hepatitis b

28
I. PENDAHULUAN Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati dan merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di seluruh dunia. Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar dari 2,5% di Banjarmasin sampai 25,61% di Kupang, sehingga termasuk negara endemisitas sedang sampai tinggi. Di negara-negara asia diperkirakan bahwa penyebaran perinatal dari ibu pengidap hepatitis merupakan jawaban atas prevalensi infeksi HBV yang tinggi. Hampir semua bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HbeAg positif akan terkena infeksi pada bulan kedua dan ketiga kehidupannya. Adanya HbeAg pada ibu sangat berperan penting untuk penularan. Walaupun ibu mengandung HbsAg positif namun HbeAg negatif, maka daya tularnya rendah. Prevalensi anti HCV pada donor darah di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan angka di antara 0.5-3,37%. Sedangkan prevalensi anti HCV pada hepatitis virus akut menunjukkan bahwa hepatitis C (15,5-46,4%) menempati urutan kedua setelah

Upload: herlinda-yudi-saputri

Post on 28-Jan-2016

214 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Presus

TRANSCRIPT

Page 1: Hepatitis B

I. PENDAHULUAN

Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati dan

merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di seluruh dunia.

Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar dari 2,5% di

Banjarmasin sampai 25,61% di Kupang, sehingga termasuk negara endemisitas sedang

sampai tinggi. Di negara-negara asia diperkirakan bahwa penyebaran perinatal dari ibu

pengidap hepatitis merupakan jawaban atas prevalensi infeksi HBV yang tinggi. Hampir

semua bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HbeAg positif akan terkena infeksi pada bulan

kedua dan ketiga kehidupannya. Adanya HbeAg pada ibu sangat berperan penting untuk

penularan. Walaupun ibu mengandung HbsAg positif namun HbeAg negatif, maka daya

tularnya rendah.

Prevalensi anti HCV pada donor darah di beberapa tempat di Indonesia menunjukkan

angka di antara 0.5-3,37%. Sedangkan prevalensi anti HCV pada hepatitis virus akut

menunjukkan bahwa hepatitis C (15,5-46,4%) menempati urutan kedua setelah hepatitis A

akut (39,8-68,3%) sedang urutan ketiga hepatitis B (6,4-25,9%).1

Page 2: Hepatitis B

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI

Penyakit infeksi akut pada yang menyebabkan peradangan hati yang disebabkan oleh

Virus Hepatitis B.1,2,3,4,5 Infeksi HBV mempunyai 2 fase akut dan kronis :1

1. Akut, infeksi muncul segera setelah terpapar virus itu.beberapa kasus berubah

menjadi hepatitis fulminan.

2. Kronik, bila infeksi menjadi lebih lama dari 6 bulan

B. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Hepatitis B merupakan penyakit endemis di seluruh dunia, tetapi distribusi carier

virus hepatitis B sangat bervariasi dari satu negara ke negara lainnya. Di area dengan

prevalensi tinggi seperti Asia Tenggara, Cina, dan Afrika, lebih dari setengah populasi

pernah terinfeksi oleh virus hepatitis B pada satu saat dalam kehidupan mereka, dan lebih

dari 8% populasi merupakan pengidap kronik virus ini. Keadaan ini merupakan akibat

infeksi VHB yang terjadi pada usia dini.1,2,4,5

Infeksi VHB yang terjadi pada masa bayi dan anak umumnya tidak

memberikan gejala klinis (asimtomatik), sehingga sering kali tidak diketahui. Dengan

demikian dapat dimengerti bila angka laporan mengenai jumlah pengidap jauh di bawah

angka yang sebenarnya.1,2,3,4,5

Pada bayi dan anak terdapat masalah hepatitis B yang serius karena risiko

untuk terjadinya infeksi hepatitis B kronis berbanding terbalik dengan usia saat terjadinya

infeksi. Data-data menunjukkan bahwa bayi yang terinfeksi VHB sebelum usia 1 tahun

mempunyai resiko kronisitas sampai 90%, sedangkan bila infeksi VHB terjadi pada usia

antara 2- 5 tahun risikonya menurun menjadi 50%, bahkan bila terjadi infeksi pada anak

berusia di atas 5 tahun hanya berisiko 5-10% untuk terjadinya kronisitas.1,2,5,

Page 3: Hepatitis B

Prevalens HBsAg di berbagai daerah di Indonesia berkisar antara 3-20%, dengan

frekuensi terbanyak antara 5-10%. Pada umumnya di luar Jawa angka ini lebih tinggi. Di

