hematoma subkonjungtiva

Upload: ryo-rosarianto

Post on 17-Oct-2015

237 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

makalah

TRANSCRIPT

Hematoma Subkonjungtiva Oculi DextraMakalah

Disusun untuk memenuhi tugas Problem Based Learning

Disusun oleh :

S. Krissattryo Rosarianto I.

Kelompok B-5

102011374

[email protected]

Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana

2014

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Mata merupakan salah satu organ penting bagi manusia. Organ mata merupakan salah satu alat komunikasi manusia terhadap dunia luar. Fungsi mata sebagai salah satu panca indera menerima rangsang sensoris cahaya yang kemudian akan divisualisasikan oleh otak kita sehingga kita dapat memahami keadaan di sekitar kita. Mata merupakan panca indera yang halus yang memerlukan perlindunganterhadap faktor faktor luar yang berbahaya.1

Begitu banyak kelainan pada mata, hal yang paling sering dilihat adalah mata merah. Mulai dari iritasi ringan sampai perdarahan karena trauma akan memberikan tampilan klinis mata merah. Perdarahan subkonjungtiva secara klinis memberikan penampakan mata merah terang hingga gelap pada mata. Secara umum bekuan darah akibat perdarahan subkonjungtiva dapat hilang dengan sendirinya dikarenakan diabsorpsi oleh tubuh.Namun begitu mata merah juga tidak boleh dianggap sebagai hal yang biasa karena teriritasi oleh debu atau benda tertentu. Pasien dengan hipertensi diyakini sebagia faktor resiko tersendiri terjadinya perdarahan pada subkonjungtiva. Pada keadaan tertentu seperti perdarahan subkonjungtiva yang disertai adanya gangguan visus, sering kambuh atau bahkan menetap maka harus segera dikonsultasikan ke dokter spesialis mata. Untuk itu, diperlukan pengetahuan yang cukup untuk mengetahui bagaimana perdarahan subkonjungtiva beserta faktor resiko dan penanganannya.

II.Rumusan MasalahRumusan masalah dalam makalah ini adalah seorang pria 50 tahun dengan keluhan mata kanan merah mendadak. Pria tersebut memiliki riwayat hipertensi.

III. HipotesisHipotesis dalam makalah ini adalah pria tersebut menderita hematoma subkonjungtiva oculi dextra.ISI

1. Anatomi Mata dan Konjungtiva

Mata adalah sebuah organ yang kompleks yang memiliki lebih dari satu sistem anatomi yang mendukung fungsi mata itu sendiri. Secara umum ada beberapa sistem anatomi yang mendukung fungsi organ mata, yaitu :1. Anatomi kelopak mata

Kelopak mata memiliki peranan proteksi terhadap bola mata dari benda asing yang menbahayakan mata. Kelopak atau palpebra mempunyai fungsi melindungi bola mata, serta mengeluarkan sekresi kelenjarnya yang membentuk film air mata di depan kornea. Pada kelopak terdapat bagian bagian seperti kelanjar sebasea, kelenjar Moll, kelenjar Zeis dan kelenjar Meibom. Sementara pergerakan kelopak mata dilakukan oleh M. Levator palpebra yang dipersarafi oleh N. Fasialis.2. Anatomi sistem lakrimal

Sistem lakrimal terdiri atas 2 bagian, yaitu :

Sistem produksi atau glandula lakrimal. Sistem sekresi air mata atau lakrimal terletak di daerah temporal bola mata.Sistem ekskresi mulai pada pungtum lakrimal, kanalikuli lakrimal, sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, meatus inferior.3. Anatomi konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian belakang. Bermacam macam obat mata dapat diserap melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan oleh sel Goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.Konjungtiva terdiri atas tiga bagian, yaitu:

1

Konjungitva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar digerakkan dari tarsus.Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera di bawahnya.Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.Konjungtiva bulbi dan forniks berhubungan dengan sangat longgar dengan jaringan di bawahnya sehingga bola mata mudah bergerak.4. Anatomi bola mata

Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata di bagian depan (kornea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu :Sklera, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata.Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah apabila terjadi perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid. Jaringan uvea terdiri atas iris, badan siliar dan koroid. Badan siliar menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor).Lapis ketiga bola mata adalah retina yang terletak paling dalam dan mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan pada saraf optik dan diteruskan ke otak.5. Anatomi rongga orbita

Rongga orbita adalah rongga yang berisi bola mata dan terdapat 7 tulang yang membentuk dinding orbita yaitu : lakrimal, etmoid, sfenoid, frontal, dan dasar

orbita yang terutama terdiri atas tulang maksila, bersama sama tulang palatinum dan zigomatikus.Secara garis besar anatomi mata terdiri dari (luar ke dalam) :

Kornea

Kamera okuli anterior

Iris

Lensa

Kamera okuli posterior (vitreus body)

Retina

Nervus optikus

Gambar 1. Anatomi mata 2

2. Fisiologi Konjungtiva

Konjungtiva merupakan membran mukus yang transparan yang membentang di permukaan dalam kelopak mata dan permukaan bola mata sejauh dari limbus. Ini memiliki suplay limfatik yang tebal dan sel imunokompeten yang berlimpah. Mukus

dari sel goblet dan sekresi dari kelenjar aksesoris lakrimal merupakan komponen penting pada air mata. Konjungtiva merupakan barier pertahanan dari adanya infeksi. Aliran limfatik berasal dari nodus preaurikuler dan submandibula, yang berkoresponden dengan aliran di kelopak mata.Konjungtiva terdiri atas 3 bagian, yaitu :

Konjungtiva palpebra dimulai dari hubungan mukokutaneus pada tepi kelopak dan bergabung ke lapis tarsal posterior.3 Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera dan menjadi konjungtiva bulbaris.4Konjungtiva forniks merupakan konjungtiva peralihan konjungtiva palpebra dan bulbiKonjungtiva bulbi yang menutupi sklera anterior dan bersambung dengan epitel kornea pada limbus. Punggungan limbus yang melingkar membentuk palisade Vogt. Stroma beralih menjadi kapsula Tenon kecuali pada limbus dimana dua lapisan menyatu.3 Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di forniks dan melipat berkali kali. Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik. Lipatan konjungtiva bulbaris tebal, mudah bergerakdan lunak (plika semilunaris) terletak di kanthus internus dan membentuk kelopak mata ketiga pada beberapa binatang. Struktur epidermoid kecil semacam daging (karunkula) menempel superfisial ke bagian dalam plika semilunaris dan merupakan zona transisi yang mengandung elemen kulitdan membran mukosa. 4

Gambar 2. Anatomi Konjungtiva 5

Gambar 2. Anatomi Konjungtiva

Pasokan darah, limfe dan persarafan

Arteri arteri konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva yang umumnya mengikuti pola arterinya membentuk jaring jaring vaskuler konjungtiva yang banyak sekali.Pembuluh limfe konjungtiva terusun dalam lapisan superfisial dan lapisan profundus dan bersambung dengan pembuluh limfe kelopak mata hingga membentuk pleksus limfatikus yang kaya. Konjungtiva menerima persarafan dari percabangan (oftalmik) pertama nervus V. Saraf ini hanya relatif sedikit mempunyai serat nyeri. 4Histologi konjungtiva :

Epitel konjungtiva merupakan jenis yang non-keratinisasi dan tebalnya sekitar 5 sel. Sel basal kuboid menyusun sel polihedral yang mendatar sebelum sel tersebut terlepas dari permukaan. Sel goblet terdapat di dalam sel epitelnya. Sel goblet kebanyakan terdapat di inferoir dari nasal dan di konjungtiva forniks, dimana jumlahnya sekitar 5 10% jumlah sel basal.3 Lapisan epitel konjungtiva terdiri dari dua hingga lima lapisan sel epitel silinder bertingkat, superfisial dan basal. Lapisan epitel

konjungtiva di dekat limbus, di atas karunkula, dan di dekat persambungan mukokutan pada tepi kelopak mata terdiri dari sel sel epitel skuamosa. Sel sel epitel basal berwarna lebih pekat daripada sel sel superfisial dan di dekat limbus dapat mengandung pigmen.4

