hubmed 1 (kode etik)

33
I. HUBUNGAN MASYARAKAT (PUBLIC RELATIONS) Humas merupakan kependekan dari hubungan masyarakat. Hal ini seringkali disederhanakan sebagai sebuah terjemahan dari istilah Public Relations (PR). Sebagai ilmu pengetahuan, PR masih relatif baru bagi masyarakat Indonesia. PR sendiri merupakan gabungan berbagai imu dan termasuk dalam jajaran ilmu-ilmu sosial seperti halnya ilmu politik, ekonomi, sejarah, psikologi, sosiologi, komunikasi dan lain-lain. Dalam kurun waktu 100 tahun terakhir ini PR mengalami perkembangan yang sangat cepat. Namun perkembangan PR dalam setiap negara itu tak sama baik bentuk maupun kualitasnya.Proses perkembangan PR lebih banyak ditentukan oleh situasi masyarakat yang kompleks. Karena peran dan fungsi PR di perusahaan, badan pemerintahan, dll semakin komplit dan kompleks, diperlukan suatu kode etik untuk menjaga agar para humas tetap bekerja dalam jalan yang benar. Sehubungan dengan masih begitu banyaknya kritikan, kecurigaan dan terutama sekali sikap masa bodoh terhadap keberadaan profesi humas, maka kode etik kehumasan tersebut mutlak perlu ditegakkan. Tentu saja penegakan kode etik takkan sanggup sepenuhnya menghapus semua perilaku menyimpang. Namun sedikit banyak, seperti juga yang dialami oleh berbagai bidang profesi lainnya, pendisiplinan kode etik itu pasti membawa manfaat yang berarti.

Upload: astridutdut

Post on 01-Jan-2016

625 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Hubungan media (kode etik)

TRANSCRIPT

Page 1: Hubmed 1 (Kode Etik)

I.HUBUNGAN MASYARAKAT (PUBLIC RELATIONS)Humas merupakan kependekan dari hubungan masyarakat. Hal ini seringkali

disederhanakan sebagai sebuah terjemahan dari istilah Public Relations (PR). Sebagai

ilmu pengetahuan, PR masih relatif baru bagi masyarakat Indonesia. PR sendiri

merupakan gabungan berbagai imu dan termasuk dalam jajaran ilmu-ilmu sosial seperti

halnya ilmu politik, ekonomi, sejarah, psikologi, sosiologi, komunikasi dan lain-lain.

Dalam kurun waktu 100 tahun terakhir ini PR mengalami perkembangan yang sangat

cepat. Namun perkembangan PR dalam setiap negara itu tak sama baik bentuk maupun

kualitasnya.Proses perkembangan PR lebih banyak ditentukan oleh situasi masyarakat

yang kompleks.

Karena peran dan fungsi PR di perusahaan, badan pemerintahan, dll semakin komplit

dan kompleks, diperlukan suatu kode etik untuk menjaga agar para humas tetap bekerja

dalam jalan yang benar. Sehubungan dengan masih begitu banyaknya kritikan,

kecurigaan dan terutama sekali sikap masa bodoh terhadap keberadaan profesi humas,

maka kode etik kehumasan tersebut mutlak perlu ditegakkan. Tentu saja penegakan kode

etik takkan sanggup sepenuhnya menghapus semua perilaku menyimpang. Namun

sedikit banyak, seperti juga yang dialami oleh berbagai bidang profesi lainnya,

pendisiplinan kode etik itu pasti membawa manfaat yang berarti.

Ada berbagai macam jenis kode etik humas. Hal ini dikarenakan banyak instansi

humas yang ada di dunia sehingga tiap instansi merasa perlu untuk mengeluarkan kode

etik yang khas menjadi idenditas diri mereka dan setiap humas yang bergabung di

dalamnya. Bahkan untuk dunia internasional pun, tidak hanya ada satu instansi yang

mengeluarkan kode etik. Ada beberapa kode etik internasional, namun di antaranya ada

1 kode etik yang paling terkenal dan umum di dunia internasional. Kode etik kehumasan

ini dikeluarkan oleh IPRA (International Public Relations Accosation) di Athena pada

tahun 1965 dan kemudia disempurnakan lagi di Teheran, Iran, pada tahun 1968.

Di Indonesia pun hampir serupa. Meskipun ada lebih dari 1 instansi yang

mengeluarkan kode etik kehumasan, namun ada kode etik kehumasan yang paling diakui

secara nasional seperti dari Perhumas atau APRI (Asosiasi Public Relation Indonesia).

Dalam makalah ini, akan dipaparkan kode etik dari 1 instansi humas internasional dan

kode etik dari 2 instansi nasional.

Page 2: Hubmed 1 (Kode Etik)

A. IPRA (International Public Relation Assocation)

Kode etik IPRA yang disahkan pada tahun 2011, merupakan penegasan etika

profesional dari anggota the International Public Relations Association dan

direkomendasikan kepada praktisi public relations di seluruh dunia. Kode etik ini

merupakan penyempurnaan dari Code of Venice tahun 1961, Code of Athens tahun

1965 dan Code of Brussels tahun 2007.