Jakarta prevalens HBsAg pada suatu populasi umum adalah 4,1%. Angka-angka ini sangat

tinggi sehingga diperlukan suatu cara untuk menurunkannya. Pengobatan untuk

menghilangkan virus hepatitis B sampai saat ini belum memuaskan dan hanya dapat

dipertimbangkan pada pasien dengan criteria yang sangat selektif serta menelan biaya

yang cukup tinggi. Cara lain yang dapat digunakan adalah dengan imunisasi hepatitis B

secara universal. Berdasarkan data di atas, menurut klasifikasi WHO, Indonesia tergolong

dalam Negara dengan prevalens infeksi VHB sedang sampai tinggi, sehingga strategi yang

dianjurkan adalah dengan pemberian vaksin pada bayi sedini mungkin.1,2,3.4

Tingginya angka prevalens hepatitis B di Indonesia terkait dengan terjadinya

infeksi HBV pada masa dini kehidupan. Sebagian besar pengidap VHB ini diduga

mendapatka infeksi HBV melalui transmisi vertical, sedangkan sebagian lainnya

mendapatkan melalui transmisi horizontal karena kontak erat pada usia dini. Tingginya

angka transmisi vertical dapat diperkirakan dari tingginya angka pengidap VHB pada ibu

hamil pada beberapa rumah sakit di Indonesia. Oleh sebab itu perlu dilakukan usaha untuk

memutuskan rantai penularan sedini mungkin, dengan cara vaksinasi bahkan bila

memungkinkan diberikan juga imunisasi pasif (HBIg).1,2,4,

1. Masa inkubasi 15-180 hari (rata-rata 60-90 hari)

2. Viremia berlangsung selama beberapa minggu sampai bulan setelah infeksi akut

3. Sebanyak 1-5% dewasa, 90% neonatus dan 50% bayi akan berkembang menjadi

hepatitis kronik dan viremia yang persisten

4. Infeksi persisten dihubungkan dengan hepatitis kronik, sirosis, dan kanker hati.

5. HBV ditemukan di darah, semen, sekret servikovaginal, saliva, cairan tubuh lain

6. Cara transmisi :

Page 4: Hepatitis B

a. Melalui darah : penerima produk darah, IVDU, pasien hemodialisis, pekerja

kesehatan, pekerja yang terpapar darah

b. Transmisi seksual

c. Penetrasi jaringan (perkutan) atau permukosa : tertusuk jarum, penggunaan ulang

alat medis yang terkontaminasi, penggunaan bersama pisau cukur, tato, akupuntur,

penggunaan sikat gigi bersama

d. Transmisi maternal neonatal

e. Tak ada bukti penyebaran fecal-oral

C. ETIOLOGI

Gambar 1. Virus Hepatitis B

Virus hepatitis B merupakan kelompok virus DNA dan tergolong dalam family

Hepadnaviridae. Nama family Hepadnaviridae ini disebut demikian karena virus bersifat

hepatotropis dan merupakan virus dengan genom DNA. Termasuk dalam family ini

adalah virus hepatitis woodchuck (sejenis marmot dari Amerika Utara) yang telah

diobservasi dapat menimbulkan karsinoma hati, virus hepatitis B pada bebek Peking, dan

bajing tanah (ground squirrel). Virus hepatitis B tidak bersifat sitopatik.1,2,5

Page 5: Hepatitis B

Gambar 2. Rantai DNA Virus Hepatitis B

Virus hepatitis B akan tetap bertahan pada proses desinfeksi dan sterilisasi alat

yang tidak memadai, selain itu VHB juga tahan terhadap pengeringan dan penyimpanan

selama 1 minggu atau lebih. Virus hepatitis B yang utuh berukuran 42 nm dan berbentuk