Stroma (substansia propria) terdiri atas jaringan ikat yang banyak kehilangan pembuluh darah. Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisial) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan di beberapa tempat dapat mengandung struktur semacam folikel tanpa sentrum germinativum. Lapisan adenoid tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Hal ini menjelaskan mengapa konjungtivitis inklusi pada neonatus bersifat papiler bukan folikuler dan mengapa kemudian menjadi folikuler.

3. Diagnosis Kerja

Perdarahan Subkonjungtiva

A. Definisi

Perdarahan subkonjungtiva adalah perdarahan akibat rapuhnya pembuluh darah konjungtiva.3 Darah terdapat di antara konjungtiva dan sklera. Sehingga mata akan mendadak terlihat merah dan biasanya mengkhawatirkan bagi pasien. 4

Gambar 3. Perdarahan subkonjungtiva 6

B. Sinonim 6

Beberapa istilah lain untuk perdarahan subkonjungtiva adalah:

1. bleeding in the eye

2. eye injury

3. ruptured blood vessels

4. blood in the eye

5. bleeding under the conjunctiva

6. bloodshot eye

C. Epidemiologi

Dari segi usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur, namun hal ini dapat meningkat kejadiannya sesuai dengan pertambahan umur.6 Penelitian epidemiologi di Kongo rata rata usia yangmengalami perdarahan subkonjungtiva adalah usia 30.7 tahun.7 Perdarahan

subkonjungtiva sebagian besar terjadi unilateral (90%).

Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak ditemukan hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%). Kondisi hipertensi memiliki hubungan yang cukup tinggi dengan angka terjadinya perdarahan subkonjungtiva (14.3%). Kondisi lainnya namun jarang adalah muntah, bersin, malaria, penyakit sickle cell dan melahirkan.Pada kasus melahirkan, telah dilakukan penelitian oleh oleh Stolp W dkk pada 354 pasien postpartum dengan perdarahan subkonjungtiva. Bahwa kehamilan dan proses persalinan dapat mengakibatkan perdarahan subkonjungtiva. 7

D. Manifestasi klinis perdarahan subkonjungtiva

Sebagian besar tidak ada gejala simptomatis yang berhubungan dengan perdarahan subkonjungtiva selain terlihat darah pada bagian sklera.

Sangat jarang mengalami nyeri ketika terjadi perdarahan subkonjungtiva pada permulaan. Ketika perdarahan terjadi pertama kali, akan terasa tidak nyaman, terasa ada yang mengganjal dan penuh di mata. Tampak adanya perdarahan di sklera dengan warna merah terang (tipis)

atau merah tua (tebal).

Tidak ada tanda peradangan, kalaupun adanya biasanya peradangan yang ringan.Perdarahan akan terlihat meluas dalam 24 jam pertama setelah itu kemudian akan berkurang perlahan ukurannya karena diabsorpsi.

E. Patofisiologi

Konjungtiva adalah selaput tipis transparan yang melapisi bagian putih dari bola mata (sklera) dan bagian dalam kelopak mata. Konjungtiva merupakan lapisan pelindung terluar dari bola mata. Konjungtiva mengandung serabut saraf dan sejumlah besar pembuluh darah yang halus. Pembuluh-pembuluh darah ini umumnya tidak terlihat secara kasat mata kecuali bila mata mengalami peradangan. Pembuluh- pembuluh darah di konjungtiva cukup rapuh dan dindingnya mudah pecah sehingga mengakibatkan terjadinya perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva tampak berupa bercak berwarna merah terang di sclera.Karena struktur konjungtiva yang halus, sedikit darah dapat menyebar secara difus di jaringan ikat subkonjungtiva dan menyebabkan eritema difus, yang biasanya memiliki intensitas yang sama dan menyembunyikan pembuluh darah. Konjungtiva yang lebih rendah lebih sering terkena daripada bagian atas. Pendarahan berkembang secara akut, dan biasanya menyebabkan kekhawatiran, meskipun sebenarnya tidak berbahaya. Apabila tidak ada kondisi trauma mata terkait, ketajaman visual tidak berubah karena perdarahan terjadi murni secara ekstraokulaer, dan tidak disertai rasasakit. 6