Isi kode etik kehumasan IPRA :

(a) MENGINGAT Piagam Perserikatan Bangsa Bangsa yang menentukan “untuk

menegaskan kembali iman dalam hak asasi manusia, martabat dan nilai pribadi

manusia”;

(b) MENGINGAT “Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia “ tahun 1948 khususnya

mengingat Artikel Nomor 19;

(c) MENGINGAT bahwa public relations, dengan mendorong terciptanya informasi

terbuka, memberikan manfaat bagi semua pihak yang berkepentingan;

(d) MENGINGAT bahwa pekerjaan public relations dan public affairs merupakan

ungkapan kebebasan berpendapat kepada pejabat publik;

(e) MENGINGAT bahwa praktisi public relations melalui kemampuan komunikasinya

dapat memberikan pengaruh yang luas perlu mematuhi kode etik profesi dan

prilaku yang beretika;

(f) MENGINGAT bahwa saluran komunikasi seperti internet dan media digital lain

dapat menimbulkan informasi yang menyesatkan yang dapat disebarluaskan dan

tidak tertandingi, diperlukan perhatian khusus dari praktisi public relations untuk

tetap menjaga kepercayaan dan kredibilitas;

(g) MENGINGAT bahwa internet dan digital media lain perlu mendapat perhatian

khusus yang berkenaan dengan kerahasiaan pribadi dari seseorang, klien,

majikan dan rekan sejawat;

Page 3: Hubmed 1 (Kode Etik)

Dalam tindakannya, praktisi public relations harus:

1. Ketaatan

Mentaati prinsip prinsip dalam Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak Asasi

Manusia;

2. Integritas

Bertindak secara jujur dengan penuh integritas setiap saat untuk menyakinkan

dan mempertahankan kepercayaan mereka dengan siapa saja praktisi

berhubungan;

3. Dialogue

Berusaha membentuk moral, kultural dan intelektual untuk melakukan dialog, dan

mengakui hak semua pihak yang terlibat untuk mengemukakan pendapatnya;

4. Keterbukaan

Berlaku Jujur dan terbuka dalam mengungkapkan nama, organisasi dan

kepentingan yang diwakili;

5. Konflik

Menghindari konflik kepentingan dan mengungkapkan konflik tersebut kepada

pihak pihak yang terkait jika diperlukan;

6. Kerahasiaan

Menjaga kerahasiaan informasi yang diberikan kepada mereka;

7. Ketepatan

Melakukan langkah langkah yang wajar untuk meyakinkan kebenaran dan

ketepatan dari semua informasi yang diberikan;

8. Kebohongan

Mengupayakan dengan segala cara untuk tidak menyampaikan berita yang salah

atau menyesatkan, melakukan secara hati-hati untuk menghindari hal tersebut

dan memperbaiki secepatnya jika ternyata terdapat kesalahan;

9. Penipuan

Dilarang mendapatkan informasi dengan cara menipu atau tidak jujur;

10. Pengungkapan

Dilarang membentuk atau menggunakan organisasi apapun sebagai suatu

wahana terbuka yang sebenarnya mengandung kepentingan tersembunyi;

Page 4: Hubmed 1 (Kode Etik)

11. Keuntungan

Dilarang menjual dokumen kepada pihak ketiga salinan dokumen yang diperoleh

dari pejabat publik;

12. Remunerasi

Dalam memberikan jasa professional, dilarang menerima imbalan dalam bentuk

apapun yang berkaitan dengan jasa dari seseorang selain dari pihak yang terkait;

13. Pembujukan

Dilarang baik secara langsung atau tidak langsung menawarkan atau memberikan

imbalan dalam bentuk uang atau yang lain kepada pejabat pemerintah atau

media, atau pihak lain yang berkepentingan;

14. Pengaruh

Dilarang menawarkan atau melakukan tindakan yang bertentangan dengan

hukum untuk hal yang dapat mempengaruhi pejabat publik, media dan pihak lain

yang berkepentingan;

15. Persaingan

Dilarang melakukan hal hal yang secara sengaja untuk merusak reputasi praktisi

yang lain;

16. Pemburuan

Dilarang mengambil klien dari praktisi lain dengan cara cara yang tidak jujur;

17. Pekerjaan

Ketika mempekerjakan seseorang dari pejabat publik atau pesaing perlu

memperhatikan aturan dan kerahasiaan yang disyaratkan oleh organisasi

tersebut;

18. Rekan sejawat

Mengamati Kode etik ini dengan sikap hormat terhadap anggota IPRA dan praktisi

public relations di seluruh dunia.

Anggota IPRA harus menjunjung tinggi Kode etik ini, setuju mematuhi dan

menegakkan tindakan disiplin terhadap setiap pelanggaran kode etik dari the

International Public Relations Association ini.

Page 5: Hubmed 1 (Kode Etik)

B.PERHUMAS (Perhimpunan Hubungan Masyarakat Indonesia)

KODE ETIK PROFESI

PERHUMAS INDONESIA

Dijiwai oleh Pancasila maupun UUD 1945 sebagai landasan tata kehidupan nasional;

Diilhami oleh Piagam PBB sebagai landasan tata kehidupan internasional; Dilandasi

oleh Deklarasi Asean (8 Agustus 1967) sebagai pemersatu bangsa-bangsa Asia

Tenggara; dan dipedomi oleh cita-cita, keinginan dan tekad untuk mengamalkan

sikap dan perilaku kehumasan secara professional; kami para anggota Perhimpunan

Hubungan Masyarakat Indonesia – PERHUMAS INDONESIA sepakat untuk mematuhi

Kode ETik Kehumasan Indonesia, dan bila terdapat bukti-bukti diantara kami dalam

menjalankan profesi kehumasan ternyata ada yang melanggarnya, maka hal itu

sudah tentu mengakibatkan diberlakukannya tindak organisasi terhadap

pelanggarnya.

