hepatitis virus 1
DESCRIPTION
macam-macamTRANSCRIPT
HEPATITIS VIRUS
Untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Dalam
RS BHAKTI WIRA TAMTAMA
Disusun oleh :
Muhamad Fadlie Setyaji
NIM : 01.210.6224
Pembimbing:
dr. Nurul Aisyah, Sp.PD
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNISSULA SEMARANG
RS BHAKTI WIRA TAMTAMA
SEMARANG
2014
1. Definisi
Hepatitis adalah penyakit gastroenterologi yang ditandai dengan proses inflamasi pada
organ hati (Dientag,2001). Kondisi ini dapat terjadi dikarenakan oleh infeksi maupun bukan
infeksi. Yang termasuk menyebabkan infeksi adalah virus, bakteri, fungi, dan parasit.
Sedangkan yang bukan infeksi bisa dikarenakan oleh obat-obatan, keracunan, dan masalah
dari autoimmune (Buggs, 2005).
Sehingga hepatitis virus akut adalah reaksi peradangan atau inflamasi terhadap organ hati
yang disebabkan oleh virus hepatotropic yang spesifik kurang dari 6 bulan (Beers dan
Berkow, 2005). Terdapat 5 virus hepatotropic utama yang menyebabkan sebagian besar
kasus-kasus virus hepatitis, yaitu virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus
hepatitis C (HCV), Virus hepatitis D (HDV), dan virus hepatitis E (HEV). Selain 5 virus
utama hepatitis, dari hasil penelitian diketahui bahwa ada virus lain ( walaupun identifikasi
dan karakteristiknya masih belum sempurna ) yang bisa menyebabkan kasus hepatitis virus
akut walaupun dalam persentase yang kecil. Yaitu virus hepatitis G ( HGV, yang juga
dikenal sebagai GB-C virus ), TT virus (TTV), HFV dan baru-baru ini sebuah virus baru
diketemukan, yang dikenal dengan SEN-V (Friedman, 2002).
2 ETIOLOGI DAN KATERISTIK VIRUS
HEPATITIS A
Virus hepatitis A (HAV) adalah singel-stranded RNA picornavirus yang tidak berkapsul,
berdiameter 27-nm, tahan panas, tahan asam, dan tahan eter. Aktivitas virus dapat
dihilangkan dengan mendidihkannya selama 1 menit, atau diberi formalsehid dan klor, atau
melalui radiasi sinar ultraviolet. Dimana pada mulanya diklasifikasikan sebagai enterovirus
tipe 72 (Beers dan Berkow, 2005). Masa inkubasi HAV 2-9 minggu, dengan rata – rata 28
hari (Buggs, 2005).
HEPATITIS B
Virus hepatitis B (HBV) merupakan virus DNA bercangkang ganda yang
memilliki ukuran 42nm, virus ini memiliki lapisan permukaan dan bagian inti. Dapat
bertahan dalam 15 tahun pada suhu -20˚c, 24 bulan pada -80˚c, 6 bulan pada suhu ruangan
dan 7 hari pada suhu 44˚c. Dikenal sebagai anggota famili virus hewan, hepadnavirus
(hepatotropic DNA virus), dan diklasifikasikan sebagai hepadnavirus tipe I (Dientag, 2001).
Terdapat 4 gen yang tumpang tindih yaitu :
Gen S yang merupakan gen permukaan (Pre-S1, pre-S2 dan S protein)
Gen C yang merupakan gen inti (mengkodekan nukleokapsid inti dan e antigen)
Gen X yang merupakan x protein
Gen P yang merupakan gen polimerase (RNA-dependent, DNA dependent, DNA-
polimerase, RNase H activities)
Masa inkubasi HBV 30-180 hari, dengan rata-rata sekitar 75 hari (Buggs, 2005).
HEPATITIS C ( Dahulu disebut hepatitis non-A,non-B )
HCV tampaknya merupakan virus RNA kecil terbungkus lemak, diameternya 30-
60 nm. Genom HCV tidak memiliki persamaan dengan HBV, retrovirus, atau virus hepatitis
lain, dan karena tidak bereplikasi melalui DNA dari struktus gennya memberi kesan bahwa
HCV adalah famili jauh dari flavivirus, pestivirus hewan, dan potivirus tanaman. Seperti
flavavirus dan pestvirus lainnya, HCV mungkin termasuk dalam famili flaviviridae namun
akan terdiri dari genus baru (Wilson dan Lester, 1995). Masa inkubasi HCV 15-150 hari,
dengan timbulnya gejala 5-12 hari setelah terpajan (Buggs, 2005).
HEPATITIS D (delta)
Agen hepatitis delta, atau virus hepatitis D (HDV), merupakan virus RNA defektif
yang infeksinya bersamaan atau memerlukan bantuan fungsi HBV (atau virus hepadna lain)
untuk replikasi dan ekspresinya. Sedikit lebih kecil dari HBV, delta merupakan virus yang
berdiameter 35 nm sampai 37nm. Menyerupai viroid dan virus satelit tumbuhan.
Nukleolapsidnya mengekspresikan antigen delta, yang tidak mengandung persamaan
antigenik terhadap setiap antigen HBV dan mengandung genom virus. Masa inkubasi HDV
21-45 hari (Buggs, 2005).
HEPATITIS E
Virus hepatitis E adalah virus seperti HAV yang tidak bermantel, berukuran 32-34
nm dengan genom RNA untai tunggal. Akan tetapi, tidak terdapat persamaan genomik atau
antigenik antara HEV dengan HAV atau dengan pikonavirus, dan HEV, meskipun menyerupai
kalsivirus, tampak cukup berbeda dari setiap agen yang dikenal, sehingga HEV
diklasifikasikan dalam kelompok alfavirus.5,6 Masa inkubasi HEV 2-9 minggu dengan rata-
rata sekitar 45 hari (Buggs, 2005).