seperti bola, terdiri dari partikel genom (DNA) berlapis ganda dengan selubung bagian

luar dan nukleokapsid di bagian dalam. Nukleokapsid ini berukuran 27 nm dan

mengandung genom (DNA) VHB yang sebagian berantai ganda (partially double

stranded) dengan bentuk sirkular. Selama infeksi VHB, terdapat 2 macam partikel virus

yang terdapat dalam darah yaitu : virus utuh (virion) yang disebut juga partikel Dane dan

selubung virus yang kosong (HBsAg). Ukuran kapsul virus kosong berukuran 22 nm,

dapat berbentuk seperti bola atau filament. 1

Gambar 3. Genom Virus Hepatitis B

Genom VHB terdiri dari kurang lebih 3200 pasangan basa. Telah diketahui

adanya 4 open reading frame (ORF) virus hepatitis B yang letaknya berhimpitan.

Page 6: Hepatitis B

Keempat ORF itu adalah S untuk gen S (surface/ permukaan), C untuk gen C (core), X

untuk gen X, P untuk gen P (polymerase). Dua ORF lainnya (ORF5 dan ORF6) telah

dideskripsikan tetapi masih membutuhkan konfirmasi lebih lanjut.1

Gen S dan C mempunyai hulu yang disebut pre-S dan pre-C. daerah C dan

pre-C mengkode protein nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg. Daerah Pre-C terdiri dari 87

nukleotida yang mengkode untuk 29 asam amino , sedangkan gen C mengkode 212 asam

amino precursor untuk HBeAg. ORF S terdiri dari bagian pre-S2, pre-S2, dan S,

mengkode untuk protein HBsAg. Gen ini terdiri dari 226 asam amino. 1,2,3,4

Gen P merupakan ORF terpanjang dan mengkode DNA polymerase, gen ini

juga berfungsi sebagai reverse transcriptase. Gen X mengkode 2 protein yang bekerja

sebagai transaktivator transkripsional, berfungsi membantu replikasi virus. Gen ini

merupakan ORF terpendek. Gen ini mengkode untuk pembentukan protein X VHB

(HBxAg) yang terdiri dari 154 asam amino. Protein ini juga berperan pada pathogenesis

karsinoma hepatoselualar (KHS).1,2,3

Adanya DNA-VHB di dalam serum merupakan baku emas untuk menilai aktivitas

replikasi virus. DNA-VHB dapat dideteksi dengan metode hibridisasi atau dengan

metode yang lebih sensitive yaitu dengan polymerase-chain-reaction (PRC). DNA-VHB

kuantitatif sangat bermanfaat untuk memperkirakan respons penyakit terhadap terapi.1.8,9

Gambar 4. Perkembangbiakan Virus Hepatitis B di Hati

Page 7: Hepatitis B

Siklus hidup Hepatitis B virus adalah kompleks. Hepatitis B adalah satu dari beberapa

non-retroviral yang menggunakan transkripsi kebalikan sebagai sebuah bagian dari

proses replikasinya. Virus meningkatkan masukan ke sel dengan cara membuat suatu sel

peka rangsangan terhadap permukaan dari sel dan masuk ke sel tersebut dengan

endocytosis. Secara parsial lilitan ganda DNA virus kemudian membuat secara penuh

lilitan ganda serta mentransformasikan ke dalam covalently menutup DNA melingkar

(cccDNA) yang bertindak sebagai satu cetakan (template) untuk penyalinan empat

mRNA virus. MRNA paling besar, (adalah lebih panjang dari genom virus), digunakan

untuk membuat copy baru dari genom dan untuk membuat inti capsid protein serta DNA

virus polymerase. Empat catatan virus Ini mengalami pemrosesan tambahan dan

meneruskan untuk membentuk keturunan virions yang bebas dari sel atau kembali ke

nukleus serta re-cycled untuk menghasilkan lebih lagi mengcopy. MRNA lama

kemudian mengangkut kembali ke cytoplasm dimana virion P protein mensintesa DNA

melalui nya kebalikan aktivitas transcriptase. 2

D. CARA TRANSMISI

Transmisi VHB terutama melalui darah atau cairan tubuh (jalur parenteral) yang

terdiri dari transmisi vertical (perinatal) dan horizontal. Transmisi perinatal terjadi dari