Pasal 1

KOMITMEN PRIBADI

Anggota PERHUMAS harus :

1. Memiliki dan menerapkan standar moral serta reputasi setinggi mungkin

dalam menjalankan profesi kehumasan

2. Berperan secara nyata dan sungguh-sungguh dalam upaya memasyarakatan

kepentingan Indonesia

3. Menumbuhkan dan mengembangkan hubungan antar warga Negara

Indonesia yang serasi daln selaras demi terwujudnya persatuan dan kesatuan

bangsa

Pasal II

PERILAKU TERHADAP KLIEN ATAU ATASAN

Anggota PERHUMAS INDONESIA harus:

1. Berlaku jujur dalam berhubungan dengan klien atau atasan

2. Tidak mewakili dua atau beberapa kepentingan yang berbeda atau yang

bersaing tanpa persetujuan semua pihak yang terkait

3. Menjamin rahasia serta kepercayaan yang diberikan oleh klien atau atasan,

maupun yang pernah diberikan oleh mantan klien atau mantan atasan

Page 6: Hubmed 1 (Kode Etik)

4. Tidak melakukan tindak atau mengeluarkan ucapan yang cenderung

merendahkan martabat, klien atau atasan, maupun mantan klien atau mantan

atasan

5. Dalam memberi jasa-jasa kepada klien atau atasan, tidak akan menerima

pembayaran, komisi atau imbalan dari pihak manapun selain dari klien atau

atasannya yang telah memperoleh kejelasan lengkap

6. Tidak akan menyerahkan kepada calon klien atau calon atasan bahwa

pembayaran atau imbalan jasa-jasanyaharus didasarkan kepada hasil-hasil

tertentu, atau tidak akan menyetujui perjanjian apapun yang mengarah

kepada hal yang serupa

Pasal III

PERILAKU TERHADAP MASYARAKAT DAN MEDIA MASSA

Anggota PERHUMAS INDONESIA harus:

1. Menjalankan kegiatan profesi kehumasan dengan memperhatikan

kepentingan masyarakat serta harga diri anggota masyarakat

2. Tidak melibatkan diri dalam tindak memanipulasi intergritas sarana maupun

jalur komunikasi massa

3. Tidak menyebarluaskan informasi yang tidak benar atau yang menyesatkan

sehingga dapat menodai profesi kehumasan

4. Senantiasa membantu untuk kepentingan Indonesia

Pasal IV

PERILAKU TERHADAP SEJAWAT

Praktisi Kehumasan Indonesia harus:

1. Tidak dengan sengaja merusak dan mencemarkan reputasi atau tindak

professional sejawatnya. Namun bila ada sejawat bersalah karena melakukan

tindakan yang tidak etis, yang melanggar hukum, atau yang tidak jujur,

termasuk melanggar Kode Etik Kehumasan Indonesia, maka bukti-bukti wajib

disampaikan kepada Dewan Kehormatan PERHUMAS INDONESIA

2. Tidak menawarkan diri atau mendesak klien atau atasan untuk menggantikan

kedudukan sejawatnya

3. Membantu dan berkerja sama dengan sejawat di seluruh Indonesia untuk

menjunjung tinggi dan mematuhi Kode Etik Kehumasan ini.

Page 7: Hubmed 1 (Kode Etik)

C. ASOSIASI PERUSAHAAN PUBLIC RELATIONS INDONESIA

KODE ETIK PROFESI

ASOSIASI PERUSAHAAN PUBLIC RELATIONS INDONESIA

PASAL 1

Norma norma Perilaku Profesional

Dalam menjalankan kegiatan profesionalnya, seorang anggota wajib menghargai

kepentingan umum dan menjaga harga diri setiap anggota masyarakat. Menjadi

tanggung jawab pribadinya untuk bersikap adil dan jujur terhadap klien, baik yang

mantan maupun yang sekarang, dan terhadap sesama anggota Asosiasi, anggota

media komunikasi serta masyarakat luas.

PASAL 2

Penyebarluasan Informasi

Seorang anggota tidak akan menyebarluaskan, secara sengaja dan tidak bertanggung

jawab, informasi yang paIsu atau yang menyesatkan, dan sebaliknya justru akan

berusaha sekeras mungkin untuk mencegah terjadinya hal tersebut. Ia berkewajiban

untuk menjaga integritas dan ketepatan informasi.

PASAL 3

Media Komunikasi

Seorang anggota tidak akan melaksanakan kegiatan yang dapat merugikan integritas

media komunikasi.

PASAL 4

Kepentingan yang Tersembunyi

Seorang anggota tidak akan melibatkan dirinya dalam kegiatan apa pun yang secara

sengaja bermaksud memecah belah atau menyesatkan, dengan cara seolah olah

ingin memajukan suatu kepentingan tertentu, padahal sebaliknya justru ingin

memajukan kepentingan lain yang tersembunyi. Seorang anggota berkewajiban

untuk menjaga agar kepentingan sejati organisasi yang menjadi mitra kerjanya

benar-benar terlaksana secara baik.

