hepatitis b
DESCRIPTION
PresusTRANSCRIPT
I. PENDAHULUAN
Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati dan
merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di seluruh dunia.
Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar dari 2,5% di
Banjarmasin sampai 25,61% di Kupang, sehingga termasuk negara endemisitas sedang
sampai tinggi. Di negara-negara asia diperkirakan bahwa penyebaran perinatal dari ibu
pengidap hepatitis merupakan jawaban atas prevalensi infeksi HBV yang tinggi. Hampir
semua bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HbeAg positif akan terkena infeksi pada bulan
kedua dan ketiga kehidupannya. Adanya HbeAg pada ibu sangat berperan penting untuk
penularan. Walaupun ibu mengandung HbsAg positif namun HbeAg negatif, maka daya
tularnya rendah.
Prevalensi anti HCV pada donor darah di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan
angka di antara 0.5-3,37%. Sedangkan prevalensi anti HCV pada hepatitis virus akut
menunjukkan bahwa hepatitis C (15,5-46,4%) menempati urutan kedua setelah hepatitis A
akut (39,8-68,3%) sedang urutan ketiga hepatitis B (6,4-25,9%).1
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Penyakit infeksi akut pada yang menyebabkan peradangan hati yang disebabkan oleh
Virus Hepatitis B.1,2,3,4,5 Infeksi HBV mempunyai 2 fase akut dan kronis :1
1. Akut, infeksi muncul segera setelah terpapar virus itu.beberapa kasus berubah
menjadi hepatitis fulminan.
2. Kronik, bila infeksi menjadi lebih lama dari 6 bulan
B. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Hepatitis B merupakan penyakit endemis di seluruh dunia, tetapi distribusi carier
virus hepatitis B sangat bervariasi dari satu negara ke negara lainnya. Di area dengan
prevalensi tinggi seperti Asia Tenggara, Cina, dan Afrika, lebih dari setengah populasi
pernah terinfeksi oleh virus hepatitis B pada satu saat dalam kehidupan mereka, dan lebih
dari 8% populasi merupakan pengidap kronik virus ini. Keadaan ini merupakan akibat
infeksi VHB yang terjadi pada usia dini.1,2,4,5
Infeksi VHB yang terjadi pada masa bayi dan anak umumnya tidak
memberikan gejala klinis (asimtomatik), sehingga sering kali tidak diketahui. Dengan
demikian dapat dimengerti bila angka laporan mengenai jumlah pengidap jauh di bawah
angka yang sebenarnya.1,2,3,4,5
Pada bayi dan anak terdapat masalah hepatitis B yang serius karena risiko
untuk terjadinya infeksi hepatitis B kronis berbanding terbalik dengan usia saat terjadinya
infeksi. Data-data menunjukkan bahwa bayi yang terinfeksi VHB sebelum usia 1 tahun
mempunyai resiko kronisitas sampai 90%, sedangkan bila infeksi VHB terjadi pada usia
antara 2- 5 tahun risikonya menurun menjadi 50%, bahkan bila terjadi infeksi pada anak
berusia di atas 5 tahun hanya berisiko 5-10% untuk terjadinya kronisitas.1,2,5,
Prevalens HBsAg di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 3-20%, dengan
frekuensi terbanyak antara 5-10%. Pada umumnya di luar Jawa angka ini lebih tinggi. Di
Jakarta prevalens HBsAg pada suatu populasi umum adalah 4,1%. Angka-angka ini sangat
tinggi sehingga diperlukan suatu cara untuk menurunkannya. Pengobatan untuk
menghilangkan virus hepatitis B sampai saat ini belum memuaskan dan hanya dapat
dipertimbangkan pada pasien dengan criteria yang sangat selektif serta menelan biaya
yang cukup tinggi. Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan imunisasi hepatitis B
secara universal. Berdasarkan data di atas, menurut klasifikasi WHO, Indonesia tergolong
dalam Negara dengan prevalens infeksi VHB sedang sampai tinggi, sehingga strategi yang
dianjurkan adalah dengan pemberian vaksin pada bayi sedini mungkin.1,2,3.4
Tingginya angka prevalens hepatitis B di Indonesia terkait dengan terjadinya
infeksi HBV pada masa dini kehidupan. Sebagian besar pengidap VHB ini diduga
mendapatka infeksi HBV melalui transmisi vertical, sedangkan sebagian lainnya
mendapatkan melalui transmisi horizontal karena kontak erat pada usia dini. Tingginya
angka transmisi vertical dapat diperkirakan dari tingginya angka pengidap VHB pada ibu
hamil pada beberapa rumah sakit di Indonesia. Oleh sebab itu perlu dilakukan usaha untuk