ibu ke bayi, sedang transmisi horizontal umumnya karena kontak erat antar keluarga /

individu. Transmisi perinatal dari ibu yang terinfeksi virus hepatitis B (VHB) ke bayi

adalah salah stu cara transmisi yang paling serius karena bayi lahir akan memiliki risiko

tertinggi untuk menjadi hepatitis kronis dan dapat berlanjut menjadi sirosis atau

karsinoma hepatoselular. Transmisi vertical ini dapat terjadi intrauterine (pranatal), saat

lahir (intranatal), dan setelah lahir (pascanatal). Transmisi intrauterine sangat jarang,

hanya terjadi pada <2% dari seluruh kejadian transmisi perinatal. Besarnya risiko

transmisi vertical ini sangat ditentukan oleh status serologi ibu. Bila HBsAg dan HBeAg

Page 8: Hepatitis B

ibu positif, risiko transmisi vertical sangat tinggi yaitu sebanyak 70-90%, sementara bila

hanya HBsAg yang positif, risiko transmisi vertical tersebut lebih rendah yaitu 10-67%.

Bila anti HBe ibu positif, berpotensi untuk menimbulkan hepatitis fulminan pada bayi,

walaupun jarang terjadi. 1,2,4,

E. PATOGENESIS

Hepatitis B, tidak seperti hepatitis virus lain, merupakan virus nonsitopatis yang

mungkin menyebabkan cedera dengan mekanisme yang diperantarai imun. Langkah

pertama dalam hepatitis akut adalah infeksi hepatosit oleh HBV, menyebabkan

munculnya antigen virus pada permukaan sel. Yang paling penting dari antigen virus ini

mungkin adalah antigen nukleokapsid, HBcAg dan HBeAg, pecahan produk HBcAg.

Antigen-antigen ini, bersama dengan protein histokompatibilitas (MHC) mayor kelas I,

membuat sel suatu sasaran untuk melisis sel T sitotoksis. 1,4,5

Mekanisme perkembangan hepatitis kronis kurang dimengerti dengan baik. Untuk

memungkinkan hepatosit terus terinfeksi, protein core atau protein MHC kelas I tidak

dapat dikenali, limfosit sitotoksik tidak dapat diaktifkan, atau beberapa mekanisme lain

yang belum diketahui dapat mengganggu penghancuran hepatosit. Agar infeksi dari sel

ke sel berlanjut, beberapa hepatosit yang sedang mengandung virus harus bertahan

hidup.1,4,5

Mekanisme yang diperantarai imun juga dilibatkan pada keadaan-keadaan

ekstrahepatis yang dapat dihubungkan dengan infeksi HBV. Kompleks imun yang

sedang bersirkulasi yang mengandung HBsAg dapat terjadi pada penderita yang

mengalami poliartritis, glomerulonefritis, polimialgia reumatika, krioglobulinemia, dan

sindrom Guillan Barre yang terkait.1,2

Mutasi HBV lebih sering terkait untuk virus DNA biasa, dan sederetan strain mutan

telah dikenali. Yang paling penting adalah mutan yang menyebebkan kegagalan

Page 9: Hepatitis B

mengekspresikan HBAg dan telah dihubungkan dengan perkembangan hepatitis berat

dan mungkin eksaserbasi infeksi HBV kronis yang lebih berat. 1,2

Selama infeksi HBV akut berbagai mekanisme system imun diaktivasi untuk

mencapai pembersihan virus dari tubuh. Bersamaan dengan itu terjadi peningkatan serum

transaminase, dan terbentuk antibody spesifik terhadap protein HBV, yang terpenting

adalah anti-HBs.1

Untuk dapat membersihkan HBV dari tubuh seseorang dibutuhkan respons imun non-

spesifik dan respons imun spesifik yang bekerja dengan baik. Segera setelah infeksi virus

terjadi mekanisme efektor system imun non-spesifik diaktifkan, antara lain interferon.