Page 8: Hubmed 1 (Kode Etik)

PASAL 5

Informasi Rahasia

Seorang anggota (kecuali apabila diperintahkan oleh aparat hukum yang berwenang)

tidak akan menyampaikan atau memanfaatkan informasi yang diberikan kepadanya,

atau yang diperolehnya, secara pribadi dan atas dasar kepercayaan, atau yang

bersifat rahasia, dari kliennya, baik di masa Ialu, kini atau di masa depan, demi untuk

memperoleh keuntungan pribadi atau untuk keuntungan lain tanpa persetujuan jelas

dari yang bersangkutan.

PASAL 6

Pertentangan Kepentingan

Seorang anggota tidak akan mewakili kepentingan kepentingan yang saling

bertentangan atau yang saling bersaing, tanpa persetujuan jelas dari pihak-pihak

yang bersangkutan, dengan terlebih dahulu mengemukakan fakta fakta yang terkait.

PASAL 7

Sumber sumber Pembayaran

Dalam memberikan jasa pelayanan kepada kliennya, seorang anggota tidak akan

menerima pembayaran, baik tunai atau pun dalam bentuk lain, yang diberikan

sehubungan dengan jasa jasa tersebut, dari sumber manapun, tanpa persetujuan

jelas dari kliennya.

PASAL 8

Memberitahukan Kepentingan Keuangan

Seorang anggota, yang mempunyai kepentingan keuangan dalam suatu organisasi,

tidak akan menyarankan klien atau majikannya untuk memakai organisasi tersebut

atau pun memanfaatkan jasa jasa organisasi tersebut, tanpa memberitahukan

terlebih dahulu kepentingan keuangan pribadinya yang terdapat dalam organisasi

tersebut.

PASAL 9

Pembayaran Berdasarkan Hasil Kerja

Seorang anggota tidak akan mengadakan negosiasi atau menyetujui persyaratan

dengan calon majikan atau calon klien, berdasarkan pembayaran yang tergantung

pada hasil pekerjaan PR tertentu di masa depan.

Page 9: Hubmed 1 (Kode Etik)

PASAL 10

Menumpang tindih Pekerjaan Anggota Lain

Seorang anggota yang mencari pekerjaan atau kegiatan baru dengan cara mendekati

langsung atau secara pribadi, calon majikan atau calon langganan yang potensial,

akan mengambil langkah langkah yang diperlukan untuk mengetahui apakah

pekerjaan atau kegiatan tersebut sudah dilaksanakan oleh anggota lain. Apabila

demikian, maka menjadi kewajibannya untuk memberitahukan anggota tersebut

mengenai usaha dan pendekatan yang akan dilakukannya terhadap klien tersebut.

(Sebagian atau seluruh pasal ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk menghalangi

anggota mengiklankan jasa jasanya secara umum).

PASAL 11

Imbalan kepada Karyawan Kantor kantor Umum

Seorang anggota tidak akan menawarkan atau memberikan imbalan apa pun,

dengan tujuan untuk memajukan kepentingan pribadinya (atau kepentingan klien),

kepada orang yang menduduki suatu jabatan umum, apabila hal tersebut tidak

sesuai dengan kepentingan masyarakat luas.

PASAL 12

Mengkaryakan Anggota Parlemen

Seorang anggota yang mempekerjakan seorang anggota Parlemen, baik sebagai

konsultan ataupun pelaksana, akan memberitahukan kepada Ketua Asosiasi tentang

hal tersebut maupun tentang jenis pekerjaan yang bersangkutan. Ketua Asosiasi

akan mencatat hal tersebut dalam suatu buku catatan yang khusus dibuat untuk

keperluan tersebut. Seorang anggota Asosiasi yang kebetulan juga menjadi anggota

Parlemen, wajib memberitahukan atau memberi peluang agar terungkap, kepada

Ketua, semua keterangan apa pun mengenai dirinya.

PASAL 13

Mencemarkan Anggota anggota Lain

Seorang anggota tidak akan dengan itikad buruk mencemarkan nama baik atau

praktek profesional anggota lain.

Page 10: Hubmed 1 (Kode Etik)

PASAL 14

Instruksi/Perintah Pihak pihak Lain

Seorang anggota yang secara sadar mengakibatkan atau memperbolehkan orang

atau organisasi lain untuk bertindak sedemikian rupa sehingga berlawanan dengan

kode etik ini, atau turut secara pribadi ambil bagian dalam kegiatan semacam itu,

akan dianggap telah melanggar Kode ini.

PASAL 15

Nama Baik Profesi

Seorang anggota tidak akan berperilaku sedemikian rupa sehingga merugikan nama

baik Asosiasi, atau profesi Public Relations.

PASAL 16

Menjunjung Tinggi Kode Etik

Seorang anggota wajib menjunjung tinggi Kode Etik ini, dan wajib bekerja sama

dengan anggota lain dalam menjunjung tinggi Kode Etik, serta dalam melaksanakan

keputusan keputusan tentang hal apa pun yang timbul sebagai akibat dari

diterapkannya keputusan tersebut. Apabila seorang anggota, mempunyai alasan

untuk berprasangka bahwa seorang anggota lain terlibat dalam kegiatan kegiatan

yang dapat merusak Kode Etik ini, maka ia berkewajiban untuk memberitahukan hal

tersebut kepada Asosiasi. Semua anggota wajib mendukung Asosiasi dalam

menerapkan dan melaksanakan Kode Etik ini, dan Asosiasi wajib mendukung setiap

anggota yang menerapkan dan melaksakan Kode Etik ini.