memutuskan rantai penularan sedini mungkin, dengan cara vaksinasi bahkan bila
memungkinkan diberikan juga imunisasi pasif (HBIg).1,2,4,
1. Masa inkubasi 15-180 hari (rata-rata 60-90 hari)
2. Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut
3. Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi
hepatitis kronik dan viremia yang persisten
4. Infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis, dan kanker hati.
5. HBV ditemukan di darah, semen, sekret servikovaginal, saliva, cairan tubuh lain
6. Cara transmisi :
a. Melalui darah : penerima produk darah, IVDU, pasien hemodialisis, pekerja
kesehatan, pekerja yang terpapar darah
b. Transmisi seksual
c. Penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa : tertusuk jarum, penggunaan ulang
alat medis yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur, tato, akupuntur,
penggunaan sikat gigi bersama
d. Transmisi maternal neonatal
e. Tak ada bukti penyebaran fecal-oral
C. ETIOLOGI
Gambar 1. Virus Hepatitis B
Virus hepatitis B merupakan kelompok virus DNA dan tergolong dalam family
Hepadnaviridae. Nama family Hepadnaviridae ini disebut demikian karena virus bersifat
hepatotropis dan merupakan virus dengan genom DNA. Termasuk dalam family ini
adalah virus hepatitis woodchuck (sejenis marmot dari Amerika Utara) yang telah
diobservasi dapat menimbulkan karsinoma hati, virus hepatitis B pada bebek Peking, dan
bajing tanah (ground squirrel). Virus hepatitis B tidak bersifat sitopatik.1,2,5
Gambar 2. Rantai DNA Virus Hepatitis B
Virus hepatitis B akan tetap bertahan pada proses desinfeksi dan sterilisasi alat
yang tidak memadai, selain itu VHB juga tahan terhadap pengeringan dan penyimpanan
selama 1 minggu atau lebih. Virus hepatitis B yang utuh berukuran 42 nm dan berbentuk
seperti bola, terdiri dari partikel genom (DNA) berlapis ganda dengan selubung bagian
luar dan nukleokapsid di bagian dalam. Nukleokapsid ini berukuran 27 nm dan
mengandung genom (DNA) VHB yang sebagian berantai ganda (partially double
stranded) dengan bentuk sirkular. Selama infeksi VHB, terdapat 2 macam partikel virus
yang terdapat dalam darah yaitu : virus utuh (virion) yang disebut juga partikel Dane dan
selubung virus yang kosong (HBsAg). Ukuran kapsul virus kosong berukuran 22 nm,
dapat berbentuk seperti bola atau filament. 1
Gambar 3. Genom Virus Hepatitis B
Genom VHB terdiri dari kurang lebih 3200 pasangan basa. Telah diketahui
adanya 4 open reading frame (ORF) virus hepatitis B yang letaknya berhimpitan.