2.3 PATOLOGI DAN PATOGENESIS
Perubahan morfologi pada hati seringkali serupa untuk berbagai virus yang berlainan.
Pada kasus yang klasik, ukuran dan warna hati tampak normal, tetapi kadang-kadang sedikit
edema, membesar dan berwarna seperti empedu. Secara histologik, terjadi susunan
hepatoselular menjadi kacau, cedera dan nekrosis sel hati, dan peradangan perifer. Perubahan
ini reversibel sempurna, bila fase akut penyakit mereda. Pada beberapa kasus, nekrosis
submasif atau masif dapat mengakibatkan gagal hati yang berat dan kamatian (Wilson dan
Lester, 1995).
Dalam keadaan biasa, tidak ada dari virus hepatitis yang diketahui secara langsung
sitopatik terhadap hepatosit. Bukti memberikan kesan bahwa manifestasi klinis dan akibat
yang menyertai cedera hati akut karena hepatitis virus ditentukan oleh respons imunologik
pejamu (Dientag, 2001).
HAV melalui melaui transmisi fecal - oral, virus mensintesis protein dan memperbanyak
gen didalam hepatosit. Dan kemudian mengikuti aliran empedu dan dieksresi didalam feses.
Virus akan berada didalam feses selama dua minggu pada awal gejala. Virus berada didalam
darah hanya sementara (Buggs, 2005).
HBV menginfeksi melalui paranteral. Virus tersebut replikasi diri dalam hati terutama
protein permukaan virus dimana dibentuk dengan berlebihan dan disebarkan dalam jumlah
besar kedalam darah. Virus berada didalam darah dalam waktu yang lama dan darah dari
individu yang terinfeksi sangat infeksius (Hardie, 1999).
Natural target dari HCV adalah hepatosit dan kemungkinan limfosit B. Kehidupan virus
adalah gabungan antara perkembangan dan pertahanan dari respons spesifik virus yang kuat
oleh sitotoksik limfosit T dan sel T helper. Dari suatu penelitian terbaru pada pasien dengan
hepatitis C kronik., ditemukan kurang lebih 50% dari hepatosit mungkin terinfeksi oleh virus
hepatitis C .2
Infeksi HDV adalah proses inflamasi akut dan kronik yang berhubungan dengan hati.
Diketahui ada 3 genotif yang dapat mengambarkannya. Genotife I mempunyai penyebaran
keseluruh dunia. Genotif II telah ditemukan di Taiwan. Japan, dan Asia tenggara. Genotif III
ditemukan di amerika selatan. HDV dapat mereplikasi sendiri didalam hepatosit, tetapi proses
itu memerlikan antigen permukaan hepatitis B (HbsAG) untuk pembiakan. Kematian sel
hepar terjadi dikarenakan efek langsung sitotoksik dari HDV atau melalui sebuah perantara
respon imun penjamu (Beers dan Berkow, 1999).
HEV seperti hepatitis A. Pertama virus mereplikasi diri pada saluran pencernaan, sebelum
masuk dan menyebar kedalam hati, dan kemudian virus menyebar terlebih dahulu ke dalam
feses pada awal gejala (Hardie, 1999).
2.4 KLASIFIKASI
Menurut timbulnya gejala, terdiri atas :
o Hepatitis inapparent (tidak ditemukan gejala)
Hanya diketahui bila dilakukan pemeriksaan faal hati (peningkatan serum transaminase)
dan biopsi menunjukan kelainan.
o Hepatitis anikterik
Keluhan sngat ringan dan samar-samar, umumnya anoreksia dan gangguan pencernaan.
Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan hiperbilirubinemia ringan, dan bilirubinuria.
Urin secara makroskopik berwarna sepaerti teh tua dan apabila dikocok akan
memperlihatkan busa berwarna kuning kehijauan.
o Hepatitis ikterik
Paling sering ditemukan dalam klinis. Biasanya perjalanan jinak dan akan sembuh dalam
waktu kira-kira 8 minggu
o Hepatitis fulminan
Prognosis jelek. Kematian biasanya terjadi dalam 7-10 hari sejak mulai sakit. Pada waktu
yang singkat terdapat gangguan neurologi, fetor hepatik, dan muntah-muntah yang
persisten. Terdapat demam dan ikterus yang menghebat dalam waktu singkat. Pada
pemeriksaaan didapatkan hati yang mengecil, purpura, dan perdarahan saluran cerna.
o Hepatitis persisten
Tidak terdapat kemajuan dari periode akut dan seluruh perjalanan penyakit. Penurunan
bilirubin dan transaminase terjadi perlahan-lahan. Pasien masih mengeluh lemah dan
cepat lelah, meskipun nafsu makan telah membaik. Pekerjaan fisik akan memperburuk
hasil pemeriksaan fungsi hati. Golongan ini akan sembuh sempurna dalam waktu antara
1-2 tahun
o Hepatitis subakut atau submassive hepatic necrosis
Perjalanan penyakitnya progresif. Pemeriksaan biokimiawi lebih menunjukan tanda-tanda
obstruksi dengan peninggian fosfat alkali dan kolesterol dalam serum. Sesudah masa
ikteus yang lama, biasanya pasien akan sembuh dalam waktu 12 bulan
o Hepatitis kolangitik
Ikterusnya hebat disertai pruritus, biasanya berlangsung lebih dari 4 minggu
o Sindroma pascahepatistitis,
Beberapa pasien, terdapat keluhan-keluhan subyektif menetap seperti anoreksia, lemah,
perasaan tidak enak di perut, atau gangguan pencernaan, atau berat badan yang tidak
naik. Pemeriksaan fungsi hati biasanya sudah kembali normal (Heathcote, 2003).
