hiperparatiroid primer
DESCRIPTION
PBL blok 21 Sistem Endrokinologi dan Metabolik IIFakultas Kedokteran UKRIDA 2008TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Blok 21 merupakan blok metabolik endokrin 2. Dimana pada blok ini akan dibahas
mengenai sistem endokrin pada manusia dalam segi klinik. Dan dalam kasus yang diberikan
pada PBL 1 sebelumnya. Telah diberikan skenario yang dimana data-data tersebut menjurus
kearah diagnosis hiperparatiroid primer.
Hiperparatiroid terdiri dari sekelompok sindroma yang tumpang tindih yang disebabkan
oleh sekresi hormon paratiroid yang berlebihan. Hiperkalsemia merupakan tanda biokimiawi
yang utama dari kelainan ini. Dimana hormon paratiroid ini sangat penting bagi metabolisme
kalsium dalam tubuh dan sangat esensial bagi kelangsungan hidup manusia. Oleh sebab itu
jika terjadi gangguan yang serius, maka dapat berakibat fatal. Untuk itu, dalam makalah ini
akan dibahas mengenai penyakit tersebut serta pemecahan permasalahnya dalam skenario
yang telah diberikan.
II. Tujuan
Tujuan dibuatnya makalah ini adalah lebih kepada pembelajaran mandiri mengenai
system endokrin manusia. Makalah ini dibuat berdasarkan diskusi kasus yang telah diberikan
pada PBL 1 sebelumnya. Di makalah ini akan lebih membahas salah satu penyakit pada
sistem endokrin manusia, yaitu penyakit hiperparatiroid primer. Diharapkan dengan membuat
makalah ini, penyusun dapat mengerti dengan baik mengenai penyakit tersebut, dan juga
untuk pemenuhan tugas PBL kali ini.
1
BAB II
ISI
I. Pemeriksaan
Anamnesis
Anamnesis cermat akan sangat membantu dalam mendapatkan gejala hiperkalsemia dan
mendapatkan petunjuk tentang etiologi. Walaupun diagnosis hiperparatiroidisme primer dapat
ditegakkan dengan terpercaya pada kebanyakan pasien setelah pemeriksaan yang tepat,
namun semua sebab lain hiperkalsemia harus dipertimbangkan dan disingkirkan.1
Hiperkalsemia umumnya mencerminkan adanya penyakit dasar yang serius yang
mungkin tidak diduga sewaktu melakukan evaluasi awal. karena itu, pasien hiperkalsemia
mula-mula harus dianamnesis ulang dan dilakukan pemeriksaan fisik dengan tujuan-tujuan
khusus di pikiran kita. Hal ini mencakup evaluasi terpennci mengenai lamanya penyakit, obat-
obat yang digunakan (antasida kalsium karbonat dapat menaikkan kalsium serum), asupan
makanan (cukup vitamin D atau tidak), kemungkinan adanya penyakit endokrin yang tidak
berhubungan dengan mineral, riwayat adanya nefrolitiasis dalam catatan (foto-rontgen lama),
gejala-gejala kanker, riwayat adanya kelainan-kelainan endokrin dan mineral dalam keluarga,
dan kemungkinan adanya kelenjar limfe atau massa yang dapat diraba, lesi-lesi atau
pigmentasi pada kulit (metastasis), dan tiromegali, hepatomegali atau splenomegali.2
Fisik
Anamnesis tetap menempati kedudukan yang penting dalam pemeriksaan kelainan
kelenjar paratiroid. Kelenjar paratiroid normal tidak dapat diraba, bahkan pada pembedahan sering
kali sulit diidentifikasi. Sementara itu, tumor kelenjar paratiroid karena terletak di posterior
kelenjar tiroid, jarang dapat dipalpasi, atau jika cukup besar, sulit dibedakan dengan tumor
kelenjar tiroid sendiri. Pemeriksaan fisik lebih kepada ciri-ciri klinis akibat oplikasi
hiperkalsemia, pemeriksaan tersebut dapat mencakup;1,3
Observasi dan palpasi adanya deformitas tulang.
Amati perubahan warna kulit, apakah tampak pucat.
Perubahan kesadaran, bila kadar kalsium tetap tinggi, maka akan tampak tanda psikosis
organ seperti bingung bahkan koma dan bila tidak ditangani kematian akan mengancam.3,4
2
Penunjang
1. Biokimia
Bila hiperkalsemia dilaporkan pada penyaringan biokimia, maka tes ini harus diulangi
atas contoh darah yang diambil tanpa stasis vena dan dikoreksi untuk albumin serum. Jika
hiperkalsemia dikornfirmasi, maka penelitian laboratorium tambahan harus didapatkan yang
mencakup BUN, kreatinin serum, kiorida. fosfat, fosfatase alkali dan analisis terminal—C
PTH. Perincian pemeriksaan dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini;1
2. Biokimia Serum dan Urine
Beberapa kali pengukuran di serum dan urin mungkin bermanfaat untuk memutuskan
pasien-pasien hiperkalsemia apakah termasuk kategori paratiroid dan non paratiroid.
Hiperfosfatemia tanpa disertai adanya kegagalan ginjal yang berat lebih menunjukkan adanya
sebab non paratiroid. Peningkatan klorida dalam serum lebih menunjang adanya hiper-
paratiroidisme primer. Peningkatan fosfatase alkali serum lebih sering terjadi pada pasien-
pasien kanker dibandingkan hiperparatiroidisme primer dan, bila tidak terdapat bukti foto
rontgen adanya hiperparatiroidisme di tulang belulang, harus dipikirkan kemungkinan adanya
hiperparatiroidisme ektopik. Abnormalitas-abnormalitas pada nilai globulin dalam
elektroforesis protein serum menunjukkan ke arah adanya mieloma muitipel atau sarkoidosis,
tetapi adanya peningkatan gamma globulin yang menghilang setelah dilakukan
paratiroidektomi telah dicatat terjadi pada hiperparatiroidisme primer. Walaupun peningkatan
nilai laju endap darah dan anemia telah pula dicatat terjadi pada hiperparatiroidisme primer,
3
hasil ini lebih diduga terjadi akibat sebab-sebab non paratiroid dari hiperkalsemia yang ada,
terutama akibat kanker.1,2,5
Pengukuran kalsium di urin pada pasien-pasien hiperkalsemia umumnya kurang
bermanfaat, kecuali bila hasilnya rendah. Hasil pemeriksaan tersebut mungkin merupakan
satu-satunya kunci untuk mengetahui adanya hipokalsiuria hipokalsemia familial.2
3. Pengukuran Imunologis Hormon Paratiroid (iPTH) pada Hipertiroidisme Primer
Tahun-tahun terakhir ini karena dikembangkannya pengukuran imunologis yang sensitif
dan spesifik terhadap PTH dalam serum. Pada saat di mana pasien sekali dievaluasi secara
menyeluruh untuk mencari kelainan-kelainan non paratiroid yang dapat menyebabkan
hiperkalsemia, kecenderungan sekarang adaiah menggunakan pengukuran iPTH serum dan
kalsium untuk menentukan apakah pasien termasuk dalam kelompok yang mempunyai lesi-
lesi di paratiroid yang dapat direseksi dengan pernbedahan atau kelompok yang membutuhkan
evaluasi diagnosis lebih dahulu untuk dicari penyebab hiperkalsemia.2
Pada umumnya, pengukuran iPTH serum membagi pasien hiperkalsemia menjadi dua
katagori. Menggunakan assay regio tengah yang.sensitif dan spesifik, serum iPTH meningkat
