24 hari, dan
selama hidupnya mengalami lima kali pergantian kulit.
Pengendalian H. antonii dengan insektisida sintetis telah terbukti
efektif, tetapi berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan
sehingga umumnya digunakan sebagai alternatif terakhir. Alternatif
pengendalian lainnya seperti pengendalian secara mekanis, fisik, kultur
teknis, dan hayati belum dilakukan secara optimal. Pengendalian dengan
musuh alami mempunyai prospek yang cukup baik untuk dikembangkan,
karena aman bagi lingkungan dan musuh alami tersedia di alam.
Helopeltis antonii PADA TANAMAN KAKAO
Hama H. antonii (Hemiptera; Miridae) ,merupakan salah satu
kendala utama pada budidaya kakao di Indonesia. Hama ini menimbulkan
kerusakan dengan cara menusuk dan menghisap cairan buah maupun
tunas-tunas muda. Serangan pada buah menyebabkan matinya buah
tersebut, sedangkan serangan pada buah berumur sedang menyebabkan
terbentuknya buah abnormal, akibatnya daya hasil dan mutu kakao
menurun karena biji yang dihasilkan berukuran kecil. Selain menyerang
buah, H. antonii juga menyerang tunas-tunas muda atau pucuk, yang
mengakibatkan mati pucuk (die-back). Serangan berat dan dan berulang-
ulang pada pucuk dapat menekan produksi kakao sekitar 36-75%
(Sulistyowati dan Sardjono 1988 dalam Atmadja 2003).
Gambar 1. Gejala serangan Helopeltis sp. pada Buah Kakao Foto : http://umlnegara.blogspot.com/
H. antonii PADA TANAMAN TEH
H. antonii juga merupakan salah satu hama yang sering
menimbulkan kerugian di beberapa kebun teh. Populasi hama lebih dari 8
ekor/m2 (terdiri atas 2 ekor dewasa dan 6 ekor nimfa) dan intensitas
serangan 65,50% dapat menurunkan produksi pucuk teh klon Kiara-8
sebesar 87,60% selama 8 minggu (Darmadi 1989 dalam Atmadja 2003).
H. antonii selalu menjadi masalah di berbagai perkebunan teh di
Indonesia. Kehilangan hasil yang diakibatkan oleh H. antonii dapat
mencapai 40% bahkan lebih.
Gambar 2. Helopeltis sp. pada Daun Teh Foto : Hardiansyah Saputra. 2011. http://agricultureandaquatic.blogspot.com/2011/06/identifikasi-helopeltis-antonii-pada.html
H. antonii PADA TANAMAN JAMBU METE
Selain pada tanaman kakao dan teh, H. antonii merupakan hama
penting pada tanaman jambu mete. Hama ini menyerang pucuk, tangkai
bunga dan buah muda. Daun yang terserang menjadi terhambat
pertumbuhannya dan menjadi kering. Serangan pada bunga
menyebabkan kegagalan pembuahan. Buah yang terserang menunjukkan
gejala bercak-bercak coklat atau hitam yang akhirnya mengering dan
gugur. Pada tanaman jambu mete serangan sudah dianggap
membahayakan bila daun-daun muda sudah banyak yang terserang.
Gambar 3. Serangan H. antonii pada Pucuk Jambu Mete. Foto : Laboratorium Balittro Bogor 2003/2004.
BIOLOGI Helopeltis sp.
Helopeltis sp. termasuk ke dalam ordo Hemiptera, dan famili Miridae.
Serangga ini bertubuh kecil ramping dengan tanda yang spesifik yaitu
adanya tonjolan yang berbentuk jarum pada mesoskutelum. Helopeltis sp.
merupakan genus yang mempunyai banyak spesies. Diketahui terdapat
paling sedikit delapan spesies serangga Helopeltis spp. yang mempunyai
inang tanaman kakao dan tanaman lain di Indonesia. Di Indonesia,
spesies yang banyak merusak tanaman kakao, teh, dan jambu mete
adalah H. antonii dan H. theivora Waterh (Nanopriatno 1978 dalam
Atmadja, 2003).
H. antonii dapat diklasifikasikan ke dalam
Kingdom : Animalia
Phyllum : Arthropoda
Kelas : Insecta
Ordo : Hemiptera
Famili : Miridae
Genus : Helopeltis
Spesies : H. antonii Signoret (Pracaya, 1991).
