hematoma subdura1
TRANSCRIPT
-
8/2/2019 HEMATOMA SUBDURA1
1/9
-
8/2/2019 HEMATOMA SUBDURA1
2/9
batang otak terdorong ke bawah melalui incisura tentorial oleh meningkatnya tekanan supra tentorial. Juga pada
hematoma subdural kronik, didapatkan bahwa aliran darah ke thalamus dan ganglia basaalis lebih terganggu
dibandingkan dengan daerah otak yang lainnya.
Terdapat 2 teori yang menjelaskan terjadinya perdarahan subdural kronik, yaitu teori dari Gardner yang
mengatakan bahwa sebagian dari bekuan darah akan mencair sehingga akan meningkatkan kandungan protein
yang terdapat di dalam kapsul dari subdural hematoma dan akan menyebabkan peningkatan tekanan onkotik
didalam kapsul subdural hematoma. Karena tekanan onkotik yang meningkat inilah yang mengakibatkanpembesaran dari perdarahan tersebut. Tetapi ternyata ada kontroversial dari teori Gardner ini, yaitu ternyata
dari penelitian didapatkan bahwa tekanan onkotik di dalam subdural kronik ternyata hasilnya normal yang
mengikuti hancurnya sel darah merah. Teori yang ke dua mengatakan bahwa, perdarahan berulang yangdapat
mengakibatkan terjadinya perdarahan subdural kronik, faktor angiogenesis juga ditemukan dapat meningkatkan
terjadinya perdarahan subdural kronik, karena turut memberi bantuan dalam pembentukan peningkatan
vaskularisasi di luar membran atau kapsul dari subdural hematoma. Level dari koagulasi, level abnormalitas
enzim fibrinolitik dan peningkatan aktivitas dari fibrinolitik dapat menyebabkan terjadinya perdarahan subdural
kronik.
Perdarahan Subdural dapat dibagi menjadi 3 bagian, berdasarkan saat timbulnya gejala- gejala klinis yaitu:
1. Perdarahan akut
Gejala yang timbul segera hingga berjam - jam setelah trauma. Biasanya terjadi pada cedera kepala yang cukupberat yang dapat mengakibatkan perburukan lebih lanjut pada pasien yang biasanya sudah terganggu kesadaran
dan tanda vitalnya. Perdarahan dapat kurang dari 5 mm tebalnya tetapi melebar luas. Pada gambaran skening
tomografinya, didapatkan lesi hiperdens.
2. Perdarahan sub akut
Berkembang dalam beberapa hari biasanya sekitar 2 - 14 hari sesudah trauma. Pada subdural sub akut ini
didapati campuran dari bekuan darah dan cairan darah . Perdarahan dapat lebih tebal tetapi belum ada
pembentukan kapsula di sekitarnya. Pada gambaran skening tomografinya didapatkan lesi isodens atauhipodens.Lesi isodens didapatkan karena terjadinya lisis dari sel darah merah dan resorbsi dari hemoglobin.
3. Perdarahan kronik
Biasanya terjadi setelah 14 hari setelah trauma bahkan bisa lebih. Perdarahan kronik subdural, gejalanya bisa
muncul dalam waktu berminggu- minggu ataupun bulan setelah trauma yang ringan atau trauma yang tidak jelas,
bahkan hanya terbentur ringan saja bisa mengakibatkan perdarahan subdural apabila pasien juga mengalamigangguan vaskular atau gangguan pembekuan darah. Pada perdarahan subdural kronik , kita harus berhati hati
karena hematoma ini lama kelamaan bisa menjadi membesar secara perlahan- lahan sehingga mengakibatkan
penekanan dan herniasi. Pada subdural kronik, didapati kapsula jaringan ikat terbentuk mengelilingi hematoma ,
pada yang lebih baru, kapsula masih belum terbentuk atau tipis di daerah permukaan arachnoidea. Kapsula
melekat pada araknoidea bila terjadi robekan pada selaput otak ini. Kapsula ini mengandung pembuluh darah
yang tipis dindingnya terutama pada sisi duramater. Karena dinding yang tipis ini protein dari plasma darah
dapat menembusnya dan meningkatkan volume dari hematoma. Pembuluh darah ini dapat pecah dan menimbulkan
perdarahan baru yang menyebabkan menggembungnya hematoma.