PASAL 17

Profesi Lain

Dalam bertindak untuk seorang klien atau majikan yang tergabung dalam suatu

profesi, seorang anggota akan menghargai Kode Etik dari profesi tersebut dan secara

sadar tidak akan turut dalam kegiatan apa pun yang dapat mencemarkan Kode Etik

tersebut.

Page 11: Hubmed 1 (Kode Etik)

CONTOH KASUS PELANGGARAN KODE ETIK KEHUMASAN

Peristiwa retaknya badan pesawat Adam Air 737-300

Rabu, 21 Februari 2007 pesawat Adam Air 737-300 dengan nomor penerbangan KI-

172 dengan mengangkut 148 orang penumpang diberitakan mengalami keretakan

badan pesawat di bandara Juanda, Surabaya. Media mengabarkan bahwa Manajemen

Adam Air tidak berterus terang mengenai keretakan badan pesawat tersebut,

melainkan membantah pernyataan mengenai keretakan pesawat Adam Air 737-300.

Pihak Adam Air sendiri terbukti melalui gambar yang tersebar di media bahwa telah

mengecat seluruh badan pesawat menjadi warna putih dan menutup retakan

dibelakang sayap pesawat menggunakan kain berwarna putih. Dari sejumlah bukti yang

telah tersebar dimedia, PR Adam Air tetap membantah mengenai keretakan pesawat

yang dialami oleh pesawat Adam Air 737-300, dan memilih tidak memberikan komentar

mengenai berita pengecatan tersebut.

Dari kasus tersebut ditemukan bahwa PR Adam Air telah melanggar kode etik

kehumasan, yaitu :

a. IPRA (International Public Relation Association) Code of Condut ; “Dalam IPRA Code of

Conduct butir C disebutkan bahwa lembaga kehumasan tidak diperkenankan untuk

menyebarkan secara sengaja informasi yang palsu atau menyesatkan.”. PR Adam Air

dapat dikatakan melanggar kode etik karena terbukti tidak berterus terang perihak

kejadian retaknya badan pesawat.

b. Kode Etik Kehumasan (KEKI) ; Dalam salah satu butir ketentuan KEKI pasal III

disebutkan bahwa anggota perhumasan tidak boleh menyebarkan informasi yang

tidak benar atau yang menyesatkan sehingga dapat menodai profesi kehumasan.

Selain memberikan informasi yang tidak sesuai dengan kenyataan kepada publik, dari

tindakan pengecatan pesawat tersebut pihak Adam Air juga telah melanggar UU Nomor

15 Tahun 1992 tentang Penerbangan, yaitu pasal 34 ayat 2 yaitu “siapa pun dilarang

merusak, menghilangkan bukti-bukti, mengubah letak pesawat udara, mengambil

bagian-bagian pesawat atau barang lainnya yang tersisa akibat kecelakaan, sebelum

dilakukan penelitian terhadap penyebab kecelakaan itu. Ancaman hukuman bagi

pelanggarnya adalah enam bulan kurungan serta denda Rp 18 juta.”

Page 12: Hubmed 1 (Kode Etik)

Kasus lumpur Lapindo Brantas

Lebih dari lima tahun kasus lumpur Lapindo belum usai. Lapindo yang dimiliki oleh

Bakrie Group ini memang memiliki sumberdaya politik ekonomi yang dapat

perpengaruh di Indonesia, bahkan Bakrie Group dapat menciptakan opini public

mengenai lumpur Lapindo itu sendiri melalui media yang dimiliki. Pada 22 Oktober 2008

Lapindo Brantas mengadakan siaran pers mengenai hasil para ahli geologi di London.

Pada konfrensi tersebut Lapindo menyewa perusahan Public Relation untuk

mengabarkan bahwa peristiwa tersebut bukan dari kesalahan Lapindo. Lapindo, melalui

PR-nya, mengeluarkan statement bahwa kejadian tersebut akibat dari bencana alam,

akan tetapi sejumlah ahli geolog dan LSM yang peduli terhadap kasus lumpur Lapindo

ini tetap menganggap bahwa kejadian pengeboran Lapindo yang menjadi pemicu

tragedy tersebut. Lapindo terus menutupi fakta dengan berbagai cara termasuk

membuat iklan serta memecah belah warga memalui masalah ganti rugi hal tersebut

dilakukan untuk mengarahkan pada opini public.

Dari kasus tersebut, maka PR Lapindo Brantas dapat dinyatakan telah melanggar

kode etik profesi Public Relation, yaitu :

a. Pasal 2 mengenai Penyebaran informasi ; “seorang anggota tidak akan

menyebarluaskan, secara sengaja dan tidak bertanggungjawab, informasi yang palsu

atau yang meyesatkan, dan sebaliknya justru akan berusaha sekeras mungkin untuk

mencegah terjadinya hal tersebut. Ia berkewajiban menjaga dan ketepatan informasi.”.