Keempat ORF itu adalah S untuk gen S (surface/ permukaan), C untuk gen C (core), X
untuk gen X, P untuk gen P (polymerase). Dua ORF lainnya (ORF5 dan ORF6) telah
dideskripsikan tetapi masih membutuhkan konfirmasi lebih lanjut.1
Gen S dan C mempunyai hulu yang disebut pre-S dan pre-C. daerah C dan
pre-C mengkode protein nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg. Daerah Pre-C terdiri dari 87
nukleotida yang mengkode untuk 29 asam amino , sedangkan gen C mengkode 212 asam
amino precursor untuk HBeAg. ORF S terdiri dari bagian pre-S2, pre-S2, dan S,
mengkode untuk protein HBsAg. Gen ini terdiri dari 226 asam amino. 1,2,3,4
Gen P merupakan ORF terpanjang dan mengkode DNA polymerase, gen ini
juga berfungsi sebagai reverse transcriptase. Gen X mengkode 2 protein yang bekerja
sebagai transaktivator transkripsional, berfungsi membantu replikasi virus. Gen ini
merupakan ORF terpendek. Gen ini mengkode untuk pembentukan protein X VHB
(HBxAg) yang terdiri dari 154 asam amino. Protein ini juga berperan pada pathogenesis
karsinoma hepatoselualar (KHS).1,2,3
Adanya DNA-VHB di dalam serum merupakan baku emas untuk menilai aktivitas
replikasi virus. DNA-VHB dapat dideteksi dengan metode hibridisasi atau dengan
metode yang lebih sensitive yaitu dengan polymerase-chain-reaction (PRC). DNA-VHB
kuantitatif sangat bermanfaat untuk memperkirakan respons penyakit terhadap terapi.1.8,9
Gambar 4. Perkembangbiakan Virus Hepatitis B di Hati
Siklus hidup Hepatitis B virus adalah kompleks. Hepatitis B adalah satu dari beberapa
non-retroviral yang menggunakan transkripsi kebalikan sebagai sebuah bagian dari
proses replikasinya. Virus meningkatkan masukan ke sel dengan cara membuat suatu sel
peka rangsangan terhadap permukaan dari sel dan masuk ke sel tersebut dengan
endocytosis. Secara parsial lilitan ganda DNA virus kemudian membuat secara penuh
lilitan ganda serta mentransformasikan ke dalam covalently menutup DNA melingkar
(cccDNA) yang bertindak sebagai satu cetakan (template) untuk penyalinan empat
mRNA virus. MRNA paling besar, (adalah lebih panjang dari genom virus), digunakan
untuk membuat copy baru dari genom dan untuk membuat inti capsid protein serta DNA
virus polymerase. Empat catatan virus Ini mengalami pemrosesan tambahan dan
meneruskan untuk membentuk keturunan virions yang bebas dari sel atau kembali ke
nukleus serta re-cycled untuk menghasilkan lebih lagi mengcopy. MRNA lama
kemudian mengangkut kembali ke cytoplasm dimana virion P protein mensintesa DNA
melalui nya kebalikan aktivitas transcriptase. 2
D. CARA TRANSMISI
Transmisi VHB terutama melalui darah atau cairan tubuh (jalur parenteral) yang
terdiri dari transmisi vertical (perinatal) dan horizontal. Transmisi perinatal terjadi dari
ibu ke bayi, sedang transmisi horizontal umumnya karena kontak erat antar keluarga /
individu. Transmisi perinatal dari ibu yang terinfeksi virus hepatitis B (VHB) ke bayi
adalah salah stu cara transmisi yang paling serius karena bayi lahir akan memiliki risiko
tertinggi untuk menjadi hepatitis kronis dan dapat berlanjut menjadi sirosis atau
karsinoma hepatoselular. Transmisi vertical ini dapat terjadi intrauterine (pranatal), saat
lahir (intranatal), dan setelah lahir (pascanatal). Transmisi intrauterine sangat jarang,
hanya terjadi pada <2% dari seluruh kejadian transmisi perinatal. Besarnya risiko
transmisi vertical ini sangat ditentukan oleh status serologi ibu. Bila HBsAg dan HBeAg
ibu positif, risiko transmisi vertical sangat tinggi yaitu sebanyak 70-90%, sementara bila
hanya HBsAg yang positif, risiko transmisi vertical tersebut lebih rendah yaitu 10-67%.
Bila anti HBe ibu positif, berpotensi untuk menimbulkan hepatitis fulminan pada bayi,
walaupun jarang terjadi. 1,2,4,
E. PATOGENESIS
Hepatitis B, tidak seperti hepatitis virus lain, merupakan virus nonsitopatis yang
mungkin menyebabkan cedera dengan mekanisme yang diperantarai imun. Langkah
pertama dalam hepatitis akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV, menyebabkan
munculnya antigen virus pada permukaan sel. Yang paling penting dari antigen virus ini
mungkin adalah antigen nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg, pecahan produk HBcAg.