Darah di dalam kapsula akan membentuk cairan kental yang dapat menghisap cairan dari ruangan subaraknoidea.
Hematoma akan membesar dan menimbulkan gejala seprti pada tumor serebri. Sebagaian besar hematoma
subdural kronik dijumpai pada pasien yang berusia di atas 50 tahun. Pada gambaran skening tomografinya
didapatkan lesi hipodens.Pembagian Subdural kronik:
Berdasarkan pada arsitektur internal dan densitas tiap hematom, perdarahan subdural kronik dibagi menjadi
4 kelompok tipe, yaitu :
1. Tipe homogen ( homogenous)
2. Tipe laminar
3. Tipe terpisah ( seperated)
4. Tipe trabekular (trabecular)
-
8/2/2019 HEMATOMA SUBDURA1
3/9
Tingkat kekambuhan pada tipe terpisah adalah tinggi sedangkan pada tipe yang trabekular adalah rendah. Pada
perdarahan subdural kronik diyakini bahwa pada awalnya dalam bentuk homogen, kemusian seringkali berlanjut
menjadi bentuk laminar. Sedangkan pada subdural kronik yang matang, diwakili oleh stadium terpisah dan
hematomnya terkadang melalui stadium trabekular selama penyerapan.
Sedangkan berdasarkan perluasan iutrakranial dari tiap hematom, perdarahan subdural kronik dikelompokkan
menjadi 3 tipe yaitu:1. Tipe konveksiti ( convexity).
2. Tipe basis cranial ( cranial base ).
3. Tipe interhemisferik
Tingkat kekambuhan perdarahan subdural Kronik tipe cranial base adalah tinggi, sedangkan kekambuhan tipe
convexity adalah rendah. Pengelompokan perdarahan subdural kronik berdasarkan arsitektur internal dan
perluasan intra kranial ini berguna untuk memperkirakan resiko terjadinya kekambuhan pasca operatif.
GEJALA KLINIS
1.Hematoma Subdural Akut
Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48 jam setelah cedera. Dan berkaitan
erat dengan trauma otak berat. Gangguan neurologik progresif disebabkan oleh tekanan pada jaringan otak dan
herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadanini dengan cepat menimbulkan berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan
darah.
2. Hematoma Subdural Subakut
Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi kurang dari 2 minggu
setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural akut, hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena
dalam ruangan subdural.
Anamnesis klinis dari penmderita hematoma ini adalah adanya trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran,selanjutnya diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan. Namun jangka waktu tertentu penderita
memperlihatkan tanda-tanda status neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai menurun perlahan-
lahan dalam beberapa jam.Dengan meningkatnya tekanan intrakranial seiring pembesaran hematoma, penderita
mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak memberikan respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri.
Pergeseran isi intracranial dan peningkatan intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkanherniasi unkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologik dari kompresi batang otak.
3.Hematoma Subdural Kronik
Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan beberapa tahun setelah cedera
pertama.Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruangan subdural. Terjadi perdarahan secara
lambat dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari setelah perdarahan terjdi, darah dikelilingi oleh
membrane fibrosa.Dengan adanya selisih tekanan osmotic yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma,
terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan
perdarahan lebih lanjut dengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah ukuran dan
tekanan hematoma.
Hematoma subdural yang bertambah luas secara perlahan paling sering terjadi pada usia lanjut (karena venanya
rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaan ini, cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya
tidak dihiraukan. Hasil pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah.Hematoma subdural pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih
lembut dan lunak.
Hematoma subdural yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan.
-
8/2/2019 HEMATOMA SUBDURA1
4/9
Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya dikeluarkan melalui
pembedahan. Petunjuk dilakukannya pengaliran perdarahan ini adalah:
sakit kepala yang menetap
rasa mengantuk yang hilang-timbul
linglung
perubahan ingatan
kelumpuhan ringan pada sisi tubuh yang berlawanan.
KERUSAKAN PADA BAGIAN OTAK TERTENTU
Kerusakan pada lapisan otak paling atas (korteks serebri biasanya akan mempengaruhi kemampuan berfikir,
emosi dan perilaku seseorang. Daerah tertentu pada korteks serebri biasanya bertanggungjawab atas perilaku
tertentu, lokasi yang pasti dan beratnya cedera menentukan jenis kelainan yang terjadi.