pada 90% pasien hipertiroidisme primer dan sisanya meningkat tidak sesuai untuk kadar
kalsium serum (di atas batas atas formal). Pada kebanyakan pasien kelainan non-paratiroid
yang menyebabkan hiperkalsemia, iPTH serum tidak terdeteksi atau rendah kecuali disertai
hiperparatiroidisme, pada kasus peningkatannya sesuai untuk kadar kalsium serum. Jadi
mungkin, menggunakan iPTH serum, untuk mendiagnosis hiperparatiroidisme primer, atu
penyakityang dapat disembuhkan, walau pad adanya kelainan nonparatiroid lain yang juga
berpotensi menyebabkan hiperkalsemia sendiri.2,4
4. cAMP Nefrogenik
Sekitar 40-50% dari cAMP yang diekskresi melalui urin berasal dari sel-sei tubulus
renalis. Produksi dan pelepasannya dari sel ke dalam urin hampir seluruhnya dikontrol oleh
PTH. Komponen cAMP di urin ini dapat diperkirakan dengan tepat dan ini dikenal sebagai
cAMP nefrogenik. Nilainya lebih dari normal pada kurang lebih 80% pasien-pasien
hiperparatiroidisme primer. dijumpainya kadar cAMP yang rendah pada pasien-pasien
hiperkalsemia non paratiroid tapi bukan kanker, uji ini mungkin bermanfaat pada pasien-
pasien yang kadar iPTHnya dalam serum tidak jelas meningkat. Pada pasien-pasien ini, kadar
cAMP nefrogenik yang rendah menimbulkan dugaan bahwa nilai iPTH serum bersifat
4
artifaktual dan dapat dijadikan alasan bahwa keadaan tersebut bukan hiperparatiroidisme
primer, sedangkan nilai yang normal atau meningkat merupakan konfirmasi nilai iPTH serum
dan menyokong keadaan tersebut.2
5. Radiologi
a. Pemeriksaan yang sering dilakukan diantaranya ialah pencitraan dengan menggunakan
penanda Sestamibi, di mana zat radionuklir tersebut terkonsentrasi pada kelenjar tiroid dan
paratiroid, dan biasanya akan hilang dalam waktu kurang dari satu jam, tetapi akan
bertahan pada kelenjar paratiroid yang engalami kelainan. Pemeriksaan ini mempunyai
sensitivitas 60-90%. Kelemahan dari pemeriksaan ini ialah tidak dapat mendeteksi kelainan
kelenjar yang multipel.2,4,6
b. Ultrasonografi leher mempunyai kemampuan yang sama dibandingkan Sestamibi scanning,
akan tetapi tergantung pada operatornya sehingga memberikan tingkat akurasi yang
berbeda-beda. Keuntungan dari ultrasonografi leher ialah dapat dilakukan segera pada saat
awal evaluasi, akan tetapi juga tidak dapat mendeteksi pada kelainan kelenjar yang
multipel.2
c. Foto Rontgen
Perubahan tulang dapat dideteksi dengan pemeriksaan sinar-x atau pemindai tulang pada
kasus-kasus penyakit yang sudah lanjut. Penggambaran dengan sinar X pada abdomen bisa
mengungkapkan adanya batu ginjal dan jumlah urin selama 24 jam dapat menyediakan
informasi kerusakan ginjal dan resiko batu ginjal.
Tulang menjadi tipis, ada dekalsifikasi
Cystic-cystic dalam tulang
Trabekula di tulang6
d. Pemeriksaan USG, MRI, Pemindai thallium serta biopsi jarum halus telah digunakan untuk
mengevaluasi fungsi paratiroid dan untuk menentukan lokasi kista, adenoma serta
hiperplasia pada kelenjar paratiroid.1,2,6
II. Working diagnosis
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium, gejala-gejala klinis yang ada, anamnesis
dan pemeriksaan fisik, serta data-data lain yang disebutkan dalam skenario. Wanita tersebut
dapat didiagnosa menderita hiperparatiroid primer atau biasa disebut juga sebagai
5
hiperparatiroidisme primer. Hiperparatiroidisme primer merupakan salah satu penyebab
tersering hiperkalsemia; penyebab yang lain adalah keganasan.6 Kelainan ini jauh lebih lazim
terjadi pada orang diatas usia 40 tahun dan dua kali lebih lazim pada wanita dibandingkan
pria.6
Hiperparatiroidisrne adalah suatu keadaan dimana kelenjar-kelenjar paratiroid
memproduksi lebih banyak hormon paratiroid dari biasanya.6 Diagnosis hiperparatiroidisme
primer harus ditegakkan dengan kepastian sebelum operasi. Kelainan biokimia penting
(tampil dalam paling kurang 90 persen pasien) suatu peningkatan kadar kalsium serum
dengan peningkatan serentak kadar termina C-PTH.7 Penting agar analisis kalsium dan PTH
dilakukan pada contoh serum yang sama dan bahwa tes ini diulangi jika hasilnya tidak
menyimpulkan.1
III. Differential Diagnosis
1. Hiperparatiroid Sekunder
Merupakan suatu keadaan dimana jika jumlah hormon paratiroid yang dieksresi lebih
banyak karena kebutuhan dari tubuh maka keadaan ini disebut hiperparatiroidisrne sekunder.
Hiperparatiroid sekunder ini merupakan kelainan yang didapat yang timbul akibat
hipokalsemia yang lama yang dapat terjadi pada gagal ginjal terminal, defisiensi vitamin D
maupun keadaan resisten terhadap vitamin D. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan kadar
PTH yang tinggi sekali dengan kadar kalsium serum yang normal atau rendah.6,7
Keadaan hipokalsemia kronika merangsang glandula parathyroidea dan hasil akhirnya
hiperparatiroidisme sekunder. Sebabnya mencakup defisiensi kalsium atau vitamin D diet,
malabsorpsi usus dan terlazim insuiisiensi ginjal kronika.10 Pada hiperparatiroidisme sekunder
yang refrakter, sekresi PTH tetap tak dapat ditekan walaupun kelainan metaboliknya sudah
diperbaiki.6
2. Hiperparatiroid Tersier
Hiperparatiroidisme tersier adalah suatu varian hiperparatiroidisme sekunder. Istilah ini
digunakan oleh beberapa ahli untuk menggambarkan fase penyakit ini tempat glandula
parathyroidea hipertrofi ke suatu ukuran, yang mereka tidak lagi berespon secara flsiologi
terhadap konsentrasi kalsium serum diionisasi dan fungsinya.1
6
Keadaan hipokalsemia yang lama akan menyebabkan perubahan pada kelenjar
paratiroid menjadi otonom dan berkembang menjadi keadaan seperti hiperparatiroidisme
primer; keadaan ini disebut hiperparatiroidisme tersier.7
Hiperparatiroidisme tersier adalah perkembangan dari hiperparatiroidisme sekunder yang telah diderita lama. Penyakit hiperparatiroidisme tersier ini ditandai dengan perkembangan hipersekresi hormon paratiroid karena hiperkalsemia.3
Hiperparatiroidisme tersier paling umum diamati pada pasien penderita
hiperparatiroidisme sekunder yang kronis dan yang telah menjalani cangkok ginjal. Kelenjar
hipertrophied paratiroid gagal kembali menjadi normal dan terus mengeluarkan hormon
paratiroid berlebih, meskipun kadar cairan kalsium masih dalam level normal atau bahkan
berada diatas normal. Pada kasus ini, kelenjar hipertropid menjadi autonomi dan
menyebabkan hiperkalsemia, bahkan setelah penekanan kadar kalsium dan terapi kalsitriol.