Menurut etiologinya, kebanyakan kasus hepatitis akut dikarenakan infeksi virus :
- Hepatitis A
- Hepatitis B
- Hepatitis C
- Hepatitis D
- Hepatitis E
- Hepatitis F(masih dalam penelitian)
- Hepatitis G (Friedman, 2002).
2.5 MANISFESTASI KLINIS
Manisfestasi klinik dari penularan infeksi hepatitis dari manusia ke manusia tergantung
dari penyebab infeksi. Ada beberapa pasien bisa tidak menunjukan gejala sama sekali atau
hanya menunjukan sedikit gejala. Yang lain bisa timbul dengan gejala awal langsung menuju
gagal hati fulminan. Manifestasi klasik dari penyakit hepatitis terdiri dari 4 fase (Buggs,
2005).
Fase 1 – Replikasi virus
Pasien tidak menunjukan gejala selama fase ini. Tetapi pada hasil laboratorium menunjukan
adanya serologi dan enzim yang menandakan hepatitis (Buggs, 2005).
Fase 2 – fase Prodromal/preikterik
Pada awalnya bisa terhambat atau berkembang secara perlahan – lahan sebelum
terbukti.
Table 2.5.1 gejala fase prodromal pada hepatitis (Rahardja, 1996)
Gejala Utama Gejala Tambahan
Mudah letih dan lelah Berat badan turun ringan
(2,5 sampai 5kg)
Lemas Ada bercak merah pada kulit
Nyeri otot dan sendi Diare atau konstipasi
Flu-like Serum-sickness
Hilang nafsu makan Tidak nafsu merokok dan
minum alkohol
Panas badan ringan Mengigil
Mual dan muntah
Fase 3 – fase Ikterik (Friedman, 2002).
Timbulnya fase ikterik setelah 5-10 hari tetapi bisa muncul bersamaan dengan
gejala awal. Penurunan berat badan masih terjadi. Pasien biasa mengeluh hitam pada urin
(urin seperti teh) diikuti feses yang berwarna kuning pucat. Disamping gejala
gastrointestinal yang dominan serta lemah, pasien menjadi ikterus dan timbul rasa sakit
pada abdomen bagian atas kanan disertai dengan hepatomegali.
Fase 4 – fase konvalesen (Rahardja, 1996)
Lamanya berkisar 2 sampai 12 minggu
Ikterik mulai berkurang
Panas badan berkurang
Nafsu makan bertambah
Gejala digestif mulai menghilang
Gatal-gatal dapat timbul sepintas
Badan terasa lebih bugar
Enzim hati kembali menjadi normal
Manifestasi klinis hepatitis virus akut
2.6 DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang ditemukan pada setiap pasien berbeda dari tipe hepatitis
dan juga waktu munculnya
Pasien sering ada demam ringan terutama hepatitis A
Pasien yang sering muntah dan tidak nafsu makan bisa menunjukan tanda-tanda
dehidrasi seperti takikardi, membran mukus yang kering, dan tugor kulit rendah.
Pasien pada fase ikterik, terdapat ikterus pada sklera atau membran mukus atau
hilangnnya warna dari membran timpani
Pada kulit kemungkinan ikterik dan bisa timbul makula, papula atau bercak-
bercak merah urtikaria
Pada hepatitis virus, hati menjadi lunak dan membesar dengan tepi keras, tajam
dan rata
Splenomegali dilaporkan 15% dari pasien
Nyeri tekan pada epigastrium dan hipokondrium kanan
Jika pasien mempunyai nodul atau masa pada palpasi hati, maka seharusnya
dicurigai adanya tumor atau abses (Friedman, 2002)
2. Pemeriksaan laboratorium
Amninotransferase serum AST dan ALT memperlihatkan peningkatan yang
bervariasi selama fase prodromal dari hepatitis virus akut dan mendahului peningkatan
kadar bilirubin. Akan tetapi, kadar akut dari enzim ini tidak berhubungan dengan derajat
kerusakan sel hati. Kadar puncak bervariasi dari 400 sampai 4000 IU atau lebih. Kadar
ini biasanya tercapai pada saat pasien itu secara klinis tampak ikterus dan hilang secara
progresif selama fase penyembuhan dari hepatitis akut. Diagnosis hepatitis anikterik sulit
dan memerlukan indeks kecurigaan yang tinggi. Keadaan ini didasarkan pada gambaran
klinis dan pada peningkatan aminotransferase, meskipun dapat ditemukan sedikit
peningkatan bilirubin terkonjugasi.
Ikterus biasanya tampak pada sklera atau kulit bila nilai bilirubin serum melebihi
43 μmol/L (2,5 mg/dL). Bila timbul ikterus, bilirubin serum secara khas meningkat
sekitar 85 sampai 340 μmol/L (5 sampai 20 mg/dL). Bilirubin serum dapat terus
meningkat meskipun kadar aminotransferase telah menurun. Pada hampir semua kasus,
peningkatan bilirubin total didapat dari bilirubin terkonjungasi dan tidak terkonjungasi.
Kadar bilirubin di atas 340μmol/L (20mg/dL) yang berkepanjangan dan lama menetap
dalam perjalanan hepatitis virus akut lebih mungkin menggambarkan penyakit yang
berat. Akan tetapi pesien tertentu dengan anemia hemolitik yang mendasarinya,
sepertinya defisiensi glukosa 6 fosfat dehidrogenase dan anemia sel sabit, seringkali
dijumpai kadar bilirubin yang lebih besar dari 513μmol/L (30mg/dL) dan tidak perlu
dikaitkan dengan suatu prognosis yang buruk.
Neutropenia dan limfopenia ringan dan disertai dengan limfositosis relatif.