Kerusakan Lobus Frontalis
Lobus frontalis pada korteks serebri terutama mengendalikan keahlian motorik (misalnya menulis, memainkan
alat musik atau mengikat tali sepatu). Lobus frontalis juga mengatur ekspresi wajah dan isyarat tangan. Daerah
tertentu pada lobus frontalis bertanggungjawab terhadap aktivitas motor tertentu pada sisi tubuh yang
berlawanan.
Efek perilaku dari kerusakan lobus frontalis bervariasi, tergantung kepada ukuran dan lokasi kerusakan fisikyang terjadi. Kerusakan yang kecil, jika hanya mengelai satu sisi otak, biasanya tidak menyebabkan perubahan
perilaku yang nyata, meskipun kadang menyebabkan kejang.
Kerusakan luas yang mengarah ke bagian belakang lobus frontalis bisa menyebabkan apati, ceroboh, lalai dan
kadang inkontinensia. Kerusakan luas yang mengarah ke bagian depan atau samping lobus frontalis menyebabkan
perhatian penderita mudah teralihkan, kegembiraan yang berlebihan, suka menentang, kasar dan kejam;
penderita mengabaikan akibat yang terjadi akibat perilakunya.
Kerusakan Lobus Parietalis
Lobus parietalis pada korteks serebri menggabungkan kesan dari bentuk, tekstur dan berat badan ke dalam
persepsi umum. Sejumlah kecil kemampuan matematikan dan bahasa berasal dari daerah ini. Lobus parietalis
juga membantu mengarahkan posisi pada ruang di sekitarnya dan merasakan posisi dari bagian tubuhnya.
Kerusakan kecil di bagian depan lobus parietalis menyebabkan mati rasa pada sisi tubuh yang berlawanan.Kerusakan yang agak luas bisa menyebabkan hilangnya kemampuan untuk melakukan serangkaian pekerjaan
(keadaan ini disebut apraksia) dan untuk menentukan arah kiri-kanan.
Kerusakan yang luas bisa mempengaruhi kemampuan penderita dalam mengenali bagian tubuhnya atau ruang di
sekitarnya atau bahkan bisa mempengaruhi ingatan akan bentuk yang sebelumnya dikenal dengan baik (misalnya
bentuk kubus atau jam dinding). Penderita bisa menjadi linglung atau mengigau dan tidak mampu berpakaian
maupun melakukan pekerjaan sehari-hari lainnya.
Kerusakan Lobus Temporalis
Lobus temporalis mengolah kejadian yang baru saja terjadi menjadi dan mengingatnya sebagai memori jangka
panjang. Lobus temporalis juga memahami suara dan gambaran, menyimpan memori dan mengingatnya kembali
serta menghasilkan jalur emosional.
Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan menyebabkan terganggunya ingatan akan suara dan bentuk.Kerusakan pada lobus temporalis sebelah kiri menyebabkan gangguan pemahaman bahasa yang berasal dari luar
maupun dari dalam dan menghambat penderita dalam mengekspresikan bahasanya.
Penderita dengan lobus temporalis sebelah kanan yang non-dominan, akan mengalami perubahan kepribadian
seperti tidak suka bercanda, tingkat kefanatikan agama yang tidak biasa, obsesif dan kehilangan gairah seksual.
-
8/2/2019 HEMATOMA SUBDURA1
5/9
PENATALAKSANAAN
Pada kasus perdarahan yang kecil ( volume 30 cc ataupun kurang ) dilakukan tindakan konservatif. Tetapi pada
keadaan ini masih ada kemungkinan terjadi penyerapan darah yang rusak diikuti oleh terjadinya fibrosis yang
kemudian dapat mengalami pengapuran.