Secara klinis, perdarahan subkonjungtiva tampak sebagai perdarahan yang datar, berwarna merah, di bawah konjungtiva dan dapat menjadi cukup berat sehingga menyebabkan kemotik kantung darah yang berat dan menonjol di atas tepi kelopakmata.

Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi secara spontan, akibat trauma, ataupun infeksi. Perdarahan dapat berasal dari pembuluh darah konjungtiva atau episclera yang bermuara ke ruang subkonjungtiva..Berdasarkan mekanismenya, perdarahan subkonjungtiva dibagi menjadi dua,

yaitu :

1. Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan

Sesuai namanya perdarahan subkonjungtiva ini adalah terjadi secara tiba tiba (spontan). Perdarahan tipe ini diakibatkan oleh menurunnya fungsi endotel sehingga pembuluh darah rapuh dan mudah pecah. Keadaan yang dapat menyebabkan pembuluh darah menjadi rapuh adalah umur, hipertensi, arterisklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaianantikoagulan dan batuk rejan. 3

Perdarahan subkonjungtiva tipe spontan ini biasanya terjadi unilateral. Namun pada keadaan tertentu dapat menjadi bilateral atau kambuh kembali; untuk kasus seperti ini kemungkinan diskrasia darah (gangguan hemolitik) harus disingkirkan terlebih dahulu. 42. Perdarahan subkonjungtiva tipe traumatik

Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien sebelumnya mengalami trauma di mata langsung atau tidak langsung yang mengenai kepala daerah orbita. Perdarahan yang terjadi kadang kadang menutupi perforasi jaringan bola mata yang terjadi.

F. Etiologi

1. Idiopatik, suatu penelitian oleh Parmeggiani F dkk di Universitas Ferara Itali mengenai kaitan genetik polimorfisme faktor XIII Val34Leu dengan

terjadinya perrdarahan subkonjungtiva didapatkan kesimpulan baik homozigot maupun heterozigot faktor XIII Val34Leu merupakan faktor predisposisi dari perdarahan subkonjungtiva spontan, alel Leu34 diturunkan secara genetik sebagai faktor resiko perdarahan subkonjungtiva terutama pada kasus yang sering mengalami kekambuhan. Mutasi pada faktor XIII Val34Leu mungkin sangat berhubungan dengan peningkatan resiko terjadinya episode perdarahan subkonjungtiva. 2. Manuver Valsalva (seperti batuk, tegang, muntah muntah, bersin)

3. Traumatik (terpisah atau berhubungan dengan perdarahan retrobulbar atau ruptur bola mata)4. Hipertensi

5. Gangguan perdarahan (jika terjadi berulang pada pasien usia muda tanpa adanya riwayat trauma atau infeksi), termasuk penyakit hati atau hematologik, diabetes, SLE, parasit dan defisisensi vitamin C.6. Berbagai antibiotik, obat NSAID, steroid, kontrasepsi dan vitamin A dan D yang telah mempunyai hubungan dengan terjadinya perdarahan subkonjungtiva, penggunaan warfarin. 7. Sequele normal pada operasi mata sekalipun tidak terdapat insisi pada konjungtiva.8. Beberapa infeksi sistemik febril dapat menyebabkan perdarahan subkonjungtiva, termasuk septikemia meningokok, demam scarlet, demam tifoid, kolera, riketsia, malaria, dan virus (influenza, smallpox, measles, yellow fever, sandfly fever).9. Perdarahan subkonjungtiva telah dilaporkan merupakan akibat emboli dari patahan tulang panjang, kompresi dada, angiografi jantung, operasi bedah jantung.10. Penggunaan lensa kontak, faktor resiko mayor perdarahan subkonjungtiva yang diinduksi oleh penggunaan lensa kontak adalah konjungtivakhalasis dan pinguecula.