Stadium Telur
Menurut Killin dan Atmadja (2000), telur mulai diletakkan serangga
betina pada pucuk jambu mete pada hari kelima sampai ketujuh dari saat
serangga menjadi dewasa. Telur diletakkan secara berkelompok 2-3 butir
dalam jaringan tanaman yang lunak, seperti bakal buah, ranting muda,
bagian sisi bawah tulang daun, tangkai buah, dan buah yang masih muda.
Setiap ekor serangga betina meletakkan telur rata-rata 18 butir. Menurut
Wardoyo (1993), jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor serangga betina
selama hidupnya pada tanaman kakao rata-rata 67-229 butir dan
banyaknya telur yang menetas rata-rata 23-134 butir, atau fertilisasi telur
58,80%. Telur berwarna putih dengan panjang 1,5-2,0 mm. berbentuk
seperti tabung test sedikit bengkok dengan tutup yang bulat dengan dua
rambut pada satu ujung. Keberadaan telur pada jaringan bagian tanaman
ditandai dengan munculnya benang seperti lilin agak bengkok dan tidak
sama panjangnya di permukaan jaringan tanaman. Dalam waktu 6-8 hari,
telur-telur tersebut mulai menetas menjadi nimfa.
Gambar 4. Telur dari Helopeltis sp. yang tampak pada jaringan buah yaitu tampak seperti benang atau lilin. Foto : Warsi Rahmat Atmadja, 2003.
Stadium Nimfa
Pada pucuk tanaman jambu mete, waktu yang diperlukan mulai saat
menetas sampai menjadi dewasa adalah 11-15 hari. Selama itu nimfa
mengalami lima kali ganti kulit.
Pada tanaman kakao, periode nimfa berkisar antara 11-13 hari.
Lama pergantian kulit pertama, kedua, ketiga, dan keempat adalah 2-3
hari, sedangkan lama instar kelima 3-4 hari (Wardoyo 1983). Pada
tanaman jambu mete, lama pergantian kulit instar pertama, kedua, ketiga,
keempat dan kelima berturut-turut adalah 4,2,2,2 dan 4 hari. Periode
stadia nimfa berkisar antara 10-14 hari.
Instar pertama berwarna coklat bening, yang kemudian berubah
menjadi coklat. Untuk nimfa instar kedua, tubuh berwarna coklat muda,
antena coklat tua, tonjolan pada toraks terlihat jelas dan bakal sayap mulai
terlihat. Nimfa instar keempat dan kelima ciri morfologinya sama.
Stadium Dewasa
Pada tanaman jambu mete, nimfa instar pertama sampai serangan
dewasa memerlukan waktu 24 hari. Rata-rata lamanya hidup serangga
betina dewasa adalah 7-16 hari, dan serangga dewasa jantan 6-37 hari
(Killin dan Admadja 2000). Rata-rata hidup serangga dewasa jantan dan
betina pada jambu mete berkisar 24 hari.
(a) (b)
Gambar 5. Serangga H. antonii. (a) betina, (b) jantan pada buah kakao Foto : http://www.dropdata.org/cocoa/icm_bkp.htm
KERUSAKAN YANG DITIMBULKAN
H. antonii merupakan hama penting pada tanaman kakao di Jawa
dan Sumatera. Bagian tanaman yang diserang adalah daun muda, tangkai
daun, pucuk dan buah. Pucuk yang diserang terutama yang masih lunak
dengan daun yang belum membuka. Buah yang disenangi adalah yang
masih muda dan mendekati matang. Buah yang terserang biasanya
terdapat bekas tusukan bercak-bercak hitam pada permukaan buah. Pada
serangan berat, seluruh permukaan buah dipenuhi oleh bekas tusukan
berwarna hitam dan kering, kulitnya mengeras dan retak-retak. Serangan
berat juga menyebabkan kesehatan tanaman terganggu dan menurunkan
produksi hingga 60% (Nanopriatno 1978).
Sedangkan pada tanaman teh, daur petik yang lebih pendek dengan
standar petikan medium meningkatkan produksi pucuk secara komulatif
dalam satuan waktu tertentu dibandingkan daur petik yang lebih panjang.
Hal ini dikarenakan daur petik yang lebih panjang akan memberikan
kesempatan pada telur yang diletakkan pada internodus pucuk teh untuk
menetas, karena masa inkubasi telur berkisar 8-15 hari.