Antigen-antigen ini, bersama dengan protein histokompatibilitas (MHC) mayor kelas I,
membuat sel suatu sasaran untuk melisis sel T sitotoksis. 1,4,5
Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti dengan baik. Untuk
memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein core atau protein MHC kelas I tidak
dapat dikenali, limfosit sitotoksik tidak dapat diaktifkan, atau beberapa mekanisme lain
yang belum diketahui dapat mengganggu penghancuran hepatosit. Agar infeksi dari sel
ke sel berlanjut, beberapa hepatosit yang sedang mengandung virus harus bertahan
hidup.1,4,5
Mekanisme yang diperantarai imun juga dilibatkan pada keadaan-keadaan
ekstrahepatis yang dapat dihubungkan dengan infeksi HBV. Kompleks imun yang
sedang bersirkulasi yang mengandung HBsAg dapat terjadi pada penderita yang
mengalami poliartritis, glomerulonefritis, polimialgia reumatika, krioglobulinemia, dan
sindrom Guillan Barre yang terkait.1,2
Mutasi HBV lebih sering terkait untuk virus DNA biasa, dan sederetan strain mutan
telah dikenali. Yang paling penting adalah mutan yang menyebebkan kegagalan
mengekspresikan HBAg dan telah dihubungkan dengan perkembangan hepatitis berat
dan mungkin eksaserbasi infeksi HBV kronis yang lebih berat. 1,2
Selama infeksi HBV akut berbagai mekanisme system imun diaktivasi untuk
mencapai pembersihan virus dari tubuh. Bersamaan dengan itu terjadi peningkatan serum
transaminase, dan terbentuk antibody spesifik terhadap protein HBV, yang terpenting
adalah anti-HBs.1
Untuk dapat membersihkan HBV dari tubuh seseorang dibutuhkan respons imun non-
spesifik dan respons imun spesifik yang bekerja dengan baik. Segera setelah infeksi virus
terjadi mekanisme efektor system imun non-spesifik diaktifkan, antara lain interferon.
Interferon ini men ingkatkan ekspresi HLA kelas I pada permukaan sel hepatosit yang
terinfeksi VHB, sehingga nantinya memudahkan sel T sitotoksis mengenal sel hepatosit
yang terinfeksi dan melisiskannya. Selanjutnya antigen presenting cell (APC) seperti sel
makrofag atau sel Kupffer akan memfagositosis dan mengolah VHB. Sel APC ini
kemudian akan mempresentasikan antigen VHB dengan bantuan HLA kelas II pada sel
CD4 (sel T helper / Th) sehingga terjadi ikatan dan membentuk suatu kompleks.
Kompleks ini kemudian akan mengeluarkan produk sitokin. Sel CD4 ini mulanya adalah
berupa Th0, dan akan berdiferensiasi menjadi Th1 atau Th2. Diferensiasi ini tergantung
pada adanya sitokin yang mempengaruhinya. 1
Pada tipe diferensiasi Th0 menjadi Th1 akan diproduksi sitokin IL-2 dan IFN γ,
sitokin ini akan mengaktifkan sel T sitotoksis untuk mengenali sel hepatosit yang
terinfeksi VHB dan melisiskan sel tersebut yang berarti juga melisiskan virus. Pada
hepatitis B kronis sayangnya hal ini tidak terjadi. Diferensiasi ternyata lebih dominan ke
arah Th2, sehingga respons imun yang dihasilkan tidak efektif untuk eliminasi virus
intrasel.1
Selain itu, IL-12 yang dihasilkan kompleks Th dan sel APC akan mengaktifkan sel
NK (natural killer). Sel ini merupakan sel primitive yang secara non-spesifik akan
melisiskan sel yang terinfeksi. Induksi dan aktivasi sitotoksis dan proliferasi sel NK ini
bergantung pada interferon. Walaupun peran sel NK yang jelas belum diketahui,
tampaknya sel ini berperan penting untuk terjadi resolusi infeksi virus akut. Pada
hepatitis B kronis siketahui terdapat gangguan fungsi sel NK ini.1
Perjalanan klinis HBV umumnya dibagi menjadi 4 stadium :
1. Stadium I
Bersifat imun toleran. Pada neonatus, stadium ini dapat berlangsung hanya 2-4
minggu saja. Pada periode ini, replikasi virus dapat terus berlangsung walaupun serum
ALT hanya sedikit atau bahkan tidak meningkat sama sekali serta tidak menimbulkan
gejala klinis.
2. Stadium II
Mulai muncul respons imun dan berkembang. Hal ini akan mengakibatkan stimulasi
sitokin dan menyebabkan sitolisis hepatosit secara langsung dan terjadi proses
inflamasi. Pada stadium ini HBeAg tetap diproduksi, tetapi serum DNA-VHB
menurun jumlahnya karena sel yang terinfeksi juga menurun. Pada hepatitis B akut,
stadium ini merupakan periode simtomatik dan umumnya berlangsung selama 3-4
minggu. Pada pasien dengan hepatitis kronis stadium ini dapat berlangsung selama 10
tahun atau lebih, yang kemudian akan melanjut sitosis dan komplikasinya.