Baik pada kasus akut maupun kronik, apabila diketemukan adanya gejala- gejala yang progresif, maka jelas
diperlukan tindakan operasi untuk melakukan pengeluaran hematoma. Tetapi sebelum diambil keputusan untuk
dilakukan tindakan operasi, yang tetap harus kita perhatikan adalah airway, breathing dan circulation (ABCs).Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah burr hole craniotomy, twist drill craniotomy, subdural drain. Dan
yang paling banyak diterima untuk perdarahan sub dural kronik adalah burr hole craniotomy. Karena dengan
tehnik ini menunjukan komplikasi yang minimal. Reakumulasi dari perdarahan subdural kronik pasca kraniotomi
dianggap sebagai komplikasi yang sudah diketahui. Jika pada pasien yang sudah berusia lanjut dan sudah
menunjukkan perbaikan klinis, reakumulasi yang terjadi kembali, tidaklah perlu untuk dilakukan operasi ulang
kembali .Kraniotomi dan membranektomi merupakan tindakan prosedur bedah yang invasif dengan tingkat
komplikasi yang lebih tinggi. Penggunaan teknik ini sebagai penatalaksanaan awal dari perdarahan subdural
kronik sudah mulai berkurang.
Trepanasi/ kraniotomi adalah suatu tindakan membuka tulang kepala yang bertujuan mencapai otak untuk
tindakan pembedahan definitif.
Pada pasien trauma, adanya trias klinis yaitu penurunan kesadaran, pupil anisokor dengan refleks cahaya
menurun dan kontralateral hemiparesis merupakan tanda adanya penekanan brainstem oleh herniasi uncaldimana sebagian besar disebabkan oleh adanya massa extra aksial.
Indikasi Operasi
Penurunan kesadaran tiba-tiba di depan mata
Adanya tanda herniasi/ lateralisasi
Adanya cedera sistemik yang memerlukan operasi emergensi, dimana CT Scan Kepala tidak bisa dilakukan.
Perawatan PascabedahMonitor kondisi umum dan neurologis pasien dilakukan seperti biasanya. Jahitan dibuka pada hari ke 5-7.
Tindakan pemasangan fragmen tulang atau kranioplasti dianjurkan dilakukan setelah 6-8 minggu kemudian.
Setelah operasipun kita harus tetap berhati hati, karena pada sebagian pasien dapat terjadi perdarahan lagi
yang berasal dari pembuluh - pembuluh darah yang baru terbentuk, subdural empiema, irigasi yang kurang baik,
pergeseran otak yang tiba-tiba, kejang, tension pneumoencephalus, kegagalan dari otak untuk mengembangkembali dan terjadinya reakumulasi dari cairan subdural.. Maka dalam hal ini hematoma harus dikeluarkan lagi
dan sumber perdarahan harus ditiadakan.
Serial skening tomografi pasca kraniotomi sebaiknya juga dilakukan.
Follow-up
CT scan kontrol diperlukan apabila post operasi kesadaran tidak membaik dan untuk menilai apakah masih
terjadi hematom lainnya yang timbul kemudian.
PEN-KES UNTUK KELUARGA
keluarga diberikan penkes tentang perawatan pasien dengan masalah cedera kepala, diantara yaitu :
Penjelasan tentang pengertian, penyebab, pengobatan dan komplikasi cidera kepala termasuk gangguan fungsi
luhur dari pasien, oleh karena itu perlu control dan berobat secara teratur dan lanjut. Mengajarkan bagaimana cara pemenuhan nutrisi dan cairan selama dirawat dan dirumah nantinya
Mengajarkan pada keluarga dan melibatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari pasien
Mengajarkan melatih mobilisasi fisik secara bertahap dan terencana agar tidak terjadi cidera pada
neuromuskuler
Mempersiapkan keluarga untuk perawatan pasien dirumah bila saatnya pulang, kapan harus istirahat, aktifitas
dan kontrol selama kondisi masih belum optimal terhadap dampak dari cidera kepala pasien dan sering pasien
akan mengalami gangguan memori maka mengajarkan pada keluarga bagaimana mengorientasikan kembali pada
realita pasien.
-
8/2/2019 HEMATOMA SUBDURA1
6/9
REHABILITASI
Berbaring lama dan inaktiviti bisa menimbulkan komplikasi gerakan seperti kontraktur, osteoporosis,
dekubitus, edema, infeksi, trombophlebitis, infeksi saluran kencing.
