hemato 1

22
DINDA KEMALA RANTIH 1102014075 LO.1.1. Proses pembentukan eritrosit pada sumsum tulang Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang. (Dorland edisi 31) Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM). Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur yaitu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur. Eritropoeisis terjadi di sumsum tulang hingga terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas bahan globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan sel menjadi eritrosit. Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan pengambilan besi, mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi. Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac dan kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih produksi eritrosit secara ekslusif.

Upload: dindaa-kemalaa-rantih

Post on 20-Feb-2016

233 views

Category:

Documents


16 download

DESCRIPTION

hemato

TRANSCRIPT

DINDA KEMALA RANTIH 1102014075

LO.1.1. Proses pembentukan eritrosit pada sumsum tulang

Eritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang. (Dorland edisi 31)

Sel darah berasal dari sel stem hemopoetik pluripoten yang berada pada sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam macam sel darah tepI. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, Sel ini akan dapat meghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan Unit granulosit dan monosit (CFU-GM).

Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur yaitu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi Retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.

Eritropoeisis terjadi di sumsum tulang hingga terbentuk eritrosit matang dalam darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin . Eritropoietin adalah hormon glikoprotein yang terutama dihasilkan oleh sel-sel interstisium peritubulus ginjal, dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas bahan globulin plasma, untuk digunakan oleh sel-sel induk sumsum tulang. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada semua stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan sel menjadi eritrosit. Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan pengambilan besi,

mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu yang dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi.

Selama perkembangan intrauterus, eritrosit mula-mula dibentuk oleh yolk sac dan kemudian oleh hati dan limpa sampai sumsum tulang terbentuk dan mengambil alih produksi eritrosit secara ekslusif.

Pada anak, sebagian tulang terisi oleh sumsum tulang merah yang mampu memproduksi sel darah. Namun, seiring dengan pertambahan usia, sumsum tulang kuning yang tidak mampu melakukan eritropoiesis secara perlahan menggantikan sumsum merah, yang tersisa hanya di beberapa tempat, misalnya sternum, iga dan ujung-ujungg atas tulang panjang ekstremitas.

Sumsum tulang tidak hanya memproduksi SDM tetapi juga merupakan sumber leukosit dan trombosit.Di sumsum tulang terdapat sel punca pluripotent tak berdiferensiasi yang secara terus menerus membelah diri dan berdiferensiasi untuk menghasilkan semua jenis sel darah.

Ginjal mendeteksi penurunan/ kapasitas darah yang mengakngkut oksigen. Jika O2 yang disalurkan ke ginjal berkurang, maka ginjal mengeluarkan hormone eritropoietin dalam darah yang berfungsi merangsang eritropoiesis (produksi eritrosit) dalam sumsum tulang. Tambahan eritrosit di sirkulasi meningkatkan kemampuan darah mrngangkut O2.

Peningkatan kemampuan darah mengangkut O2 menghilangkan rangsangan awal yang memicu sekresi eritropoietin.

1. Rubiblast

Rubriblast disebut juga pronormoblast atau proeritroblast, merupakan sel

termuda dalam sel eritrosit. Sel ini berinti bulat dengan beberapa anak inti

dan kromatin yang halus. Ukuran sel rubriblast bervariasi 18-25 mikron.

Dalam keadaan normal jumlah rubriblast dalam sumsum tulang adalah

kurang dari 1 % dari seluruh jumlah sel berinti.

2. Prorubrisit

Prorubrisit disebut juga normoblast basofilik atau eritroblast basofilik.

Ukuran lebih kecil dari rubriblast. Jumlahnya dalam keadaan normal 1-4 %

dari seluruh sel berinti.

3. Rubrisit

Rubrisit disebut juga normoblast polikromatik atau eritroblast

polikromatik. Inti sel ini mengandung kromatin yang kasar dan menebal

secara tidak teratur, di beberapa tempat tampak daerah-daerah piknotik.

Pada sel ini sudah tidak terdapat lagi anak inti, inti sel lebih kecil daripada

prorubrisit tetapi sitoplasmanya lebih banyak, mengandung warna biru

karena asam ribonukleat (ribonucleic acid-RNA) dan merah karena

hemoglobin. Jumlah sel ini dalam sumsum tulang orang dewasa normal

adalah 10-20 %.

4. Metarubrisit

Sel ini disebut juga normoblast ortokromatik atau eritroblast ortokromatik.

Inti sel ini kecil padat dengan struktur kromatin yang menggumpal.

Sitoplasma telah mengandung lebih banyak hemoglobin sehingga

warnanya merah walaupun masih ada sisa-sisa warna biru dari RNA.

Jumlahnya dalah keadaan normal adalah 5-10%.

5. Retikulosit

Pada proses maturasi eritrosit, setelah pembentukan hemoglobin dan

penglepasan inti sel, masih diperlukan beberapa hari lagi untuk

melepaskan sisa-sisa RNA. Sebagian proses ini berlangsung di dalam

sumsum tulang dan sebagian lagi dalam darah tepi. Setelah dilepaskan dari

sumsum tulang sel normal akan beredar sebagai retikulosit selama 1-2

hari. Dalam darah normal terdapat 0,5 – 2,5% retikulosit.

6. Eritrosit

Eritrosit normal merupakan sel berbentuk cakram bikonkaf dengan ukuran

diameter 7-8 mikron dan tebal 1,5- 2,5 mikron. Bagian tengah sel ini lebih

tipis daripada bagian tepi. Dengan pewarnaan Wright, eritrosit akan

berwarna kemerah-merahan karena mengandung hemoglobin. Umur

eritrosit adalah sekitar 120 hari dan akan dihancurkan bila mencapai

umurnya oleh limpa.

LO.1.2. Morfologi Eritrosit

1. Rubriblast (proeritroblast):

Sel besar ( 15-30 µm),jumlah normalnya < 1% dari seluruh sel berinti.

Inti : besar, bulat, warna merah, kromatin halus

Nukleoli : 2-3 buah

Sitoplasma : biru tua, sedikit halo di sekitar inti

2. Prorubrisit (Basofilik eritroblast) :

Lebih kecil dari rubriblast, jumlahnya 1-4% dari seluruh sel berinti.