Lapindo dikatakan melanggar pasal tersebut karena Lapindo menyebarkan informasi

yang tidak sesuai dengan fakta.

b. Pasal 3 mengenai Media Komunikasi ; “seorang anggota tidak akan

melaksanakan kegiatan yang dapat merugikan integritas media komunikasi”. Lapindo

dapat dikatakan melanggar pasal berikut karena Lapindo yang merupakan milik Bakrie

Group dapat menciptakan opini public sendiri mengenai lumpur Lapindo itu sendiri

melalui media yang dimiliki sehingga informasi yang diberikan meskipun tidak sesuai

dengan kenyataan tetapi tidak menjatuhkan citra Lapindo.

Page 13: Hubmed 1 (Kode Etik)

II. JURNALISTIKMenjadi jurnalis, di era demokrasi seperti sekarang, bukan lagi menjadi sebuah hobi,

tetapi sudah menjadi sebuah profesi. Dengan kata lain, menjadi seorang jurnalis adalah

menjadi profesional. Dalam menjalankan kewajibannya, seorang jurnalis harus sadar

dengan tugas, hak, kewajiban, dan fungsinya yakni mengemukakan apa yang sebenarnya

terjadi. Bahkan, jurnalis harus sanggup bekerja menghadapi bahaya untuk mendapatkan

karya jurnalisitik yang bernilai.

Karena sering dituntut untuk bekerja cepat dan karena unsur manusia tidak sempurna,

maka tidak heran kalau jurnalis pun sering melakukan kesalahan ketika melakukan

kegiatan-kegiatan sebagai jurnalis. Apalagi seorang wartawan. Banyak tantangan yang

menuntut wartawan agar bekerja secara profesional. Karena itu, perlu dibuat peraturan

sebagai standar bagi wartawan dan jurnalis lainnya agar para jurnalis dapat bekerja

dengan baik dan meminimalisir, bahkan jika mungkin, mampu menghilangkan kesalahan

dalam melakukan kegiatan jurnalis.

Untuk meningkatkan profesionalitas, para jurnalis pun sepakat untuk membuat

peraturan. Dan seperti di kode etik humas, jurnal pun memiliki kode etik yang berbeda di

tiap tempat. Di Indonesia pun seperti itu. Ada 2 instansi yang mengeluarkan kode etik

jurnalistik dan kedua kode etik itu diakui secara nasional. Yaitu kode etik yang

dikeluarkan oleh PWI (Perhimpunan Wartawan Indonesia) dan AJI (Aliansi Jurnalis

Independen)

Page 14: Hubmed 1 (Kode Etik)

A.PERHIMPUNAN WARTAWAN INDONESIA (PWI)

PEMBUKAANBahwa sesungguhnya salah satu perwujudan kemerdekaan Negara

RepublikIndonesia adalah kemerdekaan mengeluarkan pikiran dengan lisan dan

tulisan sebagaimana diamanatkan oleh pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945. Oleh

sebab itu kemerdekaan pers wajib dihormati oleh semua pihak.

Mengingat Negara Republik Indonesia adalah negara berdasar atas hukum

sebagaimana diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar 1945, seluruh wartawan

menjunjung tinggi konstitusi dan menegakkan kemerdekaan

pers yangbertanggungjawab, mematuhi norma-norma profesi kewartawanan,

memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa, serta

memperjuangkan ketertiban dunia berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi,

dan keadilan sosial berdasarkan Pancasila.

Maka atas dasar itu, demi tegaknya harkat, martabat, integritas, dan mutu

kewartawanan Indonesia serta bertumpu pada kepercayaan masyarakat, dengan ini

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) menetapkan Kode Etik Jurnalistik yang harus

ditaati dan dilaksanakan oleh seluruh wartawan Indonesia.

KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK

BAB I

KEPRIBADIAN DAN INTEGRITAS

Pasal 1

Wartawan Indonesia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berjiwa

Pancasila , taat kepada Undang-Undang Dasar Negara, Ksatria, menjunjung tinggi

harkat dan martabat manusia dan lingkungannya, mengabdi pada kepentingan

bangsa dan negara serta terpecaya dalam mengemban profesinya.

Pasal 2

Wartawan Indonesia dengan penuh rasa tanggung jawab dan bijaksana

mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan berita, tulisan atau gambar, yang

dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara, persatuan dan kesatuan

bangsa, menyinggung perasaan agama, kepercayaan dan keyakinan suatu golongan

yang dilindumgi oleh Undang-undang.

Page 15: Hubmed 1 (Kode Etik)

Pasal 3

Wartawan Indonesia tidak menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang

menyesatkan, memutarbalikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, sadis dan sensasi

berlebihan.

Pasal 4

Wartawan Indonesia tidak menerima imbalan untuk menyiarkan atau tidak

menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang dapat menguntungkan atau merugikan

seseorang atau sesuatu pihak.

KODE ETIK JURNALISTIK

BAB II

CARA PEMBERITAAN

Pasal 5

Wartawan Indonesia menyajikan berita secara berimbang dan adil, mengutamakan

kecermatan dari kecepatan serta mencampuradukkan fakta dan opini sendiri. Tulisan

berisi interpretasi dan opini wartawan agar disajikan dengan menggunakan nama

jelas penulisnya.

Pasal 6

Wartawan Indonesia menghormati dan menjunjung tinggi kehidupan pribadi dengan

tidak menyiarkan berita, tulisan, atau gambar yang merugikan nama baik atau

perasaan susila seseorang, kecuali menyangkut kepentingan umum.