Penyakit tipe ketiga ini sangat berbahaya karena kadar phosfat sering naik.13
Manifestasi klinis dari hiperparatiroidisme tersier meliputi hiperparatiroidisme yang
kebal setelah pencangkokan ginjal atau hiperkalsemia baru pada hiperparatiroidisme sekunder
akut.3
3. Hiperkalsemia Nonparatiroid
Sebab-sebab yang mendasari hiperkalsemia pada keadaan-keadaan yang termasuk dalam
kategori kedua (berhubungan dengan non-PTH) sangat bervariasi dan sebagian tidak dapat
dipastikan.
a. Hiperkalsemia pada keganasan
Tampaknya bukan karena suatu metastasis pada tulang yang menyebabkan
hiperkalsemia kronis hanya karena adanya lesi ruang tersebut. Yang lebih mungkin, tumor-
tumor maligna tersebut menimbulkan faktor-faktor osteolitik humoral yang sama setelah dan
sebelum bermetastasis ke tulang. Faktor-faktor ini mencakup substansi-substansi "PTH- like",
prostaglandin, dan faktor aktivitasi osteoklas (OAF). Diduga setiap satu atau kombinasi dari
humor-humor tersebut mungkin disekresi secara sis-temik oleh tumor asal dalam jumlah yang
cukup atau dilepas oleh metastase tumor di tulang untuk menstimulasikan osteolisis lokal
yang akan menyebabkan hiperkalsemia. Kadar iPTH dalam serum pasien-pasien hiperpara-
tiroidisme primer dan hiperkalsemia yang selingkat adalah lebih tinggi pada pasien dengan
hiperkalsemia akibat kanker. Juga, ekskresi cAMP nefro-genik pada banyak pasien dengan
7
hiperkalsemia yang berhubungan dengan kanker adalah sama atau lebih besar pada pasien-
pasien dengan hiperparatiroidisme primer.2
b. Hipokalsiuria hiperkalsemia familial (hiperkalsemia familial benigna)
Sindroma ini mungkin merupakan kelainan penting kedua pada diagnosis banding
hiperparatiroidisme primer. Keadaan ini diturunkan melalui pola autosomal dominan dan
biasanya khas ditandai dengan hiperkalsemia yang asimtomatik atau ringan, hipokalsiuria,
hipermagnesemia ringan (yang bervariasi), dan kadar iPTH dalam serum yang normal sampai
rendah. respons cAMP nefrogenik terhadap PTH eksogen dan endogen lebih nyata pada
pasien-pasien hipokalsiuria hiperkalsemia familial diban-dingkan dengan orang yang normal
atau pada pasien-pasien hiperparatiroidisme primer. Hiperkalsemia pada sindroma familial ini
sebagian mungkin disebabkan oleh hipersensiiivitas ginjal terhadap efek hipokalsiuriadari
PTH. Namun demikian, menetapnya peningkatan reabsorpsi kalsium pada tu-buius renalis
setelah paratiroideklomi dan diketahui tidak adanya sekuele khas hiperparatiroidisme primer
(seperti, batu-batu ginjal dan osteitis fibrosa kistika) pada pasien-pasien tersebut jelas
menunjukkan bahwa hipersensitivitas jaringan terhadap PTH mungkin bukan satu-satunya
penyebab kelainan. Mungkin kelainan ini melibatkan sensitivitas titik acu kefenjar paratiroid
abnormal terhadap ion kalsium ekstraselular (seperti pada hiperkalsemia litium).2
4. Osteoporosis
Osteoporosis adalah penyakit tulang sistemik yang ditandai oleh penurunan densitas
massa tulang dan perburukan mikroarsitektur tulang secara progresif sehingga tulang menjadi
rapuh dan mudah patah.3 Tulang terdiri dari mineral-mineral seperti kalsium dan fosfat,
sehingga tulang menjadi keras dan padat. Jika tubuh tidak mampu mengatur kandungan
mineral dalam tulang, maka tulang menjadi kurang padat dan lebih rapuh, sehingga terjadilah
osteoporosis. Ini dapat dilihat pada penilaian densitas tulang pada pemeriksaan DXA.8,9
Diagnosis secara klinis sulit dinilai karena tidak ada rasa nyeri pada tulang saat
osteoporosis terjadi, walaupun osteoporosis lanjut. Rasa nyeri pada tulang timbul saat
terjadinya fraktur atau mikro fraktur. Khususnya pada wanita-wanita menopause dan pasca
menopause, rasa nyeri di daerah tulang dan sendi dihubungkan dengan adanya nyeri akibat
defisiensi estrogen.10
Osteopororsis dibagi dua kelompok, yaitu osteoporosis primer (involusional) dan
osteoporosis sekunder. Osteoporosis primer adalah osteoporosis yang tidak diketahui
8
penyebabnya, sedangkan osteoporosis sekunder adalah osteoporosis yang diketahui
penyebabnya.11
Osteoporosis primer dibagi atas osteoporosis tipe 1 dan 2. Osteoporosis tipe 1, disebut
juga osteoporosis pasca menopause, disebabkan defisiensi estrogen akibat menopause.
Osteoporosis tipe 2, disebut juga osteoporosis senilis, disebabkan oleh gangguan absorpsi
kalsium di usus sehingga menyebabkan hiperparatiroidisme sekunder yang menyebabkan
timbulnya osteoporosis.11
Glukokortikoid merupakan penyebab osteoporosis sekunder dan fraktur osteoporotik
yang terbanyak. Glukokortikoid akan menyebabkan gangguan absorbsi kalsium di usus dan
peningkatan ekskresi kalsium lewat ginjal sehingga akan menyebabkan hipokalsemia,
hiperparatiroidisme sekunder dan peningkatan kerja osteoklas. Selain itu glukokortikoid juga
akan menekan produksi gonadotropin, sehingga produksi estrogen menurun dan akhirnya
osteoklas juga akan meningkat kerjanya. Terhadap osteoblas, glukokortikoid akan
menghambat kerjanya, sehingga formasi tulang menurun. Dengan adanya penin gkatan
resorpsi tulang oleh osteoklas dan penurunan formasi tulang oleh osteoblas, maka akan terjadi
osteoporosis yang progresif.8
5. Paget Disease
Penyakit Paget merupakan gangguan di mana terdapat peningkatan yang berlebihan dari
turnover tulang pada bagian yang terlokalisir dari skeleton. Kondisi ini menyebabkan struktur
tulang menjadi abnormal yang semakin lama semakin meluas sehingga mengakibatkan
deformitas, peningkatan risiko fraktur dan nyeri. Perubahan pada bentuk tulang
mengakibatkan perubahan mekanik dan juga menyebabkan peningkatan tekanan yang bisa
menimbulkan nyeri pada sendi dan sindrom kompresi saraf. Kompresi saraf yang terpenting
adalah keterlibatan basis kranii yang menyebabkan ketulian.11
Penyakit Paget sering terjadi pada populasi keturunan Eropa bagian utara. Ada
peningkatan tergantung umur dimana prevalensi pada pasien lebih dari 85 tahun adalah
hampir lima kali di atas mereka yang berumur kurang dari 60 tahun. Secara umum dapat
diterima bahwa kebanyakan pasien dengan penyakit paget adalah asimtomatis.11
Penyakit Paget bisa muncul dengan tanda dan simptom yang jelas pada sekitar 5%
pasien. Gambaran klinis tipikal dalam
Tabel 1.11
9
Tabel 1. Gambaran Klinis Penyakit Paget
Nyeri: nyeri tulang, nyeri sendi
Deformitas: Tulang panjang membengkok, tengkorak/ kranium
Fraktur: komplit, fraktur fisura
Neurologis: Ketulian, palsy serabut saraf lainnya, kompresi korda spinalis
Transformasi neoplastik
Diagnosis penyakit Paget terutama adalah secara radiologis. Marker turnover tulang
pada umumny a meningkat pada penyakit aktif. Aktivitas alkaline fosfatase plasma meningkat
pada 85% pasien dengan penyakit paget yang tidak diterapi.7,11
6. Osteomalasia
Pertumbuhan tulang normal dan proses mineralisasi membutuhkan vitamin D, kalsium
dan fosfor yang Bdekuat. Defisiensi yang lama dari berbagai hal di atas mengakibatkan
akumulasi matriks tulang yang tidak dimineralisasikan. Penurunan mineralisasi pada pasien
muda menyebabkan riketsia karena kerusakan dari pertumbuhan lempeng epifise. Kekuatan
tulang menurun, yang menyebabkan deformitas struktural pada tulang penyangga berat badan.