STRATEGI PENGENDALIAN
PENGENDALIAN SECARA MEKANIS
Pada tanaman jambu mete dapat dilakukan dengan penyelubungan
buah menggunakan kantong plastik
Pada tanaman kakao dapat dilakukan dengan menangkap H. antonii
menggunakan tangan atau alat bantu berupa bambu yang diberi
perekat (getah) pada ujungnya.
Penyelubungan buah dapat dilakukan pada buah yang berukuran 8-
12 cm. salah satu ujung dari kantong tersebut diikat dengan tali, dan
ujung lainnya dibiarkan terbuka (Wardoyo, 1981).
PENGENDALIAN SECARA KULTUR TEKNIS
Pemupukan yang tepat dan teratur
Pada tanaman jambu mete, pemberian pupuk secara teratur dan
tepat akan menjadikan tanaman tumbuh dengan baik serta memiliki
daya tahan yang tinggi terhadap gangguan hama.
• Pemupukan N yang berlebih, mengakibatkan jaringan tanaman
menjadi lunak dan mengandung asam amino yang tinggi,
sehingga disenangi oleh H. antonii
• Pemupukan P dalam jumlah cukup, lebih tahan terhadap
serangan hama dan penyakit, karena unsur P mempertinggi daya
regenerasi tanaman
• Unsur K memperkuat jaringan tanaman. Kondisi tanaman yang
lemah karena lahan yang tidak subur atau kekurangan air akan
mempercepat perkembangan populasi H. antonii
• Pemupukan dengan amonium sulfat, akan meningkatkan
serangan H. antonii, begitu juga tanaman yang kekurangan fosfat
dan potassium (Wikardi et al, 1996).
Pada tanaman kakao, pemberian pupuk secara tepat dan teratur,
juga dapat mengendalikan H. antonii, karena akan meningkatkan
pertumbuhan serta ketahanan tanaman terhadap serangan hama.
Pada tanaman teh, pemberian pupuk yang tepat dan teratur
diperlukan untuk mendapatkan keseimbangan dan ketersediaan
unsur hara bagi tanaman.
Pemangkasan
Pada tanaman kakao, pemangkasan dilakukan dengan cara
membuang tunas air yang tumbuh disekitar cabang-cabang utama.
Tunas air akan mengganggu pertumbuhan tanaman karena dapat
bersaing dengan tanaman dalam mengambil zat hara dan air.
Karena H. antonii meletakkan telur pada jaringan tanaman yang
lunak termasuk tunas air, maka pembuangan tunas secara teratur
selama 2 minggu, akan mengurangi populasi.
Pada tanaman teh, pemangkasan umumnya secara periodik 2-4
tahun sekali, tergantung kecepatan pertumbuhan. Pemangkasan
akan mempengaruhi iklim mikro, diikuti pertumbuhan tunas dan
pucuk muda, sehingga terjadi perubahan kualitas makanan H.
antonii.
Penanaman pohon pelindung
• Pada jambu mete, pohon pelindung diperlukan pada waktu
tanaman masih bibit dan pada awal penanaman di lapang
• Pada tanaman kakao, sangat diperlukan baik itu yang sementara
maupun yang tetap. Pohon pelindung sebaiknya tidak terlalu lebat,
sehingga sirkulasi udara berlangsung lancar terutama pada
tempat yang sering diserang oleh H. antonii, karena hama ini tidak
tahan terhadap angin dan sinar matahari langsung.
• Pada tanaman teh, penanaman pohon pelindung dapat
menambah keragaman tanaman, sehingga baik hama, predator,
parasitoid, dan entomopatogen berada pada jumlah yang
seimbang. Sehingga populasi H. antonii dapat ditekan oleh
organisme lainnya.
PENGENDALIAN SECARA HAYATI
Pemanfaatan musuh alami dengan Beauveria bassiana, yang
diaplikasikan pada waktu pagi atau sore hari, dengan menambah
perekat perata dengan bahan aktif alkil aril alkoksilat dan asam oleat
(18%) (Wahyono, 2006). Dan juga jamur Metarhizium sp. yang
berperan sebagai biota pengendali secara hayati di kebun teh
(Darmadi, 1990).
Gambar 3. H. antonii yang terinfeksi B.bassiana Foto : Laboratorium Balittro Bogor 2003/2004.