Limfosit atipis (bervariasi antara 2 dan 20 persen) sering ditemukan selama fase akut.
Limfosit yang atipis ini sulit dibedakan dari limfosit atipis yang ditemukan pada
mononukleosis infeksiosus.
Pengukuran waktu protrombin (PT) adalah penting pada pasien yang menderita
hepatitis virus akut, perpajangan waktu protrombin dapat menyatakan gangguan sintesis
berat, nekrosis hepatoseluler ekstensif yang nyata dan menunjukan prognosis yang lebih
buruk. Kadang-kadang, perpanjangan waktu protrombin dapat terjadi peningkatan
bilirubin dan aminotransferase serum yang sangat rendah.
Mual dan muntah yang berkepanjangan, asupan karbohidrat yang tidak adekuat,
dan cadangan glikogen hati yang sedikit dapat berperan terjadinya hipoglikemia yang
kadang ditemukan pada pasien penderita hepatitis virus akut.
Fosfatase alkali serum mungkin normal atau hanya meningkat sedikit, sedangkan
ketika terjadi penurunan albumin serum hal ini tak lazim pada hepatitis virus akut tanpa
komplikasi.
Pada beberapa pasien, telah ditemukan adanya steatore ringan dan sementara,
demikian pula dengan terdapatnya sedikit hematuria mikroskopik dan proteinuria
minimal.
Peningkatan fraksi gama globulin yang ringan lazim selama hepatitis virus akut
(Dientag, 2001).
3. Pemeriksaan khusus
Hepatitis A.
Virus ini dapat dideteksi di dalam feses pada akhir masa inkubasi dan fase
preikterik. Sewaktu timbul ikterik, maka antibodi terhadap HAV (anti-HAV) telah dapat
diukur di dalam serum. Mula-mula, kadar antibodi IgM anti-HAV meningkat dengan
tajam, sehingga memudahkan diagnosis secara tepat adanya suatu infeksi HAV. Setelah
masa akut, antibodi IgG anti-HAV menjadi dominan dan bertahan untuk seterusnya,
keadaan ini menunjukan bahwa penderita pernah mengalami infeksi HAV di masa lampau
dan saat ini telah kebal. Keadaan pembawa tidak pernah ditemukan (Wilson dan
Lester,1995).
Karakteristik virus hepatitis A5
Hepatitis B akut.
Petanda serologi pertama yang dipakai untuk identifikasi HBV adalah antigen
permukaan (HbsAg, dahulu disebut ”antigen Australia” [HAA] ), yang positif kira-kira 2
minggu sebelum timbulnya gejala klinis, dan biasanya menghilang pada masa konvalesen
dini tetapi dapat pula bertahan selama 4 sampai 6 bulan. Pada sekitar 1% sampai 2%
penderita hepatitis kronik, HbsAg menetap selama lebih dari 6 bulan. Penderita-penderita
seperti ini disebut ”pembawa” HBV. Adanya HbsAg menandakan penderita dapat
menularkan HBV ke orang lain dan menginfeksi mereka.
Petanda yang muncul berikutnya biasanya merupakan antibodi terhadap antigen
”inti”, anti-HBc. Antigen ”inti” sendiri, HbcAg, tidak terdeteksi secara rutin didalam
serum penderita infeksi HBV, karena terletak di dalam kulit luar HbsAg. Antibodi anti-
HBc dapat terdeteksi segera setelah gambaran klinis hepatitis muncul dan menetap untuk
seterusnya, antibodi ini merupakan petanda kekebalan yang paling jelas didapat dari
infeksi HBV (bukan dari vaksinasi). Antibodi anti-HBc selanjutnya dapat dipilah lagi
menjadi fragment IgM dan IgG. Antibodi IgM anti – HBc terlihat dini selama terjadi
infeksi dan bertahan lebih lama dati 6 bulan. Antibodi ini merupakan petanda yang dapat
dipercaya untuk mendeteksi infeksi baru atau infeksi yang telah lewat. Adanya
predominansi antibodi IgG anti-HBc menunjukan kesembuhan dari HBV di masa lampau
(6 bulan) atau infeksi HBV kronik.
Antibodi yang muncul berikutnya adalah antibodi terhadap antigen permukaan, anti-
HBs. Antibodi anti-HBs timbul setelah infeksi membaik dan berguna untuk memberikan
kekebalan jangka panjang. Setelah vaksinasi (yang hanya memberikan kekebalan
terhadap antigen permukaan), kekebalan dinilai dengan mengukur kadar antibodi anti-
HBs. Cara terbaik untuk menentukan kekebalan yang dihasilkan oleh infeksi spontan
adalah dengan mengukur kadar antibodi anti-HBc.
Antigen ”e”, HbeAg, merupakan bagian HBV yang larut. Antigen ini timbul bersamaan
atau segera setelah HbsAg dan menghilang beberapa minggu sebelum HbsAg
menghilang. HbeAg selalu ditemukan pada semua infeksi akut, menunjukkan adanya
replikasi virus dan bahwa penderita dalam keadaan sangat menular. Jika menetap
mungkin menunjukkan infeksi replikatif yang kronik. Antibodi terhadap HbeAg (anti-
Hbe) muncul pada hampir semua infeksi HBV dan berkaitan dengan hilangnya virus-
virus yang beraplikasi dan berkurangnya daya tular (Wilson dan Lester,1995).
Pasien yang memenuhi kriteria hepatitis B kronik dengan HBV-DNA > 105 copies/ml
dan terjadi peningkatan kadar SGPT yang menetap atau berfluktuasi, diperiksa lebih
lanjut dengan biopsi hati (Akbar dan Lobo, 2004).