Pada orang tua dimana epifise telah menutup dan hanya tulang yang terkena, gangguan
mineralisasi ini disebut osteomalasia.12
Manifestasi klinis dari osteomalasia menyerupai gangguan reumatik, meliputi nyeri
tulang, mudah lelah, kelemahan proksimal dan pelunakan periartikuler. Simptom ini membaik
dengan terapi untuk mengoreksi gangguan mineralisasi. Gambaran laboratorium dari
osteomalasia akibat defisiensi vitamin D adalah kadar kalsium serum rendah atau normal,
hipofosfatemia, meningkatnya kadar alkalin fosfatase, kadar osteokalsin serum normal,
meningkatnya kadar hormon paratiroid serum (jika hipokalsemia ada) dan rendahnya kadar
1,25 dihidroksi vitamin D (1,25-(OH)2D) di dalam serum. Pada osteomalasia akibat defisiensi
kalsium ekskresi kalsium urin menurun, kadar hormon paratiroid meningkat, kadar 1,25
(OH)2D normal dan kadar fosfor serum bisa rendah atau normal. Osteomalasia akibat
hipofosfatemia biasanya terjadi akibat hiperfosfaturia, dimana didapatkan kadar osteokalsin,
hormon paratiroid dan 25 hidroksi vitamin D (25-OH vitamin D) adalah normal; kadar alkalin
fosfatase biasanya meningkat, kadar fosfor serum dan 1,25 (OH)2 vitamin D adalah rendah
dan ekskresi fosfor urin sangat tinggi.7,12
10
IV. Etiologi
Hiperparatiroidisme primer, terjadi akibat peningkatan sekresi hormon paratiroid (PTH)
yang tersering disebabkan oleh adenoma kelenjar paratiroid yang biasanya bersifat jinak dan
soliter, oleh sebab itu, dari 4 kelenjar pan biasanya hanya 1 kelenjar yang terserang. Penyebab
lain yang jarang adalah hiperplasi pada keempat kelenjar paratiroid dan yang sangat jarang
adalah karsinoma kelenjar paratiroid.6
Etiologi dari adenoma atau hiperplasia tetap tidak diketahui dalam banyak kasus. kasus
familial dapat terjadi baik sebagai bagian dari sindrom beberapa neoplasia endokrin (MEN 1
atau MEN 2a), tumor hyperparathyroid-rahang (HPT-JT) sindrom, atau terisolasi
hiperparatiroidisme familial (FIHPT).4 Satu faktor genetika bisa terlibat, karena beberapa
keluarga telah digambarkan di mana penyakit ini diturunkan sebagai "trait" autosomal
dominan. Penelitian insidens karsinoma tiroid pada pasien-pasien yang telah pernah
mcngalami radiasi di daerah leher menunjukkan jumlah kasus hiper-paratiroidisme primer
yang lebih besar daripada yang diperkirakan, menunjukkan faktor ini sebagai suatu penyebab
dasar yang mungkin. Namun sulit untuk menafsirkan penyelidikan seperti ini karena kita
mempunyai sedikit keterangan tentang insidens umum dan riwayat alamiah dari
hiperparatiroidisme primer.2
Para pakar menduga pemberian diuretic tiazid dan kalsitonin dapat menyebabkan
hiperplasi dan dan hipertrofikelenjar para tiroid. Sindrom yang terjadi sebagai akibat
adenoma, hiperplasi dims atau karsinoma paratiroid. Penyebab hiperparatiroidisme primer
adalah 85% adenoma soliter, 6% adenoma multiple, hiperplasi difus, sedangkan karsinoma
paratiroid jarang.7
V. Epidemiologi
Pengukuran kalsium serum rutin secara otomatis dan luas meningkatkan insidens
hiperparatiroidisme primer. Pada suatu penelitian baru-baru ini yang terkontrol dengan baik
angka tahunan deteksi penyakit adalah 3,5 kali lebih besar sebelum dikenalnya skrining
kalsium serum rutin. Insidens hiperparatiroidisme primer meningkat dramatis pada wanita dan
pria. Di Indonesia sendiri kira-kira sekitar 1000 orang diketahui terkena hiperparatiroidisme
tiap tahun. Wanita yang berumur 50 tahun keatas mempunyai resiko yang lebih besar 2 kali
dari pria. Di Amerika Serikat sekitar 100.000 orang diketahui terkena penyakit ini tiap tahun.
11
Perbandingan wanita dan pria sekitar 2 banding 1. Pada wanita yang berumur 60 tahun keatas
sekitar 2 dari 10.000 bisa terkena hiperparatiroidisme.2-4
VI. Patofisiologi
A. Fisiologi
Kalsium plasma harus diatur secara ketat untuk mencegah perubahan eksitabilitas
neuromuskular.
Hormon tiroid, kalsitonin dan vitamin D mengontrol metabolisme kalsium (Ca++) dan
fosfat (PO4≡). Zat-zat hormonal ini terutama mengatur (Ca++) plasma dan dalam prosesnya,
PO4≡ plasma juga dipertahankan. Konsentrasi (Ca++) plasma adalah salah satu variabel tubuh
yang diatur dengan sangat cermat. Perlunya Ca++ plasma diatur secara ketat disebabkan oleh
pengaruh ion ini yang penting pada banyak aktivitas tubuh.5
Kalsium (Ca++) bebas dalam plasma dan cairan interstisium dianggap sebagai
satu.kesatuan simpanan. Hanya Ca++ bebas inilah yang secara biologis aktif serta berada di
bawah kontrol.
1) Eksitabilitas neuromuskulus. Penurunan Ca++ bebas menyebabkan eksitabilitas berlebihan
saraf dan otot; sebaliknya, peningkatan Ca++ bebas menekan eksitabilitas neuromuskulus.
Penurunan Ca++ bebas meningkatkan perrneabilitas Na+, yang menyebabkan influks Na+
mendekati ambang. Akibatnya, apabila terjadi hipokalsemia (kadar Ca++ dalam darah
rendah). Jaringan-jaringan yang excitable dapat mencapai ambang oleh rangsangan
yang.secara normal tidak fektif sehingga otot rangka membentuk potensial aksi dan
berkontraksi (mengalami spasme). Hiperkalsemla (peningkatan Ca++ darah) juga dapat
mengancam nyawa karena dapat menyebabkan aritmia jantung yang disertai penekanan
menyeluruh eksitabilitas saraf-otot
2) Penggabungqn eksitasi-kontraksi di otot jantung dan otot polos. Peningkatan Ca++ sitosol
di dalam sel otot menyebabkan kontraksi, sedangkan peningkatan Ca++ bebas dalam CES
menurunkan eksitabilitas neuromuskulus dan mengurangi kemungkinan terjadinya
kontraksi.
3) Penggabungan rangsangan sekresi Masuknya Ca++ ke dalam sel sekretorik, yang terjadi
akibat peningkatan permeabilitas terhadap Ca++ sebagai respon terhadap rangsangan yang
sesuai, memicu pengeluaran produk-produk sekretorik melalui proses eksositosis.
12
4) Pemeliharaan taut erat antara sel-sel. Kalsium ikut membentuk perekat (semen) antar sel
yang menyebabkan sel-sel tertentu melekat erat satu sama lain.
5) Pembekuan darah. Kalsium berfungsi sebagai kofaktor di beberapa langkah dalam jenjang
reaksi yangmenyebabkan terbentuknya bekuan darah.5
Kontrol metabolisme kalsium mencakup pengaturan homeostasis kalsium dan
keseimbangan kalsium.
Tidak semua Ca++ yang dimakan akan diserap dari saluran pencemaan, yang tingkat
penyerapan-nya diatur oleh hormon dan bergantung pada status Ca++ tubuh. Selain itu, tulang
berfungsi sebagai reservoir Ca++ dalam jumlah besar dan dapat dipergunakan untuk
mempertahankan kadar Ca++ plasma dalam rentang sempit yang memungkinkan kehidupan
apabila asupan dari makanan terlalu rendah.
Pengaturan metabolisme Ca++ bergantung pada kontrol hormon atas pertukaran antara
CES dan tiga kompartemen lainnya: tulang, ginjal, dan usus. Dengan demiklan, control
metabolisme Ca++ mencakup dua aspek. Pertama, pengaturan homeostasis kalsium yang
melibatkan penyesuaian-penyesuaian segera yang diperlukan untuk mempertanankan
konsentrasi Ca++ bebas dalam plasma yang dilakukan secara terus menerus. Pengaturan
homeostasis kalsium ini terutama diakukan oleh pertukaran cepat antara tulang dan CES dan
dalam tingkat yang lebih rendah, oleh modifikasi eskresi Ca++ melalui urin. Kedua,
pengaturan keseimbangan kalsium yang melibatkan penyesuaian-penyesuaian penyerapan Ca+
+ di usus yang berlangsung lebih lambat serta penyesuaian dalam ekskresi Ca++ melalui urin
agar jumlah total Ca++ dalam tubuh tetap konstan. Kontrol atas keseimbangan Ca++
memastikan bahwa pemasukan Ca++ ekiyalen dengan ekskresi dalam jangka panjang
(beberapa minggu sampai bulan).