Inti: bulat, kromatin mulai kasar

Nukleoli (-)

Sitoplasma: biru, lebih pucat

3. Rubrisit (polikromafilik eritroblast / polikromatik normoblast):

Lebih kecil dari prorubrisit

Inti: lebih kecil dari prorubrisit, bulat, kromatin kasar dan menggumpal

Sitoplasma:lebih banyak,berwarna merah(pembentukan Hb) biru (Rna)

4. Metarubrisit (ortokromatik eritroblast / ortokromatik normoblast) :

Lebih kecil dari rubrisit

Inti: bulat, kecil, kromatin padat, warna biru gelap

Sitoplasma: merah kebiruan (lebih banyak hemoglobin)

5. Eritrosit polikromatik (retikulosit) :

Masih ada sisa-sisa kromatin inti

Sitoplasma warna violet / kemerahan / sedikit biru

Fase ini disetarakan dengan retikulosit

6. Eritrosit :

Ukuran 6-8 µm

Sitoplasma kemerahan

Bagian tengah pucat, karena bentuk bikonkaf

Bentuk bulat, tepi rata

1.3 Fungsi Sel darah MerahSel darah merah berfungsi mengedarkan O2 ke seluruh tubuh.

1. Berfungsi dalam penentuan golongan darah.2. Eritrosit juga berperan dalam sistem kekebalan tubuh. Ketika sel darah merah

mengalami proses lisis oleh patogen atau bakteri, maka hemoglobin di dalam sel darah merah akan melepaskan radikal bebas yang akan menghancurkan dinding dan membran sel patogen, serta membunuhnya.

3. Eritrosit juga melepaskan senyawa S-nitrosothiol saat hemoglobin terdeoksigenasi, yang juga berfungsi untuk melebarkan pembuluh darah dan melancarkan arus darah supaya darah menuju ke daerah tubuh yang kekurangan oksigen.

LO 1.4 Jumlah normal

Eritrosit normal berbentuk lempeng bikonkaf dengan diameter ± 7,8 μm, dengan ketebalan pada bagian yang paling tebal 2,5 μm dan pada bagian tengah1 μm

atau kurang. Volume eritrosit adalah 90 - 95 μm3

.Jumlah eritrosit normal pada pria 4,6 - 6,2 juta/μLdan pada wanita 4,2 - 5,4 juta/μL. Kadar normalhemoglobin pada pria 14 - 18 g/dL dan pada wanita12 - 16g/dL.

LO.1.5. Kelainan Eritrosit1. KELAINAN UKURAN

a. Makrosit, diameter eritrosit ≥ 9 μm dan volumenya ≥ 100 fLb. Mikrosit, diameter eritrosit ≤ 7 dan volumenya ≤ 80 fLc. Anisositosis, ukuran eritrosit tidak sama besar

2. KELAINAN WARNAa. Hipokrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≥ 1/3 diameternyab. Hiperkrom, bila daerah pucat pada bagian tengah eritrosit ≤1/3 diameternyac. Polikrom, eritrosit yang memiliki ukuran lebih besar dari eritrosit matang,

warnanya lebih gelap.

3. KELAINAN BENTUKa. Sel sasaran (target cell), Pada bagian tengah dari daerah pucat eritrosit

terdapat bagian yang lebih gelap/merah.b. Sferosit, Eritrosit < normal, warnanya tampak lebih gelap.c. Ovalosit/Eliptosit, Bentuk eritrosit lonjong seperti telur (oval), kadang-kadang

dapat lebih gepeng (eliptosit).

d. Stomatosit ,Bentuk sepeti mangkuk.e. Sel sabit (sickle cell/drepanocyte) Eritosit yang berubah bentukmenyerupai

sabit akibat polimerasi hemoglobin S pada kekurangan O2.f. Akantosit, Eritrosit yang pada permukaannya mempunyai 3 – 12duridengan

ujung duri yang tidak sama panjang.g. Burr cell (echinocyte), Di permukaan eritrosit terdapat 10 - 30 duri kecilpendek,

ujungnyatumpul.h. Sel helmet, Eritrosit berbentuk sepeti helm.i. Fragmentosit (schistocyte), Bentukeritrosit tidak beraturan.j. Teardropcell, Eritrositseperti buah pear atau tetesan air mata.

k. Poikilositosis, Bentukeritrosit bermacam-macam.

LI.2. Memahami dan Menjelaskan Hemoglobin

Hemoglobin adalah molekul protein pada sel arah merah yang berfungsi sebagai media transport oksigen dari paru paru ke seluruh jaringan tubuh dan membawa karbondioksida dari jaringan tubuh ke paru-paru. Kandungan zat besi yang terdapat dalam hemoglobin membuat darah bewarna merah.

Nilai normal hemoglobin adalah sebagai berikut:- Anak-anak 11 – 13 gr/dl- Lelaki dewasa 14 – 18 gr/dl- Wanita dewasa 12 – 16 gr/dl

Jika nilainya kurang dari nilai diatas bisa dikatakan anemia, dan apabila nilainya kelebihan akan mengakibatkan polinemis.

Molekul hemoglobin terdiri dari globin, apoprotein, dan empat gugus heme, suatu molekul organik dengan satu atom besi. Hemoglobin tersusun dari empat molekul protein (globulin chain) yang terhubung satu sama lain. Hemoglobin normal orang dewasa (HbA) terdiri dari 2 alpha-globulin chains dan 2 beta-globulin chains, sedangkan pada bayi yang masih dalam kandungan atau yang sudah lahir terdiri dari beberapa rantai beta dan molekul hemoglobinnya terbentuk dari 2 rantai alfa dan 2 rantai gama yang dinamakan sebagai HbF. Pada manusia dewasa, hemoglobin berupa tetramer (mengandung 4 subunit protein), yang terdiri dari masing-masing dua subunit alfa dan beta yang terikat secara nonkovalen. Subunit-subunitnya mirip secara struktural dan berukuran hampir sama

Pada pusat molekul terdapat cincin heterosiklik yang dikenal dengan porfirin yang menahan satu atom besi; atom besi ini merupakan situs/loka ikatan oksigen. Porfirin yang mengandung besi disebut heme Tiap subunit hemoglobin mengandung satu heme, sehingga secara keseluruhan hemoglobin memiliki kapasitas empat molekul oksigen. Pada molekul heme inilah zat besi melekat dan menghantarkan oksigen serta karbondioksida melalui darah, zat ini pula yang menjadikan darah kita berwarna merah.