Interferon ini men ingkatkan ekspresi HLA kelas I pada permukaan sel hepatosit yang

terinfeksi VHB, sehingga nantinya memudahkan sel T sitotoksis mengenal sel hepatosit

yang terinfeksi dan melisiskannya. Selanjutnya antigen presenting cell (APC) seperti sel

makrofag atau sel Kupffer akan memfagositosis dan mengolah VHB. Sel APC ini

kemudian akan mempresentasikan antigen VHB dengan bantuan HLA kelas II pada sel

CD4 (sel T helper / Th) sehingga terjadi ikatan dan membentuk suatu kompleks.

Kompleks ini kemudian akan mengeluarkan produk sitokin. Sel CD4 ini mulanya adalah

berupa Th0, dan akan berdiferensiasi menjadi Th1 atau Th2. Diferensiasi ini tergantung

pada adanya sitokin yang mempengaruhinya. 1

Pada tipe diferensiasi Th0 menjadi Th1 akan diproduksi sitokin IL-2 dan IFN γ,

sitokin ini akan mengaktifkan sel T sitotoksis untuk mengenali sel hepatosit yang

terinfeksi VHB dan melisiskan sel tersebut yang berarti juga melisiskan virus. Pada

hepatitis B kronis sayangnya hal ini tidak terjadi. Diferensiasi ternyata lebih dominan ke

arah Th2, sehingga respons imun yang dihasilkan tidak efektif untuk eliminasi virus

intrasel.1

Page 10: Hepatitis B

Selain itu, IL-12 yang dihasilkan kompleks Th dan sel APC akan mengaktifkan sel

NK (natural killer). Sel ini merupakan sel primitive yang secara non-spesifik akan

melisiskan sel yang terinfeksi. Induksi dan aktivasi sitotoksis dan proliferasi sel NK ini

bergantung pada interferon. Walaupun peran sel NK yang jelas belum diketahui,

tampaknya sel ini berperan penting untuk terjadi resolusi infeksi virus akut. Pada

hepatitis B kronis siketahui terdapat gangguan fungsi sel NK ini.1

Perjalanan klinis HBV umumnya dibagi menjadi 4 stadium :

1. Stadium I

Bersifat imun toleran. Pada neonatus, stadium ini dapat berlangsung hanya 2-4

minggu saja. Pada periode ini, replikasi virus dapat terus berlangsung walaupun serum

ALT hanya sedikit atau bahkan tidak meningkat sama sekali serta tidak menimbulkan

gejala klinis.

2. Stadium II

Mulai muncul respons imun dan berkembang. Hal ini akan mengakibatkan stimulasi

sitokin dan menyebabkan sitolisis hepatosit secara langsung dan terjadi proses

inflamasi. Pada stadium ini HBeAg tetap diproduksi, tetapi serum DNA-VHB

menurun jumlahnya karena sel yang terinfeksi juga menurun. Pada hepatitis B akut,

stadium ini merupakan periode simtomatik dan umumnya berlangsung selama 3-4

minggu. Pada pasien dengan hepatitis kronis stadium ini dapat berlangsung selama 10

tahun atau lebih, yang kemudian akan melanjut sitosis dan komplikasinya.

3. Stadium III

Dimulai ketika pejamu mampu mempertahankan respons imunnya dan mampu

mengeliminasi sel hepatosit yang terinfeksi sehingga sel yang terinfeksi menurun

jumlahnya dan replikasi virus aktif berakhir. Pada stadium ini tidak terdapat lagi

Page 11: Hepatitis B

HBeAg dan kemudian muncul antibody terhadap HBeAg. Penurunan jumlah DNA

virus yang bermakna ditemukan walaupun DNA-VHB pasien tetap positif.