Penyemprotan menggunakan pestisida nabati ekstrak biji mimba
(Azadirachta indica) yang diperas langsung dan ekstrak biji srikaya
(Anona squamosa L.) dalam air, dengan konsentrasi 1,0% dan 2,0%.
Penyemprotan ini dapat mengurangi aktivitas makan H. antonii.
Jumlah dan tusukan yang dihasilkan setelah aplikasi berkurang,
karena pestisida nabati ini mempunyai senyawa yang menghambat
aktivitas makan dari H. antonii. Dan juga aplikasi ini dapat
mengurangi jumlah telur yang dihasilkan, sehingga pestisida ini
mampu menurunkan keperidian serangga H. antonii. Senyawa pada
tanaman mimba yang dapat menghambat produksi telur adalah
azadirachtin.
Penggunaan limbah tembakau (Nicotiana tabacum) sebagai
pestisida nabati. Tanaman tembakau mengandung bahan aktif
senyawa nikotin dan turunannya, antara lain alkaloid nikotin, nikotin
sulfat, dan senyawa nikotin lainnya. Senyawa ini bekerja sebagai
racun perut, racun kontak, dan fumigan. Ekstrak limbah tembakau
dalam air yang digunakan yaitu dengan konsentrasi 10%
(Wiryadiputra, 2003).
Penyemprotan dengan pestisida nabati minyak masoyi ( Massoia
aromatica). Minyak masoyi adalah minyak atsiri yang mengandung
senyawa Lakton yang terdiri Lakton C10 dan C12 (Haris, 1993). Di
samping itu juga mengandung eugenol, zat penyamak, dan damar
(Atmadja, dkk 2009).
Introduksi musuh alami antara lain parasitoid dan predator yang
spesifik. Predator H. antonii antara lain dari kelompok Mantidae,
Reduviidae, Arachnidae, dan semut. Ada juga cacing parasit yaitu
Agumarata paradacamadata. Parasitoid Eupharus helopeltianus
yang merupakan musuh alami yang paling potensial (Atmadja,
2003).
PENGENDALIAN SECARA KIMIAWI
Jenis insektisida yang dapat digunakan untuk mengendalikan H.
antonii adalah dari insektisida yang mengandung bahan aktif siflutrin,
tiodikarb, asefat, sipermetrin, dekametrin, klorpirifos, fention, karbamat,
metomil, dan formation (Sulistyowati dan Sardjono, 1988).
PUSTAKA
1. Atmadja, W.R. 2003. Status Helopeltis antonii Sebagai Hama
pada Beberapa Tanaman Perkebunan dan Pengendaliannya.
Jurnal Litbang Pertanian 2(2): 57-63.
2. _______, W.R. dkk. 2009. Efektifitas Minyak Masoyi (Massoia
aromatica) terhadap Helopeltis antonii Sign Pada Jambu
Mete dan Chrysocoris javanus Pada Jarak Pagar. Buletin
Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik Vol. 20(2) hlm 141-
147.
3. Dharmadi, A. 1990. Faktor Penyebab Peningkatan Populasi
Serngga Hama Helopeltis antonii Signoret di Perkebunan Teh.
Prosiding Simposium The V, Bandung,b27 Februari – 1 Maret
1990. Hlm 173-188.
4. Pracaya. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta:
Penebar Swadaya.
5. Sudarmadji, D. 1991. Pemanfaatan Musuh Alami dalam
Rangka Pengendalian Hama Tanaman Perkebunan. Makalah
hlm 14-161.
6. Wahyono, T. E. 2006. Pemanfaatan Jamur Patogen Serangga
dalam Penanggulangan Helopeltis antonii dan Akibat
Serangannya Pada Tanaman Jambu Mete. Buletin Teknik
Pertanian Vol 11(1) hlm 17-22.
7. Wiryadiputra, S. 1998. Percobaan Pendahuluan Pengaruh
Minyak Mimba dan Ekstrak Biji Srikaya terhadap Mortalitas
Helopeltis sp. (Heteroptera: Miridae). Jurnal Perlindungan
Tanaman Indonesia Vol 4(2) hlm 97-105.
8. __________, S. 2003. Keefektifan Limbah Tembakau sebagai
Insektisida Nabati untuk Mengendalikan Hama Helopeltis sp.
Pada Tanaman Kakao. Jurnal Perlindungan Tanaman
Indonesia Vol. 9(1) hlm 35-45.