LO.2.1. Biosintesis dan Fungsi

Sintesis hemoglobin membutuhkan produksi dari heme dan globin yang terkoordinasi. Heme adalah kelompok prostetik yang menjembatani pengikatan oksigen melalui hemoglobin. Globin adalah protein yang mengelilingi dan melindungI molekul heme

Sintesis Heme

Gambar 1 Sintesis heme

Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html

Sintesis heme adalah sebuah proses kompleks yang melibatkan banyak langkah-langkah enzimatik. Proses ini dimulai di mitokondria dengan kondensasi dari suksinil-CoA dan glisin membentuk 5-aminolevulinic acid. Serangkaian langkah-langkah di dalam sitoplasma menghasilkan coproporphrynohen III yang akan masuk kembali ke dalam mitokondria. Langkah-langkah enzimatik akhir menghasilkan heme.

Sintesis globin

Dua rantai globin yang berbeda, alpha dan non-alpha (masing-masing dengan molekul heme sendiri) bergabung membentuk hemoglobin. Dengan pengecualian pada minggu pertama perkembangan embrio, salah satu rantai globin selalu alpha. Sejumlah variabel mempengaruhi sifat dasar dari rantai non-alpha di dalam molekul hemoglobin. Fetus mempunyai sebuah rantai non-alpha yang berbeda yaitu gamma. Setelah lahir, rantai globin non-alpha berbeda dinamakan beta, berpasangan dengan rantai alpha. Gabungan dari dua rantai alpha dan dua rantai non alpha menghasilkan sebuah molekul hemoglobin yang lengkap (total 4 rantai per molekul).

Gabungan dari dua rantai alpha dan dua rantai gamma membentuk hemoglobin fetal (janin) yakni Hb F. Dengan pengecualian bahwa 10 hingga 12 minggu

pertama setelah pembuahan, Hb F sebagai hemoglobin dasar di dalam perkembangan janin. Gabungan dua rantai alpha dan dua rantai beta membentuk hemoglobin adult (dewasa) yang juga disebut sebagai Hb A. Walaupun Hb A dinamankan dewasa, Hb A menjadi hemoglobin yang menonjol sekitar 18 hingga 24 minggu kelahiran.

Sepasang dari satu rantai alpha dan satu rantai non-alpha menghasilkan sebuah dimer (dua rantai) hemoglobin. Dimer hemoglobin tidak efisien membawa oksigen. Dua dimer bergabung membentuk sebuah tetramer hemoglobin yang merupakan bentk fungsional dari hemoglobin. Ciri-ciri biofisika lengkap dari tetramer hemoglobin yakni mengontrol pengambilan oksigen di paru-paru dan melepaskannya di jaringan yang membutuhkan untuk mempertahankan hidup.

Gen-gen yang mengkode rantai globin alpha terletak pada kromosom 16, sedangkan gen-gen yang mengkode rantai globin non-alpha terletak pada kromosom 11. Kompleks alpha disebut lokus globin alpha, sedangkan kompleks non-alpha disebut lokus globin beta. Keseimbangan ekspresi gen pada rantai globin dibutukan untuk fungsi normal sel darah merah. Gangguan keseimbangan ekspresi gen pada rantai globin menghasilkan sebuah penyakit yang dinamakan talasemia

(Bunn dan Forget, Saunders, 2002)

Gambar 2 Sintesis globin

Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html

Tabel 1 Hemoglobin manusia

Sickle.bwh.harvard.edu/hbsynthesis.html

Biosintesis hemoglobinSintesis hemoglobin di mulai dalam proteoblast dan berlanjut bahkan dalam stadium retikulosit pada pembentukan sel darah merah. Oleh karena itu ketika retikulosit meninggalkan sumsum tulang dan masuk ke aliran darah, retikulosit tetap membentuk sejumlah kecil hemoglobin satu hari sesudah dan seterusnya sampai sel tersebut menjadi eritrosit yang matur.

Tahap dasar pembentukan secara kimiawi :Suksinil-KoA, di bentuk dalam siklus krebs berikatan dengan glisin membentuk molekul priol. Empat priol bergabung membentuk protoporfirin IX bergabung dengan besi membentuk molekul heme.Setiap molekul heme bergabung dengan rantai polipeptida panjang yaitu globin yang di sintesis oleh ribosom membentuk sub unit hemoglobin yang di sebut rantai hemoglobin.

Fungsi hemoglobin

Menurut Depkes RI fungsi hemoglobin adalah

a. Mengatur pertukaran oksigen dengan karbondioksida dalam jaringanb. Mengambil oksigen dalam paru-paru kemudian dibawa keseluruh jaringan-

jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar.c. Membawa karbondioksida dari jaringan-jaringan tubuh sebagai hasil

metabolisme ke paru-paru untuk dibuang, untuk mengetahui apakah seseorang itu kekurangan darah apa tidak.

LO.2.2. Peran zat besi

Penting untuk pembentukan hemoglobin namun juga penting untuk elemen lainnya (contoh : myoglobin, sitokrom, sitokrom oksidase, peroksidase, katalase

Embryonic hemoglobins Fetal hemoglobin Adult hemoglobins

gower 1- zeta(2),

epsilon(2)

gower 2- alpha(2), epsilon

(2)

Portland- zeta(2), gamma

(2)

hemoglobin F- alpha(2),

gamma(2)

hemoglobin A- alpha(2),

beta(2)

hemoglobin A2- alpha(2),

delta(2)

Jumlah total besi rata-rata dalam tubuh sebesar 4 sampai 5 gram, kira-kira 65 persen di jumpai dalam bentuk hemoglobin. Sekitar 4 persen dalam bentuk myoglobin, 1 persen dalam bentuk varisasi senyawa heme yang memicu oksidasi intra sel 0,1 persen bergabung dengan protein transferrin dalam plasma darah, 15 sampai 30 persen di simpan untuk penggunaan selanjutnya terutama di system retikuloendotelial dan sel parenkim hati, dalam bentuk ferritin.