4. Stadium IV

HBsAg menghilang dan timbul antibody terhadap HBsAg (anti-HBs). 1

Petanda Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV

HbsAg + + + _

Anti-HBs _ _ _ +

DNA-VHB + kuat + _ _

Anti HBc + + + +

HbeAg + + _ _

Anti Hbe _ _ + +

AST & ALT N meningkat N N

Faktor yang dapat berperan dalam evolusi ke 4 stadium di atas adalah :1

1. Predisposisi genetic (Ras Asia)

2. Adanya virus lain (virus hepatitis D, virus hepatitis C)

3. Pengobatan menggunakan imunosupresif

4. Jenis kelamin (lelaki lebih buruk disbanding perempuan)

5. Timbul HBV mutan

Seorang bayi dengan infeksi perinatal oleh HBV mempunyai predisposisi untuk

mengalami infeksi HBV kronis, karena :1

1. Pada neonatus system imunnya belum sempurna

2. Diduga HBeAg ibu akan melewati barier plasenta dan HBeAg ini menyebabkan sel

T helper tidak responsive terhadap HBcAg

Page 12: Hepatitis B

3. HBeAg pada neonatus yang lahir dari ibu pengidap dengan HBeAg positif

4. Adanya IgG anti HBc ibu yang secara pasif masuk dalam sirkulasi bayi akan

menutupi ekspresi HBcAg di permukaasn hepatosit bayi, sehingga akan

mengganggu pengenalan dan penghancuran hepatosit oleh sel T sitotoksik.

F. GEJALA KLINIS

Hepatitis B biasanya asimtomatik atau dengan gejala yang ringan saja. Walaupun

demikian infeksi HBV yang terjadi pada masa anak-anak mempunyai risiko untuk menjadi

kronis. Kronisitas terutama terjadi pada anak yang mendapat infeksi perinatal. Meskipun

asimtomatik, sebetulnya tingkat replikasi DNA-VHB tinggi. Tetapi hal ini tidak berarti

infeksi hepatitis B kronis selalu ringan pada anak-anak karena dapat langsung terjadi KHS.

1,2,

Pada pemeriksaan fisik, hepatomegali merupakan satu-satunya kelainan yang

ditemukan. 1

Infeksi hepatitis B kronis pada anak yang melanjut sampai dewasa berhubungan

dengan tingginya angka kejadian sirosis dan KHS. Karsinoma hepatoseluler akibat

hepatitis B walaupun jarang ditemukan telah diketahui dapat terjadi pada anak pengidap

hepatitis B kronis. Risiko pengidap VHB untuk berkembang menjadi KHS 230 x lebih

besar dibandingkan populasi umum. Frekuensi tertinggi terjadinya KHS ditemukan

pengidap hepatitis B berjenis kelamin lelaki dengan sirosis. Hubungan KHS dengan VHB

pada anak telah dilaporkan. Walaupun hampir semua kasus KHS yang dilaporkan terjadi

pada anak didahului terjadinya sirosis, tetapi adanya kasus yang tanpa sirosis mengarah

pada kesimpulan bahwa integrasi genom VHB mungkin bersifat onkogenik.3,4,5

Walaupun umumnya infeksi hepatitis B bersifat asimtomatik, tetapi pada sebagian

kecil kasus (kurang dari 1%) dapat terjadi hepatitis fulminan. Bila sudah hepatitis

fulminan, umumnya bersifat fatal. Hepatitis fulminan pada bayi berhubungan erat dengan

Page 13: Hepatitis B

ibu pengidap dengan HBeAg negative dan anti-HBe positif. Selain itu terdapat hubungan

adanya mutan pre-core dengan gejala infeksi hepatitiS B yang berat, termasuk hepatitis

fulminan.1,2

Gambar 5. Keadaan hati pada hepatitis yang menjadi kronis

Diperkirakan akibat ketidakhadiran HBeAg di dalam serum menyebabkan virus tidak

mampu membuat respons imun untuk toleran terhadap VHB. Mutasi pada daerah pre-core

merupakan cara virus untuk melepaskan diri terhadap tekanan respons imun. Adanya

antibody terhadap HBeAg (anti-HBe) mendahului timbulnya stop codon pre-core,

sehingga tidak mengherankan bahwa sekuens pre-core tipe wild dapat ditemukan bila

terdapat anti-HBe.1,2

Gejala berkembang dan muncul antara 30-180 hari setelah terpapar virus. Awalnya

gejala seperti flu biasa. Gejala-gejala yang muncul antara lain :