3. Stadium III
Dimulai ketika pejamu mampu mempertahankan respons imunnya dan mampu
mengeliminasi sel hepatosit yang terinfeksi sehingga sel yang terinfeksi menurun
jumlahnya dan replikasi virus aktif berakhir. Pada stadium ini tidak terdapat lagi
HBeAg dan kemudian muncul antibody terhadap HBeAg. Penurunan jumlah DNA
virus yang bermakna ditemukan walaupun DNA-VHB pasien tetap positif.
4. Stadium IV
HBsAg menghilang dan timbul antibody terhadap HBsAg (anti-HBs). 1
Petanda Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV
HbsAg + + + _
Anti-HBs _ _ _ +
DNA-VHB + kuat + _ _
Anti HBc + + + +
HbeAg + + _ _
Anti Hbe _ _ + +
AST & ALT N meningkat N N
Faktor yang dapat berperan dalam evolusi ke 4 stadium di atas adalah :1
1. Predisposisi genetic (Ras Asia)
2. Adanya virus lain (virus hepatitis D, virus hepatitis C)
3. Pengobatan menggunakan imunosupresif
4. Jenis kelamin (lelaki lebih buruk disbanding perempuan)
5. Timbul HBV mutan
Seorang bayi dengan infeksi perinatal oleh HBV mempunyai predisposisi untuk
mengalami infeksi HBV kronis, karena :1
1. Pada neonatus system imunnya belum sempurna
2. Diduga HBeAg ibu akan melewati barier plasenta dan HBeAg ini menyebabkan sel
T helper tidak responsive terhadap HBcAg
3. HBeAg pada neonatus yang lahir dari ibu pengidap dengan HBeAg positif
4. Adanya IgG anti HBc ibu yang secara pasif masuk dalam sirkulasi bayi akan
menutupi ekspresi HBcAg di permukaasn hepatosit bayi, sehingga akan
mengganggu pengenalan dan penghancuran hepatosit oleh sel T sitotoksik.
F. GEJALA KLINIS
Hepatitis B biasanya asimtomatik atau dengan gejala yang ringan saja. Walaupun
demikian infeksi HBV yang terjadi pada masa anak-anak mempunyai risiko untuk menjadi
kronis. Kronisitas terutama terjadi pada anak yang mendapat infeksi perinatal. Meskipun
asimtomatik, sebetulnya tingkat replikasi DNA-VHB tinggi. Tetapi hal ini tidak berarti
infeksi hepatitis B kronis selalu ringan pada anak-anak karena dapat langsung terjadi KHS.
1,2,
Pada pemeriksaan fisik, hepatomegali merupakan satu-satunya kelainan yang
ditemukan. 1
Infeksi hepatitis B kronis pada anak yang melanjut sampai dewasa berhubungan
dengan tingginya angka kejadian sirosis dan KHS. Karsinoma hepatoseluler akibat
hepatitis B walaupun jarang ditemukan telah diketahui dapat terjadi pada anak pengidap
hepatitis B kronis. Risiko pengidap VHB untuk berkembang menjadi KHS 230 x lebih
besar dibandingkan populasi umum. Frekuensi tertinggi terjadinya KHS ditemukan
pengidap hepatitis B berjenis kelamin lelaki dengan sirosis. Hubungan KHS dengan VHB
pada anak telah dilaporkan. Walaupun hampir semua kasus KHS yang dilaporkan terjadi
pada anak didahului terjadinya sirosis, tetapi adanya kasus yang tanpa sirosis mengarah
pada kesimpulan bahwa integrasi genom VHB mungkin bersifat onkogenik.3,4,5
Walaupun umumnya infeksi hepatitis B bersifat asimtomatik, tetapi pada sebagian
kecil kasus (kurang dari 1%) dapat terjadi hepatitis fulminan. Bila sudah hepatitis
fulminan, umumnya bersifat fatal. Hepatitis fulminan pada bayi berhubungan erat dengan
ibu pengidap dengan HBeAg negative dan anti-HBe positif. Selain itu terdapat hubungan