Guyton 11th edition, 2006

LO.2.3. Reaksi oksigen dan hemoglobin

Reaksi haemoglobin dengan O2 menjadikanya sebagai suatu sistem pengangkut O2 yang tepat. Hem yang merupakan ssusunan dari porfirin dengan inti fero. Masing masing dari tiap atom fero. Dalam pengikatan ini ion besi tetap berbentuk ferro karena itu reaksi yang terjadi dengan O2 adalah reaksi oksigenasi. Hb4

+ 4 O2 → Hb4O. Reaksi pengikatan ini berlangsung sangat cepat dan membutuhkan waktu kurang dari 0,01 detik

Pada proses pengikatan O2 terbentuklah konfigurasi rilex yang akan memaparkan lebih banyak tempat pengikatan O2.Dapat meningkatkan affinitas terhadap O2 hingga 500 kali lipat. Pada reaksi deoksihemoglobin unit globin akan terikat erat dalam konfigurasi tense / tegang yang akan menurunkan affinitas terhadap O2

Faktor-faktor yang mempengaruhi pengikatan antara oksigen dan hemoglobin adalah suhu, pH, dan 2,3 bifosfogliserat. Peningkatan pada suhu dan penurunan pH akan menggeser kurva ke kanan. Jika kurva bergeser kanan maka akan diperlukan PO2 yang lebih tinggi agar hemoglobin dapat mengikat sejumlah O2. Penurunan suhu dan peningkatan pH menggeser kurva oksigen ke kiri dimana

diperlukan lebih sedikit PO2 untuk mengikat sejumlah O2. Berkurangnya affinitas terhadap O2 ketika pH darah turun sering disebut sebagai reaksi Bohr 2,3 bifosfogliserat banyak terdapat pada eritrosit, merupakan suatu rantai anion bermuatan tinggi yang berikatan pada β-deoksihaemoglobin.

Peningkatan 2,3 bifosfogliserat akan menggerser kurva ke kanan yang akan mengakibatkan banyak O2 yang dilepas ke jaringan. 2,3 bifosfogliserat akan menurun jika pH darah turun akibat dari terhambatnya proses glikolisis. Hormon tiroid, pertumbuhan dan androgen akan meningkatkan kadar 2,3 bifosfogliserat

Mendaki ke permukaan yang lebih tinggi akan meningkatkan kadar 2,3 bifosfogliserat sehingga terjadi peningkatan penyediaan O2 pada jaringan, hal ini terjadi karena meningkatnya pH darah.

Kadar 2,3 bifosfogliserat akan meningkat pada anemia dan penyakit yang menimbulkan hipoksia kronik. Keaadaan ini akan memudahkan pengangkutan O2 ke jaringan melalui peningkatan PO2 saat O2 dilepaskan di kapiler perifer.

LI.3. Memahami dan Menjelaskan Anemia dan Anemia Defisiensi Besi LO.3.1. Definisi

Anemia berarti kurangnya hemoglobin di dalam darah, yang dapat di sebabkan oleh jumlah sel darah merah yang terlalu sedikit atau jumlah hemoglobin dalam sel yang terlalu sedikit.

Guyton 11th edition,2006

Ketidak cukupan massa eritrosit di dalam darah yang mengakibatkan tidak adekuatnya hantaran oksigen ke jaringan perifer

Wintrobe’s clinical hematology 10th edition,1998

LO.3.2 Klasifikasi

A. Berdasarkan Etiologi

1. Kehilangan darah (akut, kronis)

2. Gangguan pembentukan eritrosit- Insuficient eritropoiesis (eritropoiesis tidak cukup)- Ineffective eritropoiesis (eritropoiesis tidak efektif)

3. Berkurangnya masa hidup eritrosit

- Kelainan kongenital : Membran, enzim, kelainan Hb- Kelainan didapat : Malaria, obat, infeksi, proses imunologis

B. Berdasarkan Morfologi

a. Anemia normositik normokrom

Patofisiologi anemia ini terjadi karena pengeluaran darah atau destruksi darah yang berlebih sehingga menyebabkan Sumsum tulang harus bekerja lebih keras lagi dalam eritropoiesis. Sehingga banyak eritrosit muda (retikulosit) yang terlihat pada gambaran darah tepi. Padakelas ini, ukuran dan bentuk sel-sel darah merah normal sertamengandung hemoglobin dalam jumlah yang normal tetapi individumenderita

anemia. Anemia ini dapat terjadi karena hemolitik, pasca pendarahan akut, anemia aplastik, sindrom mielodisplasia, alkoholism,dan anemia pada penyakit hati kronik.

b. Anemia makrositik normokrom

Makrositik berarti ukuran sel-sel darah merah lebih besar dari normal tetapi normokrom karena konsentrasi hemoglobinnya normal. Hal ini diakibatkan oleh gangguan atau terhentinya sintesis asam nukleat DNAseperti yang ditemukan pada defisiensi B12 dan atau asam folat. Ini dapat juga terjadi pada kemoterapi kanker, sebab terjadi gangguan pada metabolisme sel

c. Anemia mikrositik hipokrom

Mikrositik berarti kecil, hipokrom berarti mengandung hemoglobin dalam jumlah yang kurang dari normal. Hal ini umumnyamenggambarkan insufisiensi sintesis hem (besi), seperti pada anemia defisiensi besi, keadaan sideroblastik dan kehilangan darah kronik, atau gangguan sintesis globin, seperti pada talasemia (penyakit hemoglobinabnormal kongenital)

KadarMikrositer hipokrom

Normositer normokrom Makrositer

MCV < 80 fl 80 – 95 fl > 95 fl

MCH < 27 pg 27 – 34 pg -

Jenis penyakit

1. Anemia defisiensi besi

2. Thalasemia3. Anemia

penyakit kronik

4. Anemia sideroblastik

1. Anemia pasca perdarahan

2. Anemia aplastik – hipoplastik

3. Anemia hemolitik4. Anemia penyakit

kronik5. Anemia

mieloptisik6. Anemia gagal

ginjal7. Anemia

Megaloblastik

1. Anemia defisiensi folat

2. Anemia defisiensi vit B12

Nonmegaloblastik

a) Anemia penyakit hati

KLASIFIKASI ANEMIA

ETIOLOGI

MORFOLOGI

mielofibrosis8. Anemia sindrom

mielodisplastik9. Anemia leukimia

akut

kronikb) Anemia

hipotiroidc) Anemia

sindroma mielodisplastik

LO.3.3. Patofisiologi

Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sum-sum tulang atau kehilangan sel darah merah berlebihan atau keduanya. Kegagalan sum-sum tulang dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor, atau kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi) pada kasus yang disebut terakhir, masalah dapat akibat efek sel darah merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah normal atau akibat beberapa factor diluar sel darah merah yang menyebabkan destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam system fagositik atau dalam system retikuloendotelial terutama dalam hati dan limpa. Sebagai hasil samping proses ini bilirubin yang sedang terbentuk dalam fagosit akan masuk dalam aliran darah. Setiap kenaikan destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direpleksikan dengan meningkatkan bilirubin plasma (konsentrasi normalnya 1 mg/dl atau kurang; kadar 1,5 mg/dl mengakibatkan ikterik pada sclera.