Akhirnya, pembawa HBV merupakan individu yang pemeriksaan HbsAg-nya positif
pada sekurang-kurangnya dua kali pemeriksaan yang berjarak 6 bulan, atau individu
dengan hasil tes terhadap HbsAg-nya positif tetapi IgM anti-HBc-nya negatif dari satu
spesimen tunggal (Center for Disease control,1990). Derajat kemampuan menular
berhubungan paling erat dengan hasil tes HbeAg positif (Wilson dan Lester,1995).
Karakteristik virus hepatitis B
Adanya anti-HBc (total) dengan HbsAg negatif dan anti-HBs negatif menandakan
4 hal, yaitu :
1. Hasil tes positif palsu
2. Pasien pada Window Period dari hepatitis akut, yaitu antara hilangnya HbsAg dan
timbulnya anti-HBs
3. Pasien yang telah sembuh dari HBV namun setelah bertahun-tahun kehilangan anti-
HBs
4. Pasien dengan replikasi HBV aktif dengan HbsAg-nya negatif. Kondisi di diagnosis
saat hasil HbeAg positif atau DNA HBV positif 9
Apabila anti-HBc total, HbsAg negative, anti-HBs negative, dianjurkan
pemeriksaan HBV dengan Polymerase Chain Reaction (PCR) (Buggs, 2005).
Pada saat hepatitis fulminan terjadi, respon imun hepatosit yang terinfeksi
meningkat sehingga seringkali tidak ditemukan bukti replikasi virus. Tes HbsAg dapat
negatif, sehingga perlu pemeriksaan anti-HBc(IgM) (Heathcote,2003).
Hepatitis C akut.
Setelah pajanan awal, RNA HCV dapat dideteksi dalam darah setelah 1-3 minggu.
Antibodi HCV ditemukan dengan pemeriksaan Enzyme Immunoassay (EIA) hanya pada
50-70% dari kasus ketika gejala dimulai, dan dapat meningkat menjadi 90% setelah 3
bulan. Tes penyaringan untuk HCV didasarkan dari enzyme-linked immunosorbent assays
(ELISA, EIA). HCV dapat didiagnosis dengan ditemukannya anti-HCV dalam serum tapi
tes antibodi jarang memberikan hasil positif sampai 3 bulan setelah infeksi akut.
Pencarian dari RNA HCV adalah yang tes terbaik untuk membuat diagnosis HCV akut,
terutama bila diikuti dengan timbulnya anti-HCV, dengan pengamatan serokonversi. Tes
Polymerase Chain Reaction (PCR) mendeteksi RNA HCV dalam serum 1-2 minggu
setelah infeksi. Percobaan antibodi ELISA mempunyai sentivitas 97%. Antibodi dapat
tidak terdeteksi sampai 8 minggu setelah infeksi dan infeksi akut HCV biasanya terjadi
subklinis. Antibodi ini tidak menimbulkan kekebalan. Percobaan khusus dibuat untuk
mengetahui dan menghitung total jumlah protein antigen inti HCV (HCVcoreAg) dalam
serum dan plasma, sebagai tanda adanya antibodi anti-HCV yang baru
terbentuk(Dientag,2001).
Penelitian menunjukan bahwa percobaan antigen inti HCV mendeteksi infeksi
HCV sekitar 1,5 bulan lebih awal dibandingkan dengan tes penyaringan antibodi HCV
dan rata-rata hanya 2 hari lebih lambat dibanding mendeteksi kwantitas dari RNA HCV
pada spesimen individu.
Tes darah yang digunakan untuk HCV :
a. Anti-HCV : PCR–RNA HCV, perhatikan bahwa anti–HCV tidak menujukan apakah
infeksi baru (akut), kronis, atau tidak ada lagi.
b. Tes kualitatif untuk mengetahui ada atau tidak virus (RNA HCV): PCR genetic dan
HCV amplicor.
c. Tes kuantitatif untuk mengetahui titer virus (RNA HCV) : pemantauan HCV amplicor,
RNA HCV kuantipleks (bDNA), TMA (paling sensitive) (Heathcote,2003).
Karakteristik virus hepatitis C
Hepatitis D akut.
Selama infeksi akut HDV, AgHDV, dan RNA HDV (PCR) muncul lebih awal dan
anti-HDV dari kelas IgM muncul kemudian. Dibutuhkan waktu 30-40 hari dari gejala
awal sebelum anti-HDV dapat dideteksi.
1. serologi dalam kasus infeksi yang bersamaan
Masa serologis dari infeksi HDV bervariasi bergantung apakah virus didapatkan
sebagai infeksi yang bersamaan dengan HBV atau sebagai superinfeksi dari seseorang
yang merupakan karier hepatitis B. Pada kebanyakan kasus individu yang terinfeksi
bersamaan HBV dan HDV, baik antibodi IgM terhadap HDV (anti-HDV) dan IgG anti-
HDV dapat terdeteksi selama masa infeksi. Tetapi pada 15% pasien terinfeksi HDV hanya
dibuktikan dengan adanya IgM anti-HDV saja pada awal penyakit akut atau IgG anti-
HDV pada masa konvelsen. Anti-HDV biasanya menurun sampai level yang hampir tidak
dapat dideteksi setelah infeksi selesai dan tidak ada tanda serologi menetap yang
menandakan bahwa pasien pernah terinfeksi dengan HDV. Hepatitis Delta Antigen /
HDAg dapat dideteksi dalam serum pada 25% pasien yang terinfeksi bersamaan HBV dan
HDV, dan menghilang bersamaaan dengan HbsAg tanpa menimbulkaninfeksi kronis pada
sebagian besar pasien. Pemeriksaan untuk IgG anti-HDV tidak lagi tersedia secara
komersil di Amerika Serikat dan Eropa sehingga tidak dimungkinkan untuk selalu
memastikan diagnosis. Sedangkan pemeriksaan untuk IgM anti-HDV, HDAg, dan RNA-
HDV melalui PCR hanya tersedia di laboratorium penelitian.