adanya mutan pre-core dengan gejala infeksi hepatitiS B yang berat, termasuk hepatitis
fulminan.1,2
Gambar 5. Keadaan hati pada hepatitis yang menjadi kronis
Diperkirakan akibat ketidakhadiran HBeAg di dalam serum menyebabkan virus tidak
mampu membuat respons imun untuk toleran terhadap VHB. Mutasi pada daerah pre-core
merupakan cara virus untuk melepaskan diri terhadap tekanan respons imun. Adanya
antibody terhadap HBeAg (anti-HBe) mendahului timbulnya stop codon pre-core,
sehingga tidak mengherankan bahwa sekuens pre-core tipe wild dapat ditemukan bila
terdapat anti-HBe.1,2
Gejala berkembang dan muncul antara 30-180 hari setelah terpapar virus. Awalnya
gejala seperti flu biasa. Gejala-gejala yang muncul antara lain :
a. Kehilangan nafsu makan
b. Cepat lelah
c. Mual dan muntah
d. Gatal seluruh tubuh
e. Nyeri abdomen kanan atas
f. Kuning, kulit dan atau sklera
g. Warna urin seperti teh atau cola
h. Warna feses lebih pucat
Hepatitis fulminan adalah perkembangan yang lebih berat dari bentuk akut. Gejalanya:
a. Ketidakseimbangan mental seperti : bingung, lethargy, halusinasi (hepatic
encephalopati)
b. Kolaps mendadak disertai keadaan sangat lemah
c. Jaundice
d. Pembengkakan abdomen
Gagal hati, gejalanya :
a. Asites
b. Jaundice yang persisten
c. Kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan
d. Muntah disertai darah
e. Perdarahan pada hidung, mulut, anus, atau keluar bersama feses
G. DIAGNOSIS
Skrining untuk hepatitis B rutin memerlukan assay sekurang-kurangnya 2 pertanda
serologis. HBsAg adalah pertanda serologis pertama infeksi yang muncul dan terdapat
pada hampir semua orang yang terinfeksi; kenaikannya sangat bertepatan dengan
mulainya gejala. HBeAg sering muncul selama fase akut dan menunjukkan status yang
sangat infeksius. Karena kadar HBsAg turun sebelum akhir gejala, antibody IgM terhadap
antigen core hepatitis B (IgM anti HBcAg) juga diperlukan karena ia naik awal pasca
infeksi dan menetap selama beberapa bulan sebelum diganti dengan IgG anti-HBcAg,
yang menetap selama beberapa tahun. IgM anti-HBcAg biasanya tidak ada pada infeksi
HBV perinatal. Anti-HBcAg adalah satu pertanda serologis infeksi HBV akut yang paling
berharga karena ia muncul hampir seawal HBsAg dan terus kemudian dalam perjalanan
penyakit bila HBsAg telah menghilang. Hanya anti-HBsAg yang ada pada orang-orang
yang diimunisasi dengan vaksin hepatitis B, sedang anti-HBsAg dan anti-HBcAg
terdeteksi pada orang dengan infeksi yang sembuh.1,2,3,4
H. PENATALAKSANAAN
Tatalaksana hepatits B akut tidak membutuhkan terapi antiviral dan prinsipnya adalah
suportif. Pasien dianjurkan beristirahat cukup pada periode simptomatis. Hepatitis B
immunoglobulin (HBIg) dan kortikosteroid tidak efektif. Lamivudin 100 mg/hari
dilaporkan dapat digunakan pada hepatitis fulminan akibat eksaserbasi akut HVB. 1,2,3,4,5
Pada HBV kronis, tujuan terapi adalah untuk mengeradikasi infeksi dengan menjadi
normalnya nilai aminotransferase, menghilangnya replikasi virus dengan terjadinya
serokonversi HBeAg menjadi antiHBe dan tidak terdeteksinya HBV-DNA lagi. Bila
respons terapi komplit, akan terjadi pula serokonversi HBsAg menjadi anti HBs, sehingga
sirosis serta karsinoma hepatoseluler dapat dicegah.