Anemia merupakan penyakit kurang darah yang ditandai rendahnya kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit). Fungsi darah adalah membawa makanan dan oksigen ke seluruh organ tubuh. Jika suplai ini kurang, maka asupan oksigen pun akan kurang. Akibatnya dapat menghambat kerja organ-organ penting, Salah satunya otak. Otak terdiri dari 2,5 miliar sel bioneuron. Jika kapasitasnya kurang, maka otak akan seperti komputer yang memorinya lemah, Lambat menangkap. Dan kalau sudah rusak, tidak bisa diperbaiki

Sjaifoellah, 1998

Patofisiologi Anemia Defisiensi Besi

Patofisiologi umum anemia defisiensi besi karena:

1. Kegagalan sintesis Hb karena kekurangan besi sehingga heme tak bisa dibentuk sehingga Hb yang berfungsi baik juga berkurang.

2. Berkurangnya masa hidup eritrosita. Defisiensi besi menyebabkan sintesis Hb turun, jumlahnya juga

menurun, selain itu menyebabkan penurunan formabilitas dan fleksibilitas membran sehingga mudah didekstruksu oleh lien, dan menghasilkan gambaran pada SADT sel pensil, ovalosit, sel target

b. Bentuk dan fleksibilitas membran eritrosit dipertahankan oleh oksigen dan Karbondioksida

Pendarahan menahun dapat menyebabkan cadangan besi menurun. Bila cadangan habis keadaan ini disebut iron depleted state. Kekurangan besi sehingga eritropoiesis terganggu disebut iron deficient erythropoiesis. Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron deficiency anemia. Anemia defisiensi besi terjadi setelah defisiensi besi yang menahun. Terdapat tiga tahap defisiensi besi, yaitu :

1. Tahap pertama (iron depletion atau storage iron deficiency)Ditandai dengan berkurangnya atau tidak adanya cadangan besi, hemoglobin dan fungsi protein besi normal. Terjadi peningkatan absorpsi besi non heme. Feritin serum menurun, sedangkan pemeriksaan terlihat normal.

2. Tahap kedua (iron deficient erythropoietin atau iron limited erythropoiesis)Supply besi yang tidak memadai untuk eritropoiesis, penyediaan besi berkurang sehingga gangguan pada bentuk eritrosit tetapi anemia secara klinis belum terlihat. dari hasil laboratorium diperoleh nilai serum dab saturasi transferin turun sedangkan total iron binding capacity (TIBC) dan free erythrocyte porphyrin (FEP) meningkat.

3. Tahap ketiga (iron deficiency anemia)Terjadi bila besi yang menuju eritroid sumsum tulang tidak cukup sehingga menyebabkan penurunan kadar Hb dan timbul anemia hipokromatik mikrositer. Dari gambaran darah tepi didapatkan mikrositosis dan hipokromik yang progresif. Pada tahap ini terjadi perubahan epitel terutama pada ADB lanjut.

LO.3.4. Etiologi Anemia Defisiensi Besi

Terjadinya ADB sangat ditentukan oleh kemampuan absorpsi besi, diit yang mengandung besi, kebutuhan besi yang meningkat dan jumlah yang hilang.

Kekurangan besi dapat disebabkan: Kebutuhan yang meningkat secara fisiologis

PertumbuhanPada periode pertumbuhan cepat yaitu pada umur 1 tahun pertama dan masa remaja kebutuhan besi akan meningkat, sehingga pada periode ini insiden ADB meningkat. Pada bayi umur 1 tahun, berat badannya meningkat 3 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 2 kali lipat dibanding saat lahir. Bayi premature dengan pertumbuhan sangat cepat, pada umur 1 tahun berat badannya dapat mencapai 6 kali dan massa hemoglobin dalam sirkulasi mencapai 3 kali dibanding saat lahir.

MenstruasiPenyebab kurang besi yang sering terjadi pada perempuan adalah kehilangan darah lewat menstruasi.

Kurangnya besi yang diserapa. Masukan besi dari makanan yang tidak adekuatb. Malabsorpsi besi

Keadaan ini sering dijumpai pada anak kurang gizi yang mukosa ususnya mengalami perubahan secara histology dan fungsional. Pada orang yang telah mengalami gastrektomi parsial atau total sering disertai ADB walaupun penderita mendapat makanan yang cukup besi. Hal ini disebabkan berkurangnya jumlah asam lambung dan makanan lebih cepat melalui bagian atas usus halus, tempat utama penyerapan besi heme dan non heme

PerdarahanMerupakan penyebab penting terjadinya ADB. Kehilangan darah akan mempengaruhi keseimbangan status besi. Kehilangan darah 1 ml akan mengakibatkan kehilangan besi 0,5 mg, sehingga kehilangan darah 3-4 ml/ hari (1,5-2 mg besi) dapat mengakibatkan keseimbangan negative besi.

Perdarahan dapat berupa perdarahan saluran cerna, milk induced enteropathy, ulkus peptikum, karena obat-obatan (asam asetil salisilat, kortikosteroid, indometasin, obat anti inflamasi non steroid) dan infestasi cacing (Ancylostoma duodenale dan Necaor americanus) yang menyerang usus halus bagian proksimal dan menghisap darah dari pembuluh darah submukosa usus.

Transfuse feto-maternalKebocoran darah yang kronis ke dalam sirkulasi ibu akan menyebabkan ADB pada akhir masa fetus dan pada awal masa neonates.

HemoglobinuriaDijumpai pada anak yang memakai katup jantung buatan. Pada Paroxismal Nocturnal Hemoglobinuria (PNH) kehilangan besi melalui urin rata-rata 1,8-7,8 mg/hari.

Iatrogenic blood lossPada saat pengambilan darah vena (yang banyak) untuk pemeriksaan laboratorium.

Idiopathic pulmonary hemosiderosisJarang terjadi. Ditandai dengan perdarahan paru yang hebat dan berulang serta adanya infiltrate pada paru yang hilang timbul. Keadaan ini dapat menyebabkan kadar Hb menurun drastic hingga 1,5-3g/dl dalam 24 jam.