2. Serologi dalam kasus superinfeksi
Pada pasien dengan infeksi HBV yang superinfeksi dengan HDV, terhadap
karakteristik gambaran serologis yang biasa muncul, yaitu :
-. Titer HbsAg menurun pada saat HDAg ditemukan dalam serum
-. HDAg dan RNA HDV tetap terdeteksi dalam serum karena infeksi kronis HDV
biasanya muncuk pada kebanyakan pasien superinfeksi HDV, tidak seperti yang
ditemukan pada infeksi yang bersamaan
-. Titer yang tinggi baik IgM dan IgG anti-HDV, yang menetap sampai batas waktu
yang tidak tentu, replikasi HBV biasanya tertekan (Dientag, 2001).
Hepatitis E.
Studi pada manusia dan hewan percobaan telah memperlihatkan bahwa HEV
dikeluarkan kedalam feses selama inkubasi lambat dan respons imun terhadap
antigen virus timbul sangat dini selama perjalanan infeksi akut. Baik IgM anti-HEV
maupun IgG anti-HEV dapat dideteksi, namun keduanya segera turun kadarnya
setelah infeksi akut, mencapai kadar rendah dalam 9 sampai 12. Sekarang ini, tes
serologi untuk infeksi HEV masih dilaksanakan dalam laboratorium penyelidikaan,
tetapi availabilitasnya untuk tujuan klinis rutin telah diantisipasi (Dientag, 2001).
Pemeriksaan serologi untuk virus hepatitis
Penyakit Penemuan serologi
Hepatitis A Anti-HAV IgM
Hepatitis B
Akut HBsAg dan anti-HBc IgM
Kronik HBsAg dan HBeAg dan/atau HBV DNA
Hepatitis C Anti-HCV dan HCV RNA
Hepatitis D (delta) HBsAg dan anti-HDV
Hepatitis E Anti-HEV
2.7 PENATALAKSANAAN
A. Tindakan umum
Pasien harus disiplin dalam mencuci tangan, terutama setelah berkemih atau defekasi.
Kontak dengan sekresi orang lain harus dihindari. Tidak boleh berbagi makanan. Penderita
hepatitis A dapat mencuci piring dan peralatan dengan mesin pencuci piring panas.
Sedangkan penderita hepatitis B harus menggunakan cangkir, piring dan peralatan sekali
pakai. Setelah gejala klinis hilang, pasien hepatitis A dengan aman melanjutkan aktivitas
seksual, sedangkan pasien hepatitis B harus menghindari kontak seksual sampai antigenemia
hilang. Peralatan pribadi tidak boleh dipakai bersama, seperti sikat gigi dan pisau cukur
( partikel darah yang mikroskopik bisa ada dalam alat ini ). Pasien harus menghindari semua
hepatotoksin, terutama alkohol, selama 3 – 6 bulan. Pasien kembali dapat bekerja ditentukan
oleh stamina pasien dan kepekaan tempat kerjanya terhadap kemungkinan adanya ikterus dan
kepekaan infeksi ( artinya, pengolah makanan harus sembuh total terlebih dahulu, sementara
bagi pekerja kantor dapat kembali kerja dengan lebih cepat). Pasien yang dirawat di rumah
sakit harus mendapatkan tindakan pencegahan fekal dan darah/cairan tubuh dan harus
diisolasikan kalau mereka mengalami diare atau bila menunjukkan risiko penularan khusus.
Tidak boleh tukar menukar jarum suntik, terutama para pengguna obat intra vena. Bila
membuat tato, body piercers dan akupuntur gunakanlah jarum yang steril. Berhenti merokok
karena pada penelitian yang terbaru, berpendapat bahwa rokok berhubungan dengan banyak
infeksi berat (Stump, 2001).
B. Upaya khusus
Medikamentosa :
o Tidak ada obat antivirus yang terbukti bermanfaat untuk hepatitis akut (Stump,
2001). Sedangkan untuk pemberian antivirus terutama pada pasien HBV kronis,
dengan memiliki kriteria
1. HbeAg (+) dan kadar ≥ 2x batas atas nilai normal dengan atau tanpa
pemeriksaan HBV-DNA
2. kadar SGPT meningkat sedangkan HbeAG (-), anti-Hbe (+) dan HBV-DNA
(+). Dimana sebelumnya pasien dengan HbeAg positif dengan peningkatan
kadar SGPT > batas atas nilai normal diobservasi selama 3 bulan untuk
memberi kesempatan terjadinya serokonversi HbeAg ke anti-HBe secara
spontan sebelum diberikan terapi antivirus (Akbar dan Lobo, 2004).
Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan bilirubin darah.
Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestasis yang berkepanjangan, di mana transaminase
serum sudah kembali normal tetapi bilirubin masih tinggi. Pada keadaan ini dapat diberikan
prednison 3 x 10 mg selama 7 hari kemudian dilakukan tapering off (Stump, 2001).
o Berikan obat – obat yang bersifat melindungi hati
o Antibiotik tidak jelas kegunanya.
o Pengobatan bersifat simtomatis, dengan terapi yang tepat terhadap komplikasi, bila
keadaan ini muncul :
1. Mual dan muntah – muntah. Jika perlu sekali dapat diterapi dengan metoklopramid,
10-20 mg secara oral, intramuskular, atau intravena, biasanya sebelum makan.
Fenotiazin biasanya dihindari karena kemungkinan adanya efek kolestasis,
meskipun mungkin aman bila memberikan prometazin, 25 mg (secara oral,
intramuskular, intravena, atau sebagai supositoria) setiap 4 – 6 jam
2. Kehabisan volume karena muntah – muntah dikoreksi dengan kristaloid, dan larutan
dekstrosa 5-10% diindikasikan kalau terjadi hipoglikemia.