Berdasarkan rekomendasi APASL (Asia Pacific Association for Study of the Liver),
anak dengan HBV dipertimbangkan untuk mendapat terapi antiviral bila nilai ALT lebih
dari 2 kali batas atas normal selama lebih dari 6 bulan, terdapat replikasi aktif (HBeAg
dan/atau HBV-DNA positif). Sebaiknya biopsy hati dilakukan sebelum memulai
pengobatan untuk mengetahui derajat kerusakan hati. Interferon dan lamivudin telah
disetujui untuk digunakan pada terapi hepatitis B kronis. Bila hanya memakai interferon
(dosis 5-10 MU/m2, subkutan 3x/minggu) dianjurkan diberikan selama 4-6 bulan,
sedangkan bila hanya digunakan lamivudin tersendiri diberikan paling sedikit selama 1
tahun atau paling sedikit 6 bulan bila telah terjadi konversi HBeAg menjadi anti HBe. 1,2,3
Factor yang berpengaruh pada respon pengobatan adalah :
1. Faktor genetik
2. Adanya strain mutan
3. Transmisi vertikal
4. Lamanya infeksi singkat
5. Nilai transaminase basal
6. Level HBV-DNA rendah
7. Nilai alanin aminotransferase basal tinggi
8. Didapat pada dewasa
9. Imunokompeten
10. Tipe wild (HBeAg positif)
11. Penyakit hati kompensasi
I. DIAGNOSA BANDING
Diagnosis banding hepatitis B kronis adalah hepatitis C, defisiensi α1-antitrypsin,
tyrosinemia, cystic fibrosis, gangguan metabolism asam amino atau gangguan
metabolisme karbohidrat atau gangguan oksidasi asam lemak. Penyebab lain dari hepatitis
kronis pada anak termasuk penyakit Wilson’s, hepatitis autoimun, dan pengobatan yang
hepatotoksik. 1,4
J. KOMPLIKASI
Hepatitis fulminan akut terjadi lebih sering pada HBV daripada virus hepatitis lain,
dan risiko hepatitis fulminan lebih lanjut naik bila ada infeksi bersama atau superinfeksi
dengan HDV. Mortalitas hepatitis fulminan lebih besar dari 30%. Transplantasi hati adalah
satu-satunya intervensi efektif; perawatan pendukung yang ditujukan untuk
mempertahankan penderita sementara memberi waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi
sel hati adalah satu-satunya pilihan lain. 1,2,5
Infeksi VHB juga dapat menyebabkan hepatitis kronis, yang dapat menyebabkan
sirosis dan karsinoma hepatoseluler primer. Interferon alfa-2b tersedia untuk pengobatan
hepatitis kronis pada orang-orang berumur 18 tahun atau lebih dengan penyakit hati
kompensata dan replikasi HBV. Glomerulonefritis membranosa dengan pengendapan
komplemen dan HBeAg pada kapiler glomerulus merupakan komplikasi infeksi HBV
yang jarang. 1,2,5
III. KESIMPULAN
Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati dan
merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di seluruh dunia.
DAFTAR PUSTAKA
1. Dienstag, Jules L. Viral Hepatitis. Kasper, Braunwald, Fauci, et all. In Harrison’s :
Principles of Internal Medicine : 1822-37. McGraw-Hill, Medical Publishing
Division, 2005.
2. Isselbacher, Kurt. Hepatology. Thomas D Boyer MD, Teresa L Wright MD,
Michael P Manns MD A Textbook of Liver Disease. Fifth Edition. Saunders
Elsevier. Canada. 2006
3. Hanifah Oswari,Tinjauan Multi Aspek Hepatitis B pada Anak – Tinjauan
Komprehensif Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2000
4. Lina Herlina Soemara, Vaksinasi Hepatitis B – Tinjauan Komprehensif Hepatitis
Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2000
5. Julfina Bisanto. Hepatitis virus – Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak
dengan Gejala Kuning. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Jakarta.
2007
6. Steffen R (Oktober 2005). "Changing travel-related global epidemiology of
hepatitis A". Am. J. Med. 118 Suppl 10A: 46S–49S.
doi:10.1016/j.amjmed.2005.07.016. PMID 16271541.
http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0002-9343(05)00609-1. Diakses
tanggal 26 September 2015
7. Emedicine. http://www.emedicinehealth.com/hepatitis. Diakses tanggal 26
September 2015
8. Caruntu FA, Benea L (September 2006). "Acute hepatitis C virus infection:
Diagnosis, pathogenesis, treatment". Journal of Gastrointestinal and Liver
Diseases : JGLD 15 (3): 249–56. PMID 17013450.
http://www.jgld.ro/32006/32006_7.html. Diakses tanggal 26 September 2015.