Goal jangka pendek
1) Meningkatkan spesifik area seperti kekuatan, koordinasi, ROM, balans, dan posture untuk mobilitas dan
keamanan.2) Pengobatan tergantung kondisi pasien kestabilan kardiopulmoner, fungsi musculoskletal, defisit neurologi
Rehabilitasi dini pada fase akut terutama untuk menghindari komplikasi seperti kontraktur dengan terapi fisik
pengaturan posis, melakukan gerakan ROM (pergerakan sendi) dan mobilisasi dini
Terapi ini kemudian dilanjutkan dengan home program terapi yang melibatkan lingkungan dirumah
Pada pasien tidak sadar dilakukan dengan strategi terapi coma management dan program sensory stimulation
Penanganan dilakukan oleh tim secara terpadu dan terorganisis : dokter ,terapis, ahli gizi, perawat, pasien dan
keluarga. Melakukan mobilisasi dini, rehabilitasi termasuk stimulasi, suport nutrisi yang adekuat, edukasi
keluarga.
PROGNOSIS
Tindakan operasi pada hematoma subdural kronik memberikan prognosis yang baik, karena sekitar 90 % kasus
pada umumnya akan sembuh total. Hematoma subdural yang disertai lesi parenkim otak menunjukkan angkamortalitas menjadi lebih tinggi dan berat dapat mencapai sekitar 50 %.
DIAGNOSA BANDING
Dementia, stroke, TIA, encephalitis, abses otak, adverse drugs reactions, gangguan kejiwaan, Tumor otak,
perdarahan subarachnoid, Parkinson, hydrocephalusdengan tekanan normal.
-
8/2/2019 HEMATOMA SUBDURA1
7/9
-
8/2/2019 HEMATOMA SUBDURA1
8/9
Terapi Perawatan Medis
Meskipun SDH secara signifikan membutuhkan terapi pembedahan, maneuver medis sewaktu dapat digunakan
preoperative untuk menurunkan tekanan intracranial yang meningkat. Pengukuran ini merupakan pintu untuk
setiap lesi massa akut dan telah distandardisasi oleh komunitas bedah saraf.
Sebagaimana dengan pasien trauma lain, resusitasi dimulai dengan ABCs (airway, breathing, circulation).o Semua pasien dengan skor GCS kurang dari 8 harus dilakukan intubasi untuk perlindungan jalan
nafas.o Setelah menstabilkan fungsi jalan nafas, lakukan pemeriksaan neurologis. Respirasi yang
adekuat sebaiknya dilakukan dan dijaga untuk menghindari hipoksia. Hiperventilasi dapat
digunakan jika sindrom herniasi tampak.
o Tekanan darah pasien harus dijaga pada kadar normal atau tinggi dengan menggunakan salinisotonic, penekan, atau keduanya. Hipoksia dan hipotensi, dimana penting pada pasien dengan
trauma kepala, merupakan predictor yang independen untuk hasil yang buruk.
SSedatif kerja singkat dan paralitik digunakan hanya ketika diperlukan untuk memfasilitasi ventilasiadekuat atau ketika peningkatan tekanan intracranial dicurigai. Jika pasien menampakkan tanda
sindrom herniasi, berikan manitol 1grkg dengan cepat melalui intravena
Pasien juga sebaiknya dihiperventilasikan ringan (pCO2 ~30-35 mm Hg). Pemberian antikonvulsan untuk mencegah kejang yang disebabkan iskemia dan selanjutnya jaga tekanan
intracranial. Jangan memberikan steroid, sebagaimana mereka telah ditemukan tidak efektif pada pasien dengan
trauma kepala.
Perawatan Pembedahan
Tindakan bedah darurat.
Dari segi bedah saraf sangat penting adalah komplikasi intrakranial, lesi massa, khususnya hematoma
intrakranial
Hematoma subdural
Yang terpenting dalam hal gawat darurat adalah hematoma subdural akut (yang terjadi dalam waktu 72 jam
sesudah trauma). Hematoma subdural, khususnya yang berkomplikasi, gejalanya tak dapat dipisahkan dari
kerusakan jaringan otak yang menyertainya; yang berupa gangguan kesadaran yang berkelanjutan sejak trauma
(tanpa lusid interval) yang sering bersamaan dengan gejala-gejala lesi massa, yaitu hemiparesis, deserebrasisatu sisi, atau pelebaran pupil.
Dalam hal hematoma subdural yang simpledapat terjadi lusid interval bahkan dapat tanpa gangguan kesadaran.