a. Kehilangan nafsu makan

b. Cepat lelah

c. Mual dan muntah

d. Gatal seluruh tubuh

e. Nyeri abdomen kanan atas

f. Kuning, kulit dan atau sklera

g. Warna urin seperti teh atau cola

Page 14: Hepatitis B

h. Warna feses lebih pucat

Hepatitis fulminan adalah perkembangan yang lebih berat dari bentuk akut. Gejalanya:

a. Ketidakseimbangan mental seperti : bingung, lethargy, halusinasi (hepatic

encephalopati)

b. Kolaps mendadak disertai keadaan sangat lemah

c. Jaundice

d. Pembengkakan abdomen

Gagal hati, gejalanya :

a. Asites

b. Jaundice yang persisten

c. Kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan

d. Muntah disertai darah

e. Perdarahan pada hidung, mulut, anus, atau keluar bersama feses

G. DIAGNOSIS

Skrining untuk hepatitis B rutin memerlukan assay sekurang-kurangnya 2 pertanda

serologis. HBsAg adalah pertanda serologis pertama infeksi yang muncul dan terdapat

pada hampir semua orang yang terinfeksi; kenaikannya sangat bertepatan dengan

mulainya gejala. HBeAg sering muncul selama fase akut dan menunjukkan status yang

sangat infeksius. Karena kadar HBsAg turun sebelum akhir gejala, antibody IgM terhadap

antigen core hepatitis B (IgM anti HBcAg) juga diperlukan karena ia naik awal pasca

infeksi dan menetap selama beberapa bulan sebelum diganti dengan IgG anti-HBcAg,

yang menetap selama beberapa tahun. IgM anti-HBcAg biasanya tidak ada pada infeksi

HBV perinatal. Anti-HBcAg adalah satu pertanda serologis infeksi HBV akut yang paling

berharga karena ia muncul hampir seawal HBsAg dan terus kemudian dalam perjalanan

penyakit bila HBsAg telah menghilang. Hanya anti-HBsAg yang ada pada orang-orang

Page 15: Hepatitis B

yang diimunisasi dengan vaksin hepatitis B, sedang anti-HBsAg dan anti-HBcAg

terdeteksi pada orang dengan infeksi yang sembuh.1,2,3,4

H. PENATALAKSANAAN

Tatalaksana hepatits B akut tidak membutuhkan terapi antiviral dan prinsipnya adalah

suportif. Pasien dianjurkan beristirahat cukup pada periode simptomatis. Hepatitis B

immunoglobulin (HBIg) dan kortikosteroid tidak efektif. Lamivudin 100 mg/hari

dilaporkan dapat digunakan pada hepatitis fulminan akibat eksaserbasi akut HVB. 1,2,3,4,5

Pada HBV kronis, tujuan terapi adalah untuk mengeradikasi infeksi dengan menjadi

normalnya nilai aminotransferase, menghilangnya replikasi virus dengan terjadinya

serokonversi HBeAg menjadi antiHBe dan tidak terdeteksinya HBV-DNA lagi. Bila

respons terapi komplit, akan terjadi pula serokonversi HBsAg menjadi anti HBs, sehingga

sirosis serta karsinoma hepatoseluler dapat dicegah.

Berdasarkan rekomendasi APASL (Asia Pacific Association for Study of the Liver),

anak dengan HBV dipertimbangkan untuk mendapat terapi antiviral bila nilai ALT lebih

dari 2 kali batas atas normal selama lebih dari 6 bulan, terdapat replikasi aktif (HBeAg

dan/atau HBV-DNA positif). Sebaiknya biopsy hati dilakukan sebelum memulai

pengobatan untuk mengetahui derajat kerusakan hati. Interferon dan lamivudin telah

disetujui untuk digunakan pada terapi hepatitis B kronis. Bila hanya memakai interferon

(dosis 5-10 MU/m2, subkutan 3x/minggu) dianjurkan diberikan selama 4-6 bulan,

sedangkan bila hanya digunakan lamivudin tersendiri diberikan paling sedikit selama 1

tahun atau paling sedikit 6 bulan bila telah terjadi konversi HBeAg menjadi anti HBe. 1,2,3