3. Kelemahan dan lesu diterapi dengan diet berimbang yang tinggi karbohidrat serta
istirahat di tempat tidur. Pasien harus mendapat multi vitamin dan tambahan tiamin.
4. Pruritus biasanya dapat diobati dengan antihistamin (difenhidramin, 50 mg secara
oral setiap 6-8jam). Pruritus yang hebat kadang – kadang membutuhkan
kolestiramin, 4g sekali atau dua kali sehari.
5. Koagulopati diterapi dengan vitamin K, 10mg secara subkutan, dengan dosis
ulangan bila diperlukan.
Gastritis stres. Antasidaa, sukralfat, atau antagonis H2 harus diberikan sebagai tindakan
pencegahan (Stump, 2001).
C. Pencegahan kepada keluarga
Hepatitis A.
Imunisasi pasif dengan immunoglobulin yang mengandung HAV tersedia sebagai
imunisasi setelah terpajan dengan dosis 0,02 ml/kg IM, untuk profilaksis selama 3 bulan
didaerah endemik 0,02 ml/kg IM, selama 4-6 bulan di daerah endemik 0,06ml/kg IM
(Dientag, 2001). Sedangkan imunisasi aktiv dengan virus yang telah dimatikan (vaksin)
diberikan sebelum terpajan memberikan perlindungan jangka panjang sampai 20 tahun.
Contoh vaksin dan pemberiannya (Buggs, 2005).
1. Havrix ®
-. Diberikan 1440 EL.U (enzyme-linked immunoassay) IM kemudian dilakukan
penyuntikan booster pada 6-12 bulan.
2. Vaqta®
-. Diberikan 50 EL.U IM, kemudian dilakukan penyuntikan booster pada 6 bulan
kemudian.
Hepatitis B
Imunisasi untuk hepatitis B terdiri dari 2 bentuk : imunisasi pasif (HBIG) dan
imunisasi aktif (vaksin)
Hepatitis B immune globulin (HBIG) kdibuat dari plasma yang mengandung anti-
HBs titer tinggi (>100000 IU/ml) sehingga dapat memberikan proteksi secara cepat
meskipun hanya untuk jangka waktu yang terbatas (3-6 bulan). Pada orang dewasa,
HBIG diberikan dalam waktu 48 jam pasca paparan HBV. Pada bayi dari ibu pengidap
HBV, HBIG sebaiknya diberikan bersamaan dengan vaksin HBV disisi tubuh berbeda
dalam waktu 12 jam setelah lahir. Kebijakan ini terbukti efektif (85-95%) dalam
mencegah infeksi HBV dan mencegah kronisitas, sedangkan dengan vaksin HBV saja
memiliki tingkat efektifitas 75%. Bila HbsAG ibu baru diketahui beberapa hari
kemudian, HBIG dapat diberikan bila usia bayi ≤ 7 hari. HBIG tidak dianjurkan untuk
diberikan sebagai upaya pencegahan pra paparan. HBIG hanya diberikan pada kondisi
pasca paparan (profilaksis pasca paparan) pada mereka yang terpapar HBV melalui
jarum/penyuntikan, tertelan atau terciprat darah ke mukosa atau ke mata, atau kontak
seksual dengan pasien HBV kronis. Namun demikian, efektifitasnya akan menurun bila
diberikan 3 hari setelah paparan. Umumnya, HBIG diberikan secara cepat, kombinasi ini
juga memberikan proteksi jangka panjang.
Vaksinasi (tersedia sejak awal 1980) menjadi cara terbaik untuk mencegah
hepatitis B. Vaksinasi universal sangat diperlukan terutama pada negara-negara dengan
prevalensi yang tinggi. Dua tipe vaksinasi Hepatitis B yang tersedia :
1. Vaksin rekombinan / yang dirancang secara genetik dibuat dengan mengunakan
HbsAg yang disintesis pada ragi (Saccharomyces cerevisiae) atau pada sel mamalia
ke dalam gen HbsAg. Keduanya mengandung bahan antigen permukaan Hb. Setiap
negara punya preparat yang berbeda
2. Human Plasma Derived Vaccines (PDV) dibuat dari HbsAg purifikasi dari plasma
seseorang dengan infeksi HBV kronik. Ada lebih dari 15 jenis PDV yang diakui di
dunia.
Profilaksis setelah kontak kebetulan terhadap hepatitis B pada orang dewasa
Orang yang terpapar
Sumber HBsAg Belum divaksinasi Telah divaksinasi
Diketahui Positif 1. HBIG, 0,06mL/kg
IM stat
Uji untuk HbsAb: jika
nonrespondena
2. Mulai vaksinasi
dalam 7 hari
1. HBIG, 0,06mL7kg
stat
2. Vaksinasib booster
Diketahui Tidak diketahui,
tetapi berisiko tinggi
1. mulai
vaksinasib
2. Periksa
sumber untuk
mencari
HbsAg ; jika
positif, HBIG
stat
Seperti di atas
Pemeriksaan HbsAg
pada sumber hanya
diperlukan jika
nonresponder
Diketahui Tak diketahui tetapi
berisiko rendah
Mulai vaksinasi b Tak perlu pencegahan
Tak
diketahui
Tak diketahui Mulai vaksinasib Tak perlu pencegahan
aJika orang yang terkena telah divaksinasi dan merupakan responder (titer HbsAb >10 unit), tak perlu dilakukan
apa-apa lagi. Kalau orang terkena adalah nonresponder ( ditunjukan oleh HbsAg < 10 unit rasio contoh dengan
radioimmunoassay atau hasil yang negatif dengan immunoassay enzim ), mulailah dengan (1) dan (2)
bVaksinasi dengan heptavax-B(20ųg) atau Recombivax HB (10 ųg)
Kontraindikasi13 :
1. reaksi alergi yang hebat terhadap dosis sebelumnya
2. reaksi alergi yang hebat terhadap ragi roti, maka diganti penggunannya dengan vaksin
VHB derivat plasma
3. demam lebih dari 38,5˚c
Hepatitis C
Imunoglobulin, 0,06 mL/kg secara intramuskular, dapat diberikan pada orang yang
berkontak lewat kulit dengan darah penderita hepatitis C atau hepatitis non-A non-B,
meskipun khasiat terapi ini masih belum pasti. 4
Hepatitis D
Sejak HDV dapat menginfeksi hanya bila ada HBV, penyebaran dari penyakit ini dapat
dikurangi dengan imunisasi pasien yang efektive terhadap HBV. Sayangnya, saat ini tidak
diketahui manfaat dari pencegahan HDV superinfeksi pada pasien dengan HBV kronik.