Hormon paratiroid (PTH), pengatur utama metabolisme Ca++, bekerja secara langsung
atau tidak langsung pada ketiga efektor tersebut. Hormon ini merupakan hormon utama yang
bertanggung jawab memelihara homeostasis Ca++ dan penting untuk mempertahankan
keimbangan Ca++, walaupun vitamin D juga berperan penting dalam keseimbangan Ca++.
Hormon ketiga yang mempengaruhi Ca++, kalsitonin, tidak esensial. Untuk mempertahankan
homeostasis maupun keseimbangan kalsium. Hormon ini berfungsi sebagai cadangan pada
saat terjadi hiperkalsemia yang ekstrim.5
13
Hormon paratiroid (HPT) meningkatkan kadar kalsium plasma bebas melalui efeknya
pada tulang, ginjal, dan usus.
Efek keseluruhan HPT adalah meningkatkan konsentrasi Ca++ dalam plasma (dan,
dengan demikian, di seluruh CES) dan mencegah hipokalsemia. Apabila HPT sama sekali
tidak tersedia dalam beberapa hari individu yang bersangkutan akan meninggal, biasanya
akibat asfiksia yang ditimbulkan oleh spasme hipokalsemik otot-otot pernapasan. Hormon ini
juga bekerja menurunkan konsentrasi PO4≡ plasma.
Efek pada tulang. Dengan memobilisasi simpanan Ca++ di tulang ini, HPT meningkatkan
konsentrasi Ca++ plasma apabila konsentrasii elektrolit ini mulai turun. Dalam keadaan
normal, pengendapan (deposisi, pembentukan) tulang dan penyerapan (resorpsi, pembuangan)
tulang berlangsung bersamaan sehingga tulang secara terus menerus mengalami remodeling.
Selama hidup, hormon paratiroid menggunakan tulang sebagai “bank” untuk menarik
Ca++ sesuai keperluan untuk mempertahankan kadar Ca++ plasma. Hormon paratiroid memiiki
dua efek utama pada tulang vang meningkatkan konsentrasi Ca++ plasma. Pertama, hormon ini
menginduksi efluks cepat Ca++ ke dalam plasma dari labile pool (simpanan labil) Ca++ yang
jumlahnya kecil di cairan tulang. Kedua, dengan merangsang pelarutan tulang, hormon ini
meningkatkan transfer lambat Ca++ dan PO++ dari stable pool (simpanan stabil) mineral tulang
di dalam tulang itu sendiri ke dalam plasma. Akibatnya remodeling tulang yang terjadi lebih
condong kea rah resorpsi tulang daripada pengendapan tulang.
Efek paling dini hormon paratiroid adalah mengaktifkan pompa Ca++ di membran untuk
meningkatkan pemindahan Ca++ tanpa disertai pemindahah PO4≡, dari cairan tulang,
menembus membran tulang osteolitik-osteoblastik, ke dalam plasma. Proses pemindahan ini
disebut osteolisis. Perpindahan Ca++ keluar dari simpanan labil menembus membran tulang
menyebabkan terjadinya pertukaran cepat antara tulang dan plasma (Gbr. 19-2lb). Pertukaran
cepat Ca++ tidak melibatkan resorpsi tulang yang mengalami mineralisasi sempurna, dan
massa tulang tidak berkurang. Melalui cara ini, HPT menarik Ca++ keluar dari "cabang
penarik-uangTtunai-otomatis" (ATM) bank tulang tanpa benar-benar masuk ke dalam bank
(yaitu, tanpa menguraikan tulang yang mengalami mineralisasi itu sendiri). Pada keadaan
normal pertukaran ini jauh lebih penting untuk mempertahankan konsentrasi Ca++ plasma
dibandingkan dengan pertukaran lambat. Pada keadaan hipokalsemia kronik misalnya pada
defisiensi Ca++ dalam makanan, HPT mempengaruhi pertukaran lambat Ca++ antara tulang itu
sendiri dan CES dengan mendorong disolusi lokal tulang. Hormon tersebut melakukannya
14
dengan merangsang osteoklas untuk memakan tulang, meningkatkan pembentukan osteoklas
dan secara sementara menghambat aktivitas osteoblas membentuk tulang. Sekresi HPT dalam
jumlah besar yang berkepanjangan selama beberapa bulan atau tahun akhirnya akan
menyebabkan terbentuknya rongga-rongga di seluruh tulang yang terisi oleh osteoklas-
osteoklas besar.5
Efek pada Ginjal. Hormon paratiroid merangsang penghematan Ca++ dan mendorong
pengeluaran PO4≡ oleh ginjal selama pembentukan urin. Di bawah pengaruh HPT, ginjal
mampu mereabsorpsi lebih banyak Ca++ yang difiltrasi. sebingga Ca++ yang keluar melalui
urin berkurang. Efek ini meningkatkan kadar Ca++ plasma dan menurunkan pengeluaran Ca++
melalui urin. Pengeluaran kelebihan PO4≡ dari cairan tubuh yang dipicu oleh HPT ini penting
untuk mencegah pengendapan ulang Ca++ yang dibebaskan dari tulang. Karena sifat kelarutan
garam kalsium fosfat, hasil kali konsentrasi Ca++ plasma dan konsentrasi PO4≡ plasma harus
berada dalam nilai yang relatif konstan. Dengan demikian, terdapat hubungan terbalik antara
konsentrasi Ca++ dan PO4≡ dalam plasma. Apabila kadar PO4≡ plasma dibiarkan meningkat
meleblhi normal, sebagian Ca++ plasma akan harus mengendap kembali ke tulang bersama
dengan PO4≡ agar produk kalsium fosfat tetap konstan. Efek penting ketiga HPT pada ginjal
15
(selain meningkatkan reabsorpsi Ca++ dan menurunkan reabsorpsi PO4≡ adalah meningkatkan
pengaktifan vitamin D oleh ginjal.5
Efek pada Usus. Walaupun HPT tidak memiliki efek langsung pada. usus, hormon ini
secara tidak langsung meningkatkan reabsorpsi Ca++dan PO4≡ dari usus halus melalui
perannya dalam pengaktifan vitamin D. Vitamin ini, pada gilirannya, secara langsung
meningkatkan penyerapan Ca++ dan PO4≡ oleh usus.
Kalsitonin menurunkan konsentrasi kalsium plasma, tetapi tidak penting dalam kontrol
normal metabolisme kalsium.
Kalsitonin, hormon yang dihasilkan oleh sel-sel C kelenjar tiroid, juga memiliki
pengaruh pada kadar Ca++ plasma. Seperti HPT, kalsitonin memiliki dua efek pada tulang,
tetapi dalam Hal ini, kedua efek tersebut menurunkan kadar Ca++ plasma. Pertama, secara
jangka-pendek, kalsitonin menurunkan perpindahan Ca++ dari cairan tulang ke dalam plasma.
Kedua, secara jangka-panjang, kalsitonin menurunkan resorpsi tulang dengan menghambat
aktivitas osteoklas. Penekanan resorpsi tulang menyebabkan kadar PO4≡ plasma berkurang
serta penurunan konsentrasi Ca++ plasma. Efek hipokalsemik dan hipofosfatemik kalsitonin
seluruhnya disebabkan oleh efek hormon ini pada tulang. Hormon ini tidak memiliki efek
pada ginjal atau usus. Seperti pada HPT, pengatur utama sekresLkalsitonin adalah kadar Ca++
bebas dalam plasma, tetapi berbeda dengan efeknya pada pengeluaran HPT/peningkatan Ca++
plasma merangsang sekresi kalsitonin dan penurunan Ca++ plasma menghambat sekresi
kalsitonin (Gbr. 19-22). Namun, sebagian besar bukti mengisyaratkan bahwa kalsitonin
kurang atau tidak berperan dalam kontrol metabolisme Ca++ dan PO4≡.5
Vitamin D sebenarnya adalah suatu hormon yang meningkatkan penyerapan kalsium di
usus.