G. Diagnosis dan pemeriksaan

Diagnosis dibuat secara klinis dan anamnesis tentang riwayat dapat membantu penegakan diagnosis dan terapi lebih lanjut. Ketika ditemukan adanya trauma, trauma dari bola mata atau orbita harus disingkirkan. Apabila perdarahan subkonjungtiva idiopatik terjadi untuk pertama kalinya, langkah-langkah diagnostik lebih lanjut biasanya tidak diperlukan. Dalam kejadian kekambuhan, hipertensi arteri dan kelainan koagulasi harus disingkirkan.Pemeriksaan fisik bisa dilakukan dengan memberi tetes mata proparacaine (topikal anestesi) jika pasien tidak dapat membuka mata karena sakit; dan curiga etiologi lain jika nyeri terasa berat atau terdapat fotofobia. Memeriksa ketajaman visual juga diperlukan, terutama pada perdarahan subkonjungtiva traumatik. Salah satu studi mengenai perdarahan subkonjungtiva traumatik dan hubungannya dengan luka / injuri lainnya oleh Lima dan Morales di rumah sakit Juarez Meksiko tahun 1996 2000 menyimpulkan bahwa sejumlah pasien dengan perdarahan subkonjungtiva disertai dengan trauma lainnya (selain pada konjungtiva), ketajaman visus < 6/6 meningkat dengan adanya kerusakan pada selain konjungtiva. Maka dari itu pemeriksaan ketajaman visus merupakan hal yang wajib pada setiap trauma di mata sekalipun hanya didapat perdarahan subkonjungtiva tanpaada trauma organ mata lainnya. 6

Selanjutnya, periksa reaktivitas pupil dan mencari apakah ada defek pupil, bila perlu, lakukan pemeriksaan dengan slit lamp. Curigai ruptur bola mata jika perdarahan subkonjungtiva terjadi penuh pada 360. Jika pasien memiliki riwayat perdarahan subkonjungtiva berulang, pertimbangkan untuk memeriksa waktu pendarahan, waktu prothrombin, parsial tromboplastin, dan hitung darah lengkapdengan jumlah trombosit. 7

H. Diagnosis banding

1. EpiskleritisEpiskleritis merupakan reaksi radang jaringan ikat vaskular yang terletak antara konjungtiva dan permukaan sklera.Radang episklera dan sklera mungkin disebabkan reaksi hipersensitivitas terhadap penyakit sistemik seperti tuberkulosis, reumatoid artritis, lues, SLE, dan lainnya. Merupakan suatu reaksi toksik, alergi atau merupakan bagian daripada infeksi. Dapat saja kelainan ini terjadi secara spontan dan idiopatik.Episkleritis umumnya mengenai satu mata dan terutama perempuan usia pertengahan dengan penyakit bawaan rematik. Keluhan pasien dengan episkleritis berupa mata terasa kering, dengan rasa sakit yang ringan, mengganjal, dengan konjungtiva yang kemotik.Terlihat mata merah satu sektor yang disebabkan melebarnya pembuluh darah dibawah konjungtiva. 32. Dry EyesMata Kering/ Dry Eye secara umum bukanlah suatu penyakit, tetapi suatu simptom kompleks yang terjadi akibat defisiensi atau abnormalitas dari lapisan air mata. Gejala yang ditimbulkan antara lain iritasi, sensasi benda asing di mata, mata terasa kering, gatal, rasa tidak nyaman yang tidak jelas pada mata. 83. Konjungtivitis AlergiKonjungtivitis adalah bentuk radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti pada reaksi terhadap obat, bakteri, dan toksik. Merupakan reaksi antibodi humoral terhadap alergen. Biasanya dengan riwayat atopi. Semua gejala pada konjungtiva akibat konjungtiva bersifat rentan terhadap benda asing. 3Gejala utama penyakit alergi ini adalah radang (merah, sakit, bengkak, dan panas), gatal, silau berulang dan menahun. Tanda karakteristik lainnya adalah terhadap papil besar pada konjungtiva, datang bermusim, yang dapat mengganggu penglihatan. Walaupun penyakit alergi konjungtiva sering sembuh sendiri akan tetapi dapat memberikan keluhan yang memerlukan pengobatan. 3