Latihan yang berlebihanPada atlit yang berolahraga berat, sekitar 40% remaja perempuan dan 17% remaja laki-laki kadar feritin serumnya < 10ug/dl. Perdarahan saluran cerna yang tidak tampak sebagai akibat iskemia yang hilang timbul pada usus selama latihan berat terjadi pada 50% pelari.

Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang berasal dari : Saluran cerna: kanker lambung, kanker colon, infeksi cacing tambang Saluran genital: menorhagia / metiorhagia Saluran kemih: hematuria Saluran nafas: hemoptoe

Faktor nutrisi: kurangnya jumlah besi di makanan / kualitas besi Kebutuhan besi meningkat: anak pada pertumbuhan, kehamilan, dan

prematuritas Gangguan absorbsi besi: gastroektomi, tropical sprue / kolitis kronis

LO.3.5. Manifestasi Klinis

Gejala anemia dapat dibagi menjadi 3 jenis gejala yaitu :

a. Gejala Anemia Umum

Disebut juga sebagai sindrom anemia, timbul karena iskemia organ target serta akibat mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan kadar hemoglobin. Gejala ini muncul pada setiap kasus anemia setelah penuruan hemoglobin sampai kadar tertentu ( Hb<7 g/dL ).

Sindrom anemia terdiri dari rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga mendengin (tinnitus), mata berkunang-kunang, kaki terasa dingin, sesak nafas dan disepsia. Pada pemeriksaan pasien tampak pucat yang dapat dilihat dari konjungtiva, mukosa mulut, telapak tangan dan jaringan bawah kuku. Sindrom anemia bersifat tidak spesifik karena dapat ditimbulkan oleh penyakit di luar anemia dan tidak sensitive karena timbul setelah penurunan hemoglobin yang berat ( Hb<7 g/dL ).

b. Gejala khas anemia

Anemia defisiensi besi- Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris garis

vertical dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok- Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil

lidah menghilang- Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga

tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan- Disfagia : nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring- Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhlorida- Pica : keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es,

lem dan lain-lain Anemia megaloblastik : glositis, gangguan neurologic pada defisiensi vitamin B12 Anemia hemolitik : icterus, splenomegaly dan hepatomegaly Anemia aplastic : perdarahan dan tanda-tanda infeksi

c. Gejala Penyakit Dasar

Gejala yang timbul akibat penyakit dasar yang menyebabkan anemia sangat bervariasi tergantung dari penyebab anemia tersebut. Misalnya gejala akibat infeksi cacing tambang : sakit perut, pembengkakan parotis dan warna kuning pada telapak tangan. Pada kasus tertentu sering gejala penyakit dasar lebih dominan, seperti misalnya pada anemia akibat penyakit kronik oleh karena artritis rheumatoid.

Meskipun tidak spesifik, anamnesis dan pemeriksaan fisik sangat penting pada kasus anemia untuk mengaarahkan diagnosis anemia. Tetapi pada umumnya diagnosis anemia memerlukan pemeriksaan laboratorium.

Manifestasi klinis Anemia Defisiensi Besi

Gejala umum anemia yang di sebut sebagai sindrom anemia di jumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan.

Ciri khas : Pucat Koilonychias

Kuku sendok, kuku menjadi rapuh, bergaris garis vertical mejadi cekung sehingga mirip seperti sendok

Athrofipapil lidahPermukaan lidah mejadi licin dan mengkilat di karnakan papil lidah menghilang

Satomatitis angularisAdanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak bercak berwarna pucat keputihan

DisfalgiaNyeri menelan di karnakan kerusakan hipofaring

Atrofi mukosa gaster Pica

Keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti tanah liat, es, lem, dan lain lain

http://medicalpicturesinfo.com/wp-content/uploads/2011/11/Koilonychia-1.jpg

3.6. Diagnosis dan diagnosis banding

Tahap-tahap diagnosis:

- Menemukan adanya anemia- Menentukan jenis anemia- Menentukan etiologi anemia- Menentukan ada atau tidaknya penyakit penyerta

Anamnesis : kebutuhan hemoglobin meningkat secara fisiologi: masa pertumbuhan yang cepat, menstruasi, infeksi kronis (kurangnya besi yang diserap, asupan besi dari makanan tidak adekuat, malabsorpsi besi, pendarahan)

Pemeriksaan fisik:

- Anemis, tidak disertai ikterus, organomegali dan limfadenopati- Pucat, lemah, lesu- Stomatitis angularis, atrofi papil lidah- Takikardi, murmur sistolik dengan atau tanpa pembesaran jantung-Pemeriksaan laboratorium:

- Kadar Hb : < 12 gr/dl- MCV&MCH : menurun sebanding dengan berat anemia- SADT : mikrositik hipokrom, tergantung stadium- Besi serum : menurun- TIBC : meningkat- sTfR : menurun- Ferritin serum : menurun- Cadangan Fe SSTL : tidak ada- Besi eritroblas : tidak ada- Elektroforesis Hb : normal

Stadium pada anemia defisiensi besi

Kriteria menurut WHO :

1. Kadar Hb < dr normal sesuai usia2. Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata (31 %)3. Kadar Fe serum (50)4. Saturasi transferi (15%)

Metoda menentukan kadar Hb

Menurut WHO, nilai batas hemoglobin (Hb) yang dikatakan anemia gizi besi untuk wanita remaja adalah < 12 gr/dl dengan nilai besi serum < 50 mg/ml dan nilai feritin < 12 mg/ml. Nilai feritin merupakan refleksi dari cadangan besi tubuh sehingga dapat memberikan gambaran status besi seseorang.

Untuk menentukan anemia gizi besi yaitu :

a. Serum Ferritin (SF) : Ferritin diukur untuk mengetahui status besi di dalam hati. Bila kadar SF < 12 mg/dl maka orang tersebut menderita anemia gizi besi.b. Transferin Saturation (ST) : Kadar besi dan Total Iron Binding Capacity (TIBC) dalam serum merupakan salah satu menentukan status besi. Pada saat kekurangan zat besi, kadar besi menurun dan TIBC meningkat, rasionya yang disebut dengan TS. TS < dari 16 % maka orang tersebut defisiensi zat besi.c. Free Erythocyte Protophorph : Bila kadat zat besi dalam darah kurang maka sirkulasi FEB dalam darah meningkat. Kadar normal FEB 35-50 mg/dl RBC. Secara ringkas untuk menentukan keadaan anemia seseorang

Hb (g/dl)

SI (µg/dl)

TIBC (µg/dl)

Saturasi (%)

Ferritin

serum (µg/dl)

Morf.erit.