Faktor terakhir yang berperan dalam pengaturan meta-bolisme Ca++ adalah
kolekalsiferol, atau vitamin D, senyawa mirip-steroid yang esensial untuk penyerapan Ca++
di usus. Dari manapun sumbernya, vitamin D secara biologis inaktif saat pertama kali masuk
ke dalam darah baik dari kulit maupuri saluran pencernaan. Zat ini harus diaktifkan oleh dua
perubahan biokimiawi berurutan berupa penambahan dua gugus hidroksil (-OH). Reaksi yang
pertama terjadi di hati dan yang kedua di ginjal. Hasil akhirnya adalah bentuk aktif vitamin
D1,,25-(OH)2 vitamin D3. Enzim-enzim ginjal yang berperan dalam reaksi kedua pengaktifan
16
vitamin D dirangsang oleh HPT sebagai respons terhadap penurunan plasma. Dengan tingkat
yang lebih rendah. Penurunan PO4≡ plasma juga meningkatkan proses pengaktifan tersebut.
Efek vitamin D aktif yang paling dramatis dan penting secara biologis adalah
mehingkatkan penyerapan Ca++ di usus. bentuk aktif vitamin D juga meningkatkan
penyerapan PO4≡ di usus. Selain itu, yitamin D meningkatkan ketanggapan tulang terhadap
HPT. Peningkatan HPT memiliki dua efek yang penting untuk memeiihara keseimbangan Ca+
+: (1) hormon ini merangsang reabsorpsi Ca++ oleh ginjal, sehingga pengeluaran Ca++
berkurang, dan (2) Hormon ini mengaktifkan vitamin D, yang meningkatkan penyerapan Ca++
dari makanan.2,5
Metabolisme fosfat dikontrol oleh mekanisme yang sama dengan yang mengatur metabolisme kalsium.
Fosfat diatur secara langsung oleh vitamin D dan secara tidak langsung oleh lengkung
umpan-balik Ca++ plasma HPT. Penurunan PO4≡ plasma menyebabkan peningkatan Ca++
plasma, yang secara langsung menekan sekresi HPT. Karena HPT berkurang, reabsorpsi PO4≡
oleh ginjal meningkat, sehingga konsentrasi PO4≡ plasma dapat dipulihkan ke normal. Kedua,
penurunan PO4≡ plasma juga menyebabkan peningkatan pengaktifan vitamin D, yang
kemudian.meningkatkan penyerapan PO4≡ di usus.5
B. Patologi
Hiperparatiroidisme bisa primer, sekunder atau tersier. Hiperparatiroidisme primer
sebab terlazim hiperkalsemia. Patologi parathyroidea suatu adenoma tunggal dalam sekitar 80
persen, dua adenoma dalam 2 persen, hyperplasia semua kelenjar dalam sekitar 15 persen dan
karsinoma dalam 0,5 sampai 1 persen. Ada dasar genetika untuk hiperplasia difus yang timbul
pada pasien sindroma neoplasia multipel (MEN = multiple endocrine neoplasia).
Parathyroidea terlibat dalam semua pasien sindroma MEN I dan sekitar sepertiga pasien
sindroma MEN IIa. Banyak pasien lain dengan hiperplasia menderita hiperparatiroidisme
tanpa endokrinopati lain. Sisanya menderita hiperplasia sporadik semua glandula para-
thyroidea tanpa adanya faktor etiologi yang jelas.1
Hiperparatiroidisme ditandai oleh kelebihan PTH dalam sirkulasi. PTH terutama bekerja
pada tulang dan ginjal. Dalam tulang, PTH meningkatkan resorpsi kalsium dari limen tubulus
ginjal. Dengan demikian mengurangi eksresi kalsium dalam urine. PTH juga meningkatkan
bentuk vitamin D3 aktif dalam ginjal, yang selanjutnya memudahkan ambilan kalsium dari
makanan dalam usus. Sehingga hiperkalsemia dan hipofosatmia kompensatori adalah
17
abnormlitas biokimia yang dideteksi melalui analisis darah. Konsentrasi PTH serum juga
meningkat.1,4,5
Produksi hormon paratiroid yang berlebih disertai dengan gagal ginjal dapat
menyebabkan berbagai macam penyakit tulang, penyakit tulang yang sering terjadi adalah
osteitis fibrosa cystica, suatu penyakit meningkatnya resorpsi tulang karena peningkatan kadar
hormon paratiroid. Penyakit tulang lainnya juga sering terjadi pada pasien, tapi tidak muncul
secara langsung.2,4
Kelebihan jumlah sekresi PTH menyebabkan hiperkalsemia yang langsung bisa
menimbulkan efek pada reseptor di tulang, traktus intestinal, dan ginjal. Secara fisiologis
sekresi PTH dihambat dengan tingginya ion kalsium serum. Mekanisme ini tidak aktif pada
keadaan adenoma, atau hiperplasia kelenjar, dimana hipersekresi PTH berlangsung bersamaan
dengan hiperkalsemia. Reabsorpsi kalsium dari tulang dan peningkatan absorpsi dari usus
merupakan efek langsung dari peningkatan PTH.4,5
Pada saat kadar kalsium serum mendekati 12 mg/dL, tubular ginjal mereabsorpsi
kalsium secara berlebihan sehingga terjadi keadaan hiperkalsiuria. Hal ini dapat
meningkatkan insidens nefrolithiasis, yang mana dapt menimbulkan penurunan kreanini
klearens dan gagal ginjal. Peningkatan kadar kalsium ekstraselular dapat mengendap pada
jaringan halus. Rasa sakit timbul akibat kalsifikasi berbentuk nodul pada kulit, jaringan
subkutis, tendon (kalsifikasi tendonitis), dan kartilago (khondrokalsinosis). Vitamin D
memainkan peranan penting dalam metabolisme kalsium sebab dibutuhkan oleh PTH untuk
bekerja di target organ.2
Sindrom Hiperparatiroid Familial
Sekitar 10% kasus hiperparatiroid primer, disebabkanoleh kelainan genetik, seperi
Neoplasia Endokrin Multiple (MEN) tipe I (sindrom Wermer), MEN tipe IIA (Sindrom
Sipple) dan Sindrom Rahang-Hiperparatiroidisme.
MEN I diturunkan secara autosomal dominan dan ditandai oleh tumor paratiroid,
hipofisis anterior dan pankreas. Tumor hipofisis yang tersering adalah prolaktinoma dan
kadang-kadang menyebabkan akromegali dan Sindrom Cushing akibat sekresi hormon
pertumbuhan dan ACTH yang berlebihan. Tumor pankreas pada MEN I umumnya dalam
bentuk islet cell tumours yang sering meningkatkan sekresi gastrin sehingga menimbulkan
sindrom Zollinger-Ellison dan kadang-kadang juga menyebabkan hipersekresi insulin
sehingga menimbulkan hipoglikemia puasa.
18
MEN IIA bersifat otosomal dominan dan ditandai oleh karsinorna tiroid meduler
(MTC), faeokromositoma bilateral dan hiperplasia paratiroid. MTC merupakan kelainan yang
dominan pada MEN IIA dan sering mengakibatkan kematian akibat metastasisnya. Sedangkan
hiperparatiroidisme merupakan kelainan yang jarang terdapat pada MEN IIA.