Pasal 7

Wartawan Indonesia dalam pemberitaan peristiwa yang diduga menyangkut

pelanggaran hukum dan atau proses peradilan harus menghormati asas praduga tak

bersalah, prinsip adil, jujur, dan penyajian yang berimbang.

Pasal 8

Wartawan Indonesia dalam memberitakan kejahatan susila tidak menyebut nama

dan identitas korban. Penyebutan nama dan identitas pelaku kejahatan yang masih

dibawah umur, dilarang.

Pasal 9

Wartawan Indonesia menulis judul yang mencerminkan isi berita.

Page 16: Hubmed 1 (Kode Etik)

KODE ETIK JURNALISTIK

BAB III

SUMBER BERITA

Pasal 10

Wartawan Indonesia menempuh cara yang sopan dan terhormat untuk memperoleh

bahan berita, gambar, atau tulisan dan selalu menyatakan identitasnya kepada

sumber berita.

Pasal 11

Wartawan Indonesia dengan kesadaran sendiri secepatnya mencabut atau meralat

setiap pemberitaan yang kemudian ternyata tidak akurat, dan memberi kesempatan

hak jawab serta proporsional kepada sumber dan atau obyek berita.

Pasal 12

Wartawan Indonesia meneliti kebenaran bahan berita dan memperhatikan

kredibilitas serta kompetensi sumber berita.

Pasal 13

Wartawan Indonesia tidak melakukan tindakan plagiat, tidak mengutip berita,

tulisan, atau gambar tanpa menyebut sumbernya.

Pasal 14

Wartawan Indonesia harus menyebut sumber berita, kecuali atas permintaan yang

bersangkutan untuk tidak disebut nama dan identitasnya sepanjang menyangkut

fakta dan data bukan opini. Apabila nama dan identitas sumber berita tidak

disebutkan, segala tanggung jawab ada pada wartawan yang bersangkutan.

Pasal 15

Wartawan Indonesia menghormati ketentuan embargo, bahan latar belakang, dan

tidak menyiarkan informasi yang oleh sumber berita tidak dimasukkan sebagai bahan

berita serta atas kesepakatan dengan sumber berita tidak menyiarkan keterangan off

the record.

Page 17: Hubmed 1 (Kode Etik)

KODE ETIK JURNALISTIK

BAB IV

KEKUATAN KODE ETIK JURNALISTIK

Pasal 16

Wartawan Indonesia menyadari sepenuhnya bahwa penataan Kode Etik Jurnalistik

ini terutama berada pada hati nurani masing-masing.

Pasal 17

Wartawan Indonesia mengakui bahwa pengawasan dan penetapan sanksi

pelanggaran Kode Etik Jurnalistik ini adalah sepenuhnya hak organisasi dari

Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) dan dilaksanakan oleh Dewan Kehormatan

PWI.

Tidak satu pihak pun di luar PWI yang dapat mengambil tindakan terhadap wartawan

Indonesia dan atau medianya berdasarkan pasal-pasal dalam Kode Etik Jurnalistik ini.

Page 18: Hubmed 1 (Kode Etik)

B. ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN (AJI)

KODE ETIK JURNALISTIK

KODE ETIK AJI (ALIANSI JURNALIS INDEPENDEN)

Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.

Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan

keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.

Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan

untuk menyuarakan pendapatnya.

Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.

Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui

masyarakat.

Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan

dokumen.

Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang,

off the record, dan embargo.

Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.

Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban

kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.

Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi,

dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental

atau latar belakang sosial lainnya.

Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.

Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman

kekerasan fisik dan seksual.

Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari

keuntungan pribadi.

Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan.

Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa

uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung,

dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.

Page 19: Hubmed 1 (Kode Etik)

Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.

Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.

Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat

pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.

Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis

Kode Etik.

Page 20: Hubmed 1 (Kode Etik)

CONTOH KASUS PELANGGARAN KODE ETIK JURNALISTIK

1. Kasus wawancara fiktif terjadi di Surabaya. Seorang wartawan harian di Surabaya

menurunkan berita hasil wawancaranya dengan seorang isteri Nurdin M Top.

Untuk meyakinkan kepada publiknya, sang wartawan sampai mendeskripsikan

bagaimana wawancara itu terjadi. Karena berasal dari sumber yang katanya

terpercaya, hasil wawancara tersebut tentu saja menjadi perhatian masyarakat

luas. Tetapi, belakangan terungkap, ternyata wawancara tersebut palsu alias fiktif

karena tidak pernah dilakukan sama sekali. Istri Nurdin M Top kala itu sedang sakit

tenggorokkan sehingga untuk berbicara saja sulit, apalagi memberikan keterangan

panjang lebar seperti laporan wawancara tersebut. Wartawan dari harian ini

memang tidak pernah bersua dengan istri orang yang disangka teroris itu dan tidak

pernah ada wawancara sama sekali.

Wartawan dalam kasus di atas melanggar Kode Etik Jurnalistik Pasal 2 dan Pasal 4.

Pasal 2 berbunyi: Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional

dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Pasal 4 berbunyi: Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah,

sadis, dan cabul. Wartawan tersebut tidak menggunakan cara yang professional

dalam menjalankan tugasnya. Ia tidak menyebarkan berita yang faktual dan tidak

menggunakan narasumber yang jelas, bahkan narasumber yang digunakan dalah

narasumber fiktif. Wawancara dan berita yang dipublikasikannya merupakan

kebohongan. Tentu ini merugikan konsumen media. Pembaca mengkonsumsi

media untuk memperoleh kebenaran, bukan kebohongan. Kredibilitas harian

tempat wartawan tersebut bekerja juga sudah tentu menjadi diragukan.