I. Penatalaksanaan

Perdarahan subkonjungtiva biasanya tidak memerlukan pengobatan. Pengobatan dini pada perdarahan subkonjungtiva ialah dengan kompres dingin. Perdarahan subkonjungtiva akan hilang atau diabsorpsi dalam 1- 2 minggu tanpa diobati. 3Pada bentuk-bentuk berat yang menyebabkan kelainan dari kornea, dapat

dilakukan sayatan dari konjungtiva untuk drainase dari perdarahan. Pemberian air mata buatan juga dapat membantu pada pasien yang simtomatis. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik, dicari penyebab utamanya, kemudian terapi dilakukan sesuai dengan penyebabnya. Tetapi untuk mencegah perdarahan yang semakin meluas beberapa dokter memberikan vasacon (vasokonstriktor) dan multivitamin. Air mata buatan untuk iritasi ringan dan mengobati faktor risikonya untuk mencegah risikoperdarahan berulang.

Perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke spesialis mata jika ditemukan kondisi berikut ini :1. Nyeri yang berhubungan dengan perdarahan.

2. Terdapat perubahan penglihatan (pandangan kabur, ganda atau kesulitan untuk melihat)3. Terdapat riwayat gangguan perdarahan

4. Riwayat hipertensi

5. Riwayat trauma pada mata.

J. Komplikasi

Perdarahan subkonjungtiva akan diabsorpsi sendiri oleh tubuh dalam waktu 1

2 minggu, sehingga tidak ada komplikasi serius yang terjadi. Namun adanya perdarahan subkonjungtiva harus segera dirujuk ke dokter spesialis mata jika ditemui berbagai hal seperti yang telah disebutkan diatas. 3Pada perdarahan subkonjungtiva yang sifatnya menetap atau berulang (kambuhan) harus dipikirkan keadaan lain.

K. Prognosis

Secara umum prognosis dari perdarahan subkonjungtiva adalah baik. Karena sifatnya yang dapat diabsorpsi sendiri oleh tubuh. Namun untuk keadaan tertentu seperti sering mengalami kekambuhan, persisten atau disertai gangguan pandangan maka dianjurkan untuk dievaluasi lebih lanjut lagi.

PENUTUP

1. Kesimpulan

Kesimpulan dari makalah ini adalah berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, pria berusia berusia 50 tahun dengan keluhan mata kanan merah mendadak dan memiliki riwayat hipertensi tersebut menderita hematoma subkonjungtiva oculi dextra.

DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas, Sidarta. Masalah Kesehatan Anda. 2005. FK UI. Jakarta

2. Schlote, Pocket Atlas of Ophthalmology 2006 Thieme.h. 68-9.

3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi keempat. 2008. FK UI. Jakarta.h. 118- 9.

4. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum,2000. Widia Meka. Jakarta

5. K Lang, Gerhard. Ophthalmology A Short Textbook.2000. Thieme Stuttgart.New York;

6.Graham, R. K. Subconjuntival Hemorrhage. 1st Edition. 2009. Medscapes Continually Updated Clinical Reference. Diakses tanggal 16 Maret 2014 dari http://emedicine.medscape.com/article/1192122-overview

7. Rifki, M. 2010. Perdarahan Subkonjungtiva. Jakarta Diakses pada tanggal 16Maret 2014/www.medicastore/ Perdarahan Subkonjungtiva.3ii04308azs

8. Khurana AK. Comprehensive Ophtalmology. 2007. New Age International. New Delhi.h. 365