Sindrom tumor rahang-hiperparatiroidisme merupakan kelainan yang pertama kali
ditemukan oleh Jackson pada tahun 1958, diturunkan secara otosomal dominan dan saat ini
sudah diketahui bahwa kelainannya terletak pada kromosom Iq21-q3. Penyakit ini ditandai
dengan hiperkalsemia yang berat sejak anak-anak dengan adenoma soliter paratiroid yang
besar. Kelainan tulang pada sindrom ini sangat eksklusif hanya menyerang maksila dan
mandibula6
Familial Hypocalciuric Hypercalcemia (FHH)
FHH merupakan kelainan otosomal dominan yang ditandai oleh hiperkalsemia dan
hipokalsiuria relatif. Kelainan ini bersifat asimtomatik. Secara biokimia, kelainan ini ditandai
oleh peningkatan kadar kalsium serum, ekskresi kalsium urin yang normal dan kadar PTH dan
l,25(OH),D yang juga normal.6
C. Gambaran Klinis
Pada umumnya, hipereparatiroidisme primer bersifat asimtomatik. Gambaran klinik
yang tersering akan tampak pada tulang dan ginjal. Peningkatan produksi PTH menimbulkan
keadaan di tulang yang disebut osteitis fibrosa cystica yang ditandai oleh resorpsi
subpereriosteal pada falang distal, a salt and pepper appearance tulang kepala, kista tulang
dan tumor coklat pada tulang-tulang panjang. Kelainan-kelainan pada tulang ini dilihat
dengan membuat foto radiografi konvensior.2,6
Pada ginjal, hiperparatiroidisme primer akan ditandai oleh nefrolitiasis, nefrokalsinosis,
hiperkalsiuria dan penurunan klirens kreatinin.2,6
Kelainan lain yang dapat timbul pada hiperparatiroidisme primer adalah miopati, ulkus
peptikum dan pankreatitis keratopati pita, gout dan pseudogout dan kalsifikasi koroner dan
ventrikel serta katup jantung.6
Secara laboratorik akan didapat gambaran hiperkalsemia dengan kadar PTH yang tidak
tertekan, dapat normal tinggi atau meningkat. Ekskresi kalsium urin akan menurun sedangkan
ekskresi fosfat urin akan meningkat. Kadar 25(OH)D biasanya rendah sedangkan kadar
1,5(OH)2D biasanya meningkat, tetapi peningkatan ini tidak mempunyai nilai diagnostik yang
19
penting.1 Berikut ini manifestasi klinik dari hiperkalsemia yang lazim terjadi pada
hiperparatiroidisme primer dituliskan pada tabel 1;
D. Komplikasi1) Peningkatan ekskresi kalsium dan fosfor
Kerusakan ginjal terjadi akibat presipitasi kalsium fosfat dalam pelvis dan ginjal parenkim
yang mengakibatkan batu ginjal (renal calculi), obstruksi, pielonefritis serta gagal ginjal.
2) Batu ginjal
Pembentukan batu pada salah satu atau kedua ginjal yang berkaitan dengan peningkatan
ekskresi kalsium dan fosfor merupakan salah satu komplikasi hiperparatiroidisme yang
penting dan terjadi pada 55% penderita hiperparatiroidisme primer.
3) Hiperkalsemia
Krisis hiperkalsemia akut dapat terjadi pada hiperparatiroidisme. Keadaan ini terjadi pada
kenaikan kadar kalsium serum yang ekstrim. Kadar yang melebihi 15 mg/dl (3,7 mmol/L)
akan mengakibatkan gejala neurologi, kardiovaskuler dan ginjal yang dapat membawa
kematian.
4) Sistem saraf pusat
Perubahan mental, penurunan daya ingat, emosional tidak stabil, depresi, gangguan tidur,
koma.
5) Neuromuscular
20
Tenaga otot berkurang (paroxysmal muscular weakness), hipotoni otot-otot, rasa sakit pada
sendi dan otot akibat penimbunan kalsium, pruritus, dan pergerakan tangan yang abnormal
pada saat tidur.
6) Gastrointestinal
Ulkus peptikum, pankreatitis, nausea, vomiting, konstipasi, reflux, dan kehilangan nafsu
makan.
7) Kalsifikasi jaringan lunak
Kalsifikasi jaringan lunak dapat menyebabkan artritis (kondrokalsinosis atau kalsifikasi
tendinitis), konjungtivitis (kristal-kristal kalsium fosfat di konjungtiva)
8) Osteitis fibrosa cystica
Merupakan penyakit tulang simptomatik (osteoitis, fibrosa kistika). Pasien-pasien dapat
mengeluh adanya nyeri tulang difus atau sangat jarang, mengalami fraktur patologis pada
daerah yang mempunyai kista pada tulang.1,2,6
VII. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Hiperkalsemia yang Parah dan Kronis
Hiperkalsemia parah bisa fatal. Krisis hiperkalsemia biasanya disertai dengan kadar
kalsium serum lebih 14 mg per 100 ml, tetapi bisa timbul pada kadar lebih rendah. Tetapi
tidak semua pasien dengan kadar kalsium serum di atas 14 mg per 100 ml. akan menderita
gejala parah. Pasien hiperkalsemia parah khas mempunyai kombinasi dari banyak gambaran.1
Berikut ini obat-obat yang dapat digunakan untuk mengatasi hiperkalsemia yang parah;
1) Furosemid
Menghambat resorpsi kalsium dalam pars ascendens ansa Henle, sehingga meningkatkan
ekskresi kalsium dalam urin pada keadaan hiperkalsemia yang parah. Namun sebelumnya,
diberi 'saline' intravena untuk rehidrasi, dan dalam hal ini furosemid berperan juga
sebagai penggantian natrium. Tentunya cara ini digunakan pada perawatan di rumah
sakit.1
2) Mitramisin
Merupakan suatu agen sitotoksik yang menghambat resorpsi osteoklast tulang. Ia diberi-
kan intravena sebagai dosis tunggal dan biasanya efektif untuk masa bervariasi yang
berkisar dari 24 jam sampai 1 minggu.
3) Difosfonat
21
Suatu kelompok senyawa yang dikembangkan belakahgan ini dengan sifat mengikat
logam, yang mempengaruhi pertumbuhan dan pelarutan garam kalsium yang sulit larut.
Difosfonat pertama digunakan dalam pasien yang disebabkan osteomalasia, tetapi agen
yang lebih baru yang mencakup aminohidroksipropiliden difosfonat (APD) dan
diklorometilen difosfonat (CI2MDP), menghambat resorpsi tulang osteoklastik tanpa
mempengaruhi mineralisasj osteoid yang baru dibentuk
4) Agen lain yang sekarang mempunyai peranan terbatas dalam penatalakasanaan
hiperkalsemia parah meliputi fosfat, steroid, indometasin, kalsitonin dan simetidin.10
5) Pembatasan kalsium
6) Penurunan digitalis
Bila pasien sedang mendapat digitalis, sebaiknya dilakukan pengurangan dosis preparat
digitalis yang diberikan, karena pasien hiperkalsemia mungkin menjadi lebih sensitif
terhadap efek toksik obat ini.2
Terapi untuk hiperkalsemia jangka panjang dapat dilakukan pada hiperkalsemia yang
berkaitan dengan keganasan atau kanker, berikut ini obat-obat yang dapat diberikan antara
lain;
1) Glukokortikoid
berperan bagai sumber utama terapi hiperkalsemia yang berkaitan dengan keganasan-
keganasan hematologis. Obat ini hams diberikan dalam dosis yang relatif tinggi (misal:
prednison, 60-120 mg sehari dalam dosis terbagi) dan dalam jangka waktu yang relatif
lama (1 bulan) sebelum terapi dapat dianggap gagal.
2) Pilkamisin (mitramisin)
Selain untuk terapi hiperkalsemia yang parah, mitramisin mungkin bermanfaat untuk
terapi hiperkalsemia yang disebabkan oleh kelainan-kelainan keganasan hematologis
ataupun tumor-tumor padat. Dosis lazim adalah 25 Ug/kg secara intravena perbolus.
3) Fosfat
Fosfat per oral dapat digunakan sebagai suatu agen anti hiperkalsemia pada pasien-pasien
yang belum mendapatkan glukokortikoid (hati-hati, terkadang kombinasi glukokortikoid
dan fosfat per oral kadang-kadang menginduksi terjadinya nefrolitiasis). Terapi dengan
fosfat harus dimonitor dengan mengukur kadar kalsium, fosfat dan kreatin in dalam serum
untuk mengobservasi adanya efek yang diinginkan dan untuk mengawasi kemungkinan
terjadinya hiperfosfatemia atau gangguan fungsi ginjal.