Hepatitis E
Belum ada vaksin untuk pencegahan dari HEV.
2.8 PROGNOSIS
o Hepatitis A
Prognosis sangat baik. Adanya kekebalan tubuh jangka panjang setelah infeksi.
Kekambuhan dan hepatitis kronik tidak selalu timbul. Ada 3 komplikasi yang sangat
jarang adalah hepatitis yang berulang, kolestatik hepatitis, dan gagal hepatik fulminan.
Rata – rata kematian untuk hepatitis A adalah 0,01%.
o Hepatitis B
Infeksi HBV dapat mengarah pada :
1. Penyembuhan setelah infeksi akut (pada > 95% pada orang dewasa < 40 tahun yang
sebelumnya sehat)13
2. Hepatitis fulminan (0,1%-1%)5,6
3. Hepatitis B kronik (1%-10% pada orang dewasa yang berisiko menjadi sirosis dan
kanker sel hepar)5,6
4. Masa karier inaktif (0,1%-30%)5,6
Arah infeksi HBV tergantung pada faktor imunologi dan karakteistik virus serta usia
pasien.
o Hepatitis C
Infeksi kronik terjadi pada 50-60 % pasien dengan HCV. Pasien dengan infeksi kronik
berisiko untuk hepatitis kronik yang aktif, sirosis, dan kanker sel hati. Masa karier inaktif
(1,5%-3,2%). Infeksi hepatitis C kronik merupakan indikasi terpenting untuk
transplantasi hati di Amerika serikat. Infeksi hepatitis C kronik bertanggung jawab
terhadap 10.000 kematian tiap tahun di Amerika Serikat (Buggs, 2005).
o Hepatitis D
Pasien dengan hepatitis B kronik dimana menginfeksi bersamaan dengan hepatitis D juga
cendrung kepada infeksi hepatitis D kronik. Terjadi penyembuhan infeksi akut bila
hepatitis B terjadi penyembuhan infeksi akut. Ko-infeksi kronik dengan hepatitis B dan
hepatitis D sering cendrung kepada subakut yang bertambah luas dengan cepat atau
menjadi hepatitis kronik dengan persentase 70-80% dari pasien ini dapat terjadi
berkembang menjadi sirosis. Hepatitis karier dapat terjadi (Buggs, 2005).
o Hepatitis E
Hepatitis E selalu ringan dan sembuh sendiri. Kasus yang fatal biasa pada wanita hamil
rata – rata sekitar 15 – 20 %. Hepatitis E tidak pernah menjadi penyakit yang kronik
maupun karier (Buggs, 2005).
DAFTAR PUSTAKA
1. Rahardja H. Hepatitis viral akut. Dalam : Noer MS, Waspadji S, Rachman AM, Lesmana
LA, Widodo D, Isbagio H, Alwi I, editor. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid 1, ed 3.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 1996.h.251-56
2. Beers MH, Berkow R. The merck manual of diagnosis and therapy, 17th ed. Portland :
Merck & co,inc, 1999. 377-83
3. Friedman LS. Liver , biliary tract and pankreas. Tiermey LM, McPhee SJ, Papadakis
MA. Current medical diagnosis and treatment, 41st ed. USA : The Mcgraw- Hill co
inc ;2002; 22:678-85
4. Stump D, Gross GWW : Penyakit gastrointestinal, hati, dan pankreas. Dalam: Stein JH,
editor. Panduan klinik ilmu penyakit dalam.ed 3. Jakarta :EGC ;2001:h 299-303
5. Dientag JL, Isselbacher KJ; Acute viral hepatitis. in : Braunwald E, Fauci AS, Kasper
DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL. Harrison´s Principles of internal medicine 15th
ed; USA: Mcgraw hill co inc; 2001.p.1677-69
6. Wilson LM, Lester LB. Hati, saluran empedu, dan pankreas. Dalam : Wijaya C, editor.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit jilid 1, edisi 4. Jakarta :
EGC ,1995.h.426-57
7. Buggs AM. Hepatitis.Emedicine instant access to minds of medicine. Emedicine.com,inc
(serial online) ;2005 october 14;1(1):(9 screens). Available from:
http://www.emedicine.com/emerg/topic3108.htm
8. Hardie D. virolaogy lectures to 3rd year medical studens :viral hepatitis. Cape town.
Departerment of medical microbiology (serial online), 1999. Available from :
http://www.web.uct.ac.za/depts/mmi/jmoodie/dihep.html
9. Heathcote J, Elewaut A, Fedail S, Gangl A, Hamid S, Shah M, et al. management of
acute viral hepatitis. World gastroenterology organisation, 2003;1:(10 screens). Available
from: http://omge.org/guidelines.htm
10. Akbar N, Lobo T, editor : Konsensus tatalaksana hepatitis B di Indonesia. Jakarta : Balai
pustaka FKUI; 2004; 1:1-35