Sering terdapat lesi multiple. Maka, tindakan CTScanadalah ideal, karena juga menetapkan apakah lesi multiple
atau single. Angiografi karotis cukup bila hanya hematoma subdural yang didapatkan.
Bila kedua hal tersebut tak mungkin dikerjakan, sedang gejala dan perjalanan penyakit mengarah pada timbulnya
lesi massa intrakranial, maka dipilih tindakan pembedahan. Tindakan eksploratif burrholedilanjutkan tindakan
kraniotomi, pembukaan dura, evakuasi hematoma dengan irigasi memakai cairan garam fisiologis. Sering tampak
jaringan otak edematous.
Disini dura dibiarkan terbuka, namun tetap diperlukan penutupan ruang likuor hingga kedap air. Ini dijalankan
dengan bantuan periost. Perawatan pascabedah ditujukan pada faktor-faktor sistemik yang memungkinkan lesi
otak sekunder.
Fraktur impresi.Fraktur impresi terbuka (compound depressed fracture). Indikasi operasi terutama adalah debridement,
mencegah infeksi. Operasi secepatnya dikerjakan. Dianjurkan sebelum lewat 24 jam pertama. Pada impresi
tertutup, indikasi operasi tidak mutlak kecuali bila terdapat kemungkinan lesi massa dibawah fraktur atau
penekanan daerah motorik (hemiparesis dan lain-lain).
Indikasi yang lain (lebih lemah), ialah kosmetik dan kemungkinan robekan dura. Diagnosis dengan x foto kepala 2
proyeksi, kalau perlu dengan proyeksi tangensial. Impresi lebih dari tebal tulang kepala pada x foto tangensial,
mempertinggi kemungkinan robekan dura. X foto juga diperlukan untuk menentukan letak fragmen-fragmen dan
perluasan garis fraktur; dengan ini ditentukan pula apakah fraktur menyilang
-
8/2/2019 HEMATOMA SUBDURA1
9/9
sinus venosus. Impresi fraktur tertutup yang menyilang garis tengah merupakan kontra indikasi relatif untuk
operasi, dalam arti sebaiknya tidak diangkat bila tidak terdapat gejalayang mengarah pada kemungkinan lesi
massa atau penekanan otak.
Dalam hal fraktur impresi terbuka yang menyilang sinus venosus maka persyaratan untuk operasi bertambah
dengan :
bila luka sangat kotor.
bila angulasi besar. bila terdapat persediaan darah cukup.
bila terdapat ketrampilan (skill)dan peralatan yang cukup.
Indikasi dari dekompresi mendesak untuk subdural hematoma akut telah dilakukan sebelumnya, dan managemen
operasi didiskusikan dengan ringkas.
Standar kebalikan pertanyaan menandakan insisi untuk memberikan akses yang besar terhadap wilayahfrontal, temporal dan parietal.
o Pasien diposisikan supine dengan kepala menghadap sisi yang perlu. Penahan bahu ditempatkanuntuk mencegah vena jugularis. Alat Fiksasi kepala 3 titik digunakan pada pasien dengan
fraktur medulla spinalis yang tidak stabil.
o Seluruh kepala dicukur duntuk memfasilitasi penempatan monitor tekanan intracranial padasisi kontralateral, jika diinginkan.
Pelubangan eksplorasi jarang diindikasikan tetapi terkadang digunakan sebagai pengukuran untukkeselamatan hidup. Pasien dengan trauma kepala dapat secara cepat ditriasekan dan dievakuasi denganpusat trauma melalui CT Scan, membuat perlubangan eksplorasi manjadi ketinggalan. Bagaimanapun,
perlubangan kepala dapat digunakan untuk dekompresi mendesak pada apsien yang menunjukkan
herniasi cepat jika akses untuk studi radiografi tidak ada.
SDH seringkali dikaitkan dengan pembengkakan otak akut. Secara ironis, dekompresi cepat subduralhematom melalui craniotomy pada pasien ini dapat menyebabkan kerusakan terhadap otak dengan
menjadi herniasi melalui defek kraniotomi. Metode novel untuk dekompresi dianjurkan untuk mencegah
otak dari kerusakan melalui defek kiraniotomi. Sumbatan dapat dipindahkan melalui pembukaan dura
yang kecil.