St. 1 penurunan besi

N NN / naik

N TurunNormositik normokrom

St. 2 eritropoiesis kekurangan besi

N Turun Naik Turun TurunNormositik normokrom

St. 3 anemia defisiensi besi

Turun Turun Naik Turun TurunNormositik normokrom

Stadium 3b anemia defisiensi besi

Turun Turun Naik Turun TurunMikrositik normokrom

Pria N 13-16 Turun260-400

20-45 30-400Normositik normokrom

Wanita N 12-14260-445

20-45 13-150Normositik normokrom

Evaluasi SADT:

- Eritrosit: mikrositik hipokrom (mikrositik ringan: Ht<34%/ Hb<10g/dl, mikrositik hipokrom:Ht<27%/ Hb<9g/dl)dan anisopoikilositosis: sel pensil, sel target, ovalosit- Leukosit jumlahnya normal- Trombosit: normal atau meningkat (karena pendarahan)

http://library.med.utah.edu/WebPath/jpeg5/HEME084.jpg

Diagnosis banding

Pemeriksaan lab ADB Thalasemia minorAnemia penyakit kronik

MCV ↓ ↓ N/↓

Fe serum ↓ N ↓

TIBC ↑ N ↓

Saturasi transferin ↓ N ↓

FEP ↑ N N/↑

Feritin serum ↓ N ↓

LO.3.7. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi anemia:1. Hemoglobin (Hb)o Suatu protein terkonjugasi yang berfungsi dalam transport oksigen dan

karbondioksida. o Protein ini merupakan komponen utama eritrosit. o Setiap gram Hb dapat mengandung 1,34 mL O2o Kadar Hb tergantung umur, jenis kelamin, geografi, faktor sosial-ekonomi, ras

2. Hematokrit (Ht)o Menggambarkan volume eritrosit per volume daraho Normal: ♂ 40 – 48%, ♀ 37-42%

3. Sediaan apus darah tepi (SADT)o Dapat menilai unsur-unsur sel darah tepi seperti eritrosit, leukosit,

trombosit.o Penting sekali membuat sediaan apus yang baik agar mendapatkan

informasi maksimal.

4. Retikulosito Merupakan eritrosit muda yang masih mempunyai sisa RNA pada sitoplasma.o Normal: 0,5 -1,5 % (25.000 – 75.000/µL).o Hitung retikulosit dapat digunakan untuk menilai peningkatan eritropoiesis,

fungsi sumsum tulang, dan respon terhadap terapi.

5. Indeks eritrosito Digunakan untuk mengetahui ukuran eritrosit dan kandungan Hb dalam eritrosito MCV (Mean Corpuscular Volume/Volume Eritrosit Rata-rata)o MCH (Mean Corpuscular Haemoglobin/Hb Eritrosit Rata-rata)o MCHC (Mean Corpuscular Haemoglobin Concentration/Konsentrasi Hb Eritrosit

Rata-rata)

Pemeriksaan Anemia Defisiensi Besi

Tahapan dasar Diagnosis Anemia:

1.Pemeriksaan Darah Tepi Lengkap

Hb, Ht, MCV, MCH, dan MCHC

Kadar besi tubuh (Serum iron, TIBC, Saturasi Transferin), kadar feritin serum,

sTfR (soluble Transferin Reseptor)

N: serum Iron 70-180 mg/dl dan TIBC 250-400 mg/dl.

Saturasi Transferin: SI / TIBC x 100%

Normal: 25-40% Anemia def. besi: < 5%

N: kadar feritin serum: wanita 14-148 µg/L dan pria 40-340 µg/L. Kadar

feritin serum < 10µg/L menunjukkan cadangan besi tubuh berkurang.

2. Evaluasi Sediaan Hapus Darah Tepi

Eritrosit

- Mikrositik hipokrom anisopoikilositosis: sel pensil, sel target, dan

ovalosit/eliptosit

- Mikrositik ringan Ht < 34% atau Hb < 10 g/dl.

- Mikrositik hipokrom Ht < 27% atau Hb < 9 g/dl.

Trombosit

- Normal/ meningkat, jumlah trombosit meningkat pada anemia defisiensi Fe

karena perdarahan

Leukosit

- jumlahnya biasanya normal

3. Pemeriksaan dan evaluasi sumsum tulang

Hiperseluler dengan eritropoiesis yang hiperaktif,

Hemosiderin sumsum tulang berkurang.

Batas normal kadar terendah Hb orang dewasa: ♂ = 14 g/dL dan ♀ = 12 g/dL

4. Pemeriksaan khusus untuk mencari etiologi: misalnya analisa makanan, tumor

marker, pemeriksaan tinja untuk mencari darah samar dan parasit, serta

pemeriksaan terhadap adanya hemoglobinuria dan hemosiderinuria.

(Lee GR, Iron Deficiency and Iron-Deficiency Anemia. In: Lee GR et al. (eds).

Wintrobe’s clinical hematology. Philadelphia : Lee&Febiger. 1999: 979-1010)

Untuk menegakkan diagnosis anemia defisiensi besi harus di lakukan

anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti di sertai pemeriksaan laboratorium yang

tepat. Terdapat tiga tahap diagnosis anemia defisiensi besi.

Tahap pertama adalah menentukan adanya anemia dengan mengukur kadar

hemoglobin atau hematocrit. Cut off point anemia.

Tahap ke dua memastikan adanya defisiensi besi

Tahap ke tiga menentukan penyakit dasar penyebab defisinsi

Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009

Nilai batas ambang (cut off point) anemia di Indonesia menurut Departemen

Kesehatan sebagai berikut :

Bayi baru lahir (aterm) : 16,5 + 3,0 g/dL Bayi 3 bulan : 11,5 + 2,0 g/dL Anak usia 1 tahun : 12,0 + 1,5 g/dL Anak usia 10-12 tahun : 13,0 + 1,5 g/dL Wanita tidak hamil : 14,0 + 2,5 g/dL Pria dewasa : 15,5 + 2,5 g/dL Anak prasekolah : 11 g/dL Anak sekolah : 12 g/dL Wanita hamil : 11 g/dL Ibu menyusui (3 bln post partus) : 12 g/dL Wanita dewasa : 12 g/dL Pria dewasa : 13 g/dL

Nilai normal Hb pada berbagai umur dan jenis kelamin (WHO).