Factor yang berpengaruh pada respon pengobatan adalah :

1. Faktor genetik

2. Adanya strain mutan

3. Transmisi vertikal

Page 16: Hepatitis B

4. Lamanya infeksi singkat

5. Nilai transaminase basal

6. Level HBV-DNA rendah

7. Nilai alanin aminotransferase basal tinggi

8. Didapat pada dewasa

9. Imunokompeten

10. Tipe wild (HBeAg positif)

11. Penyakit hati kompensasi

I. DIAGNOSA BANDING

Diagnosis banding hepatitis B kronis adalah hepatitis C, defisiensi α1-antitrypsin,

tyrosinemia, cystic fibrosis, gangguan metabolism asam amino atau gangguan

metabolisme karbohidrat atau gangguan oksidasi asam lemak. Penyebab lain dari hepatitis

kronis pada anak termasuk penyakit Wilson’s, hepatitis autoimun, dan pengobatan yang

hepatotoksik. 1,4

J. KOMPLIKASI

Hepatitis fulminan akut terjadi lebih sering pada HBV daripada virus hepatitis lain,

dan risiko hepatitis fulminan lebih lanjut naik bila ada infeksi bersama atau superinfeksi

dengan HDV. Mortalitas hepatitis fulminan lebih besar dari 30%. Transplantasi hati adalah

satu-satunya intervensi efektif; perawatan pendukung yang ditujukan untuk

mempertahankan penderita sementara memberi waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi

sel hati adalah satu-satunya pilihan lain. 1,2,5

Infeksi VHB juga dapat menyebabkan hepatitis kronis, yang dapat menyebabkan

sirosis dan karsinoma hepatoseluler primer. Interferon alfa-2b tersedia untuk pengobatan

hepatitis kronis pada orang-orang berumur 18 tahun atau lebih dengan penyakit hati

Page 17: Hepatitis B

kompensata dan replikasi HBV. Glomerulonefritis membranosa dengan pengendapan

komplemen dan HBeAg pada kapiler glomerulus merupakan komplikasi infeksi HBV

yang jarang. 1,2,5

III. KESIMPULAN

Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan menyerang hati dan

merupakan urutan pertama dari berbagai penyakit hati di seluruh dunia.

Page 18: Hepatitis B

DAFTAR PUSTAKA

1. Dienstag, Jules L. Viral Hepatitis. Kasper, Braunwald, Fauci, et all. In Harrison’s :

Principles of Internal Medicine : 1822-37. McGraw-Hill, Medical Publishing

Division, 2005.

2. Isselbacher, Kurt. Hepatology. Thomas D Boyer MD, Teresa L Wright MD,

Michael P Manns MD A Textbook of Liver Disease. Fifth Edition. Saunders

Elsevier. Canada. 2006

3. Hanifah Oswari,Tinjauan Multi Aspek Hepatitis B pada Anak – Tinjauan

Komprehensif Hepatitis Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2000

4. Lina Herlina Soemara, Vaksinasi Hepatitis B – Tinjauan Komprehensif Hepatitis

Virus pada Anak. Balai penerbit FKUI, Jakarta, 2000

Page 19: Hepatitis B

5. Julfina Bisanto. Hepatitis virus – Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Anak

dengan Gejala Kuning. Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM. Jakarta.

2007

6. Steffen R (Oktober 2005). "Changing travel-related global epidemiology of

hepatitis A". Am. J. Med. 118 Suppl 10A: 46S–49S.

doi:10.1016/j.amjmed.2005.07.016. PMID 16271541.

http://linkinghub.elsevier.com/retrieve/pii/S0002-9343(05)00609-1. Diakses

tanggal 26 September 2015

7. Emedicine. http://www.emedicinehealth.com/hepatitis. Diakses tanggal 26

September 2015

8. Caruntu FA, Benea L (September 2006). "Acute hepatitis C virus infection:

Diagnosis, pathogenesis, treatment". Journal of Gastrointestinal and Liver

Diseases : JGLD 15 (3): 249–56. PMID 17013450.

http://www.jgld.ro/32006/32006_7.html. Diakses tanggal 26 September 2015.