22
4) Kalsitonin
Walaupun cukup beralasan, terapi dengan CT dalam dosis normal (100 unit/hari), hasilnya
mengecewakan. Baru-baru ini terdapat laporan mengenai keberhasilan terapi dengan CT
dosis tinggi (400-1000 unit setiap 12 jam) atau dengan kalsitonin ditambah glukokortikoid
(CT, 100 unit 2 kali sehari; dan prednison 60 mg sehari).
5) Estrogen
Karena estrogen menyebabkan penurunan resorpsi tulang dan kalsium serum pada
osteoporosis postmenopause estrogen telah digunakan dengan sukses sebagai suatu obat
untuk menurunkan kalsium pada hiperparatiroidisme primer.
6) Etidronate atau pamidronate disodium intravena
Obat-obatan ini telah berhasil digunakan pada pengobatan akut hiperkalsemia. Etidronate
diberikan secara intravena, pada dosis 7,5 mg/kg dalam 250 ml salin dalam dua jam untuk
3 hari berturut-turut. Pamidronate lebih poten dan diberikan dalam dosis antara 60 dan 90
mg (tergantung pada derajat hiperkalsemia) sebagai infus intravena (1000 ml natrium
klorida steril 0,45% atau 0,9%), USP, atau injeksi dekstrosa 5%), USP, diatas 24 jam.1,2
Tindakan Bedah
Tak ada terapi nonbedah memuaskan bagi hiperparatiroidisme. Walaupun berbagai
program diet dan obat telah dicoba, tak satu pun efektif. Difosfonat bisa layak dalam jangka
singkat sebelum operasi, tetapi ia belum diteliti dengan adekuat.1
Eksplorasi parathyroidea dianjurkan karena ia aman (mortalitas saat ini 0 sampai 0,1
persen), disertai dengan sedikit morbiditas dan menawarkan kesembuhan definitif penyakit ini
dalam 95 persen pasien atau lebih, bila dilakukan oleh seorang ahli bedah.1,2
Diagnosis hiperparatiroidisme primer harus ditegakkan sebelum eksplorasi leher
dilakukan. Satu-satu-nya diagnosis yang akan ditegakkan dengan operasi adalah jenis
penyakit parathyroidea yang ada dalam pasien tersendiri, misalnya adenoma, hiperplasia dan
karsinoma. Pemeriksaan prabedah untuk melokalisasi jaringan parathyroidea hiperfungsi
umumnya tak diperlukan pada seorang pasien yang mula-mula dieksplorasi. Ahli bedah
berpengalaman jauh lebih dapat dian-dalkan dalam menentukan lokasi glandula parathyroidea
hiperplastik daripada tes tunggal atau kombinasi tes apa pun, yang mungkin mahal, invasif
dan menyesatkan.1
Indikasi pembedahan harus dapat memiliki kriteria-kriteria tertentu, berikut ini
dijabarkan dalam tabel 5-4;2
23
VIII. Preventive
Tidak ada tindakan preventive yang khusus dalam kasus hiperparatiroidisme primer. Ini
dikarenakan dasar-dasar pathogenesis etiologi yang masih kurang jelas dan juga etiologi
terbanyak disebabkan oleh adenoma yang soliter. Tindakan preventive hanya dapat dilakukan
untuk mecegah atau mengurangi gejala-gejala komplikasi yang lebih berat dari hiperparatiroid
primer. Tindakan-tindakan tersebut dapat dilakukan antara lain dengan;
- Minum banyak cairan, khususnya air putih. Meminum banyak cairan dapat mencegah
pembentukan batu ginjal.
- Latihan. Ini salah satu cara terbaik untuk membentuk tulang kuatn dan memperlambat
pengraphan tulang.
- Penuhi kebutuhan vitamin D. sebelum berusia 50 tahun, rekomendasi minimal vitamin D
yang harus dipenuhi setiap hari adalah 200 International Units (IU). Setelah berusia lebih
dari 50 tahun, asupan vitamin D harus lebih tinggi, sekitar 400-800 IU perhari.
- Jangan merokok, merokok dapat meningkatkan pengrapuhan tulang seiring meningkatnya
masalah kesehatan, termasuk kanker.
24
- Waspada terhadap kondisi yang dapat meningkatkan kadar kalsium. Kondisi tertentu
seperti penykit gastrointestinal dapat menyebabkan kadar kalsium dalam darah meningkat.3
IX. Prognosis
Prognosis baik dengan angka kesembuhan untuk hiperparatiroidisme primer 95 %.
Cukup baik jika penyakit lekas didiagnosis dan tumor lekas diangkat. Setelah pengangkatan
tumor maka tulang-tulang bisa menjadi normal kembali. Prognosis juga tergantung dari fungsi
ginjal masih baik atau tidak. Pasien yang menjalani pengangkatan kelenjar paratiroid
mempunyai kira-kira 10% resiko timbulnya penyakit. Hal ini mungkin berkaitan dengan
fungsi yang berlebihan atau hilangya kelenjar dileher atau hiperplasia. Adakalanya pasien
yang telah menjalani operasi tetap mengalami hiperparatiroidisme, jika jaringan telah
dicangkok, adakalanya pencangkokan dapat membalikkan hipoparatiroidisme.1,3,4
BAB III
25
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dijabarkan diatas, dan juga data-data yang
telah diberikan dalam skenario tersebut. Maka saya dapat menyimpulkan bahwa wanita yang
berusia 40 tahun dalam skenario kasus tersebut dapat didiagnosis menderita
hiperparatiroidisme primer. Jadi berdasarkan semua hal yang telah dipelajari, dapat
disimpulkan bahwa hipotesis diterima.
DAFTAR PUSTAKA
26
1. Sabiston CD. Glandula Parathyroidea. Dalam: Oswari J. Buku Ajar Bedah (Essentials of
Surgery). Bagian 1. Jakarta: EGC; 1992.h. 431-38.
2. Greenspan FS, Baxter JD. Hormon-hormon Kalsiotropik dan Penyakit Tulang Metabolik.
Dalam: Kartini A, Mandera LI, Sadikin V. Endokrinologi Dasar dan Klinik. Edisi 4.
Jakarta: EGC; 2000.h. 319-39.
3. Taibah. Hiperparatiroidisme Sekunder. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK Unlam. 2009
4. Hamilton C. Hyperparatyroid. 28 Oktober 2010. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/281850-overview. 27 Januari 2009.
5. Sherwood L. Organ Endokrin Perifer. Dalam: Santoso BI. Fisiologi Manusia dari Sel ke
Sistem. Edisi 2. Jakarta: EGC; 2001.h.677-86.
6. Sudoyo Aru W, et all. Hiperkalsemia dan Hipokalsemia. Bambang Setiyohadi(eds). Buku
Ajar IPD. Jilid 3. Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;2009.h.2686-88.
7. Santoso M, Doranggi R. Hiperparatiroid. Departemen Penyakit Dalam FK UKRIDA.
2005
8. Sudoyo Aru W, et all. Osteoporosis. Bambang Setiyohadi(eds). Buku Ajar IPD. Jilid 3.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2009.h.2650-56.
9. Medicastore. Penyakit osteoporosis. 24 Juli 2007. Diunduh dari
http://www.medicastore.com/osteoporosis/, 25 maret 2010.
10. Suherman S.K., Tobing D.A.L. Osteoporosis primer (post menopause osteoporosis).
Rachman I.A.(eds). Osteoporosis.1st ed. Jakarta:PEROSI;2006.h.6-7.
11. Sudoyo Aru W, et all. Penyakit Paget. Nyoman Kertia(eds). Buku Ajar IPD. Jilid 3.
Jakarta: Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia;2009.h.2680-1.
12. Sudoyo Aru W, et all. Osteomalasia. Nyoman Kertia(eds). Buku Ajar IPD. Jilid 3. Jakarta:
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia;2009.h.
2677-8.
27