Penyelesaiannya adalah pemimpin redaksi memberi sanksi dan hukuman

terhadap wartawan tersebut, karena wartawan tersebut tidak menggunakan cara

yang professional dalam menjalankan tugasnya. Ia tidak menyebarkan berita yang

faktual dan tidak menggunakan narasumber yang jelas, bahkan narasumber yang

digunakan dalah narasumber fiktif. Hukuman tersebut misalnya memberi skorsing

beberapa minggu.

Page 21: Hubmed 1 (Kode Etik)

2. Kasus bentrok saptol PP dengan warga memperebutkan makam Mbah Priok belum

usai. Banyak hal bisa dilihat dari kasus ini, di antaranya soal bagaimana televisi

menyiarkan kasus ini. Saat terjadi bentrok, banyak televisi menyiarkan secara

langsung. Adegan berdarah itupun bisa disaksikan dengan telanjang mata tanpa

melalui proses editing. Penyiaran langsung gambar korban bentrokan di Koja,

Tanjung Priok, merupakan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik Pasal 4: Wartawan

Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.Gambar korban

berdarah-darah dikategorikan sebagai berita sadis, dan tidak semua konsumen

media dapat menerimanya. Pihak keluarga korban yang kebetulan sedang

menonton televisi pun bisa menerima dampak psikologis atau traumatis jika

melihat kerabatnya mengalami luka yang mengenaskan.

Penyelesaiannya adalah pemimpin redaksi media tersebut harus peka terhadap

kejadian kasus tersebut. Wartawan yang menayangkan berita tersebut di televisi

mendapatkan peringatan terlebih dahulu apabila kajadian ini terulang lagi di media

yang sama, maka wartawan dilaporkan dan dikenai hukuman pidana.

Page 22: Hubmed 1 (Kode Etik)

DAFTAR PUSTAKAhttp://daniq-isnaa.blogspot.com/2013/05/tiga-contoh-kasus-pelanggaran-etika.html

http://fuadmje.wordpress.com/2011/11/06/kode-etik-jurnalistik/

http://fikom-jurnalistik.blogspot.com/2011/05/kode-etik-jurnalistik.html

http://ipra.org/images/Indonesian.pdf

http://www.perhumas.or.id/?page_id=24

http://rumakom.wordpress.com/2008/02/22/kode-etik-profesi-appri/

Page 23: Hubmed 1 (Kode Etik)

PENDAHULUANApa yang pertama kali melintas di kepala ketika mendengar public relations, wartawan,

dan jurnalis? Apakah yang terpikirkan adalah ketiga profesi ini adalah profesi yang

membutuhkan kehalian berkomunikasi? Atau apakah yang terpikirkan itu ketiga profesi ini

adalah profesi yang berhubungan dengan media dan masyarakat? Atau malah yang

terpikirkan itu ketiga profesi ini Cuma profesi yang mengejar kehebohan dan popularitas?

Menjadi seorang public relations officer dan jurnalis adalah sebuah profesi yang

menuntut keahlian untuk bergerak cepat dan tangkas membaca situas. Ya, karena pekerjaan

ini bisa menuntut ketepatan membentuk strategi komunikasi atau strategi mendapatkan

liputan atau karya jurnalis yang bernilai mahal. Public relations officer dan jurnalis harus

mampu memegang kendali atas situasi dan kondisi dirinya sendiri agar tidak terpengaruh

lingkunga yang dapat menurunkan efektivitas pekerjaan karena menjadi public relations dan

jurnalis, artinya harus pandai, cepat, dan tepat menganalisa karakter komunikasi yang ada

pada komunikan.

Namun, ternyata kesalahan pun tidak dapat dihindari. Ya, karena manusia ditakdirkan

untuk menjadi makhluk yang tidak sempurna, maka public relations officer dan jurnalis pun

dapat melakukan kesalahan ketika bekerja. Ada yang lalai menjaga rahasia, menerima

sogokan karena tuntutan kebutuhan hidup, atau malah ada yang berbohong dan malah

menutupi fakta karena takut perusahaan atau dirinya sendiri malah menjadi turun eksistensi

dirinya turun di mata masyarakat.

Dan fakta itu disadari oleh orang-orang yang berprofesi sebagai public relations officer

dan jurnlais itu sendiri. Oleh karena itu, perlu adanya aturan dalam dunia kerja public

relations officer dan jurnalis untuk mendukung profesionalitas public relations officer dan

jurnalis. Perlu adanya etika kerja untuk menjaga agar para public relations officer dan

jurnalis, ketika bekerja, tetap ada di jalur yang seharusnya. Kode etik juga berfungsi sebagai

kaca dan reminder bagi para public relations officer dan jurnalis ketika mereka melakukan

kesalahan agar mereka tau di mana letak kesalahannya dan di hari kemudian berusaha

sebaik-baiknya agar tidak mengulangi kesalahan lagi.

Karena itu, para penulis, sebagai mahasiswa ilmu komunikasi, menulis mengenai kode

etik humas dan jurnalis agar dapat menjadi pembelajaran bagi kami. Semoga makalah ini

dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya. Terima kasih