(Menkes RI 736 a/menkes/XI/1989)

LO.3.8. Penatalaksanaan Anemia Defisiensi Besi

1. Terapi kausal: tergantung penyebab penyakitnya, misalnya: pengobatan cacing tambang, pengobatan hematoid. Terapi ini harus dilakukan, apabila tidak dilakukan maka anemia akan kambuh kembali.

2. Pemberian preparat besi untuk pengganti kekurangan besi dalam tubuh:a) Besi peroral

ferrous sulphat → dosis 3 x 200 mg (murah) ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferros succinate

(lebih mahal)Sebaiknya diberikan pada saat lambung kosomng, tetapi efek samping lebih

banyak dibanding setelah makan. Efek sampingnya yaitu mual, muntah, serta konstipasi. Pengobatan diberikan selama 6 bulan setelah kadar hemoglobin normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Kalau tidak, maka akan kembali kambuh.

b) Besi parenteralEfek sampingnya lebih berbahaya, dan harganya lebih mahal, indikasi: Intoleransi oral berat Kepatuhan berobat kurang Kolitis ulserativa Perlu peningkatan Hb secara cepat

Preparat yang tersedia: iron dextran complex, iron sorbital citric acid complex → diberikan secara intramuskuler atau intravena pelan.Efek samping: reaksi anafilaksis, flebitis, sakit kepala, flushing, mual, muntah, nyeri perut, dan sinkop.

c) Pengobatan lain Diet: makanan bergizi dengan tinggi protein (protein hewani) Vitamin c: diberikan 3 x 100 mg perhari untuk meningkatan absorpsi besi Transfusi darah: jarang dilakukan Teraphy

Dengan memberikan preparat besi iron dextran complex mengandung 50 mg besi/ml, iron sorbitol critic acid dan iron sucrose yang lebih aman. Besi parenteral dapat di berikan secara intramuscular dalam atau intravena pelan.

Pemberian secara intramuscular memberikan rasa nyeri dan memberikan warna hitam pada kulit. Efek saming yang dapat timbul adalah reaksi anafilaksis, meskipun jarang.

Kebutuhan besi (mg) = (15-Hb sekarang) x BB x 2,4 + 500 atau 1000 mg

Pengobatan lainnya :

Diet : pemberian makanan bergizi seperti protein hewani Vitamin c 3x100mg/hari Transfuse darah

Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi V 2009

3.9. Komplikasi

Biasanya anemia defisiensi besi tidak menyebabkan komplikasi. Tetapi, apabila tidak diobati ADB dapat menjadi lebih parah dan mengalami masalah kesehatan termasuk:

- Masalah jantung: ADB dapat menyebabkan detak jantung lebih cepat atau ireegular karena kurangnya O2 ketika anemia dapat menyebabkan pembesaran jantung atau gagal jantung.

- Masalah ketika masa kehamilan: pada ibu hamil yang mengalami ADB banyak dikaitkan dengan kelahiran premature dan berat badan yang kurang pada bayi. Hal ini bisa dicegah apabila ibu hamil tersebut menerima suplemen besi pada masa prenatal.

- Masalah pertumbuhan: meningkatkan angka susceptibilitas kepada infeksi.

LO.3.10. Pencegahan Anemia Defisiensi Besi

Beberapa tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada awal kehidupan adalah sebagai berikut :- Meningkatkan pemberian ASI eksklusif- Menunda pemakaian susu sapi sampai usia 1 tahun- Memberi makanan kepada bayi yang mengandung zat besi serta makanan

yang kaya dengan asam askorbat (jus buah)

Pencegahan Penyakit Anemia dapat dilakukan dengan cara mengkonsumsi makanan sehat diantaranya adalah :

Zat besi : Kandungan zat besi dapat kita temukan pada daging, kacang-kacangan. Buah yang dikeringkan, sayuran yang mempunyai warna hijau gelap dan makanan lain nya yang mengandung zat besi

Folat : Pisang, Jeruk, sayuran berwarna hijau gelap, kacang-kacangan dan pasta

Vitamin C : Untuk membantu penyerapan zat besi di dalam tubuh dan dapat dikonsumsi dari jeruk, melon dan buah-buahan lainnya

Vitamin B12 : Dapat ditemukan di dalam susu, daging, dll

DAFTAR PUSTAKA

Dorland, W. A. 2010. Kamus Kedokteran Dorland, Edisi 31. Jakarta: EGC.

Guyton A.C. and J.E. Hall 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC.

Hillman RS, Ault KA. Iron Deficiency Anemia. Hematology in Clinical Practice. A

Guide to Diagnosis and Management. New York; McGraw Hill, 1995 : 72-85.

Hoffbrand AV, Petit TE, Moss PAH. Essential Haematology 4th ed. London : Blackwell

Scientific Publication. 2001; 1-97.

Lanzkowsky P. Iron Deficiency Anemia. Pediatric Hematology and Oncology. Edisi ke-

2. New York; Churchill Livingstone Inc, 1995 : 35-50.

Lee GR, Iron Deficiency and Iron-Deficiency Anemia. In: Lee GR et al. (eds).

Wintrobe’s clinical hematology. Philadelphia : Lee&Febiger. 1999: 979-1010

Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and Childhood.

Edisi ke-1. Philadelphia; Saunders, 1974 : 103-25.

Recht M, Pearson HA. Iron Deficiency Anemia. Dalam : McMillan JA, DeAngelis CD,

Feigin RD, Warshaw JB, penyunting. Oski’s Pediatrics : Principles and Practice. Edisi

ke-3. Philadelphia; Lippincott William & Wilkins, 1999 : 1447-8.

Sadikin Muhamad, 2002, Biokimia Darah, Jakarta: Widia Medika.

Schwart E. Iron Deficiency Anemia. Dalam : Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB,

Penyunting. Nelson Textbook of Pediatrics. Edisi ke-16. Philadelphia ; Saunders, 2000

: 1469-71.

Sudoyo, Aru W. dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V.Jakarta: Interna

Publishing Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam

Sylvia A. Price Lorraine M. Wilson, 2002, Patofisiologi, Jilid1, EGC, Jakarta

http://www.pediatrik.com